Anda di halaman 1dari 515

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL SERI KE 4


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

“Strategi Pemulihan Bisnis UMKM


Masa Adaptasi Kebiasaan Baru”

Pontianak, 28 November 2020

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

1
PROSIDING

SEMINAR NASIONAL SERI KE 4


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIBERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

“Strategi Pemulihan Bisnis UMKM Masa Adaptasi Kebiasaan Baru”

ISBN : 9-786239-574000

Editor :
Mustaruddin., SE., M. Si., Ph.D (FEB UNTAN)
Dr. Nur Laily., SE., M. Si (STIESIA Surabaya)
Dr. Titik Rosnani., SE., M. Si (FEB UNTAN)
Dr. Sulistiowati., SE., M. Si (FEB UNTAN)

Cover Design and Layout


Leni Diantami., SE.

Penerbit :
Program Studi Magister Manejemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Tanjungpura Pontianak.

Jl. Daya Nasional, Pontianak-Kalimantan Barat


Website : pascasarjanafe.untan.ac.id
Email. : pascasarjanafeuntan@gmail.com

Cetakan Pertama, Desember 2020

Hak cipta dilindungi undang-undang.


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa
ijin tertulis dan penerbit.

2
REVIEWER SEMINAR NASIONAL SERI KE 4
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

Ketua : Dr. Nur Afifah., SE., M. Si

Anggota :

1. Dr. Masmira Kurniawati., SE., M. Si (FEB Universitas Airlangga Surabaya)


2. I Made Sukresna., SE., M. Si (FEB Universitas Diponegoro Semarang)
3. Heriyadi., SE., ME., Ph.D (FEB Universitas Tanjungpura Pontianak)
4. Dr. Nurul Komari., SE., MP (FEB Universitas Tanjungpura Pontianak)
5. Dr. Giriati., SE., ME (FEB Universitas Tanjungpura Pontianak)
6. Dr. Juniwati., SE., MP (FEB Universitas Tanjungpura Pontianak)
7. Ilzar Daud., SE., M. Si., Ph.D (FEB Universitas Tanjungpura Pontianak)
8. Dr. Ahmad Shalahuddin., SE., MM (FEB Universitas Tanjungpura Pontianak)
9. Dr. Wendy., SE., M. Si (FEB Universitas Tanjungpura Pontianak)

3
SUSUNAN KEPANITIAAN
SEMINAR NASIONAL SERI KE 4
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

1. Pengarah : Dr. Barkah., SE., M. Si

2. Penanggung Jawab Umum : Muz’an Sulaiman., SE., MM

3. Penanggung Jawab Teknis : 1. Dr. Haryono., SE., M. Si


2. Juanda Astarini., SE., M. Ak
3. Dr. Titik Rosnani., SE., M. Si
4. Heriyadi., SE., ME., Ph.D

4. Steering Committee : 1. Mustaruddin., SE., M.Si., Ph.D


2. Dr. Nur Afifah., SE., M. Si

5. Ketua : M Reza Rahman., ST

6. Sekretariat : Chang Ci Bui., SE

7. Bidang Humas, Publikasi


Dan Dokumentasi :
1. Fariz Pahlawan Aryansyah., S. STP
2. Muhammad Hafizkhan., SM
3. Modestus Tamton., S. Kom

8. Bidang Konsumsi :
1. Yulita Anna., SE
2. Leni Diantami., SE
3. Dessy Wijayanti., SE
4. dr. Mira Rahmawati
5. Lies Pradipta Apriyani Seknun., S. Tr.
Tra

9. Bidang Editor :
1. Mustaruddin., SE., M. Si., Ph.D
(Universitas Tanjungpura Pontianak)
2. Dr. Nur Layli., SE., M. Si (STISIE
Surabaya)

4
3. Dr. Titik Rosnani., SE., M. Si
(Universitas Tanjungpura Pontianak)
4. Dr. Sulistiowati., SE., M. Si (Universitas
Tanjungpura Pontianak)
10. Bidang Reviewer :
1. Dr. Nur Afifah., SE., M. Si (FEB UNTAN)
2. Dr. Masmira Kurniawati., SE., M. Si
(FEB Universitas Airlangga Surabaya)
3. I Made Sukresna., SE., M. Si (FEB
Universitas Diponegoro Semarang)
4. Heriyadi., SE., ME., Ph.D (FEB
Universitas Tanjungpura Pontianak)
5. Dr. Nurul Komari., SE., MP (FEB
Universitas Tanjungpura Pontianak)
6. Dr. Giriati., SE., ME (FEB Universitas
Tanjungpura Pontianak)
7. Dr. Juniwati., SE., MP (FEB Universitas
Tanjungpura Pontianak)
8. Ilzar Daud., SE., M. Si., Ph.D (FEB
Universitas Tanjungpura Pontianak)
9. Dr. Ahmad Shalahuddin., SE., MM (FEB
Universitas Tanjungpura Pontianak)
10. Dr. Wendy., SE., M. Si (FEB Universitas
Tanjungpura Pontianak)

11. Seksi Acara :


1. Florentina Wenseslia., SE
2. Wondo., S.Si
3. Muhammad Rizki Oktavianto., SE
4. Hasanuddin., SE., MM
5. Maulana., SE
6. Aris., SE

12. Seksi Moderator Seminar :


1. Heriyadi., SE., ME., Ph.D
2. Dr. M. Irfani Hendri., SE., M. Si
3. Dr. Erna Listiana., SE., M. Si
4. Dr. Wendy., SE., M. Si
5. Helma Malini., SE., MM., Ph.D
6. Dr. Wenny Pebrianti., SE., M. Si

5
13. Perlengkapan :
1. Paulinus., SM
2. Benydiktus Baloari., ST
3. Jerry Leman., SE

14. Kesekretariatan :
1. Tri Ari Tonang, ST
2. Uray Maharani Pertiwi., SM
3. Faishal

6
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan perkenan dan ridho-Nya kegiatan
seminar bisnis seri ke 4, Program Studi Magister Manajemen (PS-MM) FEB UNTAN
dapat berlangsung dengan lancar dan baik. Kegiatan seminar bisnis ini merupakan
bagian rangkaian kegiatan seminar yang dilaksanakan secara berkala. Namun
kondisi pandemi covid-19, maka kegiatan seminar bisnis seri ke 4 dilakukan secara
daring.
Tema kegiatan seminar bisnis seri ke 4 adalah “Strategi Pemulihan Bisnis UMKM
Masa Adaptasi Kebiasaan Baru”. Sebagaimana kita ketahui bahwa kontribusi UMKM
pada perekonomian nasional cukup besar diperkirakan sekitar 60 persen
perekonomian nasional disupport oleh UMKM dan lebih dari 80 persen penyerapan
lapangan kerja berasal dari UMKM. Wabah covid-19 berdampak sangat besar
terhadap penurunan aktivitas bisnis UMKM. Dalam upaya memulihkan kondisi
bisnis UMKM, di masa adaptasi kebiasaan baru. Maka seminar ini dilaksanakan
dengan mengundang pembicara utama yaitu Gubernur Kalimantan Barat, Bapak H.
Sutarmidji, SH, M.Hum, Fonder Rumah Siap Kerja, Bapak Dr. H. Sandiaga Salahudin
Uno, BBA., MBA, dan Owner Rumah Hanum, Ibu Inggrid Tantrimadhani A.Md, Par.
Para narasumber tersebut menyampaikan dan mendiskusikan berbagai kebijakan,
masukan dan saran, serta pengalaman dalam upaya mempercepat pemulihan bisnis
UMKM.
Kegiatan seminar bisnis seri ke 4 ini, dilaksanakan dalam dua sesi kegiatan, yaitu
sesi pertama berupa seminar call for paper yang mempresentasikan sebanyak 54
makalah yang diikuti dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga lainnya,
diantaranya dari Universitas Tanjungpura Pontianak, STIE Pembangunan
Tanjungpinang, Universitas Riau Kepulauan Batam, Universitas Bhayangkara Jakarta
Raya, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, dan Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang. Sesi kedua adalah seminar bisnis, yang menghadirkan tiga
pembicara utama di atas. Kegiatan seminar bisnis ini dikuti oleh sekitar 386 peserta
yang tersebar dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari wilayah Indonesia barat
sampai ke wilayah Indonesia timur bahkan peserta dari luar negeri.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak
atas terlaksananya kegiatan seminar bisnis ini. Secara khusus kami sampaikan
terimakasih kepada Rektor Universitas Tanjungpura, Bapak Prof. Dr. H. Garuda
Wiko, SH., M.Si., FCBArb, Dekan FEB, Ibu Dr. Barkah, SE, MSi, para reviewer, para
moderator dan seluruh panitia inti seminar bisnis seri ke 4, atas semua kerja
kerasnya sehingga terlaksana kegiatan ini secara baik.
Terakhir, terimakasih kepada para narasumber dan para pemakalah yang telah
mempresentasikan papernya serta para peserta seminar bisnis seri ke 4, sampai
berjumpa kembali pada seminar bisnis seri berikutnya.

Pontianak, 28 November
2020
Ketua PS-MM FEB UNTAN

Mustaruddin, SE, M.Si, Ph.D

7
DAFTAR INSTANSI PESERTA SEMINAR NASIONAL BISNIS SERI IV
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN FEB UNTAN

1. Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura Pontianak


2. Program Studi Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE)
Tanjungpinang, Riau
3. Program Studi Magister Manajemen, Program Pascasarjana, Universitas Riau
Kepulauan, Batam
4. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang
5. Universitas Bhayangkara Jaya, Bekasi

8
DAFTAR ISI
Judul/Penulis Halaman

Manajemen Pemasaran
Pengaruh Kreativitas dan Inovasi Terhadap Kompetensi
Wirausaha (Studi Kasus Pada Pelaku Usaha di Kota
Desta Ovilini, Handi ............................................................................................................................................ 17 - 29

Inovasi Pemasaran Digital Bagi UMKM di Masa Adaptasi


Kebiasaan Baru: Kajian Deskriptif UMKM Kerajinan Bahan
Baku Alam Wilayah Magelang
Hironimus Leong, Berta Bekti Retnawati, Bernadeta Irmawati ................................................. 30 - 44

Kesadaran Lingkungan, Green Marketing Dan Citra Merek


Serta Dampaknya Pada Pembelian Mobil LCGC (Studi Empiris
Pembelian Mobil LCGC Di Kota Pontianak)
Erna Listiana, M. Faris Fakhri ....................................................................................................................... 45 - 54

Digital Marketing Strategi Terbaik UMKM untuk Hadapi New


Normal
Hilda, Nur Afifah................................................................................................................................................... 55 - 64

PEMANFAATAN STRATEGI E-MARKETING PADA


KEBERLANGSUNGAN UMKM DI KOTA PONTIANAK DI TENGAH
DAMPAK COVID-19
Juniwati, Nur Afifah, Sari ................................................................................................................................. 65 - 76

Profil Pembelanja Online dan Bagaimana Perilaku


Konsumsinya (Studi pada Nitizen di Pontianak)
Juniwati.....................................................................................................................................................................77 – 91

Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja


Perusahaan dengan Proses Penciptaan Pengetahuan Sebagai
Variabel Mediasi
Giriati ......................................................................................................................................................................92 – 100

Studi Tentang Kualitas Layanan Pada Program Studi Magister


Manajemen
Nur Afifah, Rinaldi Sukma Afrianti, Rianti Ardana Reswari .................................................... 101 – 119

Strategi Pemulihan Bisnis Lembaga bimbingan belajar pada


Masa Adaptasi Pemulihan Baru
Rahman Parlindungan Siregar ............................................................................................................... 120 – 125

Go Digitial and Customer Relationship Marketing sebagai


Strategi Pemulihan Bisnis UMKM yang Efektif dan Efisien di
Masa Adaptasi New Normal

9
Luki Masriansyah .......................................................................................................................................... 126 – 140

Kesadaran Halal dan Religiusitas Individu dalam Keputusan


Pembelian Makanan
Juniwati............................................................................................................................................................... 141 – 156

Tantangan Dan Strategi Pemasaran UMKM Pada Era New


Normal
Chang Ci Bui, Florentina W, M. Hafizkhan, Dessy Wijayanti,
Heriyadi .............................................................................................................................................................. 157 – 165

Aplikasi Teori RBT untuk Keberlangsungan Usaha UMKM


pada Masa Pandemi Covid-19
Audisty Prana Hardayu, Hartono, Nur Affifah ................................................................................ 166 – 173

Penerapan Strategi Online Marketing UMKM Pada Era Normal


Baru
Regina Ayu N, Sherine, Uun Ralita ....................................................................................................... 174 – 182

Strategi Pemasaran Dalam Mengatasi Dampak Covid-19


Terhadap UMKM di Indonesia
Feriansyah......................................................................................................................................................... 183 – 194

Pemanfaatan Sosial Media oleh UMKM Dalam Memasarkan


Produk di Masa Pandemi Covid-19
Cici Winarti ....................................................................................................................................................... 195 – 206

Tantangan dan Solusi Bisnis UMKM di Era New Normal


Sylvia Dolok Saribu ....................................................................................................................................... 207 – 217

PEMULIHAN BISNIS MELALUI BRAND EQUITY, HARGA


KOMPETITIF, DAN DAYA TARIK PROMOSI DALAM
MEMBANGUN KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK UMKM DI
PONTIANAK
Ryan Benz Susanto ....................................................................................................................................... 218 – 225

Potensi Pemasaran Produk untuk Membantu Meningkatkan


Bisnis UMKM (Khususnya tanamanan cabai)
Andriano Utoh................................................................................................................................................. 226 – 230

Analisis Strategi Pemasaran Pada Usaha Mikro Kecil dan


Menengah (UMKM) Pada Era Digital
Riska Julia Sari ................................................................................................................................................ 231 – 243

STRATEGI PEMASARAN UMKM SALAD MERTUA PONTIANAK


DI MASA PANDEMIC COVID-19
Razkia Ananda Pratiwi, Nicky Aprita Syahrani.............................................................................. 244 – 248

ANALISIS PELUANG PENGEMBANGAN DAN TANTANGAN PADA

10
UMKM AMPERA PRODUCTION SEBAGAI PRODUSEN COKELAT
OLAHAN DI KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT
Alda Saviera Maulina, Athariahiyaza Hasrinand, Himmatul Uyuni ..................................... 249 – 256

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SIOMAY BABE (STUDI


KASUS SIOMAY BABE DI DESA DURIAN KABUPATEN SAMBAS)
Dewantara, Gerry Hartanto...................................................................................................................... 257 – 263

Strategi UMKM berjuang di tengah pandemi covid-19 (studi


kasus pada UMKM Rentjana Coffee Roastery)
Mayang Elsa Nabila, Devi Natalia, Najwa Tasya Fitriyani ........................................................ 264 – 269

11
DAFTAR ISI
Judul/Penulis Halaman

Manajemen Operasional
Proses Manajemen Risiko dengan Pendekatan Enterprise
Risk Management (ERM) pada Usaha Pembuatan Tahu
Dwi Septi Haryania, Octojaya Abriyosob ...........................................................................................270 - 281

Pemanfaatan Teknologi Informasi, Supply Chain Manajemen


dan Transparansi untuk Peningkatan Efektivitas UMKM
Eduard Sinaga, Sri Langgeng Ratnasari , Zulkifli ........................................................................... 282 - 291

12
DAFTAR ISI
Judul/Penulis Halaman

Manajemen Strategi
Analisis Manajemen Strategi bagi UMKM di Pulau Bintan agar
Dapat Bertahan di Masa Pandemi Covid 19
Octojaya Abriyoso, Dwi Septi Haryani.................................................................................................292 - 304

Kondisi dan Strategi UMKM disaat Pandemi Covid-19 di Kota


Tanjungpinang
Mirza Ayunda Pratiwi, Niki Aisya, Febri Eka Saputra .................................................................305 - 317

Strategi Pemulihan UMKM Pada Masa New Normal dan


Industri 4.0
Vinsensia P. Anggareni ................................................................................................................................318 - 328

Strategi Pemulihan Bisnis UMKM Masa Adaptasi Pemulihan


Baru
Venesia .................................................................................................................................................................329 - 340

Kebijakan Pengembangan Daya Saing Global Usaha Kecil


Menengah (UKM) Di Kota Pontianak Menggunakan SME
DEVELOPMENT INDEX
Wondo, Lies Pradipta Apriyani Seknun, Modestus Tamton,
Mira Rahmawati, Fariz Pahlawan Aryansyah ..................................................................................341 - 352

13
DAFTAR ISI
Judul/Penulis Halaman

Manajemen Keuangan
Impact of Tick Size Reduction on Price Efficiency and
Execution Cost on Islamic Capital Market Microstructure in
Indonesia Stock Exchange
Helma Malini, Edwin Suwantono ...........................................................................................................353 - 364

Penerapan Financial Technology dan Peningkatan literasi


keuangan Untuk Strategi Penguatan Bisnis UMKM di
Kalimantan Barat
Uray Maharani Pertiwi ................................................................................................................................365 - 376

Perkembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil Dan Menengah) Di


Indonesia
Mochamad Reza Rahman, Muhammad Rizki Oktavianto, Paulinus .....................................377 - 386

14
DAFTAR ISI
Judul/Penulis Halaman

Manajemen Sumber Daya Manusia


Harmonisasi Pengaruh Kualitas Kerja dan Budaya Organisasi
dalam Menjaga Kepuasan Pelanggan PT PLN Jakarta
Faroman Syarief, Kurniawan Prambudi Utomo, Muhammad
Aziz Winardi N, Zahara Tussoleha Rony, Raden Achmad
Harianto,
Indra Lubis........................................................................................................................................................ 387 - 396

Inovasi Pemasaran Digital Bagi UMKM di Masa Adaptasi


Kebiasaan Baru: Kajian Deskriptif UMKM Kerajinan Bahan
Baku Alam Wilayah Magelang
Heni Rustianti, Sri Langgeng Ratnasari, Herni Hidiyah Nasrul ..............................................397 - 405

Pengaruh Kepuasan Kerja, Disiplin Kerja, Budaya Organisasi,


Motivasi Kerja, dan Kompensasi Terhadap Kinerja Driver Go-
Jek di Kota Batam
Dwi Irawati, Sri Langgeng Ratnasari, Herni Hidiyah Nasrul ...................................................406 - 418

KAJIAN TEORITIS WORK LIFE BALANCE


Nurul Komari, Sulistiowati ........................................................................................................................419 - 426

Pengaruh Komunikasi, Pelatihan, dan Kreativitas Terhadap


Kinerja Karyawan Pada Pandemi Covid-19
Sri Langgeng Ratnasari, Rafi Alamin, Ervin Nora Susanti .........................................................427 - 438

Pengaruh Mediasi Beban Kerja Terhadap Insentif dan Kinerja


Pada Bidan di Puskesmas Kubu Raya
Emy Heriyani, Ilzar Daud .......................................................................................................................... 439 – 452

IMPLIKASI MODEL A.C.H.I.E.V.E. PADA KNOWLEDGE


WORKERS
Sulistiowatia, Nurul Komari..................................................................................................................... 453 – 464

Dampak Pengembangan UMKM Dalam Peningkatan


Pertumbuhan Ekonomi dan Upaya Mengurangi Angka
Pengangguran Di Kota Pontianak
Yulita Anna, Leni Diantami, Benydiktus Baloari, Jerry Leman .............................................. 465 – 473

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Work


Life Balance Terhadap Organizational Citizenship Behavior
Pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya
Monaswasti Paramita May, Ahmad Shalahuddin ......................................................................... 474 – 485

Pengaruh Kepuasan dan Keterikatan Kerja Karyawan pada

15
Kesiapan untuk Berubah
Donny Usman & Ilzar Daud ...................................................................................................................... 486 – 503

Pengaruh Kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan


Perilaku Extra-Role
Titik Rosnani .................................................................................................................................................... 504 – 513

16
Pengaruh Kreativitas dan Inovasi Terhadap Kompetensi
Wirausaha (Studi Kasus Pada Pelaku Usaha di Kota
Pontianak)
Desta Ovilini1*, Handi2
1.2Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura Pontianak
*Email : destaovilini18@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kreativitas dan inovasi terhadap
kompetensi wirausaha pada pelaku usaha di Kota Pontianak. Dalam penelitian ini
kompetensi wirausaha diukur dengan kreativitas dan inovasi. Metode ini menggunakan
kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100
responden dari pelaku usaha yang ada di Kota Pontianak. Metode pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan sampel jenuh. Data diperoleh melalui kuesioner,
kemudian dianalisis menggunakan model jalur dengan aplikasi SPSS untuk windows.
Berdasarkan temuan dari penelitian ini, disarankan kepada setiap pelaku usaha untuk
meningkatkan kreativitas dan inovasi sehingga memberikan dampak positif terhadap
kompetensi wirausaha.
Kata kunci: Kreativitas, Inovasi, Kompetensi Wirausaha

PENDAHULUAN
Sektor bisnis merupakan sektor yang sangat penting untuk kemajuan dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kontribusi sektor tersebut selain
meningkatkan pendapatan, juga mendukung penciptaan lapangan pekerjaan,
terutama di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang dan mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Bisnis di Indonesia sudah dalam kategori yang cukup berkembang pesat
terutama di Kota Pontianak Kalimantan Barat.
Penduduk Kota Pontianak mecapai kisaran 670.859 jiwa dengan jumlah
penduduk usia produktif (69.50%), dan usia 0-18 tahun mencapai (31.07%).
Angka-angka ini menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat di Kota
Pontianak memiliki latar belakang yang berbeda-beda terutama dari sisi
pekerjaan, salah satunya bekerja sebagai wirausaha. Dari berbagai macam jenis
pekerjaan penduduk kota Pontianak juga terus berusaha untuk
mempertahankan usaha yang mereka bangun dimasa pandemi covid19.
Keberhasilan seorang wirausaha ditentukan oleh kreativitas yang dimiliki
masing-masing individu. Rintan (2017) menyatakan bahwa manajemen
kreativitas sangat berperan penting dalam pengembangan wirausaha kreatif.
Banyak peneliti telah mengidentifikasi bahwa kompetensi wirausaha mengacu
pada kreativitas dan inovasi yang harus dimiliki oleh wirausaha (Syaroni &
Sudirham, 2012; Hadiyati, 2011; Ferreira et al, 2020). Beberapa peneliti juga
menghubungkan pengembangan kewirausahaan dengan kreativitas (Juliansya,
2018).

17
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kreativitas dapat berpengaruh
terhadap kompetensi wirausaha (Hamdan, 2019). Beberapa penelitian lainnya
menyatakan bahwa kreativitas dan inovasi dapat bermanfaat dalam
perkembangan orientasi kewirausahaan khususnya kompetensi wirausaha.
Kreativitas berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kompetensi (Wardani,
2017), dan kreativitas serta inovasi yang berpengaruh terhadap pengembangan
kompetensi (Nakano, 2018). Primi & Wechsler (2018) mengatakan bahwa
kreativitas dan inovasi telah disorot sebagai keterampilan yang sangat penting,
terutama jika kita menganggap bahwa kedua keterampilan tersebut dapat
meningkatkan potensi manusia.
Berdasarkan penelitian terdahulu telah ditemukan gap penelitian (research
gap) pada penelitian sebelumnya, disimpulkan bahwa kreativitas dan inovasi
berpengaruh terhadap kompetensi wirausaha (Sya’roni & Sudirham, 2012)
sedangkan hasil dari penelitian (Widodo, 2014) menunjukan bahwa inovasi
tidak terlalu berpengaruh terhadap kompetensi jika tidak diiringi dengan
konteks teknologi informasi. Keterbatasan penelitian tersebut terletak pada
sampel penelitian yang dilakukan pada perusahaan BUMN atau lingkungan
pemerintahan yang cenderung kurang begitu terlihat pada lingkungan
pemerintahan dibandingkan dengan organisasi swasta atau yang berorientasi
waralaba. Dari prespektif tersebut, kreativitas dan inovasi sangat berpengaruh
terhadap kompetensi wirausaha pada pelaku wirausaha di Kota Pontianak.

KAJIAN LITERATUR
Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu inisiatif tentang suatu produk yang
menghasilkan dan bermanfaat, dengan memahami kreativitas akan memberikan
dasar yang kuat untuk membuat perangkat tentang kewirausahaan. Kreativitas
adalah “berpikir sesuatu yang baru”, sebagai kemampuan untuk
mengembangkan ide-ide baru dan menemukan cara baru dalam memecahkan
persoalan dalam menghadapi peluang (Suryana, 2003).
Penelitian ini mempertimbangkan kompetensi yang diukur dari kreativitas
dan inovasi dan sebagai penentu kreativitas dan inovasi (Sya’roni & Sudirham,
2012). Menurut (Hadiyati, 2011) kreativitas merupakan suatu topik yang
relevan tidak hanya bagi wirausaha yang baru memulai, tetapi juga bagi bisnis,
dan kegiatan bisnis pada umumnya.
Di sisi lain A.Roe dalam Frinces (2004) menyatakan bahwa syarat-syarat
orang yang kreatif yaitu: (1) memiliki keterbukaan pengalaman; (2) pengamatan
melihat dengan cara yang bisasa dilakukan; (3) keinginan; (4) kemandirian
dalam penilaian, pikiran, dan Tindakan; (5) memerlukan dan menerima
otonomi, (6) kepercayaan terhadap diri sendiri; (7) tidak sedang tunduk pada
pengawasan kelompok; (8) ketersediaan untuk menghadapi resiko. Seorang
wirausaha harus berpikir lebih kritis. Oleh karena itu wirausahawan harus
kreatif (Rani, 2013). Schumpeter (1934) menunjukan gagasan bahwa

18
wirausahawan yang sukses dapat mengidentifikasikan peluang disekitar mereka
ketika mereka memiliki kapasitas untuk merangkul kreativitas (Chea, 2008).

Inovasi
Larsen & Lewis (2007) menyatakan bahwa salah satu karakter yang sangat
penting dari wirausahawan adalah kemampuannya dalam berinovasi.
Sementara (Hills, 2008) menjelaskan bahwa inovasi sebagai ide, praktek, dan
obyek yang dianggap baru oleh seseorang. Inovasi merupakan suatu hal yang
sangat penting demi kemajuan suatu usaha yang sedang dijalankan dan sangat
berpengaruh dalam pekerjaan kita sehari-hari. Menurut (Suryana, 2003) inovasi
yaitu “sebagai kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka
memecahkan persoalan dan peluang untuk meningkatkan dan memperkaya
kehidupan”.
Keeh et al., (2007) menjelaskan inovasi sangat penting karena:
1. Teknologi berubah sangat cepat seiring adanya produk baru, proses dan
layanan baru dari pesaing, dan ini mendorong usaha entrepreneurial untuk
bersaing dan sukses.
2. Efek perubahan lingkungan terhadap siklus hidup produk semakin pendek,
yang artinya bahwa produk atau layanan lama harus digantikan dengan yang
baru dalam waktu cepat, dan ini bisa terjadi karena ada pemikiran kreatif.
3. Konsumen saat ini lebih pintar dan menuntut pemenuhan kebutuhan.
4. Dengan pasar dan teknologi yang berubah sangat cepat, ide yang bagus, dan
semakin mudah ditiru.
Inovasi bisa menghasilkan pertumbuhan lebih cepat, meningkatkan segmen
pasar, dan menciptakan posisi korporat yang lebih baik.

Kompetensi Wirausaha
Kemampuan umum merupakan kompetensi yang begitu dibutuhkan untuk
mendukung performance seseorang dalam suatu pekerjaan tertentu. Kompetensi
yang diperlukan berupa keahlian, pengetahuan, dan pemahaman. Menurut
(Harris, 2000), kompetensi ini juga dapat berupa: (1). Skill, yang merupakan
unjuk kemampuan dari keahlian yang dimiliki seseorang misalnya kemampuan
berkomunikasi secara efektif, kemampuan bernegosiasi; (2). Knowledge,
berkenaan dengan akumulasi dari area utama dari keahlian yang dinilai
seseorang; (3). Self concepts, berkenaan dengan perilaku, nilai, dan self image;
(4). Trait, berkenaan dengan perilaku secara umum dalam suatu cara yang jelas,
misalnya fleksibilitas seseorang dalam menghadapi situasi dan; (5). Motive,
berkaitan dengan dorongan seseorang berperilaku.
Berkenaan dengan pengusaha yang baik, pengusaha yang memiliki berbagai
peran baik sebagai pemilik, manajer, ataupun pelaksana perusahaan tentunya
harus menjalankan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pengorganisasian, motivasi, serta keadilan. Melihat kemampuan pada diri
seorang pemimpin dapat dilihat dari sikap proaktif terhadap peluang-peluang

19
usaha, selalu bersikap proaktif dalam ancaman yang ada, dan memiliki nilai-nilai
etika yang juga terbuka terhadap nilai-nilai yang dibawa orang lain.
Dalam berwirausaha dibutuhkan kemampuan untuk mengkalkulasikan
resiko yang mungkin timbul dan mampu memanfaatkan setiap peluang dengan
cara-cara tertentu yang semuanya itu memerlukan pengetahuan, keahlian,
termasuk pengalaman. Menurut (Kuriloff, 1993) kemampuan yang harus
dimiliki wirausaha yaitu: self knowledge, imagination, partical knowledge, search
skill, foresight, computation skill, dan communication skill. Menurut beberapa ahli
(Hersey & Blanchard, 1995) bahwa kemampuan mengendalikan faktor-faktor
lingkungan, baik berupa fisik maupun faktor sosial, merupakan kompetensi,
orang-orang yang seperti ini tidak ingin menggangu hal-hal secara pasif, mereka
ingin mengubah lingkungan dan terus berusaha untuk mewujudkan sesuatu.

HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu maka, disusun
dua hipotesis sebagai berikut: 1. Kreativitas berpengaruh terhadap Kompetensi
Wirausaha, 2. Inovasi berpengaruh terhadap Kompetensi Wirausaha.

METODE PENELITIAN
Berdasarkan tinjauan literatur sebelumnya, penelitin ini menggambarkan
kerangka kerja konseptual yang ditunjukan pada gambar 1, berikut ini:

Kreativitas
Kompetensi
Wirausaha
Inovasi

Gambar 1. Kerangka konseptual

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan pada usaha kecil dan menengah di Kota
Pontianak, dan sudah memiliki usaha minimal tiga tahun.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah dengan pendekatan korelasi. Jenis
penelitian ini dipilih agar dapat menentukan apakah ada hubungan antara dua
variable atau lebih, apakah kea rah positif ataupun negatif (Sukardi, 2008).

Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan, adalah data primer dan sekunder.
Data primer didapatkan dari pengusaha atau pemilik tentang variabel
kreativitas, inovasi, dan kompetensi wirausaha melalui penyebaran kuesioner

20
kepada responden. Dan data sekunder yang dibutuhkan tentang jumlah
menurut jenis usahanya diperoleh dari kantor BP2T Kota Pontianak.

Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha kecil dan menengah
yang berjumlah 5.925, dan penelitian ini menggunakan rumus slovin yang sudah
diketahui jumlah sampel nya, sebagai berikut:

N
n =
1 + Ne2

Keterangan:
n = Ukurang Sampel
N = Ukuran Populasi
e = % ketidaktelitian karena kesalahan dalam pengambilan sampel yang
masih
bisa ditolerir

Dengan demikian menggunakan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar


10% dan ukuran populasi belum diketahui responden, maka ukuran sampel
dalam penelitian ini adalah:

5.925
n =
1 + 5.925 (0,1)2
= 98 responden

Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 100 orang atau pelaku usaha
kecil dan menengah di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Maka jumlah
responden sebanyak 100 orang sudah memenuhi ukuran sampel minimal yaitu
98 responden.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, yaitu
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap
objek yang diteliti. Kemudian dengan kuesioner (angket), dengan memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab.

21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada 150 responden
yang dalam hal ini adalah pelaku usaha kecil dan menengah disajikan dalam
tabel berikut ini:

Tabel 1
Karakteristik Responden

Nomor Karakteristik Responden


1 Jenis Kelamin
2 Usia
3 Pendapatan Perbulan
4 Jenis Usaha
5 Lama Usaha
Sumber: Data Olahan, 2020

Jenis Kelamin
Jenis kelamin disini menggambarkan responden atau pemilik usaha baik
berjenis kelamin laki-laki, maupun perempuan yang terdiri dari: (57%)
sebanyak 57 berjenis kelamin laki-laki, dan (43%) sebanyak 43 berjenis kelamin
perempuan.

Usia
Usia pemilik usaha disini terdiri dari: (20%) berusia antara 21-30 tahun,
(26,6) berusia antara 31-40 tahun, (40%) berusia antara 41-50 tahun, dan
sisanya (13,4) berusia diatas 50 tahun. Dengan demikian dapat diliaht bahwa
mayoritas responden dalam penelitian ini berusia antara 41-50 tahun dengan
persentase sebesar 40%.

Pendapatan per bulan


Pendapatan perbulan pemilik usaha disini terdiri dari: < 5.000.000;
10.000.000-30.000.000; dan > 30.000.000. Oleh karena itu dapat dilihat melalui
persentase dimana pendapatan < 5.000.000 berjumlah (13,30%), pendapatan
10.000.000-30.000.000 berjumlah (26,7%), dan pendapatan sebesar >
30.000.000 (60%). Jumlah pendapatan perbulan yang paling besar adalah 60%.

Lama Usaha
Lama usaha pemilik usaha terdiri dari: (13,3%) lama usaha 3-5 tahun,
(26,8%) lama usaha antara 6-9 tahun, (34,1%) lama usaha 9-12 tahun, dan
sisanya (22,0%) lama usahanya lebih dari 12 tahun.
Jenis Usaha

22
Jenis usaha yang dimiliki oleh pemilik usaha terdiri dari: usaha kuliner, salon,
percetakan dan sablon, desainer dan lainnya.
Hasil Uji Instrumen
Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur layak atau tidaknya suatu
kuesioner. Tingkat signifikansi korelasi variabel sebesar 0,05. Data dikatakan
valid apabila r hitung > r tabel, dimana n = 100 tingkat nilai signifikansi 0,05
sehingga diperoleh r tabel 0,195.

Tabel 2
Hasil Uji Validitas

Variabel Item r hitung r tabel Keterangan

Item 1 0,645 0,195 Valid


Item 2 0,581 0,195 Valid
Item 3 0,604 0,195 Valid
Kreativitas
Item 4 0,673 0,195 Valid
Item 5 0,643 0,195 Valid
Item 6 0,502 0,195 Valid
Item 7 0,520 0,195 Valid
Item 8 0,680 0,195 Valid
Item 9 0,588 0,195 Valid
Inovasi
Item 10 0,653 0,195 Valid
Item 11 0,657 0,195 Valid
Item 12 0,588 0,195 Valid
Item 13 0,474 0,195 Valid
Item 14 0,655 0,195 Valid
Kompetensi Item 15 0,619 0,195 Valid
Wirausaha Item 16 0,648 0,195 Valid
Item 17 0,656 0,195 Valid
Item 18 0,569 0,195 Valid
Sumber: Data Olahan, 2020

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa seluruh item pertanyaan atau


pertanyaan pada setiap variabel Kreativitas, Inovasi, dan Kompetensi Wirausaha
dinyatakan Valid dikarenakan r hitung > r tabel.

Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil pengukuran
tetap konsisten, apabila pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap
gejala atau yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama.

23
Tabel 3
Hasil Uji Reliabilitas

Alpha Standar
Variabel Keterangan
Cronbach Realibilitas

Kreativitas 0,810 Reliabel

Inovasi 0,796 Reliabel


0,60
Kompetensi 0,829 Reliabel
Wirausaha

Sumber: Data Olahan, 2020

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa setiap variabel kreativitas,


inovasi, kompetensi wirausaha dalam penelitian ini memiliki nlai Alpha
Cronbach > 0,60. Data ini menunjukkan bahwa keseluruhan variabel dalam
penelitian ini adalah realibel.

Uji Asumsi Klasik


1. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2012:160), uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal.

Tabel 4
Hasil uji normalitas X1
Variabel Penelitian Asymp. Sig. (2-tailed)

Kreativitas (X1) 0,279

Sumber: Data Olahan, 2020

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nilai Asymp.sig.(2-tailed) sebesar


0,279 atau lebih besar dari > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel kreativitas dan Kompetensi wirausaha berdistribusi normal.

Tabel 5
Hasil Uji normalitas X2
Variabel Penelitian Asymp. Sig. (2-tailed)

Inovasi (X2) 0,298

Sumber: Data Olahan, 2020

24
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nilai Asymp.sig.(2-tailed) sebesar
0,298 atau lebih besar dari > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel inovasi dan Kompetensi wirausaha berdistribusi normal.

2. Uji Linieritas
Menurut Priyatno (2010:73) uji linieritas bertujuan untuk mengetahui
apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara
signifikan.

Tabel 6
Hasil Uji Reliabilitas
Taraf
Variabel Sig.Linearity Keterangan
Signifikansi

Y1*X1 0,000 0,05 Linear


Y1*X2 0,000 0,05 Linear
Sumber: Data Olahan, 2020

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa semua variabel yang diuji


mmiliki nilai signifikansi linearity kurang dari < 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa semua variabel memiliki hubungan linier.

3. Path Analysis (Analisis Jalur)


Analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk menaksir
hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan teori (Ghozali, 2012:174).
Y = 0,498 X1 + 0,577 X2
a. Persamaan jalur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai
koefisien jalur kreativitas (X1) terhadap kompetensi wirausaha (Y)
sebesar 0,498 artinya semakin tinggi penilaian terhadap kreativitas
maka akan berdampak pada meningkatnya Kompetensi wirausaha.
b. Nilai koefisien jalur inovasi (X2) terhadap kompetensi wirausaha (Y)
sebesar 0,577 artinya semakin tinggi penilaian terhadap inovasi akan
berdampak pada meningkatnya kompetensi wirausaha.

4. Uji hipotesis
1. Uji parsial (uji t)
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel indenpeden terhadap variabel dependen dengan menganggap
variabel independent lainnya konstan (Ghozali, 2012:62). Hasil pengujian
hipotesis secara parsial variabel kreativitas dan inovasi tehadap variabel
kompetensi wirausaha dapat dijelaskan pada tabel 7 berikut:

25
Tabel 7
Hasil uji t
Variabel Sig
Kreativitas 0,000
Inovasi 0,000

a. Pengaruh Kreativitas terhadap kompetensi wirausaha.


Berdasarkan hasil uji t pada tabel 7 diperoleh nilai signifikansi untuk
variabel kreativitas sebesar 0,000 dimana nilai tersebut lebih kecil dari
0,05 maka hipotesis H1 diterima yang artinya variabel kreativitas
berpengaruh signifikan terhadap variabel kompetensi wirausaha.
b. Pengaruh inovasi terhadap kompetensi wirausaha.
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 7 diperoleh nilai signifikansi untuk
variabel inovasi sebesar 0,000 dimana nilai tersebut lebih kecil dari
0,05 maka hipotesis H2 diterima yang artinya variabel inovasi
berpengaruh signifikan terhadap variabel kompetensi wirausaha.

2. Uji goodness of fit (uji f)


Uji F digunakan untuk melihat suatu model regresi. Adapun
pengujian Goodness Of Fit dapat dianalisis melalui hasil uji F (Ghozali,
2012:84).

Tabel 8
Hasil uji f
Variabel Sig
Kreativitas 0,000
Inovasi 0,000

Sumber: Data Olahan, 2020

Berdasarkan data pada tabel 8 dapat dilihat tingkat signifikansi F


sebesar 0,000 dimana angka tersebut kurang dari 0,05. Dalam hal ini
hasil ini menunjukan dukungan statistic terhadap model riset yang
diajukan dalam penelitian ini atau dengan kata lain model riset tersebut
terdukung secara empiris dan teoritis atas variabel-variabel (bebas dan
terikat) yang diajukan karena nilai signifikansi lebih kecil dari 5%
sehingga model riset telah menunjukkan goodness of fit yang baik.

3. Koefisien Determinasi (R2)


Menurut Ghozali (2012;97), koefisien deteminasi pada dasarnya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel dependen.

26
Tabel 9
Hasil uji determinasi

Adjusted Std. Error of


Model R R Square
R Square the Estimate

1 .577 .333 .326 3.875

1 .498 .248 .241 4.114

Sumber: Data Olahan, 2020

Berdasarkan data pada tabel 9 dapat diperoleh informasi bahwa nilai


R Square adalah sebesar 0,333 atau 33,3% yang berarti bahwa variabel
kreativitas dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap kompetensi
wirausaha adalah sebesar 33,3% sedangkan sisanya 66,7% dijelaskan
oleh variabel lain diluar model penelitian.
Nilai R Square yang ke dua sebesar 0,248 atau 24,8% yang berarti
bahwa variabel invoasi dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap
kompetensi wirausaha adalah sebesar 24,8% sedangkan sisanya 75,2%
dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.
Analisis uji-T dan uji-F menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara kreativitas dengan kompetensi wirausaha, dan
inovasi terhadap kompetensi wirausaha. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Hadiyati (2011) yang menyatakan bahwa kreativitas dan
inovasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi seorang
wirausaha. Selain itu pengaruh yang signifikan dalam penelitian dari
Soegiastuti & Muchyatin (2020) yang menentukan kreativitas
berwirausaha dan inovasi terhadap kemampuan dan kinerja
kewirausahaan UKM.
Penelitian ini juga mengidentifikasikan perbedaan antara wirausaha
yang tidak kreatif dan tidak inovatif dengan wirausaha yang kreatif dan
inovatif. Seorang pengusaha sering kali harus berpikir di luar batasan.
Oleh karena itu inilah alas an mengapa seorang wirausahawan harus
kreatif (Rani, 2013). Mayoritas pengusaha sukses mampu
mengidentifikasi peluang yang tidak dapat dilihat oleh orang lain.

KESIMPULAN DAN SARAN


Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kreativitas dan inovasi
memberikan dampak positif terhadap kompetensi wirausaha. Penelitian ini
berkontribusi terhadap pemahaman tentang karakteristik yang mendukung
keberhasilan dan kesuksesan berwirausaha. Batasan dalam penelitian ini adalah
hanya diteliti bagian kreativitas dan inovasi, tanpa analisis faktor-faktor
potensial yang juga mempengaruhi kompetensi wirausaha. Penelitian lebih
lanjut dapat mempertimbangkan variabel tambahan yang mempengaruhi

27
kompetensi wirausaha misalnya modal psikologi, dukungan sosial, maupun
budaya.

REFERENSI
Amabile, T,M. (1988). How To Skill Creativity, Paper Commissioned. American:
The National Center of Education an Economy
Frinces, H. (2004). Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis. Yogyakarta: Penerbit
Darussalam
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS20.
Semarang: Universitas Diponegoro
Hadiyati, E. (2011). Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap
Kewirausahaan Usaha Kecil. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 13 (6),
8-16
Harris, M. (2000). Human Resource Management 2nd Edition. USA: The Dryden
Press
Hersey, P., & Blanchard, K. (1995). Manajemen Prilaku Organisasi:
Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Ahli Bahasa. Jakarta: Erlangga
Muchyatin., & Soegiastuti, C. (2020). The Effect of Entrepreneurial Creativity and
Innovation Determination on SME Entrepreneurship Performance in
Semarang. SSRG International Journal of Economics and Management
Studies, 7 (7), 20-24
Keeh, Hean, T., Mei, N., & Ping. (2007). The Effect of Entrepreneurial Orientation
and Marketing Information the Performance of SMEs. Journal of Business
Venturing, 592-611
Kuriloff., Arthur, H., John, M., Memphil., & Douglas, J, C. (1993). Starting and
Managing The Small Business 3 rd ed. New York: McGraw Hill
Larsen, P., & Lewis, A. (2007). How Award-Winning SMEs Manage The Barriers
to Innovation. Creativity and Innovation Management, 16 (2), 142-151
Nakano, R., Inoue, S., Kubo Y., & Inaba. A. (2018). Water Stress-Induced Ethylene
in the CalyxTiggers. Postharvest Biol: Technol
Priyanto, D. (2010). Paham Analisis Statistik dengan SPSS. Yogyakarta:
MediaKom
Rani, S,H. (2013). Antecedents and Consequences of Entrepreneurial Quality
Among Graduate Entrepreneur. Asian Journal of Business and Management
Sciences, 2 (9), 44-45
Schumpeter, J. (1934). The Theory of Economics Development An Inquiry Into
Profits, Capital, Credit, Interest and The Business Cycle. Harvard U
Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: PT.Bumi Aksara
Suryana. (2003). Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat

28
Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman Praktis Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat
Syaroni, W.A., & Sudirman. (2012). Kreativitas dan Inovasi Penentu Kompetensi
Pelaku Usaha Kecil. Jurnal Manajemen Teknologi, 11 (1), 42-59
Widodo, S, J. (2014). Influence of Leadership and Work Environment to Job
Satisfaction and Impact to Employee Performance (study on industrial
manufacture in west java). Journal of Economics and Sustainable
Development, 5 (26), 1-12

29
Inovasi Pemasaran Digital Bagi UMKM di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru:
Kajian Deskriptif UMKM Kerajinan Bahan Baku Alam Wilayah
Magelang
Hironimus Leong a, Berta Bekti Retnawati b, Bernadeta Irmawati c
a Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Katolik Soegijapranata
b Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Katolik Soegijapranata
c Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Katolik Soegijapranata

a Email: marlon.leong@unika.ac.id; b Email: berta@unika.ac.id; c Email:

irmawati.bernadeta@gmail.com

Abstrak

Pandemi yang berlangsung selama tahun 2020 mengakibatkan keterpurukan ekonomi


bagi UMKM khususnya bahan baku alam. Pasar supplai bahan baku dan juga pasar
penjualan yang hilang sebagai efek dari penurunan daya produksi dan juga daya beli
masyarakat. Salah satu solusi inovasi yang tersedia di masa adaptasi kebiasaan baru
(new normal) adalah transformasi digital dalam bidang pemasaran. Ketersediaan media
sosial dan juga berbagai e-commerce untuk penjualan online menjadi harapan bagi
UMKM untuk tetap bertahan. Pemasaran yang dilakukan secara tradisional harus
beradaptasi dengan memiliki akses yang dekat dengan perkembangan teknologi.
Transformasi pemasaran konvensional ke pemasaran digital secara masif menjadi
tantangan bagi UMKM bahan baku alam untuk memperluas jangkauan pemasaran dan
mendorong roda perekonomian.
Kata kunci: inovasi, digital, pemasaran, UMKM, bahan baku alam

PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung awal tahun 2020 belum menunjukan
tanda-tanda berakhir. Pandemi telah mempengaruhi berbagai sektor keuangan
dan bisnis. Rekomendasi protokol kesehatan yaitu menjaga jarak (social
distancing), menghindari kerumunan, bahkan anjuran supaya tetap di rumah
mengubah tatanan hidup masyarakat, termasuk bidang ekonomi.
Sektor UMKM terkena dampak yang paling parah karena di masa pandemi,
hampir semua UMKM memilih untuk menghentikan produksi atau setidaknya
mengalihkan usaha ke bidang lain. Hal utama yang mempengaruhi dampak bagi
UMKM sangat parah adalah hilangnya pasar. UMKM berhadapan dengan
hilangnya pasar yang menyuplai bahan baku sekaligus hilangnya pasar untuk
penjualan produk sebagai akibat dari penurunan daya produksi dan juga daya
beli masyarakat.
Konsep tentang usaha kecil dan menengah (UKM) atau usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) merujuk pada aturan undang-undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah - UMKM atau usaha mikro. Itu berarti
secara legal formal, perannya sudah dimuat dan diatur dalam bentuk
perundang-undangan. UMKM mengambil peranan penting dalam sirkulasi
ekonomi pembangunan karena mampu membuka lapangan kerja, meningkatkan

30
pendapatan masyarakat dan juga membantu pemerintah dalam proses
pengentasan kemiskinan.
Dengan demikian dampak parah pada UMKM selama masa pandemi secara
langsung juga akan berimbas pada perekonomian nasional. Oleh karena itu,
pemerintah mengucurkan bantuan 36,2 triliun rupiah untuk memberikan
pelindungan sosial bagi UMKM melalui bantuan produktif (Media Indonesia, 8
Oktober 2020). Bantuan ini disalurkan dalam berbagai cara selama masa
pandemi, misalnya bantuan anggaran dan peralatan, bantuan pelatihan, insentif
pajak, subsidi bunga, dan lain sebagainya.
Bantuan bagi UMKM dari pemerintah pusat, terealisasi sampai dengan tingkat
daerah. Pelatihan-pelatihan bagi UMKM untuk mempertahankan
keberlangsungan hidup UMKM. Tim peneliti yang melakukan observasi tentang
UMKM di wilayah Magelang – Jawa Tengah, menemukan beberapa catatan
bantuan yang direalisasikan dalam bentuk pelatihan oleh pemerintah kota bagi
pelaku UMKM di wilayahnya selama masa pandemi.
Pelatihan e-commerce digagas pemerintah kota Magelang untuk pelaku UMKM
di bulan Oktober 2020 (http://www.magelangkota.go.id). Pelatihan
melibatkan raksasa marketplace e-commerce di Indonesia, yaitu Tokopedia dan
Shopee. Di bulan November 2020, pelatihan terkait pemasaran digital Kembali
dilakukan yaitu pelatihan untuk digital printing. Pelatihan bagi UMKM bertujuan
untuk memperluas jangkauan pemasaran produk.
Tidak banyak informasi statistik terkait dengan jumlah UMKM yang bergerak di
bidang bahan baku alam di Wilayah Magelang. Tim peneliti mencatat beberapa
jenis kerajinan berbahan baku alam seperti kerajinan dari kayu, bambu, kerang
dan juga tanduk, Oleh karena wilayah Magelang termasuk dalam wilayah sentra
perdagangan dan pariwisata, maka produk-produk bahan baku alam difokuskan
pada ketersediaan produk aksesoris yang menunjang sektor tersebut.
Di masa pandemi, sektor pariwisata yang menjadi salah satu yang terpuruk.
secara tidak langsung menjadi efek domino juga yang mempengaruhi UMKM
sebagai roda penggerak ekonomi kreatif. Tercatat beberapa sub sektor yang
mendukung ekonomi kreatif, yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni,
desain, fashion, musik, permainan interaktif, broadcasting, video – film –
fotografi, termasuk juga sektor kerajinan/craft dari bahan baku alam.
UMKM bahan baku alam mengandalkan keahlian, bakat dan juga kreativitas.
Selain itu, tantangan terbesar adalah mengupayakan adaptasi terhadap pola
perubahan perilaku masyarakat, salah satunya adalah transformasi digital.
Pemanfaatan teknologi informasi menjadi tantangan tersendiri bagi UMKM di
masa sulit pandemi dan era adaptasi baru. Karena UMKM harus melakukan
substitusi pemasaran tradisional ke bentuk digital. Tantangan yang dihadapi

31
adalah kemampuan pelaku UMKM dalam menguasai teknologi dan juga
ketersediaan infrastruktur teknologi yang sudah tidak dapat ditawar.
Kondisi pandemi dan fase awal memasuki kebiasaan baru menjadi penting
untuk ditelaah bagaimana UMKM berinovasi memanfaatkan keunggulan
teknologi digital untuk memperluas jangkauan pemasaran produk, mendorong
roda perekonomian menjadi lebih baik, dan secara langsung memberikan
dampak besar bagi perekonomian negara.
Oleh karena itu, tujuan utama dari penelitian ini adalah melihat sejauh mana
inovasi pemasaran digital yang dilakukan oleh pelaku UMKM dalam menghadapi
situasi krisis di masa pandemi, bertahan dan dapat beradaptasi dengan
perubahan masyarakat di era kebiasaan baru.

KAJIAN LITERATUR
Konsep tentang usaha kecil dan menengah (UKM) atau usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) merujuk pada aturan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. UMKM atau usaha mikro
adalah usaha milik perseorangan atau badan usaha perorangan yang produktif
dan memenuhi kriteria yang ditulis oleh Undang-Undang (Soetjipto, 2020).
Berdasarkan data yang dirilis oleh departemen koperasi, jumlah UMKM di
Indonesia pada tahun 2017 telah menyentuh hampir 63 juta (Data UMKM,
2020). Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan UMKM di
Indonesia adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya
media social untuk pemasaran digital dan juga platform e-commerce untuk
transaksi penjualan online.
Pemasaran digital memungkinkan pelaku UMKM bergerak kea rah horizontal
dan sosial dengan cara menciptakan pasar yang lebih inklusif. Pemasaran digital
menghilangkan hambatan geografis dan demografis, memungkinkan orang
untuk terhubung dan berkomunikasi, berinovasi maupun berkolaborasi kapan
pun tanpa dibatasi waktu.
Sebagai bagian dari industry kreatif, UMKM khususnya kerajinan bahan alam
memiliki daya kreasi dan seni yang tinggi. UMKM yang menghasilkan produk
dari bahan baku alam memilki potensi besar untuk dikembangkan (Retnawati &
Irmawati, 2018). Sumber bahan alam yang menjadi bahan baku yang melimpah
dan dapat dikembangkan menjadi produk-produk yang siap dipasarkan.
Dibutuhkan kreatifitas, inovasi dan nilai-nilai yang seni dalam menghasilkan
produk berbahan baku alam. Hasil produk dapat dipasarkan secara online
seiring dengan perkembangan pasar di masa pandemi. Masyarakat mulai
bertransformasi dari pola belanja tradisional ke pola konsumsi online (Silvatika,
2020).

32
METODE PENELITIAN
Penelitian ini tentang kondisi UMKM bahan baku alam di wilayah Jawa Tengah
dengan melibatkan berbagai wilayah yang menjadi sentra kerajinan bahan baku
alam. Khusus artikel ilmiah ini, penelitian difokuskan pada observasi wilayah
Magelang, dengan spesifikasi UMKM yang memanfaatkan bahan baku alam
sebagai produk olahan hasil kerajinan.
Pendekatan metode deskriptif kualitatif, melibatkan 30 responden yang berada
di wilayah Magelang – Jawa Tengah. Seluruh responden bersedia untuk ditemui
di lapangan, memberikan informasi melalui angket dan juga didokumentasi
seluruh produk yang dimiliki. Proses wawancara menggunakan 18 butir
pertanyaan yang seputar profil UMKM, Situasi UMKM sebelum masa pandemi,
selama masa pandemi dan rencana di masa adaptasi kebiasaan baru.
Hasil deskriptif kualitatif diolah menjadi tabel data dan direkam deskripsi dari
setiap UMKM. Hasil akhir menyertakan dokumentasi sebagai satu bagian
terintegrasi dari metode penelitian yang dilakukan.
Oleh karena fokus artikel ilmiah ini pada pemasaran digital, maka bahasan yang
disajikan sangat spesifik terkait dengan pemasaran digital memanfaatkan
teknologi informasi khususnya di wilayah Magelang saja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil UMKM bahan baku alam tersaji pada Tabel 1 yang diperoleh dari
kunjungan lapangan dan wawancara. Sebagian besar responden berjenis
kelamin laki-laki yang secara bakat, memiliki keahlian dan juga kreativitas untuk
membuat bahan baku alam menjadi produk yang artistik. Sayangnya, baru
sekitar 56 persen dari total responden yang memiliki identitas nama usaha,
sisanya belum. Padahal jika diamati data tentang umur usaha, sebagian besar
UMKM sudah beroperasi bertahun-tahun dan memiliki jumlah tenaga kerja baik
yang melibatkan warga sekitar UMKM maupun anggota keluarga.
Tabel 1. Profil Responden
JENIS KELAMIN JUMLAH
Laki-laki 25
Perempuan 5

MEMILIKI NAMA UMKM JUMLAH


Memiliki 17
Belum Memiliki 13

UMUR_USAHA JUMLAH
> 10 TAHUN 19
1 SD 5 TAHUN 3
6 SD 10 TAHUN 8

33
Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2020
Tabel 2 mendeskripsikan jumlah karyawan dan jenis usaha. UMKM di wilayah
Magelang dikategorikan dalam 5 jenis usaha bahan baku alam yaitu kerajinan
bambu, batik, kayu, kerang dan tanduk. Kerajinan bambu dan kayu mendominasi
UMKM bahan baku alam di wilayah Magelang. Hal ini tentunya dipengaruhi
dengan ketersediaan bahan baku yang sangat melimpah yang disediakan oleh
alam.

Tabel 2 Jumlah Karyawan dan Jenis Usaha


JUMLAH KARYAWAN JUMLAH
> 10 ORANG 1
1-5 ORANG 10
6-10 ORANG 2
KELUARGA SENDIRI 7

JENIS_USAHA JUMLAH
Kerajinan Bambu 15
Kerajinan Batik 1
Kerajinan Kayu 11
Kerajinan Kerang 1
Kerajinan Tanduk 2
Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2020

Sebelum masa pandemi, UMKM kerajinan bahan alam dapat menghasilkan


ratusan produk per bulan (Gambar 1). Produk-produk dari bahan bambu seperti
bolpoin, gelang, gantungan kunci, maupun produk tradisional seperti tampir,
kaloe dan ireg, dapat disalurkan ke pasar lokal. Demikian juga produk hasil kayu
seperti centong, sendok garpu, jam dinding ukir, kotak tisu dan papan nama,
serta mainan anak truk kayu dan kereta kuda juga cukup banyak mendapatkan
pasar di sekitar daerah wisata Magelang.

34
TOTAL

>500
1 - 50
101 - 500
51 - 100

Gambar 1. Jumlah Produksi Per Bulan Sebelum Masa Pandemi


Sumber: data primer diolah, tahun 2020
Dari produksi bahan alam tersebut, pasar yang disasar sebagian besar berskala
nasional (70%) yaitu kota-kota besar di pulau Jawa seperti Semarang,
Yogyakarta, Jakarta maupun Surabaya, dan Bandung. Wilayah pemasaran juga
tidak meninggalkan pasar lokal sebesar 20% di sekitar wilayah Jawa Tengah.
Khusus lokal, masih ada pasar nya tersendiri karena kaitannya dengan wilayah
Magelang sebagai daerah pariwisata. Sedangkan 10% dari UMKM bahan baku
alam sudah memasarkan produk nya ke mancanegara khususnya benua Eropa
dan benua Amerika. Gambar 2 adalah diagram distribusi pasar UMKM.

25

20

15
Internasional
Lokal
10
Nasional

5
3

0
TOTAL

Gambar 2. Wilayah Pemasaran UMKM


Sumber: data primer diolah, tahun 2020

35
Selama masa pandemi, 60% usaha UMKM mengalami penurunan (Gambar 3);
36% yang tidak terdampak faktanya hanya menyelesaikan pemesanan produksi
di waktu sebelum pandemi. Hanya 1 UMKM yang menyatakan usaha
peningkatan. Dari hasil survei lapangan, pelaku UMKM yang tidak terdampak
secara signifikan memiliki pemasaran modern yaitu memanfaatkan perangkat
smartphone dan media sosial untuk memasarkan produknya. Dampaknya adala
produk dapat dikenal lebih luas di wilayah nasional dan mancanegara.

Turun
TOTAL
Tetap
Naik

0 5 10 15 20

Gambar 3. Dampak Bagi Usaha UMKM


Sumber: data primer diolah, tahun 2020

Berikut beberapa profil dari UMKM bahan baku alam yang memanfaatkan
peluang digital dalam pemasaran produk.
OMAH PRING: UMKM ini berada di dusun Kebon Wage, sebuah wilayah yang
sangat dekat dengan Candi Borobudur. UMKM ini dimiliki oleh Heri Sutrisno.
Pertama kali UMKM ini terbentuk, Omah Pring hanya menghasilkan bambu
cacah sebagai bahan dasar pembuatan gelang. Setiap bulan, ada 1000 gelang
yang dihasilkan. Produksinya dikerjakan oleh 3 tenaga kerja. Hasilnya di expor
ke luar negeri melalui sebuah perusahaan di Yogyakarta.

36
Gambar 4. Media Sosial Facebook Omah Pring
Sumber: Facebook, tahun 2020

Di masa pandemi, UMKM ini memperkenalkan produk baru masih dengan bahan
dasar bambu. Banyaknya permintaan yang disalurkan oleh konsumen melalui
media sosial Facebook untuk membuat perkakas dapur dari bahan bambu.
Produk yang dihasilkan di masa pandemi adalah sendok, garpu, pisau dan gelas.

Gambar 5. Produk Gelas Bambu Omah Pring


Sumber: Koleksi Tim Peneliti, tahun 2020

Hasil produksi selama masa pandemi tetap berjalan, pemesanan dari wilayah
dengan basis pariwisata seperti Yogyakarta dan Bali bisa mencapai ratusan
produksi per bulan. Tantangan utama bukan lagi pada masalah pemasaran
karena penggunaan platform digital sangat membantu produk-produk dikenal
sampai mancanegara. Namun tantangan utama adalah ketersediaan alat
sehingga dapat menghasilkan produksi dalam jumlah yang besar.
Inovasi usaha dan pemasaran dari Omah Pring dipamerkan dalam platform
digital media sosial. Tidak lupa, Omah Pring juga memanfaatkan whatsapp
untuk memasarkan produknya sampai ke wilayah lain di tanah air. Dampak dari

37
penggunaan platform digital adalah jumlah pemesanan yang terus meningkat
dan hadirnya reseller baru.
SABILA CRAFT: UMKM milik Prajoko dan berada di Jalan Raya Kota Magelang.
UMKM ini sudah beroperasi selama 18 tahun dan melibatkan tenaga kerja
mencapai 50 orang dimana melibatkan warga sekitar UMKM beroperasi, dan
rata-rata tenaga kerja adalah ibu rumah tangga. Usaha UMKM ini memproduksi
kerajinan bahan alam kerang untuk furniture dan home décor.
Oleh karena daerah Magelang bukan daerah pantai, maka semua bahan baku di
datangkan dari daerah lain khususnya wilayah pantai utara Jawa dan bahan
baku nya bergantung pada musim kerang.

Gambar 6. Informasi lengkap Media Sosial, nomor kontak dan alamat email
Sabila Craft
Sumber: website sabilacraft, tahun 2020

Gambar 7. Bahan Baku Kerang yang diolah menjadi furniture


Sumber: Koleksi Tim Peneliti, tahun 2020

Selama masa pandemi, dimana berbagai tempat memberlakukan pembatasan


akses, maka proses pengiriman menjadi terhambat. Selama beberapa bulan,

38
UMKM Sabila Craft tidak berproduksi. Hal ini berlangsung sampai situasi
memasuki adaptasi kebiasaan baru. Jumlah tenaga kerja berkurang menjadi 10
orang.

Gambar 8. Produk Kerang Sabila Craft yang diolah menjadi Cermin


Sumber: Facebook, tahun 2020

Berbagai strategi yang dilakukan adalah adaptif untuk menciptakan kreasi produk
baru. Produk baru diciptakan ketika ada permintaan dari pelanggan. Peranan digital
dimaksimalkan untuk menyebarluaskan informasi produk ke pasar. Hasil kreasi
produk dibuat dalam katalog produk dengan format digital yang menarik dan
ditawarkan kepada para pembeli. Proses pemasaran, penjualan dan juga penawaran
bisa diakses melalui web resmi http://sabilacraft.com/
Melalui web, Sabila Craft berhasil memperkenalkan profile diri, berbagai produk
yang secara regular dihasilkan maupun yang sifatnya custom bisa dipesan sesuai
selera pembeli.. Tidak lupa identitas UMKM yang dapat dikontak melalui berbagai
jalur komunikasi, bagaimana melakukan pemesanan, bahkan sampai pada proses
konfirmasi pembayaran.

39
Gambar 9. Web Terintegrasi Sabila Craft
Sumber: sabilacraft.com, tahun 2020

ARIF HORN COLLECTION; UMKM didirikan oleh Fatkhul Arif, salah satu perajin
tanduk Desa Pucang, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Masyarakat Desa
Pucang menjadi perajin tanduk sejak masa Pangeran Diponegoro ratusan tahun
silam. Pada tahun 1980-an hasil kerajinan tanduk sudah di ekspor sampai ke
mancanegara yaitu negara Perancis dan Belanda.
Arif tidak pernah belajar secara formal untuk bisa menjadi perajin tanduk.
Keahlian itu diperoleh dari hasil belajar otodidak dari orang tua dan orang-
orang di sekitarnya. Selain keahlian turun temurun, Arif mempelajari dan
mendalami keahliannya melalui buku maupun media online. Dari hasil belajar
tersebut, selain tanduk, juga tersedia berbagai macam kerajinan dari bahan
tulang. Hasil kerajinan tersebut kemudian dipasarkan dengan cara dijual ke
pedagang besar, masuk ke pasar ekpor dan diikutsertaan ke berbagai pameran
baik dalam maupun di luar negeri baik secara offline maupun secara online atau
virtual.
Pengolahan bahan alam tanduk menjadi kerajinan tidak sekedar membutuhkan
keahlian dan sentuhan seni, namun membutuhkan ketekunan karena waktu
pengolahan yang dibutuhkan cukup lama. Proses diawali dengan pengeringan
tanduk dengan sinar matahari, kemudian dilakukan proses pembakaran agar
lebih lentur dan mudah dibentuk. Tahap akhir dipres dan dibentuk menjadi
lembaran yang siap untuk dicetak sesuai dengan model pemesanan. Untuk
memenuhi bahan baku, maka bahan alam tanduk didatangkan dari Kalimantan
dan Sumatera. Namun semakin hari bahan baku mengalami kelangkaan.

40
Gambar 10. Souvenir berbahan alam tanduk
Sumber: Koleksi Tim Peneliti, tahun 2020

Terdapat 3 tenaga kerja yang bekerja sesuai dengan jumlah pesanan. Tidak ada
angka produksi yang pasti dalam setiap bulan, Catatan khusus selama pandemi,
pemesanan tertinggi adalah pipa rokok atau cerutu yang dikirim ke wilayah
berbagai wilayah tanah air dan juga mancanegara.

41
Gambar 11. Pipa Rokok/Cerutu berbahan alam tanduk
Sumber: Koleksi Tim Peneliti, tahun 2020

Arif Horn Collection memanfaatkan platform wordpress untuk membangun


website gallery. Tampilan web sangat sederhana, karena menampilkan gallery
produk berbahan alam tanduk dan tulang secara lengkap. Walaupun sederhana,
menurut Arif, telah memberikan informasi produk kerajinannya sampai kepada
pembeli. Melalui web sederhana tersebut, produk yang dihasilkan dapat dikenal
luas.

Gambar 12. Tangkapan Layar Web arifhorncollection


Sumber:arifhorncollection.wordpress.com, tahun 2020
Dari 3 profil UMKM kerajinan bahan alam yang berinovasi dalam pemasaran
menggunakan platform digital, dapat dilihat beberapa aspek penting keunggulan
pemasaran digital. Yang pertama, pemasaran digital menghubungkan UMKM
dengan pembeli atau pemesan produk UMKM berbahan alam. Melalui platform

42
digital, konsumen dapat dengan mudah menemukan produk yang dicari. Yang
Kedua, platform digital memberikan informasi sangat lengkap terkait produk
yang dicari pembeli. Melalui platform digital juga, maka produk-produk baru
dapat diperkenalkan kepada pembeli. Informasi tentang nomor kontak, alamat
dan juga informasi tentang pemesanan dan pembayaran dapat didistribusikan
dengan mudah kepada konsumen. Yang Ketiga, pemasaran digital membantu
UMKM mengembangkan kompetisi dengan produk lain. Artinya konsumen
diberikan pilihan dan alternatif oleh UMKM bahwa produknya mampu bersaing
secara kualitas dan harga serta pelayanan. Yang keempat, pemasaran digital
secara tidak langsung mampu membantu menetapkan branding produk bahwa
produk yang dihasilkan akan lebih bernilai bila dibandingkan dengan pemasaran
secara tradisional.

SIMPULAN
Pandemi telah mengubah lanskap pemasaran, strategi harus berubah dari cara
konvensional/tradisional menuju ke arah digital. Selama proses menuju ke
adaptasi kebiasaan baru, pandemi telah mempercepat proses transformasi
digital karena terbukti mampu mengatasi terbatasnya akses pasar, tingkat daya
saing UMKM, biaya dan modal yang terbatas.
Tidak mudah untuk menyelesaikan permasalahan UMKM dalam hal inovasi
pemasaran digital. Dibutuhkan usaha yang terintegrasi, sinergi dan juga usaha
kolektif. Dengan adanya inovasi pemasaran yang dilakukan secara digital,
diharapkan mampu mendorong sektor UMKM menjadi lebih baik.

UCAPAN TERIMA KASIH


Tim Peneliti mengucapkan banyak terima kasih untuk bantuan pendanaan riset
ini dengan hibah PDUPT (Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi) dari
Ristek/BRIN Tahun Anggaran 2020

REFERENSI
Hadipuro, W., Maretha, L., & Retnawati, B. B. (2013). Pengembangan
Green Business untuk Perusahaan Batik sebagai Pembawa Tradisi
Budaya Indonesia. Riset Hibah PUPT Dikti.
Leong, H. (2016). Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pemberdayaan
Kelompok Usaha Buruh dan Nelayan di Semarang. Universitas Kristen
Duta Wacana. Prosiding Seminar Nasional.
Retnawati, B. B. (2011). Peningkatan Nilai Merek-Merek Asli Indonesia
dengan Green Branding Dinamika Sosial Ekonomi, 7(Mei ), 1-9.
Retnawati, B. B., & Soekesi, A. E. M. (2009). Model Supply Chain Produk
Usaha Kecil (Studi Kasus pada Kampung Batik Laweyan Solo)-Tahun
Pertama. Riset Hibah Bersaing, Dikti.

43
Retnawati, B. B., & Soekesi, A. E. M. (2010). Model Supply Chain Produk Usaha
Kecil (Studi Kasus pada Kampung Batik Laweyan Solo)-Tahun Kedua. Riset
Hibah Bersaing, Dikti.
Silvatika, B. A. (2020). Technosociopreneur, New Model UMKM di Era
New Normal. Prosiding Seminar Stiami , 32.
Soetjipto, N. (2020). Ketahanan UMKM Jawa Timur Melintasi Pandemi
Covid 19. Yogyakarta: Penerbit K-Media.

44
Kesadaran Lingkungan, Green Marketing Dan Citra Merek
Serta Dampaknya Pada Pembelian Mobil LCGC (Studi Empiris
Pembelian Mobil LCGC Di Kota Pontianak)
Erna Listiana a, M. Faris Fakhri b
a Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Tajungpura, Pontianak
b Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Tajungpura, Pontianak

*Email : erna.listiana@ekonomi.untan.ac.id

Abstrak
Fenomena kerusakan lingkungan yang semakin banyak terjadi mendorong semakin
pentingnya konsep green marketing diterapkan. Apalagi dari sisi konsumen juga tampak
bahwa semakin banyak masyarakat di berbagai belahan dunia yang menyadari pentingnya
mengkonsumsi produk ramah lingkungan (green product). Penerapan konsep green
marketing menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, terutama bagi industri yang
keberadaannya sangat rentan mengakibatkan resiko pencemaran lingkungan, seperti
industri kendaraan bermotor. Perhatian terhadap kesadaran lingkungan dan penerapan
green marketing saat ini turut menjadi aspek yang dipertimbangkan ketika memutuskan
pembelian, selain pertimbangan lainnya seperti citra merek produk. Penelitian ini bertujuan
untuk menambah kajian empiris tentang sejauhmana kesadaran lingkungan, green
marketing dan citra merek berdampak dalam keputusan pembelian mobil LCGC.
Populasi adalah seluruh pengguna mobil LCGC . Sampel merupakan pengguna sekaligus
pengambil keputusan pembelian mobil LCGC Dayhatsu Ayla yang berdomisili di Kota
Pontianak. Teknik penarikan sampel berupa purposive sampling dan snowball sampling.
Jumlah sampel sebanyak 100 responden. Teknik analisa data menggunakan regresi linier
berganda. Temuan penelitian membuktikan bahwa kesadaran merek, green product feature,
green price dan citra merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Namun
green promotion tidak berpengaruh singnifikan terhadap keputusan pembelian
Kata kunci: Kesadaran lingkungan, green product feature, green price, green promotion, citra
merek, keputusan pembelian

PENDAHULUAN
Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak mempedulikan pelestarian
lingkungan mengakibatkan semakin meningkatnya fenomena kerusakan
lingkungan. Terjadinya eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan
keseimbangan ekosistem, perubahan iklim, polusi, limbah berbahaya, semuanya
berdampak pada terjadinya pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Hal ini
mendorong keprihatinan mendalam sehingga perhatian terhadap kelestarian
lingkungan semakin meningkat. Penerapan konsep green marketing menjadi
kebutuhan yang sangat mendesak, terutama dalam industri yang keberadaannya
sangat rentan mengakibatkan resiko pencemaran lingkungan, seperti industri
kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor saat ini masih banyak yang
menggunakan mesin berbahan bakar fosil yang mengeluarkan gas buang berupa
karbon monoksida yang sangat beracun. Kendaraan bermotor juga menyebabkan
eksploitasi sumber daya alam berupa minyak bumi, karena memerlukan bahan
bakar bensin (gasoline) maupun solar (diesel). Oleh karena itu pemerintah melalui
kementerian perindustrian membuat suatu program untuk mengurangi dampak
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang disebut low
cost green car (LCGC).

45
Program LCGC merupakan peraturan yang diberikan pemerintah untuk
kendaraan jenis mobil yang diproduksi berdasarkan standarisasi ramah lingkungan
dari Kementerian Perindustrian. Sampai saat ini sudah beberapa agen tunggal
pemegang merek (ATPM) mobil Jepang ikut berpartisipasi antara lain Toyota,
Honda, Daihatsu, Suzuki, serta Datsun. Mobil LCGC dibuat dengan dimensi yang kecil
sehingga dapat dijalankan dengan mesin berkapasitas (CC) kecil. Keunggulan mobil
ini adalah sangat irit bahan bakar dan rendah emisi. Perusahaan-perusahaan
pemegang merek tersebut berlomba dalam menciptakan mobil yang sesuai dengan
ketentuan program LCGC dan bersaing dengan harga yang terjangkau masyarakat
kelas menengah.
Diberlakukannya program LCGC, menjadikan perusahaan mulai menerapkan
suatu konsep pemasaran yang disebut green marketing, yaitu pemasaran dengan
nuansa ramah lingkungan. Konsep pemasaran hijau mulai muncul pertama kali pada
tahun 1980 melalui seminar yang diadakan pada tahun 1975 oleh America
Marketing Association (AMA) .Berdasarkan AMA, pemasaran hijau adalah kegiatan,
mengatur lembaga, dan proses untuk membuat, berkomunikasi, memberikan, dan
bertukar penawaran yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan
masyarakat pada umumnya (Dahlstrom, 2011). Strategi green marketing menurut
Boztepe (2012) meliputi empat faktor yaitu: environmental awareness, green
product features, green price, dan green promotion.
Penjualan mobil LCGC di Indonesia umunya direspon positif oleh
masyarakat, namun terdapat pula beberapa ATPM yang dinilai gagal dalam
memasarkan produk LCGCnya. Beberapa ATPM tidak mencapai target penjualannya
sehingga terpuruk sehingga harus menjual produknya dengan harga murah di
periode penjualan selanjutnya demi menutupi kerugian produksi. Produk mereka
kurang diminati masyarakat karena berbagai faktor yang salah satunya dikarenakan
citra merek atau brand image.
Sebagai salah satu ATPM terbesar di Indonesia, Daihatsu ditantang untuk
mampu menghadapi persaingan. Meskipun telah memiliki kategori varian produk
yang sama dengan ATPM lain, Daihatsu tetap belum menjadi market leader di
Indonesia meskipun memiliki harga yang lebih murah. Hal ini mendorong
ketertarikan peneliti untuk mempelajari lebih lanjut tentang dampak penerapan
strategi green marketing dan persepsi terhadap citra merek terhadap keputusan
pembelian mobil LCGC Daihatsu Ayla di Kota Pontianak.

KAJIAN LITERATUR
Green Marketing
Green marketing adalah pemasaran ramah lingkungan berupa rentang
kegiatan yang meliputi perubahan proses produksi, penyesuaian lini produk dan
perkembangan dalam pengemasan, serta transformasi periklanan (Diglel &
Yazdanifard, 2014). Green marketing bertujuan untuk menjual produk yang tidak
berbahaya bagi lingkungan, sekaligus mendorong konsumen secara aktif untuk
mendukung dan melindungi lingkungan (Stern & Ander, 2008). Green marketing
memiliki 4 (empat) dimensi yaitu green product, green price, green promotion dan
green place (Sigh, 2010). Hal serupa juga dikemukakan oleh Davari & Strutton
(2014) yang menyatakan bahwa bauran pemasaran hijau mencakup pengembangan
produk dan penerapan harga, promosi, dan strategi distribusi secara khusus
dirancang untuk mempromosikan dan melestarikan lingkungan kesejahteraan.

46
Perusahaan biasanya menerapkan kebijakan hijau dalam hal memproduksi produk,
menetapkan harga, menampilkan iklan dan menempatkan produk di pasar.
Diglel & Yazdanifard (2014) mendefinisikan produk hijau sebagai barang
yang diproduksi dengan cara yang sadar lingkungan, memiliki efek negatif minimum
pada lingkungan, produk dan kemasan produk yang terbuat dari bahan daur ulang,
memperhatikan pelestarian sumber daya alam dan diproduksi secara lokal. Green
Product diciptakan sebagai upaya untuk meminimalkan kerusakan lingkungan
dengan memperhatikan aspek-aspek tertentu sekaligus memenuhi syarat ramah
lingkungan.
Harga dalam green marketing menunjukkan sejumlah uang yang harus
dibayar untuk mendapatkan green product. Penetapan harga produk yang
menerapkan green marketing cenderung ditanggapi lebih mahal dibandingkan
harga produk umumnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Bukhari (2011)
yang menyatakan bahwa harga menjadi alasan utama mengapa konsumen lebih
memilih untuk tidak membeli produk ramah lingkungan, dengan alasan harga
tersebut lebih mahal. Hal ini menjadi elemen penting dari green marketing. Anvar
& Venter (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan antara harga dengan
perilaku pembelian green product, konsumen generasi muda bersedia untuk
membayar dengan sejumlah harga tertentu yang lebih tinggi untuk mendapatkan
green product.
Dalam green marketing promosi dilakukan menggunakan selogan-selogan
ramah lingkungan yang bertujuan untuk mengkomunikasikan keunggulan produk
yang tidak dimiliki produk lainnya yang berkaitan dengan konsep ramah lingkungan
yang disebut dengan green promotion. Hal ini bertujuan untuk membentuk presepsi
konsumen terhadap nilai-nilai produk hijau dalam keputusan membeli produk hijau
(Rahayu, et al. 2017).
Aspek lainnya dari green marketing adalah green place. Kontic (2010)
mengungkapkan bahwa lokasi dan aksesibilitas barang atau jasa berdampak pada
pembelian, karena kebanyakan pelanggan tidak mau bepergian jauh untuk membeli
produk ramah lingkungan, mereka cenderung akan memilih alternatif yang lebih
dekat. Saat produk ramah lingkungan mudah diakses, pembelian ramah lingkungan
akan semakin tinggi.

Environmental Awwarness
Kesadaran lingkungan dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk
memahami hubungan antara aktivitas manusia, status kualitas lingkungan saat ini
dan kesediaannya untuk mengambil bagian dalam kegiatan lingkungan (Du et al.,
2018). Berdasarkan pemahaman tersebut, beberapa peneliti melakukan pengukuran
kesadaran lingkungan dalam tiga komponen yaitu pengetahuan lingkungan, sikap,
dan perhatian [Sullivan et al., 1997). Kesadaran lingkungan juga dapat diukur dalam
sejumlah factor yakni sikap kognitif, kehidupan pengalaman, demografi, motivasi
perilaku, dan niat [Marcinkowski, 1988). Selanjutnya Du et al. (2018) menyatakan
pengukuran kesadaran merek meliputi tiga komponen yaitu perilaku lingkungan,
persepsi, dan sikap

Citra Merek
Citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen,
seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen (Kotler &
Keller, 2016). Peter & Olson (2008), “citra merek didefinisikan sebagai persepsi

47
konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh
berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen”. Meskipun
asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tapi dapat dibedakan
menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang berhubungan dengan atribut
dan kelebihan merek.
Keller & keller (2016) mengemukakan faktor-faktor terbentuknya citra
merek atara lain:
a. Keunggulan produk merupakan salah satu faktor pembentuk Brand Image,
dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. Karena keunggulan kualitas
(model dan kenyamanan) dan ciri khas itulah yang menyebabkan suatu produk
mempunyai daya tarik tersendiri bagi konsumen. Favorability of brand
association adalah asosiasi merek dimana konsumen percaya bahwa atribut dan
manfaat yang diberikan oleh merek akan dapat memenuhi atau memuaskan
kebutuhan dan keinginan mereka sehingga mereka membentuk sikap positif
terhadap merek.
b. Kekuatan merek merupakan asosiasi merek tergantung pada bagaimana
informasi masuk kedalam ingatan konsumen dan bagaimana proses bertahan
sebagai bagian dari citra merek. Kekuatan asosiasi merek ini merupakan fungsi
dari jumlah pengolahan informasi yang diterima pada proses ecoding. Ketika
seorang konsumen secara aktif menguraikan arti informasi suatu produk atau
jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin kuat pada ingatan konsumen.
Pentingnya asosiasi merek pada ingatan konsumen tergantung pada bagaimana
suatu merek tersebut dipertimbangkan.
c. Keunikan merek adalah asosiasi terhadap suatu merek mau tidak mau harus
terbagi dengan merek-merek lain. Oleh karena itu, harus diciptakan keunggulan
bersaing yang dapat dijadikan alasan bagi konsumen untuk memilih suatu merek
tertentu. Dengan memposisikan merek lebih mengarah kepada pengalaman atau
keuntungan diri dari image produk tersebut. Dari perbedaan yang ada, baik dari
produk, pelayanan, personil, dan saluran yang diharapkan memberikan
perbedaan dari pesaingnya, yang dapat memberikan keuntungan bagi produsen
dan konsumen.

Keputusan Pembelian
Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan
oleh perusahaan tertentu. Menurut Kotler & Armstrong (2018) keputusan
pembelian adalah proses psikologis dasar yang memainkan peranan penting dalam
memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian.
Berdasarkan definisi ini maka dapat dikemukakan bahwa pengumulan keputusan
pembelian berupa keyakinan saat mengambil keputusan pembelian, keputusan yang
diambil melalui pertimbangan yang cermat, dan keputusan yang diambil merupakan
pilihan yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas dan untuk kebutuhan penelitian ini, dikemuakan


hipotesis penelitian sebagai berikut :

48
H1 : Kesadaran lingkungan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian
green product.
H2 : Green product feature berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian
green product.
H3 : Green price berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian green
product.
H4 : Green promotion berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian green
product.
H5 : Citra merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian green
product.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif kausal. Populasi adalah semua
pengguna mobil LCGC yang berdomisili di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sampel
sebanyak 100 responden. Teknik penarikan sampel adalah non probability sampling
berupa purposive sampling dan snowball sampling. Adapun kriteria sampel yaitu :
responden berusia diatas 17 tahun,dan sebagai pemakai mobil LCGC Daihatsu Ayla
yang sekaligus berperan sebagai pengambil keputusan dalam pembelian mobil LCGC
Daihatsu Ayla. Variabel penelitian berupa variabel bebas yakni environmental
awwarness, green product, green price, green promotion dan citra merek, sedangkan
variabel terikat berupa keputusan pembelian. Operasionalisasi veriabel penelitian
dikemukakan pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Operasionaliasi Variabel Penelitian

No Variabel Penelitian Indikator


1. Kesadaran Lingkungan 1. Pengetahuan lingkungan

2. Sikap

3. Pola perilaku (tindakan)

2 Green Product 4. Tingkat penggunaan jumlah energi dan


sumber daya

5. Tingkat bahaya produk bagi kesehatan

6. Tingkat kerusakan lingkungan yang


disebabkan produk

3 Green Price 7. Keterjangkauan harga

8. Kesesuaian harga dengan kualitas

49
produk

9. Harga bersaing

4. Green Promotion 10. Jangkauan promosi

11. Kuantitas promosi/iklan

12. Kualitas penyampaian pesan

5. Citra Merek 13. Keunggulan Asosiasi Merek

14. Kekuatan Asosiasi Merek

15. Keunikan Asosiasi Merek

6. Keputusan Pembelian 16. Keyakinan saat mengambil


keputusan pembelian

17. Keputusan diambil setelah melalui


pertimbangan yang cermat

18. Merasakan bahwa keputusan yang


diambil merupakan pilihan yang tepat

HASIL DAN PEMBAHASAN


Responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (59%), berusia lebih
dari 31 tahun (68%), memiliki jenjang pendidikan sarjana dan pascasarjana (52%),
pekerjaan swasta (52%), berpendapatan kurang dari 11 juta (83%), dan belum
menikah (52 %). Hasil uji validitas menunjukkan bahwa seluruh item penelitian
dinyatakan valid. Demikian pula hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa seluruh
variabel dinyatakan reliabel. Rata-rata tanggapan responden terhadap seluruh
variabel penelitian berada dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata tanggapan
berkisar antara 3,4 hingga 4,2. Uji asumsi klasik pada data sampel menunjukkan
bahwa data memenuhi asumsi normalitas data, linieritas data, dan tidak terjadi
multikolinieritas diantara variabel bebas.
Pengolahan data melalui teknik analisis regresi berganda
menggunakan program SPSS dikemuakan sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Pengujian Hipotesis

Standardize
Unstandardized d
Model Coefficients Coefficients t Sig.

50
Std.
B Error Beta
1(Constant) -,550 2,083 -,264 ,792
Environmental Awareness (X1) ,174 ,084 ,185 2,062 ,042
Green Product Features (X2) ,157 ,074 ,186 2,116 ,037
Green Price (X3) ,430 ,122 ,322 3,529 ,001
Green Promotion (X4) ,061 ,073 ,076 ,832 ,408
Citra Merek (X5) ,165 ,074 ,198 2,219 ,029
Dependent Variables : keputusan pembelian (Y)

Pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa nilai signifikansi t sebesar


0,042, lebih kecil dari nilai alpha 0,05, artinya bahwa environmental awareness
berpengaruh signifikan terhadap variabel keputusan pembelian, dengan demikian
H1 diterima. Responden memberikan tanggapan mengenai environmental awareness
dengan nilai rata-rata 3,95 yang berada pada kategori tinggi. Responden
menyatakan bahwa sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang arti penting
kesadaran lingkungan, pelestarian lingkungan menjadi prioritas umum responden
dalam mengonsumsi barang dan jasa, dan dalam keseharian perlalaku selama ini,
sebagian besar responden selalu berusaha untuk peduli terhadap kesehatan dan
kebersihan lingkungan di sekitarnya. Semua yang dikemukakan responden
mengenai environmental awareness yang dirasakannya ini mampu mendorong
responden untuk merasa yakin dalam mengambil keputusan pembelian, merasakan
bahwa keputusan yang diambil sudah melalui pertimbangan yang cermat, dan
merasakan bahwa membeli mobil LCGC Daihatsu Ayla sebagai pilihan yang tepat.
Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa nilai signifikansi t sebesar
0,037 , lebih kecil dari nilai alpha 0,05, artinya green product features berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian, dengan demikian H2 diterima. Responden
memberikan tanggapan mengenai green product features dengan nilai rata-rata 3,87
yang berada pada kategori tinggi. Responden menyatakan bahwa mobil LCGC
Daihatsu Ayla irit bahan bakar sehingga dapat menekan penggunaan sumber daya
(BBM) yang berlebih, mobil LCGC Daihatsu Ayla memiliki emisi (gas buang) yang
rendah sehingga aman bagi kesehatan, dan Mobil LCGC Daihatsu Ayla memiliki emisi
(gas buang) yang rendah sehingga dapat menekan pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Semua yang dikemukakan responden mengenai green product features
yang dirasakannya ini mampu mendorong responden untuk merasa yakin dalam
mengambil keputusan pembelian, merasakan bahwa keputusan yang diambil sudah
melalui pertimbangan yang cermat, dan merasakan bahwa membeli mobil LCGC
Daihatsu Ayla sebagai pilihan yang tepat.
Pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa nilai signifikansi t sebesar
0,001, lebih kecil dari nilai alpha 0,05, artinya green price berpengaruh signifikan
terhadap variabel keputusan pembelian, dengan demikian H3 diterima. Responden
memberikan tanggapan mengenai green price dengan nilai rata-rata 4,15 yang
berada pada kategori tinggi. Responden menyatakan bahwa harga mobil LCGC
Daihatsu Ayla terjangkau oleh daya belinya, harga mobil LCGC Daihatsu Ayla sesuai
dengan kualitasnya sebagai produk hijau, dan mobil LCGC Daihatsu Ayla memiliki
harga jual yang cukup mampu bersaing dengan mobil LCGC dikelasnya. Semua yang
dikemukakan responden mengenai green product price yang dirasakannya ini
mampu mendorong responden untuk merasa yakin dalam mengambil keputusan

51
pembelian, merasakan bahwa keputusan yang diambil sudah melalui pertimbangan
yang cermat, dan merasakan bahwa membeli mobil LCGC Daihatsu Ayla sebagai
pilihan yang tepat.
Pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa nilai signifikansi t sebesar
0,408, lebih besar dari nilai alpha 0,05, artinya green promotion tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel keputusan pembelian, dengan demikian H4 ditolak.
Responden memberikan tanggapan mengenai green promotion dengan nilai rata-
rata 3,87 yang berada pada kategori tinggi. Responden menyatakan bahwa
jangkauan promosi mobil LCGC Daihatsu Ayla sebagai produk hijau menurut saya
sangat luas, iklan mobil LCGC Daihatsu Ayla di media cetak maupun di media
elektronik cukup gencar, dan mobil LCGC Daihatsu Ayla memiliki harga jual yang
cukup mampu bersaing dengan mobil LCGC dikelasnya dan pesan iklan mobil LCGC
Daihatsu Ayla di media cetak maupun media elektronik jelas dan mudah dipahami.
Semua yang dikemukakan responden mengenai green product promotion yang
dirasakannya ini tidak cukup mampu mendorong responden untuk merasa yakin
dalam mengambil keputusan pembelian, merasakan bahwa keputusan yang diambil
sudah melalui pertimbangan yang cermat, dan merasakan bahwa membeli mobil
LCGC Daihatsu Ayla sebagai pilihan yang tepat.
Pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa nilai signifikansi t sebesar
0,029, lebih kecil dari nilai alpha 0,05, artinya citra merek berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian, dengan demikian H5 diterima. Responden
memberikan tanggapan mengenai citra merek dengan nilai rata-rata 4,29 yang
berada pada kategori sangat tinggi. Responden menyatakan bahwa Daithatsu Ayla
merupakan mobil LCGC yang diminati oleh banyak orang, Daithatsu Ayla merupakan
merek mobil LCGC yang terpercaya, Daihatsu Ayla memiliki desain yang menarik,
dan Daithatsu Ayla merupakan mobil yang sangat cocok digunakan di daerah
perkotaan. Semua yang dikemukakan responden mengenai citra merek yang
dirasakannya ini mampu mendorong responden untuk merasa yakin dalam
mengambil keputusan pembelian, merasakan bahwa keputusan yang diambil sudah
melalui pertimbangan yang cermat, dan merasakan bahwa membeli mobil LCGC
Daihatsu Ayla sebagai pilihan yang tepat.

SIMPULAN
Temuan penelitian ini membuktikan bahwa :
1. Kesadaran lingkungan berpengaruh signifikan terjhadap keputusan pembelian.
Semakin tinggi kesadaran terhadap lingkungan akan semakin mendorong
terjadinya keputusan pembelian mobil LCGC Dayhatsu Ayla di Kota Pontianak.
2. Green product feature berpengaruh signifikan terjhadap keputusan pembelian.
Semakin baik penilaian responden terhadap fitur produk ramah lingkungan akan
semakin mendorong terjadinya keputusan pembelian mobil LCGC Dayhatsu Ayla
di Kota Pontianak.
3. Green price berpengaruh signifikan terjhadap keputusan pembelian. Semakin
baik penilaian responden terhadap harga produk ramah lingkungan akan
semakin mendorong terjadinya keputusan pembelian mobil LCGC Dayhatsu Ayla
di Kota Pontianak.

52
4. Green promotion tidak berpengaruh signifikan terjhadap keputusan pembelian.
Semakin baik penilaian responden terhadap promosi produk ramah lingkungan
tidak mendorong terjadinya keputusan pembelian mobil LCGC Dayhatsu Ayla di
Kota Pontianak.
5. Citra merek berpengaruh signifikan terjhadap keputusan pembelian. Semakin
baik penilaian responden terhadap citra merek produk ramah lingkungan akan
semakin mendorong terjadinya keputusan pembelian mobil LCGC Dayhatsu Ayla
di Kota Pontianak.

REFERENSI

Anvar, M. & Venter, M. (2014). Attitudes and Purchase Behavior of Green Products
among Generation Y Consumers in South Africa, Medditerranean Journal of
Social Sciences (online), 5(21), pp. 183-194.
Bukhari, S.S. (2011). Green Marketing and its Impact on Consumer Behavior,
European Journal of Business and Management (online), 3(4), pp. 375-383.
Boztepe, Aysel. (2012). Green marketing and its impact on consumer buying
behaviour. European Journal of Economic and Political Studies, 5(1), 5-21.
Daslthrom, Robert. (2011). Green Marketing Manajemen. Shouth-Western. Mason
USA: CENGAGE Learning.
Davari, A.A. & Strutt, D. (2014). Marketing Mix Strategies for Closing the Gap
between Green Consumers’ Proenvironmental Beliefs and Behaviors, Journal
of Strategic Marketing (online), 22(7), pp. 563-586.
Diglel, A. & Yazdanifard, R. (2014). Green marketing and its Influence on Buying
Behavior and the Attitudes of Purchasers towards Eco-friendly products,
Global journal of Management and Business Research (online), 7(11), pp. 11-
18.
Du, Yi., Wang, Xiaoyan, Brombal, Daniele , Moriggi, Angela., Sharpley, Andrew &
Pang, Shujiang. (2018). Changes in Environmental Awareness and Its
Connection to Local Environmental Management in Water Conservation
Zones: The Case of Beijing, China. Sustainability, 2087 (10), 1-24,
doi:10.3390/su10062087
Kontic, I. (2010). Greening the marketing mix: A case study of the Rockwool Group
(online). BBA, Jönköping International Business School.
Kotler, P., & Keller, K.L. (2016). Marketing Management (15th ed.). London : Pearson
Education Limited
Kotler, P., & Armstrong, G. (2018). Principles Of Marketing (17 th ed). London:
Pearson Education Limited
Marcinkowski, T.J. (1998). An analysis of Correlates and Predictor of Responsible
Environmental Behavior. Diss. Abstr. Int. 1988, 1249, 3677-A.
Peter, J. P., & Olson, J. C. (2008). Consumer behavior and marketing strategy (8th
ed.). Singapore: McGraw-Hill.
Rahayu, L. M.P., Yusri A, & Mawardi, M., K. (2017). Pengaruh Green Marketing
Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Survei Pada Konsumen The
Body Shop di Indonesia dan di Malaysia), Jurnal Administrasi Bisnis, 43 (1)

53
Singh, S. (2012). Green Marketing: Challenges and Strategy in the changing scenario.
International Journal of Advanced Research in Management and Social
Sciences, 1(6), 164-172.
Sullivan, S., Erickson, D., & Young, R.K.D. (1997). Environmental Awareness,
Economic Orientation, and Farming Practices: A Comparison of Organic and
Conventional Farmers. Environ. Manag, 215, 747–748.
Stern, N.Z. & Ander, W.N. (2008). Greentailing and other revolutions in retail: hot
ideas that are grabbing customers’ attention and raising profits. New Jersey:
John Wiley & Sons.

54
Digital Marketing Strategi Terbaik UMKM
untuk Hadapi New Normal
Hilda_1a, Nur Afifah_2a,b,
aFakultas Teknik UNTAN _1,Jl. Prof. Dr. Hadari Nawawi_1
bFakultas Ekonomi dan Bisnis UNTAN _2, Jl. Prof. Dr. Hadari Nawawi _2

*Email : hilda.judiarto@ ee.untan.ac.id ,afifahnur_fe@yahoo.com

Abstrak

Pemanfaatan berbagai jejaring media sosial untuk pemasaran merupakan bagian dari
strategi pemasaran digital. Besarnya jumlah pengguna media sosial dan masih terus
meningkat, menjadikan mereka sebagai target pasar potensial yang layak diperebutkan.
Media sosial membantu menghubungkan diri mereka dengan situs jejaring sosial tempat
orang-orang sekarang dapat tinggal jauh namun tetap terhubung. Media sosial juga
membuat platform untuk memberikan komentar pada setiap acara yang perlu
dipublikasikan dan juga dapat digunakan sebagai teknik promosi .Studi literatur dan
studi penelitian pendahulu dijadikan sebagai dasar dalam penelitian ini.Aplikasi media
sosial saat ini telah menjadi alat yang paling efisien dan efektif untuk pengusaha kecil
karena efektivitas biaya dan hampir semua usaha kecil menggunakan media sosial untuk
mengiklankan dan memasarkan produk dan layanan mereka
Kata kunci: Pemasaran Digital ,Pemasaran Sosial Media , UMKM
PENDAHULUAN
Belum lama ini, pemerintah mulai mengajak masyarakat untuk hidup
berdampingan dengan virus. Ajakan ini disebut dengan new normal atau
kebiasaan baru. Tujuan dari diadakannya new normal ini tidak lain untuk
kembali menggerakan ekonomi masyarakat. Setiap pemilik usaha haruslah
mulai melakukan inovasi dan terobosan baru untuk menghadapi new normal ini.
Salah satunya yakni memanfaatkan teknologi dengan mulai meningkatkan
strategi Digital Marketing. Strategi ini membuat Anda bisa tetap melakukan
promosi produk atau jasa dengan lebih efisien meski tidak bertatap muka secara
langsung dengan konsumen.
Keberadaan internet saat ini memang mengalami pertumbuhan yang signifikan
diberbagai negara,termasuk Indonesia. Dibuktikan dari riset yang dilakukan
Hootsuite dan We Are Social (2019) menunjukan pengguna internet telah
mencapai 150 juta pengguna atau sekitar 56% dari total populasi masyarakat
Indonesia. Perlu diketahui kegiatan utama penggunainternet di Indonesia yaitu
menggunakan media sosial. Dimana pengguna internet di Indonesia dapat
menghabiskan waktu menggunakan internet selama rata-rata 8 jam 36 menit
per hari denganpenggunaan media sosial yang paling banyak digunakan( Digital
2019: Indonesia, 2019).
Covid-19 ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap segala aspek
kehidupan, dan segala bidang yang ada di suatu negara. Indonesia menjadi salah
satunya negara yang terdampak Covid-19.

55
Dampak yang sangat dirasakan oleh suatu negara yaitu dalam bidang ekonomi.
Terhambatnya kegiatan ekonomi yang kemudian mempengaruhi pendapatan
negara. Dampak Covid-19 selain mempengaruhi pendapatan bisnis besar juga
mempengaruhi usaha mikro yang banyak tersebar di Indonesia. Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Indonesia memberikan pengaruh yang
cukup besar, sehingga di masa pandemi ini banyak dampak negatif yang
dirasakan.
Pandemi ini menyebabkan turunnya kinerja dari sisi permintaan yaitu
konsumsi dan daya beli yang kemudian mengganggu proses produksi serta
perdagangan. Selain itu keadaan ini yang menimbulkan permasalahan baru
terhadap pemutusan hubungan kerja dan ancaman macetnya pembayaran
kredit. Pengurangan tenaga kerja yang signifikan ini memberikan banyak
pengangguran yang disebabkan pandemi ini.

Gambar 1. Kondisi UMKM


Sumber: economy okezone, tahun 2020
Deputi Gubernur BI, Doni P. Joewono mengatakan berdasarkan survei Bank
Indonesia terdapat sekitar 72,6% pelaku UMKM yang mengalami penurunan
kinerja seperti omzet yang menurun serta terhambatnya penyaluran modal.
"Meskipun demikian beberapa UMKM sudah mengambil langkah yakni
melakukan inovasi seperti penambahan saluran pemasaran termasuk lewat
digital," kata Doni saat webinar di Jakarta Kamis, (8/10/2020)
(https://economy.okezone.com/read/2020/10/08/455/2290335/omzet-72-6-
umkm-turun akibat-pandemi

KAJIAN LITERATUR
1. Pemasaran Digital
Semakin banyak perusahaan beralih menggunakan media sosial sebagai bagian
dari praktik pemasaran. Social media marketing adalah media untuk memantau
dan memfasilitasi konsumen untuk berinteraksi dan berpartisipasi melakukan
keterlibatan yang positif dengan perusahaan dan mereknya (Dave Chaffey,
2016). Social media marketing juga sebagai pemanfaatan situs media sosial

56
untuk melakukan kegiatan pemasaran secara umum yang dapat menampilkan
konten-konten menarik sehingga dapat menarik perhatian audiens dan memicu
mereka untuk menyebarkan konten-konten tersebut yang mana akan membantu
perusahaan dalam memperluas jangkauanya. Menurut (As'ad, 2014) terdapat
dimensi dari social media marketing, yaitu sebagai berikut:

a) Online Communities
Penggunaan media sosial untuk membangun hubungan komunitas.
b) Interaction
Terdapat interaksi dengan menambahkan atau mengundang orang lain
melalui media sosial dimana dapat menciptakankomunikasi satu
sama lain.
c) Sharing of Content
Media pertukaran informasi dan juga menerima konten menggunakan media
sosial.
d) Accesbility
Media sosial dapat diakses dengan mudah, biaya yang relatif lebih
terjangkau dan tidak memerlukan keterampilan untuk mengaksesnya.
e) Credibility
Perusahaan menyampaikan informasi yang jelas kepada konsumen sehingga
dapatmembangun hubungan emosional.

2.Pemasaran Media Sosial


Sementara media sosial adalah aplikasi grup berbasis internet yang dibangun di
atas ideologi dan berbasis teknologi Web 2.0 dan memungkinkan pembuatan
dan pertukaran konten yang dibuat pengguna (Kaplan et al., 2012). Banyak yang
berpendapat bahwa ada empat jenis media sosial yaitu weblog, jejaring sosial
blog mikro, situs berbagi foto, dan situs berbagi video (mis. Laksamana, 2018).
Lebih lanjut, tujuan pemasaran media sosial meliputi kesadaran merek, citra
merek, merangsang penjualan, meningkatkan lalu lintas platform, mengurangi
biaya pemasaran, dan platform forum interaksi di antara konsumen (mis.
Bianchi et al., 2016; Ashleyet al., 2015; Schultset al. ., 2013; Bernoffet al., 2008).
3. Media Sosial dan Bisnis Kecil
Hampir semua bisnis mempertimbangkan penggunaan media sosial untuk
memasarkan merek beberapa produk. Bisnis kecil menggunakan aplikasi media
sosial sebagai alat pemasaran untuk branding dan pemasaran produk mereka.
Berdasarkan survei ditemukan bahwa penerapan media sosial oleh dunia usaha
lebih condong ke arah branding,komunikasi kepada pelanggan dan membangun
hubungan pelanggan yang kuat.
Strategi bisnis kecil adalah mengadopsi micro blogging untuk terhubung
langsung dengan individu yang memiliki minat pada bisnis atau produk mereka.
Media sosial membantu pengusaha kecil untuk membangun komunitas kecil

57
mereka di atas media tersebut untuk kelancaran interaksi dengan pelanggan
mereka. Ada tren baru penggunaan facebook oleh pengguna usaha kecil karena
menghemat biaya dan waktu untuk mempromosikan produk mereka. Sebuah
studi menunjukkan bahwa dengan menggunakan media sosial, wirausahawan
dapat terhubung dengan pelanggan mereka lebih efektif daripada dengan
pemasaran tradisional.
Saat ini, bisnis kecil menggunakan berbagai aplikasi di media sosial untuk
meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka dan juga untuk publisitas. Karena,
sejumlah besar bisnis bidang yang sama bergabung dengan halaman mereka,
itulah sebabnya mereka memperoleh lebih banyak dan berbagi pengetahuan
satu sama lain yang menghasilkan perluasan bisnis mereka.
Pengusaha menggunakan media sosial sebagai alat pemasaran karena melalui
alat ini mereka dapat dengan cepat membangun jaringan pendukung yang
sangat penting untuk pertumbuhan bisnis. Karena para pendukung ini terus
menghadirkan pelanggan bagi para pengusaha bisnis kecil dengan merujuknya
kepada orang lain. Media sosial membantu menciptakan hubungan jangka
panjang antara bisnis dan pelanggan.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya studi literatur dan
studi penelitian pendahulu yg dijadikan sebagai dasar dalam penelitian ini
Dalampenelitian sebelumnya, disebutkan penggunaan telepon seluler
bermanfaat untuk pemasaran media sosial karena telepon seluler memiliki
kemampuan jaringan sosial, memungkinkan individu untuk langsung
menelusuri web dan mengakses situs jejaring sosial. (B.Arunkumar,2018)
Pemasaran digital adalah bentuk baru dalam berbisnis melalui media digital. Ini
ternyata menjadi bagian penting dari pendekatan banyak perusahaan. Saat ini
para pemilik usaha kecil memiliki cara yang sangat murah dan kompeten dengan
menggunakan pemasaran digital untuk memasarkan produk atau jasanya di
masyarakat (Sandeep Ponde, 2019)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Terdapat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan media sosial Pertama
penerapan teknologi media sosial yang begitu dinamis dan belum ada pedoman
yang jelas bagi pelaku usaha tentang bagaimana cara memanfaatkannya.
Sebagian besar bisnis menggunakan pendekatan eksperimental mereka sendiri
untuk mencapai hasil yang lebih baik dan hal ini membuat tugas menjadi lebih
menantang. Kedua, menerapkan Media Sosial adalah tugas menetapkan tujuan
yang jelas dan sejumlah besar bisnis bergabung dengan media sosial setiap
tahun tetapi mereka yang mempertahankan kehadiran online mereka secara
efektif relatif rendah, hal ini karena banyak dari bisnis tersebut meluncurkan

58
kampanye media sosial tanpa kejelasan. tujuan strategis. Mungkin setiap bisnis
ingin bereksperimen dengan teknologi karena mereka tertarik dengan biaya
masuk yang rendah dan dapat bereksperimen apakah bisnis mereka dapat
memperoleh keuntungan dari pemasaran media sosial atau tidak. Untuk
mengatasi masalah tersebut pengusaha harus menetapkan tujuan dalam proses
pemasaran media sosial. Untuk mengukur efektivitas pemasaran media sosial,
tujuan spesifik harus ditetapkan. Setiap kampanye pemasaran tanpa tujuan
tidak dapat diukur dan dievaluasi dan kecuali kami dapat mengukur kinerja, hal
itu dapat dianggap sebagai pemborosan upaya.
Pemasaran digital meliputi Ponsel -SMS dan MMS, pemasaran media sosial, iklan
tampilan, pemasaran mesin pencari, dan banyak bentuk media digital
lainnya.Berikut berbagai strategi penggunaan proses pemasaran media sosial
oleh para pengusaha kecil
Rencana pemasaran digital adalah dokumen taktis yang mengambil situasi saat
ini dari organisasi tertentu untuk menetapkan beberapa tujuan jangka
menengah dan untuk menentukan strategi dan sarana untuk mencapainya.
Dokumen ini mencakup tanggung jawab, kerangka waktu dan alat kontrol untuk
pemantauan.
Tujuan dari rencana pemasaran digital termasuk mendiskusikan organisasi dan
lingkungannya
Langkah-langkah dalam rencana pemasaran digital adalah sebagai berikut -
1. Analisis Situasi
2. Definisi Tujuan
3. Strategi
4. Tindakan & Kontrol

Gambar 2. Overview Penggunaan Internetdi Indonesia


Sumber: dikelola oleh Hootsuite, tahun2020

59
Gambar 3. Perilaku Penggunaan Internet
Sumber: dikelola oleh Hootsuite, tahun2020
Hampir 80 persen penggunaan internet di ponsel digunakan untuk sosial media,
ini memberikan gambaran besarnya pangsa pasar pemasaran digital di
indonesia.
Saat ini pemasaran digital bergantung pada jenis komunikasi audiens. Ini
berkisar pada pengelolaan dan pemanfaatan berbagai jenis saluran pemasaran
digital - berikut adalah layanan pemasaran digital
Pemasaran Mesin Pencari & PPC
Search Engine Marketing (SEM) adalah salah satu jenis layanan pemasaran
digital paling dasar yang membantu bisnis meningkatkan pasar online melalui
Iklan di mesin pencari seperti Google, Bing, atau Yahoo.
Bayar Per Klik (PPC)
Pemasaran bayar per klik adalah metode menggunakan iklan mesin telusur
untuk menghasilkan klik ke situs web Anda daripada "mempelajari" klik
tersebut secara organik. Bayar per klik bagus untuk pencari dan pengiklan. Ini
adalah cara terbaik untuk iklan perusahaan karena menghasilkan biaya rendah
dan keterlibatan yang lebih besar dengan produk dan layanan.
Pengoptimalan Mesin Telusur (SEO)
Pengoptimalan mesin telusur (SEO) adalah metode yang memengaruhi
visibilitas situs web atau laman web di hasil penelusuran ― wajar atau tidak
berbayar (―organik) mesin telusur. Secara umum, semakin awal (atau peringkat
yang lebih tinggi pada halaman hasil pencarian), dan semakin sering sebuah
situsweb muncul dalam daftar hasil pencarian, semakin banyak pengunjung
yang akan diterima dari pengguna mesin pencari.
Pemasaran Media Sosial (SMM)
Pemasaran Media Sosial adalah jenis Pemasaran Digital terbaru dan paling
dikagumi yang membantu pemasar mendorong citra merek mereka dengan cara
yang paling kuat dan trendi. SMM saat ini disukai oleh bisnis yang berbeda untuk
mengoptimalkan citra merek, bisnis, produk, atau individu. Facebook, Google+,
Twitter, Instagram, YouTube, LinkedIn, Snapchat Pinterest, dll. Adalah jejaring
Sosial paling terkenal.

60
Gambar 4. Jenis- Jenis Sosial Media
Sumber: dikelola oleh atmago, tahun 2019

Gambar 5. Platform Sosial Media yang Paling Aktif di Indonesia tahun


2020
Sumber: dikelola oleh Hootsuite, tahun2020

Gambar 6. Dominasi Ranking Pengguna Sosial Media di Dunia


Sumber: dikelola oleh Statista, tahun2019

Tingginya populasi Indonesia juga diikuti dengan pesatnya pertumbuhan


pengguna internet. Hal ini juga mendorong tingginya pengguna media sosial
seperti Instagram dan Facebook. Dikutip dari Katadata, jumlah pengguna aktif
media sosial di Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 20 persen di tahun
2020 yakni mencapai 175, 4 juta pengguna. Dimana jumlah ini membawa
Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna Facebook terbanyak di
dunia mengalahkan Meksiko, Filipina, Vietnam, dan Thailand.

61
Menurut Gambar 5 ada 4 jenis sosial media yang mendominasi di Indonesia
yaitu Youtube, What's Up , Facebook dan Instagram.
Berdasarkan penelitian(Budi Susilo, 2018)
media sosial Facebook lebih banyak digunakan di Pontianak yaitu 45%,
sedangkan pengguna Instagram memiliki persentase sebesar 39%, sementara
sisanya (16%) menggunakan atau memiliki kedua akun (Facebook dan
Instagram) aktif. Hasil ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan oleh APJII
bahwa pengguna Facebook di Indonesia memiliki jumlah lebih besar (54%)
dibandingkan Instagram (15%). Dan 51,1% dari pengguna Facebook adalah
pemakai pada segmen demografi semua gender dengan tingkat umur dewasa
yang berpendidikan tinggi serta sudah berkeluarga.

Gambar 7 . Tampilan Fitur Facebook Market


Sumber: Akun Facebook Hilda Anwar, 2020

SIMPULAN
Aplikasi media sosial di dunia saat ini menjadi alat yang paling efisien dan efektif
bagi pengusaha bisnis kecil. Menciptakan kehadiran media sosial dasar
membuat bisnis Anda mudah menjangkau target pelanggan dan dengan
menggunakan pendekatan yang tepat, media sosial membantu membangun
hubungan jangka panjang dengan bisnis dan pelanggan. Aplikasi media sosial
berdampak positif bagi pengusaha kecil dan pengusaha sangat termotivasi untuk
menggunakan platform ini karena membutuhkan anggaran minimum atau
bahkan gratis di sebagian besar situs media sosial untuk mengiklankan produk
mereka dan media sosial menciptakan interaksi di mana pelanggan juga dapat
berpartisipasi dan bersosialisasi. media memberikan peluang penanganan
umpan balik secara real time. Ada berbagai macam strategi untuk menjadikan
media sosial sebagai alat pemasaran yang efektif. Anda harus memasukkan situs

62
Anda ke dalam direktori bisnis lokal. Dengan memberikan penawaran dan
kupon kepada komunitas sosial Anda, Anda dapat memberi penghargaan dan
mengingatkan mereka. Memanfaatkan strategi ini dapat membantu Anda
membangun komunitas Anda, membuat pemasaran Anda lebih efektif.
Melihat perkembangan penggunaan sosial media di Pontianak, maka Facebook
dan kelengkapan fiturnya yaitu market place dapat digunakan berbagai UMKM
untuk mempromosikan produknya, baik untuk promosi lokal dalam daerah
maupun untuk cakupan nasional. Selain itu Facebook dapat digunakan untuk
pemasaran semua jenis barang yang diperdagangkan.

REFERENSI

Afrina Yasmin, Sadia Tasneem, Kaniz Fatema, Effectiveness of Digital Marketing


in the Challenging Age: AnEmpirical Study, Volume 1, Issue 5, April
2015, Pages 69-80.
Ashleyet al., 2015, Creative Strategies in Social Media Marketing: An Exploratory
Studi of Branded Social Content and Consumer Engagement,
onlinelibrary.wiley.com/doi/ epdf/10.1002/mar.20761
As’ad H. Abu Rumman dan Anas Y. Alhadid, 2014, “The Impact of Social
MediaMarketing on Brand Equity: An Empirical Study on Mobile Service
Provider in Jordan” Science Private University, Amman, Jordan. Rev.
Integr. Bus.Econ. Res Vol 3.
Atif Hassan, Erum Fatima and Rizwana Bashi, International Journal of
Management Sciences and Business Research Volume 2, Issue 1- ISSN
(2226-8235
Bernoffet al., 2008, Social Computing Theory and Practice: Interdisciplinary
Approache. Information Science Reference
Hershey, New York
Budi Susilo, 2018, Pemasaran Digital: Segmentasi Demografi Pengguna Media
Sosial Di Kota Pontianak, Jurnal Eksplora Informatika, Volume 8, Issue 1
, pp 69-79
B.Arunkumar, 2018, Marketing and Social Media,Shanlax ,International Journal
ofManagement, vol. 6,pp. 159–163
Dave Chaffey , 2016 Digital Marketing (6th Edition) 6th Edition, Strategy,
Implementation and Practice
Evan D, Bratton S (2008) Social Media Marketing anHour a Day: Wiley
publishing.
Kaplan , 2012,, If you love something, let it go mobile:Mobile marketing and
mobile social media 4 x 4 , Bussines Horizon, 55 , 129 - 139
Matheena, M., and K. Rasith Riswan. 2018,
“Social Media as Tool of Marketing.” Shanlax International Journals of
Management, vol. 6, no. S1, 2018, pp. 87–92
Nagraj Halliyavar, 2017, Social Media as A Global Platform for Business and
Branding: Trends, Opportunities and Challenges, International Journal

63
of Trend in Scientific Research and Development (IJTSRD), Volume - 1 |
Issue – 5
Ramandeep Kaur, 2019,Social Media Marketing and Small Business,
International Journal of Trend in Scientific Research and Development
(IJTSRD) Volume: 3 | Issue: 2
Sandeep Ponde, 2019, Digital Marketing: Concepts & Aspects. International
Journal of Advanced Research, 7(2), 260-266
Shamsudeen Ibrahim, 2018, S. A. &., and P. Ganeshbabu. “A Study on Impact of
Social Media Marketing Trends on Digital Marketing.” Shanlax
International Journal of Management, vol. 6,pp. 120–125
https://hbr.org/product/marketing meets-web-2-0-social-media-and creative-
consumers-implica-tions-forinternational-marketing-strategy/BH477-
PDF-ENG
https://economy.okezone.com/read/2020/10/08/455/2290335/omzet-72-6
umkm-turun akibat-pandemi
https://katadata.co.id/digital
https://datareportal.com/digital-in-indonesia

64
PEMANFAATAN STRATEGI E-MARKETING PADA
KEBERLANGSUNGAN UMKM DI KOTA PONTIANAK DI TENGAH
DAMPAK COVID-19
Juniwati_1a, Nur Afifah_2a Sari_3a
Universitas Tanjungpura, Jln. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak
Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124
juniwatifeb@gmail.com, afifahnur_fe@yahoo.com, sarilim.st@gmail.com

Abstrak

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak negatif pada berbagai sektor, khusus sektor
yang paling terdampak adalah sektor perekonomian dimana keberadaan UMKM yang
peranannya memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap laju perekonomian tidak
lepas terdampak dari wabah Covid-19. Dalam penelitian ini, penulis ingin melihat sejauh
mana pemanfaatan E-Marketing sebagai strategi pemasaran untuk mempertahankan
keberlangsungan UMKM di Kota Pontianak ditengah dampak pandemi Covid-19. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini
membuktikan bahwa penerapan e-marketing oleh para pengusaha UMKM di Kota Pontianak
sudah sesuai dengan prosedur. Meskipun, Covid-19 memberikan dampak negatif pada
berbagai sektor, namun dengan penerapan e-marketing, hal ini memberikan dampak positif
bagi ketahanan ekonomi UMKM di Kota Pontianak, sebab UMKM masih tetap dapat
melakukan proses produksi dan distribusi barang kepada konsumen, namun tetap mematuhi
aturan Social Distancing dimana penggunaan e-marketing melalui marketplace dianggap
perlu untuk diterapkan apalagi di tengah Pandemi Covid-19 sehingga kegiatan usaha tetap
berjalan dan menghasilkan nilai ekonomi.
Kata Kunci: E-Marketing, UMKM, Covid-19

PENDAHULUAN
Diumumkan oleh Badan Kesehatan Dunia wabah Covid-19 kini menjadi pandemi
global, dengan penyebaran yang begitu cepat, hal ini menjadikan Covid-19 sebagai
topik utama di berbagai negara tak terkecuali di Indonesia, banyak masyarakat di
berbagai provinsi dan kota di Indonesia yang positif terjangkit Covid-19, terhitung
pada tanggal 24 Maret 2020 korban yang meninggal akibat Covid-19 sudah
mencapai 55 orang dengan jumlah 30 orang yang sembuh (CNN Indonesia, 2020).
Meskipun angka kesembuhan Covid meningkat, hal ini menimbulkan ketidakpastian
kapan Covid-19 segera berakhir dan berdampak pada Covid-19 yang meningkat. Hal
ini menyebabkan laju perekonomian Indonesia menurun. Diprediksi oleh Moody’s
investor Service (2020) akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada
angka 4,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai ini jauh di bawah
pertumbuhan ekonomi tahun 2019 yang berada di angka 5,02%. Dan perlambatan
ini diprediksi akan berlanjut sampai tahun 2021 meskipun disertai dengan sedikit
penguatan sebesar 4,9%. Berbagai sektor ekonomi tentunya terdampak dengan
adanya krisis ini, salah satunya keberadaan UMKM. Berdasarkan Data Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Indonesia (2017), UMKM adalah
penyumbang terbesar PDB dan menjadi andalan dalam penyerapan pengangguran,
substitusi produksi barang konsumsi atau setengah jadi. Sejak tahun 2018, jumlah
unit usaha UMKM 99,9% dari total unit usaha atau 62,9 juta unit. Sementara UMKM
menyerap 97% dari total penyerapan tenaga kerja, 89% di antaranya ada pada
sektor mikro, dan dapat menyumbang 60% terhadap produk domestik bruto.
Gambar 1

65
Kondisi Usaha Mikro, Kecil dan menengah di Indonesia 2018

Sumber: Kementerian Korperasi dan Usaha Kecil dan Menegah, 2018


Menurut Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo, 2020) sejak
mewabahnya Covid-19, diperkirakan bahwa omset UMKM di sektor non kuliner
mengalami penurunan sebesar 30%-35%. Penyebabnya adalah penjual yang hanya
mengandalkan penjualan langsung antara penjual dan pembeli secara fisik. Dengan
adanya himbauan dari pemerintah yang dicanangkan pada tanggal 15 Maret 2020
untuk melakukan social distancing, hal ini memberikan dampak serius terhadap
penyerapan produk UMKM. Salah satunya adalah berubahnya perilaku pelaku bisnis
atau pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Adapun upaya yang bisa dilakukan
pemerintah adalah menggerakkan UMKM untuk menjalankan usahanya melalui
sistem online (e-marketing) dimana hal ini tidak akan melanggar aturan pemerintah
terkait aturan social distancing. Melalui peranan teknologi, kegiatan usaha dan
pendistribusian barang masih bisa dilakukan. Maka dari itu, pelaku usaha harus
melek teknologi dimana hal ini juga nantinya akan berlaku pasca Covid-19 yang
mengharuskan pelaku UMKM untuk beradaptasi dengan norma baru yang yang
harus diikuti oleh masyarakat terutama pelaku bisnis di sektor UMKM. Selain itu,
dengan menerapkan strategi e-marketing ini akan meningkatkan market size pada
segmentasi yang sudah ada. Jadi dapat dikatakan bahwa e-marketing merupakan
proses pemasaran secara online melalui teknologi elektronik baik memasarkan
maupun sebagai bentuk promosikan produk dan jasa yang menjangkau pasar yang
lebih luas lagi serta membangun hubungan dengan pelanggan yang lebih dekat
sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen.

GAP ANALYSIS
Gambar 2
Platform Media Sosial yang paling sering digunakan di Indonesia

66
Sumber: We Are Social
Sri Widowati, Country Head Facebook Indonesia (Kompas, 2019) mengungkapkan
bahwa masyarakat Indonesia membuka halaman Facebook mereka rata-rata adalah
80 kali sehari. Sedangkan data juga mengungkapkan sebanyak 45% pengguna
internet adalah masyarakat Indonesia yang lebih suka berbelanja secara online.
Dimasa yang akan datang, diprediksi bahwa persentase pengguna internet ini akan
bertambah secara signifikan. Dengan demikian, hal ini menggambarkan bahwa
masyarakat Indonesia memiliki perilaku konsumsi yang semakin mengarah kepada
gaya hidup digital yang mana semua aktivitas hingga berbelanja dilakukan secara
digital. Sayangnya, peluang ini tidak dimanfaatkan semua pelaku usaha untuk
memiliki perspektif usaha dengan digital marketing. Meskipun banyak pelaku usaha
kini mulai menggunakan digital dan media sosial sebagai media untuk memasarkan
produknya, namun jumlahnya masih sangat terbatas. Jika dibandingkan dengan
pertumbuhan jumlah internet mengalami kenaikan yang sangat drastis,
pemanfaatan pemasaran dengan media digital (digital marketing) masih dirasakan
belum maksimal.

KAJIAN LITERATUR
a. E-Marketing
Pemasaran melalui e-marketing merupakan ujung tombak dari suatu
usaha, dengan menerapkan strategi pemasaran dengan baik maka suatu
usaha akan mencapai kesuksesan. Agar pada saat produk diluncurkan, saat
pertumbuhan, saat banyak pesaing, saat pengembangan produk baru,
bahkan saat usaha mengalami kemunduran dapat dikelola dengan baik maka
sangat diperlukan pemasaran dengan effort yang tiada henti
 Pemasaran merupakan tahapan proses sosial dan manajerial yang mengajak
individu dan kelompok

Mcleod & Schell (2001) mengungkapkan bahwa pemasaran adalah kegiatan yang
dilakukan seseorang dan organisasi dalam rangka untuk menjalin hubungan
pertukaran untuk memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan,
pendistribusian, promosi dan penentuan harga, jasa dan gagasan. Menurut Strauss
dan Frost, e-marketing adalah penggunaan teknologi informasi dalam suatu proses
untuk membuat, berkomunikasi, dan memberikan nilai (value) kepada pelanggan. e-
marketing sangatlah berpengaruh pada pemasaran secara tradisional dalam dua
cara. Pertama, e-marketing dapat menggantikan fungsi dalam pemasaran
konvensional yaitu menghemat waktu atau efisiensi waktu. Kedua, banyak strategi

67
pemasaran yang dapat dirubah teknologi dari e-marketing. Hasil perubahan dalam
model bisnis baru akan memberikan penambahan nilai (value) pelanggan dan dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan. Menurut Kotler dan Amstrong (2009) e-
marketing adalah usaha-usaha perusahaan berupa penyediaan informasi,
mempromosikan, dan memasarkan produk dan jasanya lewat internet

Menurut Reedy et al (2000) electronic marketing merupakan seluruh dari aktivitas


secara online atau yang berbasis elektronik yang difasilitasi oleh proses manufaktur
barang dan jasa oleh produsen dengan tujuan memuaskan pelanggan. Dengan
memanfaatkan electronic marketing, koordinasi penelitian pangsa pasar,
pengembangan produk, strategi dan taktik untuk menarik pelanggan, penyediaan
distribusi online, pertahanan catatan pelanggan, kepuasan pelanggan, dan
pengumpulan umpan balik pelanggan dapat diaplikasikan dengan baik. Dengan
demikian E-marketing dapat memajukan program pemasaran yang mendukung
tujuan-tujuan perusahaan. Menurut Strauss & Frost (2009), tujuh tahap dalam
perancangan e-marketing adalah Situation Analysis, E-Marketing Strategic Planning,
Objectives, Melalui penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai
Strategy (Strategi E-Marketing), Implementation Plan, Budget, Evaluation Plan
merupakan bagian dari e-marketing.

68
Tabel 1
Tahapan Pelaksanaan E-Marketing
No. Tahapan E- Konsep
Marketing
1. Situation Strength, Opportunities, Weakness and Threats
Analysis
2. E- Market Opportunity Analysis
Marketing
Strategic
Planning
3. Objectives Tugas, Kuantitas, dan Time Frame
4. E- Relationship Management (Product, Price, Place, dan
Marketing Promotion)
Strategy
5. Plan Pada tahap ini, strategi yang efektif dan kreatif
Implemena yaitu bauran pemasaran 4P digunakan untuk
ti-on mencapai tujuan. Perusahaan juga memastikan
segala hal terlaksana dengan baik, dimana tempat
pelaksanaan (staf, struktur departemen, penyedia
layanan aplikasi, dan lain-lain di luar perusahaan)
diperiksa. internet telah mengubah tempat
pertukaran dari marketplace seperti internet
marketing. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
internet marketing mampu mencapai objektivitas
atau tujuan perusahaan.
6. Budget Untuk melihat cara teknologi menampilkan
informasi dari setiap klik, internet merupakan
salah satu tools yang dapat digunakan. Tujuannya
untuk mendapatkan informasi berupa anggaran
yang dapat di pertanggungjawabk-an. Oleh karena
itu, perlu dibuat perkiraan perhitungan pendapatan
(revenue forecast), intagible benefits (manfaat tidak
berwujud), cost savings (penghematan biaya), dan
e-marketing cost (biaya e-marketing)
7. Evaluation Keberhasilan perencanaan marketing bergantung
Plan pada evaluasi yang dilakukan terus-menerus. Jenis
evaluasi ini tergantung pada tujuan rencana. Untuk
menentukan hasil pemasarannya, balanced
scorecard dapat digunakan untuk mengukur
kesuksesan program.

Untuk melakukan pemasaran online, hp android dan perangkat internet


diperlukan oleh pelaku bisnis. Sedangkan kunci untuk menjalankan bisnis
adalah sering-sering memasarkan produknya melalui media sosial yang
terhubung dengan internet. Untuk menjalankan UMKM, pelaku bisnis tidak
memerlukan modal yang besar, dengan bekerja sama dengan orang yang sudah

69
sukses menjalankan usaha sudah cukup bisa dilakukan. E-marketing berkaitan
dengan pemasaran yang sesuai dengan pasar elektronik yang memungkinkan
untuk dijalin dengan pelanggan secara online.

b. Penggunaan E-Marketing Peran marketing pada era digital memungkinkan


perusahaan dan setiap individu di dalam perusahaan untuk melakukan
networking dengan perusahaan dan individu lain di seluruh dunia. Dalam
penggunaannya, e-marketing bisa menjadi dua bagian, diantaranya:
 Sumber Penghasilan
Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat di
era digital yang ditunjukkan dari mereka yang memiliki dan
menggunakan smartphone. Maka dari itu, menjalankan internet
marketing digunakan sebagai sumber penghasilan.
 Digunakan sebagai Media Promosi
Di era digitalisasi ini persaingan dagang sudah semakin ketat sehingga
sekarang ini pelaku bisnis tidak hanya bisa melakukan promosi secara
offline akan tetapi bisa dilakukan secara online. Promosi online
merupakan salah satu bentuk dari internet marketing, karena dengan
penggunaan internet merupakan salah satu media yang efektif untuk
membangun brand dan membuat bisnis kita dikenal banyak orang

 Keberlangsungan Usaha
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata langsung merupakan kata
kerja yang dapat di definisikan sebagai berlanjut (hingga beberapa
lamanya, hingga jauh, dan sebagainya). Sementara itu, Kelangsungan
berasal dari kata benda yang memiliki arti berlangsungnya suatu
kejadian, kelanjutan, ketahanan, keterusterangan, dan keterbukaan yang
berlangsung
Usaha adalah kegiatan untuk mencapai tujuan dengan mengerahkan
tenaga, pikiran atau badan. Adapun usaha di dalam bisnis didefinisikan
sebagai suatu kegiatan di bidang perdagangan yang dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan. Keberlangsungan usaha berkaitan bagaimana
seorang wirausaha mengembangkan usahanya dan meningkatkan
jumlah produk yang didistribusikan ke pasar, sehingga diperlukan
adanya pergantian, penambahan sumber daya yang dimiliki dan faktor
lainnya yang berperan untuk melakukan pembenahan dalam
pengelolaan perusahaan.

KERANGKA BERPIKIR

Kerangka berpikir adalah rute yang menjadi acuan dalam penelitian yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi kerangka
penelitian adalah sebagai berikut:

70
Disini, makna pada realitas yang dikonstruksi dalam kerangka berpikir
tersebut akan diungkapkan penulis. Pada penelitian ini, penulis bertemu langsung
dengan UMKM yang menerapkan e-marketing atau pemasaran online di Kota
Pontianak.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif.
Fungsi dari metode kualitatif ini adalah menafsirkan makna suatu peristiwa yang
dihasilkan interaksi tingkah laku manusia berdasarkan pengalaman partisipan di
dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri dan untuk memahami
objek yang diteliti secara mendalam. Sementara, pendekatan dalam penelitian ini
menggunakan fenomenologi yang bertujuan untuk memahami dan memunculkan
kesadaran terhadap sesuatu yang terjadi dalam manusia
Pada penelitian ini, penulis bertemu dengan para pengusaha UMKM di Kota
Pontianak. Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengungkap bagaimana
pemanfaatan e-marketing di tengah Pandemi Covid 19 sebagai pertahanan ekonomi
UMKM, dan apakah strategi e- marketing memberikan dampak
keberlangsungan pertahanan ekonomi UMKM, serta apakah penggunaan e-
marketing sebagai strategi pemasaran penting mempertahankan usaha di tengah
Pandemi Covid 19.

HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Pemanfaatan Strategi E-Marketing pada keberlangsungan UMKM
ditengah dampak Pandemi Covid-19 di Kota Pontianak
 Implementasi E-Marketing pada keberlangsungan UMKM dalam
menghadapi Pandemi Covid-19 di Kota Pontianak.

Implementasi memiliki arti menerapkan, implementasi berkaitan


dengan bagaimana perusahaan mengaplikasikan prosedur sesuai
dengan ketentuan. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan,
berikut ini yang telah dilakukan oleh pelaku UMKM di Kota Pontianak
diantaranya:

o Mendaftarkan Akun Bisnis

71
Perkembangan bisnis online yang sangat pesat tidak lepas dari adanya
e-commerce. Dengan adanya e-commerce potensi sektor ekonomi lebih
bisa maksimal dalam perdagangan digital. Pada era internet yang
hampir semua aktivitas dan sektor usaha memanfaatkan internet,
pelaku bisnis dituntut agar lebih kreatif dalam mengembangkan ide-ide
dalam memanfaatkan perdagangan elektronik. Dengan seiringnya
waktu, ide-ide untuk memaksimalkan manfaat layanan internet akan
terus berkembang, termasuk dalam perdagangan elektronik dan
komunitas virtual
o Memposting Produk dan memberikan Informasi mengenai bisnis
yang telah didaftarkan

Konsumen harus dibuat mengerti dengan produk dimana produk yang


diposting melalui media sosial harus dapat dimengerti sehingga
konsumen dapat mengetahui jenis dan fungsi produk dengan tepat.
“Saya akan senantiasa menjelaskan setiap produk yang dijual pada
akun bisnis di marketplace saya bahwa antara produk satu dengan
yang lainnya itu berbeda-beda serta pelanggan pun bisa membuat
atau memesan produk sesuai dengan keinginan sendiri (custom), jadi
produk yang dibuat secara khusus (custom) akan memiliki ciri khas
sendiri dibandingkan dengan produk lainnya, tentunya ini hanya akan
terjadi apabila pelanggan menghubungi nomor telepon yang
tercantum pada marketplace atau toko online”.

o Berinteraksi dengan Konsumen

Ada strategi komunikasi kepada konsumen untuk mencapai


keberhasilan kegiatan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang baik
tentunya akan menghasilkan efek yang positif terhadap konsumen, hal
yang sebaliknya akan terjadi jika komunikasi tidak berjalan tidak baik
maka akan menimbulkan efek negatif bagi pelaku bisnis. Hal ini dapat
dibuktikan dengan wawancara terhadap salah satu informan yang
merupakan pelaku bisnis UMKM:

“Pada awalnya saya mendaftarkan bisnis saya ke marketplace agar


bisnis saya yang terdaftar bisa menjalankan pemasaran online dan
berinteraksi dengan konsumen dengan baik”

“…Jadi apabila ada calon pelanggan yang menghubungi nomor pada


aplikasi marketplace yang telah saya daftarkan, maka saya akan
menjelaskan bahwa keunikan dari setiap produk yang saya jual.

Oleh karena itu, dapat kami simpulkan bahwa interaksi jual beli
antara pelaku bisnis dan konsumen dapat terjalin apabila konsumen
menghubungi nomor telepon yang dicantumkan pada marketplace
untuk melakukan transaksi jual beli atau hanya ingin sekedar
mengetahui produk, baik itu kelebihan dan spesifikasi yang dimiliki
produk tersebut

72
b. Pemanfaatan E-Marketing pada keberlangsungan UMKM di tengah
dampak Pandemi Covid-19 di Kota Pontianak.
 Pertahanan Ekonomi UMKM di Tengah Pandemi Covid-19 di
Kota Pontianak

o Memudahkan konsumen dalam menemukan sebuah produk


yang di inginkan.
Menurut Ustadianto, dengan pertumbuhan era internet yang
semakin pesat baik dari jumlah pemakai, komputer, maupun
jaringan yang tersambung, keberadaan internet yang direspon baik,
kedahsyatan internet menjadi boomerang bagi pelaku bisnis. Pelaku
bisnis akan kalah bersaing dengan kompetitornya apabila masih
menggunakan cara yang tradisional. Dan sudah semestinya para
pelaku usaha dapat melakukan pemasaran dengan memanfaatkan
internet sebagai salah satu jurus andalan dalam berbisnis.

”…Adanya e-marketing sangatlah penting, karena menggunakan e-


marketing, kami mendapatkan keuntungan, dimana konsumen
dengan mudah menemukan barang yang dibutuhkan tanpa harus
keluar rumah dan berinteraksi langsung dengan lainnya di tengah
pandemi Covid-19 ini”.35

”…di tengah wabah Covid-19 ini, bisnis saya mengalami penurunan


omzet. Namun dengan adanya e-marketing ini setidaknya usaha
saya masih dapat berjalan dan bertahan”.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya internet dan
marketplace yang diterapkan setiap usaha, hal tersebut akan memudahkan
konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa harus keluar
rumah dan akhirnya terpapar oleh Covid-19. Selain itu, dengan menjalankan
bisnis yang menerapkan e-marketing yang mana pemasaran tersebut hanya
dijadikan sebagai waktu luang, namun sekarang e-marketing mampu menjadi
pertahanan usaha di tengah wabah Covid-19

o Dampak E-Marketing melalui Marketplace di tengah Pandemi Covid-19 di


Kota Pontianak
Adanya e-marketing membuat permintaan produksi yang tetap berjalan.
Untuk tetap dapat menjalankan usaha di tengah Pandemi Covid-19 tentunya
tidak bisa terlepas dari upaya marketing. Seperti yang dilakukan oleh
pengusaha UMKM di Kota Pontianak menggunakan bisnis e marketing via
marketplace.

”Dampak sangatlah luar biasa ditengah mewabahnya Covid-19 tidak hanya


dirasakan oleh perusahaan besar, kami selaku pengusaha UMKM. Selaku
pelaku bisnis UMKM, kami mencari strategi yang tetap bagaimana agar
usaha kami tetap berjalan demi mempertahankan perekonomian warga
sekitar yang bekerja kepada kami dengan memanfaatkan e-marketing
melalui aplikasi marketplace”.

73
Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan di tengah pandemi
Covid-19, UMKM benar-benar memanfaatkan e-marketing dengan baik.
Pada era evolusi industri 4.0, kemajuan teknologi memiliki peranan yang
sangat penting bagi industri Akan tetapi para pelaku UMKM pada revolusi
internship di Kota Pontianak harus melek teknologi. Hal ini perlu dilakukan
karena pasca pandemi Covid-19 akan adanya norma baru dalam kegiatan
bisnisnya terkait penggunaan teknologi yang lebih ditingkatkan. Oleh
karena itu, informan harus memiliki keinginan kuat untuk belajar karena
hal tersebut merupakan bentuk dari revolusi internship, sehingga
dengan memanfaatkan peluang seiring dengan perkembangan teknologi
dan revolusi industri diharapkan pelaku usaha mampu memanfaatkan
peluang yang sekaligus berperan dalam memperbaiki tingkat perekonomian
suatu negara di tengah pandemi Covid-19 yang sedang dihadapi dunia dan
khususnya Indonesia.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan dari hasil wawancara dengan
informan berkaitan dengan urgensi e-marketing pada keberlangsungan UMKM di
Kota Pontianak dampak dari Pandemi Covid-19, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a. Implementasi e-marketing yang dilakukan oleh para pengusaha UMKM
melalui marketplace telah sudah sesuai prosedur. Dimulai dari
mendaftarkan bisnis, memposting produk, menambahkan informasi-
informasi penting, dan berinteraksi dengan konsumen.
b. Di tengah mewabahnya Covid-19, penelitian ini berhasil membuktikan
bahwa penerapan e-marketing memberikan dampak positif pada ketahanan
ekonomi UMKM di Kota Pontianak dengan tetap melakukan proses produksi
dan tetap melakukan distribusi barang hingga sampai konsumen dan tetap
melakukan social distancing, maka pemanfaatan e-marketing menjadikan
pengusaha UMKM lebih mudah dalam menjalankan bisnisnya.
c. Penggunaan e-marketing melalui marketplace dianggap perlu untuk
diterapkan apalagi di tengah Pandemi Covid-19 yang memberi dampak
lemahnya perekonomian di seluruh sektor dan khususnya sektor industri,
hal tersebut bisa menjamin keberlangsungan usaha UMKM dikarenakan
sesuai dengan konsep revolusi industri 4.0.
d. Revolusi internship juga harus diterapkan dimana pelaku UMKM di Kota
Pontianak yang diharuskan melek terhadap teknologi bahwa pasca pandemi
Covid-19 akan adanya norma baru dalam kegiatan bisnisnya terkait
penggunaan teknologi yang lebih ditingkatkan lagi.

REFERENSI

Ariani, Silvia Ratna & Riyeke Ustadiyanto. (2007). “Strategi Serangan Internet
Marketing”, Yogyakarta, CV. ANDI OFFSET.

Ariani, Silvia Ratna, & Riyeke Ustadiyanto, (2017). “Strategi Serangan Internet
Marketing”, Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

74
Azza, Emar Retriyani. (2014). Mahasiswa Preneur: Tiga Trik Sukses Menjadi Kaya,
Kreatif, Mandiri, dan Sukses Sejak Mahasiswa, Yogyakarta: Araska

Chaffey, Dave., Mayer, Richard., Johnston, Kevin., Ellis, Chadwick Fiona. (2000):
Internet Marketing, London, Prentice Hall.

Helianthusonfri, Jefferly. (2015) “Blog gratis dan Praktis Omzet Fantastis”, Jakarta,
PT. Elek Media Komputindo

Holloway, Immy, & Christine Daymon (2002). “Qualitative Research Methods in


Public Relations and Marketing Communications”, New York: Routledge, 2002.

Kemp, S. Retrieved February , 2017, from http://wearesocial.com/:


http://wearesocial.com/blog/2017/02/ digital-southeast-asia-2017

Kotler, P. and Keller, K. (2009). Marketing management.13th ed. Upper Saddle River

Maulana, Y. (2020). http://swa.co.id/swa/csr-corner/. Retrieved 2 17,


2017,from http://swa.co.id/: http://swa.co.id/swa/csr- corner/yuswohady-
ukm-harus- manfaatkan-perkembangan-digital

McLeod, Raymond & George Schell, (2001), Management Information Systems, 8th
Edition, Prentice-Hall, New Jersey.

Moody’s Prediksi Ekonomi Indonesia Melambat di 4,8% Akibat Corona”, 9


Maret 2020, https://tirto. id/moodys- prediksi-ekonomi-indonesia-melambat-
di-48-akibat-corona-eDPW, diakses 26 November 2020.

Musrofi, Muhammad. (2008), Membuat Rencana Bisnis, Yogyakarta: Pustaka Insan


Madani

Noor, Juliansyah. (2012), “Metodologi Penelitian”, Jakarta: Prenada Media Group.

Rahayu, E. M. (2020) http://swa.co.id/swa/trends/marketing/.


Retrieved February 17, 2017, from http://swa.co.id/:
http://swa.co.id/swa/trends/marketin g/digital-marketing-cara-komunikasi-
dua-arah-acer

Raco, J.R. (2008). Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik, dan


Keunggulannya”, Jakarta: PT. Grasindo.

Reedy, Joel, Shauna Schullo & Kenneth. . Zimmerman, (2000), Electronic Marketing,
Integrating Electronic Resources Into The Marketing Process, The Dryden
Press, Harcourt College Publishers, United States of America.

Riyadi, Andi Putra Mahkota, & Imam Suyadi. (2014), “Pengaruh Kepercayaan dan
Kenyamanan Terhadap Keputusan Pembelian”, Malang, Universitas Brawijaya,
Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 8, No.2

Saldaña, J, “Ethnotheatre. (2011): Research from page to stage” New York: Left Coast
Press.

Schneider, G. P. (2011). E-business (9th ed.). CengageLearning: Course Technology

75
Sugita. (2008). “Upaya Dosen Kewirausahaan sebagai Faktor Determinatif dalam
Menumbuhkan Motivasi Wirausaha Mahasiswa Ikip Siliwangi”, Siliwangi, IKIP
Siliwangi, Jurnal COMM-EDU, Volume 1 Nomor 2

Sukmadi. (2011). Inovasi dan Kewirausahaan, Bandung: Humaniora Utama Press,

Supriadi, C. (2020, November 16). Retrieved February 18, 2017, from


http://www.marketing.co.id: http://www.marketing.co.id/dukug- wirausaha
wanita-lewat-aplikasidbs- businessclass/

Strauss, Judy & Raymond Frost. (2009), E- Marketing, 5th Edition, Prentice-Hall, Inc.,
Upper Saddle, New Jersey.

Suryadi, Edi. (2018). “Strategi Komunikasi”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tinaprilia, Netti. (2020)Jadi Kaya dengan Berbisnis di Rumah “Kiat Praktis bagi
Wanita Mencapai Kebebasan Finansial Tanpa Harus Meninggalkan Keluarga”.
Jakarta, Elex Media Komputindo.

Utomo, R. M. (26 November 2020).


http://m.metrotvnews.com/teknologi/news- teknologi/. Retrieved February
17, 2017, from metrotvnews.com: http://m.metrotvnews.com/teknologi/
news teknologi/GNGyEMrk- pemanfaatan-digital-marketing-di- indonesia-
masih-minim

Yusuf, Muri. (2017). “Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian


Gabungan”, Jakarta: Prenadamedia Group,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20 200324114448-20-486374/update-
corona-24-maret-686-kasus-55- meninggal-30-sembuh
https://www.kompasiana.com creation/2017/03/alternatif-bisnis- dalam-
erateknologi-informasi/.

76
Profil Pembelanja Online dan Bagaimana Perilaku
Konsumsinya (Studi pada Nitizen di Pontianak)
Juniwati
Universitas Tanjungpura, Jln. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec.
Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124
juniwatifeb@gmail.com

Abstrak
Fakta perkembangan pasar online menunjukkan perubahan perilaku konsumen, dalam
berbelanja. Oleh karena itu memahami perilaku konsumen dalam konsep e-commerce,
menjadi penting, karena jauh lebih rumit dibandingkan dengan memahami konsumen
tradisional. Penelitian ini mengkaji profil dan perilaku nitizen sebagai pembelanja online.
Jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menyatakan faktor yang paling dipertimbangkan
saat belanja online adalah kepraktisan dan kemudahan, serta produk yang dibeli tidak dijual
ditoko offline. Sebagian besar nitizen melakukan belanja online secara perorangan dan
belanja tidak mengenal waktu. Media digital yang paling banyak di lihat nitizen adalah
Instragram dan Facebook. Saran bagi pemasar harus membuat diferensiasi dari produk yang
dijualnya secara online, dapat melayani konsumen selama 24 jam, sebaiknya menggunakan
Instagram dan Facebook untuk promosi.

Kata kunci: profil_pembelanja_online, perilaku_konsumsi

PENDAHULUAN
Abad 21 adalah abad serba elektronik, hampir segala aktivitas dapat
ditawarkan solusinya dengan sarana elektronik. Misalnya e-Commerce, e-Business,
e-Supply Chain, e- Market Place, e-Payment, e-Entertainment, e-Ticketing, e-
Learning, e-Citizen dan e-Government (Gates,1999; Ma’ruf dan Hasrati,2000;
Mols,2000; d’Astons et al.,2005; Kim et al.,2005). Internet telah membuka jendela
peluang yang begitu lebar. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya untuk memberi
ruang gerak dalam menjalankan bisnis dalam pasar cyber (cybermarket), atau
dengan menghubungkan manusia di muka bumi ini dengan tanpa limitasi geografis
dan waktu. Pelanggan dapat memesan barang dan jasa dari mana saja dan kapan
saja, 24 jam sehari, 7 hari seminggu tanpa kerisauan tentang jam buka toko, zona
waktu, dan bahkan kemacetan lalu lintas. Inilah yang dimaksudkan dengan era
digital (Ma’ruf,2006).
Seiring dengan peningkatan jumlah pengguna internet, penggunaan internet
untuk bisnis secara online juga mengalami pertumbuhan pesat. Pertumbuhan
pengguna internet yang begitu pesat dapat dijelaskan dari paparan berikut ini.
Pengguna internet dunia tahun 2000 sebanyak 506.700.000 orang meningkat
menjadi 1.086.250.903 orang (meningkat 200% dalam enam tahun/ 2006). Hingga
akhir tahun 2015 diperkirakan pengguna internet dunia akan mencapai 3 milyar,
2/3 berasal dari penduduk negara berkembang. Pada tahun 2018 pengguna internet
diperkirakan 3,6 Milyar. Pengguna internet di Indonesia mencapai 83,7 juta pada
tahun 2014, dan pada tahun 2017 diperkirakan 112 juta orang. Jumlah ini
menjadikan Indonesia peringkat 6 dunia pengguna internet, sumber ; eMarketer
(download 6/8 2017.

77
Menurut General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (Steve
Marta,2012), hanya sekitar 5% dari total pengguna kartu kredit (sampai dengan
Desember,2011) yang memanfaatkan pembayaran untuk transakasi online dengan
kartu kredit, selebihnya paling banyak menggunakan kartu ATM/debit melalui
transfer antar bank. Hal ini sejalan dengan hasil riset yang dilakukan MarkPlus
Insight, Desember 2017 yang menyatakan metode pembayaran yang paling
disenangi nitizen adalah melalui ATM transfer (66,2%) , berikutnya dengan cash on
delivery (36,9%) dan E-banking (36,1%), M-Banking (20,1%) dan hanya 10% yang
menggunakan credit card. Gambaran mengenai pasar online di atas,
menunjukkanbahwa peluang pasar online masih sangat besar. Fakta perkembangan
pasar online menunjukkan perubahan perilaku konsumen, dalam berbelanja online
sebagai alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun untuk
merebut peluang pasar ini tentunya tidak mudah. Kondisi persaingan pasar sangat
ketat, tidak hanya secara domestik, regional tetapi persaingan global. Saat ini
pemasar harus dapat mendesain cara penyampaian produk, dan informasi kepada
konsumen dengan lebih baik dari pesaingnya. Oleh karena itu memahami perilaku
konsumen dalam konsep e-commerce, jauh lebih rumit dibandingkan dengan
memahami konsumen tradisional, karena konsep e-commerce berkaitan dengan
penerimaan teknologi internet (Chao Wen et al.,2011). Setiap pengguna internet
tidak sekaligus berarti melakukan pembelian online. Hasil studi Ma’ruf (2005),
menunjukkan bahwa 44,38% pengguna internet Indonesia pernah membeli via
internet, Malaysia sekitar 36,42%, Singapura lebih 70% pengguna internetnya
pernah membeli via internet. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa 81% dari
mereka yang browsing Internet untuk barang dan jasa sebenarnya tidak melakukan
pembelian secara online (Gupta,1996; Klein, 1998; Westland and Clark,1999; Shim
et al.,2001). Oleh karena itu memahami perilaku pembelian online konsumen akan
membantu manajer pemasaran untuk dapat memprediksi tingkat belanja online dan
mengevaluasi masa depan pertumbuhan perdagangan online (Shwu-Ing,2003).
Untuk memudahkan memahami perilaku konsumen, para pemasar
mengelompokkan konsumen berdasarkan beberapa variabel,

yang salah satunya adalah demografi. Namun saat ini dengan semakin
berkembangnya pasar, para pemasar menyadari bahwa mengelompokkan
konsumen dari sisi demografi saja sudah tidak memadai, karena konsumen ingin
dipenuhi kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan kepribadian (personality)
masing- masing. Sehingga untuk saat ini para pemasar juga menggunakan
pendekatan psikografis. Penerimaan terhadap teknologi internet tidak hanya
digunakan konsumen untuk belanja online, ke depan diharapkan juga akan

78
memberikan cara lain bagi para pemasar, menjalin hubungan dengan para
konsumen, pemasok dan mitra lainnya baik lokal maupun internasional dengan cara
online. Berdasarkan data eMarkerter terlihat bahwa transaksi e- commerce di
Indonesia mencapai Rp25,2 triliun pada 2014 dan akan naik menjadi Rp69,8 triliun
pada 2016 dengan kurs Rp13.200 per dollar Amerika. Demikian pula pada 2018,
nilai perdagangan digital Indonesia akan terus naik menjadi Rp144,1 triliun. Berikut
bagan 1 proyeksi pembeli dan penetrasi pembeli digital Indonesia.

Sumber: KataData, 2018 Pengguna Internet Indonesia

survei global terbaru Nielsen Online, lebih dari 85 persen populasi online dunia
telah menggunakan internet untuk pembelian, sebutan untuk mereka adalah
nitizen. Bagan 2 berikut ini menunjukkan data pengguna Internet di Indonesia
(dalam Juta) dari tahun 1998- 2017.
Di Indonesia, setengah dari pembeli online menggunakan Facebook (50 persen) dan
jejaring sosial Kaskus (49,2 persen) untuk membeli barang, mulai produk fashion,
elektronik, buku, hingga peralatan rumah tangga. Produk fashion paling diminati
dalam belanja online. Hal ini tergambar dari hasil survei Litbang Kompas (2016).
Sebanyak 33,5 persen responden pernah berbelanja online. Barang yang mereka beli
adalah produk fashion atau pakaian, termasuk aksesori dan sepatu (60,8 persen).
Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan MarkPlus Insight tahun 2017
menyatakan bahwa produk yang paling banyak di beli oleh nitizen adalah pakaian,
sepatu dan tas. Produk lainnya yang juga banyak di beli adalah tiket pesawat,
mobilephone, jam tangan, tiket bioskop dan tiket bis atau kereta api. Ke depan, trend
belanja online yang menghilangkan keterbatasan waktu dan jarak ini akan terus
meningkat, menggairahkan konsumsi yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengkaji profil dan perilaku nitizen
sebagai pembelanja online di Kota Pontianak. Studi akan dilakukan pada nitizen

79
yang pernah berbelanja secara online, baik kepada toko yang berada di luar
Pontianak maupun jasa belanja online yang berada di Kota Pontianak.
Permasalahan : berdasarkan latar belakang penelitian di muka. maka permasalahan
yang akan dibahas adalah “ Bagaimanakah profil dan perilaku belanja online nitizen
Kota Pontianak”.

KAJIAN LITERATUR
a. Pemasaran Online
Pemasaran online (online marketing) merupakan bentuk pemasaran
langsung yang tumbuh paling pesat. Kemajuan teknologi saat ini telah
menciptakan abad digital. Pemakaian internet yang menyebar luas dan
teknologi baru yang kuat lainnya mempunyai dampak dramatis pada
pembeli dan pemasar yang melayani mereka. Pemasaran online adalah
usaha perusahaan untuk memasarkan produk dan pelayanan serta
membangun hubungan pelanggan melalui internet (Kotler dan Armstrong,
2012).
Internet merupakan jaring publik luas dari jaringan komputer,
menghubungkan segala jenis pengguna di seluruh dunia satu sama lain dan
menghubungkan mereka dengan penyimpanan informasi yang sangat besar.
Internet telah memberikan pemasar suatu cara yang benar-benar baru
untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan
pelanggan. Web pada dasarnya telah mengubah anggapan awal pelanggan
tentang kenyamanan, kecepatan, harga, informasi produk dan pelayanan.
Keberhasilan perusahaan pemula click only menyebabkan produsen dan
pengecer brick and mortar yang telah ada mempelajari ulang cara mereka
melayani pasar. Wilayah pemasaran online meliputi B2C (Business to
Consumer), B2B (Business to Business), C2C (Consumer to Consumer), dan
C2B (Consumer to Business). Pemasar online B2C menjual barang dan jasa
secara online ke konsumen akhir. Konsumen saat ini bisa membeli hampir
semua hal secara online, mulai dari pakaian, peralatan dapur, dan tiket
pesawat sampai komputer dan mobil. Pemasar B2B menggunakan situs web
B2B, email, katalog produk online, jaringan dagang online dan sumber daya
online lain untuk menjangkau pelanggan bisnis baru, melayani pelanggan
saat ini secara lebih efektif dan meraih efisiensi pembelian dan harga yang
lebih baik. Pemasaran online C2C merupakan pertukaran barang dan
informasi secara online antara konsumen akhir. Tempat pemasaran online
yang terakhir adalah pemasaran online C2B yaitu pertukaran online di mana
konsumen mencari penjual, mempelajari penawaran mereka dan mengawali
pembelian, kadang-kadang bahkan menggerakkan syarat transaksi. Ketika
pemasaran online terus tumbuh, ia terbukti akan menjadi sarana pemasaran
langsung yang kuat untuk membangun hubungan pelanggan, meningkatkan
penjualan, mengkomunikasikan informasi perusahaan dan produk serta
mengirimkan produk dan jasa secara lebih efektif dan efisien (Kotler dan

80
Armstrong, 2012).
Keunggulan dan Kelemahan Pemasaran Online, Menurut Kotler dan
Armstrong (2012), layanan online memberikan tiga manfaat utama bagi
pembeli potensial, yaitu :a) Kemudahan b) Informasi c) Rongrongan yang
lebih sedikit. Sementara layanan online juga memberikan sejumlah manfaat
bagi pemasar yaitu: a) Penyesuaian yang cepat terhadap kondisi pasar b)
Biaya yang lebih rendah, c) Pemupukan hubungan d) Pengukuran besar
pemirsa. Pemasaran online memiliki sekurang-kurangnya empat manfaat
besar. 1) baik perusahaan besar maupun kecil dapat membiayainya. 2) tidak
ada keterbatasan riil untuk tempat iklan, berbeda dengan media cetak dan
siaran. 3) akses dan pengambilan informasi yang cepat dibandingkan dengan
surat satu malam dan bahkan fax. 4) situs itu dapat dikunjungi oleh siapa
saja di dunia dan kapan saja. 5) belanja dapat dilakukan secara pribadi dan
cepat. Akan tetapi, pemasaran online tidak selalu cocok untuk setiap
perusahaan dan untuk setiap produk. Internet bemanfaat untuk produk dan
jasa di mana pembelanja mencari kenyamanan pemesanan yang lebih besar
atau biaya yang lebih rendah, pembeli membutuhkan informasi tentang
perbedaan keistimewaan dan perbedaan nilai. Sementara internet kurang
bermanfaat untuk produk-produk yang harus disentuh atau diperiksa
sebelumnya.
b. E-Business dan Belanja Online
Dewasa ini, istilah e-business merepresentasikan beragam kegiatan bisnis
yang dilakukan di dunia maya menggunakan semua aplikasi yang
mengandalkan teknologi yang berbasis Web, misalnya surat elektronik (e-
mail)) dan kereta belanja elektronik (electronic shopping carts). E-business
dapat dibagi ke dalam lima kategori luas : E-tailing , Web Transaksi bisnis-
ke-bisnis onlin, electronic data interchange-EDI), surat elektronik,
pemberitaan instan (instant messaging), blog, dan alat-alat komunikasi
berbasis Web lain,
Pengumpulan dan penggunaan informasi demografis, informasi produk, dan
informasi lainnya melalui kontak Web.
E-business menyediakan fondasi untuk meluncurkan bisnis baru,
memperluas cakupan perusahaan-perusahaan yang sudah ada serta
membangun dan memelihara hubungan pelanggan. Kehadiran melalui Web
membangun pengenalan terhadap produk dan merek suatu perusahaan,
menyediakan sarana untuk berkomunikasi secara terpersonalisasi dan empat
mata dengan pelanggan, dan memungkinkan pelanggan untuk melakukan
pemesanan kapan saja dan di mana saja di seluruh dunia. E-business
mencakup semua jenis kegiatan.
Salah satu aspek e-business yang selalu menjadi berita utama adalah belanja
Internet atau belanja online (online shopping). Teknologi ini, yang dikenal pula
dengan istilah e-business, bisnis-ke-konsumen (atau B2C), melibatkan

81
penjualan secara langsung kepada para konsumen melalui Web. Didorong
oleh kemudahan dan peningkatan keamanan bagi konsumen untuk
memberikan nomor kartu kredit dan informasi keuangan lain, penjualan ritel
online, yang disebut juga dengan istilah e-tailing. Jika tren ini berlanjut,
penjualan ritel online tidak lama lagi akan melampaui 10 persen dari
penjualan ritel offline. Kebanyakan orang umumnya memandang Web
sebagai pusat perbelanjaan maya besar yang terdiri atas toko-toko ritel yang
menjual jutaan barang secara online. Namun, penyedia jasa juga merupakan
partisipan penting dalam e-business. Perusahaan- perusahaan ini termasuk
penyedia jasa keuangan, perbankan, dan perusahaan- perusahaan pialang,
transportasi. Empat dari sepuluh warga Amerika kini menggunakan Internet
untuk melakukan transaksi keuangan. Maskapai-maskapai penerbangan juga
memanfaatkan kekuatan Web. Hal ini yang patut diingat adalah pada
dasarnya ada dua jenis Web B2C: situs belanja dan situs informasional.
c. Pembeli dan Penjual Online
Beberapa hasil riset dari survei terakhir, menunjukkan profil pembeli online
berasal dari kalangan relatif muda, berpendidikan lebih tinggi, warga urban
atau suburban, dan menengah ke atas. Namun terdapat bukti bahwa
demografi pembeli online tengah mengalami perubahan. Sebagai contoh,
perempuan berpeluang sama dengan laki-laki untuk membeli produk secara
online beberapa tahun lalu, pembeli online umumnya dari kalangan laki-laki.
Meski konsumen berusia di atas 50 tahun berjumlah 30 persen dari seluruh
pembeli online, persentase konsumen berusia lebih tua yang berbelanja di
Web meningkat lebih pesat daripada kalangan konsumen muda. Toko-toko
online pertama berfokus untuk menawarkan berbagai produk yang akrab di
mata para konsumen dan cenderung sering dibeli oleh para konsumen,
seperti buku dan musik. Penawaran online lain yang populer termasuk
perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tiket pesawat terbang, dan
kamar hotel. Penjualan online alat-alat elektronik dan perabot rumah tangga
konsumen diperkirakan mengalami pertumbuhan tercepat jika
dibandingkan dengan produk-produk lain.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah
menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan
mekanisme sebuah proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik
dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu
hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek
penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk
menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nitizen yang ada di Pontianak. Yang
pernah melakukan belanja online, baik pada penjual yang berada diluar
Pontianak maupun penggunaan jasa penjual online lokal. Jumlah sampel yang

82
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 200 responden. Teknik Penarikan
Sampel menggunakan judgement sampling.Teknik ini dipilih untuk memastikan
bahwa hanya sampel yang memiliki unsur tertentu yang telah ditetapkan oleh
peneliti yang akan diambil sebagai sampel (Black and Champion, 2001:264).
Untuk data primer dikumpulkan langsung melalui penyebaran daftar
pertanyaan dan menginterview responden terpilih, sedangkan data sekunder
diperoleh dari berbagai sumber terkait.
Metode analisis data, Data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode
kualitatif, dengan mentabulasi dan mempersentasikannya serta menganalisisnya
secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Hasil.
Profil responden merupakan gambaran dari karakteristik responden. Pada
penelitian ini profil responden dideskripsikan berdasarkan: jenis kelamin, usia,
Status Perkawinan, Jenis Pekerjaan, jumlah pengeluaran perbulan dan
Pendidikan Terakhir. Karakteristik tersebut ditunjukkan pada tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Jenis kelamin Jumlah (%)
Perempuan 111 (55,5)
Laki-laki 89 (44,5)
Usia
14 – 19 23 (11,5)
20 – 25 106 (53)
26 – 31 36 (18)
32 – 37 21 (10,5)
38 – 43 5 (2,5)
44 – 49 (3)
50 3 (1,5)
Status perkawinan
Belum Kawin 141 (70,5)
Kawin 56 (28)
Janda/duda 3 (1,5)
Jenis pekerjaan
Pelajar 12 (6)
Mahasiswa 70 (35)
Karyawan 83 (41,5)
Guru & Dosen 11 (5,5)
Ibu Rumah Tangga 11(5,5)
Wirausaha 12 (6)
Polisi 1 (0,5)
Jumlah pengeluaran
≤ 1 juta 67(33,5)
1,1 juta – 2 juta 70 (35)
2,1 juta-4 juta 44 (22)
4,1 juta-7 juta 13 (6,5)
> 7 juta 6 (3)

83
Tingkat Pendidikan
SMP 14 (7)
SMA 54 (27)
Diploma 27 (13,5)
S1 94 (47)
S2 11 (5,5)
Sumber: Data Olahan 2019
Pada bagian ini mendeskripsikan responden dari perilakunya yang meliputi ;
faktor apa saja yang dipertimbangkan pada saat melakukan belanja online, Waktu
atau saat yang paling sering melakukan belanja online, belanja dilakukan secara
individu atau berkelompok, frekwensi belanja online dalam 1 bulan. Kisaran harga
produk yang dibeli, pengambil keputusan belanja Online, peruntukan produk yang
dibeli, jenis produk yang paling sering di beli. Media promosi digital paling sering
di lihat dan baca, pihak yang paling sering memberikan rekomendasi tentang
online shop, sistem pembayaran yang paling sering digunakan. Alat ukur yang
digunakan nitizen dalam mengukur kejujuran dari online shop, dan jenis Online shop
apa yang paling sering di kunjungi, serta menjelaskan keberadaan pembelanja
online anak-anak dalam keluarga (jika ada), pada usia berapa pembelanja online
termuda dalam keluarga, dan jenis produk apa yang paling sering di beli anak-
anak. Untuk jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Perilaku Konsumsi Nitizen Saat Belanja Online
Faktor yang dipertimbangkan Jumlah (%)
a. Praktis/Mudah 110 (45,5)
b. Item yang ditawarkan lebih lengkap 30 (12,40)
c. Lebih mudah 51 (21,07)
d. Produk yang ingin dibeli tidak terdapat 50 (20,66)
ditoko offline
e. Lain-lain 1 (0,4)
Saat belanja online
a. Malam hari 9 (4,5)
b. Siang hari 9 (4,5)
c. Waktu senggang 52 (26)
d. Ketika ada kebutuhan 130 (65)
Kelompok belanja
a. Individu 173 (86,5)
b. Berkelompok 27 (13,5)
Frekwensi belanja
a. ≤ 2 kali 96 (48)
b. 3 – 5 kali 48 (24)
c. 6 – 10 kali 13 (6,5)
d. > 10 kali 2 (1)
e. Lain-lain 41 (20,5)
Harga
a. ≤ Rp 100.000 50 (25)
b. Rp 101.000 – Rp 400.000 114 (57)
c. Rp 401.000 – Rp 1.000.000 22 (11)

84
d. ≥ Rp. 1.001.000 8 (4)
e. Lain-lain 6 (3)
Pengambil keputusan
a. Diri Sendiri 189 (94,5)
b. Orangtua 6 (3)
c. Saudara 2 (1)
d. Lain-lain 3 (1,5)
Faktor yang dipertimbangkan Jumlah (%)
Peruntukkan produk
a. Diri sendiri 180(84,90%)
b. Saudara 8(3,77%)
c. Orang tua 9 (4,24)
d. Teman 3(1,41%)
e. Lain-lain 12(5,66%)
Produk yang sering dibeli
a. Tiket trasportasi 21(9,42%)
b. Fashion termasuk alas kaki 108(48,43%)
c. Jam tangan & aksesories 33(14,80%)
d. Barang elektronik 23(10,31%)
e. Tiket dan voucher hotel 9(4,04%)
f. Makanan dan snack 13(5,83)
g. Lain-lain 16(7,17%)
Media iklan yang sering dilihat
a. Facebook 49 (24,5)
b. Line 13 (6,5)
c. Instragram 99 (49,5)
d. Blog dan vlog 4 (2)
e. Whatsapp 4 (2)
f. Lain-lain 31 (15,5)
Pihak yang merekomendasi
a. Orang tua 5 (2,5)
b. Saudara 23 (11,5)
c. Teman 132 (66)
d. Tidak ada 40 (20)
Sistem pembayaran yang sering digunakan
a. Transfer via M-banking 60 (30)
b. Kartu kredit 10 (5)
c. transfer ATM 100 (50)
d. Cash On Delevery (COD) 16 (8)
e. Pembayaran di retail indomaret dan 14 (7)
alfamart
Indikator kejujuran dari online shop
a. Testimoni pembeli sebelumnya 99
b. Referensi keluarga, teman / komunitas 71
yang pernah membeli di toko tersebut
c. Jumlah barang yang sudah berhasil dijual 25
d. nama online shop 2
e. Lain-lain 8

85
Jenis Online shop yang sering dikunjungi
a. Jasa transportasi 42
b. Fashion termasuk alas kaki 79
c. Jam tangan dan aksesoris 38
d. Barang elektronik 23
e. Tiket dan voucher hotel 37
f. Makanan dan snack 15
g. Lain-lain 18
Faktor yang dipertimbangkan Jumlah (%)
Pembelanja anak-anak
Ada 30 (15)
Tidak Ada 170 (85)
Usia
6 tahun 1 (0,5)
10 tahun 5 (16,67)
12 tahun 8 (26,67)
13 tahun 4 (13,33)
14 tahun 5 (16,67)
15 tahun 8 (26,67)
Jumlah 30 (100)
Jenis produk
a. Game 6 (20)
b. Jasa trasportasi (Gojek) 22 (73,33)
c. Lain – lain (diantaranya mainan) 2 (6,67)
Jumlah 30 (100)
Sumber ; data olahan 2019

Pembahasan
Dapat dideskripsikan profil nitizen pembelanja online adalah mereka
berjenis kelamin perempuan (55,5%) dan laki-laki (44,5%) dengan demikian
pembelanjaan online tidak berdasarkan jenis kelamin. Rentang usianya
terbanyak berada pada rentang 20 tahun sampai dengan 37 tahun atau di usia
produktif dan generasi milenial yaitu sebanyak (85,5%). Namun pada tahun-
tahun mendatang tidak menutup kemungkinan usia pembelanja online akan
semakin muda. Sedangkan status perkawinan nitizen pembelanja online
didominasi oleh mereka yang berstatus belum kawin (70,5%), hal ini sesuai
dengan usia mereka yang terbanyak masih berusia 20 - 25 tahun sebanyak 53%,
dapat diartikan mereka masih lajang, atau masih belum punya tanggungan.
Adapun jenis pekerjaan mereka yang terbanyak adalah karyawan (41,5%) dan
mahasiswa (35%), jika dihubungkan dengan usia maka mereka adalah
karyawan yunior dan mahasiswa yang berada dalam kelompok milenial. Tingkat
pendapatan nitizen berada di rentang Rp 1 juta sampai dengan Rp 4 juta sebesar
(90,5%), dengan demikian dapat dikatakan pendapatan mereka berada pada
level menengah ke bawah. Hal ini sesuai dengan jenis pekerjaannya yaitu
karyawan pada level yang masih yunior dan sebagian masih mahasiswa. Tingkat

86
pendidikan nitizen berada di jenjang tamatan SMA sampai dengan S2, sehingga
dapat dikatakan nitizen yang menjadi responden penelitian ini adalah orang-
orang yang memiliki jenjang pendidikkan tinggi (93%).
Perilaku nitizen dalam belanja online berdasarkan penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut ; jika dilihat dari faktor yang paling
dipertimbangkan saat belanja online adalah kepraktisan dan kemudahan, selain
itu produk yang dibeli tidak dijual ditoko offline, dengan demikian bagi para
pemasar atau online shop, selain menyediakan cara belanja yang praktis dan
mudah, mereka juga harus dapat memberikan perbedaan dari produk yang dijual
secara offline, atau pemasar harus membuat diferensiasi produk. Kapan waktu
yang paling sering digunakan nitizen untuk belanja online, sebagian besar
(65%) melakukan kapan saja, ketika mereka merasa ada kebutuhan dan juga
waktu senggang sebanyak 26%. Jika dilihat dari cara mereka belanja, maka
sebagian besar (86,5%) melakukan belanja online secara perorangan/individu.
Dapat dikatakan mereka belanja tidak mengenal waktu dan belanjanya secara
perorangan, maka pemasar harus dapat melayani mereka selama 24 jam perhari
dan 7 hari seminggu untuk individu. Frekwensi belanja nitizen dalam 1 bulan
paling banyak antara 2 sampai dengan 5 kali (72%). Sedangkan kisaran harga
produk yang dibeli paling banyak antara Rp100.000,00 sampai dengan
Rp400.000,00 sebanyak (82%) dan hanya 11% yang membeli di atas harga
Rp400.000 – Rp1.000.000,00, dengan demikian dapat diartikan nitizen
umumnya membeli produk yang harganya relatif murah sampai mahal, untuk
produk yang sering dibeli yaitu barang-barang fashion seperti baju, sepatu dan
yang lainnya.
Perilaku konsumen yang menggambarkan siapa pengambilan keputusan
untuk belanja online, maka diperoleh hasil bahwa nitizen umumnya
memutuskan sendiri (94,5%), hal ini dapat dikarena sebagian besar responden
sudah berusia cukup mapan antara 20 – 37 tahun (85%), dengan tingkat
pendidikan di atas SMA dan sebagian besar sudah berstatus karyawan dan
mahasiswa. Sedangkan peruntukkan produk yang dibelinya, maka terlihat
bahwa sebagian besar nitizen membeli untuk kebutuhan dirinya sendiri. Untuk
produk yang paling banyak dibeli secara online adalah barang-barang fashion
seperti baju, sepatu, kaos kaki dan lain lain, sebanyak 48,43% responden, ini
menggambarkan kebutuhan kalangan muda yang mendukung kelompok umur
dari nitizen yang berada direntang 20 – 37 tahun. Sedangkan media digital yang
paling banyak di lihat adalah Instragram (49,5%) dan Facebook (24,4%), media
sosial ini memang yang paling digemari oleh kelompok milenial. Sementara
kelompok pertemanan adalah kelompok yang paling banyak memberikan
referensi tempat belanja online (66%), sedangkan sistem pembayaran yang
paling sering dilakukan adalah melalui trasfer via ATM (50%) sistem lain yang
juga digunakan adalah Transfer via M-banking (30%). Untuk mengukur
kejujuran online shop tempat belanja atau bertransaksi umumnya nitizen
menggunakan indikator atau alat ukur dari testimoni/pernyataan pembeli

87
sebelumnya (48,29%), selain itu mereka juga mempertimbangkan
masukkan/saran dari teman, keluarga dan komunitas yang pernah berbelanja di
toko tersebut 37,56%. Sedangkan jenis online shop yang paling sering dikunjung
nitizen adalah toko online yang menjual produk fashion 31,35%, hal ini sejalan
dengan produk yang paling sering mereka beli. Jenis Online shop lain yang juga
kerap dikunjungi adalah online yang menyediakan jasa trasportasi yaitu
sebanyak 16,67%. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil tentang keberadaan
anak-anak sebagai pembelanja online dalam keluarga. Dari 200 responden
ternyata ada 15 % yang menjawab bahwa di keluarga mereka terdapat anak-
anak sebagai pembelanja online, untuk rentang usianya termuda adalah berusia
6 tahun, pembelanjaan yang di lakukannya adalah menggunakan jasa trasportasi
dengan aplikasi. Sedangkan usia anak-anak yang terbanyak berada di usia 12
tahun ( 26,67%) dan 15 tahun (26,67%). Sedangkan jenis produk yang sering
dibeli oleh anak-anak dengan online adalah membeli atau menggunakan
trasportasi dengan aplikasi (seperti gojek) sebanyak 73,33%. Usia dan pengguna
belanja online kedepannya diprediksi akan semakin muda, hal ini dikarenakan
tehnologi yang disediakan oleh pemasar akan semakin mudah dan menarik
dengan menggunakan animasi-animasi yang memudahkan.

SIMPULAN
Profil nitizen pembelanja online tidak berdasarkan berjenis kelamin.
Rentang usianya antara 20 tahun - 37 tahun, berstatus belum menikah.
Pekerjaannya karyawan swasta yunior dan mahasiswa. Tingkat pengeluaran
berada di rentang Rp 1 juta - Rp 4 juta. Tingkat pendidikannya berada di jenjang
tamatan SMA – S2.
Perilaku konsumsi pembelanja online : dari faktor yang paling
dipertimbangkan saat belanja online adalah kepraktisan dan kemudahan, selain
itu produk yang dibeli tidak dijual ditoko offline. Waktu nitizen untuk belanja
online kapan saja, ketika ada kebutuhan dan waktu senggang, melakukan belanja
online secara perorangan/individu. Frekwensi belanja 1 bulan paling banyak
antara 2-5 kali. Kisaran harga produk yang dibeli antara Rp100.000,00-
Rp400.000,00. Produk yang sering dibeli barang fashion seperti baju, sepatu dan
yang lainnya. Pengambil keputusan adalah diri mereka sendiri. Peruntukkan
untuk kebutuhan dirinya sendiri. Media digital yang paling banyak di lihat
adalah Instragram dan Facebook. Kelompok pertemanan adalah kelompok
paling banyak memberikan referensi. Sistem pembayaran yang sering digunakan
trasfer via ATM dan M-banking. Ukuran kejujuran online shop dari testimoni
pembeli sebelumnya dan pertimbangan saran dari teman, keluarga dan
komunitas yang pernah berbelanja di toko tersebut. Jenis online shop yang
paling sering dikunjung adalah toko online yang menjual produk fashion dan
yang menyediakan jasa trasportasi. Terdapat pembelanja online anak-anak
dalam keluarga, dengan rentang usia termuda berusia 6 tahun, usia anak-anak
yang terbanyak berada di usia 12 tahun dan 15 tahun. Jenis produk yang sering

88
dikonsumsi anak-anak adalah trasportasi dengan aplikasi seperti gojek.
Bagi para pemasar atau online shop, selain menyediakan cara belanja yang
praktis dan mudah, mereka juga harus dapat memberikan perbedaan dari
produk yang dijual secara offline, atau pemasar harus membuat diferensiasi dari
produk yang dijualnya secara online, bukan hanya cara penjualan yang dilakukan
secara offline dan online, sementara barang yang dijual sama, pemasar juga
harus dapat melayani konsumennya selama 24 jam perhari dan 7 hari seminggu
untuk individu, pemasar online disarankan untuk menggunakan Instragram dan
Facebook pada saat mempromosikan produknya, dan menciptakan program-
program yang mengikutsertakan kelompok.

REFERENSI
Aaker, D., Kumar, V. & G.S. Day. 1998. Marketing Research 6 th Ed. New York: John
Wiley and Sons.

Broekhuizen.Thijs L.J, and Wander Jager, A Conceptual Model of Channel Choice:


Measuring Online and Offline Shopping Value Perceptions,November
2003, Organization and Management University of Groningen,
Netherlands

Brown, M., N. Pope, dan K. Voges. 2003. Buying or Browsing? An Exploration of


Shopping Orentations and Online Purchase Intention. European Journal
of Marketing. (Vol. 37). No. 11/12: 1666-1684

Burke, R.R. (2002), “Technology and the customer interface: what consumers want
in the physical and virtual store”, Journal of the Academy of Marketing
Science, Vol. 30 No. 4, pp. 411-32.

C. Kim and R. D. Galliers, Toward a diffusion model for Internet systems, Internet
Research, vol. 14, no. 2, pp. 155-166, 2004.

Engel, James F., Roger D. Blackwell, and Paul W. Miniard. 1994a. Perilaku
Konsumen Jilid 1.Jakarta. Binarupa Aksara Graphics Visualization &
Usability Center (GVU). 1998. GVU’s Tenth WWW user
survey.Available: http://www.gvu.gatech.edu/gvu/user_surveys/
Griffin W Ricky, 2000, Fundamentals of Management : Core Concepts and
Applications, 2nd Edition, Houghton Mifflin Company.

Hair, Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L. & W.C. Black. 1998.
Multivariate Data Analysis 5th Ed. New Jersey: Prentice-Hall International

Ha¨ubl, G. and Trifts, V. (2000), “Consumer decision making in online shopping


environments: the effects of interactive decision aids”, Marketing Science,
Vol. 19 No. 1, pp. 4-21.

Kardes, F. R. 2002. Consumer Behavior and Managerial Decision Making


Second Edition. Upper Saddle River, New Jersey. Pearson
Education, Inc.

89
Keen, C., Wetzels, M., de Ruyter, K. and Feinberg, R. (2002), “E-tailers versus
retailers: which

factors determine consumer preferences?”, Journal of Business Research.

Kotler, Philip & Kevin Keller. 2012. Marketing Management 12e. New Jersey:
Pearson Education.

Li, H., Kuo, C. and Russell, M.G. (1999), “The impact of perceived channel utilities,
shopping orientations, and demographics on the consumer’s online
buying behavior”, Journal of Computer-Mediated Communication, Vol. 5
No. 2, available at: www.ascusc.org/jcmc/

Lohse, G.L. and Spiller, P. (1999), “Internet retail store design: how the user
interface influences traffic and sales”, Journal of Computer-Mediated
Communication, Vol. 5 No. 2, available at:www.ascusc.org/jcmc/

Lohse, G.L., Bellman, S. and Johnson, E.J. (2000), “Consumer buying behavior on the
internet: findings from panel data”, Journal of Interactive Marketing, Vol.
14 No. 1, pp. 15-29.

Ma’ruf, J. 2006. Potensi Pasar Siber Dan Niat Beli Via Internet. Pidato Pengukuhan
dalam

Jabatan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

Ma’ruf, J. J., 2005b. Penerapan Technology Accceptance Model (TAM) Dalam


Meramalkan Niat Adopsi Teknology: Suatu Penemuan Empiris, Jurnal
Manajemen dan Bisnis. (Vol. 7). No. 1. Jan: 25-46

Ma’ruf, J. J. 2004b. Factors Influencing Behavioral Intention to Purchase via the


Internet by Indonesian, Malaysian, and Singaporean Consumers.
Disertasi Ph. D. bidang Pemasaran pada School of Management.
Universiti Sains Malaysia. 2004

Parasuraman, A. and Zinkhan, G.M. (2002), “Marketing to and serving customers


through the Internet: an overview and research agenda”, Journal of the
Academy of Marketing Science, Vol. 30 No. 4, pp. 286-95.

Pavlou, P.A. and Gefen, D. 2005. Psychological Contract Violation in Online


Marketplaces: Antecedents, Consequences, and Moderating Role.
Information Systems Research. (Vol. 16), No. 4: 372-399

Perugini, M., & Bagozzi, R.P. (1999). The role of desires and anticipated
emotions in goal- directed behaviors: expanding and deepening the
theory of planned behavior. Working Paper, The University of
Michigan, Ann Arbor, MI.
Ratchford, B.T., Talukdar, D. and Lee, M.-S. (2001), “A model of consumer choice of
the internet as an information source”, International Journal of
Electronic Commerce, Vol. 5 No. 3, pp. 7-21.

R. Cagliano, F. Caniato and G. Spina, E-business strategy. How companies are

90
shaping their supply chain through the Internet, International Journal of
Operations & Production Management, vol. 23, no. 10, pp. 1142- 1162,
2003.

Rohm,J Andrew & Swaminathan Vanitha, 2004. A Typology of online shoppers based
on shopping motivations, journal of Business Research 57 (748-757)

Schiffman, Leon G. & Leslie Lazar Kanuk. 2007. Consumer Behavior 9th Ed. New
Jersey: Pearson Education Inc.

Sekaran, Uma. 2006a. Metode Penelitian untuk Bisnis Edisi 4 Buku 1. Terjemahan.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survei. Edisi revisi. Cetakan ke-


2.Jakarta:PT Pustaka LP3ES Indonesia
Solomon, M R (2002) Consumer Behavior, 5th ed. USA; Prentice Hall International
Inc world wide web”, Journal of Travel Research, Vol. 37, pp. 291-

91
Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja
Perusahaan dengan Proses Penciptaan Pengetahuan Sebagai
Variabel Mediasi
Giriati
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura Pontianak
*Email : giriati@ekonomi.untan.ac.id_

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh Proses Penciptaan
Pengetahuan sebagai Variabel mediasi antara Entrepreneurial Orientation dan Kinerja
Bisnis Perusahaan. Studi ini dimaksudkan untuk mengetahuan ada/tidaknya pengaruh
mediasi proses penciptaan pengetahuan terhadap proses penciptaan pengetahuan
terhadap Entrepreneurial Orientation dan Kinerja Bisnis. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pelaku UMKM yang menjadi binaan Bank Indonesia. Dengan
menggunakan alat analisis Smart-PLS versi 3.2.8 untuk pengujian hipotesis, maka hasil
penelitian menunjukkan berdasarkan nilai R2, menyatakan bahwa Entreprenurial
Orientation mempengaruhi kinerja bisnis sebesar 14,2%, sementara pengaruhnya
terhadap Proses Penciptaan Pengetahuan sebesar 25,6%, namun Proses Penciptaan
Pengetahuan sangat berpengaruh dan signifikan terhadap Kinerja Bisnis Perusahaan,
dengan nilai R2 sebesar 80%.
Kata kunci: Entrepreneurial Orientation_1, Proses Penciptaan Pengetahuan_2, Kinerja
Bisnis_3

PENDAHULUAN
Dunia bisnis dewasa ini dihadapkan pada persaingan yang sangat ketat
dengan ruang bisnis yang makin sempit karena banyaknya kompetitor.
Lingkungan usaha yang dengan cepat berubah dan penuh dengan
ketidakpastian, menuntut perusahaan untuk menempuh langkah- langkah
strategik agar dapat bertahan hidup dan mempertahankan keunggulan bersaing
yang berkelanjutan. Krisis ekonomi ditandai dengan kondisi ketidakpastian
lingkungan bisnis dan turbulence (Govindarajan,1984). Fakta menunjukkan
bahwa meskipun memiliki sejumlah kelebihan yang memungkinkan usaha kecil
menengah (UKM) dapat bertahan dalam menahan badai krisis, namun tidak
semua usaha kecil dapat lepas dari akibat buruk krisis ekonomi (Handoyo,
2001).
Hal tersebut disebabkan UMKM memiliki lingkungan bisnis yang dinamis
dan penuh ketidakpastian (seperti pesaing, pelanggan, supplier, regulasi dan
asosiasi usaha), serta intensitas persaingan yang cukup tinggi. Tidak bisa
dipungkiri hal tersebut menjadi pemicu yang menyebabkan munculnya
ketimpangan kinerja dan produktivitas antara UMKM dengan usaha berskala
besar. Orientasi kewirausahaan mengacu pada orientasi strategis perusahaan,
memperoleh aspek kewirausahaan spesifik dari gaya pengambilan keputusan,
praktik, dan metode (Lumpkin & Dess, 1996). Para ahli telah berusaha
menjelaskan keberhasilan UMKM dengan menyelidiki hubungan antara
orientasi kewirausahaan dan kinerja perusahaan (Lumpkin & Dess, 2001;
Wiklund & Shepherd, 2003, 2005; Zahra & Covin, 1995; Zahra & Garvis, 2000).

92
Beberapa penelitian menemukan, orientasi kewirausahaan memungkinkan
perusahaan kecil atau usaha baru, yang didefinisikan sebagai perusahaan yang
dibangun atau berusia kurang dari sepuluh tahun (Lussier, 1995), untuk tampil
lebih baik daripada pesaing dan meningkatkan kinerja perusahaan (Irlandia,
Hitt, & Sirmon, 2003; Lumpkin & Dess, 2001; Wiklund & Shepherd, 2005; Zahra
& Garvis, 2000). Namun demikian hasil studi empiris beragam, karena
kompleksitas dari orientasi kewirausahaan. Seperti yang dikemukakan oleh
Lumpkin dan Dess (1996), kebanyakan studi menyelidiki efek independen dari
orientasi kewirausahaan pada kinerja perusahaan dan mengabaikan faktor-
faktor yang dapat memediasi kekuatan hubungan antara orientasi
kewirausahaan dan kinerja perusahaan (Wiklund & Shepherd, 2005).
Teori Resourced Base View, yang menyatakan keunggulan sumber daya
memandang orientasi kewirausahaan sebagai sumber daya yang memfasilitasi
perusahaan untuk mengungguli pesaing lainnya dan menghasilkan posisi pasar
melalui keunggulan kompetitif (Hunt, 1995; Hunt & Morgan, 1996, 1997).
Proses penciptaan pengetahuan memungkinkan perusahaan untuk memperkuat
pengetahuan yang tertanam secara internal dan mentransfer pengetahuan ke
dalam kegiatan operasional untuk meningkatkan efisiensi dan menciptakan nilai
bisnis (Nonaka & Konno, 1998; Nonaka & Takeuchi, 1995; Nonaka, Toyama, &
Nagata, 2000a). Berdasarkan teori penciptaan pengetahuan, pengetahuan dibuat
melalui proses spiral sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi
(SECI) (Nonaka, 1994; Nonaka & Konno, 1998). Konversi pengetahuan dinamis
seperti SECI dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
tujuan strategis dan mencapai kinerja perusahaan seperti inovasi produk atau
peningkatan proses (Chia, 2003; Droge, Claycomb, & Germain, 2003; Lee & Choi,
2003; Teece, 1998). Dengan demikian, proses penciptaan pengetahuan
memainkan peran penting dalam perumusan dan aktivasi orientasi
kewirausahaan perusahaan. Proses penciptaan pengetahuan dapat memfasilitasi
orientasi kewirausahaan menjadi aset pengetahuan yang dibagikan oleh anggota
organisasi dan menghasilkan peningkatan kinerja perusahaan. Namun, sedikit
studi empiris yang telah meneliti bagaimana orientasi kewirausahaan dapat
memanfaatkan proses penciptaan pengetahuan untuk peningkatan kinerja.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji bagaimana orientasi
kewirausahaan yang diadopsi oleh perusahaan baik yang baru maupun yang
sudah lama dapat memengaruhi kinerja perusahaan melalui proses penciptaan
pengetahuan. Dengan menggunakan teori Nonaka tentang penciptaan
pengetahuan sebagai sudut pandang teoritis (Nonaka, 1994), penelitian ini
dikembangkan dan menguji hipotesis tentang efek mediasi, dengan
menggunakan sampel UMKM binaan Bank Indonesia di kota Pontianak. Studi ini
fokus pada pentingnya proses penciptaan pengetahuan yang dihubungkan
dengan orientasi kewirausahaan dan kinerja perusahaan, dan menganalisis
pengaruh langsung dan tidak langsung dari orientasi kewirausahaan pada
kinerja perusahaan melalui proses penciptaan pengetahuan.
KAJIAN LITERATUR
Resource Based Theory
Teori Resource Based View (Barney, 1991) menyatakan sumber keunggulan
bersaing berkelanjutan (sustained competitive advantage) telah banyak menjadi
tema riset dalam manajemen strategis. Sejak tahun 1960-an, rerangka yang
digunakan untuk mencapai keunggulan bersaing berkelanjutan dengan

93
melakukan strategi yang memaksimalkan kekuatan internal melalui eksploitasi
peluang yang ada di lingkungan eksternal, menetralisir ancaman dari lingkungan
eksternal dan meminimalisir kelemahan internal perusahaan. Kebanyakan
penelitian strategi berkisar di antara peluang, ancaman, kekuatan dan
kelemahan serta kesesuaian (fit) diantara keempatnya. Namun demikian,
kebanyakan penelitian lebih menekankan pada analisis peluang dan ancaman
lingkungan eksternal daripada analisis internal perusahaan. Konsep yang
popular digunakan adalah five force model dari Porter (1980). Konsep tersebut
menekankan bahwa peluang perusahaan akan lebih besar dan ancaman akan
lebih kecil bila perusahaan berada dalam industri yang menarik (attractive
industry). Secara garis besar, resource based view menyatakan bahwa sumber
keunggulan bersaing berkelanjutan perusahaan adalah sumberdaya yang
bernilai, langka, tidak dapat ditiru, dan tidak ada substitusinya. Berkenaan
dengan penerapan RBV dalam pencapaian kinerja UMKM, maka kinerja
perusahaan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kinerja operasional dan
kinerja keuangan. Kinerja operasional menunjukkan kepentingan intern
perusahaan seperti kinerja cabang yang diukur dengan kecepatan dan
kedisiplinan. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan
informasi akuntansi dalam bentuk rasio keuangan dimana untuk menilai kinerja
perusahaan dapat ditentukan dengan beberapa aspek. Pengukuran kinerja yang
dilanjutkan dengan penilaian kinerja saat perusahaan mengalami pertumbuhan
(growth).
Proses Penciptaan Pengetahuan
Teori tentang penciptaan pengetahuan menggambarkan perusahaan sebagai
entitas untuk berperan aktif menciptakan pengetahuan (Nonaka, 1994; Nonaka
& Konno, 1998; Nonaka & Takeuchi, 1995). Menurut Nonaka dan Toyama
(2005), proses penciptaan pengetahuan penting bagi usaha baru untuk terlibat
pengembangan produk baru atau kegiatan pemasaran. Melalui konversi
pengetahuan dan penciptaan, karyawan dapat memanfaatkan pengetahuan
secara kolektif untuk melayani pelanggan atau klien Pengetahuan yang
tersembunyi dan eksplisit, relevan dengan pengetahuan yang terkait dengan
pasar (Nonaka & Toyama, 2005). Berfokus pada proses penciptaan pengetahuan
yang tersembunyi berinteraksi secara diam-diam dengan pengetahuan eksplisit,
Nonaka (1994) mengidentifikasi empat pengetahuan yang termasuk pada
proses penciptaan: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi
(SECI).
1. Proses eksternalisasi (externalization), yaitu mengubah tacit knowledge yang
kita miliki menjadi explicit knowledge. Bisa dengan menuliskan know-how dan
pengalaman yang kita dapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan
buku apabila perlu. Tulisan -tulisan tersebut akan sangat bermanfaat bagi
orang lain yang sedang memerlukannya.
2. Proses kombinasi (combination), yaitu memanfaatkan explicit knowledge yang
ada untuk diimplementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini
sangat berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas individu. Explicit
knowledge yang ada dapat di hubungkan dan dikombinasikan menjadi explicit
knowledge baru yang lebih bermanfaat.
3. Proses internalisasi (internalization), yakni mengubah explicit knowledge
sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Bahasa lainnya adalah learning by
doing. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja,

94
dan saya menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how
baru yang mungkin tidak didapatkan dari buku tersebut.
4. Proses sosialisasi (socialization), yakni mengubah tacit knowledge ke tacit
knowledge lain. Hal yang juga terkadang sering dilupakan. Contoh kongkrit
adalah belajar dari orang lain, yang mungkin lebih berpengalaman. Proses ini
membuat pengetahuan lebih terasah dan juga penting untuk peningkatan diri
sendiri. Proses ini akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi.
Semakin sukses menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin
banyak explicit knowledge yang berhasil diproduksi pada proses eksternalisasi.
Orientasi Kewirausahaan ( Entrepreneurial Orientation)
Orientasi kewirausahaan melibatkan kemauan untuk berinovasi, berani
mengambil risiko, mengambil tindakan mandiri, dan menjadi lebih proaktif dan
agresif daripada pesaing menuju peluang pasar baru (Lumpkin & Dess, 1996;
Wiklund & Shepherd, 2005). Terdapat lima dimensi orientasi kewirausahaan,
yang meliputi variabel yang termasuk inovasi, pengambilan risiko, proaktif,
agresivitas kompetitif, dan otonomi, seperti yang disarankan oleh Miller (1983)
dan Lumpkin dan Dess (2001). Pentingnya orientasi kewirausahaan untuk
kelangsungan hidup dan kinerja perusahaan telah diakui dalam kajian
kewirausahaan (Miller, 1983; Lumpkin dan Dess, 2001; Wiklund, 1999; Wiklund
& Shepherd, 2005; Zahra & Covin, 1995; Zahra & Garvis, 2000). Bukti empiris
dari Zahra dan Covin (1995) dan Wiklund (1999) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif orientasi kewirausahaan pada kinerja dan meningkat selama
beberapa rentang waktu. Dari perspektif teori RBV, orientasi kewirausahaan
dapat dianggap sebagai sumber daya organisasi (Hunt, 1995; Hunt & Morgan,
1996). Sumber daya semacam itu dapat membedakan perusahaan dari saingan
lainnya dan menghasilkan dinamisme ekonomi dan penciptaan kekayaan lebih
proses kompetitif (Hunt & Morgan, 1996; Ireland et al., 2003;Shane &
Venkataraman, 2000). Perusahaan dengan orientasi kewirausahaan memiliki
kemampuan untuk menemukan dan memanfaatkan peluang pasar baru
(Barringer & Bluedorn, 1999; Lee, Lee, & Pennings, 2001; Wiklund & Shepherd,
2003), dan mereka dapat menanggapi tantangan untuk mencapai kesejahteraan
dan kekayaan dalam lingkungan yang kompetitif dan tidak pasti (Lumpkin &
Dess, 1996; Shane & Venkataraman, 2000).

Kinerja Bisnis Perusahaan


Menurut Halfert (1991) menyatakan bahwa Kinerja Organisasi adalah hasil
dari semua laporan manajemen yang dilakukan secara terus menerus. Zeller,
Stanko, dan Cleverley (1997) menyatakan bahwa kinerja organisasi merupakan
cerminan apakah organisasi telah berhasil atau belum dalam menjalankan usaha
bisnisnya. Selanjutnya menurut Gitman (1998) bahwa secara umum kinerja
perusahaan digunakan untuk mengukur dampak dari suatu strategi perusahaan.
Tetapi menurut Jauch dan Glueck (1999) menyataan bahwa kinerja organisasi
dapat dilihat dari aspek kuantitatif dan kualitatif. Aspek kuantitatif
membandingkan antara prestasi yang dicapai dengan kinerja sebelumnya atau
dibandingkan dengan pesaing, seperti laba bersih, pertumbuhan penjualan dan
juga tingkat efisiensi. Untuk pengukuran kinerja kualitatif berupa suatu
pertanyaan yang diajukan apakah tujuan, strategi dan rencana terpadu.
Penelitian sebelumnya telah menggunakan berbagai langkah keuangan seperti
pendapatan, arus kas, pengembalian aset, laba atas ekuitas, dan sebagainya

95
menilai kinerja perusahaan (Haber & Reichel, 2005). Langkah-langkah keuangan
obyektif seperti itu diperlukan tetapi tidak cukup untuk menangkap secara
keseluruhan kinerja perusahaan (Aggarwal & Gupta, 2006; Clark, 1999; Murphy,
Trailer, & Hill, 1996).

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif.
Menurut Sugiyono (2014:11) penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain
yang diteliti dan dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan. Sedangkan
metode verifikatif menurut Sugiyono (2014;8) adalah penelitian yang dilakukan
terhadap populasi atau sampel tertentu dengan tujuan untuk menguji menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dijelaskan
bahwa metode deskriptif verifikatif merupakan metode yang bertujuan
menggambarkan benar atau tidaknya fakta – fakta yang ada, serta menjelaskan
tentang hubungan antar variabel yang diteliti dengan cara mengumpulkan data,
mengolah, menganalisis dan menginterprestasi data dalam pengujian hipotesis
statistic.
Populasi adalah kelompok UMKM yang merupakan binaan dari Bank
Indonesia Pontianak penentuan sampel dengan metode purposive sampling dan
diperoleh 73 responden.Data primer diperoleh dengan membagikan kuesioner
kepada kelompok UMKM, dan menggunakan skala likert berkisar dari 1 = sangat
tidak setuju, sampai 3 = netral,hingga 5 = sangat setuju. Pengukuran variabel
penelitian, orientasi kewirausahaan menurut (Lumpkin &
Dess,1996;2001.Miller, 1983), orientasi kewirausahaan diukur dengan skala
likert. Dimensi: inovasi, pengambilan risiko, proaktif, kompetitif agresivitas, dan
otonomi. Inovatif mengacu pada kemauan untuk mendukung kreativitas dan
eksperimen dalam memperkenalkan yang baru produk / layanan, dan kebaruan,
kepemimpinan teknologi dan R&D, pengembangkan untuk proses baru.
Pengambilan risiko berarti kecenderungan untuk berani tindakan seperti
memasuki pasar baru yang tidak dikenal, menggunakan sebagian besar sumber
daya untuk melakukan usaha dengan hasil yang tidak pasti, atau melakukan
pinjaman lebih banyak. Proaktif mengacu pada bagaimana perusahaan
berhubungan peluang pasar dengan mengambil inisiatif di pasar. Agresivitas
kompetitif mengacu pada bagaimana perusahaan bereaksi terhadap persaingan
trend dan tuntutan yang sudah ada di pasar. Otonomi didefinisikan sebagai
tindakan independen oleh individu atau tim yang ditujukan memunculkan
konsep atau visi bisnis dan membawanya ke implementasi..
Proses penciptaan pengetahuan menggunakan skala likert , yang dari
diadaptasi dari Sabherwal dan Becerra-Fernandez (2003), untuk mengukur
proses penciptaan pengetahuan variabel. Empat dimensi proses penciptaan
pengetahuan adalah sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi
(Nonaka, 1994; Nonaka et al., 2000a, b; Sabherwal & Becerra-Fernandez,2003).
Empat item diukur sosialisasi: kegiatan di UMKM, penggunaan peserta magang
dan mentor untuk mentransfer pengetahuan, brainstorming, dan rotasi
karyawan. Lima item diukur eksternalisasi: sistem pemecahan masalah

96
berdasarkan pada teknologi seperti alasan berbasis kasus, groupware dan
lainnya alat pembelajaran kolaborasi, petunjuk keahlian, pemodelan
berdasarkan analogi dan metafora, dan penangkapan dan transfer pakar
pengetahuan. Empat item kombinasi terukur: akses berbasis web ke data,
halaman web, database, dan gudang informasi, praktik dan pelajaran terbaik,
diimplementasikan .Tiga item diukur internalisasi: pelatihan di tempat kerja,
belajar sambil bekerja, dan belajar dengan observasi.
Kinerja perusahaan diukur dengan mengacu pada studi Murphy et al. (1996)
untuk mengukur variabel kinerja perusahaan dengan tiga dimensi: efisiensi,
pertumbuhan, dan laba. Para responden menilai kinerja perusahaan dengan
skala likert dalam kaitannya dengan pesaing. Tiga item efisiensi yang diukur:
laba atas investasi, laba atas ekuitas, dan pengembalian aset dalam tiga tahun
terakhir. Begitu pula tiga item pertumbuhan yang diukur: pertumbuhan
penjualan, pertumbuhan karyawan, dan pertumbuhan pangsa pasar. Tiga item
diukur laba: laba atas penjualan, laba bersih margin, dan margin laba kotor
(Murphy et al., 1996)

Hipotesis Penelitian:
Hipotesis 1 : Orientasi Kewirausahaan berpengaruh positif dengan Kinerja
Bisnis
Hipotesis 2 : Orientasi Kewirausahaan akan berpengaruh positif dengan Proses
Penciptaan Pengetahuan
Hipotesis 3 : Proses Penciptaan Pengetahuan berpengaruh positif dengan
Kinerja Bisnis
Perusahaan
Pengujian hipotesis dengan moderated regression analysis (MRA), merupakan
aplikasi khusus linear berganda, dimana dalam persamaan regresinya
mengandung unsure interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk melihat keakuratan model yang diusulkan pada suatu populasi dilihat
hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lainnya atau nilai koefisien
path (rho)nya dengan cara melihat besarnya 0 (original sample) serta nilai t
statistiknya sebagai suatu pernyataan nilai tingkat signifikasi hubungan antara
satu variabel dengan variabel yang lainnya (tingkat signifikasi diambil pada level
kesalahan 5% arau berada pada t diatas 1). Hipotesis dapat dinyatakan diterima
apabila nila P-values <0,05. Berikut ini adalah hasil uji hipotesis yang diperoleh
dalam penelitian ini melalui inner model.

Tabel 1.T-statistic dan P-value


Original T P-value Signifikan
sample statistic (<0.05)
Entrepreneurial Tidak
Orientation -0.076 1.075 0.283 signifikan dan
Proses Penciptaan berpengaruh
Pengetahuan negatif
Entrepreneurial -0.034 0.971 0.201 Tidak
Orientation signifikan dan
Kinerja Bisnis berpengaruh

97
negatif
Proses Penciptaan
Pengetahuan 0.894 66.612 0.000 Berpengaruh
Kinerja Bisnis positif dan
Perusahaan signifikan
Sumber :data olahan smart PLS (2020)

Hasil uji regresi pertama, Pengaruh Entrepreneurial Orientation terhadap


Proses Penciptaan Pengetahuan diketahui memiliki nilai koefisien parameter
adalah sebesar -0.076 dengan sig (.283). Hasil pengujian menunjukkan sig(.283)
> α (alpha) =(0.5). Hal ini menunjukkan ada pengaruh negatif dan tidak
signifikan antara variabel entrepreneurial orientation terhadap proses
penciptaan pengetahuan, dengan demikian hipotesis pertama tidak dapat
diterima. Koefisien menunjukkan arah yang berlawanan, ini berarti semakin
tinggi entrepreneurial orientation, maka semakin rendah pula pengaruh proses
penciptaan pengetahuan.
Hasil uji regresi kedua, pengaruh entrepreneurial orientation terhadap kinerja
bisnis perusahaan diketahui memiliki nilai koefisien parameter sebesar -0.034
dengan sig (.201). Hasil menunjukkan sig(.283)> α =(.05). Hal ini menunjukkan
(.283)> α =(0.5), hal ini menunjukkan entrepreneurial orientation berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja bisnis, sehingga hipotesis kedua
tidak diterima. Koefisien regresi bertanda negatif menunjukkan hubungan yang
berlawanan arah, artinya semakin tinggi entrepreneurial orientation, maka
semakin rendah pengaruhnya terhadap kinerja bisnis.
Hasil uji regresi ketiga, pengaruh penciptaan pengetahuan dan kinerja bisnis
perusahaan diketahui memiliki nilai koefisien parameter adalah sebesar 0.984
dengan sig(0.000). Hasil pengujian menunjukkan sig (.000) < α = (0.5). Hal ini
menunjukkan ada pengaruh signifikan variabel Proses Penciptaan Pengetahuan
dengan kinerja bisnis perusahaan dengan Kinerja Bisnis Perusahaan. Dengan
demikian hipotesis ketiga dapat diterima. Koefisien regresi bertanda positif
artinya semakin tinggi proses penciptaan pengetahuan maka semakin tinggi
pula pengaruhnya terhadap Kinerja Bisnis Perusahaan.

SIMPULAN
Dari analisis hasil penelitian, menunjukkan adanya hubungan yang tidak
signifikan antara entrepreneurial orientation dan kinerja bisnis. Penyataan
tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan oleh (Wisner ,2005; Rezaei,Ortt &
Trott,2018;Goerzen,2007), yang menyatakan entrepreneurial orientation
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja bisnis perusahaan.
Studi lain yang menyatakan bahwa entrepreneurial orientation berpengaruh
terhadap kinerja bisnis seara parsial melalui inovasi (Madhoushi et.,al,
2011).Mayoritas pelaku UMKM memiliki rasa kurang percaya satu sama lain,
kurangnya komitmen dan sikap oportunistik menjadi penyebab turunnya antar
pelaku UMKM.Tingkat persaingan yang tinggi ditandai oleh tindakan pesaing
yang saling menyerang melalui harga, promosi dan produk, sehingga keuntungan
semakin menipis, dan modal semakin terbatas. Hubungan entrepreneurial
orientation dengan proses penciptaan pengetahuan juga menunjukkan hubungan
yang negatif dan tidak signifikan, karena hubungan tidak langsung antara
entrepreneurial orientation dan kinerja bisnis, biasanya di mediasi oleh

98
fleksibilitas stratejik, selain itu kesulitan berbagi informasi antar sesama
karyawan karena sifat dari pengetahuan tacitness dan immobile dan kesulitan
untuk memperolehnya secara eksternal, karena keterbatasan dana dan
pengetahuan dari pelaku UMKM. Selanjutnya hubungan antara proses
penciptaan pengetahuan dengan kinerja bisnis,menunjukkan hubungan yang
positif dan signifikan, artimya proses learning by doing, sharing knowledge dan
transfer knowledge sudah merupakan keharusan bagi pelaku UMKM agar mampu
meningkatkan agresifitas dalam mencari informasi kondisi pasar, kebutuhan
konsumen saat ini, untuk menghadapi tindakan pesaing. Hal ini sejalan dengan
studi (Chia, 2003; Nonaka et al., 2000a), yang menyatakan penciptaan
pengetahuan memberikan peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan
efisiensi dan mempertahankan keunggulan kompetitif.

REFERENSI

Aggarwal,N,&Gupta,M.(2006). Marketing Performance Measures: Current Status


In Indian Companies, Decision Sciences,33(1),47-74
Anderson,J,C,&Gerbing,D,W.(1988). Structural Equation Modelling In Practise : A
review and Recommended two-step Approach. Psychological Bulletin,
103(3),411-423
Bagozzi.R.P.&Yi.Y.(1988). On the Evaluation of Structural Evaluation Models.
Journal of the Academy of Marketing Science,16(1),74-94
Baker.J.Parasuraman,A,Grewal.D&Voss.G.B (2002). The Influence of Multiple
Store Environment Cues on Perceived Merchandise value and Patronage
Intensions, Journal of Marketing,66(2),120-141
Barney,J (1991).Firm Resources and Sustain Competitive Advantage. Journal of
Management,17(1),99-120
Baron.R.M.&Kenny,D,A.(1986).The Moderator-Mediator Variable Distinction in
Social Psychological Research : Conceptual,Strategic and Statistical
Considerations. Journal of personality and social Psychology,51(6),1173-
1182
Barringer,B,R,&Bluedorn,A,C.(1999). The Relationship Between Corporate
Entrepreneurship and Strategic Management. Strategic Management
Journal,20(5)
Beccera-Fernabdez,I,&Sabherwal,R (2001).Organizational Knowledge
Management : A contingency perspective. Journal of management
Information System,18(1),23-55
Brush.C.G.&Vanderwerf.R.(2001). A comaparison of methods and sources for
obtaining estimates of new venture performance. Journal of business
venturing, 7(2),157-170
Chia.R.(2003).From Knowledge-Creation to the Perfecting of action.Tao,Basho
and pure experience as the ultimate ground of knowing. Human
Relation,56(8)
Clark,B.H (1999). Marketing Performance Measures: History and
Interrelationships. Jounal of Marketing Management,15,711-732
Droge.C.Claycomb,C,&Germain.R (2003). Does Knowledge Mediate the Effect of
Context on Performance? Some initial evidence, Decision
Sciences,34(3),541-568

99
Eisenhardt.K.M&Schoonhoven,C,B (1990). Organizational Growth. Linking
Founding team, Strategy, Environment, and Growth Among US
semiconductor ventures. Administrative Science Quarterly,35(3),504-529
Fornell.C.&Larcker,D,F,(1981). Evaluating Srtuctural Evaluation Models with
Unobservable Variables and Measurement Error. Journal of Marketing
Research,18(1),39-50
Frese,M,Brantjes,A&Hoorn,R.(2002).Psychological Success Factors of Small Scale
Businesses in Namibia: The Roles of strategy process, entrepreneurial
orientation and the environment. Journal of Development
Entrepreneurship,7(3),259-283
Gold.A.H,Malhotra.A.&Segars,A.H (2001).Knowledge Management an
organizational Capabilities Perspective. Journal of management
information systems. 18(1),185-21
Grant.R.(1996,winter). Toward a Knowledge Based of Firm. Strategic
Management Journal,17,109-122
Griffith,D,A,Noble,S,M,&Chen,Q,(2006). The Performance Implications of
Entrepreneurial Proclivity: A Dynamic Capabilities Approach. Journal of
retailing 82(1),51-62
Haber,S,&Reichel.A.(2005). Identifying Performance Implication of
Entrepreneurial Measures of Small Ventures. The Case of Tourism
Industry. Journal of Small Business Management,43(3),257-286
Hult,G,T,M,Hurley,R,F,Giunipero,L,C,&Nichols,E,L.(2000). Organizatioanl Learning
in Global Purchasing. A Model and test of Internal Users and Corporate
Buyers. Decision Sciences,31(2).293-325
Hunt.S.D(1995). The Resource Advantage Theory of Competition Toward
Explaining Productivity and Economic Growth. Journal of Management
Inquiry,4(4),317-332
Hunt,S.D,&Arnett,D,B.(2006). Does Marketing Success Lead to Market
Success?.Journal of Business Research,59(7),820-828
Hunt,S,D, &Morgan,R,M,(1995). The Comparative Advantage Theory of
Competition. Journal of Marketing

100
Studi Tentang Kualitas Layanan Pada Program Studi
Magister Manajemen
Nur Afifaha*, Rinaldi Sukma Afriantia, Rianti Ardana Reswaria
aUniversitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi Kota Pontianak Kalimantan
Barat
*Email : afifahnur_fe@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi kualitas pelayanan pada Program Studi
Magister Manajemen Universitas Tanjungpura kepada mahasiswa, alumni dan mitra.
Kualitas pelayanan yang berhubungan dengan Tata Pamong, Layanan Kemahasiswaan,
Layanan SDM, Layanan Pengelolaan Keuangan serta sarana dan prasarana, Layanan
Pendidikan, Layanan pelaksanaan penelitian, dan Layanan terhadap pelaksanaan PKM,
serta Kepuasan terhadap Lulusan Magister Manajemen. Jenis penelitian ini adalah
explanatory reasearch dengan teknik proportional random sampling dan jumlah sample
yang digunakan sebanyak 47 orang mahasiswa. Metode pengumpulan data dengan
menggunakan penyebaran kuesioner online dan metode analisis data dengan SEM-PLS
menggunakan software WarpPLS 6.0.
Kata kunci: Service Quality, Customer Perceived Value, Kepuasan, Word of Mouth

PENDAHULUAN
Persaingan pendidikan di perguruan tinggi senantiasa ditandai dengan
meningkatnya persaingan yang sangat ketat dimana setiap perguruan tinggi
senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk menjaring perolehan jumlah
mahasiswa sebanyak-banyaknya. Berbagai upaya yang dilakukan salah satunya
melalui promosi untuk menjaring minat mahasiswa baik dari sisi penawaran
program pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jaman,
pelayanan pendidikan yang memuaskan, biaya yang sangat terjangkau,
pengadaan fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung, dosen-dosen yang
berkualitas, serta berbagai tawaran kemudahan dan kepuasan lainnya
(Fathurrachman, 2019). Bentuk perguruan tinggi yang ada di Indonesia adalah
universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik dan akademi. Fokus penelitian ini
adalah Program Studi Magister Manajemen Universitas yang berada di
Pontianak yaitu Universitas Tanjungpura. PS-MM UNTAN memerlukan
pendekatan pemasaran untuk terus berusaha meningkatkan eksistensinya agar
mampu bersaing dalam persaingan kompetitif sehingga menjadi pilihan utama
bagi para lulusan sarjana yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang
pascasarjana.
Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan
hubungan yang kuat dengan perusahaan atau organisasi. Menurut Wyfock
(Tjiptono 2011: 331) menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Tjiptono (2011) menyebutkan bahwa
kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kepuasan
pelanggan menurut Kotler dan Keller (2014) adalah perasaan senang atau
kecewa yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang

101
dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan atau dapat dikatakan
bahwa pengalaman pelanggan berupa perasaan senang dan kenyataan sesuai
harapan. Perhatian terhadap peningkatan service quality secara terus menerus
menjadi hal yang penting untuk memberikan kepuasan kepada mahasiswa
karena akan berdampak pada keberhasilan Magister Manajemen UNTAN pada
masa yang akan mendatang. Beberapa bidang pelayanan yang harus
dikembangkan secara berkelanjutan meliputi wujud fisik, kehandalan,
ketanggapan, jaminan, dan empati dari Magister Manajemen UNTAN. Seperti
temuan penelitian yang dilakukan oleh Safitri, Mintarti, & Nur (2016) dan Nanda
(2018) yang menyatakan bahwa service quality berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan pelanggan. Service quality yang baik juga akan mendorong para
konsumen atau mahasiswa untuk merekomendasikan kepada teman, saudara
atau kepada keluarganya untuk melanjutkan studi di PS-MM UNTAN. Pada
umumnya yang menjadi bahan percakapan pelanggan jasa adalah kualitas
pelayanan dari perusahaan tersebut. Seperti temuan penelitian yang dilakukan
oleh Ahmad, Maqsood, & Waqar (2015) yang menyatakan service quality
berpengaruh signifikan terhadap WOM.
Selain dipengaruhi oleh service quality, kepuasan konsumen juga dapat
dipengaruhi oleh customer perceived value. Customer perceived value adalah
selisih antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari
suatu penawaran terhadap alternatifnya. Jadi, produk dikatakan memiliki nilai
yang tinggi jika sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan permintaan pelanggan
(Kotler dan Keller, 2012). Saat ini mengetahui nilai yang dirasakan pelanggan
telah menjadi penting untuk bisnis karena semakin besar pengetahuan tentang
customer perceived value akan dapat menyebabkan kepuasan pelanggan yang
lebih meningkat, posisi kompetitif yang lebih kuat dan pada akhirnya pangsa
pasar yang lebih tinggi. Seperti temuan penelitian yang dilakukan oleh Alfatika
(2017) yang menyatakan customer perceived value berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan pelanggan. Desy (2012) customer perceived value yang
dirasakan oleh konsumen mampu mendorong WOM karena jika konsumen
merasa mendapatkan nilai dari produk sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan
permintaannya, maka konsumen akan lebih berkomitmen pada suatu produk
atau jasa tertentu dan berusaha untuk merekomendasikan kepada kelompok
referensinya agar mengkonsumsi produk atau jasa yang sama. Seperti temuan
penelitian yang dilakukan oleh Rohim & Arvianto (2017) yang menyatakan
bahwa customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap Word of
Mouth.
Word of Mouth (WOM) dewasa ini menjadi salah satu alternatif yang banyak
diharapkan memberikan solusi dan langkah strategis bagi perusahaan. Menurut
Hasan (2013) bahwa konsumen yang percaya pada penyedia jasa atau terlibat
dalam proses pembelian cenderung untuk berpartisipasi dalam rekomendasi
mulut ke mulut (Word of Mouth) dan pembelaan terhadap penyedia jasa sebagai
bagian dari keinginan untuk meningkatkan komitmen mereka.Word of Mouth

102
(WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses komunikasi
yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok
terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi
secara personal (Kotler dan Keller, 2012). Word of Mouth (WOM) yang positif
merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam menghadapi pesaing dan
menghubungkan perusahaan dengan pasar (konsumen). Word of Mouth (WOM)
yang positif sangat dibutuhkan sebagai elemen dalam strategi pemasaran yang
kompetitif (Sadewa,2019). Temuan penelitian yang dilakukan Dwi, Handojo, &
Ngatno (2015) dan Tahir, Kalthom, & Ali (2013) yang menyatakan bahwa
kepuasan konsumen berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth.
Salah satu strategi promosi yang relevan digunakan saat ini yaitu dengan
strategi Word of Mouth. Untuk dapat menjalankan strategi promosi Word of
Mouth (WOM), PS-MM UNTAN harus memperhatikan beberapa faktor yang
mendorong peningkatan WOM positif dari mahasiswa agar menumbuhkan
kepercayaan konsumen atau calon mahasiswa pada PS-MM UNTAN salah
satunya dengan memenuhi harapan-harapan konsumen atau mahasiswa
sehingga berdampak pada kepuasan yang dirasakan oleh konsumen atau
mahasiswa.

KAJIAN LITERATUR
1. Service Quality
Kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
pelanggan. Menurut Lovelock dan Wright (2007) mendefinisikan kualitas
pelayanan jasa merupakan evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap
penyerahan jasa suatu perusahaan. Pada umumnya pelayanan yang diberikan
perusahaan baik akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang
yang sangat tinggi pula. Menurut Parasuraman dalam Tjiptono (2012) terdapat
faktor yang mempengaruhi sebuah layanan adalah expected service (layanan
yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang diterima). Jika layanan
yang diterima sesuai bahkan dapat memenuhi apa yang diharapkan maka jasa
dikatakan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka
kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal.
Menurut Parasuraman dan Berry (Hadiansyah, 2011) menyebutkan lima
dimensi kualitas pelayanan jasa yang harus dipenuhi yaitu :
1. Tangible (bukti fisik) yaitu penampilan fisik layanan perusahaan seperti
penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, kebersihan, kerapian dan
media komunikasi.
2. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk melaksanakan
jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
3. Responsiveness (cepat tanggap) yaitu daya tanggap perusahaan dalam
memberikan layanan bagi pelanggan dan memberikan jasa dengan sigap dan

103
cepat dalam melayani menangani transaksi dan penanganan keluhan
pelanggan.
4. Assurance (jaminan) yaitu kemampuan perusahaan memberikan jaminan
pelayanan yang merupakan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
5. Empathy (empati) yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih
peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan.
Tjiptono (2012) menyebutkan bahwa kualitas memiliki hubungan yang erat
dengan kepuasan pelanggan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan
pelanggan serta kebutuhan mereka. Kemudian ketika semakin banyak
pelanggan merasakan kualitas pelayanan melebihi biaya untuk mendapatkan
pelayanan maka semakin tinggi persepsi pelanggan terhadap nilai layanan yang
kemudian menghasilkan kepuasan yang besar (Tam, Jackie L.M., 2004). Harrison
dan Walker (2001) menyatakan bahwa kualitas jasa merupakan salah satu
variabel yang dapat mempengaruhi WOM. Persepsi pelanggan mengenai kualitas
pelayanan yang telah diterima adalah hal yang sering di perbincangkan.
Pelanggan akan memasukkan produk, jasa dan merek itu kedalam daftar
percakapan dan secara sadar atau tanpa sadar mengungkapkannya kepada
orang lain secara lisan (Word of Mouth) dalam berbagai kesempatan. Sehingga
dapat disusun beberapa hipotesis sebagai berikut:
H1 : Service quality berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa
Magister Manajemen UNTAN
H2 : Service quality berpengaruh signifikan terhadap customer perceived
value mahasiswa Magister Manajemen UNTAN
H4 : Service quality berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth
Magister Manajemen UNTAN

2. Perceived Customer Value


Menurut Woodruff (Tjiptono, 2014) nilai pelanggan (customer value) sebagai
preferensi perceptual dan evaluasi pelanggan terhadap atribut produk kinerja
atribut dan konsekuensi yang didapatkan dari pemakaian produk yang
memfasilitasi pencapaian tujuan dan sasaran dalam situasi pemakaian. Menurut
Zeithaml (Tjiptono,2014) Nilai pelanggan sebagai penilaian keseluruhan
konsumen terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan persepsinya terhadap
apa yang diterima dan apa yang diberikan. Menurut Butz & Goodstein (Tjiptono,
2014) Nilai pelanggan adalah ikatan emosional yang terjalin antara pelanggan
dan produsen setelah pelanggan menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan
pemasok tersebut dan mendapati bahwa produk bersangkutan memberikan
nilai tambah. Menurut Tjiptono (2014) customer value tidak hanya mencakup
kualitas, namun juga sebuah harga. Sebuah jasa tertentu bisa saja memiliki
kualitas unggul, namun dievaluasi bernilai rendah karena harganya terlampau
mahal.

104
Menurut Sweeney & Soutar (Tjiptono, 2014) dimensi nilai terdiri atas 4 aspek
utama:
1. Emotional value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif/emosi
positif yang ditimbulkan dari mengonsumsi produk.
2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk
meningkatkan konsep diri sosial konsumen.
3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang didapatkan konsumen dari
produk dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
4. Price/Value for Money, yaitu utilitas yang diperoleh konsumen dari persepsi
terhadap kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk.
Nilai yang diterima juga dapat menjadi penentu kepuasan pelanggan. Ketika
semakin banyak pelanggan merasakan kualitas pelayanan melebihi biaya untuk
mendapatkan pelayanan maka semakin tinggi persepsi pelanggan terhadap nilai
layanan yang kemudian menghasilkan kepuasan yang besar (Tam, Jackie L.M.,
2004). Penciptaan suatu nilai bagi konsumen (customer perceived value)
merupakan suatu hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam menghadapi
persaingan khususnya dalam membedakan produk dan layanan yang diberikan
sehingga proses penciptaan nilai bagi pelanggan (customer perceived value) akan
berdampak pada WOM yang diberikan oleh konsumen. Seperti temuan
penelitian yang dilakukan oleh Rohim & Arvianto (2017) dan Ghalandari (2013)
yang menyatakan bahwa customer perceived value berpengaruh signifikan
terhadap Word of Mouth. Oleh karena itu telah dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
mahasiswa Magister Manajemen UNTAN
H5 : Customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap Word of
Mouth Magister Manajemen UNTAN

3. Kepuasan
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis. Definisi
kepuasan konsumen menurut Kotler (2014) Perasaan senang atau kecewa yang
muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan
terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Sedangkan menurut Rangkuti
(2011) Kepuasan konsumen adalah respon atau reaksi terhadap
ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang
dirasakan setelah penggunaan atau pemakaian. Menurut Lovelock dan Wirtz
(2011) Kepuasan adalah suatu sikap yang diputuskan berdasarkan pengalaman
yang didapatkan. Kepuasan merupakan penilaian mengenai ciri atau
keistimewaan produk atau jasa, atau produk itu sendiri, yang menyediakan
tingkat kesenangan konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
konsumsi konsumen. Menurut Kivetz dan Simoson dalam Sopiah dan Sangadji
(2013) Kepuasan konsumen bisa menjalin hubungan yang harmonis antara
produsen dan konsumen, menciptakan dasar yang baik bagi pembelian ulang

105
serta terciptanya loyalitas konsumen, membentuk rekomendasi dari mulut ke
mulut yang dapat menguntungkan perusahaan. Tjiptono (2014) menuturkan
ada 4 (empat) konsep inti dalam mengukur kepuasan konsumen, yang terdiri
atas:
1. Kepuasaan pelanggan keseluruhan (Overall Customer Satisfaction)
Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan konsumen adalah
langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan
produk atau jasa spesifik tertentu.
2. Konfirmasi harapan (Confirmation of Expectations)
Dalam konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan
berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan
kinerja aktual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi
penting.
3. Minat pembelian ulang (Repurchase Intention)
Kepuasan konsumen diukur secara berhavioral dengan jalan menanyakan
apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lain.
4. Kesediaan untuk merekomendasi (Willingness to Recommend)
Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan
hanya terjadi satu kali pembelian, kesediaan pelanggan untuk
merekomendasikan kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang
penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti.
Menurut Hasan (2013) bahwa konsumen yang percaya pada penyedia jasa atau
terlibat dalam proses pembelian cenderung untuk berpartisipasi dalam
rekomendasi mulut ke mulut (Word of Mouth) dan pembelaan terhadap
penyedia jasa sebagai bagian dari keinginan untuk meningkatkan komitmen
mereka. Temuan penelitian yang dilakukan Dwi, Handojo, & Ngatno (2015) dan
Tahir, Kalthom, & Ali (2013) yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen
berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth.
H6 : Kepuasan mahasiswa berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth
Magister Manajemen UNTAN

4. Word of Mouth
Word of Mouth (WOM) adalah komunikasi dari orang ke orang antara sumber
pesan dan penerima pesan dimana penerima pesan menerima pesan dengan
cara tidak komersil mengenai suatu produk, pelayanan atau merekMenurut
Hasan (2013) Word of Mouth (WOM) merupakan pujian, rekomendasi dan
komentar pelanggan sekitar pengalaman mereka atas layanan jasa dan produk
yang betul - betul mempengaruhi keputusan pelanggan atau perilaku pembelian
mereka. Menurut Sernovitz (2009) terdapat lima dimensi atau elemen dasar
Word of Mouth yang dikenal dengan 5T, yaitu: Talkers (pembicara), Topics
(topik), Tools (alat), Talking part (partisipasi) dan Tracking (pengawasan).
Penjelasan kelima elemen tersebut adalah sebagai berikut:

106
1. Talkers (pembicara) ini adalah kumpulan target dimana mereka yang akan
membicarakan suatu merek biasa disebut juga influencer. Talkers ini bisa
siapa saja mulai dari teman, tetangga, keluarga dll. Selalu ada orang yang
antusias untuk berbicara. Mereka ini yang paling bersemangat menceritakan
pengalamannya.
2. Topics (topik) ini berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh talker. Topik
ini berhubungan dengan apa yang ditawarkan oleh suatu merek. Seperti
tawaran spesial, diskon, produk baru atau pelayanan yang memuaskan.
Topik yang baik ialah topik yang simpel, mudah dibawa dan natural. Seluruh
Word of Mouth memang bermula dari topik yang menggairahkan untuk
dibicarakan.
3. Tools (alat) ini merupakan alat penyebaran dari topik dan pembicara. Topik
yang telah ada juga membutuhkan suatu alat yang membantu agar topik
atau pesan dapat berjalan. Alat ini membuat orang mudah membicarakan
atau menularkan produk atau jasa perusahaan kepada orang lain.
4. Talking part (partisipasi) suatu pembicaraan akan hilang jika hanya ada satu
orang yang berbicara mengenai suatu produk. Maka perlu adanya orang lain
yang ikut serta dalam percakapan agar Word of Mouth dapat terus berlanjut.
5. Tracking (pengawasan) ialah suatu tindakan perusahaan untuk mengawasi
serta memantau respon konsumen. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat
mempelajari masukan positif atau negatif konsumen, sehingga dengan
begitu perusahaan dapat belajar dari masukan tersebut untuk kemajuan
yang lebih baik.
Word of Mouth (WOM) menjadi referensi yang membentuk harapan pelanggan.
Word of Mouth (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses
komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun
kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan
informasi secara personal (Kotler dan Keller, 2012). Berdasarkan kajian
literatur tersebut maka dapat disusun kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Konseptual


Sumber: Data Primer, 2020

107
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif dan kausal. Menurut
Sugiyono (2016) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau
lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain,
sedangkan hubungan kausal menurut Sugiyono (2014) adalah hubungan yang
bersifat sebab akibat. Metode penelitian yang digunakan adalah explanatory
research. Menurut Hermawan (2009) Explanotory research merupakan
penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui
pengujian hipotesis. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung
melalui hasil kuisioner pada mahasiswa Magister Manajemen FEB UNTAN.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Magister Manajemen
Universitas Tanjungpura angkatan 2016-2018 berjumlah 224 mahasiswa.
Responden dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Tanjungpura (UNTAN) yang
berjumlah 47 orang. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data
menggunakan kuisioner dengan memberikan pertanyaan tertutup
menggunakan skala Likert. Teknik analisis data dilakukan dengan metode
Structural Equation Modelling (SEM) dengan pendekatan Variance Based SEM
atau yang lebih dikenal dengan Partial Least Squares (PLS). Partial Least Square
(PLS) adalah metode penyelesaian Structural Equation Modelling (SEM) yang
dalam hal ini (sesuai tujuan penelitian) lebih tepat dibandingkan dengan teknik-
teknik SEM lainnya. Peneliti memilih menggunakan pendekatan SEM-PLS.
Penelitian ini menggunakan bantuan software WarpPLS 6.0 dalam pengujian
model SEM-PLS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik responden merupakan identitas yang dapat dikenali dan dapat
digunakan sebagai perbandingan dalam suatu penelitian. Adapun karakteristik
responden berdasarkan tahun masuk Prodi Magister Manajemen FEB UNTAN
dapat dilihat pada data berikut ini:
Tabel 1. Karakteristik Responden
No Karakteristik Frekuensi Persentase
(%)
1. Tahun Masuk Kuliah
2016 22 47%
2017 15 32%
2018 10 21%
2. Jenis Kelamin
Laki-Laki 21 45%
Perempuan 26 55%
3. IPK
> 3 - 3,5 11 23%
> 3,5 36 77%

108
4. Konsentrasi
Manajemen Keuangan 5 11%
Manajemen Sumber Daya Manusia 12 26%
Manajemen Pemasaran 30 64%
5. Waktu Perkuliahan
Intensif 24 51%
Reguler 23 49%
6. Usia
21 - 24 Tahun 18 38%
24 - 27 Tahun 13 28%
27 - 30 Tahun 3 6%
31 - 34 Tahun 3 6%
> 34 Tahun 10 21%
7. Pendapatan
≤ Rp. 2.000.000 10 21%
> Rp. 2.000.000 – Rp. 3.000.000 9 19%
> Rp. 3.000.000 – Rp. 4.000.000 7 15%
> Rp. 4.000.000 – Rp 5.000.000 10 21%
> Rp. 5.000.000 11 23%
Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan Tabel 1 tahun masuk kuliah responden paling banyak terdapat
pada tahun 2016 dengan jumlah 22 orang atau 42,8% dari total responden.
Sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 21 orang atau 44,7%
dari total responden. Karakteristik konsentrasi responden dapat dilihat
responden paling banyak yang memiliki konsentrasi manajemen pemasaran
berjumlah 30 orang atau 74,5% dari total responden. Dapat dilihat bahwa
responden terbanyak adalah yang memiliki IPK lebih dari 3,5 yang berjumlah 36
orang atau 76,6% dari total responden. Selanjutnya untuk IPK lebih dari 3
sampai 3,5 berjumlah 11 orang atau 23,4% dari total responden. Responden
paling banyak berasal dari waktu perkuliahan Intensif yang berjumlah 24 orang
atau 51,1% dari total responden. Karakteristik usia responden dapat dilihat
bahwa responden paling banyak terdapat pada rentang usia lebih dari 21 tahun
– 24 tahun yang berjumlah 18 orang atau 38,3% dari total responden. Dapat
ditinjau bahwa responden paling banyak terdapat pada tingkat pendapatan
lebih dari Rp. 5.000.000 dengan jumlah 11 orang atau 23,4% dari responden.
Model pengukuran atau outer model untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
indikator-indikator dalam penelitian. Pada analisis faktor, hal ini dapat dilihat
pada nilai muatan faktor (factor loading). Beberapa ilmuwan menyebutkan jika
nilai muatan faktor lebih besar sama dengan 0.5 dianggap memenuhi kriteria
validitas konvergen (Solimun, Achmad, & Nurjannah ; 2017).
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Konvergen
SERQUAL CPV KM WOM P value
X1.2 0.563 <0.001
X1.3 0.590 <0.001
X1.4 0.600 <0.001

109
X1.5 0.590 <0.001
X1.6 0.652 <0.001
X1.7 0.636 <0.001
X1.8 0.653 <0.001
X1.9 0.693 <0.001
X1.10 0.898 <0.001
X1.11 0.589 <0.001
X1.12 0.769 <0.001
X1.13 0.791 <0.001
X1.14 0.808 <0.001
X1.15 0.811 <0.001
X1.16 0.836 <0.001
X1.17 0.904 <0.001
X1.18 0.816 <0.001
X1.19 0.579 <0.001
X1.20 0.693 <0.001
X2.1 0.580 <0.001
X2.2 0.640 <0.001
X2.3 0.642 <0.001
X2.4 0.766 <0.001
X2.5 0.858 <0.001
X2.6 0.886 <0.001
X2.7 0.782 <0.001
X2.8 0.883 <0.001
Y1.1 0.821 <0.001
Y1.2 0.935 <0.001
Y1.3 0.893 <0.001
Y2.1 0.930 <0.001
Y2.2 0.820 <0.001
Y2.3 0.915 <0.001
Y2.4 0.913 <0.001
Sumber : Output WarpPLS 6.0, 2020
Berdasarkan Tabel 4.9 hasil pengujian ulang validitas konvergen setelah
membuang item instrumen yang tidak valid, dapat dilihat bahwa semua item
instrumen memiliki nilai factor loading >0,5. Maka dapat disimpulkan bahwa
semua item pernyataan memenuhi kriteria uji validitas konvergen dan handal
dalam mengukur seluruh variabel laten dalam penelitian ini.
Pengujian validitas diskriminan dapat dinilai berdasarkan dengan
membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap
variabel laten dengan variabel laten lainnya. Jika square root of average variance
extracted (AVE) pada diagonal utama lebih besar dari korelasi variabel yang
bersangkutan, maka terpenuhi validitas diskriminan. Adapun hasil pengujian
validitas diskriminan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Diskriminan
SERQUAL(X1) CPV(X2) KM(Y1) WOM(Y2)
SERQUAL(X1) 0,718 0,661 0,622 0,612
CPV(X2) 0,661 0,763 0,579 0,613
KM(Y1) 0,622 0,579 0,884 0,819
WOM(Y2) 0,612 0,613 0,819 0,896
Sumber : Output WarpPLS 6.0, 2020

110
Berdasarkan martiks korelasi antara variabel laten pada Tabel 4.10 dapat dilihat
nilai akar AVE tiap variabel laten pada diagonal matriks lebih besar dari
korelasi variabel laten lainnya, misalnya Service quality (X1) memiliki nilai akar
sebesar 0.718 yang berarti lebih besar dari 0.661, 0.622, dan 0.612 hal ini
menunjukan bahwa pengukuran pada salah satu variabel laten berbeda dengan
pengukuran variabel lainnya begitu juga dengan nilai akar variabel yang lain.
Maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item yang digunakan untuk mengukur
masing-masing variabel laten, telah memenuhi asumsi validitas diskriminan.
Uji reliabiltas dalam PLS dapat dilakukan dengan metode, yaitu Composite
Reliability dan Cronbach’s Alpha. Menggunakan metode composite reliability,
suatu konstruk dikatakan reliabel apabila nilainya >0,7 meskipun nilai 0,6 masih
dapat diterima dan Cronbach’s Alpha >0.6 (Hartono dan Abdillah, 2014). Adapun
hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Diskriminan
Composite
Variabel Laten Cronbach's alpha
Reliability (CR)
Service Quality (X1) 0,945 0,952
Customer Perceived Value (X2) 0,893 0,916
Kepuasan Mahasiswa (Y1) 0,859 0,915
Word of Mouth (Y2) 0,917 0,942
Sumber : Output WarpPLS 6.0, 2020
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa nilai composite reliability seluruh
variabel laten pada penelitian ini > 0.7 dan cronbach's alpha > 0.6 yang dapat
disimpulkan bahwa seluruh item pengukuran variabel memenuhi kriteria
reliabilitas atau dapat dikatakan handal dalam mengukur variabel yang ingin
diukur.
Inner model digunakan untuk mengukur hubungan antar variabel laten.
Kebaikan model dalam analisis permodelan persamaan structural dengan
pendekatan Partial Least Square dapat diukur menggunakan 3 kriteria yaitu
koefisien Determinasi (R-square), Relevansi Prediksi (Q-square) dan Uji
Kebaikan Model. Koefisien determinasi (R-Square) variabel laten eksogen.
Ukuran ini memiliki interpretasi yang mirip pada analisis regresi linier. Selain R-
Square, nilai R-Square yang baik adalah mendekati 1 atau 100 %. Adapun hasil
dari perhitungan menggunakan software WarpPLS 6.0 adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Uji Koefisien Determinasi


Variabel R-square
Customer Perceived Value (X2) 0,440
Kepuasan Mahasiswa (Y1) 0,459
Word of Mouth (Y2) 0,745
Sumber : Output WarpPLS 6.0, tahun 2020
Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa nilai R-square Customer Perceived
Value (X2) sebesar 0,440 yang dapat diartikan bahwa variasi perubahan
variabel Customer Perceived Value (X2) dapat dijelaskan oleh variabel Service
Quality (X1) sebesar 44% sedangkan sisanya 56% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak terdapat dalam penelitian ini.Nilai R-square Kepuasan Mahasiswa
(Y1) sebesar 0,459 yang dapat diartikan bahwa variasi perubahan variabel

111
Kepuasan Mahasiswa (Y1) dapat dijelaskan oleh variabel Service Quality (X1)
dan Customer Perceived Value (X2) sebesar 45,9% sedangkan sisanya 54,1%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.Nilai R-
square variabel Word of Mouth (Y2) sebesar 0,745 yang dapat diartikan bahwa
variasi perubahan variabel Word of Mouth (Y2) dapat dijelaskan oleh variabel
Service Quality (X1), Customer Perceived Value (X2), dan Kepuasan Mahasiswa
(Y1) sebesar 74,5% sedangkan sisanya 25,5% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak terdapat pada penelitian ini.
Ukuran relevansi prediksi dianggap relevan (baik) jika nilai Q-Square >0 dan
sebaiknya jika nilai Q-Square <0 artinya model penelitian tidak relevan. Adapun
hasil dari perhitungan menggunakan software WarpPLS 6.0 dapat dilihat pada
Tabel 5. berikut ini:
Tabel 5. Hasil Prediksi Relevansi
Variabel Q-square
Customer Perceived Value (X2) 0,450
Kepuasan Mahasiswa (Y1) 0,475
Word of Mouth (Y2) 0,733
Sumber : Output WarpPLS 6.0, 2020
Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa nilai Q-square variabel Customer
Perceived Value (X2) sebesar 0,450, variabel Kepuasan Mahasiswa (Y1) sebesar
0,475 dan variabel Word of Mouth (Y2) sebesar 0,733 yang berarti >0. Dapat
disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini adalah relevan. Ukuran kebaikan
model yang ketiga adalah menggunakan indeks ketepatan dan kualitas model
yang meliputi 10 jenis indeks. Indeks ketepatan dan kebaikan model tersebut
masing-masing memiliki kriteria nilai rujukan tersendiri yang dibandingkan
dengan nilai rill dari hasil estimasi model (Kock, 2015:51). Adapun hasil uji
kebaikan model dapat dilihat pada tabel 6. berikut ini:
Tabel 6. Hasil Uji Kebaikan Model
No Indeks Nilai Rujukan Nilai Ril Keterangan
Average path coefficient
1 P<0,05 P<0,001 Terpenuhi
(APC)
2 Average R-squared (ARS) P<0,05 P<0,001 Terpenuhi
Average adjusted R-
3 P<0,05 P<0,001 Terpenuhi
squared (AARS)
4 Average block VIF (AVIF) ≤3,3 1,966 Terpenuhi
Average full collinearity
5 ≤3,3 2,703 Terpenuhi
VIF (AFVIF)
small ≥0,1
6 Tenenhaus GoF (GoF) medium ≥0,25 0,606 Large
large ≥0,36
Sympson's paradox ratio
7 ideally = 1 1 Terpenuhi
(SPR)
R-squared contribution
8 ideally = 1 1 Terpenuhi
ratio (RSCR)
Statistical suppression
9 ≥0.7 1 Terpenuhi
ratio (SSR)
Nonlinear bivariate
10 causality direction ratio ≥0.7 1 Terpenuhi
(NLBCDR)

112
Sumber : Output WarpPLS 6.0, 2020
Berdasarkan hasil uji indeks ketepatan dan kualitas model pada Tabel 4.18
dapat dilihat bahwa semua indeks yang digunakan telah memenuhi standar
ketepatan dan kualitas model. Dapat disimpulkan bahwa model yang
dihipotesiskan sudah sesuai dengan data hasil observasi.

Gambar 2. Kerangka Konseptual


Sumber: Output WarpPLS 6.0, 2020
Pengujian hipotesis pada analisis SEM-PLS menggunakan uji t dibantu dengan
software WarpPLS 6.0, kaidah keputusan pengujian hipotesis yaitu dilakukan
dengan t-test. Pengambilan keputusan pengujian hipotesis dilakukan jika
diperoleh p-value ≤0,05 maka dikatakan significant.dengan software WarpPLS
6.0, kaidah keputusan pengujian hipotesis yaitu dilakukan dengan t-test.
Pengambilan keputusan pengujian hipotesis dilakukan jika diperoleh p-value
≤0,05 maka dikatakan significant.
Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis
Hubungan antara Variabel
Hipotesis (Variabel Penjelas → Variabel Koef. P-value Keterangan
Jalur
Respon

Service Quality Kepuasan


H1 0,424 <0,001 Signifikan
(X1) Mahasiswa (Y1)
Customer
Service Quality
H2 Perceived Value 0,663 <0,001 Signifikan
(X1)
(X2)
Customer
Kepuasan
H3 Perceived 0,313 0,010 Signifikan
Mahasiswa (Y1)
Value (X2)
Service Quality Word of Mouth Tidak
H4 0,054 0,353
(X1) (Y2) Signifikan
Customer
Word of Mouth
H5 Perceived 0,265 0,025 Signifikan
(Y2)
Value (X2)
Kepuasan
Word of Mouth
H6 Mahasiswa 0,639 <0,001 Signifikan
(Y2)
(Y1)
Sumber : Output WarpPLS 6.0, 2020
Berdasarkan Tabel 6. dapat di interpretasikan sebagai berikut:
1. Nilai koefisien jalur service quality terhadap kepuasan mahasiswa sebesar
0,424 dengan nilai p-value sebesar <0,001 yang berarti <0,05. Maka service

113
quality berpengaruh signifkan terhadap kepuasan mahasiswa. H1: Service
quality berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa Magister
Manajemen UNTAN diterima. Rata-rata responden mengatakan bahwa
Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura memiliki suasana
ruangan yang menarik dan nyaman, peralatan pembelajaran modern,
fasilitas memadai, penampilan karyawan profesional, memberikan
pelayanan maupun menangani mahasiswa dengan benar dan baik, cepat
tanggap, memberikan informasi yang akurat, dosen memiliki keahlian dan
kompetensi sesuai bidangnya, palayanan akademik teliti dan santun, dosen
dan tenaga akademik peduli dengan kebutuhan mahasiwa. Temuan
penelitian ini mendukung temuan penelitian yang dilakukan oleh Safitri,
Mintarti, & Nur (2016) dan Nanda (2018) yang menyatakan bahwa service
quality berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen.
2. Nilai koefisien jalur service quality terhadap customer perceived value
sebesar 0,663 dengan nilai p-value <0,001 yang berarti <0,05. Maka service
quality berpengaruh signifikan terhadap customer perceived value. H2 :
Service quality berpengaruh signifikan terhadap customer perceived value
mahasiswa Magister Manajemen UNTAN diterima. Rata-rata responden
mengatakan bahwa Prodi Magister Manajemen FEB Universitas
Tanjungpura memiliki suasana ruangan yang menarik dan nyaman,
peralatan pembelajaran modern, fasilitas memadai, penampilan karyawan
profesional, memberikan pelayanan maupun menangani mahasiswa dengan
benar dan baik, cepat tanggap, memberikan informasi yang akurat, dosen
memiliki keahlian dan kompetensi sesuai bidangnya, palayanan akademik
teliti dan santun, dosen dan tenaga akademik peduli dengan kebutuhan
mahasiwa. Temuan penelitian ini mendukung temuan penelitian yang
dilakukan oleh Gusti dan Eka (2016) yang menyatakan bahwa service quality
berpengaruh signifikan terhadap customer perceived value.
3. Nilai koefisien jalur customer perceived value terhadap kepuasan mahasiswa
sebesar 0,313 dengan nilai p-value sebesar 0,010 yang berarti <0,05. Maka
customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
mahasiswa. H3 : Customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan mahasiswa Magister Manajemen UNTAN diterima. Rata-rata
responden mengatakan merasa senang dan nyaman menjadi bagian dari
Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, merasa
bertambahnya wawasan dan ilmu mampu menunjang karir dan
meningkatkan status sosial, Prodi Magister Manajemen FEB Universitas
Tanjungpura memiliki citra yang baik, memiliki lulusan yang berkualitas dan
biaya yang dikeluarkan sesuai dengan yang didapatkan. Temuan penelitian
ini mendukung temuan penelitian yang dilakukan oleh Alfatika (2017) yang
menyatakan customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan konsumen.

114
4. Nilai koefisien jalur service quality terhadap Word of Mouth sebesar 0,054
dengan nilai p-value sebesar 0,353 yang berarti >0,05. Maka service quality
tidak berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth. H4 : Service quality
berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth Magister Manajemen
UNTAN ditolak. Rata-rata responden mengatakan bahwa Prodi Magister
Manajemen FEB Universitas Tanjungpura kurang memiliki suasana ruangan
yang menarik dan nyaman, peralatan pembelajaran cukup modern, fasilitas
memadai, penampilan karyawan profesional, namun masih kurang terhadap
pemberian pelayanan maupun menangani mahasiswa dengan benar dan
baik, kurang cepat tanggap serta staf tata usaha kurang memberikan
informasi yang akurat mengenai jadwal pembelajaran bagi mahasiswa,
pelayanan akademik cukup teliti dan santun, dosen dan tenaga akademik
peduli dengan kebutuhan mahasiwa. Temuan penelitian ini tidak
mendukung temuan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, Maqsood, dan
Waqar (2015) yang menyatakan service quality berpengaruh signifikan
terhadap Word of Mouth.
5. Nilai koefisien jalur customer perceived value terhadap Word of Mouth
sebesar 0,265 dengan nilai p-value sebesar 0,025 yang berarti <0,05. Maka
customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth.
H5 : Customer perceived value berpengaruh signifikan terhadap Word of
Mouth Magister Manajemen UNTAN diterima. Rata-rata responden
mengatakan merasa senang dapat berkuliah dan mendapatkan pelayanan di
Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, dan kinerja yang
diberikan sesuai dengan harapan responden.Temuan penelitian ini
mendukung temuan penelitian yang dilakukan oleh Rohim & Arvianto
(2017) dan Ghalandari (2013) yang menyatakan bahwa customer perceived
value berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth.
6. Nilai koefisien jalur kepuasan mahasiswa terhadap Word of Mouth sebesar
0,639 dengan nilai p-value <0,001 yang berarti <0,05. Maka kepuasan
mahasiswa berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth. H6 : Kepuasan
mahasiswa berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth Magister
Manajemen UNTAN diterima. Rata-rata responden mengatakan merasa
senang dapat berkuliah dan mendapatkan pelayanan di Prodi Magister
Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, dan kinerja yang diberikan sesuai
dengan harapan responden. Temuan penelitian ini mendukung temuan
penelitian yang dilakukan Dwi, Handojo, & Ngatno (2015) dan Tahir,
Kalthom, & Ali (2013) yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen
berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth.
Uji peran mediasi yaitu menguji koefisien jalur pengaruh tidak langsung.
Koefisien pengaruh tidak langsung adalah berupa perkalian dari koefisien jalur
segmen-segmen yang dilalui, metode yang digunakan adalah uji Sobel ukuran
ini dianggap signifikan jika memiliki nilai probabilitas signifikansi (P-Value)
<0.05. Apabila koefisien jalur tidak langsung signifikan dan koefisien jalur
pengaruh langsung juga signifikan, maka dapat dikatakan sebagai variabel

115
mediasi parsial sedangkan apabila koefisien jalur pengaruh tidak langsung
signifikan dan koefisien pengaruh langsung tidak signifikan, maka dikatakan
sebagai variabel mediasi lengkap (Solimun et al., 2017:92). Adapun hasil
pengujian peran mediasi dapat dilihat pada Tabel 4.20 sebagai berikut :
Tabel 6. Hasil Uji Mediasi
Variabel
Variabel Mediasi Variabel Respon P-value Keterangan
Penjelas
Customer
Service Quality Kepuasan Mediasi
Perceived Value 0,017
(X1) Mahasiswa (Y1) Parsial
(X2)
Service Quality Kepuasan Word of Mouth Mediasi
<0,001
(X1) Mahasiswa (Y1) (Y2) Lengkap
Customer
Kepuasan Word of Mouth Mediasi
Perceived 0,021
Mahasiswa (Y1) (Y2) Parsial
Value (X2)
Sumber : Output WarpPLS 6.0, 2020
Nilai p-value variabel service quality terhadap kepuasan mahasiswa melalui
customer perceived value sebagai mediasi sebesar 0,017 yang berarti <0,05.
Maka customer perceived value memediasi pengaruh service quality terhadap
kepuasan mahasiswa dan termasuk dalam kategori mediasi parsial. Nilai p-
value variabel service quality terhadap Word of Mouth melalui kepuasan
mahasiswa sebagai mediasi sebesar <0,001 yang berarti <0,05. Maka kepuasan
mahasiswa memediasi pengaruh service quality terhadap Word of Mouth dan
termasuk dalam kategori mediasi lengkap. Nilai p-value customer perceived
value terhadap Word of Mouth melalui kepuasan mahasiswa sebesar 0,021 yang
berarti <0,05. Maka kepuasan mahasiswa memediasi pengaruh customer
perceived value terhadap Word of Mouth dan termasuk dalam kategori mediasi
parsial.

SIMPULAN
Service quality berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa Program
Studi Magister Manajemen. Maka semakin baik service quality yang diberikan
oleh Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura akan mampu
mendorong peningkatan kepuasan yang dirasakan oleh mahasiswa. Customer
perceived value berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dan Word of Mouth
mahasiswa Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura. Kepuasan
mahasiswa berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth. Yang dapat
diartikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh mahasiswa maka
akan memberikan dorongan dalam peningkatan Word of Mouth Prodi Magister
Manajemen FEB Universitas Tanjungpura. Namun service quality dalam
penelitian ini belum mampu mendorong peningkatan customer perceived value
mahasiswa Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura. Service
quality juga tidak berpengaruh signifikan terhadap Word of Mouth Prodi
Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura. Penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Program Studi Magister Manajemen
FEB Universitas Tanjungpura untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan
yang lebih baik lagi kepada mahasiswanya seperti ketepatan waktu dalam

116
layanan di bagian akademik, kelengkapan peralatan dalam pembelajaran,
kelengkapan sumber-sumber referensi di perpustakaan, pemberian informasi
mengenai jadwal perkuliahan secara teratur dan matang serta inovasi-inovasi
baru dalam layanan yang dimilikinya agar dapat sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh mahasiswa.

REFERENSI
Ahmad, Sajjad Afridi, Maqsood Haider, dan Waqar Alam. (2015). Impact of
Service Quality on Word of Mouth Communication: Mediating Role of
Customer Satisfaction. JMS, Vol. 12 No. 1.
Anwar, Saleha dan Amir Gulzar. (2011). Impact of customer perceived value on
Word of Mouth endorsement and customer satisfaction : Mediating role of
repurchase intentions. International Journal of Economics dan
Management Sciences. Vol. 1, No. 5.
Ardelina, Norita. 2017. Pengaruh corporate image, kualitas jasa pendidikan,
harga, dan Word of Mouth terhadap keputusan mahasiswa melanjutkan
studi di Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Tanjungpura. Jurnal Manajemen Vol.6 No.1.
Corey, Gerald. (2013). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Desy, Ifka A.S. (2012). Pengaruh customer perceived value terhadap Word of
Mouth pelanggan Garuda Indonesia (Studi pelanggan di Depok) Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia.
Dwi, Taufik Satmoko, Handojo Djoko, dan Ngatno. (2015). Pengaruh kualitas
pelayanan terhadap Word of Mouth melalui kepercayaan dan kepuasan
konsumen sebagai variabel intervening pada Star Clean Car Wash
Semarang. UNDIP.
Fathurrachman, Alfiqi. 2019. Pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan
terhadap Word of Mouth (Studi pada mahasiswa Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura).
Jurnal Manajemen Vol.8 No.4.
Gusti, I Agung A.M.S., Eka Sulistyawati. (2016). Peran customer perceived value
memediasi pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen.
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No.12.
Gumussoy, C.A and Koseoglu, B. 2016. The Effect of Service Quality, Perceived
Value and Price Fairness on Hotel Customer’s Satisfaction and Loyalty.
Journal of Economics, Business and Management, 4 (9) : 523- 526.
Hartono, Jogiyanto dan Abdillah Willy. (2014). Partial Least Square ( PLS ).
Yogyakarta : Andi.

117
Hasan, Ali. (2013). Marketing dan Kasus-Kasus Pilihan. Yogyakarta. CAPS
(Center For Academic Publishing Service).
Hermawan, Asep. (2009). Penelitian Bisnis. Jakarta: PT Grasindo.
Kock, Ned. (2015). WarpPLS 5.0 User Manual. ScriptWarp System. Laredo, Texas.
USA.
Kotler, Philip and Gary Armstrong. (2012). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi 13.
Jilid 1. Jakarta:Erlangga.
Kotler, Philip Dan Kevin Lane Keller. (2011). Manajemen Pemasaran. Edisi
Keempat Belas. Jakarta: Indeks.
Kotler, Philip. dan Gary Armstrong. (2014). Principle Of Marketing, 15th edition.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta:
Erlangga.
Leong, Loi Chen, Abdul Basit, dan Zubair Hassan. (2017). The impact of customer
perceived value on customer satisfaction : study on Malaysian automobile
industry. IJABM, Vol. 5 No. 1, ISSN: 2289-4519.
Lovelock, C, dan John Wirtz. (2011). Pemasaran Jasa Perspektif edisi 7. Jakarta :
Erlangga.
Lupiyoadi, Rambat. (2014). Manajemen Pemasaran Jasa. Edisi 3. Jakarta:Salemba
Empat.
Mahendrayasa, Andhanu Catur et al. (2014). Pengaruh Word of Mouth Terhadap
Minat Beli Serta Dampaknya Pada Keputusan Pembelian: Survei Pada
Mahasiswa Pengguna Kartu Selular GSM “Im3” Angkatan 2011/2012 dan
2012/2013 Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. E-
jurnal Universitas Brawijaya Malang.
Nanda, Fadhilla Kharisma. (2013). Analisis pengaruh service quality dan
perceived value terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan GO-JEK di
Yogyakarta. UII.
Peter, J Paul and Jerry C Olson. (2013). Perilaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran Terjemahan oleh Diah Tantri Dwiandani Edisi Kesembilan
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Rangkuti, Freddy. (2011). Riset Pemasaran. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Resika, Yeri, Zakaria Wahab, dan Muchsin Saggaf Shihab. (2019). Customer
Perceived Value dan Customer Trust : identifikasi kepuasan dan loyalitas
konsumen Go-Car. Journal of Management and Business Review, Vol. 16
No.1.

118
Rohim, Abdul dan Sonny Arvianto. (2017). Pengaruh Customer Perceived Value
Terhadap Word of Mouth Dengan Customer Loyalty Sebagai Variabel
Mediasi (Study Kasus Di CV Putra Putri). EKSIS, Vol 12, No 1.
Sadewa, Lutfi. 2019. Pengaruh store atmospher dan customer perceived value
terhadap kepuasan dan Word of Mouth (Studi pada pengunjung Warunk
Upnormal Pontianak). Jurnal Manajemen Vol.8 No.4.
Safitri, Erwina, Mintarti Rahayu, dan Nur Kusniyah Indrawati. (2013). Pengaruh
Kualitas Pelayanan dan Citra Perusahaan Terhadap Kepuasan Pelanggan
dan Loyalitas Pelanggan Service Center (Studi Pada Pelanggan Samsung
Service Center di Kota Malang). JEB, Tahun 21 No. 1.
Sangadji, E.M., dan Sopiah. (2013). Perilaku Konsumen: Pendekatan Praktis
Disertai: Himpunan Jurnal Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sernovitz, Andy. (2009). Word of Mouth Marketing:How Smart Companies Get
People Talking (Revised Edition). New York : Kaplan Publishing.
Solimun, Adji Achmad Rinaldo Fernandes, dan Nurjannah. (2017). Metode
Statistika Multivariat Pemodelan Persamaan Struktural SEM, Pendekatan
WarpPLS jilid 2. Malang : UB Press.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Tahir, Muhammad Jan, Kalthom Abdullah, dan Ali Shafiq. (2013). The Impact of
Customer Satisfaction on Word-of-Mouth: Conventional Banks of
Malaysia Investigated. IJITCS, Vol. 10 No. 3.
Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2012. Pemasaran Strategik. Edisi Kedua.
Andi, Yogyakarta.
Tjiptono, Fandy. 2014. Pemasaran Jasa, Prinsip, Penerapan, dan Penelitian, Andi
Offset, Yogyakarta.
Universitas Tanjungpura. 2019. Jumlah Mahasiswa Universitas Tanjungpura.
Pontianak. BAAK UNTAN.
Yulianto. 2011. Dasar-dasar Manajemen Jasa, ed. 10, Salemba Empat, Jakarta.
Yonika, Rahmalani. 2018. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap Word of Mouth
dengan kepuasan konsumen sebagai variabel intervening (Studi pada
Wedding organizer Rahma Gunter Bandar Lampung. Fakultas Ekonomi
dan Bisnis,

119
Strategi Pemulihan Bisnis Lembaga bimbingan belajar pada
Masa Adaptasi Pemulihan Baru
Rahman Parlindungan Siregar
Universitas Tanjungpura, Pontianak
*Email : arlinrangkayo@yahoo.co.id

Abstrak
Pandemi Covid-19 merupakan musibah bagi seluruh dunia yang berimbas pada segala
segmen, diantaranya adalah segmen perekonomian dan pendidikan. Banyak pedagang dan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang gulung tikar sejak merebaknya pandemi ini.
Lembaga bimbingan belajar merupakan salah satu sector usaha yang terkena imbas dari
pandemi ini. Walaupun telah memasuki masa adaptasi baru, lembaga bimbingan belajar
masih belum bisa mempertahankan keeksisannya sehingga diperlukan strategi pemasaran
yang efektif dan efisien guna meningkatkan kembali daya jual jasa ini. Penelitian ini akan
mengkaji strategi-strategi tepat guna yang dapat diaplikasikan pada lembaga bimbingan
belajar sehingga bisa bangkit kembali dari keterpurukan. Beberapa cara yang dapat
dilakukan antara lain memberlakukan batasan jumlah siswa di setiap kelas, pembukaan
kelas privat, penurunan harga pendaftaran dan iuran SPP, serta promosi lembaga bimbingan
belajar. Dengan melakukan metode-metode tersebut, diharapkan mampu menarik simpati
dan minat orang tua murid terhadap lembaga bimbingan belajar sebagai sarana pendidikan
non formal bagi anak-anaknya.
Kata kunci: Covid-19, lembaga bimbingan belajar, new normal, strategi pemulihan

PENDAHULUAN
Pandemi Corona Virus Disease 2019, yang kemudian dikenal dengan Covid-19,
merupakan musibah yang sangat memilukan bagi seluruh dunia. Seluruh segmen
kehidupan manusia terkena dampak oleh pandemic tersebut, tanpa terkecuali.
Penyebaran pandemi Covid-19 terjadi sangat cepat dan begitu mematikan sehingga
ditakuti oleh seluruh masyarakat dunia. Tercatat sampai tanggal 19 November 2020
kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 483.518 orang, dengan total pasien
sembuh mencapai 406.612 orang dan angka kematian mencapai 15.600 orang
(Harian Merdeka, 2020). Angka-angka ini terus bertambah setiap harinya secara
signifikan, apalagi sampai sekarang disinyalir belum ada vaksin yang bisa
menetralisir virus Covid-19 ini. Guna meminimalisir korban pandemi ini,
pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk melakukan social distancing
(menjaga jarak sosial). Kebijakan ini kemudian diperbaharui menjadi menjaga jarak
secara fisik (physical distancing). Selain itu, program 4M mulai digalakkan pada
seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Isi program 4M antara lain mencuci tangan
setiap habis bepergian, menggunakan masker setiap keluar rumah, menjaga jarak
sosial, dan menjauhi kerumunan. Program ini merupakan langkah preventif guna
menekan laju penyebaran virus Covid-19 di Indonesia.
Bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan social distancing oleh pemerintah
pada bulan Maret 2020 lalu, aktivitas diseluruh sector usaha, industri, dan
pemerintahan juga ikut terhenti dengan berlakunya Pembatasan Sosial Skala Besar
(PSBB). Tidak hanya pihak pemerintah dan swasta yang menghentikan segala
aktivitas yang dilakukan diperkantoran, pedagang dan pemilik industri hiburan juga
tidak boleh beroperasi selama masa PSBB. Sekolah dan perguruan tinggi juga

120
terpaksa meliburkan seluruh siswa-siswinya demi memutus mata rantai
penyebaran Covid-19. Akibatnya, perekonomian masyarakat menjadi terganggu.
Banyak keluarga yang kehilangan mata pencahariannya selama masa pandemi ini
dengan berbagai alasan. Tidak hanya perusahaan besar yang merugi, banyak pula
UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dan pedagang kecil lainnya yang
akhirnya gulung tikar akibat lama tidak beroperasi.

Saat ini, Indonesia sudah memasuki masa adaptasi pemulihan baru (new normal).
Kendati physical distancing masih diberlakukan, namun aktivitas perkantoran sudah
mulai dibuka kembali dengan tetap menjaga protocol kesehatan. Walaupun aktivitas
di pemerintahan dan swasta sudah kembali berjalan, namun hal ini tidak serta
merta menaikkan perekonomian masyarakat. Banyak pedagang dan UMKM yang
masih belum bisa beroperasi dengan berbagai alasan, salah satunya lembaga
bimbingan belajar (Bimbel). Konsumen lembaga bimbingan belajar 90% adalah
pelajar SD-SMA. Usia pelajar yang masih muda menyebabkan banyak orang tua yang
khawatir untuk mengizinkan anak-anaknya belajar di luar rumah. Apalagi sampai
saat ini pembelajaran tatap muka di sekolah masih ditiadakan. Oleh karena itu,
banyak lembaga bimbingan belajar yang tidak bisa beroperasi sampai saat ini
karena kehilangan pelanggan dan sepi peminat.
Ditinjau dari sisi konsumen, keberadaan bimbingan belajar sebetulnya sangat
dibutuhkan selama masa pandemi ini. Selama masa pandemi, proses pembelajaran
tatap muka ditiadakan dan digantikan melalui proses daring atau secara online di
rumah masing-masing. Metode ini memberikan efek baik dalam jangka pendek serta
dalam jangka panjang pada keberlangsungan system pendidikan di Indonesia.
Dampak jangka pendek dirasakan oleh banyak keluarga di seluruh pelosok daerah
Indonesia. Banyak keluarga di Indonesia yang kurang familiar melakukan sekolah
dari rumah secara daring. Bersekolah di rumah bagi keluarga Indonesia adalah
kejutan besar khususnya bagi produktivitas orang tua yang biasanya sibuk dengan
pekerjaannya diluar rumah. Demikian juga dengan problem psikologis anak-anak
peserta didik yang terbiasa belajar bertatap muka langsung dengan guru-guru
mereka (Aji, 2020).
Proses pembelajaran yang berlangsung secara daring ini juga berjalan pada skala
yang belum pernah terukur dan teruji. Hal ini dikarenakan metode ini belum pernah
digunakan sebelumnya. Selain itu, masyarakat yang tinggal di desa-desa terpencil
juga kesulitan mengikuti pembelajaran melalui daring yang disebabkan
keterbatasan infrastruktur informasi teknologi. Sedangkan dampak jangka panjang
dari pandemi ini yaitu aspek keadilan dan peningkatan ketidaksetaraan antar
kelompok masyarakat dan antar daerah di Indonesia (Aji, 2020). Salah satu cara
yang dapat dilakukan orang tua murid untuk membantu persiapan belajar anak-
anaknya di rumah adalah dengan memberikan tambahan les atau bimbingan belajar
dari luar.
Problematika ini memicu dilema pada orang tua murid, antara ingin membantu
pembelajaran anak-anak mereka di sekolah dan rasa takut anak-anaknya terjangkit
Covid-19 jika keluar rumah. Hal ini pula yang menjadi tantangan berat bagi pelaku
usaha lembaga bimbingan belajar sehingga perlu dilakukan beberapa inovasi agar
aktivitas lembaga bimbingan belajar tidak mati. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui strategi pemulihan pemasaran bisnis lembaga bimbingan belajar di
masa adaptasi pemulihan baru. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

121
pengetahuan untuk meningkatkan pelanggan jasa lembaga bimbingan belajar
sehingga usaha ini bisa tetap berjalan dengan tetap menjaga protocol kesehatan.
Selain itu, keberadaan lembaga bimbingan belajar juga diharapkan dapat membantu
mengatasi kesenjangan pendidikan yang diterima siswa-siswi akibat keterbatasan
informasi teknologi tentang pembelajaran secara daring.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui pendekatan deskriptif yang
bersifat uraian dari hasil pengamatan dan studi dokumentasi. Pada tahap analisis,
data-data yang diperoleh diolah dengan melakukan proses penyederhanaan kata
agar mudah dipahami dan dibaca. Penelitian kualitatif yang dimaksudkan dalam
penelitian disini adalah penelitian yang bermaksud untuk menjelaskan tentang apa
yang dialami objek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi berbentuk
bahasa dan kata-kata pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2017).
Subjek penelitian menjadi sumber informasi utama, informasi yang diperlukan
diambil dari sumber informasi utama dan informasi tambahan yang diperlukan.
Pengambil subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan
sampel bola salju (snowball samping). Penelitian ini menggunakan keabsahan data
yang dilakukan secara triangulasi. Analisa data dilakukan dengan reduksi data,
penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi. Adapun diagram penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pembelajaran di sekolah merupakan alat kebijakan public terbaik sebagai


upaya peningkatan pengetahuan dan skill. Selain itu, banyak siswa beranggapan
bahwa sekolah adalah tempat bagi mereka berinteraksi satu sama lain sehingga

122
dapat meningkatkan keterampilan sosial dan kesadaran kelas sosialnya. Dengan
berhentinya aktivitas di sekolah menjadikan hal ini sebagai peluang bagi pemilik
usaha pendidikan non formal untuk memindahkan suasana menyenangkan di
sekolah ke lembaga pendidikan non formal milik mereka. Meskipun demikian, hal
ini tentu tidak mudah mengingat batasan-batasan protocol kesehatan tetap harus
dijalankan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pemasaran yang efektif dan efisien
untuk menanggulangi permasalahan tersebut.
Strategi pemasaran merupakan serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan
aturan yang member arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu,
terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan
persaingan yang selalu berubah. Penentuan strategi pemasaran harus
menyesuaikan terhadap analisis lingkungan dan internal perusahaan melalui
analisis keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisis kesempatan dan
ancaman yang dihadapi perusahaan (Assauri, 2013). Pada masa adaptasi pemulihan
baru ini, yang menjadi ancaman bagi usaha Lembaga bimbingan belajar adalah rasa
takut masyarakat terhadap pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemilik lembaga
bimbingan belajar memerlukan strategi untuk menanggulangi atau meminimalisir
ketakutan masyarakat terhadap Covid-19 sehingga tidak menghalangi jalannya
aktivitas mereka.

Beberapa strategi dapat dilakukan lembaga bimbingan belajar untuk menarik minat
konsumen pengguna jasa, antara lain sebagai berikut :

1. Memberlakukan pembatasan jumlah siswa di setiap kelas

Pembatasan jumlah siswa di setiap kelas dilakukan untuk menjaga protocol


kesehatan selama proses pembelajaran non formal berlangsung. Batasan siswa
setiap kelas disesuaikan dengan besar kecilnya ruang kelas dan jumlah
tentornya, misalnya untuk kelas kecil, dengan 1 tentor maksimal hanya 5 orang
siswa yang diperbolehkan berada di dalam kelas. Tentor adalah sebutan bagi
guru pendamping di kelas selama proses pembelajaran. Metode ini dilakukan
untuk meminimalisir kontak fisik antar siswa serta antar asiswa dan tentornya.
Selain itu, sebelum memasuki ruang kelas, siswa wajib mencuci tangan mereka
dan menggunakan masker selama proses pembelajaran.

Konsekuensi dari kebijakan ini adalah diperlukannya tambahan kelas serta


tenaga tentor untuk memfasilitasi semua siswa pengguna jasa lembaga
bimbingan belajar. Namun hal ini dapat disiasati dengan cara, antara lain
menambahkan alokasi waktu lain untuk kelas baru. Penambahan alokasi waktu
untuk kelas baru dimaksudkan misalnya sebelum pandemi bimbingan belajar
hanya beroperasi dari pukul 15.00-20.00, maka pada masa pandemi alokasi
waktu ditambahkan dari pagi hari pukul 08.00. Dengan demikian, penggunaan
tenaga tentor dapat dimaksimalkan dan tidak diperlukan mencari tambahan
tenaga tentor yang terlalu banyak.

2. Pembukaan kelas privat

123
Program kelas privat diadakan bagi orang tua siswa yang khawatir jika anak-
anaknya bertemu dengan banyak orang, Dalam proses pembelajaran, siswa
dianjurkan untuk tetap datang dan belajar di lembaga bimbingan belajar, bukan
di rumah masing-masing. Dengan demikian, hal ini meminimalisir kontak fisik
antara tentor yang dating dari luar rumah dengan keluarga konsumen lainnya
yang berada di rumah. Alokasi waktu pembelajaran yang disediakan tetap sama
dengan alokasi waktu belajar kelas regular.

3. Melakukan penurunan harga pendaftaran dan iuran SPP lembaga bimbingan


belajar

Promosi harga di lingkungan lembaga bimbingan belajar kepada konsumen juga


menjadi poin utama yang perlu diperhatikan. Menurunnya perekonomian
masyarakat selama masa pandemi sampai saat ini juga menjadi alas an turunnya
peminat pengguna jasa lembaga bimbingan belajar. Jangankan untuk memikirkan
pendidikan, bahkan masih banyak masyarakat yang belum mampu untuk
memenuhi kebutuhan primer mereka, terutama yang tinggal di daerah pedesaan
dan pinggiran kota. Oleh karena itu, perlu stimulus lain agar mereka dapat
melirik lembaga bimbingan belajar sebagai sarana yang membantu pembelajaran
di luar sekolah.

Pemberian diskon atau pemangkasan harga untuk pendaftaran siswa baru dan
iuran SPP merupakan hal yang tepat dilakukan sebagai stimulus awal bagi orang
tua murid. Hal ini akan meringankan beban orang tua siswa dalam
mengalokasikan dana mereka untuk pendidikan buah hatinya. Pemberian diskon
tentunya tidak dilakukan secara asal-asalan, namun dengan perhitungan yang
matang sehingga pihak lembaga bimbingan belajar tidak akan menderita
kerugian. Pemberian promosi juga dapat dilakukan dengan ketentuan bahwa
siswa tersebut berhasil mengajak kerabatnya untuk bergabung bersama di
lembaga bimbingan belajar tempat ia belajar. Pemberian diskon berdasarkan
jumlah banyaknya kerabat yang berhasil direkrut oleh siswa atau orang tua siswa
tersebut.

4. Promosi lembaga bimbingan belajar

Setelah melakukan beberapa inovasi-inovasi di atas, langkah selanjutnya


melakukan promosi. Promosi dimaksudkan sebagai upaya untuk membujuk
orang untuk menerima produk, jasa, konsep, dan gagasan kita. Hal ini dilakukan
dengan memberikan informasi pada pasar tentang produk/jasa yang dijual,
tempat, dan saatnya. Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan periklanan (advertising), penjualan pribadi (personal selling), promosi
penjualan (sales promotion), dan publisitas (Lubis, 2014). Dengan menerapkan
metode-metode tersebut, pemilik lembaga bimbingan belajar dapat
memperkenalkan inovasi-inovasi yang telah dilakukan kepada masyarakat secara
luas.

124
Penerapan strategi-strategi di atas diharapkan mampu menarik simpati dan minat
para orang tua murid terhadap kepedulian lembaga bimbingan belajar terhadap
peningkatan mutu pendidikan siswa, namun dengan tetap memperhatikan protocol
kesehatan.

SIMPULAN

Lembaga bimbingan belajar merupakan salah satu sarana pembelajaran non formal
yang sangat erat berhubungan dengan masyarakat. Peranan lembaga bimbingan
belajar sangat besar untuk menunjang kesetaraan pendidikan yang diterima siswa-
siswi di Indonesia. Selain itu, keberadaan lembaga ini turut membantu orang tua
murid dengan produktivitas tinggi untuk memper-hatikan perkembangan belajar
anak-anaknya, dan tentunya menjadi wadah yang menyediakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat. Strategi yang tepat dapat menyelamatkan usaha jasa ini di masa
adaptasi pemulihan baru. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain
memberlakukan batasan jumlah siswa di setiap kelas, pembukaan kelas privat,
penurunan harga (diskon) pendaftaran dan iuran SPP, serta promosi lembaga
bimbingan belajar. Dengan melakukan metode-metode tersebut, diharapkan mampu
menarik simpati dan minat orang tua murid terhadap Lembaga bimbingan belajar
sebagai sarana pendidikan non formal bagi anak-anaknya.

REFERENSI

Aji, R. H. S. (2020). Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah,


Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. 7(5), 395-402. https://doi.org/
10.15408/sjsbs.v7i5.15314
Assauri, S. (2013). Manajemen Pemasaran. cetakan ke-12. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Harian Merdeka. (2020). Korban Covid-19 di Indonesia. http://harian-merdeka.
org/.
Lubis, A. N. (2014). Strategi Pemasaran dalam Strategi Bisnis. USU Digital Library.
Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). PT Remaja
Rosda Karya.

125
Go Digitial and Customer Relationship Marketing sebagai
Strategi Pemulihan Bisnis UMKM yang Efektif dan Efisien di
Masa Adaptasi New Normal
Luki Masriansyah
Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Tanjungpura – Pontianak, Indonesia
*E-mail: Luki.Masriansyah@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang : Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memiliki dampak yang
sangat besar pada hampir semua sektor kehidupan. Tidak hanya kesehatan, namun sektor
perekonomian seperti kegiatan bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga ikut
terdampak dan paling berat merasakan akibat dari pandemi tersebut sehingga dapat
menurunkan aktivitas dan produktivitas. Go Digital and Customer Relationship Marketing
(CRM) dapat dijadikan sebagai suatu langkah strategis dalam menghadapi masa adaptasi
new normal di masa pandemi.
Tujuan : Mengetahui bagaimana intervensi dan implementasi go digitial and CRM sebagai
suatu strategi pemulihan bisnis UMKM yang efektif dan efisien di masa adaptasi new normal.
Metode : Penelitian kualitatif melalui pendekatan deskriptif dengan memanfaatkan data
sekunder yang berasal dari berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal/artikel, serta
homepage untuk mengakses data dan informasi terkini berkaitan dengan kebijakan
penyelamatan UMKM dari dampak pandemi Covid-19. Penggunaan metode kualitatif
deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi serta mendapatkan gambaran yang jelas
yang berguna untuk menjawab rumusan masalah.
Hasil : Hasil penelitian membuktikan bahwa di tengah masa adaptasi new normal para
pelaku kegiatan UMKM terus berkompetensi guna meningkatkan produktivitas usahanya
namun tetap harus mematuhi protokol kesehatan yang di antaranya adalah menjaga jarak
(social distancing/physical distancing) sehingga terbatas sekali untuk melakukan kegiatan
bisnis secara konvensional, go digital dan CRM telah memberikan kontribusi untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Kesimpulan : Go digital and CRM dapat dijadikan sebagai solusi untuk pemulihan kegiatan
bisnis UMKM di masa adaptasi new normal.
Kata Kunci : Covid-19, Strategi, UMKM, Go Digital, CRM

PENDAHULUAN
Pada awal tahun 2020, Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah menjadi
masalah kesehatan dunia. Kasus ini diawali dengan informasi dari Badan Kesehatan
Dunia/World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang
menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di
Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus berkembang hingga adanya
laporan kematian dan terjadi importasi di luar China. Pada tanggal 30 Januari 2020,
WHO menetapkan Covid-19 sebagai Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia
(KKMMD). Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel
coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease (Covid19). Pada
tanggal 2 Maret 2020 Indonesia telah melaporkan 2 kasus konfirmasi Covid-19.
Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi
(KEMENKES RI, 2020).
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East

126
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Covid-19 adalah penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya
pada manusia. Virus penyebab Covid-19 ini dinamakan Sars-CoV-2, Virus tersebut
terklasifikasi sebagai zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia) (KEMENKES
RI, 2020). Hingga pada 17 November 2020, kasus Covid-19 secara global dari 220
negara terkonfirmasi berjumlah 54.771.888 dan meninggal 1.324.249, dan di
Indonesia sendiri terkonfirmasi positif berjumlah 474.455, sembuh 398.636, dan
meninggal 15.393 (SATGAS Penanganan Covid-19, 2020). Berbagai kebijakan untuk
mengurangi dan menghentikan pandemi ini dilakukan oleh pemerintah, diantaranya
social distancing, physical distancing, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dan
larangan untuk berpergian (mudik). Di lain sisi, kebijakan ini bermanfaat untuk
ketahanan kesehatan masyarakat, namun mempunyai dampak secara ekonomi yang
signifikan bagi dunia usaha di Indonesia (TIM YANMAS DPKM-UGM, 2020).
Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang sangat besar pada hampir semua
sektor kehidupan. Tidak hanya kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi menjadi satu
di antara sektor paling terdampak dan tidak dapat berjalan normal seperti biasanya.
Sektor ekonomi yang paling merasakan dampak terberat adalah adalah kegiatan
bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM sendiri memiliki peran
penting terhadap perekonomian di Indonesia yang di antaranya adalah meliputi
penyediaan lapangan kerja 99%, Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional 60,34%,
total ekspor 14,17%, total investasi 58,18% dan total tenaga kerja 89,20% (BPS,
2020). Berkaca pada krisis moneter 1998 dan krisis keuangan global 2008, tatkala
perusahaan-perusahaan skala besar banyak yang tumbang, sebaliknya sektor UMKM
tampil sebagai penyelamat dan penopang perekonomian nasional. Ketangguhan
UMKM menjadi modal utama, membawa perekonomian nasional selamat dari krisis
dan perlahan tapi pasti, perekonomian kita dapat pulih kembali. UMKM saat itu
mampu menggerakkan ekonomi akar rumput dan menjaga daya beli masyarakat.
Namun, kini kondisinya jauh berbeda kala pandemi Covid-19 melanda negara kita.
Data dari kementerian Koperasi dan Usaha kecil Menengah (UKM) menunjukkan
pada tahun 2018 terdapat 64.194.057 UMKM yang ada di Indonesia dan
mempekerjakan 116.978.631 tenaga kerja. Indonesia didominasi oleh UMKM yang
menjadi tulang punggung perekonomian nasional juga terdampak serius bukan
hanya pada aspek produksi dan pendapatan mereka saja, namun juga pda jumlah
tenaga kerja yang harus dikurangi dikarenakan pandemi ini (Pakpahan, 2020).
Hasil survey menunjukkan bahwa kegiatan bisnis para pelaku UMKM benar-
benar terdampak oleh pandemi Covid-19 yang sedang terjadi sekarang ini. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya penurunan omzet, penurunan order, dan penurunan
pendapatan serta kendala-kendala lain terkait dengan kegiatan usaha seperti proses
produksi, pemasaran, dan distribusi. Para pelaku UMKM mengharapkan adanya
bantuan dana/modal usaha, pemasaran produk, dan kebutuhan pokok. Mereka juga
membutukan alat-alat kesehatan yang dapat mendukung proses produksi selama
pandemi Indonesia (TIM YANMAS DPKM-UGM, 2020).
Berdasar data Kemenkop UKM, jumlah usaha mikro 62.106.900, usaha kecil
757.090, usaha menengah 58.627, dan usaha besar 5.460 unit. Sebanyak 98 persen
dari total jumlah UMKM itu terdampak pandemi (KEMENKOP dan UKM, 2020).
Menurut Laporan dari Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD), Pandemi Covid-19 ini mempengaruhi perekonomian dari sisi penawaran
dan Permintaan. Di sisi penawaran, perusahaan mengurangi pasokan bahan baku
dan tenaga kerja yang tidak sehat serta rantai pasokan yang juga mengalami

127
kendala. Dari sisi permintaan, kurangnya permintaan dan menurunnya kepercayaan
konsumen terhadap suatu produk. OECD juga menyebutkan UMKM memiliki
dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi Covid19 ini. UMKM sangat rentan
terdampak dalam gangguan bisnis, karena seringnya berhubungan langsung dengan
pariwisata, transportasi dan industri kuliner yang memerlukan supplier yang cepat
yang semuanya terdampak secara signifikan oleh covid-19 (OECD, 2020)
Penurunan omzet pelaku UMKM akibat Covid-19 sangat signifikan Sejak
kemunculannya. Industri pariwisata merupakan satu di antara industri yang
terdampak oleh penyebaran virus ini. Lesunya sektor pariwisata memiliki efek
domino terhadap sektor UMKM. Berdasarkan data yang diolah Pusat Penelitian
Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI), dampak penurunan
pariwisata terhadap UMKM yang bergerak dalam usaha makanan dan minuman
mikro mencapai 27%. Sedangkan dampak terhadap usaha kecil makanan dan
minuman sebesar 1,77%, dan usaha menengah di angka 0,07%. Pengaruh virus
Covid-19 terhadap unit kerajinan dari kayu dan rotan, usaha mikro akan berada di
angka 17,03%. Untuk usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan 1,77% dan
usaha menengah 0,01%. Sementara itu, konsumsi rumah tangga juga akan
terkoreksi antara 0,5% hingga 0,8% (Amri, 2020). Pangsa pasar dari kesemua
bidang usaha UMKM tersebut akan sangat ditentukan oleh pergerakan manusia
sebagai konsumen atau pelanggan. Semakin lama kebijakan bekerja dari
rumah/WFH (Work From Home) dan PSBB, maka nasib usaha UMKM semakin tidak
pasti, bahkan yang masih bertahan perlahan akan menyusul menutup usahanya.
OECD (2020) sendiri menyebutkan bahwa UMKM saat ini berada dalam pusat
krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19, bahkan dengan kondisi lebih parah dari
krisis keuangan 2008. Krisis akibat pandemi akan berpengaruh pada UMKM dengan
risiko serius dimana lebih dari 50% UMKM tidak akan bertahan beberapa bulan ke
depan. Ambruknya UMKM secara luas dapat berdampak kuat pada ekonomi
nasional dan prospek pertumbuhan global, pada persepsi dan harapan, dan bahkan
pada sektor keuangan, mengingat 60-70% lapangan kerja di negara OECD
diperankan oleh UMKM dan terlebih dari itu terdapat tekanan oleh portofolio yang
tidak memiliki kinerja. Kemunduran situasi keuangan UMKM dapat memiliki efek
sistemik pada sektor perbankan secara keseluruhan (OECD, 2020).
Berdasarkan data permasalahan di atas, Indonesia setidaknya bisa belajar
bahwa pandemi tidak akan serta merta mengembalikan kehidupan sebagaimana
yang dulu lagi. Bahkan hidup normal seperti sebelum pandemi boleh jadi tidak akan
sama lagi. Era the new normal yang mulai diadaptasi dalam kosakata baru Bahasa
Indonesia menjadi tatanan atau kenormalan baru harus mulai dibangun di tanah air.
Pemerintah mulai menerapkan kondisi new normal. Pertimbangannya, agar roda
perekonomian tetap berputar. Banyak sektor diharapkan bisa tetap atau kembali
berjalan. Para pelaku UMKM di Indonesia harus membiasakan diri untuk
menerapkan protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan dalam satu waktu demi
kebaikan bersama. Konsep-konsep baru bertema Cleanliness, Health, and Safety yang
diterapkan di ruang-ruang publik termasuk dalam keseharian para pelaku UMKM
(KEMENKOP dan UMKM, 2020).
Pelaku usaha harus mulai patuh pada konsep Cleanliness (kebersihan) yang
merujuk pada keadaan bebas dari kotoran, termasuk diantaranya debu, sampah, dan
bau. Selain itu kebersihan juga berarti bebas dari virus, bakteri patogen, dan bahan
kimia berbahaya. Mereka pun juga harus patuh pada konsep Health (kesehatan)
dengan memberikan layanan yang menerapkan aturan kesehatan terhadap manusia

128
dan lingkungan melalui kegiatan pencegahan, perawatan, pemantauan, dan
pengendalian. Pelaku UMKM di tanah air juga harus paham untuk mengedepankan
konsep Safety (keselamatan) yakni keadaan bebas dari risiko, bahaya, pencemaran,
ancaman, gangguan yang bersifat permanen dan nonpermanen, fisik dan nonfisik di
suatu tempat dan waktu tertentu untuk mengelola, melindungi dan meningkatkan
kewaspadaan konsumen, masyarakat, hingga kualitas lingkungan. Suka tidak suka,
mau tidak mau, inilah kenormalan baru yang dibawa Covid-19 untuk semua
(KEMENKOP dan UMKM, 2020).
Analisis asal San Fransisco, Amerika Serikat, Thomas Pueyo mengemukakan
sebuah teori tentang Covid-19 yakni The Hammer and The Dance. Teori ini memuat
apa saja yang harus dilakukan pemerintah negara yang terpapar Covid-19 untuk
memalu (The Hammer) kurva penyebaran corona hingga selandai mungkin bahkan
turun. Setelah era The Hammer itu berlalu, kehidupan akan masuk pada fase baru,
yaitu masa The Dance (KEMENKOP dan UMKM, 2020). Lebih dari 106 negara telah
mengenalkan atau mengadopsi program perlindungan sosial serta intervensi pasar
tenaga kerja sebagai respons atas Covid-19 (Gentilini, Almenfi, Orton, & Dale, 2020).
Umumnya setiap negara melakukan bauran kebijakan untuk tetap menjaga agar
sektor UMKM telah dapat bertahan selama pandemi dan setelah pandemi Covid-19.
Secara Yuridis, jaminan hak bekerja pun diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Pertama pada Pasal 166 ayat 3 Undang-undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatakan bahwa ayat (3) : “Pemerintah
memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan pekerja..”, Kedua pada Pasal
99 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yang mengatakan bahwa ayat (1) : “Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja”, dan ayat (2) : “Jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”. Ini menandakan bahwa pemerintah sebagai
penjamin jaminan bagi pekerja atau pelaku UMKM harus bisa
dipertanggungjawabkandengan memberikan bantuan secara langsung bila mana
menerapkan pelarangan UMKM dalam bekerja. Dua Undang-undang tersebut sudah
dapat menjadi landasan bagi pelaku UMKM untuk menuntut jaminan kepada
pemerintah, agar bilamana usahanya ditutup oleh pemerintah, jaminan hidup
pelaku UMKM tetap dapat terpenuhi tanpa harus mencari bentuk usaha lain yang
tidak melanggar aturan dari PSBB itu sendiri. Dengan begitu, tidak ada pelanggaran
hak yang terjadi dalam pelaksanaan PSBB, dan pemerintah dapat lebih terfokus
dalam penanganan COVID-19 secara langsung (Said, 2020).
Di sisi lain, Covid-19 juga memaksa masyarakat untuk mengurangi kontak fisik
sebagai upaya untuk menekan penyebaran agar tidak semakin meluas. Guna
mengurangi kontak fisik dalam upaya menekan potensi penularan Covid-19
sekaligus menggerakkan roda ekonomi, bisnis digital menjadi salah satu solusi,
tentunya dengan tetap menyesuaikan dengan penerapan adaptasi kebiasaan baru.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UMKM, hingga saat ini dari total
64 juta pelaku UMKM, baru sekitar 8 juta atau 13% yang sudah terhubungan dengan
dunia digital. Padahal, transaksi di dunia digital terus meningkat, terutama di masa
pandemi ini, ketika pergerakan masyarakat mulai dibatasi (KEMENKOP dan UMKM,
2020). UMKM kurang memiliki ketahanan dan fleksibilitas dalam menghadapi
Pandemi ini dikarenakan beberapa hal seperti tingkat digitalisasi yang masih
rendah, kesulitan dalam mengakses teknologi dan kurangnya pemahaman tentang
strategi bertahan dalam bisnis (OECD, 2020). UMKM dituntut untuk mampu

129
menyesuaikan diri di dalam perkembangan bisnis yang ada karena bisnis yang
mampu bertahan adalah bisnis yang responsif terhadap perkembangan zaman.
Menurut Jacky Musry, Executive Vice President International Council for Small
Business (ICSB) Indonesia tentang UMKM 4.0, adalah mereka (UMKM) harus menjadi
profesional, produktif, kreatif dan be entrepreneurial. Keempatnya harus saling
terkait, para pelaku UMKM era 4.0 tersebut juga akan lebih diarahkan pada digital,
tidak lagi bermain pada tataran konservatif tetapi harus dapat melihat peluang
digital sehingga dapat menyasar pasar yang lebih luas. UMKM 4.0 mulai mengenal
kemajuan dalam daya komputerisasi, kecerdasan buatan, robotik, dan ilmu material
yang dapat mempercepat pergeseran menuju produk yang lebih ramah lingkungan
dari semua jenis. Persiapan diri pada perkembangan teknologi energi baru yang
dapat menciptakan sumber daya murah, berlimpah, dan berkelanjutan. Skala dan
luasnya inovasi teknologi merevolusi cara UMKM 4.0 dalam berbisnis. UMKM 4.0
mulai dapat mengeksplorasi bagaimana revolusi Industri 4.0 dapat mempengaruhi
individu dan masyarakat. Namun, UMKM 4.0 bisa melakukan langkah awal terlebih
dahulu untuk menciptakan perubahan besar pada bisnis (Amri, 2020).
Pelaku UMKM juga dituntut untuk dapat mengkomunikasikan produk secara
intensif dengan melakukan pemasaran produk menggunakan digital marketing dan
memanfaatkan media sosial untuk dapat menjangkau konsumennya secara langsung
dan dapat menekan biaya promosi. Digital marketing merupakan pemasaran yang
dilakukan dengan menggunakan akses internet, memanfaatkan sosial media
maupun perangkat digital lainnya. Digital Marketing membantu perusahaan atau
pelaku usaha dalam mepromosikan dan memasarkan produk dan jasa mereka dan
mampu memperluas pasar baru yang sebelumnya tertutup atau terbatas karena
adanya keterbatasan waktu, jarak dan cara berkomunikasi (Prabowo, 2018). Hasil
penelitian (Hendrawan dkk., 2019) menyatakan bahwa digital marketing
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan penjualan UMKM.
Perkembangan digital dalam globalisasi sangat berpengaruh pada roda
ekonomi termasuk pasar ritel. Karena kasus pandemi Covid-19, satu persatu pasar
ritel modern, skala besar, mikro, hingga kecil mulai mengalami penurunan
penghasilan. Meskipun dengan menghadirkan kemudahan berbelanja pada
kenyataannya di era digital orang tetap enggan dan lebih suka melakukan aktivitas
belanja online atau menggunakan aplikasi media. Banyak keuntungan yang
ditawarkan cara belanja online. Beberapa langkah untuk dapat mempertahankan
eksistensinya di pasar di era digital seperti refokus pelanggan dan industri
rethinking, merancang strategi sosial dan digital dan mengembangkan kapabilitas
organisasi (Amri, 2020).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana go digitial and
customer relationship marketing (CRM) sebagai strategi pemulihan bisnis UMKM
yang efektif dan efisien di masa adaptasi new normal. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana intervensi dan implementasi go
digitial and customer relationship marketing (CRM) sebagai suatu strategi pemulihan
bisnis UMKM yang efektif dan efisien di masa adaptasi new normal. Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dari paper penelitian ini yaitu diharapkan bisa memberikan
sumbangan bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan seperti para Researcher di
institusi pendidikan maupun pemerintahan, serta para pelaku UMKM pada masa
adaptasi pemulihan baru guna memperbaiki dan meningkatkan kegiatan
perekonomian di segala bidang baik di tingkat daerah, atau pun nasional.
METODE PENELITIAN

130
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui pendekatan deskriptif
yang bersifat uraian dari hasil pengamatan dan studi dokumentasi. Pada tahap
analisis, data-data yang diperoleh diolah dengan melakukan proses penyederhanaan
kata agar mudah dipahami dan dibaca. Penelitian kualitatif yang dimaksud dalam
penelitian disini adalah penelitian yang bermaksud untuk menjelaskan tentang apa
yang dialami objek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi berbentuk
bahasa dan kata-kata pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan meman-
faatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2017). Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif deskriptif dengan memanfaatkan data sekunder yang berasal dari
berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal/artikel, serta homepage untuk
mengakses data dan informasi terkini berkaitan dengan kebijakan penyelamatan
UMKM dari dampak pandemi Covid-19. Penggunaan metode kualitatif deskriptif
bertujuan untuk memberikan deskripsi serta mendapatkan gambaran yang jelas
yang berguna untuk menjawab rumusan masalah (Sugiri, 2020).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data resmi pemerintah pertanggal 17 November 2020, kasus
Covid-19 secara global dari 220 negara terkonfirmasi berjumlah 54.771.888 dan
meninggal 1.324.249, dan di Indonesia sendiri terkonfirmasi positif berjumlah
474.455, sembuh 398.636, dan meninggal 15.393 (SATGAS Penanganan Covid-19,
2020). Dengan adanya himbauan dan peraturah pemerintah untuk tidak keluar
rumah, tentu saja berpengaruh terhadap banyak hal termasuk UMKM.
Pemerintah melalui situs resmi kementrian koperasi dan UMKM menyatakan
Penyebaran Covid-19 berpotensi berdampak secara langsung terhadap
ekonomi termasuk keberlangsungan koperasi, usaha mikro, kecil dan
menengah (KUMKM) (KEMENKOP dan UKM, 2020). Kini Kementrian Koperasi
dan UMKM tengah mendata kondisi UMKM yang mengalami kesulitan bahan
baku, kendala proses produksi dan permintaan pasar yang turun drastis dan
kemudian memetakan dampak Covid-19 ini terhadap UMKM.
Berdasarkan dari hasil observasi, rata-rata UMKM merasakan penurunan
omzet selama adanya Covid-19. Hal ini terjadi karena mulai berkurangnya
aktivitas yang dilakukan diluar rumah, kesulitan dalam memperoleh bahan
baku karena terjadi kendala transportasi, serta mulai turunnya kepercayaan
masyarakat terhadap produk yang ada di luar terutama bidang kuliner. UMKM
yang merupakan salah satu penopang perekonomian karena juga banyak
menyediakan lapangan pekerjaan, dengan adanya Covid-19 ini, juga
mulai ada yang melakukan PHK atau merumahkan karyawan sementara
karena perusahaan/usaha mereka harus tutup sementara waktu.
Temuan yang lain berdasarkan observasi, tidak semua UMKM
merasakan penurunan omzet penjualan dan harus menutup usahanya, ada
UMKM yang masih stabil dan mengalami peningkatan omzet penjualannya
karena mereka melakukan penyesuaian diri dalam hal produk dan
melakukan beberapa strategi pemasaran untuk bertahan. Ada beberapa hal
yang dapat dilakukan oleh UMKM termasuk memilih membuka lini
produk baru atau memperbaharui sistem pemasaran mereka, karena bisnis
yang mampu bertahan adalah bisnis yang resposif terhadap perubahan
lingkungan mereka. Adapun beberapa hal yang bisa dilakukan oleh UMKM
adalah sebagai berikut :

131
Perbaikan Kualitas Produk yang Akan Diperjualbelikan Secara Go Digital
(Online)
Ditengah Pandemi Covid-19 ini, konsumen lebih berhati-hati dalam
menggunakan barang dan jasa dan terjadi penurunan kepercayaan konsumen
terhadap barang dan jasa yang dijual oleh pelaku usaha. Selain itu
keterbatasan konsumen dalam melakukan pembelian langsung juga
berdampak pada berkurangnya secara signifikan jumlah pembelian
konsumen. Untuk itu pelaku UMKM harus melakukan perbaikan kualitas
produk untuk dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan secara intensif
mengkomunikasikan terhadap kualitas produk. Penelitian Lestari & R (2019) dan
Tripayana & Pramono (2020), menyatakan bahwa peningkatan kualitas
produk dan kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan dalam
membentuk kepuasan konsumen dan menciptakan loyalitas konsumen bagi
pelaku UMKM. Untuk itu pelaku usaha dalam masa pandemik Covid-19 ini
perlu untuk memperhatikan dimensi kualitas produk dan memperbaiki produk
mereka untuk dapat semakin menambah kepercayaan konsumen. Kualitas
produk diartikan sebagai kemampuan dari suatu produk dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Kotler, Philip dan Amstrong,
2012).
Penting untuk UMKM melakukan perbaikan kualitas produk secara
berkala dengan menyesuaikan kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen.
Menurut Garvin (1998), ada delapan dimensi dalam menentukan kualitas
produk, yaitu (1) performa/kinerja produk atau seberapa baik produk dapat
diukur. (2) fitur atau atribut tambahan yang melengkapi dan
meningkatkan fungsi produk. (3) Kehandalan atau kemampuan produk
untuk dapat bertahan dari kemungkinan perubahan lingkungan bisnis pada
periode tertentu. (4) kesesuaian atau seberapa baik produk tersebut sesuai
dengan strandar yg ada pada industrinya. (5) daya tahan atau ketahanan
produk dari segi teknis dan nilai ekonomis. (6) kemudahan perbaikan produk
bila terdapat masalah dan dapat segera diperbaiki. (7) estetika produk yaitu
bagaimana produk dilihat, didengar atau dirasakan. (8) persepsi terhadap
kualitas produk yang mencakup reputasi merek dan faktor lain yang dapat
mempengarui persepsi konsumen. Bentuk peningkatan kualitas produk yang
bisa dilakukan adalah melakukan kontrol mutu produk lebih detail dan
menjamin kebersihan dan keamanan produk. Selain itu pelaku UMKM dapat
menyesuaikan ketahanan produk dan kemasan karena penjualan sekarang lebih
sering menggunakan penjualan secara online sehingga daya tahan dan
keamanan produk harus lebih ditingkatkan.
E-Commerce
Ditengah Covid-19 ini, penjualan secara langsung umumnya
mengalami penurunan dikarenakan pola masyarakat yang lebih banyak
berdiam dirumah. Selain itu banyak UMKM yang memilih tidak membuka toko
atau usaha mereka karena adanya pembatasan jam operasional atau
pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa
daerah. Salah satu cara untuk tetap menjalankan usaha dan menjangkau
lebih banyak konsumen dan memperluas pangsa pasar yang dapat
dilakukan oleh UMKM adalah memperluas jaringan dengan memanfaatkan
penjualan e-commerce. E-commerce merupakan suatu proses membeli dan
menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari

132
perusahaan ke perusahaan dengan computer sebagai perantara transaksi
bisnis (Laudon & Traver, 2016). E-commerce yang pada awalnya sebuah
mekanisme penjualan ritel online, sekarang sudah memiliki makna yang lebih
luas. Menurut Laudon & Traver (2016), E-commerce telah menciptakan pasar
digital baru dengan harga yang lebih transparan, kemudahan akses, pasar
global dengan pergadagan yang sangat efisien. Meski belum sempurna, e-
commerce ini memiliki dampak langsung pada hubungan perusahaan atau
pelaku usaha dengan pemasok, pelanggan, pesaing dan dapat dengan mudah
melakukan pemasaran produk maupun mengadopsi cara pemasaran pelaku
bisnis lainnya. Beberapa e-commerce yang bisa dimanfaatan oleh Pelaku
UMKM di Indonesia seperti Shopee, Tokopedia, Buka lapak, OLX, Gojek, Grab,
Lazada, Bujang Kurir dan lain-lain.
Penelitian (Helmalia & Afrinawati, 2018) dan (Setyorini, et al., 2019)
menyatakan bahwa e-commerce berpengaruh positif dan signifikan dalam
meningkatan kinerja dan pendapatan UMKM. Dalam hal ini, pelaku usaha
disarankan untuk dapat melakukan perdagangan secara e-commerce, namun
perlu adanya bantuan bagi pemerintah atau praktisi dan pendidikan untuk
dapat melakukan pembimbingan kepada pelaku usaha agar mereka memiliki
pengetahuan yang cukup dan dapat dengan maksimal menggunakan e-
commerce ini. Di Era revolusi industri 4.0 para pelaku usaha seharusnya
memang sudah bergerak ke perdagangan secara e-commerce karena pola
pedagangan dan pembelanjaan dari konsumen yang sudah mulai bergeser,
ditambah lagi adanya pandemik Covid-19 yang menjadikan perdagangan e-
commerce sudah menjadi pilihan yang baik untuk para pelaku UMKM untuk
bisa tetap bertahan bahkan berpotensi untuk dapat menjangkau pangsa pasar
baru.
Penelitian (Hanum & Sinarasri, 2017) dan (Ningtyas et al., 2015) menyatakan
e- commerceme miliki pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan
kinerja UMKM. E-commerce yang dilakukan oleh UMKM berkaitan dengan
pengurangan biaya transaksi dan kordinasi aktifitas ekonomi yang lebih
dekat antara rekan bisnis. Selain itu penggunaan teknologi dalam
pelaksanaan bisnis dapat mengurangi biaya dan dapat menunjang
ketercapaian tujuan perusahaan. Menurut Hoffman & Fodor dalam Pradana
(2016), e-commerce dapat dijalankan denganbaik dengan berpedoman pada
prinsip 4C yaitu : connection (koneksi), creation (penciptaan), consumption
(konsumsi) dan control (pengendalian). Prinsip ini dapat menjadi motivasi
dan meningkatkan return of investment (ROI) perusahaan yang dapat diukur
dengan partisipasi aktif seperti feedback atau review konsumen, dan share atau
merekomendasikan kepada pengguna lain.
Tujuan utama dari penggunaan e-commerce oleh pelaku UMKM tentunya
untuk dapat meningkatkan keuntungan mereka, tapi selain itu terdapat
tujuan lain yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha diantaranya dapat
menjangkau pangsa pasar yang lebih luas yang sebelumnya hanya terbatas
melakukan penjualan hanya di daerah tertentu saja, dengan adanya e-commerce
dapat menjangkau konsumen baru. Pelaku UMKM tidak hanya dapat
menjadikan e-commerce sebagai portal berjualan, namun dapat membangun
relasi dan membangun konsep pasar baru dan menggunakan sistem pemasaran
yang lebih efektif dan menjadikan e-commerce juga sebagai media pembelajaran.

133
Pelaku UMKM juga dapat melihat dan melakukan observasi penjualan yang
dilakukan oleh pesaing dan mengadopsinya.
Digital Marketing and CRM
Ditengah Pandemi covid-19 yang dialami di Indonesia khususnya,
banyak menurunkan omzet penjualan UMKM. Berkurangnya jumlah konsumen
di beberapa sektor dan industri menuntut pelaku UMKM untuk dapat
memasarkan produk secara maksimal dan berfikir kreatif dan inovatif.
Penggunaan internet pada masa pandemik Covid-19 ini sudah seperti
keharusan termasuk dalam menjalankan bisnis dan salah satu upaya dalam
memasakan produk yang dapat di adopsi oleh pelaku UMKM adalah
dengan melakukan digital marketing. Era digital yang berkembang pesat saat
ini tidak mungkin untuk dihindari. Pakar pemasaran Yuswohadi
mengungkapkan bahwa jika ingin bertahan, maka pelaku UMKM harus
mampu memaksimalkan manfaat perkembangan digital (Purwana et al., 2017).
Digital marketing adalah adalah kegiatan promosi dan pencarian pasar
melalui media digital secara online dengan memanfaatkan berbagai sarana
misalnya jejaring sosial. (Purwana et al., 2017). Cara pemasaran secara digital
yang sering dimanfaatkan oleh pelaku usaha adalah dengan menggunakan
media sosial seperti memasarkan produk melalui Instagram, Facebook,
Twitter dan masih banyak lagi. Selain itu pemasaran digital juga bisa dilakukan
pada e-commerce dan banyak media lainnya. Perkembangan teknologi yang
semakin pesat juga menjadikan digital marketing harus dapat dipahami dan
dipelajari oleh UMKM. Penelitian (Hendrawan et al., 2019) menyatakan digital
marketing berpengaruh positif dan signifikan dalam peningkatan kinerja
penjualan UMKM. 70% Pengusaha kreatif mengatakan digital marketing akan
menjadi platform komunikasi utama dalam pemasaran, dan offline store akan
menjadi pelengkap, dikarenakan kemudahan dan kemampuan digital
marketing dalam menjangkau lebih banyak konsumen. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Purwana et al., 2017) yang
menyatakan bahwa pelaku usaha harus menumbuhkan keberanian dalam
mencoba hal baru seperti digital pemasaran untuk dapat terus
mengembangkan usahanya. Pelaku UMKM juga dapat memulai dengan
membuat sosial media dan secara rutin melakukan promosi sehingga akan
semakin percaya diri dan mengasah kreatifitas dalam pemasaran.
Selain peningkatkan kualitas produk untuk penjualan secara go digital dan
layanan online, pelaku UMKM juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan
menambah jenis pelayanan seperti pesan antar dan pelayanan pembelian
dengan menggunakan hotline, layanan khusus terkait penjualan yang dapat
dengan mudah diakses konsumen.UMKM dapat menggunakan delivery
produknya secara langsung seperti membuat layanan pesan antar sendiri,
atau menggunakan aplikasi seperti Gojek, Grab, Bujang Kurir, dan lain-lain.
Dalam melakukan pelayanan pesan antar, pelaku usaha juga lebih
memperketat standar pelayanannya dengan meningkatkan dan memastikan
kebersihan dari produknya. Untuk jasa, pelayanan bisa di kembangkan dengan
melalui media online dan menggunakan aktifikatas layanan menggunakan
daring sehingga bisa lebih efektif dan bisnis bisa berjalan seperti biasa.
Pelayanan yang baik akan dapat membentuk kepercayaan konsumen
sehingga dapat menciptakan kepuasan pelanggan dan membentuk loyalitas

134
konsumen. Pada masa pandemik ini, kepercayaan konsumen menjadi salah satu
faktor penting dalam keberlangsungan usaha.
Dimasa Pandemi ini, pelaku UKM sebaiknya tidak hanya berfokus pada
menjaring pelangan baru tapi harus mempertahankan produk dan menjaga
pelangan yang sudah ada, menciptakan kepuasan pelanggan hingga akhirnya
menciptakan loyalitas pelanggan. Pelangan yang loyal tidak akan berpindah ke
yang lain karena sudah memiliki kepercayaan terhadap produk kita. Salah satu
cara pelaku UMKM untuk dapat bertahan di tengah menurunnya geliat bisnis
adalah dengan melakukan pemasaran hubungan pelanggan (customer
relationship marketing). Customer relationship marketing (CRM) adalah sebuah
konsep strategi pemasaran yang berupaya menjalin hubungan jangka panjang
dengan para pelanggan, yaitu mempertahankan hubungan yang kokoh dan
saling menguntungkan antara penyedia jasa dan pelanggan yang dapat
membangun transaksi ulangan dan menciptakan loyalitas pelanggan. Menurut
penelitian (Farida et al., 2017), CRM berpengaruh positif dan signifikan didalam
meningkatkan kinerja pemasaran UMKM melalui peningkatan kualitas
hubungan dan orientasi kewirausahaan. Semakin baik kualitas hubungan
pelaku UMKM dengan konsumen, pemasok dan yang lainnya, semakin
baik kemampuan peningkatan kinerja pemasarannya. Selain itu pelaku
usaha yang berani mengambil resiko, sudah memiliki pengalaman dalam
bisnis dan fleksibel terhadap bisnis, dapat meningkatkan jejaring dan
menumbuhkan kepercayaan dari konsumen, sehingga konsumen akan bertahan.
Dalam kondisi saat ini, untuk menjalin hubungan pemasaran dengan
pelanggan, pelaku usaha juga disarankan untuk dapat menunjukkan kepedulian
terhadap konsumen yang sedang mengalami kesulitan pada saat Covid-19 ini.
Pelaku usaha dapat menunjukkan kepedulian yang juga bertujuan dalam
memasarkan produk. Contoh cara membangun pemasaran hubungan
pelanggan dengan cara meningkatkan empati atas wabah ini seperti
memberikan promo atau skema free produk untuk kurir yang melakukan
delivery service, menyisihkan sebagian pendapatan dari penjualan produk
produk untuk orang-orang yang membutuhkan. Cara seperti ini juga dapat
membangun kepercayaan konsumen dan adanya customer bonding. Jadi saat
pandemi ini pelaku UMKM tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun
membangun hubungan pemasaran konsumen dengan menunjukkan
kepedulian dan hal positif yang dilakukan pelaku usaha. Selain itu pelaku
UMKM juga dapat menjalin komunikasi dengan pelanggan di berbagai media
promosi dan e-commerce yang dimiliki secara intensif, seperti menjawab
keluhan penjualan atau menjawab respon baik dari konsumen, hal ini juga
menciptakan customer engagement yang positif.
Perubahan model bisnis dari konvensional menjadi digitalisasi
Perkembangan digital dalam globalisasi sangat berpengaruh pada roda
ekonomi termasuk pasar ritel. Pasar ritel yang beberapa waktu sebelumnya
mencoba untuk menggusur keberadaan pasar tradisional, tetapi pada kenyataannya
keberadaan pasar ritel modern dipengaruhi oleh globalisasi terlihat bahwa beberapa
pasar ritel mulai turun seperti musim gugur. Satu persatu pasar ritel modern, skala
besar, mikro, hingga kecil mulai turun satu persatu. Hal ini disebabkan kurangnya
minat konsumen untuk berbelanja secara konvensional meskipun fasilitas fisiknya
sangat nyaman dan hampir tidak ada celah. Tetapi dengan menghadirkan
kemudahan berbelanja pada kenyataannya di era digital orang tetap enggan dan

135
lebih suka melakukan aktivitas belanja online atau menggunakan aplikasi media
(Amri, 2020). Menurut Amri (2020), juga dikemukakan beberapa alasan orang
enggan melakukan aktivitas belanja konvensional dan lebih memilih online:
a) Minimalkan Biaya
Efisiensi biaya dan waktu menjadi faktor utama melakukan transaksi online.
Selain lebih efisien dari segi biaya, antara lain biaya transportasi, biaya parkir,
dan biaya akomodasi yang merupakan satu paket dengan proses transaksi.
Belum lagi dari segi efisiensi waktu, anda perlu harus meluangkan waktu khusus
untuk melakukan aktifitas belanja, terlebih menghabiskan banyak waktu lagi
untuk memilih dan mencari barang, sehingga perlu tenaga fisik yang kuat.

b) Kurangi Kelelahan
Dalam transaksi pasar online, kita tidak perlu harus repot mendatangi toko, mall
atau tempat makan. Sehingga kita tidak harus capek dan mengeluarkan tenaga
ekstra belum lagi harus mengendarai kendaraan, macet, dan berbagai masalah
yang muncul dijalan. Jika transaksi secara online, kita bisa berbelanja sambil
melakukan aktifitas lain dirumah, atau tempat kerja, sehingga dinilai sangat
praktis.
c) Efisiensi Daya
Aktifitas belanja melalui digital juga efisiensi dari segi daya. Para shooper tidak
perlu lagi menghabiskan waktu untuk antri di depan kasir, antrian dan desak-
desakan dalam memilih barang terbaik, belum lagi harus menunggu untuk
dilayani para penjaga toko ketika toko sedang ramai dan banyak pengunjung.
Tentu berbeda jauh dengan belanja via online yang hanya dengan satu aktifitas
membuka smartphone semua aktifitas belanja mulai memilih toko, memilih
barang hingga proses transaksi dan pembayaran dilakukan hanya dengan satu
klik. Tentu hal ini menjadi sebuah kemudahan tersendiri dalam era masyarakat
millenial.
d) Terhindar dari Masalah Kerepotan
Jika berbelanja online saat shooper ingin berbelanja banyak tidak perlu
direpotkan membawa atau mencari kuli angkut untuk membawa kekendaraan
atau kerumah kita, karena semua barang pesanan langsung dikirim kerumah
dengan keadaan yang aman. Tentu berbeda dengan belanja konvensional dimana
kita dibuat repot untuk mebungkus, membawa, bahkan mengirimnya kerumah,
karena tidak semua toko penyediaakan jasa pengiriman barang yang dibeli oleh
konsumen.
e) Tidak Lapar Mata
Salah satu faktor elemahan seorang manusia dalam aktivitas belanja adalah nafsu
(keinginan) belanja lebih saat di tempat perbelanjaan. Banyak kasus ketika hanya
ingin membeli satu barang namun sesampai di toko bisa tertarik dengan barang
lain yang sebenarnya tidak menjadi niat awal untuk membelinya. Ketika belanja
online tentu hal ini bisa diminimalisir sebab kita akan bisa fokus mencari barang
yang dibutuhkan.
f) Harga Bersaing
Aktifitas belanja konvensional akan banyak faktor untuk meluangkan waktu
membandingkan harga dengan toko sekitarnya, dan itu juga membutuhkan
waktu dan tenaga, berbeda dengan belanja online, saat ingin beralih ke toko lain
hanya dengan satu klik tanpa kita harus berpindah secara fisik. Perbedaan harga
juga tidak jauh berbeda dengan kita belanja konvensional, karena selisihnya

136
realtif sedikit. Jika dibandingkan dengan beragamnya keuntungan tentu tidak
menjadi masalah untuk memilih belanja online.
g) Diskon Menarik/Harga Spesial
Sistem belanja online semacam sistem tabungan, jadi semakin sering berbelanja
online, penjual akan memberikan voucher, gift, poin, atau reward tertentu sebagai
bukti terima kasih atas kepercayaannya. Berbeda dengan toko konvensional yang
hanya memberikan potongan tertentu pada yang punya member saja atau pada
saat tertentu.
h) Efisiensi Waktu
Aktifitas belanja online jga tidak akan menghabiskan waktu kita, karena kita
dimudahkan untuk tidak harus keluar, macet dijalan, dengan beragam bahaya di
perjalanan. Dan aktifitas belanja online hanya membutuhkan waktu beberapa
menit saja, sehingga waktu kita akan bisa diunakan untuk kegiatan yang lainnya.
i) Faktor Kenyamanan
Faktor kenyamanan tentu tidak diragukan lagi, apabila belanja online kita tidak
perlu harus berdandan, keluar untuk belanja, bahkan dengan posisi santai saja
kita sudah bisa melakukan aktifitas belanja, bahkan belanja juga bisa tengah
malam dan waktu libur.
Beberapa langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh para pelaku UMKM
untuk mempertahankan kegiatan jual beli online mereka secara digital (Amri, 2020),
yang di antaranya adalah :
1. Pelanggan dan Industri Rethinking
a. Berfokus pada kebutuhan sosial pemikiran tradisional tentang memenuhi
kebutuhan pelanggan dasar seperti pakaian, makanan dan rak telah menjadi
landasan pemasaran selama bertahun-tahun. Namun, revolusi sosial digital telah
mengubah kebutuhan dasar menjadi keseimbangan konektivitas antara satu
pelanggan dan pelanggan lainnya. Berfokus pada kebutuhan sosial berarti
memahami arah percakapan pelanggan.
b. Membangun ekosistem dan model bisnis baru di era digital saat ini, keunggulan
kompetitif diciptakan dari keterikatan kita dengan ekosistem industri yang
secara langsung mengubah diri kita dan pesaing kita.
2. Merancang Strategi Sosial dan Digital
a. Mengembangkan strategi sosial dan digital, menanggapi perubahan yang terjadi
di pasar dengan menerapkan strategi digital yang tepat. Perusahaan seperti
American Express, Nike dan Harvard telah berhasil mengatasi kebutuhan sosial
pelanggan mereka, sehingga mengurangi retensi pelanggan dan biaya akuisisi
serta mengurangi biaya produksi.
b. Memindahkan pelanggan ke pasar online yang mengembangkan strategi digital
membutuhkan kesiapan integrasi sistem operasi offline dan online. Tidak hanya
menembus Komunikasi Pemasaran Terpadu saja, tetapi juga menjadi manual
operasional yang harus diterapkan bersama.
3. Melaksanakan Strategi Digital dan Sosial
Penetrasi pasar baru pasar digital, Facebook, Google, YouTube hingga aplikasi
seluler telah mengubah pasar menjadi lebih cerdas dan terinformasi dengan
baik. Ini adalah penggerak perubahan yang memaksa perusahaan tersebut
menjadi lebih sosial dan digital. Di sini pentingnya memanfaatkan media sosial,
pemasaran keluar dan masuk untuk mencapai keunggulan kompetitif.
4. Mengembangkan Kapabilitas Organisasi

137
Identifikasi kebutuhan perusahaan akan perubahan, persiapkan diri untuk
perubahan. DNA perusahaan harus dirancang sedemikian rupa untuk
mengakomodasi kebutuhan sosial digital pelanggan. Kehadiran pasar online era
digital teruama tidak membawa dampak buruk tetapi juga banyak sisi positif
lainnya yang lebih dekat dengan konsumen / pelanggan, dengan cepat
mempromosikan atau memperkenalkan produk kepada publik, tidak adanya
batasan pasar untuk menjangkau seluruh pelosok dunia yang terhubung dengan
internet, dan ketepatan serta kecepatan layanan menjadi kebutuhan utama
konsumen di era globalisasi.
Di era digital, pebisnis harus memiliki kemitraan dengan era digital sebagai
reformasi bisnis. Gejolak era globalisasi telah memberikan dampak luar biasa
pada hampir semua sendi kehidupan, salah satunya di dunia pemasaran. Tidak
hanya pasar tradisional, pasar ritel modern menjadi dampak dari era digital
komunikasi. pada perkembangan komunikasi digital, masyarakat modern baik
perkotaan maupun pedesaan alih-alih memanfaatkan teknologi komunikasi
dalam kegiatan belanja. Di era digital, orang cenderung menghabiskan aktivitas
belanja online dari melakukan kegiatan belanja konvensional. Dampaknya adalah
jatuhnya pasar pasar konvensional, kejayaan pasar konvensional secara bertahap
mulai terkikis dan diprediksi akan mengalami penutupan masif di masa depan.
Ini karena banyak keuntungan yang didapat jika belanja online daripada
konvensional. Maka dirumuskan beberapa hal yang dapat dijadikan alternatif
untuk dapat mempertahankan bisnis di pasar ritel modern dalam gelombang
perkembangan komunikasi digital.
SIMPULAN
Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia berdampak pada ketidakstabilan
dalam perekonomian terutama pada kegiatan pelaku UMKM. Pelaku UMKM telah
merasakan dampak langsung berupa penurunan omzet penjualan dikarenakan
adanya himbauan pemerintah dan penerapan PSBB yang sebelumnya diberlakukan
pra memasuki new normal yang menghimbau masyarakat untuk tetap dirumah
sehingga cukup banyak UMKM yang harus berenti beroperasi untuk sementara
waktu, bahkan sudah memasuki masa new normal sekalipun pelaku UMKM tetap
diwajibkan mematuhi protokol kesehatan yang di antaranya adalah social
distancing/physical distancing yang mengakibatkan kegiatan usaha tidak lagi dapat
dilakukan seperti biasanya (secara konvensional). Untuk itu, pelaku UMKM harus
memiliki strategi untuk dapat bertahan di tengah masa adapatasi baru pandemi
Covid-19 dan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi yang terjadi.
Cepatnya kemajuan teknologi yang terjadi saat ini menyebabkan pelaku bisnis harus
melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan cepat, baik dalam hal strategi maupun
tujuan. Dengan teknologi yang sudah ada sekarang, tentunya memberikan dampak
yang besar bagi para pelaku bisnis. Dengan kecenderungan masyarakat yang lebih
memilih menghabiskan waktu dengan menggeluti media sosial, perusahaan akan
dengan mudah mencapai target yang mereka tentukan. Dengan menggunakan media
sosial, para pelaku UMKM dapat meningkatkan penjualan mereka. Selain
memperoleh keuntungan yang lebih, mereka juga dapat lebih intens untuk
melakukan komunikasi dengan para pelanggan. Dengan membuat produk sesuai
kebutuhan masyarakat saat ini dan juga menerapkan konsep E- UMKM yang
berbasis go digital dan CRM tentunya dapat mencapai target yang maksimal bagi
para pelaku bisnis UMKM. Konsep E-UMKM berbasis go digital dan CRM ini
membawa keuntungan bagi kedua belah pihak, baik produsen maupun konsumen,

138
sehingga pemasaran online yang dilakukan oleh para pelaku bisnis UMKM bisa
berjalan lebih efektif dan efisien.

REFERENSI
Amri, Andi. (2020). Dampak Covid-19 Terhadap UMKM di Indonesia. Jurnal Brand,
Vol. 2 No. 1. Maros: Universitas Muslim Maros.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020). Data Peran UMKM terhadap Perekonomian
di Indonesia. Jakarta: BPS Indonesia.
Farida, N., Naryoso, A., & Yuniawan, A. (2017). Model of Relationship Marketing and
E-Commerce in Improving Marketing Performance of Batik SMEs. Jurnal
Dinamika Manajemen, diakses pada laman:
https://doi.org/10.15294/jdm.v8i1.10408.
Garvin, D. A. (1998). Managing Quality: The Strategic and Competitive Edge. New
York: The Free Press.
Hanum, A. N., & Sinarasri, A. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
adopsi e commerce dan pengaruhnya terhadap kinerja UMKM (studi
kasus umkm di wilayah kota semarang). Jurnal Maksimum Vol. 1 No.1.
Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Helmalia, H., & Afrinawati, A. (2018). Pengaruh E-Commerce Terhadap Peningkatan
Pendapatan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Kota Padang. JEBI
(Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam). Padang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Imam Bondjol Padang.
Hendrawan, A., Sucahyowati, H., Cahyandi, K., Indriyani, & Rayendra, A. (2019).
Pengaruh Marketing Digital Terhadap Kinerja Penjualan Produk UMKM
Asti Gauri di Kecamatan Bantasari Cilacap. Jurnal Administrasi Dan
Kesekretarisan. Jakarta: Sekolah Tinggi Tarakanita.
KEMENKES RI. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona virus
Diseases 19 (COVID-19). Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit.
KEMENKOP DAN UKM RI.(2020). Cooperative E-Learning: Pelatihan Online
Menyasar Empat Juta UMKM. Jakarta: KEMENKOP UKM. Diakses pada
laman
http://www.depkop.go.id/uploads/laporan/1592638838_Cooperative%
20Mei%202020%20(1).pdf
Kotler, Philip dan Amstrong, G. (2012). Principles of Marketing (15th ed.). New
Jersey: PrenticeHall Published.
Laudon, K. C., & Traver, C. G. (2016). E-commerce 2016: Business, Technology,
Society In Glob Edition. Diakses pada laman:
www.pearsonglobaleditions.com
Lestari, S. P., & R, K. A. (2019). The Effect Of Product Quality Toward Interest In.
Journal of Business Studies (JOBS). Semarang: Jurusan Administasi Bisnis,
Politeknik Negeri Semarang.
Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Ningtyas, P. K., Sunarko, B., & Jaryono. (2015). Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Adopsi E-Commerce Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UMKM. Journal
of Performance Business and Management. Purwokerto: Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman.

139
OECD. (2020). SME Policy Responses. Diakses pada laman :
https://read.oecdilibrary.org/view/?ref=119_119680di6h3qgi4x&title=C
ovid-19_SME_Policy_Responses
Pakpahan, A. K. (2020). COVID-19 dan Implikasi Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional – PACIS. Bandung:
Unversitas Katolik Parahyangan.
Prabowo, W. A. (2018). Pengaruh Digital Marketing terhadap Organizational
Performance Dengan intellectual Capital Dan Perceived Quality sebagai
Variabel Intervening Pada Industri Hotel Bintang Tiga Di Jawa Timur.
Jurnal Strategi Pemasaran. Surabaya: Universitas Kristen petra
Purwana, D., Rahmi, R., & Aditya, S. (2017). Pemanfaatan Digital Marketing Bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kelurahan Malaka Sari,
Duren Sawit. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Madani (JPMM), diakses
pada laman : https://doi.org/10.21009/jpmm.001.1.01.
Said, M. R. Radiva. (2020). Jaminan Hak Bekerja bagi UMKM di Tengah Masa PSBB
pada Wilayah DKI Jakarta. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah.
SATGAS Penanganan Covid-19. (2020). Sitem Terintegrasi Besatu Lawan Covid-19.
Diakses pada laman: https://covid19.go.id/
Setyorini, D., Nurhayati, E., & Rosmita. (2019). Pengaruh Transaksi Online (e-
Commerce) Terhadap Peningkatan Laba UMKM (Studi Kasus UMKM
Pengolahan Besi Ciampea Bogor Jawa Barat). Jurnal Mitra Manajemen.
Surakarta: Universitas Bina Sarana Informatika.
Sugiri, Dani. (2020). Menyelamatkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dari Dampak
Pandemi Covid-19. Jurnal Fokus Bisnis: Media Pengkajian Manajemen dan
Akuntansi Vol. 19, No. 1. Banten: Politeknik Keuangan Negara STAN.
TIM YANMAS DPKM-UGM.(2020). Dampak Awal Pandemi COVID-19 terhadap
UMKM. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Tripayana, S., & Pramono, J. (2020). Kualitas Produk, Pelayanan, dan Loyalitas
Pelanggan Dimana Kepuasan Sebagai Variabel Intervening pada UKM
Start Up Pariwisata Kombuchi Brewing Co, Bali. Jurnal JEMAP. Semarang:
Unika Soegijapranata Semarang.

140
Kesadaran Halal dan Religiusitas Individu dalam Keputusan
Pembelian Makanan
Juniwati
Universitas Tanjungpura, Jln. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak
Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124
*juniwati@ekonomi.untan.ac.id

Abstrak
Populasi muslim dunia saat ini bertumbuh dengan cepat, seperti yang disampaikan oleh
the Pew Research Center (2019). Hal ini tentunya berdampak pada semakin
bertambahnya kebutuhan dan keinginan mereka, akan produk dan jasa halal. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kesadaran Halal
dan Religiusitas Individu terhadap keputusan Pembelian Makanan. Jenis penelitian
kausal dengan survei. Populasi penelitian adalah konsumen restoran yang bersertifikasi
halal MUI di Pontianak. Pengambilan sampel dengan metode purposive sampling, jumlah
sampel100 orang. Teknik analisis data menggunakan regresi linier berganda. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kesadaran halal berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian. Sedangkan religiusitas individu tidak berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk
menambah variabel lain yang berkaitan dengan Islamic Marketing seperti, label halal,
Arabic brand name.
Kata kunci: kesadaran_halal, religiusitas_individu, keputusan_pembelian
PENDAHULUAN

Populasi muslim dunia saat ini bertumbuh dengan cepat, seperti yang
disampaikan oleh the Pew Research Center (2019) populasi Muslim dunia adalah
sekitar 24% atau sebanyak 1,8 miliar pada 2015 dan diperkirakan akan mencapai
2,7 miliar pada 2050 atau setara dengan 29% dari populasi dunia. Hal ini tentunya
berdampak pada semakin bertambahnya kebutuhan dan keinginan mereka, akan
produk dan jasa halal. Bagi pemasar ini menjadi peluang bisnis yang potensial.
Berdasarkan data dari Halal Industry Development Corporation (2016)
diperkirakan besaran pasar produk dan jasa halal mencapai US$ 2,3 triliun. Produk
dan jasa halal tersebut meliputi beberapa sektor diantaranya, makanan, bahan dan
zat additive, kosmetik, makanan hewan, obat-obatan dan vaksin, keuangan
syariah, farmasi, dan logistik. Potensi produk halal terbesar meliputi sektor
industri makanan, minuman dan turunannya, sektor industri farmasi, dan sektor
industri kosmetika.
Indonesia merupakan salah satu negara di Benua Asia yang memiliki jumlah
penduduk Muslim terbesar baik di Asia maupun dunia. Berdasarkan data dalam
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 jumlah penduduk Muslim Indonesia
sebesar 207,1 juta jiwa. Banyaknya jumlah penduduk Muslim Indonesia akan
berpengaruh pada besarnya kebutuhan berbagai ragam produk halal. Hal tersebut
dikarenakan kesadaran konsumen Muslim semakin meningkat tentang standar
halal dan sertifikasi halal yang harus menjadi perhatian bagi perusahaan yang
menargetkan konsumen muslim sebagai pangsa pasarnya.

141
Makanan halal menjadi bisnis yang menguntungkan tidak hanya di kalangan
negara-negara dengan mayoritas Muslim tetapi juga negara-negara non- Muslim
(Ahmad, Abaidah, & Yahya, 2013). Indonesia Halal watch (IHW) mencatat ada 48
restoran di Indonesia yang telah bersertifikat halal pada tahun 2017. Angka
tersebut masih tidak sebanding dengan total restoran yang ada di Indonesia yaitu
3.081 restoran. Melihat pertumbuhan konsumen muslim
di Indonesia yang semakin meningkat, industri makanan halal harus terus
dikembangkan, maka perlu dilakukan studi lebih lanjut secara mendalam untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen terhadap produk makanan halal sehingga hasilnya dapat mendorong
posisi Indonesia sebagai pelaku pasar produk halal global.
Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan barat, terkenal dengan
wisata kulinernya. Namun jumlah rumah makan dan restoran yang memiliki
sertifikasi halal masih sedikit. Data yang bersumber dari LPPOM-MUI Kalimantan
Barat menyatakan terdapat 11 Rumah makan atau Restoran bersertifikasi di Kota
Pontianak per maret 2018, jumlah tersebut tidak sebanding dengan total jumlah
rumah makan atau restoran yang ada di kota Pontianak.
Aziz dan Vui (2013) menjelaskan sertifikasi halal merupakan sebuah jaminan
keamanan bagi umat muslim untuk dapat mengkonsumsi suatu produk sesuai
dengan ajaran Islam. Di Indonesia jaminan Sertifikat halal yang diterbitkan oleh
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM-MUI) menjadi satu-satunya indikator resmi kehalalan suatu produk
pangan (Widagdo 2015). Sertifikasi ini memberikan kewenangan bagi perusahaan
dalam penggunaan logo halal untuk dicetak pada kemasan produk atau untuk
dipajang di premis perusahaan (www.halalmui.org).
Shaari dan Arifin (2010) menyatakan kesadaran halal merupakan tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen Muslim untuk mencari dan
mengkonsumsi produk halal sesuai dengan syariat Islam. Kesadaran konsumen
Muslim akan pentingnya kehalalan suatu produk yang semakin meningkat,
terutama dalam soal makanan yang akan mempengaruhi keputusan pembelian
mereka terhadap suatu produk. Hal tersebut membuat produsen harus berupaya
memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa produk yang dijual terjamin halal
untuk mempengaruhi keputusan pembelian. Menurut penelitian Aulia (2018)
terkait kesadaran halal, hasil yang diperoleh adalah kesadaran halal (Halal
Awareness) berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen
pada produk pangan kemasan berlabel halal. Hal ini menunjukkan bahwa
kesadaran halal memiliki peranan penting bagi konsumen untuk mengkonsumsi
makanan halal.
Religiusitas merupakan tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat
komitment seseorang terhadap agamanya (Glock dan Stark, 1996). Mayoritas
konsumen Muslim melakukan keputusan pembelian berdasarkan tingkat

142
keyakinan religiusitas yang mereka miliki, dan secara umum konsumen Muslim
akan memiliki sikap yang positif terhadap produk-produk yang menggunakan
pendekatan halal dalam proses pemasaran mereka (Aliman dan Othman, 2007).
Menurut Penelitian Sukesti & Budiman (2014) tentang pengaruh Religiousity
Personal terhadap keputusan pembelian pada produk makanan di Indonesia
menunjukkan hasil bahwa Religiousity Personal memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kesadaran Halal dan
Religiusitas Individu terhadap keputusan Pembelian Makanan.
Dari latar belakang dapat diketahui bahwa masih sedikit restoran dan rumah
makan yang bersertifikasi halal, hal ini menunjukkan bahwa produsen belum
dapat menjamin kehalalan tempat dan makanan yang mereka jual. Sementara
sertifikasi halal sangat penting karena mayoritas konsumen di Indonesia adalah
muslim yang semakin sadar akan jaminan kehalalan produk yang mereka
konsumsi. Oleh karena itu perlu dikaji lebih mendalam faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi konsumen muslim untuk melakukan pembelian makanan di rumah
makan atau restoran bersertifikasi halal MUI, sehingga dapat menjadi rujukan
rumah makan atau restoran lainnya.
Sesuai dengan Rumusan Masalah yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan
penelitian ini adalah:
- Apakah Kesadaran Halal (Halal Awareness) berpengaruh terhadap
keputusan pembelian konsumen ?
- Apakah Religiusitas Individu (Religiousity Personal) berpengaruh
terhadap keputusan pembelian konsumen ?

1. KAJIAN LITERATUR

a. Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah tahap dalam proses keputusan pembelian
dimana konsumen benar-benar membeli. Keputusan pembelian merupakan
suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan
dan mempergunakan barang yang ditawarkan. (Kotler & Amstrong, 2008).
Setiadi (2010) menyatakan perilaku membeli mengandung makna sebagai
kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam pertukaran uang
dengan barang dan jasa serta dalam proses pengambilan keputusan yang
menentukan kegiatan tersebut. Keputusan konsumen untuk membeli suatu
produk selalu melibatkan aktivitas secara fisik (berupa kegiatan langsung
konsumen melalui tahapan-tahapan proses pengambilan keputusan
pembelian) dan aktivitas secara mental (yakni saat konsumen menilai
produk sesuai dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh individu).

143
Kotler (2009) terdapat lima proses keputusan pembelian yang dilalui oleh
setiap individu dalam melakukan pembelian, yaitu:1)Pengenalan
kebutuhan, 2)Pencarian informasi, 3)Evaluasi alternatif, 4)Keputusan
pembelian, 5) Tingkah laku pasca pembelian. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan membeli:
a)Faktor Lingkungan, b)Faktor Sosial, c)Faktor Teknologi , d) Faktor Pribadi
terdiri dari: Schiffman dan Kanuk (1997) menyatakan terdapat beberapa
indikator untuk mengukur keputusan pembelian konsumen, yaitu: 1) Cepat
dalam memutuskan pembelian, 2) Mantap dalam memutusakan pembelian,
3) Tidak mempertimbangkan produk lain, 4) Keyakinan atas pembelian.
b. Kesadaran Halal (Halal Awareness)
Kesadaran merupakan kemampuan untuk memahami, merasakan, dan
menjadi sadar akan suatu peristiwa dan objek. Kesadaran adalah konsep
tentang menyiratkan pemahaman dan persepsi tentang peristiwa atau
subjek (Aziz & Vui, 2013). Kesadaran atas sesuatu merupakan bagian dasar
dari eksistensi manusia. Di atas semuanya adalah kesadaran diri (self-
awareness). Kesadaran diri berarti sadar sebagai seorang individu dengan
pikiran pribadi tentang keadaan sesuatu yang berhubungan dengan halal.

Shaari dan Arifin (2010) menyatakan kesadaran halal merupakan tingkat


pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen muslim untuk mencari dan
mengkonsumsi produk halal sesuai dengan syariat Islam. Menurut Golnaz et
al. (2010), berdasarkan studi mereka kesadaran halal produk ditentukan
oleh sikap positif. Sikap positif adalah persepsi yang menguntungkan dari
kesadaran halal. Kesadaran muslim ditandai dengan adanya pengetahuan
mengenai proses penyembelihan, pengemasan makanan, dan kebersihan
makanan sesuai dengan hukum Islam. Konsumen muslim akan cenderung
memilih produk yang telah dinyatakan halal oleh lembaga yang berwenang
memberikan jaminan halal pada suatu produk, karena cenderung lebih
aman, dan terhindar dari kandungan zat atau bahan berbahaya.
Faktor yang menjadi indikator kesadaran konsumen dalam memilih produk
halal adalah sebagai berikut: 1) Bahan Baku Halal, 2)Kewajiban Agama,
3)Proses Produksi, 4)Kebersihan Produk (Shaari dan Arifin, 2010).
Kesadaran halal dapat dikonseptualisasikan sebagai proses mendapatkan
informasi dalam rangka meningkatkan tingkat kesadaran terhadap apa
yang diperbolehkan bagi Muslim untuk dimakan, diminum, dan digunakan
(Ambali dan Bakar, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia
(2018) menyatakan bahwa halal awareness atau kesadaran halal
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat halal awareness seseorang dapat
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dalam pembelian.
Sehingga ketika kesadaran konsumen tinggi karena diharuskan
mengkonsumsi produk yang halal sesuai perintah dalam agama, maka

144
mereka akan lebih memilih untuk membeli produk pangan yang berlabel
halal. Berdasarkan uraian ini maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut.
H1: Kesadaran halal berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian konsumen.
c. Religiusitas Individu (Personal Religiousity)
Religiusitas adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat
komitmen seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud
dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara
menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi individu untuk menjadi
religius (Glock dan Stark, 1996). Agama adalah fondasi yang membentuk
kepribadian seseorang untuk berperilaku sesuai hukum dan budaya. Agama
merupakan indikator penting untuk mengambil keputusan dalam segala
hal. Agama memiliki pengaruh yang besar terhadap pola perilaku konsumsi.
Karena pada dasarnya agama mengatur mengenai apa yang diperbolehkan
maupun mana yang tidak, seperti ketentuan untuk mengkonsumsi produk
(makanan) yang akan dikonsumsi (Shafie & Otman, 2008). Tantowi (2009)
menyatakan, religiusitas merupakan suatu bentuk hubungan manusia
dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinteraksi dalam
diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.
Delener (1994) menyatakan bahwa religiosity merupakan salah satu aspek
budaya terpenting yang mempengaruhi perilaku konsumen. Itulah
sebabnya, mengapa religiousness, sebagai nilai yang penting dalam struktur
kognitif konsumen individu, dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sadzalia (2015) menunjukkan bahwa
religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat religiusitas seseorang
dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dalam
pembelian. Sehingga ketika individu memiliki tingkat religiusitas yang
tinggi dan konsisten terhadap agama yang dianutnya maka konsumen
cenderung akan berpegang teguh dengan apa yang sudah diperintahkan dan
dilarang dalam agama serta selalu membeli produk yang jelas kehalalannya.
Berdasarkan uraian ini maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut
H2: Religiusitas individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian konsumen.

METODE PENELITIAN

Tipe penelitian ini adalah asosiatif (hubungan) dengan pendekatan


kuantitatif, yaitu dengan berbentuk hubungan kausalitas. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dengan Kuesioner untuk data primer dan
studi kepustakaan untuk data sekunder. Peneliti juga menggunakan

145
Kuesioner Online dengan memanfaatkan Google Form untuk menjangkau
responden lebih banyak dalam waktu yang lebih cepat.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat kota Pontianak yang pernah
melakukan pembelian di rumah makan di Pontianak, yang bersertifikasi halal
resmi dari LPPOM-MUI Kalimantan Barat. Sampel digunakan sebanyak 100
responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Purposive
Sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan berdasarkan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2016). Kriteria responden yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:- seorang muslim, minimal berusia 17 tahun, pernah
membeli makanan di rumah makan yang bersertifikasi halal minimal dalam 1
tahun terahkir.
Variabel - variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel Bebas (Independent) X1 : Kesadaran Halal dan X2 : Religiusitas
Individu
Variabel Terikat (Dependent) Y1 : Keputusan Pembelian Konsumen
Defenisi operasional ;

Kesadaran Halal adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen


muslim kota Pontianak, untuk mencari dan mengkonsumsi produk halal
sesuai dengan syariat Islam (Shaari dan Arifin (2010), dengan indicator
sebagai berikut; Pengetahuan tentang bahan baku utama, bahan pelengkap,
islam mengatur segala hal tentang kehidupan manusia, kewajiban
mengkonsumsi makanan halal dan thoyyib, kesucian pada alat produksi yang
digunakan dalam memasak, pengetahuan proses pengolahan makanan halal,
kebersihan tempat produksi dan proses pengolahan.
Religiusitas Individu, religiusitas merupakan suatu bentuk hubungan
manusia dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinteraksi
dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari
pada masyarakat kota Pontianak, ( Tantowi 2009 ) dengan indicator sebagai
berikut; Yakin agama Islam adalah agama yang benar, mengucapkan syahadat
serta melaksanakan sholat, zakat, puasa, dan akan menunaikan haji ke
Baitullah ketika mampu, meluangkan waktu setiap hari untuk membaca Al-
qur‟an ataupun mendengarkannya, merasa harus segera meninggalkan
urusan dunia ketika Adzan( panggilan sholat) telah berkumandang)
mengetahui setiap makna gerakan shalat yang diperintahkan untuk dilakukan
umat muslim, memahami bacaan dalam shalat, membaca al-qur‟an disertai
dengan terjemahannya untuk mengerti dan memahami isi dari pedoman
hidup umat muslim tersebut, syariat islam mengikat seluruh aspek dalam
kehidupan, selalu memikirkan konsekuensi dari setiap tindakan dan perilaku
yang saya perbuat, karena saya meyakini bahwa allah swt. selalu mengawasi
hambanya, meluangkan waktu khusus untuk mengikuti kajian seputar

146
keislaman, senang membaca buku atau wawasan tentang keislaman, turut
berkontribusi dalam kegiatan sosial dan membantu masyarakat sekitar yang
membutuhkan, sering melakukan perenungan dan evaluasi diri terhadap
segala perbuatan saya di masa lalu.
Keputusan pembelian merupakan suatu kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang
ditawarkan. (Kotler & Amstrong, 2008), dengan indicator sebagai berikut ;
Yakin ketika melakukan keputusan pembelian, melakukan pembelian karena
kehalalannya, melakukan pembelian sudah melalui pertimbangan yang
cermat, memilih rumah makan yang memiliki jaminan kehalalan menjadi
prioritas, merasa keputusan melakukan pembelian adalah pilihan yang tepat.
Uji Instrumen Penelitian dilakukan melalui Uji Validitas dan Uji Reabilitas.
Dari hasil uji validitas dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 21,
dapat diketahui bahwa dari 29 item pernyataan, terdapat 2 item pada variable
religiusitas individu ternyata tidak valid ( dibawah 0,3) dan pernyataan ini
telah dihapus. Sedangkan hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa ke tiga
variabel dalam penelitian ini yaitu kesadaran halal, religiusitas individu dan
keputusan pembelian adalah reliable.
Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh hasil análisis data yang memenuhi syarat pengujian, maka
peneliti menggunakan pengujian asumsi klasik antara lain; - Uji Normalitas, -Uji
Linearitas,-Uji Multikolinearitas,-Uji Heteroskedastisitas. Dari hasil uji dapat
diketahui bahwa data sudah memenuhi persyaratan untuk pengujian. Analisis
regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variable dependen
(terikat) dengan satu atau lebih variable independen (bebas) dengan tujuan untuk
mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai-nilai variable
dependen berdasarkan nilai variable independen yang diketahui (Ghozali 2013 :
96)
Pengujian Hipotesis meliputi ;
Uji Kelayakan Model (Uji Goodness Of Fit)
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji Pengaruh Parsial (Uji t)

Dalam metode penelitian semua teknik/prosedur dinyatakan (sebut nama jika


bakuan, atau uraian jika prosedur baru atau dimodifikasi). Tuliskan secara
lengkap lokasi penelitian, jumlah responden (jika ada), cara mengolah hasil
pengamatan atau wawancara atau kuesioner (jika ada), cara mengukur tolak ukur
kinerja; metode yang sudah umum tidak perlu dituliskan secara detil, tetapi cukup
merujuk ke buku acuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di kota Pontianak dalam waktu kurang lebih 6 bulan,

147
kuisioner yang terkumpul sebanyak 110, namun yang lengkap dan dapat
dianalisis sebanyak 100. Adapun karakteristik responden dapat dijelaskan
berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, penghasilan
per bulan, intensitas kunjungan, pengetahuan responden tentang sertifikasi halal
yang dimiliki restoran. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dalam tabel 1 berikut ini.
Table 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan
Terakhir, Jenis Pekerjaan, Penghasilan, Uang Saku, Intensitas Kunjungan,
Pengetahuan Tentang Sertifikasi Halal
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 35 35
Perempuan 65 65
Total 100 100
Usia (dalam Tahun)
17 – 20 12 12
21 – 30 73 73
31 – 40 12 12
41 – 50 3 3
Total 100 100
Pendidikan Terakhir
SLTA/SMA S1 53 53
Total 47 47
100 100
Jenis pekerjaaan
PNS 48 48
Karyawan Swasta 24 24
Wirausaha Mahasiswa 7 7
Ibu Rumah Tangga 12 12
Honorer Freelancer 3 3
Belum bekerja Total 3 3
1 1
2 2
100 100
Penghasilan Per Bulan (Rp) bagi Frekuensi Persentase
yang sudah bekerja
< 2Juta 2Juta - 23 23
3Juta 3Juta - 4Juta 33 33
4Juta - 5Juta 12 12
>5Juta Total 10 10
5 5
83 83
Intensitas Kunjungan
2 – 3 kali 32 32
4 – 5 kali 56 56
>5 kali Total 12 12
100 100
Pengetahuan Sertifikasi
Halal MUI

148
Tahu Tidak tahu 82 82
Total 18 18
100 100
Sumber: Data olahan, 2019
Berdasarkan table di atas dapat diartikan bahwa sebagian besar responden (65%
) adalah wanita, usia responden terbanyak berada di rentang 21 tahun sampai
dengan 30 tahun sebanyak (73 %), namun jika dilihat lebih rinci dapat dikatakan
rentang usia responden antara 17 tahun sampai dengan 40 tahun. Adapun tingkat
pendidikan terakhir responden yang terbanyak adalah SLTA/SMA sebesar 53%,
selebihnya S1. Sedangkan jenis pekerjaan responden yang terbanyak bekerja
sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sebesar 48%, yang lainnya karyawan swasta
sebanyak 24%. Penghasilan responden berkisar antara kurang dari
Rp2.000.000,00 sampai dengan Rp5.000.000,00 sebesar 95% dan yang terbanyak
berpenghasilan antara Rp2.000.000,00 sampai dengan Rp3.000.000,00 (33%).
Adapun jumlah kunjungan yang pernah dilakukan reponden pada rumah makan
yang bersertifikasi halal terbanyak adalah antara 4 – 5 kali sebesar 56%, dan yang
lainnya telah melakukan kunjungan sebanyak 2-3 kali sebesar 32%. Jika dilihat
dari pengetahuan responden tentang sertifikasi halal yang di terbitkan MUI, maka
Sebagian besar (82%) sudah mengetahuinya.
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan tanggapan responden
terhadap kuesioner yang telah disebar, sehingga hasil tanggapan responden
tersebut dapat menggambarkan variable yang diteliti berdasarkan temuan yang
diperoleh. Dari hasil jawaban responden pada masing-masing variable dapat
jelaskan sebagai berikut ;
Variabel kesadaran halal dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
responden, dalam memahami konsep halal untuk mencari dan mengkonsumsi
produk halal sesuai dengan syariat Islam. Dalam variabel kesadaran halal terdapat
8 item pernyataan yang akan mempresentasikan indikator-indikator dari variabel
tersebut. Rata-rata tanggapan responden tertinggi terletak pada item 4 yang
menyatakan bahwa responden mengetahui dan memahami di dalam Islam hanya
boleh mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thoyyib saja sebesar
4,82, dimana nilai tersebut diinterpretasikan dalam kategori sangat tinggi.
Sedangkan rata-rata tanggapan responden terendah terletak pada item 5 yaitu
tentang pendapat responden bahwa mereka yakin semua tahapan dalam
pengolahan makanan dan minuman di rumah makan sesuai dengan proses
pengolahan makanan halal sebesar 3,82 dimana nilai tersebut dapat
diintrepretasikan dalam kategori baik.
Variabel Religiusitas Individu dalam penelitian ini merupakan Sikap dan
perilaku sehari- hari responden yang mencerminkan hubungan dirinya dengan
Allah melalui ajaran agama Islam yang dianut. Dalam variabel religiusitas individu
terdapat 14 item pernyataan yang mempresentasikan indikator-indikator dari

149
variabel tersebut. Rata-rata tanggapan responden tertinggi terletak pada item 1
yang menyatakan bahwa responden meyakini agama yang dianutnya yakni Islam
adalah agama yang benar sebesar 4,88, dimana nilai tersebut dapat
diinterpretasikan dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan rata-rata tanggapan
responden terendah terletak pada item 10 yaitu Saya meluangkan waktu khusus
untuk mengikuti kajian seputar keislaman hanya sebesar 3,65 nilai tersebut
diinterpretasikan dalam kategori baik.
Variabel keputusan pembelian dalam penelitian ini yaitu tahap dimana
konsumen benar- benar melakukan pembelian di rumah makan yang disebabkan
oleh berbagai faktor pendorongnya. Dalam variabel keputusan pembelian
terdapat 6 item pernyataan yang akan mempresentasikan indikator-indikator dari
variabel tersebut. Rata-rata tanggapan responden tertinggi terletak pada item 3
yaitu keputusan konsumen melakukan pembelian di rumah makan sudah melalui
pertimbangan yang cermat sebesar 4,11 dimana nilai tersebut dapat
diinterpretasikan dalam kategori baik. Sedangkan rata-rata tangggapan
responden terendah terletak pada item 4 yaitu responden memilih rumah makan
yang memiliki jaminan kehalalan menjadi prioritas mereka dalam mengambil
keputusan hanya sebesar 4,01 namun nilai tersebut masih dapat diinterpretasikan
dalam kategori baik.
Uji F dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan melihat kelayakan dari
suatu model regresi. Berikut adalah hasil perhitungan uji koefisien regresi (Uji F)
dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 21 dapat dilihat pada Tabel 2
berikut :
Tabel 2 Uji Signifikansi ANOVAa
Model Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Regression 90,957 2 45,479 17,603 1,000b
Residual 250,603 97 2,584
Total 341,560 99
Sumber : Data olahan 2019
a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian (Y1)
b. Predictors: (Constant), Religiusitas Individu
(X2), Kesadaran Halal
(X1)
Berdasarkan table 4.2 dapat ditunjukkan bahwa tingkat signifikasi F sebesar 0,000
dimana angka tersebut lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
model dikatakan layak / fit atau dengan kata lain model riset telah menunjukkan
goodness of fit yang baik.
Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 3 Uji Koefisien Determinasi Model

Model R R Square Adjusted R Std. Error of


Square the Estimate
1 ,516a ,266 ,251 1,60734
150
Sumber : Data Primer yang diolah (2019)

Berdasarkan Tabel 3, besar R square adalah 0,266 atau 26,6%. Hal tersebut
berarti bahwa persentase sumbangan pengaruh Variabel Kesadaran Halal (X1),
dan Religiusitas Individu (X2) terhadap Keputusan Pembelian (Y1) sebesar 26,6%.
Sementara sisanya yaitu 73,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
Uji t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh variabel-variabel independen (X)
mempengaruhi variabel dependennya (Y) secara parsial, keputusan ini dilakukan
berdasarkan perbandingan nilai signifikan yang telah ditetapkan, yaitu sebesar
5%. Berikut dapat dilihat hasil uji t yang diolah menggunakan program IBM SPSS
Statistics 21:
Tabel 4 (Uji t)
Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized T S


Coefficients Coefficients i
g
.
B Std. Beta
Erro
r

(Constant) 13,691 2,203 6,215 ,


0
0
0

Kesadaran Halal ,307 ,053 ,514 5,738 ,


(X1) 0
0
0

Religiusitas ,003 ,031 ,008 ,085 ,


Individu (X2) 9
3
3

a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian (Y1)

Sumber : Data olahan 2019

Hasil uji hipotesis pengaruh variabel Kesadaran halal (X1) dan Religiusitas Individu
(X2) secara parsial terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Y1) dijelaskan
sebagai berikut:
H1 : Berdasarkan pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa Kesadaran Halal (X 1)
berpengaruh secara signifikan terhadap Keputusan Pembelian (Y 1) konsumen,
nilai signifikansinya sebesar 0,000

151
< 0,05 berarti H1 diterima,

H2 : Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa Religiusitas Individu (X2) tidak


berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian (Y 1) konsumen
karena nilai signifikansinya sebesar (0,933 > 0,05). berarti H 2 ditolak,.
Pembahasan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama dapat diketahui
bahwa kesadaran halal berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian konsumen. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis pertama
diterima. Dapat diartikan semakin tinggi tingkat kesadaran konsumen maka
mereka akan semakin baik dalam mengambil keputusan untuk membeli makanan
di rumah makan yang bersertifikat halal. Dari hasil analisis deskriptif tanggapan
responden dapat diketahui bahwa mereka memberikan tanggapan positif terhadap
setiap unsur dari variabel kesadaran halal sebagaimana telah dijelaskan di atas,
yang menyatakan bahwa nilai rata-rata tanggapan responden mengenai variabel
kesadaran halal yaitu sebesar 4,19 yang termasuk dalam kategori baik. Responden
mempercayai bahwa semua bahan baku utama yang dipakai oleh Rumah Makan
terjamin halal, tidak menggunakan bahan pelengkap yang diharamkan dalam Islam
seperti arak dan minyak babi, peralatan masak yang digunakan terbebas dari
unsur haram, semua tahapan pengolahan makanan dan minuman sesuai dengan
standar proses pengolahan makanan halal, serta kebersihan tempat dan proses
pengolahan makanan ataupun minuman juga terjamin kebersihannya. Hal tersebut
selalu konsumen perhatikan sebelum melakukan keputusan pembelian karena
mereka meyakini bahwa Islam telah mengatur segala hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusia termasuk apa yang boleh dikonsumsi dan tidak. Konsumen
mengetahui di dalam Agama Islam hanya boleh mengkonsumsi sesuatu yang halal
dan thoyyib saja.
Semakin tinggi tingkat kesadaran halal seseorang maka akan semakin
mempengaruhi keputusan pembelian terhadap produk yang terjamin
kehalalannya. Responden penelitian ini memiliki tingkat kesadaran halal yang
baik, sehingga dengan adanya sertifikasi halal yang dimiliki Rumah Makan ini
mampu menciptakan keyakinan dan memberikan rasa aman pada konsumen.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aulia (2018) yang menemukan
bahwa kesadaran halal berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua diketahui bahwa religiusitas
individu tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Maka
hipotesis kedua yaitu religiusitas individu berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian konsumen ditolak. Responden memberikan tanggapan
positif terhadap setiap unsur dari variabel religiusitas individu sebagaimana telah
dijelaskan di atas, yang menyatakan bahwa nilai rata- rata tanggapan responden
mengenai variabel religiusitas individu yaitu sebesar 4,27 yang termasuk dalam
kategori sangat baik. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi konsumen dalam

152
melakukan keputusan pembelian. Sebab perkara religiusitas adalah hubungan
antara hamba dengan Tuhannya, sementara keputusan pembelian bersifat
muamalah atau masih dalam hal dunia.

Pada penelitian ini mayoritas responden memberikan tanggapan yang sangat baik
tentang keyakinannya bahwa agama Islam adalah agama yang benar. Mereka
melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang tercantum dalam rukun Islam
dan berusaha menyempurnakannya. Mereka juga meyakini bahwasannya Syariat
islam mengikat seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Sadar bahwa Allah
selalu mengawasinya sehingga penting untuk memikirkan konsekuensi sebelum
melakukan sesuatu termasuk sebelum mengkonsumsi makanan. Responden pun
memahami pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dengan
turut aktif dalam kegiatan sosial dan berperan di lingkungan masyarakat sekitar.
Penting pula untuk mengevaluasi diri pada setiap perbuatan yang dilakukan di
masa lalu agar senantiasa berproses menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.
Mayoritas Responden juga memberikan tanggapan yang baik atas pernyataan
bahwa mereka meluangkan waktu setiap hari untuk membaca ataupun
mendengarkan Al-Qur‟an, disertai dengan memahami maknanya. Sebagai muslim
yang baik mereka juga telah berusaha meninggalkan urusan dunia ketika sudah
memasuki waktu sholat, dan memahami setiap makna gerakan serta bacaan
ketika sholat. Menambah wawasan seputar keislaman pun turut dilakukan untuk
meningkatkan kecintaan terhadap Islam dengan membaca buku ataupun
mengikuti kajian Islam. Hasil dari pernyataan responden dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa meskipun memiliki tingkat religiusitas yang baik, namun
tidak mempengaruhi konsumen dalam memutuskan pembelian di rumah makan
yang bersertifikasi halal. Hal tersebut dikarenakan aspek religiusitas merupakan
hubungan manusia dengan Tuhannya, yakni menjalankan setiap kewajiban yang
sudah Allah tetapkan di dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Sementara keputusan
pembelian bersifat muamalah, secara tidak langsung merupakan hubungan
manusia yang bersifat keduniaan. Melakukan keputusan pembelian di rumah
makan yang memiliki sertifikasi Halal adalah pilihan, bila tidak dilakukan pun
tidak menimbulkan masalah namun tetaplah menjadi konsumen muslim yang
bijak. Selalu memerhatikan apa yang hendak dibeli harus diyakini kehalalannya,
walau tidak dibuktikan dengan sertifikasi halal. Hasil penelitian tidak mendukung
penelitian Sadzalia (2015).
SIMPULAN

Dari hasil pengujian dan analisis maka dapat disimpulkan bahwa keputusan
pembelian makan pada restoran di Pontianak yang bersertifikat halal dipengaruhi
oleh kesadaran halal, dan tidak dipengaruhi oleh Religiusitas Individu. Dapat
disarankan pada pengusaha khususnya pengusaha dalam bidang makanan
sebaiknya segera memiliki dan menggunakan sertifikasi halal dari MUI, karena
tingkat kesadaran halal konsumen semakin meningkat, menyebabkan kosumen
semakin teliti dan selektif dalam melakukan pembelian terutama pada produk

153
makanan. Untuk penelitian selanjutnya dengan topik serupa sebaiknya menambah
variabel-variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini, mengingat masih
kecilnya kontribusi dari kedua variable, seperti terlihat dari nilai R square yang
hanya 26,6%. adapun variable yang disarankan seperti brand yang berbahasa
Arab, logo halal dan lainnya.

REFERENSI
Aulia,A.N. (2018) Pengaruh Pengetahuan Produk Halal, Religiusitas, dan Halal
Awareness terhadap Keputusan Pembelian Produk Pangan Kemasan
Berlabel Halal (Skripsi yang dipublikasikan), Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Indonesia.
Ahmad, Abaidah, & Yahya. (2013). A Study on Halal Food Awareness Among Muslim
Customers in Klang Valley. In: 4thInternational Conference on Business and
Economic Research Proceeding, Bandung.
Ahmad, A.N., Rahman, A.A., & Rahman, S.A. (2015). Assessing Knowledge and
Religiosity on Consumer Behavior towards Halal Food and Cosmetic
Products. International Journal of Social Science and Humanity (Vol. 5,
No.1).
Ambali, AR., Bakar, AN. 2014. People‟s Awareness on Halal Foods and Products:
Potential
Issues for Policy-Makers. Social and Behavioral Sciences.121(19): 3 –25.
Aspan, H. dkk. (2017). The Effect of Halal Label, Halal Awarness, Product Price, and
Brand Image to the Purchasing Decision on Cosmetic Products (Case Study
on Consumers of Sari Ayu Martha Tilaar in Binjai City). International
Journal of Global Sustainability, 01, 1937-7924.
doi:10.5296/ijgs.v1i1.12017.
Astogini, D., & Wulandari, S.Z. (2011). Aspek Religiusitas dalam Keputusan
Pembelian Produk Halal (Studi Tentang Labelisasi Halal Pada Produk
Makanan Dan Minuman Kemasan). JEBA, Vol.13, No.1, Maret 2011.
Aziz, Y. A., & Vui, C. N. (2012). The Role of Halal Awareness and Halal Certification in
Influencing non-Muslims' Purchase Intention. Paper presentedat the 3rd
International Conference on Business and Economic Research, Indonesia.
Fitria, N.D. (2016) Pengaruh Label Halal dan Aspek Religiusitas terhadap Pembelian
Produk Makanan Olahan Impor Studi Kasus Konsumen Muslim DKI Jakarta
(Skripsi yang dipublikasikan), Institut Pertanian Bogor, Indonesia.
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 19.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halal MUI. Retrieved Februari 2019, from Halal
MUI:http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/57/
1364/page1Marso &Hasan,H.(2017). RELIGIOSITY AND ITS
CONSEQUENCES IN HALAL FOOD PURCHASING BEHAVIOR

154
(An Empirical Evidence From Tarakan, Indonesia and Tawau, Malaysia). The 8th
International Conference of the Asian Academy of Applied Business.
Izzuddin,A.(2018).InfluenceOfHalalLabel,HalalConsciousnessAndFood Materials To
Interest Buy Curinary Food Jember. Prosiding 4th Seminar Nasional dan
Call for Papers Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember
.Hal287-294.
Kusnandar, Suroso,I., & Prasodjo (2015). Pengaruh Citra Merek Dan Kesadaran
Label Halal Produk Kosmetik La Tulipe Terhadap Minat Konsumen Untuk
Membeli Ulang Di Kota Banyuwangi. Artikel IlmiahMahasiswa.
Kotler, Philip. (2005). Prinsip-prinsip Pemasaran.Jilid I. Jakarta: Erlangga
Kotler, P. and Armstrong, G. (2008), Marketing: An Introduction, 11th edition,
Prentice-Hall, Upper Saddle River, N.J.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. (2009). Manajemen Pemasaran, Edisi 13, Jilid1.
Jakarta:Erlangga.
Muatalimah, S. (2018) Pengaruh Harga, Kualitas Produk Dan Religiusitas Terhadap
Perilaku Pembelian Produk Kecantikan Sariayu Berlabel Halal (Skripsi yang
dipublikasikan), Universitas Islam Indonesia Jakarta, Indonesia.
Nada,Z.A.(2018) Pengaruh Tingkat Religiusitas dan Label Halal pada Produk
Makanan Kemaasan terhadap Keputusan PembelianKonsumen (Skripsi
yang dipublikasikan), UIN Syarif Hidayatullah, Indonesia.
Nasrullah, M. (2015). Islamic Branding, Religiusitas Dan Keputusan Konsumen
Terhadap Produk. Jurnal Hukum Islam (JHI), Volume 13, Nomor (2),
Desember 2015, (79-87) Website : http://e-journal.stain-
pekalongan.ac.id/index.php/jhi.
Napitasari,A.(2018)Ananalysisofconsumers’buyinginterestinRestaurantscertifiedhal
albyiuciny ogyakartaspecial Region (A Case Study of Consumers at
Waroeng Steak and Shake, Gudeg Yu Djum, and Bakso Bethesda 74)
(Skripsi yang dipublikasikan), Universitas Negeri Jakarta,Indonesia.
Nurcahyono, A., & Hudrasyah, H. (2017). The Influence of Halal Awareness, Halal
Certification, and Personal Societal Perception Toward Purchase Intention:
A Study of Instant Noodle Consumption of College Student in Bandung.
Business And Management Vol. 6, No. (1), 2017: 21-31. Retrieved
From
http://journal.sbm.itb.ac.id/index.php/jbm/article/viewFile/2137/1111/
Suryana,P.,&Dasuki,E.S.(2013).Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Pembelian dan Implikasinya pada Minat Beli Ulang. Trikonomika
Volume12, No.2, Desember2013, Hal.190–200ISSN 1411514X.
Sunaryo, A.S. (2017). The Impact of Brand Awareness on Purchase Decision:
Mediating Effect of Halal logo and Religious beliefs on Halal Food in Malang
Indonesia. Proceedings of Sydney International Business Research
Conference, Novotel Sydney Central, Sydney, Australia, 24-26 March, 2017;
ISBN978-0-9946029-2-3.

155
Syaifudin, A.A. (2018) Pengaruh Spiritual Marketing, Dan Service
ExcellentTerhadapKepuasanAnggotaDenganTrustSebagaiVariabelInterveni
ng (Studi Pada Koperasi Syari’ah Talun Bojonegoro) (Tesis yang
dipublikasikan), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
Indonesia.
Windisukma, D.K. (2015) Pengaruh Kesadaran Halal terhadap Sikap dan
Implikasinya terhadap Minat Beli Ulang (Skripsi yang dipublikasikan),
Universitas Diponegoro, Indonesia.
Waskito, D. (2015) Pengaruh Sertifikasi Halal, Kesadaran Halal, dan Bahan Makanan
terhadap Minat Membeli Produk Makanan Halal (Studi Pada Mahasiswa
Muslim di Yogyakarta (Skripsi yang dipublikasikan), Universitas Negeri
Yogyakarta, Indonesia.www.halalmui.org

156
Tantangan Dan Strategi Pemasaran UMKM Pada Era New
Normal
Chang Ci Bui1, Florentina Wenseslia2, Muhammad Hafizkhan3, , Dessy Wijayanti4, Heriyadi5
Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Tanjungpura
Email : ciebui73@gmail.com1,florentina.wenseslia@gmail.com2, mhafizk4x2@gmail.com3,
desiwijaya212@gmail.com4, heriyadi@ekonomi.untan.ac.id5

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Tantangan dan Peluang apa saja yang dihadapi oleh
pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta strategi apa yang dapat diterapkan
terhadap peningkatan kinerja pemasaran pada era new normal di Pontianak dengan
menggunakan Analisis Kualitatif melalui pendekatan teori atau konsep yang diadopsi dari
literatur-literatur serta kajian pustaka terhadap studi empiris sebelumnya. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa tantangan bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan kinerja
pemasaran adalah modal kerja, paradigma berpikir/pola pikir, distribusi dan inefisiensi.
Kesimpulan penelitian menunjukkan strategi pemasaran UMKM meliputi adaptasi, fokus
penjualan pada saluran distribusi online, berintegrasi, segmentasi pasar, kualitas dan
penetapan harga, kemasan, merek, promosi online, delivery online, inovasi dan kreatif.
Kata Kunci : UMKM, Era New Normal, Strategi Pemasaran, Online

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ancaman Covid-19 yang semakin hari semakin tidak terkendali
penyebarannya, mengharuskan negara untuk segera mengambil langkah dalam
memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Peraturan atau kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah tentu sangat berpengaruh terhadap segala sektor,
termasuk perekonomian dan kehidupan sosial dalam masyarakat yang
mengakibatkan banyak hal yang harus diubah.
Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM dari total usaha bisnis
Indonesia sebanyak 64.199.606 unit usaha; 98,7% adalah usaha mikro, dan 1,22%
usaha kecil. Tahun 2019, UMKM memiliki kontributor penting terhadap produk
domestik bruto (PDB). Dimana UMKM menyumbang 60% PDB dan berkontribusi
14% pada total ekspor nasional. Namun kini sektor UMKM menjadi salah satu sektor
yang terpuruk, akibat pandemi Covid-19.

Usaha
Besar dan
Menengah

Usaha
Kecil

Usaha Mikro

157
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM
Menurut Perman (2020) jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Pada 2018, jumlah pengusaha
UMKM diprediksi mencapai 58,97 juta orang. Bahkan, angka ini diprediksi terus
meningkat di tahun berikutnya seiring dengan kemajuan teknologi dan potensi
sumber daya manusia yang semakin berkembang. Peningkatan jumlah UMKM ini
membawa pengaruh yang cukup baik bagi perekonomian di Indonesia. Mulai dari
penyerapan tenaga kerja hingga peningkatan produk domestik bruto yang cukup
besar, yaitu mencapai 60,34% pada 2018.
Pemerintah guna membantu UMKM menurunkan pajak menjadi 0,5%, agar
geliat bisnis UMKM semakin berkembang pesat. Namun, ternyata masih banyak para
pengusaha UMKM terkendala modal usaha, strategi pemasaran, hingga akses
teknologi digital. Akibatnya, usaha mereka berjalan stagnan dan tidak mengalami
kemajuan yang signifikan.
Dampak dari pademi Covid-19 juga berimbas dari perilaku belanja
konsumen. Selama pademi Covid-19 melanda Indonesia terjadi pergeseran perilaku
belanja konsumen, dari belanja secara offline menjadi online. Selain pemberlakuan
social distancing oleh pemerintah, juga terdapat ketakutan dan kecurigaan
konsumen terhadap orang-orang disekitar. Pergeseran perilaku konsumen tersebut
dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas belanja online sejak bulan Maret 2020,
awal pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia. Pergeseran belanja offline ke belanja
online dapat dilihat adanya kenaikan belanja secara online sebesar +24,48% selama
pandemi Covid-19 seperti terlihat pada grafik dibawah ini:

Sumber: https://www.bigcommerce.com/blog/covid-19-ecommerce/#is-it-safe-to-
order-online-during-covid-19
Era new normal adalah masa yang menimbulkan ketidakpastian di sektor
bisnis. Para pelaku usaha ramai-ramai memprediksikan apa yang akan terjadi di
kemudian hari tanpa memiliki petunjuk pasti bagaimana perubahan muncul di
setiap lini kehidupan. Pada akhirnya, UMKM dituntut untuk memiliki strategi bisnis
baru pada era new normal.
UMKM di Pontianak juga terkena dampak dari pandemi Covid-19. Para
pelaku UMKM di Pontianak mengalami kesulitan dalam hal penjualan produk.
Beberapa daerah termasuk Pontianak, selain karena kebijakan pemerintah
melakukan pembatasan aktivitas masyarakat, warga sendiri juga dilanda ketakutan
untuk beraktivitas di luar rumah dan daya beli masyarakat juga menurun drastis.
Sehingga hal tersebut menghambat distribusi dan inefisiensi UMKM. Hal ini menjadi
permasalahan yang sangat penting untuk diperhatikan bagaimana strategi
pemasaran agar UMKM mampu bertahan dalam era new normal.
Jumlah UMKM Pontianak

158
Tahun Tahun
KECAMATAN JENIS
2017 2018
Pontianak
Unit 1.129 1.255
Barat
Pontianak
Unit 1.614 2.838
Selatan
Pontianak
Unit 605 1.713
Utara
Pontianak
Unit 1.102 907
Timur
Pontianak
Unit 2.752 1.203
Kota
Pontianak
Unit 809 668
Tenggara
Sumber : Data Kota Pontianak.go.id
Kajian Pustaka
UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, tetapi
definisinya ternyata lebih luas dari itu. Dari sudut pandang pelaku usaha, UMKM
bisa dideskripsikan sebagai bisnis yang dijalankan individu, rumah tangga, atau
badan usaha ukuran kecil. Akan tetapi, beberapa ahli ekonomi menggunakan istilah
berbeda untuk mendefinisikannya.
Menurut Primiana, dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran
mendeskripsikan UMKM sebagai aktivitas usaha skala kecil yang mendukung
pergerakan pembangunan serta perekonomian Indonesia. Sementara itu, Kwarton
menggunakan definisi lebih spesifik, yaitu badan usaha dengan profit kurang dari
200 juta Rupiah, dihitung dari laba tahunan.
Menurut Kotler, Strategi pemasaran adalah suatu serangkaian pandangan
dan pola pikir (mindset) dalam pemasaran yang akan dipergunakan untuk mencapai
apa yang menjadi tujuan marketing. Di dalam pola pikir tersebut terkandung
strategi yang terperinci mengenai sasaran pasar atau target market, dimana
posisinya, bauran serta anggaran untuk pemasaran.
Tull dan Kahle, merumuskan Strategi pemasaran sebagai alat fundamental
yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan
keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan
program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran bersangkutan.
Strategi pemasaran juga dipandang sebagai rencana untuk memaksimumkan
peluang meraih bisnis yang ditargetkan melalui pengelolaan faktor-faktor yang
dapat dikendalikan perusahaan, seperti desain produk, periklanan, pengendalian
biaya, dan pengetahuan pasar (Tjiptono ; 17)
Menurut Stanton, Strategi pemasaran atau marketing strategy merupakan
sebuah sistem dimana terdapat hubungan antara tujuan perencanaan dan
penentuan harga dengan bagaimana mempromosikan serta menyalurkan atau
mendistribusikan produk baik barang atau jasa kepada konsumen (klien).
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis berusaha untuk
menganalisa mengenai Tantangan dan Strategi Pemasaran UMKM pada era new
normal di Pontianak.

159
Menurut Lalamove.com, ada 8 Perubahan Perilaku Konsumen akibat
pandemi covid-19 yang perlu diketahui pebisnis : Semakin perduli Kesehatan, Lebih
fokus pada harga dan kebutuhan, Lebih sering memasak sendiri, Serba online, Model
bisnis berlangganan, Layanan bebas kontak fisik, Pembayaran cashless, Layanan
cepat dan efisien.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan Kajian Pustaka dan Analisis Kualitatif.
Dipilihnya UMKM di Pontianak sebagai obyek penelitian karena peneliti merasa
perlu untuk mengetahui tantangan dan strategi pemasaran yang dilakukan UMKM
dalam rangka bertahan dan meningkatkan kinerja pemasaran merek pada era new
normal di Pontianak saat ini.
Penelitian ini menganalisis tantangan, peluang, dan strategi pemasaran yang
lebih tepat untuk diterapkan pada pelaku UMKM di Pontianak. Pendekatan teoritis
atau konsep dilakukan dengan merujuk dari beberapa sumber, seperti buku, jurnal
ilmiah, dan internet/website. Semua uraian gagasan yang ada digabungkan dalam
satu susunan kerangka pemikiran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penulis terlebih dahulu memaparkan beberapa hasil dan pembahasan dari
kajian-kajian ilmiah terhadap UMKM yang dijadikan referensi, sebagai berikut :
Perkembangan teknologi digital yang kian pesat, selain menjadi tantangan
bagi dunia usaha, di sisi lain juga menjadi peluang dan potensi yang sangat besar
bagi peningkatan kinerja pemasaran. Pelaku UMKM harus bisa mengikuti tren
perubahan yang terjadi dipasar, dan harus mampu berinovasi dengan
memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan kinerja pemasaran UMKM
(Kholidah, Rahman Hakim, 2018) .
Strategi Inovasi Pemasaran yaitu strategi fungsional yang dilakukan oleh
UMKM dengan membuat adaptasi produk yang berkualitas, model dan kemasannya
unik serta sesuai protokol kesehatan. Melayani pesanan khusus (customized) serta
tehnik penjualan dengan menggunakan kemajuan teknologi. Tantangan lain yang
juga dihadapi oleh UMKM adalah persoalan bidang manajemen usaha, keuangan,
dan akuntansi (Herawati1, Etty Kongrat, 2016).
Beberapa tantangan yang juga dihadapi oleh UMKM didalam pengembangan
inovasi meliputi kekurangan modal kerja, tidak memiliki kemampuan entrepreneur,
jaringan distribusi terbatas. Kebijakan dari institusi pemerintah, dan sistem
pendukung harus ditingkatkan dengan partisipasi proaktif dari para pembuat
kebijakan untuk memberi manfaat bagi UMKM. Peran Pemerintah juga perlu
mengatasi persoalan terhadap tingkat pendidikan, serta dalam bisnis termasuk pada
model pelatihan yang berpusat pada pengembangan keterampilan kreatif, sosial dan
emosional (Zaelani, 2019).
Dari hasil kajian-kajian diatas, tantangan dan peluang UMKM di Pontianak,
dilakukan analisis SWOT yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kekuatan (Strength)
– Harga satuan relatif terjangkau
– Kualitas produk yang baik
– Produk unik, khas daerah, dan bervariatif

160
2. Kelemahan (Weaknesses)
– Modal kerja terbatas
– Kurang profesional dalam maanjemen usaha dan pengelolaan keuangan
– Pola berpikir (mindset) yang tidak optimis alias tidak punya growth mindset
– Umumnya UMKM masih melakukan pemasaran secara offline, sehingga
memiliki keterbatasan untuk menjangkau konsumen lebih luas
– Model kemasan belum standar sesuai protokol kesehatan
– Peralatan produksi yang dimiliki sederhana
3. Peluang (Opportunity)
– Penggunaan e-commerce atau bisnis online membuat target pasar yang luas
– Pajak relatif rendah
– Dukungan dari Pemerintah
– Promosi melalui soial media atau online, membuat biaya promosi menjadi lebih
rendah efektif
– Banyak perkembangan teknologi baru memberikan peluang untuk inovasi
usaha
4. Ancaman (Threat)
– Harga bahan atau biaya produksi semakin meningkat
– Persaingan semakin meningkat dan munculnya pesaing semakin banyak
– Daya beli masyarakat menurun
– Perubahan perilaku konsumen berbelanja secara online
– Sosial Distancing berkelanjutan
Strategi Pemasaran UMKM
Berdasarkan hasil kajian, maka beberapa strategi pemasaran yang dapat
dilakukan oleh UMKM di Pontianak, adalah sebagai berikut:
1. Adaptasi
Strategi pertama adalah UMKM mampu melakukan adaptasi terhadap
perubahan-perubahan pasar, perilaku konsumen dan perkembangan teknologi.
Adaptasi merupakan strategi paling penting dalam menghadapi perubahan dunia
usaha, terutama UMKM pada masa new normal. Pada tatanan kehidupan new
normal, UMKM harus segera menyesuaikan dan menjalankan kegiatan usahanya
dengan berpegang pada protokol kesehatan Covid-19 guna mengevaluasi peluang
yang ada.
Pelatihan dan bimbingan baru yang biasanya dibutuhkan karena UMKM
yang mampu bertahan adalah yang mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan
didalam dunia usaha. Mulai dari penjualan offline hingga penjualan online, hingga
penjualan barang-barang tertentu, hingga produk-produk yang banyak diminati saat
ini (sedang tren). Sektor bisnis mempunyai kemampuan untuk mencari solusi
melalui teknologi, inovasi, dan investasi. Serta mengatasi dampak negatif pada
lingkungan dan sosial melalui rantai nilai dan rantai pasok operasi bisnis.
2. Fokus Penjualan melalui Saluran Distribusi Online
Strategi UMKM dimasa new normal ini adalah sebaiknya difokuskan pada
bisnis online, mengingat era new normal ini telah memaksa peralihan saluran
distribusi secara online karena adanya perubahan perilaku konsumen. Apalagi
dengan kondisi wabah Covid-19 membuat tidak boleh beraktivitas diluar rumah,
social distancing sehingga konsumen mencari produk melalui marketplace. Saat ini

161
sudah banyak toko-toko yang biasanya membuka bisnis secara offline menjadi
online, mereka sudah menggunakan marketplace sebagai media online-nya.
UMKM bisa menggunakan strategi promosi melalui marketplace yang sedang
berkembang saat ini. Saluran online yang dapat membantu dan mempermudah
UMKM dalam mempromosikan produk saat ini seperti; Tokopedia, Lazada,
Bukalapak, Blibli, Shopee, dan sebagainya. Maka itu, UMKM perlu mengambil
peluang dari perubahan perilaku konsumen tersebut dengan mengalihkan fokus
penjualan ke saluran online.
Jika menggunakan saluran distribusi online, maka UMKM diharapkan dapat
mempertahan atau dapat meningkatkan penjualan mereka.
3. Berintegrasi
Para pelaku UMKM perlu mengintegrasikan bisnis mereka dengan unit
bisnis lain, misalnya pengiriman barang dagangannya, baik itu dalam kota,
antar kota, bahkan sampai antar Negara, melalui go-send, grab, dan
sebagianya. UMKM dapat terintegrasi dengan sistem komunikasi yang cepat
kepada pelanggan, sekalipun tidak dapat bertatap muka langsung dengan
pelanggan. UMKM dapat menggunakan Whatsapp, Tik Tok, Instagram, Line,
Facebook, Telegram, dan sebagainya. UMKM perlu mengintegrasikan sistem
pembayaran mereka dengan sistem transfer bank, e-wallet (Dana, Ovo, dan
sebagainya), dan juga cash on delivery (COD).

4. Segmentasi Pasar dan Penentuan Pasar Sasaran Yang Tepat


UMKM perlu melakukan segmentasi pasar dan memilih pasar sasaran yang
tepat. Segmentasi pasar didasarkan pada faktor; demografi, geografis, tingkat
penghasilan, sosilogis, dan psikologis/psikografis. Penentuan atau pemilihan pasar
sasaran harus berdasarkan; sumber daya yang dimiliki oleh pelaku UMKM,
homogenitas produk, siklus kehidupan atau ketahanan produk, homogenitas pasar
dan strategi pemasaran pesaing.

5. Kualitas dan Penetapan Harga


Pelaku UMKM harus konsistensi menjaga kualitas produk terbaiknya.
Sedangkan penetapan harga dapat dilakukan sesuai dengan keadaan dan tujuan
pelaku UMKM. Secara umum dalam menentukan tingkat harga, pelaku UMKM harus
mempertimbangkan faktor-faktor; pasar yang dituju, tingkat penawaran dan
permintaan, tingkat persaingan, biaya produksi dan daya beli masyarakat.

6. Kemasan
Karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan perilaku konsumen menuntut
perubahan kemasan yang aman dan nyaman, serta perubahan kemasan yang sesuai
protokol kesehatan, apalagi pengiriman produk mereka memakai jasa delivery.
Contoh; bisnis kuliner yang menyampaikan produknya menggunakan jasa delivery,
harus merubah kemasan agar jasa delivery mudah membawanya, produk yang
terima konsumen dalam kondisi utuh, lebih tahan lama jika mengirim jarak jauh
atau waktu lama, menjadikan kemasan lebih kecil, dan sebagainya.

7. Promosi Online
Pelaku UMKM dapat memanfaatkan era digitalisasi dan lebih mudah dalam
mempromosikan dan mengiklankan produknya. Biaya iklan secara online melalui

162
media sosial relatif lebih rendah dibandingkan biaya iklan secara offline, dan iklan
online melalui media sosial dan internet dapat menjangkau lebih luas. Namun saat
ini para UMKM di Pontianak literasinya masih rendah terhadap promosi online.

8. Merek
Merek adalah elemen sangat penting dalam promosi produk. Merek
merupakan identitas produk atau UMKM tersebut, maka pelaku UMKM harus benar-
benar memilih merek yang tepat, karena merek tidak hanya untuk masa pandemi
Covid-19 saja, namun untuk kelangsungan hidup UMKM pada masa-masa
mendatang.
9. Pesanan dan Delivery Online
UMKM dapat menggunakan aplikasi digital untuk pemesanan produknya
dan berintegrasi dengan jasa delivery yang sudah eksis saat ini untuk melakukan
pengiriman produk, seperti; go-send, antaraja, JNE, dan sebagainya.
10. Inovasi dan Kreaktif
Untuk menghadapi persaingan akan semakin ketat di era new normal dengan
kondisi ekonomi yang tidak stabil di pasar, dan daya beli masyarakat yang belum
kembali normal, pelaku UMKM dituntut untuk berinovasi sebagai jalan keluar untuk
kembali normal. Tanpa inovasi, pelaku UMKM akan kesulitan menghasilkan produk
yang dapat menciptakan pasar dan melakukan terobosan kinerja pemasaran. Dalam
menciptakan inovasi, kinerja divisi riset dan pengembangan sangat dibutuhkan
untuk menjadikan masa transisi saat ini sebagai keunggulan bisnis. Inovasi dapat
berupa menciptakan produk berkualitas dengan harga murah atau menciptakan
strategi pemasaran atau penjualan yang sederhana namun efektif. Inovasi tidak
terbatas pada strategi bisnis, tetapi juga keseluruhan elemen dari sumber daya
UMKM.
KESIMPULAN
Tantangan UMKM dalam meningkatkan kinerja pemasarannya, antara lain
adalah kemampuan permodalan, pola pikir, tingkat pengetahuan pelaku usaha,
kemampuan membaca peluang pasar, penggunaan sistem saluran distribusi onlini,
efisiensi produktifitas, biaya produksi, merek, pengemasan, pembinaan dan
pelatihan oleh Pemerintah.
Peluang UMKM kedepannya adalah berdaya saing, peluang pasar baru,
kreatifitas, dan inovasi pemasaran (merek, bentuk, model pengemasan, dan
sebagainya).
Konsep strategi pemasaran baru yang dapat disarankan pada UMKM Kota
Pontianak dalam rangka meningkatkan kinerja pemasaran, seperti gambar dibawah
ini :
Gambar : Model Kinerja Pemasaran UMKM

163
Fokus
Saluran
Adaptasi
Online
Segmen
Integrasi tasi Pasar
Online

Kualitas Kemasan Kinerja


& Harga Pemasaran
UMKM
Promosi
Online Merek

Delivery Inovasi &


Online Kreaktif

REFERENSI
Kotler, Hermawan, Iwan Setiawan, “Marketing 4.0 – Moving From Traditional to
Digital”, Penerbit John Wilet & Sons, 2017
Tjiptono, “Strategi Pemasaran”, Penerbit Andi, Edisi 4, 2015
Aaker, “Manajemen Pemasaran Strategis”, Penerbit Salemba Empat, Edisi 8, 2013
Creswell, “Research Design”, Penerbit Pustaka Pelajar, Edisi 4, Cetakan IV, 2019
Sugiyono, “Metode Penelitian Bisnis – Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi,
dan R&D”, Penerbit Alfabeta, Edisi Ke-3, Cetakan Kedua, 2018
Julianti, “The Art of Packaging”, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Cetakan
Kedua, 2018
Rahmawati, Darsono, Setyowati (2019), “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Pemasaran Pada UMKM Pangan Olahan Di Kota Surakarta”
Eka, (2020, March). The Impact of Covid-19 Pandemic, DigitalTransformation
Becoming More Real. Daily Social.
Fatoni, Susilawati, Yulianti, & Iskandar (2020), Dampak Covid-19 Terhadap Perilaku
Konsumen Dalam Penggunaan E-Wallet Di Indonesia.
Harahap, D. A. (2020). Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) MenanganiPandemi
Covid-19 dan Tren Pembelian Online. Opini Radar Bandung, p. 9.

164
Harahap, D. A. (2020). Virus Corona dan Panic Buying yang Impulsif. Opini
RadarBandung, p. 9.
Briefing & Learning Note. (2020). Digital Technologies and the COVID-19 pandemic.
Susanti, Istiyanto, & Jalari, (2020), Strategi UMKM Pada Masa Pandemi Covid-19.
KANGMAS: Karya Ilmiah Pengabdian Masyarakat, e- ISSN: 2722-2004.
Kholidah, Miftahur, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) Dari Berbagai Aspek Ekonomi, 2018
Herawati, Etty Kongrat, Peluang dan Tantangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKUM) Bidang fashion Kota Bandung Dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi Asean, 2016
Zaelani, Peningkatan Daya Saing UMKM Indonesia, Tantangan dan Peluang
Pengembangan IPTEK, 2019
Website :
https://www.tirto.id
https://www.bps.go.id/
https://data.pontianakkota.go.id/tl/dataset/data-jumlah-umkm-di-kota-pontianak
https://www.akseleran.co.id/blog/umkm-adalah/
https://www.harmony.co.id/blog/strategi-ukm-dalam-menghadapi-era-new-
normal
https://www.jurnal.id/id/blog/strategi-bisnis-yang-harus-dilakukan-ukm-saat-
new-normal/
https://www.niagahoster.co.id/blog/tantangan-umkm-indonesia/
https://tambahpinter.com/cara-membuat-jurnal/
https://projasaweb.com/pengertian-strategi-
pemasaran/#:~:text=Philip%20Kotler,-
Mengambil%20apa%20yang&text=Strategi%20pemasaran%20adalah%20
suatu%20serangkaian,apa%20yang%20menjadi%20tujuan%20marketing.
https://elitemarketer.id/content/6-saluran-pemasaran-online-untuk-konten-anda/
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/22/inilah-10-e-commerce-
dengan-pengunjung-terbesar
https://www.lalamove.com/indonesia/jakarta/id/blog/8-perubahan-perilaku-
konsumen
https://yoursay.suara.com/news/2020/05/27/134117/strategi-umkm-dalam-
menghadapi-new-normal?page=1

165
Aplikasi Teori RBT untuk Keberlangsungan Usaha UMKM
pada Masa Pandemi Covid-19
Audisty Prana Hardayua*; Hartonoa; Nur Afifaha
a: Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura, Indonesia
*Email: adistyhardayu@icloud.com

Abstrak
Pandemi covid-19 di Indonesia memberikan dampak besar pada keberlangsungan usaha
terutama pada UMKM. Dengan adanya pembatasan sosial, dan protokol kesehatan yang
perlu diterapkan, UMKM mengalami penurunan omset yang signifikan, bahkan banyak yang
terpaksa berhenti beroperasi sementara waktu. Namun UMKM di Pontianak banyak yang
membuktikan diri dapat tetap bertahan selama pandemi, dikarenakan memiliki kemampuan
dinamis yang meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan. Kemampuan
dinamis menurut teori RBT mencakup kapabilitas kewirausahaan, kapabilitas
pengembangan sumber daya, dan kapabilitas jaringan dan hubungan. Penelitian ini
dilakukan dengan melakukan in depth interview kepada pelaku UMKM dan juga melalui
kajian literatur berupa jurnal penelitian terdahulu, dan ditujukan untuk membahas langkah-
langkah aplikasi teori RBT dari tiap kapabilitas yang ada di kemampuan dinamis yang bisa
diterapkan oleh UMKM, untuk meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan
sehingga dapat terus bertahan sekalipun berada dalam masa pandemi.
Kata kunci: teori RBT, kemampuan dinamis, keberlangsungan usaha UMKM, masa pandemi.

PENDAHULUAN
Pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia berdampak besar pada
keberlangsungan usaha terutama pada UMKM. Padahal UMKM memainkan peran
kunci dalam pembangunan ekonomi, inovasi, pembukaan lapangan kerja dan
integrasi sosial, baik di negara maju maupun berkembang. Hal ini menjadikan
UMKM menjadi prioritas penyaluran subsidi pemerintah untuk pemulihan ekonomi
pasca pandemi.
Kota Pontianak adalah salah satu kota yang perekonomiannya berkontraksi
lebih dalam (minus 4,46% yoy pada kuartal III tahun 2020) dibandingkan kontraksi
perekonomian Indonesia (minus 3,49% pada kuartal III tahun 2020) (bps.go.id,
2020). Hal ini membuat Pemerintah kota Pontianak fokus mengembangkan potensi
industri kreatif sebagai salah satu alternatif terbaik untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah. Pelaku UMKM di kota Pontianak pada tahun 2020
berdasarkan data data.pontianakkota.go.id berjumlah 1.269 UMKM dan di masa
pandemi saat ini sangat merasakan dampak langsung berupa penurunan omset
penjualan yang signifikan dikarenakan adanya himbauan pemerintah dalam
penerapan PSBB serta turunnya daya beli masyarakat, hingga menyebabkan cukup
banyak UMKM yang harus terpaksa berenti beroperasi untuk sementara waktu.
Para pelaku UMKM memerlukan strategi bertahan untuk menjaga
keberlangsungan bisnisnya dengan memanfaatkan semua sumber daya yang
dimilikinya, dan salah satu strategi yang bisa diadopsi adalah dengan menerapkan
resource based theory (RBT) yang berfokus pada kemampuan dinamis sehingga pada
akhirnya dapat terus-menerus mengembangkan keunggulan kompetitif UMKM
bersangkutan dan bertahan dalam jangka panjang. Kunci dari pendekatan RBT
adalah mengembangkan kemampuan dinamis dengan memadukan kapabilitas

166
kewirausahaan, kapabilitas pengembangan sumber daya, dan kapabilitas hubungan
jaringan mempertahankan keunggulan bersaing dari waktu ke waktu.
Kapabilitas kewirausahaan, menurut teori Resource Based Theory (RBT)
berkaitan dengan sejauh mana sebuah bisnis mengeksplor sumber daya yang
mereka miliki saat melakukan risiko, berinovasi dan beroperasi secara proaktif
(Jardon & Martos, 2012). Inovasi ini mencerminkan kecenderungan untuk
mendukung ide-ide baru, eksperimen, dan proses kreatif, yang didukung oleh
teknologi dan cara kerja terbaru yang diaplikasikan pada kondisi pasar yang ada,
kapabilitas kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penjualan
pada suatu bisnis, sehingga dapat menjadi faktor kunci dalam perbaikan dan
peningkatan hasil pendapatan (Raunch et al, 2009). Pelaku UMKM harus jeli
membaca kebutuhan pasar, memahami perubahan perilaku konsumen, dan
berinovasi untuk memanfaatkan semua peluang yang ada.
Selain kapabilitas kewirausahaan, pelaku UMKM juga perlu
menngoptimalkan kapabilitas sumber daya internalnya dalam memperoleh dan
menyebarkan pengetahuan, sehingga dapat mengambil langkah yang tepat untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar yang mempengaruhi kelangsungan
bisnisnya. Komponen umum dan spesifik dari sumber daya manusia suatu UMKM
menghasilkan pengaruh positif langsung dan tidak langsung pada pertumbuhan
usaha baru dan akses ke sumber daya eksternal, misalnya modal finansial, karyawan
terampil, atau pengetahuan, memiliki peluang lebih tinggi untuk terjadi ketika
wirausahawan mengumpulkan sumber daya manusia yang tinggi modal (Backes-
Gellner & Werner, 2007).
Kurang nya minat beli dan menurunnya penjualan serta kepercayaan dari
konsumen juga sangat berpengaruh terhadap bisnis UMKM, oleh karena itu pelaku
UMKM harus membangun loyalitas dengan memperkuat kapabilitas jaringan dan
hubungan. Kapabilitas jaringan dan hubungan adalah sebuah kapabilitas pada suatu
bisnis yang terfokus pada menjaga hubungan baik dengan pelanggan yang sudah
ada dan tetap menjaga hubungan erat dan saling menguntungkan antara pelaku
usaha dan konsumen hingga menciptakan pembelian ulang yang membentuk
sebuah loyalitas (Kotler, Philip dan Amstrong, 2012). Namun Hardilawati (2019)
menemukan hasil yang bertolak belakang yaitu kapabilitas menjaga dan membina
hubungan berpengaruh tetapi tidak signifikan dalam meningkatkan kinerja
pemasaran dikarenakan masih sangat kurangnya pemahaman akan relationship
oleh pelaku UMKM. Sehingga kapabilitas hubungan dan jaringan yang baik dan
maksimal pada akhirnya diharapkan dapat membuat UMKM untuk dapat bertahan
dan memiliki daya saing yang tinggi.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab dan memberikan strategi apa yang
dapat dilakukan oleh pelaku UMKM untuk tetap dapat menjaga dan
mempertahankan kelangsungan bisnis mereka di tengah pandemi covid-19. Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan membahas apa saja
strategi bertahan dengan mengembangkan keunggulan kompetitif yang harus
dilakukan oleh pelaku UMKM hingga mereka dapat terus menjaga keberlangsungan
bisnisnya dengan lebih responsif terhadap situasi perubahan lingkungan bisnis yang
terjadi pada saat pandemi covid-19.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang ditujukan untuk
membahas berbagai strategi yang dapat dilakukan oleh pelaku UMKM untuk
bertahan di saat pandemic Covid-19 dengan mengaplikasikan teori RBT. Penulis

167
mengumpulkan data dengan melakukan in depth interview kepada pelaku UMKM
yang bertahan di masa pandemi, dan dari data-data sekunder berupa jurnal dan juga
hasil penelitian terdahulu yang menjelaskan pengaruh aplikasi teori RBT terhadap
kemampuan dinamik UMKM untuk bertahan.
PEMBAHASAN
Teori RBT (Resource Based Theory) menekankan bahwa kepemilikan sumber
daya strategis memberi organisasi kesempatan emas untuk mengembangkan
keunggulan kompetitif atas para pesaingnya. Keunggulan kompetitif ini pada
gilirannya dapat membantu organisasi menikmati keuntungan yang kuat, dan pada
akhirnya dapat menjadi pendukung pertumbuhan organisasi dalam jangka panjang.
Sumber daya strategis perusahaan dapat berupa sumber daya berwujud dan
sumber daya tidak berwujud. Sumber daya berwujud adalah sumber daya yang
dapat segera dilihat, disentuh, dan diukur. Aset fisik seperti properti, pabrik, dan
peralatan perusahaan, serta uang tunai, dianggap sebagai sumber daya berwujud.
Sebaliknya, sumber daya tak berwujud cukup sulit untuk dilihat, disentuh, atau
diukur. Sumber daya tak berwujud mencakup, misalnya, pengetahuan dan
keterampilan karyawan, reputasi perusahaan, dan budaya perusahaan. Dalam
membandingkan dua jenis sumber daya, sumber daya tidak berwujud lebih
cenderung memenuhi kriteria untuk sumber daya strategis (yaitu berharga, langka,
sulit untuk ditiru, dan tidak dapat disubstitusi) daripada sumber daya berwujud.
Sumber daya tidak berwujud, yaitu kemampuan organisasi (kapabilitas),
menjadi konsep kunci dalam teori berbasis sumber daya. Kapabilitas cenderung
muncul dari waktu ke waktu saat perusahaan mengambil tindakan yang dibangun di
atas sumber daya strategisnya. Kapabilitas penting bagi UMKM karena dengan itulah
UMKM dapat menangkap nilai potensial yang ditawarkan sumber daya. Kapabilitas
juga dibutuhkan untuk menggabungkan, mengelola, dan mengeksploitasi sumber
daya untuk memberikan nilai tambah kepada pelanggan dan menciptakan
keunggulan dibandingkan pesaing.
Kapabilitas unik untuk selalu menciptakan peluang baru akhirnya
berkembang menjadi kemampuan dinamis bagi UMKM. Dengan adanya kemampuan
dinamis, maka UMKM dapat selalu memperbaiki dan memperbarui kapabilitasnya
untuk dapat berkembang, dan juga sebaliknya untuk bertahan di masa krisis, seperti
di masa pandemi ini. Woldesenbet et al. (2012) mengidentifikasi tiga jenis
kapabilitas yang menjadi kemampuan dinamis, yaitu kapabilitas kewirausahaan,
kapabilitas sumber daya, dan kapabilitas jaringan dan hubungan.
Arthurs & Busenitz (2006: 199) menjelaskan kapabilitas kewirausahaan
sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi peluang dan mengembangkan sumber
daya yang dibutuhkan untuk mengejar peluang. Selain itu, Woldesenbet et al. (2012)
mengakui bahwa kapabilitas kewirausahaan bersifat dinamis, dan fleksibel terhadap
lingkungan yang berubah. Kapabilitas kewirausahaan juga memungkinkan
perusahaan kecil untuk fokus dan kreatif dalam mencari dan membuat peluang baru
(Ambrosini & Bowman, 2009), sehingga perusahaan dapat mengambil keputusan
proaktif, inovatif, dan mempertimbangkan resiko, sehingga keputusan tersebut
berkontribusi untuk kelangsungan hidup perusahaan.(Rauch et al, 2009: 763)
Menurut Alvarez et al (2011) dan Bosma & Levie (2011), kapabilitas
kewirausahaan dipengaruhi oleh kondisi formal maupun kondisi informal. Beberapa
kondisi formal yang dapat mempengaruhi kapabilitas kewirausahaan UMKM, antara
lain: lembaga keuangan, kebijakan pemerintah, program pemerintah, keterbukaan
pasar, infrakstuktur fisik, dan hak atas kekayaan intelektual. Sedangkan kondisi

168
informal yang mempengaruhi kapabilitas kewirausahaan UMKM, antara lain: norma
sosial dan budaya, peluang untuk memulai usaha, kemampuan dan pengetahuan
untuk memulai usaha, citra sosial UMKM, dukungan perempuan untuk memulai
usaha, minat dalam inovasi, perhatian pada pertumbuhan usaha, dan perkembangan
teknologi digital. Pada Negara berkembang, aktivitas kewirausahaan lebih dominan
dipengaruhi oleh kondisi informal (Urbano & Alvarez, 2014), dan seiring waktu
dengan membesarnya usaha, maka kondisi formal akan semakin mempengaruhi
kapabilitas kewirausahaan (Ahlstrom & Bruton, 2002). Perkembangan teknologi
digital yang dapat dimanfaatkan dengan baik akan sangat mempengaruhi
kemampuan dinamis untuk mengatasi ketidakpastian (Teece, 2018).
Pendidikan kewirausahaan khususnya keterampilan non-kognitif paling baik
diterapkan mulai usia dini (Huber, Sloof, & van Praag, 2014), dibandingkan di masa
remaja di pendidikan menegah, karena usia dini masih mudah membentuk karakter
dan kemampuan dinamis keiwarusahaan (Cunha & Heckman, 2007). Pendidikan
non-kognitif yang mempengaruhi kapabilitas kewirausahaan adalah dorongan
kreativitas, kemandirian, inisiatif pribadi, dan kemampuan mengidentifikasi peluang
sehingga pada akhirnya mendorong tumbuhnya ide dan inovasi (De Tienne &
Chandler, 2004).
Infrastruktur fisik relevan untuk menentukan keberhasilan kewirausahaan
di sektor ekonomi kreatif (Ghani, Kerr, & O’Connell, 2014). Sektor industi ekonomi
kreatif menimbulkan paradigma DIY (do it yourself) yang melibatkan orang biasa
untuk dapat menemukan, merancang, membuat, dan atau menjual barang, sehingga
dapat dilakukan oleh siapapun di lokasi manapun (Fox, 2014). Paradigma DIY
memungkinkan inovasi dan meningkatkan kemampuan dinamis, yang berkaitan
dengan kemampuan dan keterampilan untuk mengakses computer dan
infrakstuktur manufaktur lainnya. Hingtgen et al. (2015) mengidentifikasikan
infrastruktur yang tidak memadai di Kuba menjadi hambatan untuk meningkatkan
penciptaan daya saing sektor pariwisata, dan berujung pada terhambatnya
penciptaan lapangan pekerjaan baru.
Pengembangan sumber daya difokuskan kepada pengembangan sumber
daya manusia yang dimiliki oleh UMKM. Sumber daya manusia mengacu kepada
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan (yang dicapai melalui pendidikan,
pelatihan dan pengalaman), efektivitas hubungan interpersonal, efek jaringan, dan
keterampilan berkomunikasi (Belso-Martinez et al., 2013). Oleh karena itu, sumber
daya manusia pengusaha merupakan sumber daya penting bagi perusahaan baru.
Komponen umum dan spesifik dari sumber daya manusia pendiri menghasilkan
pengaruh positif langsung dan tidak langsung pada pertumbuhan usaha baru dan
akses ke sumber daya eksternal, misalnya modal finansial, karyawan terampil, atau
pengetahuan, memiliki peluang lebih tinggi untuk terjadi ketika wirausahawan
mengumpulkan sumber daya manusia yang tinggi modal (Backes-Gellner dan
Werner, 2007). Selain itu, Becker (2009) berkontribusi dengan analisis ekonomi
mengenai sumber daya manusia yang berfokus secara khusus pada pendidikan dan
menjelaskan bagaimana investasi dalam pendidikan dan pelatihan setara dengan
investasi pada peralatan. Selain itu, Ashourizadeh et al. (2014), mengakui bahwa
modal manusia dalam bentuk pendidikan bermanfaat bagi kinerja wirausahawan
dan bila dikombinasikan dengan modal sosial menambah dorongan kinerja.
Peningkatan kapabilitas sumber daya menjadi penting supaya dapat
mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang yang layak dan dapat menghasilkan

169
efek positif, sehingga dapat meningkatkan kemampuan dinamis UMKM (Estrin,
Mickiewicz, & Stephan, 2016).
Kapabilitas sumber daya memungkinkan UMKM memiliki sumber daya yang
mampu mengintegrasikan pengetahuan internal dan eksternal, serta menjalankan
manajemen yang baik sehingga membawa efek positif pada perkembangan kinerja,
dan juga untuk pengembangan produk baru (Liu, Chen & Tsai, 2005). Moorman
(1995) mengidentifikasi bahwa perusahaan dengan kapabilitas sumber daya yang
tinggi akan mudah menyerap informasi dari pasar, dan mengolahnya menjadi ide-
ide baru sehingga mengurangi ketidakpastian. Oleh karena itu, semakin baik
kapabilitas sumber daya, maka wirausahawan akan memperoleh kinerja usaha yang
lebih baik.
Kapabilitas jaringan dan hubungan menurut Teece (1986), adalah motivasi
pelaku usaha untuk bekerja sama dengan pelaku usaha lain untuk mendapatkan
posisi baru di pasar atau untuk menciptakan produk baru. Selain itu, pelaku usaha
dapat memutuskan untuk berpartisipasi dalam kolaborasi inovasi yang tidak terkait
langsung dengan aktivitas utama mereka sambil melakukan aktivitas inovasi dalam
batas-batas mereka. Model inovasi terbuka mengamati bahwa perusahaan kecil
mengambil peran besar dalam aktivitas inovasi saat ini. Menurut Chesbrough
(2003), usaha kecil menyumbang sekitar 24 persen dari total pengeluaran
penelitian dan pengembangan industri di AS pada tahun 2005, dibandingkan dengan
hanya 4 persen pada tahun 1981. Selain itu, terdapat banyak penelitian tentang
kekuatan dan kelemahan UMKM dipengaruhi oleh proses inovasi (Vossen, 1998).
Karena inovasi dalam UMKM dibatasi oleh sumber daya keuangan yang terbatas,
kurangnya pekerja khusus, dan inisiatif inovasi kecil, risiko yang terkait dengan
inovasi tidak dapat disebarluaskan, UMKM perlu memperluas jaringan mereka
untuk menemukan sumber daya inovasi yang hilang (Van de Vrande et al, 2009).
Dalam dunia yang kompleks dan padat pengetahuan ini dengan siklus hidup produk
yang dipersingkat, perilaku jaringan (perilaku kooperatif) menjadi lebih penting
dari sebelumnya. Akibatnya, praktik inovasi terbuka tidak hanya diterapkan secara
eksklusif oleh perusahaan multinasional berteknologi tinggi, tetapi juga akan
diterapkan oleh UMKM, dan akan semakin diadopsi (Van de Vrande et al., 2009).
Hughes dan Wareham (2010) mengidentifikasi kapabilitas jaringan dan hubungan
yang menambah nilai pada strategi perusahaan adalah melalui kerjasama dengan
beberapa pihak eksternal, antara lain konsumen, profesional, firma penelitian,
mitra, kolaborator akademik dan klinis, penyedia, regulator, pemasok.
Semua kapabilitas yang membentuk kemampuan dinamis, akan
memaksimalkan keunggulan kompetitif organisasi, meningkatkan posisi organisasi
di antara pesaing, dan menjanjikan keberlangsungan organisasi untuk jangka
panjang. Perusahaan yang memiliki kemampuan dinamis, berarti memiliki
keunggulan kompetitif yang dapat mencegah peniruan oleh pesaing, dan menahan
pesaing untuk mendapatkan keunggulan yang sama. Namun karena pencepagan
peniruan tidaklah permanen, maka perusahaan juga harus terus mengembangkan
kemampuan dinamisnya untuk terus mendapatkan keuntungan maksimal
(Christensen, 2001; Yu Chunxia, 2012).
Keunggulan kompetitif berkelanjutan memungkinkan perusahaan untuk
menciptakan nilai fundamental dan mengarahkan loyalitas pelangan, dapat
diwujudkan oleh UMKM dengan memiliki fleksibilitas dan daya tanggap terhadap
pelanggan. Fleksibilitas mengacu pada kemampuan organisasi untuk memberikan
nilai pelanggan yang superior (Johnson et al., 2008) dan daya tanggap didefinisikan

170
sebagai kemampuan organisasi untuk merespon dengan cepat terhadap keinginan
dan kebutuhan pelanggan mereka (Carlos et al., 2010). Keunggulan kompetitif dapat
diperoleh melalui pemenuhan tujuan organisasi dan kebutuhan pelanggan dalam
lingkungan yang sangat kompetitif (Evans et al., 2006). Li & Zhou (2010)
menyebutkan bahwa UMKM yang berorientasi pasar dan memiliki kemampuan
dinamis akan memiliki keunggulan yang langka dan citra yang bagus untuk
keberlanjutan usaha yang dibutuhkan untuk lingkungan yang sangat kompetitif.
Demikian pula terhadap keuangan perusahaan, UMKM yang memiliki kemampuan
dinamis tinggi akan mendapatkan keuntungan secara finansial dalam jangka
panjang (Jones & Hill, 2013). Oleh karena itu, kemampuan dinamis menjadi hal
penting bagi UMKM untuk keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori RBT,
kemampuan dinamis merupakan kemampuan paling utama yang harus dimiliki oleh
UMKM untuk dapat bertahan di masa krisis, dan juga untuk keberlangsungan usaha
dalam jangka panjang. Kemampuan dinamis ini mencakup kapabilitas
kewirausahaan, kapabiltas pengembangan sumber daya, dan kapabilitas jaringan
dan hubungan.
Kapabilitas kewirausahaan secara informal dapat dikembangkan dengan
mengembangkan keberanian untuk memulai kewirausahaan, mengembangkan
kemampuan membaca peluang untuk memulai usaha, dan dukungan perempuan
untuk memulai usaha. Sementara dari sektor formal, kapabilitas kewirausahaan
dapat dikembangkan dengan akses yang baik kepada lembaga keuangan, mampu
mengadaptasi kebijakan dan program pemerintah, pasar yang terbuka dan
menerima produk UMKM, infrastruktur fisik yang mendukung UMKM, serta adanya
perlindungan HAKI terhadap produk UMKM.
Kapabilitas sumber daya dapat dikembangkan dengan pendidikan
kewirausahaan yang diberikan sejak usia dini, dan juga pelatihan kepada seluruh
sumber daya manusia yang terlibat.
Dan yang terakhir, kapabilitas jaringan dan hubungan dapat dikembangkan
dengan membentuk hubungan baik dan kerjasama dengan konsumen, profesional,
firma penelitian, mitra, kolaborator akademik dan klinis, penyedia, regulator,
pemasok.

REFERENSI
Ahlstrom, D. (2002). An Institutional Perspective on the Role of Culture in Shaping
Strategic Actions by Technology-focused Enterpreneurial Firms in China.
Enterpreneurship Theory and Practice, 26(4), 53- 70.
Alvarez, C. U. (2012). Environmental Factors and Enterpreneurial Activity: An
Institusional Approach. Revista Venezolana de Gerencia, 17(57), 9 - 38.
Ambrosini, V., & Bowman, C. (2009). What are Dynamic Capabilities and Are They a
Usefull Construct in Strategic Management? International Journal of
Management Review, 11(1), 29 - 49.
Arthurs, J., & Busenitz, L. (2006). Dynamic Capabilities and Venture Performance:
The Effects of Venture Capitalists. Journal of Business Venturing, 21(2), 195 -
215.
Ashourizadeh, S., Rezaei, S., Schott, T., & Vang, J. (2014). Enterpreneurs' Human and
Social Capital: Direct and Reinforcing Benefits for Exports. International
Journal of Enterpreneurship and Small Business, 21(2), 246 - 267.

171
Backes-Gellner, U., & Werner, A. (2007). Enterpreneurial Signaling via Education: A
Success Factor in Innovative Start-ups. Small Business Economics, 29(1), 173
- 190.
Becker, G. (2009). Human Capital: A Theoritical and Empirical Analysis, with Special
Reference to Educations. Universitas of Chicago Press.
Belso-Martinez, J., Molina-Morales, F., & Mas-Verdu, F. (2013). Combining Effects of
Internal Resources,Enterpreneur Characteristics and KIS in New Firms.
Journal of Business Research, 66(10), 2079 - 2089.
Bosma, N., & Levie, J. (2010). Global Enterpreneurship Monitor 2009 Executive Report.
Santiago: Global Entrepreneurship Research Association.
Carlos, M., Sousa, E., & Fernando, L. (2010). The Key Role of Managers' Value in
Exporting Influence on Customer Responsive and Export Performance.
Journal of International Marketing, 18(2), 1 - 19.
Chesbrough, H. (2003). Open Innovation: The New Imperative for Creating and
Profiting from Technology. Boston: Harvard Business School Press.
Choirunnisa, Ferdinand, A., & Indriani, F. (2018). Analisis Pengaruh Penginderaan
Pasar, Pemasaran Kewirausahaan, Kemampuan Jaringan dan Keunggulan
Bersaing terhadap Kinerja Pemasaran (Studi pada UKM Makanan dan
Minuman di kota Semarang). Jurnal Bisnis Strategi, 27(2), 1410 - 1246.
Christensen, C. (2011). The Past and Future of Competitive Advantage. MIT Sloan
management Review, 42(2), 105 - 119.
Cunha, F. H. (2007). The Technology of Skill Formation. The American Economic
Review, 97(2), 31 - 47.
DeTienne, D., & Chandler, G. (2004). Opportunity Identification and Its Role in The
Enterpreneur Classrom: A Pedagogical Approach and Empirical Test.
Academy of Management Learning & Education, 3(3), 242 - 257.
Estrin, S., Mickiewicz, T., & Stephan, U. (2016). Human capital in social and
commercial enterpreneuship. Journal of Business Venturing, 31(4), 449 - 467.
Evans, M., Jamal, A., & Foxall, G. (2009). Consumer Behaviour. West Sussex, England:
John Wiley & Sons Ltd.
Fox, S. (2014). Third Wave Do-It-Yourself (DIY): Potensial For Prosumption,
Innovation and Entrepreneurship by Local Populations in Regions without
Industrial Manufacturing Infrastucture. Technology in Society, 39, 18 - 30.
Ghani, E., Kerr, W., & O'Connell, S. (2014). Spatial Determinants of Entrepreneurship
in India. Regional Studies, 48(6), 1071 - 1089.
Hardilawati, W. L., Sandri, S., & Binangkit, I. (2019). The Role of Innovation and E-
commerce in Small Business. (pp. 83 - 87). Dubai: Atlantis Press.
Hingtgen, N., Kline, C., Fernandes, L., & McGehee, N. (2015). Cuba in Transition:
Tourism Industry Perception of Enterpreneurial Change. Tourism
Management, 50, 184 - 193.
Huber, G. (1991). Organizational Learning: The Contributing Processes and the
Literature. Austin, Texas: Organizations Sciences.
Huber, L., Sloof, R., & Van Praag, M. (2014). The Effect of Early Entrepreneurship
Education: Evidence from a Field Experiment. European Economic Review,
72, 76 - 97.
Hughes, B., & Wareham, J. (2010). Knowledge Arbitrage in Global Pharma :A
Synthetic View of Absorptive Capacity and Open Innovation. R&D
Management, 40(3), 324 - 343.

172
Jardon, C., & Susana Martos, M. (2012). Intellectual Capital as Competitive Advantage
in Emerging Clusters in latin America. Journal of Intellectual Capital, 13(4),
462 - 481.
Johnson, G., Scholes, K., & Whittington, R. (2008). Exploring Corporate Strategy Text
and Cases. Financial Times (FT): Prentice Hall.
Jones, G., & Hill, C. (2013). Theory of Strategic Management with Cases. South-
Western, Canada: Cengage Learning.
Kotler., P., & Armstrong, G. (2012). Prinsip-Prinsip Pemasaran (13 ed.). Jakarta:
Erlangga.
Li, J., & Zhou, K. (2010). How Foreign Firms Achieve Competitive Advantage in the
Chinese Emerging Economy: Managerial Ties and Market Orientation. Jurnal
of Business Research, 63(8), 856 - 862.
Liu, P., Chen, W., & Tsai, C. (2005). An Empirical Study on the Correlation Between
the Knowledge Managemant Method and New Product Development
Strategy on Product Performance in Taiwans Industries. Technovation,
25(6), 637 - 644.
Moorman, C. (1995). Organizational Market Information Processes: Cultural
Antecedens and New Products Outcomes. Journal Of Marketing Research,
32(3), 318 - 335.
Rauch, A., J., W., Lumpkin, G., & Frese, M. (2009). EO and Business Performance : An
Assesment of Past Research and Suggestions for the Future.
Enterpreneurship Theory and Practice, 33, 761 - 787.
Teece, D. (1986). Profiting from Technological Innovation: Implications for
Integration Collaboration, Licensing and Public Policy. Research Policy, 15
(6), 285 - 305.
Teece, D. (2018). Managing the University: Why 'Organized Anarchy' is
Unacceptable in the Age of Massive Open Online Courses. Strategic
Organization, 16(1), 92 - 102.
Urbano, D., & Alvarez, C. (2014). Institutional Dimensions and Enterpreneurial
Activity: An International Study. Small Business Economics, 42(4), 703 - 716.
Vossen, R. (1998). Relative strength and weaknesses of small firms in innovation.
International small business journal.16(3),88-94.
Vrande, V. v., Jong, J. P., Vanhaverbeke, W., & Rochemont, M. d. (2009). Open
Innovation in SMEs: Trends, Motives and Management Challenge.
Technovation, 29(6-7), 423 - 437.
Woldensenbet, K., Ram, M., & Jones, T. (2012). Supplying Large Firms: The Role of
Enterpreneurial and Dynamic Capabilities in Small Businesses. International
Small Business Journal, 30(5), 493 - 512.
Yu, C., & Wong, T. (2014). An Agent-Based Negotiation Model for Supplier Selection
of Multiple Products with Synergy Effect. Expert System with Application, 42,
223 - 237.

173
Penerapan Strategi Online Marketing UMKM Pada Era
Normal Baru
Regina Ayu Nurharista 1, Sherine 2, Uun Ralita 3
Universitas Tanjungpura

1reginaayu@student.untan.ac.id
2sherine.0416@gmail.com
3uunralita@gmail.com

Abstrak
Didukung dengan perkembangan era digital yang semakin maju, banyaknya masyarakat
Indonesia yang kini beralih ke situs online dapat menjadi sebuah peluang besar bagi
UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi online marketing UMKM
yang sangat dibutuhkan, terlebih dalam masa Normal Baru (new normal) dalam
menghadapi pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menggunakan studi pustaka atau
literatur yang ada. Data disusun dan dianalisis dengan pendekatan analisis deskriptif
yang akan menghubungkan faktor-faktor tertentu dengan fenomena yang terjadi saat ini.
Para pelaku UMKM memiliki kesempatan untuk menaikkan laba, dapat menyusun
strategi untuk bersaing, penyerapan lapangan kerja, serta pemasaran yang dijangkau
dapat lebih luas karena dilakukan secara online.
Kata kunci: online marketing, UMKM, normal baru
PENDAHULUAN
Mungkin banyak orang belum menyadari bahwa adanya UMKM (Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah) berperan besar dalam kehidupan kita sehari-hari
sebagai rakyat negara Indonesia. Melekatnya eksistensi UMKM sudah ada di
lingkungan sekitar kita sejak dahulu kala. Menurut data Kementerian Koperasi
dan UMKM, sekitar 98,7% usaha di Indonesia merupakan usaha mikro. Sehingga
hal ini berpengaruh terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia hingga
36,82%. Sektor UMKM di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, mendefinisikan UMKM sebagai
Usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria usaha mikro, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000
(tiga ratus juta rupiah). Adapun tujuan dari UMKM adalah menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka meningkatkan perekonomian
nasional. Tidak heran apabila UMKM menjadi salah satu bagian yang paling inti
dan krusial dalam mempengaruhi berjalannya roda perekonomian di Indonesia.
Memasuki tahun 2020, seluruh lapisan masyarakat di dunia sedang menghadapi
satu permasalahan besar yang mempengaruhi tatanan hidup dari segala sektor,
yaitu adanya pandemi virus COVID-19. Indonesia tak luput dari ganasnya rantai
siklus virus ini. Di Indonesia, pada November 2020 sudah tercatat sebanyak
lebih dari 460 ribu kasus yang terkonfirmasi positif di Indonesia. Adanya
kebijakan pengurangan aktivitas di luar rumah dengan program ‘stay at home’
berpengaruh terhadap sektor perekonomian secara signifikan, termasuk kepada
para pelaku UMKM karena terbatasnya akses untuk berwirausaha secara offline
atau melalui toko fisik dimana konsumen harus mengunjungi secara langsung
UMKM ini. Adanya kebijakan ini menyulitkan para penjual maupun konsumen

174
untuk bertatap muka secara langsung. Beruntung dengan di era sekarang ini
hidup kita sudah erat dengan globalisasi dan kemajuan yang pesat dalam bidang
teknologi. Hal ini dikarenakan dengan kemudahan mengakses komunikasi yang
dapat mengikis ruang dan waktu, sehingga orang dari seluruh dunia dapat
berinteraksi dengan mudah melalui internet, termasuk interaksi jual beli antara
penjual dan pembeli. Hal ini sebenarnya sudah banyak diterapkan oleh banyak
penjual termasuk para UMKM di tahun sebelumnya, namun penggunaan
internet sudah makin menjamur di tahun 2020 ini menyusul akibat dari
pandemi COVID 19 yang mengharuskan semua orang untuk berada dirumah.
Melakukan aktivitas jual-beli secara online melalui e-commerce, penerapan
marketing secara digital menjadi suatu kebiasaan baru yang harus dikuasai oleh
UMKM pada masa sekarang dimana kita telah memasuki era normal baru demi
tetap bertahan.
Dengan menggunakan media sosial, para pelaku UMKM dapat meningkatkan
penjualan mereka. Selain memperoleh keuntungan yang lebih, mereka juga
dapat lebih intens untuk melakukan komunikasi dengan para pelanggan.
Sehingga, dengan kritik dan saran yang disampaikan para pelanggan, pelaku
UMKM dapat mengembangkan bisnis yang mereka jalankan. Terlebih melalui
tatanan kehidupan yang baru dimana terjadi perubahan besar pada lapisan
masyarakat di seluruh dunia. Disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang
saat ini sudah maju, maka online marketing perlu untuk diterapkan agar UMKM
bisa bertahan dan semakin berkembang di masa pandemi. Selain peningkatan
laba, kesejahteraan UMKM terlebih dalam masa pandemi ini patut untuk
diperhatikan melalui pemanfaatan media yang sudah banyak digandrungi oleh
masyarakat. Dan juga sebagai penyesuaian agar UMKM bisa berjalan meski
dalam masa pandemi untuk menguatkan perekonomian bangsa sehingga resesi
yang parah tidak terjadi dan perekonomian negara bisa pulih seperti semula.
Sehingga bagaimana peran penerapan strategi online marketing pada era normal
baru bagi UMKM untuk mampu bertahan dan terus berkembang.

KAJIAN LITERATUR
Menurut Anugrah (2020), efektifitas terhadap online marketing merupakan
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target yang telah dicapai oleh
suatu manajemen dimana yang diatur disini menggunakan pemasaran secara
digital. Saat ini telah banyak perusahaan yang memilih media online sebagai
metode pemasarannya. Beberapa media yang sering digunakan adalah facebook,
twitter, instagram, dan lain-lain. Dengan menggunakan media tersebut
perusahaan akan bisa mencapai target pasar mereka. Dengan memanfaatkan
media sosial, masyarakat bisa menambah wawasan terkait pengetahuan yang
mereka tekuni tanpa membuang banyak waktu. Banyak perusahaan yang
memanfaatkan hal ini untuk memasarkan produk yang mereka jual. Dengan
kecenderungan masyarakat yang lebih memilih menghabiskan waktu dengan
menggeluti media sosial, perusahaan akan dengan mudah mencapai target yang
mereka tentukan. Salah satunya adalah dengan penelitian yang dilakukan oleh
Setiawati dan Widyartati (2017). Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji
pengaruh strategi pemasaran online terhadap peningkatan laba UMKM. Dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pemasaran online berpengaruh
positif terhadap laba UMKM di Jawa Tengah. Dari hasil penelitian tersebut para
pelaku UKM telah menggunakan media sosial dalam proses komunikasi. Media

175
sosial merupakan sarana komunikasi yang efektif, dengan sarana tersebut para
pelaku UKM dapat meningkatkan pangsa pasar serta membantu keputusan
bisnis. Kesenjangan diantara kedua penelitian ini adalah untuk penelitian
Anugrah (2020) membahas lebih kepada efektifitas penerapan online marketing
pada masa terjadinya perubahan situasi dimana diterapkannnya Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) dampak dari Corona Viruses Disease 2019 (COVID-
19).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menggunakan
studi pustaka atau literatur yang ada, dengan menggunakan jurnal, buku, dan
web yang relevan dengan penelitian. Selanjutnya, data akan disusun dan
dianalisis dengan pendekatan analisis deskriptif yang akan menghubungkan
faktor-faktor tertentu dengan fenomena yang terjadi saat ini. Metode deskriptif
berisi penjabaran setiap tahapan yang dilakukan tanpa melakukan pengujian
teori dan menjeneralisasikan (Setiawati, Retnasari, & Fitriawati, 2018). Metode
penelitian deskriptif kualitatif pada artikel ini dilakukan dengan menggunakan
sumber data sekunder yaitu studi literatur. Menurut Bogdan dan Taylor (1975)
yang dikutip dalam Moloeng (2007:4) menyatakan bahwa metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Selanjutnya
dijelaskan oleh David Williams (1995) seperti yang dikutip dalam Moleong
(2007:5) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data
pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan
oleh peneliti yang tertarik secara alamiah. Penelitian ini berjenis kualitatif
sehingga tidak menggunakan istilah populasi dan sampel tetapi situasi sosial
dan informan (Sugiyono, 2009). Sumber data yang didapat dari literatur
tersebut kemudian dipilah sesuai dengan materi yang akan dibahas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian terdahulu telah dilakukan untuk menganalisis penerapan strategi
online marketing dan juga implikasinya terhadap Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM). Penelitian tersebut diantaranya Efektifitas Penerapan
Strategi Online Marketing Oleh Umkm Dalam Masa Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) Corona Viruses Disease 2019 (COVID-19) yang disusun oleh
Anugrah (2020). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu
menggunakan studi pustaka atau literatur yang ada, dengan menggunakan
jurnal, buku, dan web yang relevan dengan penelitian. Dari hasil penelitian
disampaikan bahwa konsep E-UMKM juga membawa keuntungan bagi kedua
belah pihak, baik produsen maupun konsumen, sehingga online marketing yang
dilakukan oleh para pelaku bisnis UMKM bisa berjalan lebih efektif.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dan Widyartati (2017) yaitu
Pengaruh Strategi Pemasaran Online terhadap Peningkatan Laba UMKM.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan mengambil sampel pada
perusahaan jasa, dagang, dan manufaktur yang telah menggunakan pemasaran
online juga berskala UMKM di wilayah Jawa Tengah. Dari hasil penelitian
disampaikan bahwa strategi pemasaran online berpengaruh terhadap
peningkatan laba UMKM di Jawa Tengah.

176
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut kami mencoba melakukan
penelitian lanjutan dengan menganalisis peran strategi online marketing UMKM
pada era normal baru. Dengan menggunakan beberapa literatur pustaka berupa
jurnal, buku, dan web demi memunculkan penelitian yang relevan.

Konsep Online Marketing


Online marketing adalah suatu bentuk usaha dari perusahaan yang bertujuan
untuk memasarkan produk dan jasanya dan juga untuk membangun hubungan
antara perusahaan dan pelanggan melalui internet. (Kotler dan Amstrong,
2008:237). Sedangkan Menurut Anisah (2016) mengatakan bahwa online
marketing adalah melakukan suatu pemasaran produk atau jasa yang dipasarkan
melalui media internet atau online. Saat ini telah banyak perusahaan yang
memilih media online sebagai metode pemasarannya. Beberapa media yang
sering digunakan adalah facebook, twitter, instagram, dan lain-lain. Dengan
menggunakan media tersebut perusahaan akan bisa mencapai target pasar
mereka. Beberapa fitur telah disediakan di dalam media tersebut, mulai dari
penyedia jasa, kebutuhan sehari-hari, juga informasi-informasi terkini di seluruh
negeri. Sehingga masyarakat ataupun generasi milenial khususnya lebih memilih
media tersebut sebagai pengisi waktu luang mereka. Dengan memanfaatkan
media sosial, masyarakat bisa menambah wawasan terkait pengetahuan yang
mereka tekuni tanpa membuang banyak waktu. Banyak perusahaan yang
memanfaatkan hal ini untuk memasarkan produk yang mereka jual. Dengan
kecenderungan masyarakat yang lebih memilih menghabiskan waktu dengan
menggeluti media sosial, perusahaan akan dengan mudah mencapai target yang
mereka tentukan. Dengan menggunakan media sosial, para pelaku UMKM dapat
meningkatkan penjualan mereka. Selain memperoleh keuntungan yang lebih,
mereka juga dapat lebih intens untuk melakukan komunikasi dengan para
pelanggan. Sehingga, dengan kritik dan saran yang disampaikan para pelanggan,
pelaku UMKM dapat mengembangkan bisnis yang mereka jalankan. Komunikasi
ini penting karena selain kita dapat mendapatkan saran dan masukan dari
pelanggan, kita juga dapat mengetahui keinginan dari para pelanggan hingga
perkembangan dari para kompetitornya.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)


Usaha Mikro Kecil Menengah yang sering disebut dengan UMKM memiliki
peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dengan adanya UMKM telah
membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan sebagai generasi penerus
wirausaha yang baru. Terdapat beberapa contoh merek produk UMKM
Indonesia yang sudah dikenal oleh masyarakat dan mampu menjangkau pasar
internasional antara lain adalah Pandansari, Rumah Kecapi, House of Lawe,
Pourvous, dan AKAS. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, mendefinisikan
UMKM sebagai Usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro, memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Adapun tujuan dari UMKM adalah
menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka meningkatkan
perekonomian nasional. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) hingga tahun
2018 total unit UMKM berjumlah 64,2 juta di seluruh Indonesia. Pada tahun

177
2020 Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mencatat
sebanyak 9,4 juta UMKM sudah Go online dalam memasarkan produknya.
Artinya masih ada sekitar 54,8 juta UMKM yang belum bisa memanfaatkan
media online untuk memasarkan produknya. Kementrian Koperasi dan UKM
telah mengadakan sebuah program bersama para pelaku e-commerce yang
diharapkan bisa mempercepat transformasi UMKM di Indonesia menuju digital.

Gambar 1. Grafik Jumlah Unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Era Normal Baru


Pada bulan Desember tahun 2019, sebuah virus baru muncul yang berawal
dari Wuhan, Cina. World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa
Corona Virus adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini
disebut COVID-19. Penyebaran virus ini sangat cepat, bahkan saat ini
penyebarannya sudah mencapai lintas negara. Sampai saat ini terdapat hampir
di seluruh negara di dunia yang telah mengkonfirmasi kasus COVID-19.
Termasuk salah satunya adalah Negara Indonesia. Penyebaran virus corona
(COVID-19) di dunia, baik dari segi jumlah kasus dan korban jiwa belum
menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan. Melansir data dari
Worldometers, tercatat ada 56.619.747 kasus di seluruh dunia, dengan jumlah
kematian sebanyak 1.355.875 hingga Kamis (19/11/2020). Sementara pasien
yang dinyatakan sembuh sebanyak 39.414.911 orang. Di Indonesia sendiri
Pemerintah mencatat jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) hingga
Kamis (19/11) mencapai 483.518 kasus. Dari jumlah itu, 406.612 orang
dinyatakan sembuh dan 15.600 orang lainnya meninggal dunia.
Meskipun demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah menyiapkan
tatanan kehidupan baru (new normal) saat pandemi virus corona belum
mereda. Atas keputusan Jokowi tersebut, sejumlah kepala daerah juga mulai
melonggarkan pembatasan sosial berskala besar. Pada prinsipnya, new normal
adalah fase di mana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan dan
publik diperbolehkan untuk kembali beraktivitas dengan sejumlah protokol
kesehatan yang ditentukan pemerintah sebelum ditemukannya vaksin. Langkah
ini dijalankan pemerintah untuk memulihkan produktivitas masyarakat agar
perekonomian dapat kembali bergeliat setelah terpuruk di kuartal pertama
dengan pertumbuhan hanya 2,97 persen.
Di sektor jasa perdagangan, persiapan new normal ditandai dengan
diterbitkannya Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.01/Menkes/335/2020 tentang Sektor Jasa dan Perdagangan (Area
Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha (20/5). Dalam surat

178
tersebut, pemerintah mengatur tata cara pedagang baik jasa maupun barang
dalam situasi new normal, mulai dari mencegah kerumunan pengunjung dengan
membatasi akses masuk orang ke dalam toko, menerapkan sistem antrean di
pintu masuk dengan tetap melakukan jarak fisik minimal satu meter hingga
menganjurkan sistem take away (bawa pulang). Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menjelaskan sejumlah
indikator new normal di tengah pandemi Covid-19 yang disyaratkan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO).

Online Marketing Pada Era Normal Baru


Pemasaran meliputi aktivitas – aktivitas yang berkaitan dengan penjualan,
pengiklanan, promosi serta penentuan harga. Strategi pemasaran Online atau
sering disebut dengan Online marketing strategy merupakan segala usaha
(bisnis) yang dilakukan untuk melakukan pemasaran suatu produk atau jasa
melalui atau menggunakan media online, yakni media internet. Walaupun
mengalami perubahan, pemasaran tidak bisa melepaskan diri dari tiga
komponen yang selalu menyertai, yaitu konsumen, kompetitor dan perusahaan.
Ketiga komponen ini yang selalu ada dalam setiap pembahasan tentang
pemasaran. Adanya COVID-19 ini mengarahkan pelaku usaha untuk melakukan
strategi baru guna keberlangsungan bisnisnya. Pada UMKM strategi besar dan
mahal sulit untuk diterapkan mengingat banyaknya keterbatasan seperti
kemampuan, keterampilan, sumber daya pemikiran dan biaya menjadi
keterbatasan. Bahkan untuk mampu memikirkan bagaimana menemukan
pelanggan di kondisi krisis pun merupakan hal yang sulit. UMKM memerlukan
strategi sederhana dan murah yang mampu mendorong keyakinan melakukan
usaha selama COVID-19 maupun pada new normal ini.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Royan Jaluseta Anugerah, dengan
judul Efektifitas Penerapan Strategi Online Marketing Oleh UMKM Dalam Masa
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Corona Viruses Disease 2019
(COVID-19). Dari hasil penelitian ini Pemasaran online sangat berdampak
positif bagi para pelaku UMKM. Selain untuk mengembangkan usaha, para
pelaku UMKM juga dapat menganalisa strategi yang dilakukan untuk
menghadapi para kompetitornya. Bahkan dapat meningkatkan penjualan dari
produk yang mereka jual. Pergeseran fokus usaha yang lebih inovatif berfokus
pada pelanggan atas dasar kepekaan permintaan dapat menjadikan UMKM
sebagai bentuk usaha sederhana yang mandiri. Adanya pergeseran pada
permintaan pelanggan, pergeseran fokus usaha menjadi strategi baru. Baik yang
semula usaha offline menjadi online, atau yang semula memproduksi produk
dengan permintaan rendah (low demand) menjadi memproduksi barang
dengan permintaan tinggi (high demand), atau dengan melakukan kolaborasi
dengan coopetition. Hal tersebut bukanlah hal mudah namun bagi UMKM hal
tersebut masih memiliki potensi menaikan pendapatan dibandingkan dengan
mengubah keseluruhan strategi besar yang sangat mahal dan tidak dapat
diimplementasikan pada UMKM.
Hal ini juga membuka kesempatan yang besar bagi para UMKM dalam
mengembangkan sektor usahanya. Para pelaku UMKM dapat mengembangkan
usahanya melalui offline atau online, sehingga pendapatan dapat meningkat dua
kali lipat. Namun, hal ini juga didukung oleh sejauh mana pelaku UMKM itu
sendiri memanfaatkan segala fasilitas yang ada demi menjalankan esensi

179
pemasaran dari usaha mereka sendiri. Salah satu nilai plus dalam berjalannya
online marketing ini adalah jangkauan pasar yang lebih luas. Pelaku UMKM
tidak hanya mendapatkan lingkup pasar di sekitar domisilinya saja, namun
jangkauan pemasaran dapat dijangkau hingga ke seluruh dunia. Beruntung,
berkat teknologi yang maju, segala fasilitas dalam melakukan online marketing
dimana contohnya adalah jasa pengiriman, kurir, internet, disini mereka semua
berperan penting dalam mendukung berjalannya online marketing itu sendiri.
Maka dari itu, proses pemasaran harus dirincikan dan dibuat strateginya sebaik
mungkin. Prosesnya harus tekun, niat, teliti dan tepat dalam membidik pasar
agar sesuai dengan sasaran.
Sektor UMKM di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2009 berkisar 52.764.750 unit dengan
pangsa pasar 99,99%. Angka ini meningkat secara signifikan pada tahun 2020
yang diperkirakan mencapai lebih dari 64 juta unit. Tidak heran apabila UMKM
menjadi salah satu bagian yang paling inti dan krusial dalam mempengaruhi
berjalannya roda perekonomian di Indonesia.
Namun hal ini perlu diperhatikan dimana masih tingginya jumlah
pengangguran yang ada di Indonesia. Dilansir oleh Badan Pusat Statistik tahun
2020, tercatat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2020
meningkat sebanyak 1,84 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal
ini dipengaruhi oleh salah satu dampak COVID-19, dimana banyak pekerja yang
kena PHK atau dirumahkan. Hal ini turut membuat sektor UMKM secara offline
terpukul. Sebuah titik terang muncul dimana menurut Kementerian Koperasi
dan UMKM menyebutkan beberapa pelaku UMKM sudah mulai bangkit karena
bantuan pemerintah dalam skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) seperti
relaksasi KUR, subsidi bunga, modal kerja, serta Bantuan Presiden (Bapres)
Produktif untuk usaha mikro dalam bentuk hubah. Hal ini mempengaruhi cara
berpikir para pelaku UMKM yang sudah sadar akan peran besar dari internet
dalam menjalankan bisnisnya. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat
setidaknya selama pandemi terjadi, penjualan di e-cpmmerce naik hingga 26
persen atau mencapai 3,1 juta transaksi perhari.
Memang, pada faktanya masih banyak pelaku UMKM yang belum sadar akan
pentingnya pelaksanaan UMKM secara digital ini. Oleh karena itu, Kementerian
Koperasi dan UKM terus berupaya dalam mendorong dan mempercepat UMKM
agar go digital. Hal ini didukung untuk terjadi mengingat bahwa pada awal
November kemarin Indonesia telah dinyatakan resesi dengan PDB RI pada
kuartal III-2020 minus 3,49 persen. Peran UMKM disini besar dalam
memulihkan negara Indonesia dari resesi, dikarenakan perputaran uang di
dalam lingkup negara harus berjalan secara simultan dan berkelanjutan.
Pemerintah sudah cukup berusaha dalam mengarahkan UMKM agar dapat
menjalankan bisnisnya secara digital. Program-program pelatihan dan
pendampingan terus dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM yang
bekerjasama dengan situs Marketplace sebagai e-commerce besar seperti
Shopee, Lazada, Blibli, Tokopedia, Gojek, dan lainnya. Hal ini membantu dimana
dari 64 juta UMKM, sebanyak 13 persen atau 8 juta UMKM yang sudah terbantu
dan hsdir dalam bentuk digital. Oleh sebab itu, pemerintah menargetkan 10 juta
UMKM dapat melaksanakan usahanya via online hingga akhir tahun 2020.
Semakin banyaknya jumlah pengangguran baru yang dirumahkan dapat
menyebabkan jumlah UMKM naik, sehingga persaingan semakin sengit. Para

180
pelaku UMKM perlu untuk mengagaskan strateginya dalam pemasaran digital
demi menarik perhatian konsumen. Apabila kita melihat dari sisi konsumen,
tentu ditambah dengan situasi pandemi ini, banyak sekali pilihan toko atau
UMKM yang terdapat secara digital. Perlu adanya diferensiasi yang harus
diterapkan oleh setiap pelaku UMKM agar berhasil menarik perhatian
konsumen. Online Marketing dapat dipandang sebagai suatu peluang yang besar
karena didukung oleh semakin menjamurnya pengguna internet yang ada di
Indonesia. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) yang dikutip oleh kompas.com melalui survey yang
dilakukan tanggal 2-25 Juni 2020, tercatat bahwa jumlah pengguna internet di
Indonesia meingkat mencapai 196,7 juta jiwa hingga kuartal II 2020. Jumlah
tersebut meningkat secara signifikan karena pengguna internet di Indonesia
pada tahun 2018 hanya berkisar 171,2 juta jiwa saja.
Pada akhirnya, kenyataan memang menunjukkan bahwa tingkat
pengangguran di Indonesia masih lumayan tinggi, ditambah oleh faktor pandemi
COVID-19 yang memengaruhi setiap sektor perekonomian dan tenaga kerja
secara simultan. Perlu adanya kesadaran juga dari masyarakat dimana
pemanfaatan online marketing sangat penting dalam mempertahankan usahanya
di masa sekarang, demi menghindari kemungkinan usaha yang gulung tikar
akibat pandemi COVID-19. UMKM dapat menjadi salah satu solusi dalam
menciptakan lapangan pekerjaan baru di Indonesia. Berkembangnya sektor
UMKM secara positif di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran bank serta
koperssi penyedia modal usaha sebagai saluran kredit kepada pelaku UMKM.
Sehingga pengguna internet di Indonesia pada tahun 2020 mengalami
peningkatan sebesar 73,7 persen, naik dibandingkan tahun 2018 yang hanya
sebesar 64,8 persen. Semakin banyak masyarakat yang sudah mengenal internet
dapat menimbulkan peluang pasar baru secara digital sehingga para pelaku
UMKM dapat memanfaatkan moment ini dalam mengembangkan sektor
usahanya secara digital.

SIMPULAN
Peran teknologi pada masa sekarang menunjukkan eksistensinya di setiap
sektor kehidupan manusia saat ini. Dari hasil pembahasan diatas, terlihat jelas
bahwa adanya penerapan online marketing sangat membantu dalam
perkembangan UMKM, terlebih dalam menghadapi masa new normal. Para
pelaku usaha termasuk pelaku UMKM dapat menerapkan berbagai strategi baru
dalam menarik perhatian konsumen melalui situs digital, demi menyesuaikan
kebiasaan baru masyarakat yang melakukan aktivitasnya melalui daring.
Terdapat banyak perubahan mengenai pergeseran permintaan pelanggan serta
fokus kepada strategi baru agar bisa menjaring lebih banyak konsumen secara
online. Hal ini dapat menjadi sebuah titik cerah bagi para pelaku UMKM. Mereka
memiliki kesempatan untuk menaikkan laba, serta dapat menyusun strategi
untuk bersaing, serta pemasaran yang dijangkau dapat lebih luas karena
dilakukan secara online. Pemerintah sudah mendukung sepenuhnya dalam
penerapan online marketingi kepada para UMKM melalui sejumlah saluran
bantuan dan program, yang diharapkan bahwa seluruh UMKM dapat
melangsungkan usahanya secara digital.
Penulis mengakui bahwa didalam penelitian ini masih banyak terdapat
ekurangan, salah satunya adalah kekurangan dalam mencari sumber referensi,

181
serta fokus objek penelitian yang masih belum jelas sehingga relevansinya masih
kurang valid. Perlu adanya penelitian yang lebih dalam dengan objek penelitian
yang jelas, serta pengambilan data bisa dicoba melalui penelitian kuantitatif
dengan diuji efektifitas online marketing di setiap UMKM.

REFERENSI
Anugrah, R. J. (2020). Efektifitas Penerapan Strategi Online Marketing oleh
UMKM dalam masa Perbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Corona
Viruses Disease 2019 (COVID-19). MANOVA (Jurnal Manajemen dan
Inovasi), 2(2).
Aristawidia, Ifah Bunga. (2018). Kajian Literatur Penerapan Strategi Branding
Bagi Kemajuan UMKM Di Era Digital. Jurnal Manajemen dan Inovasi
(MANOVA) Volume 1 Nomor 2.
Badan Pusat Statistik, (2020). Agustus 2020: Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) sebesar 7,07 persen. Bps.go.id.
(https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/11/05/1673/agustus-
2020--tingkat-penganguran-terbuka--tpt--sebesar-7-07-persen.html.
Diakses pada tanggal 19 November 2020)
GOBIZ : Tips Berbisnis. (2019). Apa Itu UMKM? dan 10 Contoh Peluang
Usahanya. gobiz.co.id (https://gobiz.co.id/pusat-pengetahuan/apa-itu-
umkm/3/. Diakses pada tanggal 15 November 2020)
Jayani, Dwi Hadya. (2020). Pemerintah Beri Stimulus, Berapa Jumlah UMKM di
Indonesia?. databooks.katadata.co.id.
(https://databooks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/08/pemerinta
h-beri-stimulus-berapa-jumlah-umkm-di-indonesia. Diakses pada
tanggal 18 November 2020)
Pratama, Akhdi Martin. Djumena, Erlangga. (2020). Pengguna Internet
Indonesia hingga Kuartal II 2020 capai 196,7 Juta Orang. Kompas.com.
(https://money.kompas.com/read/2020/11/09/213534626/pengguna
-internet-indonesia-hingga-kuartal-ii-2020-capai-1967-juta-orang.
Diakses pada tanggal 15 November 2020)
Santia, Tira. (2020). Berapa Jumlah UMKM di Indonesia? Ini hitungannya.
Liputan6.com. (https://m.liputan6.com/bisnis/read/4346352/berapa-
jumlah-umkm-di-indonesia-ini-hitungannya. Diakses pada tanggal 19
November 2020)
Setiawati, Ira dan Penta Widyartati. (2017). Pengaruh Strategi Pemasaran Online
Terhadap Peningkatan Laba UMKM. Jurnal BIMA. Pascasarjana (S2)
STIE Dharmaputra Semarang: 344.
Shaferi, Intan., & Pinilih Muliasari (2020). Pergeseran Fokus Usaha Sebagai
Strategi Baru UMKM Dalam Menghadapi New Normal . Jurnal Pro Bisnis
Vol. 13 No. Agustus 2020 ISSN : 1979 – 9258 e-ISSN : 2442 - 4536.
Susanti, Ari, dkk. (2020). Strategi UMKM pada Masa Pandemi Covid-19.
KANGMAS: Karya Ilmiah Pengabdian Masyarakat, e- ISSN: 2722-2004.

182
Strategi Pemasaran Dalam Mengatasi Dampak Covid-19
Terhadap UMKM di Indonesia
Feriansyah
Pasca Sarjana Magister Manajemen
Universitas Tanjung Pura Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak
Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124
*Email : ferimanajemendakwah2@gmail,com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis dampak pandemi virus
corona terhadap UMKM yang ada di Indonesia. Metode analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penurunan Omzet Pelaku UMKM dan
koperasi akibat covid-a9 sangat signifikan Sejak kemunculannya di akhir tahun 2019.
Industri pariwisata merupakan salah satu industri yang terdampak oleh penyebaran
virus ini. Lesunya sektor pariwisata memiliki efek domino terhadap sektor UMKM.
Berdasarkan data yang diolah P2E LIPI, dampak penurunan pariwisata terhadap UMKM
yang bergerak dalam usaha makanan dan minuman mikro mencapai 27%. Sedangkan
dampak terhadap usaha kecil makanan dan minuman sebesar 1,77%, dan usaha
menengah di angka 0,07%. Pengaruh virus COVID-19 terhadap unit kerajinan dari kayu
dan rotan, usaha mikro akan berada di angka 17,03%. Untuk usaha kecil di sektor
kerajinan kayu dan rotan 1,77% dan usaha menengah 0,01%. Sementara itu, konsumsi
rumah tangga juga akan terkoreksi antara 0,5% hingga 0,8%. Perkembangan digital
dalam globalisasi sangat berpengaruh pada roda ekonomi termasuk pasar ritel. Karena
virus corona, satu persatu pasar ritel modern, skala besar, mikro, hingga kecil mulai
mengalami penurunan penghasilan. Meskipun dengan menghadirkan kemudahan
berbelanja pada kenyataannya di era digital orang tetap enggan dan lebih suka
melakukan aktivitas belanja online atau menggunakan aplikasi media. Banyak
keuntungan yang ditawarkan cara belanja online. Beberapa langkah untuk dapat
mempertahankan eksistensinya di pasar di era digital seperti, refokus pelanggan dan
industri rethinking, merancang strategi sosial dan digital dan mengembangkan
kapabilitas organisasi.
Kata kunci: Strategi Pemasaran, COVID-19, dampak COVID-19, UMKM.

PENDAHULUAN
UMKM merupakan jenis usaha yang memiliki peran penting dalam
peningkatan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) satu negara khususnya di
Indonesia dengan menghadapi Era Industri 4.0. menurut Wikipedia, Industri 4.0
merupakan otomatisasi sistem produksi dengan memanfaatkan teknologi dan
big data. Konsep Industri 4.0 pertama kali digunakan publik dalam pameran
industri Hannover Messedi kota Hannover, Jerman di Tahun 2011. Dari
peristiwa ini juga sebetulnya ide Industri 2.0 dan Industri 3.0 baru
muncul,sebelumnya hanya dikenal dengan nama Revolusi Teknologi dan
Revolusi Digital. Industri 4.0 ini menggunakan komputer dan robot sebagai
dasarnya, maka kemajuan kemajuan yang muncul di era ini terutamayang
berhubungan dengan komputer yaitu Internet of Things (IoT), Big Data, Cloud
Computer, Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning.

183
Revolusi industri telah terjadi sejak tahun 1750-an dan terus berlanjut
sampai sekarang. Dimulai dari mesin uap yang mendominasi industri saat itu,
dari kereta sampai mesin penggerak turbin. Dansekarang memasuki revolusi
industri ke-4, emuanya telah berubah secara dramatis. Prinsip rancangan dalam
Revolusi Industri 4.0 yang membantu sebuah usaha mengidentifikasi dan
mengimplementasikan skenario-skenario dalam revolusi industri 4.0 seperti
Interoperabilitas, Transparansi Informasi, Bantuan Teknis, dan Keputusan
Mandiri. Dari beberapa prinsip yang ada dalam Revolusi Industri 4.0, maka
untuk mengenal lebih jauh industri yang telah berubah akibat revolusi industri
4.0 seperti transportasi, retail, keuangan, asuransi, pertanian dan kesehatan.

Menurut Jacky Musry, Executive Vice President International Council for Small
hingga mengakibatkan pandemi global yang berlangsung sampai saat ini. Gejala
COVID- 19 umumnya berupa demam 38°C, batuk kering, dan sesak nafas serta
dampak paling buruk untuk manusia ialah kematian. Sampai 19 April 2020
pukul 10:38:37 WIB, dilaporkan terdapat 2.329.539 kasuster konfirmasi dari
185 negara yang 160.717 orang diantaranya meninggal dunia serta 595.229
orang bisa disembuhkan (Johns Hopkins CSSE, 2020). Pandemi global yang
terjadi pula di Indonesia membuat banyak pihak berupaya ikut berperan serta
dalam mengatasi. Para dokter umum dan spesialis angkat bicara bersama guna
memberi penjelasan singkat kepada masyarakat maupun imbauan agar
menjaga kebersihan diri dan lingkungansekaligus tak banyak keluar rumah
(Irene, et al., 2020). Grace Natalie Louisa sebagai tokoh politik ikut
mengucapkan tanggapansecara lisan berupa usulan kepada government
Indonesia agar memberikanBantuan Langsung Tunai (BLT) kepada warga yang
menggantungkan hidup pada pendapatan harian serta melakukan tes COVID-19
secara gratis (Louisa, 2020).

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi kemasyarakatan juga turut beraksi


menanggapi dengan membentuk Satuan Tugas PBNU Cegah COVID-19. Salah
satu hasil kerja yang dilakukan satgas ini ialah protokol di lembaga NU setiap
tingkatan guna diberlakukan di setiap lembaga yang berafiliasi dengan NU.
Protokol ini disiapkan sebagai upaya agar warga NU dan masyarakat secara
luas dapat memahami tentang COVID-19, bisa mencegahnya agar
tidak terinfeksi, serta tidak panik dalam menanggapi (Ilmiyah, 2020). Salah satu
dampak pandemi COVID-19 ialah UMKM di Indonesia, berdasarkan data dari
kementerian koperasi yang menggambarkan bahwa 1.785 koperasi dan
163.713 pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terdampak pandemi
antara lain produk kesehatan meningkat 90%, produk penunjang hobi naik
70%, makanan naik 350%, dan makanan herbal naik 200%.

KAJIAN LITERATUR
Pandemi COVID-19 mendisrupsi hampir semua sendi kehidupan.
Wabah ini tidak hanya berdimensi kesehatan dan kemanusian, namun lebih

184
jauh telah merembet dan memberikan dampak sangat kuat pada sektor
ekonomi, geopolitik, dan budaya. Tidak diketahui pasti kapan pandemi ini akan
berakhir, namun yang pasti, dunia masuk pada situasi ketidakpastian
permanen, sampai dengan adanya ekuilibrium baru yang terbentuk. Protokol
kesehatan telah mengubah perilaku konsumen, baik konsumen individual
maupun organisasi.
Karena UMKM berada pada ekosistem yang mengikuti mekanisme
market-driven, pelaku usaha harus merespons dan menyesuaikan perubahan
tersebut. Pandemi memaksa perusahaan melakukan efisiensi dan mencari cara
agar bisa bertahan. Alih-alih untuk melawan ketidakpastian, dengan kapasitas
dan sumber daya yang dimiliki para pelaku usaha informal mau tidak mau
harus beradaptasi dengan situasi ketidakpastian ini. Kapabilitas adaptif sangat
krusial untuk memperkuat ketahanan UMKM dalam masa krisis (Battisti dan
Deakins, 2012).
Tidak perlu rencana yang ideal. Tidak juga harus menggunakan sumber
daya dan peralatan yang komplet. Kreativitas dan daya imajinasi
memungkinkan mereka untuk memunculkan inovasi dari sumber daya yang
terbatas, dan menciptakan peluang yang tidak disadari oleh orang lain. Lebih
lanjut, budaya informalitas yang dimiliki usaha kecil seringkali dianggap tidak
mendukung resiliensi bisnis, namun dalam perspektif bricolage hal ini justru
memberikan potensi adanya fleksibilitas dan kapasitas adaptif dari UMKM
karena rantai pengambilan keputusan yang lebih pendek dan cair yang
memungkinkan UMKM untuk melakukan respons yang lebih cepat manakala
krisis terjadi (Battisti dan Deakins, 2012).
Literatur menyorot pentingnya koneksi sosial untuk memperkuat
resiliensi UMKM (van der Vegt et al., 2015). Koneksi sosial tidak hanya
menawarkan manfaat untuk membantu menjalankan proses bisnis dan
melakukan pengembangan usaha (Purnomo dan Kristiansen, 2018), namun
juga terbukti mampu memberikan sumber daya cadangan manakala krisis
menerpa (Gittell et al., 2006; Lengnick-Hall et al., 2011).
Pertama, masuk ke dalam ekosistem digital. Ekosistem digital
menawarkan jangkauan pemasaran yang lebih luas bagi para UMKM. Tidak
hanya karena kemudahan akses, lintas waktu dan lintas lokasi, ekosistem
digital menjanjikan pertumbuhan yang extraordinary. Pertumbuhan
penjualan lewat media elektronik di Indonesia mencapai 300% per tahun.
Sementara itu penjualan bulanan di pasar digital naik 26% dibandingkan rata-
rata transaksi bulanan di kuartal kedua tahun lalu. Begitu juga dengan
transaksi harian yang naik menjadi 4,8 juta transaksi dari rata-rata 3,1 juta
transaksi. Bahkan tingkat kenaikan akuisisi konsumen baru mencapai 51%.
Kedua, UMKM yang “go digital” juga memiliki peluang lebih besar terhadap
akses pembiayaan. Beberapa lembaga pembiayaan sudah mulai melihat digital
records sebagai salah satu instrumen mengukur kesehatan usaha sekaligus
dapat berfungsi sebagai pengganti collateral. Hal ini dapat menjadi solusi

185
masalah klasik yang dihadapi UMKM yang sulit mendapatkan pembiayaan
dari perbankan dan lembaga keuangan karena terbatasnya aset yang dimiliki
untuk dijadikan sebagai jaminan.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Peneliti mengumpulkan dan mendeskripsikan semua
fenomena-fenomena yang terjadi akibat covid-19 dan dampaknya terhadapa
bisnis UMKM yang ada di Indonesia. Selain itu, karena keterbatasan waktu dan
materi terkait penelitian ini, penulis mengumpulkan beberapa artikel yang
terkait kemudian mengambil kesimpulan dari beberapa artikel tersebut. Waktu
penelitian yang sangat singkat ini dapat mengumpulkan beberap artikel yang
berkaitan tentang ekonomi dan masa pademi covid-19 pada tahun 2020.
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Peurunan Omzet Pelaku UMKM

Sejak kemunculannya di akhir tahun 2019, virus Covid-19 telah


menyebar di seluruh dunia. Dengan cepatnya penyebaran Covid-19, dampak
perlambatan ekonomi global mulai dirasakan di dalam negeri. Mulai dari
harga minyak bumi yang jatuh ke arah terendah pada dua hari lalu, bursa
saham yang terjun bebas, serta harga komoditas lain seperti gas dan minyak
sawit diperkirakan juga akan tertarik ke bawah apabila permintaan tidak
segera pulih (Kompas, 11 Maret 2020). Industri pariwisata merupakan salah
satu industri yang terdampak oleh penyebaran virus ini. Ketua Bali Tourism
Board (BTB)/ Gabungan Industri Pariwisata Business (ICSB) Indonesia
tentang UMKM 4.0, adalah mereka (UMKM) harus menjadi profesional,
produktif, kreatif dan be entrepreneurial. Keempatnya harus saling terkait,
para pelaku UMKM era 4.0 tersebut juga akan lebih diarahkan pada digital,
tidak lagi bermain pada tataran konservatif tetapi harus dapat melihat
peluang digital sehingga dapat menyasar pasar yang lebih luas.
UMKM 4.0 mulai mengenal kemajuan dalam daya komputerisasi,
kecerdasan buatan, robotik, dan ilmu material yang dapat mempercepat
pergeseran menuju produk yang lebih ramah lingkungan dari semua jenis.
Persiapan diri pada perkembangan teknologi energi baru yang dapat
menciptakan sumberdaya murah, berlimpah, dan berkelanjutan. Skala dan
luasnya inovasi teknologi merevolusi cara UMKM 4.0 dalam berbisnis. UMKM
4.0 mulai dapat mengeksplorasi bagaimana revolusi Industri 4.0 dapat
mempengaruhi individu dan masyarakat. Namun, UMKM 4.0 bisa melakukan
langkah awal terlebih dahulu untuk menciptakan perubahan besar pada
bisnis.
COVID-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom
pernapasan akut coronavirus 2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus

186
2 atau SARS-CoV-2). Virus ini merupakan keluarga besar Coronavirus yang
dapat menyerang hewan. Ketika menyerang manusia, Coronavirus biasanya
menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan, seperti flu, MERS (Middle
East Respiratory Syndrome), dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).
COVID-19 sendiri merupakan coronavirus jenis baru yang ditemukan di
Wuhan, Hubei, China pada tahun 2019 (Ilmiyah, 2020; Hui, et al., 2020).
Karena itu, Coronavirus jenis baru ini diberi nama Coronavirus disease-2019
yang disingkat menjadi COVID-19. COVID-19 sejak ditemukan menyebar secara
luas virus corona (COVID-19). Kebanyakan koperasi yang terkena dampak
COVID-19 bergerak pada bidang kebutuhan seharihari, sedangkan sektor
UMKM yang paling terdampak yakni makanan dan minuman.
Kementerian Koperasi dan UMKM mengatakan bahwa koperasi yang
bergerak pada bidang jasa dan produksi juga paling terdampak pada pandemi
COVID-19. Para pengelola koperasi merasakan turunnya penjualan,
kekurangan modal, dan terhambatnya distribusi. Sementara itu sektor UMKM
yang terguncang selama pandemi COVID-19 selain dari pada makanan dan
minuman, juga adalah industri kreatif dan pertanian.
Dalam menanggulangi masalah yang dihadapi pelaku UMKM dan
koperasi, pemerintah melaksanakan beberapa upaya. Salah satunya adalah,
memasukkan pelaku UMKM dan koperasi sebagai penerima program bantuan
pemerintah, seperti Kartu Prakerja, subsidi tarif listrik, dan Keluarga Harapan.
Pemerintah juga memberikan keringanan pembayaran pajak selama enam
bulan, sejak April 2020 hingga September 2020. Juga merelaksasi dan
merestrukturisasi pembayaran pinjaman bagi pelaku UMKM dan koperasi,
kementerian koperasi dalam dan UMKM dalam seminar International yang
digelar secara daring melalui Zoom oleh Institut Koperasi Indonesia (Ikopin)
dalam rangka memperingati Dies Natalies Ikopin ke-38, Jumat 8 Mei 2020.
Meskipun pandemi COVID-19 memunculkan beberapa masalah bagi
pelaku UMKM dan koperasi, di sisi lain adakesempatan yang juga muncul.
Pelaku UMKM dan koperasi bisa memanfaatkan teknologi informasi dan
komunasi mengingat perdagangan elektronik pada2020 mencapai US$ 130
miliar. Transaksi perdagangan drastis elektronik meningkat selama Pandemi
COVID-19. Produk yang penjualannya mengalami peningkatan, Indonesia
(GIPI) Bali, Ida Bagus A Agung Partha Adnyana mengatakan telah terjadi
40.000 pembatalan hotel dengan kerugian mencapai Rp1 triliun setiap bulan
(Kontan, 5 Maret 2020). Lesunya sektor pariwisata memiliki efek domino
terhadap sektor UMKM. Berdasarkan data yang diolah P2E LIPI, dampak
penurunan pariwisata terhadap UMKM yang bergerak dalam usaha makanan
dan minuman mikro mencapai 27%. Sedangkan dampak terhadap usaha kecil
makanan dan minuman sebesar 1,77%, dan usaha menengah di angka 0,07%.
Pengaruh virus Covid-19 terhadap unit kerajinan dari kayu dan rotan, usaha
mikro akan berada di angka 17,03%. Untuk usaha kecil di sektor kerajinan
kayu dan rotan 1,77% dan usaha menengah 0,01%. Sementara itu, konsumsi

187
rumah tangga juga akan terkoreksi antara 0,5% hingga 0,8% (katadata.co.id, 2
Maret 2020).
Padahal, Usaha Mikro, Kecil danMenengah (UMKM) memiliki peran yang
sangat strategis dalam perekonomian Indonesia. Data Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia tahun 2018 menunjukkan jumlah
unit usaha UMKM 99,9% dari total unit usaha atau 62,9 juta unit. UMKM
menyerap 97% dari total penyerapan tenaga kerja, 89% di antaranya ada di
sektor mikro, dan menyumbang 60% terhadap produk domestik bruto
(Kemenkop dan UMKM, 2018).

Selama ini UMKM telah membuktikan kemampuannya bertahan dalam situasi


ekonomi yang sulit. Sebagian besar UMKM belum berhubungan langsung
dengan sektor keuangan domestik, apalagi global. Situasi tersebut
menyebabkan UMKM selama ini mampu bertahan terhadap krisis keuangan
global seperti pada tahun 1998. Meskipun telah diketahui ketahanannya
dalam menghadapi perlambatan ekonomi, terkait dengan kondisi terkini
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingrabatun
memperkirakan omset UMKM di sektor nonkuliner turun 30- 35% sejak
Covid-19 penyebabnya adalah penjualan produk ini mengandalkan tatap
muka atau pertemuan antara penjual dan pembeli secara fisik. UMKM yang
menjual produk non-kuliner menyasar wisatawan asing sebagai pasar
(Kompas, 10 Maret 2020). Himbauan dari Pemerintah mengenai social
distancing yang dicanangkan mulai tanggal 15 Maret 2020 juga diprediksi
dapat berdampak serius terhadap penyerapan produk UMKM. Maka dari itu,
diperlukan perhatian lebih dari pemerintah kepada sektor UMKM sebagai
penggerak utama perekonomian bangsa.
2. Perubahan model bisnis dari konvensional menjadi digitalisasi

188
Perkembangan teknologi yang cepat membuat para pelaku usaha juga
harus cepat untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut, salah satu
bentuk teknologi yang banyak dimanfaatkan oleh orang adalah media sosial.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pengguna media sosial
terbesar di dunia, berdasarkan data wearesocial.com (2018) menyebutkan
bahwa jumlah pengguna media sosial aktif di Indonesia pada tahun Januari
2018 adalah sebanyak 130 juta orang dengan tingkat penetrasi sebesar 49%
atau tumbuh sebesar 23% apabila dibandingkan dengan Januari 2017, untuk
jenis media sosial yang banyak diakses di Indonesia adalah Youtube (43%),
Facebook (41%), Whatsapp (40%), dan Instagram (38%). Dengan melihat
fenoma dan peluang tersebut, maka saat ini banyak sekali UMKM yang telah
memanfaatkan media sosial dalam strategi pemasaran dan bauran pemasaran
pada usaha yang mereka jalankan. Berdasarkan hasil penelitian UKM di
Amerika Serikat dan Turki menunjukan bahwa media sosial saat ini sudah
banyak digunakan sebagai alat dalam strategi pemasaran untuk menciptakan
value pada pelanggan (Oztamur dan Karakadilar, 2014).
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah sektor UMKM yang
besar, terhitung jumlah pelaku UMKM yang tercatat dalam data Dinas
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah sebanyak 59,69 juta,
UMKM juga merupakan salah satu penopang ekonomi Indonesia dimana
sektor tersebut memiliki kontribusi sebesar 62.57% terhadap PDB pada
tahun 2016 (industri.bisnis.com, 2018). Selain itu, berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Davis, Hills, dan LaForge (1985) menyebutkan bahwa sektor
UMKM memiliki tiga peran yang signifikan dalam kontribusi terhadap
Pendapatan Nasional Bruto (PNB), penyerapan tenaga kerja, dan inovasi.
Pemasaran adalah salah satu bagian penting dalam menjalankan suatu usaha.
Perlu adanya pengelolaan yang baik agar usaha tersebut dapat tumbuh
berkembang lebih baik dan mampu bersaing dengan para pesaingnya. Salah
satu elemen yang penting dalam pemasaran adalah strategi pemasaran dan
bauran pemasaran (marketing mix). Strategi pemasaran diperlukan agar
segmen pasar, penentuan pasar sasaran, dan penentuan posisi pasar dapat
dengan tepat dipilih. Website dan media sosial telah memberikan banyak
peluang bagi para pelaku UKM untuk dapat mengembangkan pasar mereka
terutama dalam hal promosi untuk menarik sasaran pasar yang mereka tuju,
hal lainnya yang membuat para pelaku UMKM memasarkan produk dan jasa
mereka melalui website dan media sosial adalah karena tingkat entry barriers
yang rendah sehingga mereka dapat dengan mudah memasarkan produk dan
jasa mereka pada website dan media sosial tersebut (Oztamur dan
Karakadilar, 2014).
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Davis, Hills, dan LaForge (1985)
menunjukkan bahwa para pelaku UMKM memiliki kecenderungan
menggunakan pilihan strategi yang lebih sedikit dibandingkan dengan
perusahaan besar, pelaku UMKM juga cenderung untuk memilih fokus strategi

189
yang berbeda dibandingkan perusahaan besar meskipun keduanya
menghadapi kondisi pasar yang sama. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Knight (2000) menunjukkan bahwa globalisasi memiliki dampak dan tekanan
yang signifikan bagi sektor UMKM sehingga para pelaku UMKM tersebut harus
dapat menerapkan penggunaan teknologi yang tepat guna dan sesuai bagi
usaha yang mereka jalankan sehingga mereka mampu bersaing secara efektif
atau mengeluarkan produk baru mereka yang lebih memuaskan kebutuhan
konsumen mereka dibandingkan dengan produk sejenis di pasar.
Perkembangan digital dalam globalisasi sangat berpengaruh pada roda
ekonomi termasuk pasar ritel. Pasar ritel yang beberapa waktu sebelumnya
mencoba untuk menggusur keberadaan pasar tradisional, tetapi pada
kenyataannya keberadaan pasar ritel modern dipengaruhi oleh globalisasi
terlihat bahwa beberapa pasar ritel mulai turun seperti musim gugur. Satu
persatu pasar ritel modern, skala besar, mikro, hingga kecil mulai turun satu
persatu. Hal ini disebabkan kurangnya minat konsumen untuk berbelanja
secara konvensional meskipun fasilitas fisiknya sangat nyaman dan hampir
tidak ada celah. Tetapi dengan menghadirkan kemudahan berbelanja pada
kenyataannya di era digital orang tetap enggan dan lebih suka melakukan
aktivitas belanja online atau menggunakan aplikasi media.
https://www.kominfo.go.id, diakses padatanggal 20 September 2017.
Berikut beberapa alasan orang enggan melakukan aktivitas belanja
konvensional:
a. Minimalkan Biaya

Efisiensi biaya dan waktu menjadi faktor utama melakukan


transaksi online. Selain lebih efisien dari segi biaya, antara lain biaya
transportasi, biaya parkir, dan biaya akomodasi yang merupakan satu
paket dengan proses transaksi. Belum lagi dari segi efisiensi waktu,
anda perlu harus meluangkan waktu khusus untuk melakukan aktifitas
belanja, terlebih menghabiskan banyak waktu lagi untuk memilih dan
mencari barang, sehingga perlu tenaga fisik yang kuat.
b. Kurangi Kelelahan

Dalam transaksi pasar online, anda tidak perlu harus repot


mendatangi toko, mall atau tempat makan. Sehingga kita tidak harus
capek dan mengeluarkan tenaga ekstra belum lagi harus mengendarai
kendaraan, macet, dan berbagai masalah yang muncul dijalan. Jika
transaksi secara online, kita bisa berbelanja sambil melakukan
aktifitas lain dirumah, atau tempat kerja, sehingga dinilai sangat
praktis.
c. Efesiensi Daya

Aktifitas belanja melalui digital juga efisiensi dari segi daya.


Para shooper tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk antri di

190
depan kasir, antrri dan desk desakan dalam memilih barang terbaik,
belum lagi harus menunggu untuk dilayani para penjaga toko ketika
toko sedang ramai dan banyak pengunjung. Tentu berbeda jauh
dengan belanja via online yang hanya dengan satu aktifitas membuka
smartphone semua aktifitas belanja mulai memilih toko, memilih
barang hingga proses transaksi dan pembayaran dilakukan hanya
dengan satu klik. Tentu hal ini menjadi sebuah kemudahan tersendiri
dalam era masyarakat millenial.
Terhindar dari Masalah Kerepotan Jika berbelanja online saat
shooper ingin berbelanja banyak tidak perlu direpotkan membawa
atau mencari kuli angkut untuk membawa kekendaraan atau kerumah
kita, karena semua barang pesanan langsung dikirim kerumah dengan
keadaan yang aman. Tentu berbeda dengan belanja konvensional
dimana kita dibuat repot untuk mebungkus, membawa, bahkan
mengirimnya kerumah, karena tidak semua toko penyediaakan jasa
pengiriman barang yang dibeli oleh konsumen.
d. Tidak Lapar Mata

Salah satu faktor elemahan seorang manusia dalam aktifitas


belanja adalah nafsu belanja lebih saat di tempat perbelanjaan. Banyak
kasus ketika hanya ingin membeli satu barang namun sesampai di
toko bisa tertarik dengan barang lain yang sebenarnya tidak menjadi
niat awal untuk membelinya. Ketika belanja online tentu hal ini bisa
diminimalisir sebab kita akan bisa fokus mencari barang yang
dibutuhkan.

e. Harga Bersaing

Aktifitas belanja konvensional akan banyak faktor untuk


meluangkan waktu membandingkan harga dengan toko sekitarnya,
dan itu juga membutuhkan waktu dan tenaga, berbeda dengan belanja
online, saat ingin beralih ketoko lain hanya dengan satu klik tanpa kita
harus berpindah secara fisik. Perbedaan harga juga tidak jauh berbeda
dengan kita belanja konvensional, karena selisihnya realtif sedikit. Jika
dibandingkan dengan beragamnya keuntungan tentu tidak menjadi
masalah untuk memilih belanja online.

f. Diskon Menarik/Harga

Spesial Sistem belanja online semacam sistem tabungan, jadi


semakin sering berbelanja online, penjual akan memberikan voucher,
gift, poin, atau reward tertentu sebagai bukti terima kasih atas
kepercayaannya. Berbeda dengan toko konvensional yang hanya

191
memberikan potongan tertentu pada yang punya member saja atau
pada saat tertentu.
g. Efesiensi Waktu

Aktifitas belanja online jga tidak akanmenghabiskan waktu kita,


karena kita dimudahkan untuk tidak harus keluar, macet dijalan,
dengan beragam bahaya di perjalanan. Dan aktifitas belanja online
hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja, sehingga waktu kita
akan bisa diunakan untuk kegiatan yang lainnya.
h. Faktor Kenyamanan

Faktor kenyamanan tentu tidak diragukan lagi, apabila elanja


online kita tidak perlu harus berdandan, keluar untuk belanja, bahkan
dengan posisi santai saja kita sudah bisa melakukan aktifitas belanja,
bahkan belanja juga bisa tengah malam dan waktu libur.
Banyak keuntungan yang ditawarkan cara belanja online harus ada
beberapa langkah untuk dapat mempertahankan eksistensinya di
pasar di era digital:
3. Pelanggan dan Industri Rethinking
1. Berfokus pada kebutuhan sosial

pemikiran tradisional tentang memenuhi kebutuhan pelanggan


dasar seperti pakaian, makanan dan rak telah menjadi landasan pemasaran
selama bertahun-tahun. Namun, revolusi sosial digital telah mengubah
kebutuhan dasar menjadi keseimbangan konektivitas antara satu
pelanggan dan pelanggan lainnya. Berfokus pada kebutuhan sosial berarti
memahami arah percakapan pelanggan.
2. Membangun ekosistem dan model

Bisnis baru di era digital saat ini, keunggulan kompetitif diciptakan


dari keterikatan kita dengan ekosistem industri yang secara langsung
mengubah diri kita dan pesaing kita.
4. Merancang Strategi Sosial dan DigitaL
a. Mengembangkan strategi

Sosial dandigital menanggapi perubahan yang terjadi di pasar dengan


menerapkan 129 strategi digital yang tepat. Perusahaan seperti American
Express, Nike dan Harvard telah berhasil mengatasi kebutuhan sosial
pelanggan mereka, sehingga mengurangi retensi pelanggan dan biaya
akuisisi serta mengurangibiaya produksi.
b. Memindahkan pelanggan ke pasar

Online yang mengembangkan strategi digital membutuhkan kesiapan


integrasi sistem operasi offline dan online. Tidak hanya menembus
Komunikasi Pemasaran Terpadu saja, tetapi juga menjadi manual
operasional yang harus diterapkan bersama. Melaksanakan Strategi Digital

192
dan Sosial Penetrasi pasar baru pasar digital, Facebook, Google, You Tube
hingga aplikasi seluler telah mengubah pasar kami menjadi lebih cerdas
dan terinformasi dengan baik. Ini adalah penggerak perubahan yang
memaksa perusahaan kami menjadi lebih sosial dan digital. Di sini
pentingnya memanfaatkan media sosial, pemasaran keluar dan masuk
untuk mencapai keunggulan kompetitif. Ingat, puasa selalu lebih tinggi
dari yang besar.
5. Mengembangkan Kapabilitas Organisasi
Identifikasi kebutuhan perusahaan akan perubahan, persiapkan diri
untuk perubahan. DNA perusahaan kami harus dirancang sedemikian rupa
untuk mengakomodasi kebutuhan sosial digital pelanggan Kehadiran pasar
online era digital teruama tidak hanya membawa dampak buruk tetapi juga
banyak sisi positif lainnya yang lebih dekat dengan konsumen / pelanggan.
Dengan cepat mempromosikan atau memperkenalkan produk kepada
publik, tidak adanya batasan pasar untuk menjangkau seluruh pelosok
dunia yang terhubung dengan internet, dan ketepatan serta kecepatan
layanan menjadi kebutuhan utama konsumen di era globalisasi. Di era
digital, pebisnis harus memiliki kemitraan dengan era digital sebagai
reformasi bisnis. Gejolak era globalisasi telah memberikan dampak luar
biasa pada hampir semua sendi kehidupan, salah satunya di dunia
pemasaran. Tidak hanya pasar tradisional, pasar ritel modern menjadi
dampak dari era digital komunikasi. pada perkembangan komunikasi
digital, masyarakat modern baik perkotaan maupun pedesaan alih-alih
memanfaatkan teknologi komunikasi dalam kegiatan belanja. Di era digital,
orang cenderung menghabiskan aktivitas belanja online dari melakukan
kegiatan belanja konvensional. Dampaknya adalah jatuhnya pasar pasar
konvensional, kejayaan pasar konvensional secara bertahap mulai terkikis
dan diprediksi akan mengalami penutupan masif di masa depan. Ini karena
banyak keuntungan yang didapat jika belanja online daripada
konvensional. Maka dirumuskan beberapa hal yang dapat dijadikan
alternatif untuk dapat mempertahankan bisnis di pasar ritel modern dalam
gelombang perkembangan komunikasi digital.
SIMPULAN

pembahasan yang telah diuraikan dalam penelitian tersebut, maka


dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kondisi UMKM ditengah pandemi terus mengalami penurunan kapasitas,
mulai dari kapasitas produksi hingga penurunan penghasilan.
2. Perlu adanya kebijakan dalam rangka melindungi UMKM agar tetap bisa
kompetitif meskipun ditengah pandemi Covid-19.

Kondisi pandemic Covid-19 saat ini bagi usaha-usaha UKM di Indonesia pasti
menghadapi dampak dari situasi perekonomian Indonesia yang secara umum

193
menurun, menambah permasalahan baru bagi UKM Indonesia. UKM di Indonesia
harus bertahan dengan memperhatikan adanya peralihan perilaku konsumen
dan fenomena-fenomena yang terjadi di era pandemic Covid-19 ini, maka
memasuki masa New Normal perlu melakukan analisa dan evaluasi terhadap
usahanya agar dapat tetap bertahan di era New Normal. Keunggulan bersaing
perlu dipertimbangkan agar konsumen tetap dapat mempertahankan bisnisnya
dan menjadi pilihan konsumen dalam keputusan pembeliannya.
Mengedepankan hubungan baik dengan para pelanggannya yang mayoritas
adalah jaringan distribusi mereka seperti distributor atau agen. Bagi para
penggiat UMKM, peran dari website dan media sosial ini adalah sebagai sarana
mereka untuk menjalin hubungan dengan para pelanggan, mengetahui pendapat
dan saran pelanggan terhadap produk kita, sebagai media promosi yang
dianggap efektif, serta dapat melakukan pengembangan produk sesuai dengan
keinginan pasar. Hal ini mendukung dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Mohd Irwan Dahnil et al (2014) yang melakukan penelitian pada usaha kecil
dan menengah di Negara Malaysia, berdasarkan studi tersebut para pelaku usaha
kecil dan menengah yang menggunakan media sosial sebagai bagian dari
aktivitas pemasaran seperti strategi komunikasi pemasaran dan menilai media
sosial adalah salah satu jaringan yang menjanjikan untuk membangun
komunikasi bisnis dengan parapelanggan.

REFERENSI
https://bixbux.com/6-hal-yang-harusdilakukan-perusahaan-di-era-digital/ By
Wientor Rah Mada - On Dec 31st 2012 - in Marketing
http://www.pengertianku.net/2015/04/pengertian-pasar-modern-dan-
ciricirinya.html
https://www.kominfo.go.id, diakses pada tanggal 20 September 2017
https://hbr.org/2020/03/what-coronaviruscould-mean-for-the-global economy
Kementerian KUKM. (2020). Profil UMKM Nasional 2019. Jakarta: Kementerian
KUKM
Ratnaningtyas, Endah Marendah. (2020). Dampak dan Strategi UMKM (Usaha
Mikro Kecil Dan Menengah) Menghadapi The “New Normal”. Jurnal
EBBANK, Vol 11.
http://www.ebbank.stiebbank.ac.id/index.php/EBBANK/article/view/2
00
Ramadhan. (2020). Strategi Pemulihan UMKM di Masa New Normal.
Asumsi.co.https://www.asumsi.co/post/strategi-pemulihan-ekonomi-
umkm-di-masa new-normal

194
Pemanfaatan Sosial Media oleh UMKM Dalam Memasarkan
Produk di Masa Pandemi Covid-19
Cici Winarti
Universitas Tanjungpura
Pontianak – Indonesia
*Email: ciciwinarti03@gmail.com

Abstrak
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memanfaatkan media internet sebagai sarana
pemasaran online untuk memperoleh pangsa pasar yang memuaskan. Saat ini internet sudah
sangat mudah diakses oleh siapapun diseluruh dunia, termasuk para pebisnis UMKM yang
menggunakan internet sebagai sarana pemberi dan berbagi informasi tentang produk yang
ditawarkan kepada konsumen secara online. Penelitian ini membahas tentang bagaimana
pemanfaatan media sosial oleh UMKM dalam memasarkan produk dimasa pandemi COVID-
19. Tujuan penelitian adalah untuk mengenalkan produk-produk UMKM kepada masyarakat
luas agar mendapatkan potensi pasar yang lebih besar. Metode penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan menggunakan pendektaan deskriptif dengan memanfaatkan data sekunder
yang berasal dari berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal/artikel serta homepage untuk
mengakses data dan informasi terkini berkaitan dengan dampak COVID-19 dan
pemanfaatan media sosial untuk pemulihan UMKM. Hasil penelitian adalah, pemanfaatan
sosial media memberikan prospek yang baik untuk menaikkan angka penjualan produk
UMKM yang mengalami dampak pandemi COVID-19. Hal itu disebabkan karena sistem
pemasaran digital menyediakan platform jual beli secara daring, agar memudahkan proses
pemesanan dan pembelian. Sehingga pembeli dapat berinteraksi dengan pemilik UMKM
untuk melakukan transaksi secara langsung.
Kata Kunci: Pemasaran Digital, Sosial Media, Pandemi COVID-19, UMKM

PENDAHULUAN
Transaksi bisnis melalui internet merupakan satu fenomena bisnis baru.
Salah satu manfaat internet sebagai sarana memperkenalkan dan memasarkan
produk barang atau jasa. Dari sisi finansial, pemasaran online sangat menjanjikan
untuk peningkatan laba usaha. Pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan upaya yang ditempuh pemerintah
Indonesia untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Pandemi
COVID-19 memiliki dampak besar terhadap segala aspek dan sektor di kehidupan
masyarakat terutama pada sektor ekonomi. Kehadiran covid-19 telah membuat
situasi ekonomi diseluruh dunia memburuk. Bahkan, lembaga keuangan dunia
seperti Interntional Monetary Fund (IMF) telah memproyeksi bahwa ekonomi
global tumbuh minus diangka 3%. Pemerintah melalui kementrian keuangan,
mengakui covid-19 telah memberikan dampak yang sangat besar bagi indonesia. Di
hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat mendapat tekanan ekonomi yang
sangat besar dan masif. Indonesia mengalami efek domino yang sangat berat,
dimana kesehatan memukul sosial, sosial memukul ekonomi, dan ekonomi juga
pasti akan mempengaruhi dari sektor keuangan terutama dari lembaga-lembaga
keuangan bank dan non bank.

Pemerintah, melalui kementrian keuangan telah mencatat setidaknya ada


beberapa dampak utama merebaknya Covid-19 bagi perekonomian indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada 3 dampak besar ekonomi pada
pandemi covid-19. Pertama, berdampak pada konsumsi rumah tangga atau daya beli

195
masyarakat yang jatuh. Kedua, investasi ikut melemah ditengah ketidakpastian
pandemi covid-19. Dan ketiga, pelemahan ekonomi seluruh dunia yang membuat
ekspor Indonesia terhenti. Dikarenakan menurunnya kegiatan masyarakat di luar
rumah, maka secara otomatis juga menimbulkan penurunan jumlah pembeli pada
suatu usaha. Sehingga pendapatan yang diperoleh menjadi berkurang. Dampak
tersebut tidak hanya dirasakan oleh industri besar, pandemi virus Corona juga
memberikan dampak terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
di Indonesia. Dampak covid-19 terhadap pelaku UMKM dimana ada beberapa UMKM
terdiri atas kuliner, jasa jahit dan toko sembako. Menurut survey semua pelaku
UMKM mendapatkan dampak yang cukup besar dari pandemi COVID-19 ini, dari
mulai suami yang kehilangan pekerjaan karena adanya PHK sampai menurunnya
jumlah pembeli.

Di zaman sekarang dengan perkembangan teknologi dan komunikasi yang


semakin canggih, pemilihan penggunaan pemasaran melalui media sosial menjadi
pilihan utama yang dilakukan oleh pelaku usaha, sekarang ini penggunaan media
sosial telah menjadi pilar utama dalam penyampaian informasi. Salah satu kelebihan
media sosial adalah memiliki banyak potensi untuk kemajuan suatu usaha. Begitu
tertariknya masyarakat Indonesia terhadap layanan media sosial membuat berbagai
platform terus berdatangan ke Indonesia. Berbagai platform media sosial baru terus
diperkenalkan, dan menariknya selalu menemukan pangsa pasar yang pas di
Indonesia.

Dalam sebuah riset sederhana yang dilakukan Head of Digital Business Unit
Dwi Sapta Group Chandra Marsono, terungkap beberapa tren penggunaan platform
media sosial di Indonesia. Riset yang dilakukan dengan mengkombinasikan
kuesioner kualitatif dan kuantitaif menggunakan platform online (Survey Monkey
dan Google Form) ini berhasil menjaring sebanyak 3891 responden dari berbagai
wilayah di Indonesia (meskipun masih didominasi Jawa) dengan rentang umur yang
berbeda. Secara mendetil, data responden yang masuk dikelompokkan menjadi lima
kategori berdasarkan usia dan jenis kelamin (merah muda untuk wanita dan biru
untuk laki-laki).

Media sosial dapat digunakan untuk melakukan komunikasi dalam bisnis,


membantu pemasaran produk dan jasa, berkomunikasi dengan pelanggan dan
pemasok, melengkapi merk, mengurangi biaya dan untuk penjualan online.
Pada era digital, media sosial saat ini telah menjadi trend dalam komunikasi
pemasaran. Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya
bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog,
jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki
merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di
seluruh dunia.
Ada beberapa media sosial yang sedang booming saat ini antara lain
Whatsapp, Instragam, Twitter, Line, Telegram, Facebook, Youtube, dan lain-lain.
Seseorang pasti memiliki berbagai motivasi dalam menggunakan media sosial.
Sekedar untuk berkomunikasi dengan orang lain, untuk mencari tahu

196
perkembangan sesuatu, untuk berbagi informasi maupun untuk mengikuti salah
satu yang menjadi trend saat ini yaitu menggunakan media sosial sebagai bentuk
eksistensi diri. Bagi orang-orang yang ingin diakui eksistensinya oleh masyarakat
luas melalui media sosial biasanya akan menggunakan media sosial yang bersifat
terbuka seperti Instagram, Facebook, Line, atau Twitter Karena melalui media social
disinilah tempat kita bisa secara bebas dan terbuka dalam berinteraksi. Sehingga
banyaknya update status serta postingan yang kita miliki adalah salah satu bentuk
jika kita ingin dikenal secara luas.
Media sosial juga dapat mempunyai fungsi potensial dalam bisnis yaitu
mengidentifikasi pelanggannya, mengadakan komunikasi timbal balik, membagikan
informasi untuk dapat mengetahui obyek yang disukai pelanggan, kehadiran
pelanggan, hubungan antar pelanggan berdasarkan lokasi dan pola interaksi,
reputasi perusahaan di mata pelanggan dan membentuk kelompok antar pelanggan.
Distribusi yang didukung oleh teknologi pun mampu meningkatkan kuantitas
produk untuk sampai ke tangan konsumen. Media sosial yang saat ini menjadi tren
anak-anak muda mengekspresikan diri menjadi peluang besar sebagai media iklan
maupun promosi bisnis. Media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter,
WhatsApp, dan lain sebagainya sekarang banyak dimanfaatkan untuk media bisnis,
baik dari produk produk yang sudah ternama hingga produk buatan sendiri. Dengan
internet para pelaku usaha dapat memberikan efisiensi anggaran pemasaran,
internet memiliki jangkauan yang luas, akses mudah dan biaya murah. Hal ini
terbukti dengan banyaknya usaha yang mencoba menawarkan berbagai macam
produk menggunakan media sosial.
Media sosial memang sangat diminati UMKM untuk mengembangan
bisnisnya. Media sosial mempunyai pengaruh yang sangat besar, masyarakat lebih
cepat menerima informasi lewat internet. Dengan akses yang mudah dan cepat hal
ini dimanfaatkan oleh para pengusaha kecil UMKM untuk lebih berani
mempromosikan produk-produknya karena jaringan internet sangat luas dan tidak
ada batasan waktu dan wilayah hingga menjadikan media pemasaran yang efektif.
Saat pandemi covid-19 terjadi dan masih berlangsung, jumlah tersebut akan terus
meningkat seiring dengan adanya kebijakan jaga jarak fisik yang membuat
masyarakat melakukan kegiatannya sacara daring. Oleh karena itu media sosial
dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan dan mengoptimalkan usaha
terutama usaha mikro kecil menengah (UMKM) khususnya untuk mempromosikan
usaha-usahanya.
Dengan adanya pengenalan sistem pemasaran digital ini diharapkan para
pelaku UMKM bisa lebih mengoptimalkan dan meningkatkan pengetahuan
mengenai sistem pemasaran digital atau sistem pemasaran online, sebab melalui
sistem pemasaran digital atau sistem pemasaran online produk-produk dari UMKM
akan dapat lebih dikenal oleh masyarakat, pemesanan bisa dilakukan secara online,
sehingga dapat memudahkan pembeli dan pelaku UMKM dalam bertransaksi jual
beli ditengah pandemi covid-19 saat ini.
Selain itu, era globalisasi sekarang ini juga dikenal sebagai Era Ekonomi
Baru (New Economy Era), Era Ekonomi Digital (Digital Economy Era). Era Ekonomi
baru ditandai dengan penerapan teknologi informasi di dalam menjalankan kegiatan
ekonominya. Penerapan teknologi informasi yang dibutuhkan yaitu dengan model
pemasaran produk UMKM melalui media sosial facebook dan instargram untuk
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pengenalan dan penyuluhan sistem pemasaran
digital atau sistem pemasaran online ini dianggap lebih praktis, mudah dan cepat

197
dibanding dengan sistem pemasaran digital manual hanya saja memang sistem
pemasaran digital atau pemasaran online ada dampak positif dan negatifnya.
Pemanfaatan media sosial memang dapat memberikan kemudahan dalam
proses promosi dan jual beli yang dilakukan oleh para UMKM untuk memasarkan
produknya serta dapat meminimalkan biaya. Namun masih banyak pula pelaku
UMKM yang kurang mengerti dengan pemanfaatan media sosial untuk memasarkan
bisnisnya, mereka masih melakukan pemasaran secara tradisional yaitu dengan
memasarkan produk langsung kepada konsumen yang hanya mempunyai cakupan
wilayah yang masih kecil. Biasanya adalah pelaku usaha dikalangan orang tua yang
belum mengetahui tentang pemasaran online. Atas latar belakang tersebut, dari
paper penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat untuk para pelaku UMKM
pada masa pandemi COVID-19 untuk meningkatkan pemasaran produk UMKM.
KAJIAN LITERATUR
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) penyebutkan definisi UMKM adalah sebagai berikut: Usaha
Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Berdasarkan UU No 20 tahun 2008 di atas jelas menunjukan perbedaan yang
cukup besar baik dari segi aset ataupun omzet antara usaha mikro dengan kecil dan
usaha kecil dengan menengah. Namun yang jelas secara keseluruhan UMKM
berperan dalam pembangunan perekonomian nasional, hal ini sesuai juga dengan
UU No 20 Tahun 2008 Bab II pasal yang berbunyi: “usaha mikro kecil dan menengah
bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka
membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan.”
Kriteria Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar

198
yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Saat ini situs yang menjadi wadah untuk memudahkan semua orang
berkomunikasi, berpartisipasi, saling bertukar informasi, dan membentuk sebuah
jaringan online dengan teman-teman dan kerabat mereka, baik yang mereka kenal
di dunia nyata maupun dunia maya dapat disebut dengan media jejaring sosial.
Usaha Elektronik Commerce (E-Commerce) atau lebih dikenal sebutan Online
Shopping adalah pelaksanaan perniagaan berupa transaksi penjualan, pembelian,
pemesanan, pembayaran, maupun promosi suatu produk barang dan/atau jasa
dilakukan dengan memanfaatkan komputer dan sarana komunikasi elektronik
digital atau telekomunikasi data. Selain itu, bentuk perniagaan ini juga dapat
dilakukan secara global, yaitu dengan menggunakan jaringan internet.
Sedangkan bagi pemasar, layanan Online memiliki manfaat yaitu:
Penyesuaian yang cepat terhadap kondisi pasar Perusahaan dapat dengan cepat
menambahkan produk pada penawaran serta mengubah harga, Biaya yang lebih
rendah Mencegah biaya pengelolaan toko, biaya sewa, asuransi, dan prasarana.
Membuat katalog digital dengan biaya yang lebih murah, Peningkatan hubungan,
karena pemasar online dapat berbicara dengan pelanggan dan belajar banyak dari
mereka, Pengukuran besar peminat pasar, karena pemasar mengetahui berapa
banyak orang yang mengunjungi situs online mereka. Informasi ini dapat membantu
pemasar meningkatkan penawaran dan iklan mereka.
Manfaat pemasaran Online antara lain: murah dan efisien, tidak terbatas
oleh waktu, menjangkau pasar lebih luas, meningkatkan image perusahaan dimata
para konsumen, memberikan nilai lebih untuk menghadapi persaingan bisnis yang
ada, mengurangi biaya pemasaran, lebih tertarget dan biayanya relatif lebih rendah
dibandingkan biaya pemasaran offline, memudahkan pelaku usaha untuk menjalin
hubungan dengan para konsumen melalui kotak saran atau ruang komentar,
meningkatkan loyalitas konsumen.
Penjualan (sales) adalah aktivitas atau bisnis dalam menjual produk atau
jasa. Aktivitas penjualan adalah hal yang sangat penting bagi perusahaan, terutama
untuk meraih keuntungan. Pengertian penjualan secara umum adalah kegiatan jual
beli dijalankan oleh dua belah pihak atau lebih dengan alat pembayaran yang sah.
Penjualan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti penjualan langsung
serta agen penjualan. Tujuan utama penjualan adalah mendatangkan keuntungan

199
dari produk atau barang yang dijual. Dalam pelaksanaannya, penjualan tidak dapat
dilakukan tanpa adanya kontribusi dari pelaku yang bekerja, seperti pedagang, agen,
dan tenaga pemasaran.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif yang bersifat uraian dari hasil pengamatan dan studi
dokumentasi. Menurut Sugiyono (2018:147) pengertian metode deskriptif adalah
metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan maka dapat dikatakan bahwa metode
penelitian deskriptif adalah metode yang memiliki tujuan menganalisa data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul tanpa
adanya maksud menyimpulkan.

Peneliti bertujuan untuk mengeksplor fenomena yang bersifat deskriptif


dengan melakukan pengamatan, pemahaman dan penghimpunan data,
penganalisisan dan pembuatan kesimpulan terhadap suatu fenomena. Pendekatan
penelitian deskriptif kualitatif merupakan salah satu dari jenis penelitian yang
menyampaikan gambaran penuh mengenai keadaan sosial atau hubungan antara
fenomena yang diteliti.
Menurut Hidayat (2010), penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek
penelitian pada suatu masa tertentu. Sedangkan menurut Punaji (2010) penelitian
deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan suatu peristiwa, keadaan, objek apakah orang, atau segala sesuatu
yang terkait dengan variabel-variebel yang bisa dijelaskan baik menggunakan
angka-angka maupun kata-kata.
Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa Penelitian deskriptif merupakan suatu
bentuk penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang
ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu
dapat berupa bentuk, aktivitas, perubahan, karakteristik, hubungan, kesamaan, dan
perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.

Metode kualitatif diharapkan mampu meghasilkan suatu uraian mendalam


tentang ucapan, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu,
kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting tertentu
yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistic. Penelitian ini
mengamati dan mendeskripsikan mengenai pemahaman penggunaan media sosial
pada pengembangan UMKM. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif
yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah
dikumpulkan dan disusun secara sistematis, kemudian ditarik kesimpulan.

Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan yang dihasilkan pada umumnya


tidak dimaksudkan sebagai generalisasi, tetapi sebagai gambaran interpretatif
tentang realitas atau gejala yang diteliti secara holistik dalam setting tertentu. Di
sini, dikandung arti bahwa temuan apapun yang dihasilkan pada dasarnya bersifat

200
terbatas pada kasus yang diamati. Oleh karena itu, prinsip berfikir induktif lebih
menonjol dalam penarikan kesimpulan dalam penelitian komunikasi kualitatif.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara secara langsung kepada
pemilik UMKM sebagai informan.

Menurut Sugiyono (2018:224) definisi dari teknik pengumpulan data adalah Teknik
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian ini,
peneliti mengumpulkan data melalui studi kepustakaan atau sumber tertulis
(library research) yang bersumber baik dari buku maupun internet. Studi ini
digunakan untuk mendapatkan data-data sekunder dan gambaran konseptual yang
mendukung penelitian. Studi kepustakaan juga dilakukan sebagai dasar mengawali
penelitian dan penyusunan artikel.

HASIL PEMBAHASAN
Penelitian ini mengkaji tentang Pemanfaatan sosial media oleh UMKM
dalam memasarkan produk di masa pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil penelitian
dengan pelaku UMKM dapat diketahui terdapat beberapa UMKM akan diteliti dalam
penelitian ini dan informasi dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaku
UMKM rata-rata dijalankan oleh ibu-ibu rumah tangga yang telah menjalankan
UMKM nya.

Manfaat Sosial Media ada beberapa yaitu,


- Jangkauan koneksi ke seluruh dunia dimana tidak ada cara yang lebih mudah
untuk bisnis dan menemukan seseorang selain menggunakan sosial media.
Facebook, Twitter, Instagram dan masih banyak jenis sosial media lainnya yang
memungkinkan seluruh orang di dunia dapat berinteraksi satu sama lain. Hal ini
pun kemudian memiliki banyak efek dan manfaat yang beragam khususnya bagi
pelaku UMKM.
- Mempertemukan Orang dengan Ketertarikan yang Sama, Ketika Anda memilih
untuk berpartisipasi dalam sebuah komunitas di jejaring social dapat memilih
mana komunitas yang sesuai dan inginkan.
- Berbagi Informasi Secara Real-Time, banyak sosial media yang dilengkapi
dengan fitur untuk melakukan chat sehingga antara Anda dan orang lain bisa
berkomunikasi dan bertukar informasi secara real-time. Mungkin ini merupakan
fungsi awal sosial media pertama kali diciptakan, untuk berkomunikasi dan
dapat membantu pelaku UMKM dalam memasarkan produk. Banyak pihak yang
diuntungkan dengan fitur ini seperti pelaku UMKM.
- Dapat menjangkau Target Pasar, media akan sangat membantu Anda untuk
mencapai jutaan orang kapan pun pelaku UMKM memasarkan. Dengan sosial
media memungkinkan untuk menyebarkan konten produk atau jasa ke para
target UMKM. Setiap platform sosial media menawarkan berbagai tools atau
fitur yang memungkinkan bagi sebuah bisnis untuk menyampaikan konten
tertentu pada target mereka.
- Peningkatan Sirkulasi Informasi, Tidak diragukan lagi, sosial media telah
merevolusi kecepatan sirkulasi informasi atau berita. Banyak pelaku bisnis yang

201
bergantung pada sosial media untuk mengumpulkan dan membagikan
informasi.

Dan media sosial juga dapat mengalami kerugian seperti:


- Rentan terjadi kesalahpahaman Sebuah bahasa satu negara berbeda dengan
negara lainnya, sehingga sebuah konten yang misalnya saja Anda anggap sebagai
sebuah lelucon bisa jadi berarti lain bagi orang lain. Hal ini berlaku terutama
pada ruang lingkup bisnis bagi pelaku UMKM. Kesalahpahaman akan sebuah
konten yang ada di sosial media dapat berujung pada masalah besar dan
memiliki dampak di masa depan. Bahkan, komentar atau pendapat Anda
mengenai suatu hal yang kemudian diposting di sosial media dapat berdampak
bagi jalannya bisnis.
- cyber crime atau kejahatan dunia maya dimana penggunaan sosial media yang
tak semestinya dapat berujung pada penghinaan atau pelecehan terhadap orang
lain, bahkan anak-anak. Selain itu seiring berkembangnya waktu kini muncul
perilaku cyberbullying dimana orang lain baik perempuan maupun laki-laki
diintimidasi secara negatif oleh pihak tak bertanggungjawab melalui sosial
media.
- resiko penipuan atau pencurian identitas, Suka atau tidak informasi yang
terposting di internet telah menjadi konsumsi untuk semua orang, bahkan
penjahat sekalipun. Banyak pelaku kejahatan yang dapat dengan mudah
mengakses dan mendapatkan informasi diri Anda dan memanfaatkannya. Jika
mereka berhasil mencuri identitas diri Anda, maka bersiaplah untuk
menghadapi yang terburuk. Sebuah laporan mengatakan, kejahatan ini
merupakan salah satu bentuk kejahatan yang paling cepat berkembang dan
menelan banyak korban.
- Membuang waktu. Business Insider melaporkan bahwa sosial media adalah
penggunaan paling populer dari internet bahkan melebihi penggunaan email.
Sementara itu smartphone dan perangkat mobil lainnya juga telah menjadi
pendorong penggunaan internet dengan peningkatan sebanyak 60%. Poling
yang dilakukan oleh The GlobalWebIndex menunjukkan 28% waktu yang orang
lakukan di internet adalah untuk mengakses sosial media. Pada angka tersebut,
tercatat akses dilakukan pada jam kerja sehingga mengakibatkan perusahaan
kehilangan produktivitas.
- Invasi privasi usaha, Sosial media secara langsung maupun tak langsung
“mengundang” perusahaan saingan Anda untuk menyerang privasi dan menjual
informasi yang Anda miliki. Pernahkah Anda sengaja memberikan sebuah
komentar di Facebook hanya untuk melihat apakah ada iklan yang akan muncul
yang terkait.

Permasalahan utama pelaku UMKM dalam masa pandemi COVID-19 saat ini
semua pelaku UMKM tengah terkena dampak ekonomi yakni mengalami penurunan
dalam penjualan maupun permintaan produk barang atau jasa dari konsumen.
Promosi yang dilakukan saat ini rata-rata masih melalui promosi dari orang ke

202
orang secara langsung dan melalui broadcast Whatsapp, namun ada juga UMKM
yang telah meggunakan Facebook. Promosi melalui media sosial masih kurang
dilakukan dikarenakan adanya hambatan dalam pengetahuan mengelola media
sosial yang kurang dan tidak adanya fasilitas mengakses media sosial. Dengan
demikian, tentunya inovasi yang tepat sangatlah diperlukan dalam meningkatkan
maupun bangkit dari adanya penurunan penjualan produk.
Salah satu strategi dalam pemasaran produk yang dilakukan dalam masa
pandemi saat ini adalah dengan memanfaatkan media sosial sehingga jangkauan
promosi produk atau jasa menjadi lebih luas. Di masa pandemi COVID-19 seperti
saat ini, media sosial adalah platform yang paling banyak diakses oleh semua orang.
Selain itu, dalam pengaksesan media sosial dapat dengan mudah dilakukan oleh
semua kalangan dari kalangan tua hingga kalangan muda. Sehingga, dengan
melakukan promosi yang lebih kiat lagi di media sosial tentunya dapat
meningkatkan pemasaran walaupun hasil promosi penjualan yang dilakukan belum
meningkat secara signifikan mengingat jangka waktu pengaplikasian yang masih
terbilang pendek. Para pelaku UMKM cukup beragam dalam menggunakan media
sosial, seperti halnya facebook dan Instagram. Jika dilihat pada grafik tersebut, para
pelaku UMKM lebih sering menggunakan facebook karena dirasa mudah untuk
sebagian pelaku UMKM.
Selain itu, ada pula yang belum menggunakan social media dikarenakan adanya
kendala seperti tidak mempunyai handphone android yang memadai dan karena
kendala usia sehingga kurang paham dalam menggunakan media sosial. Jenis
Promosi yang Digunakan Pelaku UMKM secara keseluruhan pelaku UMKM
mempromosikan barang atau jasa hasil jualannya dengan menawarkan secara
langsung ke orangnya karena cara tersebut dirasa mudah, murah dan baik produsen
maupun konsumen dapat secara langsung melihat produk yang dijual sehingga
dapat menimbulkan kepercayaan diantara keduanya dibandingkan dengan
menggunakan social media yang sebelumnya kita belum tahu produk aslinya seperti
apa. Selain itu, ada juga pelaku UMKM yang menggunakan aplikasi WhatsApp dan
Facebook untuk melakukan promosi. Namun, ketika adanya pandemi COVID-19
yang terjadi pada saat ini membuat cara promosi pelaku UMKM berubah, cara
promosi dari orang ke orang dirasa tidak efektif lagi dikarenakan adanya kebijakan
jaga jarak fisik yang bertujuan untuk meminimalisir adanya penyebaran COVID-19
yang makin meluas. Sehingga banyak masyarakat beralih menggunakan platform
media sosial dalam mencari informasi barang atau jasa yang ditawarkan yang di
rasa lebih aman.
Pengaruh Promosi Produk Melalui Sosial Media Semenjak adanya pandemi
COVID-19, semua orang dituntut untuk melakukan adanya jaga jarak fisik (physical
distancing) sehingga tidak memungkinkan bagi para pelaku UMKM untuk
melakukan cara promosi produk melalui orang ke orang secara langsung. Maka dari
itu, perlu adanya strategi pemasaran yang baru agar usaha yang dijalani bisa
bertahan di masa pandemi COVID-19. Beragam platform telah banyak disediakan,
seperti facebook, twitter, Instagram dan lain sebagainya. Oleh karena itu, ada
alternatif bagi para pelaku UMKM yaitu dengan mewadahi usaha mereka dalam
bentuk promosi online melalui facebook dan Instagram yang notabene nya memiliki
peminat mulai dari kalangan muda hingga kalangan tua yang banyak sehingga
dirasa lebih efektif dalam menarik minat konsumen. Dalam penelitian diperoleh
data tentang adanya pengaruh promosi produk melalui sosial media terhadap
peningkatan penjualan ketika pandemic COVID-19.

203
Berdasarkan penelitian menyatakan bahwa belum terlihat adanya
peningkatan penjualan, meningkat namun belum signifikan. Hal tersebut bisa terjadi
karena waktu yang digunakan terlalu singkat untuk mengetahui adanya efektif atau
tidaknya social media terhadap peningkatan penjualan.. Diperoleh gambaran
sebagai berikut dimana Strategi mempertahankan keunggulan produknya sehingga
produk tersebut tetap sesuai dengan permintaan dan harapan dari konsumen ketika
dipasarkan serta menciptakan produk yang memiliki mutu yang lebih baik kepada
sesama kerabat terdekat untuk menunjang kepercayaan konsumen kedepannya.
Memanfaatkan berbagai jenis media sosial yang mampu membantu penyebaran
promosi produk menjadi lebih efektif dan luas serta merekrut pegawai bantuan
yang berasal dari kerabat terdekat yang mampu dan mengerti mengenai pengolahan
system promosi dan komunikasi konsumen.
Memaksimalkan pengetahuan mengenai keberagaman berdasarkan kategori
produknya guna menarik konsumen menggunakan produknya ketika mendapat
informasi promosi. Serta memanfaatkan SDM produksi yang efektif guna tetap
menghasilkan produk yang baik dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Serta
Menggunakan desain promosi yang menarik konsumen dan memperluas jangkauan
konsumen yang lebih luas.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
peluang penggunaan sosial media terhadap penjualan produk UMKM dapat
berpengaruh apabila dilakukan secara optimal dari segi lamanya waktu promosi dan
adanya pengembangan dalam strategi pemasaran seperti halnya meningkatkan
kreatifitas produk sehingga semakin beragam produk yang bisa dijual,
mengoptimalisasi sosial media yang ada untuk menambah jaringan relasi
pemasaran serta mengalokasikan dana untuk meningkatkan teknologi informasi
sehingga mempermudah pemasaran produk, contohnya memasang iklan digital
berbayar pada sosial media yang dapat memperluas pangsa pasar. Adapun iklan
digital lebih efektif dan murah dibandingkan iklan tradisional seperti sales, brosur,
atau katalog yang dapat memakan biaya lebih besar.
Dimasa Pandemi COVID-19 saat ini penting gunanya menerapkan protokol
kesehatan guna menjaga peningkatan penyebaran virus Corona tersebut. Sosial
media menjadi salah satu sarana yang efektif untuk tetap menjalankan usaha namun
dengan mematuhi aturan protokol kesehatan yang diberlakukan oleh pemerintah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, penelitian ini menghasilkan simpulan
manfaat sosial media yaitu, Jangkauan koneksi ke seluruh dunia, mempertemukan
orang dengan ketertarikan yang Sama, berbagi informasi secara Real-Time,
menjangkau target pasar, peningkatan sirkulasi snformasi. media sosial juga dapat
mengalami kerugian seperti, rentan terjadi kesalahpahaman, cyber crime atau
kejahatan dunia maya, resiko penipuan atau pencurian identitas, membuang waktu,
invasi privasi usaha.
Dimana platform media sosial berperan penting dalam memasarkan produk
UMKM di masa pandemi COVID-19. Pelaku UMKM belum mengoptimalkan
pemasaran produk UMKM melalui media sosial. Beberapa pelaku UMKM sudah
menggunakan media sosial untuk pemasaran namun masih dalam skala yang kecil
dan belum terorganisir dengan baik. Uji coba optimalisasi pemanfaatan sosial media
sebagai sarana pemasaran produk yang baik bagi pelaku UMKM di dapat menaikkan
kembali angka penjualan produk UMKM, dan menjangkau konsumen, Pemanfaatan

204
sosial media sebagai sarana penunjang yang efektif bagi berjalanya UMKM di masa
pandemi COVID-19 sebab pelaku UMKM masih dapat menjalankan kegiatan
usahanya dengan tetap mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan.

SARAN
Hasil penelitian ini menyarankan agar para pelaku UMKM penting memahami dan
menambah wawasan tentang pentingnya strategi pemasaran digital untuk
menunjang keberlangsungan usaha UMKM dalam memasarkan produk yang mereka
jual. Dalam kondisi seperti ini pemasaran digital merupakan peluang yang dapat
dikembangkan untuk meraih keuntungan usaha secara maksimal dimasa pandemi
COVID-19 dengan tetap mengikuti protokol kesehatan.

REFERENSI
Abidin, Zainal Achmad dan Rachmah Ida. Etnografi Virtual Sebagai Teknik
Pengumpulan Data dan Metode Penelitian. The Journal of Society & Media 2
no. 2 (Oktober, 2018): 130– 145. https://doi.org/10.26740/jsm.v2n2.p1 30-
145
Abidin, Zainal Achmad dan Setiyanti O. W. The Effectiveness of Use of Soundcloud
Application for Promoting Pop Punk Songs and Music. Bali International
Seminar on Science and Technology. Desember 7, 2012.
www.engadget.com/2012/12/07/edito rial-
Abidin, Zainal Achmad, Integrasi Program Dakwah dan Budaya: Studi Etnografi
Virtual Mediamorfosis Radio Nada FM Sumenep Madura. Jurnal Komunikasi
Islam 09 no 2, (Desember 2019): 238–263.
https://doi.org/10.15642/jki.2019.9.2. 239-263.
Aditya, Okto Suryawirawan, Perceived Ease of Usedan Perceived
Usefulnessterhadap E-Commerce Intentionmelalui Aplikasi Online Shoppada
Mahasiswa di Surabaya. Jurnal MEBIS 4 no 1, (July, 2019): pp 1-
8.https://doi.org/10.33005/mebis.v4i1.46
Ardiyanto, Arif . Analisis Penggunaan Media Sosial dalam Pengembangan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Desa Kemasan Kecamatan Sawit
Kabupaten Boyolali. Skripsi, (Surakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam,
Manajemen Bisnis Syariah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2018).
Baril, Izzati Haq, Henna Sebagai Komunikasi Identitas Budaya (Studi Fenomenologi
Pemah5aman & Pemaknaan Laki-Laki Pengguna Henna Di Kampung Arab
Surabaya). Jurnal Voxpop, 1 no. 1 (September, 2019).98-107.
http://voxpop.upnjatim.ac.id/index.p hp/voxpop/article/view/16
Helmalia dan Afrinawati. “ Pengaruh ECommerce Terhadap Peningkatan Usaha
Mikro Kecil Dan Menengah Di Kota Padang.” Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam
3 no 2 (Juli 2018): (237- 246) DOI: http://dx.doi.org/10.15548/jebi. v3i2.182
Ira, Nur dkk. “Workshop Pemasaran Online Mahasiswa KKN-PPM Universitas PGRI
Adi Buana Surabaya Desa Bulang Prambon Sidoarjo”, (Surabaya: Abadimas
Adi Buana, 2017).

205
Kaplan, Andres and Michael Haenlein. User Of The World, Unite! The Challenges and
Opportunities of Social Media. Business Horizons 53 (Februari, 2010): (59-
68). DOI: 10.1016/j.bushor.2009.09.003
Munajat, Enjat dkk. Analisis Penggunaan Media Sosial untuk Mendukung Pemasaran
Produk UMKM (Studi Kasus Kabupaten Subang, Jawa Barat). Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat 2 no 10 (Oktober, 2018): 896-899.
http://jurnal.unpad.ac.id/pkm/article/v iew/20445
Rining, Ertien Nawangsari dan Arimurti Kriswibowo, ed. Potret Masyarakat dan
Kebijakan Pemerintah dalam Menghadapi Tantangan Pandemi COVID-19.
(Surabaya: Program Studi Ilmu Administrasi Negara, UPN ‘Veteran’ Jawa
Timur, 2020).Ruslan, Rosady Metode Penelitian Public Relations Dan
Komunikasi, cet. 5 Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Situmorang, Anggun P. “Sri Mulyani: Corona Beri 3 Dampak Besar Ekonomi
Indonesia”, Liputan6.com, Juni 30, 2020.
https://m.liputan6.com/bisnis/read/42 92763/sri-mulyani-corona-beri-3-
dampak-besar-ke-ekonomi-indonesia.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV.Alfabeta,
2015.
Swastha, Basu Dharmmesta, Manajemen Penjualan, cet. 5. Yogyakarta: Penerbit
BFSE, 2001.
Wahyuni, Arum Purbohastuti. “Efektivitas Media Sosial Sebagai Media Promosi”.
Jurnal Tirtayasa EKONOMIKA, 12, no. 2 (Oktober 2017): 212 -231.
jurnal.untirta.ac.id › article › download
Yunita Purnamasari , Ari Pradhanawati , Wahyu Hidayat , “ Analisis peluang E -
Commerce Dalam Pengembangan Usaha Mikro Dan Menengah Produk Batik”
(Studi Kasus pada Usaha Batik di Semarang), Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis 4
no. 4 (September, 2015): 45, https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/
jiab/article/view/9226 (42 -49 .

206
Tantangan dan Solusi Bisnis UMKM
di Era New Normal
Sylvia Dolok Saribu
Universitas Tanjungpura
Email: b2041201023@student.untan.ac.id

Abstrak
Pandemi Covid-19 ini merupakan krisis kesehatan yang berdampak ke seluruh aspek sendi
kehidupan masyarakat khususnya aspek ekonomi dan bisnis. Dalam arahannya Presiden
Joko Widodo mengintruksikan untuk realokasi anggaran dan refocusing kebijakan guna
memberi insentif ekonomi bagi pelaku UMKM dan informal, sehingga tetap dapat
berproduksi dan beraktivitas juga tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Yang pertama bidang kesehatan, terutama dalam upaya pengendalian Covid-19. Kedua
Social Safety Net, ini bansos-bansos. Ketiga berkaitan dengan insentif ekonomi bagi pelaku
usaha dan UMKM. Selain itu Presiden juga meminta program-program bantuan sosial yang
dapat memberikan dampak kepada peningkatan konsumsi diperbesar dan juga Kredit Usaha
Rakyat (KUR) lebih intensif dan dieksekusi sebanyak-banyaknya. Kemudian RUU Cipta Kerja
juga diharapkan bagi UMKM akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan dan terciptanya pemerataan kesejahteraan masyarakat. Artinya, kesejahteraan
dapat merata di seluruh lapisan masyarakat. Bisnis digitalisasi juga menjadi peluang besar
dalam memasarkan UMKM terutama di era new normal ini.

Kata Kunci: Strategi, UMKM, RUU Cipta Kerja, New Normal, Covid-19

PENDAHULUAN
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab apa yang dapat dilakukan pelaku
UMKM untuk dapat mempertahankan bisnis mereka di tengah Pandemik covid-19
yang melanda Dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menjabarkan apa saja strategi bertahan yang harus dilakukan oleh pelaku UMKM
sehingga mereka mampu terus bertahan dan menjadi lebih responsif terhadap
perubahan iklim bisnis terutama saat terjadi covid-19.Ketika kondisi perekonomian
semakin memprihatinkan lantaran diterpa badai pandemi COVID-19, maka para
pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah lagi-lagi menjadi penopang yang membuat
sektor riil tetap bergerak. Pemerintah tak diam saja untuk mendukung para pelaku
koperasi dan UMKM di saat pandemi melanda. Sejumlah stimulus dan insentif telah
disiapkan secara khusus. Memang sebagai pelaku ekonomi yang dominan atau
mencapai lebih dari 90 persen dari total pelaku ekonomi di tanah air, UMKM sangat
perlu mendapatkan insentif sebagai bentuk keberpihakan. Dan bagi kita, sudah
saatnya kita tetap produktif meski harus bekerja dari rumah dengan mendukung
mereka.

KAJIAN LITERATUR
Penelitian (Hanum & Sinarasri, 2017) dan (Ningtyas et al., 2015)
menyatakan ecommerce memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
peningkatan kinerja UMKM. Ecommerce yang dilakukan oleh UMKM berkaitan

207
dengan pengurangan biaya transaksi dan kordinasi aktifitas ekonomi yang lebih
dekat antara rekan bisnis.
Penelitian(Hendrawan et al., 2019)menyatakan digital marketing
berpengaruh positif dan signifikan dalam peningkatan kinerja penjualan UMKM.
70% Pengusaha kreatif mengatakan digital marketing akan menjadi platform
komunikasi utama dalam pemasaran, dan offline store akan menjadi pelengkap,
dikarenakan kemudahan dan kemampuan digital marketing dalam menjangkau
lebih banyak konsumen.
Penelitian (Lestari & R, 2019)dan(Tripayana & Pramono, 2020) menyatakan
bahwa peningkatan kualitas produk dan kualitas layanan berpengaruh positif dan
signifikan dalam membentuk kepuasan konsumen dan menciptakan loyalitas
konsumen bagi pelaku UMKM.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Menurut
(Semiawan, 2010) menyatakan metode penelitian kualitatif adalah jenis metode
penelitian yang paling tepat dalam menangkap persepsi manusia hanya dengan
kontak langsung dan pikiran terbuka serta lewat proses induktif dan interaksi
simbolik manusia bisa mengenal dan mengerti sesuatu. Penelitian dilakukan di
Pekanbaru dengan objek penelitian berupa UMKM. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi dengan langkah
eksploratif yaitu melakukan salah satu teknik pengumpulan data kualitatif yang
dianjurkan untuk mendapatkan data-data deskriptif (Gunawan, 2017).
Sumber data yang digunakan adalah data primer berupa hasil observasi dan data
sekunder yang berupa data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain
berupa buku-buku dan hasil penelitian terdahulu terkait UMKM (data Kementrian
UMKM). Setelah melakukan observasi partisipatif dan melakukan kajian dokumen
yang ada, maka akan dilakukan analisa data dilapangan yang dihubungkan dengan
teori, pendapat para ahli dan hasil penelitian terdahulu. Selanjutnya akan di
abstraksi menjadi hasil temuan penelitian dan mengeluarkan rekomendasi hasil
penelitian yang dapat diadopsi oleh UMKM.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kementerian Koperasi dan UKM berupaya untuk mendorong agar semakin
banyak lahir wirausaha baru. Sebab merekalah yang akan menjadi penggerak
ekonomi Indonesia. Semakin banyak jumlahnya perputaran roda itu akan semakin
dinamis dan cepat. “Kita membutuhkan penggerak ekonomi baru, yakni UMKM dan
wirausaha atau yang kini banyak dikenal sebagai start up,” . Kewirausahaan perlu
didorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, sektor ini
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97 persen dari total tenaga kerja nasional.
Pengembangan kewirausahaan juga dapat mendorong peningkatan PDB sebanyak
60 persen, mendorong ekspor, dan terciptanya berbagai inovasi. Karenanya,
pemerintah mendorong kewirausahaan melalui berbagai kebijakan dan insentif,

208
pendidikan vokasi, dan inkubator bisnis teknologi. Pemerintah juga menjamin
kemudahan bagi startup atau perusahaan rintisan untuk dapat memperoleh
pendanaan.
Upaya yang dilakukan adalah memperbanyak program pendidikan dan
pelatihan SDM UMKM terutama untuk kewirausahaan dan vokasi khususnya di
sejumlah destinasi wisata super prioritas. Tercatat rasio kewirausahaan nasional
saat ini sebesar 3,47% dari jumlah penduduk, yang pada 2021 ditargetkan menjadi
3,64% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut relatif masih kecil
dibandingkan dengan jumlah wirausahawan yang ada di negara maju yang
mencapai 14%. Jumlah tersebut juga masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah wirausahawan yang ada di Malaysia 4,74%, Thailand 4,26% dan Singapura
yang mencapai 8,76%. “Dengan bonus demografi usia produktif kita yang besar
maka kita sudah semestinya jadi pemenang di ASEAN,” (sumber : data Kementrian
UMKM)
Berdasarkan data dari Kementrian UMKM disebutkan bahwa target jumlah
wirausaha yang mendapatkan pelatihan pada 2020 sebanyak 57.700 orang. Hal ini
sebagai upaya untuk meningkatkan Indeks Rasio Kewirausahaan Indonesia dari
3,47% menjadi 3,64% dan Rasio Wirausaha berbasis peluang menjadi 10,30%.
Langkah-langkah ini yang akan dikerjakan bersama-sama dengan lintas
kementerian/lembaga. Indonesia dengan jumlah penduduk 260 juta jiwa maka
idealnya memiliki populasi wirausaha setidaknya 5 persen dari seluruh jumlah
penduduk. Populasi wirausaha penting, karena merekalah yang mampu melihat
peluang, mengembangkan, dan menciptakan bisnis baru. Alhasil tercipta lapangan
kerja dan tumbuhlah perekonomian negara. Terlebih di era digital yang nyaris tak
ada kendala untuk memulai bisnis. Dengan hanya bermodal kreativitas dan
keberanian. Siapapun bisa membuka gerai online, tanpa harus membuka toko fisik
terlebih dulu. Makanan, minuman, aplikasi, jasa, dan lain-lain bisa menjadi peluang
bisnis yang menjanjikan. Demikian juga promosi dan pemasaran yang jauh lebih
mudah dan cepat dilakukan lewat media sosial.
Di lain sisi, kalangan muda yang melek internet tidak ragu bahkan terbiasa
untuk berbelanja lewat internet. Konsumen pun bisa membandingkan harga barang
yang hendak dibeli dan menilai dari pelanggan yang telah bertransaksi sebelumnya.
Akibatnya, belanja online makin meningkat setiap tahun. Persaingan juga menjadi
lebih terbuka dan adil. Bahkan gerai tradisional tak mau ketinggalan. Mereka
melangkah dengan membuka toko online. Dari situlah peluang bagi generasi muda
di Indonesia untuk menjadi wirausaha digital sejatinya sangat besar. Ke depan
diharapkan membuahkan hasil berupa hadiah wirausaha baru bagi Indonesia dari
bonus demografi nya yang begitu besar.

Keluhan dan Tantangan UMKM


Keluhan dari para pelaku UMKM adalah penjualan yang menurun, sulit
memperoleh bahan baku, serta distribusi yang menjadi terhambat. Walau begitu,
tidak semua UMKM mengalami penurunan. Riset dari LPEM UI menyebutkan ada

209
beberapa UMKM yang bersinar, yaitu UMKM yang memproduksi produk-produk
herbal, buah-buahan, dan sayur-sayuran yang baik untuk menjaga kesehatan dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini disebabkan masyarakat yang mulai
mengganti pola hidup menjadi lebih sehat.
Akibat penurunan ekonomi ini, sejumlah negara pun perlahan-lahan
menerapkan “new normal” guna mendorong kembali roda perekonomian. Mereka
secara perlahan-lahan mulai mencabut pembatasan sosial demi menyelamatkan
pekerjaan masyarakat dan memulai kembali aktivitas perekonomian. Tidak
terkecuali Indonesia, “new normal” akan ditandai dengan pola produksi dan
konsumsi yang baru, dengan begitu digitalisasi dan otomatisasi yang semakin
dipercepat. Lantas, strategi apa yang harus UMKM gunakan untuk menghadapi “new
normal” ?
Melalui digitalisasi usaha, adalah satu peluang di mana UMKM dapat
memanfaatkan berbagai digital platforms untuk mengembang kinerja usahanya.
Tidak bisa dipungkiri, digitalisasi telah merambah semua sektor usaha. Penguasaan
terhadap digital dapat membuka akses pasar, yang sebelumnya terbatas pada
wilayah tertentu, menjadi tanpa batas. Ruang yang tanpa batas merupakan potensi
luar biasa yang sudah sepatutnya digunakan oleh pelaku usaha mikro, kecil,
menengah maupun koperasi. Hanya, menjadi pertanyaan saat ini, bagaimana UMKM
dapat memanfaatkan platform digital ini secara Digitalisasi Jalan Menuju Pasar yang
Terbuka optimal? Dunia digital sebagai tools yang masih fresh, butuh keahlian dan
kemampuan pelaku agar bisa memanfaatkannya dengan tepat dan berdaya guna. Ini
menjadi tantangan yang hendak dijawab ditengah persaingan global yang semakin
tinggi, UMKM harus mampu menghadapi dengan menambah kapasitasnya dan
kompetensi usaha dalam SDM, teknologi dan inovasi produk,”
Kendati berpotensi besar menumbuhkan perekonomian nasional, UMKM di
Indonesia masih dihadapkan dengan beragam tantangan. Pemerintah juga telah
merancang target pengembangan UMKM selama lima tahun ke depan seperti
dipaparkan dalam Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJM Nasional Tahun 2020-
2024.
Tantangan yang dihadapi oleh UMKM saat ini berkaitan dengan kualitas
sumber daya manusia (SDM) yang rendah, peran sistem pendukung yang kurang
optimal, serta kebijakan dan peraturan yang kurang efektif. Tantangan SDM UMKM
pada umumnya disebabkan oleh rendahnya pendidikan, keterampilan dan
pengalaman, serta akses ke informasi. Sebagian besar UMKM juga belum memiliki
kapasitas kewirausahaan yang memadai. Hal ini tampak dari pola bisnis UMKM
yang masih banyak difokuskan pada produksi, bukan permintaan pasar.
Sementara itu, kurang optimalnya peran sistem pendukung telah
meningkatkan kompleksitas dalam akses UMKM terhadap sumber daya (bahan baku
dan pembiayaan), teknologi, dan pasar. Sistem pendukung usaha tersebut dapat
mencakup lembaga penyedia/pemasok bahan baku, lembaga pembiayaan, lembaga
litbang, mediator pemasaran, lembaga layanan bisnis/LPB, dan lain-lain. Peran
sistem pendukung UMKM juga tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur serta

210
insentif. Harmonisasi berbagai peraturan antara pusat-daerah, antarsektor dan
antarwilayah juga masih dibutuhkan untuk mendukung pengembangan UMKM.

RUU Cipta Kerja


Naskah RUU Cipta Kerja setebal 1.028 halaman tersebut terdiri dari 79 RUU,
15 bab, dan 174 pasal. Cipta Kerja sendiri dalam RUU ini didefinisikan sebagai upaya
penciptaan kerja melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM), peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis
nasional. Ruang lingkup RUU ini terdiri dari 10 bidang, yaitu investasi,
ketenagakerjaan, UMKM dan perkoperasian, kemudahan usaha, riset dan inovasi,
pengadaan lahan, kawasan ekonomi, percepatan strategis nasional, administrasi
pemerintahan, serta sanksi. Salah satu yang menarik untuk dibahas adalah terkait
upaya untuk memudahkan, melindungi, dan memberdayakan UMKM dan koperasi.
Melalui RUU Cipta Kerja dirancang aturan agar koperasi berkembang lebih
cepat dan lebih dinamis beradaptasi dengan perkembangan zaman. Koperasi
dimungkinkan untuk menjalankan usaha di berbagai sektor. Penciptaan lapangan
kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait dengan kemudahan, pemberdayaan
dan perlindungan UMKM paling sedikit memuat
pengaturan mengenai kriteria UMKM, basis data tunggal UMKM, pengelolaan
terpadu UMKM, kemudahan perizinan, berusaha UMKM, kemitraan, insentif, dan
pembiayaan UMKM dan kemudahan pendirian, rapat anggota dan kegiatan usaha
koperasi.
Semua hambatan yang dialami oleh KUMKM tersebut akan mendapat
terobosan dalam RUU Cipta Kerja. Paling tidak ada enam point kemudahan yang
diberikan untuk para pelaku UMKM:
Pertama, memudahkan perizinan usaha bagi UMKM. Poin ini menyangkut
kegiatan UMKM yang berdampak lingkungan akan dibantu pemerintah pusat dan
daerah untuk menyusun Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Basis data tunggal
UMK sebagai dasar pengambilan kebijakan dan menggunakan data pokok dari
Kementerian/Lembaga di sistem Online Single Submission (OSS). Selain itu,
kemudahan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Sebelumnya untuk
pendirian usaha UMKM harus dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas (PT).
Dengan adanya RUU Cipta Kerja, pengajuan izin usaha UMKM hanya melalui satu
pintu yakni NIB, yang merupakan perizinan tunggal yang berlaku bagi semua
kegiatan usaha yang terdiri dari perizinan usaha, izin edar, SNI, dan sertifi kasi
jaminan produk halal.
Kedua, kemudahan akses pembiayaan. Akses pembiayaan yang menjadi
permasalahan pelaku UMKM selama ini adalah harus ada agunan atau jaminan. RUU
Cipta Kerja mengatur bahwa kegiatan usaha mikro dan kecil dapat dijadikan
jaminan kredit bank. Tidak hanya itu, ditekankan juga bahwa lembaga pembiayaan
berorientasi pada kelayakan usaha dantidak lagi berorientasi jaminan (collateral).
Termasuk juga memberikan kemudahan menyiapkan laporan keuangan, maupun
mengatur kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan bagi UMK.

211
Ketiga, membangun kemitraan bagi UMKM. Pelaku UMKM diberikan
kemudahan untuk bermitra dengan perusahaan besar. Sehingga, UMKM bisa makin
solid dari hulu ke hilir. Kemitraan antara usaha menengah dan besar dengan usaha
mikro dan kecil menyentuh bisnis inti (core business) melalui pemberian
pendampingan dan pembinaan. Jadi nantinya UMKM bisa masuk rantai pasok
sehingga bisa lebih cepat berkembang. Karena pada fakta di lapangan, dunia UMKM
dapat berkembang jika bermitra dengan perusahaan besar.
Keempat, kebijakan afi rmasi untuk kepastian penyerapan produksi karena
belanja pemerintah harus mengutamakan produk UMKM, termasuk di rest
Pemerintah memang menyiapkan sektor UMKM dan Koperasi menjadi garda depan
dalam penanaman modal di Indonesia.
Selain itu, akses pasar yang memberikan kepastian terhadap pemasaran produk dan
jasa KUMKM dalam pengadaan barang/jasa oleh pemerintah atau
Kementerian/Lembaga dan BUMN.
Kelima, ada aturan pengelolaan terpadu dan sentralisasi klaster. Ini
memungkinkan pelaku UMKM mendapatkan fasilitas seperti kawasan ekonomi
khusus untuk usaha besar. Karena banyak kemudahan logistik, dan fasilitas.
Lalu keenam, kemudahan diberikan dalam pembentukan koperasi. Melalui
RUU Cipta Kerja, pendirian koperasi dipermudah. Pembentukan koperasi kalau dulu
harus 20 orang, pada RUU Cipta Kerja dipermudah hanya cukup dengan tiga orang.
Meski nanti tahap selanjutnya, koperasi itu harus mengembangkan usaha di
berbagai sektor.
Dari enam point tersebut, tampak jelas bahwa pemerintah memang menyiapkan
sektor UMKM dan koperasi menjadi garda depan dalam penanaman modal di
Indonesia. Dari organisasi yang diperingkas hingga kemungkinan menggunakan
model ekonomi syariah untuk koperasi. Dengan demikian. Melalui RUU Cipta Kerja,
diharapkan koperasi dan UMKM akan menjadi motor penggerak pertumbuhan
ekonomi yang berkeadilan dan terciptanya pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Artinya, kesejahteraan dapat merata diseluruh lapisan masyarakat
Digitalisasi era new normal
Melalui digitalisasi usaha, adalah satu peluang di mana UMKM dapat
memanfaatkan berbagai digital platforms untuk mengembang kinerja usahanya.
Hanya, menjadi pertanyaan saat ini, bagaimana UMKM dapat memanfaatkan
platform digital ini secara Digitalisasi Jalan Menuju Pasar yang Terbuka optimal? Di
tengah persaingan global yang semakin tinggi, UMKM harus mampu menghadapi
dengan menambah kapasitasnya dan kompetensi usaha dalam SDM, teknologi dan
inovasi produk
Pemerintah akan memberikan regulasi dan berbagai dukungan untuk
meningkatkan wawasan dan kapasitas pelaku UMKM. “Tidak dapat dipungkiri
bahwa masyarakat/ konsumen sekarang sangat mendambakan pelayanan yang
cepat, nyaman, aman dan praktis. Hal ini dapat tercipta dengan dukungan teknologi.
Sebagai pelaku usaha, UMKM harus bisa beradaptasi dengan ikut melakukan
perubahan. Meningkatkan “daya saing” UMKM di era Revolusi Industri 4.0 sangat

212
penting sebab kompetisi di dunia bisnis merupakan sesuatu yang pasti.
Pengembangan kreativitas dan inovasi harus mampu memproduksi “nilai tambah”
sehingga menjadikan produk lokal sebagai komoditas unggul ditingkat domestik
maupun international.
Melalui digital, tembok pembatas tidak ada lagi. Produk UMKM dapat
diakses oleh masyarakat dan ini menjadi nilai yang kuat bagi produk tersebut.
Karena itu, tepat mengatakan digitalisasi adalah keharusan. Terlebih lagi, minat
generasi millennial dalam berwirausaha demikian tinggi, di mana generasi ini melek
digital. Digitalisasi bisnis sudah pasti keniscayaan
Menurut saya, solusi bagi para UMKM terletak pada satu kata, yaitu
integrasi. Pertama, UMKM perlu memiliki manajemen stock produk yang
terintegrasi dengan pembelian dan penjualan, sehingga mampu memantau
persediaan barang dengan cepat dan tepat.
Kedua, UMKM perlu mengintegrasikan pengiriman barang dagangannya,
baik itu dalam kota, antar kota, sampai antar negara.
Ketiga, UMKM dapat terintegrasi dengan sistem komunikasi yang cepat
kepada pelanggan, sekipun tidak dapat bertatap muka langsung dengan pelanggan.
UMKM dapat menggunakan Whatsapp, Line, dan sebagainya. Yang terakhir, UMKM
perlu mengintegrasikan sistem pembayaran mereka dengan sistem transfer bank, e-
wallet (Dana, Ovo, dsb), dan juga cash on delivery (COD).
Integrasi diatas dapat bisa langsung digunakan oleh UMKM apabila
bergabung dengan marketplace, seperti bukalapak, tokopedia, shopee, dll. Pada
marketplace tersebut, para UMKM dapat melakukan pengintegrasian yang saya
sebutkan di atas. UMKM dapat mencatat stock barang yang akan otomatis berkurang
jika terjadi penjualan dan mencatat secara otomatis jumlah penjualan atas tiap
produk yang ditawarkan.
UMKM juga dapat menyediakan pilihan pengantaran barang seperti melalui
JNE, TIKI, atau GoSend untuk layanan pengiriman kilat. Pada marketplace, UMKM
juga memiliki fitur chat yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan dari
calon pembeli. Dan yang terkahir, UMKM juga dapat menyediakan pilihan
pembayaran muali dari transfer bank, e-wallet, bahkan sampai dengan pembayaran
kredit.
Tantangan dari setiap UMKM untuk solusi ini adalah banyak UMKM yang
tidak mengerti bagaimana mendigitalisasikan usaha mereka. Mereka tidak melek
teknologi sehingga sulit untuk memulai. Belum lagi masalah pemasaran digital yang
perlu dikuasai juga oleh UMKM. Peran ini dapat diambil oleh asosiasi UMKM dan
koperasi yang menaungi UMKM untuk membantu dan membimbing para pengusaha
ini dalam mendigitalisasika usahanya.
Dengan menyesuaikan metode penjualan menjadi tidak konvensional lagi,
diharapkan UMKM mampu bertahan ditengah situasi “new normal” yang akan
segera kita hadapi, bahkan dapat meraup keuntungan.

213
UMKM dapat menjual produknya ke pasar yang lebih luas tanpa harus
menyewa toko, outlet dan lain sebagainya. Dengan berjayanya UMKM,
perekonomian negara juga akan terangkat.
Melihat Peluang saat New Normal
Pada masa new normal, daya beli kemungkinan masih cenderung menyusut
dan belum kembali seperti semula. Perilaku konsumen pun tak lagi sama seperti
sebelum pandemi Virus Corona muncul, dan menyebabkan perubahan dalam dunia
bisnis.
Situasi yang tidak menentu ketika krisis membuat orang lebih berhati-hati
mengambil tindakan saat periode new normal seperti sekarang. Orang jadi lebih
selektif berbelanja dan memilih untuk menyimpan dana miliknya karena khawatir
terjadi pengetatan likuiditas di pasar keuangan.Dampaknya, para pelaku usaha
khususnya UKM hanya bisa gigit jari karena permintaan tak kunjung mengalir deras.
Maka itu, Anda harus jeli melihat peluang usaha baru saat new normal hadir.
Salah satu caranya, dengan mengamati perubahan pola konsumsi masyarakat di berbagai
lini, kemudian mengalihkan strategi bisnis pada peluang yang muncul di depan mata sesuai
dengan pengamatan yang telah Anda lakukan. Hal yang patut diingat, peluang tak hanya
berasal dari bidang usaha yang Anda geluti saat ini, melainkan bisa dari sektor bisnis lain.
Intinya, Anda tak boleh menyia-nyiakan peluang sekecil apapun yang
hinggap. Ciptakan produk sesuai dengan kondisi new normal saat ini. Kondisi
sekarang memaksa pelaku usaha untuk berpikir kerja dan keluar dari zona nyaman.

Menciptakan Inovasi
Ketika fase new normal berlangsung, persaingan tentu semakin ketat dengan
kondisi pasar ekonomi yang belum stabil. Daya beli belum kembali normal, nilai aset
pun otomatis menurun.
Dalam kondisi seperti ini, kerja keras saja tidak cukup. Anda dituntut untuk
berinovasi sebagai jalan keluar untuk bisa kembali normal. Tanpa inovasi, Anda
akan sulit membuat produk yang mampu menciptakan pasar, dan membuat
terobosan yang mampu memberi keuntungan bisnis.
Dalam menciptakan inovasi, kinerja divisi riset dan pengembangan
(research and development) sangat dibutuhkan untuk mengubah masa transisi saat
ini menjadi keuntungan bisnis.
Inovasi bisa berupa menciptakan produk yang berkualitas dengan biaya
rendah, atau menciptakan strategi pemasaran atau penjualan yang sederhana tetapi
efektif. Inovasi tak hanya terbatas pada strategi bisnis, tetapi juga bentuk fisik
produk itu sendiri.
Ciptakan Pasar Baru
Menciptakan pasar baru biasa dikenal dengan strategi Blue Ocean. Teori ini
merupakan hasil riset selama 15 tahun karya W. Chan Kim dan Renee Mauborgne
yang diterbitkan dalam Harvard Business Review pada Oktober 2004.
Konsep Blue Ocean Strategy mengungkapkan bahwa dibanding menjalankan
kompetisi ketat dan mencoba mencuri konsumen dari kompetitor, maka pelaku
usaha lebih baik membuat pasar baru yang tidak bisa dibandingkan dengan pesaing.

214
Jadi, Anda sebaiknya membuat kompetisi menjadi tidak relevan, tetapi tetap meraih
cuan dari pasar baru.
Berkompetisi di lautan yang sudah padat tidak mungkin membuat
perusahaan berkembang secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Peluang yang
sesungguhnya adalah menciptakan lautan sendiri dengan pasar baru yang unik.
Dalam konsep blue ocean, permintaan merupakan hal yang diciptakan,
bukan direbutkan. Selanjutnya, akan ada peluang untuk tumbuh dan meningkatkan
keuntungan meski dalam situasi sulit. Strategi ini menekankan pada pencarian
sumber inovasi dan efisiensi biaya secara simultan dan terus menerus.
Anda harus menyadari bahwa untuk bisa memenangkan persaingan bisnis
maka perusahaan harus berhenti bertarung satu sama lain untuk mengalahkan
kompetitor. Cara memenangkan persaingan adalah dengan menciptakan pasar baru
dan menguasai pasar tersebut.
Tak ada salahnya menciptakan permintaan pasar sendiri dan memperoleh
keuntungan yang masih terbuka lebar untuk terus tumbuh. Pasar baru bisa tercipta
dengan membuka industri yang benar-benar baru atau memperluas industri yang
ada saat ini.
Susun Rencana Pemasaran
Pada situasi new normal, strategi pemasaran terasa lebih menantang.
Banyak pelaku usaha menunggu untuk bertindak karena ragu dengan situasi
ekonomi yang tak pasti. Sebaiknya Anda jangan kehilangan momentum untuk
memulai dan bergerak lebih agresif untuk mencari peluang penjualan pada masa
transisi menuju normal saat ini.
Dengan menyusun rencana pemasaran yang tepat, Anda bisa segera meraih
peluang di masa new normal.
Adapun, beberapa faktor penting dalam menyusun rencana pemasaran
antara lain, melakukan riset konsumen, fokus pada value produk, dan berusaha
menjalankan aktivitas pemasaran dengan baik.
Selain itu, Anda juga perlu menyesuaikan portofolio produk, berusaha
memperoleh dukungan distributor, menyesuaikan harga, dan mempertahankan
pangsa pasar yang Anda miliki.

SIMPULAN
Meskipun peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia adalah strategis
dan sentral diantaranya karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil pembangunan.
UMKM seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan
belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya. Padahal UMKM terbukti lebih
tangguh dalam menghadapi krisis.
Namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya
sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat dilihat kebijakan yang
diambil yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga kebijakan menjadi
kurang komprehensif dan kurang terarah. Padahal UMKM masih memiliki banyak

215
permasalahan yang menyebabkan perannya di perekonomian Indonesia kurang
maksimal sehingga perlu mendapatkan penanganan yang serius. Selain itu
kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu
dibenahi.
Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang sangat besar baik
dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif
bersama pelaku ekonomi lainnya. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam
memberdayakan UMKM dengan cara mengupayakan UMKM agar dapat tumbuh dan
berkembang secara kondusif, meningkatkan perannya dalam memberdayakan
UMKM, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Dalam masa new normal ini untuk kembali membangkitkan perekonomian
masyarakat dan negara Indonesia maka diperlukan kebijakan-kebijakan yang
berpihak kepada pelaku usaha, terutama di sektor UMKM. Mengingat UMKM adalah
sektor penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dan negara di luar
dari migas. UMKM sendiri memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat tenaga
kerja, penghasilan, dan lain-lain. Agar sektor UMKM dapat berjalan dengan baik
maka perlu dilakukan hal-hal kreatif yang dapat mendukung aktifitas masyarakat
dalam masa New Normal.
Salah satu kunci bagi UMKM untuk tetap bisa bertahan pada masa pandemi
Covid-19 saat ini adalah dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan
pasar, baik perubahan permintaan (demand) dengan melakukan inovasi produk
sesuai dengan kebutuhan masyarakat di era new normal saat ini. Para pelaku UMKM
harus mampu menyusun strategi-strategi pemulihan bisnis sebagai bagian dari
adaptasi untuk dapat bertahan dan juga tetap berkembang dalam kondisi saat ini.
Ketika masalah perizinan usaha koperasi dan UKM menjadi faktor
penghambat, maka Omnibus Law hadir sebagai pembawa kabar baik bagi makin
mudahnya pengurusan ijin tersebut. Selama ini, masalah perizinan masih menjadi
salah satu hambatan perkembangan koperasi dan UKM di Indonesia.
SARAN
Adapun saran yang bisa direkomendasikan adalah sebagai berikut :
1. Pelaku UMKM dapat mengadopsi strategi bertahan yang sudah dijelaskan dan
diharapkan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan bisnis di masa
pandemik ini maupun dimasas yang akan datang, karena pelaku usaha yang dapat
bertahan adalah yang responsif terhadap perubahan sekitar dan mampu
menyesuaikan diri baik dari segi produk, sistem pemasaran dan penjualan maupun
penggunaan teknologi yang mendukung bisnis.
2. Pemerintah yang berwenang, diharapkan terus memberikan edukasi dalam
bentuk pelatihan kepada pelaku usaha. Membentuk jaringan komunikasi bagi
UMKM sehingga mudah dipantau dan keterampilan UMKM akan semakin
meningkat.
3. Penelitian berikutnya diharapkan dapat memperluas penelitian dan melihat
efektifitas strategi bertahan yang sudah di rumuskan terhadap UMKM.

216
REFERENSI
Farida, N., Naryoso, A., & Yuniawan, A. (2017). Model of Relationship Marketing and
E-Commerce in Improving Marketing Performance of Batik SMEs. Jurnal
Dinamika Manajemen, 8(1), 20–29.
Hanum, A. N., & Sinarasri, A. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
adopsi e commerce dan pengaruhnya terhadap kinerja umkm (studi kasus
umkm di wilayah kota semarang). Maksimum, Vol. 1(No. 1), 1–15.
Hendrawan, A., Sucahyowati, H., Cahyandi, K., Indriyani, & Rayendra, A. (2019).
Pengaruh Jurnal Akuntansi & Ekonomika, Vol. 10No. 1, Juni 2020
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil, Dan Menengah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah.
Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 Tentang Perizinan Untuk Usaha Mikro
Dan Kecil
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil.
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Selaku
Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64 Tahun 2016 tentang Besaran Jumlah
tenaga Kerja dan Nilai Investasi untuk Klasifikasi Usaha Industri
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/potret-dan-tantangan-umkm-
di-indonesia
https://yoursay.suara.com/news/2020/05/27/134117/strategi-umkm-dalam-
menghadapi-new-normal?page=all
https://www.jurnal.id/id/blog/strategi-bisnis-yang-harus-dilakukan-ukm-saat-
new-normal/

217
PEMULIHAN BISNIS MELALUI BRAND EQUITY, HARGA
KOMPETITIF, DAN DAYA TARIK PROMOSI DALAM MEMBANGUN
KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK UMKM DI PONTIANAK
Ryan Benz Susanto
Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Tanjungpura Pontianak
*Email: ryanbenzsuniversity@gmail.com

ABSTRAK
Topik pembahasan mengenai pemulihan bisnis UMKM masa adaptasi pemulihan baru
studi kasus di Pontianak suatu hal yang penting untuk diatasi melalui bagaimana
meningkatkan keputusan pembelian pelanggan menjual produk dengan variabel
pendukung brand equity, harga kompetitif, dan daya tarik promosi. Tujuan paper untuk
menjelaskan dampak brand equity terhadap keputusan pembelian, memaparkan harga
kompetitif terhadap keputusan pembelian, dan memahami pentingnya daya tarik
promosi terhadap keputusan pembelian. Dalam penulisan paper ini, penulis tidak
melalukan penelitian secara langsung, melainkan mengambil sumber-sumber teori dan
penelitian lain serta membahas secara umum. Adapun kesimpulan yang dapat
dikemukakan oleh penulis adalah para UMKM bisa memanfaatkan Brand equtiy terhadap
keputusan pembelian produk, menggunakan strategi harga kompetitif terhadap
keputusan pembelian produk, dan juga mengaplikasikan daya tarik promosi terhadap
keputusan pembelian produk. Saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah UMKM
harus memperhatikan harga kompetitif dan daya tarik promosi bilamana supaya
keputusan pembelian dapat terpenuhi dan akan berdampak pada peningkatan keputusan
pembelian.
KATA KUNCI: Brand Equity, Harga Kompetitif, Daya Tarik Promosi, Keputusan
Pembelian.

PENDAHULUAN
UMKM secara umum adalah usaha mikro kecil menengah yang
kegiatannya bertumpu kepada usaha ekonomi produktif. UMKM secara umum
di Indonesia memiliki mayoritas tiga jenis usaha besar yaitu sebagai produsen,
usaha dagang, dan jasa. Produk dengan karakteristik yang relatif hampir sama
dapat memiliki nilai yang berbeda karena adanya perbedaan persepsi dari
pelanggan. Membangkitkan persepsi dapat diciptakan melalui merek, karena
merek bisa mempengaruhi pelanggan dalam menentukan pilihan keputusan
pembeliannya. UMKM kompetitor bisa memasarkan produk yang mirip, akan
tetapi setiap UMKM tidak akan menawarkan motto yang sama pada merek
yang dipasarkan. Merek yang baik adalah merek yang memiliki ekuitas merek
(brand equity) yang kuat.
Banyak produk kompetitor sejenis yang menimbulkan persaingan
semakin ketat, ini membuat UMKM harus selalu inovatif dalam melakukan
strategi pemasaran sehingga akan tetap menarik konsumen untuk melakukan
pembelian yakni dengan adanya harga kompetitif atau bersaing membantu
pelanggan menentukan pilihan dalam keputusan pembelian. Selanjutnya
tahap penting yang dapat menarik pelanggan untuk membeli produk dari

218
UMKM adalah strategi promosi. Promosi adalah strategi pemasaran UMKM
dalam menawarkan produk ke pelanggan dengan harapan pelanggan tersebut
dapat melakukan proses pembelian atau pembelian yang lebih banyak. Daya
tarik promosi akan membantu UMKM dalam menawarkan produk ke
pelanggan. Masalah mengenai pemulihan bisnis UMKM merupakan hal yang
penting untuk diatasi melalui bagaimana meningkatkan keputusan pembelian
pelanggan dengan variabel pendukung brand equity, harga kompetitif, dan
daya tarik promosi.
KAJIAN TEORITIS
1. Brand Equity
Brand sangat membantu konsumen dalam menentukan pilihan
pembelian, dengan merek sebagai pembeda antara suatu produk
kompetitornya yang memiliki citra dan jaminan kualitas yang akan
diingat konsumen. Suatu merek yang kuat akan mudah mengendalikan
pasar karena konsumen sudah tertanam merek tersebut pada benak
mereka. Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan nama merek
atas suatu produk sehingga akhirnya konsumen merasa mendapatkan
kepuasan yang lebih dibanding produk kompetitor.
Nilai sebuah merek bagi UMKM diciptakan melalui konsumen
dalam arti bahwa seluruh kegiatan konsumen dalam proses keputusan
pembeliannya dapat membentuk dan mendorong terbentuknya brand
equity. Sehingga brand equity muncul ketika konsumen menyadari
keberadaan merek dan memiliki keterkaitan dengan cira khas merek itu
sendiri.
Brand equity mengukur keseluruhan nilai dari merek terhadap
pemilik merek. Maksudnya mereka menghubungkan satu produk dengan
merek yang melekat satu sama lain dan hampir semua produk memiliki
karakteristik masing-masing. Yang membedakan antar produk yakni
persepsi konsumen terhadap merek produk itu sendiri. Keputusan
pembelian kosnsumen didasarkan pada faktor-faktor yang menurut
mereka penting, semakin banyak faktor-faktor yang menurut mereka
penting, semakin banyak faktor yang dinilai penting maka merek tersebut
dapat dikatakan sebagai merek yang bernilai (Ferrinadewi,2008; 169 ;
Sudaryono,2016; 209).
Dimensi dalam brand equity ini adalah brand awareness, perceived
quality, brand associations, brand loyalty. Brand awareness adalah
kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah
merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Perceived
quality adalah penilaian konsumen terhadap keunggulan produk secara
keseluruhan. Brand associations adalah bagaimana konsumen
menghubungkan antara informasi dalam pikiran konsumen dengan

219
merek tertentu. Brand loyalty adalah ikatan antara konsumen dengan
merek.
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan brand equity pada
yaitu ingatan akan merek, kualitas produk, atribut produk, kualitas
produk, komitmen (Tjiptono,2011: 97-98 ; Massie,2013; 1477).
H1 : Adanya pengaruh yang signifikan brand equity terhadap keputusan
pembelian.
2. Harga Kompetitif
Harga berinteraksi dengan seluruh elemen lain dalam bauran
pemasaran untuk menentukan efektivitas setiap elemen dan keseluruhan
elemen. Harga menentukan konsumen dalam memutuskan pembelian
produk yang kita tawarkan. Untuk menetapkan harga harus
dipertimbangkan tiga elemen penting biaya, margin, dan kompetisi.
Dengan menetapkan harga kompetitif, maka akan membantu UMKM
dalam pembentukan citra, percepatan penjualan, promosi, dan
perlindungan dari pesaing.
Harga menjadi pertimbangan konsumen dalam menentukan
keputusan pembelian. Jika harga yang ditawarkan dirasakan oleh
konsumen rasional, maka konsumen akan memilih produk tersebut,
namun jikaa harga yang ditawarkan dirasakan oleh konsumen tidak
rasional, maka konsumen tidak akan memilih produk tersebut. UMKM
dalam menentukan harga harus secara matang dalam
mempertimbangkan harga yang akan ditawarkan kepada konsumen.
Harga memiliki dua peran utama dalam proses pengambilan
keputusan para pembeli, yaitu peran alokasi dan peran informasi.
Maksudnya adalah peran alokasi cara konsumen memutuskan dalam
memperoleh manfaat berdasarkan kekuatan membelinya dan peran
informasi bagaimana konsumen menilai harga berdasarkan kualitasnya.
Penetapan harga dapat diterapkan dengan harga penetrasi, harga
mengapung, harga di bawah harga pasar, di atas harga pasar dan pada
harga pasar.
UMKM menyesuaikan harga terhadap berbagai kondisi dalam
pasar. Maksudnya adalah jika UMKM ingin memulai perubahan harga
pada suatu produk, UMKM harus dengan teliti mempertimbangkan
respon dari konsumen dan pesaing. Respon konsumen dipengaruhi oleh
arti yang konsumen lihat dan rasakan akibat dari perubahan harga.
Reaksi pesaing berasal dari kebijakan reaksi atau dari penilaian khusus
terhadap situasi (Sudaryono,2016; 216 ; Thamrin dan Francis,2012; 206).
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan harga kompetitif
adalah harga sesuai daya beli, harga terjangkau, kesesuaian harga dengan
kualitas produk, kesesuaian harga dengan manfaat produk (Reven dan
Ferdinand,2016 ; Weenas, 2013; 611).

220
H2 : Adanya pengaruh yang signifikan harga kompetitif terhadap
keputusan pembelian.
3. Daya Tarik Promosi
Promosi adalah strategi pemasaran UMKM dalam menawarkan dan
memasarkan produk ke pelanggan dengan harapan pelanggan tersebut
dapat melakukan proses pembelian atau pembelian yang lebih banyak.
Strategi promosi dalam memasarkan produk agar dapat dikenal oleh
masyarakat secara luas dapat menggunakan promosi melalui iklan,
brosur, sales person, dll. Promosi memudahkan pemasar dalam
memasarkan produk yang akan dijual kepada konsumen. Ketika produk
kita sudah dikenal oleh konsumen, maka keputusan untuk membeli
produk kita lebih mudah untuk dilakukan. Promosi yang baik adalah
promosi yang iklan inovatif yang berbeda dengan yang lain, promosi yang
provokatif baik, promosi yang menarik perhatian, dan tentu promosi
harus mudah dipahami oleh konsumen.
Daya tarik promosi adalah pemasaran yang dilakukan UMKM
untuk menarik perhatian konsumen dalam mengambil keputusan
pembelian produk yang ditawarkan. Sebuah promosi harus memiliki daya
tarik tersendiri dalam menyampaikan pesan kepada konsumen. Promosi
yang menarik akan menjadi perhatian konsumen dan daya tarik promosi
merupakan salah satu faktor konsumen melakukan keputusan pembelian.
Daya tarik promosi dapat menginformasikan mengenai suatu
produk, membantu meningkatkan penjualan, membedakan produk dari
kompetitor, menciptakan citra suatu produk, dan mempengaruhi
pelanggan dalam keputusan pembelian produk. Promosi iklan yang
dirancang dengan baik akan menarik perhatian konsumen. Maksudnya
adalah daya tarik dari iklan dapat dilihat pada karakteristik audiensi.
Iklan yang menarik perhatian audiensi yang emosional berbeda dengan
iklan untuk audiensi yang rasional (Meiliani,2015;4 ; Sudaryono,2016;
186).
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan daya tarik promosi
adalah keunikan konsep, atribut promosi, promosi provokatif, keefektifan
promosi penjualan (Meiliani dan Ferdinand,2015: 5).
H3 : Adanya pengaruh yang signifikan daya tarik promosi terhadap
keputusan pembelian.
4. Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah proses pengambilan keputusan
toko/pelanggan terhadap produk yang diinginkan dengan berbagai
pertimbangan sebelum memilih produk tersebut. Proses pengambilan
keputusan diawali dengan adanya kebutuhan konsumen yang berusaha
untuk dipenuhi, banyak pilihan produk sejenis yang membuat keputusan
pembelian konsumen berbeda dengan konsumen lain. Pertimbangan
pengambilan keputusan pembelian konsumen dapat berupa kebutuhan

221
yang diinginkan, merek yang sudah melekat dan dipercayai, harga pada
produk tersebut sesuai dengan nilai kualitas, dan promosi yang menarik
perhatian konsumen dalam melakukan keputusan pembelian.
Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah
menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek ataupun
mencari solusi terbaik dari perspektif konsumen yang setelah dikonsumsi
akan dievaluasi kembali. Maksudnya sesuatu yang berhubungan dengan
rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak
unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu (Sudaryono,2016;
102).
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keputusan
pembelian yaitu mantap untuk membeli, bersedia untuk membeli,
bersedia menawarkan produk (Reven dan Ferdinand, 2017;6 ;
Setyowirasti dan Mutiantono, 2016;5).
Tujuan penulisan paper adalah untuk menjelaskan pemulihan bisnis
UMKM bisa melalui brand equity, harga kompetitif, dan daya tarik promosi
terhadap keputusan pembelian pelanggan.

GAMBAR 1
KERANGKA BERPIKIR
BRAND EQUITY
(X1)
H1
HARGA H2 KEPUTUSAN
KOMPETIITF PEMBELIAN
(X2) (Y)
DAYA TARIK H3
PROMOSI
(X3)

Ekuitas merek yang kuat akan meningkatkan keinginan pelanggan


untuk membeli produk tersebut. Ketika suatu ekuitas merek dianggap lebih
kuat dibandingkan kompetitor, pelanggan akan lebih memilih produk
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu (Massie; 2013) bahwa
ekuitas merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian, begitu
juga pada penelitian Winatapradja (2013).
Harga yang kompetitif akan meningkatkan keinginan pelanggan untuk
membeli produk tersebut. Ketika suatu harga dianggap lebih terjangkau
dibandingkan kompetitor, pelanggan akan lebih memilih produk tersebut.
Berdasarkan penelitian terdahulu (Putri dan Ferdinand; 2016) bahwa harga
kompetitif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian, begitu juga
pada penelitian Reven dan Ferdinand (2017).
Daya tarik promosi yang menarik akan meningkatkan keinginan
pelanggan untuk membeli produk tersebut. Ketika suatu daya tarik promosi
dianggap lebih menarik dibandingkan kompetitor, pelanggan akan lebih
memilih produk tersebut. Berdasarkan penelitian terdahulu (Meiliani dan

222
Ferdinand; 2018) bahwa daya tarik promosi berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian, begitu juga pada penelitian Tampi dkk (2016), akan
tetapi berbeda dengan penelitian (Pratidina dan Soesanto; 2018) bahwa daya
tarik promosi tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian.

HASIL ANALISIS PAPER DAN PEMBAHASAN


Menurut penelitian sebelumnya, rata-rata untuk variabel brand equity
mereka menggunakan indikator yang meliputi indikator ingatan akan merek,
atribut produk, kualitas produk, dan komitemen, kemudian variabel harga
kompetitif yang meliputi harga sesuai daya beli, harga terjangkau, kesesuaian
harga dengan kualitas produk, dan kesesuaian harga dengan manfaat produk.
Selanjutnya variabel daya tarik promosi yang meliputi keunikan konsep,
atribut promosi menarik, promosi provokatif, dan keefektifan promosi
penjualan. Dan variabel keputusan pembelian yang meliputi mantap untuk
membeli, bersedia untuk membeli, dan bersedia menawarkan produk.
Temuan penelitian menurut teori Ferrinadewi (2008: 169) bahwa
keputusan pembelian didasarkan pada faktor-faktor yang menurut mereka
penting, semakin banyak faktor yang diniai penting maka merek tersebut
dapat dikatakkan sebagai merek yang bernilai. Hasil penelitian ini bertolak
belakang dengan penelitian Massie (2013) yang memperoleh hasil bahwa
variabel ekuitas merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keputusan pembelian. Begitu juga bertolak belakang dengan penelitian
Winatapradja (2013) yang memperoleh hasil bahwa variabel ekuitas merek
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.
Temuan penelitian menurut hasil penelitian Putri dan Ferdinand (2016)
yang memperoleh hasil bahwa variabel harga kompetitif memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Begitu juga sejalan dengan
penelitian Reven dan Soesanto (2017) yang memperoleh hasil bahwa variabel
harga kompetitif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pembelian.
Temuan penelitian menurut hasil penelitian Pratidina dan Soesanto
(2018) yang memperoleh hasil bahwa variabel daya tarik promosi tidak
signifikan terhadap keputusan pembelian. Namun bertolak belakamg dengan
hasil penelitian Meiliani dan Ferdinand (2015) yang memperoleh hasil bahwa
variabel daya tarik promosi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keputusan pembelian.
PENUTUP
Hasil paper ini merujuk pada relevansinya dengan hasil penelitian
terdahulu dan teori yang dikemukakan oleh para ahli manajemen pemasaran.
Peningkatan ekuitas merek agar produk kita dapat dikenal oleh pelanggan.
Harga kompetitif dapat memberikan harga sesuai dengan kualitas dan

223
manfaat sesuai harapan pelanggan. Daya tarik promosi yang gencar membuat
calon pelanggan tertarik pada produk yang ditawarkan. Dengan demikian,
dapat disimpulkan dari penjelasan implikasi teoritis di atas bahwa Adapun
kesimpulan yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah para UMKM bisa
memanfaatkan Brand equtiy terhadap keputusan pembelian produk,
menggunakan strategi harga kompetitif terhadap keputusan pembelian
produk, dan juga mengaplikasikan daya tarik promosi terhadap keputusan
pembelian produk. Implikasi manajerial dari hasil paper berdasarkan teori
yang dikembangkan, para UMKM dapat melakukan inovasi dalam
memasarkan merek produk mereka yang dipasarkan dengan membangun
merek produk. Melakukan penyesusaian dan evaluasi harga. Melakukan
promosi dengan memperkenalkan produk ke konsumen, membuat penawaran
promosi penjualan, dll. Saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah
UMKM harus memperhatikan harga kompetitif dan daya tarik promosi
bilamana supaya keputusan pembelian dapat terpenuhi dan akan berdampak
pada peningkatan keputusan pembelian.
REFERENSI
Abdullah, Thamrin, dan Francis Tantri. Manajemen Pemasaran, edisi pertama,
cetakan ketiga. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Chang, William. Metodologi Penulisan Ilmiah. Jakarta: Erlangga, 2014.
Ferrinadewi, Erna. Merek & Psikologi Konsumen, edisi pertama, cetakan
pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.
Mandey, Jilly Bernadette. “Promosi, Distribusi, Harga Pengaruhnya Terhadap
Keputusan Pembelian Rokok Surya Promild.” Jurnal EMBA, vol. 1, no. 4,
Desember 2013, hal. 95-104.
Massie, Philander V. “Ekuitas Merek Pengaruhnya Terhadap Keputusan
Pembelian XL Mobile Data Service Di Kota Manado.” Jurnal EMBA, vol. 1,
no. 4, Desember 2013, hal. 1474-1481.
Meiliani, Nita, Augusty Tae Ferdinand. “Analisis Pengaruh Daya Tarik Desain
Produk, Daya Tarik Promosi, Dan Persepsi Kualitas Terhadap Citra
Merek Serta Dampaknya Terhadap Minat Pembelian Konsumen.” Jurnal
Diponegoro, vol 5, no 1, 2015, hal 11-11.
Pratidina, Nissa Gin Ajeng, Harry Soesanto. “Pengaruh Gaya Hidup, Kualitas
Produk, Daya Tarik Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Tisu Tessa
Melalui Citra Merek.”Jurnal Diponegoro, vol 7, no 3, 2018, hal 1-11.
Putri, Adriana Lantika, Agusty Tae Ferdinand. “Analisis Pengaruh Citra Toko
Dan Harga Kompetitif Terhadap Keputusan Pembelian Pada Toko H.A
Laury Di Semarang.” Jurnal Diponegoro, vol. 5, no. 3, 2016, hal. 1-13.

224
Putri, Novya Kurnianing, Mudiantono.”Analisis Pengaruh Brand Aassociations,
Brand Awarness, Dan Brand Image Terhadap Loyalitas Merek Dengan
Ekuitas Merek Sebagai Variabel Intervening Pada Sepatu Olahraga Nike
Di Kota Semarang.” Jurnal Diponegoro, vol. 5, no. 1, 2016, hal 1-13.
Reven, Daniel, Agusty Tae Ferdinand. “Analisis Pengaruh Desain Produk,
Kualitas Produk, Harga Kompetitif, Dan Citra Merek Terhadap
Keputusan Pembelian.”Jurnal Diponegoro, vol. 6, no. 3, 2017, hal 1-13.
Setyowirasti, Astrini, Mudiantono. “Analisis Pengaruh Daya Tarik Iklan
Terhadap Keputusan Pembelian Melalui Efektibitas Iklan, Brand Equity
(Studi Pada Sabun Lux Di Area Semarang).” Jurnal diponegoro, vol. 5,
no. 2, 2016, hal 1-14.
Sudaryono. Manajemen Pemasaran, edisi pertama. Yogyakarta: C.V Andi
Offset, 2016.
Tampi & dkk. “Pengaruh Kualitas Produk, Harga, Dan Daya Tarik Iklan
Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Scoopy Pada PT.
Daya Adicipta Wisesa.” Jurnal EMBA, vol 4, no. 1, Maret 2016, hal. 990-
999.
Tjiptono, Fandy. Manajemen & Strategi Merek, edisi pertama. Yogyakarta: C.V
Andi Offset, 2011.
Wijaya, Mohammad H.P. “Promosi, Citra Merek, Dan Saluran Distribusi
Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Jasa Terminix Di Kota
Manado.”Jurnal EMBA, vol. 1, no. 1, Desember 2013, hal. 105-114.
Winatapradja, Nabila. “Ekuitas Merek Pengaruhnya Terhadap Keputusan
Pembelian Produk Donat J.CO Donuts & Coffee Di Manado Town
Square.” Jurnal EMBA, vol 1. No. 3, Juni 2013, hal. 958-968.
Weenas, Jackson R.S. “Kualitas Produk, Harga, Promosi Dan Kualitas
Pelayanan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Spring Bed
Comforta.”Jurnal EMBA, vol. 1, no. 4, Desember 2013, hal. 607-618.

225
Potensi Pemasaran Produk untuk Membantu
Meningkatkan Bisnis UMKM
(Khususnya tanamanan cabai)
Andriano Utoh
Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura, Jl. Jendral
Ahmad Yani Kota Pontianak
*Email : andrianoutoh3919@gmail.com

Abstrak
Inovasi atau reka baru dalam gaya pemasaran yang sekarang tidak asing lagi yaitu
menjual produk secara online apalagi ditengah pandemi saat ini. Banyak sekali
perusahaan tutup dikarenakan tidak mampu bertahan dalam situasi pandemi ini. Hal ini
juga dialami oleh bisnis-bisnis kecil seperti UMKM yang juga berjuang dalam
mempertahankan usahanya. Metode yang sudah sering digunakan seperti usaha-usaha
atau bisnis-bisnis lainnya pun hampir sama dalam memasarkan produknya yaitu dengan
mengiklankannya dalam internet.
Kata kunci: Inovasi, Pemasaran, UMKM

PENDAHULUAN
Pemasaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mempromosikan suatu produk atau layanan yang mereka punya. Dalam
pemasaran banyak sekali kendala, contohnya seperti sekarang ini, ditengah
pandemi banyak sekali perusahaan bangkrut dikarenakan tidak adanya
pemasukan/profit. Tapi sebagai manusia yang diberikan akal dan budi kita
harus bisa terus berinovasi walaupun terkena banyak sekali kendala. Memulai
dengan bisnis yang kecil-kecilan tidaklah menurunkan semangat berjuang kita
dalam berwirausaha. UMKM (usaha mikro kecil menegah) adalah solusi untuk
memulai usaha, intinya jangan pernah menyerah dan takut untuk gagal
walaupun mendapatkan hasil usaha yang kecil. Keberadaan UMKM tidak dapat
dihapuskan ataupun dihindarkan dari masyarakat bangsa saat ini. Karena
keberadaannya sangat bermanfaat dalam hal pendistribusian pendapatan
masyarakat. Selain itu juga mampu menciptakan kreatifitas yang sejalan dengan
usaha untuk mempertahankan dan mengembangkan unsur-unsur tradisi dan
kebudayaan masyarakat setempat. Pada sisi lain, UMKM mampu menyerap
tenaga kerja dalam skala yang besar mengingat jumlah penduduk Indonesia
yang besar sehingga hal ini dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dari
sinilah terlihat bahwa keberadaan UMKM yang bersifat padat karya,
menggunakan teknologi yang sederhana dan mudah dipahami mampu menjadi
sebuah wadah bagi masyarakat untuk bekerja (www. smecda.com).
Dari sinilah ketertarikan untuk meneliti UMKM di era pandemi muncul, yaitu
inovasi apa yang dapat membangun usaha-usaha kecil seperti UMKM ini.

226
Latar Belakang: ketertarikan dengan bisnis UMKM membuat saya ingin
melakukan penelitian Inovasi apa yang cocok untuk mengembang jenis usaha
ini.
Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Pada Bab I pasal 1 UU No 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), maka yang
dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah:
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau
Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha
Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan definisi di atas maka pada intinya Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah adalah suatu bentuk usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Inovasi disini ialah pemasaran cabai/cabe dalam kemasan yang lebih praktis
agar bisa langsung digunakan. Cabai adalah buah dan tumbuhan anggota genus
Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu,
tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat
populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Bagi seni masakan
Padang, cabai bahkan dianggap sebagai "bahan makanan pokok" ke sepuluh
(alih-alih sembilan). Sangat sulit bagi masakan Padang dibuat tanpa cabai.
(www.wikipedia.com)
Nah untuk itu cabai perlu adanya pengolahan supaya lebih tahan untuk
dipasarkan oleh sejumlah UMKM di zaman serba digital ini.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengutamakan penggunaan metode yang sesuai dengan pokok
permasalahan dalam penelitian yang dilakukan, agar diperoleh data yang
relevan untuk dibahas lebih lanjut. Penelitian ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai pengembangan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tanaman cabai. Pengembangan UMKM ini
adanya: inovasi hasil produksi, perluasan jaringan pemasaran, dan pengadaan

227
sarana dan prasarana produksi. Kendala dalam pengembangan UMKM ini adalah
kurangnya modal, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya akses
pemasaran produk.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan menurut
Miles dan Huberman (1984) dalam Suprayogo dan Tobroni (2001, h. 192):
1. Pengumpulan data, adalah proses mengumpulkan data digunakan untuk
mendukung hasil penelitian.
2. Reduksi data adalah proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan.
3. Penyajian data adalah kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam
bentuk teks
naratif yang dibantu dengan metrik, grafik, jaringan, tabel, dan bagan yang
bertujuan untuk mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang
diperoleh.
4. Penarikan kesimpulan adalah mencari arti, pola-pola, penjelasan, konfigurasi
yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan kesimpulan
dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang
pada catatan-catatan lapangan sehingga datadata yang ada teruji validasinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Potensi Pemasaran Produk untuk Membantu Meningkatkan Bisnis UMKM
(khususnya tanaman cabai)
Cabai
UMKM merupakan suatu usaha yang potensial bagi perkembangan
perekenomian di Indonesia sehingga dalam pelaksanaannya perlu dioptimalkan
dan digali kembali potensi-potensi yang ada untuk peningkatan pembangunan
ekonomi masyarakat. Pengembangan ini tentu saja akan lebih berkembang
dengan baik dengan adanya dukungan dari pemerintah dalam memberikan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan sebagai penunjang pelaksanaan dan kemajuan
usaha yang dijalankan agar dapat menghasilkan kualitas produksi yang baik
sehingga dapat bersaing dengan pasar internasional. Hal ini sesuai seperti yang
diungkapkan oleh PBB dalam (Luz. A. Einsiedel, 1968, h. 9), bahwa: masyarakat,
merupakan suatu "proses" dimana usaha-usaha atau potensi-potensi yang
dimiliki masyarakat diintegrasikan dengan sumber daya yang dimiliki
pemerintah, untuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan, dan
mengintegrasikan masyarakat di dalam konteks kehidupan berbangsa, serta
memberdayakan mereka agar mampu memberikan kontribusi secara penuh
untuk mencapai kemajuan pada level nasional.
1. Pengembangan secara internal dari kelompok UMKM Khususnya tanaman
cabai. Adapun Potensi pengembangan UMKM tanaman cabai yang dilakukan
pengusaha adalah:

228
A. Pengadaan Permodalan
B. Inovasi hasil produksi
C. Perluasan jaringan pemasaran
D. Pengadaan saran dan prasarana produksi.
E. Pengadaan pembinaan dan pelatihan.

TABEL:
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Nomor Jenis Jumlah
Kelamin
1 Laki-laki 6
2 Permpuan 4
Sumber: - (2020)

GAMBAR:

pelatih
an dan
pembi
naan
kinerja

Hasil

Gambar 1. Kerangka konseptual


Sumber: UMKMm desa (tanaman cabai) (2020)

SIMPULAN
Pengembangan Potensi pemasaran produk untuk membantu UMKM (tanaman
cabai)
a. Pengadaan permodalan, mayoritas pengusaha tanaman cabai memulai
usahanya menggunakan modal dengan tabungan sendiri.
b. Inovasi hasil produksi, untuk menarik daya minat masyarakat sebagai
konsumen pengusaha tanaman cabai telah melakukan inovasi terhadap hasil
produksinya.
c. Perluasan jaringan pemasaran telah menggunakan internet untuk hasil
produksinya berbekal pelatihan dan pembinaan yang didapatkan.
d. Pengadaan sarana dan prasarana yang dilakukan kelompok UMKM tanaman
cabai ini yaitu dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada.

229
REFERENSI
Einsiedel, Luz, A. (1968) Success and Failure of some Community Development
in Batanggas.
University of the Philippines. A Community Development Research Counsiel
Publication.
Hafsah, M. Jafar. (2004) Upaya Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah
(UKM). Diakses pada
tanggal 3 April 2013 pukul 22.15 WIB dari www.smecda.com.
Keban, Yaremis T. (2008) Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep
Teori dan Isu, Jakarta. Gavamedia.
Pemerintah Kota (2011) Profil Kota Malang. Diakses pada tanggal 9 April 2013
pukul 15.02 WIB dari www.malangkota.go.id.
Suharto, Edi (2009) Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis.
Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial. Bandung, PT Refika
Aditama.
Suprayogo, Imam, dan Tobroni (2001) Metodologi Penelitian Sosial-Agama.
Bandung, Remaja Rosdakarya.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.

230
Analisis Strategi Pemasaran Pada Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) Pada Era Digital
Riska Julia Sari
Universitas Tanjungpura
Pontianak – Indonesia
*Email: riskajuliasari13@gmail.com

Abstrak
Perkembangan teknologi dan persaingan usaha yang semakin tinggi membuat para pelaku
Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM) harus memiliki strategi pemasaran yang baik
untuk tetap dapat bersaing dengan para kompetitornya. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui stratgi pemasaran yang dilakukan oleh UMKM dalam menghadapi persaingan
di era digital. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
melalui wawancara secara terstruktur dengan para pelaku atau top level management
UMKM. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa untuk industri kuliner, fashion, serta tour
and travel, mereka memberikan nilai tambah dan diferensiasi pada produk dan layanan
yang diberikan, sedangkan dalam sisi harga, mereka menerapkan harga yang kompetitif
dan bersaing. Berbeda dengan industri trading, mereka lebih banyak menggunakan strategi
harga yang bersaing dan kompetitif, selain itu mereka juga memiliki pasar sasaran yang
cenderung mengarah pada niche market agar produk mereka dapat diterima oleh pasar.
Penerapan teknologi juga lebih banyak digunakan pada industri kuliner, fashion, serta tour
and travel melalui website dan media sosial untuk menjalin hubungan baik dan
berkomunikasi dengan para konsumen serta audiences.
Kata Kunci: Strategi Pemasaran, Bauran Pemasaran, UMKM

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang cepat membuat para pelaku usaha juga harus
cepat untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut, salah satu bentuk
teknologi yang banyak dimanfaatkan oleh orang adalah media sosial. Indonesia
merupakan salah satu negara dengan tingkat pengguna media sosial terbesar di
dunia, berdasarkan data wearesocial.com (2018) menyebutkan bahwa jumlah
pengguna media sosial aktif di Indonesia pada tahun Januari 2018 adalah sebanyak
130 juta orang dengan tingkat penetrasi sebesar 49% atau tumbuh sebesar 23%
apabila dibandingkan dengan Januari 2017, untuk jenis media sosial yang banyak
diakses di Indonesia adalah Youtube (43%), Facebook (41%), Whatsapp (40%), dan
Instagram (38%). Dengan melihat fenoma dan peluang tersebut, maka saat ini
banyak sekali UMKM yang telah memanfaatkan media sosial dalam strategi
pemasaran dan bauran pemasaran pada usaha yang mereka jalankan. Berdasarkan
hasil penelitian UKM di Amerika Serikat dan Turki menunjukan bahwa media sosial
saat ini sudah banyak digunakan sebagai alat dalam strategi pemasaran untuk
menciptakan value pada pelanggan (Oztamur dan Karakadilar, 2014).
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah sektor UMKM yang besar,
terhitung jumlah pelaku UMKM yang tercatat dalam data Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah adalah sebanyak 59,69 juta, UMKM juga merupakan
salah satu penopang ekonomi Indonesia dimana sektor tersebut memiliki kontribusi
sebesar 62.57% t e r h a d a p P D B p a d a tahun 2016 (industri.bisnis.com, 2018).

231
Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Davis, Hills, dan LaForge (1985)
menyebutkan bahwa sektor UMKM memiliki tiga peran yang signifikan dalam
kontribusi terhadap Pendapatan Nasional Bruto ( PNB), penyerapan tenaga
kerja, dan inovasi.
Pemasaran adalah salah satu bagian penting dalam menjalankan suatu usaha.
Perlu adanya pengelolaan yang baik agar usaha tersebut dapat tumbuh
berkembang lebih baik dan mampu bersaing dengan para pesaingnya. Salah satu
elemen yang penting dalam pemasaran adalah strategi pemasaran dan bauran
pemasaran (marketing mix). Strategi pemasaran diperlukan agar segmen pasar,
penentuan pasar sasaran, dan penentuan posisi pasar dapat dengan tepat
dipilih. Website dan media sosial telah memberikan banyak peluang bagi para pelaku
UKM untuk dapat mengembangkan pasar mereka terutama dalam hal promosi
untuk menarik sasaran pasar yang mereka tuju, hal lainnya yang membuat para
pelaku UMKM memasarkan produk dan jasa mereka melalui website dan media
sosial adalah karena tingkat entry barriers yang rendah sehingga mereka dapat
dengan mudah memasarkan produk dan jasa mereka pada website dan media
sosial tersebut (Oztamur dan Karakadilar, 2014). Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Davis, Hills, dan LaForge (1985) menunjukkan bahwa para pelaku
UMKM memiliki kecenderungan meng- gunakan pilihan strategi yang lebih sedikit
dibandingkan dengan perusahaan besar, pelaku UMKM juga cenderung untuk
memilih fokus strategi yang berbeda dibandingkan perusahaan besar meskipun
keduanya menghadapi kondisi pasar yang sama. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Knight (2000) menunjukkan bahwa globalisasi memiliki dampak dan tekanan
yang signifikan bagi sektor UMKM sehingga para pelaku UMKM tersebut harus
dapat menerapkan penggunaan teknologi yang tepat guna dan sesuai bagi usaha
yang mereka jalankan sehingga mereka mampu bersaing secara efektif atau
mengeluarkan produk baru mereka yang lebih memuaskan kebutuhan konsumen
mereka dibandingkan dengan produk sejenis di pasar.

Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi serta menganalisis strategi pemasaran
dan bauran pemasaran yang digunakan oleh para pelaku UMKM dalam era digital,
khususnya dengan banyaknya jumlah pengguna media sosial di Indonesia.

Pernyataan Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi dan menganalisis strategi pemasaran serta bauran pemasaran yang
digunakan oleh para pelaku UMKM dalam era digital.

Dasar Hukum Usaha Mikro


Banyak orang mengira, usaha mikro yang umum kita temui seperti pedagang

232
kaki lima tidak memiliki hukum yang mengatur keberadaanya. Padahal, usaha mikro
memiliki dasar hukum yakni Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah. Dalam UU ini, telah diatur semua mulai dari kriteria,
aspek perizinan serta bagaimana peran serta pemerintah pusat dan daerah dalam
pemberdayaan usaha mikro.
Bahkan, pada pasal 13 ayat 1 (a) dalam UU No. 20 Tahun 2008 disebutkan,
pemerintah berkewajiban menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi
pemberian lokasi di pasar, sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi yang wajar
bagi pedagang kaki lima dan lokasi lainnya.
Selain itu, ada juga pasal-pasal yang menyebutkan bahwa pemerintah perlu
memberikan kemudahan akses pembiayaan bagi usaha mikro serta membebaskan
biaya perizinan untuk usaha mikro. Ini artinya, usaha mikro bukan merupakan anak
tiri dalam perekonomian Indonesia. Bahkan faktanya, usaha mikro merupakan salah
satu tulang punggung perekonomian.
Usaha mikro secara nyata membuktikan mampu menyerap tenaga kerja
yang tidak tertampung di sektor lain. Penyerapannya pun cukup besar yakni
mencapai 97%. Selain itu, Kementerian Koordinator Perekonomian juga mencatat
peran usaha mikro terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 60,34%.

Perizinan Usaha Mikro


Usaha mikro sebagai entitas bisnis tentu memiliki perizinan meski bentuk
badan usahanya adalah usaha perorangan. Cuma, yang membedakan dengan jenis
usaha lainnya (PT misalnya) adalah bentuk dan mekanisme perizinannya yang
berbeda.
Jika badan usaha menengah hingga besar diharuskan memiliki Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP), yang merupakan ketentuan perizinan yang diwajibkan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag), maka usaha mikro
memiliki bentuk perizinan lain, yakni Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK).
IUMK memiliki dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil.
IUMK ini kemudian diperkuat dengan Nota Kesepahaman antara Menteri
Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan UKM dan Menteri Perdagangan Nomor
503/555/SJ Nomor 03/KB/M.KUKM/I/2015 dan Nota Kesepahaman Nomor 72/M-
DAG/MOU/I/2015 Tentang Pembinaan Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil.
Adanya nota kesepahaman dikarenakan perizinan untuk usaha mikro dan kecil
sangat berhubungan erat dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Kemenkop-UKM).
Ada pula aturan-aturan yang kemudian dibuat untuk meningkatkan hubungan
antar lembaga, seperti Perjanjian Kerjasama antara Direktorat Jenderal Bina
Pembangunan Daerah, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Deputi
Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kemenkop-UKM, Direktur Utama
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan Asippindo.
Miliar rupiah.

Berikut ini adalah list beberapa UU dan Peraturan tentang UKM


- UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

233
- PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
- PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
- Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
- Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan
Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah
atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
- Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan
Menengah
- Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
- Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara
- Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
tentu saja disamping undang-undang tersebut diatas, UMKM masih diatur
dengan bermacam peraturan daerah yang berkaitan dengan proses produksi,
tempat usaha, dan lain-lainnya. Peraturan daerah mungkin berbeda di suatu
propinsi dengan propinsi lainnya.

2. Definisi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan definisi mengenai Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah merujuk pada Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah sebagai berikut:

Usaha Mikro
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria kelompok usaha
mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
Usaha Kecil
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Kriteria kelompok Usaha Kecil adalah
sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s
a m p a i d e n g a n p a l i n g b a n y a k Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima

234
ratus juta rupiah).
Usaha Menengah
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Kriteria
kelompok Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s
a m p a i d e n g a n p a l i n g b a n y a k Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh milyar rupiah).
Karakteristik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia dengan Bank Indonesia di tahun 2015, terdapat beberapa karakteristik
yang khas dari usaha UMKM ini, berikut adalah beberapa karakteristik khas
tersebut:
a. Kualitas produk atau jasa belum terstandar, hal ini disebabkan karena
sebagian UMKM memiliki kemampuan teknologi yang belum memadai serta
sebagian besar produk atau jasa yang dihasilkan masih handmade.
b. Desain produk yang terbatas, hal ini dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan
pengalaman UMKM terhadap produk atau jasa mereka. Mayoritas UMKM bekerja
sesuai dengan permintaan pelanggannya sehingga belum berani untuk mencoba
berkreasi dengan desain baru.
c. Jenis produk atau jasa yang dihasilkan ma
d. sih terbatas, umumnya UMKM hanya memproduksi beberapa jenis produk atau
jasa saja. Apabila terdapat permintaan untuk model baru, mereka cenderung
mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan tersebut, jikapun diterima,
maka akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memenuhi permintaan
tersebut.
e. Kapasitas dan daftar harga produk yang terbatas, UMKM cenderung mengalami
kesulitan dalam hal menetapkan kapasitas produksi dan harga bagi produk atau
jasa mereka.
f. Bahan baku kurang terstandar, hal ini dipengaruhi oleh sumber bahan baku yang
berasal dari berbagai sumber yang berbeda-beda, maka hal ini tentu akan juga
berpengaruh pada hasil produk yang dihasilkan.
g. Keberlangsungan produk yang tidak terjamin dan kurang sempurna, hal ini
dikarenakan umumnya produksi UMKM masih belum teratur sehingga akan
berpengaruh pada produk yang dihasilkan juga masih terkesan apa adanya.
Strategi Pemasaran

235
Strategi pemasaran akan melibatkan dua hal penting pertama adalah
konsumen seperti apakah yang akan perusahaan layani, dalam hal ini perusahaan
harus menentukan segmentasi pasar dan pasar sasaran yang akan dilayani,
kemudian yang kedua adalah bagai- mana cara perusahaan menciptakan value
untuk sasaran pasar tersebut, dalam ini perusahaan harus dapat menentukan
diferen- siasi dan positioning mereka bagi konsumen (Kotler dan Armstrong, 2014).
Perumusan strategi adalah proses didalam level organisasi dengan meng-
gabungkan berbagai jenis aktivitas proses bisnis untuk dapat memformulasikan
misi dan tujuan strategis perusahaan. Aktivitas proses bisnis tersebut juga
termasuk proses analisis, perencanaan, dan pengambilan keputusan, dan
manajemen yang keseluruhan aspek tersebut akan banyak dipengaruhi oleh
budaya dan sistem nilai yang terdapat di dalam organisasi tersebut. (Miller dan
Friesen, 1984; Porter, 1980).
Dalam menentukan strategi pemasaran, kita harus dapat menentukan
konsumen manakah yang dapat kita layani dan penuhi kebutuhannya dengan
baik serta cara perusahaan untuk menginformasikan value mereka ke konsumen
tersebut. Proses ini dapat dijabarkan dalam kaitannya dengan penentuan
segmentasi pasar, penentuan pasar sasaran, penentuan posisi pasar, dan diferen-
siasi perusahaan (Kotler dan Armstrong, 2014).

Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar adalah mengelom- pokkan pasar dalam kategori konsumen
yang berbeda-beda dengan memperhatikan kebutuhan, karakteristik, atau
perilaku yang mungkin memerlukan produk atau program pemasaran yang
terpisah. Pengelompokan tersebut dapat dilakukan dengan melihat faktor geografi,
demografi, psikografi, dan perilaku.

Penentuan Pasar Sasaran (Targeting)


Penentuan pasar sasaran adalah kegiatan atau aktivitas mengevaluasi dan
mengukur daya tarik setiap segmen pasar yang telah dilakukan oleh perusahaan
kemudian memilih satu atau beberapa segmen untuk masuk ke dalam segmen
pasar tersebut. Dalam hal penentuan pasar sasaran, terlebih dahulu harus
memperhatikan tiga faktor (Umar, 2001):
1. Ukuran dan tingkat pertumbuhan segmen pasar
2. Tingkat daya tarik pada segmen pasar
3. Sasaran dan sumberdaya
Penentuan Posisi Pasar (Positioning)
Penentuan posisi pasar adalah aktivitas pengelolaan yang dilakukan oleh
perusahaan tentang bagaimana suatu produk dapat dikomunikasi secara jelas
(clear), khas (distinctive), dan lebih diminati (desirable) dibandingkan dengan
produk pesaing dalam benak pasar sasaran (target market) sehingga perusahaan
juga dapat membangun kepercayaan dan keyakinan bagi pelanggan.
Diferensiasi
Diferensiasi pada dasarnya adalah value dan keunggulan kompetitif yang

236
membedakan produk atau jasa kita diban- dingkan dengan pesaing yang bertujuan
untuk menciptakan nilai pelanggan yang superior.
Bauran Pemasaran
Konsep bauran pemasaran telah banyak dikembangkan oleh peneliti. Salah satu
yang mengenalkan konsep ini pertama kali adalah Neil H. Borden tahun 1964 yang
mengemuka- kan bahwa terdapat 12 elemen pemasaran yang dapat dikelola oleh
perusahaan agar operasional perusahaan menjadi meng- untungkan, kemudian
konsep ini dikembang- kan oleh Jerome McCarthy pada tahun 1964 menjadi 4
elemen, yakni product, price, promotion, dan place (Constantinides, 2006).
Penjelasan mengenai 4 elemen ini adalah sebagai berikut (Kotler dan Armstrong,
2014):
a. Produk adalah kombinasi dari produk dan jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan kepada pasar sasaran. Hal yang terkait dengan produk antara
lain adalah variasi produk atau jasa, kualitas, desain, fitur, nama merk dari
produk atau jasa, kemasan, serta layanan.
b. Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk
mem- peroleh produk atau jasa. Beberapa hal yang terkait dengan harga
adalah diskon, waktu pembayaran, syarat kredit, dan daftar harga.
c. Promosi adalah aktivitas perusahaan yang mengkomunikasikan
kelebihan dan manfaat produk atau jasa dengan tujuan untuk mengajak
pasar sasaran membeli produk atau jasa tersebut. Beberapa hal yang
terkait dengan promosi adalah iklan, promo penjualan, hubungan
masyarakat, dan personalselling.
d. Tempat adalah seluruh aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang
membuat produk atau jasanya tersedia di pasar sesuai dengan pasar
sasaran perusahaan tersebut. Beberapa hal yang terkait dengan tempat
adalah jaringan distribusi, jangkauan pemasaran, lokasi, persediaan,
logistik dan transportasi.
Era Internet
Era internet atau dikenal juga dengan world wide web (WWW) atau yang
sering juga disebut juga web telah lama dikenalkan dan berkembang sangat pesat.
Evolusi tentang web ini sendiri saat ini telah masuk ke dalam web 4.0. Studi mengenai
perkem- bangan web ini juga telah dilakukan oleh Aghaei et al (2012), web 1.0
mayoritas adalah read-only dan web statis, fitur yang terdapat dalam web 1.0 serupa
dengan koran, orang hanya dapat membaca informasi dan terdapat kontak yang
dapat dihubungi jika mereka memerlukan informasi lebih lanjut. Web 2.0
diperkenalkan sekitar tahun 2004, pada web 2.0, fiturnya tidak hanya read-only
tetapi juga menyediakan read-write web, dengan adanya fitur ini, maka users dapat
berkontribusi, berkolaborasi serta membuat interaksi menjadi content provider
pada web tersebut. Contoh dari web 2.0 adalah blogs, really simple syndication
(RSS), wikis, dan mashups. Web 3.0 mulai dikembangkan sejak tahun 2006, web 3.0

237
ini juga dikenal sebagai web semantic, adalah web yang dapat perform dengan
pendekatan yang dapat dipelajari oleh manusia dan juga mesin. Dan terakhir adalah
web 4.0 yang biasa disebut juga symbiotic web, sesuai dengan namanya, symbiotic
web adalah hubungan simbiosis antara manusia dan mesin, oleh karena itu, mesin
memungkinkan membaca konten dari web dan memberikan respon serta dapat
melakukan tindakan dan memutuskan hal apa yang harus didahulukan terlebih
dahulu berdasarkan kualitas dan kinerjanya.
Perkembangan Media Sosial
Salah satu pemanfaatan teknologi yang saat ini banyak digunakan adalah
media sosial. Menurut Turban et al (2016) Media sosial dapat didefinisikan sebagai
teks online, gambar, suara, dan konten video yang diciptakan oleh manusia dengan
mengguna- kan platform web 2.0 dan alat bantu untuk dapat berinteraksi serta
berkomunikasi, pada umumnya digunakan untuk membagikan pendapat,
pengalaman, pandangan, dan persepsi. Sedangkan Kaplan dan Haenlein (2010)
mendefinisikan media sosial sebagai group dari aplikasi berbasis internet yang
dibuat dengan berlandaskan ideologi dan teknologi dari web 2.0 dimana memung-
kinkan untuk melakukan kreasi dan bertukar konten antar penggunanya.
Berdasarkan data yang tercatat dari wearesocial.com, di Negara Indonesia pada
Bulan Januari 2018, terdapat 132.7 Juta orang yang mengakses internet dengan
pengguna media sosial aktif sebanyak 130 juta orang. Jenis media sosial yang paling
banyak diakses adalah youtube (43%), facebook (41%), whatsapp (40%),
instagram (38%), dan line (33%).
Penelitian Sebelumnya
Beberapa studi yang pernah dilakukan terkait dengan strategi pemasaran
untuk para pelaku UMKM telah banyak dilakukan, seperti yang dilakukan oleh
Fiorito dan Laforge (1986) pada sektor retailers kecil yang bergerak di bidang
apparel menunjukkan bahwa setiap retailers harus memiliki posisi pasar dan
diferensiasi yang kuat dan signifikan dibandingkan dengan retailers lainnya.
Strategi yang dapat digunakan oleh retailers tersebut terbagi kedalam dua tipe,
yakni:
1) Inter-Type Competition, jika perusahaan menggunakan tipe strategi ini, maka
perusahaan harus mampu menunjukkan spesialisasi atau ciri khas dan fokus bisnis
mereka serta memberikan value added yang lebih baik dibandingkan dengan
retailers lain yang juga menawarkan produk yang sama, sehingga mereka mampu
bersaing dengan discount store dan department store dengan menjadi specialty
stores dan
2) Intra-Type Competition, jika perusahaan menggunakan tipe ini maka retailers
tersebut harus mampu menunjukkan diferensiasinya dibandingkan dengan
retailers sejenis, dalam studi tersebut menunjukkan bahwa retailers yang meng-
gunakan strategi ini melalui luas area dan lokasi toko, sedangkan retailers lainnya
yang memiliki luas area toko yang lebih kecil menggunakan pendekatan personal
selling bagi pelanggannya.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Wibowo et al (2015) tentang
penerapan strategi pemasaran pada sektor UMKM dengan mengambil studi kasus
pada Batik Diajeng Solo menunjukkan bahwa dengan strategi pemasaran yang

238
tepat, yakni dengan memilih segmentasi pasar terfokus pada konsumen organisasi,
institusi, dan komunitas dan posisi pasar sebagai produk yang berkualitas dan
dapat sesuai dengan pesanan konsumen (custom) serta mengguna- kan kombinasi
bauran pemasaran yang sesuai, seperti perhitungan biaya yang tepat dan sesuai,
saluran distribusi baik langsung maupun tidak langsung, termasuk saluran
distribusi online maka diperoleh kinerja produk Batik Diajeng Solo yang meningkat
sebesar 9.1% di tahun 2013 dan 59% di tahun 2014.
Studi lain yang dilakukan oleh Knight (2000) menunjukkan bahwa strategi
pemasaran memiliki peran yang penting bagi perusahaan untuk membantu
menerapkan taktik agar menjadi perusahaan yang sukses. Hasil dari penelitian itu
juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara strategi pemasaran
dengan penerapan teknologi dan penerimaan terhadap kondisi global. Studi
lainnya yang dilakukan oleh Pelham dan Wilson (1995) mengutarakan bahwa
strategi pemasaran dapat menjadi kerangka acuan untuk penetapan tujuan,
pembuatan keputusan, dan tindakan bagi perusahaan skala mikro, kecil, dan
menengah.
Terkait dengan pemanfaatan teknologi bagi pelaku UMKM, studi yang
dilakukan oleh Dahnil et al (2014) menyebutkan bahwa meskipun banyak para
pelaku UMKM menghadapi tantangan dalam menerapkan teknologi, namun media
sosial telah banyak membantu mereka dalam hal meningkatkan kinerja bisnis
perusahaan terutama dalam kaitannya dengan menambah jalur pemasaran dan
membangun hubungan baik dengan konsumen. Studi lainnya dilakukan oleh
Ahmad et al (2017) terkait pemanfaatan dengan teknologi, dalam hal ini adalah
media sosial, banyak pelaku UMKM dapat meningkatkan potensi penjualannya
dengan menggunakan media sosial melalui pem- buatan konten pemasaran yang
baik di media sosial, karena dengan konten pemasaran yang baik maka dapat
meningkatkan brand awareness dan experience serta konsumen juga dapat
berikteraksi dan teredukasi merek pelaku UMKM tersebut.

METODE PENELITIAN
Studi ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode
kualitatif yang dilakukan adalah menggunakan teknik terstruktur, dengan
melakukan wawancara dengan top level management atau pemilik di perusahaan
berskala UMKM. Hal yang ditanyakan kepada responden adalah hal yang terkait
dengan strategi pemasaran dan penerapan dari strategi pemasaran tersebut.
Analisis data yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian deskriptif, menurut
Sekaran dan Bougie (2016) tujuan dari studi deskriptif adalah untuk
mendeskripsikan karakteristik dari suatu objek, fenomena, atau kejadian tertentu.
Menurut Sekaran dan Bougie (2016), Data dapat dibedakan dalam dua tipe,
pertama adalah data primer, kedua adalah data sekunder. Data primer adalah data
yang data yang diperoleh langsung dari tangan pertama oleh peneliti untuk tujuan
tertentu, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh oleh orang atau
lembaga lain yang digunakan untuk tujuan tertentu. Dalam studi ini, peneliti
menggunakan data primer beserta data sekunder. Data primer yang digunakan

239
adalah dengan melakukan wawancara terstruktur kepada para top management
atau pemilik UMKM dan untuk data sekunder, peneliti menggunakan data yang
relevan sesuai dengan tujuan studi seperti media online, lembaga pemerintahan,
textbooks, dan jurnal.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Strategi pemasaran yang dilakukan oleh para penggiat UMKM tergolong unik
sesuai dengan hasil dari analisis segmentasi pasar, penentuan pasar sasaran, posisi
pasar, dan diferensiasi yang diterapkan di perusahaan. Para penggiat UMKM ini
sepakat bahwa kondisi persaingan saat ini sudah semakin ketat sehingga mereka
harus menggunakan strategi pemasaran yang tepat bagi usaha yang mereka
lakukan. Untuk industri kuliner, fashion, serta tour and travel, secara umum mereka
memberikan nilai tambah dan diferensiasi pada produk dan layanan yang
diberikan kepada para pelanggan mereka dibandingkan dengan para pesaingnya,
sedangkan dalam sisi harga, mereka juga tetap memperhatikan harga yang
ditawarkan oleh kompetitor, sehingga harga yang mereka tawarkan pun tetap
kompetitif dan bersaing. Berbeda dengan industri trading, mereka lebih banyak
menggunakan strategi harga yang bersaing dan kompetitif dibandingkan dengan
para pesaingnya untuk dapat merebut pangsa pasar di area mereka, selain itu mereka
juga memiliki pasar sasaran yang cenderung mengarah pada niche market agar
produk mereka dapat diterima oleh pasar. Sehingga apabila dideskripsikan pada
strategi bisnis yang mengacu pada porter's generic strategies, industri kuliner,
fashion, serta tour and travel cenderung menggunakan strategi focus differensiasi
sedangkan untuk industri trading lebih menggunakan focus low cost strategy
dalam bersaing untuk merebut pangsa pasar.
Dalam hal bauran pemasaran, meskipun produk yang dijual relatif sama
dengan yang dijual oleh pesaing mereka, tetapi karena mereka mengedepankan nilai
tambah dan diferensiasi maka mereka dapat memberikan produk yang tepat, harga
yang layak serta bersaing, pemilihan saluran distribusi yang sesuai, serta pemilihan
media promosi yang efektif bagi para pelanggan mereka sehingga kepuasan dan
loyalitas pelanggan dapat tercapai.
Penggunaan teknologi dalam hal ini adalah website dan media sosial telah
banyak digunakan terutama pada industri kuliner, fashion, serta tour and travel. Hal
ini berbeda dengan industri trading, dimana mereka lebih mengedepankan hubungan
baik dengan para pelanggannya yang mayoritas adalah jaringan distribusi mereka
seperti distributor atau agen. Bagi para penggiat UMKM, peran dari website dan
media sosial ini adalah sebagai sarana mereka untuk menjalin hubungan dengan
para pelanggan, mengetahui pendapat dan saran pelanggan terhadap produk kita,
sebagai media promosi yang dianggap efektif, serta dapat melakukan pengembangan
produk sesuai dengan keinginan pasar.
Hal ini mendukung dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mohd
Irwan Dahnil et al (2014) yang melakukan penelitian pada usaha kecil dan menengah

240
di Negara Malaysia, berdasarkan studi tersebut para pelaku usaha kecil dan
menengah yang menggunakan media sosial sebagai bagian dari aktivitas
pemasaran seperti strategi komunikasi pemasaran dan menilai media sosial
adalah salah satu jaringan yang menjanjikan untuk membangun komunikasi bisnis
dengan para pelanggan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Nory Jones et al (2015)
dengan objek penelitian pada UMKM menemukan bahwa peran dari media sosial
bagi pelaku UMKM adalah berikut :
(1) meningkatkan pengenalan dan rasa ingin tahu konsumen
(2) meningkatkan hubungan baik dengan konsumen
(3) dapat meningkatkan jumlah konsumen baru
(4) meningkatkan kemampuan untuk menjangkau konsumen dalam skala global
(5) menambah jalur promosi bagi bisnis lokal untuk meningkatkan citra UMKM.
Damian Ryan (2014) juga menyebutkan beberapa manfaat menjalin
hubungan dekat dengan pelanggan, yakni:
1. mendapatkan update informasi dari pelanggan,
2. meningkatkan reputasi profil media sosial perusahaan,
3. menambah sumber informasi selain dari media offline yang dapat digunakan
sebagai studi pasar,
4. dapat mempengaruhi influencers untuk ikut pula mempengaruhi para
followers-nya sehingga produk kita dapat citra yang baik dan positif.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan studi yang dilakukan, dalam hal penerapan strategi
pemasaran, secara umum terbagi kedalam dua cluster, untuk industri kuliner,
fashion, serta tour and travel adalah menggunakan strategi dengan penekanan
pada memberikan nilai tambah dan diferensiasi pada produk dan layanan yang
terbagi bagi para pelanggan mereka dibandingkan dengan para pesaing- nya,
dalam sisi harga, mereka juga memberikan harga yang kompetitif dan bersaing
dibandingkan dengan kompetitor. Untuk industri trading, strategi yang mereka
gunakan adalah dengan memberikan harga yang bersaing dan kompetitif
dibandingkan dengan para pesaingnya untuk merebut pangsa pasar, selain itu
mereka juga memiliki pasar sasaran yang cenderung mengarah pada niche market.
Dalam hal penerapan teknologi, industri kuliner, fashion, serta tour and travel
lebih banyak menggunakan website dan media sosial sebagai sarana untuk
promosi yang efektif, berkomunikasi dengan para pelanggan, mengetahui pendapat
dan mendapatkan saran dari pelanggan terhadap produk kita, serta dapat
melakukan pengem- bangan produk sesuai dengan keinginan pasar. Sedangkan
pada industri trading, lebih banyak membangun hubungan baik dengan jaringan
distribusi mereka.

241
REFERENSI
Ahgaei, S., Nematbakhsh, M. A., & Farsani, H. K. (2012). Evolution of the World Wide
Web: From 1.0 to Web 4.0. International Journal of Web & Semantic Technology,
3 (1), 1-10.
Ahmad, Nur Syakirah., Saridan Abu Bakar., & Rosidah Musa. (2017). Exploring the
Roles of Social Media Content Marketing (SMCM) Towards Return on Investment
(ROI): A Conceptual Paper. Pertanika J. Soc. Sci. Hum, 25 (S) Feb 2017, pp. 261-
268.
Berawi, Abdur Rohim Boy., Wawan Rusiawan., Slamet Aji Pamungkas., et al. (2017).
Data Statistik Ekonomi Kreatif: Kerja sama Badan Ekonomi Kreatif dan Badan
Pusat Statistik. Badan Ekonomi Kreatif.
Dahnil, M. I., Marzuki, K. M., Langgat, J., & Fabeil, N. F. ( 2014). Factors Influencing
SMEs Adoption of Social Media Marketing. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 148, pp. 119-126.
Fiorito, Susan S. dan Raymond W. LaForge. (1986). A Marketing Strategy Analysis of
Small Retailers. American Journal of Small Business. Vol. 10 (4) pp. 7-17.
Jones, Nory., Richard Borgman, dan Ebru Ulusoy. (2015). Impact of social media on
small businesses. Journal of Small Business and Enterprise Development. Vol. 22
(4). pp. 611-632
Knight, Gary. (2000). Entrepreneurship and Marketing Strategy: The SME Under
Globalization. Journal of International Marketing. Vol. 8 (2) pp. 12-32.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. (2014). Principles of Marketing 15 Edition.
Pearson Education Limited.
LPPI dan Bank Indonesia. (2015). Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM).
Miller, D. dan P. Friesen. (1984). Organizations: A Quantum View. Englewood Cliffs,
NJ: Prentice Hall.
Pelham, A. dan D. Wilson. (1995). “Does Market Orientation Matter for Small Firms?”
Working Paper No. 95-102. Cambridge, MA: Marketing Science Institute.
Ryan, Damian. (2014). Understanding Digital Marketing: Marketing Strategies for
Engaging the Digital Generation. 3 Edition. Kogan Page Limited. London.
Sekaran, U., & Bougie, R. (2013). Research Methods for Business: A Skill Building
Approach. 6 Edition. John Wiley & Sons Ltd. United Kingdom.
Turban, Efraim., Judy Strauss, & Linda Lai (2016). Social Commerce: Marketing,
Technology, and Management . Springer Texts in Business and Economics. New
York.
Wearesocial. (2018). Indonesia Digital Landscape: Januari 2018.

242
Wibowo, Dimas H., Zainul Arifin, dan Sunarti. (2015). Analisis Strategi Pemasaran
Untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM (Studi Pada Batik Diajeng Solo). Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 29 (1) pp. 59-66

243
STRATEGI PEMASARAN UMKM SALAD MERTUA PONTIANAK
DI MASA PANDEMIC COVID-19
Razkia Ananda Pratiwi, Nicky Aprita Syahrani
Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak
Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat
*razkiananda@gmail.com , nikiaprita3@gmail.com

Abstrak
Kegiatan usaha saat ini mengalami tantangan yang berat, salah satunya UMKM.
Perubahan perilaku dan peraturan pemerintah menyebabkan tingkat penjualan UMKM
menurun. Untuk tetap bertahan di masa pendemi ini UMKM melakukan berbagai cara
untuk mempertahankan usahanya seperti melakukan strategi pemasaran. Salah satu
UMKM di Kota Pontianak yang terkena dampak pendemi ini yaitu Salad Mertua yang
menjual makanan sehat juga mengalami penurunan penjualan. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis strategi pemasaran yang dilakukan Salad Mertua guna
mempertahankan bisnisnya di masa pendemi ini. Hasil penelitian ini mengungkapan
bahwa promosi yang dilakukan dengan cara give away di media social dan menawarkan
produk baru berpengaruh untuk meningkatkan penjaualan salad mertua.
Kata kunci : Pandemi, Covid-19,UMKM,Strategi Pemasaran

PENDAHULUAN
Sejak munculnya pandemic covid-19 di Indonesia pada pertengahan bulan
maret 2020, pola kehidupan masyarakat mulai mengalami perubahan yang
cukup signifikan, terutama di sektor perekonomian. Sebagian masyarakat
Indonesia mengalami perubahan perilaku konsumen. Tak sedikit perusahaan di
Indonesia yang mengalami penurunan penjualan. Pandemi ini juga berdampak
besar kepada UMKM yang ada di Kota Pontianak. UMKM adalah usaha
perdagangan yang dikelola oleh perorangan ataupun badan usaha dan sesuai
dengan kriteria usaha dalam lingkup kecil atau juga mikro. Untuk
mempertahankan kelangsungan hidup bisnis yang dijalani, setiap pelaku bisnis
dengan gencar melakukan promosi demi menarik minat beli konsumen,salah
satunya yaitu Salad Mertua. Salad Mertua adalah sebuah UMKM yang menjual
produk cemilan dan minuman yang menggunakan buah sebagai bahan utama.
Salad mertua sudah digemari oleh banyak konsumen sejak pertama kali dibuka.
Akan tetapi di masa pandemi ini, sejak diberlakukannya pembatasan sosial,
membuat daya beli masyarakat menjadi lemah dan menyebabkan tingkat
penjualan mengalami penurunan. Sebagai bentuk upaya bertahan, Salad Mertua
menerapkan berbagai strategi penjualan guna mempertahankan kelangsungan
bisnis.
PENELITIAN TERDAHULU
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdurrahman Firdaus Thaha
dari Universitas Hasanuddin dengan judul “Dampak Covid-19 terhadap UMKM
di Indonesia” menjelaskan bahwa,dengan masa pandemi COVID-19 yang tidak
ada kepastian kapan akan berakhirnya pandemi ini, maka UMKM selaku entitas
bisnis harus dapat mengelola manajemen business cycle dengan memperhatikan

244
kategori jenis bisnisnya pada 4 siklus bisnis, 1.Puncak Siklus (Kemakmuran) 2.
Resesi (Kemerosotan ), 3. Palung (Depresi Paling Parah) 4.Pemulihan (Ekspansi)
yang dapat menggambarkan klasifikasi jenis bisnis dengan bidang usaha atau
peluang usaha masa covid -19, dengan mengelola manajemen business cycle
dengan baik dan perubahan bisnis model dan transformasi digital dengan
menyesuaikan kondisi pandemi COVID-19 ini maka diharapkan strategi
perusahaan UMKM dapat berhasil mengatasi tantangan yang ada. Akhir kata,
sinergi antara kebijakan makro pemerintah dengan kebijakan mikro perusahaan
diharapkan dapat membantu UMKM dalam mengatasi tantangan menghadapi
krisis pandemi COVID-19 ini.

GAP ANALYSIS
 Melakukan strategi penjualan dengan menciptakan produk baru dengan
varian rasa yang berbeda.
 Mengkampanyekan khasiat buah-buahan yang terkandung pada produk
melalui media sosial.
 Menyelenggarakan ajang giveaway yang merupakan sebuah kegiatan
yang menghadiahkan secara gratis kepada siapapun dengan produk
yang dijadikan oleh sponsor, akan tetapi peserta harus memenuhi semua
persyaratan untuk mendapatkan hadiah gratis. Dengan persyaratan
melakukan pembelian minimal Rp. 50.000,00- dengan tujuan
meningkatkan minat beli ulang konsumen.

KAJIAN LITERATUR
a. Pandemi Covid-19
Pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit koronavirus
2019 (bahasa Inggris: coronavirus disease 2019, singkatan dari COVID-19) di
seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi
nama SARS-CoV-2.Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, Tiongkok pada tanggal 1 Desember 2019, dan ditetapkan
sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret
2020. Hingga 17 September 2020, lebih dari 29.864.555 orang kasus telah
dilaporkan lebih dari 210 negara dan wilayah seluruh dunia, mengakibatkan
lebih dari 940.651 orang meninggal dunia dan lebih dari 20.317.519 orang
sembuh.

b. UMKM
Menurut Rudjito, pengertian UMKM adalah usaha yang punya peranan
penting dalam perekonomian negara Indonesia, baik dari sisi lapangan kerja
yang tercipta maupun dari sisi jumlah usahanya. Menurut Ina Primiana,
pengertian UMKM adalah pengembangan empat kegiatan ekonomi utama yang

245
menjadi motor penggerak pembangunan Indonesia, yaitu ; Industri manufaktur,
Agribisnis, Bisnis kelautan dan Sumber daya manusia.

c. Strategi Pemasaran
Menurut Philip Kotler, pengertian strategi pemasaran adalah suatu mindset
pemasaran yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pemasaran, dimana di
dalamnya terdapat strategi rinci mengenai pasar sasaran, penetapan posisi,
bauran pemasaran, dan budget untuk pemasaran. Menurut Tjiptono, pengertian
strategi pemasaran adalah alat fundamental yang dirancang untuk mencapai
tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan daya saing yang
berkesinambungan melewati pasar yang dimasuki, dan progam pemasaran yang
digunakan untuk melayani pasar target tersebut baik dan perubahan bisnis
model dan transformasi digital dengan menyesuaikan kondisi pandemi COVID-
19 ini maka diharapkan strategi perusahaan UMKM dapat berhasil mengatasi
tantangan yang ada. Akhir kata, sinergi antara kebijakan makro pemerintah
dengan kebijakan mikro perusahaan diharapkan dapat membantu UMKM dalam
mengatasi tantangan menghadapi krisis pandemi COVID-19 ini.
HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, dapat diuraikan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
H1 : Strategi Pemasaran berpengaruh terhadap tingkat penjualan Salad Mertua
di masa pandemi covid-19

HASIL DAN PEMBAHASAN


Unit analisis dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha UMKM di wilayah
Kota Pontianak,Kalimantan Barat. UMKM diwakili oleh satu responden yang
menjadi pemegang kendali atau yang mewakilinya. Dengan memperhatikan
situasi wilayah yang belum normal penuh karena adanya wabah, dan
mempertimbangan tujuan penelitian ; maka sampel penelitian ditetapkan
peneliti dengan menggambungkan teknik purposive sampling dan accidental
sampling (Scheaffer,1995). Untuk menggali data tentang berbagai variabel yang
dikaji digunakan angket model Likert skala 5, yang meminta responden untuk
menyatakan tingkat persetujuaannya terhadap berbagai pernyataan yang telah
dikembangkan peneliti berdasarkan indikator dari tiap variabel. Sebelum
disebarkan kepada responden secara online dengan menggunakan fasilitas
google drive, angket yang dikembangkan peneliti terlebih dahulu diuji validitas
dan reliabilitasnya dengan perangkat lunak SPSS. Masing-masing indikator
diwakili satu pernyataan angket yang memiliki koefisien validitas paling tinggi.
Ada pun penjabaran variabel penelitian kedalam berbagai indikator beserta
penjabarannya disajikan pada tabel 1.

No Variabel Indikator Penjabaran Indikator Penelitian


Terdahulu

246
1 Strategi Product Product Agus Prianto (2020)
Pemasar
Price Meciptakan berbagai varian produk
an
guna menarik perhatian konsumen.
Promotion Kusumaastust(2020)

Place
Price
(Laurahardilawati,20
Memberikan penawaran harga yang 20)
sesuai dengan target pasar sasaran

Promotion

Melakukan promosi secara gencar


melalui media social Instagram

Place

Membuka cabang gerai dengan memilih


lokasi yang cukup strategis, yaitu di Jl.
Gusti Hamzah yang terletak di tengah
Kota Pontianak.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pandemi covid-19 sebagai salah satu kejadian yang keberadaannya berada
di lingkungan eksternal (external environment) relatif tidak terkontrol
(uncontrollable) atau diluar kendali perusahaan. Dampak langsung yang
berpengaruh pada entitas bisnis berkaitan dengan aktivitas bisnis secara
konvensional dalam bidang pemasaran, keuangan, sumber daya manusia dan
operasional. Sebagian perusahaan yang memperhatikan trend pasar dan inovasi
produk berupaya menyesuaikan dengan aplikasi online.
Dampak pandemi covid19 dirasakan langsung oleh keberlangsungan bisnis
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam penurunan produktivitasnya.

Gambar 3. Penurunan Penjualan UMKM Imbas Pandemi Covid-19


sumber: Asosiasi Business Development Services Indonesia, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), 13 April 2020

Berdasarkan hasil survei, sebanyak 36,7% responden mengaku tidak


ada penjualan. Selanjutnya sebanyak 26% responden mengaku terdapat
penurunan lebih dari 60%. Di sisi lain, hanya 3,6% yang mengalami
kenaikan penjualan. Berdasarkan pengaduan melalui call center dan

247
Whatsapp mulai 17 Maret hingga 13 April 2020, KemenKopUKM telah
menerima aduan dari pelaku UMKM diketahui bahwa kendala terbesar yang
dikeluhkan sebanyak 56% adalah menurunnya penjualan atau permintaan
pasar. Faktor dominan kedua terkait dengan permodalan sebanyak 22%.
Selain itu distribusi dan operasional sebanyak 15% disamping terhambatnya
bahan baku dan produksi.

Tabel 1. Karakteristik Responden


Nomor Jenis Jumlah
Kelamin
1 Laki-laki 35
2 Perempuan 65

Sampel diambil berdasarkan pengalaman membeli produk salad


mertua selama masa pandemic covid-19.
Gambar 1. Kerangka Konseptual

Strategi Tingkat
Pemasaran Penjualan

REFERENSI
Kusumastuti, A. D. (2020). PENGARUH PANDEMI COVID-19 TERHADAP
EKSISTENSI BISNIS UMKM DALAM MEMPERTAHANKAN BUSINESS
CONTINUITY MANAGEMENT (BCM).
Jurnal Administrasi Bisnis Fisipol Unmul, 8(3), 224-232
laura Hardilawati, W. (2020). Strategi Bertahan UMKM di Tengah Pandemi
Covid-19. Jurnal Akuntansi dan Ekonomika, 10(1), 89-98.
Sarmigi, E. (2020). ANALISIS PENGARUH COVID-19 TERHADAP
PERKEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN KERINCI. AL DZAHAB ISLAMIC
ECONOMY JOURNAL, 1(1), 1-17.

248
ANALISIS PELUANG PENGEMBANGAN DAN TANTANGAN
PADA UMKM AMPERA PRODUCTION SEBAGAI PRODUSEN
COKELAT OLAHAN DI KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT
Alda Saviera Maulina, Athariahiyaza Hasrinand, Himmatul Uyuni
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tangjungpura Pontianak

Abstrak

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki potensi yang besar untuk
memajukan perekonomian di Indonesia. Keberlangsungan UMKM bergantung pada
pendapatan UMKM itu sendiri dan pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan
ekonomi, terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus meningkat setiap
tahunnya. Pemberdayaan UMKM lebih diperhatikan pemerintah, karena sebagian besar
UMKM memiliki tanggung jawab yang besar terutama pada aspek manajerial. Produksi
ampera Kubu Raya yang menjadi objek penelitian ini adalah Produsen olahan cokelat di
Kubu Raya Kalimantan Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi
karakteristik Ampera Production, (2) mengidentifikasi Strengts, Weaknesses,
Opportunities, dan Threaths dari Ampera Production, (3) melakukan pengembangan
strategi untuk meningkatkan kapabilitas Ampera Production. Metode penelitian dengan
observasi, Focus Group Discussion (FGD), dan wawancara.
Kata kunci: Kata Kunci:: Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), Analisis SWOT,
Pengembangan Strategi

PENDAHULUAN
 Latar Belakang
UMKM atau yang sering disebut dengan usaha mikro, kecil, dan
menengah mempunyai peran yang sangat penting dalam memajukan
dan mendorong perokonomian suatu negara. Bagi Indonesia sendiri
UMKM mempunyai peran yang sangat penting dalam mendorong
pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Dengan, adanya UMKM di
Indonesia dapat mengurangi pengangguran yang diakibatkan tidak
terserapnya angkatan kerja dalam dunia kerja. UMKM mempunyai peran
yang sangat signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional, hal ini
terlihat dari kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu UMKM yang
mempunyai peran sangat penting dalam perekonomian Indonesia yaitu
UMKM kuliner. Menurut artikel presidenri.go.id terdapat 56 juta pelaku
UMKM dan 70% diataraya UMKM kuliner. UMKM kuliner ini berpotensi
menjadi penggerak perokonomian Indonesia. UMKM kuliner mempunyai
peran penting dalam perekonomian karena UMKM kuliner ini dapat
mengatasi pengangguran. UMKM kuliner merupakan bisnis yang tidak
akan pernah mati. UMKM kuliner terus berkembang pesat seiring
permintaan konsumen yang terus bertambah dan kebutuhan konsumen
yang beraneka ragam. UMKM kuliner yang tidak dapat terpisahakan dari

249
pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia. Semakin banyak pelaku
UMKM kuliner di Kota-kota di Indonesia dan salah satunya Kota Kubu
Raya menyebabkan tingkat persaingan semakin tinggi antar pelaku
UMKM ini yakni persaingan dalam menarik dan menjaga konsumen.
Pelaku bisnis menyadari, jumlah penduduk yang tinggi merupakan
peluang besar untuk membuka usaha yang bergerak dibidang makanan.
Dengan tingginya pelaku bsinis kuliner, membuat para pebisnis kuliner
bersaing ketat. Ketatnya bisnis kuliner ini, menuntut para pelaku
binisnya bisa Lebih kreatif dan inovatif. Selain inovatif dan kreatif,
pemasaran yang baik juga Dibutuhkan dalam dunia usaha agar dapat
bersaing. Sesuai dengan pernyataan Zimmerer et al. (2002) “perusahaan
yang memperhatikan dan melayani Kebutuhan konsumennya akan lebih
berhasil dibanding perusahaan yang Mengabaikannya.” Namun, “pada
umumnya pemasaran merupakan salah satu Masalah yang dihadapi oleh
UMKM di negara-negara berkembang (Aziz 2009)”. Oleh karenanya
diperlukan pemasaran yang tepat untuk UMKM.Berdasarkan uraian
diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“ANALISIS PELUANG PENGEMBANGAN DAN TANTANGAN PADA UMKM
AMPERA PRODUCTION SEBAGAI PRODUSEN COKELAT OLAHAN DI
KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT”
 Rumusan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah
dalam penelitian ini dilakukan pada produsen coklat bar yaitu Ampera
Production. Adapun masalah yang dicoba untuk dijawab pada penelitian
ini, yaitu :
1. Bagaimana kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang
didapat Ampera Production dalam usahanya?
2. Strategi pengembangan usaha seperti apa yang dapat diterapkan
oleh Ampera Production?
 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian berdasarkan uraian rumusan masalah di atas
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa saja kekuatan, kelemahan, peluang serta
ancaman yang dialami atau didapat oleh Ampera Production pada
usaha produksi coklat bar ini.
2. Untuk mengetahui strategi pengembangan usaha seperti apa yang
diterapkan pada usaha produksi coklat milik Ampera Production.
 Manfaat Penelitian
Berkenaan dengan tujuan penelitian di atas, pada penelitian ini
manfaat yang hendak dicapai di akhir kegiatan penelitian ini, yaitu :
1. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menjawab permasalahan bagaimana
tantangan yang dialami serta peluang yang didapat oleh UMKM

250
kuliner di Indonesia khususnya pada produsen coklat bar Ampera
Production di Kubu Raya
2. Bagi Pelaku UMKM
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan acuan bagi pihak
penjual dalam menjalankan praktek manajemen sehingga penelitian
berikutnya dapat lebih mendalam tentang strategi untuk
meningkatkan pengembangan usaha
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan
pengetahuan serta sebagai bahan rujukan dan tambahan pustaka
dalam penelitian selanjutnya dalam bidang manajemen pemasaran
yang berkaitan dengan strategi pengembangan untuk UMKM.

METODE PENELITIAN
 Bentuk Penelitian
Berdasarkan metode yang digunakan dalam melakukan
penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.
Penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang atau perilaku yang dapat diamat Penelitian ini juga
dikembangkan dengan menggunakan pendekatan kajian literature atau
studi putaka. Pendekatan teori/konsep dilakukan dengan merujuk dari
beberapa sumber, seperti buku, jurnal ilmiah, dan internet. Semua
uraian gagasan yang ada digabungkan dalam satu susunan kerangka
pemikiran.
 Data
1. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data primer
dan sumber data sekunder. Data primer berupa data yang dapat
memberikan informasi secara langsung mengenai segala hal yang
berkaitan dengan obyek penelitian. Data primer diperoleh dari
jawaban narasumber terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti
melalui pertanyaan yang diajukan yang kemudian menjadi sampel
penelitian.
Sedangkan sumber data sekunder mengacu pada informasi
yang dikumpulkan oleh seseorang, dan bukan peneliti yang
melakukan studi mutakhir (Sekaran, 2006). Data sekunder diperoleh
dari jurnal, skripsi, buku kepustakaan, dan literatur yang diakses
melalui internet, penelusuran dokumen, ataupun publikasi

251
informasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data primer
dan sekunder. Data-data tersebut diperoleh melalui :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh
peneliti melalui sumbernya dengan melakukan penelitian ke
objek yang diteliti.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan untuk data
pendukung dan penunjang dalam penelitian. Data sekunder
diperoleh dari buku-buku, jurnal, internet dan bahan pustaka
lainnya.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan
cara tanya jawab secara langsung mengenai gambaran umum
dan masalah yang berhubungan dengan pokok masalah
penelitian kepada narasumber. Dalam penelitian ini narasumber
nya adalah pemilik dari Ampera Production itu sendiri
b. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu dengan mengolah data yang telah diperoleh
dan menyesuaikan literatur yang didapat.
c. Group Discussion (FGD)
Diskusi yang penulis dan narasumber yang dilakukan untuk
mendukung penyusunan analisis SWOT

HASIL DAN PEMBAHASAN


 Gambaran Umum Usaha Philip Chocolate
Philip Chocolate merupakan suatu produk cokelat olahan yang
dihasilkan dari produsen UMKM Ampera Production di mana rumah
produksi berada di Jalan Ampera Kubu Raya, Kalimantan Barat. Awal
mula berdirinya usaha ini merupakan ide dari seseorang bernama Philip
Arief Martanto. Menurutnya hasil cokelat di dunia begitu banyak, lalu
produksi kakao di Indonesia juga banyak, namun produksi cokelat di
Kalimantan terutama di Kalimantan Barat masih sedikit, sehingga
peluang ini begitu besar di pontianak sebagai market pertama sehingga
berdirilah rumah produksi ini pada bulan Juli tahun 2019 silam.
Produk Philip Chocolate sendiri saat ini sudah banyak tersedia di
supermarket yang ada di daerah Kubu Raya, Pontianak dan sekitrnya.
Tidak hanya secara offline produk Philip Chocolate ini pun dipasarkan
melalui media online seperti Instagram mau pun platform jual beli

252
online yang ada di Indonesia, jadi produk ini bisa dibeli dan mudah
dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia namun untuk target
pasarnya saat ini Philip Chocolate masih menarget sebagian besar
seluruh masyarakat yang ada di Kalimantan Barat serta menjadikan
produk ini sebagai cokelat khasnya Kalimantan Barat dan tentu tidak
perlu dikhawatarikannya lagi cokelat ini telah mengantongi sertifikat
halal dari Majelis Ulama Indonesia dan terdapat nomor P-IRT.
Bisa dipastikan produk dari Ampera Production memiliki mutu
yang terjamin serta mampu bersaing dengan brand-brand cokelat
lainnya yang sudah ada terlebih dahulu. Sepanjang pertengahan tahun
2019 hingga 2020 Ampera Production telah menjualkan produknya
dalam bentuk cokelat batangan dalam kemasan sebanyak lebih dari
2.500 kemasan.
 Analisis SWOT
Penelitian ini mencoba menggali Kekuatan, Kelemahan, Peluang,
serta Ancaman dari Philip Chocolate:
Faktor Kekuatan (Strength)
1. Bahan baku menggunakan kualitas terbaik. Pemilik memastikan
bahwa bahan baku yang mereka gunakan kualitasnya terbaik.
Dengan bahan baku yanh berkualitas hasil yang didapat juga
akan berkualitas
2. Memiliki produk yang sangat berkualitas. Kualitas produk sangat
berpengaruh dalam kegiatan usaha yang dilakukan, dari hasil
wawancara dengan responden bahwa dalam memproduksi
cokelat pasta kualitas sangat diperhatikan oleh Philip Chocolate
dengan memperhatikan kualitas bahan-bahan yang digunakan
serta selalu menjaga cita rasa yang dihasilkan.
3. Kemasaran yang digunakan menampilkan betapa premium nya
produk ini sehingga siapa saja yang melihat akan mengetahui
bahwa produk tersebut berkualitas
Faktor Kelemahan (Weakness)
1. Masyarakat di Kubu Raya dan sekitarnya masih belum banyak
yang mengetahui produk ini sehingga perlu strategi pemasaran
yang lebih lagi
2. Bahan baku yang digunakan tidak banyak tersedia dan coklat
berkualitas termasuk bahan yang susah dicari
3. Karena kualitas dari bahan yang susah dicari menyebabkan
harga produk sedikit lebih mahal karena produk ini belum
banyak beredar di pasar.
4. Kurang promosi dan karena dijadikan oleh-oleh khas Kubu
Raya menyebabkan harus bersaing dengan olahan oleh-oleh
yang lebih dikenal oleh masyarakat
Faktor Peluang (Opportunities)

253
1. Tidak memiliki pesaing yang sejenis di Kota Kubu Raya
2. Memiliki potensi pasar yang luas untuk menjadi oleh-oleh khas
Kubu Raya
3. Pemerintah dapat membantu untuk memperluas jangkauan
pemasaran produk coklat ini dan menjadikan produk ini menjadi
komoditi unggulan
4. Coklat digemari oleh semua masyarakat jadi peluang konsumen
akan produk ini juga luas
Faktor Ancaman (Threat)
1. Banyak coklat pabrikan yang dipasarkan dan mudah ditemukan
secara komersil dan sudah dikenal lama oleh masyarakat
2. Produksi yang dihasilkan masih terbatas
3. Harga yang sedikit lebih mahal dari produk coklat yang lainnya
4. Muncul pesaing yang hadir dengan inovasi yang sama dan harga
yang mereka tawarkan lebih murah.
5. Coklat digemari oleh semua masyarakat jadi peluang konsumen
akan produk ini juga.
 Strategi
Berdasarkan analisis SWOT yang telah dijabarkan sebelumnya
maka dapat dimunculkan beberapa strategi pengembangan usaha yang
bisa dilakukan oleh Ampera Production dan institusi pendamping
(Pemerintah, BUMN, Perusahaan Swasta, dan Perguruan Tinggi):
Strategi Pengembangan yang bisa dilakukan Ampera Production:
a. Memperluas jaringan relasi pemasaran.
b. Membuat toko online diberbagai portal bisnis online
c. Mengalokasikan dana membuat katalog dan sampel produk
baru.
d. Mengoptimalkan bahan baku yang digunakan dan
menghasilkan produk yang terjangkau
e. Sering mengikuti berbagai pameran atau festival-festival.
f. Selain memasarkan lewat online, produk dapat dititipkan
kepada gerai-gerai yang menyediakan oleh-oleh atau
ketempat yang menjadi destinasi keluarga atau masyarakat
umum
Strategi Pengembangan yang bisa dilakukan institusi
pendamping:
a. Membantu pihak Ampera Production membuka jalur
distribusi yang baru.
b. Memfasilitasi promosi bersama dengan mengadakan
pameran.
c. Menyelenggarakan pelatihan berkala dan berkesinambungan
tentang : kewirausahaan, manajemen persediaan, branding
dan desain produk.

254
d. Memfasilitasi pengembangan produk baru.

KESIMPULAN DAN SARAN


 Kesimpulan
Ampera Production merupakan UMKM yanh telah terdaftar sebagai
UMKM di Kubu Raya dan telah mendapatkan sertifikat halal untuk produk
coklat nya dan telah memiliki brand tersendiri yaitu Philip Chocolate yang
merupakan coklat bar dengan tambahan kacang didalamnya.
Faktor yang menjadi peluang pemasaran Ampera Production adalah
karena ia menjadi satu-satunya produsen coklat bar yang ada di Kubu Raya.
Dengan kualitas yang baik pastinya produk ini akan cepat diterima
masyarakat luas dan menjadi pemimpin pada industri ini.
Faktor tantangan yang dialami oleh Ampera Production pada
produksi coklat bar nya yang bernama Philip Chocolate ini adalah masih
oleh-oleh khas Kubu Raya ini masih beluk dikenal oleh masyarakat luas.
Perlu promosi yang lebih untuk meningkatkan penjualan dan mengenalkan
produk ke masyarakat. Harga yanh relatif mahal juga menjadi alasan belum
banyak yang mengkonsumsi coklat bar ini karena harus bersaing dengan
coklat pabrikan yang dijual hampir disetiap toko dan harganya jauh lebih
murah.
Adapun strategi pengembangan usaha yang bisa dilakukan adalah:
a. Memperluas jaringan relasi pemasaran.
b. Membuat toko online diberbagai portal bisnis online
c. Mengalokasikan dana membuat katalog dan sampel produk baru.
d. Mengoptimalkan bahan baku yang digunakan dan menghasilkan
produk yang terjangkau
e. Sering mengikuti berbagai pameran atau festival-festival.
f. Selain memasarkan lewat online, produk dapat dititipkan kepada
gerai-gerai yang menyediakan oleh-oleh atau ketempat yang
menjadi destinasi keluarga atau masyarakat umum

Strategi Pengembangan yang bisa dilakukan institusi pendamping:


a. Membantu pihak Ampera Production membuka jalur distribusi
yang baru.
b. Memfasilitasi promosi bersama dengan mengadakan pameran.
c. Menyelenggarakan pelatihan berkala dan berkesinambungan
tentang: kewirausahaan, manajemen persediaan, branding
d. dan desain produk.
e. Memfasilitasi pengembangan produk baru.
 Saran
a. Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Kubu Raya hendaknya
memberikan perhatian terhadap pengembangan UMKM di Kubu
Raya. Jika usaha tersebut mampu berkembang dengan baik, maka

255
akan menajdi meningkatkan pendapatan daerah bagi pemerintah
setempat, disamping itu mampu menyerap tenaga kerja sehingga
mampu meningkatkan perekonomian setempat.
b. Pola pendampingan baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta
ataupun institusi pendidikan tidak cukup lagi sekedar memberi
bantuan dana tanpa program pendampingan yang terukur dan
berkelanjutan.

REFERENSI
JURNAL: Ria Satyarini dan Maulidi Palesangi, 2012, ANALISIS PELUANG DAN
TANTANGAN PADA PAGUYUBAN CAHAYA TERANG SEBAGAI UKM
PENGRAJIN KULIT DI SUKAREGANG GARUT, 16, 2, Halaman awal
JURNAL: Risdayani, 2016, STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA COKELAT PASTA
PADA INDUSTRI RUMAH COKELAT DI KOTA PALU, 361-368, 4 (3),
Halaman awal
Iswahyudi, Analisa SWOT dari Coklat Monggo dan Cokodot,
http://suduhira.blogspot.com/2016/03/analisa-swot.html?m=1

256
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SIOMAY BABE
(STUDI KASUS SIOMAY BABE DI DESA DURIAN KABUPATEN SAMBAS)
Dewantara1, Gerry Hartanto2
Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec.
Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124
*Email : dewantara@student.untan.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji masalah yang terjadi serta bagaimana
strategi pengembangan pada usaha Siomay Babe di Desa Durian, Kecamatan
Sambas. Metode penelitian menggunakan dua metode, yaitu metode survei dan
metode studi kasus. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
SWOT. Berdasarkan hasil penelitian maka masalah yang dialami adalah kecilnya
tempat produksi, dan banyaknya saingan. Rekomendasi strategi pengembangan
usaha Siomay Babe adalah meningkatkan jumlah produksi siomay dengan
memaksimalkan tenaga kerja yang ada, membuat tempat produksi baru yang
lebih besar, dan meningkatkan sosialisasi promosi melalui berbagai media
sosial lainnya untuk menarik pelanggan.
Kata kunci: strategi pengembangan usaha, siomay babe

PENDAHULUAN
Tahun 2020 menjadi tahun yang mengerikan bagi seluruh dunia, hal ini dikarenakan
adanya masalah mengenai covid-19 yang terjadi diseluruh belahan dunia. Hal ini
juga memberikan dampak ke sisi ekonomi di semua negara termasuk di Indonesia
juga mengalami kekacauan ekonomi. Banyak perusahaan-perusahaan besar
maupun toko-toko yang terpaksa tutup karena berkurangnya niat beli masyarakat
terhadap barang-barang yang bukan primer guna untuk bertahan hidup selama
masa pandemi ini. Namun ada hal menarik mengenai usaha siomay Babe yang
berada di kota Sambas walaupun saat pandemi tetapi tetap masih bisa berjalan
tentunya dengan strategi seperti delivery atau pemesanan secara online. Sambas
adalah Kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan
langsung dengan Malaysia. Yang memiliki potensi perikanan yang sangat melimpah.
Hal ini membuat Sambas menjadi salah satu daerah yang memiliki potensi untuk
mengembangkan usaha di bidang kuliner. Salah satu olahan yang menarik dari hasil
laut yaitu siomay dari ikan tenggiri. Siomay merupakan makanan yang sering di
jajakan di pinggiran jalan dan tempat-tempat keramaian. Selain harganya yang
terjangkau sehingga bisa di nikmati oleh semua kalangan, rasanya pun tidak kalah
enaknya dengan makanan-makanan lain. Siomay dengan memakai bahan baku
utama yang segar dan penyajian yang belum pernah di produksi oleh penjual-
penjual siomay lain, menambah daya tarik tersendiri dan mempunyai peluang untuk
mendapatkan laba yang cukup menguntungkan. Siomay babe adalah jenis makanan
yang dibuat dari adonan ikan tenggiri yang telah dihaluskan dan tepung tapioka
dicampur bumbu-bumbu dan bahan penyedap yang kemudian dibungkus dengan
kulit pangsit, kulit pangsit adalah adonan telur dan tepung terigu, berbentuk kotak
atau bundar, yang kemudian difungsikan sebagai pembungkus adonan yang lain.

257
Selain itu terdapat pula kentang, sayur kol, dan telur rebus dalam satu porsi siomay
tersebut. siomay dapat dikonsumsi secara langsung ataupun dicocol dengan saus
sambalnya. Cara penyajiannya pun dengan cara dikukus kemudian diberi kuah
kacang yang telah diracik. Dengan mulai beroperasinya usaha siomay babe pada
tanggal 12 juli 2020. Sejalan berjalanannya waktu ternyata siomay babe mendapat
tempat tersendiri dihati masyarakat. Usahanya terus berkembang. Pengembangan
suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha atau wirausaha yang
membutuhkan padangan kedepan, motivasi dan kreativitas (Anoraga, 2007). Jika
hal ini dapat dilakukan oleh setiap wirausaha, maka besarlah harapan untuk dapat
menjadikan usaha yang semula kecil menjadi skala menengah bahkan menjadi
sebuah usaha besar. Strategi pengembangan usaha sangat penting dalam
menjalankan suatu usaha demi untuk meningkatkan perkembangan usaha dari kecil
sehingga menjadi besar . Tujuan dalam penelitian ini adalah mengkaji masalah yang
terjadi dalam usaha siomay babe, dan rekomendasi strategi pengembangan pada
usaha siomay babe.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan november 2020, bertempat di Dusun Tunas
Baru, Desa Durian, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, pada usaha Siomay
Babe. Pemilihan lokasi penelitian atas pertimbangan bahwa usaha Siomay Babe saat
ini cukup berkembang di Kabupaten Sambas.Teknik penarikan sampel pada
penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode survei dan metode studi
kasus. Metode survei yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan
informasi, dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden.
Menurut Wiratna (2015) bahwa dalam penelitian survei digunakan untuk meneliti
gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Penggalian data dapat melalui
kuesioner dan wawancara. Pengumpulan data jika menggunakan kuesioner, dibuat
sejumlah pertanyaan untuk diisi oleh responden. Wawancara dapat dilakukan
dengan cara tanya jawab secara langsung. Sedangkan metode studi kasus adalah
suatu metode penelitian yang menggali informasi yang bersumber dari suatu kasus
tertentu yang terjadi didalam perusahaan yang mana informasinya dapat diambil
dari orang yang mengetahui kasus yang terjadi tersebut. Menurut Nazir (2000)
metode studi kasus adalah penelitian tentang status penelitian yang berkenaan
dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuanya yaitu
memberikan gambaran secara terperinci mengenai latar belakang, sifat-sifat serta
karakter-karakter yang jelas dari kasus ataupun status individu yang kemudian sifat
khas tersebut dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Metode studi kasus, satuan
kasusnya adalah “Usaha Siomay Babe”.
Tahapan dalam proses pengumpulan data adalah pertama dengan menggunakan
metode observasi atau pengamatan, dilakukan untuk mengamati secara langsung
keadaan internal dan eksternal usaha siomay babe, kedua yaitu dengan
menggunakan teknik wawancara yaitu dengan metode angket berupa daftar
pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk menggali data sesuai dengan
data penelitian, dan yang terakhir dokumentasi yaitu data yang didapat dari

258
dokumen seperti data statistik, penelitian terdahulu dan lain sebagainya yang dapat
menunjang pada penelitian ini. Dalam mendukung penelitian, maka jenis data yang
digunakan yaitu data kualitatif. Data kualitatif merupakan data hasil penelitian yang
lebih berkenan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan dilapangan
(Sugiyono, 2014). Meliputi data kualitatif antara lain profil lokasi penelitian yang
diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan tetap mengikuti protokol
kesehatan yang berlaku.
Analisis kualitatif dilakukan dengan melakukan analisis secara deskriptif terhadap
aspek teknis produksi, lingkungan pengembangan suatu usaha. Analisis deskiptif
dilakukan untuk menggambarkan secara keseluruhan suatu usaha termasuk kondisi
lingkungan internal dan eksternal yang sedang dialami oleh suatu usaha. Dalam
mempermudah perumusan alternatif strategi dan strategi yang paling baik bagi
pengembangan usaha siomay babe dapat diketahui dengan menggunakan analisis
SWOT, oleh karena itu analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan identifikasi bersifat
sistematik dari faktor-faktor (internal) kekuatan dan kelemahan organisasi, peluang
dan ancaman lingkungan luar (eksternal), serta strategi yang menyajikan kombinasi
terbaik diantara kesempatannya (Rangkuti, 2005). Analisis SWOT didasarkan pada
logika yang memaksimalkan Strength dan Opportunity, namun secara bersamaan
dapat meminimalkan Weakness dan Threath.
Berkenaan penjelasan mangenai analisis SWOT sebagaimana terungkap diatas, kita
akan mengkaji penentuan pilihan melalui matriks kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman (strength, weakness, opportunity, dan treath matrix). Melalui alat
bantu ini suatu perusahaan dapat juga memandang kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman sebagai suatu kesatuan yang integral dalam perumusan strategi.
Dengan menyusun alternatif strategi kedalam tabel sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1 Diagram Matriks SWOT
Ekternal/Internal Kekuatan (S) Faktor- Kelemahan (W) Faktor-
Faktor Kekuatan Faktor Kelemahan
Peluang (O) Faktor- Strategi S-O: Gunakan Strategi W-O: Atasi
Faktor Peluang kekuatan untuk kelemahan dengan
memanfaatkan peluang menggunakan peluang
Ancaman (T) Faktor- Strategi S-T: Gunakan Strategi W-T:
Faktor Ancaman kekuatan untuk Meminimalkan
menghindari ancaman kelemahan dan
menghindari ancaman

HASIL DAN PEMBAHASAN


Letak dan lokasi usaha siomay babe bertempat di Jl. TVRI, Dusun Tunas Baru, Desa
Durian, Rt 08, Rw 04, No.063, Kecamatan Sambas, dimana lokasi tersebut berfungsi
sebagai tempat produksi usaha siomay babe sekaligus tempat tinggal bagi Hisyam
Isfahan sebagai pemilik usaha tersebut.
Analisis Faktor Internal

259
Berdasarkan tinjauan langsung ke lapangan sesuai dengan beberapa metode yang
digunakan, tahap yang pertama dilakukan adalah tahapan pengumpulan data. Maka
dapat diketahui bahwa yang menjadi penghambat pengembangan usaha Siomay
Babe yang dilihat dari faktor internal dan eksternalnya.

1. Identifikasi Kekuatan (Strenght)


Kekuatan merupakan suatu kelebihan khusus yang memberikan keunggulan
kompetitif didalam pengembangan usaha Siomay Babe. Adapun kekuatan dalam
pengembangan Usaha Siomay Babe di Desa Durian adalah 1) Tenaga kerja trampil.
2) Kualitas produk siomay. 3) Promosi yang baik. 4) Tersedia bahan baku. 5) Air
tersedia. 6) Listrik tersedia.

2. Identifikasi Kelemahan (Weakness)


Kelemahan adalah keterbatasan dan kekurangan dalam hal sumber daya, keahlian
dan kemampuan yang secara nyata menghambat aktivitas usaha. Hal-hal yang
menjadi lawan dari kekuatan adalah kelemahan. Sehingga sama dengan kekuatan,
tidak semua kelemahan harus dipaksa untuk diperbaiki terutama untuk hal-hal yang
tidak berpengaruh pada lingkungan sekitar. Yang menjadi kelemahan dalam usaha
Siomay Babe adalah 1) kecilnya tempat produksi 2) belum adanya penggunaan
teknologi untuk produksi.

Analisis Faktor Eksternal


Analisis faktor eksternal dapat dikontrol berbeda dengan faktor-faktor eksternal
yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan, faktor lingkungan eksternal perlu
mendapat prioritas lebih, dalam penentuan strategi karena pada umumnya faktor-
faktor ini berada diluar kendali.

1. Identifikasi Peluang (Opportunity)


Peluang adalah sesuatu yang diinginkan atau disukai dalam usaha yang digeluti.
Adapun peluang dalam usaha Siomay Babe yaitu 1) Permintaan yang tinggi. 2)
Membuka lapangan pekerjaan. 3) Meningkatnya kerjasama dengan berbagai pihak.

2. Identifikasi Ancaman (Threat)


Ancaman merupakan penghalang bagi posisi yang diharapkan oleh suatu usaha.
Adapun ancaman dalam pengembangan usaha siomay Babe yaitu banyaknya
saingan sejenis.

Analisis Strategi Pengembangan Siomay Babe


Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal sebagaimana yang telah
diuraikan, maka faktor-faktor tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
analisis matriks analisis SWOT (Strenght – Weakness – Opportunity – Treath) untuk
merumuskan strategi pengembangan usaha siomay Babe di Dusun Tunas Baru, Desa
Durian, Kecamatan Sambas. Strategi-strategi yang akan dirumuskan, yaitu:

260
1. Strategi SO, dengan menggunakan kekuatan-kekuatan (S) yang dimiliki oleh
usaha siomay Babe untuk memanfaatkan peluang-peluang (O) yang ada, terutama
dalam pengembangan usaha dimasa yang akan datang.
2. Strategi WO, untuk mengatasi kelemahan-kelamahan (W) yang dimiliki oleh
usaha siomay Babe dengan menggunakan peluang-peluang (O) yang ada, terutama
dalam pengembangan usaha dimasa yang akan datang.
3. Strategi ST, dengan menggunakan kekuatan-kekuatan (S) yang dimiliki oleh usaha
siomay Babe untuk menghindari ancaman-ancaman (T) terutama dalam
pengembangan usaha dimasa yang akan datang.
4.Strategi WT, dengan mengurangi kelemaham-kelemahan (W) yang dimiliki oleh
usaha siomay Bang Babe dan menghindari ancaman-ancaman (T) terutama dalam
pengembangn usaha dimasa yang akan datang.

1. Masalah yang Terjadi didalam Usaha Siomay Babe


Masalah yang dimaksud adalah kelemahan-kelemahan dan ancaman-ancaman yang
ada pada siomay Babe dimana masalah tersebut dipandang sebagai penghambat
bagi perkembangan siomay Babe. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan. Menurut Sugiyono (2009)
menyatakan masalah diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya
dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan
dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksana. Oleh sebab itu didapatkan
masalah yang dialami oleh usaha siomay Babe diantaranya adalah kecilnya tempat
produksi, dan banyaknya saingan.

a. Kecilnya tempat produksi


Kecilnya tempat produksi dipandang sebagai suatu masalah karena dengan tempat
produksi yang kecil akan mempengaruhi jumlah produksi demikian juga bisa
menghambat proses perkembangan pada usaha siomay Babe sehingga hal ini
dipandang sebagai suatu masalah yang dialami oleh usaha siomay Babe. Solusinya
yaitu dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang ada serta pemanfaatan
teknologi guna mempermudah pekerjaan sehingga jumlah produksi bisa lebih
banyak sehingga dengan demikian diharapkan usaha siomay Babe bisa berkembang
dengan lebih baik lagi.

b. Banyaknya saingan
Banyaknya saingan juga dapat mempengaruhi pendapatan usaha siomay Babe
karena dengan banyaknya saingan bisa membuat konsumen lebih memilih untuk
membeli produk siomay lain dibandingkan dengan produk siomay Babe, apa lagi
produk lain memiliki harga yang lebih murah sangat berpeluang untuk konsumen
memilih produk lain. Oleh sebab itu hal ini dipandang sebagai salah satu masalah
yang dialami oleh usaha siomay Babe.

2. Strategi Pengembangan Siomay Babe

261
Strategi-strategi dikelompokan berdasarkan strategi SO, WO, dan ST .
a. Strategi SO
Strategi S-O Meningkatkan jumlah produksi siomay dengan memaksimalkan tenaga
kerja yang ada. Strategi ini dipilih agar bisa menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang yang ada. Meningkatkan jumlah produksi merupakan salah
satu langkah untuk mengembangkan suatu usaha, namun untuk meningkatkan
produsi tersebut dibutuhkan kondisi perusahaan (internal) yang mendukungnya
(kekuatan) dan kondisi eksternal yang baik, saat ini kondisi internal perusahaan
yang mencakup tenaga kerja trampil atau karyawan yang cukup akan dapat
menambah jumlah produksi dengan menambah jam kerja para karyawan dan
menjaga kualitas produk siomay yang baik bisa menarik perhatian pelanggan yang
pernah merasakan produk siomay sehingga berpotensi pada permintaan konsumen
yang meningkat, menambah bahan baku atau membeli bahan baku agar lebih
banyak lagi serta ditambah dengan kondisi eksternal yang baik berupa peluang
permintaan yang tinggi dari konsumen berpotensi untuk menambah jumlah
produksi. Dalam menjalankan usahanya dinilai bahwa kondisi internal maupun
kondisi eksternal yang dimiliki oleh usaha siomay Babe sudah baik untuk
meningkatkan jumlah produksi sebagai langkah mengembangkan usahanya.

b. Strategi WO
W-O membuat tempat produksi baru yang lebih besar. Strategi ini dipilih untuk
mengatasi kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada. Sempitnya
tempat produksi menjadi titik kelemahan tersendiri bagi kondisi internal
perusahaan usaha siomay Babe, tempat produksi yang baik dalam artian tempat
produksi yang besar menjadikan produksi suatu perusahaan meningkat, kondisi ini
seharusnya dapat diwujutkan dalam rangka mengembangkan usaha siomay Babe
dengan memanfaatkan peluang-peluang yang dimilikinya seperti dengan adanya
permintaan yang tinggi dari konsumen maka diharapkan dapat memberikan kondisi
keuangan yang semakin baik kedepannya sehingga mampu menjalankan strategi ini,
peluang yang lain adalah dengan adanya kerjasama yang baik dengan berbagai
pihak maka diharapkan akan mempermudah proses perluasan lokasi produksi
ditempat yang lebih luas serta peluang yang terakhir yaitu bantuan dan dukungan
pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan dana dalam mengaplikasikan
strategi ini.

c. Strategi ST
S-T Meningkatkan sosialisasi promosi melalui berbagai media seperti radio, tv dan
media sosial lainnya untuk menarik pelanggan. Strategi ini dipilih dengan
menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Meningkatkan sosialisasi
(promosi) untuk menarik pelanggan merupakan strategi yang dianggap efektif
untuk menimalisir ancaman dari banyaknya pesaing, dengan adanya faktor-faktor
internal yang mendukung seperti tenaga kerja trampil diharapkan mampu dalam
mensosialisasikan produk, kualitas produk yang baik dapat menjadi poin penting

262
pula dalam mensosialisasikan produknya serta modal yang cukup diharapkan
mampu mendukung proses berjalannya sosialisasi (promosi). Dengan kekuatan-
kekuatan inilah dinilai strategi ini cocok digunakan untuk menimalisir ancaman dari
banyaknya pesaing.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada usaha siomay Babe maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Masalah yang terjadi dalam usaha siomay Babe, diantaranya dari sisi internal
adalah kecilnya tempat produksi, belum adanya pemanfaatan teknologi serta dari
sisi eksternal adalah banyaknya saingan yang sejenis.
2. Strategi yang akan direkomendasikan pada usaha siomay Babe terdiri dari
beberapa strategi yang didapatkan melalui hasil analisis SWOT diantaranya,
mengembangakan jumlah cabang dengan memanfaatkan bantuan dan dukungan
dari pemerintah, meningkatkan jumlah produksi siomay dengan memaksimalkan
tenaga kerja yang ada serta menambahkan penggunaan teknologi yang dapat
membantu meningkatkan proses produksi, membuat tempat produksi baru yang
lebih besar, meningkatkan sosialisasi promosi melalui berbagai media seperti radio,
tv dan media sosial lainnya untuk menarik pelanggan.

DAFTAR PUSTAKA
Anoraga P. 2007. Pengantar Bisnis dan Pengelolaan Bisnis Dalam Era Globalisasi.
Rieneka Cipta. Jakarta.
Nazir M. 2000. Metode Penelitian. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Nessianti A. 2015. Pengaruh Penambahan Puree Labu Siam (Sechium Edule)
Terhadap Sifat Organoleptik Siomay Ikan Tengiri (Scomberomorus
Commersoni). Jurnal Boga, 4 (3): 79-84.
Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis Reorientasi Konsep
Perencanaan Strategi untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Alfabeta. Bandung.
Wiratna S. 2015. Metode Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.

263
Strategi UMKM berjuang di tengah pandemi covid-19
(studi kasus pada UMKM Rentjana Coffee Roastery)
Mayang Elsa Nabila, Devi Natalia, Najwa Tasya Fitriyani
Universitas Tanjungpura , Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak
Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124.
*mayangen8@gmail.com
*najwatasyafit29@gmail.com
*nataliadevi2912@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengtahui strategi yang di terapkan salah satu pelaku
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menghadapi masa pandemi covid-19.
Objek penelitian ini adalah UMKM Rentjana Coffee Roastery Jl. Sejarah Gg. Malabar 1 No
1. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, didapati bahwa strategi bisnis yang
digunakan adalah dengan fokus menjual biji kopi dan mulai menggunakan internet dan
media sosial untuk memasarkan hasil produksinya sangat tepat dan bermanfaat serta
menghadirkan take away dan pesan antar gratis. Dengan demikian kesimpulan dari
penelitian ini adlah untuk mempertahankan kelangsungan usaha kecil (UMKM)
pemanfaatan internet dan media sosial merupakan strategi yang sangat tepat di tengah
pandemi covid-19 ini.
Kata kunci: strategi bisnis, marketing, UMKM, ekonomi kreatif

PENDAHULUAN
Munculnya pandemi covid-19 yang melanda hampir di seluruh dunia
mengakibatkan sendi-sendi kehidupan seperti pendidikan dan perekonomian
mengalami kelumpuhan yang berakibat sekolah-sekolah ditutup serta
perusahaan-perusahaan banyak yang mengurangi aktivitas produksi dan
bahkan tidak sedikit yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dampak pandemi tidak ada habisnya dalam mengikis sektor perekonomian di
Indonesia. Berdasarkan laporan Q1 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
oleh Badan Pusat Statistik, terlihat adanya kontraksi ekonomi sebesar 2,41%
Pertumbuhan ekonomi pada Q1 tahun 2020 ini lebih rendah dari Q4 tahun 2019
yang tercatat sebesar 4,97%. Penurunan ini disebabkan oleh banyak hal, salah
satunya adalah berkurangnya spending (pengeluaran) yang dilakukan oleh
masyarakat. Turunnya nilai PDB ini berdampak pada perputaran ekonomi suatu
Negara, yakni melemahnya daya jual beli di masyarakat.

Pandemi COVID-19 yang telah melanda dunia sejak awal 2020 telah
memberikan dampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia,
khususnya bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM). Perekonomian
menjadi shock baik secara perorangan, rumah tangga, perusahaan makro dan
mikro bahkan perekonomian negara di dunia (Taufik & Ayuningtyas, 2020).

264
Menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah (Menkop UKM) RI Teten
Masduki menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena usaha UMKM bersifat
harian dan banyak mengandalkan interaksi langsung, sehingga adanya
pembatasan PSBB dan social distancing tentu saja membuat permintaan turun
drastis (TV, 2020).
Peran UMKM sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Data Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia tahun 2018 menunjukkan
bahwa jumlah unit usaha UMKM 99,9% dari total unit usaha atau 62,9 juta unit.
Daya serap UMKM 96,99% dari total penyerapan tenaga kerja, 89% di antaranya
ada pada sektor mikro, dan dapat menyumbang 62,58% terhadap produk
domestik bruto (R2, 2019).

Pandemi ini sangat memukul sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pelaku usaha harus menghadapi kenyataan turunnya pemasaran akibat
berkurangnya pembeli yang bertumpuk dengan terpukulnya daya beli
masyarakat. Kondisi ini bukanlah hal yang dapat kita biarkan begitu saja.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Koperasi dan UMKM, hingga
pertengahan April ini tercatat sekitar 37.000 pelaku UMKM melaporkan
keterpurukan yang mereka alami. Jumlahnya tentu akan membesar seiring
lamanya pembatasan sosial berskala besar (PSPB) di sejumlah daerah.
Dikarenakan kondisi seperti ini, pihak UMKM harus menyususn strategi untuk
dapat bertahan dan tetap menjalankan bisnis nya di tengah pandemi.

Dari uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan,


yaitu:
a. Bagaimana keadaan UMKM Rentjana Coffee Roastery di masa pandemi covid-
19?
b. Strategi apa yang diterapkan oleh pelaku UMKM Rentjana Coffee Roastery ini
dapat bertahan di tengah pandemi covid-19.
c. Bagaimana dampak pandemi covid-19 bagi pemasaran produk UMKM
Rentjana Coffee Roastery?
d. Bagaimana dampak pandemic covid-19 terhadap profit UMKM Rentjana
Coffee Roastery?

Adapun tujuan dari penelitian empiris ini adalah untuk mengetahui:


a. Keadaan UMKM Rentjana Coffee Roastery di masa pandemi covid-19
b. Strategi yang diterapkan oleh pelaku usaha UMKM Rentjana Coffee Roastery
agar dapat bertahan di tengah pandemi covid-19.
c. Dampak pandemi covid-19 bagi

265
pemasaran produk UMKM Rentjana Coffee Roastery.
d. Dampak pandemi covid-19 terhadap profit UMKM Rentjana Coffee Roastery.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di UMKM Rentjana Coffee Roastery yang berlokasi di Jalan
Sejarah Gg. Malabar 1 No. 1 Kota Pontianak. Adapun pelaksanaan penelitian
dilaksanakan di bulan November 2020. Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis, verifikatif, dan eksploratif. Jenis
data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara yang
tidak terstruktur ke sumber informasi (informan kunci dan informan) yaitu
pemilik kedai. Teknik analisis data menggunakan model deskriptif kualitatif
dalam bentuk pengumpulan data, reduksi data, display data, dan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian yang dilakukan pada UMKM Rentjana Coffee Roastery diketahui
bahwa keadaan kedai kopi di masa pandemic covid-19 menurun sejak
diberlakukan PSBB secara ketat karena UMKM Rentjana Coffee Roastery hanya
menyediakan untuk dine in saja
Untuk keberlangsungan usahanya berupaya untuk memasarkan produk
makanannya secara optimal. Strategi pemasaran yang digunakan di tengah
pandemi covid-19 yaitu dengan lebih menggencarkan penjualan biji kopi
menggunakan media sosial Instagram. Hal ini dapat terlihat pada gambar
berikut:

266
Dari hasil wawancara dengan pemilik UMKM Rentjana Coffee Roastery diketahui
bahwa dampak pandemi covid-19 bagi
pemasaran produk UMKM Rentjana Coffee Roastery pemanfaatan internet dan
media sosial untuk memasarkan hasil produksinya sangat tepat dan bermanfaat
serta menghadirkan take away dan pesan antar gratis.
Hal ini tentunya memperkuat pendapat dari Suswanto & Setiawati (2020), Gu,
Han, & Wang (2020) yang menyatakan bahwa pemasaran produk secara online
sangatlah tepat dalam upaya mendukung pemasaran secara tradisional.
Tidak hanya itu, Rentjana sendiri adalah gerai biji kopi yang bertransformasi
menjadi 2 fungsi yaitu selain gerai biji kopi juga sebagai gerai coffee shop
melihat lagi. Pertumbuhan coffee shope yang meningkat di Pontianak membuat
owner menemukan strategi untuk tetap eksis dan menjadi salah satu gerai coffe
shop yang juga menyediakan penjualan biji kopi. Dikarenakan yang kita tahu
rentjana ini adalah coffe shop dan saat ini jumlah tamu yang datang juga
mengalami penurunan yang lumayan drastis membuat rentjana lebih membuat
strategi untuk tetap eksis dengan penjualan biji kopi yang menjadi jantung dari
UKMK ini, seperti yang telah Beny presetya owner dari Gerai Rentjana “intinya
kedai kami ini juga memiliki produk lain dimana tidak hanya menyediakan
tempat minum kopi saja yaitu dengan penjualan biji kopi. Sementara ini
penjualan biji kopi masih menjadi jantung untuk bertahan hidupnya kedai .
ibaratnya kedai sebagai muka sedangkan jantungnya adalah biji kopi ” .
Dampak pandemi covid-19 terhadap profit UMKM Rentjana Coffee Roastery
terjadi penurunan hampir 80% dikarenakan pemberlakuan jam malam dan
larangan dine in.
Dengan demikian penulis dapat menyimpukan bahwa penerapan strategi yang
tepat selain dapat mempertahankan kelangsungan usaha kecil juga dapat

267
memperluas jaringan pemasaran yang berdampak positif bagi pertumbuhan dan
perkembangan usaha kecil di masa yang akan datang.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
mempertahankan kelangsungan usaha kecil (UMKM) pemanfaatan internet dan
media sosial merupakan strategi yang sangat tepat di tengah pandemi covid-19
ini. Namun demikian penggunaan teknologi juga membutuhkan biaya yang tidak
sedikit serta sumber daya manusia yang memiliki kemampuan di bidang
teknologi informasi. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan metode
penelitian lain agar hasil yang diperoleh lebih signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Altinay, L., Madanoglu, M., De Vita, G., & Arasli, H. (2016). The interface between
organizational learning capability, entrepreneurial orientation, and SME
growth. Journal of Small Business Management, 54(3), 871-891.
Bastian, A. (2015). Analisis Strategi Bisnis dan Perancangan Strategis Sistem
Informasi pada Perguruan Tinggi Swasta (Studi Kasus : Universitas
Majalengka). Infotech Journal, 1(1), 55-61.
Darwanto. (2013). Peningkatan Daya Saing UMKM Berbasis Inovasi dan
Kreativitas (Strategi Penguatan Property Right terhadap Inovasi dan
Kreativitas). Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 20(2), 142-149.
Ganguly, B., Dash, S. B., Cyr, D., & Head, M. (2010). The effects of Website Design
on Purchase Intention in Online Shopping : The Mediating Role of Trust
and The Moderating Role of Culture. International Jpurnal Electric
Business, 8(4), 302- 330.
Jermias, J. (2008). The relative influence of competitive intensity and business
strategy on the relationship between financial leverage and
performance. The British Accounting Review, 40(1), 71-86.
Kaplan, A. (2012). Invited Comment On The Theme Of the Special Issue Social
Media: Back to the Roots and Back to the Future. Journal of Systems and
Information Technology, 14(2), 101-1-4.
Mongold, W., & Faulds, D. (2009). Social Media the New Hybrid Element of the
Promotional Mix. The Business Horizon, 52(4), 357-365
O'Brien, J. (2003). The Capital Structure Implications of Persuing a Strategy of
Innovation. Strategic Management Journal, 24(5), 415- 431.
Orapin, l. (2009). factor influencing internet shopping behaviour: a survey of
consumers in Thailand. Journal of Fashion Marketing and Management,
13(4), 510-513.
Purbohastuti, A. W. (2017). Efektivitas Media Sosial Sebagai Media Promosi.
Tirtayasa Ekonomika, 12(2), 212-231.

268
Taufik, & Ayuningtyas, E. A. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Bisnis
dan Eksistensi Platform Online. Jurnal Pengembangan Wiraswasta,
22(1), 21-32.
Ulya, H. N. (2020). Alternatif Strategi Penanganan Dampak Ekonomi Covid-19
Pemerintah Daerah Jawa Timur Pada Kawasan Agropolitan. el Barka:
Journal of Islamic Economic and Business, 3(1), 80- 109.

269
Proses Manajemen Risiko dengan Pendekatan Enterprise
Risk Management (ERM) pada Usaha Pembuatan Tahu
Dwi Septi Haryania, Octojaya Abriyosob
aSTIE Pembangunan Tanjungpinang, Jl. RH. Fisabilillah No.34 Tanjungpinang
*Email: dwiseptih@stie-pembangunan.ac.id

Abstrak

Dengan beragam risiko yang mungkin terjadi dalam suatu usaha perlu dilakukan adanya
pengelolaan dan pengendalaian risiko agar usaha dapat dipertahankan dan dikembangkan
terutama dimasa yang memiliki kompetisi yang sangat ketat. Industri pembuatan tahu yanh
terlihat sederhana juga memiliki beragam risiko diantaranya risiko pada saat produksi
hingga risiko reputasi. Untuk membuat pembatas dalam melakukan penelitian, peneliti
menggunakan delapan indikasi Enterprise Risk Management mengenai risko operasional.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Adapun informan dalam penelitian ini adalah adalah Bapak Ramidi
dan Ibu Helis selaku pemilik pabrik pembuatan tahu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat dua belas jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh usaha pembuatan tahu yang
didapat dari hasil identifikasi risiko. Kemudian dilakukan evaluasi dan pengukuran risiko
yang memberikan skema prioritas risiko yang harus dikelola terlebih dahulu. Tingkatan
risiko yang dialami oleh usaha tahu ini mulai dari tingkat keparahan sedang hingga tinggi.
Masing-masing risiko yang muncul memerlukan mitigasi risiko yang tepat yang disesuaikan
dengan jenisnya.
Kata kunci: risiko, Enterprise Risk Management, tahu, proses manajemen risiko

PENDAHULUAN
Dalam dunia bisnis, khususnya UKM terdapat beberapa hal yang tidak dapat
dihindarkan yaitu ketidakpastian dalam pelaksanaan bisnis yang dapat merugikan
perusahaan maupun perorangan. Usaha kecil berbeda dibandingkan dengan
perusahaan besar yang berkaitan dengan kemampuan, sumber daya keuangan, dan
strategi mereka (Hudson et al., 2001; Qian dan Li, 2003) dalam (Temel & Durst,
2020). Sebagai konsekuensinya, perusahaan kecil memiliki pilihan terbatas dan
perlu mengambil jalur alternatif untuk melakukan bisnis (Temel & Durst, 2020).
Ketidakpastian dapat disebut juga sebagai risiko yang wajib ditanggung oleh usaha
kecil tersebut dalam mengoperasionalkan bisnisnya. Risiko melekat pada setiap
jenis aktivitas dan dalam semua fungsi bisnis (Verbano dan Venturini, 2013) dalam
(Mitter et al., 2020). Oleh karena itu, perusahaan terkena berbagai risiko seperti
risiko bahaya, keuangan, strategis dan operasional (Mitter et al., 2020).
Beberapa definisi risiko didasarkan pada probabilitas, kemungkinan atau nilai yang
diharapkan, beberapa pada peristiwa atau bahaya yang tidak diinginkan, dan
lainnya pada kondisi ketidakpastian (Crovini, 2019). Hardy (1931) menganggap
risiko sebagai ketidakpastian yang terkait dengan biaya, kerugian, atau kerusakan
(Crovini, 2019). Selanjutnya, PMBOK (PMI, 2008) mendefinisikan risiko sebagai
kejadian atau kondisi yang tidak pasti bahwa, jika itu terjadi, memiliki efek pada
setidaknya satu tujuan proyek (Porananond & Thawesaengskulthai, 2014). Dapat

270
disimpulkan bahwa, risiko adalah sebuah ketidakpastian yang dapat menyebabkan
kemungkinan kerugian.
Pada penelitian ini, peneliti berfokus pada Usaha Kecil Menengah (UKM), yang mana
usaha ini masih sangat rentan mengalami risiko. Risiko yang mungkin dihadapi oleh
UKM diantaranya, risiko kredit, keuangan dan gagal bayar, risiko rantai pasok, risiko
teknologi informasi, risiko pertumbuhan dan relasi, risiko terkait manajemen dan
karyawan, risiko lingkungan, risiko operasional dan risiko reputasi (Crovini, 2019).
Dengan beragamnya risiko yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan, oleh
karena itu perlunya dilakukan pengelolaan dan pengendalian risiko agar
perusahaan dapat mempertahankan dan mengembangkan usahanya terutama di
masa yang memiliki potensi kompetisi yang sangat ketat seperti sekarang ini. Salah
satu cara untuk mengelola dan memperkecil dampak dari risiko yakni dengan
menerapkan manajemen risiko (Fitriani et al., 2013). Manajemen risiko bertujuan
untuk mengelola risiko sehingga kita bias mendapatkan hasil yang optimal (Haryani
et al., 2018). Salah satu pelaksanaan manajemen risiko di perusahaan yang dikenal
adalah Enterprise Risk Management (ERM) (Haryani, 2019).
Sebuah komite yang menentukan standar dalam mengelola risiko di perusahaan
yang dikenal sebagai The Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of the
Treadway Commission (COSO, 2004), mendefinisikan manajemen risiko sebagai
proses, yang didukung oleh dewan direksi entitas, manajemen, dan personel lainnya,
yang diterapkan dalam pengaturan strategi dan di seluruh perusahaan, yang
dirancang untuk mengidentifikasi peristiwa potensial yang dapat memengaruhi
entitas, dan mengelola risiko berada dalam selera risikonya, untuk memberikan
jaminan yang wajar mengenai pencapaian tujuan entitas (Mustapha & Adnan, 2015).
Sayangnya, selalu ada kurangnya panduan bagi UKM tentang cara terbaik untuk
mengelola risiko atau di mana mencari saran, dan mereka biasanya memiliki
sumber daya yang terbatas, prosedur yang tidak fleksibel dan kurangnya
pengetahuan (O'Regan et al., 2005; Santoro dkk, 2019) dalam (Crovini et al., 2020).
Manajemen risiko dapat membantu manajer UKM untuk mengidentifikasi risiko
signifikan yang dapat membahayakan keberhasilan atau keberadaan perusahaan
pada waktunya untuk mengatasinya secara efisien (Miller, 1992; Brustbauer, 2014)
dalam (Falkner & Hiebl, 2014).
Salah satu UKM yang ada di Tanjungpinang adalah usaha tahu Bapak Ramidi dan Ibu
Helis yang bertempat di Jl. Hanglekir Gg. Lohan No.10 Km 9. Tahu adalah makanan
yang memiliki gizi yang tinggi telah menjadi makanan pokok baik di indonesia
bahkan hingga di mancanegara. Sebagai makanan murah yang kaya gizi sudah
merupakan kebutuhan pokok terutama bagi masyarakat dengan daya beli terbatas.
Namun tahu yang dahulu dikenal sebagai makanan murah yang bergizi kini sudah
tidak murah lagi.
Banyak kajian yang telah meneliti mengenai manajemen risiko di berbagai jenis
bisnis, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh (Haryani et al., 2018) yang
meneliti manajemen risiko kegagalan produk keripik kentang pada KUBE Widuri di
Kijang, Pulau Bintan. Penelitian tersebut berfokus pada risiko kegagalan produk,

271
berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan, yang berfokus pada risiko
operasional dalam produksi tahu yang mana lingkupnya lebih luas dibandingkan
pada risiko kegagalan produk.
Selanjutnya penelitian dari (Zirape & Warudkar, 2016) yang berjudul “Risk
Management in Construction Joint Venture Projects in Real Estate”, dan oleh
(Mustapha & Adnan, 2015) yang berjudul “A Case Study of Enterprise Risk
Management Implementation in Malaysian Construction Companies” yang meneliti
manajemen risiko pada perusahaan konstruksi, yang tentunya berbeda dengan
karakteristik risiko pada usaha pembuatan tahu. Dimana pada perusahaan
konstruksi tersebut mengakami tiga jenis risiko yaitu risiko internal, risiko proyek
dan risiko eksternal. Tentunya akan berbeda pula dalam hal mitigasi risikonya.
Menurut European Central Bank (2018); Dabic et al., (2019); dan European
Commission, (2019), UKM sangat penting untuk sistem ekonomi beberapa negara
(Ayyagari et al., 2007; Burgstaller and Wagner, 2015) dalam (Falkner & Hiebl,
2014), karena mereka adalah pendorong utama inovasi, integrasi sosial dan
pekerjaan (Crovini et al., 2020). Untuk itu, agar memastikan bahwa proses bisnis
pada UMKM khususnya UKM pembuatan tahu ini berjalan dengan baik dan tetap
menghasilkan keuntungan, maka perlu dilakukan penelitian yang dapat membantu
UKM tersebut untuk mengurangi risiko yang mungkin akan dihadapi.
Pada umumnya usaha industri pembuatan tahu yang terlihat sederhana juga
memiliki resiko dalam segala aspek, diantaranya resiko pada proses produksi
hingga resiko reputasi. Resiko yang dapat terjadi pada pabrik tahu bisa berasal dari
SDM yang kurang teliti dalam proses operasional dan dari faktor lingkungan yang
mempengaruhi jalannya proses produksi. Faktor lain yang dapat menimbulkan
resiko berupa pada aspek kesehatan dan keselamatan kerja, apabila pegawai salah
dalam proses pembuatan produk tahu akan menimbulkan efek pada pegawai itu
sendiri dan produk yang dihasilkan tidak sesuai. Dari berbagai macam resiko yang
kemungkinan bisa terjadi pada usaha pabrik tahu tersebut dapat dirumuskan
permasalahan yang akan terjadi dan dapat di lakukan proses antisipasi atau
penanggulangan jika resiko itu datang.
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan melalui latar belakang tersebut, maka
dapat dijelaskan rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana
proses manajemen risiko operasional pada usaha pembuatan pabrik tahu dengan
pendekatan Enterprise Risk Manajemen (ERM)?”

KAJIAN LITERATUR
Beberapa definisi risiko didasarkan pada probabilitas, kemungkinan atau nilai yang
diharapkan, beberapa pada peristiwa atau bahaya yang tidak diinginkan, dan
lainnya pada ketidakpastian (Crovini, 2019). Secara tradisional, risiko telah
dipandang sebagai konsekuensi negatif dan peristiwa yang tidak menguntungkan
(Fadun, 2013) dan merujuk pada segala jenis ketidakpastian yang terkait dengan
hasil organisasi (Miller, 1992 dalam Luppino et al., 2014). Risiko didefinisikan oleh
kamus Bahasa Inggris Oxford 2005 sebagai "situasi yang melibatkan paparan

272
peristiwa bahaya (Nikou & Selamat, 2013). Istilah risiko dari perspektif yang lebih
luas menggambarkan peristiwa di masa depan yang tidak pasti, risiko dapat positif
serta negatif (Brustbauer, 2016) dalam (Temel & Durst, 2020).
Semua perusahaan terpapar risiko dan mereka mencoba mengelola ketidakpastian
dan tantangan untuk menentukan berapa banyak ketidakpastian yang harus
diterima saat mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan
(Crovini, 2019). (Perera et al., 2014) mendefinisikan manajemen risiko sebagai
pendekatan sistematis terhadap identifikasi, penilaian, evaluasi, dan peringkat
risiko terkait yang diikuti dengan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk
memantau, mengendalikan, dan meminimalkan dampak buruk dari peristiwa.
(Miller, 1992; Brustbauer, 2014) mengatakan bahwa manajemen risiko dapat
membantu manajer UKM untuk mengidentifikasi risiko signifikan yang dapat
membahayakan keberhasilan atau keberadaan pserusahaan pada waktunya untuk
mengatasinya secara efisien (Falkner & Hiebl, 2014). Salah penilaian atau gagal
mengenali risiko dapat-dalam kasus terburuk-memiliki konsekuensi bencana, mulai
dari kehilangan pelanggan hingga merusak tanggung jawab, kerusakan lingkungan
dan mungkin, bahkan kebangkrutan (Hollman dan Mohammad-Zadeh, 1984 dalam
Falkner & Hiebl, 2014). Namun, banyak UKM tidak-atau tidak memadai-menerapkan
praktik manajemen risiko, sebagian besar karena mereka tidak mampu untuk
mendesindikasikan sumber daya karena kendala mereka (Marcelino-sádaba et al.,
2013).
Lam (2000) mendefinisikan ERM sebagai kerangka kerja terpadu untuk mengelola
risiko operasional, risiko kredit, risiko pasar, modal, dan pengalihan risiko untuk
memaksimalkan nilai konstan (Haryani et al., 2019).
Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut (Hanafi,
2014) dalam (Haryani et al., 2018): a) Identifikasi Risiko. Proses identifikasi risiko
bertujuan untuk mengidentifikasi semua jenis risiko yang melekat dalam setiap
kegiatan fungsional perusahaan yang berpotensi merugikan, b) Evaluasi dan
pengukuran risiko. Tujuan dari evaluasidan pengukuran risiko adalah untuk
memahami karakteristik risiko yang lebih baik. Jika kita mendapatkan pemahaman
yang lebih baik, maka risikonya akan lebih mudah dikendalikan, c) Pengelolaan
risiko. Risiko harus dikelola. Jika perusahaan gagal mengelola risiko, konsekuensi
yang diterima bisa sangat merugikan. Risiko tersebut dapat dikelola dengan
berbagai cara, seperti menghindari risiko, diversifikasi, atau mengalihkan risiko ke
pihak lain.
Dengan demikian, proses manajemen risiko dapat dilihat dengan cara yang strategis
karena fungsional terhadap pengembangan strategi dan pengendalian perusahaan
(COSO, 2004; D'Onza, 2008) dan dianggap sebagai pendorong utama untuk
penciptaan nilai, daya saing dan profitabilitas (Stulz, 1996; D'Onza, 2008).
Akibatnya, risiko harus dinilai dan dikelola secara efektif melalui proses yang
melibatkan semua fungsi perusahaan (D'Onza, 2008; Bromiley et al., 2015; Khan,
Hussain dan Mehmood, 2016) dalam (Crovini, 2019).

273
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif maka teknik analisa data
dilakukan melalui 3 tahapan menurut Miles dan Huberman yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan simpulan (Sangadji & Sopiah, 2010).
Lokasi penelitian yang diobservasi dan diteliti yaitu Jl. Hanglekir Gg. Lohan No. 10
Km. 9. Untuk memperoleh data yang konsisten perlu melakukan trianggulasi metode
pengumpulan data, yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dan pemilik usaha pembuatan tahu
yang berjumlah 3 orang. Penentuan sample menggunakan Teknik purposive
sampling, dimana teknik ini merupakan suatu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015). Dengan pertimbangan informan yang
dipilih adalah informan yang memahami proses operasional dari usaha pembuatan
tahu ini, maka penulis menentukan sampel sebanyak 2 orang diantaranya pemilik
satu orang dan pegawai bagian produksi satu orang.
Teknik analisis data menggunakan metode Enterprise Risk Management dimana data
yang didapat berasal dari hasil wawancara dengan pihak pelaku usaha dan
observasi yang dilakukan secara langsung. Proses manajemen risiko yang
dituangkan dalam konsep ERM, menurut Hanafi (2014) terdiri dari 3 tahapan,
diataranya: 1) identifikasi risiko, bertujuan untuk mengidentifikasi risiko yang
mungkin dihadapi dengan melihat sumber risiko, 2) evaluasi dan pengukuran risiko,
merupakan proses pemetaan risiko ke dalam likelihood-impact matrix, dan 3)
pengelolaan risiko atau mitigasi risiko, merupakan proses memberikan
rekomendasi mengelola risiko berdasarkan prioritas dari hasil pemetaan risiko yang
telah dilakukan sebelumnya (Haryani et al., 2018).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada setiap usaha/bisnis perlu adanya pemahaman mengenai risiko risiko yang
akan terjadi sehingga memiliki cara dan konsep tersendiri dalam mengatasi risiko
tersebut. Karena setiap tindakan pasti ada risiko yang mengiringi. Dalam
pelaksanaan kerja tanggungjawab sangat berperan penting untuk kemajuan bisnis.
Tindakan yang diambil harus diiringi dengan keberanian untuk menerima resiko
yang ada baik kecil maupun besar risikonya. Di tambah lagi pada zaman sekarang ini
dibutuhkan ketepatan dan ketelitian dalam proses kerja untuk mencapai tujuan
bisnis menuju kesuksesan. Proses manajemenj risiko operasional yang terjadi pada
bisnis tahu ini dapat dimulai dari: Identifikasi Risiko, dari hasil pengolahan data di
lapangan, didapat hasil identifikasi risiko yang mungkin dihadapi oleh usaha tahu
Bapak Ramidi dan Ibu Helis dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

274
Tabel 1. Hasil Identifikasi Risiko Pada Usaha Pembuatan Tahu
Jenis Risiko Peristiwa Kode
Risiko Sumber Daya Kecelakaan kerja A1
Manusia Performa kerja karyawan menurun A2
Risiko Produktifitas Tidak terdapat SOP dalam melaksanakan B1
pekerjaan
Terjadi kerusakan mesin pada saat B2
produksi
Risiko Eksternal Terlambatnya bahan baku dari supplier C1
Ketidaksesuaian pengiriman bahan baku C2
dari supplier
Kondisi cuaca kurang baik C3
Listrik padam yang menyebabkan mesin C4
penggiling tidak dapat beroperasi
Risiko Proses Kurangnya pengawasan pada saat produksi D1
Tahu rusak pada saat pengiriman D2
Risiko Reputasi Komplain dari konsumen E1
Risiko Lingkungan Tidak ada tempat pembuangan air limbah F1
Sumber: hasil olah data primer, 2020
Menurut Hanafi (2014) dalam (Haryani et al., 2018) proses identifikasi dilakukan
untuk mengidentifikasi semua jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas
fungsional yang dapat berpotensi merugikan perusahaan. Berdasarkan Tabel 1.,
terdapat 12 jenis risiko yang mungkin akan dihadapi oleh usaha pembuatan tahu
Bapak Ramidi dan Ibu Helis. Masing-masing jenis risiko diberikan kode untuk
membedakan klasifikasi risikonya. Terdapat enam jenis risiko yang mungkin akan
dihadapi oleh usaha pembuatan tahu bapak Ramidi. Diantaranya, risiko sumber
daya manusia, risiko produktifitas, risiko eksternal, risiko proses, risiko reputasi,
dan risiko lingkungan.
Langkah selanjutnya adalah Evaluasi dan Pengukuran Risik. Tujuan dari evaluasi
risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko lebih baik. Jika kita mendapatkan
pemahaman yang lebih baik, maka risikonya akan lebih mudah dikendalikan. Yang
lebih sistematis evaluasi dilakukan untuk mengukur risikonya. Pada usaha pabrik
tahu Bapak Ramidi dan Ibu Helis terdapat 12 risiko yang terjadi sesuai dengan
penentuan identifikasi risiko yang terjadi. Penilaian risiko ini dilakukan sesuai
dengan tingkat kemungkian terjadi dan tingkat keparahan dari risiko tersebut. Pada
tingkat kemungkinan terjadi, penulis membagi menjadi 5 tingkatan:
Tabel 2. Kategori Kemungkinan Terjadinya Risiko
Tingkat Kejadian Frekuensi Kejadian
1 Sangat jarang <5 kali per tahun
2 Jarang 5-10 kali per tahun
3 Moderat 10-20 kali per tahun
4 Sering 20-30 kali per tahun
5 Sangat sering >30 kali per tahun
Sumber: hasil olah data sekunder, 2020

275
Selanjutnya kategorisasi pada dampak yang ditimbulkan, penulis juga membagi
menjadi lima tingkatan risiko. Dari hasil wawancara dan observasi, didapat
indikator dampak risiko yang terbagi menjadi lima tingkatan yang dijelaskan dalam
tabel 3 berikut:
Tabel 3. Kategori Dampak Risiko
Tingkat Dampak Indikator Dampak Risiko
1 Sangat kecil Tidak ada efek yang terlihat
2 Kecil Sedikit gangguan pada proses, operasional atau
karyawan
3 Menengah 30% hasil produksi yang berjalan harus dibuang
4 Besar 50% hasil produksi yang berjalan harus dibuang
5 Sangat besar 100% hasil produksi yang berjalan harus dibuang
Sumber: hasil olah data sekunder, 2020
Pada proses pengukuran risiko, penulis melakukan penilaian tingkat frekuensi dan
dampak untuk masing-masing risiko yang teridentifikasi sebelum dimasukkan
dalam matriks kemungkinan terjadi dan dampak (likelihood-impact matrix). Tabel
berikut menjelaskan hasil penilaian kemungkinan dan dampak dari setiap peristiwa:
Tabel 4. Penilaian Risiko Usaha Pembuatan Tahu
Peristiwa Kode Kemungkinan Dampak
Kecelakaan kerja A1 2 4
Performa kerja karyawan A2 2 4
menurun
Pelaksanaan kerja tidak B1 3 2
sesuai SOP
Terjadi kerusakan mesin B2 1 4
pada saat produksi
Terlambatnya bahan baku C1 2 3
dari supplier
Ketidaksesuaian C2 1 4
pengiriman bahan baku
dari supplier
Kondisi cuaca kurang baik C3 3 3
Listrik padam yang C4 3 4
menyebabkan mesin
penggiling tidak dapat
beroperasi
Kurangnya pengawasan D1 4 4
pada saat produksi
Tahu rusak pada saat D2 3 2
pengiriman
Komplain dari konsumen E1 4 4
Tidak ada tempat F1 3 3
pembuangan air limbah
Sumber: data primer yang diolah, 2020
Matriks risiko dilakukan setelah dilakukannya penilaian risiko, maka untuk
mempermudah dalam mengetahui risiko yang paling difokuskan dan harus
diprioritaskan yaitu dengan memasukkan setiap nilai dampak dan kemungkinan
terjadi dari setiap risiko.

276
K\D 1 2 3 4 5
5
4 D1E1
3 B 1D 2 C 3F 1 C 4
2 C1 A1A2
1 B 2C 2
Sumber: Data primer yang diolah, 2020
Gambar 1. Likelihood-Impact Matrix
Dari matriks resiko dapat diketahui bahwa dari beberapa risiko yang ada di usaha
pabrik tahu maka diketahui risiko menurut levelnya baik pada tingkat rendah,
sedang, maupun Tinggi. Maka langkah selanjutnya adalah merespon apakah risiko
tersebut bisa diterima, dihindarkan, dikurangi atau bahkan di bagi dengan pihak
ketiga. Penjelasan respon risiko dari tiap levelnya yaitu: Level Tinggi, pada level
high ini secara keseluruhan merupakan risiko yang sangat harus diwaspadai karena
apabila terjadi bisa menyebabkan penurunan drastis bahkan bisa menyebabkan
kerugian yang sangat besar hingga . Dan dapat dilihat dari yang telah diteliti dan
diperhitungan maka dapat ditentukan risiko yang masuk pada level high yaitu risiko
D1, E1, dan C4. Berdasarkan dengan apa yang telah ditentukan bahwa D1 : Pengawasan
pada saat produksi tidak dilakukan, yang disebabkan karena pekerja sibuk dengan
pekerjaan yang lain sehingga tidak fokus dalam bekerja. Jadi perlu dilakukan
pengendalian yang bisa mengurangi risiko yang akan terjadi. Yaitu dengan membuat
lembar ceklis untuk memudahkan dan membantu pengawasan serta peran pemilik
sangat besar dalam proses pengawasan, C4 : Padamnya listrik yang mengakibatkan
mesin penggiling tidak bisa beroperasi. Yang disebabkan karena saluran listrik yang
tidak stabil sehingga proses pembuatan tahu tidak bisa dilakukan pada hari itu.
Perlu dilakukan pengendalian secara baik dengan membeli mesin genset supaya
bisa mengatasi masalah tersebut. E1: Terjadi komplain dan pengembalian produk
tahu dari konsumen yang disebabkan karena tahu yang kurang baik sehingga
teksturnya mudah terberai. Hal ini dapat menyebabkan reputasi usaha tahu Bapak
Ramidi menjadi tidak baik di mata konsumen. Perlu melakukan pengendalian
dengan cara lebih teliti dalam proses pembelian bahan baku agar tidak
mendapatkan bahan yang merusak kualitas produk dan dengan cara melakukan
standarisasi bahan baku kedelai yang digunakan.
Selanjutnya pada Level Sedang, banyak yang terpacu pada resiko operasional di
level medium. Diantaranya risiko yang berpacu pada kode A1, A2, B1, B2, C1, C2, C3, D2,
dan F1. Dimana sesuai dengan penjelasannya masing-masing yaitu : A1: Kecelakaan
kerja pada saat proses kerja, yang disebabkan karena pekerjanya kurang berhati-
hati dan selalu terburu-buru. Salah satu dampaknya adalah pekerja mengalami luka
bakar di bagian tangan karena tidak berhati-hati saat mengangkat kuali. Hal
tersebut dapat merugikan, dikarenakan pada usaha pembuatan tahu ini hanya
memiliki satu karyawan. Apabila karyawan tersebut sakit, maka pemilik usaha akan
kesulitan dalam proses produksi tahu. A2 : Performa kerja menurun yang disebabkan
karena penjualan produk menurun yang disebabkan. Selain itu karyawan tidak
menjaga kesehatannya sehingga sering sakit yang menyebabkan produksi tahu tidak
sesuai dengan target. Dan risiko ini bisa dihindari dengan melakukan penjualan
yang lebih giat lagi serta pada saat istirahat memanfaatkan waktu istirahat sebaik
mungkin. B1 : Pelaksanaan kerja tidak sesuai prosedur yang disebabkan pekerja
terlalu menyepelekan sistem kerja sehingga tidak perduli akan dampak yang
diterima. Perlu adanya pengendalian dengan cara disiplin dan memperbaiki diri
serta mengikuti aturan-aturan sesuai dengan prosedur. B2 : terjadi kerusakan mesin

277
pada saat produksi yang disebabkan oleh terlalu lama proses penggilingan kacang
yang menyebabkan mesin panas dan perlu pendinginan sebentar. Sehingga perlu
melakukan pengendalian dengan cara mengatur waktu penggilingan dengan sebaik
mungkin agar mesin tidak cepat rusak. C1 : Terjadi keterlambatan pengiriman bahan
baku dari supplier yang menyebabkan terhambatnya proses produksi yang dapat
menimbulkan kerugian. C2: ketidaksesuaian pengiriman bahan baku dari supplier
yang disebabkan dari salahnya informasi yang didapat. Cara pengendaliannya
dengan melakukan konfirmasi ulang dan mengingatkan supplier untuk melakukan
pengecekan ulang dan bila perlu dimasukkan juga ke dalam kesepakatan. D2: Pada
saat pengiriman produk rusak yang disebabkan karena hasil produk yang kurang
baik yang berawal dari kacang yang tidak berkualitas yang dikirim dari suplier yang
tidak bertanggungjawab. Sehingga pengendalian yang harus dilakukan yaitu dengan
lebih teliti dalam proses pemilihan bahan baku. C3: Kondisi cuaca yang kurang baik
yang bisa mengakibatkan proses produksi terhambat karena memengaruhi suhu
perendaman kedelai. F1 : Tidak ada tempat pembuangan air limbah sehingga risiko
pencemaran lingkungan muncul dan perlu adanya penangan yang signifikan agar
dapat mengurangi dampak risiko yang terjadi.
Mitigasi dilakukan setelah mengetahui skala prioritas penanganan risiko yang
dihasilkan dari Likelihood-Impact Matrix. Risiko-risiko yang termasuk dalam
kategori tingkat keparahan tinggi menjadi prioritas utama, selanjutnya dilakukan
mitigasi risiko untuk risiko-risiko dengan tingkat keparahan sedang. Berikut
rekomendasi dari peneliti:
Tabel 5. Rekomendasi Mitigasi Risiko
Peristiwa Kode Tingkat Keparahan Mitigasi Risiko
Kecelakaan A1 Sedang Diberikan alat pelindung diri sesuai
kerja dengan kebutuhan, misalnya sarung
tangan untuk melindungi dari panas.
Performa kerja A2 Sedang melakukan penjualan yang lebih giat lagi
karyawan serta pada saat istirahat memanfaatkan
menurun waktu istirahat sebaik mungkin
Pelaksanaan B1 Sedang pengendalian dengan cara disiplin dan
kerja tidak memperbaiki diri serta dengan
sesuai SOP menerapkan reward and punishment
kepada karyawan agar disiplin dan
bekerja sesuai prosedur.
Terjadi B2 Sedang mengatur waktu penggilingan dengan
kerusakan sebaik mungkin agar mesin tidak cepat
mesin pada saat rusak
produksi
Terlambatnya C1 Sedang membuat kesepakatan atau semacam
bahan baku dari perjanjian antara supplier dengan
supplier pemilik usaha tahu ini, jika melanggar
konsekuensinya adalah mengganti
supplier baru
Peristiwa Kode Tingkat Keparahan Mitigasi Risiko
Ketidaksesuaian C2 Sedang melakukan konfirmasi ulang dan
pengiriman mengingatkan supplier untuk melakukan
bahan baku dari pengecekan ulang dan bila perlu
supplier dimasukkan juga ke dalam surat
kesepakatan
Kondisi cuaca C3 Sedang Membuat pelindung dari hujan atau
kurang baik panas matahari yang berlebihan

278
Listrik padam C4 Tinggi membeli mesin genset supaya tetap bias
yang beroperasi walaupun listrik padam.
menyebabkan
mesin
penggiling tidak
dapat
beroperasi
Kurangnya D1 Tinggi membuat lembar ceklis untuk
pengawasan memudahkan dan membantu
pada saat pengawasan serta peran pemilik sanagt
produksi besar dalam proses pengawasan
Tahu rusak D2 Sedang lebih teliti dalam proses pemilihan bahan
pada saat baku
pengiriman
Komplain dari E1 Tinggi Lebih teliti dalam proses pembelian
konsumen bahan baku agar tidak mendapatkan
bahan yang merusak kualitas produk dan
menentukan standar kualitas bahan baku
kedelai.
Tidak ada F1 Sedang Membuat wadah untuk menampung
tempat limbah dari proses pembuatan tahu serta
pembuangan air membuangnya secara mandiri, tidak
limbah dibuang di sekitar tempat usaha
Sumber: Hasil olah data primer, 2020
SIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pengamatan, penelitian, wawancara dan observasi yang telah
dilakukan di usaha pembuatan tahu Bapak Ramidi dan Ibu Helis, bahwa dari dua
belas risiko yang relevan, terdapat tiga risiko yang tergolong risiko signifikan
dengan tingkat keparahan sangat tinggi, dan sembilan risiko diklasifikasikan sebagai
risiko dengan tingkat keparahan sedang. Resiko tersebut meliputi risiko sumber
daya manusia, risiko produktivitas, risiko proses, risiko eksternal, risiko reputasi,
dan risiko lingkungan.
Pada penilaian resiko dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan dari resiko
tersebut pada tingkat kemungkinan terjadi terdiri atas sangat jarang, jarang,
moderat, sering dan sangat sering. Pada dampak yang terjadi terdiri atas sangat
kecil, menengah, besar, sangat besar. Lalu dari sinilah resiko-resiko tersebut dinilai
dan diberi angka yang selanjutnya dimasukkan pada likelihood-impact matrix. Pada
matriks resiko dilakukan untuk mempermudah dalam mengetahui risiko yang
paling difokuskan dan dampak kemungkinan terjadi setiap resiko-resiko terbagi
atas level low, medium dan high. Pada pembuatan tahu lebih banyak ditemukan
dampak medium dan high. Setelah ditentukan resiko menurut levelnya maka
selanjutnya merespon resiko dengan cara diterima, dihindarkan atau dikurangi atau
bahkan dibagi dengan pihak ketiga.

REFERENSI
Crovini, C. (2019). Risk Management In Small And Medium Enterprises. In G.
Giappichelli Editore.
Crovini, C., Santoro, G., & Ossola, G. (2020). Rethinking risk management in

279
entrepreneurial SMEs: towards the integration with the decision-making
process. Management Decision, ahead-of-p(ahead-of-print).
https://doi.org/10.1108/MD-10-2019-1402
Fadun, O. S. (2013). Risk management and risk management failure: Lessons for
business enterprises. International Journal of Academic Research in Business
and Social Sciences, 3(2), 225–239.
Falkner, E. M., & Hiebl, M. R. W. (2014). Risk management in SMEs: a systematic
review of available evidence. The Journal of Risk Finance, 16(2), 122–144.
https://doi.org/10.1108/JRF-06-2014-0079
Fitriani, Zuraida, A., & Erlina, S. (2013). Analisis Usaha Pembuatan Tahu (Studi Kasus
pada Pabrik Tahu “Berkat Sekumpul” Martapura). ZIRAA’AH, 38(3), 23–27.
Haryani, D. S. (2019). ANALISIS RISIKO KEGAGALAN BUDIDAYA JAMUR TIRAM
PADA BINTAN CENDAWAN. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 4(1), 1–5.
Haryani, D. S., Ilyas, I., & Fauzar, S. (2018). THE ANALYSIS OF POTATO CHIPS
PRODUCT DAMAGED RISK IN WIDURI JOINT VENTURE GROUP. Proceeding
International Seminar on Accounting for Society, 48–56.
Haryani, D. S., Rizki, M., Abriyoso, O., & Saputra, E. K. (2019). Risk Management
Analysis In Iman Santoso’s Tax Consultant. Advances in Social Science,
Education and Humanities Research, 377, 112–116.
https://doi.org/10.2991/icaess-19.2019.22
Luppino, R., Hosseini, M. R., & Rameezdeen, R. (2014). Risk management in research
and development (R&D) projects: The case of South Australia. Asian Academy
of Management Journal, 19(2), 67–85.
Marcelino-sádaba, S., Pérez-ezcurdia, A., Echeverría, A. M., & Villanueva, P. (2013).
Project risk management methodology for small firms. International Journal of
Project Management, 32(2), 327–340.
https://doi.org/10.1016/j.ijproman.2013.05.009
Mitter, C., Postlmayr, M., & Kuttner, M. (2020). Risk management in small family
firms: insights into a paradox. Journal of Family Business Management, ahead-
of-p(ahead-of-print). https://doi.org/10.1108/JFBM-06-2020-0051
Mustapha, M., & Adnan, A. (2015). A Case Study of Enterprise Risk Management
Implementation in Malaysian Construction Companies. International Journal of
Economics and Financial Issues, 5(2), 70–76.
Nikou, S. H., & Selamat, H. (2013). Risk Management Capability within Malaysian
Food Supply Chains. International Journal of Agriculture and Economic
Development, 1(1), 37–54.
Perera, B. A. K. S., Rameezdeen, R., & Chileshe, N. (2014). International Journal of
Construction Enhancing the effectiveness of risk management practices in Sri
Lankan road construction projects : A Delphi approach. 14(1), 1–19.
https://doi.org/10.1080/15623599.2013.875271
Porananond, D., & Thawesaengskulthai, N. (2014). Risk Management for New
Product Development Projects in Food Industry. Journal of Engineering,
Project, and Production Management, 4(2), 99–113.

280
Sangadji, E. M., & Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian (Pendekatan Praktis dalam
Penelitian). CV. Andi Offset.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Manajemen (4th ed.). Alfabeta.
Temel, S., & Durst, S. (2020). Knowledge risk prevention strategies for handling new
technological innovations in small businesses. VINE Journal of Information and
Knowledge Management Systems, ahead-of-p(ahead-of-print).
https://doi.org/10.1108/VJIKMS-10-2019-0155
Zirape, L. B., & Warudkar, A. A. (2016). Risk Management in Construction Joint
Venture Projects in Real Estate. International Journal of Engineering Science
and Computing, 6(4), 4541–4544.

281
Pemanfaatan Teknologi Informasi, Supply Chain Manajemen dan Transparansi untuk
Peningkatan Efektivitas UMKM

Eduard Sinaga _1a, Sri Langgeng Ratnasari _2a,b, Zulkifli _3a,b*


Universitas Riau Kepulauan _1, Jl. Pahlawan No. 99 Batu Aji, Kota Batam _1
a

*Email : edosin97@gmail.com; sarisucahyo@yahoo.com; zulkiflit00@gmail.com

Abstrak

BPS mengeluarkan rilis laporan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020
hanya tumbuh sebesar 2,97%. Kemudian rilis terbaru yang dilaporkan oleh BPS bahwa
produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen (year on
year/yoy). Dengan demikian, Indonesia resmi masuk ke jurang resesi. Populasi dalam
penelitian ini adalah UMKM yang berada di wilayah kelurahan Batam Kota, Batam
center. Sementara sampel yaitu sebagian dari anggota populasi yang akan diteliti.
Pengambilan sampel menggunakan pengambilan sampel kuota (quota sampling). .
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, menggunakan kuesioner dengan skala
Likert. . Hasil penelitian menunjukkan (1) teknologi informasi berpengaruh signifikan
terhadap variabel independen efektivitas UMKM, (2) supply chain manajemen tidak
berpengaruh signifikan terhadap efektivitas UMKM, (3) Variabel transparasi
berpengaruh tidak signifikan terhadap efektivitas UMKM. Hasil menunjukkan bahwa
variabel independen yaitu teknologi informasi, supply chain manajemen, transparasi
secara bersama-sama memberikan pengaruh sebesar 55,9 % kepada variabel dependen
yaitu efektivitas UMKM. efektivitas UMKM dipengaruhi variabel-variabel teknologi
informasi, supply chain manajemen, transparas sebesar 55,9 % dengan 44,1 % faktor
dan variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini
Kata kunci: Teknologi Informasi _1, Supply Chain Manajemen _2,
Transparansi_3,Efektivitas_4

PENDAHULUAN
Dengan datangnya pandemic covid 19 telah membuat perekonomian Indonesia
turun sangat drastis, dan Indonesia pada kuartal tahun 2020 telah mengalami
resisi, selain Indonesia banyak negara lain juga mengalami resisi ekonomi baik
negara berkembang maupun negara maju. Dalam kondisi perekenomian yang
tidak pasti. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS pada Agustus lalu, bahwa
partumbuhan perekonomian Indonesia pada kuartal II mengalami minus
sebesar 5,32% Sebelumnya, BPS juga mengeluarkan rilis laporan bahwa partum
pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 hanya tumbuh sebesar 2,97%.
Kemudian rilis terbaru yang dilaporkan oleh BPS bahwa produk domestik bruto
(PDB) RI pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen (year on year/yoy). Dengan
demikian, Indonesia resmi masuk ke jurang resesi. Keputusan pemerintah untuk
memberlakukan pembatasan sosial berskala besar atau yang disebut dengan
PSBB sebagai akibat antisipasi penyebaran virus Covid-19 ternyata berdampak
pada kehidupan masyarakat secara umum. Salah satu sektor yang terdampak
adalah usaha mikro, kecil dan menengah UMKM yang terdiri dari warung
makanan, warung kecil, mainanan anak-anak, dan lain lain dimana kendala yang
dihadapi adalah keterbatasan penguasaan teknologi informasi, selanjutnya

282
Supply Chain yang dimaksud adalah jaringan setiap individu, organisasi, sumber
daya, kegiatan dan teknologi yang terlibat dalam pembuatan dan penjualan
suatu produk. Mulai dari pengiriman sumber dari pemasok ke sebuah pabrik
hingga pengiriman akhirnya ke pengguna/konsumen terakhir. Dan transparansi
harga dan produk berupa katalog yang belum bisa ditampilkan dengan baik,
transparasi mengurangi kemampuan pemasaran sehingga mengurangi potensi
meraup lebih banyak pelanggan dan efektivitas UMKM dalam mencari
pelanggan.
Hasil penelitan Huda, (2011) Desain supply chain manajemen (SCM) dengan
melibatkan indsutri kecil dan industri besar baik baik secara regional ataupun
cakupan nasional merupakan area yang potensi untuk riset kedepan. Hal ini
merupakan potensi riset jika dilihat dari isu startegi dan perencanaan. Dan Sani,
Subiyakto, Rahman, (2018) hubungan antara kesiapan dan faktor adopsi
teknologi informasi dalam hal pengembangan di UMKM dan bagaimana
mengintegrasikan model kesiapan dan adopsi model TI dalam hal penggunaan
dan pengembangan sistem.
KAJIAN LITERATUR
Menurut Sutarman (2012), Arti dari teknologi informasi yaitu suatu studi,
perancangan, pengembangan, implementasi dan dukungan atau manajemen
sistim informasi berbasis komputer, terhususnya pada aplikasi software dan
hardware komputer. Menurut Kadir dan Triwahyuni (2013) teknologi informasi
adalah separangkat alat yang membantu bekerja dengan informasi dan
melakukan tugas-tugas yang berhubugan dengan pemprosesan informasi.
Sutabri (2012) berpendapat definisi teknologi informasi ialah teknologi yang
bisa digunakan untuk proses data, termasuk mengolah, mendapatkan,
menyimpan, menyusun, memanipulasi data dalam berbagai bentuk untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang akurat, teapt
waktu dan relevan, yang bermanfaat untuk keperluan usaha, perseorangan dan
pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambil
keputusan.
Menurut Muslim (2017) Pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan
sehari-hari sangat penting, karena perkembangan teknologi sudah semakin
pesat sehingga kebutuhan manusia akan teknologi juga semakin banyak
Teknologi informasi saat ini dimanfaatkan dari sekelompok perangkat keras dan
perangkat lunak untuk yang dapat mengolah data menjadi informasi yang
bermanfaat, secara cepat dan akurat
Supply management (manajemen persediaan) bukan hanya nama baru buat
purchasing tetapi lebih konsep inklusif. Supply manajemen adalah pendekatan
strategis yang digunakan oleh organisasi untuk merencankan kebutuhan supply
base sekarang dan yang akan datang, memanfaatkan orientasi proses bersama
dengan tim lintas fungsi (cross –functional team) Monczka, Handfield, Giunipero

283
(2009). Supply management (manajemen persediaan) mendefinisikan
manajemen persediaan sebagai identification (indentifikasi), acquisition
(akuisisi), access (akses), positioning (penentuan posisi), management of
resources (pengeloloan sumber daya), dan berhubungan dengan kemampuan
sebuah organisasi membutuhkan atau ada kemungkinan membutuhkan dalam
mencapai tujuan strategisnya. Pujawan dan Mahendrwati (2010) menjelaskan
bahwa “pentingnya peran semua pihak mulai dari supplier, manufactures,
distributor, dan customer dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas,
dan cepat yang membentuk konsep Supply Chain Management. Supply Chain
Management (SCM) merupakan pandangan manajer secara global mampu
menilai dari tindakan dan memprediksi hasil yang akan diterima. Dalam
mencapai tujua ini, Supply Management dikelola oleh sumber daya manusia
yang dalam supply management disebut sebagai purchaser, seorang purchaser
harus mempunyai kemampuan dalam manajmen kategori.
Transparansi menurut Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009) adalah
kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam
proses keputusan dan penyampaian informasi. keterbukaan dalam
menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang
disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku
kepentingan. Tidak boleh ada hal-hal yang dirahasiakan disembunyikan,
ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda pengungkapannya.”
Dalam pandemic Covid-19 dalam penyebaran Covid-19, baik pemerintah pusat
maupun pepemerintah daerah memberikan himbauan dan memberlakukan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sehingga efektivitas UMKM terganggu
dengan sangat besar, untuk meningkatkan efektivitas UMKM dan menghindari
keterpurukan maka diperlukan invovasi dengan implementasi penggunaan
teknologi informasi, supply chain manajemen dan transparasni harga.
METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek penelitian adalah untuk mendapatkan data dengan sasaran ilmiah
dengan fungsi dan tujuan tertentu tentang hak objective, reliable dan valid dari
suatu hal (variabel tertentu), Sugiyono (2017). Dari unit Usaha Mikro Kecil dan
Menengah yang ada di wilyah Kecamatan Batam Kota. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang memungkinkan menjadi faktor
penunjang Efektivitas UMKM seperti yang ada pada variabel penelitian ini yakni
Teknologi Informasi, Supply Chain Manajemen, Transparansi. Data dikumpulkan
dari data primer dari hasil tanggapan responden terhadap kuesioner dan data
sekunder yang terdiri dari penelitian terdahulu yang relevan dan buku referensi.
Metode analisis data yang digunakan merupakan analisis data kuantitatif yang
dihasilkan melalui program SPSS versi 25

Gambar 1. Model Penelitian

284
Sumber Data Olahan Penulis
Hipotesis Penelitian
Hipotesis 1:
Terdapat pengaruh Teknologi Informasi terhadap efektivitas UMKM.
Hipotesis 2:
Terdapat pengaruh Supply Chain Manajemen terhadap efektivitas UMKM.
Hipotesis 3:
Terdapat pengaruh Transparansi terhadap efektivitas UMKM.
Hipotesis 4:
Terdapat pengaruh Teknologi Informasi, Supply Chain Manajemen,
Transparansi terhadap efektivitas UMKM.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM yang berada di wilayah kelurahan
Batam Kota, Batam center dengan jumlah 180 pengusaha UMKM. Sementara
sampel 112 pengusaha UMKM yaitu sebagian dari anggota populasi yang akan
diteliti. Pengambilan sampel menggunakan pengambilan sampel kuota (quota
sampling), di mana menurut Sunyoto (2013) pada sampel kuota ada suatu
batasan bahwa sampel yang diambil haruslah memiliki ukuran tertentu dari
setiap kelompok kecil yang telah ditentukan dari suatu populasi sejak awal.
Ukuran sampel pada sampel kuota biasanya cukup besar dengan harapan
karakteristik sampel dapat mendekati karakteristik populasi. Sebelum membagi
persentase kuota per tingkat, jumlah total sampel yang diinginkan dari populasi
harus dihitung terlebih dahulu menggunakan rumus Solvin agar dapat dibagi
dengan kuota yang sesuai
Teknik Pengumpulan Data
Sumber pengumpulan data, pengumpulan data dapat dilakukan dengan
kuisioner, observasi, wawancara (Sugiyono,2017).
Definisi Operasional
Variabel dependen (variable bebas)

285
Yang menjadi variable bebas dalam penelitian ini antara lain:
X1 = Teknologi Informasi
X2 = Supply Chain Manajemen
X3 = Transparansi
Variabel Dependen (variabel terikat)
Variabel terikat adalah variable yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variable
bebas. Dalam penelitian ini variable terikatnya:
Y= Efektivitas
Teknik Analisis Data
Analisis data diolah dengan menggunakan SPSS (Statistical Package for the
Social Sciences) versi 25.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Normalitas
Gambar 1. menunjukkan titik-titik menyebar di sekitar garis dan mengikuti garis
diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa residual pada model regresi tersebut
terdistribusi secara normal.

Gambar 2. Uji Normalitas


Gambar 1. Uji Normalitas
Sumber: data yang diolah, tahun 2020

Uji Multikolinearitas

Tabel 1. Collinearity Statistics Hasil Nilai Uji


Multikolinearitas Variabel
Tolerance VIF
Teknologi
Informasi 0.442 2.260

Supply Chain 0.191 5.248

Transparansi 0.313 3.195

286
Sumber: data
yang diolah, tahun 2020
Hasil uji multikolinearitas menun-jukkan nilai Tolerance masing-masing
variabel independen memiliki nilai melebihi 0,10, dan nilai VIF memiliki nilai
kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa keempat variabel tidak terjadi
masalah multikolinearitas
Uji Heterokedastisitas
Gambar 2. menunjukkan titik-titik yang menyebar dangan pola yang tidak jelas
di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Kesimpulan hasil uji
heterokedastisitas adalah tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model
regresi.

Gambar 2. Uji Heterokedastisitas


Sumber: data yang diolah, tahun 2020
Uji Regresi Linier Berganda
Analisis Regresi Linear Berganda
Tabel 2. Hasil Analisis Regersi Linier Berganda
Coefficientsa
Standardiz
ed
Unstandardized Coefficient
Coefficients s Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 9.009 5.879 1.533 0.128

Teknologi 0.354 0.134 0.318 2.649 0.009 0.442 2.260


Informasi
Supply 0.263 0.213 0.225 1.234 0.220 0.191 5.248
Chain
Transpara 0.093 0.149 0.088 0.620 0.537 0.313 3.195
nsi
a. Dependent Variable: Efektivitas

Sumber: data yang diolah, tahun 2020

Persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:


Y=9,009 + 0,354X1 + 0,263X2 + 0,093X3 + e

Penjelasan dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

287
1. Konstanta dengan nilai 9,009 artinya jika variabel teknologi informasi,
supply chain manajemen, transparasi, bernilai nol, maka nilai efektivitas UMKM
adalah 9,009.
2. Koefisien regresi variabel teknologi informasi sebesar 0,354 artinya, jika
variabel independen lain dianggap nol dan nilai teknologi informasi mengalami
peningkatan 1%, maka efektivitas kerja karyawan akan mengalami peningkatan
nilai sebanyak 0,354.
3. Koefisien regresi variabel supply chain manajemen sebesar 0,263 artinya,
jika variabel independen lain dianggap nol dan nilai supply chain manajemen
mengalami peningkatan 1%, maka efektivitas UMKM akan mengalami
peningkatan nilai sebanyak 0,263.
4. Koefisien regresi variabel transparansi sebesar 0,093 artinya, jika variabel
independen lain dianggap nol dan nilai transparansi mengalami peningkatan
1%, maka efektivitas UMKM akan mengalami peningkatan nilai sebanyak 0,009.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Tabel 3. Hasil Nilai Uji t
Coefficientsa
Standardiz
ed
Unstandardized Coefficient
Coefficients s Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 9.009 5.879 1.533 0.128

Teknologi 0.354 0.134 0.318 2.649 0.009 0.442 2.260


Informasi
Supply 0.263 0.213 0.225 1.234 0.220 0.191 5.248
Chain
Transpara 0.093 0.149 0.088 0.620 0.537 0.313 3.195
nsi
a. Dependent Variable: Efektivitas

Sumber: data yang diolah, tahun 2020

Pada Tabel 3, nilai t hitung pada teknologi informasi sebesar 2,649, nilai t hitung
supply chain manajemen sebesar 1,234, nilai t hitung pada transparasi adalah
0,620.
Pada t tabel dengan jumlah responden sebanyak 112 peserta dan signifikasi
0,05, maka didapatkan nilai t tabel sebesar 1,980. Variabel dikatakan
berpengaruh ketika t hitung lebih besar dari pada t tabel. Kesimpulan dari hasil
uji t adalah:
1. Variabel teknologi informasi berpengaruh signifikan terhadap variabel
independen efektivitas UMKM.
2. Variabel supply chain manajemen tidak berpengaruh signifikan terhadap
efektivitas UMKM.
3. Variabel transparasi berpengaruh tidak signifikan terhadap efektivitas
UMKM.
Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F)

288
Tabel 4. Hasil Nilai Uji F
ANOVAa
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regressio 1681.352 3 560.451 16.402 .000b
n
Residual 3690.327 108 34.170
Total 5371.679 111
a. Dependent Variable: Efektivitas
b. Predictors: (Constant), Transparansi, Teknologi Informasi, Supply Chain

Sumber: data yang diolah, tahun 2020

Hasil nilai F sebesar 160,402 dengan signifikasi 0,000. Dapat disimpulkan bahwa
variabel independen yaitu variabel teknologi informasi, supply chain
manajemen, transparasi berpengaruh secara simultan atau bersama-sama
efektivitas UMKM.
Uji Koefisien Determinasi (R²)
Tabel 5. Hasil Nilai Adjusted R2
Model Summaryb
Std. Error
Adjusted R of the
Model R R Square Square Estimate
1 .559a 0.313 0.294 5.845
a. Predictors: (Constant), Transparansi, Teknologi Informasi,
Supply
b. Chain Variable: Efektivitas
Dependent
Sumber: data yang diolah, tahun 2020
Hasil menunjukkan bahwa variabel independen yaitu teknologi informasi,
supply chain manajemen, transparasi secara bersama-sama memberikan
pengaruh sebesar 55,9 % kepada variabel dependen yaitu efektivitas UMKM.
efektivitas UMKM dipengaruhi variabel-variabel teknologi informasi, supply
chain manajemen, transparas sebesar 55,9 % dengan 44,1 % faktor dan variabel
lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

SIMPULAN
. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Teknologi informasi terhadap efektivitas UMKM berpengaruh signifikan.
Artinya teknologi informasi mempengaruhi tren pertumbuhan UMKM yang ositif
turut berimbas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. UMKM merasakan
beragam manfaat bagi kemajuan bisnis serta kelancaran operasional mereka.
UMKM mendapatkan informasi lebih cepat Hal ini berpengaruh terhadap inovasi
sebuah produk yang membuat lebih cepat dikenal, enghemat biaya pemasaran
dan mempermudah operasional.
2. Supply chain manajemen memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
efektivitas UMKM. Hal ini berarti belum cukup pemahaman konsep supply chain
manajemen dalam pemahaman maupun ilmu pengetahuan sehingga peranan

289
supply chain belum dianggap sebagai sesutu yang relevan dalam peningkatan
efektivitas UMKM
3. Transparasi memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap efektivitas UMKM.
Transparasi. Belum tingginya minat para pengusaha UMKM dalam transparansi
harga dan dan kualitas produk yang ditawarkan membuat transparansi belum
sebagai factor dalam meningkatkan efektivitas UMKM, pemahaman akan
kemudahan yang ditawarkan oleh e-commerce lewat transparansi harga dan
produk oleh perusahaan start up besar belum diikuti dengan baik.
4. Teknologi informasi, supply chain manajemen, transparasi secara bersama-
sama memberikan pengaruh sebesar 55,9 % kepada variabel dependen yaitu
efektivitas UMKM. efektivitas UMKM dipengaruhi variabel-variabel teknologi
informasi, supply chain manajemen, transparas sebesar 55,9 % dengan 44,1 %
faktor dan variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini

REFERENSI
Alannita, Suaryana. 2014. Pengaruh Kecanggihan Teknologi Informasi,
Partisipasi Manajemen, dan Kemampuan Teknik Pemakai Sistem
Informasi Akuntansi pada Kinerja Individu ISSN: 2302-8556 E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana 6.1(2014):33-4, Hal1-13
Brien, O.J. (2018). Categoty Management in purchasing (3rd ed.). New York:
Kogan Page Publishers.
Chopra, S., and Meindl, P (2001), Supply Chain Management: Strategy, Planning
and Operations. New Jersey– PrenticeHall
Lin,c.Y.(1998),“SuccessFactorsofSmall-and-Medium-
SizedEntreprisesinTaiwan:An Analysisofcases”Journal of Small Business
Management, Vol. 36, No. 4, pp 43-65.
Frestila. 2015. Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi, Karakteristik
Informasi Sistim Akutansi Manajemen dan Ketidakpastian Lingkungan
terhadap Kinerja Manajerial. Tesis. Padang. Universitas Negeri Padang.
Hamisi(2010).Challengesandopportunitiesof TanzanianSMEsinadaptingsupply
chain management. African Journal Business Of Management., 5(4);
1266- 1276
Monczka, Handfield, Giunipero, Patterson. (2009). Supply Chain Management
(4th ed.). South-Western,: Cengage Learning.
Muslim Buhori. 2017. Pengantar Teknologi Informatika Teknik Informatika.
Yogyakarta: Budi Utama
Novitaningrum, 2014, Akuntabilitas dan Transparansi Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah, Melalui Electronic Procurement (Best Practice di

290
Pemerintah Kota Surabaya), Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik,
Volume 2, Nomor 1,hal 1-10.
Rohman, 2020, Kinerja Kelembagaan dan Transparansi Harga pada Pasar
Lelang Cabai Merah di Kabupaten Kulon Progo, Jurnal - Universitas
Baturaja, Vol 1, No1, hal 1-10.
Sani, Subiyakto, Rahman,2018, Model Kesiapan dan Adopsi Teknologi Informasi
di Antara Usaha Kecil Menengah (UMKM) Indonesia, Direktorat
Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Republik Indonesia.
http://ur.aeu.edu.my/582/1/MODELKESIAPANDANADOPSITEKNOLOGIINFOR
MASI-2-14.pdf
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta.
Sunyoto, Danang. (2013). Metode Dan Instrumen Penelitian Ekonomi Dan
Bisnis. Yogyakarta: CAPS.
Trisninawati, Noviardy, Mellita, Peningkatan Supply Chain Manajemen UMKM:
Benchmarking UMKM di Kota Palembang, Jurnal
Wardani. 2018. Pengaruh Sistim Informasi Akuntansi, Total Quality
Management (TQM), dan Penerapan Teknologi Informasi Terhadap
Kinerja Manajerial Dengan Perencanaan Strategi sebagai variabel
Intervening pada perusahaan Oil and Gas di Kota Batam. Tesis. Batam:
Universitas Batam.
https://www.investopedia.com/terms/f/financial-literacy.asp

291
Analisis Manajemen Strategi bagi UMKM di Pulau Bintan agar
Dapat Bertahan di Masa Pandemi Covid 19
Octojaya Abriyoso1, Dwi Septi Haryani2

Program Studi Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pembangunan, Jl. Raja Haji
Fisabilillah No 34, Tanjungpinang,
Kepulauan Riau1, 2
*octojaya@stie-pembangunan.ac.id1
*dwiseptih@stie-pembangunan.ac.id2

Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Tujuan dari
dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) di Pulau Bintan agar dapat bertahan di masa pandemi Covid 19.
Penelitian ini dilakukan dengan meneliti sampel 4 UMKM dengan studi kasus serta teknik
pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Jenis data dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Setelah hasil wawancara dan observasi
dihimpun, hasilnya dikombinasikan dengan studi literatur dari bidang kajian yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dirumuskan terbagi dalam strategi
korporasi, strategi bisnis, dan strategi fungsional. Dan untuk 4 UMKM yang berbeda maka
akan berbeda pula strategi yang dirumuskan berdasarkan analisis lingkungan.
Kata kunci: Manajemen Strategi, UMKM, Covid 19

PENDAHULUAN
Latar belakang penelitian dimulai dari wabah pandemi Covid 19 yang sudah
melanda kurang lebih setahun di hampir seluruh Negara di dunia. Kasus pertama
pasien yang menderita Covid 19 dilaporkan terdeteksi di kota Wuhan, Republik
Rakyat Tiongkok pada tanggal 18 November 2019. Hingga saat ini, virus tersebut
sudah menyebar dan efek sistemiknya sangat terasa, serta membuat banyak Negara
mengalami kesulitan untuk melawan pandemi ini, tidak terkecuali di Indonesia,
yang dinyatakan memiliki pasien pertama pada 2 Maret 2020 (Rifa’i, 2020).
Hingga saat ini, telah banyak strategi yang telah dilakukan pemerintah dalam
menghadapi pandemi ini dan strategi tersebut diharapkan dapat menjangkau
seluruh masyarakat hingga segala dampak yang ditimbulkan oleh Covid 19 ini tidak
terlalu memberatkan. Karena prioritas utama adalah kesehatan, maka peraturan
yang utama diberlakukan adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB.
Peraturan ini tentunya menimbulkan permasalahan baru. Beberapa golongan
masyarakat yang penghidupannya bergantung pada adanya kegiatan “berkumpul”
atau “bertatap muka” akan tidak dapat melaksanakan kegiatan tersebut, tidak
terkecuali para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang disebut
sebagai “penggerak perekonomian rakyat” (Suhargon, 2019) sehingga otomatis
kelangsungan berjalannya kehidupan mereka pun akan mengalami kesulitan besar.
State of the Art serta Novelty disusun dengan tujuan agar dapat diketahui kebaruan
atau apa hal yang dapat dijadikan sebagai pengetahuan terbaru bagi ilmu
pengetahuan, dengan membuat perbandingan dengan penelitian terdahulu yang

292
sejenis, terutama bagi bidang manajemen strategik, baik secara teoritis maupun
praktis.
Penelitian pertama, oleh (Bourletidis, 2013) berjudul “The Strategic Management of
Market Information to SMEs during Economic Crisis” yang dilakukan di Yunani,
dimana kesimpulan yang dikemukakan adalah bahwa manajemen stratejik dibidang
informasi memiliki pengaruh penting dalam UMKM dimana hal tersebut
memberikan berbagai variasi kerangka kerja, alat, dan inspirasi dalam menghadapi
krisis. Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah bahwa penelitian
ini cendrung berfokus pada manajemen informasi atau bagaimana UMKM
mendapatkan informasi seputar bisnis dan pasar.
Penelitian kedua, oleh (Iborra et al., 2019) berjudul “What explains the resilience of
SMEs Ambidexterity capability and strategic consistency” yang dilakukan di Spanyol,
dimana kesimpulan yang dikemukakan adalah bahwa organizational ambidexterity
dan strategic consistency adalah faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan
UMKM. Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah bahwa
penelitian ini berfokus pada daya tahan usaha.
Penelitian ketiga, oleh (Engert et al., 2016) berjudul “Exploring the integration of
corporate sustainability into strategic management a literature review” yang
merupakan kajian literatur, dimana hasilnya adalah bahwa untuk mengintegrasikan
corporate sustainability dan manajemen stratejik, dibutuhkan faktor antara lain:
analisa motivasi perusahaan, lalu selaraskan dengan kebutuhan stakeholder, lalu
lakukan brainstorming. Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilakukan, kajian
ini adalah sepenuhnya studi literatur, bukan lapangan.
Penelitian keempat oleh (Pröllochs & Feuerriegel, 2020) berjudul “Business analytics
for strategic management Identifying and assessing corporate challenges via topic
modeling” yang juga kajian literatur, dimana hasilnya adalah bahwa model topik
dengan SWOT dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
perusahaan dengan mempertimbangkan risiko dan melihat kompetitor. Perbedaan
dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah bahwa penelitian ini juga
sepenuhnya kajian literatur, bukan lapangan.
Penelitian kelima oleh (Baumgartner & Rauter, 2017) berjudul “Strategic
perspectives of corporate sustainability management to develop a sustainable
organization” yang juga kajian literatur, dengantemuan bahwa untuk mencapai
keberlanjutan perusahaan, ada tiga aspek yakni proses strategi, konteks strategi dan
konten strategi. Perbedaan dengan penelitian yang saat ini dilakukan adalah
penelitian cenderung melihat dari ekonomi makro dan mikro serta melibatkan
variabel yang lebih banyak.
Manajemen Strategik adalah serangkaian langkah, dari keputusan, tindakan dan
evaluasi untuk usaha dalam jangka panjang (Wheelen & Hunger, 2012). UMKM
merupakan pilar penting dengan peranannya dalam berkontribusi pada pendapatan
daerah (Machmud & Sidharta, 2013). Diharapkan penelitian ini akan dapat
membantu memberikan rekomendasi strategi bagi UMKM, dilihat dari telah
terdapat banyak sektor industri terdampak penurunan aktivitas karena adanya

293
pandemi Covid 19 yang menyebar (Ramdani & Pamulang, 2020). Untuk skala besar,
terlihat dari laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI seperti sektor
industri properti, terjadi penurunan laba bersih – 12,9% selama 4 bulan pertama
tahun 2020, hal yang sama terjadi pada sektor otomotif dan media -34,4%, apalagi
sektor pariwisata dan perhotelan terjadi penurunan hingga -1.934,3%. Sementara
disektor industri lain yang terdampak seperti farmasi mengalami pertumbuhan
13,3%.
Begitu juga yang dialami dengan para pelaku usaha yang terdampak pandemi Covid
19 di sektor kecil. Menurut data BPS atau Badan Pusat Statistik, berdasarkan data
terlihat semenjak tanggal 10 sampai dengan 26 Juli 2020 didapatkan hasil bahwa
pendapat pendapatan UMKM Mengalami penurunan sebesar 24%. Dari survei BPS
didapatkan juga data bahwa sebanyak 59,8% UMKM masih dapat beroperasi secara
normal lalu 24% melakukan pengurangan kapasitas atau menyusutkan usahanya
lalu 10,1% berhenti beroperasi dan 5,4% lainnya bekerja dari rumah. (BPS, 2020)
Menurut data BPS juga hanya ada 13% UMKM yang pendapatan tetap dan hanya 2%
saja yang pendapatannya cenderung meningkat. hanya industri jamu, masker dan
penjualan sepeda serta jasa internet saja yang berhasil melakukan peningkatan
pendapatan selama pandemi Covid 19. Sementara sektor-sektor yang banyak
terdampak penurunan pendapatan adalah sektor transportasi dan pergudangan
juga industri konstruksi dan industri pengolahan dimana totalnya sektor tersebut
mengalami penurunan pendapatan sebesar 84,60%. Hal ini terjadi juga di Pulau
Bintan, salah satu kabupaten di Kepulauan Riau, yang mengalami penurunan
pendapatan UMKM hingga 50% (BPS, 2020).
Walau sekarang pelonggaran PSBB telah diberlakukan, tetapi tidak ada yang dapat
menjamin bahwa kehidupan masyarakat golongan ini akan kembali seperti
biasanya, oleh karena itu, diperlukan kajian “strategi” agar kedepannya,
permasalahan seperti ini dapat diantisipasi, terutama karena minimnya sumber
daya dari UMKM yang ada (He & Karami, 2016). Definisi dari strategi adalah
antisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi di masa depan lalu kemudian
mempersiapkan cara agar kemungkinan-kemungkinan yang buruk tidak terdampak
bagi usaha. Strategi-strategi ini tentunya perlu diatur dengan baik, agar kita dapat
mengetahui dan dapat menempatkan strategi tersebut pada saat yang tepat dan
kondisi yang tepat. Manajemen strategik adalah keputusan-keputusan dan tindakan
yang diatur oleh pelaksana usaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau
organisasi dalam berbagai lini dan untuk jangka panjang (Rufaidah, 2012).
Manajemen strategik merupakan suatu pola yang diarahkan dan dilakukan secara
menyeluruh dan total mulai dari pimpinan dan juga seluruh komponen organisasi
dalam mencapai tujuannya dengan mengenali kegagalan-kegagalan, kekurangan-
kekurangan serta kelebihan dan kesempatan agar dapat bersaing di dalam industri,
serta masih dibutuhkannya kajian yang banyak mengenai manajemen strategi,
terutama untuk memperkecil Research Gap juga untuk pulih dan bertahan dari
pandemi ini.

294
Oleh karena itu melalui penelitian ini akan dianalisis mengenai bagaimana pada
UMKM yang ada, strategi-strategi tersebut dapat dirumuskan dan
diimplementasikan dengan referensi studi atau pustaka yang relevan dan memadai,
dengan beberapa contoh UMKM di Pulau Bintan, Kepulauan Riau yang terdampak
pandemi. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang ingin diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana Analisis Manajemen Strategi bagi
UMKM di pulau Bintan agar dapat bertahan di masa pandemi Covid 19?”

KAJIAN LITERATUR
Manajemen strategik merupakan sekumpulan keputusan dan tindakan manajerial
yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas serta capaian perusahaan dalam
jangka waktu yang cenderung panjang (Rufaidah, 2012). Manajemen strategik
merupakan sebuah pola yang dilaksanakan secara menyeluruh oleh lapisan
organisasi serta mengarahkan organisasi menuju pemahaman kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki untuk bertahan dalam industri (Rufaidah, 2012).
Proses manajemen strategi meliputi 4 tahap, yang pertama adalah analisa
lingkungan, kedua adalah formulasi strategi, ketiga adalah implementasi strategi,
dan keempat adalah evaluasi dan pengendalian strategi (Wheelen & Hunger, 2012).
Analisa lingkungan dapat dilakukan dengan analisis SWOT, dengan melihat dari dua
perspektif, yakni internal dan eksternal organisasi (Wheelen & Hunger, 2012).
Manajemen strategi merupakan suatu bidang ilmu yang mengombinasikan
bagaimana perubahan yang terjadi dengan keputusan yang diambil sebagai respon
pada perubahan tersebut (Ramdani & Pamulang, 2020).
Hal yang pertama dilakukan dalam analisa lingkungan internal adalah dengan
melihat bagaimana postur strategik perusahaan. Yang pertama dilihat adalah kinerja
keuangan historis, apakah telah memenuhi target perusahaan yang direncanakan.
Tidak hanya keuangan, perlu juga dilihat bagaimana kinerja dari fungsi perusahaan
yang lain, seperti SDM, pemasaran, dan operasional (Rufaidah, 2012).
Untuk lingkungan eksternal, perlu dilihat secara mikro dan makro, bagaimana
kesempatan dan ancaman yang dihadapi organisasi. Tujuan dari dilakukannya
analisa lingkungan ini salah satunya adalah untuk melihat keunggulan bersaing dari
organisasi. Setelah hal tersebut diketahui, barulah dapat dirumuskan bagaimana
formulasi strategi yang baik untuk organisasi (Primasanti, 2016).
Formulasi strategi dibagi menjadi tiga jenis yakni strategi korporasi, strategi bisnis
dan strategi fungsional. Ketiganya disusun berdasarkan temuan yang didapatkan
pada analisa lingkungan. Setelah itu, baru dilakukan implementasi strategi untuk
merencanakan dan merealisasikan strategi tersebut. Bagian terakhir adalah
bagaimana melakukan evaluasi dan pengendalian strategi sesuai dengan strategi
berjalan dengan metode kualitatif dan kuantitatif (Rufaidah, 2012).

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Penelitian studi kasus ini dilakukan dengan mengkaji secara

295
teoritis penemuan-penemuan dan pendapat para ahli lalu di kolaborasikan dengan
temuan di lapangan. Sumber datanya adalah sumber data primer dan sekunder.
Data primer didapatkan dari survei dan observasi yang di lakukan pada UMKM di
Pulau Bintan, sementara data sekunder didapatkan dari jurnal-jurnal ilmiah baik
nasional maupun internasional yang relevan dengan topik yang diteliti serta
mengaitkannya dengan kondisi pandemi Covid 19. Sampel yang menjadi responden
dalam penelitian ini adalah UMKM berjumlah 4 usaha yang berlokasi di sekitaran
Pulau Bintan. Sampel ini dipilih dar populasi berdasarkan pertimbangan sebagai
sektor yang terdampak Covid 19. Metode pengumpulan data dengan melakukan
wawancara dan observasi terhadap objek penelitian lalu hasilnya dianalisis dan
dikolaborasikan dengan kajian ilmiah yang ada. Penelitian dilakukan antara bulan
September hingga Oktober 2020.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pertama-tama akan dibahas mengenai bagaimana kondisi 4 UMKM yang berada di
sekitar pulau Bintan. UMKM yang pertama adalah Otak-Otak dari Kelurahan Sungai
Enam Kijang RT 04 RW 01 Kijang Kota Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.
Usaha ini telah berdiri sejak tahun 2003. Tujuan didirikannya usaha adalah untuk
meningkatkan perekonomian keluarga pendiri serta untuk memenuhi permintaan
konsumen.
Usaha ini memiliki karyawan sebanyak 7 orang dan sudah memiliki cabang, cabang
tersebut masih berada di wilayah Sungai Enam Kijang. Usaha ini, usaha turun
temurun serta beberapa karyawan yang bekerja disana merupakan sanak keluarga
serta selebihnya tetangga sekitar rumah. Maka pemilik usaha otak-otak ini harus
lebih memperhatikan kualitas serta kuantitas usaha otak-otak yang sudah
dihasilkan.
Adapun selama pandemi, penjualan Otak-Otak ini juga mengalami penurunan,
terutama karena usaha otak-otaknya dilakukan ditempat terbuka dan biasanya
ramai pengunjung berkerumun. Jadi dampak dari pandemi ini antara lain yaitu
menurunnya penjualan hampir-hampir 60%, dari pendapatan awal yang mencapai
Rp. 22.500.000. Kendala lain adalah karena proses produksi menggunakan bahan
alami, otomatis bahan tersebut tidak akan bertahan lama terutama jika peraturan
untuk berjarak kembali diberlakukan. Maka ada kemungkinan proses produksi akan
terganggu, jika dalam pembuatan otak-otak menggunakan ikan yang tidak segar
maka proses produksi akan terhenti dan apabila proses produksi tetap dilanjutkan
akan berdampak buruk bagi kesehatan konsumen yang mengkonsumsi otak-otak
tersebut, terutama jika bahan baku ikan tidak stabil karena faktor cuaca.
UMKM kedua “Pabrik Tahu” yang terletak di Jl. Yos Sudarso Kota Tanjungpinang.
Usaha ini merupakan salah satu usaha pabrik tahu yang beroperasi di daerah kota
Tanjungpinang sejak lama. Pabrik ini telah didirikan sejak tahun 1972 oleh
pemiliknya pak Solihin. Pabrik ini masih beroperasi dengan skala kecil dan masih
menggunakan satu mesin dan dengan dua orang pekerja. Pabrik ini melayani
pembelian langsung oleh pedagang eceran yang terletak di Jl. Yosudarso dan

296
menjadi sentral industri, dengan kapasitas produksi tahu yang dapat dihasilkan
yaitu 50 kg/hari (10 cetakan).
Selama masa pandemi, produksi pabrik tahu ini mengalami penurunan
produksi karena masyarakat sempat mengkhawatirkan tahu yang dijual di
Tanjungpinang salah satunya dijual oleh pasien positif Covid 19 di Tanjungpinang.
Selain itu juga terdapat kendala lanjutan lain seperti rusaknya produk dan bahan
baku karena daya tahan yang tidak terlalu lama, adanya pekerja yang diketahui sakit
(selain Covid 19) sehingga produksi tersendat. Beberapa piutang tak tertagih juga
menjadi kendala yang dihadapi disamping kondisi keuangan usaha yang sedang
tidak stabil.
UMKM ketiga adalah salah satu developer di kota Tanjungpinang yakni CV Istana
Cahaya yang didirikan pada tahun 2009. Perusahaan yang bergerak dibidang jual
beli tanah, rumah dan juga kontraktor ini terletak di Jl. RH. Fisabilillah Km. 8 Atas.
Setahun sebelum pandemi terjadi, CV Istana Cahaya sedang gencar membangun
unit-unit rumah dikawasan kota Tanjungpinang, tepatnya di Komplek Perumahan
Pinang Mas Km. 8 Atas.
Karena Covid 19, CV ini dihadapkan pada permasalahan antara lain menurunnya
proyek, menurunnya penjualan perumahan, serta suplai bahan baku yang juga dapat
mengalami penurunan terutama disebabkan karena adanya pembatasan sosial ketat
seperti beberapa waktu lalu. Sudah tentu hal ini menyebabkan keadaan finansial
terganggu dikarenakan fokus pengeluaran akan dialihkan pada hal lain yang lebih
mendesak.
Lalu UMKM yang terakhir adalah usaha “Rumah Jamur” yang merupakan usaha
pribadi yang membudidayakan jamur tiram yang beralamat di Jl Haji Aman RT 01
RW 03 desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong. Usaha ini telah berdiri sejak awal
Februari 2019. Tujuan dimulainya usaha budidaya jamur tiram ini adalah untuk
meningkatkan perekonomian keluarga pendiri dan untuk memenuhi permintaan
konsumen akan kebutuhan jamur tiram, tetapi sayangnya tidak lama setelah itu
virus Covid 19 sudah mulai menyebar.
Usaha ini merupakan usaha yang menguntungkan dimana dengan modal yang tidak
terlalu besar mampu meraup keuntungan yang maksimal. Umumnya usaha
budidaya jamur tiram ini penggunaan bibitnya harus mengambil pasokan dari luar
daerah namun berbeda dengan bibit yang digunakan oleh usaha ini, dimana bibitnya
ditanam sendiri dengan kualitas baik. Hal ini terlihat dari penjualan yang cukup baik
saat awal dimulainya usaha.
Saat Covid 19 berlangsung, salah satu konsumen tersegmentasi dari usaha Rumah
Jamur yakni dari sektor pariwisata seperti hotel dan resort, tidak lagi memesan
produk jamur ini karena usaha mereka sendiri yang tidak dapat bertahan. Oleh
karena itu, penjualan dan finansial turut merosot terutama karena pesanan yang
jumlahnya besar, datang dari sektor tersebut. Penjualan dari usaha Rumah Jamur ini
mengalami penurunan hingga 60%.
Penentuan Alternatif Strategi

297
Menurut (Rufaidah, 2012) secara umum strategi terbagi atas tiga tingkatan, yakni
yang pertama adalah Strategi Korporasi, yang merupakan tingkatan strategi yang
dirumuskan dan diimplementasikan oleh tingkat atas manajemen, atau top
management, dimana dalam lingkup UMKM, strategi ini diterapkan dan dirumuskan
oleh pemilik, perintis, atau pelaku usaha. Pada bagian inilah pelaku menentukan
arah usahanya di masa depan, apakah usahanya akan di tumbuhkan (Growth), tetap
belum berubah, (Delay), atau diciutkan (Retrenchment) (Rufaidah, 2012).
Tingkatan yang kedua adalah Strategi Bisnis. yang merupakan tingkatan strategi
yang dirumuskan dan diimplementasikan oleh tingkat menengah manajemen atau
middle management dimana dalam lingkup UMKM, terutama yang skala mikro,
strategi ini masih dirumuskan dan diterapkan oleh pemilik atau pelaku dan perintis
usaha. Pada bagian ini para pelaku menentukan apakah usaha nya akan melakukan
tindakan competitive (cenderung menyerang, berkompetisi) baik secara langsung,
tidak langsung, atau secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi.
Tingkatan paling akhir adalah Strategi Fungsional, yang merupakan tingkat strategi
yang dirumuskan dan diimplementasikan oleh tingkat bawah manajemen (low
management) dimana dalam lingkup UMKM, strategi ini dirumuskan oleh tingkat
atas seperti pemilik dan dilakukan oleh para pekerja dalam usaha tersebut. Pada
bagian ini, ditentukan juga bagaimana strategi usaha dalam tiap-tiap 4 fungsi usaha,
yakni fungsi Pemasaran, Keuangan, Operasional, dan SDM.
Gambar 1. Strategy Mapping

Sumber: (Rufaidah, 2012), Hasil olahan penelitian (2020)


Strategi-strategi ini dapat diterapkan secara sekaligus bagi tiap tingkatan, namun
jika terdapat penerapan strategi dalam satu tingkatan, UMKM tersebut juga dapat
menerapkan lebih dari satu strategi yang tidak berlawanan, contohnya, strategi
growth atau berkembang, akan sulit dilakukan dan tidak dapat dijalankan
bersamaan dengan strategi retrenchment atau penciutan. Strategi-strategi ini juga
dirumuskan dengan pertimbangan bagaimana keadaan lingkungan sekitar usaha
yang disebutkan dibagian deskriptif hasil lapangan (environmental scanning)
terutama di masa pandemi Covid 19 yang tengah mewabah. Hasil lapangan
didapatkan dengan turun langsung ke UMKM yang diteliti, melakukan wawancara

298
dan penggalian data lainnya, dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan yang
ditetapkan pemerintah. Selama kegiatan penggalian data tidak ditemukan aktivitas
yang berpotensi menyebabkan penyebaran Covid 19. Berikut adalah strategi yang
dirumuskan bagi UMKM.
Tabel 1. Formulasi Strategi yang dirumuskan
No. UMKM Strategi Turunan
1 Usaha Otak-Otak Strategi Korporasi Delay (Bertahan) dengan
Kijang turunan Strategi Pause
Strategi Bisnis Kompetitif dengan turunan
Cost Leadership
Strategi Fungsional Operasional, Keuangan,
Pemasaran.
2 Pabrik Tahu Yos Strategi Korporasi Delay (Bertahan) dengan
Sudarso turunan Strategi No Change
Tanjungpinang Strategi Bisnis Kompetitif dengan turunan
Cost Focus
Strategi Fungsional Operasional, Keuangan, SDM,
Pemasaran
3 C.V. Istana Cahaya Strategi Korporasi Retrenchment dengan
(Kontraktor dan turunan Turnaround
Konstruksi) (Contraction) atau Divestation
Tanjungpinang Strategi Bisnis Koperatif dengan turunan
Aliansi Strategis atau Kolusi
Strategi Fungsional Operasi, Keuangan, SDM,
Pemasaran
4 Rumah Jamur Strategi Korporasi Growth dengan turunan
(Budidaya Jamur) Strategi Horizontal, atau
Berakit, Kab. Bintan Delay dengan turunan Pause
atau Profit
Strategi Bisnis Kompetitif dengan turunan
Cost Leadership
Strategi Fungsional Pemasaran, Operasional
Sumber: Hasil olahan penelitian (2020)
Usaha Otak-Otak Kijang, terdapat tiga tingkat strategi yang akan dirumuskan dan
disarankan bagi usaha otak-otak ini. Yang pertama, untuk tingkat strategi korporasi,
strategi yang dirumuskan adalah strategi delay dengan turunan pause, yang strategi
tersebut artinya adalah usaha ini dalam waktu dekat tidak akan melaksanakan
strategi apapun yang bersifat baru, melainkan hanya melaksanakan yang sifatnya
sudah didalam prosedur operasional standar, atau yang sudah dirumuskan terlebih
dahulu, sampai waktu yang tepat untuk melaksanakan strategi yang lain seperti
growth, dimana saat pandemi ini, strategi bertumbuh kembang masih belum dapat
dilaksanakan karena nantinya kondisi ekonomi belum akan dapat terpenuhi dengan
maksimal (Wheelen & Hunger, 2012).

299
Untuk tingkatan selanjutnya yakni strategi bisnis, strategi yang dirumuskan dan
disarankan adalah strategi kompetitif dengan turunan cost leadership dimana
strategi ini disarankan dengan tujuan untuk memaksimalkan pengeluaran produksi
dan mengurangi biaya yang kurang diperlukan, menjangkau konsumen yang lebih
besar dengan disandingkan bersama strategi fungsional turunan pemasaran.
Strategi ini dipilih dengan pertimbangan konsumen yang sudah banyak tetapi
terkendala dengan peraturan dan kondisi pandemi.
Untuk tingkatan strategi fungsional, strategi yang dirumuskan dan disarankan
adalah melingkupi fungsi operasional, yakni dengan pengetatan biaya dengan
mencari produsen yang lebih baik dengan kontrak baru dan kualitas baik, untuk
menunjang strategi cost leadership. Lalu selanjutnya fungsi keuangan dimana
diharapkan kedepannya kegiatan pencatatan diperbaiki agar fungsi ini dapat
berjalan lebih baik. Terakhir fungsi pemasaran dimana fungsi ini dapat lebih
maksimal dengan menggunakan social media yang bertujuan mencari pasar luas dan
penjangkauan produk yang lebih baik (pengantaran) dan sejalan dengan strategi
cost leadership. (Rufaidah, 2012).
Pabrik Tahu Yos Sudarso Tanjungpinang, terdapat tiga tingkat strategi yang akan
dirumuskan dan disarankan bagi usaha pabrik tahu ini. Yang pertama, untuk tingkat
strategi korporasi, strategi yang dirumuskan adalah strategi delay dengan turunan
no change, dimana maksud dari strategi tersebut adalah segala kegiatan usaha tetap
dijalankan seperti biasa, atau strategi ini adalah strategi dimana segala sesuatu yang
telah berjalan, tetap dijalankan tanpa ada perubahan selain strategi turunan, dan
sesuai dengan prosedur operasional standar. Strategi ini dipilih dengan
pertimbangan karena selama ini dengan melihat situasi, usaha pabrik tahu pada saat
survey belum menemukan momen tepat untuk melaksanakan strategi pertumbuhan
tetapi juga belum berada pada kondisi dimana usaha ini harus diciutkan atau
mundur, sehingga strategi tersebut adalah strategi yang layak untuk usaha ini.
(Rufaidah, 2012)
Untuk tingkatan selanjutnya yakni strategi bisnis, strategi yang dirumuskan dan
disarankan adalah strategi kompetitif dengan turunan Cost Focus, dimana maksud
dari strategi ini adalah usaha harus melakukan penghematan agar biaya rendah, dan
fokus melayani konsumen diwilayah tertentu. Strategi ini dipilih dengan
pertimbangan bahwa karena fokus utama dari usaha ini adalah bertahan atau
survive, maka konsumen yang ada harus tetap dipertahankan dengan fokus pada
kualitas dengan mempertahankan dan meningkatkannya. Oleh karena itu,
konsumen di wilayah yang ada, harus dijaga agar tidak berpindah.
Untuk tingkatan strategi fungsional, strategi yang dirumuskan dan disarankan
adalah melingkupi seluruh fungsi usaha. Untuk operasional, fungsi ini perlu dijaga
dengan mempertahankan atau meningkatkan bahan baku dari produsen yang ada,
dan jika bias negosiasikan agar harga dapat turun dengan kontrak, juga untuk
menurangi kemungkinan produkksi gagal karena kualitas bahan baku yang kurang
baik. Untuk fungsi keuangan, salah satu kendala adalah piutang yang bahkan
sebelum masa pandemi cukup sulit untuk ditagih. Maka hal ini perlu diperbaiki

300
dengan meningkatkan penagihan piutang. Untuk fungsi SDM, salah satu strategi
yang disarankan adalah dilaksankaannya model penugasan (assignment model) agar
mencegah kondisi kesehatan pekerja terutama masa pandemi ini. Fungsi terakhir
adalah fungsi pemasaran dimana strategi yang disarankan adalah kegiatan
pemasaran seperti pemasaran word of mouth, untuk melawan isu-isu mengenai apa
yang dialami oleh produsen tahu dimasa Covid 19.
C.V. Istana Cahaya (Kontraktor dan Konstruksi) Tanjungpinang, terdapat tiga
tingkat strategi yang akan dirumuskan dan disarankan bagi usaha kontraktor dan
konstruksi ini. Yang pertama, untuk tingkat strategi korporasi, strategi yang
dirumuskan adalah strategi retrenchment dengan turunan Turnaround (Contraction)
dimana arti dari strategi ini adalah melakukan putar arah dengan memangkas
beberapa aspek, dimana biasanya strategi ini disebut sebagai “keputusan berat”
seperti mengurangi SDM, mematikan produk, atau menutup beberapa kantor.
Strategi ini dirasa tepat dilakukan mengingat usaha ini adalah jenis yang
memerlukan pembiayaan operasional besar. Demi pengetatan biaya, maka hal ini
perlu dilakukan. Strategi turunan lain ada divestation atau divestasi yang artinya
adalah untuk tujuan bertahan, maka yang harus diutamakan adalah kegiatan
berjalan dengan menguatkan finansial berupa penjualan aset.
Untuk tingkatan selanjutnya yakni strategi bisnis, strategi yang dirumuskan dan
disarankan adalah strategi koperatif dengan turunan aliansi strategis. Strategi ini
adalah strategi yang bertujuan untuk mencari mitra strategis atau jangka panjang
untuk berjalan bersama mencapai tujuan masing-masing. Turunan lebih jauh dari
strategi ini adalah melakukan contract manufacturing dan konsorsium dengan
tujuan untuk mencari mitra penyeimbang usaha. Strategi kolusi juga dapat
dilaksanakan dengan tujuan kerjasama secara terang-terangan demi tercapainya
tujuan organisasi. (Rufaidah, 2012)
Untuk tingkatan strategi fungsional, strategi yang dirumuskan dan disarankan
adalah melingkupi fungsi operasional yang disejalankan dengan fungsi SDM dimana
untuk melindungi para pekerja selama proyek (yang sudah berjalan) dan juga
mengetatkan anggaran, serta mencari suplai bahan baku yang lebih stabil dengan
mengedapankan penghematan dan keselamatan. Penjualan yang menurun juga
dapat disejalankan dengan fungsi keuangan dan pemasaran yang mana tindakan
yang diambil adalah dengan menciutkan produk (rumah) kepada investor agar
keuangan stabil dengan menggencarkan pemasaran hanya pada kalangan tertentu.
Rumah Jamur (Budidaya Jamur) Berakit Bintan, terdapat tiga tingkat strategi
yang akan dirumuskan dan disarankan bagi usaha budidaya jamur ini. Yang
pertama, untuk tingkat strategi korporasi, strategi yang dirumuskan adalah strategi
delay dengan turunan pause, yang mana strategi tersebut artinya adalah usaha ini
dalam waktu dekat tidak akan melaksanakan strategi apapun yang bersifat baru,
melainkan hanya melaksanakan yang sifatnya sudah didalam prosedur operasional
standar, atau yang sudah dirumuskan terlebih dahulu, sampai waktu yang tepat
untuk melaksanakan strategi yang lain seperti growth atau bertumbuh karena usaha
jamur ini punya potensi yang memadai untuk berkembang karena sebelum

301
pandemi, ia telah memiliki beberapa konsumen B2B yang besar, namun sementara
harus terhenti. Kegiatan lain oleh usaha ini harus tetap berjalan pada strategi
tingkatan lainnya. Namun strategi delay dengan turunan lain yakni profit juga cukup
potensial untuk dirumuskan. Strategi ini berarti adalah usaha untuk mendapatkan
keuntungan melalui mengurangi inventory, pengetatan biaya dengan mengurangi
pengeluaran operasional, mengingat permintaan yang tidak pasti. Strategi lain juga
menarik untuk diterapkan, yakni growth dengan turunan horizontal dimana definisi
strategi adalah pengembangan area jangkauan produk demi mencari konsumen
potensial lainnya walau tidak berbasis B2B (Jonathan, 2015).
Untuk tingkatan selanjutnya yakni strategi bisnis, strategi yang dirumuskan dan
disarankan adalah strategi kompetitif dengan turunan cost leadership dimana
strategi ini disarankan dengan tujuan untuk memaksimalkan pengeluaran produksi
dan mengurangi biaya yang kurang diperlukan, menjangkau konsumen yang lebih
besar. Hal ini dilakukan karena budidaya jamur ini tetap memiliki konsumen yang
potensial yang dapat disejalankan dengan strategi fungsional maupun strategi
korporasi. (Rufaidah, 2012)
Untuk tingkatan strategi fungsional, strategi yang dirumuskan dan disarankan
adalah melingkupi fungsi operasional, dimana tujuannya adalah mencari bahan
baku alternatif yang lebih sesuai dan membuat kemungkinan kegagalan produksi
menurun dikarenakan produk yang dihasilkan memiliki tingkat kesulitan tertentu
dan bergantung lingkungan yang juga perlu diperhatikan kesulitan dan dicari
solusinya. Untuk fungsi pemasaran juga perlu dilakukan tindakan mengingat
konsumen potensial yang diluar segmen selama ini juga perlu dicari seperti
pedagang eceran. (Jonathan, 2015)
Simpulan
Menyebarnya virus Covid 19 ini diketahui telah menyebabkan dampak besar dalam
berbagai aspek, salah satunya bagi UMKM. Tidak ada jaminan kapan kondisi akan
pulih, maka perlu dirumuskan strategi yang tepat agar UMKM dapat tetap berjalan.
Untuk Usaha Otak-Otak Kijang, Strategi Korporasi yang dirumuskan adalah Delay
(Bertahan) dengan turunan Strategi Pause, Strategi Bisnis yang dirumuskan adalah
Kompetitif dengan turunan Cost Leadership, lalu Strategi Fungsional dengan fungsi
Operasional, Keuangan, dan Pemasaran.
Untuk Pabrik Tahu Yos Sudarso, Strategi Korporasi yang disarankan adalah Delay
(Bertahan) dengan turunan Strategi No Change. Untuk Strategi Bisnis, yang
disarankan adalah strategi Kompetitif dengan turunan Cost Focus. Untuk Strategi
Fungsional, fungsi yang disarankan adalah Operasional, Keuangan, SDM, Pemasaran.
Untuk C.V. Istana Cahaya, Strategi Korporasi yang disarankan adalah Retrenchment
dengan turunan Turnaround (Contraction) atau Divestation. Kemudian untuk
Strategi Bisnis yang disarankan adalah strategi Koperatif dengan turunan Aliansi
Strategis atau Kolusi. Untuk Strategi Fungsional, yang harus dibenahi adalah fungsi
Operasi, Keuangan, SDM, Pemasaran.
Terakhir, untuk Rumah Jamur (Budidaya Jamur), Strategi Korporasi yang
disarankan adalah Strategi Delay dengan turunan Pause atau Profit, atau Growth

302
dengan turunan Strategi Horizontal. Untuk Strategi Bisnis yang disarankan adalah
Strategi Kompetitif dengan turunan Cost Leadership. Lalu Strategi Fungsional yang
disarankan meliputi fungsi Pemasaran dan Operasional.
Strategi yang diterapkan, haruslah melihat bagaimana hasil analisis lingkungan
sekitar, dimana berbeda usaha, maka beda juga strategi yang akan dirumuskan.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah bahwa manajemen strategik yang dijadikan
pendekatan dalam kajian ini adalah pendekatan yang terlalu luas dan belum bias
diterapkan secara total pada UMKM dengan segala keterbatasannya. Dibutuhkan
pendekatan lain yang dapat menunjang berjalannya strategi apabila diterapkan.
Saran bagi penelitian selanjutnya adalah dilakukannya evaluasi terhadap strategi
yang di implementasikan pada UMKM terkait, dan diukur apa saja kekurangan serta
kelebihannya agar aplikasi manajemen strategik ini dapat berjalan secara
berkelanjutan sesuai tujuannya.
Referensi
Baumgartner, R. J., & Rauter, R. (2017). Strategic perspectives of corporate
sustainability management to develop a sustainable organization. Journal of
Cleaner Production, 140, 81–92. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.04.146
Bourletidis, K. (2013). The Strategic Management of Market Information to SMEs
during Economic Crisis. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 73, 598–606.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.02.096
BPS. (2020). Katalog: 3101028.
Engert, S., Rauter, R., & Baumgartner, R. J. (2016). Exploring the integration of
corporate sustainability into strategic management: A literature review.
Journal of Cleaner Production, 112, 2833–2850.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2015.08.031
He, C. X., & Karami, M. (2016). International opportunity development of
internationalizing SMEs from emerging economies. In Advances in International
Management (Vol. 29). https://doi.org/10.1108/S1571-502720160000029013
Iborra, M., Safón, V., & Dolz, C. (2019). What explains resilience of SMEs?
Ambidexterity capability and strategic consistency. Long Range Planning,
101947. https://doi.org/10.1016/j.lrp.2019.101947
Jonathan, A. (2015). Strategi Business To Business ( B2B ) Dalam Manajemen Bisnis
Perusahaan. Strategi Business To Business (B2B) Dalam Manajemen Bisnis
Perusahaan, 1(1), 26–29.
http://journal.wima.ac.id/index.php/KAMMA/article/view/60
Machmud, S., & Sidharta, I. (2013). Model Kajian Pendekatan Manajemen Strategik
Dalam Peningkatan Sektor Umkm Di Kota Bandung. Jurnal Computech & Bisnis,
7(1), 56–66. http://jurnal.stmik-mi.ac.id/index.php/jcb/article/view/101
Primasanti, Y. (2016). MATRIKS INTERNAL-EKSTERNAL PADA Yunita Primasanti. 9,
151–162.
Pröllochs, N., & Feuerriegel, S. (2020). Business analytics for strategic management:
Identifying and assessing corporate challenges via topic modeling. Information
and Management, 57(1). https://doi.org/10.1016/j.im.2018.05.003

303
Ramdani, E., & Pamulang, U. (2020). Formulasi Strategi Korporasi Dalam
Ketidakpastian Masa Depan Pasca Covid-19. Jurnal Akuntansi Barelang, 4(2),
17–28.
Rifa’i. (2020). PENGARUH PERISTIWA PANDEMI COVID-19 TERHADAP INDEKS
HARGA SAHAM GABUNGAN. EJME, 4(3), 179–185.
https://doi.org/10.1108/IJEFM-06-2013-0014
Rufaidah, P. (2012). Manajemen Strategik (Humaniora (ed.)).
Suhargon, R. (2019). ANALISA HUKUM TERHADAP PENTINGNYA PENDAFTARAN
HAK MEREK DAGANG BAGI UMKM DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN RAKYAT (Berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2016
tentang Hak Merek dan Indikasi Geografis). In JURNAL MUQODDIMAH : Jurnal
Ilmu Sosial, Politik dan Hummaniora (Vol. 3, Issue 2, p. 67).
https://doi.org/10.31604/jim.v3i2.2019.67-73
Wheelen, T. L., & Hunger, D. J. (2012). Strategic Management and Business Policy
Toward Global Sustainability Thirteenth Edition. Strategic Management and
Business Policy Toward Global Sustainability.

304
Kondisi dan Strategi UMKM disaat Pandemi Covid-19 di
Kota Tanjungpinang
Mirza Ayunda Pratiwia*, Niki Aisyab , Febri Eka Saputrac
a,b,cSTIE Pembangunan Tanjungpinang, Jl. R. H. Fisabillillah, No. 34,

Sei Jang, Bukit Bestari, Sei Jang, Bukit Bestari, Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau 29122
*ayunda299@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi dan strategi pelaku UMKM
di Kota Tanjungpinang. Pengumpulan data dipilih secara purposif kepada 125 pelaku
UMKM diwawancarai secara terbuka. Analisis data dilakukan menggunakan excel dan
SPSS. Penelitian menemukan bahwa agribisnis adalah jenis usaha yang mengalami
peningkatan omset , sedangkan kriya, perdagangan, jasa, pariwisata dan kuliner
megalami penurunan omset saat pandemi covid-19. Penelitian ini juga menjelaskan
strategi yang dilakukan pelaku UMKM untuk meningkatkan dan mempertahankan
pendapatan mereka selama masa pandemi Covid-19
Kata kunci: UMKM, Kewirausahaan, Manajemen Bisnis Pemasaran, Pandemi Covid-19,
Ekonomi kerakyatan.
PENDAHULUAN
Indonesia mengonfirmasi kasus pertama infeksi virus Corona penyebab Covid-
19 pada awal Maret 2020. Ada banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari
munculnya penyakit virus corona. Bahkan tidak hanya di Indonesia saja
melainkan di seluruh dunia juga merasakan dampaknya. Berbagai upaya
penanggulangan dilakukan pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi
Covid-19 di berbagai sektor. Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya
kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus
corona. Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis
yang kemudian berimbas pada perekonomian. Kinerja ekonomi yang melemah
turut pula berdampak pada situasi ketenagakerjaan di Indonesia. SMERU
Research Institute, lembaga independen yang melakukan penelitian dan kajian
publik, pada Agustus 2020 merilis catatan kebijakan mereka yang berjudul
"Mengantisipasi Potensi Dampak Krisis Akibat Pandemi COVID-19 terhadap
Sektor Ketenagakerjaan". Dalam catatan itu, tim riset SMERU menggarisbawahi
setidaknya ada dua implikasi krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada sektor
ketenagakerjaan. Pertama, peningkatan jumlah pengangguran, dan kedua,
perubahan lanskap pasar tenaga kerja pasca-krisis (Rizal, 2020)
Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan rendahnya sentimen investor
terhadap pasar yang pada akhirnya membawa pasar ke arah cenderung negatif.
Langkah-langkah strategis terkait fiskal dan moneter sangat dibutuhkan untuk
memberikan rangsangan ekonomi. Seiring berkembangnya kasus pandemi
COVID-19, pasar lebih berfluktuasi ke arah yang negatif. Tidak hanya itu saja,
lambatnya kegiatan ekspor Indonesia ke China juga memiliki dampak yang
signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pandemi COVID-19 tidak hanya

305
menimbulkan dampak yang horor, namun juga dapat memberi pengaruh yang
baik terhadap perekonomian Indonesia. Diantaranya yaitu pasar ekspor baru
selain China dapat memiliki peluang yang besar untuk masuk ke Indonesia.
Selain itu, ekonomi dalam negeri juga akan lebih terdongkrak dikarenakan
pemerintah akan lebih memperkuat produksi dalam negeri daripada menarik
keuntungan dari pihak asing. Pandemi COVID-19 juga dapat dimanfaatkan
sebagai koreksi agar investasi dapat stabil walaupun ekonomi global sedang
terancam (Nasution et al., 2020)
Nuari, (2017) menyatakan bahwa UKM adalah sektor yang mampu bertahan dari
krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, sementara sektor yang lebih besar
justru tumbang oleh krisis. Akibat yang ditimbulkan dari adanya krisis ini adalah
sektor ekonomi mengalami perubahan. Bahan baku impor yang terus naik
secara tajam membuat pemilik usaha dari yang usahanya kecil bahkan usaha
yang besar harus gulung tikar. Karena banyaknya utang yang harus dibayarkan
sedangkan mata uang rupiah menurun dari mata uang dolar dan mengalami
fluktuasi. Tidak hanya dari sektor ekonomi yang berubah, akan tetapi dari sektor
perbankan juga mengalami perubahan. Perubahan yang sangat dirasakan bagi
banyak perusahaan akibat terpuruknya sektor perbankan adalah untuk
permodalan. Sehingga perusahaan-perusahaan yang tidak dapat
mempertahankan usahanya karena bunga yang di berikan oleh pihak bank
sangat tinggi. Jika dibandingkan dengan UKM malah semakin bertambah UKM
yang meneruskan usahanya.
Pandemi Covid-19 tidak hanya menyerang pada perekonomi nasional. Namun
juga berdampak ke perekonomian pada level regional. Seluruh kota di Indonesia
salah satunya Kota Tanjungpinang yang merupakan ibukota Provinsi Kepulauan
Riau, juga berdampak pada kehidupan perekonomian masyarakat. Toko-toko,
pelabuhan, bandara dan sejumlah tempat keramaian terlihat sepi. Pada juni
2020 kepala dinas sosial Kota Tanjungpinang melaporkan bahwa angka
kemiskinan diprediksi meningkat hingga lebih dari 100 persen.
Untuk menyusun strategi kebijakan pemulihan perekonomian perlu adanya riset
terkait sektor penggerak perekonomian daerah. Sayangnya, penyajian tentang
data UMKM saat masa pandemi di Kota tanjungpinang masih minim. Padahal
informasi ini sangat penting untuk membantu Pemerintah Kota Tanjungpinang
membangkitkan kembali perekenomian yang lesu akibat Covid-19. Maka
penelitian ini akan memberikan informasi tentang kondisi dan strategi yang
dilakukan oleh pelaku UMKM selama masa pandemi Covid-19 di Tanjungpinang.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi sebagai referensi
penetapan kebijakan untuk membantu dan menetapkan program-program
pemerintah Kota Tanjungpinang untuk membantu UMKM dalam era pemulihan
baru (new normal)

306
KAJIAN LITERATUR
Perhatian terhadap UMKM di Indonesia cukup baik. dari pemerintahan hingga
peneliti cukup banyak memberikan perhatian kepada sektor UMKM. Hal ini
dikarenakan Usaha UMKM merupakan sektor penggerak roda ekonomi
Indonesia. Secara garis besar, UMKM memiliki tiga peran dan andil dalam
perekonomian di Indonesia yaitu sebagai sarana untuk memeratakan tingkat
perekonomian rakyat biasa karena UMKM terdapat di beberapa tempat,
sehingga masyarakat bisa tetap di daerahnya saja tidak perlu ke kota untuk
mendapatkan ekonomi yang lebih memadai. Selain itu UMKM dapat mengurangi
kemiskinan karena dengan adanya UMKM angka penyerapan tenaga kerja
menjadi tinggi. Dan yang terkahir UMKM dapat meningkatkan devisa negara,
karena UMKM tidak hanya memasarkan produk atau jasa nya secara nasional
tetapi juga internasional (Putri, 2019)
Sarmigi (2020) mengatakan bahwa usaha mikro kecil dan menengah merupakan
pemain utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. Keahlian dan kemampuan
usaha mikro kecil dan menengah dalam mengembangkan usahanya secara
mandiri dapat membuat perubahan dalam pembangunan kedepannya. Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memainkan peran penting di dalam
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Secara umum UMKM dalam
perekonomian nasional memiliki peran sebagai pameran utama dalam kegiatan
ekonomi, penyedia lapangan kerja terbanyak), membantu dalam pengembangan
perekonomian lokal dan pemberdayaan masyarakat, menciptakan pasar baru
dan sumber inovasi, serta memiliki peran dalam meningkatkan neraca
pembayaran. Selain itu, UMKM juga memiliki peran penting khususnya dalam
perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin,
distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta UMKM ini juga
berperan dalam pembangunan ekonomi pedesaan.
Di Masa pandemi Covid perhatian penelitian terhadap UMKM juga cukup
banyak. Beberapa dijadikan referensi dalam penelitian. Seperti dalam Thaha
(2020) meneliti tentang dampak Covid-19 terhadap UMKM di Indonesia. Thaha
(2020) mengemukakan bahwa dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor
UMKM sangat berpengaruh terhadap kondisi perkenomian Indonesia. Dampak
tersebut menyasar kepada bidang antara lain: (1) Jumlah Unit Usaha di
Indonesia per 2018 total 64,2 Juta unit usaha, dengan jumlah unit usaha UMKM
sebesar 64,1 Juta (99,9%) (2) Peran dalam jumlah Tenaga Kerja, Jumlah tenaga
kerja di Indonesia per 2018 total 120,6 Juta orang, dengan jumlah tenaga kerja di
UMKM sebesar 116,9 Juta (97%) (3) Kontribusi pada PDB, Jumlah kontribusi
PDB dunia usaha di Indonesia per 2018 total 14.038.598 Milyar, dengan
kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 8.573.895 Milyar (61,07%) (4)
Kontribusi terhadap Ekspor Non Migas Jumlah ekspor non migas Indonesia per
2018 total 2.044.490 Milyar, dengan kontribusi UMKM terhadap ekspor non
migas sebesar 293.840 Milyar (14,37%) (5) Kontribusi terhadap Investasi,

307
Jumlah investasi di Indonesia per 2018 total 4.244.685 Milyar, dengan kontribusi
UMKM terhadap investasi sebesar 2.564.549 Milyar (60,42%).
Berdasarkan data dari kementerian koperasi yang menggambarkan bahwa
163.713 pelaku UMKM terdampak pandemi Covid-19. Sektor UMKM yang paling
terdampak yakni makanan dan minuman. sektor UMKM yang terguncang selama
pandemi Covid-19 selain daripada makanan dan minuman, adalah industri
kreatif dan pertanian (Amri, 2020).
Beberapa peneliti memberikan rekomendasi strategi untuk mempertahan usaha
UMKM. Hardilawati (2020) merekomendasikan beberapa strategi yang dapat
dilakukan oleh pelaku UMKM untuk mempertahankan usahanya dalam
menghadapi pandemic Covid-19. Yakni (1) UMKM menggunakan e-commerce.(2)
Digital Marketing (3) Perbaikan Kualitas Produk dan Pelayanan (4) Customer
Relationship Marketing (CRM). Selain empat strategi tersebut, alternatif lainnya
yang menjadi prioritas adalah mempertahankan harga produk dan
meningkatkan kualitas untuk memperoleh loyalitas konsumen. Hal ini
membutuhkan segmentasi dan segementasi pasar dengan peningkatan promosi
melalui media online. Penguatan pemasaran juga harus didukung adanya inovasi
dan pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
konsumen (Narto & HM, 2020).
Hanum & Sinarasri, (2017) juga merekomendasi strategi strategi untuk
mempertahankan keberlangsungan UMKM selama pandemi covid-19. Beberapa
strategi yang dilakukan oleh pelaku UMKM dibagi menjadi tiga strategi yaitu
perbaikan kualitas produk, perbaikan kualitas layanan dan pemanfaatan
teknologi. (1) Perbaikan kualitas produk. Hal yang dilakukan oleh pelaku UMKM
untuk mempertahankan usahanya adalah dengan memperbaiki kualitas produk.
Perbaikan kualitas produk ini dilakukan dengan mengutamakan konsumen,
yaitu produk dan usaha lebih berfokus pada konsumen. Selanjutnya inovasi dan
kreasi juga dilakukan untuk menjaga kelangsungan usaha. Produk yang
diproduksi juga mengkuti permintaan konsumen. Selama pandemic mereka
mempertahankan usaha mereka dengan berinovasi mengikuti permintaan
konsumen. Usaha lain yang mereka lakukan atau produk lain yang diminati
konsumen antara lain masker dan usaha makanan. Namun produk baru ini juga
tidak lebih tinggi dari penjualan produk lama. Hal ini dikarenakan selama
pandemi daya beli masyarakat juga mengalami penurunan. (2) Perbaikan
kualitas layanan. Selain memperhatikan konsumen, perlu juga untuk
memperhatikan tim atau mitra. Berdasarkan survey yang dilakukan, para pelaku
UMKM menjaga hubungan baik dengan mitra. Hubungan baik dengan mitra
antara lain dengan supplier dan distributor. Para pelaku UMKM juga merasa
bahwa kolaborasi dengan mitra diperlukan untuk perkembangan usaha mereka.
Kolaborasi dengan mitra juga bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan ide baru
dan saat usaha memerlukan bantuan. Untuk memperluas jejaring usaha
dilakukan dengan berhimpun dengan organisasi dengan UMKM dalam bidang
serupa. (3) Memanfaatkan Teknologi. Penjualan secara online dan pemasaran

308
secara online merupakan bentuk dari pemanfaatan teknologi. Melalui
ecommerce dapat tercipta pasar digital baru dengan kemudahan akses, lebih
transparan dan pasar global dengan perdagangan yang efisien Beberapa e-
commerce yang dapat dimanfaatkan di Indonesia antara lain shopee, tokopedia,
buka lapak, OLX, gojek, lazada dan sejenisnya. E-commerce memiliki pengaruh
terhadap peningkatan kinerja UMKM yaitu dengan pengurangan biaya transaksi
dan koordinasi aktifikas ekonomi antara rekan bisnis.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif. Secara
purposif dipilih 150 pelaku usaha mikro, kecil dan menengah di Kota
Tanjungpinang untuk diwawancara secara terbuka dan mendalam. Analisis
deskriptif dan komparatif dianalisis dengan bantuan Microsoft Excel dan IBM
SPSS 26. Analisis kualitatif dilakukan proses koding terlebih dahulu. Kemudian
dilakukan analisis dari kajian teoritis yang dikomparasi dengan hasil
wawancara.
Pada bagian pertama dilakukan analisis deskriptif yang akan memberikan
informasi tentang kondisi peningkatan atau penurunan pendapatan rata-rata
perbulan berdasarkan jenis/klasifikasi usaha. Kemudian, akan dilakukan analisis
perbandingan berdasarkan jenis usaha apa yang secara rata-rata mengalami
penurunan paling rendah hingga paling tinggi. Dan yang terakhir akan dilakukan
analisis tentang strategi apa yang digunakan para pelaku usaha untuk
mempertahankan usaha dan bisnis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada awalnya data disebarkan kepada 150 pelaku UMKM di Tanjungpinang yang
sudah dipilih berdasarkan jenis usaha. Namun tidak semua pelaku UMKM
memberikan informasi yang lengkap dan terbuka, sehingga data responden yang
dapat digunakan sebagai data analisis adalah sebanyak 125 pelaku UMKM

Tabel 1. Jumlah Sampel Berdasarkan Klasifikasi Jenis Usaha UMKM di


Kota Tanjungpinang
No Klasifikasi/ Jenis UMKM Jumlah Sampel (n)
1 Agribisnis 2
2 Jasa 34
3 Kriya 2
4 Kuliner 56
5 Pariwisata 1
6 Perdagangan 22
7 Fashion 8
Sumber: Data yang diolah, 2020
Tabel 1 menyajikan data sebanyak 125 responden diklasifikasikan menjadi tujuh
jenis usaha yaitu agribisnis (n=2), jasa (n=34), kriya (n=2), kuliner (n=56),

309
pariwisata (n=1), perdagangan (n=22) dan fashion (n=8). Dari masing-masing
jenis usaha dibagi lagi menjadi sub-sub klasifikasi jenis.

-69.20 kriya

-50.56 perdagangan

-78.8 pariwisata

-41.99 kuliner

-49.54 jasa

agribisnis 39.60

Gambar 1.Kenaikan/Penurunan Pendapatan Rata-Rata Perbulan Pelaku UMKM


pada saat Covid 19 di Kota Tanjungpinang
Sumber: Data yang diolah, 2020

Dari hasil wawancara dikumpulkan data pendapatan rata-rata perbulan sebelum


dan sesudah pandemi Covid-19. Lalu data dari masing-masing pelaku UMKM
dicari persentase perubahannya dengan cara omset setelah Pandemi Covid-19
dikurangi angka sebelum covid dibagi angka sebelum pandemi Covid-19 lalu di
kali seratus (angka setelah-angka sebelum)/angka sebelum x 100. Setelah
didapati angka persentase tersebut lalu dihitung rata-rata angka kenaikan atau
penurunan omset tersebut. Hasil dari kalkulasi tersebut dapat dilihat pada
gambar 1.
Gambar 1 dapat kita lihat bahwa saat pandemi Covid-19 jenis usaha di bidang
agribisnis mengalami kenaikan (39,60%), sedangkan jenis usaha yang lain
seperti kriya/kerajinan tangan, pariwisata, kuliner dan jasa mengalami
penurunan persentase pendapatan rata-rata perbulan. Yang mengalami
penurunan pendapatan rata-rata perbulan cukup besar adalah jenis usaha kriya
dan pariwisata yakni sebesar 69,20% dan 78,8%. Memang pada masa Covid ini
kunjungan pariwisata mengalami penurunan pesat, sehingga berdampak
signifikan pada sektor pariwisata seperti perhotelan/penginapan dan resort.
Kurangnya kunjungan wisatawan asing juga berdampak pada berkurangnya
pendapatan pada penjualan produk kerajinan tangan. Di Kota Tanjungpinang,

310
produk kriya atau kerajinan tangan mayoritas menjadi produk oleh-oleh untuk
wisatawan.

Strategi Meningkatkan Pendapatan saat Pandemi .


Pada saat pandemi para pelaku usaha memiliki berbagai cara untuk tetap
bertahan. Akibat kejadian tidak terduga seperti Covid-19 ini, banyak
pelaku usaha yang tidak siap menghadapi kondisi ini. Namun ada juga
pelaku UMKM yang sudah berusaha menerapkan berbagai strategi namun
tetap tidak mampu memiliki angka positif dalam mempertahankan
pendapatnnya. Namun ada beberapa pelaku UMKM yang berhasil
meningkatkan pendapatannya disaat pelaku UMKM sejenis justru
menurun. Tabel 2 menyajikan data tentang responden yang mampu
meningkatkan omset disaat Pandemi Covid-19.

Tabel 2. Persentase Rata-Rata Peningkatan Pendapatan Perbulan UMKM


selama masa pandemi covid-19.
Penurunan Pendapatan
No Sub Klasifikasi UMKM
Rata-Rata perbulan
1 Musisi 400%
2 Budidaya Jamur Tiram 166.66%
3 Kios Pulsa 28.57%
4 Makanan Hidang/Saji (1) 33.33%
5 Makanan Hidang/Saji (2) 100%
6 Minuman Kekinian 120%
7 Barbershop 120%
Sumber: Data yang diolah, 2020

Dari seluruh jumlah informan ada tujuh pelaku usaha yang memiliki
persentase pendatapatan rata-rata meningkat (lihat pada tabel 2). Pada
dasarnya para pelaku usaha tersebut yang mampu meningkatkan
pendapatan pada saat pandemi Covid-19 melakukan strategi yang sama,
seperti; memberi diskon, melakukan promosi di media sosial, dan
memberikan penawaran harga yang menarik seperti paket beli 1 gratis 1
atau 5 kali datang gratis 1 kali dan hal yang strategi marketing umum
dilakukan oleh pelaku usaha pada masa pandemi atau sebelum pandemi.
Seperti dikemukakan oleh Hanum & Sinarasri, (2017) yang menyatakan
bahwa pelaku UMKM dapat mempertahankan keberlangsungan usahanya
selama pandemic covid-19 dengan melakukan beberapa strategi yang
dibagi menjadi tiga strategi yaitu: (1) Perbaikan kualitas produk,
dilakukan dengan memprioritaskan pelanggan dan pelaku UMKM
sebaiknya kreatif dan inovatif untuk menjaga keberlangsungan usahanya
dan harus mengikuti permintaan dari konsumen. (2) Perbaikan kualitas
layanan, dengan memperhatikan tim atau mitra (supplier dan distributor)
maka usaha akan mengalami perkembangan. Manfaat dari adanya
kolaborasi dengan mitra adalah terciptanya ide baru dan ketika usahaa

311
memerlukan bantuan. Untuk memperluas mitra usaha dapat dilakukan
dengan mengikuti organisasi UMKM di bidang yang sama. (3)
Pemanfaatan teknologi, di era sekarang ini penjualan dan pemasaran
secara online adalah bentuk dari pemanfaatan teknologi. Salah satu
contohnya adalah e-commerce. Dari e-commerce ini dapat meningkatkan
kinerja UMKM dengan pengurangan biaya transaksi dan antara rekan
bisnis dapat melakukan koordinasi aktifitas ekonomi.
Menurut Hardilawati (2020) Untuk mempertahankan usaha dalam
menghadapi pandemi Covid-19 pelaku UMKM dapat melakukan beberapa
strategi, yaitu: (1) Memanfaatkan E-commerce untuk mendapatkan
pangsa pasar yang lebih luas agar sistem pemasarannya juga menjadi
lebih optimal. (2) menggunakan teknologi agar pemasarannya menjadi
lebih efektif, karena pada saat ini teknologi sangat diperlukan dan juga
mengikuti pangsa pasar sekarang (3) Perbaikan kualitas produk dan
pelayanan konsumen agar konsumen menjadi puas dan loyal terhadap
produk yang diberikan. (4) Diperlukan CRM (Customer Relationship
Marketing) atau disebut hubungan pemasaran dengan pelanggan agar
konsumen puas dan mereka secara terus menerus akan melakukan
transaksi pembelian sehingga tercipta loyalitas konsumen.
Dari hasil penelitian ini terdapat suatu kesepakatan mengapa pelaku
UMKM dapat meningkatkan pendapatan di saat pandemi?, yaitu karena
para pelaku usaha sudah memiliki pelanggan setia (customer based).
Selain itu para pelaku usaha tersebut juga tetap melakukan kegiatan
usaha meskipun yang pelaku usaha lain banyak yang menutup usahanya
pada saat pandemi Covid-19 berjalan. Para pelaku usaha tersebut tidak
menyerah meskipun penjualan berkurang, mereka menyiasati hal
tersebut dengan mengurangi stok barang dan mengendalikan
pengeluaran. Namun pada jenis usaha tertentu para pelaku usaha harus
mampu meningkatkan kreativitas, seperti pada pelaku usaha di bidang
musik, karena memiliki waktu yang lebih banyak di rumah mereka lebih
sering berkarya lalu mempromosikannya melalui media sosial. Kemudian
para musisi juga meningkatkan personal branding mereka di media sosial
pribadi, sehingga di saat masa kenormalan baru (new normal) banyak
tawaran yang datang kepada mereka (para musisi). Contoh kreativitas
lainnya dilakukan oleh pengusaha pangkas rambut pria (barbershop),
mereka memberikan penawaran home visit atau melakukan pemangkasan
rambut dari rumah ke rumah.

Kondisi dan Strategi Mempertahankan usaha saat Pandemi Covid-19


berdasarkan jenis usaha.
Pada saat Covid-19 tidak sedikit pelaku usaha yang menyatakan bangkrut,
bahkan hingga tutup usaha secara permanen. Namun tidak sedikit juga
yang mampu mempertahankan usaha dan bisnis.
Secara umum strategi yang digunakan untuk bertahan menghadapi
kondisi pandemi hampir sama pada semua jenis usaha. Seperti melakukan

312
promosi pada berbagai media sosial seperti facebook, instagram,
whatsapp, dan website. Bahkan banyak dari informan yang menyatakan
mereka baru membuat akun media sosial khusus usaha mereka pada saat
pandemi Covid-19. Melakukan teknik potongan harga atau diskon juga
banyak dilakukan oleh pelaku usaha untuk mempertahankan bisnis
mereka. Dan bagi para pelaku usaha yang memiliki karyawan cukup
banyak, mereka harus merumahkan para karywan mereka demi
mempertahankan bisnis.

Bidang Kriya
Pada jenis usaha kriya dibagi menjadi dua sub klasifikasi yakni (1)aksesoris
(gelang, kalung, rajut, tas, dan lain-lain), dan (2) desainer pakaian ( seperti batik,
tanjak, baju, dan lain-lain). Pada tabel 3 dapat kita lihat bahwa pada bidang kriya
mengalami penurunan yang cukup tinggi yakni 69,16 % pada jenis usaha
aksesoris dan 70,47% pada jenis usaha desainer pakaian.

Tabel 3. Persentase Penurunan Pendapatan Rata-Rata perbulan pada Jenis Usaha


Kriya
No Sub Klasifikasi UMKM Penurunan Pendapatan
Rata-Rata perbulan
1 Aksesoris -69,16%
2 Desainer Pakaian -70,47%
Sumber: Data yang diolah, 2020

Meski angka tersebut cukup tinggi namun mereka mampu mempertahankan


usaha mereka dan siap bangkit kembali pada masa pemulihan baru. Strategi
khusus yang mereka lakukan saat pandemi covid adalah menciptakan inovasi
produk baru yang dibutuhkan saat masa pandemi Covid-19 seperti membuat
masker dan pelindung wajah (face shield). Para desainer memanfaatkan kain
perca dan sisa untuk membuat masker tersebut. Para pengrajin pembuat
aksesoris juga tidak mau kalah berinovasi, mereka menciptakan sarung hand
sanitizer dan tas tangan untuk membawa set peralatan kesehatan yakni masker,
hand sanitizer dan tisu basah.

Bidang Jasa
Pada bidang jasa dibagi menjadi lima sub klasifikasi yaitu jasa laundri,
musik, foto dan video, penjahit dan salon/ barbershop/ penata rias. Bisa
dilihat pada tabel 3 bahwa dari kelima sub klasifikasi tersebut yang
memiliki penurunan paling rendah adalah bidang musik. Informan di
bidang musisi menjelaskan bahwa pada saat pandemi orang lebih sering
di rumah dan membutuhkan hiburan. Sehingga mereka lebih sering
melakukan promosi karya mereka melalui akun media sosial seperti live
instagram, youtube ataupun IG TV. Bahkan sesama musisi mereka saling
berkolaborasi.

313
Bagi para penjahit mereka memanfaatkan sisa kain yang ada untuk
menjahit masker. Bahkan tidak sedikit dari penjahit yang mendapatkan
pesanan jumlah besar untuk menjahit masker kain.
Para fotografer dan videografer mereka lebih gencar mengambil
pekerjaan sebagai freelancer. Beberapa dari pelaku usaha fotografi
melakukan sesi pemotretan virtual.
Bagi pelaku usaha laundri mereka menyediakan sistem delivery seperti
jemput dan antar gratis. Untuk pelaku usaha Salon/barbershop/Penata
Rias mereka menggunakan teknik home visit atau mengunjungi rumah
pelanggan untuk melakukan layanan jasa mereka.

Tabel 4. Persentase Penurunan Pendapatan Rata-Rata perbulan pada Jenis Usaha


Jasa
No Sub Klasifikasi UMKM Penurunan Pendapatan
Rata-Rata perbulan
1 Laundri -43,93%
2 Musik -15 %
3 Penjahit -54,98
4 Photografi dan videografi -41,80
5 Salon/barbershop/Penata Rias -43,20
Sumber: Data yang diolah, 2020

Bidang Kuliner
Berdasarkan tabel 5, dari jenis usaha kuliner, bidang usaha minuman kekinian
yang memiliki persentase paling rendah yakni 25,92%. Para pelaku usaha
minuman kekinian seperti kopi susu, minuman thai tea, boba, dan sejenisnya
mereka melakukan promosi melalui instagram dengan cara endorsement ke
influencer lokal. Selain itu, mereka bekerja sama dengan go food dan layanan
pesan-antar sejenisnya. Beberapa dari pelaku usaha minuman kekinian
membuat menu baru atau varian rasa yang baru untuk menarik minat dan
menambah jumlah pembeli.
Tabel 5. Persentase Penurunan Pendapatan Rata-Rata perbulan pada Jenis Usaha
Kuliner
No Sub Klasifikasi Rata-rata
UMKM Kenaikan/Penurunan
1 Kedai kopi -53,67 %
2 Makanan kering -48,74 %
3 Makanan saji -38,56 %
4 Minuman jus -47,19 %
5 Minuman kekinian -25,92 %
6 Rumah makan -55,56 %
Sumber: Data yang diolah, 2020

314
Pada usaha kedai kopi dan rumah makan mereka mensosialisaikan bahwa
tempat usaha mereka aman untuk dikunjungi karena mengikuti protokol
kesehatan seperti menyediakan hand sanitizer dan tempat cuci tangan,
menerapkan social distancing dengan memberikan jarak pada tempat duduk dan
meja. Serta menjamin kualitas dan kesehatan makan dan minuman.
Pada jenis usaha minuman jus mereka memilih untuk mengurangi stok buah
agar tidak terbuang karena berkurangnya pembeli. Penjual jus juga melakukan
promosi di instagram mereka untuk menginformasikan tentang manfaat
kesehatan pada buah-buahan. Melalui akun media sosial bisnis mereka
meyakinkan pembeli pentingnya menjaga kesehatan pada masa pandemi Covid-
19 melalui konsumsi buah-buahan.

Bidang Perdagangan
Tabel 6 bidang usaha yang memiliki penurunan tidak terlalu tinggi yakni hanya
12,98% adalah kios pulsa. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak terlalu
berusaha keras mendapatkan pelanggan. Karena pada saat Covid-19 orang-
orang jadi tetap mengisi pulsa meskipun tidak seramai sebelum pandemi Covid-
19. Sebagian dari mereka menerapkan promosi paket internet yang lebih murah
dari sebelum pandemi untuk bersaing dan mempertahankan usaha mereka.

Tabel 6. Persentase Penurunan Pendapatan Rata-Rata perbulan pada Jenis Usaha


Perdagangan
No Sub Klasifikasi Penurunan Pendapatan
UMKM Rata-Rata perbulan
1 Penjual Pakaian -70,47%
2 Fotokopi 73,52%
3 Kios pulsa -12,98%
4 Perdagangan di -53,16%
pasar
5 Warung -49,17%
rumahan/kelontong
Sumber: Data yang diolah, 2020

Para pengusaha fotokopi melakukan strategi mengurangi jumlah pekerja dan


menutup beberapa cabang toko agar bertahan pada masa pandemi. Sedangkan
pedagang pasar, warung rumahan mereka tetap membuka usaha meskipun
penjualan rendah, dan strategi yang mereka lakukan yakni memberikan tawaran
kepada pelanggan melakukan antar gratis barang pesanan mereka.

SIMPULAN
Dari penelitian ini dapat kita simpulkan bahwa pelaku UMKM di Kota
Tanjungpinang mendapatkan dampak yang cukup besar terhadap penurunan
pendapatan mereka. Dari enam jenis usaha Kriya, Pariwisata, Jasa, Perdagangan

315
dan Kuliner, hanya bidang usaha agribisnis yang mengalami peningkatan selama
masa pandemi Covid-19. Bidang usaha yang mendapatkan penurunan
pendapatan paling tinggi yaitu kriya dan pariwisata yakni sebesar 69,2% dan
78,8%.
Secara umum strategi yang digunakan para pelaku usaha UMKM adalah
melakukan media promosi melalui media sosial, potongan harga, mengurangi
jumlah karyawan, menutup beberapa cabang usaha, dan menyediakan jasa
jemput-antar atau pesan-antar. Namun para pelaku usaha juga menerapkan
strategi khusus sesuai dengan bidang usaha mereka masing-masing.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pelaku UMKM yang
sedang berusaha bangkit untuk menghadapi masa pemulihan baru atau new
normal . Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi pemerintah untuk
membantu pelaku usaha UMKM melalui kebijakan strategis yang ada di Kota
Tanjungpinang khususnya.
Namun penelitian ini hanya menganalisis dari sudut pandang pendapatan dan
strategi pada saat sebelum dan saat pandemi. Penelitian kedepannya diharapkan
mampu melakukan analisis kondisi UMKM pada masa setelah pemulihan baru.

REFERENSI
Amri, a. (2020). Dampak covid-19 terhadap umkm di indonesia. Jurnal brand,
2(1), 147 153.
Hanum, a. N., & sinarasri, a. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
adopsi e commerce dan pengaruhnya terhadap kinerja umkm (studi
kasus umkm di wilayah kota semarang). Maksimum media akuntansi, vol.
1(no. 1), 1–15.
Hardilawati, w. Laura. (2020). Strategi bertahan umkm di tengah pandemi covid-
19. Jurnal akuntansi dan ekonomika, 10(1), 89–98.
Https://doi.org/10.37859/jae.v10i1.1934
Narto, & hm, g. B. (2020). Penguatan strategi pemasaran pudak di tengah
pandemi covid-19 untuk meningkatkan keunggulan. Jurnal intech teknik
industri, 6(1), 48–54.
Nasution, d. A. D., erlina, e., & muda, i. (2020). Dampak pandemi covid-19
terhadap perekonomian indonesia. Jurnal benefita, 5(2), 212.
Https://doi.org/10.22216/jbe.v5i2.5313
Nuari, a. R. (2017). Pentingnya usaha kecil menengah (ukm) untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di indonesia.
Https://doi.org/10.31227/osf.io/q5sa2
Putri, a. . (2019). Peran umkm dalam perekonomian indonesia.
Rizal, j. G. (2020). Pandemi covid-19, apa saja dampak pada sektor
ketenagakerjaan indonesia? Kompas.

316
Sarmigi, e. (2020). Analisis pengaruh covid-19 terhadap perkembangan umkm di
kabupaten kerinci. Al-dzahab, 1(1), 1–17.
Thaha, a. F. (2020). Dampak covid-19 terhadap umkm di indonesia. Jurnal brand,
2(1), 147–153.

317
Strategi Pemulihan UMKM
Pada Masa New Normal dan Industri 4.0
Vinsensia P. Anggareni
aFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura, Pontianak
*Email : vinsensiapa97@gmail.com

Abstrak

Indonesia saat ini tengah menapak pada revolusi industri 4.0. dalam penerapannya,
salah satu strategi pemerintah adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM). UMKM sebagai pilar besar penyangga ekonomi, terlihat dari kontribusinya
yang besar terhadap PDB. Tetapi di sisi lain, UMKM merupakan salah satu sektor yang
sangat terdampak pandemi Corona Virus disease 2019 (COVID-19) menyebabkan
perekonomian Indonesia begitu terguncang. Melihat kontribusi UMKM yang besar
terhadap perekonomian, maka pemulihann UMKM merupakan salah satu langkah tepat
untuk kembali memulihkan perekonomian Indonesia. Dengan penerapan strategi yang
tepat berbasi teknolohi, maka Indonesia melalui pemulihan UMKM dapat
membangkitkan perekonomian pada masa new normal sekaligus bergerak maju ke arah
industri 4.0 dalam jangka panjang yaitu antara lain pemanfaatan teknologi digital seperti
promosi pada media sosial dan mendaftarkan usaha ke platform marketplace,
membangun personal branding, inovasi dan diversifikasi produk menyesuaikan gaya
hidup dan konsumsi masyarakat pada masa new normal, evaluasi dan pencatatan
keuangan dengan software akuntansi yang digital, serta mendaftarkan UMKM secara
resmi pada Dinas Koperasi dan UMKM.
Kata kunci: UMKM, industri 4.0, strategi, New Normal

PENDAHULUAN
Era 4.0 sering disebut dengan era industri 4.0 adalah revolusi industri yang
berorientasi pada teknologi automatisasi dengan digital dan internet yang mulai
dicetuskan pada tahun 2011. Pada konsep penerapaannya, pada era 4.0 setiap
kegiatan diharapkan dapat lebih efektif, efisiensi waktu dan biaya. Selain
perbaruan dalam bidang teknologi industri, manfaat dari era 4.0 juga dapat
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, di antaranya ketersediaan informasi
yang dapat dengan mudah diakses dan konektivitas yang dapat membuat
masyarakat selalu terhubung serta berbagi informasi. Pada revolusi industri
keempat ini, perubahan besar bagi sektor industri untuk memanfaatkan
sepenuhnya kemajuan arus teknologi informasi dan komunikasi. Bukan hanya
dalam kegiatan produksi, tetapi teknologi informasi dan komunikasi harus
menjadi andalah dalam setiap rantai industri mulai dari produksi, distribusi,
hingga konsumsi. Produk-produk yang diperjualbelikan pun tak lagi hanya
produk-produk berbentuk fisik tetapi juga aplikasi dan teknologi. Dengan
memasuki era industri 4.0 ini, dunia dihadapkan dengan model bisnis berbasis
digital yang mengefisiensikan biaya produksi dan distribusi serta menghadirkan
transaksi yang transparan dengan kualitas produk yang lebih baik dan memiliki
daya saing yang tinggi.
Di Indonesia, revolusi industri 4.0 mulai digarap secara serius yang dibuktikan
dengan pengadaan roadmap atau peta jalan melalui Kementrian Perindustrian
yang dikenal dengan Making Indonesia 4.0. Peta jalan ini terintegrasi untuk
mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era Industri 4.0.

318
Untuk mencapai sasaran tersebut, segala pihak perlu berkolaborasi diantaranya
pemerintahan, akademisi, asosiasi pelaku industri, dan termasuklah pelaku
UMKM. 10 prioritas nasional Making Indonesia 4.0 antara lain yaitu perbaikan
alur aliran material, mendesain ulang zona industri, mengakomodasi standar
sustainability, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), menerapkan
insentif investasi teknologi, harmonisasi aturan dan kebijakan, pemberdayaan
UMKM, membangun infrastruktur digital nasional, dan menarik investasi asing.
Pada tahun 2019, dunia dikejutkan dengan serangan pandemi Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) Dampak dari pandemi COVID-19 terhadap
pertumbuhan ekonomi dunia sangat besar, tak terkecuali Indonesia. Indonesia
sudah membatasi kegiatan baik sosial hingga ekonomi selama kurang lebih 8
bulan sejak bulan Maret 2020. Pemerintah terpaksa menutup sekolah, tempat
kerja, hotel, restoran, dan destinasi wisata serta tempat umum lainnya,
kemudian digantikan dengan karantina mandiri dan bekerja dari rumah atau
sistem dalam jaringan (daring). Pada bulan Juni 2020, Indonesia secara bertahap
melakukan penerapan new normal. New Normal adalah tatanan gaya hidup
normal baru yang diberlakukan setelah pandemi COVID-19 mewabah di seluruh
dunia seiring dengan proses penemuan dan produksi vaksin. Menurut
Kementrian Kesehatan, yang dimaksudkan dengan new normal adalah tatanan
atau kebiasaan yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan
perilaku hidup bersih dan sehat dengan protokol kesehatan. Masyarakat harus
lebih memperhatikan kebersihan, pola hidup sehat, menggunakan masker, jaga
jarak dan mengurangi kerumunan.
Indonesia menghadapi beban perekonomian yang sangat berat, ini ditunjukkan
data BPS dari kuartal II-2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia dilaporkan
terkonstraksi -5,32% dan mulai perlahan bergerak baik pada kuartal III-2020
yang tercatat tumbuh 5,05% dari kuartal sebelumnya, sedangkan pertumbuhan
ekonomi sepanjang tahun 2020 diperkirakan -0,6% hingga -0,7%. Menurut
pengeluaran tahunan, semua komponen mengalami kontraksi, penurunan paling
dalam ditunjukkan oleh konsumsi rumah tangga. Penurunan angka
pertumbuhan ekonomi ini adalah dampak dari penerapan kebijakan
pembatasan sosial yang tak hanya dilakukan oleh pemerintah Indonesia, tetapi
hampir seluruh negara di dunia yang memukul perekonomian secara global.
Dengan angka pertumbuhan yang mulai bergerak naik, diharapkan perlahan
ekonomi Indonesia kembali bergairah pada setiap sektor. Pemulihan ekonomi
Indonesia diharapkan akan terus berlanjut hingga tahun 2021 seiring dengan
harapan kurva infeksi COVID-19 mengalami perlambatan dan penemuan vaksin.
Hal terpenting dalam memulihkan ekonomi Indonesia adalah melalui
peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, menjaga daya beli dan konsumsi
masyarakat, serta menggerakkan kembali dunia usaha.
Disaat krisis ekonomi tahun 1998 dan 2008, sektor UMKM memang jadi
penopang ekonomi karena mayoritas, hal ini karena UMKM masih berdiri
sendiri dan belum mendapat akses finansial dan permodalan sehingga tidak
terdampak krisis. Tetapi kini justru sektor UMKM yang sangat rentan terkena
imbas pandemi COVID-19, karena di samping daya beli masyarakat yang
menurun dan penurunan konsumsi serta transaksi langsung, banyak kewajiban
kredit dan biaya yang harus tetap dibayarkan.
Dilansir dari CNN (2020) BPS mencatat, kontribusi sektor UMKM terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2019 mencapai 61,41%,

319
dan penyerapan tenaga kerja sekitar 97%, tak heran salah satu strategi
pemerintah menuju revolusi industri 4.0 adalah dengan memberdayakan
UMKM. Hal ini menunjukkan bahwa betapa terguncangnya perekonomian
Indonesia ketika UMKM yang mana sebagai penopang perekonomian menjadi
salah satu sektor yang mengalami dampak buruk yang cukup besar.
Menurut hasil survei BPS (2020) Sebanyak 84,20% usaha mikro dan kecil (UMK)
dan 82,29% usaha menengah dan besar (UMB) mengalami penurunan
pendapatan. 78,35% UMK mengalami penurunan permintaan karena pelanggan
yang juga terdampak COVID-19. Sebanyak 56,80% UMK menghadapi kendala
akibat rekan bisnis mereka terdampak sangat buruk oleh pandemi COVID-19.
Kemudian 62,21% UMK menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan
operasional. Tanpa adanya bantuan yang berarti dari pemerintah, sekitar 19%
pelaku usaha diperkirakan mampu bertahan selama 3 bulan setelah pandemi,
dan pelaku usaha yang melakukan diversifikasi usaha diperkirakan 45% mampu
bertahan lebih dari 3 bulan, dan sisanya 55% hanya mampu bertahan maksimal
3 bulan.
Melihat besarnya kontribusi UMKM pada perekonomian, maka untuk dapat
memulihkan ekonomi negara dapat pula melalui pemulihan UMKM. Hal ini
tentunya tak lepas dari peran berbagai pihak baik dari pemerintah dan tentunya
UMKM itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi yang
dapat dilakukan UMKM dalam rangka adaptasi pada masa new normal yang
bertepatan pada era industri 4.0.

KAJIAN LITERATUR
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan
kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan,
menawarkan dan bertukar sesuatu yamg bernilai satu sama lain (Kotler, 1997:
13). Inti dari kegiatan pemasaran adalah untuk mengembangkan suatu produk,
distribusi, komunikasi, penetapan harga dan pelayanan bahwa strategi
pemasaran adalah suatu mindset pemasaran yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan pemasaran, dimana di dalamnya terdapat strategi rinci
mengenai pasar sasaran, penetapan posisi, bauran pemasaran dan budget untuk
pemasaran. Maka, strategi pemasaran sederhananya dapat diartikan sebagai
siasat dan rencana kegiatan manajerial yang dibuat untuk siap terjun
menghadapi persaingan di dalam pasar. (Kotler 1995: 315) menjelaskan strategi
pemasaran modern STP (Segmenting, Targeting, Positioning). Segmentasi pasar
adalah pengelompokan pengguna produk berdasarkan usia, daya beli, tempat
tinggal, gaya hidup, hingga bagaimana cara konsumen menggunakan produk.
Targeting adalah penentuan segmen mana yang potensial dijadikan target
market. Kemudian Positioning adalah penempatan jika produk disandingkan
dengan pesaing, hal ini mengenaik keunggulan produk yang meyakinkan
konsumen bahwa produk merupakan pilihan yang tepat.

METODE PENELITIAN

320
Dalam penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif kualitatif dengan studi
kepustakaan yang dilakukan melalui telaah pustaka mengenai strategi yang
dapat diterapkan oleh UMKM pada masa now normal dan era industrI 4.0. Studi
kepustakaan merupakan metode dengan membaca dan mempelajari masalah
melalui telaah buku, literatur, catatan, dan laporan yang berhubungan dengan
masalah yang akan diteliti.
Dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari portal berita, buku,
publikasi, dan jurnal ilmiah, peneliti mengumpulkan, mengkaji, dan
mendeskripsikan hasil pengamatan dan studi pustaka dalam bentuk uraian
kalimat-kalimat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Definisi Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) tertuang dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pasal 1
menyatakan bahwa Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Kriteria UMKM tertulis pada pasal 6 UU
tersebut yaitu nilai kekayaan bersih atau nilai aset tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan tahunan. Usaha mikro adalah unit
usaha yang memiliki aset paling banyak Rp.50 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp.300
juta. Usaha kecil dengan nilai aset lebih dari Rp.50 juta sampai dengan paling
banyak Rp.500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300 juta hingga maksimum Rp.2,5 milyar.
Usaha menengah adalah perusahaan dengan milai kekayaan bersih lebih dari
Rp.500 juta hingga paling banyak Rp.100 milyar hasil penjualan tahunan di atas
Rp.2,5 milyar sampai paling tinggi Rp.50 milyar.
Fakta bahwa UMKM mengalami guncangan hebat atas dampak dari COVID-19
dan di sisi lain UMKM yang berkontribusi besar terhadap PDB dapat menjadi
sasaran pembangunan untuk memulihkan perekonomian. Sebenarnya, pada saat
pandemi COVID-19, UMKM dapat berpotensi sebagai agen supply bahan baku
karena kegiatan impor tidak bisa berjalan normal seperti sebelumnya. Tetapi
karena keran impor masih terbuka, produk dalam negeri termasuk produk
UMKM tidak bisa terserap maksimal. Di sisi lain, daya beli masyarakat pun turun
karena masyarakat membatasi aktivitas berbelanja sehingga pemasukan
perusahaan-perusahaan berkurang dan terpaksa melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Dalam program besar yang dilakukan oleh pemerintah
dalam rangka penanganan COVID-19 dan dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi, maka pemerintah memberi bantuan terhadap UMKM yang
ditunjukkan dengan alokasi anggaran khusus untuk mendukung UMKM pada
masa pandemi. Pembahasan kementrian-kementrian pada bulan Juli 2020
disepakati bahwa untuk menyelamatkan perekonomian negara, Indonesia harus
memprioritaskan UMKM sebagai sektor pertama yang harus diselamatkan.
Berbagai upaya perlindungan dan pemulihan dilakukan pemerintah untuk
memberikan nafas kepada UMKM pada masa sulit disaat pandemi COVID-19.
Kebijakan pemerintah sebagai bentuk dukungan kepada UMKM selama masa
pandemi COVID-19, berwujud 6 kebijakan yang dikelompokkan menjadi 3
kebijakan yaitu, restrukturisasi kredit UMKM, kredit modal kerja, dan dukungan
lainnya. Dukungan ini dilakukan pemerintah bekerja sama dengan Bank
Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dukungan lain juga diberikan

321
pemerintah kepada UMKM dalam bentuk pemberian insentif PPh final UMKM
ditanggung pemerintah dan Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Untuk menyelamatkan diri dan bangkit dari kelesuan, UMKM harus berusaha
bangun tak hanya dengan mengandalkan bantuan atau dukungan dari
pemerintah, tetapi langkah dari UMKM itu sendiri. UMKM harus dapat
beradaptasi dengan tatanan baru, yang menciptakan kebiasaan baru, bahkan
pola konsumsi masyarakat yang baru.
Dalam dunia bisnis dan kewirausahaan, strategi pemasaran merupakan jantung
dari sebuah usaha. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) strategi
diartikan sebagai siasat perang, rencana yang cermat, mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran. Strategi pemasaran harus dirancang sedemikian rupa agar
dapat selalu mengikuti perkembangan zaman, situasi, dan kondisi. Pemerintah
sedang berupaya menuju revolusi industri 4.0 dimana teknologi menjadi titik
pusat segala aktivitas industri. Tetapi jika SDM kurang memadai maka tenaga
kerja akan terganti dengan tenaga mesin, maka dari itu, selain memperbarui
teknologi, pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan agar segala pihak siap
untuk menghadapi revolusi industri 4.0 termasuk pengetahuan tentang strategi
pemasaran yang dapat membangkitkan UMKM dari keterpurukannya agar
aktivitas penjualan mengalami peningkatan kembali bahkan lebih efektif dan
efisien.
New Normal dan revolusi industri 4.0 dihubungkan dengan ekonomi digital dan
teknologi. Teknologi dan ekonomi digital diharapkan dapat mendominasi pada
era industri 4.0, di sisi lain pada masa new normal juga terjadi peningkatan arus
transaksi digital. Keadaan ini sekaligus mendukung pengembangan UMKM pada
era industri 4.0. Bank Indonesia mengkampanyekan untuk melakukan transaksi
nontunai terlebih pada masa pandemi, karena dilatarbelakangi kebijakan
pemerintah mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan physical
distancing. Dengan transaksi nontunai atau melalui daring, maka masyarakat
tidak perlu berkontak fisik dalam bertransaksi.
Tren bertransaksi digital merupakan naik secara signifikan, dibuktikan dengan
data Kominfo RI yang menunjukkan penggunaan internet mengalami
peningkatan sebesar 40% pada pertengahan tahun 2020. Kenyataan itu
mendukung hasil survei Mckinsey yang dikutip dari CNBC (2020) yang
menemukan bahwa 34% orang Indonesia semakin sering belanja makanan
secara daring dan 30% lainnya mengaku semakin sering belanja kebutuhan
rumah secara daring pula. Fakta menariknya lagi, 72%-nya mengatakan sesudah
covid-19 nanti, mereka akan tetap membeli kebutuhan sehari-hari dengan cara
daring. Di samping data tersebut, kenyataannya, menurut data Kementrian
Koperasi dan UMKM baru per Juni 2020 baru sekitar 13% UMKM yang
menggunakan platform digital seperti marketplace dan media sosial untuk
menjual dan mempromosikan produknya, ini menunjukkan bahwa tingkat
digitalisasi UMKM masih rendah. Hal ini patut disayangkan karena pada saat
hampir semua orang melakukan kegiatan secara daring dan bertransaksi digital,
UMKM masih belum turun mengambil tempat disana, padahal disanalah peluang
yang besar.
Amri (2020) menyatakan bahwa kehadiran pasar online terutama pada era
digital tidak hanya membawa dampak buruk tetapi juga banyak sisi positif
lainnya yang lebih dekat dengan konsumen/pelanggan, dengan cepat
mempromosikan atau memperkenalkan produk kepada publik, tidak adanya

322
batasan pasar untuk menjangkau seluruh pelosok dunia yang terhubung dengan
internet, dan ketepatan serta kecepatan layanan menjadi kebutuhan utama
konsumen di era globalisasi. Maka, strategi pertama yang dapat dilakukan
UMKM untuk kembali terjun ke pasar adalah melalui pemanfaatan teknologi
digital seperti promosi pada media sosial dan mendaftarkan usaha ke platform
marketplace. Menurut Thaha (2020: 150) untuk keluar dari krisis, UMKM harus
muncul dengan perlengkapan yang lebih baik secara digital dan dengan
kemampuan tenaga kerja yang diperkuat. Strategi pemasaran dan penjualan
secara digital dapat memperluas jangkauan pasar. Para pelaku usaha dapat tetap
mengikuti protokol kesehatan dan physical distancing yang dihimbau oleh
pemerintah tanpa mengurangi penjualan malah perluasan jaringan dan
jangkauan pasar akan meningkatkan angka penjualan. Kenyataan bahwa saat ini
hampir seluruh kegiatan masyarakat dilakukan secara daring, maka masyarakat
akan lebih sering berkutat dengan gadget dan media sosial, maka konektivitas
menjadi kunci segala aktivitas. Di samping itu, penjualan secara online dapat
menghemat biaya karena lebih efektif dalam komunikasi dan efisien dalam hal
waktu dan biaya. Jika sebagian besar UMKM yang sebagai tulang punggung
perekonomian sudah berorientasi pada penjualan online maka jangkauan pasar
ekspor Indonesia pun akan semakin luas, tentunya akan menambah PDB dan
menaikkan angka pertumbuhan ekonomi, dengan digitalisasi UMKM maka ke
depannya hal ini diharapkan dapat mampu membawa Indonesia menjadi negara
berpendapatan tinggi.
Pemerintah Indonesia sudah melakukan kerjasama dengan beberapa
perusahaan dan platform digital untuk memberikan wadah kepada para UMKM
agar dapat memasarkan produknya secara digital. Antara lain seperti untuk
sektor pangan, Kementrian Koperasi dan UMKM berkolaborasi dengan tanihub,
sayurbox, ekosis, dan modalrakyat untuk meraup jangkauan pasar yang lebih
besar. Sedangkan untuk variasi produk yang lebih banyak, Kementrian Koperasi
dan UMKM bekerja sama dengan Smesco Indonesia dalam mengeluarkan E-
Brochure. E-Brochure ini merupakan program yang menjadi wadah pemasaran
produk UMKM secara digital dan dibagi ke dalam beberapa kategori. 7 kategori
produk di dalam E-Brochure antara lain pakaian dan batik, kerjainan tangan,
tenun dan songket, tas dan sepatu, herbal dan spa, makanan dan minuman,
hingga furnitur. Menyadari betapa pentingnya teknologi digital untuk tetap
beroperasi pada masa pandemi, beberapa negara mengambil kebijakan
responsif dengan bentuk kebijakan digitalisasi. Seperti Argentina, Estonia, Italia,
Jepang, Korea Selatan, Latvia, Malaysia, Prancis, RRC, dan Slovenia. Di Italia
contohnya, agar UMKM tetap dapat menjalankan bisnisnya pada masa pandemi
dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, melalui Kementerian Inovasi
dan Digitalisasi, dibangun sebuah portal digital yang menyediakan akses tanpa
biaya kepada para UMKM. Kebijakan berbasis subsidi digital belum banyak
digunakan oleh negara-negara di dunia, padahal pada masa pandemi saat ini
teknologi informasi dan digitalisasilah yang menghubungkan setiap orang.
Mungkin Indonesia dapat mengadaptasi sistem subsidi digital dari negara-
negara tersebut agar dapat lebih mempermudah UMKM untuk menjual produk-
produknya dan digitalisasi usahanya.
Media sosial dan marketplace merupakan “pasar maya” yang sangat ramai dan
padat oleh konsumen maupun produsen, maka perlu kesiapan yang matang
untuk terjun ke dalamnya agar citra usaha tetap baik dan terpercaya. Strategi

323
kedua adalah membangun personal branding. Personal branding merupakan hal
yang sangat penting baik untuk diri sendiri secara individu maupun untuk
sebuah usaha atau bisnis. Personal branding adalah upaya memasarkan bisnis
dengan menonjolkan ciri khas yang menggambarkan sebuah merk/usaha. Jika
khalayak sudah mengetahui dan yakin dengan nilai produk, maka mereka akan
melakukan transaksi. Personal branding akan membangun awareness
kepercayaan masyarakat tentang kualitas dan profesionalitas usaha sehingga
dapat menghasilkan peluang baru.
Personal branding dapat ditonjolkan dengan banyak cara, seperti iklan/promosi,
keunikan produk, kualitas, kemasan, serta pelayanan konsumen. Sebuah bisnis
yang otentik akan sangat mudah dikenali dan juga dapat menciptakan pasar
baru. Sebuah bisnis dengan produk-produk yang unik dan otentik akan menarik
orang lain untuk mencobanya. Saingan dalam bisnis yang unik juga tidak
banyak, karena setiap usaha memiliki ciri khas yang berbeda, sehingga masing-
masing harus dapat meyakinkan masyarakat bahwa produknyalah yang bernilai
dan berkualitas tinggi, tentunya sesuai dengan harga produk. Konsistensi juga
dapat membangun personal branding, dengan riset yang baik maka sebuah
usaha dapat melakukan inovasi dan diversivikasi produk tanpa menghilangkan
konsistensi komposisi produk yang paling disukai masyarakat. Di samping
menonjolkan keunggulan produk, personal branding sebuah usaha dapat
ditonjolkan dengan pelayanan konsumen. Konsumen yang merupakan
masyarakat dari berbagai lapisan dan karakter yang berbeda. Maka dari itu
penting untuk setiap usaha melayani semua konsumen dengan baik tanpa
pandnag bulu. Pelayanan konsumen merupakan kesan pertama yang akan
dinilai konsumen dari sebuah usaha. Pelayanan yang baik merupakan nilai
tambah yang akan membuat nyaman konsumen pada saat proses berbelanja
yang menjadikan nilai tambah dalam meyakini konsumen untuk melakukan
transaksi.
Pemasaran kini tidak sebatas membuat pelanggan tahu sebuah produk (aware),
menyukainya (appeal), mencari tahu info produk (ask) atau keputusan membeli
(act), namun lebih lanjut mengenai keputusan membeli kembali dan
merekomendasikannya kepada orang lain yang merupakan calon pelanggan
(advocate). Sebuah usaha dengan personal branding yang kuat dan unik, akan
mudah dikenali dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap produk, dan
dapat menganjurkannya kepada orang lain. Dengan personal branding yang baik
maka akan menaikkan reputasi usaha dan menjaring konsumen lebih banyak,
bahkan produk yang unik dapat menciptakan pangsa pasar baru.
Strategi ketiga adalah inovasi dan diversifikasi produk. Inovasi adalah
menciptakan sesuatu yang berkembang dari ide baru. Inovasi sangat perlu
dilakukan oleh UMKM agar mampu bersaing secara kompetitif dan
mengadaptasikan diri pada perubahan. Inovasi merupakan langkah yang paling
berpengaruh untuk new normal ekonomi jangka panjang, kemajuan sosial, dan
teknologi. Inovasi dapat berupa peningkatan produk atau proses yang ada,
inovasi lainnya dapat berupa penemuan baru yang menggantikan model dan
bisnis bagi UMKM. Inovasi dapat dilakukan dalam berbagai aspek usaha, seperti
inovasi pada produk, pelayanan, sistem transaksi, dan lain-lain. Bertahan dengan
pada satu produk bukanlah sebuah konsistensi yang tepat. Konsistensi harus
dibarengi dengan inovasi agar konsumen dihadapkan dengan berbagai pilihan,
konsumen dapat memilih 1 item, atau bisa jadi membeli beberapa item, itu tidak

324
akan terjadi jika suatu produk tidak bervariasi. UMKM harus berani tampil beda
dengan menggali potensi-potensi dan peluang pasar sehingga bisa
mengeluarkan hal-hal yang unik untuk unjuk diri di pasaran. Kreativitas pelaku
UMKM sangat penting, terutama untuk menjalankan strategi ini. Menurut
Sasono (2014: 86) permasalahan yang sering terjadi dalam pengembangan UKM
di pasar ekonomi adalah kurang memadainya manajerial keterampilan dan
kurangnya sumber daya keuangan. Kreativitas dan kemampuan berwirausaha
dapat diasah dapat dengan berbagai macam cara, dapat dengan belajar melalui
media sosial seperti youtube dan instagram, ataupun dengan buku-buku. Inovasi
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan usaha dan
menggapai target pasar yang lebih luas.
Diversivikasi produk adalah pengadaan produk yang lebih beragam, atau
dengan kata lain lebih bervariasi. Diversivikasi berkaitan dengan inovasi.
Dengan adanya inovasi, maka pelaku usaha dapat menciptakan produk-produk
baru untuk menambah variasi produk. Pelaku usaha dihadapkan dengan
konsumen yang memiliki selera yang berbeda-beda, jika hanya dengan 1 jenis
produk, maka pangsa pasar yang dapat ditargetkannya hanya segelintir
masyarakat yang memiliki selera terhadap produk tersebut. Tetapi lain halnya
jika pelaku usaha melakukan diversifikasi produk, menjual berbagai macam
pilihan produk, dengan model, jenis, atau warna yang berbeda, maka lebih besar
pula pangsa pasar yang dapat ditargetkan serta dijangkau sehingga memperoleh
penjualan dan laba yang maksimal. Shaferi dan Pinilih (2020: 9) mengatakan
bahwa pergeseran fokus usaha yang lebih inovatif berfokus pada pelanggan atas
dasar kepekaan permintaan dapat menjadikan UMKM sebagai bentuk usaha
sederhana yang mandiri. Terdapat 2 jenis diversivikasi, yakni diversivikasi
vertikal dan diversivikasi horizontal. Diversivikasi vertikal adalah diversivikasi
dari atas ke bawah, sebagai contoh, perkebunan jagung yang memiliki tempat
penggilingan, kemudian menjual juga produk olahan jagung seperti emping
jagung, dan membuka outlet sendiri untuk menjualnya. Di sana terdapat 4 sektor
berbeda yang dimiliki oleh seorang pengusaha yakni perkebunan, jasa
penggilingan, industri pangan, dan perdagangan. Pengusaha tersebut bebas
memasarkan produknya ke mana saja, hasil panen kebun jagungnya tidak harus
untuk bahan baku industrinya dan jasa penggilingannya tidak hanya untuk
menggiling hasil panen nya. Sedangkan diversivikasi horizontal contohnya
pelaku usaha konveksi yang menghasilkan pakaian untuk berbagai macam
rentang usia, mulai dari anak-anak, remaja, dan dewasa, atau bisa juga dengan
model pakaian yang dibuat bervariasi seperti untuk perempuan pada umumnya
dan untuk perempuan berhijab.
Pada era new normal, kebutuhan masyarakat pun berubah. Terdapat beberapa
item yang menjadi tren, mulai dari karena memang dibutuhkan hingga menjadi
kebiasaan dan hobi. Hal ini memberikan peluang kepada pelaku usaha untuk
beradaptasi dan menciptakan produk baru dengan inovasi yang dapat
menyesuaikan kebutuhan serta tren pada saat ini. Sebagai contoh tren masker,
masker yang dulunya hanya dalam bentuk masker medis 3 lapis, saat ini sudah
banyak dalam berbagai gaya dan mo del seiring dengan berbagai macam selera
konsumen. Ciptakan produk yang lebih variatif menyesuaikan dengan
permintaan pasar. Untuk memahami permintaan pasar, maka harus dilakukan
dengan proses yang diawali dengan melihat peluang pasar, melakukan riset
pasar, memilih target pasar, menyusun strategi, action dan evaluasi. Riset riset

325
pasar merupakan bagian dari strategi pemasaran STP yang dijelaskan oleh
Kotler, dengan melakukan riset pasar dan tahapan tersebut maka pengadaan
produk baru dapat dengan tepat memenuhi kebutuhan konsumen.
Strategi keempat, jangan lupakan pentingnya evaluasi dan pencatatan keuangan.
Dengan teknik pemasaran yang baru, maka berbeda pula perhitungan dari segi
biaya. Pelaku UMKM harus memperhitungkan terlebih dahulu biaya dari segala
langkah-langkah baru yang diambil. Pemberlakuan teknik baru diharapkan
dapat menambah penerimaan total bersih. Mungkin beberapa biaya baru akan
muncul seiring dengan kegiatan-kegiatan baru, tetapi biaya-biaya tersebut harus
dapat tertutup dengan kenaikan penerimaan. Membuat laporan keuangan
sangatlah penting, baik untuk mengontrol biaya operasional, dan juga
memperhitungkan pemasukan dengan hutang piutang hingga pajak. Dengan
pencatatan keuangan yang baik akan mempermudah pelaku usaha untuk
mengevaluasi usahanya dari cashflow atau arus kas. Selain itu, laporan keuangan
juga sangat dibutuhkan untuk mempermudah proses pengajuan kredit usaha,
biasanya beberapa bank meminta laporan keuangan sebagai bahan
pertimbangan pemberian kredit, karena bank perlu melihat keadaan
perkembangan suatu usaha dengan memperhatikan cashflow. Pada era digital
saat ini, sudah banyak software akuntansi yang dapat digunakan. Dibandingkan
dengan pembukuan manual, pencatatan menggunakan software lebih praktis,
efisien, dan meminimalisir kesalahan dalam pemasukan data.
Strategi kelima, mendaftarkan UMKM pada Dinas Koperasi dan UMKM. Dengan
terdaftarnya usaha pada Dinas Koperasi dan UMKM, maka usaha dapat diakui
keberadaannya secara resmi, dan tentunya dapat mempermudah penyampaian
informasi terkait kegiatan, program , pembinaan dan bantuan untuk UMKM. Saat
ini terdapat bantuan pemerintah untuk pengusaha kecil yang dinamakan
Bantuan Presiden Usaha Mikro (BPUM) dalam rangka membantu UMKM yang
terdampak pandemi COVID-19, salah satu persyaratannya adalah usaha harus
sudah terdaftar pada Dinas Koperasi dan UMKM. Terdapat juga upaya-upaya
pemerintah daerah memaksimalkan penggunaan teknologi digital dalam rangka
membangkitkan kembali UMKM setelah melalui masa sulit daampak COVID-19,
diantaranya pameran virtual UMKM oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi
Jawa Tengah dan kerja sama Pemerintah Mojokerto dengan perusahaan
teknologi swasta yang menciptakan pasar rakyat dengan transaksi digital atau
cashless pada Pasar Rakyat Banteng Pancasila.
Strategi-stratregi di atas adalah strategi paling sederhana dan dengan risiko
yang minim, langkah-langkah tersebut mudah diterapkan untuk pemulihan
UMKM, bahkan sangat baik untuk UMKM yang benar-benar terpuruk bahkan
terpaksa tutup sementara pada masa COVID-19. Menghadapi new normal, segala
lapisan masyarakat harus melihatnya dari berbagai sisi, tak hanya sisi buruknya
yang mengubah dan membatasi kegiatan sehari-hari, tetapi juga harus melihat
sisi peluang peluang di dalamnya. Sebenarnya, new normal memberikan banyak
peluang baru yang terbukti dengan beberapa usaha yang malah diuntung dalam
masa pandemi seiring dengan munculnya kebiasaan dan gaya hidup baru di
kalangan masyarakat, seperti contohnya penjual masker, penjual frozen food,
penjual sayur organik, hingga penjual tanaman hias.
SIMPULAN
Memulihkan perekonomian Indonesia pasca guncangan dampak pandemi
COVID-19 dilakukan salah satunya dengan cara membangkitkan kembali UMKM

326
yang mana merupakan sektor yang berkontribusi sangat besar terhadap PDB.
Strategi yang tepat dibutuhkan para pelaku UMKM untuk beradaptasi pada masa
new normal sekaligus bergerak maju ke arah industri 4.0. Terdapat 5 strategi
yang dapat diterapkan UMKM dalam rangka menegakkan kembali usahanya
pada masa new normal dan untuk industry 4.0 dalam jangka panjang yaitu
antara lain pemanfaatan teknologi digital seperti promosi pada media sosial dan
mendaftarkan usaha ke platform marketplace, membangun personal branding,
inovasi dan diversifikasi produk menyesuaikan gaya hidup dan konsumsi
masyarakat pada masa new normal, evaluasi dan pencatatan keuangan dengan
software akuntansi yang digital, serta mendaftarkan UMKM secara resmi pada
Dinas Koperasi dan UMKM.

REFERENSI
Amri, A. (2020). Dampak COVID-19 terhadap UMKM di indonesia. Jurnal Brand
2(1), 123-130
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020). Analasis Hasil Survei Dampak COVID-19
Terhadap Pelaku Usaha.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020). Ekonomi Indonesia Triwulan III 2020
Tumbuh 5,05 Persen
https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/11/05/1738/ekonomi-indonesia-
triwulan-iii-2020-tumbuh-5-05-persen--q-to-q-.html
Badan Pusat Statistik Indonesia (2020). Laporan Perekonomian Indonesia 2020.
https://www.bps.go.id/publication/2020/09/16/be7568ad496829f35cea
4b27/laporan-perekonomian-indonesia-2020.html
CNBC Indonesia. (2020). Siap siap! Ini Tren Transaksi Daring di Era New
Normal.
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200709190512-37-171580/siap-
siap-ini-tren-transaksi-daring-di-era-new-normal
CNN Indonesia. (2020). BPS: Tanpa Bantuan, 42 Persen Pengusaha Cuma Tahan
3 Bulan.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200915155927-92-546770/bps-
tanpa-bantuan-42-persen-pengusaha-cuma-tahan-3-bulan
Kotler, Philip. (1997). Manajemen pemasaran : Analisis, perencanaan,
implementasi (Hendra Teguh & Ronny Antonius Rusli, Penerjemah).
Jakarta: Prenhallindo.
Kotler, P. (1995). Manajemen Pemasaran Analisa, Perencanaan, Implementasi,
dan Kegunaan, Edisi Kedelapan (Ancella Anitawati Hermawan,
Penerjemah). Salemba Empat: Jakarta
Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Sasono, E & Y, Rahmi. (2014). Manajemen inovasi pada usaha kecil menengah.
Jurnal Stie Semarang 6(3), 74-90

327
Shaferi, I & Pinilih, M. (2020). pergeseran fokus usaha sebagai strategi baru
umkm dalam menghadapi new normal. Jurnal Pro Bisnis 13(2), 1-10
Thaha, A.F. (2020). Dampak COVID-19 terhadap UMKM di indonesia. Jurnal
Brand 2(1), 147-153

328
Strategi Pemulihan Bisnis UMKM
Masa Adaptasi Pemulihan Baru
Venesia
Universitas Tanjungpura
Pontianak – Indonesia
Email: venesiahuang29@gmail.com

Abstrak
UMKM adalah kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan
kesempatan kerja yang luas dalam pelayanan ekonomi kepada masyarakat, berperan dalam
proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong perekonomian
pertumbuhan, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi pemulihan bisnis yang dilakukan oleh
UMKM pada masa adaptasi pemulihan baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif. Teknik penentuan informan dilakukan dengan purposive sampling.
Proses analisis data dilakukan dengan mereduksi data dan menyajikan data yang telah
diperoleh untuk kemudian ditarik kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
UMKM terus meningkatkan daya saingnya di tengah pandemi yang masih terjadi di
Indonesia. Meski pemasarannya masih tergolong kecil, namun pelaku UMKM terus
meningkatkan kualitas produknya untuk menyambut masa adaptasi pemulihan baru yang
akan dijalankan, sehingga roda perekonomian mulai kembali.
Kata Kunci: Strategi, UMKM, New Normal, Covid-19

PENDAHULUAN
Tepat pada penghujung tahun 2019 masyarakat dunia digemparkan dengan adanya
virus Corona yang kemudian dengan begitu cepat menyebar ke seluruh penjuru
dunia. Penyakit yang diakibatkan oleh Virus Corona yang kemudian dikenal dengan
nama Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ini telah menjangkiti lebih dari 49,4 juta
orang, dan menyebabkan korban jiwa hingga lebih dari 1,24 juta jiwa hingga 7
November 2020. Kasus pertama Covid-19 di Indonesia, diumumkan pada hari Senin,
2 Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Wikipedia, hari ini per 16
November 2020, atau delapan bulan lebih sejak pengumuman Presiden, jumlah
penderita positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 471.000 kasus dengan
korban jiwa mencapai 15.296 jiwa dan 392.000 orang diantaranya dinyatakan
sembuh.
Upaya meminimalisir penyebaran pandemi Covid-19 ini diantaranya dilakukan
melalui kebijakan menjaga jarak sosial atau social distancing, namun kemudian
diperbarui menjadi menjaga jarak secara fisik atau physical distancing. Penyebaran
pandemi Covid-19 yang begitu mematikan saat ini adalah sebuah krisis yang tengah
melanda umat manusia. Krisis ini tidak bisa kita hindari, tetapi harus dihadapi
bersama oleh seluruh masyarakat. Krisis pada dasarnya yaitu sebuah peristiwa yang
tidak berjalan dengan baik dan menyebabkan ketidakstabilan terhadap suatu
individu atau sekelompok orang. Menurut Machfud (2011), krisis adalah suatu
keadaan yang akan mengancam keutuhan atau keberlangsungan suatu individu atau
kelompok. Krisis dapat terjadi karena adanya suatu informasi yang tidak sesuai
dengan fakta dan dapat pula terjadi karena adanya komunikasi yang tidak berjalan
dengan baik. Untuk menghadapi krisis yang terjadi saat ini, seluruh pemangku
kepentingan harus saling bersinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan
Virus Corona ini. Saat ini semua pelaksana kebijakan, yaitu pemerintah pusat dan

329
pemerintah daerah, harus bekerjasama dengan semua media dalam memberikan
informasi yang aktual dan jelas, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
Berbagai upaya meminimalisir resiko harus dilakukan sehingga dapat menekan dan
mengurangi penyebaran pandemi Covid-19.
Pandemi ini juga berdampak luas terhadap dunia usaha di semua tingkatan, namun
dampak yang paling berat dialami oleh UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
Saat ini banyak sekali pelaku UMKM di sektor usaha jasa maupun produksi yang
mengalami berbagai tantangan karena adanya pandemi ini, seperti adanya
penurunan omzet yang signifikan, sepinya pelanggan, kesulitan mendapatkan bahan
baku, dan hambatan pemasaran produk. Penurunan omzet yang signifikan
disebabkan oleh berkurangnya aktivitas jual beli yang disebabkan adanya
pembatasan pergerakan masyarakat melalui kebijakan PSBB yang diberlakukan di
seluruh Indonesia. Sebelum PSBB diberlakukan seluruh Pegawai Negeri Sipil dan
Swasta telah melaksanakan kebijakan Bekerja Dari Rumah atau Work From Home
(WFH). Dengan tidak adanya mobilitas masyarakat di kawasan perkotaan, maka
tidak ada pembelian produk UMKM sehingga omzet penjualan menurun drastis.
Tantangan selanjutnya bagi pelaku UMKM yaitu adanya kesulitan dalam
mendapatkan bahan baku untuk pembuatan produknya. Para pemasok UMKM ini
sebagian besar berasal dari luar kota dan tidak dapat mengirim bahan baku
produksi karena adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kalau pun ada
maka harga barang pasokan menjadi sangat tinggi dan tidak lagi terjangkau. Namun
setelah produk dan jasa pun dapat disediakan oleh pelaku UMKM, mereka
mengalami hambatan dalam memasarkan produknya karena beberapa sektor usaha
seperti pariwisata mengalami kelumpuhan akibat pandemi ini.
Setelah PSBB berakhir, kini kita dihadapkan pada era tatanan baru, era kenormalan
baru atau lebih dikenal dengan sebutan New Normal. New Normal ditandai dengan
dibukanya kembali aktivitas keseharian masyarakat dengan tetap menjaga diri dari
penyebaran Covid-19. New Normal sendiri terdiri atas tatanan, kebiasaan maupun
perilaku baru, melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa kebiasaan baru
dalam era New Normal saat ini diantaranya dengan mencuci tangan menggunakan
sabun, selalu mengenakan masker pada saat keluar rumah atau berada di
kerumunan, dan melakukan jaga jarak secara fisik dengan orang lain. Kebiasaan-
kebiasaan baru ini diharapkan dapat dilaksanakan secara kolektif dan menjadi
kebiasaan baru yang dipatuhi oleh seluruh warga negara.
New Normal atau tatanan hidup baru dengan kebiasaan baru setelah terjadinya
pandemi Covid-19 menjadi rancangan pemerintah dalam mengatasi masalah
perekonomian akibat dari pandemi Covid-19. Jika bicara tentang perekonomian
maka kita semua paham bahwa penggerak perekonomian baik di negara
berkembang maupun negara maju di luar migas salah satunya adalah UMKM. Oleh
karena itu sudah suatu kewajiban bagi pemerintah memperhatikan sektor ini.
UMKM sendiri memiliki peran hingga mencapai 60 persen dalam pergerakan
perekonomian di Indonesia, penyerapan tenaga kerja bisa mencapai 90 persen
(Ramadhan, 2020). Dapat disimpulkan bahwa peran sektor UMKM sangat nyata
dalam perekonomian bangsa. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Data Peran UMKM terhadap Perekonomian di Indonesia
No Peran UMKM Jumlah Persentase
1 Total Tenaga Kerja 89,20%
2 Menyediakan Lapangan Kerja 99,00%

330
3 PDB (Produk Domestik Bruto) Nasional 60,34%
4 Total Ekspor 14,17%
5 Total Investasi 58,18%
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2020.
Namun dalam masa pandemi Covid-19 dimana seluruh sektor mendapat imbas yang
buruk, sektor UMKM juga mengalami hal yang sama. Angka pengangguran akan
semakin meningkat, bukan hanya karena perusahaannya kolaps atau tutup, tetapi
karena dengan kebiasaan dimasa pandemi Covid-19 dan dilanjutkan keadaan New
Normal saat ini, banyak perusahaan mendapat-pola-pola praktis yang akan
dijadikan langkah keberlanjutan dari kegiatan perusahaan. Misalnya, perusahaan
yang biasanya mempekerjakan 500 pekerja, karena adanya kebijakan PSBB dan
WFH maka hanya 50% dari pekerja yang melaksanakan kegiatan secara bergantian.
Namun secara hasil, produksi yang dihasilkan tetap sehingga perusahaan akan
melakukan efisiensi kerja dengan mengurangi jumlah karyawan yang ada. Dengan
kata lain pengangguran pun meningkat secara signifikan. Jika dilihat dari sejarah
krisis ekonomi, kejadian ini sebenarnya bukan kejadian pertama kali. Di Indonesia
pada tahun 1998 dan 2008 krisis ekonomi juga telah terjadi. Namun pada masa itu,
sektor UMKM masih bertahan, bahkan dapat menjadi motor penggerak dari
pemulihan krisis ekonomi. Berbeda dengan kejadian saat ini, sektor UMKM sulit
bertahan, bahkan bisa dikatakan paling terpuruk. Bahkan menurut Ramadhan
(2020), banyak UMKM yang kolaps atau gulung tikar dan banyak orang kehilangan
pekerjaan.
Era New Normal ini memberikan peluang dan tantangan bagi pelaku UMKM untuk
kembali membangun usahanya yang sempat terpuruk karena adanya PSBB selama
beberapa bulan terakhir. Pelaku UMKM harus menemukan strategi pemasaran yang
tepat dalam menghadapi peluang dan tantangan yang ada di era New Normal saat
ini. Terbukti selama PSBB dilaksanakan masih ada pelaku UMKM yang dapat
bertahan bahkan meningkatkan volume usahanya.
Di masa New Normal ini, sektor UMKM perlahan berusaha bangkit dan mulai gencar
mencari strategi baru dalam upaya bertahan maupun bangkit dari keterpurukan.
Sebagian besar dari pelaku UMKM mulai beralih pada penggunaan sistem digital.
Sebenarnya sistem digital ini sudah lama dikenal dan masuk ke Indonesia. Namun,
setelah pandemi Covid-19 inilah baru para pelaku usaha mulai sadar. Bahkan
mereka seperti tersentak dari tidur panjangnya selama ini. Mereka baru sadar
bahwa penggunaan sistem digital memang sudah kebutuhan yang harus dimiliki.
Sistem digital menjadi kebutuhan yang sangat penting di setiap perusahaan.
Diyakini bahwa sistem digital, big data, dan internet-lah yang menjadi solusi utama
dari permasalahan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik mikro maupun
makro. Pola pikir seperti inilah yang akhirnya mulai terbentuk.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi pemulihan bisnis
yang dilakukan oleh UMKM pada masa adaptasi pemulihan baru. Sedangkan tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana strategi pemulihan bisnis
yang dilakukan oleh UMKM pada masa adaptasi pemulihan baru. Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dari makalah ini yaitu diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan, khususnya yang berkaitan
dengan upaya peningkatan volume usaha para pelaku UMKM pada masa adaptasi
pemulihan baru. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada
lembaga terkait untuk mengembangkan model strategi pemulihan bisnis yang
efektif bagi pelaku UMKM dalam situasi pandemi saat ini dan memberi masukan

331
kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait kebijakan yang mampu
mendorong peningkatan omzet usaha pelaku UMKM pada masa adaptasi pemulihan
baru.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui pendekatan deskriptif yang
bersifat uraian dari hasil pengamatan dan studi dokumentasi. Pada tahap analisis,
data-data yang diperoleh diolah dengan melakukan proses penyederhanaan kata
agar mudah dipahami dan dibaca. Penelitian kualitatif yang dimaksud dalam
penelitian disini adalah penelitian yang bermaksud untuk menjelaskan tentang apa
yang dialami objek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi berbentuk
bahasa dan kata-kata pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan meman-
faatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2017).
Subjek penelitian menjadi sumber informasi utama, informasi yang diperlukan
diambil dari sumber informasi utama dan informasi tambahan yang diperlukan.
Pengambil subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan
sampel bola salju (snowball samping). Penelitian ini menggunakan keabsahan data
yang dilakukan secara triangulasi. Analisa data dilakukan dengan reduksi data,
penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi. Tahapan ini dapat dilihat pada
gambar berikut:

332
Gambar 1
Tahapan Kegiatan Kerja Penelitian

Sumber: Data Olahan, 2020.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penyebaran Covid-19 masih aktif terjadi. Namun pemerintah harus mengambil
tindakan agar perekonomian tetap berjalan, Masyarakat tetap dapat menjalani
kehidupan. New Normal bukan berarti kehidupan dan aktifitas dapat berjalan secara
normal seperti keadaan sebelum pandemi Covid-19. Banyak langkah-langkah yang
harus dipersiapkan agar penyebaran virus tetap dapat ditekan. Pembukaan New
Normal akan mengambil bentuk yang berbeda, tergantung negara dan wilayah, serta
sektor bisnis yang dijalankan. Belum ditemukannya vaksin, menjadikan kebijakan
New Normal masih sangat beresiko. Hal ini membuat pemerintah berpikir keras
bagaimana membuat pembukaan aktivitas ekonomi secara bertahap sulit untuk
dinavigasi sehingga banyak masalah yang perlu dipertimbangkan, seperti kestabilan
finansial, pola pikir konsumen dan pemasok, bagaimana memotivasi dan
memastikan keselamatan pekeja dan bagaimana seberapa cepat permintaan pasar
akan kembali.

Di masa New Normal ini, perubahan tatanan, dan kebiasaan masyarakat berubah
secara drastis. Pemerintah terus berupaya membuat berbagai kebijakan yang harus
dapat meng-cover segala kepentingan dan masalah yang terjadi di masyarakat. Di

333
satu sisi pemerintah harus dapat mengatasi penyebaran virus Covid-19 secara
meluas, namun di sisi lain, pemerintah juga harus memerhatikan pergerakan
perekonomian yang lambat. Oleh karena itu di masa New Normal ini, dapat dijadikan
angin segar untuk memulai kembali pengembangan UMKM dalam meningkatkan
perekonomian ke depannya. Hal ini memang tidak mudah untuk dilakukan, namun
dengan strategi baru, serta bekerja secara kreatif dan inovatif maka Indonesia bisa
bangkit dari keterpurukan perekonomian akibat pandemi Covid-19.
UMKM di Indonesia merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam
perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian
nasional dalam masa krisis, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca
krisis ekonomi tahun 1998 dan 2008. Melalui pendekatan pemberdayaan
masyarakat, UMKM menciptakan peluang kerja yang cukup besar sehingga sangat
membantu upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Namun sebagian
besar UMKM belum menerapkan strategi pemulihan bisnis yang tepat sehingga sulit
untuk bersaing dengan kelompok usaha besar. Kesadaran akan perlunya
mengembangkan strategi pemulihan bisnis bagi pelaku UMKM muncul pada saat
adanya pandemi Covid-19 saat ini.
Sektor UMKM di Indonesia merupakan sektor usaha yang menyerap 97% tenaga
kerja dengan jumlah kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebanyak 60%.
Oleh karena itu pemerintah memprioritaskan sektor UMKM dalam upaya pemulihan
ekonomi nasional melalui alokasi anggaran APBN untuk UMKM sebesar Rp 123,46
triliun. Dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor UMKM saat ini sangat berbeda
dengan dampak yang dialami UMKM saat terjadi krisis 1998. Saat itu UMKM menjadi
jaring pengaman ekonomi nasional. Namun sebaliknya pada masa pandemi Covid-
19, UMKM merupakan sektor usaha yang terdampak paling besar, baik dari sisi
supply maupun demand.
Berdasarkan data dari Kementerian KUKM, sejak Maret 2020 sektor-sekor UMKM
yang paling terdampak adalah UMKM sektor pariwisata, kuliner, dan pengolahan.
Sebaliknya sektor UMKM yang tetap tumbuh di tengah pandemi Covid-19, adalah
UMKM sektor kesehatan, jasa pengiriman (kurir), sektor jasa telekomunikasi, dan
sektor perdagangan online (e-commerce). Sejak diterapkannya PSBB dan WFH,
terdapat perubahan perilaku konsumen di mana aktivitas lebih banyak dilakukan di
rumah, sehingga seluruh pemenuhan kebutuhan sehari-hari dilakukan secara
daring, mulai dari kebutuhan pokok, makanan siap saji, obat-obatan, perawatan, dan
jasa lainnya.
Selama masa PSBB, transaksi penjualan di berbagai platform daring meningkat
tajam. Penjualan bulanan mengalami peningkatan sebanyak 26% dibandingkan
sebelum terjadi pandemi Covid-19. Selain itu transaksi harian meningkat menjadi
4,8 juta transaksi pada bulan April 2020 dari 3,1 juta transaksi pada bulan Maret
2020. Jumlah konsumen baru pun mengalami peningkatan sebanyak 51%. Namun
peningkatan jumlah konsumen dan volume usaha dari penjualan daring hanya
dinikmati oleh UMKM yang berjualan di marketplace bermodal besar seperti
Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Jumlah ini hanya mencakup 13% atau sekitar 8
juta pelaku UMKM, sedangkan 87% masih berjualan secara konvensional.

334
Pada era New Normal saat ini, pelaku UMKM dapat memanfaatkan peluang dengan
melakukan aktivitas usaha seperti biasa dengan tetap mematuhi protokol kesehatan
dalam pencegahan penularan Covid-19. Di dalam New Normal ini, pemerintah juga
memberikan pelatihan dan pendampingan kepada UMKM untuk melakukan
adaptasi bisnis, dari sebelumnya berbasis offline ke online. Kemudian dari tadinya
berjualan produk tertentu beralih menjual produk dengan tingkat permintaan yang
tinggi. Saat ini dari keseluruhan 60 juta pelaku UMKM baru sekitar 8 juta yang sudah
terhubung secara online. Pemerintah menargetkan pada akhir tahun ini pelaku
UMKM yang go online bisa mencapai 10 juta. Kementerian KUKM melaksanakan
berbagai pelatihan dan pendampingan usaha online melalui kemitraan dengan
korporasi dan pelaku usaha online lainnya.
Peran digital dan daring dalam setiap kegiatan bisnis dapat dikatakan satu hal yag
penting. Terlebih lagi di masa sulit pada New Normal saat ini. UMKM tidak hanya
cukup go online atau naik kelas saja. Definisi naik kelas juga berarti perlu pembinaan
dan edukasi lebih jauh. Seperti yang telah disampaikan oleh Theosabrata (2020)
menyatakan “Soal inovasi ini, tentu dampaknya ke semua pihak. Di masa yang tidak
pasti ini, yang sudah pasti itu adalah ketidakpastian itu sendiri, sehingga apa yang
disebut harus agile itu datangnya sebetulnya dari kemampuan kita untuk bisa
bergerak di waktu yang tepat. Jadi, untuk agile, sudah pasti kita semua harus super
kreatif.”
Di masa New Normal UMKM selain harus kreatif, UMKM juga harus dapat
beradaptasi tepat guna, serta melakukan berbagai macam validasi. Selain itu,
berbagai macam strategi harus diambil, namun yang utama adalah mengubah model
bisnis dan memanfaatkan teknologi digital. Namun tidak semua daerah dapat
memanfaatkan platform digital. Tidak semua daerah memiliki sarana online yang
mendukung. Disinilah peran pemerintah dalam menjamin kelancaran koneksi
internet di era New Normal, hal ini bertujuan agar pelau UMKM bisa masuk ke dalam
digitalisasi sistem yang lebih kuat. Namun mengingat budaya serta kemampuan
masyarakat Indonesia saat ini, maka kombinasi antara online dan offline lebih baik
diterapkan di awal New Normal ini. Oleh karena itu, perlu dirancangnya sistem
pelatihan berkesinambungan bagi pelaku-pelaku UMKM dari mulai tingkat pedesaan
sampai dengan pusat.
Kondisi akibat dari pandemi Covid-19 yang berdampak pada perekonomian
Indonesia memaksa pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan New Normal. Hal
inilah yang membuat pemerintah harus berhati-hati dan mempersiapkan segala
sesuatunya agar pada masa New Normal tidak mengakibatkan penyebaran virus
corona semakin besar. Kebijakan New Normal adalah kebijakan membuka kembali
aktifitas ekonomi sosial dan kegiatan publik secara terbatas dengan menggunakan
standar kesehatan yang sebelumnya tidak biasa digunakan sebelum adanya
pandemi Covid-19 (Pratama, 2020). New Normal ini dilakukan sebagai upaya
mengembalikan kehidupan warga secara normal dengan adaptasi kebiasaan yang
baru. Kebiasaan yang baru sebagai upaya menyelamatkan hidup warga dan menjaga
negara tetap bisa berdaya menjalankan fungsinya. New Normal dijadikan tahapan

335
baru setelah kebijakan stay at home, work from home, dan pembatasan sosial
berskala besar yang dilakukan guna mencegah penyebaran virus sebelumnya.
New Normal diberlakukan karena pemerintah sadar betul tidak mungkin warga
terus-menerus harus berada di rumah tanpa ada kepastian, perekonomian
masyarakat terhambat atau bisa dikatakan berhenti yang berakibat pada
kebangkrutan, PHK massal, dan kekacauan sosial banyak terjadi. Belum ada yang
tahu pasti kapan vaksin virus akan ditemukan. Perekonomian masyarakat dan
negara harus tetap berjalan. Negara harus tetap menjalankan fungsinya sesuai
konstitusi. Pemerintah harus dapat menjalankan fungsinya dalam mengurusi rakyat,
namun keselamatan rakyat adalah di atas segalanya. Kebijakan New Normal tetap
dipadukan dengan program perlindungan dan jaringan pengamanan masyarakat
bagi warga masyarakat yang membutuhkan serta tanpa mengurangi fokus dalam
memberikan pelayanan kesehatan penanganan korban Covid-19. New Normal
membutuhkan sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
tetap memastikan pelayanan kesehatan masyarakat, tersedianya sarana dan
prasarana perawatan, peralatan medis, melindungi mereka yang rentan melalui
penyiapan jaringan pengamanan sosial yang tepat dan sarana perlindungan sosial.
Pemerintah melalui Kementerian KUKM telah menyiapkan sejumlah kebijakan
berupa stimulus dari sisi supply dan demand. Salah satu kebijakan yang diberikan
oleh pemerintah kepada UMKM adalah dalam bentuk insentif pajak, program
relaksasi dan restrukturisasi kredit, selain skema pembiayaan baru bagi UMKM
dengan bunga ringan. Kebijakan lainnya adalah dengan pembelian produk UMKM
yang tidak diserap pasar oleh BUMN, sehingga UMKM tersebut dapat terus
berkembang. Selain itu Pemerintah juga menggalakkan kampanye Belanja Produk
Indonesia di semua media massa untuk mendorong masyarakat mengkonsumsi
produk asli Indonesia yang sebagian besar merupakan produk UMKM. Beberapa
kebijakan baru pemerintah dalam masa New Normal, antara lain:
1. Penetapan SOP protokol kesehatan
Untuk mencegah terjadinya penyebaran virus yang semakin parah pada saat New
Normal ini maka pemerintah menyiapkan beberapa SOP (Standar Operasional
Prosedur) protokol kesehatan yang ketat. Seperti yang disampaikan oleh Sri
Mulyani dalam Nordiansyah (2020), “Kita harus mampu menyeimbangkan
kebutuhan untuk tetap menjaga kesehatan, namun tetap menciptakan ruang
untuk interaksi sosial dan ekonomi.”
2. Penetapan kebijakan fiskal dari Menteri Keuangan
Ada beberapa kebijakan fiskal yang diterbitkan oleh pemerintah dalam
merangsang perekonomian masyarakat dalam mendukung langkah-langkah yang
sifatnya luar biasa dalam situasi yang luar biasa dengan kecepatan yang dituntut
sangat tinggi, antara lain:
a. Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). PPh 21 akan ditanggung
Pemerintah (DTP) sebesar 100% atas penghasilan dari pekerja di sektor
industri pengolahan (termasuk KITE dan KITE IKM), besaran pajak yang
ditanggung maksimal Rp 200 juta.

336
b. Relaksasi Pajak Penghasilan 22 Impor (PPh 22 Impor). Pembebasan PPh 22
Impor diberlakukan kepada 19 sektor tertentu dan Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor - Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM).
c. Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25). Adanya pengurangan biaya
PPh 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu, Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor (KITE), serta Kemudahan Impor Tujuan Ekspor - Industri Kecil dan
Menengah (KITE IKM).
d. Relaksasi Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Restitusi PPN dipercepat
bagi 19 sektor tertentu, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), serta
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor - Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM).
Sekali lagi, hal ini dapat berjalan jika adanya kerjasama antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus dapat benar-benar mengawasi
berjalannya SOP sesuai dengan yang telah ditetapkan.
3. Pemberian suntikan modal dipermudah bagi UMKM
Kebijakan pemerintah selanjutnya adalah membuat kebijakan yang condong ke
masyarakat dimana Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan
countercyclical melalui peraturan OJK tentang stimulus perekonomian nasional
sebagai solusi dari dampak penyebaran Covid-19. Pemerintah menyatakan
bahwa bank akan menerapkan kebijakan mendukung stimulus pertumbuhan
ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19. Adapun
beberapa kebijakan stimulus yang diterapkan antara lain:
a. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasar-
kan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai 10M.
b. Bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan
tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur
UMKM. Kualitas kredit/pembiayaan diharapkan menjadi lancar setelah
restrukturisasi.
Salah satu kunci bagi UMKM untuk tetap bisa bertahan adalah dengan melakukan
adaptasi dengan perubahan-perubahan pasar, baik perubahan permintaan dengan
melakukan inovasi produk sesuai dengan kebutuhan masyarakat di era New Normal
saat ini. Para pelaku UMKM harus mampu menyusun strategi komunikasi pema-
saran sebagai bagian dari adaptasi untuk dapat bertahan dan juga tetap berkembang
dalam kondisi saat ini. Strategi komunikasi pemasaran yang paling tepat pada era
New Normal saat ini yaitu sebagai berikut:
1. Strategi nondigital
Strategi nondigital atau penjualan konvensional tetap dipertahankan dengan
mempertimbangkan para pelanggan setia produk UMKM yang terbiasa ber-
belanja secara offline, karena kedekatan lokasi dengan pelaku UMKM.

2. Strategi digital
Strategi digital terdiri dari tiga unsur pokok yaitu konten, database, dan iklan.
Dalam hal konten misalnya, UMKM harus mampu membuat konten yang menarik
dan sesuai dengan target pasar yang baru. Target pasar yang baru ini disusun

337
dalam suatu database yang lengkap sehingga mudah untuk dianalisa dalam
memilih calon pelanggan yang tepat. Setelah mendapatkan calon pelanggan maka
UMKM dapat menggunakan iklan untuk promosi untuk memperluas cakupan
pemasaran kepada para pengguna baru sesuai dengan target pasar. Intinya
semua strategi komunikasi pemasaran ini bertujuan untuk mempromosikan
produk UMKM sehingga dapat meningkatkan brand awareness & pada akhirnya
meningkatkan jumlah pembelian.
3. Strategi soft selling
Strategi pemasaran soft selling adalah penggunaan media promosi yang
menjelaskan tentang produk, misalnya menggunakan kemasan produk yang
menarik, tagline yang memikat atau infografis yang sarat informasi tentang
produk. Soft selling juga bisa dilakukan dengan cara membuat trailer yang berisi
product knowledge, harga, dan tanggal launching. Trailer ini kemudian di-upload
pada semua platform media sosial seperti Youtube, Twitter, Instagram, maupun
Twitter. Sementara tautan (link) dari trailer tersebut dapat disebarkan melalui
aplikasi pesan seperti Whatsapp, LINE, atau Telegram. Untuk proses pembelian
produk pun, pelaku UMKM dapat menerapkan pemasaran melalui pembayaran
saat barang diterima oleh pelanggan atau Cash On Delivery (COD).
Untuk menerapkan ketiga strategi tersebut di atas secara efektif, pelaku UMKM
dapat melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak sehingga dapat bergerak lebih
cepat dan lebih efektif. Partner yang tepat dan sesuai dengan visi misi bersama
dapat meningkatkan efektivitas pemasaran produk UMKM dua kali lipat dari
sebelumnya sehingga dapat mendorong peningkatan volume usaha UMKM.

SIMPULAN
Meskipun peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia adalah strategis dan
sentral diantaranya karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil pembangunan.
UMKM seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan
belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya. Padahal UMKM terbukti lebih
tangguh dalam menghadapi krisis. Namun kebijakan pemerintah maupun
pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang masih dirasa belum maksimal.
Hal ini dapat dilihat kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak
efektif, hinga kebijakan menjadi kurang komprehensif dan kurang terarah. Padahal
UMKM masih memiliki banyak permasalahan yang menyebabkan perannya di
perekonomian Indonesia kurang maksimal sehingga perlu mendapatkan penanga-
nan yang serius. Selain itu kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun
penguasaan teknologi juga perlu dibenahi.
Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang sangat besar baik dari
pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama
pelaku ekonomi lainnya. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam
memberdayakan UMKM dengan cara mengupayakan UMKM agar dapat tumbuh dan

338
berkembang secara kondusif, meningkatkan perannya dalam memberdayakan
UMKM, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Dalam masa New Normal ini untuk kembali membangkitkan perekonomian
masyarakat dan negara Indonesia maka diperlukan kebijakan-kebijakan yang
berpihak kepada pelaku usaha, terutama di sektor UMKM. Mengingat UMKM adalah
sektor penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dan negara di luar
dari migas. UMKM sendiri memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat tenaga
kerja, penghasilan, dan lain-lain. Agar sektor UMKM dapat berjalan dengan baik
maka perlu dilakukan hal-hal kreatif yang dapat mendukung aktifitas masyarakat
dalam masa New Normal.
Salah satu kunci bagi UMKM untuk tetap bisa bertahan pada masa pandemi Covid-
19 saat ini adalah dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan pasar,
baik perubahan permintaan (demand) dengan melakukan inovasi produk sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di era New Normal saat ini. Para pelaku UMKM harus
mampu menyusun strategi-strategi pemulihan bisnis sebagai bagian dari adaptasi
untuk dapat bertahan dan juga tetap berkembang dalam kondisi saat ini.

REFERENSI
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020). Data Peran UMKM terhadap Perekonomian
di Indonesia. Jakarta: BPS Indonesia.
Kementerian KUKM. (2020). Profil UMKM Nasional 2019. Jakarta: Kementerian
KUKM.
Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). PT Remaja Rosda
Karya.
Nordiansyah, E. (2020). Strategi Pemerintah Hadapi New Normal. Medcom.id.
https://www.medcom.id/ekonomi/makro/nbwj5ajN-sri-mulyani-ungkap
strategi-pemerintah-hadapi-new-normal
Pratama, F. (2020). Menyikapi “New Normal” Setelah Pandemi. Puspensos.
http://puspensos.kemsos.go.id/menyikapi-new-normal-setelah-pandemi
Putra, Surya Hendra. (2020). Pengembangan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah), Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dalam Masa Covid 19 dan New
Normal. Researchgate.net.
https://www.researchgate.net/profile/Surya_Hendra_Putra/publication/Pen
gembangan_UMKM_Pariwisata_dan_Ekonomi_Kreatif_Dalam_Masa_Covid19_d
an_New_Normal
Ramadhan. (2020). Strategi Pemulihan UMKM di Masa New Normal. Asumsi.co.
https://www.asumsi.co/post/strategi-pemulihan-ekonomi-umkm-di-masa
new-normal
Ratnaningtyas, Endah Marendah. (2020). Dampak dan Strategi UMKM (Usaha Mikro
Kecil Dan Menengah) Menghadapi The “New Normal”. Jurnal EBBANK, Vol 11.
http://www.ebbank.stiebbank.ac.id/index.php/EBBANK/article/view/200
Rulandari, Novianita, dkk. (2020). Strategi Komunikasi Pemasaran Usaha Mikro Kecil
Dan Menengah Pada Era New Normal. Prosiding Seminar Stiami, Volume 7,
Nomor 2.
http://ojs.stiami.ac.id/index.php/PS/article/view/951

339
Theosabrata, L. (2020). Pemulihan Ekonomi di Masa New Normal. Asumsi.co, 10.
https://www.asumsi.co/post/strategi-pemulihan-ekonomi-umkm-di-
masanew-normal
Wikipedia. (2020). Covid-19 Pandemic in Indonesia.
https://en.wikipedia.org/wiki/COVID-19_pandemic_in_Indonesia

340
Kebijakan Pengembangan Daya Saing Global
Usaha Kecil Menengah (UKM) Di Kota Pontianak
Menggunakan SME DEVELOPMENT INDEX
Wondo1, Lies Pradipta Apriyani Seknun2, Modestus Tamton3,
Mira Rahmawati4, Fariz Pahlawan Aryansyah5
Mahasiswa Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Tanjungpura
*Email : wondomm@student.untan.ac.id,

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kontribusi UKM berorientasi ekspor terhadap
ekonomi lokal di Kota Pontianak, implementasi kebijakan pengembangan daya saing UKM
Kota Pontianak, dan presepsi pelaku UKM terhadap kebijakan pengembangan daya saing
global di Kota Pontianak. Implementasi kebijakan pengembangan UKM di Kota Pontianak
merupakan hasil dari pengukuran dengan menggunakan SME Development Index. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari
penelitian ini adalah UKM berorientasi ekspor di Kota Pontianak berkontribusi banyak
terhadap perekonomian di Kota Pontianak, yaitu meningkatkan pendapatan ekonomi
masyarakat, menyerap tenaga kerja di Kota Pontianak, dan memberikan kontribusi dalam
meningkatkan produknya di pasar global. Kebijakan Pemerintah berjalan dengan cukup baik
dengan rata-rata sebesar 3.87 pada peningkatan daya saing UKM. Sedangkan persepsi pelaku
UKM terhadap kebijakan pengembangan daya saing global sangat baik, yaitu sebesar 30%
pada regulasi Pemerintah namun pada indikator layanan dukungan teknologi masih rendah
yaitu 11% karena kurang memadainya Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan teknologi
UKM.

Kata Kunci : Pengembangan daya saing, UKM Kota Pontianak, SME Development Index

PENDAHULUAN

Menghadapi persaingan perusahaan lokal maupun internasional perkembangan


Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia saat ini semakin meningkat. Peningkatan
UKM dalam dunia bisnis memperlihatkan bahwa usaha ini mampu
mempertahankan bisnisnya dalam persaingan usaha, contohnya pada saat krisis
ekonomi tahun 1998. Hal ini menjelaskan bahwa adanya krisis ekonomi di
Indonesia pada 1998 mendorong pemerintah untuk mengembangkan UKM.

Pengembangan UKM digalakkan oleh Pemeritah Indonesia karena sektor ini berhasil
membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB)
(Kementrian Keuangan RI, 2015). Keberhasilan pengembangan UKM berguna untuk
menghadapi tingginya persaingan di arus globalisasi sehingga UKM harus mampu
mengadapi tantangan global. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual
UKM.

Pemerintah kemudian menerbitkan kebijakan ekonomi untuk mendorong


perekonomian Indonesia. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi masalah pengangguran yang ada di
Indonesia. Potensi UKM Indonesia sendiri memang sangat besar dalam

341
meningkatkan pendapatan serta penyerapan tenaga kerja, namun masih ada
kendala yang dialami. Kendala tersebut berupa masih belum mampu menembus
pasar internasional, transfer teknologi, dan pelatihan kerja yang rendah. Kendala
tersebut menjelaskan bahwa UKM di Indonesia daya saingnya masih rendah di pasar
global.

Masih rendahnya kontribusi produk UKM di pasar global diakibatkan daya saing
yang tidak kompetitif sehingga tidak dapat mencapai kapabilitasnya dalam
perekonomian negara. SME Development Index meupakan indikator yang dijadikan
acuan dalam meningkatkan daya saing UKM. SME Development Index sendiri
diharapkan agar UKM pada saatnya dapat tumbuh menjadi usaha yang lebih
produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Salah satu Kota di Indonesia yang memiliki cukup banyak UKM adalah Kota
Pontianak yaitu 14.570 pegiat. Penjelasan tersebut diartikan bahwa pengusaha UKM
mulai meningkat di Kota Pontianak. Meningkatnya UKM terjadi karena
berkembangnya pariwisata di Kota Pontianak. Pemerintah Kota Pontianak berupaya
untuk meningkatkan produk ekspor Kota Pontianak ke pasar global. UKM Kota
Pontianak yang mengekspor produknya perlu memiliki daya saing yang tinggi untuk
menembus pasar global. Saat ini, daya saing yang dimiliki UKM Kota Pontianak
masih rendah karena produknya yang masih belum memenuhi kriteria untuk
memasuki pasar global.

Berdasarkan permasalahan diatas maka dibutuhkan kerjasama dari Pemerintah


Kota Pontianak dengan pengusaha UKM Kota Pontianak untuk meningkatkan ekspor
serta daya saing di pasar global. Peneliti mengangkat topik berjudul “Kebijakan
Pengembangan Daya Saing Global Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Pontianak
Menggunakan SME Development Index”. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan kontribusi UKM berorientasi ekspor terhadap ekonomi lokal di
Kota Pontianak. Menjelaskan implementasi kebijakan pengembangan daya saing
UKM di Kota Pontianak dalam mengembangkan daya saing global. Dan
mendeskripsikan persepsi pelaku UKM tentang kebijakan pengembangan daya saing
UKM di Kota Pontianak pada pasar global.

KAJIAN LITERATUR

UMKM adalah usaha produktif yang dimiliki perorangan maupun badan


usaha yang telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro. Seperti diatur dalam
peraturan perundang-undangan No. 20 tahun 2008, sesuai pengertian UMKM
tersebut maka kriteria UMKM dibedakan secara masing-masing meliputi usaha
mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.

Kriteria UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)

Untuk mengetahui jenis usaha apa yang sedang dijalankan perlu


memperhatikan kriteria-kriterianya terlebih dahulu. Hal ini penting digunakan
untuk pengurusan surat ijin usaha kedepannya dan juga menentukan besaran pajak
yang akan dibebankan kepada pemilik UMKM.
Berikut masih-masing pengertian UMKM dan kriterianya:

342
Usaha Mikro

Pengertian usaha mikro diartikan sebagai usaha ekonomi produktif yang


dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dengan kriteria usaha mikro.
Usaha yang termasuk kriteria usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan
bersih mencapai Rp 50.000.000,- dan tidak termasuk bangunan dan tanah tempat
usaha. Hasil penjualan usaha mikro setiap tahunnnya paling banyak Rp
300.000.000,-

Usaha Kecil

Usaha kecil merupakan suatu usaha ekonomi produktif yang independen


atau berdiri sendiri baik yang dimiliki perorangan atau kelompok dan bukan sebagai
badan usaha cabang dari perusahaan utama. Dikuasai dan dimiliki serta menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah. Usaha yang
masuk kriteria usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih Rp
50.000.000,- dengan maksimal yang dibutuhkannya mencapai Rp 500.000.000,-.
Hasil penjualan bisnis setiap tahunnya antara Rp 300.000.000,- sampai paling
banyak Rp 2,5.000.000.000,-

Usaha Menengah

Pengertian usaha menengah adalah usaha dalam ekonomi produktif dan


bukan merupakan cabang atau anak usaha dari perusahaan pusat serta menjadi
bagian secara langsung maupun tak langsung terhadap usaha kecil atau usaha besar
dengan total kekayan bersihnya sesuai yang sudah diatur dengan peraturan
perundang- undangan. Usaha menengah sering dikategorikan sebagai bisnis besar
dengan kriteria kekayaan bersih yang dimiliki pemilik usaha mencapai lebih dari
Rp500.000.000,- hingga Rp10.000.000.000,- dan tidak termasuk bangunan dan
tanah tempat usaha. Hasil penjualan tahunannya mencapai Rp2.500.000.000,
sampai Rp50.000.000.000,-.

Ciri-Ciri UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)

Selanjutnya, kita akan membahas tentang ciri-ciri dari UMKM. Berikut ini
ciri-ciri dari UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah):
- Jenis komoditi/ barang yang ada pada usahanya tidak tetap, atau bisa berganti
sewaktu-waktu Tempat menjalankan usahanya bisa berpindah sewaktu-waktu
- Usahanya belum menerapkan administrasi, bahkan keuangan pribadi dan
keuangan usaha masih disatukan
- Sumber daya manusia (SDM) di dalamnya belum punya jiwa wirausaha yang
mumpuni
- Biasanya tingkat pendidikan SDM nya masih rendah
- Biasanya pelaku UMKM belum memiliki akses perbankan, namun sebagian telah
memiliki akses ke lembaga keuangan non-bank pada umumnya belum punya
surat ijin usaha atau legalitas, termasuk NPWP.

Jenis-Jenis UMKM

343
Setelah membahas ciri-ciri kita akan membahas tentang jenis-jenis dari
UMKM. Seperti yang dijelaskan pada pengertian UMKM yang terdapat dalam
Keppres RI No. 19 Tahun 1998 sebagai kegiatan ekonomi rakyat pada skala kecil
yang perlu dilindungi dan dicegah dari persaingan yang tidak sehat. Pada dekade
terakhir ini mulai marak bermunculan bisnis UMKM mulai dari skala rumahan
hingga skala yang lebih besar.

Berikut ada 6 (enam) jenis usaha yang termasuk UMKM :

Usaha Kuliner

Salah satu bisnis UMKM yang paling banyak digandrungi bahkan hingga
kalangan muda sekalipun. Berbekal inovasi dalam bidang makanan dan modal yang
tidak terlalu besar, bisnis ini terbilang cukup menjanjikan mengingat setiap hari
semua orang membutuhkan makanan. Contoh usaha kuliner UMKM, yaitu jualan
cemilan, membuat restoran kecil, rumah makan, usaha kafe, jualan makanan,
warung makan, kue pesta atau kue ulang tahun, cateringan dan lain sebagainya.

Usaha Fashion

Selain makanan, UMKM di bidang fashion ini juga sedang diminati. Setiap
tahun mode tren fashion baru selalu hadir yang tentunya meningkatkan pendapatan
pelaku bisnis fashion. Contoh usaha fashion UMKM, yaitu butik batik, kaos brand
(distro), baju muslimah, toko seragam sekolah, baju anak muda wanita, baju anak
muda laki-laki, baju khusus naik gunung, baju khusus liburan pantai, jual tas untuk
sekolah, tas untuk santai, tas untuk gunung, tas koper, tas barang-barang, jilbab
kekinian, jual accessories wanita, penyewaan kostum dan lain sebagainya

Usaha Pertanian

Siapa bilang usaha agribisnis di bidang pertanian harus bermodalkan tanah yang
luas. Kamu bisa memanfaatkan perkarangan rumah yang disulap menjadi lahan
agribisnis yang menguntungkan. Contoh UMKM bidang pertanian, yaitu usaha
pertanian jual bibit sayuran, jual bibit buah-buahan, jual bibit bunga, usaha
pertanian padi, jagung, sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan lain sebagainya.

Usaha Elektronik

Contoh UMKM di bidang elektronik, yaitu jual material elektronik, jual


lampu, jual perlengkapan musik, jual perlengkapan sound system, jual alat
elektronik seperti laptop, handphone, setrika, rice cooker, kabel-kabel, sentral servis
alat elektronik dan lain sebagainya.

Usaha Furniture

344
Contoh UMKM di bidang furniture, yaitu menjual perlengkaan dapur,
lukisan-lukisan, perlengkapan ruang tamu seperti kursi, meja, lampu, material
bangunan, dan lain sebagainya.

Usaha Bidang Jasa

Contoh UMKM di bidang jasa, yaitu servis sepeda motor, servisa laptop dan
handphone, servis mesin cuci, servis televisi, servis wifi, servis AC, tukang potong
rambut, tukang bersih-bersih sepeda, tambal ban, salon kecantikan, fotografer,
penyewaan kostum pesta, acara karnaval, baju budaya Indonesia dan lain
sebagainya.

Peran Usaha Kecil Menengah dalam Perekonomian

Usaha Kecil Menengah memberi kontribusi yang positif dan menjadi solusi
dari masalah- masalah ekonomi dan sosial, tingginya tingkat kemiskinan, jumlah
penganguran yang tinggi, distribusi pendapatan yang timpang, serta masalah
urbanisasi (Agustina, 2015:6). UKM mampu memajukan perekonomian suatu
daerah dan akhirnya akan meningkatkan perekonomian secara nasional. Adanya
UKM sebagai solusi nyata bagi Pemerintah dalam membangun perekonomian
seperti, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, membuka lapangan
kerja, serta membantu mendukung kebutuhan usaha besar. Berkembangnya UKM
memajukan pendapatan ekonomi masyarakat sebagai wujud nyata dari lapangan
pekerjaan non formal.

Daya Saing Usaha Kecil Menengah

UKM Indonesia memiliki daya saing yang relatif rendah. Sebagian besar
masyarakat Indonesia berada pada tahap usaha ini. Rendahnya daya saing ini
berakibat kepada intensitas ekspor UKM Indonesia. Di pasar domestik produk
buatan UKM dalam negeri masih kalah bersaing dengan produk UKM impor. Faktor
produk dalam negeri kalah bersaing sebagai berikut: kualitas barang rendah karena
pemanfaatan teknologi yang digunakan masih minim, tingkat efisiensi produksi
yang tidak maksimal, dan kebijakan sektor ekonomi makro Indonesia memberikan
dampak yang kurang menggembirakan bagi UKM dalam meningkatkan kualitas
produknya.

Kebijakan Pengembangan Usaha Kecil Menengah

Kebijakan sektor ekonomi makro Indonesia khususnya pengembangan


Usaha Kecil Menengah bertujuan agar mempemudah dan memperlancar para
pengusaha UKM untuk dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka. Potensi dan
skala usahanya UKM Indonesia sesuai dengan bidang usaha diharapkan dapat
secara nyata menjadi stimulan pemerintah untuk membuat kebijakan
pengembangan usaha agar Usaha Kecil Menengah secara global dapat bersaing
secara kompetitif.

345
Bisnis Internasional

Bisnis internasional adalah kegiatan bisnis yang aktivitasnya berlangsung


antara satu negara dengan negara lain untuk mencukupi kebutuhan yang tidak
dapat dihasilkan oleh negara itu sendiri. Kegiatan bisnis internasional sangat
penting bagi suatu negara selain memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar
negeri, kegiatan bisnis ini juga dapat meningkatkan pendapatan negara tersebut.
Bisnis internasional dapat melakukan transaksi bisnis lebih dari dua negara, yang
mana transaksi ini tidak hanya perusahaan multinasional tetapi UKM juga dapat
terlibat.

Pemasaran Internasional

Pemasaran Internasional adalah pemasaran yang mengacu pada pertukaran


mellintasi batas-batas negara untuk pemuasan kebutuhan dan keinginan manusia
(Jain, 2001:15). Kegiatan pemasaran produk yang melintasi batas negara untuk
memenuhi kebutuhan negara lain serta untuk mendapatkan keuntungan dari
kegiatan tersebut. Sebuah perusahaan yang memutuskan memperluas pasar secara
internasional, perusahaan tersebut harus menentukan jenis pemasaran
internasional yang akan digunakan, yaitu pemasaran ekspor, internasional,
multinasional, dan global.

Ekspor

Ekspor merupakan bagian yang sangat penting bagi perekonomian negara.


Kegiatan ekspor meningkatkan devisa yang diperlukan untuk pengembangan suatu
negara. Ekspor adalah suatu kegiatan bisnis yang menjual barang dari dalam negeri
ke luar negeri. Cara yang paling sering digunakan perusahaan dalam memasuki
pasar internasional salah satunya mengekspor, dalam mengekspor perusahaan
biasanya memulai dengan melakukan ekspor tidak langsung kemudian ekspor
langsung.

SME Development Index

SME Development Index atau Indeks Perkembangan Usaha Kecil Menengah


merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar
kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia. Indeks kebijakan
perkembangan UKM ditujukan untuk pengembangan sumber daya manusia dan
peningkatan kapasitas, peningkatan kemampuan pemasaran, akses pembiayaan,
akses teknologi, dan penciptaan kebijakan lingkungan yang kondusif (ERIA, 2008:3).
Indeks dalam kebijakan pengembangan dapat diukur dengan menggunakan nilai
dari angka 1 yaitu kebijakan yang buruk atau tidak ada kebijakan yang terpenuhi
sampai nilai angka 6 yaitu kebijakan berfungsi dengan baik dan efektif.

SME Development Index Sebagai Indikator Yang Mengukur

Peran Pemerintah Dalam Pengembangan UKM

346
Peningkatan pengembangan UKM di Indonesia memilikki peran penting bagi
pembangunan dan pertumbuhan perekonomian nasional. Mengingat pentingnya
UKM dalam pembangunan ekonomi Indonesia, mendukung untuk perusahaan kecil
menjadi aspek penting dari kebijakan (Mouregene, 2012). SME Development Index
menjadi indikator pengukur yang berperan penting bagi UKM dalam peningkatan
daya saing global. Pelaku UKM mulai meningkatkan pangsa pasarnya ke pasar
internasional, yaitu dengan mengeskpor produk- produknya langsung maupun tidak
langsung ke negara-negara lain.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menggunakan analisis


deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penggunaan metode dengan pendekatan
kualitatif deskriptif dapat mempermudah peneliti dalam memperoleh data dari
narasumber serta mempermudah dalam menganalisis dan menjelaskan hasil
penelitan perkembangan kebijakan daya saing global UKM di Kota Pontianak.
Sehingga hasil penelitian dapat akurat sesuai dengan data dan pembahasan dari
hasil penelitian lebih mudah dimengerti.

Fokus Penelitian
1) Kontribusi sektor UKM berorientasi ekspor terhadap ekonomi lokal di Kota
Pontianak.
2) Implementasi 8 (delapan) kebijakan pengembangan UKM di Dinas Koperasi dan
UKM Kota Pontianak pada daya saing di pasar global.
3) Persepsi pelaku UKM berorientasi ekspor di Kota Pontianak terhadap kebijakan
pengembangan daya saing global UKM.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Kota
Pontianak. Pemilihan lokasi penelitian di Kota Pontianak karena Pemerintah Kota
Pontianak saat ini melakukan aturan untuk mempermudah pelaku UKM melakukan
kegiatan ekspor produk-produknya dan pengembangan daya saing UKM. Situs
penelitian dalam penelitian yang digunakan yaitu Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian, dan Perdagangan Kota Pontianak dan UKM di Kota Pontianak.

Metode Analisis Data

Penelitian menggunakan analisis data interaktif model Miles dan Huberman


dilakukan dengan alur kegiatan, yaitu: Pengumpulan Data, Kondensasi Data,
Penyajian Data dan Penarikan Kesimpulan/Verifikasi.

Keabsahan Data

Tringulasi dianggap relevan untuk menguji keabsahan data dalam penelitian


ini adalah dengan melakukan tringulasi teknik. Tringulasi teknik berarti peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan
data dari sumber yang sama (Sugiyono, 2015:83).

347
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kontribusi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Berorientasi Ekspor


Terhadap Ekonomi Lokal di Kota Pontianak

UKM Pontianak saat ini memiliki sekitar 14.570 usaha di KotaPontianak,


sedangkan UKM berorientasi ekspor sekitar 11 usaha. Pemerintah Kota Pontianak
memberikan dukungan pada peningkatan perkembangan UKM di Kota Pontianak
dalam rangka meningkatkan daya saing usahanya. Pemerintah sadar jika ada
peningkatan daya saing maka UKMakan memberikan kontribusi yang besar pula
kepada daerah.

Perkembangan UKM Berorientasi


Ekspor di Kota Pontianak
12
10
8
6
4
2
0
2006200720082009201020112012201320142015
2016
Tahun

Gambar 1. Perkembangan UKM Berorientasi Ekspor di Kota Pontianak


Perkembangan UKM berorientasi ekspor di Kota Pontianak meningkat
walaupun tidak terlalu signifikan. Namun, perkembangan UKM berorientasi ekspor
cukup memberikan kontribusi bagi Kota Pontianak. Perkembangan UKM berorintasi
ekspor peneliti jelaskan pada Gambar 1.
Data penyerapan jumlah tenaga kerja pada Gambar 2 menjelaskan bahwa adanya
UKM di Kota Pontianak memberikan tambahan penyerapan tenaga kerja di Kota
Pontianak dengan total dari segala usaha sebesar 100.970 orang tenaga kerja.
Jumlah Tenaga Kerja Di
Kota Pontianak
Tahun 2013-2015
10500
0 104177
10400
0 10133
9 10097
10300 0
0
100000
99000
201 2014 201
3 5
Tahu
n
348
Gambar 2. Jumlah Tenaga Kerja di Kota Pontianak Tahun 2013-2015
Sumber : BPS Kota Pontianak (2016)

Tingkat Pertumbuhan
Ekonomi Di Kota Pontianak
7,4 Tahun 2013-2015
7,28%
0%
7,2 6,93%
0% 6,69%
7,0
0%
6,8
0% 20 20 20
13 14 15
Tah

Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi di Kota Pontianak Tahun 2013-2015


Sumber : BPS Kota Pontianak (2016)

Pertumbuhan ekonomi dari bidang UKM terhadap masyarakat Kota


Pontianak pada Gambar 3 sebanyak 6,69% pada tahun 2015 secara keseluruhan
bidang usaha di Kota Pontianak.

Pendapatan Daerah (dalam


Milyar)
120
1
0
4
,
2
3
100
20 2014 78,29 20
13 15
Tahu
n
Gambar 4. Pendapatan Daerah di Kota Pontianak Tahun 2013-2015
Sumber: BPS Kota Pontianak (2016)

Kontribusi UKM pada Gambar 4 memberikan peningkatan pada pendapatan


daerah Kota Pontianak, sehingga memberikan kesejahteraan pada masyarakat di
Kota Pontianak.

349
Kontribusi UKM Kota Pontianak dapat dijelaskan bahwa perkembangan
UKM berorientasi ekspor di Kota Pontianak memberikan peningkatan pada
perekonomian. Walaupun perkembangan UKM berorientasi ekspor meningkat tidak
terlalu signifikan tetapi tetap memberikan kontribusi yang baik bagi ekonomi lokal
Kota Pontianak. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel diatas bahwa kontribusi dari
adanya UKM di Kota Pontianak memberikan peningkatan di beberapa sektor seperti
pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi Kota
Pontianak.

2. Implementasi Kebijakan Pengembangan Daya Saing Usaha Kecil dan


Menengah (UKM) di Kota Pontianak Dalam Mengembangkan Daya Saing
Global

Kebijakan yang dirancang oleh Pemerintah Kota Pontianak berperan besar


pada pengembangan daya saing global UKM Kota Pontianak. Implementasi
kebijakan pengembangan daya saing global UKM di Kota Pontianak sudah berjalan
cukup baik yaitu sebesar 3.87. Hal ini menurut ERIA (2008:7) dijelaskan bahwa
kebijakan yang ada di Kota Pontianak berjalan cukup baik bagi kebutuhan UKM Kota
Pontianak. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diartikan bahwa daya saing di
Kota Pontianak masih rendah untuk dapat menembus pasar global namun kebijakan
yang dijalan sudah berjalan dengan baik walaupun belum efektif pada beberapa
kebijakan.
Kebijakan yang diberikan Pemerintah kepada pelaku UKM untuk
pengembangan daya saing global berjalan sesuai dengan kebutuhan UKM. Namun,
dalam penelitian ini kebijakan layanan dukungan yang diberikan Pemerintah Kota
Pontianak bagi pelaku UKM belum berjalan dengan baik. Layanan Pemerintah Kota
Pontianak pada E-Government masih belum ada untuk kemudahan UKM dalam
mengakses informasi, sehingga Pemerintah Kota Pontianak perlu menambahkan
layanan tersebut untuk mempermudah pelaku UKM untuk mengakses informasi
dari Pemerintah.

3. Persepsi Pelaku Usaha Kecil Menengah tentang Kebijakan Pengembangan


Daya Saing UKM di Kota Pontianak pada Pasar Global

Persepsi pelaku UKM sangat penting terhadap kebijakan pengembangan


daya saing UKM di Kota Pontianak pada pasar global guna mengukur kebijakan
tersebut sesuai dengan kebutuhan UKM. Pelaku UKM di Kota Pontianak dalam
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa persepsi pelaku UKM terhadap kebijakan
pengembangan daya saing UKM Kota Pontianak pada pasar global sangat baik
sebesar 30%. Hampir pada semua kebijakan yang dicanangkan Pemerintah memiliki
persepsi yang tinggi dari pelaku UKM Kota Pontianak. Namun, pada kebijakan
layanan dukungan dari Pemerintah Kota Pontianak masih belum memadai untuk
kebutuhan usaha yaitu 11%, sehingga perlu adanya peningkatan pada layanan
Pemerintah kepada UKM di Kota Pontianak. Layanan dukungan yang perlu dibenahi
adalah dukungan teknologi bagi usaha UKM perseorangan agar dapat memberikan
kualitas dan kuantitas produk yang baik untuk menembus pasar global sehingga
akan meningkatkan daya saing UKM.

350
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) berorientasi ekspor di Kota Pontianak,
yaitu meningkatkan pendapatan ekonomi daerah serta masyarakat,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja di Kota Pontianak,
dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan produknya di pasar global.
2. Implementasi Kebijakan Pengembangan Daya Saing UKM Pemerintah di Kota
Pontianak cukup baik dengan rata-rata sebesar 3.87, yaitu adanya pelatihan
kewirausahaan, Pemerintah memiliki kerjasama dengan Bank Kalbar dan Bank
BRI untuk mempermudah dalam akses keuangan, regulasi pemerintah yang baik
untuk melayani UKM Kota Pontianak,
3. Presepsi pelaku UKM terhadap kebijakan pengembangan daya saing UKM di Kota
Pontianak sangat baik. Hampir semua indikator kebijakan berjalan dengan baik
yaitu sebesar 30% pada regulasi Pemerintah namun pada indikator layanan
dukungan teknologi masih rendah yaitu 11% karena kurang memadainya
Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan teknologi UKM.

Saran
1. Kontribusi UKM di Kota Pontianak memberikan peningkatan pada pendapatan
daerah namun pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak menurun sehingga
Pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada pelaku UKM. Hal ini perlu
dilakukan karena pelaku UKM dapat membantu memeratakan pendapatan
masyarakat di Kota Pontianak sehingga hasilnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak.
2. Pemerintah Kota Pontianak perlu meningkatkan kemudahan layanan pada sistem
online agar para pelaku UKM dapat mengakses informasi dengan mudah dan
cepat. Sistem layanan online ini dapat digunakan pelaku UKM Kota Pontianak
untuk meningkatkan pengembangan UKM dari segi teknologi.
3. Pemerintah Kota Pontianak perlu membuat pembaharuan pada lembaga UKM di
Kota Pontianak. Adanya lembaga membantu UKM Kota Pontianak untuk
memberikan fasilitas dalam mendapatkan wadah hubungan antara pelaku UKM
dengan Pemerintah.
4. Pemerintah Kota Pontianak perlu memerikan bantuan layanan dukungan
teknologi bagi usaha UKM yang dimiliki perseorangan, Hal ini perlu dilakukan
guna membantu usaha yang dimiliki perseorangan dapat meningkatkan kualitas
serta kuantitas produk yang dihasilkan sehingga akan memberikan peningkatan
daya saing UKM.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Tri Siwi. 2015. Kewirausahaan Teori dan Penerapan pada Wirausaha dan
UKM di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Diskoperindag, 2017. Data – data Usaha Kecil dan Menengah di Kota Pontianak. Kota
Pontianak.

ERIA. 2008. ASEAN SME Policy Index 2014:

351
Towards Competitive And Innovative ASEAN SMES. Jakarta: Economic Research
Institute for ASEAN and East Asia.

Jain, Subhash C.2001. Manajemen Pemasaran Internasional. Alih Bahasa Imam


Nurmawan SE. Edisi ke 5 Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Miles, Mathew B.A dan Michael Huberman. 2014. Analisis Data Kualitatif.
Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Mourougane, Annabelle. 2012. Promoting SME development in Indonesia. OECD


Economics Department Working. Papers, No. 995. OECD Publishing.

Republik Indonesia. 2008. Pemberdayaan Koperasi, Dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Jakarta.

Sugiyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif.


Bandung : Alfa Beta.

Tambunan, Tulus. 2008. SME Development In Indonesia: Do Economic Growth And


Government Supports Matter?. Jakarta: Universitas Indonesia.

. 2012. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia : Isu-Isu Penting.


Jakarta : LP3ES.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM).

352
Impact of Tick Size Reduction on Price Efficiency and
Execution Cost on Islamic Capital Market Microstructure in
Indonesia Stock Exchange
Helma Malini_1a, Edwin Suwantono_2b,
a b Faculty of Economics and Business

Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Hadari Nawawi


*Email : helma.malini@ekonomi.untan.ac.id

Abstrak

This research aims to analyze the effect of the changes toward market microstructure in
Islamic capital market. The changes of tick price and lot will influence liquidity and influence
market efficiency particularly price efficiency. Market efficiency in Islamic capital market will
influence market price, transparency and fairness, where these three factors are three key
determinants to have a maqasid al Shariah capital market structure (Shariah compliance that
back to the originality concept of Shariah). Using OLS and quantile regressions, The result
showed that the new tick policy will significantly improve Islamic capital market efficient in
term of microstructure and improving the quality of the trading system. The implementation
of the new tick size will reduce execution, where execution cost is one factor that determined
whether one stock market has eliminated and prove to be fair and transparent. The new tick
size moderately reduces the mean of execution cost but does not reduce the median. This
result proves that the new tick price implementation will improve market efficiency and
change the market structure of Shariah compliance in Indonesia in term of fairness and
efficiency and no investor can gain abnormal return.
Keywords : Market Microstructure, Islamic Capital Market, Tick Price, Liquidity, Abnormal
Retur

INTRODUCTION
Islamic stocks can be explained as shares that traded in Islamic capital market with
the same characteristics of shares that traded in conventional capital market. The
major differences between Islamic stocks and conventional stocks are that Islamic
stocks have to meet the Shariah criteria (Islamic compliance). Thus, every company
that classified as Islamic stock is not violating the Shariah principle. One of the
Shariah principle is prohibits gharar (prohibition of doubtful transaction).
Transactions in which there are speculations and contains gharar or obscurity
namely a transaction in which it is possible occurrence of fraud (khida’). Including in
this sense is offering fake (najsy); transactions on goods who have not owned (short
selling / bai'u mâlaisa bimamluk); sell anything yet clear (bai'u al ma'dum);
purchases for stockpiling effect (ihtikar) and disseminating misleading information
or using insider information to gain prohibited transaction gain (insider trading).
The next principle is the prohibition to transact on kosher foods and beverages
(prohibition of unlawful food ang drink), the simplicity principle (principle of
moderation), the principles of ethical behavior (Principle of ethical behavior), and
the principle of perfect ownership (principle of complete ownership).
All of these principles will be the foundation for the operation of activities
economics and finance, especially in the capital markets. With the various provisions
and view shariah as above, only few companies that selected as Islamic stocks.
Shariah principle should be implemented based on the four pillars of; (a) the issuer
(company) and the issuance of securities that are encouraged to meet the rules of
sharia, justice, prudence and transparency; (b) market participants (investors)

353
should have a good understanding of provisions muamalah, benefits and risks
transactions in the capital markets; (c) exchanges of information infrastructure
honest, transparent timely and uniform in public, supported by market mechanisms
reasonable; (d) monitoring and enforcement by the authorities of the capital market
should be implemented in a fair, efficient, effective and economical.
To creates Islamic stocks that trade in the trading system and environment that
based on the Shariah principle, every related infrastructure such as regulatory
framework, trading system, policies and trading technologies in Indonesia stock
exchange must be based on fair, efficient, effective and economical system in order
to create an honest trading infrastructure to investor. Indonesia stock exchange
must improves its market microstructure particularly focusing in improving the
transaction process, since transaction process has possibility to delivered losses to
one investor and gave advantages to other investor. The distinguished feature of
Shari’ah compliance that differentiate from the conventional stock market is the
screening process of Shari’ah classified companies that is based on Shari’ah law or
principle. Indonesia capital market has uniqueness and characteristics from other
capital markets, as in Indonesia implemented dual financial system where both
conventional and Islamic financial system can be implemented in one integrated
financial system. This system also implemented in the stock market where
Indonesia stock exchange has stock that classified as Shariah compliance also
besides stock that classified as conventional. However, due to the trading system
that is still integrated with conventional stocks, every regulatory framework that
implemented or changed by the related institution will directly affect the existence
and the meaning of Shariah compliance. Thus, changing in tick size will also
changing the meaning and purpose of Shariah compliance itself where in the
beginning this compliance is established to provide investor with another investing
environment that offering transparency and fairness.
On 6 January 2014, government imposed new regulation regarding tick price and lot
size as written in “Surat Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Indonesia Kep-
00071/BEI/11-2013”. According to Darmadji and Fakhruddin (2006), tick price is
the minimum threshold in bargaining stock price which is established by the Stock
Exchange. It is the minimum change in stock price either an increase or a decrease.
Tick price that is applicable to all the stocks in all price range is called single
fraction. On the other hand, tick price that is applicable differently to stocks based
on its price range is called multi fraction. Tick price serves better when it is not too
high yet not too low. If the tick price is too high, there would be a wide gap between
the minimum price the market wants to sell and the maximum price the market
wants to buy. This
indicates the higher the tick price, the harder the transaction would occur (Jogiyanto
2010:561).
Nevertheless, if the tick price is too low, there would be a decrease in the market
depth since the minimum price market wants to sell is more likely to match with the
maximum price market wants buy, which caused the transaction to occur very often.
Thus, the price of the stocks will easily change. This research will examine whether
the implementation of the new tick price have significant effect to the price
efficiency of shariah compliance by using comparison with the conventional stock
market. If investor has the opportunities to obtain abnormal return during the
implementation of the new tick, the implementation of tick price does not improve

354
the market structure and infrastructure of Shariah compliance in Indonesia stock
exchange.

Tabel 1
Range of Price and
Tick Size Shares in Indonesia Stock Exchange
Starting Date May 2016

Price Range Tick Maximum


Price Change
< Rp 200 Rp 1 Rp 10
Rp200 -< Rp500 Rp 2 Rp 20
Rp500 -< Rp 5 Rp 50
Rp2.000 Rp 10 Rp 100
Rp2.000 -< Rp 25 Rp 250
Rp5.000
≥ Rp5.000
Source: PT. Bursa Efek Indonesia, 2016

As seen on table 1, new regulation required the traders to at least purchase 100
shares while the old regulation required 500 shares. The changes on tick price were
quite significant. Within the category of Rp 200 - < Rp 500, the new regulation stated
that the tick price went down to Rp 1 from Rp 5. On the other hand, within the
category of Rp 500 - < Rp 5000, the new regulation stated that the tick price is Rp 5.
As for the category of ≥ Rp 5000, the new regulation stated that the tick price is Rp
25. Indonesia stock exchange stated that the reason behind the changing of the tick
price is to impose and increase stock liquidity and eventually will increase investing
climate where it is expects to lowering the stock price and more affordable for the
investor.
Different with most studies (Ali Sadikin , 2011, Iguh Wijarnako ,2012, Anthony F.
Grenci, (2011, Denden Mulyana (2011), this research will focuses on the impact of
new tick size implementation on Shariah compliance market microstructure and
price efficiency. If the new rules of tick prices proves to offer a liquid market than
the hypothesis of market efficiency is established. If the new implementation of tick
price prove to give disadvantages or losses to one or certain party, thus the result
showed that the hypothesis of market efficiency is not reach and the Shariah
principle is not supported by the new tick price, where trading environment still
support one investor to gain abnormal return and its violate the originality concept
of Shariah which is to provide transparency and fair trading market.

355
Jakarta Automated Executio
Investor Execution
Trading System
Buy Price n Cost

Islamic stock
Transparenc
Price Liquidity
Market Efficienc
Microstructure y and
y
Fairness

Maqasid Al-
Shariah

Figure 1. Conceptual Framework

Price formation within Indonesia stock exchange formed by the ability of market
participants to observe information about the trading process. The knowledge about
order flows will have lasting impacts on prices. Decision that made by investor will
determine price discovery and will eventually determine the order execution. Order
execution in Islamic capital market will follow the trading system in conventional
capital market. The changing in the tick price will change the small capitalization
and big capitalization industry trading system, since companies that classified and
selected in Islamic capital market are selected from different background of
capitalization, the changing of tick price will influence the price efficient, execution
cost, transaction volume and stock return volatility. To further investigate the
impact of the new tick size on Islamic capital market efficiency and market
microstructure we need to further investigate by giving analytical framework of the
tick price change toward Islamic stocks in Indonesia stock exchange. Presently there
are 234 stocks that categorized as Shariah stocks, and 187 are categorized as
companies that have small capitalization. Bacidore (1997) stated that when tick size
was reduced, it will influence bid-ask spreads and quoted sizes. Thus, transaction
cost for small investor who trade on small size will directly enjoyed lower
transaction cost. Empirical finding showed that a reduction in tick size will led to an
improvement in market quality in term of increasing trading volume that will
impacting to the revenue while other benefit of reducing the tick size would be
creating a fair and transparent market that will impacting also to the existence of
Islamic stock.
The flow of the diagram shows how the new tick price that implemented in
Indonesia stock exchange will influence Islamic stock exchange particularly the

356
price efficiency and execution cost. Price efficiency can be interpreted as whether
the distribution of capital is distributed efficiently among investor.
This study contributes in three important ways. Firstly, this study is conducted to
find the best and compatible market microstructure for Shariah compliance whereas
for now trading system of Shariah compliance in Indonesia Stock Exchange is still
integrated with the conventional system (Commerton-Forde and Rydge, 2006) so
every changes in the market microstructure, policy and regulatory framework will
directly affecting the existence of Indonesia Shariah compliance. Secondly, most of
tick price reduction studies focusing on its impact on bid-ask spread and depths as
in liquidity measures (Goldstein & Kavajecz, 2000; Pavabutr & Prangwattananon,
2009). This study, however will focusing on market microstructure and price
efficiency and how it will affect the existence of Shariah compliance in Indonesia.
Finally, this study emphasizes on Shariah compliance where this stocks is classified
by using Shariah principle where it should be obey in order to achieve the trading
environment that support the transparency and fairness system. Hence, in
conventional trading system, we can expect mispricing to occur quite frequently and
investor can use this opportunities and take opportunities of it to gain abnormal
return (Goldstein & Kavajecz, 2000; Harris, 1994; Pavabutr & Prangwattananon,
2009). Abnormal return in Shariah compliance is against the concept of Shariah
principle since one party have certain advantages toward other party whether it is
in term of information, capital or opportunities that provide by the system which
makes the creation of Shariah compliance in Indonesia stock market that based on
Maqasid al Shariah is difficult to achieve.

DATA AND METHODOLOGY

This study utilizes transaction data, daily closing price, and daily transaction
volume. The data is acquired directly from IDX. There 234 stocks that classified as
Islamic stocks, among those 234 stocks there are stocks that classified as big and
small capitalization company.
Large capitalization companies are companies with market capitalization value
more than $5 billion, while small capitalization companies is company with market
capitalization of between $300 million and $2 billion, After dividing the Islamic
stocks based on big and small capitalization company, we are conducting selection
criteria proceed as follow; Stocks that always traded below Rp 200 from 2 May until
2 June 2016, stock that experiencing corporate action is exluded and only choosing
company that classified in small capitalization, since this company will influence by
every changes that made on tick size
The transaction data is time stamped until the nearest second, and we only use
transaction prices from the Regular Board marked as '' RG''. The observation period
is different from the stock selection period. We divide the observation period into
old tick and new tick regimes, with 30 trading days in each regime. To
minimize end-of-year effect, we exclude five trading days prior and five
trading days after the new tick is implemented.

Price Efficiency and Execution Cost


To measure price efficiency we resort to Market Efficiency Coefficient (MEC)
concept (Hasbrouck & Schwartz, 1988). MEC is derived from the fact that if we

357
have a series of prices P0, P1, P2, … , PT , we can calculate the return for T period
using the following equation:

𝑃𝑡 𝑃1 𝑃2 𝑃𝑇
= × × …×
𝑃𝑜 𝑃𝑜 𝑃1 𝑃𝑇−1

Since we use log returns, we can generalize long period return as the sum of
shorter period returns within that period, as presented in the following equation:

(2)

Where RL is long term return and RS,t is short period returns within the long term
period.

According to Hasbrouck and Schwartz (1988), if the stock price is


informational efficient and assuming stock returns are identically and
independently distributed, then variance of long term return should be equal to
the sum of variance of its respective shorter period return. Therefore, the
following equation should hold:

Var (RL) is long term return variance, Var (RS) is short term return variance, and
T is the number of short term return within one day.
In this research, long term return is measured daily, while short term
return is measured every 30 minutes. So, in this study T equals to ten since one
IDX trading day consists of ten 30-minute intervals. MEC is then measured as the
ratio of long term return variance relative to its short-term return counterpart:

If stock price is efficient (information is fully reflected in stock price), then MEC
should equal to one. If MEC is less than one, it shows market over-reaction or
overshooting of price discovery. On the contrary, if MEC is more than one, it
indicates market under-reaction or undershooting of price discovery.
Once we find MEC value, we calculate execution cost using Equation
(5) if MEC is less than one, or Equation (6) if MEC is greater than one.

𝐶 = [1⁄2𝑉𝑎𝑟(𝑅𝑠 )(1 − 𝑀𝐸𝐶 )]1/2>0

𝐶 = −[1/2 𝑉𝑎𝑟(𝑅𝑠 )(𝑀𝐸𝐶 − 1)]1/2<0

Negative execution cost occurs when MEC is greater than one. In economic
context negative execution cost means another party in the market is subsidizing the

358
transaction. The party can be uninformed traders submitting a stale limit
price, or traders selling at inefficient prices due to urgent liquidity needs.
Basically, their trades dampen price discovery.
Besides investigating the impact of new tick on price efficiency, we also
study the impact of the policy on price inefficiency. Price inefficiency (PINE) is
the absolute deviation of MEC from unity as defined in Equation (7).

𝑃𝐼𝑁𝐸 = |𝑀𝐸𝐶 − 1|

We do this because the use of MEC as a measure of price efficiency may


still yield ambiguity. For example, before the new tick MEC is 0.9 and after the
new tick it becomes 1.2. If we only look at MEC, we immediately confirm the
new tick does improve stock price efficiency because it increases MEC.
Examining closer, actually the new tick only changes price discovery from
overshoot to undershoot with the same magnitude. Based on this line of
argument, we also employ price inefficiency (PINE) to study the effectiveness of
the new tick size. The new tick size is expected to reduce PINE.

Empirical Tests
In this study, we test the impact of new tick policy on market efficiency
coefficient (MEC), price inefficiency (PINE), and execution cost (COST). The
new policy is expected to increase MEC, reduce PINE and also reduce COST.
Firstly, we will use ordinary least square (OLS) regression to perceive the impact
of the new policy on the mean of MEC, PINE and COST. Secondly, as suggested
by Koenker and Hallock (2001), to make the empirical results more complete and
due to relatively small sample size, we also utilize quintile regression to learn the
impact of the new policy on the median of MEC, PINE and COST.

Following Hasbrouck and Schwartz (1988) and Porter and Weaver


(1997), we deduce that stock price level, stock return variance and transaction
volume will impact price efficiency and execution cost. Thus, we need to control
their influence in order to investigate the impact of tick size on price efficiency
and execution cost. Similar to Porter and Weaver (1997), we use average stock
price, variance of daily return, and transaction volume as control variables. The
empirical models tested are presented in Equations (8), (9) and (10).

𝑀𝐸𝐶𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑃𝑅𝐼𝐶𝐸𝑖 + 𝛽2 𝑉𝐴𝑅𝐼𝐴𝑁𝐶𝐸𝑖 + 𝛽3 𝑉𝑂𝐿𝑈𝑀𝐸𝑖 + 𝛽4 𝑁𝐸𝑇𝑊𝐼𝐶𝐾𝑖 + 𝜀𝐼 (


𝑃𝐼𝑁𝐸𝑖 = 𝛿0 + 𝛿1 𝑃𝑅𝐼𝐶𝐸𝑖 + 𝛿2 𝑉𝐴𝑅𝐼𝐴𝑁𝐶𝐸𝑖 + 𝛿3 𝑉𝑂𝐿𝑈𝑀𝐸𝑖 + 𝛿4 𝑁𝐸𝑇𝑊𝐼𝐶𝐾𝑖 + 𝜀𝐼
𝐶𝑂𝑆𝑇𝑖 = 𝛾0 + 𝛾1 𝑃𝑅𝐼𝐶𝐸𝑖 + 𝛾2 𝑉𝐴𝑅𝐼𝐴𝑁𝐶𝐸𝑖 + 𝛾3 𝑉𝑂𝐿𝑈𝑀𝐸𝑖 + 𝛾4 𝑁𝐸𝑇𝑊𝐼𝐶𝐾𝑖 + 𝜀𝐼

MECi is Market Efficiency Coefficient of stock-i as described in Equation.


PINEi is price inefficiency of stock-i as depicted in Equation. COSTi is the
execution cost as explained in Equations and. PRICEi is the average
closing price of stock-i. VARIANCEi is daily return variance of stock-i.
VOLUMEi is natural log of total transaction volume of stock-i. NEWTICKi is a
dummy variable equals to 1 for the new tick period and 0 for the old tick period.
Although Equations use the same ndependent variables, the expectations of the
coefficients are different. The expectations are completely contradictory. We deduce

359
that higher stock price reflects higher attention of analysts and market participants.
If this is true, then stocks with higher prices should exhibit higher MEC since they
are more informational efficient. Thus, as in Hasbrouck and Schwartz (1988), we
expect β1 to be positive in (8) while δ1 to be negative in (9). Subsequently, we
construe
that stock variance reflects information evelations. If more information is revealed,
stock price should be more efficient (higher MEC, lower PINE), which leads us to
expect β2 to be positive in (8) and δ2 to be negative in (9). Meanwhile, volume
measures the arrival of utilitarian traders, which are assumed non information
driven traders. Higher uninformed trading will reduce price
efficiency (lower MEC, higher PINE). Thus, we expect β3 to be negative in (8) and δ3
to be positive in (9). Finally, if indeed the new tick policy does improve price
efficiency (higher MEC, lower PINE), β4 should be positive in (8) and δ4 should be
negative in (9). For quation (10) we expect λ1 to be negative because if minimum
tick size is regulated, higher stock price tend to lower relative (percentage)
execution cost. We expect λ2 to be positive because higher stock volatility usually
widens relative bid-ask spread and increases execution cost. We expect λ3 to be
positive for the same reason as δ3 in model (9). If more utilitarian traders enter the
market, price inefficiency is expected to increase which will then increase execution
cost. Finally, we expect λ4 to be negative since we hope the new tick policy will
decrease stock execution cost.

RESULTS AND DISCUSSIONS


From table 1 description of mean and median we can make conclusion that some
traders still support or subsidize by other trader by trading using the opportunity of
stale price. This conclusion support by the value of average execution cost during
the old tick implementation at almost 135 basis points (bps) with a median around
83 bps. However, after the implementation of the new tick price, both median and
mean decrease at 87 and 45, this explains that with the implementation of the new
tick price there is no possibility of stale price and chances of some traders subsidize
other investor is very rare at the new tick price implementation.
This proves that the new tick price implementation will improves market quality
and will influence the existence of Islamic stocks. Since it proves that there are no
traders that subsidize other trader which means there are no particular investor
that could gaining abnormal return or under rare chance to have high execution
cost.

Table 2.
Descriptive statistics
COST MEC PINE PRICE VARIANCE VOLUME
a. Old Tick
Mean 0.0136 0.4563 0.3838 75.2433 0.3672 14.4333
Median 0.0083 0.8743 0.4673 69.8367 0.3893 14.3683
Maximum 0.0873 1.3220 1.0111 174.2433 0.4783 12.4322
Minimum – 2.43E- 0.0001 31.9033 1.33E-22 11.3322
0.0124 31
Std. Dev. 0.0165 0.8393 0.3739 56.3733 0.3222 2.3222
Observations 58 58 58 58 58 58

360
B. New Tick
Mean 0.0087 0.3353 0.9393 95.3839 0.3292 16.3738
Median 0.0045 0.6703 0.5733 88.5332 0.3839 66.3738
Maximum 0.0532 1.3903 0.4944 15.3939 0.3839 22.3830
Minimum – 0.3738 0.0000 20.2829 4.46E-06 10.3393
0.0072
Std. Dev. 0.0113 0.3839 0.2794 36.8900 0.63393 2.8373
Observations 58 58 58 58 58 58

As a comparison to the old tick implementation, MEC and Median are about 45 and
87 respectively and after the new implementation the mean and median decreased
to 33 and 67. While, compare with PINE the mean and median after the new tick
implementation is increased. Mean and Median of PRICE tend to increases from 72
and 69 to 95 and 88. From the descriptive statistics, we can make conclusion that
there are improvements in small caps companies that listed as Islamic stocks after
the new tick price implementation. Price efficiency tends to increase while execution
cost tends to decrease while stock prices and transaction volume while stock
volatilities tend to decrease.
Islamic stock characteristics is to provide a certain market with rational investor,
the result support that in term of quality, trading system in Indonesia stock
exchange is improved in term of trading mechanism and regulation. Based on the
result, it can be explained also that Islamic stocks is portfolio that represent strong
growth since it establish and continuing efficient by minimizing transaction cost,
availability of information and transparent price that reflected in price.

Table 3.
OLS regression and quantile regression (median) results of MEC on
PRICE, VARIANCE,
VOLUME and NEWTICK dummy.

Expect OLS coefficient Quant. reg. coefficient


ed sign
Intercept none 1.3766*** 1.4677***
PRICE + –0.0001 –0.0002

VARIANC + 3.1348*** 3.2434***


E
VOLUME - –0.0499*** –0.0556***
NEWTIC + 0.1141** 0.1515***
K
Adjusted- 0.1594 0.1378
R2
F
Statistic

Table 2 showed the OLS regression will check whether independent variables
affect the mean of MEC as the dependent variable. Quantile regression will
investigate whether independent variables affect the median of MEC to test whether

361
the new tick size have significant improve toward price efficiency by running OLS
and quantile regressions based on Model (8). The result showed that the
coeeficients of new tick dummy variable are significant in both regressions that will
improve price efficieny.

Table 4.
OLS regression and quantile regression (median) results of PINE on PRICE,
VARIANCE, VOLUME, and NEWTICK dummy
Expected sign OLS coefficient Quant. reg.
coefficient
Intercept none –0.2732** –0.7806***
PRICE - 0.0003 0.0006
VARIANCE - –3.3220*** –2.2209***
VOLUME + 0.0403*** 0.07822***
NEWTICK - –0.0751** –0.1738***
Adjusted-R2 0.7730 0.7832
F Statistic 12.6790***
*significant at 10% level; **significant at 5% level; ***significant at 1% level
Table 3. shows the test result of whether the new tick price decreases price
inefficiency based on model (15) by running OLS and quintile regressions. The
coefficients of the new tick dummy variable showed negative results of both
regressions. The findings support the hypothesis that the new tick size
implementation will significantly reduces price inefficiency and lead to increase
stock price efficiency.
Table 5.
OLS regression and quantile regression (median) results of COST on PRICE,
VARIANCE, VOLUME, and NEW TICK dummy.
Expected sign OLS coefficient Quant. reg.
coefficient
Intercept - –0.0111* –0.0052
PRICE - –0.0001*** –4.77E-05
VARIANCE + 0.1168 0.1871
VOLUME + 0.0019*** 0.0011***
NEW TICK - –0.0031* –0.0029
Adjusted-R2 0.2045 0.1378
F Statistic 8.3899***
*significant at 10% level; **significant at 5% level; ***significant at 1% level
Table 4. showed that there is negative and significant result over OLS coefficient.
The quantile regression is coefficient where the new tick size will moderately
reduces the execution cost that will causing short term return variance even after
the implementation of the new tick price. The intraday volatilities might be cause to
bid-ask spreads that are wider than the minimum tick prices that make the cost of
executing trades will still be high due to the relatively high bid ask bounce.
CONCLUSION
This research showed that after the new implementation of tick price, there are
improvements in Indonesia stock exchange particularly for small capitalization
companies that selected as Islamic stocks. Price efficiency tends to improve while
execution cost tend to decrease. In additional, stock prices and transaction volume
tends to increase while daily stock return volatility tends to decrease. Volatilities in

362
stock market are very significant matter to decide whether Islamic stock behaves
accordingly to Shariah principle. In stock market environment that showing
stability, one particular trigger is to have companies that listed in banking
industries. However, all the banking industries already excluded from Islamic stocks
not only prohibited because this industries supporting riba but also this industries
can be classified as industries that contributing volatilities to stock market. In a
Islamic capital market environment, volatilities is a sign that one stock market is not
mature enough to support market efficient, thus it means, the trading environment
is not transparent and there are some regulation that is not fair to several investor.
Volatilities also as a sign for several investors to take advantages toward other
investor to gain momentum of selling and buying.
In Islamic capital market particularly in Indonesia where the Islamic stock is
integrated with the conventional stock market, every changes that made by stock
exchange regulators will give direct impact to Islamic stocks where in this particular
case the individual stock that will have major impact toward the changes in
regulatory framework and market microstructure is conventional stock market.
Islamic capital market regulators must perform continuing process to reduce
trading frictions (costs), sharpen price discovery, and facilitating quantity discovery.
To achieve the objectives is by providing liquidity is the trading environment by
using the appropriate use of limit order books for both continuous and call auction
trading and, where appropriate, the inclusion of broker/dealer intermediaries.
Islamic capital market will continue to improve in the future, it is best to
acknowledged that there are still several improvements that need to made
particularly related with trading system of Islamic stocks. The integration between
conventional and Islamic stock is proven to be a setback for Islamic stocks, since
every changes in regulatory framework and trading system will give direct impact to
Islamic stock. Furthermore, Islamic stock needs to have a more stable platform that
came directly from related authority under Shariah board in Indonesia.

REFERENCES
Ali, S., (2011). Analisis Abnormal Return saham dan Volume Perdagangan Saham,
Sebelum dan Sesudah Peristiwa Pemecahan Saham. Jurnal Manajemen dan
Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat, Vol. 12, No.
1, Hal:25-34.
Commerton,C., & Rydge, J., (2006). The current state of Asia-Pacific stock
exchanges: A critical review of market design. Pacific-Basin Finance
Journal,
14, 1–32.
Denden, M., (2011). Analisis Likuiditas Saham Serta Pengaruhnya Terhadap Harga
Saham Pada Perusahaan Yang Berada Pada Indek LQ45 di Bursa Efek
Indonesia.
Jurnal Magister Manajemen. Vol. 4, No. 1, Hal:77-96.
Goldstein, M. A., & Kavajecz, K. A. (2000). Eighths, sixteenths, and market depth:
changes in tick size and liquidity provision on the NYSE. Journal of
Financial
Economics, 56, 125–149.

363
Grenci, Anthony F., (2003). Measuring Preffered Trading Range and Liquidity to Test
Preffered Trading Range Theory, Disertation Doctoral Degree, Katz
Graduate School Of Business, University of Pittsburgh.
Harris, L. E., (1994). Minimum price variation, discrete bid-ask spreads, and
quotation
sizes. Review of Financial Studies, 7, 149–178.
Hasbrouck, J. & Schwartz, R. A., (1988). Liquidity and execution cost in equity
market.
Journal of Portfolio Management, 14, 10–16.
Iguh W.P., (2012). Analisis Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap
Likuiditas Saham dan Return Saham, Diponegoro Jurnal Of Management,
Vol. 1, No. 2, Hal:189-199.
Koenker, R., & Hallock, K. F. (2001). Quantile regression. Journal of Economic
Perpectives, 15, 143–156.
Porter, D.C., & Weaver, D. G., (1997). Tick size and market quality. Financial
Management, 26(4), 5–26.

364
Penerapan Financial Technology dan Peningkatan literasi
keuangan Untuk Strategi Penguatan Bisnis UMKM di
Kalimantan Barat
Uray Maharani Pertiwi
Universitas Tanjungpura
*Email : uraymaharanipertiwi@gmail.com

Abstrak

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran strategis dalam
pembangunan ekonomi nasional, tidak terkecuali di Kalimantan Barat. Pandemi Covid-
19 menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku UMKM, bahkan tidak sedikit unit usaha
yang harus berhenti beroperasi. Masa adaptasi pemulihan baru merupakan kesempatan
bagi sektor UMKM untuk memperbaiki strategi, salah satunya strategi di area keuangan
seperti permodalan dan transaksi pembayaran. Financial Technology (Fintech) dapat
dijadikan sarana yang dapat membantu perkembangan bisnis UMKM terutama dalam
sisi pembiayaan. Literasi Keuangan juga harus ditingkatkan sejalan dengan penggunaan
fintech agar pelaku UMKM cermat dalam memilih dan menggunakan akses keuangan
untuk membantu bisnisnya. Selain itu dengan memahami literasi keuangan diharapkan
UMKM akan mampu menggunakan dan mengelola sumber daya keuangan yang dimiliki.
Metode yang digunakan dalam paper ini adalah analisis kualitatif deskriptif dan studi
literatur untuk menjelaskan penerapan Financial Technology (Fintech) dan penguatan
literasi keuangan untuk memulihkan bisnis UMKM di masa adaptasi baru di Kalimantan
Barat. Hasil dari studi literatur jurnal penelitian terdahulu dan data-data dari sumber
lainnya menunjukan bahwa Fintech dapat menopang kebutuhan UMKM yang terbatas
hanya pada bank atau layanan keuangan lainnya terutama dalam pendanaan. Literasi
Keuangan seiring dengan penggunaan Fintech akan memperkuat bisnis UMKM di masa
adaptasi baru. Selain itu, literasi keuangan juga dibutuhkan UMKM untuk mengelola
sumber keuangan mereka dengan arif.
Kata kunci: Financial Technology, UMKM, Literasi Keuangan
PENDAHULUAN
Tahun 2020 merupakan tantangan bagi semua korporasi akibat anjloknya
perekonomian akibat Pandemi Covid-19. Perekonomian di Kalimantan Barat
juga turut terkana imbas yang berdampak terhadap meningkatnya jumlah
pengangguran akibat PHK dan ketidakmampuan bisnis usaha mempertahankan
operasinya, termasuk sektor UMKM. UMKM juga merupakan salah satu sektor
yang menunjang perekonomian di Kalimantan Barat. Terhitung 19.503 UMKM
tercatat di data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Kalimantan Barat.
Staregi untuk memulihkan usaha UMKM di masa pemulihan baru
dibutuhkan mengingat UMKM adalah sektor yang mampu menekan tingkat
ketimpangan baik ekonomi dan sosial, seperti meningkatkan daya beli
masyarakat terhadap komoditas dalam negeri. Namun, Dalam
perkembangannya, UMKM di Kalimantan Barat mengalami beberapa kendala.
Permasalahan utama yang cukup menghambat dalam bisnis UMKM diantaranya
keterbatasan modal, teknologi, pemasaran, keterbatasan akses melihat peluang
pasar, dan sumber daya manusia yang memiliki soft skill rendah (Chunghai
2014; Ogbuanu, Kabuoh, dan Okwu 2014). Era adaptasi pemulihan baru harus

365
disikapi dengan bijak oleh pelaku bisnis UMKM, salah satunya dari sisi
pembiayaan untuk pemulihan bisnis akibat Covid-19 dengan memanfaatkan
peran Financial Technology (Fintech) dan peningkatan literasi keuangan pelaku
UMKM.
Akses permodalan menjadi kunci vital untuk kesuksesan pembangunan
UMKM di suatu Negara. Inovasi teknologi di bidang keuangan yaitu Fintech
dapat membantu UMKM dalam kemudahan dan efesiensi di area keuangan. Pada
masa adaptasi baru diperlukan strategi pemulihan ekonomi dan tataan sosial di
masyarakat. Semua bisnis termasuk UMKM dituntut untuk menyesuaikan diri
dalam operasionalnya. Termasuk dalam transaksi pembayaran, pembiayaan dan
transaksi keuangan lainnya akan berubah menyesuai Landscape industri jasa
keuangan yang secara global juga telah berubah seiring dengan adanya
fenomena inovasi di industri jasa keuangan yang disebut Financial Technology
atau Fintech (Hadad 2017).
Oleh karena inovasi teknologi di bidang keuangan yang semakin
berkembang, masyarakat termasuk pelaku UMKM wajib meningkatkan literasi
keuangan dengan mempelajari dan memahami setiap layanan, produk, dan
keputusan keuangan yang akan mereka terapkan. Hal ini bertujuan agar manfaat
akses keuangan termasuk fintech dapat dirasakan dengan maksimal dan tidak
merugikan pelaku UMKM. Literasi keuangan itu sendiri adalah sebuah
kecakapan dalam hal keuangan yang dimiliki seseorang. Seseorang memiliki
literasi keuangan yang baik (well literate) akan mampu melihat uang dari sudut
pandang yang berbeda dan mampu mengendalikan kondisi keuangannya
(Herdinata dan Pranatasari, 2019: 38) . Lebih lanjut lagi, literasi keuangan
adalah pengetahuan mengenai bunga majemuk, perbedaan nilai nominal dan
nilai riil, pengetahuan dasar mengenai diversifikasi risiko, nilai waktu dari uang
dan lain-lain (Lusardi et al., 2009).
Pada paper ini penulis akan memaparkan strategi untuk memperkuat UMKM
di Kalimantan Barat dengan memanfaatkan peranan fintech untuk membantu
hal-hal yang berhubungan dengan keuangan UMKM termasuk permodalan pasca
Pandemi Covid-19. Selain itu penulis juga ingin memaparkan pentingnya literasi
keuangan bagi pelaku UMKM dan masyarakat di Kalimantan Barat agar inovasi
teknologi di bidang keuangan dapat dimengerti dan dimanfaatkan dengan baik
dan tidak merugikan. Penelitian terdahulu mengenai manfaat fintech terhadap
keberlangsungan UMKM di berbagai daerah di Indonesia dapat dijadikan acuan
untuk wilayah Kalimantan Barat.

KAJIAN TEORI
Masyarakat yang tidak memiliki kemampuan litersi yang baik namun adanya
kebutuhan pembiayaan nasional untuk UKM, merupakan peluang bagi para
pelaku bisnis fintech. Kehadiran teknologi telah membuat layanan keuangan
lebih murah, lebih cepat, dan lebih mudah. Ketiga elemen ini, terkadang sulit
didapatkan UMKM ketika mengajukan pinjaman ke bank. Di sinilah peran

366
fintech dapat menjadi solusi untuk pengembangan bisnis UMKM di masa depan.
Tantangannya adalah memaksimalkan peran fintech dalam mendukung UMKM.
Tantangan mendasar adalah akses masyarakat Indonesia ke layanan keuangan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, hanya 67,8
persen orang Indonesia menggunakan produk keuangan. Berhasil masih ada
32,2 persen yang belum menggunakan produk keuangan.
Fintech dapat membantu UMKM di area keuangan seperti pendanaan,
transaksi non tunai, pembayaran dan lainnya. Pada hakikatnya, fintech
merupakan layanan keuangan berbasis teknologi inovatif yang terintegrasi
secara online untuk memudahkan berbagai transaksi seperti pembayaran
cicilan, premi asuransi, tagihan-tagihan rumah tangga, pengiriman uang, cek
saldo, pendanaan, investasi dan lain-lain (Fahlefi, 2018:206). Bentuk dasar
Fintech antara lain Pembayaran (Digital Wallets, P2P Payments), investasi
(Equity Crowdfunding, Peer to Peer Lending), pembiayaan (Crowdfunding,
Microloans, Credit Facilities), asuransi (Risk Management) dan lintas proses (Big
Data Analysis, Predicitive Modeling), serta Infrastruktur Keamanan (Fauzan &
Ahmad, 2019:2).
Keungulan fintech dibandingkan dengan bank atau layanan keuangan formal
lainnya yakni Fintech yang didukung dengan inovasi dan teknologi telah
membantu untuk menjangkau nasabah-nasabah yang tidak dapat dijangkau oleh
perbankan formal yaitu nasabah di wilayah - wilayah pelosok Indonesia (DBS
Bank, 2016a:1). Sehingga dapat menjangkau pengguna yang berada di pelosok di
Kalimantan Barat yang belum memiliki layanan keuangan atau bank. Selain itu
biaya operasional akan lebih efisien sehingga dapat memberikan fasilitas
layanan termasuk pinjaman yang lebih murah. Fintech memberikan kemudahan
dalam pelayanan. Masyarakat dapat mengakses Fintech tersebut hanya melalui
smartphone maupun perangkat computer. Fintech memanfaatkan media aplikasi
dan website dalam pelayanannya sehingga masyarakat dapat melakukan
transaksi atau mengajukan pinjaman modal secara lebih efektif dan efisien.
Keterbatasan bank dan layanan keuangan formal keuangan lainanya dalam
menyalurkan kredit dan menjangkau seluruh pelosok negeri akan berimbas
terhadap bisnis UMKM. UMKM akan kesulitan mendapatkan bantuan
permodalan. Aspek stabilitas tetap penting dan selayaknya tetap menjadi
perhatian utama, termasuk ketika nantinya peran Fintech dan layanan keuangan
digital semakin signifikan dalam perekonomian. Karena itu, mutlak diperlukan
strategi dan terobosan agar dinamika ini tidak menimbulkan dampak yang tidak
diharapkan. Bagi UMKM, Fintech membantu UMKM untuk mendapatkan
kemudahan dan efisiensi di area keuangan (Wachyu & Winarto, 2020).
Oleh karena inovasi teknologi di bidang keuangan yang semakin
berkembang, masyarakat termasuk pelaku UMKM wajib meningkatkan literasi
keuangan dengan mempelajari dan memahami setiap layanan, produk, dan
keputusan keuangan yang akan mereka terapkan. Hal ini bertujuan agar manfaat
akses keuangan termasuk fintech dapat dirasakan dengan maksimal dan tidak

367
merugikan pelaku UMKM. Literasi keuangan itu sendiri adalah sebuah
kecakapan dalam hal keuangan yang dimiliki seseorang. Seseorang memiliki
literasi keuangan yang baik (well literate) akan mampu melihat uang dari sudut
pandang yang berbeda dan mampu mengendalikan kondisi keuangannya
(Herdinata dan Pranatasari, 2019: 38) . Lebih lanjut lagi, literasi keuangan
adalah pengetahuan mengenai bunga majemuk, perbedaan nilai nominal dan
nilai riil, pengetahuan dasar mengenai diversifikasi risiko, nilai waktu dari uang
dan lain-lain (Lusardi et al., 2009).
Menurut lembaga Otoritas Jasa Keuangan (2014), dinyatakan bahwa secara
defenisi literasi diartikan sebagai kemampuan memahami, sehingga literasi
keuangan merupakan kemampuan mengelola dana yang dimiliki agar
berkembang dan hidup bisa lebih sejahtera di masa yang akan datang. OJK
menyatakan bahwa misi penting dari program literasi keuangan adalah untuk
melakukan edukasi dibidang keuangan kepada masyarakat Indonesia agar dapat
mengelola keuangan secara cerdas, supaya tingkat pengetahuan yang rendah
tentang industri keuangan dapat diatasi, kemudian masyarakat tidak mudah
tertipu oleh produk - produk investasi yang menawarkan keuntungan tinggi
dalam jangka pendek tanpa mempertimbangkan risikonya. Termasuk produk-
produk dan layanan dari fintech itu sendiri.
Selain itu, bagi pelaku UMKM, memahami konsep literasi keuangan menjadi
hal yang sangat penting. Dengan literasi keuangan yang baik akan memudahkan
mereka mengetahui bagaimana nilai uang akan bermanfaat di masa kini serta
seberapa besar pengaruhnya dimasa depan. Oleh karena itu diperlukan upaya
strategis untuk meningkatkan kinerja dan keberlangsungan UMKM (Aribawa,
2016:2). Dengan memperkaya pengetahuan keuangan pelaku UMKM akan
meningkatkan kinerja dan keberlangsungan UMKM sehingga pengelolaan dan
akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan dengan lebih baik sebagimana
layaknya perusahaan besar (Aribawa, 2016:3).
Lebih lanjut lagi, Rohrke & Robinson (2000) mengatakan bahwa literasi
keuangan adalah cara terbaik untuk mengajarkan konsumen tentang manfaat
memiliki hubungan dengan lembaga keuangan diantaranya adalah pendanaan
dan kredit, kemampuan untuk membangun keuangan yang positif. Namum perlu
disadari bahwa literasi keuangan tidak selalu menjamin untuk membuat
keputusan dengan tepat karena seseorang tidak selalu membuat keputusan
dengan rasional ekonomi.
Penulisan paper ini merunjuk ke berbagai referensi dan penelitian
sebelumnya. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Winarto
(2020) menunjukkan bahwa Fintech berperan dalam inklusi keuangan di
Indonesia melalui UMKM di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan
kabupaten Pemalang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang
menggunakan aplikasi dan bekerjasama dengan berbagai Fintech. Fintech
memberikan kemudahan dalam memberikan pinjaman atau akses pembiayaan
usaha. Kemudian Rahardjo (2019) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh

368
Financial Technology (Fintech) Terhadap Perkembangan UMKM di kota
Magelang menunjukkan bahwan Fintech berperan penting dalam mendukung
kinerja UMKM, yaitu berupa peningkatan efisiensi baik secara operasional
maupun efisiensi yang dinikmati oleh anggotanya.
Lebih lanjut lagi, penelitian sebelumnya oleh Aribawa (2016:8) dengan judul
“Pengaruh literasi keuangan terhadap kinerja dan keberlangsungan UMKM di
Jawa Tengah”, Secara umum diketahui bahwa terdapat pengaruh literasi
keuangan terhadap kinerja dan keberlanjutan usaha pada UMKM kreatif di Jawa
Tengah. Dengan kecenderungan untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki,
UMKM memliki karakteristik kooperatif dalam menjalankan bisnisnya untuk
saling melengkapi keterbatasan dan memperoleh keunggulan kompetitif yang
spesifik untuk bersaing di lingkungan global.

METODE PENELITIAN
Paper ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan
kualitatif dan studi literatur. Analisis kualitatif deskriptif adalah metode yang
digunakan saat meneliti suatu objek alamiah yang dimana peneliti sebagai
instrument utama (Sugiyono, 2016). Analisis ini digunakan untuk menjelaskan
konsep dalam mensinergikan penerapan Financial Technology dan peningkatan
literasi keuangan dalam upaya strategi pemulihan bisnis UMKM pada masa
adaptasi baru.
Data yang digunakan adalah data sukender yang diperoleh dari data
publikasi. Sumber data didapatkan dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank
Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), Data Kementrian Koperasi dan UKM,
Dinas UMKM provinsi Kalimantan Barat serta referensi dari jurnal atau
penelitian terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keberadaan UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dan
ASEAN. Sekitar 88,8-99,9% bentuk usaha di ASEAN adalah UMKM dengan
penyerapan tenaga kerja mencapai 51,7-97,2%. UMKM memiliki proporsi
sebesar 99,99% dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak
56,54 juta unit. Maka, diperlukan kerjasama untuk pengembangan dan
ketahanan UMKM kedepannya, terutama dalam masa peralihan baru pasca
pandemi Covid-19.
Berdasarkan Data yang dihimpun dari Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi
Kalimantan Barat, sampai dengan semester pertama 2020 terdapat 19.503
pelaku UMKM yang bersumber dari 14 Kabupaten/Kota. Salah satu masalah
utama dalam kegiatan UMKM akibat pandemi Covid-19 adalah pembiayaan atau
permodalan. Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha.
Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan
menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya

369
tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat
terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya
sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta
oleh bank tidak dapat dipenuhi. Hambatan terbesar bagi UMKM adalah adanya
ketentuan mengenai agunan karena tidak semua pelaku UMKM memiliki harta
yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan. Hal tersebut menyulitkan
dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan.
Perkembangan potensi UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan
perbankan dalam penyaluran kredit
kepada pelaku UMKM. Namun, menurut data Bank Indonesia, setiap
tahunnya kredit kepada UMKM mengalami pertumbuhan. Walaupun pada 2015,
sekitar 60%-70% dari seluruh sektor UMKM belum mempunyai akses
pembiayaan melalui perbankan.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut Inovasi financial technology
memberikan peluang jangka panjang bagi sektor UMKM. Menurut Bank
Indonesia Financial technology (Fintech) merupakan hasil gabungan antara jasa
keuangan dengan teknologi yang mengubah model bisnis dari konvensional
menjadi moderat. Dalam peraturan Bank Indonesia nomor 19/12/PBI/2017
dijelaskan bahwa FinTech adalah penggunaan teknologi sistem keuangan yang
menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta
berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, efesiensi,
kelancaran, kemananan dan keandalan sistem pembayaran.
Fintech dapat menggantikan peranan bank dalam hal pembiayaan UMKM
dengan lebih efektif dan efisien karena dapat dijangkau oleh pelaku-pelaku
usaha UMKM yang ada di pelosok-pelosok. Selain itu Fintech telah mengubah
sistem pembayaran di masyarakat dan telah membantu perusahaan-perusahaan
start-up dalam menekan biaya modal dan biaya operasional yang tinggi di awal.
Oleh karenanya, FinTech sekarang ini mampu menggantikan peran lembaga
keuangan formal seperti bank. Bahkan sebagai sistem pembayaran baru, Fintech
telah berperan dalam:
1. Menyediakan pasar bagi pelaku usaha khususnya UMKM yang
mengandalkan media digital sebagai basis pemasarannya;
2. Menjadi alat bantu untuk pembayaran, penyelesaian/settlement dan kliring;
3. Membantu pelaksanaan investasi yang lebih efisien;
4. Mitigasi risiko dari system pembayaran yang konvensional;
5. Membantu pihak yang membutuhkan untuk menabung, meminjam dana dan
penyertaan modal.
Pertimbangan lainnyaa dalam penggunaan Fintech karena biaya
administrasi lebih murah dan tidak harus datang ke kantor layanan. Tingkat
bunga dan biaya yang diterapkan kompetitif berdasarkan analisis risiko kredit
modern sehingga prosesnya relatif lebih mudah dan cepat, dan tidak perlu
agunan berupa aset. Sehingga UMKM yang sedang berkembang bisa sangat
terbantu untuk menjalankan kegiatan operasional bisnisnya hingga menjadi

370
entitas yang berdaya. Fintech berkontribusi besar bagi pemberdayaan UMKM
dan ekonomi lokal.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Winarto (2020)
menunjukkan bahwa Fintech berperan dalam inklusi keuangan di Indonesia
melalui UMKM di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan kabupaten
Pemalang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang menggunakan
aplikasi dan bekerjasama dengan berbagai Fintech. Fintech memberikan
kemudahan dalam memberikan pinjaman atau akses pembiayaan usaha.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa fintech terbukti membuka
akses keuangan yang dapat menggantikan layanan keuangan formal seperti
bank. Hal ini dapat diadaptasi oleh UMKM di Kalimantan Barat. Mengingat masih
banyak daerah di pelosok Kalimantan barat yang belum memiliki akses terhadap
layanan keuangan.
Kemudian Rahardjo (2019) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Financial Technology (Fintech) Terhadap Perkembangan UMKM di kota
Magelang menunjukkan bahwan Fintech berperan penting dalam mendukung
kinerja UMKM, yaitu berupa peningkatan efisiensi baik secara operasional
maupun efisiensi yang dinikmati oleh anggotanya. Fintech dapat memangkas
biaya-biaya operasioanal dengan layanan-layanan seperti transaksi non tunai
dengan aplikasi sehingga biaya administrasi bank dapat dihindari. Selain itu
pinjaman tanpa anggunan akan membuka jalan yang lebar untuk pelaku UMKM
dalam permodalan usahanya.
Salah satu produk layanan Fintech Lending dapat dimanfaatkan sebagai alat
permodalan bisnis UMKM yaitu peer-to-peer lending (P2PL). P2PL merupakan
suatu platform Fintech yang menawarkan pinjaman modal atau pembiayaan
secara online. Selain seabagai penyedia dana secara online, peer to peer lending
(P2PL) juga memiliki tugas yaitu analisa risiko (Drevs, 2016). Besarnya
kebutuhan dana di Indonesia menjadikan platform peer-to-peer lending
memiliki perkembangan yang sangat pesat daripada platform Fintech lainnya.
Beberapa Financial technology dengan platform peer-to-peer lending yang
mendominasi di Indonesia adalah Investree, Amartha, Modalku, dan masih
banyak lagi.
Seiring dengan penggunaan Fintech, literasi keuangan pelaku UMKM harus
ditingkatkan. Walaupun dampak potensial Fintech pada industri keuangan,
untuk menciptakan stabilitas dan akses ke layanan (Philippon, 2016) dan
beberapa sektor keuangan dan startup melihat Fintech ini sebagai pintu gerbang
untuk meningkatkan peluang bisnis namun di sisi lain, terdapat juga ancaman
keamanan meningkat pesat dan telah menjadi tantangan bagi pengguna Fintech
apabila pengguna tidak dibekali dengan pemahaman literasi keuangan yang baik
(Stewart dan Jurjens, 2018).
Bagi pelaku UMKM, memahami konsep literasi keuangan ini menjadi sangat
penting. Hal ini akan memudahkan mereka mengatahui bagaimana sebuah nilai
uang itu akan bermanfaat di masa kini dan seberasa besar pengaruhnya di masa

371
depan mereka. Oleh karena itu, diperlukan upaya strategis UMKM untuk
meningkatkan kinerja dan keberlangsungan mereka (Aribawa, 2016:2).
Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) yang dilakukan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, indeks literasi keuangan
nasional adalah 38,03% dan indeks inklusi keungan sebesar 76,19%. Sedangkan,
Kalimantan barat memliki literasi dan inklusi keuangan di bawah nasional yaitu
masing-masing sebesar 36,48% dan 75,33%. Angka tersebut juga menandakan
rendahnya pengetahuan masyarakat Kalimantan Barat terhadap layanan dan
produk keuangan yang mereka miliki.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Aribawa (2016:8) dengan judul
“Pengaruh literasi keuangan terhadap kinerja dan keberlangsungan UMKM di
Jawa Tengah”, Secara umum diketahui bahwa terdapat pengaruh literasi
keuangan terhadap kinerja dan keberlanjutan usaha pada UMKM kreatif di Jawa
Tengah. Dengan kecenderungan untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki,
UMKM memliki karakteristik kooperatif dalam menjalankan bisnisnya untuk
saling melengkapi keterbatasan dan memperoleh keunggulan kompetitif yang
spesifik untuk bersaing di lingkungan global.
Arubawa (2016) menyebutkan bahwa sebaiknya kinerja UMKM dianalisis
dengan menggunakan pendekatan yang didasarkan pada tiga asumsi berikut,
yaitu:
1. Pengukuran kinerja UMKM kerap sulit dilakukan secara kuantitatif,
dikarenakan terbatasnya sumber daya (pemahaman keuangan dan
tenaga kerja).
2. Pengukuran kinerja pada umumnya melihat indikator keuangan yang
kompleks, sehingga hal ini tidak secara lengkap memperlihatkan kondisi
aktual yang terjadi di bisnis tersebut.
3. Pengukuran kinerja yang kerap dipakai relatif hanya sesuai bila
digunakan untuk perusahaan besar yang terstruktur dalam manajemen
perusahaannya, Aribawa (2016:4).
Lebih lanjut, Aribawa (2016) memberikan beberapa indikator pengukuran
Literasi keuangan, kinerja UMKM dan keberlanjutan usaha sebagai berikut:

372
Tabel 1. Indikator Pengukuran Literasi Keuangan, Kinerja UMKM, dan
Keberlanjutan Usaha

Keterangan Indikator
3. Literasi 1. Kepemilikan rekening atas nama perusahaan
Keuangan 2. Identifikasi perusahaan saat pembukaan rekening
3. Setoran dana minimal saat pembukaan rekening
4. Pengetahuan tentang jaminan tabungan
5. Kepahaman tentang potensi imbal hasil tabungan dalam
satu tahun
6. Kepahaman tentang potensi imbal hasil tabungan dalam
multi tahun
7. Kepahaman tentang perhitungan bunga kredit per
tahun
8. Pengetahuan tentang premidi antara dua pilihan
produk
9. Pengetahuan tentang pengaruh inflasi terhadap nilai
uang
10. Pengetahuan tentang nilai waktu uang
11. Kepahaman tentang pengaruh inflasi terhadap
pertumbuhan perusahaan.
4. Kinerja 1. Adanya pekerjaan yang terencana dan berjalan sesuai
UMKM rencana Kerja
2. Seringnya terjadi kesalahan kerja yang menyebabkan
pengulangan
3. Adanya pertumbuhan penjualan
4. Adanya penurunan biaya tetap
5. Kemampuan antisipasi produksi apabila permintaan
meningkat
6. Jaminan ketepatan waktu pada pelanggan
7. Kesesuaian produk dengan spesifikasi yang ditawarkan
1. Telah tercapainya BEP
5. Keberlanju
2. Terdapat sistem pelacakan kepuasan konsumen
tan Usaha
3. Terdapat sistem pelacakan kepuasan
karyawan/manajer
Sumber: indikator pengukuran Literasi keuangan, kinerja UMKM dan
keberlanjutan usaha, (Aribawa, 2016:4).

373
Pengelolaan keuangan sudah semestinya menjadi perhatian khusus bagi
seseorang untuk mencapai kemajuan dalam kehidupannya. Bahkan dalam hal ini
untuk konteks perusahaan pun, keuangan menjadi dalam satu sektor krusial
bagi perusahaan. Hal ini kemudian dikenal dengan perilaku keuangan. Perilaku
keuangan adalah sikap dan tingkah laku seseorang dalam mengelola
keuangannya yang ditandai dengan adanya tindakan konsumsi juga menabung
(Hira & Mugenda, 1999). Mengelola keuangan pribadi merupakan proses yang
didalamnya paling tidak akan mengalami beberapa hal seperti, penggunaan
dana, penentuan sumber dana, manajemen risiko, dan perencanaan masa depan.
Tujuan penting dari literasi keuangan pada dasarnya adalah untuk
melakukan edukasi dibidang keuangan kepada masyarakat Indonesia agar dapat
mengelola keuangan secara cerdas. Cerdas dalam hal ini tidak menuntut
seseorang menjadi sangat mahir di bidang keuangan, namun paling tidak
mereka dapat merencanakan keuangan masa depan mereka. Dengan demikian
rendahnya pengetahuan tentang industri keuangan dapat diatasi (Yushita,
2017). Termasuk untuk pelaku UMKM, pengelolaan keuangan yang baik akan
berdampak terhadap keberlanjutan bisnis mereka di masa depan.

SIMPULAN
Dari data-data yang didapat melalui penelitian terdahulu serta data kondisi
UMKM di Indonesia terutaman di Kalimantan Barat. Dapat disimpulkan bahwa
Fintech member angin segar untuk membantu bisnis UMKM terutama di area
keuangan bisnis. Fintech di berbagai daerah sangat membantu UMKM dalam
menjalankan operasionalnya seperti transaksi pembayaran, investasi,
pembiayaan, asuransi (Risk Management) dan lintas proses, serta Infrastruktur
Keamanan. Dimana, kondisi tersebut sangat membantu efektivitas dan efisiensi
UMKM dalam menjalankan bisnisnya.
Khususnya dalam hal permodalan, Fintech dapat menjadi solusi untuk
membuka akses layananan keuangan terutama untuk daerah yang belum
terdapat layanan keuangan formal seperti bank. Pembiayaan tanpa anggunan,
biaya administrasi yang kecil dan dapat diakses dimanapun menjadi keunggulan
Fintech yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku UMKM di Kalimantan Barat.
Namun, penerapan atau penggunaan Fintech harus diikuti dengan
peningkatan literasi keuangan oleh masyarakat termasuk pelaku UMKM. Seperti
pemeriksaan legalitas dan izin Fintech, kesesuaian dengan kebutuhan bisnis,
dan pengelolaan risikonya. Sehingga manfaat Fintech dapat dirasakan dengan
seharusnya dan dapat membantu keberlangsungan UMKM di Kalimantan Barat.
Selain itu dengan literasi keuangan yang baik, UMKM akan mampu mengelola
sumber dana keuangannya dengan baik dan dapat memperhatikan nilai uang di
masa depan agar keberlangsungan usaha jangka panjang dapat dirasakan.
Keterbatasan penelitian ini karena tidak mengobservasi langsung ke
lapangan dan kurangnya bahan analisis untuk menjawab pengaruh penerapan
fintech dan peningkatan literasi keuangan terhadap penguatan UMKM di

374
Kalimantan Barat. Penelitian hanya sebatas studi literatur dan analisis
deskriptif. Sehingga diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengobservasi
langsung ke lapangan dan menganalisis pengaruhnya dengan metode yang lebih
akurat.
Diharapkan dengan penelitian yang lebih dalam akan memberikan referensi
ke masyarakat dan khususnya pelaku UMKM dalam menggunakan Fintech
dengan bekal literasi keuangan untuk penguatan bisnisnya.

REFERENSI
Aribawa, Dwitya (2016). PENGARUH LITERASI KEUANGAN TERHADAP
KINERJA DAN KEBERLANGSUNGAN UMKM DI JAWA TENGAH. Jurnal
Siasat bisnis Vol 20(1)1-13
Bank Indonesia. Financial Technology. https://www.bi.go.id/id/edukasi-
perlindungan- konsumen/edukasi/produk- dan-jasa-
sp/fintech/Pages/default.aspx.
Bank Indonesia. Financial Technology. https://www.bi.go.id/id/edukasi-
perlindungan-konsumen/edukasi/produk-dan-jasa-
sp/fintech/Pages/default.aspx. Diakses pada: 11 Oktober 2019.
DBS Bank. (2016). Digital Banking: New Avatar – Banks Watch Out for Banks.
Retrieved October 14, 2019, from SME Finance Forum website:
https://www.smefinanceforum.org/pos t/digital-banking-new-avatar-–-
banks- watch-out-for-banks
DBS Bank. (2016). Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi
Perbankan. Retrieved October 10, 2019, from dbs.com website:
https://www.dbs.com/spark/index/id_i d/dbs-yes-asset/files/(Riset 3)
Meningkatkan Finansial Inklusi Melalui Digitalisasi Perbankan.pdf
Fahlefi, R. (2018). Inklusi Keuangan Syariah Melalui Inovasi Fintech di Sektor
Filantropi. Batusangkar International Conference III, 205–212. Retrieved
from http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/jibm
Fauzan, N. I., & Ahmad. (2019). Peran Financial Technology dalam Meningkatkan
Keuangan Inklusif pada UMKM. Jurnal BJB University, 5(5), 1–14.
Herdiana, D. (2014). Digital Financial Services (Layanan Keuangan Digital):
Peluang dan Kemungkinan Penerapannya di Program KOTAKU. Retrieved
from kotaku.pu.go.id
Hadad MD. 2017. Financial Technology (FinTech) di Indonesia. Kuliah Umum
tentang FinTech – IBS. Jakarta
Hilgert, M.A & Hogart M. 2003. Household Financial Management: The
Connectionbetween Knowledge and Behavior. Federal Reserve Bulletin
July 2003

375
Rohrke, A, & Robinson, L 2000, ‘Guide to Financial Literacy Resources’, Journal
of Financial Literacy.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Wachyu, W., & Winarto, A. (2020). Peran Fintech dalam Usaha Mikro Kecil dan
Menengah ( UMKM ). 3(1), 61–73.
Wibowo. Budi, 2016, “Analisa Regulasi Fintech dalam Membangun
Perekonomian di Indonesia” Program Magister Teknik Elektro. Universitas
Mercu Buana.
Yushita, A.N. (2017). Pentingnya Literasi Keuangan Bagi Pengelolaan Pribadi.
Jurnal Nominal. Vol VI No 1 pp 11-26
(2019). [OJK] Otoritas Jasa Keuangan. 2019. Brosur Strategi Nasional Literasi
Keuangan Indonesia. Jakarta.
(2019). Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia.
https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-
kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-
Keuangan Indonesia-(Revisit-2017)-/SNLKI%20(Revisit%202017)-
new.pdf
(2019). Usaha Kecil dan Menengah UKM mempunyai Peran yang Strategis dalam
Pembangunan Ekonomi Nasional.
http://diskopumkmtkt.banglikab.go.id/index.php/baca-artikel/20/Usaha-
Kecil-dan-Menengah-UKM-mempunyai-peran-yang-strategis-dalam-
pembangunan-ekonomi- nasional.html

376
Perkembangan UMKM
(Usaha Mikro Kecil Dan Menengah) Di Indonesia
Mochamad Reza Rahman1, Muhammad Rizki Oktavianto2, Paulinus3
Mahasiswa Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Tanjungpura
*Email : rezarahman.student@untan.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini berkaitan dengan pengembangan pertumbuhan UMKM di Indonesia. Beberapa
literatur dirujuk untuk memecahkan permasalahan yang terjadi dan pengunaan data
skunder diperoleh berasal dari dinas-dinas terkait seperti : BPS,BI dan Kementrian Koperasi
dan UMKM. Kelemahan yang dihadapi oleh UMKM dalam meningkatkan kemampuan usaha
sangat kompleks dan meliputi berbagai indikator yang mana salah satu dengan yang lainnya
saling berkaitan antara lain; kurangnya permodalan baik jumlah maupun sumbernya,
kurangnya kemampuan manajerial dan keterampilan beroperasi dalam mengorganisir dan
terbatasnya pemasaran. Disamping hal-hal terdapat juga persaingan yang kurang sehat dan
desakan ekonomi sehingga mengakibatkan ruang lingkup usaha menjadi sempit dan
terbatas. Kekawatiran ini dilandasi bahwa Indonesia akan menghadapi MEA dan pasar
bebas. Ketika itu terlaksana tuntutannya adalah UMKM harus mampu bersaing. Namun
semua permasalahan itu bisa terselesaikan dengan beberapa kebijakan yang membuka
peluang bagi UMKM untuk dapat mengakses industri perbankan dengan mudah. Sebab
pertumbuhan kredit yang dikucurkan sektor perbankan hanya 13,6%. Ini menujukan
permasalah yang bersumber dari permodalan dapat dengan mudah terselesaikan dan
berimbas kepada pengelolaan dan produk yang dihasilkan akan lebih kompetitif. Tantangan
MEA yang dikawatirkan oleh Pemerintah dapat dihadapi dengan lebih baik.
Kata Kunci: UMKM, Permodalan, Kemampuan Manajerial, Keterampilan Operasi, MEA,
Kebijakan Pemerintah
.
PENDAHULUAN
Krisis yang menimpa Indonesia tahun 1997 diawali dengan krisis nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS dan krisis moneter yang berdampak pada perekonomian
Indonesia yakni resesi ekonomi. Hal ini merupakan pelajaran yang sangat penting
untuk kembali mencermati suatu pembangunan ekonomi yang benar-benar
memiliki struktur yang kuat dan dapat bertahan dalam situasi apapun (Anggraini
dan Nasution, 2013:105).
Ketika krisis ekonomi menerpa dunia otomatis memperburuk kondisi ekonomi di
Indonesia. Kondisi krisis terjadi priode tahun 1997 hingga 1998,hanya sektor
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang mampu tetap berdiri kokoh. Data
Badan Pusat Stastistik merilis keadaan tersebut pasca krisi ekonomi jumlah UMKM
tidak berkurang, justru meningkat pertumbuhannya teruas, bahkan mampu
menyerap 85 juta hingga 107 juta tenaga kerja samapai tahun 2012. Pada tahun itu
jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak 56.539.560 unit. Dari jumalh tersebut,
UMKM sebanyak 56.534.592 unit atau sebesar 99,99%. Sisanya sekitar 0,01% atau
sebesar 4.968 unit adalah Usaha bersekala besar. Fenomena ini menjelaskan bahwa
UMKM merupakan usaha yang produktive untuk dikembang kan bagi mendukung
perkembangan ekonomi secara makro dan mikro di Indonesia dan mempengaruhi
sektor-sektor yang lain bisa berkembang.Salah satu sektor yang terpengaruh dari

377
pertumbuhan UMKM adalah sektor jasa perbank yang ikut terpengar, sebab hampir
30% usaha UMKM mengunakan modal oprasioanal dari perbankan.
Pengalaman tersebut telah menyadar kan banyak pihak, untuk memberikan porsi
lebih besar terhadap bisnis skala mikro, kecil, dan menengah. Persoalan klasik
seperti akses permodalan kepada lembaga keuangan pun mulai bisa teratasi.
Karena di dalam peraturan itu tercantum mengenai perluasan pendanaan dan
fasilitasi oleh perbankan dan lembaga jasa keuangan non-bank (LPPI&BI,2015:1).
Semua keberhasilan yang telah dicapai oleh memiliki titik kelemahan yang harus
segera diselesaikan untuk dicarikan solusi yang terbaik. Kelemahan yang dihadapi
oleh para pengusaha UMKM dalam meningkatkan kemampuan usaha sangat
kompleks dan meliputi berbagai indikator yang mana salah satu dengan yang
lainnya saling berkaitan antara lain; kurangnya permodalan baik jumlah maupun
sumbernya, kurangnya kemam puan manajerial dan keterampilan beroperasi
dalam mengorganisir dan terbatasnya pemasaran. Disamping hal-hal terdapat juga
persaingan yang kurang sehat dan desakan ekonomi sehingga mengakibatkan
ruang lingkup usaha menjadi sempit dan terbatas. Kekawatiran ini dilandasi bahwa
Indonesia akan menghadapi MEA dan pasar bebas. Ketiaka itu terlaksana
tuntutannya adalah UMKM harus mampu bersaing.
Harapan Pemerintah ketika pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Association of
Southeast Asian Nations yang dimulai pada akhir Tahun 2015 perlu dilakukan
persiapan secara terintegrasi dan komprehensif, agar pelaksanaan Masyara kat
Ekonomi Association of Southeast Asian Nations dapat memberikan manfaat yang
maksimal bagi kepentingan nasional.

KAJIAN TEORI
Beberapa peneliti telah banyak mengkaji dan berusaha memberikan masukan
untuk pengembangan UMKM di Indonesia. Peneliti tersebut diantaranya dilakukan
oleh Supriyanto(2006:1) menyimpulkan dalam penelitiannya teryata UMKM
mampu menjadi solusi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Penanggulangan
kemiskinan dengan cara mengembangkan UMKM memiliki potensi yang cukup
baik, karena ternyata sektor UMKM memiliki kontribusi yang besar dalam
penyerapan tenaga kerja, yaitu menyerap lebih dari 99,45% tenaga kerja dan
sumbngan terhadap PDB sekitar 30%. Upaya untuk memajukan dan
mengembangkan sektor UMKM akan dapat menyerap lebih banyak lagi tenaga
kerja yang ada dan tentu saja akan dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerja
yang terlibat di dalamnya sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Dan
pada akhirnya akan dapat digunakan untuk pengentasan kemiskinan. Program Aksi
Pengentasan Kemiskinan melalui pember dayaan UMKM yang telah dicanangkan
Presiden Yudhoyono pada tanggal 26 Pebruari 2005, terdapat empat jenis kegiatan
pokok yang akan dilakukan yaitu,
(1) penumbuhan iklim usaha yang kondusif, (2) pengembangan sistem pendukung
usaha, (3) pengembangan wirausaha dan keunggulan kompetitif, serta (4)
pemberdayaan usaha skala mikro. Sedangkan peneliti Saputro, dkk.(2010:140-145)

378
melihat bahwa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia telah banyak
memberikan berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional
sebesar 55.56% berdasarkan data Biro Perencanaan Kementerian Negara Koperasi
dan UKM Republik Indonesia, pada tahun 2008. Untuk memperluas pangsa pasar
dan meningkatkan daya saing UKM, UKM membutuhkan suatu aplikasi yang dapat
mengintegrasikan dan mengotomatisasi proses bisnis UKM. Aplikasi ERP dapat
menjadi salah satu solusi untuk UKM dikarenakan keuntungan yang dapat
diberikan seperti memberikan informasi dengan waktu respon yang cepat,
meningkatkan interaksi antar bagian dalam suatu organisasi, meningkatkan
pengelo laan siklus pemesanan barang, dsb. Beberapa isu kritis yang dihadapi oleh
UKM adalah terbatasnya dana dan kapabilitas teknologi informasi yang dimiliki.
Dalam memahami kebutuhan layanan yang diperlukan oleh UKM untuk aplikasi
ERP dan untuk menyediakan arahan bagi UKM serta menanggapi kurangnya riset
ERP di Indonesia maka riset ini bertujuan untuk menggambarkan peta rencana
jangka panjang dari agenda riset ERP yang akan dilakukan untuk UKM di Indonesia.
Kemudian peneliti Darwanto (2013:142-149) melakukan pengamatan terhadap
perutumbuhan UMKM dalam perekonomia di Indonesia. UMKM sebagai bagian dari
perekonomian juga harus lebih meningkatkan daya saing dengan melakukan
inovasi. Keunggulan bersaing berbasis inovasi dan kreativitas harus lebih
diutamakan karena mempunyai daya tahan dan jangka waktu lebih panjang.
Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi kelembagaan dalam mendorong
inovasi dan kreativitas pelaku UMKM. Paper ini hasil pemikiran dengan penelitian
pustaka dan menggunakan metode analisis SWOT. Selanjutnya tulisan ini
melakukan komparasi strategimenciptakan kelembagaan yang kuat bagi
penciptaan kreativitas dan seni yang mampu meningkatkan daya saing UMKM dari
beberapa negara. Permasalahan UMKM terkait dengan produktivitas antara lain
kurangnya perlindungan terhadap hak cipta atas inovasi dan kreativitas. Hal ini
mengakibatkan sering terjadinya penjiplakan pada suatu produk sehingga
merugikan UMKM pencipta produk. Hak cipta (property right) terhadap produk
atau desain produk tidak berfungsi sebagai insentif produksi.Property right yang
diabaikan menciptakan disinsentif produksi. Oleh karena itu perlu ada insentif bagi
pencipta produksi sehingga mereka tetap terdorong melakukan inovasi dan
kreativitas secara terus menerus. Langkah yang dapat dilakukan adalah apresiasi
dengan pemberian hak paten terhadap UMKM yang inovatif. Ini akan mendorong
kreasi-kreasi lebih lanjut serta menghasil produk dengan fitur dan disain yang
menarik konsumen.
Selanjutnya peneliti Putra dan Mustika (2014:549-557) melakukan pengamatan
terhadap program yang digulirka oleh pemeritah melalui lembaga Jamkrida.
Jamkrida memberikan jaminan kredit bagi UMKM dalam upaya membantu
permodalan untuk kelangsungan dan pengembangan usaha dimasa yang akan
datang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas program Jaminan
Kredit Daerah (Jamkrida)di Kabupaten Tabanan, untuk mengetahui dampak
program Jamkrida terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja UMKM di

379
Kabupaten Tabanan. Sampel penelitian ditentukan dengan rumus Slovin sebanyak
76 UMKM. Alat analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis efektivitas
dan uji beda, terdiri dari: uji normalitas dan uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil
pembahasan, maka didapat simpulan dari hasil penelitian adalah sebagai
berikut:pelaksanaan program Jamkrida di Kabupaten Tabanan adalah sangat
efektif, program Jamkrida berdampak positif terhadap pendapatan dan penyerapan
tenaga kerja UMKM di Kabupaten Tabanan.
Hal yang senada juga dilakukan oleh peneliti Sholhuddin (2013: 496-500) dengan
melihat peranserta pemerintah namun di sektor perbankan khususnya syariah
dalam pengembangan produk jasanya bagi untuk membantu perkem angan UMKM.
Perbankan syariah mengambil peranan strategis dalam meningkatkan usaha
UMKM terutama dalam masalah pendanaan dan supporting dalam masalah
pendampingan teknis and non teknis. Secara kualitatif memang perbankan syariah
sudah melakukan berbagai strategi (1)inovasi strategi pembiayaan; (2)Program
Linkage; (3)Pilot project; (4) Pemanfaatan dana sosial; (5)kerjasama technical
assistance. Namun secara kuantitatif ternyata peran perbankan syariah terhadap
UMKM masih belum memuaskan. Banyak pihak mempunyai ekspektasi terlalu
besar terhadap peran perbankan syariah terhadap UMKM. Padahal sistem
keuangan syariah nasional mempunyai permasalahan fundamental yang
menyebabkan berbagai pihak terkait mengalami kesulitan dalam mengoptimal kan
fungsi syariah sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Tantangan utama lembaga
keuangan syariah adalah menyelesaikan permasalahan fundamental tersebut yang
terdiri dari kerangka sistem yang berbasis pada bunga, ketidakstabilan standar
mata uang dan pola pikir permissive akibat lingkungan kehidupan kapitalistik.
Berdasarkan penelitian yang telah dikaji dan dikembangkan oleh para peneliti
maka kelemahan yang dihadapi oleh para UMKM rasanya segera bisa diatasi.
Kelemahan itu mulai dari kurangnya permodalan baik jumlah maupun sumbernya,
kurangnya kemampuan manajerial dan keterampilan beroperasi dalam
mengorganisir dan terbatasnya pemasaran. Sebab kunci utama dari kelemahan
UMKM adalah kesungguhan dan peran serta Pemerintah dalam mengelola UMKM
yang ada di Indonesia.
a. Pengertian UMKM
Menurut UUD 1945 kemuadian dikuatkan melalui TAP MPR NO.XVI/MPR-
RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat
yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan
struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan
berkeadilan. Selanjutnya dibuatklah pengertian UMKM melalui UU No.9 Tahun
1999 dan karena keadaan perkembangan yang semakin dinamis dirubah ke
Undang-Undang No.20 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah maka pengertian UMKM adalah sebagai berikut:

380
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang- Undang ini.
4) Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
5) Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha
Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
b. Keterian UMKM
Menurut Pasal 6 UU No.20 Tahun 2008 tentang kreteria UMKM dalam bentuk
permodalan adalah sebagai berikut:
1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
i. memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau
ii. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
i. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
ii. memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp2.500.000.000,0 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
i. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

381
ii. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh milyar rupiah).
c. Kebijakan Pemerintah
UMKM di Indonesia telah menjadi bagian penting dari sistem perekonomian di
Indonesia. Hal ini dikarenakan UMKM merupakan unit-unit usaha yang lebih
banyak jumlahnya dibandingkan usaha industri berskala besar dan memiliki
keunggulan dalam menyerap tenaga kerja lebih banyak dan juga mampu
mempercepat proses pemerataan sebagai bagian dari pembangunan. Berdasarkan
kenyataan ini sudah selayaknya UMKM dilindungi dengan UU dan peraturan yang
terkait dalam kegiatan oprasional dan pengembanganya. Beberapa peraturan telah
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi UMKM diantaranya UUD 1945
merupakan pondasi dasar hukum di indonesia Pasal 5 ayat(1), Pasal 20, Pasal
27 ayat (2), Pasal 33, UU No.9 Tahun 1995, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang
Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang

mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan


struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan
berkeadilan, Peraturan Presiden No.5 Tahun 2007 mengenai program Kredit
Usaha Kecil bagi pembiayaan oprasional UMKM, UU No.20 Tahun 2008 tentang
perberdayaan UMKM bagi prekonomian di Indonesia, dan yang terbaru adalah
Paket 4 Kebijakan Ekonomi “kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih
murah dan luas” bagi UMKM. Paket ini dirilis oleh Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian pada hari Kamis, 15 Oktober 2015, pukul 20:32
Harap Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ini merupakan intrumen
dalam menyikapi kebutuhan bagi pengembangan UMKM. Pemerintah menyadari
bahwa pertumbuhan kredit perbankan cenderung melambat dalam satu tahun
terakhir. Pada pertengahan tahun 2014, pertumbuhan tahunan kredit masih
sebesar 16,65% yang selanjutnya turun menjadi 11,6% pada akhir tahun 2014 dan
10,4% pada akhir semester I 2015. Kecenderungan tersebut juga terjadi pada
kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang hanya tumbuh sebesar 9,2%
(year on year) pada akhir Juni 2015. Kecenderungan perlambatan penyaluran
kredit tentu saja terkait dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab
itu, untuk mendorong gerak roda ekonomi masyarakat khususnya kepada UMKM,
pemerintah memberikan subsidi bunga yang lebih besar bagi KUR.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berkaitan dengan tema UMKM hanya mendiskripsikan dan
permasalah melalui solusi studi literature yang terkait yang telah terjadi di
Indonesia. Data skunder yang digunakan berasal dari dinas-dinas terkait seperti :
BPS,BI dan Kementrian Koperasi dan UMKM.
HASIL DAN PEMBAHASAN

382
Sektor UMKM kemampuan yang handal dan mumpuni serta memiliki peranan
penting dalam kancah perekonomian Nasional. UMKM memiliki proporsi sebesar
99,99% dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 56,54 juta
unit. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah mampu membuktikan eksistensinya
dalam perekonomian di Indonesia. Ketika badai krisis moneter melanda Indonesia
di tahun 1998 usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan
dibandingkan perusahaan besar. Karena mayoritas usaha berskala kecil tidak
terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman dari luar dalam mata uang
asing. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang
secara umum selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling
berpotensi mengalami imbas krisis.
Kemandirian UMKM bisa terlihat berdasarkan data industri perbankan yang
menunjukan pertumbuhan kredit UMKM hanya rata-rata mencapai 13,67%
pertahun. Pemberian kredit masih didominasi oleh Bank Umum Nasional, yang
memang telah diistruksikan oleh Pemerintah untuk lebih memperhatikan UMKM
melalui intrumen kebijakan ekonomi “Paket 4”.
Tabel.1 Penyaluran Kredit UMKM Tahun 2014

Pertumbuhan
Keterangan (%)

Bank Umum 57%


BUMN Nasional

Bank Umum 40%


Swasta Nasional

Bank Asing 3%

Kemudian, selama tahun 2011 hingga tahun 2012 terjadi fluktuasi


pertumbuhan UMKM. Tabel 2 berikut dapat menjadi gambaran bagaimana
peningkatan UMKM di Indoneisa.
Tabel 2 Perkembangan UMKM dan Usaha Besar Nasional di Indonesia
Tahun 2011-2012
Keteranga 201 2012
n 1
Usaha 41, 40,92%
Besar 95%
Usaha 13, 13,59%
Menengah 46%
Usaha 9.9 9,68%
Kecil 4%

383
Usaha 34, 38,81%
Mikro 64%
Sumber: Kementrian Koperasi dan
UMKM, 2014

Berdasarkan tabel 2 pada priode tahun 2011, usaha besar mencapai sebesar
41,95%, kemudian di priode tahun berikutnya hanya sebesar 40,92%, turun sekitar
1,03%. Disektor UMKM terjadi sebaliknya. Usaha menengah pada priode tahun
2011 dari 13,46%, meningkat pada priode tahun 2012 mencapai sebesar 13,59%.
Ada pertumbuhan sebesar 0,13%. Namun terjadi berbeda di usaha kecil, ada sedikit
penurunan 0,26% dari priode tahun 2011 sebesar 9,94% ke priode tahun 2012
sebesar 9,68%. Peningkatan cukup besar terjadi pada usaha mikro, di priode tahun
2011 hanya mencapai sebesar 34,64%, pada priode tahun 2012 berhasil meraih
tumbuh sebesar 4,17% atau sebesar 38,81%.
Selanjutnya, data pertumbuhan UMKM dalam menyumbang terhadap PDB dan
nilai ekspor di Indonesia tersajikan pada tabel 3 berikut:
Tabel 3 Perkembangan UMKM terhadap Sumbangan PDB dan Nilai Ekpor
Tahun 2011-2013
Keterangan 2011 2012 2013
Sumber
Sumbangan 1.369.320,00 1.452.460,20 1.536.918,80
: BPS
PDB(Harga
Indonesia
Konstan)
dalam
Dalam
angka,2016
Miliyar
Pertumbuhan 6,67% 6% 5,89%
Berdas
Sumbangan 187.441,82 166.626,50 182.112,70
arkan tabel
PDB Nilai
3
Ekpor(Dalam
mengamba
Miliyar)
rkan
Pertumbuhan 6,56% -11,10% 9,29%
bahwa
Nilai Ekspor
UMKM
menyumbangkan PDB dari tahun 2011 hingga tahun 2013 mengalami flutuatif naik
turun peningkatan. Pada priode 2011 pertumbuhan PDB nya sebesar 6,76%
namun ditahun 2012 mengalami
penurunan sebesar 0,76% atau sebesar 6% dari total PDB Nasional. Pada
priode 2013 ada peningkatan sebesar 0,3 dari priode tahun sebelumnya atau
sebesar 6,03%. Selanjutnya, pertumbuhan nilai ekspor ditahun 2013 mengalami
angka pertumbuhan berarti bagi pembentuk PDB Nasional yaitu sebesar 9,29%
lebih baik dari pada priode tahun sebelumnya yang mengalami minus -11,10%.
Melihat fenomena data yang dirilis oleh BPS tahun 2016 ini menunjukan bahwa
UMKM harus terus dibina demi meningkatkan pertumbuhan bagi PDB secara
keseluruhan bagi Nasional.

384
Pemberian pelatihan mulai dari pengelolaan manajemen keuangan hingga
pemasaran ke market bagi UMKM merupakan tugas yang berat dijalankan oleh
Pemerintah. Peran nyata yang telah dilakukan UMKM bisa tergambarkan dari data-
data tabel 2 dan tabel 3 seperti nilai ekspor yang diperankan oleh UMKM mencapai
9,29 merupakan prestasi yang tidak gampang di kerjakan oleh sebuah usaha.
Kedepanya Indonesia dapat menatap tantangan MEA dengan baik dan mempu
berkompetisi secara profesional serta mampu mewarnai prekonomian Nasional
dengan lebih baik.

KESIMPULAN
Semua keberhasilan yang telah dicapai oleh UMKM memiliki titik kelemahan yang
harus segera diselesaikan meliputi kurangnya permodalan baik jumlah maupun
sumbernya, kurangnya kemampuan manajerial dan minimnya keterampilan
pengoperasi dalam mengorganisir dan terbatasnya pemasaran merupakan hal
yang mendasar selalu dihadapi oleh semua UMKM dalam merintis sebuah usaha
bisnis untuk dapat berkembang. Persaingan bisnis yang kurang sehat dan desakan
ekonomi sehingga mengakibatkan ruang lingkup usaha menjadi sempit dan
terbatas merupakan faktor tambahan yang merupakan pekerjaan rumah yang
harus diselesaikan oleh semua pihak khususnya Pemerintah sebagai pemangku
kepentingan secara lokal dan nasional. Berdsarkan data pertumbuhan yang telah
dicapai oleh UMKM bahwa pada priode 2013 nilai ekspor mengalami peningkatan
sebesar 9,29% atau senilai Rp.182 miliar. Ini merupakan keberhasilan yang harus
dibangkan bagi UMKM yang hampir sebesar 86.33% bermodalkan kemandirian.
Industri perbankan baru mengucurkan kredit hanya sebesar 13,67% namun itu
masih didominasi oleh perbankan umum nasional. Ini menunjukan bahwa masih
terbuka peluang lebar kesempatan untuk mengambangkan UMKM kedepannya.
Kebijakan ekonomi “Paket 4 “ merupakan celah bisa menjadi solusi bagi UMKM
untuk bisa mempermudah mengembangkan usaha lebih baik lagi.

REFERENSI

Anggraini, Dewi dan Nasution, Syahrir Hakim. 2013.Peranan Kredit Usaha Rakyat
(KUR) Bagi Pengembangan UMKM Di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol.1.No(3).Hal:105-116.
BPS Indonesia dalam angka, 2016 (https://www.bps.go.id/linkTabelSt
atis/view/id/1322 ) (diakses 23/1/2017)
Darwanto. 2013.Peningkatan Daya Saing UMKM Berbasis Inovasi Dan
Kreativitas(Strategi PEnguatan Property Right Terhadap Inovasi Dan
Kreativitas).Jurnal Bisnis dan Ekonomi(JBE).Vol.20.No(2).Hal:1 42-149.
http://www.depkop.go.id (diakses 22/1/2017)
LPPI dan BI.2015.Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Mengengah (UMKM).Hal:1-

385
100.http://www.bi.go.id/id/umkm/ penelitian/nasional/kajian/Docume
nts/Profil%20Bisnis%20UMKM.p df (diakses 22/1/2017).
Paket 4 Kebijakan Ekonomi Pembangunan https://www.ekon.go.id/berita/view
/paket-kebijakan-ekonomi- paket.1751.html (diakses22/1/2017).
Putra, Gede Surya Prtama.,dan Mustika, Made Dwi Setyadhi. 2014. Efektivitas
Program Jamkrida Dan Dampak Terhadap Pendapatan Dan Penyerapan
Tenaga Kerja UMKM.E-Jurnal Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana.Vol.3.No(12)Hal:549- 557.
Saputro.J.W., Handayani, Putu Wuri., Hidayanto, Achmad Nizar.,dan
Budi,Indra.2010.Peta Rencana
(ROADMAP) Riset Enterprise Resource Planning (ERP) Dengan Fokus Riset Pada
Usaha Kecil Dan Menengah (UMK) Di Indonesia.Journal of Information
Systems.Vol.6.No(2).Hal:140-145.
Sholhuddin, Muhammad. 2013. Tantangan Perbankan Syariah Dalam Perannya
Mengembangkan UMKM. Proceeding Seminar Nasional Dan Call For Paper
Sancall.Surakarta.Hal:496-500.
Supriyanto.2006.Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan
Menengah(UMKM) Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulangan
Kemiskinan.Jurnal Ekonomi Pendidikan.Vol.3.No(1).Hal:1-16.
Undang-Undang No.20 Pasal 1 dan Pasal 6 Tahun 2008
http://www.hukumonline.com/pusa tdata/download/fl56041/node/2802
9(diakses 22/1/2017).

386
Harmonisasi Pengaruh Kualitas Kerja dan Budaya Organisasi
dalam Menjaga Kepuasan Pelanggan PT PLN Jakarta
Faroman Syarief_1a Kurniawan Prambudi Utomo_2ab,
Muhammad Aziz Winardi N_3 a,b Zahara Tussoleha Rony_4a,b,c*, Raden Achmad
Harianto_5a,b,c,d*, Indra Lubis_6a,b,c,d,e*

aUniversitas Bhayangkara Jaya, Jl. Perjuangan Bekasi Utara


bUniversitas Bina Sarana Informatika, Jl. Kaliabang Raya No. 8 Bekasi Utara
a,b STIE GICI, Jl. Jalan Arteri No. 1, Bekasi
a,b,cUniversitas Bhayangkara Jaya, Jl. Perjuangan Bekasi Utara
a,b,c,dUniversitas Bhayangkara Jaya, Jl. Perjuangan Bekasi Utara
a,b,c,d,eUniversitas Bhayangkara Jaya, Jl. Perjuangan Bekasi Utara

faroman.syarief@dsn.ubharajaya.ac.id, kurniawan.kpu@bsi.ac.id, azizwinardi@stiegici.ac.id,


zahara.tussoleha@dsn.ubharajaya.ac.id, raden.achmad@dsn.ubharajaya.ac.id,
indra.lubis@dsn.ubharajaya.ac.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang hubungan pengaruh
kualitas kerja terhadap budaya organisasi dan menjaga kepuasan konsumen pada
perusahaan listrik PT PLN di Jakarta dalam menghadapi persaingan dan memasuki pasar
yang luas dengan cara menjaga kepuasan pelanggan, dengan melakukan pengujian validitas.
dan keandalan data serta pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya untuk
memperoleh nilai korelasi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi kualitatif
dengan jumlah responden sebanyak 50 karyawan dan penelitian ini dilaksanakan selama
enam bulan yaitu mulai Januari hingga Juni 2019, sedangkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa harmonisasi dalam kualitas kerja dan budaya organisasi dalam menjaga kepuasan
pelanggan mempunyai variabel menunjukkan nilai positif dan signifikan. Budaya kerja lebih
dominan daripada variabel kualitas kerja sehingga perusahaan perlu terus meningkatkan
kualitas kerja berdasarkan budaya organisasi yang kompetensinya perlu dipertahankan
untuk menjaga harmonisasi dan meningkatkan kepuasan pelanggan PT PLN, dan perusahaan
dapat dengan mudah memasuki pasar listrik yang lebih luas tanpa ada kendala yang
signifikan serta mampu meningkatkan konsumen dan karyawan dalam pekerjaan dan
pelayanannya.

Kata Kunci: Kualitas Kerja, Budaya Organisasi, Kepuasan Pelanggan

PENDAHULUAN
Setiap perusahaan yang didirikan pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin
dicapai, seperti manfaat yang diperoleh dari aktivitas perusahaan itu sendiri, oleh
karena itu pelayanan menjadi prioritas utama dalam rangka memberikan kepuasan
kepada pelanggan dimana kepuasan itu sendiri merupakan hak yang perlu
diberikan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan baik yang menyediakan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan akan kepuasan pelanggan dipengaruhi
oleh kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tersebut, oleh karena itu
setiap karyawan perusahaan juga dituntut untuk dapat bekerja secara optimal dan
maksimal. Pelayanan sangat diperlukan dalam meningkatkan nilai, harus dipahami
sebagai proses perubahan diri, menuju sesuatu yang lebih baik, bagaimana kita

387
dapat membangun aturan yang baik, aturan pelayanan atau pola pelayanan
merupakan perilaku sehari-hari, dimana cara bertindak berorientasi pada
pemberian pelayanan terbaik yang akan mewujudkan kepuasan pelanggan. Saat ini,
persaingan dalam dunia bisnis semakin ketat, persaingan bisnis saat ini semakin
tajam, termasuk perusahaan yang bergerak dibidang milih negara seperti
pelistrikan nasional, tentang bagaimana penyedian listrik terhadap masyarakat,
yang secara hemat dan efisien sehingga penggunaanya dapat berjalan dengan baik,
dan untuk menghadapi tantangan tersebut perusahaan harus dapat memberikan
jaminan kepuasan kepada pelanggan, misalnya memberikan produk yang berinovasi
dan bermutu tinggi, menurut Atmaja (2018) berpendapat bahwa perusahaan dapat
dikatakan bekerja dengan tingkatan baik atau buruk dapat dilihat kinerja dalam
beberapa bulan kedepan dan mendapat tanggapan positif dari masyarakat,
sedangkan menurut Riyanto (2018) mengatakan kualitas adalah suatu kondisi
dinamis yang berkaitan dengan produk, jasa, manusia dan lingkungan. Proses yang
memenuhi atau melebihi harapan dan kualitas layanan, teori lain menurut Tjiptono
dalam Kotler (2010) menyatakan bahwa kualitas kinerja adalah suatu kondisi
dinamis yang berkaitan dengan produk, layanan, sedangkan pengertian jasa
merupakan tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak
lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengarah pada kepemilikan atas
sesuatu. Dibandingkan kompetitornya tidak mudah untuk menjadi yang terbaik,
selain harus memberikan kualitas terbaik juga terdapat faktor pola perilaku
konsumen yang tidak mudah diprediksi mengingat di Indonesia terdapat berbagai
daerah, sehingga terdapat variasi pola yang berbeda. Terkait dengan perubahan
yang terjadi dalam organisasi adalah tentang budaya organisasi. Bagi sebuah
organisasi, budaya organisasi merupakan bagian yang harus dimiliki dalam
mengembangkan kapabilitas sumber daya manusia. budaya organisasi dalam suatu
organisasi biasanya dikaitkan dengan nilai, norma, sikap dan etika kerja yang
dimiliki bersama oleh setiap komponen organisasi. Unsur-unsur tersebut yang
menjadi dasar untuk memantau perilaku karyawan, cara berpikir, bekerja sama dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dengan alasan bahwa budaya organisasi
merupakan salah satu unsur terpenting dalam suatu perusahaan yang pada intinya
mengarah pada perilaku yang dianggap tepat, mengikat dan memotivasi setiap
individu yang ada di dalamnya. Disamping itu, disiplin kerja dapat berdampak baik
bagi organisasi maupun bagi kepribadian. Organisasi merupakan sarana dan wadah
untuk mencapai tujuan bersama, agar kinerja pegawai tidak menurun di era digital
yang terus berubah ini, PT PLN merupakan perusahaan BUMN yang memasok listrik
ke seluruh Indonesia sesuai dengan amanat undang-undang yang berlaku di
Indonesia Dalam observasi yang dilakukan penulis menemukan adanya dugaan
masalah yang terjadi pada PT PLN, yaitu kualitas pelayanan yang kurang, sehingga
terdapat keluhan dari konsumen mengenai penjualan produk, kualitas kerja
pegawai dinilai rendah karena keterlambatan, terkait budaya organisasi,
perusahaan belum maksimal dalam memberikan arahan kepada pegawai baru
sehingga masih ada yang belum memahami posisi pekerjaan atau job desk-nya
sebagai pegawai PT PLN.

KAJIAN LITERATUR
Pengertian Layanan Kualitas
Kualitas layanan dan budaya yang cakap merupakan kunci utama bagi kecamatan
dalam mencapai tujuan organisasi dan menjamin manfaat wilayah, juga kualitas

388
layanan merupakan ukuran seberapa baik yang diberikan sesuai dengan harapan
pelanggan (Atmaja 2018:50), pelayanan publik perlu memperhatikan kebutuhan
masyarakat, kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi jika pelayanan publik dapat
memberikan pelayanan dengan memenuhi indikator pelayanan yang baik, Kualitas
pelayanan merupakan tingkat keunggulan (excellent) yang diharapkan dan
pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen
(Tjiptono 2014:268), sedangkan menurut Rasyid dalam Lupiyoadi (2017:212)
mengatakan bahwa kualitas pelayanan sebagai seberapa jauh perbedaan antara
harapan dan kenyataan para pelanggan atas layanan yang mereka terima atau
perolehupaya peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan dengan cara
memperbaiki manajemen kualitas jasa, yakni upaya meminimasi
kesenjangan antara tingkat layanan yang disediakan organisasi dengan harapan dan
keinginan masyarakat, sedangkan menurut Rasyid dalam Subihaiani (2017:212)
mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk penilaian
pelanggan terhadap tingkat layanan yang dipersepsikan dengan tingkat pelayanan
yang diharapkan, menurut (Utomo, 2016) mengatakan bahwa kinerja karyawan
menunjukkan karyawan selalu mematuhi peraturan berkaitan dengan pekerjaan
mereka, karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan tetap waktu dan dapat
melakukan tugas prosedur dalam organisasi.

Pengertian Budaya Organisasi


Dalam rangka memperbaiki kualitas layanan ini, manajemen harus mampu
menerapkan manajemen yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat, sedangkan
budaya organisasi turut mempunyai arti penting dalam organisasi yang dilakukan
secara konsisten dan tepat dengan mengacu pada kepribadian baik yang merupakan
bentuk falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan
norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas
tertentu, hal ini sejalan dengan Robbinss dalam Sulaksono (2015:2) mengatakan
bahwa budaya organisasi merupakan sistem bersama yang dianut oleh anggota
yang membedakan suatu organisasi dan organisasi lain, sistem makna bersama ini
bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama
yang dihargai dengan bagaimana karyawan mempresepsikan karakteristik dari
suatu budaya organisasi, bukan dengan apakah para karyawan menyukai
budaya/tidak sehingga budaya organisasi dalam sudut pandang karyawan dapat
memberikan pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang penting untuk
dilakukan demikian Shopia dalam Kurniawan (2016:35). Secara spesifik budaya
dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi kerja bersama, kepemimpinan dan
jenis organisasi serta proses administrasi yang berlaku hal ini penting mengingat
budaya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang
mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi. Budaya
dapat menjadikan organisasi menjadi kuat dan tujuan perusahaan dapat
terakomodasi, sedangkan pengukuran kepuasan layanan perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi tingkat kesejahteraan sekaligus mengetahui kesenjangan yang
terjadi, kinerja organisasi layanan publik harus diukur dari hasil yang dicapai.

Pengertian Kepuasan Pelanggan


Menurut Kotler (2002) kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya
terhadap kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Tapi, jika kinerja

389
melebihi harapan, pelanggan amat puas dan senang. Jika kinerja yang dirasakan di
bawah harapan, pelanggan tersebut akan merasa dikecewakan, jika kinerja
memenuhi harapan pelanggan, pelanggan akan merasa puas, sedangkan jika kinerja
melebihi harapan maka pelanggan akan merasa sangat puas. Kepuasan ini tentu
akan dapat dirasakan setelah pelanggan yang bersangkutan mengkonsumsi produk
tersebut. Menurut Hansemark dan Albinsson (2004) kepuasan pelanggan secara
keseluruhan menunjukkan sikap terhadap penyedia layanan, atau reaksi emosional
untuk perbedaan antara apa yang pelanggan harapkan dan apa yang mereka terima.
Menurut Bitner dan Zeithaml (2003) kepuasan pelanggan adalah evaluasi pelanggan
dari produk atau layanan dalam hal apakah produk itu atau layanan itu telah
memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah melakukan penelitian observasi dengan
menggunakan metode kuisioner yaitu memberikan kuesioner kepada responden
para penggan pengguna listrik di Jakarta,dari kuesioner tersebut responden diminta
untuk menberi tanggapan dari jawabandengan sebenarnya, sesuai dengan kuisioner
yang disusun secara terstruktur, lalu penulis melakukan pengumpulan serta
pengolahan data langsung baik pada data primer dan skunder yang didapat dari PT
PLN Jakarta, adapun jumlah responden sebanyak 50 responden sesuai dengan teori
sample jenuh, yaitu mengambil responden yang sudah ada didata tersebut. Adapun
penulis membuat membuat hipotesis sebagai berikut:
H1: Ada pengaruh positif dan signifikan kualitas kerja dan budaya organisasi dalam
menjaga kepuasan pelanggan di PT PLN.
H0: Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan kualitas kerja dan budaya
organisasi dalam menjaga kepuasan pelanggan di PT PLN.
Metode penelitian ini berdasarkan pada metode analisis data kuantitatif
menggunakan analisis regresi berganda dengan SPSS dengan waktu penelitian
Januari - Juni 2019, sedangkan alat analisis angket menggunakan uji validitas
dan reliabilitas untuk menguji hasil data dengan uji asumsi klasik yang terdiri
atas uji normalitas, uji heteroskedoksitas, uji multikolinieritas dan uji hipotesis
dengan uji t dan uji f, sedangkan rumus regresi berganda adalah sebagai berikut:

Y = a + b1.X1 + b2.X2 + e
Dimana:
Y = Kepuasan Pelanggan
a = Konstanta Regresi
b1, b2 = Koefisien Regresi
X1 = Kualitas kerja
X2 = Budaya Organisasi
e = Kesalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

390
Dalam penelitian ini dibahas tentang Pengujian validitas dan reliabilitas serta
pengujian persyaratan analisis yaitu pengujian asumsi klasik dan pengujian
hipotesis serta analisis statistik deskriptif, namun terlebih dahulu akan
dijelaskan analisis regresi berganda terhadap jawaban responden dari masing-
masing variabel, yaitu kualitas kerja, budaya organisasi dan kepuasan
pelanggan

Menguji Data
6. Pengujian data responden menggunakan persamaan regresi dan uji asumsi
klasik yang terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi, pada PT PLN sebagai berikut:

Table 1. Rekapitulasi Data


Collineari
Unstandardized Standardized ty
Model Coefficients Coefficients T Sig. Statistics
Std.
Std. Err
B Error Beta Tolerance VIF B or
1 (Cons
21.966 6.897 3.185 .003
tant)
Work
1,0
Qualit .323 .179 .251 1.804 .078 1,000
00
y
Organ
izatio
1,0
n .249 .228 .152 1.092 .280 1,000
00
Cultu
re
Sumber: Data diolah, (2019)
Tabel di atas menyatakan bahwa hasil nilai kualitas kerja sebesar 0,323 atau
32,3% dan nilai budaya organisasi 0,249 atau 24,9% dan analisis regresi linier
berganda pada uji variabel adalah sebagai berikut: Y = 21,966 + 0,323X1 +
0,249X2, terlihat bahwa pengaruh variabel kualitas kerja dan budaya organisasi
terhadap kepuasan pelanggan menunjukkan nilai yang positif dan signifikan.
Selanjutnya hasil pengujian data yang digunakan untuk menganalisis seberapa
besar nilai koefisien dari hasil regresi [7] dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2. Analisis Rekapitulasi R dan R square

Sumber: data diolah, (2019)

391
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai korelasi pada R dan R square, untuk
nilai R = 0,904 dan R square = 0,902 maka dapat disimpulkan bahwa:
1. R = 0,904 artinya variabel bebas yaitu kualitas kerja dan budaya organisasi
yang diamati mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan
kepuasan pelanggan sebesar 90,4% karena semakin mendekati nilai 1 maka
penelitian mampu menunjukkan pengaruh yang kuat nilai antara satu variabel
dan lainnya.
2. Sedangkan R-square = 0,902 yang artinya 90,2% menunjukkan pengaruh
positif dan signifikan terhadap variabel terikat, sedangkan sisanya 9,8% yang
masih dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak termasuk dalam
penelitian ini seperti pemberian penghargaan, hukuman, dan sebagainya.

Uji Validitas dan Reliabilitas


Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi validitas Pearson
atau uji validitas masing-masing variabel dengan teknik product moment yaitu
pemberian skor untuk setiap item dikorelasikan dengan skor total, sedangkan hasil
penelitian valid dan reliabel sesuai dengan [2] sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Uji Validitas R


Hitung
Variabel R tabel Informa
si
Kualitas Kerja 0.463 0.30 Valid
Budaya Organisasi 0.569 0.30 Valid
Kepuasan pelanggan 1.00 0.30 Valid

Sumber:Data diolah, (2019)

Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas R-hitung


Variabel Cronbach Alpha Inform
( α) asi
Kualitas Kerja 0,689 0.6 Reliabel
Budaya organisasi 0,689 0.6 Reliabel
Kepuasan pelanggan 0,689 0.6 Reliabel
Sumber:Data diolah, (2019)

392
Dari table diatas variabel Kualitas Kerja, Budaya Organisasi, & Kepuasan
Pelanggan bahwa nilai R hitung > R table (0.3), sehingga dapat dikatakan bahwa
variable-variabel tersebut valid dan dapat digunakan.
Dari table diatas variable Kualitas Kerja, Budaya Organisasi, & Kepuasan
Pelanggan bahwa nilai α hitung > Cronbach Alpha (0.6), sehingga dapat
dikatakan bahwa variable-variabel tersebut handal (reliabel) dan dapat
digunakan.

Uji Normalitas
Pengujian normalitas, dalam data dikatakan data dapat terdistribusi normal jika
terjadi pada taraf signifikansi atau α = 5% atau nilai probabilitas < 0,05, dari data
tersebut terlihat bahwa nilai kualitas kerja sebesar 0,008 dan budaya organisasi
sebesar 0,015 sehingga kedua variable tersebut bersifat normal.
Tabel 5. Uji Normalitas

Sumber: Data diolah, (2019)

Uji Heterocedoxity
Penelitian ini mengkaji apakah terdapat ketidaksamaan variabel secara
simultan, hasil observasi dengan scatterplots menunjukan sebagai berikut:

Gambar 1. Uji Heterocedoxity

393
Dari gambar di atas terlihat titik-titik yang tersebar pada suatu garis tertentu,
terdapat gejala heteroskedastisitas atau adanya hubungan antara berbagai variabel.
7.
8. uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua variabel data
dengan nilai kritis (t-tabel) yaitu α = 5% atau 0,05. Jika t-hitung <t-tabel, maka ada
pengaruh positif, berikut hasilnya:

Tabel 6. Hasil uji-t


Standardiz
ed
Unstandardized Coefficient Collinearity
Model Coefficients s t Sig. Statistics
Std. Toleranc
B Error Beta e VIF B Std. Error
1 (Constant) 21.966 6.897 3.185 .003
Work
.323 .179 .251 1.804 .078 1,000 1,000
Quality
Organization
.249 .228 .152 1.092 .280 1,000 1,000
Culture
Sumber: Data diolah, (2019)
Dari tabel di atas didapatkan nilai fungsi kualitas kerja sebesar 1.804 dan nilai
budaya organisasi sebesar 1.092 yang menunjukkan t <t tabel sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel kualitas kerja, budaya organisasi dan kepuasan
pelanggan mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Tes f
Uji f dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen memiliki
pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen, berikut
ini hasilnya:
Tabel 7. Hasil Pengujian-f

Sumber: Data diolah, (2019)


Diketahui nilai f hitung sebesar 2,389 sedangkan nilai tabel sebesar 3,980, sehingga
variabel memiliki hubungan yang positif dan signifikan.

394
Diskusi
Hubungan Pengaruh Kualitas Kerja terhadap Budaya Organisasi
Pada penelitian kualitas kerja dalam kepuasan pelanggan pada PT PLN
menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan walaupun nilainya
masih dibawah 50% atau 0,323 / 32,3%, sehingga perlu mendapat perhatian
perusahaan agar dapat dipertahankan dan dapat mengidentifikasi kelemahan atau
kekurangan regulasi tentang cara kerja perusahaan yang lebih sesuai dengan
ekspektasi pelanggan agar ekspektasi kedepan dapat melebihi angka diatas 50%
atau diatas rata-rata standar.

Hubungan Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Pelanggan


Hubungan budaya organisasi menunjukkan nilai yang positif dan signifikan,
terhadap kepuasan pelanggan, nilai tersebut berada dibawah variabel kualitas kerja
dan dibawah 50% atau sebesar 0,249 / 24,9%. bahwa diperlukan kemampuan yang
cakap dari pimpinan untuk menemukan konsep budaya organisasi yang didasarkan
pada kebutuhan karyawan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektifitas
perusahaan untuk meningkatkan kepuasan konsumen.

Hubungan Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Budaya terhadap Kepuasan


Pengujian penelitian tentang harmonisasi pengaruh kualitas kerja dan budaya
organisasi dalam menjaga kepuasan pelanggan pada PT PLN menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen, dengan
menguji pengaruh tersebut terhadap R (korelasi ), terlihat bahwa memiliki nilai R =
0,904 artinya masing-masing variabel independen yaitu kualitas kerja dan budaya
organisasi yang diamati memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan
kepuasan pelanggan sebesar 90,4%, dan menunjukan nilai R-square = 0,902 yang
berarti 90,2% menunjukan pengaruh positif dan signifikan, hal ini sesuai dengan
hipotesis bahwa H1: Ada pengaruh positif dan signifikan kualitas kerja dan budaya
organisasi dalam menjaga kepuasan pelanggan di PT PLN.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa harmonisasi
kualitas kerja dan budaya organisasi dalam kepuasan pelanggan, terbuktu positif
dan signifikan yang menunjukan nilai saling berpengaruh, dimana perusahaan
PT PLN harus mampu menjaga keseimbangan kualitas kerja dan budaya
organisasi yang dianggap sudah cukup baik dengan menunjukan nilai positif,
Adapun cara menjaga kulaitas dengan tetap mempertahankan prestas kerja
karyawan dan kemampuan memotivasi untuk memberikan layanan listrik yang
tepat sasaran dan hemat, sehingga tingkat kepuasan konsumen didapatkan
dengan baik, berikutnya budaya organisasi karyawan yang sudah ada di
perusahaan perlu diselaraskan dengan kualitas kerja baik prestasi maupun
motivasi sehingga tujuan perusahaan mencapai tingkat keuntungan yang lebih
baik tercapai disamping mampu menyediakan layanan listrik kepada

395
masyarakat Jakarta dengan tepat dan hemat dengan terus memberi jaminan
berinovasi berbasis teknologi dan menjaga birokrasi perusahaan baik didalam
maupun di luar dengan sehat.

REFERENSI
Arianty, N. (2014). Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Karyawan Performa. 144-
150.
Atmaja, J. (2018). Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Nasabah terhadap Loyalitas di
Bank BJB. Ekonomi, Manajemen, dan Bisnis, 49-63.
Daryanto. (2011). Manajemen Pemasaran. Bandung: Satu Nusa.
Ghozali, I. (2016). Penerapan Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hansemark, A. (2004). Customer satisfaction and retention: the experiences of
individual employees", Managing Service Quality. An International Journal, 40-
57.
Kotler, P. (2010). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo.
Nurdin, S. (2016). Gaya Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi, dan
Kinerja Karyawan dengan memediasi komitmen organisasi. 86-100.
Pramularso, E. (2016). Meningkatkan Kinerja Karyawan Melalui Organisasi Budaya
di PT Huda Express. Widya Cipta, 149-154.
Riyanto, A. (2018). Implikasi Kualitas Pelayanan Dalam Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan. Ecodemica, 117-124.
Sudarso, A. (2016). Manajemen Pemasaran untuk Perhotelan Jasa. Deepublish.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Tjiptono, F. (2014). Layanan Pemasaran. Yogyakarta: Andi.
Utomo, K.P &. Syarief, Faroman. (2017). Efektivitas Motivasi dan Kualitas Karyawan
pada Kepuasan Masyarakat di Kantor Kecamatan Bekasi Barat.Administrasi
Perkantoran. 1-8.
Utomo, K. P. (2018). Pemberian Kompensasi untuk Memaksimalkan Kinerja di PT
Kresna Reksa Finance Jakarta. Administrasi Perkantoran, 66-81.
Wahdi, M. (2005). Penelitian Pemasaran. Yogyakarta: BPFE.
Windasuri, H. (2017). Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zeithaml, V.A., Parasuraman, A. and Malhotra, A. (2002), “ServiceJournal of the
Academy of Marketing Science.

396
Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi, Pelatihan, dan
Motivasi Terhadap Kinerja Tenaga Pendidik di Sekolah
Global Indo-Asia
Heni Rustianti1, Sri Langgeng Ratnasari2, Herni Hidiyah Nasrul 3
1-3Program Studi
Magister Manajemen, Program Pascasarjana, Universitas Riau Kepulauan,
Indonesia
*Email : 1ranti0028@gmail.com, 2sarisucahyo@yahoo.com,
3herniwidiyahnasrul@gmail.com@gmail.com

Abstrak

Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan seorang


pimpinan dalam hal ini kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan ,
mompensasi yang diberikan sebagai bentuk penghargaan, pelatihan, dan motivasi untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh antara kepemimpinan terhadap kinerja terhadap tenaga
pendidik, untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara kompensasi terhadap
kinerja tenaga pendidik,untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara motivasi
terhadap kinerja tenaga pendidik, untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara
pelatihan terhadap kinerja tenaga pendidik, dan untuk mengetahui dan menganalisis
pengaruh antara kepemimpinan, kompensasi, motivasi, pelatihan, terhadap kinerja
tenaga pendidik. Sampel terdiri dari 43 responden yang diambil dengan menggunakan
metode sampling jenuh. Analisis data menggunakan SPSS versi 20. Hasil penelitian ini
dapat disimpulkan kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga
pendidik di Sekolah Global Indo-Asia Batam, kompensasi berpengaruh signifikan
terhadap kinberja tenaga pendidik di Sekolah Global Indo-Asia Batam, pelatihan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga pendidik di Sekolah Global Indo-Asia
Batam, motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga pendidik di Sekolah
Global Indo-Asia Batam, dan variabel kepemimpinan, kompensasi, pelatihan dan
variabel motivasi secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap variabel kinerja
atau dapat dikatakan bahwa variabel kepemimpinan, kompensasi, pelatihan dan
variabel motivasi mampu menjelaskan kinerja tenaga pendidik di Sekolah Global Indo-
Asia Batam.
Kata kunci: Kepemimpinan, Kompensasi, Pelatihan, Motivasi, Kinerja Tenaga Pendidik
PENDAHULUAN
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan
seorang Pemimpin dalam hal ini Kepala Sekolah dalam mengelola tenaga
kependidikan dan tenaga pendidik yang tersedia di sekolah. Kepala Sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dalam
meningkatkan kinerja tenaga pendidik. Kepala Sekolah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga
kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan
prasarana (Mulyasa 2015). Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan
semakin kompleksnya tuntutan tugas Kepala Sekolah yang menghendaki
dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien.

397
Kepala Sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja
tenaga pendidik/ guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga
kependidikan. Oleh karena itu Kepala Sekolah harus mempunyai kepribadian
atau sifat-sifat dan kemampuan serta keterampilan-keterampilan untuk
memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam perannya sebagai seorang
pemimpin Kepala Sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan
orang-orang yang bekerja sehingga kinerja tenaga pendidik/guru selalu terjaga.
Pemimpin Menurut Arifin, (2015) “Pemimpin adalah seorang yang
membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan
akseptensi (penerimaan) secara sukarela oleh pengikutnya”. Menurut
Wahyosumidjo, (2016), “The leader is the person who creates the most effective
change in group performance.” Kepemimpinan menurut Arifin, (2015) adalah
proses dengan mana seorang agen menyebabkan bawahan bertingkah laku
menurut satu cara tertentu.
Menurut Purwanto, (2016) “kepemimpinan adalah sekumpulan dari
serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian termasuk didalamnya
kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang
dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, dan kegembiraan batin
serta merasa tidak terpaksa.” Kepemimpinan memiliki intensitas yang tinggi
terhadap hubungan dengan antar manusia baik secara vertikal maupun
horizontal dan interaksi yang bersifat diagonal atau hubungan keluar, semua itu
dengan maksud sebagai suatu kesatuan dalam menjaga, memelihara dan
mengembangkan organisasi agar pencapaian tujuan organisasi yang paling
optimum. Berikut disajikan Tabel.1 Rekapitulasi hasil survey kepada tenaga
pendidik di sekolah Global Indo-Asia
Tabel. 1 Hasil survey
Pernyataan
Faktor yang Jumlah
mempengaruhi Setuju Tidak
Kinerja
Pemimpin 43 34 9
Kompensasi 43 40 3
Pelatihan 43 25 18
Motivasi 43 28 15
Sumber: Hasil Penelitian, 2020

Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui dan menganalisis


pengaruh antara kepemimpinan terhadap kinerja terhadap tenaga
pendidik, untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara
kompensasi terhadap kinerja tenaga pendidik. untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh antara motivasi terhadap kinerja tenaga pendidik,
untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara pelatihan terhadap
kinerja tenaga pendidik, untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh

398
antara kepemimpinan, kompensasi, motivasi, pelatihan, terhadap kinerja
tenaga pendidik.
METODE PENELITIAN
Menurut Subagyo (2015) Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan
untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahaan. Dalam
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka komseptual dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka konseptual

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan penelitian


deskriptif karena adanya variabel-variabel akan ditelaah hubungan serta tujuan
untuk menyajikan gambaran secara terstruktur, faktual, menganai fakta-fakta
hubungannya antara variabel yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang
dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian adalah:
H1: Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja tenaga pendidik.
H2: Terdapat pengaruh kompensasi terhadap kinerja tenaga pendidik.
H3: Terdapat pengaruh pelatihan terhadap kinerja tenaga pendidik.
H4: Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi.

399
H5:Terdapat pengaruh kepemimpinan, kompensasi, pelatihan, motivasi
terhadap kinerja tenaga pendidik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Uji T Parsial
Tabel. 2 Hasil Uji T Penelitian
Model Unstandardized Standardized T Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 18.578 7.447 2.495 .017
Kepemimpinan .157 .288 .153 .546 .029
1Kompensasi .278 .243 .263 .144 .046
Pelatihan .013 .275 .112 -.048 .362
Motivasi .119 .356 .108 .335 .039
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020
Hasil Uji F Simultan
Tabel. 3 Hasil Uji F Penelitian
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 131.618 4 32.905 2.627 .050b


1Residual 476.056 38 12.528
Total 607.674 42
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020
Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pendidik
Hasil penelitian ini di peroleh nilai t-hitung untuk variabel kepemimpinan
sebesar 0. 546 ˂ 2.024 t- tabel dan nilai sig 0.02 > 0.05. Berdasarkan hasil yang
diperoleh maka H0 diterima dan H1 diterimak untuk variabel kepemimpinan,
dengan demikian, maka secara parsial variabel kepemimpinan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja.
Penelitian ini sejalan dengan Yohanes, dalam penelitiannya Pengaruh
Kepemimpinan, Motivasi, Kondisi Kerja, dan Disiplin terhadap Kinerja Pegawai
di Kantor Sekretariat DPRD Kota Sorong. Pada penelitiannya bahwa . Hasil
perhitungan uji F menunjukkan bahwa F hitung > F tabel (10,671 > 2.630) atau
Sig F < 0,05). Artinya secara bersama-sama variabel-variabel: kepemimpinan
(X1), motivasi (X2). dan kondisi kerja(X3), serta disiplin (X4) berpengaruh
signifikan terhadap variabel Kinerja (Y). Dengan demikian hipotesis yang
menyebutkan ada pengaruh secara simultan vaiabel-variabel kepemimpinan
(X1), motivasi (X2). dan kondisi kerja (X3), serta disiplin (X4) terhadap
Kinerja(Y) diterima.

400
Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Pendidik

Hasil penelitian ini diperoleh nilai t-hitung untuk variabel kompensasi


sebesar 1.144 ˂ 2.024 t- tabel dan nilai sig 0.04 > 0.05. Berdasarkan hasil
yang diperoleh maka H0 diterima dan H2 diterima untuk variabel
kompensasi, dengan demikian, maka secara parsial variabel kompensasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Dinus (2016) dalam penelitiannya Pengaruh Kompensasi
terhadap Kinerja Karyawan pada Koperasi Serba Usaha Baliem Arabica di
Kabupaten Jayawijaya. Menuatakan bahwa dari hasil perhitungan
persamaan regresi Y = 37,35 + 0,12 X. Nilai b sebesar 0,12 berarti bahwa
setiap perubahan 1 unit nilai variabel X (kompensasi) akan
menyebabkan perubahan variabel Y (kinerja karyawan) sebesar 37,35.
Karena nilai a = positif maka setiap perubahan nilai X (kompensasi) akan
menyebabkan pertambahan nilai variabel Y (kinerja karyawan) begitu
pula sebaliknya penurunan nilai variabel X (kompensasi) berdasarkan
hasil analisa menunjukkan, kompensasi berpengaruh positif dan
signifikan sangat kuat terhadap kinerja karyawan.
Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Pendidik
Hasil penelitian ini diperoleh nilai t-hitung untuk variabel pelatihan sebesar
1.048 ˂ 2.024 t-tabel dan nilai sig 0.362 > 0.05. Berdasarkan hasil yang
diperoleh maka H0 diterima dan H3 ditolak untuk variabel pelatihan, dengan
demikian, maka secara parsial variabel pelatihan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja. Dalam hal ini, kepala sekolah atau pimpinan lain perlu
mengadakan tim building , narasumber atau motivator untuk membuka pikiran
tenaga pendidik yang berpikiran bahwa mereka tidak memerlukan pelatihan.
Sedangkan untuk kepala sekolah atau pimpinan harus memberikan pelatihan
yang merata dengan target yang jelas yang diperlukan oleh sekolah untuk
meningkatkan hasil pembelajaran yang lebih baik.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Yosep (2016) dalam penelitiannya
Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Rangka
Meningkatkan Semangat Kinerja Karyawan. Penelitiannaya menyatakan bahwa
besarnya pengaruh pelatihan (X1) terhadap semangat kerja karyawan (Y)
sebesar 0,533 atau 53,3%. Hal ini berarti secara signifikan pelatihan dapat
mempengaruhi se-mangat kerja karyawan.
Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pendidik
Hasil penelitian ini diperoleh Nilai t-hitung untuk variabel motivasi sebesar
0.335 < 2.024 t-tabel dan nilai sig 0.03 > 0.05. Berdasarkan hasil yang diperoleh
maka H0 terima dan H4 diterima untuk variabel motivasi, dengan demikian,
maka secara parsial variabel motivasi berpengaruh tidak signifikan terhadap
kinerja

401
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kiki (2015) dalam penelitiannya
Pengaruh antara Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Level Pelaksana di
Divisi Operasi PT. Pusri Palembang. Penelitiannya menyatakan bahwa
berdasarkan hasil uji terhadap hipotesis yang mengatakan “terdapat pengaruh
yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja pada karyawan level pelaksana
di Divisi Operasi PT. Pusri Palembang. Diketahui bahwa besarnya koefisien jalur
motivasi kerja terhadap kinerja adalah 0,517. Hal ini berarti setiap peningkatan
motivasi sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan kinerja sebesar 0,517.
Pengujian dengan t statistik menunjukkan bahwa nilai thitung (11,257) > ttabel
(1,970). Hal tersebut mengindikasikan penolakan Ho yang menunjukkan bahwa
motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan level
pelaksana di Divisi Operasi PT. Pusri Palembang ”. Adapun besarnya pengaruh
motivasi kerja secara langsung terhadap kinerja adalah sebesar 26,68%.
Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi, Pelatihan, dan Motivasi terhadap
Kinerja Tenaga pendidik.
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa nilai f-hitung sebesar 2.627 lebih besar dari
f tabel 2.61 dan nilai signifikansi 0.05 sama dengan 0.05, sehingga keputusan
yang diambil adalah H0 diterima dan H5 ditolak. Diterimanya hipotesis ini maka
dapat disimpulkan bahwa variabel kepemimpinan, kompensasi, pelatihan dan
variabel motivasi secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap variabel
kinerja atau dapat dikatakan bahwa variabel variabel kepemimpinan,
kompensasi, pelatihan dan variabel motivasi mampu menjelaskan kinerja tenaga
pendidik di sekolah SGIA Batam.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ririn (2016) Peningkatan kinerja
pegawai melalui kepuasan kerja dan disiplin kerja. Menyatakan bahwa
berdasarkan perhitungan pengujian hipotesis diperoleh F hitung sebesar
31,7205 sedangkan diperoleh nilai F tabel atau F(1-0,95;db1,db2) pada uji
hipotesis adalah nilai atau titik kritis pada db1 = 1, db2 = 2 = n-2 dan α = 0,05,
yaitu F(0,05;1;55) = 4,0162 artinya F hitung> Ftabel yaitu 31,7205 > 4,0162.
Berdasarkan pada perhitungan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
“Terdapat pengaruh positif disiplin kerja terhadap kinerja pegawai”.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut: (1) Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga
pendidik di Sekolah Global Indo-Asia Batam. (2) Kompensasi berpengaruh
signifikan terhadap kinberja tenaga pendidik di Sekolah Global Indo-Asia Batam.
(3) Pelatihan berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja tenaga pendidik di
Sekolah Global Indo-Asia Batam. (4) Motivasi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja tenaga pendidik di Sekolah Global Indo-Asia Batam. (5) Variabel
kepemimpinan, kompensasi, pelatihan dan variabel motivasi secara simultan

402
berpengaruh dan signifikan terhadap variabel kinerja atau dapat dikatakan
bahwa variabel variabel kepemimpinan, kompensasi, pelatihan dan variabel
motivasi mampu menjelaskan kinerja tenaga pendidik di Sekolah Global Indo-
Asia Batam.

REFERENSI

Arifin, S. (2013). Leadership (Ilmu kepemimpinan). Jakarta: Salemba Empat.


Busro, M. (2018). Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Bayu, R,. T., Hulmansyah. (2016). Analisis Pengaruh Kepemimpinan terhadap
Budaya Organisasi, Komitmen Organisasional dan Kinerja Karyawan
Bank Syariah Mandiri di Jakarta. Journal of Economics and Business
Aseanomics (JEBA), Vol 1 No.1.
Cahyono, U. T., Maarif, M. S., & Suharjono, S. (2015). Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Di Perusahaan Daerah
Perkebunan Jember. Jurnal Manajemen & Agribisnis. Vol. 5. No. 2
Esra, dan Hamdan. (2015).“The Impact of Corporate Governance on Firm
Performance: Evidence From Bahrain Bourse”. International Management
Review. Vol.11 No.2.
Endang, S. (2016). Pengaruh Kepemimpinan, Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Semarang. Journal of
Management Vol.02 No.02.
Ekawati, A (2014). Pengaruh Gaya kepemimpinan dan Budaya Inovatif Terhadap
Kepuasan kerja Karyawan: Jurnal Ilmu Manajemen Vol 4 No. 03.
Djamhur, Hamid (2016). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen
Organisasional Karyawan. Bengkulu. Jurnal Manajemen Vol. 1 No. 3
Ghazali, Imam. (2018). Aplikasi Analisis dengan Program IBM SPSS. Semarang:
Unnes
Hoetomo (2014). Budaya Organisasi dan Kinerja: Jakarta: Gramedia
Ismail, F. (2018). Statistika untuk Penelitian Pendidikan dan Ilmu Sosial. Jakarta:
Prendamedia Group.
Iqbal, Muhammad (2016). Pengaruh kepuasan kerjaLingkungan Kerja, dan
fikasi Diri Terhadap Komitmen Organisasi Rumah Sakit SMC Samarinda.
Samarinda. Jurnal Manajemen VoL. 2 No. 2

403
Jessicha, F. (2018). Pengaruh Manajemen Perubahan dan Budaya Organisasi
terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Studi pada RSUD Bitung. Jurnal
EMBA Vol.6 No. 5
Komariah. (2018). Kepemimpinan Autentik Riset Implementasi Manajemen
Perubahan. PT Alfabeta, Bandung.
Menda, J. (2018). Pengaruh Manajemen Perubahan, Budaya Organisasi terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Pada RSUD Bitung). Jurnal EMBA
Vol.6 No.4.
Mt, C. M., Amri, & Majid, M. S. A. (2014). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi,
Struktur Organisasi, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan serta
Dampaknya pada Kinerja. Jurnal Manajemen Pasca Sarjana Universitas
Syiah Kuala Vol. 6. No. 3
Priyatno, D, (2013). SPSS Olah Data Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Mediakom
Priyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Cetakan Revisi. Jakarta: Zifatama
Publishing.
Ratnasari, Sri Langgeng. (2019). Human Capital MSDM. Cetakan Pertama.
Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media.
Ratnasari, Sri Langgeng dan Yenni Hartati. (2019). Manajemen Kinerja Dalam
Organisasi. Cetakan Pertama. Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media.
Ratnasari, Sri Langgeng. (2017). Kepemimpinan. Cetakan Kedua. Surabaya: CV.
Semesta Anugerah.
Rizqi, Dzikirlah. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja
dan Kinerja Karyawan .Malang. Jurnal Manajemen. Vol. 7 No. 1
Said, K., Lubis, R., & Putra, T. R. I. (2015). Pengaruh Struktur Organisasi, Desain
Pekerjaan dan Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai
serta Implikasinya terhadap Kinerja Rumah Tahanan Negara Kelas IIB di
Provinsi Aceh. Jurnal Manajemen Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala,
Vol.17 No. 4.
Setiawan, Rudi (2016). Penggaruh Budaya Organisasi, Komunikasi, Lingkungan
kerja , dan Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai.
Jurnal MSDM . Vol. 3 No. 2
Subagyo, Joko (2015). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik. Jakarta:
Rieneka Cipta
Sujarweni, .W. (2014). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru
Sugiyono (2017. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta CV

404
Sujono, (2017). Metode Penelitian Administrasi dan Manajemen. Yogyakarta:
Pustaka Press
Sumadi, S. (2015). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.
Susilowati, F. (2016). Pola Struktur Organisasi Manajemen Kualitas pada
Kontraktor Besar di Indonesia. Jakarta: Orbith.
Sunyoto, D. (2015). Penelitian Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Center
Academic Service.
Supriyanto, A.S, dan Maharani, (2013). Metodologi Penelitian Manajemen
Sumber Daya Manusia. Malang: UIN Maliki Press
Waluyo, M. (2015). Manajemen Psikologi Industri. Jakarta: Indeks

405
Pengaruh Kepuasan Kerja, Disiplin Kerja, Budaya
Organisasi, Motivasi Kerja, dan Kompensasi Terhadap
Kinerja Driver
Go-Jek di Kota Batam
Dwi Irawati1, Sri Langgeng Ratnasari2, Herni Hidiyah Nasrul 3
1-3Program Studi
Magister Manajemen, Program Pascasarjana, Universitas Riau Kepulauan,
Indonesia
*Email : irad6162@gmail.com, 2sarisucahyo@yahoo.com,
3herniwidiyahnasrul@gmail.com@gmail.com

Abstrak

Tingkat kepuasan kerja, disiplin kerja, budaya organisasi, motivasi kerja, dan
kompensasi driver Go-Jek di Kota Batam rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja driver Go-Jek, untuk
menguji dan menganalisis pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja driver Go-Jek, untuk
menguji dan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja driver Go-Jek,
untuk menguji dan menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja driver Go-Jek.
(5) Pengaruh kompensasi terhadap kinerja driver Go-Jek, untuk menguji dan
menganalisis pengaruh kepuasan kerja, disiplin kerja, budaya organisasi, motivasi kerja
dan kompensasi secara simultan terhadap kinerja driver Go-Jek. Jenis penelitian ini
adalah penelitian korelasi dengan metode kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah
8413 driver Go-Jek di Kota Batam. Pengambilan sampel kepada 100 driver dengan
menggunakan metode non probability sampling dengan menggunakan purposive
sampling. Teknik analisis data menggunakan regresi linier berganda dengan SPSS versi
20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek, disiplin kerja berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek, budaya organisasi berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek, motivasi kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek, kompensasi berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek terhadap, kepuasan kerja, disiplin kerja,
budaya organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara simultan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek. Hasil uji Koefisien Determinasi (R2)
diperoleh sebesar 52,7% artinya bahwa kepuasan kerja, disiplin kerja, budaya
organisasi, motivasi kerja, dan kompensasi secara simultan berpengaruh sebesar 52,7%
dan sisanya 47,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Kata kunci: Kinerja driver, Kepuasan kerja, Disiplin kerja, Budaya organisasi, Motivasi
kerja, Kompensasi
PENDAHULUAN
Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi saat ini ternyata memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap berbbagai aspek kehidupan manusia.
salah satunya adalah penggunaan internet. Dengan adanya internet, cara
masyarakat melakukan transaksi telah berubah. Cara lama yang perlu
mengorbankan waktu dan biaya yang besar, telah berubah dengan proses yang
lebih cepat dan lebih mudah.

406
Dewasa ini, tanah air mulai marak membahas fenomena Go-Jek yang menyangka
ojek biasanya hanya bisa didapati di pos-pos tertentu itu kini bisa membentuk
sebuah jaringan terintegrasi yang melayani masyarakat dengan cepat.
Kesederhanaan ide Go-Jek mampu meraih berbagai penghargaan nasional
maupun internasional. Pelanggan jasa ini umumnya berasal dari berbagai
kalangan.
Dengan memaksimalkan teknologi dan pelayanan-pelayanan melalui sebuah
aplikasi Go-Jek telah menjadi alternatif kendaraan unum yang mampu
mengakomodir kebutuhan para konsumen yakni jasa pengantaran orang
maupun jasa akan lebih efisien dibandingkan dengan jasa ojek yang ada di pos-
pos tertentu. Fakta menarik dari gojek adalah kenyataan bahwa usaha ini
berkembang begitu cepat melalui peranan penting teknologi (Andreas, 2015).
Selama lebih dari satu dekade belakangan ini banyak masyarakat menghabiskan
waktu untuk menggunakan teknologi terutama internet, bertambahnya jumlah
pengguna internet di Indonesia, membuka peluang bisnis yang selama ini tidak
dilakukan. Orang-orang menjadi lebih kreatif dalam menawarkan produk dan
jasanya dan menjadikan konsumen tidak lagi oleh televise, radio, atau laptop.
Pada saat ini telepon seluler telah memungkinkan semua orang untuk dihubungi
dimana saja dan kapan saja. Media penyimpanan digital yang murah, wifi dan
ponsel pintar yang dilengkapi dengan kamera perekam digital membuat orang
dapat menyiarkan secara aktual. Berikut disajikan Tabel.1 Rekapitulasi hasil
prasurvey keseluruhan variabel kepada 20 driver Go-Jek.
Tabel. 1 Hasil Prasurvey Driver Go-Jek di Kota Batam
Pernyataan %
Variabel Driver Iya Tidak
Kepusan Kerja 20 58,7 39,8
Disiplin Kerja 20 68,3 31,5
Budaya 20 59,3 40,7
Organisasi
Motivasi Kerja 20 51,7 48,3
Kompensasi 20 54,3 45,7
Sumber: Hasil Penelitian, 2020

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
kepuasan kerja, disiplin kerja, budaya organisasi, motivasi kerja dan kompensasi
baik secara parsial maupun secara simultan terhadap kinerja driver Go-Jek di
kota Batam.

METODE PENELITIAN
Jenis dan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan menggunakan sumber data primer yang
merupakan sumber data yang diperoleh dari objek penelitian, dengan
menyebarkan kuesioner (angket) kepada 100 responden.

407
Populasi penelitian adalah 8413 driver Go-Jek yang berada di Kota Batam
(http://www.infojek.com). Sedangkan sampel penelitian menggunakan metode
non probability sampling dengan menggunakan purposive sampling. Menurut
Sugiyono (2013) purposive sampling merupakan sampel yang diambil sesuai
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang harus
dipenuhi driver Go-Jek yang berada di sekitar kecamatan Sagulung dan sudah
bergabung minimal 3 bulan serta berusia 18-50 tahun. Jumlah sampel pada
penelitian ini adalah 100 responden yang diambil dari populasi driver Go-Jek di
kecamatan Sagulung.
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah menggunakan
kuesioner/angket. Dimana kuesioner ini untuk mengetahui budaya organisasi,
disiplin kerja, motivasi kerja, kompensasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja
driver. Teknik analisis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
validitas konstruk (construct validity) menggunakan teknik korelasi product
moment dan uji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach.
Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini
menggunakan analisis regresis linier berganda yaitu teknik analisis untuk
mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dimana
sebelum itu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas menggunakan
uji Kolmogorov- Smirnov, uji multikolinieritas, dan uji hetoroskedastisitas,
ketiga uji prasyarat tersebut dibantu oleh program SPSS for windows version
20.0.
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka komseptual dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka konseptual

408
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan penelitian
deskriptif karena adanya variabel-variabel akan ditelaah hubungan serta tujuan
untuk menyajikan gambaran secara terstruktur, factual, menganai fakta-fakta
hubungannya antara variabel yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang
dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian adalah:
H1 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja driver Go-Jek di kota Batam.
H2 : Disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja driver Go-Jek di kota Batam.
H3 : Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja driver Go-Jek di kota
Batam.
H4 : Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja driver Go-Jek di kota Batam.
H5 : Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja driver Go-Jek di kota Batam.
H6 : Kepuasan kerja, disiplin kerja, budaya organisasi, motivasi kerja dan
kompensasi berpengaruh terhadap kinerja driver Go-Jek di kota Batam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskriptif Responden
Objek penelitian ini adalah 100 driver Go-Jek di daerah Sagulung. Berikut
merupakan deskriptif responden hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
Laki-Laki 97 97%
Perempuan 3 3%
Jumlah 100 100 %
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020
Berdasarkan Tabel 1 karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
terlihat bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 97
orang (97%) dan sebanyak 3 orang (3%) berjenis kelamin perempuan hal
ini menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih
dominan dibandingkan responden perempuan.
Tabel. 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah (orang) Persentase (%)
SMA Sederajat 93 93%
D1-D3 6 6%
S1 1 1%
S2 0 0%
Jumlah 100 100%
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Berdasarkan Tabel. 3 karakteristik responden berdasarkan pendidikan


terakhir terlihat bahwa pendidikan terakhir responden didominasi oleh
lulusan SMA sederajat hal ini dikarenakan pendidikan terakhir SMA

409
sederajat lebih sulit mencari lapangan pekerjaan dibandingkan
pendidikan terakhir yang D1-D3 dan S1 sehingga untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mereka lebih tertarik untuk menjadi driver Go-Jek
karena persyaratan yang diberikan perusahaan cukuplah mudah.
Sedangkan responden dengan pendidikan terakhir D1-D3 dan S1 rata-
rata mereka bekerja sebagai driver Go-Jek hanya untuk pekerjaan
sampingan saja.
Tabel.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja
Lama Bekerja Jumlah (orang) Persentase (%)
≤ 1 tahun 11 11%
1-2 tahun 60 60%
3-4 tahun 27 27%
≥ 5 tahun 2 2%
Jumlah 100 100%
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 4 karakteristik berdasarkan lama bekerja driver


didominasi oleh driver yang bekerja selama 1-2 tahun, hal ini dikarenakan
mayoritas driver di daerah Sagulung kurang dari 3 tahun baru mengenal
sistem ojek online seperti Go-Jek.
Tabel.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Lama Bekerja Jumlah (orang) Persentase (%)
20-30 tahun 33 33%
31-40 tahun 57 57%
41-50 tahun 9 9%
≥ 50 tahun 1 1%
Jumlah 100 100%
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5 responden yang paling dominan dikarenakan pada


saat usia tersebut adalah usia dimana tanggung jawab seorang laki-laki
adalah mencari nafkah untuk keluarganya.

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan untuk mengukur secara tepat terhadap variavel-variabel
penelitian. Validitas suatu instrumen akan menggambarkan tingkat
kemampuan alat ukur yang akan digunakan untuk mengungkapkan
sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran. Suatu item dikatakan
valid jika nilai r hitung yang dihasilkan lebih besar dari r tabel. R tabel
pada penelitian ini adalah sebesar 0,361 dengan pengujian kepada 30
responden.
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya konsistensi alat
ukur dalam penggunaannya. Suatu alat ukur dapat digunakan jika
memiliki koefisien reliabilitas lebih dari atau sama dengan 0,6 (Siregar,
2014). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Alpha

410
Cronbach diperoleh koefisien reliabilitas untuk masing-masing variabel
yang disajikan pada Tabel. 6 berikut:
Tabel 6. Rangkuman Hasil Perhitungan Reliabilitas Instrumen Angket
Variabel ralpha rkritis Interpretasi
Kepuasan Kerja (X1) 0,784 0,600 Reliabel
Disiplin Kerja (X2) 0,780 0,600 Reliabel
Budaya Organisasi (X3) 0,892 0,600 Reliabel
Motivasi Kerja (X4) 0,711 0,600 Reliabel
Kompensasi (X5) 0,719 0,600 Reliabel
Kinerja Karyawan (Y) 0,830 0,600 Reliabel
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Uji Normalitas
Pada scatter plot Gambar 1 terlihat titik yang mengikuti garis diagonal
menyebar ke semua arah daerah kurva normal.

Gambar 2. Hasil Uji Normalitas (P-P Plot)


Sumber: Hasil pengolah data, 2020

Uji Multikolinieritas
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program SPSS 25.0 diperoleh
hasil bahwa dari kedua variabel bebas yang ada diketahui memiliki nilai
VIF < 10, yang artinya tidak ada gejala multikolinieritas dalam model
regresi ini.
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel N Colinierity Statistics
Tolerance VIF
Kepuasan Kerja (X1) 100 0.390 2.561
Disiplin Kerja (X2) 100 0.265 3.775
Budaya organisasi (X3) 100 0.386 2.588
Motivasi Kerja (X4) 100 0.497 2.014
Kompensasi (X5) 100 0.331 3.017
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Uji Heteroskedastisitas

411
d

Gambar 3. Grafik Partial Regression Plot


Sumber: Hasil pengolah data, 2020

Berdasarkan pada Gambar .3 grafik Partial Regression Plot terlihat


bahwa model berdistribusi normal, dan model regresi yang terbentuk
diidentifikasi tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Tabel. 8 Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda


Variabel Koefisien thitung Sig.
Regresi
Konstanta -0.340
Kepuasan Kerja (X1) 0.229 2.017 0.047
Disiplin Kerja (X2) 0.096 0.709 0.480
Budaya organisasi (X3) -0.005 0.032 0.975
Motivasi Kerja (X4) 0.448 4.515 0.000
Kompensasi (X5) 0.091 0.776 0.493
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Berdasarkan Tabel. 8, diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai


berikut:

𝒀 = −𝟎, 𝟑𝟒𝟎 + 𝟎, 𝟐𝟐𝟗𝟏𝒙𝟏 + 𝟎, 𝟎𝟗𝟔𝒙𝟐 − 𝟎, 𝟎𝟎𝟓𝒙𝟑 + 𝟎, 𝟒𝟒𝟖𝒙𝟒 + 𝟎, 𝟎𝟗𝟏𝒙𝟓

Dari persamaan diatas, maka didapatkan acuan penjelasan dari persamaan


tersebut sebagai berikut:

9. Konstanta dengan nilai – 0,340 artinya jika variabel kepuasan kerja, disiplin
kerja, budya organisasi, motivasi kerja dan kompensasi bernilai 0, maka
kinerja driver Go-Jek menjadi – 0,340.

10. Koefisien regresi variabel kepuasan kerja adalah 0,229 artinya, jika variabel
independen lain dianggap nol dan nilai kepuasan kerja mengalami
peningkatan 1% maka kinerja driver Go-Jek akan mengalami peningkatan
0,229.

412
11. Koefisien regresi variabel disiplin kerja adalah 0, 096 artinya, jika variabel
independen lain dianggap nol dan nilai disiplin kerja mengalami
peningkatan 1% maka kinerja driver Go-Jek akan mengalami peningkatan
0, 096.

12. Koefisien regresi variabel budaya organisasi adalah – 0, 005 artinya, jika
variabel independen lain dianggap nol dan nilai budaya organisasi
mengalami peningkatan 1% maka kinerja driver Go-Jek akan mengalami
peningkatan – 0, 005

13. Koefisien regresi variabel motivasi kerja adalah 0,448 artinya, jika variabel
independen lain dianggap nol dan nilai motivasi kerja mengalami
peningkatan 1% maka kinerja driver Go-Jek akan mengalami peningkatan
0,448.

14. Koefisien regresi variabel kompensasi adalah 0,091 artinya, jika variabel
independen lain dianggap nol dan nilai kompensasi mengalami peningkatan
1% maka kinerja driver Go-Jek akan mengalami peningkatan 0,091.

Hasil Uji Hipotesis Penelitian


Hasil Uji t Parsial
Hasil uji t menunjukkan bahwa (a) Berdasarkan analisis regresi berganda
koefisiien bi (X1) = 0,229. Ini menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja driver, diketahui nilai thitung 2,017 > ttabel
(1,985) dan Sig 0,047 < 0,05, dari pengujian hipotesis menyatakan bahwa H a1
diterima dan Ho1 ditolak, maka dapat disimpulkan secara parsial kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja driver. (b) Koefisiien bi (X2)
= 0,096. Ini menunjukkan bahwa variabel disiplin kerja berpengaruh positif
terhadap kinerja driver, thitung 0,709 < ttabel (1,985) dan Sig 0,480 > 0,05. Dari
pengujian hipotesis menyatakan bahwa H o2 diterima dan Ha2 ditolak, maka
dapat disimpulkan secara parsial disiplin kerja kerja berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap kinerja driver. (c) Koefisiien bi (X3)= - 0,005. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi berpengaruh negatif terhadap
kinerja driver, diketahui nilai thitung 0,032 < ttabel (1,985) dan Sig 0,975 > 0,05,
dari pengujian hipotesis menyatakan bahwa H o3 diterima dan Ha3 ditolak, maka
dapat disimpulkan secara parsial budaya organisasi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kinerja driver. (d) Koefisiien bi (X4) = 0,096 yakni bernilai
positif. Hal ini berarti motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja driver.
Sedangkan nilai thitung 0,776 < ttabel (1,985) dan Sig 0,439 > 0,05, dari pengujian
hipotesis menyatakan bahwa H a4 diterima dan Ho4 ditolak, maka dapat
disimpulkan bahwa secara parsial motivasi kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja driver. (e) Koefisien bi (X5) = 0,096 yakni bernilai

413
positif. Hal ini berarti kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja driver.
Sedangkan nilai thitung 0,776 < ttabel (1,985) dan Sig 0,439 > 0,05, dari pengujian
hipotesis menyatakan bahwa Ho5 diterima dan Ha5 ditolak, maka dapat
disimpulkan secara parsial kompensasi berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap kinerja driver.

Hasil Uji F Simultan


Berdasarkan hasil Uji F menyatakan bahwa nilai Sig adalah 0,000 dan nilai F hitung
= 20,944. Karena Sig 0,000 < 0,05 dan F hitung = 20,944 > Ftabel = 2,310, dari
pengujian hipotesis menyatakan bahwa H a6 diterima dan Ho6 ditolak, maka
dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel bebas (kepuasan kerja,
disiplin kerja, budaya organisasi, motivasi kerja dan kompensasi) secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek.
Tabel. 9 Hasil Koefisien Determinasi (R2) (ANOVAa )
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 1689.163 5 337.833 20.944 .000b
1 Residual 1516.227 94 16.130
Total 3205.390 99
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Hasil Uji R2 (Determinasi)


Tabel. 10 Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Model Summary
Mode R R Square Adjusted R Std. Error of the
l Square Estimate
1 .720 .518 .492 4.05534
Sumber: Data Primer yang diolah, 2020

Berdasarkan Tabel. 33, nilai koefisien determinasi (R2) terletah pada


kolom R-Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar R2 =
0,527. Nilai tersebut berarti seluruh variabel bebas, yakni kepuasan kerja,
disiplin kerja, budaya organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara
simultan berpengaruh terhadap variabel terikat yakni kinerja driver Go-
Jek sebesar 52,7% sisanya sebesar 47,3 % dipengaruhi oleh faktor lain
yang tidak diteliti.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: (1) Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja driver Go-Jek di Kota Batam. (2)Disiplin kerja berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek di Kota Batam. (3) Budaya
organisasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja driver Go-
Jek di Kota Batam. (4) Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja driver Go-Jek di Kota Batam. (5) Kompensasi berpengaruh

414
positif dan tidak signifikan terhadap kinerja driver Go-Jek di Kota Batam. (6)
Kepuasan kerja, disiplin kerja, budaya organisasi, motivasi kerja dan
kompensasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja driver Go-
Jek di Kota Batam.

REFERENSI

Aarabi,M. S., Subramaniam, I. D., & Akeel, A. B. A. A. B. (2013). Relationship


Between Motivational Factors and Job Performance of Employees in
Malaysian Service Industry. Asian Social Science, 9(9), 301.

Agwu., M.O. (2014). Organization Culture and Employee Performance in the


National Agancy for Food and Drugs Adsminintrator and Control
(NAFDAC) Nigeria. Global Journal of Management Business Research
14.14 Issue: 1-10.

Ahmad Fadhil dan Yuniardi Mayowan. (2018). Pengaruh Motivasi Kerja


Terhadap Kinerja Karyawan AJB Bumi Putra. Jurnal Administrasi Bisnis
Vol. 54 No. 1 hal 40-47.

Andreas. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik


(Rev.ed). Yogyakarta:Rineka Cipta.

Bangun, Wilson. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.

Chintallo, S dan Mahadeo, J. (2013). Effect of Motivation on Employees Work


Performance at Ireland Blyth Limited. Proceedings of 8th Annual London
Business Research Conference Imperial Collage, London, UK, 8 ISBN: 978-
1-922069-28-3.
Danang, Sunyoto. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Buku
Seru.
Dewi Suryani Budiono. (2016). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan Melalui Komitmen Organisasi SEbagai Variabel Intervening
Pada PT. Kertarajasa Raya. Journal of Research in Economic and
Management Vol. 16 No. 1 hal 29-43.

Fahmi, Irfan. (2012). Manajemen (Teori, Kasus, dan Solusi).Cetakan Kedua.


Bandung: CV. Alfabeta.

415
Fitriyah Nurhidayah. (2017). Analisis Kompensasi Terhadap Kinerja Driver
Transportasi Online. Jurnal Akuntansi Maranatha Vol. 10 No. 2 hal 179-
186.

Ghaffari; Shah; Burgoyne, J; Nazri, M; Salleh, J. (2017). The Influence of


Motivation on Job Perfomance: A case Study at University Teknologi
Malaysia. Australian Journal of Basic and Apllied Sciences, 11(4), 92-99.

Ghozali, Imam. (2014). Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan
Program Amos 22.0. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Gunawan, Imam. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara

Hasibuan, Malayu S.P. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia edisi revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.

Indah Isnada. (2016). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai


Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Mamuju Utara. Jurnal Katalogis Vol
4 No. 2 hal 62-75.

Kretner & Kinichi. (2014). Organization Behavior Edisi Sembilan. Jakarta:


Salemba Empat.

Lestari, Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara. (2015). Penelitian


Pendidikan Matematika. Bandung: Rafika Aditama.

Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Mahmudi. (2010). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Cetakan Pertama.


Yogyakarta: BPFE.

Mahmuddin Y. 2018. Pengaruh Pengalaman, Komitmen, Motivasi Kerja terhadap


Kinerja Pegawai pada Dinas Pendidikan Kota Padang. Jurnal Ekonomi,
Bisnis dan Teknologi. Vol 7, No 2 hal 82-92.

Marwansyah. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Cetakan ke 4.


Bandung. CV. Alfabeta.

Masram dan Mu’ah. (2015). Manajamen Sumber Daya Manusia. Surabaya:


Zifatama Publisher.

Mohammad Rifky BP, Moch. Al Musadieq, Gunawan EN. (2017). Pengaruh


Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi

416
Pada Karyawan Giant Hypermarket Mall Olimpic Garden Malang. Jurnal
Administrasi Bisnis Vol. 47 No. 1 hal 47-55.

Mundakir dan Zainuri. (2018). Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Terhadap


Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel
Intervening. Jurnal Analisis Manajemen Bisnis Vol 1 No. 1 hal 37-48.
Nasution. (2010). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nunun Nurjanah. (2010). Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Karyawan. Jurnal Ilmiah Penelitian Manajemen. Vol. 8 No.1.
Nuraini Firmandari. (2014). Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan
Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Yogyakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Vol
9 No. 1 hal 25-34.
Nurlaila. (2012). Perilaku Organisasi. Jakarta: Semarak Tata Warna.
Prasetoningsih. (2014). Hubungan Antara Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja
Dengan Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar
Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Tesis. Program
Pascasarjana Imstutut Agama Islam Negeri Surakarta. Surakarta.
Rahayu, T.V., Ariyani V., Kurniawan, S. (2013). Pengaruh Kepemimpinan,
Lingkungan Kerja Fisik, dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan di
PT. PLN Cabang Madiun. Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi,
Vol.1(1): h:89-95.
Rivai, Veithzal dan Jauvani Sagala. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia
Untuk Perusahaan edisi ke dua cetakan kelima. Depok: PT. Raja Grafindo
Persada.
Rivai, Veithzal. (2010). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Cetakan ke-7.
Jakarta: Penerbit PT. Rajagrafindo Perkasa.
Rivai, Veithzal. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan
Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, Stephen. P. (2013). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok


Gramedia.
Rusda Irawati. (2015). Pengaruh Disiplin Kerja dan Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Operator Produksi PT. XXX. Jurnal Akuntansi Ekonomi dan
Mamanjemen Bisnis Vol 3 No. 2 hal 115-119.
Sedarmayanti. (2011). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Jakarta:
Mandar Maju.
Setiawan, Ferry dan Dewi, Kartika. (2014). Pengaruh Kompensasi dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada CV. Berkat
Anugrah. Jurnal. Denpasar: Universitas Udayana.
Simamora, Henry. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian
Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

417
Siregar, Sofian. (2014). Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Siagian, Sondang. (2012). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta
Sitinjak J.R.T dan Sugiarto. (2006). LISREL. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiharto dan Sitinjak. (2010). Stretegi Menaklukan Pasar. Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sukardi. (2016). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis Pendekatan Praktis. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis Pendekatan Praktis. Yogyakarta: Andi
Offset.
Sunyoto, Danang. (2015). Penelitian Sumber Daya Manusia:Teori, Kuesioner, Alat
Statistik, dan Contoh Riset. Yogyakarta: CAPS.
Supomo R, editor. (2018). Pengantar Manajemen. Cet ke-1. Bandung: Yrama
Widya.
Suprihati. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Perusahaan Sari Jati di Sragen. Jurnal paradigm Vol 12 No. 1 hal. 92-112.
Suprijono, Agus.(2016). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Surabaya: Alfabeta.
Syahron Lubis. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan. Padang: Sukabina
Press.
Syahyuti. (2010). Definisi, Variabel, Indikator dan Pengukuran dalam Ilmu Sosial.
Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Umi Wahidatu.M. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Driver Grab-Bike Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Manajemen dan Bisnis
Media Ekonomi, Vol. 109 No. 1 hal 190-201.
Veithzal Rivai. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari
Teori ke Praktek. Bandung: Rajagrapindo Persada.
Wibowo. (2017). Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Winardi. (2010). Motivasi, Permotivasian dan Manajemen. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Wirawan. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Yildiz, Muri. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian
Gabungan Edisi empat. Jakarta: Prenada Media.

418
KAJIAN TEORITIS WORK LIFE BALANCE
Nurul Komari1, Sulistiowati2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. Hadari Nawawi, 78124,
Pontianak, Indonesia
Abstrak
Saat ini telah terjadi perubahan pada dunia bisnis di mana persaingan sudah semakin ketat.
Akibatnya karyawan dituntut untuk menjalani kehidupan dan pekerjaan dengan waktu yang
panjang sehingga mengabaikan waktu untuk keperluan keluarga. Dalam jangka panjang
keadaan tersebut menimbulkan konflik pada kehidupan keluarga dan kurangnya waktu
untuk kehidupan individu. Lambat laun karyawan akan mengalami tekanan kerja dan sulit
untuk mendapatkan kepuasan kerja dan pada akhirnya produktivitas akan mengalami
penurunan. Mengatasi keadaan itu organisasi perlu menekankan pada penawaran pekerjaan
yang memfasilitasi ruang lingkup yang lebih baik untuk pengembangan potensi karyawan
dan agar karyawan dapat menjalani work-life balance (WLB). Konsep WLB mencakup
keseimbangan yang tepat antara karier dan ambisi di satu sisi dan gaya hidup seperti
kesehatan, kesenangan, waktu luang, keluarga, dan perkembangan spiritual di sisi lain.
Makalah ini bersifat teoritis serta menjelaskan berbagai teori WLB, anteseden dan
konsekuensi WLB dengan bantuan literatur yang sesuai dan penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan bidang ini.
Kata kunci: work-life balance, conflict theory, compensation theory, spillover theory, Border
theory

PENDAHULUAN
Pada dua dekade terakhir, semakin banyak penelitian menunjukkan jumlah
karyawan yang memiliki work life balance (WLB) yang buruk. Keadaan ini
disebabkan oleh terjadinya perubahan pada pola pekerjaan. Karyawan saat ini
membutuhkan waktu kerja yang sangat lama (Iacovoiu, 2020). Studi Mureşan
(2015) menyatakan bahwa karyawan bekerja 50 jam atau lebih per minggu.
Panjangnya waktu kerja karyawan menyebabkan konsekuensi negatif pada
kehidupan-keluarga (Virick, Lilly, & Casper, 2007) dan mempengaruhi kesehatan
fisik dan mental karyawan karena depresi, kecemasan, dan masalah yang
berhubungan dengan tekanan. Akibatnya kinerja karyawan ikut terpengaruh dan
membahayakan hidup (Kumarasamy, Pangil & Isa, 2016). Dalam domain kerja,
buruknya WLB menyebabkan kinerja yang buruk dan menyebabkan lebih banyak
ketidakhadiran karyawan (Frone, Russell & Cooper, 1997).
Dampak buruk dari WLB menyebabkan organisasi harus menciptakan keadaan
agar karyawan memiliki WLB yang baik. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika
WLB karyawan baik, maka hal ini dapat menyebabkan karyawan merasa bahagia
dan dapat berkinerja dengan baik (Soomro, Breitenecker & Shah (2018). WLB juga
meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan keluarga (Grzywacz, 2000) serta
komitmen organisasional (Cegarra-Leiva, Sánchez-Vidal & Gabriel Cegarra-Navarro,
2012; Wayne, Musisca & Fleeson, 2004). Studi Greenhaus & Powell, 2006; Hammer,
Neal, Newson, Brockwood & Colton, 2005 menemukan bahwa WLB dapat
menguntungkan karyawan dan organisasi.
Tujuan kajian teoritis WLB adalah untuk mengembangkan konsep WLB yang
pada awalnya membuat keseimbangan lebih menitik beratkan pada keseimbangan
pekerjaan-keluarga padahal dalam perkembangannya konsep keseimbangan tidak
terbatas pada anggota keluarga, tetapi juga mencakup bidang lain dalam kehidupan
individu.

419
Work-Life Balance
WLB merupakan suatu teori yang menjelaskan bagaimana individu mengatur
lingkungan pekerjaan dan keluarga dan batasan diantara keduanya untuk mencapai
keseimbangan (Clark, 2000). Konsep WLB pertama kali digunakan di Inggris selama
tahun 70-an. Namun, sebelum 1986 perusahaan mulai menerapkan kebijakan WLB.
Munculnya WLB sebagai tanggapan terhadap peningkatan ketidakpedulian pekerja
terhadap kehidupannya atau keluarga. Dalam kondisi tersebut karyawan fokus
menghabiskan waktu untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Hudson (2005) konsep WLB awalnya merupakan konsep untuk
membuat keseimbangan yang lebih menitik beratkan pada keseimbangan
pekerjaan-keluarga. Dalam perkembangannya konsep ini berubah karena masalah
keseimbangan tidak terbatas pada anggota keluarga, tetapi juga mencakup bidang
lain dalam kehidupan individu. Untuk alasan ini, istilah WLB telah menggantikan
apa yang awalnya dikenal sebagai Work-Family Balance. Berikut ini disajikan teori
yang berhubungan dengan WLB.

Conflict Theory

Konflik pekerjaan-keluarga terjadi ketika tuntutan kehidupan kerja


menimbulkan masalah dalam memenuhi tuntutan kehidupan keluarga. Konflik
pekerjaan-keluarga didefinisikan di mana peran dari pekerjaan dan keluarga saling
bertentangan (Greenhaus & Beutell, 1985). Konflik pekerjaan-keluarga awalnya
dianggap satu dimensi tetapi sekarang dikonseptualisasikan sebagai dua dimensi,
yaitu pekerjaan mengganggu keluarga dan sebaliknya (Frone, 1992). Tiga jenis
konflik pekerjaan-keluarga telah diidentifikasi dan dipelajari oleh Greenhaus &
Beutell (1985), yaitu konflik berbasis waktu, konflik berbasis ketegangan, dan
konflik berbasis perilaku. Ketika Tuntutan waktu pada satu peran membuat sulit
untuk berpartisipasi dalam peran lain, yang dikenal sebagai konflik berbasis waktu.
Berdasarkan kerangka kerja-keluarga, studi sebelumnya yang dilakukan oleh
Staines (1980) mengungkapkan bahwa kendala yang paling sering dialami antara
pekerjaan dan domain keluarga adalah persyaratan bersaing untuk waktu.
15. Greenhaus & Beutell (1985) menganjurkan dua bentuk konflik di mana
konflik berbasis waktu dimanifestasikan dan konsisten dengan karya Staines
(1980). Pertama, karena tekanan waktu yang terlibat dalam satu peran, secara fisik
tidak mungkin untuk memenuhi tuntutan waktu peran lain dan kedua, meskipun
secara fisik hadir dan berusaha memenuhi tuntutan satu domain, seseorang secara
mental disibukkan dengan domain lain. Jenis konflik kedua yaitu dikenal sebagai
konflik berbasis ketegangan. Hal ini terjadi ketika gejala psikologis (kecemasan,
kelelahan, dan mudah tersinggung) yang ditimbulkan oleh pekerjaan/tuntutan
keluarga meluas atau mengganggu peran lain, sehingga sulit untuk memenuhi
tanggung jawab baik pada peran pekerjaan maupun keluarga.

Compensation Theory
Teori Kompensasi menyatakan bahwa pekerja mencoba mengkompensasi
kurangnya kepuasan di satu domain dengan mencoba menemukan kepuasan lebih
di domain lain. Ini memberikan penjelasan tentang mengapa beberapa pekerja
menjadi lebih terlibat dalam pekerjaan mereka ketika mengalami masalah keluarga
(Lambert, 1990). Dengan kata lain, ketika orang mencoba mengkompensasi

420
kurangnya kepuasan di rumah, mereka menjadi lebih terlibat dalam pekerjaan
mereka dan keterlibatan kerja mereka akan meningkat.
Berbeda dengan studi Piotrkowski (1979) yang menyimpulkan bahwa laki-laki
memandang rumah mereka sebagai surga, dan melihat keluarga mereka sebagai
sumber kepuasan yang kurang diperoleh di pekerjaan. Studi Edwards & Rothbard
(2000) menyatakan bahwa terdapat dua bentuk kompensasi yang berbeda.
Pertama, orang dapat mengurangi domain yang tidak memuaskan dan
meningkatkan keterlibatan dalam domain yang berpotensi memuaskan. Kedua,
orang tersebut mungkin menanggapi ketidakpuasan di satu domain dengan
mengejar hadiah di domain lain.

Anteseden Work-Life Balance


WLB pada dasarnya disebabkan oleh banyak faktor. Studi Kumarasamy, Pangil &
Mohd Isa (2016) terhadap polisi di Malaysia menemukan bahwa 53,7 % petugas
kepolisian yang disurvei mengalami tingkat stres yang tinggi, yang merupakan
tanda ketidakseimbangan kehidupan-kerja. Studi ini menyimpulkan bahwa
kecerdasan emosional, keterlibatan kerja dan dukungan organisasi penting
dilakukan untuk meningkatkan WLB karyawan. Meskipun demikian, penelitian ini
mendukung fakta bahwa beban kerja dan kemajuan teknologi penting di tempat
kerja, tetapi beban kerja yang berlebihan dan penggunaan teknologi yang tidak
terkontrol dapat merusak WLB karyawan. Ini berarti organisasi harus memantau
kedua faktor ini sehingga dapat menguntungkan organisasi.
Koubova & Buchko (2013) menyatakan bahwa studi yang dilakukannya pada
dasarnya memperluas penelitian terkini tentang emotional intelligence (IE) dan
WLB secara konseptual dan mengintegrasikan kedua konsep ini untuk menyediakan
kerangka kerja penelitian dan investigasi di masa depan.Tingkat IE dipandang
sebagai pusat untuk mengembangkan WLB individu, dan efek utama dari kehidupan
pribadi seseorang menunjukkan bahwa lebih tepat untuk melihat pekerjaan sebagai
komponen kepuasan hidup secara keseluruhan.
Studi McCarthy, Darcy & Grady (2010) menyatakan bahwa perusahaan dapat
menciptakan WLB karyawan dengan memfasilitasi hal seperti pengaturan temporal
yang memungkinkan karyawan mengurangi jumlah jam kerja mereka seperti
berbagi pekerjaan, di mana dua karyawan berbagi satu pekerjaan. Hal lain adalah
kerja paruh waktu di mana seorang karyawan bekerja kurang dari setara penuh
waktu, kerja fleksibel yaitu pengaturan di mana karyawan memilih waktu mulai dan
selesai yang sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka. Dapat juga berupa home-
working dimana karyawan memiliki fleksibilitas lokasi dalam menyelesaikan
pekerjaan mereka. Dukungan WLB juga bisa dilakukan seperti konseling karyawan,
program bantuan karyawan, pelatihan manajemen waktu, pelatihan manajemen
stres, dan fasilitas penitipan anak di lokasi atau dukungan keuangan untuk
pengasuhan anak di luar lokasi (misalnya melalui pengasuhan anak bersubsidi).
Menurut Gragnano, Simbula & Miglioretti (2020) angkatan kerja saat ini
beragam, dan mungkin juga karyawan menghargai domain nonpekerjaan lainnya
selain keluarga. Oleh sebab itu ia memverifikasi pentingnya domain non-pekerjaan
yang berbeda dan spesifik dalam proses WLB terhadap 318 karyawan. Studi ini
menemukan bahwa pekerja menganggap kesehatan sama pentingnya dengan
keluarga. Usia, jenis kelamin, dan status orang tua memoderasi efek work family

421
balance terhadap kepuasan kerja, dan kemampuan kerja memoderasi efek work
health balance terhadap kepuasan kerja.
Penelitian Easmin, Anwar, Dovash & Karim (2019) terhadap 208 karyawan yang
bekerja di berbagai bank komersial swasta di Bangladesh menemukan bahwa beban
kerja, dukungan organisasi dan kecerdasan emosional berhubungan positif dengan
WLB. Namun, keterlibatan kerja dan kemajuan teknologi ditemukan berhubungan
negatif dengan WLB. Selain itu, temuan menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual
tidak terkait dengan WLB.
Hasil studi Liu, Wang, Li & Zhou. (2019) terhadap 393 karyawan di China
menemukan bahwa WLB lebih tinggi ketika preferensi dan penawaran organisasi
diselaraskan di tingkat yang lebih tinggi daripada di tingkat yang lebih rendah.
Selain itu, bentuk permukaan yang asimetris di sepanjang garis ketidaksesuaian
menunjukkan bahwa WLB karyawan cenderung rusak setelah penawaran organisasi
melebihi preferensi pribadi. Kesesuaian/ketidaksesuaian dalam hal preferensi dan
penawaran integrasi pekerjaan-keluarga menghasilkan yields distal efek pada fungsi
keluarga dan kepuasan perkawinan.
Githinji & Wekesa (2017) dalam studinya di 47 perusahaan asuransi di Nairobini
menemukan bahwa kehidupan rumah tangga mengganggu tanggung jawab di
tempat kerja seperti mulai bekerja tepat waktu. Pekerjaan membuat perubahan
pada rencana dan kegiatan karyawan dengan keluarga dan teman dan adanya
kkebijakan organisasi yang mengatur keseimbangan kesetaraan gender dalam
perusahaan. Organisasi juga memiliki kebijakan yang jelas tentang berbagai jenis
cuti di tempat kerja. Kebijakan organisasi membawa kekhawatiran karyawan
terhadap kehidupan sosial. Penelitian ini juga menemukan bahwa pengayaan
pekerjaan-keluarga berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga serta gender
memiliki dampak signifikan pada factor kritis organisasi untuk menjaga WLB.
Studi Beutell (2010) terhadap 2.810 karyawan dari berbagai organisasi tentang
jadwal kerja ditemukan berhubungan signifikan dengan pekerjaan mengganggu
keluarga dan sinergi keluarga-pekerjaan, namun keluarga tidak mengganggu
pekerjaan. Studi ini juga menemukan bahwa dukungan pengawasan yang dirasakan
secara signifikan berhubungan dengan pengendalian jadwal kerja karyawan dan
kepuasan jadwal kerja. Allen & Kiburz (2012) menemukan bahwa orang tua yang
bekerja lebih memperhatikan keseimbangan pekerjaan-keluarga (WFB) yang lebih
besar. Penemuan ini memberikan dukungan awal bahwa pengaturan diri yang
ditingkatkan yang datang dengan kesadaran dapat memungkinkan individu untuk
mengalami kepuasan dan efektivitas dalam setiap peran. Kontribusi unik lainnya
dari penelitian ini adalah bahwa proses yang menghubungkan sifat perhatian
dengan WFB adalah melalui peningkatan kualitas tidur dan vitalitas. Individu yang
cenderung lebih perhatian, cenderung mengalami kualitas tidur yang lebih baik dan
memiliki vitalitas, dan pada gilirannya berhubungan dengan WFB lebih baik. Studi
ini memberikan bukti lebih lanjut tentang pentingnya kualitas tidur bagi orang tua
yang bekerja.

Konsekuensi Work-Life Balance


Studi Rego & Chunka (2009); Harrington & Ladge (2009); Johari, Yean Tan & Tjik
Zulkarnain (2018) menemukan bahwa WLB memiliki hubungan yang signifikan
dengan kinerja. Ini menunjukkan bahwa karyawan yang mampu menyulap

422
pekerjaan dan kehidupan dan mengendalikan serta mengelola masalah sendiri,
mampu melakukan yang terbaik di tempat kerja. Kehidupan pribadi yang lebih baik,
cenderung memiliki suasana hati yang lebih baik di tempat kerja. Mas-Machuca,
Berbegal-Mirabent & Alegre (2016) menemukan bahwa otonomi dan dukungan
supervisor berhubungan positif terhadap WLB. Scholarios & Marks (2004)
menyatakan bahwa WLB memiliki konsekuensi penting bagi sikap karyawan
terhadap organisasi serta kehidupan karyawan. Wilkinson (2008) menyimpulkan
bahwa konsekuensi dari sebuah ketidakseimbangan antara pekerjaan dan
kehidupan-pribadi atau keluarga adalah kelelahan emosional, sinisme. Bloom &
VanReenen (2006) menemukan bahwa perusahaan dengan praktik WLB yang lebih
baik secara signifikan menyebabkan produktifitas lebih tinggi. Studi Yutaka Ueda
(2012) terhadap 2.972 karyawan Jepang menemukan bahwa WLB berhubungan
dengan kepuasan kerja pada karyawan wanita yang dimoderasi oleh pendapatan
tahunan.

KESIMPULAN
WLB merupakan suatu teori yang menjelaskan bagaimana individu mengatur
lingkungan pekerjaan dan keluarga dan batasan diantara keduanya untuk mencapai
keseimbangan. WLB memiliki konsekuensi penting bagi sikap karyawan terhadap
organisasi serta kehidupan karyawan. WLB menjadi perhatian sebagai isu vital saat
ini bagi individu maupun bagi organisasi. WLB telah didefinisikan dan dielaborasi
oleh berbagai para akademisi dan menghubungkan masalah ini dengan cara yang
berbeda. Sejumlah faktor terlibat dalam menentukan WLB dan ketidakseimbangan
memainkan peran penting dalam kehidupan pribadi dan profesional. Dari studi
terdahulu terlihat jelas bahwa banyak sekali anteseden dan konsekuen WLB
ditemukan. WLB yang baik menciptakan sejumlah hal konsekuensi positif
sedangkan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan keluarga individu memiliki
pengaruh efek negatif.

REFERENSI
Allen, T. D., & Kiburz, K. M. (2012). Trait mindfulness and work–family balance
among working parents: The mediating effects of vitality and sleep quality.
Journal of Vocational Behavior, 80(2), 372-
379. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2011.09.002.

Beutell, N. J. (2010). The Causes and Consequences of Work-Family Synergy: An


Empirical Study in the United States. International Journal of Management,
27(3), 650-664.

Bloom, N., & Van Reenen, J. (2006), “Management practices, work–life balance, and
productivity: a review of some recent evidence. Oxford Review of Economic
Policy, 22(4), 457-482. https://doi.org/10.1093/oxrep/grj027.

Cegarra-Leiva, D., Sánchez-Vidal, M., & Gabriel Cegarra-Navarro, J. (2012).


Understanding the link between work life balance practices and
organisational outcomes in SMEs. Personnel Review, 41(3), 359-379.
DOI: 10.1108/00483481211212986.

423
Easmin, R., Anwar, T., Dovash, R. H., & Karim, R. (2019). Improving Work Life
Balance: A Study on Employees in Private Commercial Banks of Bangladesh.
IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM), 21(5), 1-12.
DOI: 10.9790/487X-2105080112.

Edwards, J. R., & Rothbard, N.P. (2000). Mechanisms linking work and family:
clarifying the relationship between work and family constructs. Academy of
Management Review, 25, 178-199. https://doi.org/10.2307/259269.

Frone, Russel., & Cooper (1992). Antecedents and outcomes of work-family conflict:
Testing a model of the work-family interface. Journal of Applied Psychology,
77, 65-78. DOI: 10.1037//0021-9010.77.1.65.

Frone, M., Russell, M., & Cooper, M. (1997). Relation of work-family conflict to health
outcomes: A four-year longitudinal study of employed parents. Journal Of
Occupational And Organizational Psychology, 70(4), 325-335.
DOI: 10.1111/j.2044-8325.1997.tb00652.x.

Githinji, F., & Wekesa, S. (2017). The Influence of Technology on Employees’ Work
Life Balance in the Insurance Industry. IOSR Journal of Humanities and Social
Science 22(5), 21-26. DOI: 10.9790/0837-2205052126.

Gragnano, A., Simbula, S., & Miglioretti, M. (2020). Work-Life Balance: Weighing the
Importance of Work–Family and Work–Health Balance. International Journal
of Environmental Research and Public Health, 17(3),
907. DOI: 10.3390/ijerph17030907

Grzywacz, J. (2000). Toward a theory of work-family enrichment. Houston, TX.

Greenhaus, J., & Powell, G. (2006). When work and family are allies. A theory of
work-family enrichment. Academy of management review, 31, 72-92. .
https://users.ugent.be/~wbeyers/scripties2018/artikels/When%20work%
20and%20family%20are%20allies.pdf.

Greenhaus, J. H., & Beutell, N.J. (1985). Source of conflict between work and family
roles. Academy of Management Review, 10(1), 76-88. DOI: 10.2307/258214.

Hammer, L.B., Neal, M.B., Newson, J.T., Brockwood, K.J., & Colton, C. L. (2005). A
longitudinal study of the effects of dual-earner couples’ utilization of family
friendly workplace supports on work and family outcomes. Journal of
Applied Psychology, 90(4), 799-810. https://doi.org/10.1037/0021-
9010.90.4.799.

Harrington, B. and Ladge, J. (2009), “Present Dynamics and Future Directions for
Organizations. Organizational Dynamics”, 38(2), 148-157.

Hudson. 2005. The Case for Work-Life Balance. The Case for Work/Life Balance:
Closing the Gap Between Policy and Practice.

424
Iacovoiu, V. B. (2020). Work-Life Balance between Theory and Practice. A
Comparative Analysis Viorela Beatrice. Economic Insights -Trends and
Challenges , 9(2), 57- 67.

Johari, J., Yean Tan, F., & Tjik Zulkarnain, Z. I. (2018). Autonomy, workload, work-life
balance and job performance among teachers. International Journal of
Educational Management, 32(1), 107-120.
https://doi.org/10.1108/IJEM-10-2016-0226.

Koubova, V., & Buchko, A. A. (2013). Life-work balance: Emotional intelligence as a


crucial component of achieving both personal life and work performance.
Management Research Review, 36(7), 700-719.
https://doi.org/10.1108/MRR-05-2012-0115.

Kumarasamy, M. M., Pangil, F., & Mohd Isa, M. F. (2016). The effect of emotional
intelligence on police officers’ work-life balance. International Journal of
Police Science & Management, 18(3), 184-
194https://doi.org/10.1177/1461355716647745.
.
Lambert, S. J. (1990). Processes Linking Work and Family: A Critical Review and
Research Agenda. Human Relations, 43(3), 239–257. Liu, P., Wang, X., Li, A.,
& Zhou, L. (2019). Predicting Work–
Fahttps://doi.org/10.1177/001872679004300303.

mily Balance: A New Perspective on Person–Environment Fit. Frontiers in


Psychology, 10, 1-13. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.01804.

Mas-Machuca, M., Berbegal-Mirabent, J., & Alegre, I. (2016). Work-life balance and
its relationship with organizational pride and job satisfaction. Journal of
Managerial Psychology, 31(2), 586–602. DOI: 10.1108/JMP-09-2014-0272.

McCarthy, A., Darcy, C., & Grady, G. (2010). Work-life balance policy and practice:
Understanding line managers attitudes and behaviors. Human Resource
Management Review, 20(2), 158-167. doi:10.1016/j.hrmr.2009.12.001.

Muresan, J. D., 2015. Sales Productivity Reported to Occupational Stress in the Retail
Banking Field, Economic Insights–Trends and Challenges, 67(3), pp. 133-
142. http://upg-bulletin-se.ro/old_site/archive/2015-3/14.Muresan.pdf.

Piotrkowski, C. (1979). Work and the family system: A naturalistic study of working
class and lower middle class families. New York: The Free Press.
https://doi.org/10.1093/sf/59.3.866
Rego, A., and Pina e Cunha, M. (2009), “Do the opportunities for learning and
personal development lead to happiness? It depends on work-family
conciliation”, Journal of Occupational Health Psychology, 14(3), 334-348. doi:
10.1037/a0014248.

425
Soomro, A. A., Breitenecker, R. J., & Shah, S. A. M. (2018). Relation of work-life
balance, work-family conflict, and family-work conflict with the employee
performance-moderating role of job satisfaction. South Asian Journal of
Business Studies, 7(1), 129-146. https://doi.org/10.1108/sajbs-02-2017-
0018.

Staines, G.L. (1980). Spillover versus compensation: A review of the literature on the
relationship between work and nonwork. Human Relations, 33, 111-129.
DOIs: 10.1177/001872678003300203

Virick, M., Lilly, J. D., & Casper, W. J. (2007). Doing more with less. Career Development
International, 12(5), 463-480. DOI: 10.1108/13620430710773772

Wayne, J. H., Musisca, N. and Fleeson, W. (2004), “Considering the role of personality
in the work–family experience: Relationships of the big five to work–family
conflict and facilitation”. Journal of Vocational Behavior, 64(1), 108-130.
https://doi.org/10.1016/S0001-8791(03)00035-6

Wilkinson, S. J. (2008). Work-life balance in the Australian and New Zealand


surveying Profession. Structural Survey. 26(2), 120-130. doi:
10.1108/02630800810883058.

Yutaka Ueda (2012). The Relationship between Work-life Balance Programs and
Employee Satisfaction: Gender Differences in the Moderating Effect of
Annual Income. Journal of Business Administration Research, 1(1), 65-74
DOI: https://doi.org/10.5430/jbar.v1n1p65

426
Pengaruh Komunikasi, Pelatihan, dan Kreativitas
Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pandemi Covid-19
Sri Langgeng Ratnasari_1a*, Rafi Alamin_2b, Ervin Nora Susanti_3c
aUniversitas Riau Kepulauan_1, Jl. Pahlawan No. 99 Batu Aji, Kota Batam, Indonesia_1
bUniversitas Riau Kepulauan_2, Jl. Pahlawan No. 99 Batu Aji, Kota Batam, Indonesia_2
cUniversitas Riau Kepulauan_3, Jl. Pahlawan No. 99 Batu Aji, Kota Batam, Indonesia_3

*Email: sarisucahyo@yahoo.com

Abstrak

Kinerja karyawan menentukan kinerja organisasi, oleh karena itu kinerja karyawan
menjadi perhatian organisasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh
komunikasi terhadap kinerja karyawan, untuk menganalisis pengaruh pelatihan
terhadap kinerja karyawan, untuk menganalisis pengaruh kreativitas terhadap kinerja
karyawan, untuk menganalisis pengaruh komunikasi, pelatihan, dan kreativitas
terhadap kinerja karyawan. Populasi penelitian adalah karyawan PT. ASL Shipyard
Indonesia yang berjumlah 97 orang. Sampel penelitian 97 responden dengan
menggunakan teknik sampling sensus. Analisis data menggunakan regresi linier
berganda dengan SPSS. Hasil penelitian adalah komunikasi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan, pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan, pelatihan berpengaruh terhadap kinerja karyawan, kreativitas berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan, dan komunikasi, pelatihan, dan kreativitas
berpengaruh signifikan terhadap kienrja karyawan.
Kata kunci: Pelatihan_1, Komunikasi_2, Kreativitas_3, Kinerja Karyawan_4

PENDAHULUAN
Komunikasi dalam organisasi atau peruhasaan sebagai komponen yang
penting untuk menunjang kinerja organisasi maupun kinerja karyawan. Komunikasi
merupakan alat guna menciptakan kerjasama dalam suatu organisasi, dengan
komunikasi akan meningkatkan setiap anggota untuk saling membantu, saling
mengadakan interaksi dan saling mempengaruhi sehingga organisasi tersebut tetap
hidup. Komunikasi menunjukan adanya interaksi secara langsung sehingga akan
adanya kejelasan tentang tugas pokok fungsi atau apa yang harus diperintahkan
sesuai dengan apa yang telah di tentukan.
Komunikasi internal merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi
baik sebagai individu maupun sebagai personal yang menduduki jabatan.
Komunikasi dapat diartikan sebagai kemampuan interaksi dalam berkoordinasi
untuk menjalankan aktivitas dalam pekerjaan atau fungsi dengan standar yang
diharapkan. Salah satu tolak ukur berjalannya organisasi yang efektif dan
menghasilkan output sesuai yang diharapkan yaitu kinerja yang optimal.
Pelatihan dan pengembangan sering kita dengar dalam dunia kerja di
perusahaan, organisasi, lembaga, atau bahkan dalam instansi pemerintahan.
pelatihan dan pengembangan merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan
untuk meningkatkan kemampuan, sehingga karyawan bisa lebih baik dan
menguasai pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan.
Pelatihan dan pengembangan sering dilakukan sebagai upaya meningkatkan
kinerja para tenaga kerja yang dianggap belum mampu untuk mengemban
pekerjaannya. Secara deskripsi tertentu potensi para pekerja pemerintahan yang

427
lazim disebut karyawan mungkin sudah memenuhi syarat administarasi pada
pekerjaanya, tetapi secara aktual para karyawan harus mengikuti atau mengimbangi
perkembangan pendidikan sesuai dengan tugas yang dijabat atau yang akan
dijabatnya. Hal ini yang mendorong pihak swasta untuk memfasilitasi pelatihan dan
pengembangan karir karyawan guna mendapatkan hasil kinerja yang baik.
Training yang dilakukan pada perusahaan terhadap karyawan untuk deft
facility yaitu setiap satu bulan dua kali training training masalah sefty first selama
dua jam, Komunikasi yang digunakan dalam bekerja yaitu bahasa Indonesia dan
bahasa inggris untuk melayani owner atau customer, kreativitas terdiri dari
beberapa posisi karyawan dalam posisi kerja nya masing- masing yaitu mechanic,
electrician, btm dock, rempang D,pumping, rigger, operator transporter, trailer,
exafator, loa dock, forklift, docking, setting stong dock.
Salah satu fungsi sangat perlu pelatihan dan pengembangan. Hal ini sebagai
upaya untuk mempersiapkan para tenaga kerja atau karyawan untuk menghadapi
tugas pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya. Management thought
yang dikemukakan bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan kerja yang tepat.
Teori ini sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan terburuk dalam
kemampuan dan tanggung jawab bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas
jabatan lebih efektif dan efisien sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dengan
melalui pelatihan dan pengembangan, karyawan akan mampu mengerjakan,
meningkatkan, mengembangkan pekerjaannya.
Pada PT. ASL Sharipyd Indonesia pelatihan yang terjadi pada karyawannya
haruslah efektif dimana pelatihan yang dibuat dan dijalankan dapat mempengaruhi
kegiatan organisasi, seperti efisiensi kerja, pengembangan jabatan dalam promosi
jabatan, dan motivasi yang mendorong tongkat kinerja yang baik. Dengan harapan
pelatihan dapat menjalankan sistem organisasi yang efektif.
Pada dasarnya setiap perusahaan yang didirikan mempunyai harapan bahwa
kelak dikemudian hari akan mengalami perkembangan yang pesat didalam lingkup
kegiatannya dan menginginkan terciptanya kinerja yang tinggi dalam bidang
pekerjaannya. Untuk mewujudkan operasinya tersebut dibutuhkan beberapa faktor
produksi yaitu, tenaga kerja, modal, dan keahlian, dimana keempat faktor tersebut
tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus saling mendukung untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisisen dan diantara keempat faktor utama tersebut faktor
tenaga kerja atau manusia dalam hal ini adalah karyawan, merupakan hal yang
terpenting karena manusia merupakan pemakai dan penggerak serta penentu dari
semua aktivitas.
Kreativitas berasal dari individu yang mempunyai keahlian dan
keterampilan berpikir Kreatif berdasarkan pendidikan formal dan pengalaman
masa lalu. Dengan adanya pelatihan serta kreativitas yang dimiliki oleh karyawan,
maka seorang karyawan diharapkan mampu menghadapi tugas-tugas yang sangat
kompleks serta dapat mencapai kinerja yang tinggi. Kreativitas karyawan juga
merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
Kreativitas pada bagian teknisi yaitu karyawan mampu membuat suatu alat
yang diciptakan untuk menunjang kegiatan teknik. Selain itu, kemampuan berfikir
karyawan terhadap tugas, serta cepat dan tanggap terhadap penanganan keluhan
pelanggan di PT. ASL Shipyard Indonesia.
Kinerja merupakan hasil usaha yang dilakukan oleh karyawan dalam proses
pencapaian tujuan, dari hasil kinerja dapat terlihat sejauh mana usaha yang
dilakukan dalam proses pencapaian tujuan yang dilakukan. Untuk mendapatkan

428
kinerja yang tinggi seharusnya ada hubungan timbal balik apa yang telah di
tentukan dengan apa yang terjadi dilapangan. Hal ini akan mengakibatkan
kecocokan dan kesesuaian antara tujuan dengan hasil yang di capai karena adanya
komunikasi yang jelas dan rinci.
Kinerja karyawan dianggap penting bagi organisasi karena keberhasilan suatu
organisasi dipengaruhi oleh kinerja itu sendiri. Setiap organisasi akan berusaha
untuk meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Berbagai cara ditempuh untuk meningkatkan kinerja karyawan
misalnya melalui pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi dan motivasi
serta menciptakan lingkungan kerja yang baik. Oleh karena itu upaya-upaya untuk
meningkatkan kinerja karyawan merupakan tantangan manajemen yang paling
serius karena keberhasilan untuk mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
organisasi, tergantung pada kualitas kinerja sumber daya manusia yang ada di
dalamnya.
Menurut Edison (2016) kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu
dan diukur selama periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Setyowati & Haryani (2016) mengemukakan
bahwa istilah kinerja dari kata job performance atau actual performance (prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan padanya.
Kinerja menjadi cerminan kemampuan dan keterampilannya dalam
pekerjaan tertentu yang akan berdampak pada reward dari perusahaan.. Menurut
Sutrisno (2016), kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas,
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing atau
tentang bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai
dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya serta kuantitas, kualitas dan waktu
yang digunakan dalam menjalankan tugas.
Sandy, (2015) kinerja ialah prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Menurut
Marwansyah (2016) kinerja adalah pencapaian atau prestasi seseorang berkenaan
dengan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Menurut Widodo (2015) kinerja
adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu, Kinerja adalah
tingkatan pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Kata communio dibuat kata kerja communicate, yang berarti membagi
sesuatu dengan seseorang, tukar menukar, membicarakan sesuatu dengan orang,
membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang,
bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman. (Nurjaman dan Umam,
(2012).
Menurut Berelson dan Mulyana (2013), komunikasi: trasnmisi informasi,
gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan symbol-simbol,
kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi
itulah yang biasa disebut komunikasi. Menurut Miller (2013), komunikasi terjadi
ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang
disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.
DeVito (2011) menyatakan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh
satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh

429
gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh
tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.
Menurut Mangkunegara (2013) pelatihan adalah Suatu proses pendidikan
jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana
karyawan non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam
tujuan terbatas. Menurut Sutrisno (2016), pelatihan adalah usaha untuk
meningkatkan prestasi kerja (kinerja) karyawan dalam pekerjaannya sekarang atau
dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera.
Menurut Dessler (2015), pelatihan merupakan proses mengajarkan
karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan
untuk menjalankan pekerjaan mereka. Menurut Widodo (2015), pelatihan
merupakan serangkaian aktivitas individu dalam meningkatkan keahlian dan
pengetahuan secara sistematis sehingga mampu memiliki kinerja yang profesional
di bidangnya. Pelatihan adalah proses pembelajaran yang memungkinkan karyawan
melaksanakan pekerjaan yang sekarang sesuai dengan standar.
Menurut Notoatmodjo (2009) pelatihan merupakan upaya yang berkaitan
dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah
menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Pengembangan (development)
diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda
atau yang lebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga atau instansi
pendidikan.
Menurut Handoko (2011) pengertian latihan dan pengembangan adalah
berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai
ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan
menyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
sekarang. Sedangkan pengembangan (Developrnent) mempunyai ruang lingkup
lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian.
Gomes (2013) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki
performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung
jawabnya. Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah
pengembangan, perbedaannya kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi
kerja pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidaklah harus,
pengembangan mempunyai cakupan yang lebih luas dengan pelatihan.
Kreativitas sebagai suatu potensi perkembangannya tidak terlepas dari
aspek psikologi yang melekat berkaitan dengan pola pikir, sikap maupun mental.
Slameto (2010) berasumsi bahwa pada hakikatnya, pengertian kreatif berhubungan
dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru
dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Suryana (2017) menyatakan bahwa
kreativitas adalah berpikir sesuatu yang baru dan berbeda. Orang kreatif adalah
orang yang selalu berpikir tentang kebaruan, perbedaan, kegunaan, dan dapat
dimengerti.
Asrori (2013) menyatakan bahwa kreativitas adalah ciri-ciri khas yang
dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada
sebelumnya menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan
lingkungannya untuk menghadapi permasalahan dan mencari alternatif
pemecahannya melalui cara-cara berpikir yang menyeluruh.

430
Kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
menemukan dan menciptakan hal baru, cara-cara baru, model baru yang berguna
bagi dirinya dan masyarakat. Hal baru itu tidak perlu sesuatu yang sama sekali
unsur-unsurnya mungkin telah ada sebelumnya, tetapi individu menemukan
kombinasi baru, hubungan baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda
dengan keadaan yang sebelumnya (Sukmadinata, 2015). Semiawan (2016)
kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik
berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada
sebelumnya.
Munandar (2012), mengemukakan bahwa kreativitas adalah hasil interaksi
antara individu dan lingkungannya, kemampuan untuk membuat kombinasi baru,
berdasarkan data, informasi, atau unsur-unur yang sudah ada atau dikenal
sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh
seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari
lingkungan masyarakat. Kreativitas diartikan sebagai penggunaan imaginasi dan
kecerdikan untuk mencapai sesuatu atau untuk mendapatkan solusi yang unik
dalam mengatasi persoalan (Susanto, 2013).
Berdasarkan tinjauan teoritis dan hasil temuan empiris, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1: Terdapat pengaruh komunikasi terhadap kinerja karyawan PT. ASL Shipyard
Indonesia.
H2: Terdapat pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan PT. ASL Shipyard
Indonesia.
H3: Terdapat pengaruh kreativitas terhadap kinerja karyawan PT. ASL Shipyard
Indonesia.
H4: Terdapat pengaruh komunikasi, pelatihan dan kerativitas secara simultan
terhadap kinerja karyawan PT. ASL Shipyard Indonesia

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang
spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal
hingga pembuatan desain penelitiannya. Menurut Sugiyono (2013) metode
penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang berlandaskan pada
filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau
statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, desain yang
digunakan adalah desain deskriptif dan dilakukan pula penelaahan hubungan antara
variabel (desain kausal) yang berguna untuk mengukur hubungan antara variabel
riset atau untuk menganalisis pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survei,
dengan alat bantu kuesioner tertutup dengan alternatif jawaban terdiri dari interval
bernilai 1 – 5.
Populasi penelitian ini adalah karyawan PT. ASL Shipyard Indonesia bagian
facility yang berjumlah 97 orang. Sehubungan populasi dalam penelitian ini sedikit,
maka seluruh populasi dalam penelitian ini akan dijadikan sampel (sampel jenuh)

431
yaitu sampel berjumlah 97 orang. Teknik sampling yang di gunakan pada penelitian
ini adalah sensus.
Teknik Analisis Data
Uji Validitas
Menurut Wibowo (2012) uji validitas yaitu uji yang dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana alat pengukur itu mampu mengukur apa yang ingin diukur.
Kriteria pada pengujian validitas dilakukan dengan membandingkan r hitung dan rtabel,
sedangkan rtabel ditentukan menggunakan rumus df=n-2.
Uji Reliabilitas
Menurut Wibowo (2012) reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk
menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila
pengukuran diulangi dua kali atau lebih
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan alat bantu SPSS uji statistik
Cronbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai
Cronbach Alpha≥ 0.6 atau r hitung >r tabel (Sugiyono, 2014).
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan guna memastikan bahwa data yang akan dianalisis
berdistribusi normal atau tidak.
Uji Multikolinearitas.
Menurut Wibowo (2012) menyatakan, di dalam persamaan regresi tidak
boleh terjadi multikolinieritas, maksudnya tidak boleh ada korelasi atau hubungan
yang sempurna atau mendekati sempurna antara variabel bebas yang membentuk
persamaan tersebut. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variable independen. Apabila nilai tolerance <0.10, atau sama dengan nilai
VIF>10, maka dapat dikatakan bahwa model regresi terdapat gejala
multikolinearitas dan sebaliknya.
Uji Heteroskedastisitas
Menurut Wibowo (2012) menyatakan, suatu model dikatakan memiliki
problem heteroskedastisitas itu berarti ada atau terdapat varian variabel dalam
model yang tidak sama. Gejala ini dapat pula diartikan bahwa model terjadi
ketidaksamaan varian dari residual pada pengamatan model regresi tersebut. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Jika p value > 0.05 tidak signifikan berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas artinya model regresi lolos uji heteroskedastisitas
Pengujian Hipotesis
Uji T (Parsial)
Uji ini dugunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
bebasnya secara sendiri-sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikatnya. Dengan ketentuan thitung > ttable atau probabilitas kesalahan kurang dari
5% maka membuktikan variable bebas secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap variable tidak bebas,Ha diterima dan H0 ditolak.
Uji F (Simultan)
Uji F atau ANNOVA dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikasi yang
ditetapkan untuk penelitian dengan probability value dari hasil penelitian. Untuk
hipotesis, uji F digunakan untuk menguji pengaruh simultan variabel independen
terhadap variabel dependen. Jika uji F menghasilkan F hitung > F tabel dan nilai
signifikasi < 0,05 (A=5%),
Uji R2

432
Wibowo (2012) menyatakan uji R Square sama dengan koefisien determinasi.
Nilai yang digunakan untuk melihat sejauhmana model yang terbentuk dapat
menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Nilai ini merupakan ukuran ketetapan atau
kecocokan garis regresi yang diperoleh dari pendugaan kata yang diobservasi atau
diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil olahan data untuk uji validitas setiap variabel didapatkan
hasil nilai r-hitung > r-tabel 0.200 sehingga dinyatakan valid. Pada uji reliabilitas
setiap variabel memiliki nilai Cronbach Alpa > 0.60 sehingga dinyatakan realibel.

Gambar 1. Grafik Normalitas P-P Plot


Sumber: Data Primer diolah, 2020
Hasil uji normalitas dengan menggunakan normal P-P Plots of Regression
menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki distribusi
yang normal. Ini dapat diketahui dari adanya kecenderungan data menyebar di
sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

Gambar 2. Grafik Partial Regression Plot


Sumber: Data Primer diolah, 2020
Grafik Partial Regression Plot terlihat titik-titik pada scatter plot menyebar
dan tidak membentuk sebuah pola serta sebarannya diatas dan dibawah angka 0,
hal ini menunjukkan bahwa model tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Tabel 1 Hasil Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
Komunikasi .785 1.274
1 Pelatihan .544 1.838
Kreativitas .664 1.506
Sumber: Data Primer diolah, 2020

433
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
nilai VIF untuk setiap variabel independen kurang dari 10. Nilai VIF dari variabel
komunikasi sebesar sebesar 1.274, variabel pelatihan sebesar 1.838 dan variabel
kreativitas sebesar 1.506. Nilai tolerance untuk setiap variabel independen lebih
besar dari 0.10. Variabel komunikasi sebesar 0.785, variabel pelatihan sebesar
0.544 dan variabel kreativitas sebesar 0.664. oleh karena itu maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen.
Tabel 2 Hasil Uji T
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardi t Sig.
Coefficients zed
Coefficie
nts
B Std. Beta
Error
4.78
(Constant) 9.193 1.920 .000
7
9.56
Komunikasi .708 .074 .481 .000
7
1
6.37
Pelatihan .258 .040 .385 .000
0
5.72
Kreativitas .249 .044 .313 .000
3
a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan
Sumber: Data Primer diolah, 2020
Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 2 di atas maka dilakukan persamaan regresi
sebagai berikut:
Y= 9.193 + 0.708X1 + 0.258X2 + 0.249X3 + e
a. Nilai t hitung untuk variabel komunikasi sebesar 9.567 > 1.661 t tabel dan nilai
sig 0.000 < 0.05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka H0 ditolak dan H1
diterima untuk variabel komunikasi, dengan demikian maka secara parsial
variabel komunikasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
b. Nilai t hitung untuk variabel pelatihan sebesar 6.370 > 1.661 t tabel dan nilai sig
0.000 < 0.05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka H0 ditolak dan H2 diterima
untuk variabel pelatihan, dengan demikian maka secara parsial variabel
pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
c. Nilai t hitung untuk variabel kreativitas sebesar 5.723 > 1.661 t tabel dan nilai
sig 0.000 < 0.05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka H0 ditolak dan H3
diterima untuk variabel kreativitas, dengan demikian maka secara parsial
variabel kreativitas berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Tabel 3 Hasil Uji F
ANOVAa
Model Sum of Df Mean F Sig.
Squares Square
Regress 139.3
657.838 3 219.279 .000b
ion 94
1
Residua
133.713 93 1.573
l

434
Total 791.551 96
a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan
b. Predictors: (Constant), Kreativitas, Komunikasi, Pelatihan
Sumber: Data Primer diolah, 2020
Hasil pengolahan data pada Tabel 3 menunjukkan nilai F hitung 139.394 >
2.70 F tabel dan signikansi 0.000<0.05, maka keputusan yang diambil adalah H0
ditolak dan H4 diterima. Kesimpulannya adalah secara simultan variabel
komunikasi (X1), variabel pelatihan (X2) dan variabel kreativitas (X3) berpengaruh
signifikan terhadap variabel kinerja karyawan (Y), artinya komunikasi, pelatihan
dan kreativitas dapat menjelaskan kinerja karyawan PT. ASL Shipyard Indonesia.

Tabel 4 Hasil Uji Determinasi


Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .912a .831 .825 1.25423
a. Predictors: (Constant), Kreativitas, Komunikasi, Pelatihan
b. Dependent Variable: Kinerja Karyawan
Sumber: Data Primer diolah, 2020
Berdasarkan hasil pada Tabel 4 diperoleh nilai angka R sebesar 0.912,
artinya korelasi antara variabel komunikasi, pelatihan dan kreativitas terhadap
kinerja karyawan sebesar 91.2%. Nilai determinasi (R2) yang diperoleh sebesar
0.831, hal ini berarti presentase sumbangan variabel komunikasi, pelatihan dan
kreativitas dalam model regresi sebesar 83.1% dan hubungan yang terjadi adalah
sangat kuat, sedangkan sisanya sebanyak 16.9% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak diteliti atau tidak dimasukkan pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisa di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
komunikasi, pelatihan dan kreativitas secara bersama-sama mampu memberikan
sumbangan yang besar atau sangat kuat terhadap kinerja karyawan PT. ASL
Shipyard Indonesia.
PEMBAHASAN
Hasil pada penelitian ini terdapat variabel komunikasi memiliki nilai t hitung
9.567> 1.661 t tabel dan signifikansi 0.000<0.05 yang keputusannya H0 ditolak dan
H1 diterima kesimpulannya komunikasi secara parsial berpengaruh positif terhadap
kinerja karyawan PT. ASL Shipyard Indonesia. Hasil ini diperoleh karena karyawan
merasa terjalinnya komunikasi yang jelas dari pimpinan, karyawan juga mampu
berkomunikasi kepada rekan kerja lainnya, saling memberi dukungan dan dapat
saling memahami dan kemudian pembahasaan yang digunakan dapat dimengerti
oleh karyawan, sehingga hal ini membuat kinerja karyawan dapat lebih baik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitan Sugandha (2017) dengan judul Pengaruh
Komunikasi Dan Pelatihan Dalam Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Studi
Kasus Pada PT. Culletprima Setia Tangerang.
Hasil pada penelitian ini terdapat variabel pelatihan memiliki nilai t hitung
6.370> 1.661 t tabel dan siginifikansi 0.000<0.05 yang keputusannya H0 ditolak dan
H2 diterima kesimpulannya pelatihan secara parsial berpengaruh positif terhadap
kinerja karyawan PT. ASL Shipyard Indonesia. Hasil ini diperoleh karena karyawan

435
diberikan kesempatan untuk belajar oleh perusahaan, materi yang dipelajari
berkaitan erat dengan pekerjaan karyawan dan karyawan juga mampu mengikuti
seluruh pelatihan yang diberikan oleh perusahaan, sehingga hal ini dapat membuat
kinerja karyawan semakin meningkat seiring dengan rutinnya pengadaan pelatihan
oleh perusahaan. Penelitian ini sejalan dengan penelitan Subroto (2018) dengan
judul Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan.
Hasil pada penelitian ini terdapat variabel kreativitas memiliki nilai t hitung
5.723> 1.661 t tabel dan signifikansi 0.000<0.05 yang keputusannya H0 ditolak dan
H3 diterima kesimpulannya kreativitas secara parsial berpengaruh positif terhadap
kinerja karyawan PT. ASL Shipyard Indonesia. Hasil ini diperoleh karena karyawan
merasa selalu menemukan ide baru, karyawan mampu dalam mengatasi
permasalahn yang ada dan kemudian setiap kesulitas yang terjadi juga dapat
diselesaikan oleh karyawan, serta karyawan merasa memiliki kebanggaan tersendiri
atas ide, gagasan ataupun penemuan baru, sehingga hal ini dapat meningkatkan
kinerja para karyawan. Penelitian ini sejalan dengan penelitan Zahrah (2017)
dengan judul Studi Kreativitas Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Kasus
KPP Pratama Surabaya Genteng dan KPP Pratama Surabaya Gubeng).
Hasil pada penelitian ini dan berdasarkan hasil olahan data maka diperoleh
memiliki nilai F hitung 139.934> 2.70 F tabel dan signifikansi 0.000<0.05 yang
keputusannya H0 ditolak dan H4 diterima. Kesimpulannya komunikasi, pelatihan
dan kreativitas secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PT.
ASL Shipyard Indonesia. Pada penelitian ini dengan adanya komunikasi yang baik
antar sesama, pengadaan pelatihan bagi karyawan dan menyalurkan kreativitas
karyawan serta mengapresiasinya dapat meningkatkan kualitas kinerja karyawan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zahrah (2017), Sugandha (2017), Subroto
(2018) dan Wijanarka (2018).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
PT. ASL Shipyard Indonesia.
2. Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
ASL Shipyard Indonesia.
3. Kreativitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
PT. ASL Shipyard Indonesia.
4. Komunikasi, pelatihan dan kreativitas secara simultan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. ASL Shipyard Indonesia.

REFERENSI
Anggereni, N. W. E. S. (2019). Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Kabupaten Buleleng. Jurnal Pendidikan
Ekonomi Undiksha, 10(2), 606-615.
Boe, I. (2014). Pengaruh Program Pelatihan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai Negeri Sipil Dikantor Kepresidenan Republik Timor Leste. E-Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 3(2014), 559-580.
Eko, W. S. (2015). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan
Pertama. Penerbit: Pustaka Belajar, Yogyakarta.

436
Hasibuan, M. S., & Hasibuan, H. M. S. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi
Aksara.
Handoko, T. Hani. (2015). Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia, Edisi
Ke-2. Yogyakarta: BPFE.
Kumeang, N. C., Tewal, B., & Sendow, G. M. (2019). Pengaruh Pengalaman Kerja,
Komunikasi Dan Sikap Terhadap Kinerja Karyawan Pada Rumah Makan
Padang Di Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan
Akuntansi, 7(3).
Mangkunegara, A. A. P. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT.
Remaja Rosdakarya.
Mangkunegara, A. P. (2012). Evaluasi Kinerja SDM, Cetakan Keenam. Bandung:
Refika Aditama.
Marwansyah. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Dua. Cetakan
Keempat. Bandung: CV Alfabeta,
Nanda, P., Rifa'i, M., & Retno Ayu Dewi, N. (2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
Pelatihan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan. Studi Kasus Pada UD Aan
Jaya Snack, Kota Batu (Doctoral Dissertation, Fakultas Ekonomi Universitas
Tribhuwana Tungga Dewi Malang).
No, J. G. P. (2018). Pengaruh Kreativitas, Kedisiplinan, Kompensasi Dan Komunikasi
Interpersonal Terhadap Kinerja Karyawan Pdam Kota Padang. Journal Of
Economic And Economic Education Vol, 6(2), 143-155.
Prawirosentono (2017). Manajemen Sumber Daya Manausia Kinerja Dan Motivasi
Karyawan Membangun Organisasi Kompetitif Era Perdagangan Bebas Dunia.
Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
Purwanto. (2016). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Redianis, N. L., Putra, A. A. B. M. A., & Osin, R. F. (2020). Pengaruh Kepemimpinan
Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Sebagai Solusi Meningkatkan
Sumber Daya Manusia Pada Hotel Di Kabupaten Badung. Jurnal Ekonomi Dan
Pariwisata, 15(1).
Sedarmayanti. (2014). Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja.
Jakarta:Mandar Maju.
Setyowati. (2018). Pengaruh Pelatihan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan.
OPTIMAL: Jurnal Ekonomi Dan Kewirausahaan Vol.12 No.1 2018.
Siswanto, B. (2015). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif
Dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugandha. (2017). Pengaruh Komunikasi Dan Pelatihan Dalam Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan Studi Kasus Pada PT. Culletprima Setia Tangerang.
Convergence : Vol. No. 2
Sularmi, L., & Banjal, T. P. (2020). Pengaruh Pengembangan Karier Terhadap Kinerja
Karyawan Di PT. Unibless Indo Multi. JENIUS (Jurnal Ilmiah Manajemen
Sumber Daya Manusia), 3(3), 294-302.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susanti, F. S. (2019). Pengaruh Pelatihan Dan Komunikasi Terhadap Kinerja
Karyawan Pada Klinik Tumbuh Kembang Yamet Pamulang. Jurnal Semarak,
1(3), 39-48.
Sutrisno (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetakan Ke Tujuh). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Suwatno (2016). Manajemen SDM Dalam Organisasi Publik Dan Bisnis.

437
Thoha Badeni. (2015). Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Veithzal Rivai, (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari
Teori Ke Praktek. Bandung: Rajagrafindo Persada.

438
Pengaruh Mediasi Beban Kerja Terhadap Insentif dan Kinerja Pada
Bidan di Puskesmas Kubu Raya
Emy Heriyani 1, Ilzar Daud2
Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Universitas Tanjungpura
*Email : emyagysemy@student.untan.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengaruh mediasi beban kerja
terhadap insentif dan kinerja pada Bidan di Puskesmas Kubu Raya. Metode yang
digunakan adalah penelitian asosiatif didefinisikan sebagai sebuah penelitian yang
memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Jumlah
sampel yang diambil dari populasi adalah 45 Bidan Puskesmas Kubu Raya dengan
menggunakan teknik simple random sampling. Analisis uji dilakukan dengan
mencari analisis Path yang diperoleh pada path Pertama ZX= 0,586X dan Path
kedua YXZ = 0,322X + 0,415Y. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan dan positif antara insentif dengan beban kerja serta ada
hubungan yang signifikan dan positif antara insentif dan beban kerja kerja terhadap
kinerja dan Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja pengaruh secara langsung
diperoleh sebesar 0,104 lebih kecil dari pengaruh secara tidak langsung diperoleh
sebesar 0,134. Artinya Insentif akan lebih bagus meningkatkan Kinerja jika di
dukung atau tanpa melalui oleh Beban Kerja terlebih dahulu
Kata kunci : Beban Kerja, Insentif, Kinerja

PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hal yang berhubungan dengan pelayanan dasar
yang harus disediakan dan diselenggarakan oleh pemerintah baik di
tingkat Pusat, Propinsi, dan kabupaten/kota. Hal ini berdasarkan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia pasal 28 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan,
mendapatkan tempat tinggal yang layak dengan lingkungan yang baik dan
sehat serta hidup sejahtera lahir dan batin. Kemudian disebutkan pada
ayat (3) yaitu setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
bermartabat.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan
pelayanan kesehatan pada masyarakat adalah dengan cara membangun
instansi kesehatan di setiap kecamatan diseluruh Indonesia yaitu Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Sesuai dengan Undang-Undang
No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan menjelaskan bahwa upaya
kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau

439
masyarakat.
Sesuai dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan
menjelaskan bahwa upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat. Pelaksanaan dan pelayanan dalam
bidang kesehatan dilakukan oleh petugas fungsional khusus yaitu
petugas pelayanan yang dituntut memiliki profesionalitas SDM yang
paham dengan baik tujuan pelayanan dan bagaimana mencapai tujuan
pelayanan tersebut. Ini sesuai dengan visi dan misi Dinas Kesehatan
Kabupaten Kubu Raya yaitu: Terwujudnya Kabupaten Kubu Raya yang
bahagia, bermartabat, terdepan, berkualitas dan religius. Serta
meningkatkan pelayanan publik yang mendasar dan perbaikan kualitas
hidup masyarakat, meningkatkan penguatan aktivitas dan kelembagaan
bernuansa religius di seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan
penguatan peran kemampuan perempuan untuk peningkatkan kualitas
dan kemandirian ekonomi
Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Kubu Raya, terdapat 14 kasus kematian ibu dan anak pada
tahun 2018, serta terdapat 16 kasus kematian ibu dan anak pada tahun
2019. Peningkatan kasus kematian ibu dan anak tersebut, seharusnya
dapat dikendalikan maupun dicegah melalui peran para bidan. Bidan
sebagai pelaksana utama pelayanan kebidanan merupakan ujung tombak
dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB), dikarenakan para bidan tersebut bersentuhan langsung terhadap
pasien dan dapat melakukan edukasi yang diperlukan. Selama ini para
bidan mengeluhkan beban kerja begitu tinggi, dimana beban kerja
seorang bidan yang meliputi: Memberikan pelayanan kesehatan pada
remaja, pelayanan ibu hamil dari trimester 1 sampai trimester 3,
pelayanan pada bayi baru lahir, pelayanan pada ibu masa nifas,
pelayanan pada KB dan memberikan pelayanan pada masa lansia. Selain
itu profesi Bidan merupakan pekerjaan yang membutuhkan tenaga
pikiran maupun tenaga fisik, juga dituntut selalu tanggap setiap saat
menangani pasien dalam keadaan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal yang harus dilaksanakan dengan sigap sehingga beban kerja
para bidan akan bertambah berat.
Pemberian insentif merupakan salah satu hal pokok yang harus
diperhatikan oleh instansi tempat bekerja. Semangat seorang pegawai
dalam bekerja dipengaruhi oleh besaran insentif yang diterima (Dessler,
2009). Tetapi tetap harus diingat menjadi seorang Bidan itu adalah

440
panggilan jiwa, bekerja dengan ikhlas dan selalu menyebarkan kasih-
sayang kemanapun dan dimanapun berada. Dengan dedikasi dan
semangat pengabdian yang telah ditorehkan bagi tugas kemanusiaan yang
luhur seorang Bidan tetap harus memberikan pelayanan yang berkualitas.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005). Sedangkan Mathis dan
Jackson (2006) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah
keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja
instansi atau instansi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di instansi tersebut.
Menurut Meshkati (2012) beban kerja adalah sebagai perbedaan
antara kemampuan pekerjaan dengan tuntunan pekerjaan. Beban kerja
merupakan kemampuan pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai
dengan banyaknya tuntutan pekerjaan yang diberikan kepada pegawai.
Beban kerja mengacu dari banyaknya pekerjaan yang diberikan sebuah
instansi untuk seorang pegawai dimana beban kerja dibatasi oleh
kapasitas kemampuan dari pegawai tersebut. Beban kerja diartikan
sebagai jumlah pekerjaan yang ditanggung oleh seorang pegawai atau unit
pekerjaan dalam sebuah instansi yang harus diselesaikan dalam jangka
waktu tertentu.
Terdapat penelitian terdahulu tentang Pengaruh Insentif dan Hadiah
Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan oleh Fatah dan Suhandini (2019).
Dimana dalam pemberian reward di PT. Bank Tabungan Negara masih
terbatas pada kondisi situasi kerja antara lain, kinerja pegawai. Pemberian
Insentif dan reward kepada pegawai dipengaruhi oleh kinerja dari
pegawai dan faktor lain. Pemberian insentif merupakan sarana agar
pegawai untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya insentif
yang sesuai dan layak maka kinerja yang mereka hasilkan pun akan
meningkat. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pegawai
mempunyai motif tertentu seperti pemenuhan kebutuhan fisik dan
keamanan, kebutuhan bersosial, dan kebutuhan egoistik pada saat
mereka bekerja untuk instansi.
Permasalahan terkait pemberian insentif, beban kerja, maupun kinerja
sudah sangat sering terjadi dimanapun instansinya baik perusahaan
swasta maupun instansi negara, sehingga permasalahan tersebut
menjadi latar belakang penulis untuk dijadikan pembahasan ilmiah.

KAJIAN LITERATUR

441
Insentif
Kata insentif merupakan kata serapan dari bahasa Inggris Incentive
mempunyai arti pendorong. Insentif merupakan salah satu bentuk
kompensasi yang telah dikenal sejak jaman dulu. Insentif adalah suatu
bentuk dorongan finansial kepada pegawai sebagai bentuk balas jasa jasa
instansi kepada pegawai atas prestasi pegawai tersebut. Insentif adalah
suatu bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan
gainsharing, sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat
peningkatan produktivitas dan efesiensi biaya, Kadarisman (2012).
Insentif dalam perkembangannya bisa dalam berbagai bentuk seperti
bonus, komisi baik secara finansial (uang, saham) ataupun dalam bentuk
benefit lain seperti jalan-jalan ke luar negeri, rumah, mobil dan lain-lain,
(Riani 2013). Menurut Mathis & Jackson (2011) Insentif adalah imbalan
yang diberikan berkaitan dengan hasil kinerja individu, kelompok atau tim
atau keberhasilan dalam suatu instansi.

Pembayaran insentif akan tepat jika diberikan sesuai dengan hasil


kinerja yang dilihat dari keberhasilan instansi tersebut. Landasan
filosofis dari insentif dinilai dari beberapa aspek yaitu
1. Beberapa pekerjaan berkontribusi lebih besar terhadap
keberhasilan instansi daripada yang lain.
2. Beberapa orang berkinerja lebih baik dan lebih produktif
daripada yang lain.
3. Pegawai yang berkinerja lebih baik harus menerima lebih banyak
kompensasi.
4. Banyak kompensasi total pegawai harus dikaitkan
langsung dengan kinerja dan hasil.
Werther dan Davis (Wibowo 2013:83) memperlihatkan ada beberapa
bentuk dalam pemberian insentif yaitu:
1. Piecework yang merupakan pembayaran diukur menurut
banyaknya unit atau satuan barang atau jasa yang
dihasilkan
2. Production bonuses yang merupakan penghargaan yang
diberikan atas prestasi yang melebihi target yang
ditetapkan
3. Commisions yang merupakan persentase harga jual atau
jumlah tetap atas barang yang dijual
4. Maturity curve yang merupakan pembayaran berdasarkan
kinerja yang diranking menjadi marginal, below average,
average, good, dan outstanding
5. Merit raises yang merupakan pembayaran kenaikan upah

442
diberikan setelah evaluasi kinerja
6. Pay for knowledge/pay for skill yang merupakan kompensasi
karena kemampuan menumbuhkan inovasi
7. Non meonetary insentive yang merupakan penghargaan
diberikan dalam bentuk plakat, sertifikat, liburan dan lain-lain
8. Executive incentives yang merupakan insentif yang
diberikan kepada eksekutif yang perlu mempertimbangkan
keseimbangan hasil jangka pendeka dengan kinerja jangka
panjang
9. International incentives yang diberikan karena penempatan
seseorang untuk penempatan di luar negeri

Beban Kerja
Menurut Menpan (2007) pengertian beban kerja adalah
sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu
unit instansi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan menurut Permendagri No. 12
/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh
suatu jabatan atau unit instansi dan merupakan hasil kali antara volume
kerja dan waktu kerja.
Menurut Putra (dalam Henani 2018), indikator beban kerja
meliputi :
a. Target yang harus dicapai, yaitu pandangan individu
mengenai besarnya target kerja yang diberikan untuk
menyelesaikan pekerjaannya, misalnya mendapatkan
nasabah dan pendapatan omset instansi yang telah
ditetapkan.
b. Kondisi pekerjaan yang mencakup tentang bagaimana
pandangan yang dimiliki oleh individu mengenai kondisi
pekerjaannya, misalnya mengambil keputusan dengan cepat
pada saat melayani pasien dan mampu mengatasi kejadian
yang tak terduga seperti bekerja diluar jam kerja untuk
mendatangi pasien dan menyelesaikan pekerjaan lainnya
c. Standar pekerjaan, yaitu ungkapan dari individu itu sendiri
mengenai pekerjaannya, misalnya perasaan yang timbul
mengenai beban kerja yang harus diselesaikan dalam
jangka waktu tertentu.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Departemen Dalam Negeri
dan Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa dilakukannya pengukuran

443
beban kerja memberikan beberapa manfaat kepada instansi, yakni:
a. Penataan/penyempurnaan struktur instansi.
b. Penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja unit.
c. Bahan penyempurnan sistem dan prosedur kerja.
d. Sarana peningkatan kinerja kelembagaan.
e. Penyusunan standar beban kerja jabatan/kelembagaan,
penyusunan daftar susunan pegawai atau bahan penetapan
eselonisasi jabatan struktural.
f. Beban kerja suatu instansi disusun sesuai dengan kebutuhan
pegawai secara riil.
g. Pegawai yang kekurangan di suatu unit bisa diatasi dengan
program mutasi pegawai.
h. Program promosi pegawai.
i. Reward and punishment terhadap unit atau penjabat.
j. Bahan penyempurnaan program diklat.
k. Bahan penetapan kebijakan bagi pimpinan dalam rangka
peningkatan pendayagunaan sumber daya manusia.
l. Beban kerja memberikan beberapa keuntungan bagi instansi

Kinerja
Kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang
berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirement)
(Bangun, 2012). Menurut Mulyadi (2005), kinerja adalah penentuan
secara periodik efektifitas operasional instansi, bagian instansi dan
pegawainya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Menurut Mangkunegara (2002) karakteristik orang yang mempunyai
kinerja tinggi adalah sebagai berikut:
a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
b. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
c. Memiliki tujuan yang realistis.
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang
untuk merealisasi tujuannya.
e. Seluruh kegiatan kerja yang dilakukan harus konkrit dan
memanfaatkan umpan balik (feed back).

Indikator untuk mengukur kinerja pegawai secara individu ada enam


indikator yaitu (Robbins, 2006):
a. Kualitas, diukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasil kan serta kesempurnaan tugas
terhadap keterampilan dan kemampuan pegawai.

444
b. Kuantitas yang merupakan jumlah yang dihasilkan
dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus
aktivitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan waktu yang merupakan tingkat aktivitas
diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat
dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
d. Efektivitas yang merupakan tingkat penggunaan sumber
daya instansi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku)
dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari
setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian yang merupakan tingkat seorang pegawai
yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya
Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana
pegawai mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan
tanggung jawab pegawai terhadap kantor.
Yuwono dan Sony (2007) mengatakan manfaat pengukuran kinerja
adalah sebagai berikut:
a. Dalam sebuah instansi upaya memberi kepuasan kepada
pelanggan dengan cara membawa pelanggan tersebut lebih
dekat dan dukungan dari seluruh karyawan diperlukan
untuk peningkatan kinerja.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai
bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong
upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut
(reduction of waste).
d. Membuat suatu sasaran strategis yang biasanya masih
kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat
proses pembelajaran instansi.
e. Membangun konsensus untuk melakukan sesuatu
perubahan dengan memberi reward atas perilaku yang
diharapkan tersebut. Uraian manfaat pengukuran kinerja
tersebut sudah cukup baik, hanya saja kekurangannya
belum mengungkapkan manfaat pengukuran kinerja
terkait dengan aspek non-market yaitu lingkungan dan
sosial.

445
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran dan paradigma penelitian pada
halaman sebelum nya, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Insentif berpengaruh signifikan terhadap beban kerja Bidan Puskesmas
Kubu Raya
H2 : Insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja Bidan Puskesmas Kubu Raya
H3 : Beban kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja Bidan Puskesmas
Kubu Raya

H4 : Insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja Bidan Puskesmas Kubu


Raya melalui beban kerja

16. METODE PENELITIAN


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh beban kerja terhadap insentif dan kinerja pada Bidan
Puskesmas Kubu Raya, Kalimantan Barat. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian asosiatif didefinisikan sebagai sebuah
penelitian yang memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel atau lebih. Jumlah sampel yang diambil dari populasi adalah 45
Bidan Puskesmas Kubu Raya dengan menggunakan teknik simple random
sampling, terdiri dari 3 divisi Kesehatan Ibu, Kesehatan anak dan
Keluarga Berencana. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
regresi dan korelasi. Sedangkan untuk mengetahui besarnya variasi
kinerja ditentukan oleh variabel beban kerja dianalisis dengan koefisien
determinasi:

Gambar 1. Kerangka Konseptual


Penelitian Sumber: Data Primer
Diolah 2020

Hasil Penelitian
Persamaan Path Pertama
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama- sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Priyatno,2010). Analisis regresi pertama digunakan untuk
mengetahui kekuatan hubungan dari variabel bebas (independent)
terhadap variabel terikat (dependent). Pada analisis regresi pertama
persamaan struktural pertama adalah :

446
Y1 Beban Kerja b1 Insentif
Tabel 4.1
Hasil Uji Analisis Regresi Linear
Berganda
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.

Model B Std. Beta


Error
1 (Constant 41.505 4.83 8.581 .000
) 7
.586
Insentif .464 .23 3.239 .032
3

a. Dependent
Variable: Beban
Kerja Sumber: Data
primer diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 4.1, diperoleh model persamaan regresi liner berganda


tahap pertama sebagai berikut :
ZX = β1ZX ZX = 0,586X

Dimana :
Z = Variabel Beban Kerja
β1,β2, β2 = Koefisien
Regresi X =
Variabel Insentif
Dari persamaan regresi diatas dapat dijelaskan beberapa hal sebagai
berikut:
Koefisien regresi variabel Beban Kerja (X1) sebesar 0,586 dengan
nilai signifikansi 0,009 berarti semakin tinggi penilaian terhadap Beban
Kerja Bidan Puskesmas Kubu Raya, Kalimantan Barat akan berdampak
pada semakin meningkatnya Insentif Bidan Puskesmas Kubu Raya,
Kalimantan Barat.
Analisis path kedua digunakan untuk mengetahui kekuatan
hubungan dari variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat
(dependent). Pada analisis regresi pertama persamaan struktural kedua
adalah :
Y1 Kinerja Bidan = b 1 Beban Kerja + b2 Insentif

Tabel 4.2

447
Hasil Uji Analisis Regresi Linear

Berganda Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Beta t Sig.


Error
1 (Constant) 60.14 17.310 3.47 .001
7 5
.322
Insentif .241 .293 - .025
b. Dependent 3.138
Variable: Kinerja
Sumber: Data
primer diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 4.2, diperoleh model persamaan regresi liner berganda


tahap pertama sebagai berikut :
YXZ = β1YX + β2YZ
YXZ = 0,322X + 0,415Y
Dimana :
Y = Variabel Kinerja Bidan
β1,β2, β3, β4 =
Koefisien Regresi X = Variabel
Insentif
Z = Variabel Beban
Kerja e = Error
Dari persamaan regresi diatas dapat dijelaskan beberapa hal
sebagai berikut:

1. Koefisien regresi variabel Insentif (X) sebesar 0,322 dengan


nilai signifikansi 0,025 berarti semakin tinggi penilaian
terhadap Insentif Bidan Puskesmas Kubu Raya, Kalimantan
Barat akan berdampak pada semakin menurunnya Kinerja
Bidan Puskesmas Kubu Raya, Kalimantan Barat.
2. Koefisien regresi variabel Beban Kerja (Z) sebesar 0,415
dengan nilai signifikansi 0,030 berarti semakin tinggi
penilaian terhadap Beban Kerja Bidan Puskesmas Kubu
Raya, Kalimantan Barat Pontianak akan berdampak pada
semakin meningkatnya Kinerja Bidan Puskesmas Kubu
Raya, Kalimantan Barat
Pengaruh Langsung Dan Pengaruh Tidak Langsung
Menurut Solimun (2011:68) menyatakan bahwa besarnya kontribusi
relatif pengaruh langsung suatu variabel terhadap variabel lain, dihiting

448
dengan cara mengkuadratkan koefisien jalur, sedangkan pengaruh tidak
langsung di dapat dengan cara mengalikan koefisien jalur pengaruh
langsung dari 2 variabel dengan koefisien jalur pengaruh langsung dari 2
variabel lainnya dalam satu rangkaian model penelitian.
Dengan demikian perhitungan besarnya pengaruh langsung dan
pengaruh tidak langsung dalam penelitian ini dapat dikemukakan pada
Tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.3
Pengaruh Langsung Dan Pengaruh Tidak Langsung

Variabel Beta Pengaruh Pengaruh Tidak Total


Langsung Langsung Pengaruh

Z→Y 0,415 0,010

X→Y 0,322 0,104 0,13 0,124


4
Sumber: data primer diolah, 2020

Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh langsung maupun


pengaruh tidak langsung sebagai berikut:
Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja pengaruh secara langsung
diperoleh sebesar 0,104 lebih kecil dari pengaruh secara tidak langsung
diperoleh sebesar 0,134. Artinya Beban Kerja akan lebih bagus
meningkatkan Kinerja jika di dukung atau tanpa melalui oleh Insentif
terlebih dahulu.

Kesimpulan
Berdasarkan pengujian dan hasil analisis yang telah dilakukan pada
peneltian ini, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1 membuktikan bahwa
Insentif secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Beban Kerja Bidan Puskesmas Kubu Raya, Kalimantan
Barat.

2. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2 membuktikan bahwa


Insentif secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Beban Kerja Bidan Puskesmas Kubu Raya, Kalimantan
Barat.
3. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 3 membuktikan bahwa
Beban Kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Insentif Bidan Puskesmas Kubu Raya, Kalimantan
Barat.

449
4. Pengaruh Insentif terhadap Kinerja pengaruh secara langsung
diperoleh sebesar 0,104 lebih kecil dari pengaruh secara tidak
langsung diperoleh sebesar 0,134. Artinya Insentif akan lebih
bagus meningkatkan Kinerja jika di dukung atau tanpa melalui
oleh Beban Kerja terlebih dahulu

REFERENSI
Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Erlangga
Basit, A.A. (2018). Examining how respectful engagement affects task
performance and affective organizational commitment The role of
job engagement. Journal is available on Emerald Insight at:
www.emeraldinsight.com/0048-3484.htm
Simon. Burgess, & Marisa. Ratto (2003). Peran insentif di sector public :
Masalah dan bukti Tinjauan Oxford Kebijakan Ekonomi, 19 (2), 285-300
Denny Bagus, “Insentif: Definisi, Tujuan, Jenis, Proses, dan Syarat Pemberian
Insentif” http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/insentif-definisi-
tujuan- jenis-proses.html di akses tanggal 07 Juni pukul 18.30 Wib.
Diviani. G.M (2015). Analisis Pengaruh Insentif terhadap Kinerja Pegawai
Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada
pegawai Instansi air Minum Kabupaten Jepara). Fakultas Ekonomika
Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang
Dunn-Rankin P, Kmezek GA, Wallace S, Zhang S, (2004). Scaling Methods (2
nd Edition). New Jersey (USA):Pearson Prentice Hall
Dwiyanto, Agus. (2005) Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Fatah. Abdul., Suhandini.Yasinta., (2019). Pengaruh Insentif Dan Hadiah
Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai. e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume
7, Nomor 1, 46 – 55 ISSN Cetak : 2337-3997
Ferdinand, A. (2007). Metode Penelitian Manajemen (Pedoman Penelitian
Untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen ). Edisi
2, Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Garry Dessler terjemahan Agus Dharma, Manajemen Personalia, Edisi Ketiga,
Erlangga, Jakarta, 1995, hal 411
https://sumeks.co/bidan-dituntut-bekerja-profesional-hj-emmy-
aryani-kembali- terpilih-ketua-ibi diakes tanggal 6 Oktober
2020
Ina-Respond. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
Kadarisman, M. (2012). Manajemen Kompensasi, Jakarta: Raja Grafindo
Persada Khalid, Komal., Oaib.A.S. (2019) Rewards, Satisfaction And
Economic Trends Under

450
Nonlinear Assumption. Journal of Asian Finance, Economics and Business Vol 6
No 2 287-298. doi:10.13106/jafeb.
Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta : Erlangga.
Mathis, R.L. & Jackson.J.H, 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba
Empat
Mathis, R.L. & Jackson.J.H 2011. Human Resource Management. South-Western
Cengage Learning. USA
Merga, Hailu. & Fufa. T. (2019). Impacts of working environment and
benefits packages on the health professionals’ job satisfaction in
selected public health facilities in eastern Ethiopia: using principal
component analysis. Journal BMC Health Services Research 19:494
https://doi.org/10.1186/s12913-019-4317-5
Mangkunegara, Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung.
Remaja Rosdakarya.
Mulyadi. 2005. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta:
Salemba Empat
Moekijat. 2004. Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja. Bandung:
Pioner Jaya.
Ojo.Oni , E.E ; Salau, O.P ; Dirisu. J.I ; Waribu, Y.J. (2015) Incentives and Job
Satisfaction: Its Implications for Competitive Positioning and
Organizational Survival in Nigerian Manufacturing Industries. American
Journal of Management Vol. 15(2)
O’Donnel, 2009. Integrating Health Promotion into National Health Policy.
American Journal of Health Promotion.
https://doi.org/10.4278/0890-1171-23.6.fmiv
Permendagri No.12 Tahun 2008. Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2017 Tentang Pedoman Pengadaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Dalam Mendukung Program Indonesia Sehat Dengan
Pendekatan Keluarga
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya Tahun 2018 dan Tahun 2019
Putra, B.A., Dewi, A.S. (2016). Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen
Organisasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior. E-Jurnal
Manajemen Unud, Vol. 5, No.8, 2016: 4892-4920 ISSN : 2302-8912
Qurtibi, A,M, A. (2008). Metodelogi Penelitian Pendidikan . PT Bintang Harapan
Sejahtera. Tanggerang
Riani Asri.L. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Masa Kini. Yogyakarta.
Graha Ilmu.

451
Rivai, Vethzal & Basri. (2005). Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk
Menilai Kinerja Pegawai dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan.
Jakarta Raja Grafindo Persada.
Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Instansi Jilid II, Alih Bahasa Hadayana
Pujaatmaka, Jakarta, Prenhalindo.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. (2009)Perilaku Organisasi.
Jakarta: Salemba Empat.
Rowley. Cris, Jackson Keith. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan
Pertama. Jakarta. Rajagrafindo Persada.
T, Hani Handoko (2001) Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta BPFE
Sugiyono. (2013) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung : Alfabeta
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Kombinasi dan R & D). Bandung : Alfabeta
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabet
Sunyoto, D. 2015. Manajemen dan Pengembngan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta PT. Buku Seru.
Undang-Undang RI No 4 Tahun 2019 tentang kebidanan

452
IMPLIKASI MODEL A.C.H.I.E.V.E. PADA KNOWLEDGE WORKERS

Sulistiowatia*, Nurul Komarib


a,bUniversitas Tanjungpura

*Email : sulistiowati@ekonomi.untan.ac.id

Abstrak
Dosen merupakan sumber daya manusia berbasis pengetahuan yang biasanya disebut
knowledge worker, merupakan unsur yang sangat menentukan keberhasilan proses
pendidikan dan merupakan ujung tombak Perguruan Tinggi. Di tangan para dosen
berkualitas, mahasiswa dibentuk menjadi manusia cerdas dimana hal ini merupakan unsur
yang meningkatkan mutu sumber daya manusia. Salah satu cara mengukur kinerja sumber
aya manusia adalah model ACHIEVE yang merupakan singkatan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja, yaitu ability, clarity, help, incentive, evaluation, validity, dan
environment. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa model ACHIEVE dalam
mendeskripsikan kinerja dosen sebagai knowledge workers. Pengumpulan data dengan
kuesioner yang diisi oleh 100 orang responden yang merupakan Dosen di Propinsi
Kalimantan Barat. Alat analisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian
mengemukakan ability berada dalam kategori baik, clarity berada dalam kategori sangat
baik, help berada dalam kategori sangat baik, incentive dalam kategori baik, evaluation
berada dalam kategori cukup, validity berada dalam kategori sangat baik, dan environment
berada dalam kategori sesuai.
Kata kunci: achieve; kinerja; knowledge worker.

PENDAHULUAN
Berkembangnya dunia usaha tidak terlepas dari perkembangan teknologi.
Teknologi usaha yang berkembang membuat perusahaan lebih memerlukan sumber
daya manusia yang berbasis pengetahuan (knowledge based employee) dibanding
tenaga kerja yang kurang berpotensi di dalam pengetahuan. Pengetahuan
merupakan kelebihan yang dimiliki sumber daya manusia dibanding sumber daya
yang lainnya. Dengan pengetahuan dapat tercipta inovasi dan pemikiran-pemikiran
lain terkait proses yang berlangsung di dalam organisasi. Karena itu pengetahuan
juga merupakan sumber keunggulan bersaing yang dimiliki organisasi.
Faktor kesiapan tenaga kerja Indonesia dirasa masih kurang bersaing dari
negara lain. Sumber daya manusia Indonesia lebih unggul dari segi kuantitas namun
tidak demikian dari segi kualitas. Kualitas sumber daya manusia di Indonesia dapat
dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dimana pendidikan merupakan
salah satu faktor yang digunakan untuk mengukur IPM. Provinsi Kalimantan Barat
berada dalam kategori IPM “sedang”, yang artinya peningkatan IPM dari tahun
sebelumnya hanya sedikit dan masih tertinggal dari provinsi-provinsi dalam
kategori “tinggi”. Peningkatan kualitas pendidikan menjadi tugas utama Perguruan
Tinggi di Kalimantan Barat guna mempersiapkan sumber daya manusia yang
unggul.
Dosen merupakan unsur yang sangat menentukan keberhasilan proses
pendidikan dan merupakan ujung tombak Perguruan Tinggi. Di tangan para dosen
berkualitas, mahasiswa dibentuk menjadi manusia cerdas dimana hal ini merupakan
unsur yang meningkatkan mutu sumber daya manusia. Dosen sebagai knowledge
workers, selain memiliki pengetahuan yang bersifat objektif, rasional, dan teknis

453
berupa data ataupun dokumen (explicit knowledge), juga memiliki pengetahuan
yang bersifat subjektif, kognitif, berbasis pengalaman (tacit knowledge). Dua ranah
pengetahuan tersebut merupakan aset penting dalam organisasi yang harus dibagi
antar individu dalam organisasi.
Kinerja sumber daya manusia dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Hersey
& Goldsmith (1980) mengemukakan model ACHIEVE yang merupakan singkatan
dari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu ability, clarity, help, incentive,
evaluation, validity, dan environtment. Clarity yaitu berkaitan dengan pemahaman
terhadap pekerjaannya dan persepsi peran yang dimilikinya di dalam pekerjaan.
Help adalah faktor berupa dukungan yang diberikan organisasi terhadap
karyawannya. Incentive, yaitu motivasi baik yang berasal dari dalam maupun luar
individu dan berkaitan dengan kerelaan. Evaluation adalah pembinaan dan umpan
balik kinerja dari perusahaan bagi karyawannya. Validity adalah praktik personel
yang valid dan syah. Environmental atau environmental fit adalah kesesuaian dengan
lingkungan.
Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kinerja penelitian dan
publikasi dosen. Seorang dosen harus mempunyai ability (kemampuan) untuk
melaksanakan penelitian. Kemampuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang
metode penelitian, pengetahuan terkait konsentrasi keilmuan, pengalaman dalam
melakukan penelitian dan publikasi, keterampilan menggunakan alat analisis data
dan bahasa Indonesia serta bahasa Inggris yang baik.
Clarity adalah kejelasan tujuan atau sasaran pekerjaan yang menjadi penting
karena sumber daya manusia akan bekerja dengan baik apabila memahami betul
tujuan atau sasaran tugas yang dikerjakannya. Dosen diharapkan memahami bahwa
penelitian dan publikasi merupakan kewajiban yang tercantum dalam Tri Darma
Perguruan Tinggi. Kemampuan individu tidak akan tercurah maksimal jika tidak ada
dorongan (help) dari pihak organisasi. Apabila dosen tidak mendapatkan dorongan
dari perguruan tinggi dimana ia bekerja, maka kinerja penelitian dan publikasi yang
tinggi sulit untuk dicapai.
Incentive (insentif) merupakan bentuk penghargaan yang dapat memotivasi
kinerja sumber daya manusia. Adanya penghargaan baik berupa finansial maupun
non finansial akan menambah motivasi dosen untuk melakukan penelitian dan
publikasi lebih baik. Selain penghargaan, umpan balik (evaluation) membuat dosen
yang melakukan penelitian terarah. Mereka akan mengulangi penelitian dan
publikasi yang baik dan akan meninggalkan metode-metode yang kurang baik
sesuai arahan pemberi umpan balik. Selain itu adanya legalitas (validity)
keberadaan dosen dan tugas-tugasnya akan meyakinkan dosen untuk melakukan
tugas-tugas utama yang tercantum dalam Tri Darma Perguruan Tinggi, termasuk
penelitian. Kesesuaian dosen dengan lingkungannya, yaitu pekerjaan, rekan sekerja
dan perguruan tinggi akan mempermudah dosen dalam melaksanakan tugas
penelitian dan publikasi.

KAJIAN TEORI
Hersey & Goldsmith (1980) mengemukakan model ACHIEVE untuk
membantu para manajer mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan masalah
kinerja untuk kemudian menyelesaikan masalah-masalah tersebut. ACHIEVE adalah

454
singkatan dari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu ability, clarity, help,
incentive, evaluation, validity, dan environtment.
Clarity yaitu berkaitan dengan pemahaman terhadap pekerjaannya dan
persepsi peran yang dimilikinya di dalam pekerjaan. Help adalah faktor berupa
dukungan yang diberikan organisasi terhadap karyawannya. Incentive, yaitu
motivasi baik yang berasal dari dalam maupun luar individu dan berkaitan dengan
kerelaan. Evaluation adalah pembinaan dan umpan balik kinerja dari perusahaan
bagi karyawannya. Validity adalah praktik personel yang valid dan syah.
Environmental atau environmental fit adalah kesesuaian dengan lingkungan.
Ability meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang dan keterampilan yang
bisa ia lakukan untuk menunjang melakukan pekerjaannya (Robbins, 2009).
Karyawan dengan pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi dapat menggunakan
modal lebih efektif dan efisien serta menciptakan lebih banyak produk (Hersey,
Blanchard, & Johnson, 2001).
Clarity merujuk pada kejelasan peran. Clarity melibatkan pemahaman dan
penerimaan prosedur kerja, yaitu dimana dan bagaimana pekerjaan itu dilakukan.
Karyawan dituntut untuk memahami benar permasalahan organisasi, tujuan utama,
dan tujuan-tujuan organisasi. Selain itu karyawan harus mengetahui bagaimana
mencapai tujuan dan sasaran. Prioritas organisasi juga harus cukup jelas bagi
karyawan (Rezaeeian, 1993). Jika ingin karyawan memiliki pemahaman penuh
tentang suatu permasalahan tersebut, manajer harus mengklarifikasi tujuan utama
dan cara pencapaiannya. Ketidak jelasan dalam suatu situasi dapat menghasilkan
tujuan yang tidak pernah tercapai. Sangatlah penting bagi manajer untuk secara
jelas menyatakan tujuan dan sasaran di depan para karyawan.
Help merujuk pada dorongan organisasi, yang merupakan dukungan atau
bantuan kepada karyawan dalam melaksanakan tugasnya (Hersey, et al, 1996).
Karyawan membutuhkan bantuan atau dukungan organisasi untuk secara efektif
memenuhi tugas mereka. Beberapa faktor bantuan organisasi meliputi: anggaran,
peralatan, dan fasilitas untuk pemenuhan komitmen, dukungan yang diperlukan
dari departemen lain, ketersediaan produk dan kualitas serta stok sumber daya
manusia yang memadai (Hersey, et al., 2001). Istilah help mengacu pada bantuan
organisasi atau dukungan, di mana pengikut membutuhkannya untuk
menyelesaikan pekerjaannya secara efektif. Membantu karyawan dalam
mendapatkan sumber daya yang diperlukan dalah tanggung jawab manajemen.
Incentive merupakan ransangan karyawan untuk melakukan tugas atau
menyelesaikan tugas tertentu (Hersey, et al., 1996). Banyak orang termotivasi untuk
menyelesaikan tugas tertentu ketika mereka mendapat penghargaan intrinsik atau
ekstrinsik. Manusia memiliki beberapa kebutuhan dan menuntut beberapa di
antaranya bersifat sosial dan beberapa bersifat ekonomi. Setiap individu
membutuhkan pendapatan dan manfaat yang memadai, keamanan, keanggotaan
kelompok, rasa hormat, pertumbuhan dan proliferasi, identitas, dan sebagainya,
sehingga penyediaan beberapa tuntutan ini dapat meningkatkan motivasi staf untuk
mewujudkan tujuan dan rencana. Sebuah metode yang berkontribusi untuk

455
mengenali titik-titik ekstrem yang luar biasa adalah tren "peristiwa luar biasa" yang
melibatkan pengumpulan bukti resmi mengenai kinerja yang sangat positif atau
sangat negatif. Ini menjamin bahwa bawahan mendapatkan umpan balik yang
merupakan bagian dari kriteria resmi (Hersey, et al., 2001). Manajer harus ingat
bahwa karyawan termotivasi dengan cara yang sangat berbeda dan menangani
kebutuhan motivasi berdasarkan situasi individu (Yaghoubi, Javadi, Rakhsh,
Bahadori, 2016).
Evaluation merujuk pada penilaian kinerja dan umpan balik untuk kinerja
harian. Penilaian kinerja adalah proses di mana kinerja karyawan diselidiki secara
formal dan diukur dengan interval yang diberikan (Mondy & Noe, 2005). Karyawan
harus menerima umpan balik berkelanjutan yang sedang berlangsung terkait
kinerja mereka. Tanpa umpan balik, karyawan akan bertanya-tanya apa yang
sedang terjadi dan dapat menjadi tidak termotivasi. Manajemen harus
mendokumentasikan umpan balik positif dan negatif. Proses umpan balik yang
berkelanjutan memungkinkan karyawan untuk mengetahui bagaimana mereka
bekerja. Jika karyawan tidak menyadari masalah kinerja mereka, sulit untuk
merealisasikan peningkatan kinerja. Sebelum penilaian resmi, mereka harus
diberitahu tentang hasil penilaian informal secara teratur. Penyebab pada banyak
masalah kinerja adalah kurangnya pelatihan dan umpan balik kinerja yang
diperlukan (Rajaei & Arghavani, 2016).
Validity merujuk pada validitas staf, yaitu adanya kesesuaian dan legalitas
keputusan manajer tentang sumber daya manusia. Hal-hal yang terkait dengan
sumber daya manusia harus disertai dengan bukti dan didasari pada kebijakan yang
berorientasi pada kinerja (Haghighi, 2001). Menurut Hersey, et al. (2001) validitas
mengacu pada keputusan hukum yang dibuat oleh manajer tentang sumber daya
manusia. Manajer harus memastikan bahwa keputusan mengenai karyawan sesuai
dalam hal kode hukum dan prosedur perusahaan. Manajer harus tahu bahwa
prosedur hukum manajemen bersifat eksplisit dan keputusan harus disertai dengan
dokumen atau didasarkan pada prosedur yang berorientasi kinerja.
Environtment mengacu pada faktor eksternal yang memengaruhi kinerja
terlepas dari kemampuan, kejelasan, dukungan dan motivasi untuk pekerjaan itu.
Faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja dapat mencakup persaingan,
perubahan kondisi pasar, dan peraturan publik. Jika masalah lingkungan berada di
luar wewenang sumber daya manusia, diharapkan mereka bertindak konsisten
dengan pembatasan lingkungan (Hersey, et al., 2001). Lingkungan adalah segala
sesuatu yang berada di luar perusahaan tetapi memiliki pengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan perusahaan (Surjosuseno, 2015). Secara umum,
lingkungan tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan sehingga perusahaan harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Karyawan hanya dapat bekerja sesuai
lingkungannya. Oleh karena itu kecocokan karyawan dengan lingkungannya sangat
penting untuk dipertimbangkan dalam usaha mencapai kinerja tinggi.
Beberapa penelitian terdahulu telah membahas kinerja sumber daya
manusia dengan dimensi ACHIEVE (Nazem, Mozaiini, & Seifi, 2014; Rajaei &

456
Arghavani, 2016), sedangkan beberapa penelitian lainnya meletakkan ACHIEVE
sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja sumber daya manusia (Yustin & Utama,
2015). (Saber, Tabatabaei, & Afrazeh, 2019) meneliti hubungan antar indikator
ACHIEVE untuk menggambarkan kinerja sumber daya manusia.

METODE
Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 100
orang responden yang merupakan dosen di pada Perguruan Tinggi yang tersebar di
Propinsi Kalimantan Barat. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah two stage sampling
(pengambilan sampel dua tahap). Berdasarkan data dari populasi akses (accessible
population) yaitu seluruh dosen ber-NIDN di Kalimantan Barat diketahui bahwa
populasi akses terdiri dari 63 perguruan tinggi. Tahap pertama dilakukan pemilihan
sampel berdasarkan wilayah. Pemilihan sampel berdasarkan wilayah dilakukan
dengan teknik convenience sampling. Pada tahap kedua, memilih sampel individu
dosen dengan menggunakan Stratified area random sampling.
Variabel penelitian adalah ability, clarity, help, incentive, evaluation, validity,
dan environment. Validity dengan indikator pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan khusus. Clarity dengan indikator dosen memahami adanya kewajiban
meneliti dan dosen memahami adanya kewajiban melakukan publikasi. Variabel
help dengan indikator anggaran, fasilitas kerja, seminar/ pelatihan internal, serta
dorongan dari atasan. Variabel incentive dengan indikator dana apresiasi sesuai
capaian, dan penghargaan dari atasan. Variabel evaluation dengan indikator adanya
tim yang mereview hasil penelitan dosen, adanya tim yang mereview hasil publikasi
dosen, reviewer memberikan umpan balik terhadap penelitian yang telah dilakukan,
serta reviewer memberikan umpan balik terhadap penelitian yang telah dilakukan.
Variabel validity dengan indikator tri darma perguruan tinggi, dan aturan penilaian
angka kredit dosen. Variabel environtment dengan indikator kesesuaian dosen
dengan pekerjaannya, kesesuaian dosen dengan rekan kerjanya, serta kesesuai
dosen dengan perguruan tinggi dimana ia bekerja.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur
yang digunakan dalam penelitian layak digunakan atau tidak. Pengukuran variabel
dengan menggunakan skala Likert yang menunjuk pada suatu pertanyaan mengenai
tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan. Pengukuran tersebut dapat dilakukan
dengan memberikan skala pada masing-masing point jawaban sebagai berikut:
Sangat Setuju=5; Setuju=4; Ragu-ragu=3; Tidak Setuju=2; Sangat Tidak Setuju=1.
Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan kriteria pengklasifikasian yang
mengacu pada ketentuan yang dikemukakan oleh Umar (2003), dimana rentang
skor dicari dengan rumus sebagai berikut :
n(m  1)
RS  ………………………………………………………………………………………………. (1)
m
Dimana :
RS = Rentang Skor
n = Jumlah sampel
m = Jumlah alternatif jawaban tiap item

457
Tabel 1. Kriteria Pengklasifikasian Variabel Ability, Clarity, Help, Incentive,
Evaluation, Validity dan Environtment
Jumlah Skor Jumlah
Rentang
Variabel Tertingg Terendah Klasifikas
Pengklasifikasian
i i
Sangat Tidak Baik (100–
Ability,
180)
Clarity, Help,
500 100 5 Tidak Baik (181–260)
Incentive,
Cukup (261–340)
Evaluation,
Baik (341–420)
Validity
Sangat Baik (421–500)
Sangat Tidak Sesuai(100-
180)
Environtmen 500 100 5 Tidak Sesuai (181–260)
t Cukup sesuai (261–340)
Sesuai (341–420)
Sangat Sesuai (421 – 500)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik responden dijelaskan pada tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Responden
Kriteria Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 57 57
Perempuan 43 43
Usia
25-35 tahun 26 26
36-45 tahun 38 38
46-55 tahun 26 26
56-65 tahun 10 10
Masa Kerja
5-10 tahun 32 32
11-20 tahun 32 32
21-30 tahun 35 35
Lebih dari 30 tahun 1 1
Jabatan
Guru Besar 1 1
Lektor Kepala 13 13
Lektor 52 52
Asisten Ahli 34 34
Pendidikan Terakhir
S3 28 28
S2 82 82
Sumber: Data primer yang diolah, 2020
Deskripsi Variabel Ability
Pengukuran variabel berbagi pengetahuan pada penelitian ini meliputi 7
(tujuh) poin pertanyaan. Berikut rekapitulasi tanggapan responden di tabel 3

458
Tabel 3. Tanggapan Responden Terhadap Ability
SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F
1 Saya memiliki pengetahuan
48 41 10 0 1 435 100
tentang metode penelitian.
2 Saya terus meningktkan
pengetahuan terkait 25 57 16 2 0 405 100
konsentrasi keilmuan saya.
3 Saya terus belajar
melakukan penelitian 29 58 8 4 1 410 100
sehingga menjadi lebih baik.
4 Saya mempublikasikan hasil
penelitian saya pada jurnal
ilmiah, yang dimulai pada 25 66 4 4 1 410 100
level jurnal yang lebih
rendah.
5 Saya mempublikasikan hasil
penelitian saya pada 26 69 4 0 1 419 100
beberapa konferensi ilmiah.
6 Saya menguasai alat analisis
data yang sering digunakan
40 55 4 0 1 433 100
dalam konsentrasi keilmuan
saya.
7 Saya menguasai bahasa
Inggris untuk mendukung
30 61 8 0 1 419 100
publikasi di level
Internasional.
Rata-rata 418,71
Sumber: Data primer yang diolah, 2020
Tabel 3 menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap indikator
ability sebesar 418,71 yang berada dalam kategori baik. Item yang di tanggapi
dengan nilai rata-rata tertinggi adalah item nomor 1 dengan nilai 435 yakni tentang
memiliki pengetahuan tentang metode penelitian.

Deskripsi Variabel Clarity

Pengukuran variabel berbagi pengetahuan pada penelitian ini meliputi 2


(dua) poin pertanyaan. Berikut rekapitulasi tanggapan responden di tabel 4.

Tabel 4
Tanggapan Responden Terhadap Clarity
SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F

459
SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F
1 Saya memahami penelitian
sebagai salah satu kewajiban 36 44 20 0 0 416 100
seorang dosen.
2 Saya memahami bahwa
mempublikasi hasil
46 52 2 0 0 444 100
penelitian merupakan
kewajiban seorang dosen.
Rata-rata 430
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Tabel 4 menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap indikator
clarity sebesar 430 yang berada dalam kategori sangat baik. Hal ini berarti
responden sudah merasa sangat jelas tentang adanya kewajiban penelitian dan
publikasi pada pekerjaan mereka.

Deskripsi Variabel Help


Pengukuran variabel berbagi pengetahuan pada penelitian ini meliputi 6
(enam) poin pertanyaan. Berikut rekapitulasi tanggapan responden di tabel 5.
Tabel 5. Tanggapan Responden Terhadap Help
SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F
1 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja menyediakan
dana penelitian yang dapat 60 31 4 5 0 446 100
digunakan oleh semua
dosen.
2 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja menyediakan
62 37 0 0 1 459 100
dana bantuan untuk
mengikuti konferensi ilmiah.
3 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja memberikan
bantuan dan bila saya 37 60 2 0 1 432 100
menerbitkan hasil penelitian
pada jurnal ilmiah berbayar.
4 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja menyediakan 42 46 9 3 0 427 100
akses internet yang lancar.
5 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja menyediakan
program/ software yang
50 43 6 1 0 442 100
diperlukan untuk alat
analisis yang sering
digunakan.
6 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja menyediakan 43 45 11 1 0 430 100
alat tulis kantor yang

460
SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F
diperlukan sebagai
penunjang kegiatan
penelitian.
Rata-rata 439,33
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Tabel 5 menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap indikator help
sebesar 439,33 yang berada dalam kategori sangat baik. Item yang di tanggapi
dengan nilai rata-rata tertinggi adalah item nomor 2 dengan nilai 459 yakni tentang
adanya dana bantuan yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk mengikuti
konferensi ilmiah. Artinya responden merasa dorongan yang diberikan oleh
perguruan tinggi terkait penelitian dan publikasi sudah sangat baik.

Deskripsi Variabel Incentive


Pengukuran variabel berbagi pengetahuan pada penelitian ini meliputi 3
(tiga) poin pertanyaan. Berikut rekapitulasi tanggapan responden di tabel 6.

Tabel 6. Tanggapan Responden Terhadap Incentive


SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F
1 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja memberikan
dana apresiasi untuk setiap 11 28 39 18 4 324 100
artikel yang diterbitkan pada
jurnal ilmiah.
2 Dana apresiasi/ insentif
dibedakan menurut indeks/
16 46 14 18 6 348 100
reputasi jurnal dimana
artikel diterbitkan.
3 Atasan memberikan
apresiasi secara verbal
kepada dosen yang berhasil
34 32 18 14 2 382 100
mempublikasi hasil
penelitian pada jurnal
ilmiah.
Rata-rata 351,33
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Tabel 6 menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap indikator
incentive sebesar 351,33 yang berada dalam kategori baik. Item yang di tanggapi
dengan nilai rata-rata tertinggi adalah item nomor 3 dengan nilai 382 yakni tentang
atasan yang memberikan apresiasi secara verbal kepada dosen yang berhasil
mempublikasi hasil penelitian pada jurnal ilmiah.. Artinya responden merasa
insentif yang diberikan oleh perguruan tinggi terkait penelitian dan publikasi sudah
baik.

Deskripsi Variabel Evaluation

461
Pengukuran variabel berbagi pengetahuan pada penelitian ini meliputi 2
(dua) poin pertanyaan. Berikut rekapitulasi tanggapan responden di tabel 7.
Tabel 7. Tanggapan Responden Terhadap Evaluation
SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F
1 Perguruan tinggi tempat
saya bekerja membentuk tim
reviewer untuk menilai 17 18 45 19 1 331 100
penelitian yang dilakukan
dosen.
2 Tim reviewer memberikan
umpan ballik terhadap 6 35 38 19 2 324 100
penelitian yang telah dinilai.
Rata-rata 327,50
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Tabel 7 menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap indikator
evaluation sebesar 327,50 yang berada dalam kategori cukup. Artinya responden
merasa evaluasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi terkait penelitian dan
publikasi masih belum terlalu baik.

Deskripsi Variabel Validity


Pengukuran variabel berbagi pengetahuan pada penelitian ini meliputi 2
(dua) poin pertanyaan. Berikut rekapitulasi tanggapan responden di tabel 8.

Tabel 8. Tanggapan Responden Terhadap Validity


SS S R TS STS Jumlah Jumlah
No Pertanyaan
F F F F F X F
1 Kewajiban melakukan
penelitian dan publikasi
20 73 6 1 0 412 100
ilmiah tercantum dalam Tri
Darma Perguruan Tinggi.
2 Melakukan penelitian dan
publikasi merupakan salah
55 44 0 0 1 452 100
satu syarat akreditasi
perguruan tinggi.
Rata-rata 432
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Tabel 8 menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap indikator
validity sebesar 432 yang berada dalam kategori sangat baik. Artinya responden
mengetahui bahwa penelitian dan publikasi tercantum pada beberapa dokumen
resmi yang memiliki dasar hukum.

Deskripsi Variabel Environtment


Pengukuran variabel berbagi pengetahuan pada penelitian ini meliputi 2
(dua) poin pertanyaan. Berikut rekapitulasi tanggapan responden di tabel 9.

Tabel 9. Tanggapan Responden Terhadap Environtment

462
SS S R TS STS Jumlah
No Pertanyaan Jumlah F
F F F F F X
1 Saya dapat melaksanakan
tugas-tugas dan menyenangi
48 41 10 0 1 435 100
pekerjaan saya sebagai
dosen.
2 Saya dapat bergaul dengan
baik diantara rekan kerja 25 57 16 2 0 405 100
saya.
3 Perilaku dan nilai-nilai yang
saya anut sesuai dengan
budaya organisasi di 29 58 8 4 1 410 100
Perguruan tinggi tempat
saya bekerja.
Rata-rata 416,67
Sumber : Data primer yang diolah, 2020
Tabel 9 menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap indikator
environtment sebesar 416,67 yang berada dalam kategori sesuai. Artinya responden
merasa ada kesesuaian/ cocok dengan lingkungannya, baik pekerjaan, rekan kerja,
dan organisasinya.

SIMPULAN
Dari deskripsi tanggapan responden terhadap indikator-indikator variabel, variabel
ability berada dalam kategori baik, clarity berada dalam kategori sangat baik, help
berada dalam kategori sangat baik, incentive dalam kategori baik, evaluation berada
dalam kategori cukup, validity berada dalam kategori sangat baik, dan environment
berada dalam kategori sesuai. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih
memperkaya indikator dari variabel-variabel yang digunakan sehingga hasil
penelitian dapat digali lebih dalam, melakukan perbandingan kinerja penelitian
antara dosen perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta untuk
mengetahui mana faktor yang lebih menonjol pada masing-masing kategori, serta
memperluas populasi dan sampel penelitian, misalnya skala nasional sehingga dapat
lebih menggeneralisir kesimpulan.

REFERENSI

Hersey, P., & Goldsmith, M. (1980). A situational approach to performance planning.


Training & Development Journal, 34(11), 38–44.
Hersey, P., Blanchard, K.H. & Johnson, D.E. (2001) Management of Organizational
Behavior: Leading Human Resources. 8th Edition, PrenticeHall, Inc., Upper
Saddle River.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2014). Multivariate data
analysis (7th ed.). Person Education Limited.
Mohamed, A., & Ali, M. (2015). The Influence of Perceived Organizational Support on
Employees ’ Job Performance. 5(4), 1–6.
Mondy, R.W. & Noe, R.M. (2005). Human Resources Management. Prentice Hall.
Na-nan, K., Joungtrakul, J., & Dhienhirun, A. (2018). The Influence of Perceived
Organizational Support and Work Adjustment on the Employee Performance of

463
Expatriate Teachers in. 12(3), 105–116.
https://doi.org/10.5539/mas.v12n3p105
Najafi, L., Hamidi, Y., Ghiasi, M., Shahhoseini, R., & Emami, H. (2011). Performance
evaluation and its effects on employees’ job motivation in Hamedan City health
centers. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(12), 1761–
1765.mondy
Nazem, F., Mozaiini, M., & Seifi, A. (2014). The Structural Model of Performance
Based on the Empowerment of University Staff. Bulletin of Environment,
Pharmacology and Life Sciences, 3(I), 95–101.
Rajaei, Z., & Arghavani, A. (2016). Investigating the Impact Employees ’ Productiv Ity
of Culture.
Rhoades, L., & Eisenberger, R. (2002). Perceived Organizational Support : A Review of
the Literature. 87(4), 698–714. https://doi.org/10.1037//0021-9010.87.4.698
Samie, F., Riahi, L., & Tabibi, S. J. (2015). The Relationship between Role Clarity and
Efficiency of Employees in Management & Resource Development Department of
Ministry of Health and Medical Education of I . R . Iran , 2014. 12(December),
2803–2812.
Umar, H. (2003). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Yaghoubi, M., Rakhsh, F., Javadi, M., & Bahadori, M. (2013). A study of determining
factors affecting the performance of nurses based on the achieve model in
selected hospital of Isfahan (Iran). Journal of Education and Health Promotion,
2(1), 49. https://doi.org/10.4103/2277-9531.119033
Yustin, P. melinda, & Utama, I. B. R. (2015). Pengaruh A . C . H . I . E . V . E ( Ability ,
Clarity , Help, Incentive, Karyawan Di The Seminyak Beach Resort And Spa. 10(2),
63–70.

464
Dampak Pengembangan UMKM Dalam Peningkatan
Pertumbuhan Ekonomi
dan Upaya Mengurangi Angka Pengangguran Di Kota
Pontianak
Yulita Anna_1, Leni Diantami_2,
Benydiktus Baloari_3, Jerry Leman_4

1234Mahasiswa Prodi Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas


Tanjung Pura
1Email: yulita_anna@student.untan.ac.id
2Email: lenydiantami@student.untan.ac.id
3Email: bbaloari@student.untan.ac.id
4Email: jerry_leman@student.untan.ac.id

Abstrak
Pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditentukan oleh dinamika dan perkembangan
perekonomian daerah, sedangkan perekonomian daerah pada umumnya ditopang oleh
kegiatan ekonomi berskala kecil dan menengah. Unit usaha yang masuk dalam kategori
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan faktor penunjang dan nasional.
Sektor UMKM merupakan usaha yang tangguh ditengah resesi ekonomi yang terjadi selama
masa pandemi covid 19 saat ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis
dengan pendekatan kualitatif. Populasi bersumber dari pelaku UMKM yang ada di Kota
Pontianak dengan jumlah sampel 10 dari 114 UMKM yang ada di Kota Pontianak dengan
jenis usaha yang beraneka ragam. Teknik pengumpulan data menggunakan metode
wawancara dan dianalisis dengan teknik analisis data menggunakan logika deduksi yang
dibandingkan dengan teori yang melatarbelakangi permasalahan tersebut. Dari data yang
terkumpul dapat disimpulkan bahwa pengembangan UMKM di Kota Pontianak dinilai
mampu sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta membawa dampak
positif terhadap penyerapan tenaga kerja.

Kata kunci : UMKM Kota Pontianak

PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditentukan oleh dinamika perekonomian
daerah, sedangkan perekonomian daerah pada umumnya ditopang oleh kegiatan
ekonomi berskala kecil dan menengah. Unit usaha yang masuk dalam kategori
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan penunjang perekonomian
daerah dan nasional. Jumlah UMKM mencapai sekitar 99% dari populasi unit usaha,
serta menampung lebih dari 92% jumlah tenagakerja. Dari tingkat pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 5% UMKM menyumbang laju pertumbuhan sekitar 3,0 %,
lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan usaha besar. Dari data awal ini
menunjukkan betapa strategisnya pengembangan koperasi dan UMKM. Sektor
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan usaha yang tangguh di
tengah resesi ekonomi selama masa pandemic covid-19 saat ini. Dimana sekitar
99% pelaku ekonomi mayoritas adalah pelaku usaha UMKM yang terus tumbuh
secara signifikan dan menjadi sektor usaha yang mampu menjadi penopang

465
stabilitas perekonomian nasional. UMKM makin tahan banting dan tetap optimistis
ditengah krisis. Ketika terjadi krisis global pelaku UMKM tetap bergerak.
Pemerintah telah memberikan upaya-upaya pemberdayaan berupa kebijakan,
program dan kegiatan untuk semakin menguatkan sektor UMKM ini. Namun upaya
pemberdayaan tersebut belum memberikan hasil yang maksimal dan membawa
daya ungkit (leverage) yang kuat bagi para pelaku UMKM pada khususnya, dan
masyarakat pada umumnya. Menurut data Kementrian Koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah (KUKM) Tahun 2018 jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau
99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. UMKM tersebut didominasi oleh
pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68%, dan sejak masa pandemic terjadi,
penjualane-commerce naik hingga 26% atau mencapai 3,1 juta per hari. Dari data
tersebut, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena
jumlah UMKM terutama usaha mikro yang dominan dan memiliki daya serap tenaga
kerja yang tinggi. Pemerintah dan pelaku usaha harus menaikkan pangsa pasar dan
potensi usaha mikro menjadi usaha menengah. Usaha mikro juga mempunyai
perputaran transaksi yang cepat, menggunakan produksi domestik yang terdiri dari
kebutuhan pokok masyarakat.

Rumusan Masalah
Berdasarkan persoalan diatas maka rumusan masalah dari penelitian adalah :
1. Apakah pengembangan UMKM dapat meningkatkan perekonomian daerah Kota
Pontianak ?
2. Apakah pengembangan UMKM dapatmengurangi tingkat pengangguran di Kota
Pontianak ?

TujuanPenelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
pengembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah Kota Pontianak dan dapat mengurangi tingkat
pengangguran di Kota Pontianak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk perkembangan perekonomian, secara teoritis yaitu dapat
dipergunakan sebagai bahan untuk memperluas wawasan dalam hal efektivitas
pengembangan UMKM dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Pontianak.
Secara praktis, hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi pelaku ekonomi UMKM,
efektivitas pengembangan UMKM yang mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Kota Pontianak. Sedangkan bagi peneliti, penelitian ini memberikan
pengetahuan yang sangat berarti dalam memahami secara mendalam serta
memberikan keterampilan dalam melakukan analisis terhadap berbagai masalah
yang berkenaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

KAJIAN LITERATUR
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha

466
mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria aset adalah maksimal
sebesar Rp. 50.000.000,- dan kriteria omzet adalah maksimal sebesar Rp.
300.000.000,-. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau
usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam
undang- undang ini. Kriteria aset sebesar Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta,
dan kriteria omzet sebesar Rp. 300 juta sampai dengan Rp. 2,5 miliar. Usaha
menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini. Kriteria aset adalah sebesar Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 10
miliar, dan kriteria omzet adalah lebih dari Rp. 2,5 miliar sampai dengan Rp. 50
miliar. Manfaat UMKM bagi perekonomian nasional yaitu, membuka lapangan
pekerjaan, menjadi penyumbang terbesar nilai produk domestic bruto, salah satu
solusi efektif bagi permasalahan ekonomi masyarakat kelas kecil dan menengah.
Sedangkan manfaat UMKM bagi perekonomian daerah yaitu meningkatkan
pendapatan, memberdayakan masyarakat khususnya perempuan, mendapatkan
pengalaman berwirausaha, memperkecil angka pengangguran di desa, mempererat
rasa kebersamaan, mengembangkan potensi masyarakat, mengembangkan usaha
yang telah ada sebelumnya, serta menumbuhkan rasa ingin maju dan sebagainya.
Adapun manfaat UMKM bagi pelaku UMKM sendiri yaitu, adanya kebebasan
finansial, memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri, melakukan perubahan
dalam hidup serta menggali potensi diri, pengabdian diri dan mendapatkan
pengakuan atas usaha, tahan banting, lebih fokus pada konsumen, mudah
beradaptasi, menjadi penggerak ekonomi masyarakat yang inovatif dan fleksibel.
Tujuan pengembangan UMKM dalam program pengembangan UMKM adalah
melayani pengembangan keterampilan kewirausahaan dan kemampuan untuk
menjalankan usaha kecil dan menengah. Program ini melatih para peserta untuk :
menerapkan ketrampilan kewirausahaan mereka, mengidentifikasi dan memilih
proyek bisnis yang layak atau memperluas usaha yang ada, dan mempersiapkan
proposal perencanaan bisnis untuk di presentasikan ke lembaga-lembaga
keuangan. Asas-asas UMKM terdiri dari kekeluargaan, demokrasi ekonomi,
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Sedangkan
prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain : penumbuhan
kemandirian, kebersamaan dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
untuk berkarya dengan prakarsa sendiri, perwujudan kebijakan publik yang
transparan, akuntabel dan berkeadilan, pengembangan usaha berbasis potensi
daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil dan

467
Menengah, peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian secara terpadu.
Adapun Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain :
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang dan berkadilan;
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah menjadi sistem usaha yang tangguh dan mandiri;
c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari
kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan cara membandingkan,
misalnya untuk ukuran nasional, Gross National Product (GNP) tahun yang sedang
berjalan dengan tahun sebelumnya. Beberapa teori Pertumbuhan Ekonomi menurut
para ahli antara lain :
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori dibangun berdasarkan pengalaman empiris, sehingga teori dapat dijadikan
sebagai dasar untuk memprediksi dan membuat suatu kebijakan. Terdapat
beberapa teori yang mengungkapkan tentang konsep pertumbuhan ekonomi,
antara lain sebagai berikut :
a. Werner Sombart (1863-1947)
Menurut Werner Sombart pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat
dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
(1) Masa perekonomian tertutup
Pada masa ini, semua kegiatan manusia hanya semata-mata untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu atau masyarakat
bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen sehingga tidak
terjadi pertukaran barang atau jasa. Masa perekonomian ini
memiliki ciri-ciri : kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan
sendiri, setiap individu sebagai produsen sekaligus sebagai
konsumen, belum ada pertukaran barang dan jasa.
(2) Tingkat kapitalis
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu : munculnya kaum kapitalis
yang memiliki alat produksi, produksi dilakukan secara masal
dengan alat modern, perdagangan mengarah pada persaingan
monopoli, dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu majikan
dan buruh.
b. FriendrichList(1789-1846)
Menurut FriendrichList, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat
dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut: (1) Masa berburu dan
pengembaraan; (2) Masa beternak dan bertani; (3) Masa bertani dan
kerajinan; (4) Masa kerajinan, industri, perdagangan.

468
c. Karl Butcher (1847-1930)
Karl menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat
dibedakan menjadi empat tingkatan sebagai berikut: (1) Masa rumah
tangga tertutup; (2) Rumah tangga kota; (3) Rumah tangga bangsa; (4)
Rumah tangga dunia.
d. Walt Whiteman Rostow(1916-1979)
Walt mengungkapkan teori pertumbuhan ekonomi dalam bukunya
yang berjudul The Stagesof Economic Growth yang menyatakan bahwa
pertumbuhan perekonomian dibagi menjadi 5 (lima) sebagai berikut :
(1) Masyarakat tradisional, merupakan masyarakat yang mempunyai
struktur perkembangan dalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas,
belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi modern, dan terdapat
suatu batas tingkat output per kapita yang dapat dicapai.
(2) Masyarakat prakondisi untuk periode lepas landasan merupakan
tingkat pertumbuhan ekonomi dimana masyarakat sedang dalam
proses transisi dan sudah mulai ada penerapan ilmu pengetahuan
modern kedalam fungsi produksi baru, baik dibidang pertanian
maupun industri.
(3) Periode lepas landas, merupakan interval waktu yang diperlukan
untuk mendobrak penghalang-penghaang pada pertumbuhan yang
berkelanjutan. Kekuatan-kekuatan yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi diperluas. Tingkat investasi yang efektif dan
tingkat produksi dapat meningkat, investasi efektif serta tabungan
yang bersifat produktif meningkat atau lebih dari jumlah
pendapatan nasional. Industri-industri baru berkembang dengan
cepat dan industri yang sudah ada mengalami ekspansi dengan
cepat. Kehidupan masyarakat sudah dinamis, bersifat individual,
adanya pembagian pekerjaan, terjadi pertukaran untuk mencari
keuntungan.
(4) Tingkat kapitalis meraya, memiliki beberapa ciri yaitu : usahanya
semata-mata mencari keuntungan, gerak menuju kedewasaan
(Maturity), lapangan usaha bertambah luas dengan penerapan
teknologi modern. Investasi efektif serta tabungan meningkat dari
10% hingga 20% dari pendapatan nasional dan investasi ini
berlangsung secara cepat. Output dapat melampaui pertambahan
jumlah penduduk, barang-barang yang dulunya diimpor, kini sudah
dapat dihasilkan.
Pendapatan riil per kapita selalu meningkat sehingga sebagian besar
masyarakat mencapai tingkat konsumsi yang melampaui kebutuhan bahan
pangan dasar, sandang, dan pangan. Kesempatan kerja penuh sehingga
pendapatan nasional tinggi. Pendapatan nasional yang tinggi dapat

469
memenuhi tingkat konsumsi tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber daya
manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan.
1. Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya
alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Sumber daya alam
yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral,
tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
2. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola
kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh
mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan
kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan
dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan
perekonomian.
3. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap
pembangunan ekonomi yang dilakukan. Faktor ini dapat berfungsi
sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat
juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat
mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja
cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat
menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois,
boros, KKN, dan sebagainya.
4. Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan
meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-
barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran
pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat
meningkatkan produktivitas.
5. Hipotesis
Hipotesis penelitian sebagai berikut :
(1) Semakin banyak jumlah UMKM semakin tinggi pertumbuhan ekonomi.
(2) Semakin tinggi omzet UMKM semakin tinggi pertumbuhan ekonomi
daerah Kota Pontianak.
(3) Ada keterkaitan diantara jumlah UMKM dan omzet penjualan dengan
pertumbuhan ekonomi daerah Kota Pontianak.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan terhadap UMKM yang ada di Kota Pontianak.
Dipilihnya UMKM di Daerah Kota Pontianak sebagai obyek penelitian karena
peneliti merasa perlu untuk mengetahui seberapa besar perkembangan
usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk meningkatkan pertumbuhan

470
ekonomi daerah di Kota Pontianak. Adapun faktor-faktor yang diteliti antara
lain lama pendirian, modal, Tenaga kerja, omzet, kepemimpinan dan strategi
inovasi usaha dari UMKM yang ada. Pada penelitian ini digunakan
pendekatan kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian dimana data yang
dihasilkan berupa deskriptif dari tulisan dan perilaku yang dapat diamati
dari subyek itu sendiri (Furchan: 1992). Dalam pembahasan, selain
menggunakan data kuantitatif juga menggunakan data kualitatif sebagai
dasar untuk memberikan interprestasi terhadap temuan di lapangan.
Kualitas hasil penelitian dalam bidang ilmu-ilmu sosial sangat ditentukan
oleh ketepatan di dalam memilih dan menggunakan metode penelitian.
Untuk menentukan metode penelitian tentu bukanlah pekerjaan yang mudah
karena banyak alternatif metode penelitian yang dapat digunakan dimana
satu dengan yang lain saling melengkapi. Sesuai dengan tujuan penelitian ini
yaitu mengungkap pengaruh dari variabel-variabel yang diidentifikasikan,
maka peneliti cenderung menggunakan metode deskriptif analisis dengan
tujuan untuk menerangkan dan mengungkapkan secara sistematis antar dua
variabel atau lebih, sekaligus menguji salah satu atau beberapa hipotesis yang
telah dirumuskan. Untuk melaksanakan penelitian deskriptif yang
menggunakan metode survei diharapkan daya prediksi dan keeratan
hubungan antara variabel yang diteliti dapat diukur sekaligus. Dalam
pembahasannya selain menggunakan cara kuantitatif yaitu untuk
mengetahui pengaruh dari variabel-variabel yang diamati, juga
menggunakan analisis kualitatif untuk memberi interprestasi terhadap hasil
temuan di lapangan.
Penelitian ini menggunakan pengambilan sampel dengan teknik probability
sampling dengan cara Proportional estrati file drandom sampling (populasi
tidak homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan
memperhatikan strata yang ada. Artinya setiap strata terwakili sesuai
proporsinya. Berdasarkan rumus Taroyamane dalam menentukan jumlah
seluruh sampel maka diperoleh jumlah penyebaran sampel sebagai berikut:
Tabel Penebaran Sampel
Jumlah
No UMKM
Populasi Sampel
1 A 25 2
2 B 32 2
3 C 14 2
4 D 27 2
5 E 16 2
JUMLAH 114 10

Sedangkan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan


metode wawancara atau interview. Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi beberapa variabel antara lain orientasi kepemimpinan,
strategi inovasi, tingkat investasi, dan kinerja perusahaan. Untuk pengolahan dan

471
analisis data dilakukanbersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data.
Dalam penelitian ini digunakan logika deduksi dengan membandingkan teori yang
telah menjadi latar belakang permasalahan. Data yang diperoleh dari lapangan
akan diolah dengan cara mengumpulkan semua data yang ada. Data yang ada
dikelompokkan, diseleksi dan selanjutnya dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari data yang terkumpul dapat diketahui bahwa rata-rata UMKM di Kota Pontianak
telah berdiri lebih dari 2 tahun dan masih berjalan sampai sekarang. Modal yang
digunakan UMKM di Kota Pontianak mayoritas masih mengandalkan dana dari
koperasi yang biasanya jumlahnya kecil. Hanya 35% UMKM di Kota Pontianak yang
telah mendapatkan bantuan dana dari bank untuk mengembangkan usahanya. Para
pemilik UMKM di Kota Pontianak secara umum memimpin secara langsung unit
usahanya. Mereka memimpin sendiri tenaga kerja yang bekerja di unit usaha
milikmya. Total tenaga kerja yang dapat diserap oleh UMKM di Kota Pontianak
sebanyak 356 orang. Untuk omzet per pendapatan UMKM di Kota Pontianak sangat
beragam, berkisar antara Rp. 7 milyar per tahun sampai lebih dari Rp. 20 milyar per
tahun untuk UMKM Jenis A memiliki rata-rata omzet Rp 2,172 milyar per tahun,
sedangkan UMKM Jenis B Rp. 144 juta per tahun, UMKM Jenis C beromzet Rp. 3,456
milyar. Sedangkan untuk UMKM Jenis D beromzet Rp. 900 juta dan Jenis E memiliki
omzet Rp. 3.024 milyar per tahun. Dari data tersebut diatas dapat diketahui omzet-
omzet yang dihasilkan oleh UMKM-UMKM ini menambah pendapatan daerah yang
pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah Kota Pontianak
Sedangkan penyerapan tenaga kerja oleh UMKM di Kota Pontianak terbukti
mengurangi jumlah pengangguran. Hal ini berarti penyerapan tenaga kerja
membawa dampak positif bagi upaya pengentasan kemiskinan di Kota Pontianak.

KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan terhadap UMKM yang ada di Kota Pontianak dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. UMKM di Kota Pontianak dapat meningkatkan perekonomian daerah. Hal ini
dapat dilihat dari omzet per pendapatan per bulan seluruh UMKM Kota
Pontianak yaitu Rp. 808.000.000,- atau setara dengan Rp. 9.696.000.000,- per
tahun.
2. Dengan munculnya UMKM di Kota Pontianak memberikan dampak positif bagi
upaya pengentasan kemiskinan melalui penyerapan tenaga kerja. Dengan adanya
penyerapan tenaga kerja berarti terjadi pengurangan terhadap tingkat
pengangguran di Kota Pontianak.

REFERENSI
Faisal, Sanapioh.1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
Miller. J.C. dan J.N. Miller. 1991. Statistika Untuk Kimia Analistik. Bandung: ITB.

472
Furchan, Arif. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya : Usaha
Nasional.
H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press.
Suharsimi Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Bumi Aksara . Jakarta
Moeloeng. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Ropke, Jochen. 1992. Cooperative Entreprenship, Marburg– German.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung :


Alfabeta.
Akdon. 2008. Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi
Manajemen. Bandung : DewaRuci.
Hubeis, Musa. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis. Bogor :
Ghalia Indonesia. Id.wikipedia.org/wiki/pertumbuhan ekonomi diunggah 23
November 2013 pukul 20.45.
Sunhaj, Ahmad. Teknik Penulisan Kualitatif dalam Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-
Ilmu Sosial.

473
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Work Life Balance Terhadap Organizational Citizenship
Behavior Pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya
Monaswasti Paramita May_1, Ahmad Shalahuddin_2*
1_Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya, Jl. Adi Sucipto No.79, Pontianak 78391
2_ Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura, Pontianak 78124
*Email : ahmad.shalahuddin@ekonomi.untan.ac.id

Abstrak

Instansi Pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal, sehingga pegawai yang
memiliki organizational citizenship behavior sangat diperlukan. Untuk itu, pihak manajemen
atau pimpinan harus memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhinya, antara lain
gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpinnya dan work life balance yang dialami
pegawai. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis model yang berhubungan
dengan pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Work Life Balance terhadap Organizational
Citizenship Behavior. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan tipe penelitian
penjelasan (explanatory research). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Sipil Negeri pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya.
Jumlah responden sebanyak 39 pegawai dengan menggunakan metode simple random
sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda. Hasil analisis
regresi linear berganda menunjukkan bahwa baik gaya kepemimpinan transpormasional
maupun work life balance, keduanya berpengaruh signifikan terhadap organizational
citizenship behavior. Gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap organizational citizenship behavior pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten
Kubu Raya.

Kata kunci : Kepemimpinan Transformasional, Work Life Balance, dan Organizational


Citizenship Behavior.

PENDAHULUAN
Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya merupakan instansi Pemerintah
yang melayani kegiatan masyarakat dalam pembuatan Sertifikat Hak Atas Tanah,
Peralihan Hak Atas Tanah, Pembebanan Sertifikat Hak Atas Tanah dan kegiatan-
kegiatan pelayanan pertanahan lainnya. Pemerintah pusat melalui Program PTSL
(Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) telah menetapkan target penerbitan
sertifikat tanah dalam 4 tahun terakhir pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu
Raya sebagai berikut: 1) Tahun 2016 sebesar 12.516; 2) Tahun 2017 sebesar
25.932; 3) Tahun 2018 sebesar 57.556; 4) Tahun 2019 sebesar 47.315. Tingginya
target yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan peningkatan yang signifikan
setiap tahun mengakibatkan beban kerja pegawai semakin besar dan dituntut
bekerja ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Dalam kondisi
demikian, perilaku pegawai yang mengerjakan tugas diluar perannya dan melebihi
harapan atau yang dikenal dengan sebutan Organizational Citizenship Behavior
(OCB) sangat diperlukan.

474
Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini dimana tugas-tugas
semakin banyak, organisasi membutuhkan perilaku OCB yang baik seperti
mengeluarkan pendapat yang konstruktif tentang tempat kerja mereka, membantu
yang lain dalam timnya, menghindari konflik yang tidak perlu, dan dengan lapang
dada memahami gangguan kerja yang terkadang terjadi. Mengingat banyaknya
hambatan yang tidak diinginkan dalam organisasi maka perilaku OCB dapat
meminimalisir terjadinya penurunan kinerja organisasi. Pegawai Kantor Pertanahan
Kabupaten Kubu Raya telah menunjukkan perilaku OCB diantaranya adalah
banyaknya pegawai yang rela pulang larut malam demi menyelesaikan
pekerjaannya, serta masih adanya pegawai yang saling membantu dan dapat
dipanggil kapan saja dibutuhkan oleh organisasi.
Organization citizenship behavior (OCB) adalah suatu sikap perilaku
karyawan yang dilakukan dengan sukarela, tulus, senang hati tanpa harus
diperintah dan dikendalikan oleh perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan
baik (Organ, Podsakoff & MacKenzie, 2006). Perilaku OCB pegawai dapat
dikembangkan dengan kepemimpinan yang baik dalam organisasi. Kesuksesan
seorang pemimpin sangat banyak dipengaruhi oleh model kepemimpinannya, yang
mencakup kemampuan memimpin dan interaksi sesama pemimpin, bawahan-
atasan, organisasi, serta lingkungan. Pengalaman pada diri seseorang sangat
mempengaruhi cara pengambilan keputusan dan kinerja dari organisasi yang
dipimpin.
Sesuai dengan pendapat Robbins dan Judge (2015) bahwa organisasi yang
sukses membutuhkan pekerja yang melakukan lebih dari tanggung jawab pekerjaan
biasa mereka yang akan memberikan kinerja di atas harapan. Sikap ini dapat timbul
dari berbagai faktor dalam organisasi, diantaranya karena adanya gaya
kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasional pegawainya yang
tinggi (Robbins & Judge, 2015). Menurut Bass dalam Yulk (2010), kepemimpinan
transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang
pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan
hormat terhadap pemimpin tersebut dan mereka termotivasi untuk melakukan
lebih dari pada yang awalnya diharapkan. Pemimpin tersebut mentransformasi dan
memotivasi para pengikut dengan cara membuat mereka lebih sadar mengenai
pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, serta mendorong mereka untuk lebih
mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri.
Kepemimpinan transformasional sangat terasa pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Kubu Raya karena dengan banyaknya beban pekerjaan yang ditanggung
oleh para pegawai membuat mereka merasa lebih sadar akan tanggung jawabnya.
Pimpinan selalu melibatkan bawahan pada saat pengambilan keputusan, sehingga
bawahan merasa lebih dihargai dan merasa mempunyai harga diri. Menurut
beberapa hasil penelitian menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
berpengaruh positif terhadap OCB (Gulluce, Kaygin, Kafadar & Atay, 2016; Irshad &
Hashmi, 2014; Lin & Hsiao, 2014; Ismaeelzedah, Anjomshoa & Fard, 2016; Tresna,
2016; Rahmi, 2013). Namun demikian, juga terdapat hasil penelitian yang

475
menunjukkan hasil bahwa gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh
terhadap OCB (Cofie, 2018; Maharani, Surachman, Sumiati & Sudiro, 2017).
Sebagian besar pekerjaan Program PTSL dikerjakan oleh Para Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN). Karena fokus pekerja banyak
tercurahkan ke proyek atau program tersebut maka mengakibatkan kegiatan rutin
sedikit terhambat dan banyak para pemohon menjadi emosional karena
permohonan mereka berjalan dengan sangat lambat dan bahkan baru selesai hingga
bertahun-tahun. Banyaknya tunggakan yang dihadapi para pegawai seringkali
membuat beban kerja semakin bertambah. Banyak para pegawai menutupi beban
kerja yang banyak tersebut dengan mengerjakan tugasnya diluar jam operasional
kantor. Pekerjaan tersebut dilakukan tanpa ada tambahan kompensasi dari kantor.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada Work life balance dari pegawai tersebut.
Work life balance atau keseimbangan kehidupan-kerja adalah suatu
keadaan dimana individu mampu mengatur dan membagi antara tanggung jawab
pekerjaan, kehidupan keluarga dan tanggung jawab lainnya sehingga tidak terjadi
konflik antara kehidupan keluarga dengan karir pekerjaan serta adanya
peningkatan motivasi, produktifitas dan loyalitas terhadap pekerjaan. Work Life
Balance umumnya suatu bentuk keseimbangan yang terjadi dalam kehidupan
seseorang dimana mereka tidak melupakan tugas dan kewajibannya dalam bekerja
tanpa harus mengabaikan segala aspek dalam kehidupan pribadinya. Menurut
Zheng, et al. (2015), Pegawai yang menjalankan strategi work life balance
menunjukkan kondisi kesehatan yang lebih baik dan kesejahteraan yang baik.
Dengan beban kerja berat yang dirasakan olah para pegawai di Kantor Pertanahan
Kabupaten Kubu Raya, mengakibatkan kerja diluar jam operasional akan
menggangu keseimbangan dan kondisi kesehatan dari pegawai tersebut. Porsi di
dunia kerja akan lebih banyak dari pada porsi untuk kehidupan pribadinya,
sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan. Hal ini sejalan dengan
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan
dari Work Life Balance terhadap OCB (Harikaran & Thevanes, 2018; Pradhan, Jena &
kumari, 2016). Selain itu juga terdapat hasil penelitian yang menunjukkan hasil
bahwa work life balance tidak berpengaruh terhadap OCB (Makiah, Asmony &
Nurmayanti, 2018; Shakir & Siddiqui, 2018). Oleh Karena itu, tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional dan work life balance terhadap organizational citizenship behavior
(OCB) pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya”.

KAJIAN LITERATUR
Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan merupakan pola menyeluruh dari tindakan seorang
pemimpin baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya dan gaya
kepemimpinan menggambarkan dari falsafah yang konsisten, keterampilan, sifat
dan sikap yang mendasari perilaku seorang. Kepemimpinan transformasional
merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang menekankan pada proses dimana

476
orang terlibat dengan orang lain dan menciptakan suatu hubungan yang
meningkatkan motivasi baik dalam diri pemimpin maupun pengikut (Northouse,
2013).
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi para
pengikutnya untuk bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama, yang menaruh
perhatian terhadap kebutuhan pengembangan diri para pengikutnya, mengubah
kesadaran para pengikutnya (Robbins & Judge, 2015). Kepemimpinan
transformasional merupakan kepemimpinan yang menyatakan visi dengan jelas,
menarik dan menjelaskan cara visi tersebut dapat dicapai, bertindak secara rahasia
dan optimis, memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut, bertindak dramastis
dan simbolis untuk hal-hal penting, memimpin dan memberi contoh serta
memberikan kewenangan kepada orang tertentu untuk mencapai visi tersebut
(Yukl, 2010). Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih
menyadari kepentingan dan nilai-nilai dari pekerjaan dan membujuk pengikutnya
untuk tidak mendahulukan kepentingan diri sendiri demi organisasi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh terhadap OCB (Jahangir, Akbar & Haq, 2004; Budhiarti
& Nisa, 2017; Indra, Aziz & Kornelius, 2016; Darmawan & Maisaroh, 2017; Atmaja &
Adnyani, 2016). Hipotesis yang terbentuk adalah :
H1 : Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap OCB.

Work life balance


Work life balance didefinisikan sebagai tingkat kepuasan seseorang atas
keterlibatan dirinya untuk “fit” dengan peran ganda yang dimilikinya dalam
kehidupan (Lazar & Ratiu, 2010). Work life balance berhubungan dengan adanya
kesesuaian antara waktu dan usaha untuk bekerja dan menjalani aktifitas di luar
pekerjaan agar mencapai kehidupan yang harmonis (Clarke dalam Lazar & Ratiu,
2010). Work-life balance merupakan suatu kebutuhan untuk menyeimbangkan
tuntutan kehidupan kerja dengan tuntutan kehidupan di luar pekerjaan sehingga
dapat menjalani kehidupan yang memuaskan. Organization citizenship behavior
(OCB) adalah suatu sikap perilaku karyawan yang dilakukan dengan sukarela,
tulus, senang hati tanpa harus diperintah dan dikendalikan oleh perusahaan dalam
memberikan pelayanan dengan baik (Organ et al., 2006).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa work life balance
berpengaruh terhadap OCB (Pradhan, Jena & kumari, 2016; Harikaran & Thevanes,
2018). Hipotesis yang terbentuk adalah :
H2 : Work life balance berpengaruh positif terhadap OCB.

Organitational Citizenship Behavior


Organizational citizenship behavior (OCB) menurut Robbins and Judge
(2015) adalah perilaku yang dilakukan oleh seorang pegawai yang melebihi
kewajiban kerja formal, namun berdampak baik karena mendukung efektivitas

477
organisasi. Menurut Greenberg and Baron (2003), OCB adalah tindakan yang
dilakukan anggota organisasi yang melebihi dari ketentuan formal pekerjaannya.
Dengan kata lain, OCB merupakan perilaku yang selalu mengutamakan
kepentingan orang lain, hal itu diekspresikan dalam tindakan-tindakan yang
mengarah pada hal-hal yang bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi,
melainkan untuk mewujudkan kesejahteraan orang lain. Secara umum, ada tiga
komponen utama OCB. Pertama, perilaku tersebut lebih dari ketentuan formal atau
deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. Kedua, tindakan tersebut tidak
memerlukan latihan (bersifat alami), dengan kata lain, orang melakukan tindakan
tersebut dengan sukarela. Ketiga, tindakan tersebut tidak dihargai dengan imbalan
formal oleh organisasi.

METODA PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survey, dengan objek penelitian
adalah pegawai di Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya. Bentuk penelitian
menggunakan bentuk penelitian kuantitatif asosiatif dan sampel sebanyak 39
responden dengan metode simple random sampling.
Indikator gaya kepemimpinan transformasional merujuk pada pendapat
Luthans (2006) yaitu : Kharisma, Inspirasi, Stimulasi Intelektual, dan Memerhatikan
Individu. Indikator Work Life Balance merujuk pada pendapat Fisher et al. (2009) yaitu:
Personal Life Interference Work, Work Interference Personal Life, Personal Life
Enhancement of Work, dan Work Enhancement of Personal Life. Indikator
Organizational Citizenship Behavior merujuk pada pendapat Luthans (2006) yaitu:
Altruism, Kesungguhan, Sopan, dan Sportif. Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis Regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS 23.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Goodness Of Fit Models
a. Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil output analisis regresi dapat diketahui nilai koefisien
determinasi seperti pada tabel berikut :
Tabel 1. Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,723a ,523 ,482 ,64246
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R 2)
adalah sebesar 0,523. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman hasil prediksi OCB
dijelaskan atau dipengaruhi oleh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Work
Life Balance sebesar 52,3% sedangkan sisanya sebesar 47,7 % dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
b. Uji F
Dari hasil output analisis regresi dapat diketahui nilai F seperti pada Tabel
berikut :

478
Tabel 2. Hasil Uji F
ANOVAa
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 15,861 3 5,287 12,810 ,000b
Residual 14,446 35 ,413
Total 30,308 38
a. Dependent Variable: OCB
b. Predictors: (Constant), K_Transformasional, Work_Life_Balance
Berdasarkan hasil uji F yang ditunjukkan pada Tabel 2, diketahui bahwa
nilai F hitung sebesar 12,810 dengan tingkat signifikansi atau probabilitas 0,000 <
0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persamaan regresi linear berganda
yang dihasilkan dapat dipakai untuk memprediksi OCB pegawai Kantor Pertanahan
Kabupaten Kubu Raya.

Uji Hipotesis (Uji t)


Dalam penelitian ini, nilai koefisien yang digunakan adalah standardized
coefficients beta. Dari hasil output analisis regresi dapat diketahui nilai koefisien
masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Uji Hipotesis
Standardized
Hubungan Kausalitas Coefficients t Sig. Keterangan
Beta
Gaya Kepemimpinan
1. Transformasional (X1)  ,454 2,808 ,008 Signifikan
Y
Work Life Balance (X2) 
2. ,378 2,082 ,045 Signifikan
Y

Berdasarkan Tabel 3. di atas, maka persamaan regresi linear berganda


adalah sebagai berikut :
Y = 0,454 X1 + 0,378 X2

Persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa :


a. Koefisien regresi variabel gaya kepemimpinan transformasional (X1) adalah
0,454 (positif). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan atau pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional terhadap OCB adalah positif yang berarti
semakin baik gaya kepemimpinan transformasional pimpinan Kantor
Pertanahan Kabupaten Kubu Raya, maka OCB pegawainya juga akan semakin
baik. Selain itu juga diketahui bahwa gaya kepemimpinan transformasional
memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap OCB jika dibandingkan dengan
variabel Work Life Balance. Nilai koefisien pengaruh gaya kepemimpinan

479
transformasional terhadap OCB sebesar 0,454 (positif) dan nilai signifikansinya
sebesar 0,008 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh positif signifikan terhadap OCB.
b. Koefisien regresi variabel Work Life Balance (X2) adalah sebesar 0,378. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan atau pengaruh Work Life Balance terhadap OCB
adalah positif yang berarti semakin baik Work Life Balance yang dirasakan atau
dialami oleh pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya, maka OCB
pegawainya akan semakin baik. Selain itu juga diketahui bahwa Work Life
Balance memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap OCB jika dibandingkan
dengan variabel gaya kepemimpinan transformasional. Nilai koefisien pengaruh
Work Life Balance terhadap OCB sebesar 0,378 (positif) dan nilai
signifikansinya sebesar 0,045 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa Work Life
Balance berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.

Pembahasan
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap OCB
Berdasarkan hasil pengukuran validitas dan reliabilitas, diketahui bahwa
keseluruhan item pernyataan masing-masing indikator yang digunakan dalam
mengukur variabel gaya kepemimpinan transformasional adalah valid dan reliabel.
Hal ini berarti bahwa item-item pernyataan masing-masing indikator tersebut
sudah tepat digunakan sebagai pengukur variabel gaya kepemimpinan
transformasional.
Berdasarkan hasil output distribusi frekuensi jawaban responden,
diketahui bahwa keseluruhan item masing-masing indikator memiliki nilai mean
yang berada pada katagori baik dan sangat baik. Hal ini menjelaskan bahwa
keempat indikator yang digunakan merupakan faktor penting dalam membentuk
gaya kepemimpinan transformasional pimpinan Kantor Pertanahan Kabupaten
Kubu Raya.
Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap organizational
citizenship behavior (OCB) dapat diketahui dari nilai koefisien sebesar 0,454 dengan
nilai t hitung 2,808 > t tabel 2,020 dan signifikansinya sebesar 0,008 (lebih kecil dari
0,05) dengan demikian hipotesis pertama dapat diterima. Temuan penelitian ini
membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan
terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai honorer Kantor
Pertanahan Kabupaten Kubu Raya.
Gaya kepemimpinan transformasional yang diukur dari jiwa kharisma
atasan yang dimana atasan dapat menyampaikan visi dan misi yang jelas kepada
pegawai sehingga dari hal tersebut pegawai menunjukkan sikap kesungguhannya
yakni dengan menunjukkan perilaku kerja yang loyal dari pegawai biasanya. Sikap
atasan yang memiliki komitmen yang dapat dipercaya pegawai menciptakan
kesungguhan pegawai untuk dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
prosedur kantor. Atasan yang dinilai mampu mendapatkan rasa hormat dari

480
pegawai memberikan pengaruh terhadap sikap pegawai untuk tulus menolong dan
siap memberi bantuan pada pegawai lainnya.
Sikap yang dinilai dapat menginspirasi pegawai merupakan lambang dari
kesuksesan sehingga pegawai dapat menunjukkan perilaku yang porsi pegawai
biasa berikan. Sikap atasan yang dapat memotivasi pegawai dan membangkitkan
semangat kerja pegawai memberikan dampak terhadap sikap pegawai untuk saling
menghargai pegawai lainnya dan berusaha untuk tidak membuat masalah dengan
pegawai lainnya. Selain itu sikap atasan yang memerhatikan pegawai dimana atasan
memberikan perhatian terhadap waktu kerja pegawai, dari hal tersebut pegawai
merasa dihargai sehingga pegawai pun bersikap sopan yakni dengan menghargai
orang lain dan berusaha tidak membuat masalah dengan orang lain. Sikap atasan
yang memberikan nasihat untuk pencapaian prestasi kerja pegawai memberikan
dampak terhadap sikap pegawai yang dapat mudah menerima kritikan orang lain
dan tidak mudah untuk mengeluh dalam proporsi pekerjaannya.
Dalam penelitian ini gaya kepemimpinan transformasional memberikan
pengaruh positif dan signfikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB).
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa pendapat yang mengungkapkan bahwa
gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang kuat pada kesediaan
karyawan untuk terlibat dalam OCB (Jahangir et al., 2004; Gulluce, et al., 2016;
Irshad & Hashmi, 2014; Lin & Hsiao, 2014; Ismaeelzedah, Anjomshoa & Fard, 2016;
Tresna, 2016; Rahmi, 2013; Budhiarti & Nisa, 2017; Indra, Aziz & Kornelius, 2016;
Darmawan & Maisaroh, 2017; Atmaja & Adnyani, 2016). Dengan demikian, hasil
penelitian ini dapat dikatakan tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan hasil bahwa gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh
terhadap OCB (Cofie, 2018; Maharani et al., 2017).
Pengaruh Work Life Balance Terhadap OCB.
Berdasarkan hasil pengukuran validitas dan reliabilitas, diketahui bahwa
keseluruhan item pernyataan masing-masing indikator yang digunakan dalam
mengukur variabel Work Life Balance adalah valid dan reliabel yang berarti bahwa
item-item pernyataan masing-masing indikator tersebut sudah tepat digunakan
sebagai pengukur variabel Work Life Balance.
Berdasarkan hasil output distribusi frekuensi jawaban responden,
diketahui bahwa keseluruhan item masing-masing indikator memiliki nilai mean
yang berada pada katagori sangat baik. Hal ini menjelaskan bahwa keempat
indikator yang digunakan merupakan faktor penting dalam membentuk Work Life
Balance.
Pengaruh Work Life Balance terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB) pegawai honorer Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya dapat diketahui
dari nilai koefisien sebesar 0,378 dengan nilai t hitung 2,082 > t tabel 2,020 dan
signifikansinya sebesar 0,045 (lebih kecil dari 0,05) dengan demikian hipotesis
kedua dapat diterima. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa work life balance
berpengaruh signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai
honorer Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya.

481
Work life balance yang diukur dari sikap pegawai yang bersemangat untuk
melakukan berbagai hal yang diinginkannya disinyalir menciptakan sikap untuk
saling tulus tolong menolong kepada orang lain yang membutuhkan dan siap
memberi bantuan kepada pegawai lainnya, serta tidak mengabaikan kebutuhan
pribadi meskipun terhadap tuntutan pekerjaan memberikan pengaruh yang baik
dalam sikap pegawai untuk selalu siap memberikan bantuan kepada orang lain.
Tidak melewatkan berbagai kegiatan pribadi meskipun banyaknya waktu yang
tersita untuk pekerjaan tidak membuat pegawai mengulur serta membesarkan
masalahnya. Pegawai yang merasa kehidupan pribadinya tidak menguras tenaga
dalam bekerja memberikan dampak baik pegawai dalam melaksanakan pekerjaan
sesuai prosedur.
Pegawai yang menilai pekerjaannya menyenangkan meskipun banyak hal
yang terjadi pada kehidupan pribadinya menjadi pegawai untuk selalu berusaha
menghargai orang lain. Pegawai yang jarang menemui kesulitan atau merasa senang
saat menyelesaikan pekerjaan di kantor bersikap untuk melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan prosedur. Pegawai yang merasa lebih baik saat di kantor karena
segala hal dalam kehidupan pribadi membuat pegawai merasa untuk tidak membuat
masalah dengan orang lain. Kehidupan pribadi pegawai yang dinilai memberikan
kekuatan serta semangat dalam bekerja membuat pegawai tidak mudah untuk
mengeluh dan tidak membesarkan masalah diluar proporsinya. Kehidupan pribadi
pegawai sangat membantu dan siap untuk bekerja di hari berikutnya memberikan
kesan yang baik untuk tidak mudah mengeluh.
Dalam penelitian ini work life balance memberikan pengaruh positif dan
singnifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai honorer
Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya. Hasil penelitian ini sesuai dengan
beberapa penelitian yang menyatakan bahwa peningkatan work life balance secara
signifikan berkontribusi untuk meningkatkan OCB karyawan dalam organisasi
(Pradhan, Jena & kumari, 2016; Harikaran & Thevanes, 2018). Selain itu dapat
dikatakan bahwa hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Shakir & Siddiqui (2018) dan Makiah et al., (2018) yang
menunjukkan bahwa work life balance tidak memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap OCB.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Transformasional, dan Work Life Balance terhadap Organizatinal
Citizenship Behavior (OCB), maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Gaya Kepemimpinan Transformasional (X1) berpengaruh positif signifikan
terhadap OCB pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya. Hasil uji
analisis tersebut bermakna bahwa semakin baik Gaya Kepemimpinan
Transformasional pimpinan, maka semakin tinggi OCB pegawai. Gaya
Kepemimpinan Transformasional dalam penelitian ini menggunakan empat

482
indikator yaitu Kharisma, Inspirasi, Stimulasi Intelektual, dan Memerhatikan
Individu. Keseluruhan indikator merupakan faktor penting yang membentuk
Gaya Kepemimpinan Transformasional.
b. Work Life Balance (X2) berpengaruh positif signifikan terhadap OCB (Y)
pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya. Hasil uji analisis tersebut
bermakna bahwa semakin tinggi Work Life Balance pegawai, maka semakin
tinggi OCB pegawai. Work Life Balance dalam penelitian ini menggunakan
empat indikator yaitu Personal Life Interference Work, Work Interference
Personal Life, Personal Life Enhancement of Work, dan Work Enhancement of
Personal Life. Keseluruhan indikator merupakan faktor penting yang
membentuk Work Life Balance.
c. Nilai koefisien Gaya Kepemimpinan Transformasional lebih tinggi daripada
nilai koefisien Work Life Balance. Hal ini berarti Gaya Kepemimpinan
Transformasional memiliki pengaruh yang lebih besar daripada Work Life
Balance terhadap OCB pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diberikan rekomendasi antara lain
pimpinan hendaknya dapat memunculkan ide-ide kreatif yang dapat membangun
prestasi kerja sehingga dapat memberikan gagasan yang menarik untuk diterapkan
kepada pegawai. Selain itu, pegawai hendaknya diberikan keleluasan dalam bekerja
dengan tetap memprioritaskan kebutuhan pribadi agar pegawai merasakan beban
kerja yang rileks.

REFERENSI
Atmaja, I K.A.W., & Adnyani, I G.A.D. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Transformasional dan Komitmen Organisasional Terhadap Organizational
Citizenship Behavior. Vol. 5, No. 11, ISSN: 2302-8912.
Budhiarti, A.A. dan Nisa, Y.F. (2017). The Effect Of Religiusity, Tranformational
Leadership And Demography On Organizational citizenship behavior (Ocb).
JP3I. Volume VI No. 2.
Cofie, A.R. (2018). Relationships Between Transformational Leadership and
Organizational Citizenship Behavior in Ghanaian Organizations. Walden
University. http://scholarworks.waldenu.edu/dissertations.
Darmawan, A. dan Maisaroh. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional
Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational citizenship behavior Pada
Islamic Boarding School Tingkat SMA di Yogyakarta. Jurnal Aplikasi Bisnis,
Vol.17 No.2. p-ISSN: 1411-4054/e-ISSN: 2579-3217.
Fisher, G.G., Bulger, C.A., and Smith, C.A. (2009). Beyond work and family: a measure
of work/nonwork interference and enhancement. Journal of Occupational
Health Psychology. Vol. 14. No. 4, 441-456.
Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program SPSS 23
(Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

483
Greenberg, J., & Baron, R.A. (2003). Behavior in Organizations (Understanding And
Managing The Human Side Of Work ). Eight edition, Prentice Hall.
Gulluce, A.C., Kaygin, E., Kafadar, S.B. & Atay, M. (2016). The Relationship between
Transformational Leadership and Organizational Commitment: A Study on the
Bank Employees. Journal of Service Science and Management, Vol 9. 263-275,
JSSM: 2016.93033.
Harikaran, S., & Thevanes, N. (2018). The Relationships among Work-Life Balance,
Organizational Citizenship Behavior and Organizational Performance: A
Review of Literature. Journal of Business and Management. e-ISSN: 2278-
487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 20, Issue 8. Ver. V, PP 25-31.
Indra, B.A., Aziz, I., & Kornelius, Y. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Transformasional, Transaksional, Kepuasan Kerja Terhadap OCB Karyawan
PT. Konstrindo Putera Perkasa. Jurnal Ilmu Manajemen Universitas Tadulako.
Vol. 2, No. 1, Januari 2016, 027-038. ISSN; 2443-1850.
Irshad, R., & Hashmi, M.S. (2014). How Transformational Leadership is Related to
Organizational Citizenship Behavior? The Mediating Role of Emotional
Intelligence. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences. Vol. 8 (2),
413–425.
Ismaeelzadeh, M.R., Anjomshoa, M.R., and Fard, M.K. (2016). Effect of
Transformational Leadership on Organizational Citizenship Behavior in
Physical Education Teachers in Mashhad. Global Journal of Scientific
Researches. Vol. 4(5), pp. 86-90, E-ISSN: 2311-732X.
Jahangir, N., Akbar, M.M, & Haq, M. (2004). Organizational Citizenship Behavior: Its
Nature And Antecedents. Brac University Journal. Vol. I, No. 2, 2004, pp. 75-85.
Lazar, I., and Ratiu, P. (2010). The Role of Work-Life Balance Practices in Order to
Improve Organizational Performance. European Research Studies, Vol. XIII,
Issue (I).
Lin, R.S.J., and Hsiao, J.K. (2014). The Relationships between Transformational
Leadership, Knowledge Sharing, Trust and Organizational Citizenship
Behavior. International Journal of Innovation, Management and Technology,
Vol. 5, No. 3.
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh, PT. Andi: Yogyakarta.
Maharani, V., Surachman, Sumiati dan Sudiro, A. (2017). The Effect of
Trnasformational Leadership on Organizational citizenship behavior
Mediated by Job Satisfaction and Organizational Commitment (Study at
Islamic Bank in Malang Raya). International Journal of Ekonomic Research
Vol. 14, N0. 3. ISSN : 0972-9380.
Makiah, Asmony, T., & Nurmayanti, S. (2018). Effect Of Work life balance, Workplace
Spirituality Of Organizational citizenship behavior (OCB) Through
Organizational Commitment As Intervening Variables (Study On Teacher
Generation Y In Islamic Boarding School District West Lombok, Indonesia).
International Journal of Economics, Commerce and Management. Vol. VI, Issue
7, ISSN : 2348 0386.

484
Northouse, Peter G. (2013). Kemimpinan; Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka.
Organ, D.W., Podsakoff, P.M., & MacKenzie, S.B. (2006). Organizational citizenship
behavior: Its nature, antecedents, and consequences. Thousand Oaks, CA: Sage
Publications, Inc.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=wXiHCgAAQBAJ&oi=fnd&pg
=PP1&dq=organizational+citizenship+behavior:+its+nature,+antecedents,+an
d+consequences+pdf.
Pradhan, R.K., Jena, L.K., & Kumari, I.G. (2016). “ Effect of Work-Life Balance on
Organizational citizenship behavior : Role of Organizational Commitment”.
Journal of Global Business Review, Vol. 17 (3S). 15S-295.
Rahmi, B.M. (2013). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap
Organizational Citizenship Behavior dan Komitmen Organisasional dengan
Mediasi Kepuasan Kerja. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Denpasar.
Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. (2015). Perilaku Organisasi. Jakarta:
Salemba Empat.
Shakir, K., & Siddiqui, S.J. (2018). The Relationship Between Work-Life Balance
Initiatives and Organizational citizenship behavior: The Mediating Role of
Perceived Organizational Support. JISR-MSSE. Volume 16. No. 2.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tresna, P.W. (2016). The Influence of Transformational Leadership to
Organizational Citizenship Behavior with Job Satisfaction as Mediator
Variable. Review of Integrative Business & Economics Research. Vol. 5 (2).
ISSN: 2304-1013.
Yulk, Gary. (2010). Kememimpinan dalam Organisasi, Edisi Kelima, Jakarta;
PT.Indeks.
Zheng, C., Molineux, J., Mirshekary, S., & Scarparo, S. (2015). “Developing Individual
and Organizational Work-Life Balance Strategies to Improve Employee Health
and Wellbeing”. Employee Relations. Vol. 37. No. 3 pp. 354-379.

485
Pengaruh Kepuasan dan Keerikatan Kerja Karyawan pada
Kesiapan untuk Berubah
Donny Usman, Ilzar Daud
Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura
Email : donnyusman89@gmail.com

Abstrak

Kondisi bisnis saat ini bergerak sangat cepat, untuk dapat survive di tengah kondisi yang
chaostic tersebut kuncinya terletak pada satu kata yaitu perubahan. Sementara setiap
perubahan organisasi adalah unik karena melibatkan individu didalamnya yang juga unik.
Perubahan yang proses kelahirannnya tidak cukup mengikutsertakan anggota kunci saja
namun juga membutuhkan keterlibatan seluruh anggota organisasi. Tidak semua perubahan
yang dilakukan organisasi akan diterapkan secara efektif. Salah satu alasaan implementasi
perubahan seringkali gagal adalah kurangnya kesiapan karyawan untuk berubah. Penelitian
ini fokus pada mengidentifikasi pengaruh kepuasan kerja dan keterikatan kerja karyawan
pada kesiapan karyawan untuk berubah. Kesiapan karyawan untuk berubah diukur
menggunakan Kuesioner Kesiapan Untuk Berubah yang dibangun oleh Holt (2007).
Kepuasan Kerja diukur menggunakan Job Satisfaction Survey (JSS) oleh Spector (1997),
sedangkan Keterikatan Kerja Karyawan diukur dengan menggunakan Ultrecht Work
Engagement Scale (UWES-9) oleh Schaufeli (2002). Data dikumpulkan dari 1.332 karyawan
yang bekerja di perusahaan perkebunan Indonesia, bekerja di seluruh tingkat manajerial
sampai tenaga pelaksana, mengingat proses perubahan membutuhkan keterlibatan segenap
anggota organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh
signifikan terhadap kesiapan untuk perubahan (B = 0,428, t = 40, 095, p_=_0,00). Sedangkan
keterikatan kerja karyawan juga memiliki pengaruh signifikan terhadap kesiapan untuk
perubahan (B = 0,545, t = 12, 899, p = 0,00).
Kata kunci: kepuasan kerja, keterikatan kerja dan kesiapan untuk berubah

PENDAHULUAN
Proses bisnis saat ini bergerak dengan kecepatan tinggi, chaostic, radical,
turbulence, volatile, uncertain, impredictible dan banyak lagi istilah yang
digunakan untuk menggambarkan bahwa proses bisnis bergerak super cepat.
Untuk membuat organisasi tetap adaptif dalam kondisi perubahan yang cepat
bukanlah perkara mudah. Seorang pimpinan bisnis, tak cukup lagi hanya piawai
membangun bisnis, namun harus mampu juga mengubah, mengganti atau
berinovasi fondasi model bisnis yang sudah tidak relavan (Avanti, 2007).
Banyak organisasi yang ingin tetap bertahan di era peruabahan yang sangat
cepat ini, namun tidak banyak yang efektif dan efisien dalam melakukan proses
perubahan. Armenakis, Harris, dan Mossholder (1993) juga mengatakan bahwa
dengan meningkatnya lingkungan yang dinamis maka organisasi secara terus-
menerus dikonfrontasi oleh adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan
pada strategi, struktur, proses, dan budaya.
Menurut survei Annual Cross Sector Work Place yang dilakukan oleh Roffey
Park antara tahun 2001 dan 2005, lebih dari 90% responden menunjukkan
bahwa organisasi mereka telah mengalami beberapa perubahan (Armenakis &
Harris, 2002). Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Buckingham dan Seng
(2009) juga menunjukkan bahwa 60% dari 1500 pelaksana dalam 15 negara

486
yang bekerja pada manajemen perubahan mengaku perubahan dilakukan untuk
mencapai kemajuan bisnis.
Karyawan dalam organisasi merespon secara berbeda terhadap perubahan
organisasi. Secara umum, sikap dan reaksi karyawan terhadap perubahan dapat
dibagi menjadi sikap efektif (menerima) dan sikap tidak efektif (menolak). Sikap
yang efektif ditunjukkan dengan bekerja sama, saling mendukung perubahan
kondisi dan perubahan proses, dan terlibat dalam perubahan organisasi. Di sisi
lain, sikap yang tidak efektif ditunjukkan dengan resistensi diri dalam
organisasi, selalu mengeluh, dan secara terbuka menolak perubahan (Galpin,
1996, dalam Rafferty et al., 2013). Berdasarkan survei terhadap lebih dari 3.000
eksekutif di beberapa perusahaan, Meaney & Pung (2008) mengungkapkan
bahwa dua pertiga responden mengatakan bahwa perusahaan mereka gagal
menunjukkan kinerja yang baik setelah implementasi perubahan (Rafferty et al.,
2013). Untuk dapat mendukung proses perubahan, orang harus siap untuk
perubahan (Armenakis et al., 1993; Armenakis, Haris & Field, 1999). Kesiapan
didefinisikan sebagai keyakinan, niat, sikap, dan perilaku yang mendukung
perubahan dan kapasitas organisasi untuk mencapai kesuksesan. Holt et al.
(2007) mengemukakan konsep kesiapan untuk perubahan yang lebih
komprehensif, yang didefinisikan sebagai sikap komprehensif yang dipengaruhi
secara simultan oleh konten (yaitu, apa yang sedang diubah), proses (yaitu
bagaimana perubahan diterapkan), konteks (yaitu, keadaan di mana perubahan
terjadi), dan individu (yaitu, karakteristik mereka yang diminta untuk berubah)
yang terlibat.
Jenis-jenis perubahan organisasi tersebut dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar yaitu perubahan evolusioner dan revolusioner (Jones, 2007).
Perubahan evolusioner adalah perubahan yang memiliki karakteristik terhadap
dan fokusnya sempit (Jones, 2007). Perubahan ini dapat terjadi secara konstan,
bertahap, dan sedikit demi sedikit. Menurut Jones (2007) dalam perubahan
evolusioner terdapat tiga strategi yang digunakan, yaitu sociotechnical system
theory (penggantian peran dan tugas karyawan atau merubah hubungan/relasi),
total quality management (mengembangkan kualitas barang dan jasa dengan
mencari metode atau cara baru), creating flexible worker and flexible work team
(meningkatkan kemampuan karyawan dalam satu bidang tertentu dan setelah
itu karyawan akan diberi pelatihan overtime mengenai bidang lain). Sedangkan
perubahan revolusioner yaitu perubahan yang terjadi dengan cepat, dramatis,
dan mempengaruhi organisasi secara keseluruhan sehingga memerlukan
kecepatan dalam mencari strategi baru yang lebih efektif. Perubahan ini juga
menimbulkan situasi menjadi chaos, rumit, tidak pasti, dan tidak menyenangkan
bagi karyawan. Menurut Jones (2007) terdapat empat strategi yang dapat
dilakukan dalam perubahan ini yakni reengineering (menekankan adanya
perubahan pada proses koordinasi antar bagian dan integrasi dari seluruh
bagian), e-engineering (mengembangkan performa kerja melalui sistem
informasi), restructuring (melakukan perubahan pada struktur organisasi serta
budaya organisasi termasuk dalam hal tugas dan kekuasaan), dan innovation
(menciptakan teknologi baru atau produk serta jasa melalui sumber daya dan
kemampuan). Dalam penelitian ini, konteks perubahannya berfokus pada
perubahan revolusioner.
Menurut Armenakis et al (1993) perubahan organisasi terjadi melalui karyawan.
Karyawan merupakan elemen penting untuk kesuksesan organisasi, hal tersebut

487
dikarenakan karyawan adalah pelaku yang menjalankan aktivitas organisasi
sehari-hari (Mangundjaya, 2012). Eby, Adams, Russel, dan Gaby (2000) dalam
penelitiannya juga mengatakan bahwa organisasi yang melakukan perubahan
sangat memerlukan dukungan karyawan. Dengan pentingnya peran karyawan
dalam proses perubahan maka karyawan perlu dipersiapkan agar lebih terbuka
terhadap perubahan yang akan dilakukan dan lebih siap untuk berubah. Holt,
Armenakis, dan Harris (2007) juga menjelaskan bahwa sebelum melakukan
perubahan organisasi terdapat hal yang perlu ditinjau terlebih dahulu, yaitu
kesiapan untuk berubah. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk menilai
kesiapan individu dan organisasi untuk perubahan dan juga untuk memahami
faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan individu dan organisasi untuk
perubahan (Madsen, 2005).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan untuk berubah adalah
kepuasan kerja. Locke (1976) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau perasaan positif yang diperoleh
karyawan dari pengalaman kerja mereka, di mana itu juga termasuk reaksi
kognitif, afektif, dan evaluatif atau sikap terhadap pekerjaan. Pendekatan
terhadap kepuasan kerja dapat dipandang sebagai pendekatan global dan
sebagai pendekatan segi (Spector, 2000). Pendekatan global terhadap kepuasan
kerja berfokus pada perasaan keseluruhan karyawan terhadap pekerjaan.
Sementara itu, pendekatan segi berfokus pada banyak aspek pekerjaan, seperti
hadiah (gaji atau tunjangan dan lain-lain), orang lain di tempat kerja (pengawas
atau rekan kerja), kondisi kerja, dan sifat pekerjaan itu sendiri. dalam penelitian
ini, kami menggunakan pendekatan facet karena berguna untuk organisasi yang
ingin mengidentifikasi aspek mana dalam organisasi sehingga mereka dapat
melakukan intervensi. Pendekatan facet memberikan deskripsi komprehensif
untuk menggambarkan kepuasan kerja, daripada ketika kita menggunakan
pendekatan global. Ini karena karyawan dapat memiliki perasaan yang berbeda
tentang aspek yang berbeda, yang mungkin tidak dapat diidentifikasi melalui
pendekatan global.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanpachern et al (1998) kebutuhan
untuk melakukan perubahan, kemampuan yang dimiliki oleh organisasi,
komitmen, dan budaya organisasi menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
kesiapan karyawan untuk berubah. Selain dari beberapa faktor yang diatas juga
terdapat faktor lain yang mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah
yaitu employee engagement. Menurut Saks (2006) employee engagement
merupakan faktor utama yang mempengaruhi suksesnya inisiasi perubahan
organisasi. Echols (2005) dan Crabtree (2005) juga mengatakan bahwa
komitmen organisasi dan employee engagement menjadi elemen paling penting
untuk kesuksesan perubahan organisasi.
Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez-roma dan Bakker (2002) employee
engagement didefinisikan sebagai keadaan motivasional yang positif yang
dikarakteristikkan oleh adanya vigor, dedication, dan absorption. Vigor
merupakan level energi dan ketahanan mental yang tinggi ketika bekerja,
kemauan untuk memberi usaha pada pekerjaan, dan selalu berusaha walaupun
menghadapi kesulitan. Dedication merupakan keterlibatan seseorang dalam
suatu pekerjaan dan memiliki antusias, inspirasi, dan kebanggaan dalam
pekerjaan. Dan absorption merupakan perilaku yang mampu berkonsentrasi
dan senang terlibat dengan pekerjaan tersebut (Schaufeli et al, 2002). Hewitt

488
(2004) juga menemukan bahwa karyawan yang engaged memiliki kesiapan
untuk berubah yang lebih besar dari karyawan lainnya. Karyawan yang engaged
akan memiliki dedikasi yang kuat kepada organisasi seperti adanya keterlibatan
usaha-usaha yang tinggi dalam kemajuan organisasi dan memiliki ketangguhan
dalam melaksanakan pekerjaan (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006).
Sedangkan karyawan yang disengaged akan melepaskan diri dari tugas kerja
dan menarik diri secara sadar dan penuh perasaan (Luthans & Peterson, 2002).
Dengan begitu, karyawan yang engaged akan lebih mendukung jalannya
perubahan organisasi dan siap untuk berubah (Dicke, Kontakos, & Holwerda,
2007).
Dalam penelitian ini, kami perlu mengetahui hubungan antara dua variabel
independen yaitu kepuasan dan keterikatan kerja karyawan yang
mempengaruhi kesiapan untuk berubah. Oleh sebab itu, kami menggunakan
konsep kepuasan kerja Spector, yang memandang kepuasan kerja sebagai
variabel independen 1 (X1) yang meliputi gaji, promosi, pengawasan, tunjangan
tambahan, imbalan kontinjensi, kondisi operasi, rekan kerja, sifat pekerjaan, dan
komunikasi. Selain itu, kami juga menggunakan konsep keterikatan kerja
karyawan oleh Schaufeli yang mendefinisikan keterikatan kerja karyawan
sebagai keadaan motivasional yang positif dengan karakteristik adanya vigor,
dedication dan absorption.
Penelitian dilakukan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada
agrobisnis di Kalimantan Indonesia.
Berneth (2004) menjelaskan bahwa kesiapan adalah lebih dari sekedar
pemahaman akan perubahan, kesiapan lebih dari keyakinan pada perubahan
tersebut, kesiapan adalah kumpulan dari pemikiran dan intensi pada usaha
perubahan yang spesifik. Backer (1995) juga mengemukakan bahwa kesiapan
karyawan untuk berubah melibatkan kepercayaan, sikap, dan intensi karyawan
terhadap sejauh mana tingkat perubahan dibutuhkan dan persepsi karyawan
serta kapasitas organisasi untuk melakukan perubahan tersebut dengan sukses.
Kesiapan Berubah menurut Holt, Armenakis, Feild & Harris (2007) adalah
kesiapan individu untuk berubah sebagai sikap komprehensif yang secara
simultan dipengaruhi oleh konten (apa yang berubah), proses (bagaimana
perubahan diimplementasikan), konteks (lingkungan dimana perubahan
terjadi), dan individu (karakteristik individu yang diminta untuk berubah) yang
terlibat di dalam suatu perubahan. Kesiapan individu untuk berubah secara
kolektif merefleksikan sejauh mana individu atau sekelompok individu
cenderung untuk menyetujui, menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang
bertujuan untuk mengubah keadaan saat ini. Hanpachern, Morgan & Griego
(1998) menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan sejauh mana
karyawan siap secara mental, psikologis atau fisik, bersedia untuk berpartisipasi
dalam aktivitas pengembangan dan perubahan organisasi. Karyawan yang siap
untuk berubah akan percaya bahwa organisasi akan mengalami kemajuan
apabila organisasi melakukan perubahan, selain itu mereka memiliki sikap
positif terhadap perubahan organisasi dan memiliki keinginan untuk terlibat
dalam pelaksanaan perubahan organisasi (Armenakis, Harris & Mossholder,
1993). Sebaliknya, apabila para karyawan tidak siap untuk berubah, maka
mereka tidak akan dapat mengikuti dan merasa kewalahan dengan kecepatan
perubahan organisasi yang sedang terjadi (Hanpacern et al, 1998) Berdasarkan
definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

489
kesiapan untuk berubah adalah sikap komprehensif yang secara simultan
dipengaruhi oleh isi, proses, konteks dan karakteristik individu; merefleksikan
sejauh mana individu atau sekelompok individu cenderung untuk menyetujui,
menerima, dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah
keadaan organisasi saat ini.
Holt et al (2007) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) dimensi kesiapan
karyawan untuk berubah sebagai berikut: a. Organizational Valence,
menjelaskan tentang keyakinan individu bahwa perubahan yang diusulkan akan
tepat bagi organisasi dan akan mendapatkan keuntungan dari penerapan
perubahan. Individu akan meyakini ada alasan yang logis untuk berubah dan
ada kebutuhan untuk perubahan yang diusulkan, serta fokus pada manfaat dari
perubahan bagi perusahaan, efisiensi yang diperoleh dari perubahan, dan
kongruensi tujuan perusahaan dengan tujuan perubahan. b. Change self-efficacy,
dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuannya
untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana ia merasa mempunyai
keterampilan seta sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan
perubahan. Dengan kata lain, karyawan merasa bahwa ia memiliki kemampuan
dan dapat menyelesaikan tugas dan aktivitas yang berhubungan dengan
pelaksanaan perubahan yang diusulkan. c. Management support, dimensi ini
menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para pemimipin
atau manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap perubahan yang
diusulkan. Artinya, karyawan merasa bahwa pemimpin dan manajemen dalam
organisasi memiliki komitmen dan mendukung pelaksanaan perubahan yang
diusulkan. d. Personal Valance, merupakan dimensi yang menjelaskan aspek
keyakinan mengenai keuntungan yang dirasakan secara personal yang akan
didapatkan apabila perubahan tersebut diimplementasikan. Karyawan merasa
bahwa ia akan memperoleh manfaat dari pelaksanaan perubahan yang
diusulkan. e. Discrepancy, bahwa ada kesenjangan antara situasi perubahan dan
kondisi yang mana perubahan harus dilakukan oleh organisasi. Teori lain
menurut Hanpachern (1997), dimensi kesiapan berubah terdiri dari tiga yaitu
participating (keterlibatan anggota organisasi dalam pelaksanaan proses
perubahan), promoting (adanya promosi yang dilakukan oleh anggota
organisasi kepada rekannya) dan resisting (penolakan karyawan terhadap
perubahan). Namun dalam penelitian ini dimensi kesiapan berubah yang
digunakan adalah dimensi kesiapan berubah yang dikemukakan oleh Holt et al
(2007).
Spector (1997) kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap yang
menggambarkan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaan secara
keseluruhan dan berbagai aspek pekerjaan lainnya. Hal ini menyangkut
seberapa jauh seseorang menyukai dan tidak menyukai pekerjaannya. Dengan
demikian kepuasan kerja lebih mudah dipahami sebagai tingkat di mana
seseorang menyukai pekerjaannya. Pendapat lain menurut Sutrisno (2009),
terdapat dua pengertian tentang kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja dapat
dipandang sebagai suatu reaksi emosional yang kompleks yang berasal dari
dorongan, keinginan, tuntutan, dan harapan-harapan karyawan terhadap
pekerjaan yang dihubungkan dengan realita-realita yang dirasakan oleh
karyawan. Kedua, kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap
pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan,
imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik

490
dan psikologis. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan suatu sikap dan perasaan positif atas pekerjaan.
Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan
dan harapan karyawan, semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan.
Menurut Luthans (2006), terdapat 6 faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu: a. Pekerjaan itu sendiri, merupakan sumber utama kepuasan.
Beberapa penelitian menemukan bahwa karakteristik dan kompleksitas
pekerjaan menghubungkan antara kepribadian dan kepuasan kerja. Pada tingkat
yang lebih pragmatis, pekerjaan yang menarik dan menantang serta
perkembangan karier merupakan hal yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja. b. Gaji, memberi kesempatan bagi karyawan untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang mendasar maupun kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.
Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang
kontribusi mereka terhadap perusahaan. c. Promosi, kesempatan promosi bagi
karyawan memiliki pengaruh pada tingkat kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan
promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda misalnya karyawan yang
dipromosikan atas dasar senioritas mengalami kepuasan kerja tetapi tidak
sebanyak karyawan yang dipromosikan atas dasar kinerja. d.
Pengawasan/supervisi, terdapat dua dimensi pengawasan yang mempengaruhi
kepuasan kerja. Pertama, kepedulian atasan terhadap bawahan misalnya
memberikan nasehat dan bantuan, berkomunikasi secara personal maupun
dalam konteks pekerjaan. Kedua, kesempatan yang diberikan kepada bawahan
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi
pekerjaan mereka. e. Kelompok Kerja, pada umumnya rekan kerja atau anggota
tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana
bagi karyawan secara individu. f. Kondisi Kerja, kondisi kerja memiliki pengaruh
terhadap kepuasan kerja. Jika kondisi kerja baik maka karyawan akan lebih
mudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Jika kondisi kerja buruk maka
karyawan akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaannya.
Hackman dan Oldham (dalam Spector, 1997) mengatakan bahwa kepuasan kerja
bisa dicapai dengan memberikan hal-hal yang menjadi harapan karyawan yang
dibagi ke dalam 5 karakteristik yaitu identitas pekerjaan, signifikan tugas,
otonomi, umpan balik, dan variasi tugas. Mereka menyimpulkan bahwa kelima
hal tersebut dapat dicapai melalui pemenuhan terhadap pengembangan,
penghasilan, rasa aman, hubungan sosial, hubungan dengan atasan dan
keseluruhan aspek-aspek dalam pekerjaan karyawan. Spector (1985)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja secara global dapat diperoleh dengan
menjumlahkan keseluruhan tingkat kepuasan terhadap aspek-aspek dalam
pekerjaan. Terdapat 9 aspek yang digunakan Spector (1985) yaitu: a. Gaji, aspek
ini mengukur tingkat kepuasan karyawan sehubungan dengan gaji yang
diterima dan adanya kenaikan gaji. b. Promosi, mengukur sejauh mana kepuasan
karyawan sehubungan dengan kebijaksanaan promosi dan kesempatan untuk
mendapat promosi. c. Supervisi, mengukur kepuasan kerja seseorang terhadap
atasannya. Karyawan lebih suka bekerja dengan atasan yang bersikap
mendukung, penuh pengertian, hangat, bersahabat, dan memberi pujian atas
kinerja baik yang dilakukan bawahan. d. Tunjangan Tambahan, mengukur
sejauh mana individu merasa puas terhadap tunjangan tambahan yang diterima
dari perusahaan. e. Penghargaan, mengukur sejauh mana individu merasa puas
terhadap penghargaan yang diberikan berdasarkan hasil kerja. f. Prosedur dan

491
Peraturan Kerja, mengukur kepuasan sehubungan dengan prosedur dan
peraturan di tempat kerja seperti birokrasi dan beban kerja. g. Rekan Kerja,
mengukur kepuasan berkaitan dengan hubungan dengan rekan kerja misalnya
adanya hubungan dengan rekan kerja yang rukundan saling melengkapi. h. Jenis
Pekerjaan, mengukur kepuasan kerja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaan itu sendiri. i. Komunikasi, berhubungan dengan komunikasi yang ada
di perusahaan. Dengan komunikasi yang lancar, karyawan menjadi lebih paham
akan tugas-tugas, kewajiban-kewajiban, dan segala sesuatu yang terjadi didalam
perusahaan.
Beberapa penelitian telah melaporkan hubungan positif antara kepuasan kerja
dan sikap terhadap perubahan (Cordery et al., 1993; Iverson, 1996). Menurut
McNabb & Sepic (1995), karyawan yang merasa nyaman dengan pekerjaan atau
memiliki tingkat kepuasan yang tinggi akan memiliki sikap positif terhadap
perubahan. Sikap positif dapat meningkatkan kesiapan karyawan untuk
berubah. Lebih lanjut, penelitian Wanberg dan Banas (2000) menunjukkan
bahwa karyawan yang puas dengan pekerjaannya lebih bersedia untuk
menerima perubahan (Cordery et al., 1993; Iverson, 1996). Sementara itu,
Claiborne et al. (2013). Penelitian ini juga menunjukkan hubungan antara
kesiapan untuk berubah dengan berbagai aspek kepuasan kerja. Studi ini
mengungkapkan bahwa tidak semua aspek kepuasan kerja berkontribusi pada
kesiapan untuk berubah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya aspek
komunikasi yang berpengaruh pada kesiapan karyawan untuk berubah
(Claiborne et al., 2013). Oleh karena itu, komunikasi di perusahaan menjadi hal
yang penting untuk diperhatikan selama proses implementasi perubahan.
Selanjutnya, van Dam (2005) dan Oreg et al. (2011) menunjukkan hasil yang
berbeda, yaitu bahwa beberapa karyawan yang tidak senang dengan pekerjaan
mereka dapat melihat perubahan organisasi sebagai peluang untuk perbaikan,
sementara karyawan lain yang sangat senang dengan pekerjaan mereka
mungkin menolak perubahan karena mereka ingin mempertahankan status
mereka saat ini . Hasil ini relatif berbeda dari penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa karyawan yang puas lebih siap untuk perubahan karena
mereka bisa melihat konsekuensi positif dari perubahan (van Dam, 2005; Oreg
et al., 2011).
Keterikatan karyawan atau sering dikenal dengan istilah employee engagement
telah menjadi topik yang meluas beberapa tahun belakangan ini. Schaufeli dan
Salanova (2007) mengungkapkan pentingnya aspek keterikatan karyawan ini
sebagai karakteristik psikologis positif dari karyawan. Organisasi masa kini
membutuhkan karyawannya untuk termotivasi, proaktif, bertanggung jawab,
dan terlibat. Telah banyak studi yang dilakukan mengenai keterikatan karyawan
ini, namun belum ada definisi yang universal dan konsisten dari aspek ini,
berikut dengan operasionalisasi dan pengukurannya masih dilakukan dengan
berbagai cara yang berbeda (Truss, dkk.,2008). Kahn (1990) mendefinisikan
keterikatan karyawan sebagai suatu keadaan dimana anggota organisasi
mengidentifikansikan dirinya terhadap peran dalam pekerjaan mereka. Manusia
memiliki tiga dimensi dalam dirinya yakni dimensi fisik, kognitif, dan emosional,
yang dalam kondisi tertentu cenderung digunakan dalam performansi kerjanya.
Dengan kata lain, keterikatan karyawan berarti seseorang hadir secara
psikologis maupun fisik ketika bekerja dan menjalankan peran organisasi
(Kahn,1990) . Karyawan bukan hanya sekedar bekerja keras, namun mengikat

492
diri dalam pekerjaannya, peduli terhadap apa yang dilakukan dan berkomitmen
untuk melakukan yang terbaik dapat dilakukan. Saks (2006) mendefinisikan
keterikatan karyawan sebagai konstruk tersendiri dan unik yang terdiri dari
komponen kognitif, emosional, dan perlikau yang diasosiasikan dengan kinerja
peran individu. Pada definisi ini, Saks (2006) membedakan istilah keterikatan
karyawan (menunjukkan peran kerja) dengan keterikatan organisasi
(menunjukkan peran sebagai bagian dari organisasi). Truss, dkk. (2008)
mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai passion for work, yakni keinginan
yang besar dan penuh semangat untuk bekerja. Macey, dkk (2009)
mengungkapkan keterikatan karyawan karyawan adalah suatu keinginan murni
untuk berkontribusi bagi kesuksesan organisasi.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, keterikatan karyawan
merupakan suatu kondisi hubungan karyawan dengan pekerjannya yang
bersifat positif serta meliputi dimensi fisik dan psikologisnya, sehingga
karyawan mau bekerja keras dengan keinginan murni yang besar, penuh
semangat, dan berkomitmen melakukan yang terbaik yang dapat dilakukan.
Terdapat beberapa konsep berbeda mengenai aspek keterikatan karyawna yang
diungkapkan para ahli dan peneliti. Kahn (1990) menjelaskan konsep
keterikatan karyawan berdasarkan tiga aspek berikut a. Kognitif, Aspek kognitif
fokus pada keyakinan nilai-nilai yang dimiliki karyawan terhadap organisasi,
pemimpin serta kondisi kerja. Sehingga karyawan memiliki kesiapsiagaan
secara kognitif dalam melaksankan pekerjannya. b. Emosi, Aspek emosi
berfokus pada bagaimana karyawan merasakan serta memiliki penilaian positif
atau negatif terhadap organisasi dan pemimpinannya. c. Fisik, Aspek fisik
berfokus pada seberaa besar energi fisik yang digunakan masing-masing
individu dalam memenuhi perannya dalam organisasi.
Schaufeli dan Bakker (2003) menyampaikan ada tiga aspek yang menjadi
karakteristik utama keterikatan karyawan, Aspek-aspek tersebut yang akan
digunakan sebagai landasan alat ukut keterikatan karyawan, yakni meliputi : a.
Vigor, merujuk pada pencurahan energi pada yang besar, memiliki kemauan
untuk menginvestasikan upaya dalam pekerjaan, tidak mudah lelah, dan gigih
saat menghadapi kesulitan. b. Dedication, merujuk pada kondisi keterlibatan
yang kuat dengan pekerjaan, disertai perasaan antusisan dan kebermaknaan,
serta rasa bangga dan inspirasi. c. Absorption, merujuk pada kondisi
menyenangkan dimana karyawan seolah tenggelam dalam pekerjannya,
dikarakteristikkan dengan waktu yang terasa berlalu cepat dan menjadi sulit
untuk melepaskan diri dari pekerjaan.

METODE PENELITIAN
Sampel diambil dari sebuah perusahaan perkebunan dengan wilayah kerja se-
Kalimantan Indonesia yang sedang melakukan perubahan-perubahan menuju
pengelolaan organisasi yang lebih efektif dan efesien. Jumlah sampel sebanyak
1.332 responden karyawan tetap di seluruh level, mulai dari karyawan
pelaksana sampai karyawan pimpinan. Metode proporsional random sampling
digunakan untuk memilih responden di 6 bidang tugas yaitu bidang tanaman,
teknik & pengolahan, keuangan, dan umum. Kuesioner diberikan secara online
melalui google form dengan link WhatsApp dan e-mail. Kemudian bagian SDM

493
mengirimkannya ke responden. Kami melakukan proses analisa data dengan
menggunakan program SPSS dan menggunakan analisis regresi linear berganda.
Pengukuran data dikumpulkan melalui 3 (tiga) jenis kuesioner yaitu kesiapan
untuk berubah, kepuasan kerja dan keterikatan kerja.
Kami mengukur Kesiapan untuk berubah dengan kuesioner Readiness for
change (RFC) yang dikembangkan oleh Holt et al. (2007), diterjemahkan ke
dalam konteks Indonesia dan diadaptasi untuk responden Indonesia. RFC terdiri
dari 22 item, dan dibagi menjadi lima dimensi: 1) Organisational Valensi; 2)
Management Support; 3) Change in Self-Efficacy; 4) Discrepancy, dan 5)
Personal Valensi, 22 item ini diukur pada skala Likert enam poin: 1 = Sangat
tidak setuju, 2 = Tidak setuju, 3 =Agak tidak setuju, 4 = Agak setuju, 5 = Setuju,
dan 6 = Sangat setuju. Koefisien reliabilitas kuesioner RFC adalah 0,916.
Kami mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan Job Satisfaction Survey
(JSS) yang dikembang oleh Spector (1985 ) dalam Spector (1997).
Diterjemahkan dan disesuaikan dengan konteks Indonesia. Alat ukur ini terdiri
dari 9 (sembilan) aspek kepuasan kerja antara lain gaji, promosi, supervisi,
tunjangan tambahan, penghargaan, prosedur atau peraturan kerja, rekan kerja,
karakteristik pekerjaan dan komunikasi. Setiap aspek terdiri dari 4 pernyataan
yang terdiri dari item favorable dan unfavorable. JJS juga dapat mengukur
kepuasan secara keseluruhan dengan total pernyataan sebanyak 36 item.
Koefisien reliabilitas kuesioner JSS adalah 0,914.
Kami mengukur keterikatan kerja dengan menggunakan Utrecht Work
Engagement Scale (UWES-9) yang dikembangkan oleh Schaufeli dan Baker
(2003). Diterjemahkan dan disesuaikan dengan konteks Indonesia. Alat ukur ini
terdiri dari 3 (tiga) aspek keterikatan kerja antara lain vigor (merujuk pada
pencurahan energi yang besar), Dedication (merujuk pada kondisi keterlibatan
yang kuat dengan pekerjaan dan absorption (merujuk pada kondisi
menyenangkan dimana karyawan seolah tenggelam dalam pekerjaan. UWES-9
juga mengukur keterikatan kerja secara menyeluruh dengan total pernyataan
sebanyak 9 item. Koefisien reliabilitas UWES-9 sebesar 0,893.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Demografi
Sampel demografi yang ditampilkan pada tabel 1 mayoritas responden 85,1%, n
= 1134 adalah pria dan 14,9%, n = 198 adalah wanita. Usia responden
tersebesar adalah 41-50 tahun yang masih tergolong usia produktif. Usia
produktif diartikan sebagai usia dimana seorang mampu bekerja menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat (UU No.13 tahun 2003, Bab 1 pasal 1 ayat 2). Batas usia kerja yang
berlaku di Indonesia mulai dari 15 - 64 tahun. Mayoritas pendidikan tenaga
kerja adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan total responden
sebanyak 57,4%, n = 765. Mayoritas karyawan telah bekerja di atas 20 tahun
48,8%, n = 650. Lebih dari setengahnya (50,8%, n = 677) adalah karyawan pada
bidang tanaman yang berada di unit operasional. Perbandingan jumlah

494
karyawan pimpinan (golongan III - IV), 25,7%, n = 342 dan karyawan pelaksana
(golongan I - II), 74,3%, n = 990.

Tabel 1. Demografi dari responden

Uji Realiabilitas

Nilai realiabilitas minimum yang diterima adalah 0,7. Berdasarkan tabel di atas
maka ketiga variabel tersebut dinyatakan reliabel.
Indeks

Nilai indeks adalah angka yang menunjukkan tingkatan dari variabel yang
diukur. Berdasarkan tabel di atas, indeks kesiapan untuk berubah sebesar 4,22
dalam skala 6. Kepuasan kerja memiliki indeks sebesar 3,83 dalam skala 6.
Sedangkan keterikatan kerja memiliki indeks sebesar 4,05 dalam skala 5.

Regresi Linear Berganda


Dari tabel 2 di bawah ini, hasilnya menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan
keterikatan kerja memiliki korelasi yang signifikan terhadap kesiapan
karyawan untuk berubah (r = 0,828 : p = 0,000). Artinya semakin puas
karyawan dan semakin terikat karyawan dalam pekerjaannya itu, akan

495
membuat karyawan lebih siap menghadapi perubahan dalam organisasi
mereka. Dari tabel 2 juga diketahui bahwa kepuasan kerja dan keterikatan kerja
memiliki pengaruh terhadap kesiapan berubah dengan pengaruh sebesar
68,5% dan 31,5% dijelaskan oleh variabel lain di luar dari variabel kepuasan
kerja dan keterikatan karyawan.

Tabel 2. Hasil dari analisa regresi berganda dari kepuasan kerja, keterikatan
kerja dan kesiapan untuk berubah

Selain itu, kami juga menganalisis aspek-aspek kepuasan kerja yang memiliki
kontribusi besar terhadap kesiapan untuk berubah menggunakan regresi
berganda. Hasil perhitungan seperti yang ditunjukkan pada tabel 3. Dari data
tersebut, ternyata tidak semua aspek kepuasan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Dari 9 aspek yang
diukur, hanya aspek prosedur atau peraturan pekerjaan yang tidak signifikan
mempengaruhi kesiapan untuk berubah (B = 0,156, t = 1,899 , p = 0,058).

Tabel 3. Model regresi dari aspek-aspek kepuasan kerja terhadap kesiapan


untuk berubah

Analisa regresi pada aspek-aspek keterikatan kerja terhadap kesiapan untuk


berubah menunjukkan bahwa, seluruh aspek keterikatan kerja memiliki
pengaruh signifikan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Artinya
semakin tinggi tingkat keterikatan kerja karyawan maka semakin tinggi pula
kesiapan karyawan untuk berubah.

Tabel 4. Model regresi dari aspek-aspek keterikatan kerja terhadap kesiapan


untuk berubah

Persamaan regresi

496
Persamaan regresi dari kepuasan kerja dan keterikatan karyawan terhadap
kesiapan untuk berubah yaitu Y = a+bX1+bX2+e. Kesiapan untuk berubah =
13,921+0,428(JS)+0,545(WE). Dengan demikian, apabila tingkat kepuasan
karyawan naik satu-satuan maka kesiapan karyawan untuk berubah akan naik
sebesar 0,428. Disisi lain, apabila keterikatan karyawan naik satu-satuan maka
kesiapan karyawan untuk berubah akan naik sebesar 0,545.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Ini menunjukkan bahwa
kombinasi dari sembilan aspek kepuasan kerja (gaji, promosi, supervisi,
tunjangan tambahan, Penghargaan, Prosedur dan peraturan kerja, rekan kerja,
karakteristik pekerjaan, dan komunikasi) berkontribusi pada kesiapan
karyawan untuk berubah. Terlepas dari perbedaan budaya dan organisasi,
temuan ini mendukung penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa
kepuasan kerja mendukung kesiapan individu untuk berubah. Sebagai contoh,
Wanberg & Banas (2000) menemukan bahwa sikap positif terhadap perubahan
berkorelasi dengan kepuasan karyawan terhadap kehidupan dalam pekerjaan
mereka. Selain itu, penelitian ini dapat menjelaskan hasil yang bertentangan
dari penelitian yang dilakukan oleh van Dam (2005) dan Oreg et al. (2011).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa karyawan yang puas dengan
pekerjaan dapat melihat perubahan sebagai sesuatu yang positif, sehingga
mereka siap untuk perubahan karena mereka dapat melihat konsekuensi positif
dari perubahan tersebut.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa di antara sembilan aspek kepuasan
kerja, delapan aspek berkontribusi terhadap kesiapan untuk berubah. Hanya
satu aspek yaitu prosedur dan peraturan kerja yang tidak signifikan
pengaruhnya terhadap kesiapan berubah Artinya hasil penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya oleh Claiborne et al. (2013), yang
menunjukkan bahwa tidak semua aspek kepuasan kerja berkontribusi terhadap
kesiapan untuk perubahan. Disisi lain hasil penelitian ini, menggambarkan
bahwa perusahaan perlu memperhatikan aspek-aspek yang mendukung proses
perubahan, antara lain menerapkan sistem penggajian, tunjangan, dan promosi
dengan asas keadilan serta menempatkan karyawan secara optimal
berdasarkan karakteristik pekerjaan dan kompetensi yang dimiliki. Dengan
demikian, karyawan akan lebih siap untuk mengikuti perubahan yang
diharapkan perusahaan.
Perubahan organisasi sering menyebabkan ketidakpastian bagi karyawan
tentang perusahaan mereka. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan kayawan
tidak siap untuk perubahan. Karena itu, penting bagi perusahaan untuk
berkomunikasi secara efektif dengan karyawan mereka selama perubahan
untuk menghindari ketidakpastian. Akan lebih efektif dalam melakukan proses
komunikasi jika perusahaan dapat memastikan bahwa pemimpin (supervisi)
memiliki kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) sehingga dapat
menjelaskan pentingnya perubahan, mendukung, mengarahkan, memotivasi,
dan mengajak karyawan di bawahnya untuk melakukan perubahan.

497
Usaha efektif perusahaan dalam menjaga keterikatan kerja karyawan akan
sangat mendukung proses kesiapan untuk berubah. Dari hasil penelitian ini
mengungkapkan, seluruh aspek keterikatan kerja memiliki pengaruh signifikan
terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya, Saks (2006) employee engagement merupakan faktor
utama yang mempengaruhi suksesnya inisiasi perubahan organisasi. Hewitt
(2004) juga menemukan bahwa karyawan yang engaged memiliki kesiapan
untuk berubah yang lebih besar dari karyawan lainnya. Karyawan yang
engaged akan memiliki dedikasi yang kuat kepada organisasi seperti adanya
keterlibatan usaha-usaha yang tinggi dalam kemajuan organisasi dan memiliki
ketangguhan dalam melaksanakan pekerjaan (Schaufeli, Bakker, & Salanova,
2006). Sedangkan karyawan yang disengaged akan melepaskan diri dari tugas
kerja dan menarik diri secara sadar dan penuh perasaan (Luthans & Peterson,
2002). Dengan begitu, karyawan yang engaged akan lebih mendukung jalannya
perubahan organisasi dan siap untuk berubah (Dicke, Kontakos, & Holwerda,
2007).
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang harus dipertimbangkan.
Pertama, jumlah variabel yang mempengaruhi kesiapan untuk berubah,
penelitian ini hanya memasukkan dua variabel sebagai prediktor. Penelitian
lebih lanjut tentang kesiapan untuk perubahan dapat mencakup beberapa
variabel lain seperti komitmen organisasi, kepemimpinan, dukungan
manajerial, budaya organisasi. Temuan mungkin menjadi lebih mendalam dan
detail jika dilakukan wawancara khusus untuk menggali aspek lain yang
mungkin ikut mempengaruhi kesiapan untuk berubah. Hasil juga mungkin
memiliki hasil yang berbeda jika studi telah dilakukan pada perubahan
organisasi berskala besar, seperti perusahaan yang akan melakukan merger
dan akuisisi.
Studi lebih lanjut juga dapat memilih berbagai jenis organisasi, seperti swasta,
pemerintah, dan non-pemerintah, nirlaba, dan perusahaan lain dalam berbagai
budaya karena juga penting untuk mengeksplorasi dan memperluas
pemahaman kita tentang faktor-faktor yang menciptakan kesiapan untuk
berubah.

SIMPULAN
Simpulan diuraikan secara singkat untuk menjawab tujuan atau hipotesis
penelitian dalam artikel. Indikasi keterbatasan penelitian. Saran untuk
perbaikan terkait keterbatasan penelitian. Rekomendasi untuk penelitian
berikutnya dan untuk perubahan kebijakan. Dituliskan secara kritis, cermat,
logis dan jujur berdasarkan fakta yang diperoleh. Hindari daftar simpulan
dalam bentuk bullet/angka.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan dan keterikatan kerja
memberikan peran penting dalam perubahan organisasi. Dampak kepuasan dan
keterikatan kerja pada kesiapan untuk perubahan adalah 68,5%. Hasil ini
menunjukkan bahwa karyawan yang puas dan terikat dengan pekerjaan
melihat perubahan organisasi sebagai sesuatu yang positif, sehingga mereka
siap untuk berubah. menunjukkan bahwa di antara sembilan aspek kepuasan
kerja, delapan aspek berkontribusi terhadap kesiapan untuk berubah. Hanya

498
satu aspek yaitu prosedur dan peraturan kerja yang tidak signifikan
pengaruhnya terhadap kesiapan berubah. Disisi lain, seluruh aspek keterikatan
kerja (vigor, dedication, absorption) juga memberikan pengaruh signifikan
terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Apabila karyawan memiliki
semangat, keterlibatan yang kuat dan merasa nyaman dengan pekerjaannya,
maka karyawan itu akan positif melihat perubahan, siap mengikuti perubahan,
bersedia menghadapi risiko dari perubahan yang dilakukan perusahaan.

REFERENSI
Anastasi, A & Urbina, S. (1997). Psychological Testing (Seventh ed.). Upper
Saddle River (NJ): Prentice Hall.
Andersen, L. S., “Readiness for change: can readiness be primed?” (2008).
Master’s Theses. San Jose State University). California. USA. 3517.
http://scholarworks.sjsu.edu/etd_theses/3517
Armenakis, A.A. & Fredenberger, W.B. (1997). Organizational change readiness
practices of business turnaround change agents. Knowledge and Process
Management, 4(3), 143–152. doi:10.1002/ (SICI)1099-
1441(199709)4:3<143::AID-KPM93>3.0.CO;2-7
Armenakis, A.A. & Harris, S.G. (2002). Crafting a change message to create
transformational readiness. Journal of Organizational Change Management,
15(2), 169–183. doi:10.1108/09534810210423080
Armenakis, A.A., Harris, S.G. & Mossholder, K.W. (1993). Creating readiness for
organizational change. Human Relations, 46(6),681–703.
doi:10.1177/001872679304600601
Armenakis, A.A., Bernerth, J.B., Pitts, J.P. & Walker, H.J. (2007). Organizational
change recipients’ beliefs scale: Development of an assessment instrument.
The Journal of Applied Behavioral Science, 43(4), 481–505.
doi:10.1177/0021886307303654 Bernerth, J. (2004).
Expanding our understanding of the change message. Human Resource
Development Review, 3(1), 36–52. doi:10.1177/1534484303261230
Bouckenooghe, D. & Devos, G. (2008). Ready or not…? What’s the relevance of
meso level approach to the study of readiness for change. Ghent, Belgium:
Vlerick Leuven Gent Management School.
Claiborne, N., Auerbach, C., Lawrence, C. & Schudrich, W.Z. (2013).
Organizational change: The role of climate and job satisfaction in child
welfare workers’ perception of readiness for change. Children and Youth
Services Review, 35(12), 2013–2019.
doi:10.1016/j.childyouth.2013.09.012

499
Cordery, J. (1993). Correlates of employee attitudes toward functional
flexibility. Human Relations. 46 (6): 705–723.
Cummings, T.G. & Worley, C.G. (2009). Organization development and change.
Annual Review of Psychology, 38.
doi:10.1146/annurev.ps.38.020187.002011
Cunningham, C.E., Woodward, C.A., Shannon, H.S., MacIntosh, J., Lendrum, B.,
Rosenbloom, D. & Brown, J. (2002). Readiness for organizational change: A
longitudinal study of workplace, psychological and behavioral correlates.
Journal of Occupational and Organizational Psychology, 75, 377–392.
Daft, R.L. (2007). Understanding the theory and design of organization. South
Western. Cengage Learning.
Dam, K.V. (2005). Employee attitudes toward job changes: An application and
extension of Rusbult and Farrell’s investment model. Journal of
Occupational and Organizational Psychology, 78(2), 253–272.
doi:10.1348/096317904X23745
De Meuse, K.P., Marks, L.M. & Dai, G. (2010). Organizational downsizing,
mergers and acquisitions, and strategic alliances: Using theory and
research to enhance practice. In Zedeck, S. (Eds.), APA handbook of
industrial and organizational psychology 3 (pp. 729–768). Washington, DC:
American Psychological Association.
Devos, G., Buelens, M. & Bouckenooghe, D. (2007). Contribution of content,
context, and process to understanding openness to organizational change:
Two experimental simulation studies. The Journal of Social Psychology,
147(6), 607–629. doi:10.3200/SOCP.147.6.607–630
Gordon, S.S., Stewart, W.H., Sweo, R. & Luker, W.A. (2000). Convergence versus
strategic reorientation: The antecedents of fast-paced organizational
change. Journal of Management, 26, 911–945.
Guilford, J.P. & Fruchter, B. (1978). Fundamental statistics in psychology and
education. McGraw-Hill. Book-Co Singapore.
Holt, D.T., Armenakis, A.A., Feild, H.S. & Harris, S.G. (2007). Readiness for
organizational change: The systematic development of a scale. The Journal
of Applied Behavioral Science, 43, 232–255.
doi:10.1177/0021886306295295
Iverson, R.D. (1996). Employee acceptance of organizational change: The role of
organizational commitment. The International Journal of Human Resource
Management, 7(1), 122–149. doi:10.1080/09585199600000121
Jones, R.A., Jimmieson, N.L. & Griffiths, A. (2005). The impact of organizational
culture and reshaping capabilities on change implementation success: The

500
mediating role of readiness for change. Journal of Management Studies, 42,
361–386.
Judge, T.A., Thoresen, C.J., Pucik, V. & Welbourne, T.M. (1999). Managerial
coping with organizational change: A dispositional perspective. Journal of
Applied Psychology, 84(1), 107–122.
Locke, E.A. (1976). The nature and causes of job satisfaction. Handbook of
industrial and organizational psychology. IL:Rand McNally. Chichago. (pp.
1297–1349). Madsen, S.R., Miller, D. & John, C.R. (2005).
Readiness for organizational change: Do organizational commitment and social
relationships in the workplace make a difference. Human Resource
Development Quarterly, 16(2), 213–233. doi:10.1002/hrdq.1134
Madsen, S.R., John, C.R. & Miller, D. (2006). Influential factors in individual
readiness for change. Journal of Business Management, 12(2), 93–110.
doi:10.1002/hrdq.1134
Matthews, J. (2012). What is a workshop? Theatre, Dance, and Performance
Training, 3(3), 349–361. doi: 10.1080/19443927.2012.719832
McNabb, D. & Sepic, F. (1995). Culture, climate, and total quality management:
Measuring readiness for change. Public Productivity & Management
Review, 18(4), 369–385. http://www.jstor.org/ stable/10.2307/3663059
Meaney, M. & Pung, C. (2008). McKinsey global results: Creating organizational
transformations. McKinsey Quarterly, August, 1–7. McKinsey & Company.
Melisya, C.F. (2013). Reorientasi dan Sosialisasi Perubahan sebagai Intervensi
Persepsi Dukungan Organisasi dalam Meningkatkan Kesiapan untuk
Berubah pada Diri Karyawan (Master Thesis, Universitas Indonesia, Depok,
Indonesia). (Melisya, C.F. (2013). Reorientation and Change Socialitation as
the Intervention of Perceived Organisation Support to Increase Employee’
readiness to Change. Master Thesis. Universitas Indonesia. Depok
Indonesia.
Miller, V.D., Johnson, J.R. & Grau, J. (1994). Antecedents to willingness to
participate in a planned organizational change. Journal of Applied
Communication Research, 22(1), 59–80.
Mills, J.H., Dye, K. & Mills, A.J. (2009). Understanding organizational change.
New York, NY: Routledge.
Oreg, S. & Berson, Y. (2011). Leadership and employees’ reactions to change:
The role of leaders’ personal attributes and transformational leadership
style. Personnel Psychology, 64(3), 627–659. doi:10.1111/j.1744-
6570.2011.01221.x

501
Oreg, S., Vakola, M. & Armenakis, A. (2011). Change recipients’ reactions to
organizational change: A 60-year review of quantitative studies. The
Journal of Applied Behavioral Science, 47(4), 461–524.
doi:10.1177/0021886310396550
Pearson, J.C. (1983). Interpersonal communication. IL: Scott Foresman and
Company
Porter, L.W., Steers, R.M. Mowday, R.T. & Boulian, P.V. (1974). Organizational
commitment, job satisfaction, and turnover among psychiatric technicians.
Journal of Applied Psychology, 59(5), 603–609. doi:10.1037/h0037335
Rafferty, A.E., Jimmieson, N.L. & Armenakis, A.A. (2012). Change readiness: A
multilevel review. Journal of Management, 39(1), 110–135.
doi:10.1177/0149206312457417
Ratnasari, D. (2013). Pengaruh Peningkatan Kepuasan Kerja Terhadap Perilaku
Inovatif dengan Pemberian Pelatihan Work Resign pada Atasan (Studi pada
Kantor Pusat PT. X) (Master’s Thesis, Universitas Indonesia, Depok,
Indonesia).(Ratnasari, D. (2013). The Influence of the Increase Job
Satisfaction on Innovative Work Behavior with Work Design Training
among the Supervisor (Study at Headquarter Office of PT X. Master Thesis
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia).
Self, D.R., Armenakis, A.A. & Schraeder, M. (2007). Organizational change
content, process, and context: A simultaneous analysis of employee
reactions. Journal of Change Management, 7(2), 211–229.
doi:10.1080/14697010701461129
Spector, P.E. (1985). Measurement of human service staff satisfaction:
Development of the job satisfaction survey. American Journal of
Community Psychology, 13(6), 693–713.
Spector, P. (1997). Job Satisfaction: Application, Assessment, Causes and
Consequences. Thousand Oaks, CA. Sage Publications.
Spector, P.E. (2000). Industrial and organizational psychology: Research and
practice (2nd ed.). New York, NY: John Wiley and Sons.
Wanberg, C.R. & Banas, J.T. (2000). Predictors and outcomes of openness to
change in reorganizing workplace. Journal of Applied Psychology, 85(1),
132–142.
Weber, P.S. & Weber, J.E. (2001). Change in employee perception during
organizational change. Leadership and Organizational Development
Journal, 22(6), 291–300.
Weiss, H.M. (2002). Deconstructing job satisfaction: Separating evaluations,
beliefs and affective experiences. Human Resource Management Review,
12(2), 173–194. doi:10.1016/S1053-4822(02)00045-1

502
Worley, C.G. & Lawler, E.E. (2009). Building a change capability at capital one
financial. Organizational Dynamics, 38(4), 245–251.
doi:10.1016/j.orgdyn.2009.02.004
Vakola. M. (2012). What’s in there for me? Individual readiness to change and
the perceived impact of organizational change. Leadership and
Organizational Development Journal, 35(3), 195–209.

503
Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja dan Perilaku
Extra-Role
Titik Rosnani
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura
titik.rosnani@ekonomi.untan.ac.id
Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepemimpinan transformasional
dan kepemimpinan autentik terhadap kepuasan kerja dan perilaku extra-role. Jumlah
responden dalam penelitian ini sebanyak 75 orang Pegawai Negeri Sipil di Kota Singkawang.
Data dianalisis dengan menggunakan path analysis. Hasil penelitian menunjukkan
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan autentik berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja dan perilaku extra-role. Kepuasan kerja berpengaruh
positif dan signifikan terhadap perilaku extra-role.
Kata kunci: kepemimpinan transformasional, kepemimpinan autentik, kepuasan kerja,
perilaku extra-role

PENDAHULUAN
Untuk menciptakan tata kelola pemerintah yang bersih dan baik (clean and good
governance), diperlukan perilaku dan kepemimpinan positif orang-orang yang ada
dalam organisasi. Salah satu pendekatan perilaku positif adalah perilaku extra-role.
perilaku extra-role merupakan perilaku positif orang-orang yang ada dalam
organisasi, yang terekspresikan dalam bentuk kesediaan secara sadar dan sukarela
untuk bekerja. Meta-analysis membuktikan bahwa perilaku extra-role berpengaruh
positif terhadap kinerja pegawai dan produktivitas organisasi, efisiensi dan kepuasan
pelanggan (Podsakoff, et al., 2009). Studi sebelumnya juga mengungkap pentingnya
pengaruh antara kepemimpinan dan OCB (Podsakoff et al., 1996; Judge & Piccolo,
2004). Teori kepemimpinan positif yang banyak diteliti dalam interaksinya terhadap
perilaku extra-role antara lain adalah kepemimpinan transformasional (Podsakoff et
al., 1990; Podsakoff et al., 1996; Dartey-Baah & Addo, 2017; Altunoglu et al., 2018;
Suliman & Al Obaidli, 2013) dan kepemimpinan autentik (Ribeiro et al., 2017; Joo &
Jo, 2017). Selama 20 tahun terakhir, kegagalan dalam kepemimpinan di sektor publik
telah menciptakan ketidakpercayaan dalam diri orang-orang (Northouse, 2013).
Kepemimpinan transformasional dan autentik membantu untuk mengisi kekosongan
dan memberikan jawaban untuk orang-orang yang mencari kepemimpinan yang
bagus dan kuat dalam dunia yang tidak pasti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan
autentik terhadap kepuasan kerja dan perilaku extra-role.

KAJIAN LITERATUR
Kepemimpinan positif berporos pada prasangka positive, penghargaan, dan
keyakinan akan pencapaian tujuan, serta memberikan teladan dengan perbuatan-

504
perbuatan positif (Xue, 2013). Kepemimpinan positif mencakup kepemimpinan
transformasional, kepemimpinan autentik, kepemimpinan karismatik, dan
kepemimpinan partisipatif (Seibert et al., 2011).
Kepemimpinan transformasional merupakan proses dimana orang terlibat dengan
orang lain, dan menciptakan hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas
dalam diri pemimpin dan pengikut. Jenis pemimpin ini memiliki perhatian pada
kebutuhan dan motif pengikut, serta mencoba membantu pengikut mencapai potensi
terbaik mereka (Northouse, 2013). Bass (1985) menyatakan bahwa kepemimpinan
transformasional memotivasi pengikut melakukan lebih dari apa yang diharapkan,
dengan: meningkatkan tingkat pemahaman pengikut akan kegunaan dan nilai dari
tujuan, membuat pengikut mengalahkan kepentingan sendiri demi tim atau
organisasi, dan menggerakkan pengikut untuk memenuhi kebutuhan tingkatan yang
lebih tinggi. Transformational leadership adalah bentuk efektif dari kepemimpinan
(Yukl, 2010).
Walumbwa et al. (2008:94) menjelaskan konsep kepemimpinan autentik sebagai
“pola perilaku pemimpin yang menggunakan dan mendukung kapasitas psikologis
yang positif dan iklim etis yang positif untuk memperkuat pemahaman diri yang lebih
besar, serta transparansi hubungan pada sisi pemimpin yang bekerja dengan
pengikut, memperkuat pengembangan diri yang positif”. Penelitian mereka
mengidentifikasi empat komponen kepemimpinan autentik: pemahaman diri,
perspektif moral yang digunakan, pengolahan yang seimbang dan transparansi
hubungan.
Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal
dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah
hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan
hal yang dinilai penting (Luthans, 2011).
Perilaku extra-role didefinisikan sebagai perilaku pekerja yang melebihi dan di atas
deskripsi kerjanya yang berkontribusi pada keefektifan organisasi dan perilaku bebas
dilakukan serta tidak secara eksplisit dihargai oleh sistem penghargaan formal.
Definisi ini menunjukkan bahwa perilaku extra-role sebagai bentuk kinerja extra-role
yang terpisah dari kinerja in-role sesuai deskripsi kerja (Organ dan Ryan, 1995).
Riset-riset di ranah perilaku organisasi telah menunjukkan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan kerja (Griffith,
2003; Shurbagi & Zahari 2012; Al-Swidi et al., 2012, Yang & Islam, 2012; Yang, Mu-Li,
2012). Demikian juga halnya dengan kepemimpinan autentik (Jensen & Luthans,
2006; Chungtai, 2018). Beberapa penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa
kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifkan terhadap perilaku
extra-role (Jahangir et al., 2004; Barbuto, 2005; Piccolo dan Colquitt, 2006; Krisnan
dan Arora, 2008), demikian juga kepemimpinan autentik berpengaruh positif dan

505
signifikan terhadap perilaku extra-role (Ribeiro et al., 2017; Joo & Jo, 2017; Fortin-
Bergeron et al., 2016). Penelitian sebelumnya juga menjelaskan kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku extra-role (Huang et al.,2012;
Mohammad et al., 2011; Foote dan Tang, 2008; Jahangir et al., 2004; Murphy et al.,
2002; dan Schappe, 1998). Berdasarkan uraian di atas terdapat 5 hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini.
H1: Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja
H2: Kepemimpinan autentik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja
H3: Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perilaku extra-role
H4: Kepemimpinan autentik berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
extra-role
H5: Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku extra-role.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif kausal, dimana penelitian ini
mengidentifikasi pengaruh kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan
autentik terhadap kepuasan kerja dan perilaku extra-role. Pengukuran kepemimpinan
transformasional menggunakan MLQ (Multi-Factor Leadership Questionaire), yang
dikembangkan oleh Bass dalam Northouse (2013), yang meliputi: idealized influence,
inspirational motivation, intellectual stimulation, & Individual consideration. Indikator
kepemimpinan autentik diukur menggunakan empat indikator: pemahaman diri,
perspektif moral yang digunakan, pengolahan yang seimbang, serta tranparansi
hubungan (Avolio et al., 2009). Pengukuran kepuasan kerja merujuk pada pendapat
Brown & Peterson (1993), yang mencakup: satisfaction with the work, supervisor,
pay, opportunities for promotion & workmates. Sedangkan pengukuran variabel
perilaku extra-role merujuk pada pendapat Organ (1988), yaitu: altruism, courtesy,
sportmanship, civic virtue & conscientiousness. Penelitian ini menggunakan seluruh
anggota populasi sebanyak 75 pegawai disebut sampel total (total sampling) atau
sensus. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dan teknik
analisis data dilakukan menggunakan path analysis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Validitas instrument penelitian ditunjukkan oleh seluruh item pada variabel
kepemimpinan transformasional, kepemimpinan autentik, kepuasan kerja, dan

506
perilaku extra-role, dengan item total correlation > 0,3 dan nilai signifikansi < 0,05.
Seluruh variabel memenuhi uji reliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha > 0,06.
Karakteristik responden mayoritas laki-laki, sebagian besar responden berpendidikan
SMA, dan masa kerja responden rata-rata 6-11 tahun. Rata-rata tanggapan
responden terhadap variabel penelitian berada dalam kategori sangat tinggi.
Pengolahan data menggunakan analisis jalur menghasilkan nilai koefisien jalur yang
bertanda positif. Berdasarkan hasil uji t, diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi untuk
seluruh variabel lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian seluruh Hipotesis H1, H2, H3,
H4, H5, seluruhnya diterima. Semakin tinggi penilaian responden terhadap
kepemimpinan transformasional yang diterapkan pemimpin semakin tinggi kepuasan
kerja dan perilaku extra-role. Demikian pula semakin pemimpin menunjukkan
keautentikan, semakin meningkatkan kepuasan kerja dan perilaku extra-role. Tingkat
kepuasan kerja pegawai yang tinggi akan mendorong terjadinya perilaku extra-role.
Nilai R-Square total sebesar 0,95, artinya bahwa model penelitian dapat dijelaskan
oleh informasi yang terkandung dalam data sebesar 95%, sehingga layak dilakukan
interprestasi lebih lanjut. Keseluruhan variabel dalam penelitian ini dapat
menjelaskan fenomena sebesar 95%, sedangkan sisanya 5% dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak diteliti pada model tersebut.
Dalam penelitian ini, terdapat direct effect dan indirect effect antar variabel.
Pengaruh langsung kepemimpinan transformasional (X1) terhadap perilaku extra-role
(Y2) sebesar 2,10%, sedangkan pengaruh tidak langsung kepemimpinan
transformasional (X1) terhadap perilaku extra-role (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1)
sebesar 464,83%. Besarnya pengaruh tidak langsung kepemimpinan transformasional
terhadap perilaku extra melalui kepuasan kerja lebih besar daripada pengaruh
langsung kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja. Hal ini berarti
kepuasan kerja berperan sebagai variabel yang memediasi pengaruh kepemimpinan
transformasional terhadap perilaku extra-role. Selanjutnya, pengaruh langsung
kepemimpinan autentik (X2) terhadap perilaku extra-role (Y2) sebesar 4,54%,
sedangkan pengaruh tidak langsung kepemimpinan autentik (X2) terhadap perilaku
extra-role (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1) sebesar 397,49%. Besarnya pengaruh tidak
langsung kepemimpinan autentik terhadap perilaku extra-role melalui kepuasan kerja
lebih besar daripada pengaruh langsung kepemimpinan autentik terhadap perilaku
extra-role. Hal ini berarti kepuasan kerja berperan sebagai variabel yang memediasi
pengaruh kepemimpinan autnetik terhadap perilaku extra-role.
Secara keseluruhan hasil penelitian dapat diinterpretasikan dalam diagram jalur
sebagai berikut:

507
e2 = 0,658 e2= 0,339
0,145
Kepemimpinan
Transformasional (0,040
(X1)
0,358
)
(0,002 0,560
) Kepuasan (0,000 Perilaku
0,308 Kerja Extra-Role
(Y1)
) (Y2)
(0,043
)
Kepemimpinan
Autentk 0,213
(X2) (0,012
)

Gambar 1. Kerangka konseptual


Sumber: data yang diolah
Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Kepemimpinan transformasional akan membentuk kesan yang positif dibenak
pengikut karena keunggulannya dalam keaktifan pemimpin berinteraksi dengan
bawahan. Rata-rata tanggapan responden terhadap indikator transformational
leadership terbilang sangat tinggi. Hal ini berarti pemimpin sering menunjukkan
perilaku menggerakkan bawahan untuk mencapai visi dan misi serta dapat
memberikan kepercayaan pada setiap bawahan terhadap pekerjaan, memiliki
ekspektasi yang tinggi dalam pekerjaan, mampu membangkitkan semangat kerja dan
menginspirasi setiap bawahannya untuk selalu antusias dan optimis dalam
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam
merangsang kreativitas dan inovasi setiap bawahan dalam menyelesaikan pekerjaan
serta mampu mendorong bawahan dengan menghargai ide-ide setiap bawahannya
dan sering mengarahkan bawahan untuk memecahkan masalah secara cermat. Selain
itu pemimpin juga mampu melatih dan memberi pengarahan kepada setiap bawahan
dalam pelaksanaan pekerjaan dengan memperhatikan ketersediaan sarana dan
prasarana yang memadai untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan. Penilaian
tentang kepemimpinan transformasional tersebut mampu meningkatkan kepuasan
kerja pegawai.
Kepemimpinan autentik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Pemimpin
autentik mampu mengemukakan hal-hal yang dimaksud dengan sangat jelas.
Pemimpin bersedia mengakui kesalahan yang telah dilakukannya dan menyampaikan
kebenaran, meskipun konsekuensinya berat. Pemimpin ini sangat mampu
mengekspresikan emosi yang sesuai dengan perasaannya. Tindakan-tindakan
pimpinan sangat konsisten dengan keyakinannya dan mengambil keputusan
berdasarkan nilai-nilai hidup yang diyakininya. Semua penilaian yang dirasakan
bawahan ini mampu mempengaruhi kepuasan kerja bawahan.

508
Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap perilaku extra-
role. Bawahan merasakan pengalaman yang positif selama berinteraksi dengan
pemimpin, sebagaimana tercermin pada seringnya pemimpin menunjukkan perilaku
menggerakkan bawahan untuk mencapai visi dan misi serta dapat memberikan
kepercayaan pada setiap bawahan terhadap pekerjaan. Pemimpin yang memiliki
kemampuan yang tinggi dalam merangsang kreativitas dan inovasi setiap bawahan
dalam menyelesaikan pekerjaan serta mampu mendorong bawahan dengan
menghargai ide-ide setiap bawahannya dan sering mengarahkan bawahan untuk
memecahkan masalah secara cermat dan mampu melatih dan memberi pengarahan
kepada setiap bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan dengan memperhatikan
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelaksanaan
pekerjaan tersebut dapat meningkatkan perilaku extra-role pegawai.
Kepemimpinan autentik berpengaruh signifikan terhadap perilaku extra-role.
Perilaku positif pemimpin yang ditunjukkan dengan kepemimpinan autentik
berpengaruh signifikan terhadap perilaku extra-role pegawai. Perilaku positif tersebut
adalah kemampuan pemimpin untuk mengemukakan hal-hal yang dimaksud kepada
bawahan dengan sangat jelas, kesediaan pemimpin untuk mengakui kesalahan yang
telah dilakukannya dan menyampaikan kebenaran, meskipun konsekuensinya berat,
kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang sesuai dengan perasaannya,
kekonsistenan tindakan-tindakan dengan keyakinannya dan mengambil keputusan
berdasarkan nilai-nilai hidup yang diyakininya, kesediaan pemimpin untuk meminta
bawahan memilih tindakan yang sesuai dengan hati nurani dan berdasarkan standar
moral yang tinggi, kesediaan untuk menerima masukan dari berbagai sudut pandang,
sangat memperhatikan dengan seksama sudut pandang yang berbeda dan
menganalisis data-data yang relevan sebelum mengambil keputusan. Perilaku-
perilaku tersebut dapat meningkatkan perilaku extra-role bawahan.
Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku extra-role.
Kepuasan atas pekerjaan, pembayaran gaji dan tunjangan yang sebanding dengan
keterampilan dan pengorbanan, kesempatan yang sama dalam peningkatan karir
disertai proses promosi jabatan yang dilakukan secara objektif, bantuan moril dan
teknis yang diberikan pimpinan dalam pelaksanaan kegiatan/tugas rutinitas, serta
adanya kerja sama dan komunikasi yang baik sesama rekan kerja, semua pengalaman
yang dirasakan pegawai mampu mendorong semakin meningkatnya perilaku extra-
role. Hal ini membuktikan bahwa kepuasan kerja yang dirasakan pegawai mampu
meningkatkan perilaku extra-role pegawai.

SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional dan
kepemimpinan autentik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dan perilaku
extra-role pegawai. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap perilaku extra-

509
role. Keterbatasan penelitian ini hanya dilakukan pada pegawai di wilayah Kota
Singkawang Kalimantan Barat belum mencakup keseluruhan wilayah Indonesia,
sehingga untuk digeneralisasikan pada lingkup nasional Indonesia masih belum
memadai. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperluas cakupan penelitian
secara nasional.

REFERENSI
Al-Swidi A.K., Nawawi M.M., and Al-Hosam A. (2012). Is the relationship between
employees’ psychological empowerment and employees’ job satisfaction
contingent on the transformational leadership? A study on the Yemeni Islamic
Banks. Asian Soc Sci. 8(10):130–150.
Altunoglu, A.E., Sahin, F. and Babacan, S. (2018). Transformational leadership, trust,
and follower outcomes: a moderated mediation model. Management Research
Review, https://doi.org/10.1108/MRR-01-2018-0036.
Avolio, B.J., Walumbwa, F.O., and Weber, T.J. (2009). Leadership: Current theories,
research, and future directions. Annual Review of Psychology, 60, 421-449.
Barbuto, J. E. (2005). Motivation and Transactional, Charismatic, and
Transformational Leadership: A Test of Antecedents. Journal of Leadership &
Organizational Studies. Vol 11 (4).
Bass, B.M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New York:
Free Press.
Brown, S. and Peterson, R. (1993). Antecedents and consequences of salesperson job
satisfaction: meta-analysis and assessment of causal effects. Journal of
Marketing Research, Vol. 30, pp.63-77.
Chughtai, A. (2018). Authentic leadership, career self-efficacy and career success: a
crosssectional study. Career Development International, Vol. 23 Issue: 6/7,
pp.595-607.
Dartey-Baah, K. and Addo, S.A. (2017). Psychological identification with job: a
leadership-OCB mediator. International Journal of Organizational Analysis,
https://doi.org/10.1108/IJOA-10-2017-1262.
Foote, D.A., and Tang, T.L. (2008). Job Satisfaction and Organizational Citizenship
Behavior (OCB): Does Team Commitment Make a Difference in Self-Directed
Teams”? Management Decision, Vol 46 (6): 933-947.
Fortin-Bergeron, C., Doucet, O., and Hennebert, M-A. (2016). Relative Influence of
Authentic and Transformational Leadership of Local Union Representatives on
the Adoption of Union Citizenship Behaviors. Leadership & Organization
Development Journal, https://doi.org/10.1108/LODJ-03-2016-0071

510
Griffith, J. (2003). Relation of principal transformational leadership to school staff job
satisfaction, staff turnover and school performance. Journal of Educational
Administration, 42(3): 333 - 356.
Huang, C.C., You, C.S., and Tsai, M.T. (2012). A Multidimensional Analysis of Ethical
Climate, Job Satisfaction, Organizational Commitment, And Organizational
Citizenship Behaviors. sagepub.co.uk/journals permissions. nav
10.1177/0969733011433923 nej.sagepub.com.
Jahangir, N., Akbar, M. M. and Haq, M. (2004). Organizational Citizenship Behavior:
Its Nature And Antecedent. BRAC University Journal, Vol. I (2) : 75-85.
Jensen, S.M., Luthans, F. (2006). Entrepreneurs as authentic leaders: impact on
employees' attitudes. Leadership & Organization Development Journal, Vol. 27
Issue: 8, pp.646-666.
Joo, B-K and Jo, S.J., (2017). The effects of perceived authentic leadership and core
selfevaluations on organizational citizenship behavior: The role of psychological
empowerment as a partial mediator. Leadership & Organization Development
Journal, Vol. 38 Issue: 3, pp.463-481.
Judge, T.A. and Piccolo, R.F. (2004). Transformational and Transactional Leadership: A
Meta - Analytic Test of Their Relative Validity. Journal of Applied Psychology the
American Psychological Association. Vol. 89 (5): 755 – 768.
Krisnan V.R. and Arora, P. (2008). Determinants of Transformational Leadership and
Organizational Citizenship Behavior. Asia-Pasific Business Review. Vol. 4 (1): 34-
43.
Luthans, F. (2011). Organizational Behavior An Evidence-Based Approach. Twelfth
edition. McGraw-Hill Irwin.
Mohammad, J., Habib, F.Q., and Alias, M.A. (2011). Job Satisfaction and
Organisational Citizenship Behaviour: An Empirical Study at Higher Learning
Institutions. Asian Academy of Management Journal, Vol 16 (2): 149–165.
Murphy, G., Athanasou, J., and King, N. (2002). Job satisfaction and organizational
citizenship behavior: a study of Australian human-service professionals. Journal
of Managerial Psychology, 17: 287-297.
Northouse, P.G. (2013). Leadership: Theory and Practice. Sixth edition. Thousand
Oaks: Sage.
Organ, D., (1988). Organizational Citizenship Behavior: The Good Soldier Syndrome.
Lexington Books, Lexington, MA.
Organ, D. and Ryan, K. (1995). A Meta-analytic Review of Attitudinal and Dispositional
Predictors of Organizational Citizenship Behavior. Personnel Psychology, 48:
775-802.

511
Piccolo, R.F. and Colquitt, J.A. (2006). Transformational Leadership and Job Behaviors:
The Mediating Role of Cor Job Characteristics. The Academy of Management
Journal. 49 (2): 327-340.
Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., Moorman, R. H. and Petter, R. (1990).
Transformational Leader Behaviors and Their Effects and Follower’s trust in
Leader, Satisfaction, and Organizational citizenship Behaviors. Leadersip
Quartelly, 1, 107 – 142.
Podsakoff, P., MacKenzie, S.B., and Bommer, W.H. (1996). Transformational Leader
Behavior and Substitutes for Leadership as Determinants of Employee
Satisfaction, Commitment, Trust, and Organizational Citizenship Behaviors.
Journal of Management. 22 (2): 259 – 298.
Podsakoff, N.P., Whiting, S.W., Podsaakoff, P.M. & Blume, B.D., (2009). Individual and
organizational level consequences of organizational citizenship behaviors: A
meta-analysis. Journal of Applied Psychology, 94 (1), 122-141.
Ribeiro, N., Duarte, A.P., & Filipe, R. (2017). How authentic leadership promotes
individual performance: mediating role of organizational citizenship behavior
and creativity. International Journal of Productivity and Performance
Management, https://doi.org/10.1108/IJPPM-11-2017-0318
Schappe, P. (1998). The influence of job satisfaction, organizational commitment, and
fairness perceptions on organizational citizenship behavior. The Journal of
Psychology, 132(3): 277-290.

Seibert, S.E., Wang, G. and Courtright, S.H. (2011). Antecedents and consequences of
psychological and team empowerment on organizations: A Meta-Analytic
Review. Journal of Applied Psychology, Vol. 96, No.5, 981-1003.
Suliman, A. and Al Obaidli, H. (2013). Leadership and Organizational citizenship
behavior (OCB) in the financial service sector. Asia-Pasific Journal of Business
Administration, Vol. 5 Iss 2 pp.115-134.
Shurbagi, A., and Zahari, I. (2012). The Relationship between Organizational Culture
and Job Satisfaction in National Oil corporation of Libya. International Journal of
Humanities and Applied sciences. 1 (3): 88 - 93.
Walumbwa, F.O., Avolio, B.J. Gardner, W.L. Wernsing, T.S., and Peterson, S.J. (2008).
Authentic leadership: Development and validation of a theory-based measure.
Journal of Management, 34 (1), pp.89-126.
Xue, J.M. (2013). Kepemimpinan Positif. Business, Kontan, Leadership.

512
Yang, Mu-Li. (2012). Transformational Leadership and Taiwanese Public Relations
Practitioner‟ Job Satisfaction and Organizational Commitment. Social Behavior
and Personality, Vol 40 (1): 31-46.
Yang, Yi-Feng, and Islam, M. (2012). The Influence of Iransformational Leadership on
Job Satisfaction: The Balanced Scorecard Perspective. Journal of Accounting &
Organizational Change, Vol 8 (3): 386-402.
Yukl, G. (2010). Leadership in Organizations. Pearson. New York.

513

Anda mungkin juga menyukai