Pembahasan Patklin
Pembahasan Patklin
adalah umur hewan, spesies, lingkungan, pakan, ada tidaknya kerusakan eritrosit, penanganan
darah pada saat pemeriksaan, penurunan produksi eritrosit, jumlah dan ukuran eritrosit. Indeks
eritrosit merupakan parameter hematologi yang digunakan dalam menentukan indikasi anemia
berdasarkan morfologi eritrosit. Indeks eritrosit juga digunakan untuk mengetahui jenis anemia
dan abnormalitas sel darah merah. Indeks eritrosit terdiri atas MCV, MCHC, dan MCH (Mean
Scott, 2008). Kondisi anemia ditandai dengan hematokrit yang rendah dengan jumlah eritrosit
dan hemoglobin yang rendah. Sedangkan hematokrit yang tinggi dengan jumlah eritrosit dan
hemoglobin yang rendah, menunjukkan anemia disertai ukuran atau volume eritrosit yang
membesar dan konsentrasi hemoglobin yang rendah (Guyton dan Hall, 2010).
Berdasarkan hasil pemeriksaan itik betina nomor protocol I-22 mengalami anemia
makrositik hipokromik. Indeks eritrosit meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean
Penentuan indeks eritrosit dapat diketahui dengan mengetahui tiga komponen darah yaitu jumlah
eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Penghitungan indeks/nilai rata-rata eritrosit
dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesehatan hewan salah satunya untuk mengetahui
terjadinya penyakit anemia yang nantinya dapat dihubungkan dengan penyebab anemia tersebut.
MCV merupakan ukuran rata-rata eritrosit dalam darah. MCH merupakan ukuran dari massa
hemoglobin dalam eritrosit. Ketika terjadi kondisi anemia, nilai MCV digunakan untuk
mengetahui jenis anemia makrosistik (di atas batas normal), normosistik (dalam batas normal)
atau mikrosistik (di bawah batas normal). Nilai MCH dan MCHC digunakan untuk mengetahui
jenis anemia hiperkromik (di atas batas normal), normokrom (dalam batas normal) atau
Nilai MCV naik karena tubuh memberi respon atas kehilangan eritrosit yang terjadi
akibat hemoragi pada beberapa organ, menyebabkan tingginya permintaan eritrosit maka,
eritrosit muda ikut masuk dalam jumlah banyak dalam sistem peredaran darah yang
menimbulkan naiknya MCV. Nilai MCV dapat pula naik karena sel darah merah membengkak
osmololalitas intraseluler, hal ini biasanya terjadi ketika darah yang akan di analisis diencerkan
dengan pelarut yang osmolalitasnya lebih rendah sehingga air dari plasma darah bergerak masuk
kedalam sel eritrosit sehingga menimbulkan pembengkakan pada sel eritrosit (Davey,2003).
Leukositosis adalah jumlah leukosit yang nilainya di atas standar normal. Jumlah leukosit
bertambah dipicuh karena terjadinya infeksi dalam tubuh host akibat bakteri Escherichia coli.
Leukosit merupakan sel yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh yang sangat tanggap
terhadap agen infeksi penyakit. Leukosit berfungsi melindungi tubuh terhadap berbagai penyakit
dengan cara fagosit dan menghasilkan antibody. Diferensial leukosit merupakan kesatuan dari sel
darah putih yang terdiri dari dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri atas heterosinofil,
eusinofil, dan basofil, dan kelompok agranulosit yang terdiri dari limfosit dan monosit. Tingkat
kenaikan dan penurunan jumlah leukosit dalam sirkulasi menggambarkan ketanggapan sel darah
putih dalam mencegah hadirnya agen penyakit dan peradangan (Purnomo dkk, 2015).
Peningkatan nilai heterofil pada itik setelah terinfeksi merupakan respon tubuh terhadap
infeksi bakteri, dalam kasus ini adalah adanya infeksi dari bakteri Escherechia Coli. Heterofil
merupakan leukosit yang akan mengalami peningkatan nilai saat terjadi infeksi bakteri. He et al.
(2005) dan Redmond et al. (2011) dalam Purnomo (2015) melaporkan bahwa heterofil
mengandung zat antimikroba yang berhubungan dengan resistensi penyakit pada tubuh dan
Monositosis adalah peningkatan jumlah monosit yang melebihi normal. Monosit adalah
leukosit terbesar yang berdiameter 15 sampai 20 µm dan berjumlah 3 sampai 9% dari seluruh sel
darah putih. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk
imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan.
Pemeriksaan TPP pada itik betina nomor protokol I-22 mengalami hipoproteinemia.
Hipoproteinemia terjadi karena banyaknya protein plasma yang keluar melalui lokasi hemoragi.
Hemoragi yang terdapat pada organ paru-paru, dan saluran pencernaan. Hal ini terjadi karena
kecepatan produksi protein plasma tidak sebanding dengan jumlah protein plasma yang hilang
melalui hemoragi.