Anda di halaman 1dari 5

Ki Hajar Dewantara

Ditulis Ulang Oleh : Elsa Cipto Riani ( 19063045 )

Ki Hajar Dewantara merupakan bapak pendidikan nasional yang lahir pada 2 Mei 1889 di
Yogyakarta dengan nama asli RM Soewardi Soerjaningrat (SS), putra GPH Soerjaningrat, dan
cucu Sri Paku Alam III. Nama Ki Hajar Dewantara baru digunakan saat beliau mendirikan
sekolah taman siswa. Ki Hajar Dewantara mengenyam pendidikan ELS (Europeesche Lagere
School) Sekolah Rendah untuk Anak-anak Eropa. Ki Hajar Dewantara dapat bersekolah disini
karena latar belakangnya yang merupakan seorang bangsawan.

Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah alat mobilisasi politik sekaligus sebagai
penyejahtera umat. Dari pendidikan akan dihasilkan kepemimpinan anak bangsa yang akan
memimpin rakyat dan mengajaknya memperoleh pendidikan yang merata, pendidikan yang bisa
dinikmati seluruh rakyat Indonesia. Jiwa populis Ki Hajar Dewantara an telah tertanam didalam
dirinya mendasari langkah Ki Hajar Dewantara untuk menyatu dengan rakyat, sehingga meski
beliau keturunan bangsawan yang pada waktu itu terdapat jurang yang lebar dengan kehidupan
wong cilik, tetapi beliau berusaha menutup celah itu. Sebuah kehidupan yang demokratis yang
bisa dinikmati rakyat banyak Abdurrachman Surjomihardjo, (1979: 98-194).

Gagasan mendirikan sekolah atau pendidikan berasal dari sarasehan (diskusi) tiap hari
Selasa-Kliwon. Adapun cita cita dari Ki Hajar Dewantara adalah membentuk pendidikan yang
humanis dan populis, yang memayu hayuning bawana (memelihara kedamaian dunia). Guna
merealisasikan gagasan itu Ki Hajar Dewantara membuat wadah yang waktu itu disebut
“Nationaal Onderwijs Taman Siswa”. Ki Hajar Dewantara menggabungkan model sekolah Maria
Montessori (Italia) dan Rabindranath Tagore (India). Dan dari dua sistim pendidikan itu Ki Hajar
Dewantara menemukan istilah yang harus dipatuhi dan menjadi karakter Seorang Pendidik, yaitu
Patrap Guru, atau tingkah laku guru yang menjadi panutan murid-murid dan masyarakat.
Perilaku guru dalam mendidik murid atau anak bangsa menjadi pegangan dan modal utama
sehingga KHD menciptakan istilah yang kemudian sangat terkenal, yaitu:

 Ing ngarsa sung tulada (di muka memberi contoh),


 Ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita),
 Tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya)

Asas dari taman siswa berisi 7 pasal :

1. Pasal 1 dan 2 tentang dasar kemerdekaan setiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Ini
dimaksudkan agar murid - murid berperasaan, berpikiran, dan bekerja merdeka dalam
tertib bersama. Pasal 1 termasuk kodrat ala dan kemajuan berjalan kodrati alias evolusi.
Dasar ini yang mewujudkan sistem “among”, artinya guru-guru meski di belakang tetapi
mempengaruhi dan memberi jalan kepada anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang
kemudian terkenal dengan istilah “Tut wuri handayani”. Selain itu, guru bisa memotivasi
dan menginovasi pikiran murid dan sekaligus memberi contoh.
2. Pasal 3 mencakup kepentingan sosial, ekonomi, dan politik. Penyesuaian diri dan hidup
kebarat-baratan menimbulkan berbagai kekacauan. Pendidikan Barat mementingkan
kecerdasan dan melanggar dasar-dasar kodrati dari kebudayaan sendiri, sehingga tidak
menjamin keserasian dan dapat memberi kepuasan. Inilah yang disebut dasar
Kebudayaan.
3. Pasal 4 berisi dasar kerakyatan, bahwa pengajaran harus diperluas dan tidak hanya
sekelompok kecil masyarakat.
4. Pasal 5 merupakan azas sangat penting bagi semua orang yang ingin mengejar
kemerdekaan hidup. Azas ini mendasari kemandirian.
5. Pasal 6 berisi syarat-syarat mengejar kemerdekaan dengan sistem mandiri.
6. Pasal 7 mengharuskan keikhlasan lahir batin bagi guru- guru untuk mendekati anak didik.

Azas pendidikan colonial berdasar azas regeering, tucht, dan orde yang mana hal tersebut
harus diganti dengan asaz Pendidikan Taman Siswa yang disebut pamggulawenthah, momong,
among atau ngemong yang bermuara pada tata tentrem.

Prinsip – Prinsip Pendirian Taman Siswa

Ki Hajar Dewantara pada 6 September 1913 diasingkan ke Belanda akibat dari tulisannya
yang mengkritik pemerintah belanda dengan Als ik eens Nederlander was “Andaikata aku
seorang Belanda”. ketika di Belanda Ki Hajar Dewantara mengikuti mengikuti kuliah singkat di
Lager Onderwijs (Sekolah Guru). Pada 12 Juni 1915, Ki Hajar Dewantara memperoleh ijazah
Akte van bekwaam als Onderwijzer (Ijazah Kepandaian Mengajar). Mendengar berita kelulusan
SS, sahabatnya EFE Douwes Dekker menyarankan agar ia tidak lagi membuat onar di bidang
politik. Namun hal tersebut tidak diindahkan oleh beliau. Tujuan awal Ki Hajar Dewantara
mengajar adalah untuk mendapatkan penghasilan tambahan namun beliau masih berfokus pada
pers dan tulisan untuk mengkritisi pemerintahan.

Namun, Ki hajar Dewantara sependapat dengan istrinya bahwa perjuangan dapat


dilakukan tidak hanya dengan berperang, atau tindakan kekerasan. Perjuangan dapat dilakukan
dengan mempersiapkan bangsanya untuk merdeka melalui pendidikan. Banyak buku pendidikan
yang telah dibacanya, termasuk sistem pendidikan yang digagas oleh tokoh Montessori, seorang
pendidik dari Italia, yang mengarahkan anak-anak didik pada kecerdasan budi. Ia juga membaca
buku tentang Rabindranath Tagore, tokoh pendidikan dari India yang menekankan pentingnya
pendidikan keagamaan yang baik sebagai alat untuk memperkokoh kehidupan manusia. Ki Hajar
Dewantara yang semula adalah seorang jurnaslis sekaligus politikus mulai tertarik dan berniat
untuk mendidik angkatan muda dalam jiwa kebangsaan Indonesia. Ki Hajar Dewantara sangat
sadar bahwa pendidikan merupakan dasar perjuangan untuk meninggikan derajat rakyat di tanah
airnya, sekaligus melihat kelemahan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial
Belanda. Kemudian pada 15 September 1919, Ki Hajar Dewantara berssama istri dan anaknya
kembali ke Indonesia.

Setibanya Ki Hajar Dewantara di Indonesia beliau tidak menerusakan perjuangannya di


bidang politik, melainkan di bidang pendidikan. Pada Juli 1922 Ki Hadjar Dewantoro mendirikan
Taman Siswo, yang merupakan singkatan dari Pergerakan Kebangsaan Taman Siswo di
Yogyakarta. Terdapat tujuh prinsip dari lembaga pendidikan ini :

1. Hak menentukan nasib sendiri. Hak menentukan nasib sendiri dari individu yang perlu
memperhitungkan tuntutan kebersamaan dari masyarakat harmonis, sebagai prinsip dasar
lembaga pendidikan ini. Tertib dan Damai menjadi tujuan tertingginya. Tidak ada
ketertiban yang terjadi di masyarakat apabila tidak ada perdamaian. Akan tetapi juga
tidak akan ada perdamaian selama individu dihalangi dalam mengungkapan kehidupan
normalnya. Pertumbuhan alami, merupakan tuntutan yang dibutuhkan bagi
pengembangan diri seseorang. Dengan demikian, lembaga ini menolak pengertian
“pengajaran” dalam arti “pembentukan watak anak secara disengaja” dengan tiga istilah
“pemerintah – patuh – tertib”. Metode pengajaran yang dianut memerlukan perhatian
menyeluruh yang menjadi syarat bagi pengembangan diri demi pengembangan akhlak,
jiwa dan raga anak. Perhatian inilah yang disebut sebagai “sistem among”.
2. Siswa yang mandiri. Sistem ini diterapkan untuk mendidik Siswa menjadi mahluk yang
bisa merasa, berpikir dan bertindak mandiri. Di samping memberikan pengetahuan yang
diperlukan dan bermanfaat, guru perlu membuat Siswa cakap dalam mencari sendiri
pengetahuannya dan menggunakannya agar diperoleh manfaat. Inilah pengutamaan
sistem pendidikan among. Pengetahuan yang diperlukan dan bermanfaat adalah
pengetahuan yang sesuai kebutuhan ideal dan material dari manusia sebagai warga di
lingkungannya.
3. Pendidikan yang mencerahkan masyarakat. Sehubungan dengan masa depan, anggota
masyarakat harus diberikan pencerahan. Sebagai akibat dari kebutuhan yang menumpuk,
yang sulit dipenuhi dengan sarana sendiri sebagai akibat pengaruh peradaban asing,
lembaga pendidikan ini harus sering bekerjasama dalam mengatasi gangguan
perdamaian. Sebagian dari kaum bumiputera tidak merasa puas. Juga sebagai akibat dari
ketersesatan sistem pendidikan itu. Lembaga pendidikan ini harus mencari perkembangan
intelektual yang timpang, yang menjadikan kaum bumiputera tergantung secara ekonomi
dan juga membuat terasing dari rakyat yang menjadi bagian dari pemerintah kolonial.
Dalam kebingungan ini mereka menjadikan budaya Eropa sebagai titik tolak, sehingga
Taman Siswo dapat mengambil langkah maju. Atas dasar peradaban sendiri, hanya
pembangunan dalam kondisi damai bisa terwujud;
4. Pendidikan harus mencakup wilayah yang luas.Tidak ada pendidikan betapapun
tingginya juga yang bisa membawa dampak bermanfaat bila hanya mencapai kehidupan
sosial yang bertahan secara sesaat. Pendidikan harus mencakup wilayah yang luas.
Kekuatan suatu negara merupakan kumpulan dari kekuatan individu. Perluasan
pendidikan rakyat terletak dalam usaha lembaga ini;
5. Perjuangan menuntut kemandirian. Perjuangan setiap prinsip menuntut kemandirian.
Oleh karenanya kaum bumiputera jangan mengharapkan bantuan dan pertolongan orang
lain, termasuk di dalamnya untuk mewujudkan kemerdekaan. Dengan senang lembaga ini
menerima bantuan dari orang lain akan, tetapi menghindari apa yang bisa mengikatnya.
Jadi Taman Siswo ingin bebas dari ikatan yang menindas dan tradisi yang menekan dan
tumbuh dalam kekuatan dan kesadaran kaum bumiputera.
6. Sistem ketahanan diri. Bila bangsa ini bisa bertumpu pada kemampuan sendiri,
semboyannya cukup sederhana. Tidak ada persoalan di dunia yang mampu bekerja
sendiri. Persoalan itu tidak akan bertahan lama. Mereka tidak bisa bertahan sendiri karena
sangat bergantung dari kaum bumiputera. Atas semua yang sudah terjadi selama ini, akan
muncul “sistem ketahanan diri” sebagai metode kerja lembaga pendidikan ini.
7. Pendidikan anak-anak. Lembaga ini bebas dari ikatan, bersih dari praduga. Tujuan
lembaga ini adalah mendidik anak-anak. Bangsa bumiputera tidak meminta hak, akan
tetapi meminta diberikan kesempatan untuk melayani anak-anak.

Kelanjutan In Syaa Allah di tulisan Berikutnya …

Anda mungkin juga menyukai