Anda di halaman 1dari 2

Nama: Yolanda Simarsoit (34)

Kelas: XII MIA 3

Demokrasi Terpimpin

Sejarah masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) di Indonesia terkait erat dengan


Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sistem politik dan pemerintahan ini bersifat terpusat yang
membuat kekuasaan Presiden Sukarno menjadi amat kuat.

Sebelumnya, Indonesia menerapkan Demokrasi Liberal (1950-1959). Namun, sistem


ini tidak stabil, kabinet sering berganti yang akhirnya berdampak pada tidak
dijalankannya program kerja kabinet sebagaimana mestinya.

Tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit. Dikutip dari Dasar dan
Struktur Ketatanegaraan Indonesia (2001) karya Mahfud M.D, berikut ini isi Dekrit
Presiden 5 Juli 1959:

1. Pembubaran konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandai berakhirnya Demokrasi Liberal dan digantikan
dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin yang berlaku dari 1959 hingga
1965 memiliki artian bahwa demokrasi dengan pengakuan kepemimpinan.

Demokrasi Terpimpin merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial,


dan ekonomi. Gagasan ini dikenal sebagai Konsepri Presiden 1957. Terdapat dua
pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, di antaranya: 

 Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem Demokrasi Terpimpin


yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara
seimbang.
 Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan
masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru
atau golongan fungsional alias golongan karya.

Tujuan sistem Demokrasi Terpimpin adalah untuk menata kembali kehidupan politik
serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Namun, pada pelaksanaannya justru
kerap melanggar UUD 1945.

Seharusnya, Demokrasi Terpimpin sebagai suatu sistem pemerintahan dilakukan


berdasarkan UUD 1945. Namun, pada praktiknya tidak demikian. Demokrasi
Terpimpin justru mengarah pada pemusatan kekuasaan dalam satu tangan, tidak
mengindahkan quorum dan oposisi, serta tidak menghendaki pemungutan suara.

DPR hasil Pemilu 1955 dibubarkan dan diganti dengan DPR Gotong Royong yang
anggota-anggotanya dipilih dan diangkat sendiri oleh presiden. Begitu pula dengan
pembentukan dan penyusunan lembaga-lembaga negara tertinggi lainnya seperti
MPRS dan DPAS.

Dengan demikian, dikutip dari tulisan bertajuk "Rantjangan Pendjelasan Pelengkap


Undang-Undang Dasar 1945" yang terhimpun dalam Buletin MPRS (1967),
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin telah menyeleweng dari ketentuan UUD 1945. 
Pada pelaksanaannya, justru terjadi beberapa pelanggaran terhadap UUD 1945 dan
pemerintah cenderung menjadi sentralistik. Hal ini dikarenakan terpusat hanya kepada
presiden yang membuat posisi presiden sangat kuat dan berkuasa.

Anda mungkin juga menyukai