Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Pengertian Hukum Acara Perdata


Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu : Nawa Angkasa, S.H. M.H.

Disusun oleh :
1. Hani Roida (2002010011)
2. Intan (2002010013)
3. Muhammad Nur Wahid ( 2002010014)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO


FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN AHWAL SYAKHSHIYYAH
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Acara Perdata. Sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad Saw.

Ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat, karena penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan dan kerja sama dari banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa,
saran serta kritikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran, masukan, serta kritikan yang membangun dari berbaga
pihak. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh
kalangan, baik pembaca khususnya bagi penulis.

Metro, 24 Februari 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah.................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Acara Perdata
1. Pengertian Perkara, Sengketa, dan Beracara ..........................................
2. Tugas Hakim Dalam Beracara .............................................................
3. Sifat Acara di muka sidang Pengadilan .................................................
4. Perbedaan Perkara Perdata dan Perkara Pidana ......................................
5. Susunan Badan Peradilan .....................................................................
6. Kekuasaan Peradilan Adalah Bebas .......................................................
7. Hakim Tidak Boleh Menolak Memeriksa Perkara ...................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui hukum acara perdata merupakan aturan hukum yang
mengatur proses penyelesaian perkara perdata lewat hakim pengadilan,sejak
dimajukannya gugatan sampai dengan pelakssanaan keputusan hakim.
Dan dalam hukum acara perdata, inisiatif yaitu ada atau tiadknya perkara harus
diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa bahwa haknya atau hak
mereka telah dilanggar. ini merupakan suatu hal yang menjad iciri dari kasus perdata,
dalam pelaksanaan tuntuntutan hak, entah itu mengandung sengketa maupun tidak,
hakim harus mengadili seadil-adilnya, dan tidak boleh memihak salah satu pihak.
kemudian biasanya,dalam hukum acara perata, perkara merupakan masalah atau
persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh para pihak, dan biasanya memerlukan
peenyelesaian yang melibatkan adanya campur tangan dari pengadilan sebagai pihak
ketiga. Begitu juga sama halnya dengan sengketa, kedua hal tersebut memang hampir
sama, namun sebenarnya berbeda. Ada yang mengatakan bahwa jika seseorang
mengajukan permohonan kepada pengadilan agar permohonan ditetapkan sebagai
pemilik barang, ahli waris, wali, pengangkatan anak dikatakan bukan perkara karena
tidak ada yang diselesaikan, pengertian tersebut sebenarnya tidak tepat, karena perlu
dibedakan antara perkara dengan sengketaa.
Karena pengertian perkara itu lebih luas daripada pengertian sengketa. Sengketa
itu sebagian dari perkara, sedangkan perkara itu belum tentu sengketa. Maka dari itu,
untuk lebih jelasnya maka disini kami akan membahas lebih dalam lagi mengenai
proses yang ada dalam pelaksanaan hukum acara perdata.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perkara, sengketa, dan beracara?
2. Apa saja tugas hakim dalam beracara?
3. Seperti Apa sifat acara di muka persidangan?
4. Apa Perbedaan Perkara Perdata dan Perkara Pidana?
5. Bagaimana Susunan Badan Peradilan?
6. Apa Maksud Kekuasaan Peradilan Adalah Bebas?
7. Mengapa Hakim Tidak Boleh Menolak Memeriksa Perkara

C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa pengertian dari perkara,
sengketa, dan beracara, apa saja tugas hakim, seperti apa sifat acara di muka
persidangan, apa perbedaan perkara perdata dan perkara pidana, bagaimana susunan
peradilan, Mengapa Hakim Tidak Boleh Menolak Memeriksa Perkara
apa maksud dari kekuasaan peradilan adalah bebas, dan selain itu, penulisan
makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah hukum
acara perdata.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi
mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan apabila
terjadi pelanggaran terhadap hukum perdata materiil atau terjadi sengketa. Bahkan
hukum acara perdata juga mengatur bagaimana tata cara memperolah hak dan kepastian
hukum manakala tidak terjadi sengketa melalui pengajuan "permohonan" ke
pengadilan. Namun demikian, secara umum hukum acara perdata mengatur proses
penyelesaian perkara perdata melalui hakim di pengadilan dalam hal penyusunan
gugatan, pengajuan gugatan, pemeriksaan gugatan, putusan pengadilan sampai dengan
eksekusi atau pelaksanaan putusan pengadilan.
Dalam praktiknya, dapat dikatakan hukum acara perdata mengatur bagaimana
sengketa dalam lapangan keperdataan diselesaikan melalui jalur litigasi (jalur
pengadilan) dan jalur nonlitigasi (jalur di luar pengadilan). Bahkan lebih jauh dari itu,
hukum acara perdata juga menyiapkan bagaimana tata cara untuk memperoleh
kepastian hukum dalam keadaan tidak bersengketa, atau mencegah terjadinya sengketa
di kemudian hari.1
beberapa ahli hukum perdata memberikan definisi
mengenai hukum acara perdata: Sudikno Mertokusumo mendefinisikan hukum acara
perdata sebagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
Menurut Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-
peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
R. Subekti berpendapat hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil, maka
dengan sendirinya setiap perkembangan dalam hukum materiil itu sebaiknya selalu
diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya.
M.H Tirtaamidjaja mengatakan hukum acara perdata ialah suatu akibat yang timbul
dari hukum perdata materil.

A. Pengertian Perkara, Sengketa, dan Beracara


Pengertian perkara bisa diartikan sebagai masalah atau persoalan yang
memerlukan penyelesaian, perkara perdata ini mengenai perselisihan hubungan
antara perseorangan yang satu dengan yang lain.2
Sedangkan sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan ini
kepada pihak kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadi
lah apa yang dinamakan dengan sengketa.

1
Dr. Endang Handrian, S.H., M.H, Dr. Lukman Hakim, S.H., M.H, Hukum Acara Perdata Di Indonesia,
Yogyakarta : CV Budi Utama, 2020
2
Herowati poesoko, Penemuan Hakim Oleh Hakim dalam Penyelesaian Perkara Perdata, Surabaya, JHAPER:
Vol.1, No. 2, 2015
Namun,perlu digaris bawahi, bahwa Perkara dengan sengketa ini Berbeada,
karena pengertian perkara itu lebih luas dari pengertian sengketa, atau bisa
dikatakan sengketa adalah sebagian dari perkara, sedangkan perkara itu belum
tentu sengketa, kenapa demikian, itu karena dalam pengertian perkara tersimpul
dua keadaan , yaitu ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Maksud dari
adanya perselisihan adalah adanya sesuatu yang menjadi pokok perselisishan, ada
yang dipertengkarkan, ada yang disengketakan. Dan jika Perselisihan atau
persengeketaan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak itu sendiri, maka
diperlukan penyelesaian melalui pihak ketiga yang lebih kompeten, dalam hal ini
adalah hakim di pengadilan sebagai pihak dan instansi yang berwenang dan tidak
memihak manapun dalam memutuskan perselisihan atau sengketa tersebut.
Beracara adalah pelaksanaan tuntutan hak baik yang mengandung sengketa
maupun yang tidak mengandung sengketa yang diajukan oleh pihak yang
bekepantingan. Pada umumnya untuk beracara di pengadilan pada asasnya di
kenakan biaya (pasal 182 HIR jo pasal 145 ayat 4 RBg. Jo. Pasal 4 ayat 2, pasal 5
ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).
Biaya perkara tersebut meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk pemanggilan,
pemberitahuan para pihak yang sedang berperkara serata biaya materai.
Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara dapat
mengajukan permohonan beracara tanpa biaya (Prodeo) pasal 237 HIR jo. Pasal
273 RBg.

B. Tugas Hakim Dalam Beracara


Tugas utama Hakim adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta
meyelesaikan semua perkara yang diajukan kepaadnya. Dalam perkara peradata,
hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha keras untuk mengatasi
hambatan-hambatan ana rintangan agar tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan.3
UU Kekuasaan Kehakiman mencantumkan beberapa tanggung profesi yang
harus ditaati oleh hakim, yaitu :
a) Pasal 28 ayat (1), menyatakan : Bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat
b) Pasal 28 ayat (2), menyatakan : Bahwa dalam mempertimbangkan berat
ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari
terdakwa
c) Pasal 29 ayat (3), menyatakan : Bahwa hakim wajib mengundurkan diri dari
persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan
ketua salah seorang hakim anggota, Jaksa, Advokat atau Panitera Selain
peraturan perundang-undangan yang menguraikan tanggung jawab profesi
hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman secara umun, terdapat
pula ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab
profesi hakim agung, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Mahkamah Agung.
Dalam prakteknya hakim mempunyai beberapan kewajiban yang harus
dilaksanakan diantaranya mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak
secara seimbang tanpa memihak siapapun, sopan dalam bertutur kata dan
3
Dr.H. Sunarto, S.H.,M.H., Skripsi : Peran Aktif Hakim Dalam Perkara Perdata, Pernada Media Group, 2019
bertindak, memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar, memutus perkara
berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan, menjaga martabat dan kehormatan
hakim.4

C. Sifat Acara di Muka Sidang Pengadilan


1. Hakim Bersifat Menunggu
Inisiatif dari pihak yang berkepentingan untuk mengajukan tuntutan atau
tidak, apabila tidak terdapat tuntutan maka hakim juga tidak ada. Hakim
hanya menunggu pengajuan tuntutan yang diajukan. Hakim dilarang menolak
perkara yang diajukan kepadanya yaitu yang disebut dengan asas ius curia
novit. Seperti yang telah disebut pada salah satu adagium yang berbunyi
“Nemo Judex Sine Actor” yang artinya apabila tidak ada perkara maka hakim
tidak ada.

2. Hakim Pasif
Ruang lingkup hakim dalam memeriksa perkara ditentukan oleh sengketa
yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa yang mana luas pokok
perkaranya ditentukan oleh para pihak yang berperkara bukan pada hakim.
Hakim harus memimpin jalannya sidang, membantu mencari kebenaran
antara kedua belah pihak yang berperkara. Hakim terikat pada perkara yang
diajukan oleh para pihak. Hakim tidak perlu untuk membuktikan perkara yang
diajukan kepadanya akan tetapi para pihak yang berperkara yang akan
membuktikannya yang disebut dengan asas Verhandlungsmaxime.

3. Sifat Terbukanya Persidangan


Maksud dari terbukanya persidangan adalah pada asasnya sidang
pemeriksaan di pengadilan yaitu terbuka untuk umum yang berarti setiap
orang diperbolehkan untuk hadir dan mendengarkan sidang pemeriksaan di
pengadilan.
Apabila putusan yang diucapkan didalam sidang tidak dinyatakan secara
terbuka untuk umum maka putusan tersebut tidak sah dan tidak memiliki
kekuatan hukum tetap dan batalnya putusan tersebut. Kecuali apabila
ditentukan lain oleh undang-undang atau alasan penting yang lain didalam
berita acara yang diperintahkan oleh hakim maka persidangan dilaksanakan
secara tertutup.

4. Mendengar Kedua Belah Pihak


Pengadilan mengadili para pihak menurut hukum dan tidak memihak
salah satu pihak dan didengar secara bersama-sama. Yang mana harus sesuai
dnegan asas “Audi et alteram partem” yang berarti bahwa hakim tidak dapat
mendengar keterangan dari salah satu pihak sebagai benar apabila pihak
lawan tidak diberi kesempatan untuk didengar pendapatnya.5

4
Kasihardo Herlambang, Kewenangan dalam Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Surabaya Dikaitkan dengan
Unang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang kekuasaan kehakiman, Fakultas Hukum Program Studi Ilmu
Hukum Surabaya, 2011
5
Laila M.Rasyi, SH, M.Hum, Herniawati,SH,M.Hum, Hukum Acara Perdata, JL. Sulawesi: Unimal Press, cet-
1, 2015
5. Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan
Seluruh putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan harus memuat alasan-
alasan yang menjadi dasar dalam mengadili. Alasan-alasan tersebut
merupakan bentuk pertanggungjawaban hakim terhadap putusannya. Sumber
yang dijadikan bahan oleh hakim untuk mempertanggungjawabkan
putusannya melalui argumen-argumen di dalam pertimbangannya yaitu dari
ilmu pengetahuan hukum. Oleh karenanya putusan tersebut akan terlihat
memiliki  kewibawaan ilmu pengetahuan karena diikuti oleh pengikutnya dan
sifat obyektif dari pengetahuan tersebut menyebabkan putusan hakim
memiliki nilai obyektif pula.

6. Beracara Dikenakan Biaya


Biaya dalam berperkara meliputi biaya kepaniteraan, biaya panggilan dan
biaya materai dalam pemberitahuan para pihak. Bagi pihak yang tidak mampu
membayar perkara dapat dilakukan secara cuma-cuma atau pro deo dengan
ketentuan yaitu memiliki surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh
kepala polisi.

7. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan


Pemeriksaan dilakukan secara langsung oleh para pihak dalam
persidangan atau para pihak dapat diwakili oleh kuasanya apabila
dikehendaki. Hakim akan mudah mengetahui seluk beluk perkara apabila para
pihak yang berkepentingan sendiri yang datang dalam persidangan karena
para pihak tersebut lah yang memahami betul perkaranya.
Memiliki wakil juga mempunyai manfaat. Bagi seseorang yang pertama kali
menghadapi sidang akan merasa gugup oleh karena itu dengan adanya wakil
akan bermanfaat terutama wakil yang memiliki pengetahuan akan hukumnya
dan memiliki itikad yang baik.6

D. Perbedaan Perkara Perdata dan Perkara Pidana


Menurut Abdulkadir Muhammad (1990: 26-28), perbedaan perkara perdata
dengan perkara pidana dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:

1. Dasar timbulnya perkara


Perkara perdata timbul karena terjadi pelanggaran terhadap hak seseorang
seperti diatur dalam hukum perdata. Sedangkan Perkara pidana timbul karena
terjadi pelanggaran terhadap perbuatan pidana yang telah ditetapkan dalam
hukum pidana. Perbuatan pidana tersebut bersifat merugikan negara,
mengganggu ketertiban umum, dan mengganggu kewibawaan pemerintah.
2. Inisiatif berperkara
Dalam perkara perdata, inisiatif berperkara berasal dari pihak yang merasa
dirugikan. Sedangkan dalam perkara pidana, inisiatif berperkara berasal dari

6
Sri Hartini, Hukum Acara Perdata
pihak penguasa negara melalui aparaturnya yaitu Polisi dan Jaksa Penuntut
Umum.7
3. Istilah yang digunakan
Dalam perkara perdata, pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim
disebut “Penggugat”, sedangkan pihak lawannya adalah “Tergugat”. Dalam
perkara pidana, pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut Jaksa
Penuntut Umum. Pihak yang disangka melakukan kejahatan/perbuatan pidana
disebut “Tersangka”, dan apabila pemeriksaannya diteruskan ke Pengadilan,
maka pihak yang disangka melakukan kejahatan disebut “Terdakwa”.
4. Tugas hakim dalam acara
Dalam perkara perdata, tugas hakim adalah mencari kebenaran
sesungguhnya dan sebatas dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh
pihak-pihak.
Sedangkan dalam perkara pidana, tugas hakim yaitu mencari kebenaran
sesungguhnya, tidak terbatas pada apa yang dilakukan oleh terdakwa, hakim
mengejar kebenaran materiil.
5. Tentang perdamaian
Dalam perkara perdata, selama belum diputus oleh hakim, selalu dapat
ditawarkan perdamaian untuk mengakhiri perkara, sedangkan dalam perkara
pidana tidak boleh dilakukan perdamaian.
6. Tentang sumpah
Dalam perkara perdara, mengenal sumpah decissoire yaitu sumpah yang
dimintakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain atau lawannya
tentang kebenaran suatu peristiwa sedangkan dalam perkara pidana tidak
mengenal sumpah tersebut.
7. Tentang hukuman
Dalam perkara perdata, hukuman yang diberikan oleh hakim kepada pihak
yang kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi. Disisi lain,
dalam perkara pidana, hukuman yang diberikan kepada terdakwa berupa
hukuman badan.
Dalam hukum acara perdata, inisiatif yaitu ada atau tidaknya sesuatu perkara
harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa bahwa haknya
atau hak mereka dilanggar. Oleh karena itu, dalam hukum acara perdata
inisiatif ada pada penggugat, maka penggugat mempunyai pengaruh yang
besar terhadap jalannya perkara, setelah perkara diajukan, ia dalam batas-
batas tertentu dapat merubah atau mencabut kembali gugatannya.8

E. Susunan Badan Peradilan


Badan Peradilan yang tertinggi adalah Mahkamah Agung, sedangkan badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah,
 Badan Peradilan Umum
Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri
 Badan Peradilan Agama
Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Agama
7
Sapto Budoyo, Beracara dalam Perkara Perdata
8
Laila M.Rasyi, SH, M.Hum, Herniawati,SH,M.Hum, Hukum Acara Perdata, JL. Sulawesi: Unimal Press, cet-
1, 2015
Badan Peradilan Militer
Pengadilan Militer Utama, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer
 Badan Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Tata Usaha Negara
Dalam melaksanakan tugasnya Mahkamah Agung (MA) merupakan pemegang
kekuasaan kehakiman yang terlepas dari kekuasaan pemerintah. Kewajiban dan
wewenang MA menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah:
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh Undang-Undang, yakni Mengajukan 3 orang anggota Hakim
Konstitusi dan Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan
rehabilitasi.

Pengadilan Negeri
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Peradilan umum meliputi:

- Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum


meliputi wilayah provinsi.
- Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota, dengan daerah
hukum meliputi wilayah kabupaten/ kota Pengadilan khusus lainnya
(spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Pajak,
Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.
- Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota
kabupaten atau kota, Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, berfungsi untuk
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya.
- Pengadilan Tinggi (PT) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang lebih tinggi dari Pengadilan Negeri yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding
(untuk mengajukan upaya hukum banding) terhadap perkara-perkara yang
diputus oleh Pengadilan Negeri.
- Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir
mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah
hukumnya.9

F. Kekuasaan Peradilan Adalah Bebas


Kekuasaan kehakiman didefinisikan sebagai kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.

9
Kementrian Keuangan RepublikIndonesia, Perbedaan Perkara Perdata dengan Perkara Pidana, Kanwil JKN
Sumatera Selatan , Jambi dan Bangka Belitung.
Kata bebas memiliki konotasi makna tidak boleh terikat, oleh apa pun dan tidaK
ada tekanan dari siapa pun. Bebas juga berarti suatu tindakan tidak boleh
digantungkan kepada apa pun atau siapa pun. Bebas juga memiliki arti leluasa
untuk berbuat apa pun sesuai dengan keinginan dari kebebasan itu sendiri.
Apabila kata bebas disifatkan kepada hakim, sehingga menjadi kebebasan hakim
dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, maka dapat memberikan pengertian
bahwa hakim dalam menjalankan tugas kekuasaan kehakiman tidak boleh terikat
dengan apa pun dan/atau tertekan oleh siapa pun,tetapi leluasa untuk berbuat apa
pun. Memaknai arti kebebasan semacam itu dinamakan kebebasan individual atau
kebebasan ekstensial.
Menurut Oemar Seno Adji, ”Suatu pengadilan yang bebas dan tidak
dipengaruhi merupakan syarat yang indispensable bagi negara hukum. Bebas
berarti tidak ada campur tangan atau turun tangan dari kekuasaan eksekutif dan
legislatif dalam menjalankan fungsi judiciary. Ia tidak berarti bahwa ia berhak
untuk bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya, ia
“subordinated”, terikat pada hukum.”Ide dasar yang berkembang secara universal
perlunya suatu peradilan yang bebas dan tidak memihak, "freedom and impartial
judiciary" yang menghendaki terwujudnya peradilan yang bebas dari segala sikap
dan tindakan maupun bentuk multiintervensi merupakan nilai gagasan yang
bersifat “universal”. "Freedom and impartial judiciary" merupakan karakteristik
dan persyaratan utama bagi negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon
maupun eropa kontinental yang menyadari keberpihakan pada penegakan pinsip
rule of law.10

G. Hakim Tidak Boleh Menolak Memeriksa Perkara


Berdasarkan UU No.48 Tahun 2009 Mengenai Kekuasaan Kehakimaan,UU
ini menyatakan :
Pengadilan tidak boleh Menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan
memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang
jelas (kabur), melainkan wajib untuk menggali, mengikuti dan memahami
keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat.11
Maka atas hal tersebut, jika adanya peraturan UU yang tidak jelas atau masih
kabur, sehingga menyulitkan hakim dalam membuat keputusan mengenai suatu
perkara, hakim dalam hal ini membuat suatu hukum baru dengan mempelajari
putusan hakim terdahulu untuk mengatasi perkara yang sedang dihadapi. Jadi,
putusan dari hakim terdahulu ini yang disebut dengan yurispudensi.
Terdapat beberapa macam yurisprudensi, macam-macam yurisprudensi tersebut
sebagai berikut.
a) Yurisprudensi Tetap
Yurisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang terjadi oleh karena
rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan
untuk memutuskan suatu perkara.
b) Yurisprudensi Tidak Tetap
10
Firman Floranta Adonara, Prinsip Kebebasan Hakim Dalam Memutus Perkara Sebagai Amanat Konstitusi,
Jember, 2015
11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
UU_2009_48.PDF
Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari hakim terdahulu yang tidak
dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.
c) Yurisprudensi Semi Yuridis
Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua penetapan pengadilan yang
didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada
pemohon. Contohnya : Penetapan status anak.
d) Yurisprudensi Administratif
Yurisprudensi Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)
yang berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup
pengadilan.12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

12
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Yurisprudensi, Pengadilan Negeri Magelang, 2022
- Hukum acara perdata adalah hukum perdata formil, yang pada dasarnya
berfungsi mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui
pengadilan apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum perdata materiil atau
terjadi sengketa.
- Pengertian perkara bisa diartikan sebagai masalah atau persoalan yang
memerlukan penyelesaian, perkara perdata ini mengenai perselisihan hubungan
antara perseorangan yang satu dengan yang lain.
Sedangkan sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa
dirugikan oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan
ketidakpuasan ini kepada pihak kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan
pendapat, maka terjadi lah apa yang dinamakan dengan sengketa. pengertian
perkara itu lebih luas dari pengertian sengketa, atau bisa dikatakan sengketa
adalah sebagian dari perkara, sedangkan perkara itu belum tentu sengketa,
kenapa demikian, itu karena dalam pengertian perkara tersimpul dua keadaan ,
yaitu ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Beracara adalah pelaksanaan
tuntutan hak baik yang mengandung sengketa maupun yang tidak mengandung
sengketa yang diajukan oleh pihak yang bekepantingan.
- Tugas utama Hakim adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta
meyelesaikan semua perkara yang diajukan kepaadnya. Dalam perkara peradata,
hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha keras untuk
mengatasi hambatan-hambatan ana rintangan agar tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.
- Sifat acara di muka pengadilan yaitu, hakim bersifat menunggu, hakim pasif,
sifat terbukanya sidang, mendengar kedua belah pihak, putusan harus disertai
alasan-alasan, beracara dikenai biaya, tidak harus diwakilkan.
- Dalam perkara perdata, inisiatif berperkara berasal dari pihak yang merasA
dirugikan. Sedangkan dalam perkara pidana, inisiatif berperkara berasal dari
pihak penguasa negara melalui aparaturnya yaitu Polisi dan Jaksa Penuntut
Umum. Badan Peradilan yang tertinggi adalah Mahkamah Agung, sedangkan
badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah,
 Badan Peradilan Umum, Badan Peradilan Agama, Badan Peradilan Militer,
Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
- hakim dalam menjalankan tugas kekuasaan kehakiman tidak boleh terikat
dengan apa pun dan/atau tertekan oleh siapa pun, tetapi leluasa untuk berbuat
apa pun. Memaknai arti kebebasan semacam itu dinamakan kebebasan
individual atau kebebasan ekstensial.
- Berdasarkan UU No.48 Tahun 2009 Mengenai Kekuasaan Kehakimaan,UU ini
menyatakan : Pengadilan tidak boleh Menolak untuk memeriksa perkara,
mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan
hukum tidak ada atau kurang jelas (kabur), melainkan wajib untuk menggali,
mengikuti dan memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Dr.H. Sunarto, S.H.,M.H., 2019, Skripsi : Peran Aktif Hakim Dalam Perkara Perdata,
Pernada Media Group

Dr. Endang Handrian, S.H., M.H, Dr. Lukman Hakim, S.H., M.H, 2020, Hukum Acara
Perdata Di Indonesia, Yogyakarta : CV Budi Utama

Firman Floranta Adonara, 2015, Prinsip Kebebasan Hakim Dalam Memutus Perkara Sebagai
Amanat Konstitusi, Jember

Herowati poesoko, 2015, Penemuan Hakim Oleh Hakim dalam Penyelesaian Perkara
Perdata, Surabaya

Kasihardo Herlambang, 2011, Kewenangan dalam Perkara Perdata di Pengadilan Negeri


Surabaya Dikaitkan dengan Unang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang kekuasaan
kehakiman, Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Surabaya.

Kementrian Keuangan RepublikIndonesia, Perbedaan Perkara Perdata dengan Perkara


Pidana, Kanwil JKN Sumatera Selatan , Jambi dan Bangka Belitung.

Laila M.Rasyi, SH, M.Hum, Herniawati,SH,M.Hum, 2015, Hukum Acara Perdata, JL.
Sulawesi: Unimal Press.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2022, Yurisprudensi, Pengadilan Negeri Magelang,

Sapto Budoyo, Beracara dalam Perkara Perdata


Sri Hartini, Hukum Acara Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,


UU_2009_48.PDF

Anda mungkin juga menyukai