INDONESIA
DISUSUN OLEH:
1. Reza Syarifudin Zein (18020320170
2. Krisna Putra Timur (2002011013)
3. Hani Ro’ida ()
4. M. Nur Wahid ()
PENDAHULUAN
Perkawinan antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing (Pasal 57 UU
Perkawinan).1 Karena berbeda kwarganegaraan maka hukum yang berlaku bagi mereka
Manusia adalah makhluk sosial, sehigganya mereka tidak dapat terpisah dengan
lingkungan sosialnya. Manusia juga memiliki kodrat untuk berhubungan dengan lawan
jenisnya, hubungan ini dilegalkan melalui ikatan yang bernama pernikahan. Perkawinan
adalah pertalian antara manusia laki-laki dan perempuan dalam waktu yang lama. Tujuan
Kehidupan manusia semakin hari semakin berkembang, untuk mengatur segala segi
kehidupan manusia maka diciptakanlah sebuah aturan (Hukum) baik secara lokal,
Nasional, Maupun Internasional. Salah satu yang diatur adalah soal perkawinan
Campuran (Beda warga Negara antara laki-laki dan perempuan).4 Tujuan kami membuat
makalah dengan topik berikut ini supaya kedua belah pihak mendapatkan kepastian
Proses perkawinan dilakukan oleh lembaga perkawinan. Lembaga tersebut diatur oleh
aturan hukum nasional (Indonesia) yakni undang undang Nomor 1tahun 1974 tentang
1
UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
2
Sasmiar, Akibat Hukum Pernikahan Campuran
3
Hasil Penelitian Dosen Hukum Perdata Univ. Jambi
4
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta 1984
Perkawinan. Sejalah dengan keadaan hari ini dimana perkembangan zaman(dalam
dalam negeri hingga luar negeri. Keadaan ini berdampak dan menjadi penyebab semakin
banyaknya warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga Negara asing (dari
berbagai Negara).
Dalam UU Perkawina 1974 (Pasal 57) diuraikan bahwa ada unsure-unsur perkawinan
campuran meliputi :
negaraan
Unsur- Unsur perbedaan hukum tersebut bukan karena perbedaan suku, bangsa, agama.
Tapi karena perbedaan kewarganegaraan antara orang Indonesia dengan orang asing. 5
Karena berbeda kewarganegaraan maka hukum yang berlaku bagi mereka juga berbeda,
campuran?
5
M. Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, 1993
1.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah inventarisasi hokum normatif
yang mana penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka sebagai sumber
bahan primer dan hasil penelitian peneliti terdahulu yang meneliti lapangan digunakan
hukum yang berlaku di Indonesia dan situasi yang terjadi di lapangan mengenai kondisi
hukum yang terjadi dan berlaku di masyarakat sesuai fakta yang ada.7
PEMBAHASAN
Pada masa penjajahan terdapat dua periode tentang sejarah hukum perkawinan
Islam. Pada masa penjajahan Belanda, terdapat dua teori. Pertama, teori receptio in
complexu, yang menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukum bagi hukum
perkawinan. Kedua, teori receptie yang menjadikan hukum Islam sebagai sumber
hukum Islam namun dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum adat.
Sedangkan pada masa penjajahan Jepang tidak terjadi pengaturan hukum perkawinan
Islam yang berarti, di mana tetap menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukum
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, lahir dua undang-undang. Yaitu Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk serta
6
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar penelitian Hukum
7
H.B Sutopo, 1988, Metodologi Penelitian Kualitatif
Undang-undang no. 32 tahun 1954 Tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang
pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Daerah Jawa dan Madura.8
Hukum Indonesia terjadi perubahan penting dan mendasar yang telah terjadi dalam
Tahun 1989, yang diajukan oleh menteri Agama Munawir Sjadzali ke sidang DPR. Di
sejajar dan sederajat dengan peradilan umum, peradilam militer,dan peradilan tata
usaha negara.
2. Nama, susunan, wewenang (kekuasaan) dan hukum acaranya telah sama dan
memberikan hak yang sama kepada istri dalam proses dan membela
8
Nafi Mubarok, Sejarah hukum perkawinan di Indonesia. (Surabaya, IAIN Sunan Ampel, 2012) Halaman
159-160
9
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, hlm. 277-278.
4. lebih memantapkan upaya penggalian berrbagai asas dan kaidah hukum Islam
sebagai salah satu bahan baku dalam penyusunan dan pembinaan hukum
Kehakiman (1970).
Peradilam Agama.
tersedianya kitab materi hukum Islam yang sama. Secara material memang telah
Berangkat dari realitas ini keinginan untuk meyusun “kitab hukum islam”
10
Abdul Rachmad Budiono, Perdailan Agama dan Hukum Islam di Indonesia (Malang: Bayumedia, 2003),
hlm. 52-53. Lihat juga: Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, hlm. 219.
referensi keputusan hukum PA di Indonesia,tetapi juga disadarkan pada
Peradilan tersebut.11 Bustanul Arifin adalah seorang tokoh yang tampil dengan
Agama. Dengan kerja keras anggota Tim dan ulama-ulama, cendikiawan yang
keluarnya intruksi presiden No. 1 Tahun 1991 kepada menteri Agama untuk
tersebut ditindaklanjuti dengan SK Menteri Agama No. 154 Tahun 1991 tanggal
22 Juli 1991.46 Setidaknya dengan adanya KHI itu,maka saat ini di Indonesia
yang dijadikan rujukan hakim Peradilan Agama adalah sama. Selain itu fikih
yang selama ini tidak positif, telah ditransformasikan menjadi hokum positif
yang berlaku dan mengikat seluruh umat Islam Indinesia. Lebih penting dari itu,
KHI diharapkan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat Islam Indonesia
karena ia digali dari tradisi-tradisi bangsa indonesia. Jadi tidak akan muncul
11
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006),
hlm. 21.
hambatan Psikologis di kalangan umat Islam yang ingin melaksanakan Hukum
Islam.
dilakukan diluar negeri maka perkawinan tersebut sah apabila dilakukan dengan
hukum yang berlaku dinegara tempat perkawinan itu dilakukan dan bagi warga
syarat perkawinan harus memenuhi peraturan materil (UU0 yang berlaku di Negara
keterangan bahwa telah memenuhi aturan yang berlaku bagi semua pihak. Apabila
menyatakan bahwa penolakan itu tidak beralasan, maka keputusan Pengadilan itu
menjadi pengganti surat keterangan tersebut (Pasal 60 Ayat (3)) dan Ayat (4).
berlakulah ketentuan tata cara menurut hukum di negara yang bersangkutan (Pasal 56
Ayat (1).
tidak dilangsungkan dalam masa enam bulan sesudah keterangan atau putusan itu
diberikan, maka surat keterangan atau putusan Pengadilan itu tidak mempunyai
Ayat (1)). Pegawai pencatat yang berwenang bagi yang beragama Islam ialah
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai
Rujuk (P3NTCR). Sedangkan bagi yang bukan beragama Islam ialah Pegawai Kantor
Catatan Sipil.
kurungan selama-lamanya satu bulan (Pasal 61 Ayat( 2)). Pegawai pencatat yang
Secara khusus tempat dan tata cara pencatatan Perkawinan campuran tidak ada
diatur di dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, akan
tetapi sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Pasal 1 ayat (1) AB, menegaskan bahwa bentuk suatu perbuatan
Oleh karena itu tata cara dan pencatatan perkawinan campuran itu dilakukan
menurut hukum Nasional Indonesia. Tata cara dari pada perkawinan menurut Undang
perkawinan campuran menyangkut tata cara yang mendahului perkawinan dan tata
cara pada saat pencatatan dan perkawinan dilangsungkan, tata cara ini harus didukung
oleh syarat – syarat perkawinan yang diperlukan yang ditentukan agar perkawinan
dapat dilangsungkan.14
Indonesia dan Warga Negara Asing, sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) Undang Nomor
1 Secara khusus tempat dan tata cara pencatatan Perkawinan campuran tidak ada
diatur di dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, akan
tetapi sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
13
KH. Hasbullah Bakry, 1978, Kumpulan Lengkap Undang – Undang dan Peraturan Perkawinan di Indonesia
14
I Ketut Mandra, 1986, studi tentang pelaksanaan dan sahnya perkawinan Campuran Antar Warga Negara
Indonesia dan Warga Negara Asing di Bali, Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Udayana
Dalam hal para mempelai melangsungkan dan mencatatkan perkawinannya di
a. Tahap Pertama
dengan cara bersama – sama datang menghadap ke kantor Catatan Sipil bagian
formulir yang telah disediakan oleh kantor Catatan Sipil, kemudian formulir yang
telah diisi itu diserahkan kepada pegawai pencatat perkawinan disertai dengan syarat
6. Surat ijin atau keterangan dari konsulat / kedutaannya yang dinamakan Certificate
Of Ability to Marry
7. Surat keterangan tidak / belum kawin atau surat perceraian dari Pengadilan Negeri
8. Surat keterangan / ijin orang tuanya bagi mempelai yang belum berumur 21
b. Tahap Kedua :
pejabat kantor Catatan Sipil agar diketahui oleh umum. Pengumuman ini untuk
memberi kesempatan kepada pihak lain atau keluarganya untuk mencegah atau
syarat – syarat yang dipalsukan oleh salah satu pihak yang akan melangsungkan
perkawinan, maka pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dapat membatalkan
mempelai.16
c. Tahap Ketiga :
Jika dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak pengumuman itu ditempelkan dan
diumumkan ternyata tidak ada sanggahan atau keberatan dari kalangan publik atau
masyarakat, keluarga ataupun pihak lain, maka pejabat kantor Catatan Sipil
d. Tahap Keempat :
15
Hilman Hadikusuma, 2003, Hukum Perkawinan Indonesia
16
I Ketut Mandra, 1986, studi tentang pelaksanaan dan sahnya perkawinan Campuran Antar Warga Negara
Indonesia dan Warga Negara Asing di Bali, Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Udayana
17
Abdurrahman dan Riduan Syahrani, 1978, Hukum Perkawinan
Pada tahap ini merupakan tahap pelaksanaan atau dilangsungkan perkawinan oleh
Dalam hal ini hukum adat dan kebiasaan adat masing – masing mempunyai peranan
e. Tahap Kelima :
Catatan Sipil menurut ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
sebagaimana pelaksanaan dari Pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Nomor 1 Tahun
harus dicatatkan, masing – masing pihak (suami – isteri) harus menandatangani akta
perkawinan dan dilanjutkan penandatanganan oleh saksi – saksi dan disahkan oleh
lakukan dianggap sah dan telah tercatat secara resmi, dengan demikian apa yang
f. Kesimpulan
18
Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama
Perkawinan. Untuk melaksanakan perkawinan harus memenuhi syarat materiil dan
syarat formiil.
2. Jika perkawinan dilakukan diluar negeri, maka aturan yang digunanakan adalah
3. Perkawinan campuran yang dilakukan antara Warga Negara Indonesia dan Warga
Negara Asing menimbulkan akibat hukum yaitu : pertama adanya hubungan antara
suami dan isteri, isteri tidak lagi diharuskan mengikuti kewarganegaraan suami
karena Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tidak lagi
suami.
DAFTAR PUSTAKA