Anda di halaman 1dari 3

PENGESAHAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

TAHUN 2021

Rae Sisca Ivana – Pembicara 2

- Mekanisme
- UUD 1945
- Peraturan
- Teori / kebijakan hukum
- Penerapan hukum (putusan pengadilan / keputusan pemerintah)
- Fakta-fakta terkait

PRO
Berangkat dari pendapat Roscoe Pound dalam teori “Law is a tool of social engineering”
yang menyatakan bahwa “Hukum sebagai alat pembaharuan berperan mengubah atau
mengembangkan nilai - nilai sosial dalam masyarakat.“. Apabila kita korelasikan pada mosi
perdebatan kali ini, Rancangan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana merupakan
pembaharuan dari KUHP Belanda yang sudah tidak relevan dengan nilai – nilai sosial dalam
masyarakat Indonesia saat ini.

Menurut Prof. Dr. Muladi, S.H., upaya pembaharuan KUHP, di samping ditujukan terhadap
peninjauan kembali terhadap 3 permasalahan utama hukum pidana, juga berusaha
memberikan landasan filosofis terhadap hakikat KUHP, yaitu perlindungan dan kesejahteraan
masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Maka DJYTH, mekanisme kami yaitu segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana.

Memasuki poin justifikasi pertama kami, DJYTH, problem utama yang dihadapi bangsa
Indonesia adalah masih belum diperbaharuinya hukum pidana induk yang dimuat
dalam KUHP, khususnya Buku I yang memuat Ketentuan Umum, sebagai instrumen dan
parameter hukum pidana nasional. Dalam KUHP yang sekarang berlaku, tidak semua
konsepsi hukum pidana dirumuskan dalam Ketentuan Umum. Materi yang tidak dirumuskan
secara eksplisit, antara lain tujuan dan pedoman pemidanaan, sifat melawan hukum,
hubungan kausalitas, kesalahan atau pertanggungjawaban pidana, dan lainnya. Padahal
DJYTH hal tersebut sangatlah sentral dan fundamental karena memuat asas – asas hukum
yang berlaku baik ke dalam maupun luar KUHP. Merujuk pada naskah akademik
RKUHP, perkembangan hukum pidana telah menunjukkan bahwa KUHP tidak lagi
dijadikan rujukan utama dalam merumuskan kebijakan dalam bidang hukum pidana.
Beberapa UU khusus lainnya yang membuat ketentuan menyimpang dari Ketentuan Umum
Buku I, misalnya subjek tindak pidana yang diperluas menjadi korporasi. Dalam RKUHP,
akan diatur mengenai korporasi dan corporate criminal liability, yang artinya
pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi berlaku umum untuk semua delik dalam
KUHP ataupun undang – undang di luar KUHP. INTERUPSI. Kemudian, dalam RKUHP,
pembagian tindak pidana berupa kejahatan dan pelanggaran tidak diberlakukan lagi. Hal ini
dikarenakan tidak ada perbedaan atau pembatasan yang jelas dari segi kualitatif. Menurut
Prof. Remmelink, sebenarnya tidak satu pun tindak pidana dapat dikategorikan sebagai
kejahatan dan pelanggaran. Selanjutnya berkaitan dengan kriminalisasi yang tidak hanya
berorientasi pada prinsip “merugikan orang lain”, tetapi juga harus tercela atau berisiko bagi
“majority of society”, ketidakpuasan korban, kecenderungan meniru pihak ketiga, dan
kemasgulan pihak keempat sehingga victimless crimes harus dikaji secara hati – hati.

JAWABAN:

Oleh karena itu DJYTH artinya KUHP tidaklah lagi mampu mengakomodasi ketentuan –
ketentuan yang umum sehingga banyaknya Undang – Undang khusus yang berdiri sendiri
dan tidak lagi sejalan dengan asas - asas dalam KUHP. Maka pengesahan RKUHP menjadi
urgensi yang penting untuk segera diwujudkan DJYTH.

Dan poin justifikasi yang kedua, DJYTH, RKUHP akan menerapkan judicial pardon yang
tertuang dalam Pasal 54, artinya ringannya perbuatan, keadaan pibadi pelaku, atau keadaan
pada waktu dilakukan tindak pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan
mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. INTERUPSI. Seperti yang kita ketahui,
DJYTH, bahwa hukum pidana diibaratkan sebagai pisau yang mengiris dagingnya sendiri
sehingga sebisa mungkin tidak menggunakan hukum pidana atau pidana harus dijadikan
langkah terakhir. Kemudian dalam Pasal 65 terdapat penghapusan pidana mati dari jenis
pidana pokok, dan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 68, pemberian pidana mati hanya
diberikan dalam wujud alternatif, yang artinya bukan sebagai hukuman utama untuk dapat
dijatuhkan. Hal ini sejalan dengan tujuan pemidanaan yang telah bergeser dari suatu konsep
pembalasan semata menjadi pencegahan, rehabilitasi, dan penciptaan rasa aman dan damai.

JAWABAN INTERUPSI
Jelas suatu hal yang berbeda, DJYTH, mengapa? karena dalam konteks justice pardon akan
langsung menghapuskan keseluruhan sanksi pidana yang akan diberikan dalam lingkup
tindak pidana ringan atau dapat kita artikan seperti hakin memaafkan keseluruhan kesalahan
terdakwa.

Atas dasar itulah DJYTH pihak pro telah berhasil memberikan justifikasi pada mosi
perdebatan kali ini dan kami mendukung penuh pengesahan RKUHP.

Sekian dan terima kasih.

Interupsi Pihak Kontra


- pasal keagamaan: DJYTH justru karena itu hadirnya pasal tersebut menjadi suatu
perkembangan karena dalam KUHP Belanda belum diatur mengenai hal tersebut
sehingga artinya RKUHP dapat mengakomodasi kebutuhan dan menjawab
permasalahan masyarakat Indonesia saat ini.
- overkriminalisasi: ternyata DJYTH apabila kita masih memakai KUHP lama
terdapat lebih banyak overkriminalisasi karena banyak pasal yang sudah tidak
relevan, dan DJYTH kami ingatkan kembali bahwa dalam RKUHP mengutamakan
justice pardon, yang akan memulihkan kembali menjadi keadaan semula dan
mempertimbangkan pada risiko terhadap masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai