Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM PROTEKSI RADIASI

ANALISIS KASUS KECELAKAAN RADIOLOGI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

1. VITA RUSDIANA PUTRI (152010383033)


2. ISNAINI SETIYANINGSIH (152010383035)
3. RAYNALDI JANUARIZKY (152010383037)
4. CYNTIA MAULIDA AFDILLLA (152010383039)

D-IV TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Menganalisis kasus kecelakaan radiologi
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kecelakaan radiologi pada

1.2 Latar Belakang


Radiologi merupakan sarana penunjang di rumah sakit yang menggunakan dan
memanfaatkan peralatan sinar-x untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit. Sinar-
X termasuk jenis radiasi pengion. Disamping bermanfaat sinar-X juga menimbulkan
gangguan kesehatan bagi pekerja radiasi. Penggunaan nuklir di rumah sakit telah
memakan korban 63 orang di dunia selama 56 tahun terakhir. Umumnya korban yang
jatuh diakibatkan kesalahan prosedur pengoperasian alat dan kalibrasi.
Dari kenyataan yang ada telah terjadi sejumlah kecelakaan radiasi dalam
radioterapi di mancanegara maupun di Indonesia yang disebabkan antara lain oleh
kesalahan dalam pemberian dosis dan karena pengelolaan sumber bekas yang tidak
sesuai ketentuan.
Dalam memahami urutan kejadian yang berakhir pada kecelakan, sangatlah
penting untuk terlebih dahulu memahami pengertian kecelakaan it sendiri. Frank E Bird
dan Germain dalam bukunya practical loss control leadaership (1986) mendefinisikan
kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan cidera
pada manusia, kerusakan peralatan atau terhentinya proses. Hal ini disebabkan karena
adanya kontak dengan bahan atau sumber energi (kimia, panas, bunyi, mekanik, listrik
dsb) yang melebihi nilai ambang batas tubuh manusia. Oleh karena itu, pelayanan
radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja.(Wahyuni dkk.
2018)
Keselamatan kerja merupakan segala sarana dan upaya untuk mencegah
terjadinya suatu kecelakaan kerja. Dalam hal ini keselamatan yang dimaksud bertalian
erat dengan mesin, alat kerja dalam proses landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi
keselamatan tenaga kerja didalam melaksanakan tugasnya, melindungi keselamatan
setiap orang yang berada di lokasi tempat kerja dan melindungi keamanan peralatan
serta sumber produksi agar selalu dapat digunakan secara efisien (Silalahi, 1995).
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 23 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja secara optimal, meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja.
Pelaksanaan produktivitas kerja maksimum dibutuhkan faktor pendukung antara lain
kesehatan pekerja. (Istyanto dan Maghfiroh 2021)
BAB 2
METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Keselamatan Kerja


Menurut Gunawan dan Waluyo (2015:23), Keselamatan Kerja (safety) merupakan
upaya manusia untuk mencegah terjadinya insiden atau yang merugikan perusahaan, tenaga
kerja, masyarakat, maupun lingkungan alam.
Ada dua pendekatan keselamatan kerja, yaitu:
1. Pendekatan Keselamatan Industri (Industry Safety)
Pendekatan ini didasari pada pemikiran bahwa di tempat kerja tenaga kerja akan bertemu
dengan sarana produksi, sehingga timbul bahaya kerja dalam bentuk: terjatuh dari
ketinggian, terpapar bahan kimia berbahaya, tersengat listrik, terjepit mesin, dan sakit
akibat kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja perlu dilindungi dengan cara penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD), poster keselamatan kerja, peraturan keselamatan kerja, dan lain-
lain.
2. Pendekatan Keselamatan Operasi (Operation Safety)
Pendekatan ini didasari pada pemikiran bahwa pada kegiatan produksi/operasi digunakan
bahan-bahan berbahaya yang diproses dengan menggunakan parameter operasi tertentu,
misalnya tekanan, temperatur, dan aliran. Kegiatan operasi/produksi ini mengandung
risiko bahaya operasi/proses dalam bentuk terjadinya kebakaran, ledakan, kebocoran
Bahan 10 Berbahaya dan Beracun (B3). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk
mengendalikan risiko operasi ini, pengendalian risiko dengan pendekatan keselamatan
operasi ini diintegrasikan dalam pengelolaan operasi melalui peralatan dan saran serta
kemampuan SDM dan pengawasan administratif pelaksanaan operasi (manajemen dan
prosedur).
Menurut Slamet dalam Widodo (2015:240), unsur-unsur penunjang keselamatan kerja
adalah sebagai berikut:
1. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kesehatan kerja
2. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja
3. Teliti dalam bekerja
4. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja
2.2 Kesehatan Kerja
Menurut Gunawan dan Waluyo (2015:13), Kesehatan Kerja (Occupational
Health) adalah upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja (terjadi saat operasi
normal). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan
bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial
kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. (Widodo,
2015:241). Menurut Widodo (2015:242), pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat
aspek, antara lain:
1. Kesehatan fisik, terwujud apabila seseorang tidak merasa mengeluh sakit atau tidak
adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh
berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yaitu:
 Pikiran sehat tecermin dari cara berpikir atau jalan pikiran
 Emosional sehat tecermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih dan sebagainya.
 Spiritual sehat tecermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur,
pujian, kepercayaan dan Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat
dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataanlain, sehat spiritual
adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan agama yang
dianutnya.
3. Kesehatan Sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain
atau kelompok lain secara baik, 11 tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayaa, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan
menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Narasi Kasus:


Seorang radiographer RSUA terkena strum listrik dan mengalami luka bakar dan
pingsan, korban dilarikan di UGD untuk mendapatkan pertolongan. Berdasarkan informasi
yang ditemukan dilapangan diketahui bahwa pekerja tersebut adalah radiographer baru (2
minggu) dan belum mendapatkan training orientasi. Ditemukan di ruang general X-Ray,
ada kabel terjuntai dilantai dan ada kabel yang terkelupas, radiographer tersebut tidak
menggunakan handscoon yang disediakan. Di temukan juga radiographer bekerja dalam 2
shift karena harus menggantikan radiographer lain yang cuti.

3.2 Hasil Analisis


Dalam menganalisis kasus diatas dapat menggunakan teori Domino Heinrich H.W.
dalam teori domino heinrich terdapat lima penyebab kecelakaan antara lain:
1. Ancestery and Social Environment
Mencakup latar belakang seseorang, seperti pengetahuan yang kurang atau
mencakup faktor keturunan dan sifat seseorang misalnya keras kepala, gugup, penakut,
iri hati, sembrono tidak sabar, tidak mau bekerja sama, dan lain-lain.
Pada kasus diatas yang tergolong faktor ini ialah :
 Korban memiliki pengetahuan yang kurang
Radiographer atau korban tersebut merupakan radiographer yang baru saja bekerja
dan belum mendapatkan training orientasi. Training orientasi merupakan proes
peningkatan skill atau kemampuan yang dibutuhkan tenaga kesehatan baru
maupun nakes lama untuk melakukan pekerjaan. Tujuan adanya training orientasi
ialah untuk memastikan karyawan baru memiliki informasi dan pengetahuan dasar
agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Dalam kasus diatas, radiographer
tersebut belum mendapatkan training orientasi sehingga tidak memiliki
pengetahuan dasar dalam melakukan pekerjaan di IRD. Dapat disimpulkan bahwa
korban memiliki pengetetahuan yang kurang.
 Korban memiliki perilaku yang ceroboh dan tidak taat SOP
Selain karena pengetahuan yang kurang, disebutkan diatas bahwa korban terkena
setrum listrik dalam keadaan tidak memakai handscoon yang telah
disediakan.adapun sesuai dengan SOP, setiap radiographer diharuskan memakai
hanscoon ketika bekerja atau berada pada ruang pemeriksaan radiologi. Akan
tetapi, pada narasi diatas korban tidak memakai hanscoon tersebut sehingga dapat
dikatan bahwa korban memiliki sifat yang ceroboh dan tidak taat SOP karena tidak
memakai hanscoon.
2. Fault of the person
Merupakan faktor kelalain manusia yang meliputi motivsi rendah, stress,
konflik, masalah yang berkaitan dengan fisik pekerja, kehlian yang tidak sesuai,
dan lain-lain.
Dalam kasus tersebut, yang termasuk faktor ini ialah radiogrfer tidak
mengenakan handscoon yang disediakan. Hanscoon pada radiographer berfungsi
sebagai perlindungan untuk tangan. Selain menjaga agar tanggan tetap steril,
hanscoon juga dapat melindungi jari-jari tangan dari arus listrik karena hanscoon
berbahan dasar karet dimana karet merupakan bahan isolator listrik/ tidak dapat
menghantarkan arus listrik. Sehingga apabila radiographer tersebut sebelumny
memakai hnscoon maka peluang tersengat arus listrik akan lebih kecil atau tidak
sama sekali.
3. Unsafe Condition or Unsafe Action
a. Unsafe action
Yaitu melakukan tindakan yang tidak aman, seperti kecerobohan, tidak
mematuhi prosedur kerja, tidak menggunakan APD, tidak mematuhi rambu-
rambu di tempat kerja, dan sebagainya.
Yang termasuk penyebab kecelakaan pada faktor ini ialah Radiografer
tidak menggunakan handscoon saat bekerja dan melakukan aktivitas di ruang
radiologi. Hanscoon merupakan salah satu APD untuk melindungi radiographer
dari infeksi nasokimia mengingat radiogrfer selalu melakukan pemeriksan dan
kontak langsung dengan pasien yang dpat menularkan penyakit/infeksi ysng
diderita pasien. Namun, dalam kasus tersebut korban/radiographer tidak
menggunakan hanscoon dan tergolong sebagai tindakan yang tidak aman.
b. Unsafe Condition
Sedangkan kondisi yang tidak aman meliputi pencahayaan ruang yang
kurang, alat kerja kurang layak pakai, kebisingan di tempt kerja, waktu kerja
atau jam terbang yang berlebihn, dan sebagainya.
Dalam kasus tersebut yang merupakan faktor penyebab unsafe condition
adalah adanya kabel yang terjuntai dilantai dan ada yang terkelupas. Hal tersebut
dapat membahayakan pekerja maupun keamanan di ruang tersebut. Kabel yang
terkelupas dan berada di lantai dapat dengan mudah menghantarkan arus listrik.
Oleh karena itu, seharusnya pekerja yang sudah menyadari hal berbahaya
tersebut dapat segera melapor pada teknisi alat kesehatan untuk melakukan
perbaikan.
4. Accident
Kecelakaan kerja seperti terpeleset, luka bakar, tertimpa benda di tempat
kerja, dan sebagainya. Dalam kasus tersebut, korban mengalami kecelakaan
kerja karena tersetrum arus listrik. Hal itu dapat terjadi karena adanya kabel
yang terkelupas dan korban yang tidak memakai pelindung tangan tidak sengaja
menyentuh kabel tersebut.
5. Injury
Dampak kerugiaan atau kejadian post kecelakaan. Dapat dibagi menjadi
dampak pada korban dan dampak pada perusahaan atau instansi. Pada kasus
tersebut korban mengalami luka bakar dan pingsan sehingga harus dilarikan ke
UGD untuk mendapat pertolongan. Sedangkan dampak pada instansi(rumah
sakit) ialah harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan radiografer. Selain itu,
pihak instansi radiologi juga harus segera mencari radiografer yang dapat
menggantikan korban karena korban masih dalam tahap penyembuhan sehingga
belum dapat langsung bekerja kembali.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Teori Domino Heinrich adalah salah satu teori yang menjelaskan tentang proses
terjadinya kecelakaan kerja. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa ada 5 faktor kecelakaan
kerja bisa terjadi, yaitu : (1) Ancestery and social environment, (2) Fault of the person, (3)
unsafe action or unsafe condition, (4) Accident, (5) Injury. kelima faktor ini saling
berhubungan, seperti kartu domino : jika salah satu kartu jatuh, maka kartu yang jatuh ini
akan menimpa kartu lain hingga semua kartu jatuh secara bersamaan.
Dalam kasus yang telah dipaparkan sebelumnya, Ancestery and social environtment
dalam kasus ini adalah kurangnya pengetahuan korban, hal ini dikarenakan si korban baru
bekerja 2 minggu dan belum ikut training orientasi. Karena satu kartu sudah jatuh maka
ke-empat kartu lain juga jauh, tetapi kita bisa mencegah semua kartu terjatuh. Untuk
mencegah semua kartu terjatuh, maka salah satu kartu harus dicabut. Biasanya cara
termudah dan dianggap paling efektif adalah menghilangkan bagian tengah yang memiliki
label “unsafe action or unsafe condition”. Tetapi dalam kasus radiografer yang telah
dipaparkan, kartu yang ketiga (bagian tengah) tidak diambil, akibatnya semua kartu itu
jatuh secara bersaaman dan terjadilah kecelakaan yang berupa luka bakar dan pingsan.

4.2 Saran
Untuk mengurangi kecelakaan kerja, sebaiknya para calon pekerja dibekali
pengetahuan dasar tentang keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga para pekerja dapat
berhati-hati dalam bekerja dan dapat mematuhi SOP yang berlaku.
SUMBER REFERENSI

https://www.safetysign.co.id/news/159/Fakta-Mengejutkan-Teori-Domino-Heinrich-
Tentang-Kecelakaan-Kerja

Istyanto, Febry, dan Ainul Maghfiroh. 2021. “UNSAFE ACTIONDANUNSAFE


CONDITION: STUDI LITERATUR PADA NELAYAN YANG MENGALAMI
KECELAKAAN KERJA.” Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
11(April):5–6.

Wahyuni, Nining, Bambang Suyadi, dan Wiwin Hartanto. 2018. “Pengaruh Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Pt. Kutai Timber
Indonesia.” JURNAL PENDIDIKAN EKONOMI: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu
Ekonomi dan Ilmu Sosial 12(1):99. doi: 10.19184/jpe.v12i1.7593.

Anda mungkin juga menyukai