Anda di halaman 1dari 345

i

Dr. Rahcmad Budi Suharto, S.E., S.H., M.Si.

TEORI
KEPENDUDUKAN

Prakata i
ii
TEORI KEPENDUDUKAN

Rahcmad Budi Suharto

Anggota IKAPI

iii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Teori Kependudukan
© Rahcmad Budi Suharto
Samarinda, RV Pustaka Horizon, 2020
viii + 142 hlm.; 17 x 24 cm

ISBN: 978-623-6805-04-6

Teori Kependudukan

Penulis:
Rahcmad Budi Suharto

ISBN:
ISBN: 978-623-6805-04-6

Desainer sampul:
RBS

Layouter:
RVPH

Penerbit & Percetakan:


RV Pustaka Horizon
Anggota IKAPI
Jl. Perjuangan - Alam Segar 4 No. 73
Samarinda, Kalimantan Timur 75119
www.pustakahorizon.com
Email: pustakahorizon@gmail.com
WA: 0853-4745-6753

Cetakan Pertama: November 2020

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun,
baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi,
merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya,
juga pemindaian (scan) komputer tanpa izin tertulis dari penerbit.

iv
Prakata

Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih


lagi Maha Panyayang, dipanjatkan puji dan syukur atas kehadirat-
Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku
Teori Kependudukan ini.
Buku Teori Kependudukan ini merupakan dasar dari Studi
Demografi, yang tanpa pengetahuan dasar ini tidak mungkin untuk
mengembangkan studi lanjutan di bidang kependudukan. Materi
buku ini menyajikan data mutakhir hasil kependudukan pada tahun
2015. Naskah buku ini juga mendapat beberapa saran dari
pemerhati kependudukan antara lain Prof. Dr. Hj. Eny Rochaida,
M.Si., satu dari Guru Besar pada Universitas Mulawarman Pakar
Kependudukan dan Sumber Daya Manusia., Dr. Diana Lestari,
M.Si, Dr. Juliansyah Roy, M.Si. sebagai pengajar Kependudukan
serta kawan-kawan sejawat yang sebidang dalam kependudukan
dan Sumber Daya Manusia. Kepada para akademisi yang baik hati
ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya atas saran yang berharga sehingga
penyempurnaan karya ini dapat dilaksanakan dengan baik.
Penulis berharap, mudah-mudahan buku ini dapat
memberikan kontribusi bagi para pengguna sebagai landasan
dasar untuk mendalami studi kependudukan lebih lanjut. Terlepas
dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini

v
akan terus disempurnakan. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka penulis menerima segala saran-saran dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki buku Teori Kependudukan ini. Dengan
senang hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga karya ini dapat menambah wawasan yang lebih
luas tentang masalah Kependudukan di Indonesia.

Samarinda, 9 November 2020

Dr. Rahcmad Budi Suharto, S.E., S.H., M.Si.

vi
Daftar Isi

Prakata .................................................................................. v
Daftar isi................................................................................. vii

Bab 1 Konsep dan Definisi Demografi .................................. 1


A. Definisi Demografi .................................................. 1
B. Definisi Demografi Menurut Para Ahli .................... 2
C. Komponen Demografi ............................................ 8
Bab 2 Ruang Lingkup dan Manfaat Analisis Demografi ........ 15
A. Ruang Lingkup Analisis Demografi ........................ 15
B. Definisi Demografi Menurut Para Ahli .................... 23
Bab 3 Ukuran dan Variabel Demografi .................................. 30
A. Ukuran dalam Demografi ........................................ 30
B. Variabel Demografi ................................................. 42
Bab 4 Sumber Data Kependudukan ..................................... 53
A. Definisi Sumber Data .............................................. 53
B. Pentingnya Sumber Data ........................................ 54
C. Sumber-sumber Data Kependudukan ..................... 57
Bab 5 Ukuran dan Variabel Demografi .................................. 74
A. Definisi Mobilitas Penduduk (Migrasi) ..................... 75
B. Alasan Seseorang Melakukan Mobiltas Penduduk.. 77
C. Macam-Macam Mobilitas Penduduk ....................... 79
D. Perilaku Mobilitas Penduduk ................................... 82
E. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mobilitas Penduduk 85
F. Dampak Mobilitas Penduduk .................................. 90

vii
Bab 6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .......................... 95
A. Definisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ......... 95
B. Pilar-Pilar Pokok Indeks Pembangunan Manusia .... 97
C. Komponen Indeks Pembangunan Manusia ............. 98
D. Cara Menghitung Komponen indeks dan IPM ......... 102
E. Hubungan Antar Variabel ........................................ 103
F. Manfaat Indeks Pembangunan Manusia ................. 107
Bab 7 Piramida Penduduk ..................................................... 109
A. Definisi Piramida Penduduk .................................... 109
B. Macam-Macam Piramida Penduduk ....................... 112
C. Manfaat Piramida Penduduk ................................... 117
Bab 8 Proyeksi Penduduk Indonesia ..................................... 118
A. Definisi Proyeksi Penduduk .................................... 118
B. Model-Model Proyeksi Penduduk............................ 119
C. Proyeksi Penduduk di Indonesia ............................. 131
D. Kegunaan Proyeksi Penduduk ................................ 132

Glosarium ................................................................................. 135


Daftar Pustaka .......................................................................... 139
Tentang Penulis ........................................................................ 141

viii
BAB 1 BAB 1 Konsep
Konsep dan Definisidan Definisi
Demografi
Kependudukan

A. Definisi Kependudukan (Demografi)

Kata Demografi berasal dari Bahasa Yunani yang dapat dilihat dari

asal katanya yaitu demos dan graphein. Demos dapat diartikan sebagai

penduduk, dan graphein berarti menulis. Dengan menggabungkan

kedua makna dari kata-kata tersebut maka dapat diartikan kata

demografi berarti tulisan-tulisan atau karangan-karangan tentang

penduduk suatu negara atau suatu daerah. Jika diperhatikan makna

kata demografi tersebut, maka makna atau definisi tersebut belum

jelas arahnya mengingat ilmu-ilmu sosial lainnya seperti ilmu

sosiologi, antropologi sosial juga berbicara tentang penduduk atau

berorientasi tentang penduduk atau manusia. Menyadari hal tersebut,

maka beberapa ilmuwan atau ahli memberikan definisi tentang demografi

agar dapat dibedakan dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ahli-ahli tersebut

antara lain Achille Guillard, G.W Barclay, dan P. Hauser & D. Duncan,

dan juga para ahli yang lannya.

1
B. Definisi Kependudukan Menurut Para Ahli

Demografi didefinisikan dalam berbagai arti menurut beberapa ahli.

1. Achille Guillard (1855)

Definisi yang diberikan oleh ahli ini melihat atau mempelajari

manusia atau penduduk secara keseluruhan. Demografi didefinisikan

sebagai ilmu mempelajari segala sesuatu dari keadaan dan sikap

manusia yang dapat diukur yaitu meliputi perubahan secara umum,

fisiknya, peradabannya, intelektualitasnya, dan kondisi moralnya. Jika

dilihat dari konsep atau definisi tersebut juga masih sangat umum yang

menyangkut kondisi manusia atau penduduk, yang juga sulit dibedakan

dengan ilmu sosial lainnya.

2. G.W Barclay (1970)

Gambaran secara numerik /statistik tentang penduduk.

Penduduk/population adalah satu kesatuan dari manusia yang diwakili

oleh suatu nilai statistik tertentu. Oleh karena itu demografi berhubungan

dengantingkah laku penduduk secara keseluruhan/bukan perorangan.

3. Phillip M. Hauser dan Otis Dudley Duncan (1959)

Berpendapat bahwa demografi merupakan ilmu yang

mempelajari jumlah, persebaran teritorial, komposisi penduduk, serta

perubahannya dan sebab-sebab perubahan tersebut, di mana sebab-

sebab perubahan tersebut yang biasanya timbul karena


2
natalitas/fertilitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial

(perubahan status).

4. Johan Sussmilch (1762)

Johan Sussmilch menyatakan bahwa demografi adalah ilmu

yang mempelajari hukum Tuhan yang berhubungan dengan perubahan-

perubahan pada umat manusia yang terlihat dari jumlah kelahiran,

kematian, dan pertumbuhannya.

5. David V. Glass (1953)

Menekankan bahwa demografi terbatas pada studi penduduk

sebagai akibat pengaruh dari proses demografi, yaitu fertilitas, mortalitas,

dan migrasi.

6. Donald J. Bogue (1969)

Mendefinisikan demografi sebagai ilmu yang mempelajari secara

statistik dan matematik jumlah, komposisi, distribusi penduduk, dan

perubahan-perubahannya sebagai akibat bekerjanya komponen-komponen

pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas),

perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.

3
7. United Nation (1958) dan International Union for the Scientific

Study of Population/IUSSP (1982)

Demografi adalah studi ilmiah masalah penduduk yang berkaitan

dengan jumlah, struktur, serta pertumbuhannya. Masalah demografi lebih

ditekankan pada studi kuantitatif dari berbagai faktor yang memengaruhi

pertumbuhan penduduk yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disampaikan, maka dapat

disimpulkan bahwa ilmu demografi merupakan suatu alat untuk

mempelajari perubahan-perubahan kependudukan dengan

memanfaatkan data dan statistik kependudukan serta perhitungan-

perhitungan secara matematis dan statistik dari data penduduk terutama

mengenai perubahan jumlah, persebaran, dan komposisi/strukturnya.

Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh perubahan pada

komponen-komponen utama pertumbuhan penduduk yaitu fertilitas,

mortalitas, dan migrasi yang pada gilirannya menyebabkan perubahan

pada jumlah, struktur, dan persebaran penduduk.

Seperti ilmu-ilmu yang lain, ilmu demografi terus berkembang. Seiring

denganperkembangan timbul masalah mengenai definisi/pembagian ilmu

ini.Sebelum membahastentang ruang lingkup Ilmu Demografi, harus dapat

dibedakan dengan lebih jelas konsepatau definisi tentang demografi

dengan Ilmu Kependudukan tersebut.Berikut disampaikanperbedaan-

perbedaan tersebut dengan lebih jelas dan rinci.


4
1. Demografi/ Pure Demography (demografi murni) atau juga disebut

demografi formal.

a) Demografi lebih menekankan studinya pada proses demografi.

Ahli demografi mempelajari struktur penduduk untuk dapat lebih

memahami proses demografi. Misalnya untuk menganalisis

fertilitas penduduk di suatu daerah, ahli demografi perlu

mengetahui jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada di

daerah tersebut.

b) Demografi/ menghasilkan teknik-teknik untuk menghitung data

kependudukan. Dengan teknik-teknik tersebut dapat diperoleh

perkiraan keadaan penduduk pada masa depan atau pada

masa lampau.

c) Model-model formal kelihatan sangat menakjubkan tetapi tidak

mampu menjawab tentang mengapa hal tersebut terjadi. Apa

yang menjadi penyebab kondisi tersebut terjadi tidak dapat

diketahui melalui konsep demografi tersebut.

d) Demografi dapat diartikan secara sempit dan luas. Paling

sempit adalah formal demografi/analisis demografi,

berhubungan dengan jumlah, distribusi, struktur, dan

perubahan penduduk. Jumlah yaitu banyaknya orang di dalam

suatu daerah, distribusi dimaknai sebagai persebaran

penduduk di dalam suatu wilayah pada suatu waktu tertentu.

5
Struktur dalam arti yang paling sempit, penduduk menurut

umur, dan jenis kelamin. Perubahannya yang dimaksud adalah

tentang naik atau turun jumlah penduduk atau salah satu

elemennya.

2. Social demography/population studies/ ilmu kependudukan.

Dalam menjawab mengapa/apa yang menjadi penyebab suatu

kondisi terjadi diperlukan suatu ilmu lain yang disebut Ilmu Kependudukan.

Ilmu kependudukan ini merupakan penghubung antara penduduk dengan

sistem sosial, dengan harapan dapat memecahkan pertanyaan dasar :

bagaimana menambah pengertian atau pemahaman terhadap

masyarakatmelalui proses analisis kependudukan. Methorst & Sirks

membagi ilmu tersebut menjadi secara kuantitatif yaitu demografi,

sedangkan secara kualitatif dibahas tentang penduduk dari segigenetis dan

biologis.Pandangan ini tidak mendapat dukungan karena formal demografi

tidakhanya berhubungan dengan angka, namun angka-angka tersebut

tetap harus diinterpretasikan,untuk dapat mengetahui makna yang lebih

mendalam dibalik angka-angka tersebut.

Perkembangan selanjutnya Adolphe Laundry di Paris tahun 1937

dalam kongres kependudukan, membuktikan adanya hubungan matematik

antara komponen-komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas,

sex/gender. Beliau mengusulkan istilah yang berbeda satudengan yang

6
lainnya yaitu istilah pure demografi untuk cabang demografi yang bersifat

analitik matematis yang menghasilkan angka-angka tertentu.

Pure demography/formal demography, menghasilkan teknik-teknik

untuk menghitung data kependudukan.Formal demography hanya

berhubungan dengan pertanyaan tentang: apa, berapa, kapan, dan di

mana angka-angka atau kondisi tersebut terjadi. Namun demikian Pure

demography/formal demography tidak dapat menjawab pertanyaan tentang

mengapa angka-angka tersebut terjadi. Apa fenomena atau penyebab

angka-angka yang telah dihitung secara matematik tersebut terjadi dapat

dikatakan bukanlah bidang dari Pure demography/formal demography

tersebut, tetapi bidang ilmu lainnya yaitu Social Demography/ Studi

Kependudukan. Dengan demikian dapat disimpulkan Social Demography/

Studi Kependudukan akan dapat menjawab mengapa angka angka

tersebut terjadi.

Secara lebih rinci dapat dikatakan ilmu demografi yang sempit

berkaitan dengan teknik menghitung angka-angka tentang kondisi

penduduk, ilmu demografi dalam arti yang lebih luas membicarakan angka-

angka termasuk karakteristik penduduk seperti karakteristik sosial,ekonomi,

termasuk etnik. Karakteristik sosial antara lain meliputi status perkawinan

penduduk, tingkat pendidikan, derajat kesehatan dan sebagainya.

Karakteristik ekonomi antara lain meliputistatus pekerjaan, lapangan

pekerjaan, jenis pekerjaan, pendapatan, jam kerja dan sebagainya.

7
C. Komponen Demografi

Dari pengertian demografi yamg telah di jelaskan pada bab

sebelumnya, dapat dikatakan bahwa komponen-komponen yang berkaitan

dengan demografi sebagai berikut.

a. Kelahiran (Fertilitas/Natalitas)

Fertilitas ini berhubungan dengan kelahiran penduduk yang

menyangkut jumlah bayi yang lahir hidup. Namun bisa juga, fertilitas diukur

dari jumlah anak per-pasangan.

Adapun faktor-faktor yang Memengaruhi Fertilitas Faktor sosial, akan

memengaruhi fertilitas melalui variabel antara, yang berjumlah 11 variabel

antara yang dapat dibedakan menjadi:

1) Faktor-faktor yang memengaruhi kemungkinan hubungan

kelamin pada usia reproduksi.

a) Umur memulai hubungan kelamin.

b) Selibat permanen, yaitu proporsi perempuan yang tidak

pernah mengadakan hubungankelamin.

c) Lamanya masa reproduksi yang hilang karena: a.

perceraian, perpisahan, atau ditinggalpergi oleh suami; b.

suami meninggal dunia.

d) Abstinensi sukarela.

8
e) Abstinensi karena terpaksa (impotensi, sakit, berpisah

sementara yang tidak dapat dihindari).

f) Frekuensi hubungan seks (tidak termasuk abstinensi).

2) Faktor-faktor yang memengaruhi kemungkinan konsepsi

a) Kesuburan dan kemandulan biologis (fekunditas dan

infekunditas) yang disengaju.

b) Menggunakan atau tidak menggunakan alat-alat kontrasepsi

baik dengan cara kimiawi dan cara mekanis atau cara-cara

lain.

c) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-

faktor yang disengaja, misalnya sterilisasi.

3) Faktor-faktor yang memengaruhi selama kehamilan dan

kelahiran

a) Kematian janin karena faktor-faktor yang tidak disengaja.

b) Kematian janin karena faktor-faktor yang disengaja.

Kesemua (11) variabel/indikator antara tersebut dapat berpengaruh

positif maupun negatif terhadap fertilitas atau kelahiran. Kondisi ini akan

berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya. Faktor-

faktor sosial, ekonomi, dan budaya akan memengaruhi fertilitas/kelahiran

melalui variabel antara.

b. Kematian (Mortalitas)

9
Mortalitas berkaitan erat dengan tingkat kematian penduduk yang

ada pada suatu daerah/wilayah. Tidak semua kejadian kematian dicatat

dalam demografi, seperti : jumlah keguguran dan "still birth" tidak dihitung

sebagai suatu kematian.

Tinggi rendahnya tingkat mortalitas di suatu wilayah tidak hanya akan

memengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, namun juga

menjadi sebuah barometer tentang kesehatan dan kesejahteraan

penduduk di wilayah yang bersangkutan. Mortalitas atau

kematianpenduduk adalah salah satu dari variabel demografi yang penting.

Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk di suatu daerah tidak

hanya memengaruhi jumlah penduduk, tetapi juga mencerminkan kualitas

SDM yang ada ditempat tersebut, yang sekaligus juga mencerminkan

bagaimana kondisi ekonomi di wilayah tersebut. Definisi mati adalah

peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen

yang dapat terjadi setiap saat setelah terjadi kelahiran hidup. Jadi mati

hanya dapat terjadi setelah terjadi kelahiran hidup.

Adapun sumber data Mortalitas yaitu sebagai berikut penjelasannya.

1) Registrasi

Apabila sistem registrasi ini bekerja dengan baik, maka

registrasi merupakan sumber data kematian yang ideal. Dalam

registrasi kejadian kematian dilaporkan dan dicatat segera setelah

10
peristiwa kematian tersebut terjadi. Namun di Indonesia data hasil

registrasi penduduk masih jauh dari memuaskan (banyak peristiwa

kematian yang belum tercatat dan kualitas datanya rendah) atau

underestimate. Banyak data atau peristiwa yang menyangkut

peristiwa vital penduduk seperti kelahiran, kematian, maupun migrasi

penduduk tidak dilaporkan oleh penduduk ke tingkat yang paling

bawah misalnya lurah atau desa, sehingga jumlah yang dilaporkan

akan menjadi jauh lebih sedikit daripada yang sebenarnya terjadi.

Jika itu digunakan untuk menghitung peristiwa-peristiwa demografi

tertentu, maka nilainya akan rendah yang tidak mencerminkan

kondisi yang sebenarnya. Dengan demikian pengambilan kebijakan

atau pembuatan keputusan untuk program-program tertentu jika

menggunakan data yang berasal dari registrasi penduduk akan

menghasilkan informasi yang kurang valid.

2) Sensus/survai

Selain data kematian atau mortalitas yang berasal dari data

registrasi penduduk, juga terdapat sumber data lainnya yang dapat

digunakan sebagai sumber untuk menghitung atau mengetahui

kondisi mortalitas penduduk. Dalam data Sensus Penduduk

meskipun dilakukan melalui sensus, namun data tentang mortalitas

dikumpulkan juga melalui survai atau sensus sampel yang hasilnya

diberlakukan terhadap seluruh populasinya. Tingkat mortalitas yang

11
dihitung berdasarkan data sensus penduduk adalah dengan

menggunakan indirect method atau metode tidak langsung dengan

menggunakan data rata-rata anak masih hidup dan rata-rata

anakyang dilahirkan hidup.

3) Rumah sakit.

4) Dinas pemakaman.

5) Kantor polisi lalu lintas, dan sebagainya.

Data kematian yang diperoleh dari hasil registrasi penduduk, dapat

digunakan secara langsung untuk menghitung ukuran-ukuran kematian,

seperti yang diminta oleh metode untuk menghitung pengukuran mortalitas.

Berbeda halnya dengan data yang bersumber dari hasil registrasi, data

yang berasal dari hasil sensus penduduk dan survai dapat digunakan untuk

menghitung ukuran-ukuran kematian dengan cara yang tidak langsung

(indirect method).

c. Perpindahan/Gerak Penduduk (Migrasi)

Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu daerah/wilayah

ke daerah/wilayah yang lain, baik untuk sementara waktu atau untuk

menetap dalam waktu yang lama. Migrasi dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu migrasi nasional yang merupakan perpindahan penduduk dari satu

daerah ke daerah lain dalam satu negara, dan migrasi internasional yang

merupakan perpindahan penduduk dari satu negara ke negara yang lain.

12
d. Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial merupakan suatu perubahan atau pergeseran status

penduduk. Atau dapat dikatakan bahwa mobilitas sosial adalah

perpindahan posisi seseorang maupun kelompok dari lapisan masyarakat

yang satu ke lapisan masyarakat yang lain. Contohnya : seorang pegawai

yang pensiun atau beralih profesi.

e. Pernikahan

Pernikahan merupakan faktor yang memengaruhi jumlah dan

perubahan penduduk. Dengan bertambahanya angka pernikahan, maka

akan berdampak pada kenaikan tingkat fertilitas.

selain itu terdapat juga komponen-komponen lain dari demografi,

diantaranya adalah umur, gender, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

dan agama.

Studi perkawinan dan perceraian dalam demografi dicakup dalam

kajian nuptiality. Nuptiality berkaitan dengan frekuensi atau banyaknya

perkawinan, karakter pelakunya dan yang berhubungan dengan

berakhirnya perkawinan, seperti meninggalnya pasangan, perceraian, dan

perpisahan. Perkawinan adalah penyatuan legal antara 2 (dua) orang yang

berlainan jenis kelamin sehingga menimbulkan hak dan kewajiban akibat

perkawinan. Perkawinan dapat dilegalkan melalui hukum agama, sipil,

13
maupun hukum lain yang diakui seperti hukum adat atau kebiasaan

(custom).

Di negara maju ada jenis perkawinan yang lain yang disebut hidup

bersama (perkawinan secara de facto), namun di Indonesia sedikit

jumlahnya, yang umum adalah perkawinan secara de-jure. Perkawinan

secara de-jure dan de-facto tersebut memengaruhi fertilitas. Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) membedakan status perkawinan menjadi 5 (lima)

katagori yaitu belum kawin, kawin,cerai, janda, dan duda, sedangkan

Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia membedakan status perkawinan

menjadi 4 (empat) katagori yaitu:

1) Belum kawin yaitu penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas (16

tahun UU perkawinan) yang belum pernah menikah, termasuk

penduduk yang hidup selibat atau tidak pernah kawin .

2) Kawin, adalah mereka yang kawin secara hukum (adat, negara, dan

agama) dan mereka yanghidup bersama yang oleh masyarakat

sekelilingnya dianggap sebagai suami istri.

3) Cerai adalah mereka yang bercerai dari suami/istri dan belum

melakukan perkawinan ulang.

4) Janda atau duda adalah mereka yang suami atau istrinya

meninggal dan belum melakukan perkawinan ulang.

14
BAB 2 BAB 2 Ruang
Ruang Lingkup
Lingkup dan
dan Manfaat
Analisis Demografi
Manfaat Kependudukan

A. Ruang Lingkup Analisis Kependudukan (Demografi)

Dalam sejarah perkembangan demografi timbul masalah mengenai

pembagian cabang ilmu ini. Menurut Methorst dan Skirk (1937), masalah

penduduk dapat dibedakan menjadi masalah kuantitatif (demografi) dan

masalah kualitatif yang membahas penduduk dari segi genetis dan

biologis. Gagasan ini tidak mendapat dukungan. Jadi, walaupun demografi

menggunakan banyak hitungan (kuantitatif), tapi juga dapat bersifat

kualitatif. Sedangkan, ilmu hayat (biologi) itu sendiri pun tidak lepas dari

usaha-usaha kuantitatif. Hal demikian memberikan kesan kepada orang

awam bahwa demografi hanyalah penyusunan statistik penduduk, padahal

tidak sepenuhnya demikian.Ini memang bisa dimengerti oleh karena

pelopor-pelopor ilmu demografi, seperti Suszmilch, Guillard dan

Wolfe, menganggap demografi sebagai semacam “Tata buku. Bio-sosial”

atau “Bio-social book keeping”. Jadi memang angka-angka itu penting,

tetapi angka-angka tersebut harus dinyatakan hubungan-hubungannya,

setelah itu baru bisa dinamakan ilmu demografi.

15
Pada tahun 1937 di Paris selama kongres kependudukan

berlangsung, Adolphe Laundry telah membuktikan secara matematika

adanya hubungan antara unsur-unsur demografi, seperti kelahiran,

kematian, jenis kelamin, umur, dan sebagainya. Ia menyarankan

penggunaan istilah Pure Demography untuk cabang ilmu demografi yang

bersifat analitik-matematika dan berbeda dari ilmu demografi yang bersifat

deskriptif. Karya ini lantas mendapat sambutan positif dari berbagai pihak.

Pure Demography (Demografi murni) atau juga disebut demografi

formal menghasilkan teknik-teknik untuk menghitung data kependudukan.

Dengan teknik-teknik tersebut, kita dapat memperoleh perkiraan penduduk

di masa yang akan datang maupun masa lampau. Teknik-teknik ini sering

kelihatan menakjubkan dan mempunyai kegunaan besar, tetapi teknik-

teknik tersebut jarang menyajikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan

sosial tentang “mengapa” bentuk atau proses peristiwa kependudukan

terjadi.

Untuk menjawab pertanyaan “mengapa” tersebut, kita memerlukan

ilmu lain yang biasa disebut dengan Sociological Demography, Population

Studies, Demographic Sociology atau Studi Kependudukan. Ilmu ini

merupakan penghubung antara penduduk dan sistem sosial, dengan

harapan dapat memecahkan pertanyaan dasar bagaimana kita memberi

pengertian kepada orang awam melalui proses analisis kependudukan.

Jadi, dapat dikatakan pula bahwa Demografi murni dan Studi


16
Kependudukan saling melengkapi di mana Studi Kependudukan menjadi

dasar teori dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan Demografi

Murni dan Demografi Murni memperkuat teori yang ada dalam Studi

Kependudukan secara ilmiah melalui proses kuantitatif (statistik &

matematik).

a) Kuantitatif dan Kualitatif

Dalam metode penelitian kuantitatif, masalah yang diteliti lebih umum

memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks. Penelitian

kuantitatif lebih sistematis, terencana, terstruktur, jelas dari awal hingga

akhir penelitian. Sedangkan dalam metode penelitian kualitatif dilakukan

pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif,

peneliti sebagai instrumen pokok. Oleh karena hal itu, peneliti harus

memiliki bekal teori dan wawasan yang luas agar dapat melakukan

wawancara secara langsung terhadap responden, menganalisis, dan

mengkontruksikan obyek yang diteliti agar lebih jelas. Penelitian ini lebih

menekankan pada makna dan terikat nilai.

1) Kuantitatif

Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis

penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan

terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain

penelitiannya. Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah

penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari


17
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta

penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan

penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik,

atau tampilan lainnya.

Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara

random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,

analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji

hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7).

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena

metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi

sebagai metode untuk penelitian.

2) Kualitatif

Metode penelitian kualitatif merupakan metode baru karena

popularitasnya belum lama, metode ini juga dinamakan post-

positivistik karena berlandaskan pada filsafat post positifisme, serta

sebagai metode artistic karena proses penelitian lebih bersifat seni

(kurang terpola), dan disebut metode interpretive karena data hasil

peneletian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang

ditemukan di lapangan.

Metode penelitian kualitatif sering di sebut metode penelitian

naturalistik karena penelitianya di lakukan pada kondisi yang alamiah

(natural setting), disebut juga metode etnographi, karena pada


18
awalnya metode ini lebih banyak di gunakan untuk penelitian bidang

antropologi budaya.

Beberapa metodologi seperti Kirk dan Miller (1986),

mendefinisikan metode kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan terhadap manusia dalam kawasanya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

dalam peristilahanya.

Bagan 2.1. Ruang lingkup Demografi

19
b) Aspek-Aspek Analisis Demografi

Demografi mencakup beberapa aspek diantaranya sebagai berikut.

1) Populasi Penduduk

Pada dasarnya demografi merupakan studi tentang populasi

penduduk. Mempelajari populasi penduduk berarti akan berurusan

dengan aspek kuantitas atau jumlah penduduk. Setiap negara

memiliki kebijakan tersendiri mengenai perhitungan jumlah penduduk.

Di Indonesia perhitungan jumlah penduduk dilaksanakan setiap

sepuluh tahun sekali. Data jumlah penduduk ini nantinya akan

dianalisa oleh pemerintah untuk menentukan arah kebijakan

kependudukan di masa depan.

2) Pengelompokan Penduduk

Pengelompokan penduduk merupakan upaya pemilahan/

komposisi penduduk berdasarkan variabel-variabel tertentu misalkan

usia, jenis kelamin, status perkawinan, agama, kasta dan lainnya.

3) Distribusi Penduduk

Distribusi penduduk pada dasarnya berkaitan dengan aspek

geografi atau wilayah tempat bermukimnya suatu penduduk.

Perhitungan distribusi penduduk mencakup kepadatan penduduk dan

persentase penduduk per wilayah. Faktor yang mepengaruhi

distribusi populasi penduduk antara lain keadaan geografis, ekonomi,

20
sosial dan politik. Mengapa sekarang banyak terjadi urbanisasi?

Mengapa penduduk banyak bermukim di daerah dataran rendah? Hal

tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor. Berbicara distribusi

penduduk berarti akan berkaitan pula dengan pola pemukiman

penduduk tersebut.

4) Kelahiran

Salah satu aspek penting dari demografi adalah kelahiran.

Beberapa hal yang berkaitan dengan kelahiran antara lain angka

kelahiran, kontrasepsi, angka perkawinan dan angka harapan hidup

bayi. Tingkat kelahiran yang sangat tinggi tanpa diimbangi dengan

peningkatan taraf ekonomi akan berdampak pada kesejahteraan

penduduk itu sendiri.

5) Kematian

Kematian dapat diukur dengan angka kematian kasar dan

angka kematian bayi. Kematian penduduk dapat terjadi karena

berbagai faktor seperti penyakit, kecelakaan, perang atau

pembunuhan. Angka kematian di wilayah negara maju dan

berkembang dapat berbeda karena berbagai faktor.

6) Migrasi

Migrasi merupakan perpindahan penduduk dalam arti melewati

batas teritorial wilayah. Migrasi dapat bersifat internal maupun

21
eksternal. Ahli demografi dapat menganalisa penyebaran migrasi

penduduk, rata-rata usia migrasi hingga faktor pendukungnya.

Migrasi dapat terjadi salah satunya akibat dorongan ekonomi.

7) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu bagai dari kependudukan

karena pada dasarnya manusia memiliki profesi tertentu dalam

menjalankan kehidupannya. Ahli demografi dapat menganalisa

tingkat partisipasi kerja penduduk, angka pengangguran sampai

tingkat rata-rata pendapatan penduduk. Dengan memantau

perkembangan kaum pekerja maka akan diketahui perkembangan

suatu negara.

8) Kelembagaan Penduduk

Kelembagaan penduduk berkaitan dengan keluarga dan

pernikahan. Studi tentang kelembagaan penduduk meliputi status

pernikahan, rata-rata usia pernikahan per area dan faktor perceraian.

9) Kebijakan Penduduk

Kebijakan kependudukan sangat erat dengan peran pemerintah

sebagai pemangku kebijakan. Pertumbuhan penduduk yang cepat di

negara berkembang seperti Indonesia akan memicu lahirnya

kebijakan-kebijakan seperti pembatasan kelahiran, batasan umur

perkawinan dan pemerataan penduduk per wilayah. Kebijakan

22
kependudukan akan berbeda tiap negara karena masalah penduduk

yang dialami negara-negara relatif berbeda sehingga memerlukan

penanganan yang berbeda.

B. Tujuan dan Manfaat Analisis Demografi

Demografi atau ilmu kependudukan adalah ilmu yang mempelajari

dinamika kependudukan manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan

distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap

waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.

1. Tujuan Analisis Demografi

Berdasarkan pengertian demografi, terdapat beberapa tujuan

tertentu, di antaranya sebagai berikut.

a. Mempelajari dan memahami kuantitas penduduk di suatu wilayah,

kuantitas penduduk disuatu wilayah dapat dibandingkan dengan

wilayah yang lain untuk dapat mengetahui berbagai kebutuhan

sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya untuk wilayah

yang bersangkutan.

b. Mempelajari dan memahami perkembangan penduduk di suatu

wilayah, dengan memerhatikan perkembangan kuantitas

penduduk di suatu wilayah maka akan dapat diperkirakan atau

dianalisis bagaimana kondisi perkembangan berbagai komponen

23
demografi yang membentuk kuantitas atau jumlah penduduk

tersebut.

c. Mempelajari dan memahami perbandingan dan perbedaan

penduduk antar wilayah, dengan melakukan perbandingan jumlah

penduduk antar wilayah, dapat diketahui perbedaan

perkembangan berbagai komponen demografi di wilayah masing-

masingyang membentuk jumlah penduduk tersebut.

d. Mempelajari dan memahami penyebab perkembangan penduduk

seperti fertilitas, mortalitas, dan migrasi penduduk. Perbedaan

penyebab perkembangan jumlah penduduk seperti fertilitas,

mortalitas, dan migrasi penduduk di suatu wilayah akan dapat

digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang lebih

tepat untuk pengendalian jumlah penduduk di wilayah tersebut.

e. Mempelajari dan memahami komposisi/distribusi penduduk di

suatu wilayah, baik secara ekonomi, sosial, dan demografi.

Dengan mengetahui komposisi atau distribusi penduduk-penduduk

disuatu wilayah, maka akan dapat diperkirakan berbagai

kebutuhan diwilayah yang bersangkutan antara lain kebutuhan di

bidang sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, kesempatan

kerja dan sebagainya. Komposisi penduduk atau distribusi

penduduk menurut kelompok umur juga sangat bermanfaat dalam

menentukan peluang usaha yang dapat diciptakan.

24
f. Mempelajari dan memahami cara menghitung tingkat

pertumbuhan penduduk, beberapa cara dalam menghitung tingkat

pertumbuhan penduduk baik yang menghasilkan prediksi secara

poin atau titik dengan berbagai metode seperti aritmatik,

geometric, maupun eksponensial, dan prediksi menurut kelompok

umur dengan metode komponen sangat berguna dalam

melakukan analisis kondisi kependudukan yang terjadi.

g. Mempelajari dan memahami persebaran penduduk menurut

wilayah, persebaran penduduk antar wilayah sangat bermanfaat

untuk menganalisis peristiwa demografi yang terjadi di wilayah

masing-masing yang sangat penting untuk menentukan kebijakan

yang tepat sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

h. Mempelajari dan memahami perkembangan tingkat pertumbuhan

penduduk dari waktu kewaktu. Perkembangan tingkat

pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu dapat menunjukkan

keberhasilan berbagai program kependudukan dalam rangka

pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk secara umum

maupun menurut tingkatan daerah tertentu.

i. Mempelajari dan memahami perkembangan dan kondisi

ketenagakerjaan di suatu daerah dari waktu ke waktu. Kondisi

ketenagakerjaan juga dapat dipelajari atau diketahui melalui

pelajaran ini sehingga inventarisasi atau identifikasi berbagai

25
program atau kebijakan dapat dilakukan untuk mengatasi

persoalan ketenagakerjaan tersebut, dan meningkatkan

pemahaman tentang kondisi yang dihadapi.

j. Mempelajari dan memahami hubungan sebab akibat antara

perkembangan penduduk dengan berbagai aspek sosial, ekonomi,

budaya dan lainnya. Fenomena sosial, ekonomi, budaya dan

lainnya bukanlah fenomena yang berdiri sendiri tanpa sebab,

pelajaran ini memberikan pemahaman tentang keterkaitan

berbagai variabel, baik variabel demografi, maupun variabel non

demografi seperi variabel sosial, ekonomi, budaya, psikologi,

danyang lainnya, satu sama lain.

k. Mempelajari dan memahami keterkaitan antar variabel demografi.

Keterkaitan antar variabel demografi juga dapat dipelajari dalam

materi pelajaran ini, bagaimana variabel demografi juga dapat

memengaruhi variabel demografi yang lainnya, menjadi salah satu

bagian pengetahuan yang juga dipelajari.

l. Mempelajari dan memahami pertumbuhan penduduk pada masa

yang akan datang dan berbagai kemungkinan konsekuensinya,

misalnya penurunan fertilitas, aging people, mortalitas dan

sebagainya. Berbagai konsekuensi akan terjadi jika terjadi

pertumbuhanpenduduk yang terus meningkat ataupun terus

26
menurun akan dapat memberikan konsekuensinya masing-masing

pada permasalahan di bidang kependudukan.

2. Manfaat Analisis Demografi

Berbagai persoalan kependudukan/ Demografi yang terjadi di

berbagai belahan dunia sudah sangat disadari oleh negara-negara di dunia

termasuk Indonesia, sehingga sangatlah penting untuk mempelajari Ilmu

Kependudukan guna dapat mengatasi berbagai persoalan tersebut.

Manfaat atau kegunaan mempelajari Ilmu Kependudukan/Demografi tidak

saja sangat penting bagi lembaga pemerintah, juga sangat penting untuk

lembaga-lembaga swasta baik di tingkat pusat maupun daerah.

Berbagai perencanaan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah

sangat erat kaitannya dengan Ilmu Kependudukan seperti perencanaan

dibidang pendidikan seperti kebutuhan guru, kebutuhan sarana dan pra

sarana sekolah. Misalnya jika pemerintah akan membuat perencanaan di

bidang pendidikan seperti jumlah guru dan ruang kelas yang dibutuhkan

dalam satu tahun tertentu, maka dibutuhkan data penduduk menurut

kelompok umur dalam usia sekolah. Perencanaan di bidang perpajakan

juga membutuhkan data kependudukan atau proyeksi data kependudukan

yang diperoleh melalui Ilmu Kependudukan. Misalnya jika akan dibuat

perencanaan di bidang fasilitas kesehatan, akan dibutuhkan data tentang

kondisi mortalitas didaerah yang bersangkutan misalnya angka kematian di


27
wilayah tersebut, seperti angka kematian bayi, angka kematian anak,

angka kematian kasar dan sebagainya

Pentingnya mempelajari Ilmu Kependudukan dan juga manfaatnya

dapat dilihat dari pidato kenegaraan Presiden Suharto tahun 1983:

“Seluruh rencana pembangunan kita akanberhasil dengan lancar jika

ditunjang oleh pemecahan masalah kependudukan antara lain

pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian, perpanjangan

harapan hidup, penyebaran penduduk, pendidikan, dan masalah lapangan

kerja”.

Pidato Presiden Suharto pada saat itu menandakan bahwa

pemerintah sudah sangat menyadari bahwa masalah kependudukan yang

dihadapi oleh Bangsa Indonesia harus diatasi agar dapat mencapai cita-

cita pembangunan bangsa yaitu masyarakat yang makmur dan sejahtera.

Dalam pengendalian masalah kependudukan tidak hanya dibebankan

kepada pemerintah, dan ahli-ahli kependudukan saja, namun juga sangat

penting peran masyarakat untuk membantu memahami dan memecahkan

masalah kependudukan tersebut. Pemerintah juga telah mengambil

langkah positif seperti pendidikan kependudukan mulai tingkat sekolah

dasar, SLTP, SLTA maupun di Perguruan Tinggi.

Dari penejelasan diatas, maka dapat kita ketahui manfaat dari

demografi yaitu diataranya sebagai berikut.

28
1) Membantu pemerintah di dalam melakukan evaluasi kinerja

pembangunan. Dalam hal ini, pemerintah itu bisa melihat jumlah

komposisi penduduk di masa lalu serta dimasa sekarang. Serta

faktor-faktor yang memengaruhinya.

2) Membantu pemerintah di dalam merencanakan pembangunan di

segala bidang, mulai dari bidang pendidikan, pertanian,

perpajakan, kemiliteran serta lain sebagainya.

3) Dapat mengetahui tingkat pada perkembangan ekonomi pada

suatu negara, hal itu dilakukan dengan cara melihat jumlah

ketersediaan lapangan pekerjaan, jumlah pada persentasi

penduduk yang sudah bekerja serta lain sebagainya.

4) Dapat juga mengetahui tingkat harapan hidup rata-rata

penduduk.

29
BAB 3 BAB 3
Ukuran dan Variabel
Ukuran dan Variabel Demografi
Kependudukan

A. Ukuran Dalam Kependudukan (Demografi)

Definisi ukuran yang tepat dalam sudut pandang ilmu demografi

adalah bilangan yang menunjukkan besar satuan ukuran suatu fenomena

demografi. Fenomena demografi tersebut yakni fertilitas (kelahiran),

mortalitas (kematian), perkawinan, dan migrasi (perpindahan). Tujuan dari

pengukuran fenomena tersebut adalah dinamika yang terjadi dalam

penduduk dapat diketahui, dipelajari secara sistematis, dianalisis dan

dibandingkan.

Berbagai ukuran dasar di bidang Ilmu Demografi di samping

dimaksudnya untuk mengetahui seberapa tinggi atau seberapa besar

kondisi yang terjadi untuk situasi kependudukan tertentu, juga menjadi

ukuran untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai target/kondisi yang

diinginkan pada masa yang akan datang. Dengan demikian ukuran dasar di

bidang demografi memiliki 2 (dua) manfaat yaitu untuk menilai kondisi yang

terjadi dan untuk menilai target capaian yang diharapkan untuk kondisi

kependudukan/demografi tertentu, sehingga evaluasi terhadap berbagai

30
program di bidang kependudukan yang direncanakan oleh pemerintah

dapat diketahui pencapaiannya. Semua ukuran dasar tersebut memiliki

maknanya masing-masing yang mencerminkan kondisi yang diwakilinya.

Beberapa peristiwa demografi dapat diukur dengan berbagai cara

seperti absolut dan relatif: rasio, proporsi, tingkat (rate). Setelah ukuran

absolut, misalnya jumlah penduduk,dikembangkan ukuran relatif. Dalam

mengukur peristiwa-peristiwa demografi tersebut perlulah diketahui dengan

pasti hal-hal berikut.

1) Pada periode waktu mana peristiwa tersebut terjadi.

2) Kelompok penduduk mana yang mengalami peristiwa tersebut,

sering dikatakan kelompok penduduk mana yang mengalami

resiko untuk mengalami peristiwa tersebut.

3) Peristiwa apa yang diukur.

Ketiga hal tersebut akan menentukan kelompok penduduk mana

yang memiliki resiko untuk mengalami peristiwa-peristiwa tertentu. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak semua orang memiliki resiko yang sama untuk

mengalami sebuah peristiwa. Berikut disampaikan secara rinci tentang

berbagai ukuran yang ada.

31
1. Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)

Rasio Jenis Kelamin adalah perbandingan banyak jumlah penduduk

laki-laki dan jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu

tertentu.

Sex Ratio = xk

Di mana:

k : Bilangan konstanta

2. Angka Melek Huruf (Literacy Rate)

Ukuran ini menunjukkan banyaknya penduduk usia 10 tahun ke atas

yang melek huruf per seribu penduduk berumur 10 tahun ke atas. Secara

matematis rumus untuk menghitung AMH dapat ditulis sebagai berikut.

( )
AMH = xk

Di mana :

AMH : Angka Melek Huruf

P10+ : Penduduk umur 10 tahun keatas

k : Bilangan Konstanta

3. Rasio Kepadatan Penduduk (Population Density Ratio)

Angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk

terhadap luas wilayah atau berapa banyaknya penduduk per kilometer

persegi pada tahun tertentu. Rasio kepadatan penduduk dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut.

32
Rasio Kepadatan Penduduk =
( )

4. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate)

Angka kelahiran kasar (CBR) adalah banyaknya kelahiran dalam satu

tahun tertentu per seribu penduduk pada pertengahan tahun yang sama.

Secara matematis rumus untuk menghitung CBR adalah sebagai berikut.

CBR = x k

Di mana:

B : Jumlah kelahiran selama 1 tahun

P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun

k : Bilangan Konstanta

5. Angka Fertilitas Umum (General Fertility Rate)

Angka fertilitas umum (GFR) adalah banyaknya kelahiran pada suatu

tahun per 1000 penduduk perempuan berumur 15-49 tahun atau 15-44

tahun pada pertengahan tahun yang sama. Rumus yang digunakan untuk

menghitung GFR yaitu sebagai berikut.

GFR = x K atau GFR = xk

Di mana :

B : Banyaknya kelahiran selama 1 tahun

Pf15-49 : Banyaknya penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada

pertengahan tahun

33
Pf15-44 : Banyaknya penduduk perempuan umur 15-44 tahun pada

pertengahan tahun

k : Bilangan Konstanta

6. Angka Kelahiran Menurut Umur (Age Specific Fertility Rate-

ASFR)

Angka kelahiran menurut kelompok umur (ASFR) menunjukkan

banyaknyakelahiran dari perempuan pada suatu kelompok umur pada

suatu tahun tertentuper 1.000 perempuan pada kelompok umur dan

pertengahan tahun yang sama.

ASFRi = xk

Di mana :

Bi : Jumlah kelahiran dari perempuan pada kelompok umur i pada

tahun tertentu

Pfi : Jumlah penduduk perempuan pada kelompok umur i pada

pertengahan tahun yang sama

I : Kelompok umur (i=1 untuk perempuan kelompok umur 15-19

tahun, i=2 untuk 20-24 tahun,…, i=7 untuk 45-49 tahun)

k: Bilangan konstanta

7. Anak Lahir Hidup (Children Ever Born)

Anak lahir hidup (ALH) mencerminkan banyaknya kelahiran hidup

sekelompok atau beberapa kelompok perempuan pada saat mulai

memasuki reproduksi hingga pada saat pengumpulan data dilakukan.


34
Pi =

Di mana :

Pi : Paritas atau jumlah ALH rata-rata untuk perempuan pada

kelompok umur i

ALHi : Banyaknya anak yang dilahirkan hidup oleh perempuan pada

kelompok umur i

Pfi : Banyaknya anak wanita pada kelompok umur i

8. Angka Reproduksi Bruto (Gross Reproduction Rate)

Adalah banyaknya bayi perempuan yang akan dilahirkan oleh suatu

perempuan selama usia reproduksi mereka. Kohor kelahiran adalah

kelompok perempuan yang mulai melahirkan pada usia yang sama dan

bersama-sama mengikuti perjalanan reproduksi sampai masa usia subur

selesai. Ukuran GRR dapat diperoleh dengan dua cara yaitu dengan

menggunakan angka fertilitas total (TFR) atau menggunakan angka

fertilitas menurut umur (ASFR). Perhitungan langsung dari TFR dengan

menggunakan rasio jenis kelamin pada saat lahir.

Jika diketahui TFR dan rasio jenis kelamin pada saat lahir adalah 105

(terdapat 105bayi laki-laki dibanding 100 bayi perempuan maka rumus

GRR adalah sebagai berikut.

GRR = x TFR

35
Perhitungan menggunakan ASFR bagi perempuan.

Jika diketahui ASFR dan rasio jenis kelamin pada saat lahir adalah

105 (terdapat 105 bagi laki-laki disbanding 100 bagi perempuan) maka

rumur GRR adalah sebagai berikut.

GRR = 5∑

ASFRi f : Angka kelahiran menurut umur untuk bayi perempuan pada

perempuan kelompok umur i

9. Angka Reproduksi Neto (Net Reproduction Rate-NRR)

Angka reproduksi neto (NRR) adalah angka fertilitas yang telah

memperhitungkan faktor mortalitas, yaitu kemungkinan bayi perempuan

meninggal sebelum mencapai akhir masa reproduksinya. Asumsi yang

dipakai adalah bayi perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas dan pola

mortalitas ibunya.

10. Angka Kematian Kasar (Crude Dead Rate-CDR)

Jumlah kematian per 1000 penduduk pada tahun tertentu. Secara

matematis rumus menghitung CDR adalah sebagai berikut.

CDR = x k atau M = x 1.000

Di mana :

M : Angka kelahiran kasar

D : Jumlah kematian pada tahun tertentu

P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun tertentu

K : Konstanta, umumnya 1.000


36
11. Angka Kematian Menurut Umur (Age Spesific Death Rate)

Jumlah kematian yang terjadi pada kelompok umur tertentu per 1.000

penduduk kelompok umur tersebut pada tahun tertentu. Rumus

menghitung ASDR adalah sebagai berikut.

ASDR = xk

Atau

ASDR = x 1.000

Di mana:

ASDR : Angka kematian kelompok umur tertentu pada tahun tertentu

Di : Jumlah kematian orang-orang pada kelompok umur i pada

tahun tertentu

Pi : Jumlah penduduk pada kelompok umur i pada pertengahan

tertentu

K : Konstanta, umumnya 1.000

12. Rasio Kematian Perinatal (Perinatal Mortality Ratio)

Kematian perinatal adalah kematian pada perinatal, yaitu periode

sesaat sebelumkelahiran, saat kelahiran dan beberapa saat setelah

kelahiran.

Secara matematis dirumuskan sebagai berikut.

Rasio KP = x 1.000 Angka KP = x 1.000

37
Di mana:

Rasio KP : Rasio kematian perinatal

Angka KP : Angka kematian perinatal

Dz : Jumlah kematian bayi maksimal umur 7 hari

Dj : Jumlaj kematian janin minimal umur 28 minggu

B : Jumlah kelahiran hidup

13. Angka Kematian Baru Lahir (Neo-Natal Death Rate)

Kematian yang terjadi sebelum bayi berumur 1 bulan atau 28 hari per

1.000 kelahiran pada periode tertentu.

NNDR = x 1.000

14. Angka Kematian Lepas Baru Lahir (Post-Neo Natal Death Rate)

Kematian yang terjadi pada bayi yang berumur antara 1 bulan sampai

dengan kurang 1 tahun per 1.000 kelahiran pada periode tertentu.

PNNDR = x 1.000

15. Angka Kematian Anak (Child Mortality Rate)

Jumlah kematian anak berumur 1-4 tahun selama 1 tahun tertentu

per 1.000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu. Dengan

demikian angka kematiananak tidak menyertakan angka kematian bayi.

xk

38
16. Angka Kematian Anak di Bawah Lima Tahun (Childhood

Mortality Rate)

Adalah jumlah kematian anak usia di bawah lima tahun (AKABA)

didefinisikansebagai jumlah kematian anak usia di bawah lima tahun

selama satu tahun per 1.000 anak usia yang sama pada pertengahan

tahun tersebut. Rumus AKABA adalah sebagai berikut.

xk

17. Proporsi Kematian Anak di Bawah Lima Tahun (Proportion of

Children Dead Under Five)

Adalah jumlah kematian anak usia di bawah 5 tahun selama 1 tahun

tertentu terhadap jumlah seluruh kematian selama tahun ini dengan rumus

sebagai berikut :

x100

18. Angka Kematian Maternal (Maternal Mortality Rate)

Adalah jumlah kematian wanita yang disebabkan oleh komplikasi

kehamilan dankelahiran anak per 100.000 kelahiran hidup pada tahun

tertentu.Secaramatematiks dapat dituliskan sebagai berikut :

MMR = xk

39
19. Angka Kematian Menurut Penyebab (Cause Spesific Death Rate)

Setiap kematian tertentu sebabnya dan perlu dicatat untuk

kepentingan

penanggulangannya disamping untuk kepentingan statistik. Angka

kematian menurut penyebab ini dinyatakan dalam banyaknya kematian

untuk suatu sebab tertentu per 100.000 penduduk. Rumusnya sebagai

berikut.

CSDR Kangker = xk

20. Case Fatality Rate (CFR)

Banyaknya kematian penderita selama satu periode karena penyakit

tertentu perjumlah penderita penyakit tersebut yang mempunyai risiko mati

pada periode yangsama. Secara matematis CFR dapat dituliskan sebagai

berikut.

CFR =

21. Proporsi Kematian Karena Sebab Tertentu (Proportion Dying of

a Spesific Cause)

Adalah jumlah kematian yang disebabkan oleh penyebab atau

penyakit tertentudisbanding dengan jumlah seluruh

kematian.Persemaannya adalah sebagai berikut.

PDSC = xk

40
22. Distribusi frekuensi

Tabel-tabel frekuensi hasil sensus penduduk, kadang-kadang

dijumpai katagori yang tidak terjawab (not stated). Kelompok yang

tidak terjawab tersebut dapat disebarkan kekelompok-kelompok

lainnya dengan menggunakan teknik pro-rating. Pro-rating dapat

dikerjakan dengan 2 cara:

1) Mengalikan masing-masing kelompok penduduk dengan

suatu faktor pengali (R).

2) Jumlah kelompok umur tertentu ditambahkan dengan hasil

perkalian proporsi penduduk kelompok umur tersebut dengan

jumlah penduduk yang tidak terjawab.

Tabel 3.1: Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Sebelum dan Setelah Pro Rating
Sebelum Pro Setelah Pro
No Kelompok Umur
Rating Rating
1 0-4 8.462 8.473
2 5-9 7.684 7.694
3 10-14 4.319 4.324
4 15-19 3.834 3.838
5 20-24 3.452 3.456
6 25-34 7.334 7.343
7 35-44 5.720 5.727
8 45-54 3.559 3.563
9 55-64 1.898 1.900
10 65-74 796 797
11 75+ 376 378
12 TT (NS) 60 -
Total 47.494 47.494
Sumber: Data Hipotetis dan Hasil Perhitungan

41
R= = 1,001264915

8.462 1,001264915 = 8.473

Dengan menggunakan faktor pengali tersebut dapat dihitung jumlah

penduduk setelah pro-rating untuk setiap kelompok umur dengan cara

mengalikan jumlah penduduk sebelum pro-rating dengan faktor pengali (R).

B. Variabel Demografi

Demografi ini memiliki variabel utama yang paling berpengaruh

terhadap perubahan pada komposisi penduduk diantaranya seperti

kelahiran (fertilitas atau natalis), kematian (mortalitas), migrasi, jenis

kelamin dan masih banyak lagi. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kelahiran (fertilitas atau natalitas)

Kelahiran dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari

seorang wanita atau kelompok wanita. Fertilitas merupakan taraf kelahiran

penduduk yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi.

Pengertian ini digunakan untuk menunjukkan pertambahan jumlah

penduduk. Fertilitas disebut juga dengan natalitas.

Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian fertilitas yang

penting untuk diketahui diantaranya sebagai berikut :

a) Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita

untuk melahirkan anak.


42
b) Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita untuk

menghasilkan suatu kelahiran.

c) Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari

perubahan penduduk.

d) Lahir hidup (live-birth) adalah anak yang dilahirkan hidup

(menunjukkan tanda-tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa

memerhatikan lamanya di kandungan, walaupun akhirnya

meninggal dunia.

e) Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur

kehamilan kurang dari 28 minggu.

f) Lahir mati (still-birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan

yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-

tanda kehidupan. Tidak dihitung sebagai kelahiran.

2. Kematian (death/mortalitas)

Kematian merupakan parameter demografi yang berfungsi

mengurangi jumlah penduduk. Tinggi rendahnya tingkat kematian

penduduk disuatu daerah mencerminkan kondisi kesehatan penduduk

disuatu daerah. Kematian atau mortalitas merupakan salah satu dari 3

(tiga) komponen demografi selain kelahiran (fertlitas) dan migrasi, yang

dapat memengaruhi jumlah dan komposisi penduduk.

43
3. Migrasi (perpindahan)

Migrasi ialah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain.

Apabila perpindahan itu dari sebuah negara maka disebut dengan migrasi

nasional. Apabila perpindahan itu dari suatu Negara ke Negara lain maka

disebut dengan migrasi internasional.

Migrasi bisa yang bersifat sementara dan bisa juga yang sifatnya

menetap. Migrasi sementara ialah penduduk bertempat di daerah atau

Negara yang baru hanya dalam waktu yang sementara yakni kurang dari

enam bulan sedangkan migrasi menetap ialah penduduk yang tinggal di

tempat yang baru minimal enam bulan lamanya.

a. Jenis-Jenis Migrasi

Migrasi bisa dikategorikan menjadi dua bagian yakni migrasi

internasional dan migrasi nasional.

1) Migrasi Antar Negara (Internasional)

Migrasi Internasional diantaranya yaitu Imigasi, Emigrasi, dan

Repatriasi.

a) Imigrasi

Imigrasi ialah datangnya penduduk dari sebuah Negara

lain ke sebuah Negara, misalnya wisatawan negara luar datang

ke Indonesia.

44
b) Emigrasi

Emigrasi ialah perpindahan penduduk yang berpindah

sebuah Negara ke Negara yang lain, misalnya tenaga kerja

indonesia (TKI) dari Indonesia bertempat di Malaysia untuk

bekerja.

c) Repatriasi

Repatriasi adalah perpindahan penduduk dari Negara

yang di tinggalinya dalam waktu sementara dan kembali ke

Negara asalnya setelah sekian lama tidak kekampung

halamannya. Contohnya, orang asal Indonesia yang sudah

lama menetap di Negara Luar kembali pulang ke Kampung

Halamannya di Indonesia.

2) Migrasi Dalam Negeri (Nasional)

Migrasi nasional terdiri dari beberapa kategori yakni urbanisasi,

transmigrasi dan remigrasi.

a) Urbanisasi

Urbanisasi ialah perpindahan penduduk dalam sebuah

Negara dari desa menuju ke kota, karena mendesak dari

berbagai pertimbangan yakni sosial dan ekonomi. Contohnya

para petani yang menunggu waktu panen lalu mencari

pekerjaan ke kota dan bekerja di luar dari bidang pertanian dan

profesi petani. Ketika waktu panen datang, mereka balik ke

45
desa mengolah lahan pertanian sampai selesai waktu tanam

kembali dan seperti itu ssampai masa panen lalu mereka

kembali lagi pergi menuju ke kota.

b) Transmigrasi

Transmigrasi ialah perpindahan penduduk dalam sebuah

Negara dari tempat yang berpenduduk padat ke daerah lain

yang berpenduduk sepi, baik di pindahkan dalam sebuah pulau

maupun di pindahkan ke pulau lain contohnya penduduk di

pulau Jawa yang terkena dampak bencana alam di

transmigrasi-kan Sumatera agar mereka memperoleh tempat

penghidupan yang lebih layak dan baik.

c) Remigrasi

Remigrasi adalah perpindahan atau kembalinya

penduduk asing ke negara asalnya.Sebagai contoh TKI di

Jepang pulang kembali ke Indonesia.

b. Faktor-Faktor Penyebab Migrasi

Perpindahan penduduk merupakan langkah yang besar. Selain harus

menyiapkan perjalanan panjang, penduduk yang pindah juga harus repot-

repot mengeluarkan biaya, menyiapkan tempat tinggal yang baru,

mengangkut barang-barang lama, hingga mengurusi segala administrasi

yang ada di lingkungan baru. Oleh karena itu, orang- orang yang

46
melakukan migrasi merupakan orang- orang yang mempunyai tujuan

tertentu.

Tujuan-tujuan inilah yang menjadi penyebab dilakukannya

migrasi.Beberapa penyebab terjadinya migrasi adalah sebagai berikut.

1) Kurangnya lapangan pekerjaan

Salah satu penyebab atau pendorong terjadinya migrasi adalah

alasan sedikitnya lapanagn pekerjaan yang ada di daerah asal.

Semua orang bisa memenuhi kebutuhan hidup hanya jika mereka

bekerja.

2) Kepadatan penduduk

Alasan lainnya seseorang melakukan migrasi adalah karena

adanya kepadatan penduduk yang terlalu padat di daerah asal.

Kepadatan penduduk ini menyebabkan sesorang hidup kurang

nyaman, banyak persaingan sehingga sebagian akan sulit

mendapatkan pekerjaan.

3) Sumber daya alam yang kurang

Sebagian penduduk yang berpindah ke tempat lain dikarenakan

sumber daya alam yang kurang memadai. Misalnya saja di suatu

tempat keadaan tanahnya gersang sehingga ketika ditanami

tumbuhan maka tidak mudah tumbuh subur, atau karena keadaan di

suatu tempat hanya mempunyai sumber daya alam yang sangat

47
sedikit.hal ini akan menyulitkan apabila digunakan oleh sejumlah

banyak orang.

4) Keinginan memperbaiki taraf hidup

Sebagaian besar atau pada umunya alasan mengapa

seseorang lebih memilih pindah tempat tinggal di daerah lain adalah

karena alasan ekonomi. Salah satunya adalah keinginan untuk

memperbaiki taraf hidup menjadi lebih baik. Hal ini biasanya

dirasakan oleh warga desa, di mana ia tidak kunjung mendapatkan

pekerjaan. Karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan di desa,

maka orang tersebut akan merantau ke kota dengan harapan segera

memperoleh pekerjaan.

5) Melanjutkan pendidikan

Tujuan lainnya adalah di bidang pendidikan. Keinginan untuk

mendapatkan pendidikan bagus dan jenjang yang lebih tinggi

membuat seseorang melakukan migrasi. Misalnya di luar Jawa

fasilitas pendidikan belum lengkap, dan seseorang ingin melanjutkan

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

6) Perbedaan pendapat dan politik

Ada pula beberapa penyebab masyarakat dalam melakukan

migrasi karena hal yang negatif. Misalnya adalah karena seseorang

memiliki perbedaan pendapat dengan orang lain atau sebagian besar

48
masyarakat, seperti karena masalah politik, perbedaan partai yang

diusung, calon presiden yaang didukung, atau yang lainnya yang

menyebabkan masalah mengular dan tak kunjung selesai.

7) Hubungan sosial yang tidak baik

Masih karena hal yang tidak baik, seseorang bisa memutuskan

untuk pindah ke tempat lain karena di tempat tinggalnya ia merasa

mendapatkan ancaman atau tekanan sehingga membuat hidupnya

tidak nyaman dan tidak tenang.

8) Alasan agama

Ada juga beberapa orang yang memilih pindah tempat tinggal

dikarenakan urusan agama. Misalnya ditempat tinggalnya hak untuk

memeluk keyakinan yang diinginkan kurang kuat, atau

masyarakatnya terlalu fanatik sehingga tidak tenteram apabila

seseorang itu tinggal di tempat tersebut.

9) Keadaan geografis yang tidak cocok

Keadaan geografis atau lingkungan yang kurang cocok juga

menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan migrasi.

Misalnya saja seseorang mempunyai penyakit asma yang akan

kambuh apabila dia berada di udara yang dingin. Dan orang itu

tinggal di lingkungan pegunungan yang udara paginya sangat dingin.

10) Pemerataan penduduk

49
Migrasi tak selamanya berasal dari keinginan penduduk.

Adakalanya seseorang melakukan migrasi karena menjalankan

program dari pemerintah. Misalnya pemerintah ingin memeratakan

jumlah penduduk agar tidak terpusat di pulau Jawa. Untuk mencapai

tujuan ini maka pemerintah harus mengambil penduduk dari pulau

Jawa untuk dibawa ke luar Jawa. Hal ini bisa terealisasi apabila

banyak warga masyarakat dari Pulau Jawa bersedia dipindahkan ke

luar Jawa.

4. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu variabel demografi yang

berpengaruh terhadap perubahan pada komposisi penduduk.Perubahan

penduduk juga dapat diketahui dengan adanya Rasio Jenis Kelamin (RJK).

Rasio Jenis Kelamin (RJK) adalah perbandingan jumlah penduduk

laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk

perempuan. Data mengenai rasio jenis kelamin berguna untuk

pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender,

terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan

perempuan secara adil. Misalnya, karena adat dan kebiasaan jaman dulu

yang lebih mengutamakan pendidikan laki-laki dibanding perempuan, maka

pengembangan pendidikan berwawasan gender harus memperhitungkan

kedua jenis kelamin dengan mengetahui berapa banyaknya laki-laki dan

perempuan dalam umur yang sama.

50
5. Umur

Umur adalah salah satu variabel demografi yang sangat berpengaruh

terhadap perubahan komposisi penduduk. Karena, umur sangat

menentukan kapan dapat bekerja, menempuh pendidikan, dan masih

banyak lagi yang dapat dilakukan oleh penduduk yang memasuki usia

produktif.

Tingginya angka usia produktif biasa disebut dengan Bonus

Demografi. Bonus demografi merupakan kondisi dalam suatu daerah

jumlah penduduk yang berusia produktif (15-64 tahun) lebih besar

dibanding dengan jumlah penduduk berusia non produktif (< 15 tahun dan

> 64 tahun).

6. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk adalah bertambahnya jumlah penduduk pada

suatu tempat sedangkan pertumbuhan penduduk adalah jumlah penduduk

yang dipengaruhi oleh kematian, kelahiran, dan migrasi penduduk.

Dengan jumlah total populasi sekitar 260 juta penduduk, Indonesia

adalah negara berpenduduk terpadat nomor empat di dunia. Komposisi

etnis di Indonesia amat bervariasi karena negeri ini memiliki ratusan ragam

suku dan budaya.

7. Penghasilan

Orang-orang bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Dengan

adanya penghasilan, seseorang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari


51
untuk terus bertahan hidup.Tanpa adanya pekerjaan ataupun penghasilan,

dapat menimbulkan berbagai masalah pada perekonomian. Maka dari itu,

penghasilan juga menjadi pengaruh terhadap perubahan komposisi

penduduk.

8. Agama

Indonesia adalah negara demokratis yang sekular mayoritas pemeluk

agama Islam. Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama kepada

semua orang, masing-masing menurut agama atau keyakinan sendiri.

Agama salah satu faktor yang memengaruhi perilaku individu. Ketika

individu-individu berkembang menjadi kelompok, tentu ia akan

memengaruhi wajah suatu masyarakat. Sejumlah orang menganut agama

tertentu, dengan identitas dan perilaku tertentu. Maka dari itu dapat kita

ketahui jika Agama juga berpengaruh terhadap perubahan komposisi

penduduk.

52
BAB 4 BAB 4 Sumber
Sumber Data Data
Kependudukan
Kependudukan

A. Definisi Sumber Data

Sumber data adalah sebuah data statistik yang dikeluarkan oleh

instansi resmi, pemerintahan, dan juga badan swasta ataupun

perorangan.Data ini bisa berupa berbagai macam bentuk, grafik, angka,

tabel dan berbagai macam data statistik lainnya. Nah, untuk sumber data

kependudukan sendiri di Indonesia ada sebuah badan resmi pemerintah

yang bertugas untuk mengumpulkan, menerbitkan, dan juga mengolahnya,

yaitu BPS (Badan Pusat Statistik).

Badan Pusat Statistik (BPS) selaku badan resmi statistik pemerintah

indonesia menggunakan beberapa metode pengumpulan data.

Berdasarkan dari cara pengumpulan data ini, data dibagi menjadi dua:

1. Data Primer: Data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung.

2. Data Sekunder: Data yang diambil dari berbagai sumber resmi

lainnya.

53
B. Pentingnya Sumber Data

Dalam melakukan analisis terhadap kondisi kependudukan yang

terjadi baik ditingkat negara, provinsi, maupun kabupaten, maka

keberadaan sumber data kependudukanmerupakan hal yang sangat

penting dan mutlak adanya. Tanpa adanya sumber data kependudukan

maka analisis terhadap kondisi kependudukan yang ada tidak mungkin

untuk dilakukan.

Keberhasilan atau ketidakberhasilan pembangunan di bidang

kependudukan tidak akan dapat diketahui jika tidak ada sumber data

kependudukan yang memadai. Dalam mempelajari keadaan penduduk

suatu daerah atau negara serta perubahan-perubahan yang dialami,

diperlukan berbagai ukuran seperti tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat

kelahiran, tingkat kematian, kondisi ketenagakerjaan seperti tingkat

pengangguran dan sebagainya. Untuk mengetahui dan menganalisis

berbagai perubahan-perubahan tersebut diperlukan data kependudukan

yang sesuai dan data tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber.

Dalam membuat analisis kependudukan yang merupakan bagian

yang sangat penting dalam Ilmu Kependudukan, maka sumber data

menjadi hal yang sangat penting dalam melakukan analisis tersebut. Data

dan informasi kependudukan digunakan untuk membuatkebijakan dan

perencanaan pembangunan di berbagai bidang seperti di bidang sosial,

ekonomi,politik, budaya, lingkungan, dan hukum.


54
Pada masa sekarang maupun di masa mendatang,kebutuhan akan

data dan informasi yang terkait dengan situasi penduduk akan semakin

diperlukan akibat demikian cepatnya perubahan-perubahan yang terjadi

pada berbagai bidang pembangunan khususnya pada indikator-indikator

kependudukan. Dengan berbagai program pembangunan terjadi

penurunan tingkat kematian dan kelahiran, serta meningkatnya migrasi dari

satu wilayah ke wilayah lainnya, akan menyebabkan perubahan struktur

penduduk di suatu wilayah. Data dan informasi tentang perubahan tersebut

sangat penting untuk membuat kebijakan yang sesuai.

Dewasa ini dapat dilihat terjadi perubahan kondisi kependudukan

yang sangat cepat sehingga membutuhkan dan harus ditunjang oleh data

dan informasi data kependudukan dengan mutu yang lebih baik, dan

kecepatan yang lebih tinggi. Namun demikian di negara-negara sedang

berkembang seperti Indonesia kesadaran masyarakat tentang pentingnya

data kependudukan masih rendah sehingga perlu ditingkatkan. Hal ini

disebabkan selain karena danayang terbatas untuk mengkoleksi data yang

lengkap dan dengan data yang valid atau data yanglengkap/valid, dan juga

karena kualitas SDM yang bertugas dan juga berkaitan dengan

komitmen/kesadaran untuk melaksanakan tugas.

Data yang ditampilkan dari data sekunder, melalui proses

pengumpulan data tertentu, baik melalui pengisian angket atau formulir,

maupun melalui survai yang lebih kompleks, setelah itu dilakukan


55
pengolahan data kemudian akan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel

statistik. Berbagai sumber data dapat digunakan dalam analisis

kependudukan, sehingga setiap pengguna data harus menyadari bahwa

setiap sumber data memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-

masing.

Berbagai hal yang dapat menyebabkan hal tersebut, seperti

keinginan masyarakat untuk melaporkan kejadian-kejadian vital yang

mereka alami, seperti kelahiran,kematian, migrasi, perkawinan, perceraian

dan sebagainya, yang akibatnya berpengaruh terhadap validitas, akurasi,

dan cakupan dari data tersebut. Selain itu kualitas SDM petugas sering kali

belum memadai, seperti memiliki kesadaran yang rendah tentang manfaat

data yang mereka kumpulkan, sehingga memengaruhi komitmen mereka

dalam melaksanakan tugas. Validitas, akurasi, dan cakupan data sangat

penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan dari suatu

kebijakan tertentu, agar kebijakan tersebut tepat. Dengan demikian kualitas

data yang digunakan untuk perencanaan pembangunan menjadi sangat

penting, yang boleh dikatakan ada pengaruh positif antara kualitas data

dengan ketepatan dalam perencanaan pembangunan. Dengan mengetahui

sumber-sumber data beserta segala persoalan di dalam pengumpulannya,

serta mengetahui cara menilai tingkat ketelitian data, maka pemakai data

akan dapat menilai kualitas data yang digunakan. Dengan memerhatikan

kelemahan dan keunggulan dari masing-masing sumber data, maka para


56
perencana pembangunan di bidang kependudukan harus dapat memilih

sumber data yang akan digunakan agar tepat sesuai dengan apa

perencanaan yang akan dibuat.

C. Sumber-Sumber Data Kependudukan

Sumber data kependudukan adalah sensus penduduk, survei

penduduk dan registrasi penduduk. Dari semua sumber data dmeografi,

sensus merupakan sumber data yang sangat penting dan menyeluruh

karena dengan data sensus penduduk akan diperoleh informasi yang

sangat akurat dan berguna bagi berbagai kebijakan pemerintah.

Sensus penduduk secara nasional dan internasional dilakukan setiap

10 tahun sekali, ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang cukup valid

sedangkan diantara sensus sering dilakukan survei berdsarkan kebutuhan

atau dilakukan SUPAS (Sensus Penduduk Antar Sensus) dan biasanya

dilakukan 5 tahun setelah senus dilakukan.

1. Sensus Penduduk

Sensus penduduk negara di dunai tidak sama waktu

penyelenggaraannya, ini disebabkan oleh kondisi negara yang

bersangkutan yang berkaitan dengan aspek keamanan, ketersediaan dana

dan lainnya. Contoh, sensus penduduk pertama kali dilakukan di Kandan

tahun 1666 di Quebec. Swedia memulai sensus pada 1749, AS tahun 1970

dan Inggirs tahun 1801. Sensus yang dilakukan di Inggris membawa

57
pengaruh ke Indonesia khususnya di Jawa yang turut melakukan sensus

pada zaman kolonial yang dikenal dengan Sensus Raffles pda tahun 1905.

Sampai tahun 1953 di dunia yang melakukan sensus penduduk baru

mencapai 41 negara dan baru pada 1960 90% negara di dunia melakukan

sensus penduduk. Indonesia melakukan sensus penduduk pada tahun

1905 dengan maksud menentukan pembayaran pajak dari rakyat Indonesia

ke pemerintah kolonial Belanda. Setelah itu sensus dilakukan 10 tahun

sekali.

Sensus secara menyeluruh untuk negara Indonesia pada 1930

dengan metode de-facto untuk kepentingan pembangunan dan kebijakan

pemerintah Belanda. Setelah itu tidak ada lagi sensus sampai

kemerdekaan dan dimulai lagi pada tahun 1960.

Sensus Penduduk (SP) menurut UN tahun 1958 didefinisikan sebagai

keseluruhan prosespencacahan (collecting), pengumpulan (compiling),

penyusunan (tabulation), dan penerbitan (publishing) data demografi,

ekonomi dan sosial yang menyangkut semua orang pada waktu tertentu di

suatu negara atau suatu wilayah tertentu (Yasin dan Adioetomo, 2010).

Berdasarkan konsep tersebut, maka SP menyangkut 4 hal sebagai berikut.

1) Pencatatan yang menyeluruh terhadap semua orang, artinya

semua orang yang tinggal di suatu wilayah atau negara wajib

58
dicatat, bahkan termasuk mereka yang bekerja/tinggal di luar

negeri.

2) Dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, SP ini dilaksanakan

dalam jangka waktu tertentu yaitu 10 tahun sekali, pada tahun

yang berakhiran dengan nol. Pencacahan dilakukan secara

serentak untuk menghindari pencacahan ganda.

3) Mencakup wilayah tertentu, artinya ruang lingkup SP harus

meliputi seluruh wilayah yang digunakan adalah wilayah

administratif.

4) Bersifat individual, yang berarti informasi demografi dan sosial

ekonomi yang dikumpulkan berasal dari individu, baik sebagai

anggota rumah tangga maupun anggota masyarakat.

a. Syarat-Syarat Sensus Penduduk

Di dalam sensus, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, di

antaranya sebagai berikut.

1) Semua Orang atau Bersifat Mandiri

Informasi demografi harus mencakup semua orang atau

mandiri yang ada di dalam suatu wilayah tertentu. Baik itu yang

bersumber dari anggota masyarakat atau anggota keluarga.

2) Waktu

Sensus dilakukan secara periodik pada saat yang telah

ditentukan.Waktu pelaksanaan secara serentak.

59
3) Wilayah Tertentu

Cakupan sensus dan ruang lingkup sensus, meliputi wilayah

tertentu secara rata di setiap wilayahnya.

b. Macam-Macam Sensus Penduduk

Sensus penduduk menurut pelaksanaannya ada dua macam, yaitu

sebagai berikut.

1) Sensus de jure

Sensus de jure adalah pendataan penduduk yang hanya

ditujukan kepada setiap orang yang resmi berdomisili di suatu

daerah.

2) Sensus de facto

Sensus de facto adalah pendataan penduduk yang ditujukan

kepada setiap orang yang bertempat tinggal di suatu daerah tertentu

tetapi tidak termasuk dalam penduduk resmi di daerah yang

bersangkutan.

c. Kelebihan dan Kekurangan Sensus Penduduk

Kualitas data dari hasil sensus penduduk sangat ditentukan

oleh beberapa hal seperti berikut.

1) Kerjasama atau partisipasi dari masyarakat. Masyarakat

perlu diyakinkan agar mereka berpartisipasi dalam SP

60
sehingga hasilnya berguna dalam perencanaan

pembangunan.

2) Kondisi geografis dan topografis. Hal ini memengaruhi

kualitas data terutama cakupan seperti pada daerah yang

terisolir.

3) Kualitas petugas. Hasil SP yang berkualitas

membutuhkan petugas yang berkualitas pula, dan

memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan .

4) Kualitas penduduk sebagai responden dalam sensus.

Responden sangat penting untuk mengetahui maksud

dan tujuan dari pertanyaan yang diajukan, dan juga

sangat penting responden menjawab secara jujur untuk

dapat menjamin kualitas data hasil sensus penduduk. Di

negara sedang berkembang pendidikan penduduk masih

rendah sehingga seringkali tidak dapat menjawab

pertanyaan yang diajukan, seperti pertanyaan tentang

umur.

5) Perencanaan dan pelaksanaan. Pelaksanaan di lapangan

dapat berjalan dengan baik jika rencana dapat

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang

ada, dan juga harus ditunjang dengan peralatan-peralatan

yang sesuai dengan kebutuhan.

61
Apabila dibandingkan antara survei dan registrasi, sensus penduduk

memiliki kelebihan. Misalnya, cakupan penduduk yang menyeluruh, waktu

pelaksanaan priodik, dan topik yang tetap dari tahun ke tahun. Sensus

memiliki kelebihan dan kekurangan.

1) Kelebihan sensus penduduk, diantaranya sebagai berikut.

 Mengetahui persebaran penduduk.

 Mengetahui keadaan penduduk suatu daerah dan

mengetahui akibat mobilitas.

 Sebagai bahan penentu kebijakan pembangunan.

 Mengetahui jumlah penduduk.

 Mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin,

umur, usia produktif.

 Mengetahui keadaan pertumbuhan penduduk.

 Mengetahui susunan penduduk menurut mata

pencaharian, pendapatan, dan pendidikan.

 Mengetahui komposisi agama yang dianut penduduk.

 Mengetahui persebaran dan jumlah suku atau etnik

tertentu.

2) Kelemahan sensus penduduk, diantaranya sebagai berikut.

 Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan sensus mahal.

62
 Waktu dilakukan sensus jaraknya lama (10 tahun),

sehingga dalam jangka 10 tahun banyak perubahan data

yang tidak mungkin diperoleh baru.

 Responden cenderung memberikan jawaban yang tidak

jujur.

 Kemungkinan tidak semua tercacah.

d. Pelaksanaan Sensus Penduduk di Indonesia

1) Pelaksanaan Sensus Penduduk sebelum kemerdekaan

Sebelum Perang Dunia II sudah pernah dilaksanakan sensus di

Indonesia, yaitu tahun 1815. Hingga tahun 1920 telah dilaksanakan

SP sebanyak 10 kali, tetapi SP yang dilaksanakan tahun 1905, tahun

1920 dan 1930 yang dapat dipandang sebagai Sensus, namun

pencacahan yang lainnya belum dapat dikatakan sebagai SP. Dari

ketiga pencacahan tersebut hanya SP tahun 1930 yang penting dan

datanya dapat dipercaya. Jadi data yang paling lengkap adalah hasil

SP 1930. Umumnya perhitungan penduduk di luar pulau Jawa hanya

didasarkan atas estimasi saja.

2) Pelaksanaan Sensus Penduduk setelah kemerdekaan

Setelah kemerdekaan SP dilaksanakan pertama kali tahun

1961, dilanjutkan tahun 1971,1980, 1990, 2000, dan 2010. SP tahun

1961 merupakan sensus pertama setelah kemerdekaan bangsa

63
Indonesia, dan Dasar Hukum dari pelaksanaan sensus tersebut

adalah UU No. 6 tahun 1960 tentang sensus. Konsep penduduk

dalam sensus tahun 1961 adalah semua orang yangsampai tanggal

31 Oktober 1961 sudah 3 bulan tinggal di Indonesia. Pengolahan

dilakukan secara bertahap yakni dimulai dengan menyusun

rekapitulasi dari kartu perseorangan untuk setiap lingkungan.

Kemudian berturut-turut dibuat rekapitulasi untuk setiap desa, setiap

kecamatan, kabupaten, dan provinsi.

Sensus Penduduk tahun 1971 diselenggarakan oleh Biro Pusat

Statistik (BPS) yangmerupakan salah satu proyek pembangunan

statistik 5 tahun yang pertama (1969-1973). Penjelasan berikut

disarikan dari penjelasan dalam Buku Sensus Penduduk 1971 untuk

Penduduk Bali. SP tahun 1971 ini merupakan SP kedua setelah

kemerdekaan. Dasar hukum penyelenggaraan SP 1971 ini adalah

UU no. 10 tahun 1960 tentang sensus dan Peraturan Pemerintah RI

No. 29 tahun 1970. Sistem yang digunakan dalam SP 1971 ini adalah

kombinasi antara de jure dan de facto. Bagi mereka yang bertempat

tinggal tetap digunakan sistem de jure, sedang bagi penduduk yang

tidak bertempat tinggal tetap maka digunakan system de facto.

Keterangan-keterangan yang dikumpulkan dalam SP tahun

1971 ini adalah keteranganketerangan geografis, perseorangan,

ekonomi, dan perumahan.Tahap-tahap kegiatan dalam SP ini dibagi

64
2 yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan

menyangkut beberapa hal seperti penyusunan rencana anggaran,

pendaftaran rumah tangga dan pembentukan blok sensus. Tahap

pelaksanaan ada 2 yaitu pertama, pencacahan secara lengkap yang

ditujukan kepada seluruh penduduk yang berdomisili di wilayah

geografis Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keterangan

dasar dari penduduk mengenai umur, dan jenis kelamin. Kedua,

pencacahan secara sampel dilakukan untuk memperoleh keterangan

yang lebih lengkap dan ditujukan kepada penduduk yang tinggal di

dalam wilayah blok sensus yang terpilih atau terkena sampel.

Pengolahan data untuk SP 1971 ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu

pertama, untuk pencacahan lengkap dilakukan secara bertingkat

seperti dijelaskan sebelumnya, kemudian pengecekan juga dilakukan

di pusat dengan melakukan pengolahan data dari semua blok sensus

yang ada, sedangkan untuk pencacahan dengan sampel seluruhnya

dilakukan oleh pusat (BPS,1974).

Tahap-tahap Pelaksanaan SP di Indonesia secara rinci

diuraikan sebagai berikut.

1) Tahap persiapan yang dilakukan oleh BPS sebagai badan

yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melaksanakan SP

tersebut.

2) Melatih petugas sensus atau pewawancara.

65
3) Membagi wilayah dalam wilayah-wilayah pencacahan

(Wilcah). Wilayah pencacahan ini dibagi kedalam Blok

Sensus-Blok sensus, di mana satu wilcah dapat terdiri atas

satu blok sensus atau ada juga lebih dari satu blok sensus.

4) Wilayah pencacahan dibagi kedalam wilcah perkotaan dan

wilcah perdesaan.

5) Pencacahan dilaksanakan dengan sistem aktif, yang berarti

petugas yang datang ke setiap rumah tangga untuk

menanyakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya,

seperti data demografi, sosial, ekonomi.

6) Melakukan pencatatan potensi desa (podes) bersamaan

dengan pemetaan.

7) Pengolahan data hasil sensus penduduk oleh BPS,

kemudian sebagian datanya diterbitkan. Ini berarti tidak

semua data dari SP diterbitkan, ada yang dalam bentuk

soft copy di mana masyarakat dapat menggunakannya

dengan jalan mengajukan permohonan ke BPS.

8) Diantara 2 sensus penduduk tersebut, pemerintah

melakukan survai tersebut yang dikenal dengan nama

SUPAS (Survai Penduduk Antar Sensus).

66
e. Metode Sensus Penduduk

Metode yang digunakan dalam sensus penduduk sebagai berikut.

1) House Holder

Pelaksanaan sensus dengan mengirimkan daftar pertanyaan

yang berisi mengenai data yang akan disensus (demografi,

pendidikan, ekonomi, dan lain-lain). Kelebihan cara ini adalah waktu

yang diperlukan lebih cepat karena petugas tidak harus mendata satu

per satu penduduk. Kekurangan metode ini adalah data yang

diperoleh kurang terjamin kebenarannya karena ada kemungkinan

penduduk tidak mengisi data sesuai dengan kondisi sebenarnya.

2) Canvaser

Sensus ini dengan mendatangi penduduk untuk diwawancarai

berkaitan dengan demografi, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.

Keunggulan metode ini, data yang diperoleh lebih terjamin

kebenarannya. Kekurangan metode ini adalah waktu yang diperlukan

lebih lama karena jumlah petugas yang terbatas, penduduk yang

disensus banyak, dan wilayah yang luas.

2. Survei Penduduk

Hasil sensus penduduk dan registrasi penduduk mempunyai

keterbatasan. Data itu hanya menyediakan data kependudukan dan kurang

memberikan informasi tentang sifat dan perilaku penduduk setempat.

67
Selain itu data yang tersedia dari hasil SP jangka waktunya sangat panjang

umumnya 10 tahun sekali. Untuk mengatasi hal tersebut dilaksanakanlah

survai penduduk yang sifatnya lebih terbatas dan informasi yang

dikumpulkan lebih luas dan mendalam. Survei ini dilaksanakan dengan

mengambil sampel, dengan penekanan atau topik yang berbeda-beda

sesuai dengan keperluannya. Hal inilah yang membedakan sensus dengan

survai. Sesungguhnya jika dipahami dengan lebih mendalam sensus dan

survai merupakan 2 kegiatan yang saling melengkapi satu dengan yang

lainnya, atau dapat dikatakan survai dapat berfungsi untuk melengkapi

sensus. Misalnya sesudah SP dapat dilaksanakan survai untuk memeriksa

atau mengecek hasil sensus tersebut. Selain itu survai dapat dilakukan

sebelum sensus atau SP sehingga hasil survai itu dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan atau input bagi sensusyang akan dilaksanakan

berikutnya. Memerhatikan hal tersebut memang agaknya lebih

menguntungkan mengadakan survai antar 2 sensus yang dilaksanakan 10

tahun sekali dari pada mengadakan sensus 5 tahun sekali mengingat biaya

sensus yang jauh banyak dibandingkan dengan biaya untuk melaksanakan

survai.

Keterbatasan dana menjadi alasan utama untuk melakukann sensus

secara berkesinambungan dan akurat sementara data kependudukan

sangat dibutuhkan dengan cepat dan dengan tingkat validitas yang cukup

tinggi maka survei penduduk dilakukan baik secara menyeluruh atau

68
sampel. Sampel penduduk sering dilakukan sesuai dengan kebutuhan

kebijakan dan pembangunan suatu negara seperti yang sering dilakukan

pemerintah yaitu Survey kepuasan pelayanan sosial, survey tempat tinggal

dan lainnya.

a. Tipe-Tipe Survei

Berdasarkan tipenya, survei demografi dapat dikelompokkan ke

dalam beberapa kelompok, sebagai berikut.

1) Survei bertahap tunggal

Survei ini adalah survei yang bertujuan untuk menjaring data

berbagai peristiwa demografis seperti mortalitas, fertilitas, dan

migrasi dengan cara mengajukan pertanyaan kepada penduduk yang

bersangkutan.

2) Survei bertahap ganda

Survei ini dilakukan oleh petugas pencacah jiwa di lapangan

dengan melakukan pendataan kepada responden tertentu berulang-

ulang untuk mencatat berbagai peristiwa demografi yang terjadi,

seperti mortalitas, fertilitas, dan migrasi. Pendataan tersebut

dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

3) Survei bertipe kombinasi

Survei ini mengombinasikan kedua metode survei, survei

bertahap tunggal dan survei bertahap ganda.

69
b. Kelebihan dan Kekurangan Survei

Kelebihan survei penduduk yakni biaya lebih murah dibanding sensus

dan dapat digunakan untuk menguji ketelitian sensus dan registrasi.

Sementara itu, kelemahan survei yakni data kurang akurat, tidak

representatif, dan tidak dapat menggambarkan kondisi penduduk apabila

terjadi kesalahan dalam pengambilan sampel.

Beberapa kebaikan/keuntungan dari sumber data Survai Penduduk

1) Menghemat biaya.

2) Pertanyaan dalam survai dapat lebih mendetail dan spesifik.

3) Dilaksanakan pada saat diperlukan .

4) Hasil lebih cepat didapat dan lebih intensif.

Selain kebaikan/keuntungan, Survai juga memiliki beberapa

kelemahan, yaitu sebagai berikut.

1) Memiliki sampling error.

2) Data umumnya sangat khusus, sehingga datanya tidak dapat

dipakai untuk keperluan lain.

3) Daerah/cakupan wilayahnya terbatas.

3. Registrasi

Di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia,

umumnya sumber datadari registrasi penduduk masih jauh dari

memuaskan karena berbagai sebab. Oleh karenanya sumber data yang


70
lebih banyak digunakan dalam membuat berbagai kebijakan umumnya

berasaldari data Sensus Penduduk (SP) atau Survai.Komponen penduduk

yang dinamis seperti kelahiran, kematian, mobilitas penduduk, perkawinan,

perceraian, perubahan pekerjaan yang dapat terjadi setiap saat tidak dapat

dijaring di dalam sensus penduduk. Untuk menjaring data ini,maka

diadakan cara pengumpulan data baru yang disebut dengan registrasi

penduduk. Pencatatan peristiwa vital tidak dilaksanakan oleh satu

departemen saja, namun oleh berbagai departemen, seperti kelahiran oleh

Capil, migrasi penduduk oleh Departemen Kehakiman, dan peristiwa

kematian oleh Departemen Kesehatan. Namun demikian peristiwa vital ini

juga harus dilaporkan kekantor desa melalui lingkungan/banjar setempat.

Bagi negara-negara yang belum memiliki sistem pencatatan registrasi yang

baik dan memadai maka SP dan Survai merupakan sumber data yang

sangat berharga dalam membuat perencanaan atau berbagai kebijakan

yang diperlukan.

Registrasi penduduk ini dilaksanakan oleh Kantor Pemerintahan

Dalam Negeri, dengan ujung tombak pelaksanaannya adalah kepala desa.

Berbeda dengan sensus penduduk yang pelaksanaannya dengan sistem

aktif, registrasi penduduk dilakukan dengan sistem pasif. Jika seorang ibu

baru saja melahirkan maka keluarganya harus melaporkan secepatnya ke

kantor desa, begitu pula untuk peristiwa-peristiwa yang lainnya. Penduduk

yang boleh mencatatkan.

71
Kondisi pertumbuhan penduduk secara dinamis, seperti mortalitas,

fertilitas, dan migrasi tidak dapat didata pada sensus penduduk.Untuk

memperoleh data tersebut, dilakukan registrasi penduduk. Kantor

pelayanan registrasi penduduk terdapat di desa-desa atau kecamatan.

Karena data yang dicatat mengenai mortalitas, fertilitas, migrasi, dan

sebagainya, registrasi berlangsung secara terus-menerus. Karena berbagai

macam dan tujuan, registrasi di Indonesia dicatat oleh beberapa lembaga

negara, seperti kelahiran dicatat oleh Catatan Sipil dan Kependudukan,

pernikahan dan perceraian dicatat oleh Departemen Agama, migrasi

dicatat oleh Departemen Kehakiman, dan untuk kematian dicatat oleh

Departemen Kesehatan. Penduduk yang boleh melakukan registrasi

penduduk adalah penduduk de jure.

a. Perbedaan Registrasi dengan Sensus dan Survei

Berikut ini perbedaan antara registrasi penduduk dibanding sensus

dan survei.

1) Registrasi

 Mengetahui perubahan penduduk yang terjadi secara

dinamis.

 Penduduk dituntut aktif untuk melapor kepada petugas

setiap perubahan yang terjadi.

 Registrasi dicatat oleh pemerintah.

72
2) Sensus dan Survei

 Memberi gambaran penduduk pada saat tertentu.

 Petugas dituntut aktif untuk mendata penduduk.

 Survei dan sensus dicatat oleh Badan Pusat Statistik

(BPS).

b. Kelebihan dan Kekurangan Registrasi

Regitrasi penduduk memiliki kelemahan dan keuntungan.

1) Kelemahan Registrasi Penduduk

 Apabila registrasi tidak dilaksanakan dengan baik, data

yang disajikan kurang berkualitas.

 Informasi yang disajikan tidak selengkap sensus dan

survei.

 Bergantung pada kesadaran penduduk.

2) Keuntungan Registrasi Penduduk

2) Dapat diketahui perubahan penduduk setiap waktu dan

biaya lebih murah.

3) Berlangsung secara terus-menerus.

4) Akurat apabila penduduk segera melaporkan setelah

kejadian.

73
BAB 5 BAB 5 MobilitasMobilitas Penduduk
Penduduk (Migrasi)
(Migrasi)

Pertumbuhan penduduk di suatu negara dapat dipengaruhi oleh tiga

faktor yaitu mobilitas, mortalitas dan fertilitas penduduk. Peranan mobilitas

penduduk terhadap laju pertumbuhan penduduk antara wilayah yang satu

dengan wilayah yang lainnya berbeda-beda. Istilah mobiltas penduduk

diartikan menjadi gerak penduduk seperti yang dinyatakan oleh Mantra

(1985: 15) bahwa mobilitas penduduk yaitu semua gerak penduduk dalam

waktu tertentu dan batas wilayah administrasi tertentu seperti batas

propinsi, kabupaten, kecamatan dan sebagainya.

Sedangkan menurut Sumaatmadja (1981: 147) yang menyatakan

bahwa pergerakan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lainnya, baik

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi maupun untuk memenuhi kebutuhan

yang lainnya. Tingkah laku manusia dalam bentuk perpindahan tadi, erat

hubungannya dengan faktor-faktor geografi pada ruang yang

bersangkutan. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor fisik dan non fisik.

74
Bentuk permukaan bumi, keadaan cuaca disuatu wilayah merupakan

faktor fisis yang dapat memengaruhi gerak berpindah yang dilakukan

manusia. Alat transportasi, kegiatan ekonomi, biaya trasportasi, kondisi

jalan, dan kondisi sosial budaya setempat merupakan faktor non fisis yang

mendorong manusia untuk pindah dari tempat asalnya.

Perbedaan keadaan yang ada ditiap wilayah yang ada di bumi ini

mengakibatkan adanya perbedaan lingkungan yang di butuhkan terhadap

kebutuhan makhluk hidup didalamnya. Perbedaan lingkungan yang

dibutuhkan tersebut berdampak pada perbedaan kemampuan suatu

daerah dengan daerah lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup,

contohnya kebutuhan ekonomi manusia dan makhluk hidup lainnya yang

ada pada wilayah tersebut. Penduduk yang tinggal pada suatu daerah yang

lingkungannya rendah akan berupaya untuk memenuhi kebutuhannya

dengan bekerja di daerah lain yang lebih memiliki lingkungan yang

mendukung ataupun bisa pindah secara permanen.

A. Definisi Mobilitas Penduduk (Migrasi)

Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari satu wilayah

ke wilayah lainnya. Mereka melakukan mobilitas untuk memperoleh

sesuatu yang tidak tersedia di wilayah asalnya. Alasan tersebut sangat

beraneka ragam akan tetapi umumnya karena alasan ekonomi. Perbedaan

karakteristik sumber daya yang dimiliki oleh berbagai wilayah di Indonesia

75
mendorong penduduk untuk melakukan mobilitas penduduk. Pergerakan

tersebut mencakup pula pergerakan sumber daya yang tersedia.

Mobilitas penduduk merupakan suatu pergerakan atau perpindahan

secara horizontal dari satu wilayah ke wilayah lainnya dengan faktor

pendorong, faktor penarik dan dalam bentuk yang berbeda-beda. Ada yang

didorong oleh faktor fisis misalnya karena adanya bencana alam, ada

faktor non fisis misalnya ekonomi dan pendidikan. Bentuknya ada yang

bersifat sementara ada juga yang bersifat permanen atau selamanya.

Sedangkan mobilitas vertikal mengandung pengertian perubahan status

atau kedudukan sesorang dalam masyarakat.

Perbedaan antara mobilitas penduduk yang bersifat permanen

dengan mobilitas penduduk yang bersifat sementara terletak pada ada atau

tidaknya niatan untuk menetap di suatu wilayah yang dituju. Apabila

sesorang yang pergi ke daerah lain tetapi sejak semula sudah bermaksud

kembali ke daerah asal, maka perpindahan tersebut hanya bersifat

sementara. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Pardoko (1986:10)

bahwa:

“Migrasi adalah perpindahan tempat tinggal seseorang dari satu

tempat ke tempat lain dan biasanya ada di luar batas administrasi, karena

itu biasanya tinggal di tempat yang baru, maka migrasi itu disebut migrasi

permanen.”

76
Istilah ini dipakai untuk membedakan perpindahan seseorang ke

suatu tempat yang sifatnya sementara, dan pada suatu saat tertentu

pulang untuk beberapa waktu ke tempat tinggal yang tetap. Migrasi ini

disebut migrasi sirkuler dan bersifat non-permanen.

B. Alasan Seseorang Melakukan Mobiltas Penduduk

Alasan sesorang melakukan mobilitas pada jaman sekarang ini salah

satunya adalah karena untuk melakukan pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Pembangunan daerah yang tidak merata disuatu daerah dan daerah

lainnya menyebabkan adanya ketimpangan antar daerah. Ketimpangan ini

terjadi antara wilayah pedesaan dan perkotaan yang di mana di wilayah

perkotaan perekonomian lebih berkembang dibandingkan di pedesaan.

Pada umumnya penduduk pedesaan merasa pendapatan yang ada

di desa rendah terutama dari sektor pertanian, sehingga mereka pergi ke

perkotaan untuk bekerja dengan harapan memperoleh pendapatan yang

lebih tinggi. Seseorang melakukan mobilitas penduduk juga bisa

didasarkan oleh faktor pendidikan karena tidak meratanya sektor

pendidikan yang di Indonesia terutama pada perkuliahan mereka harus

melakukan mobilitas penduduk secara permanen atau non permanen.

Akan tetapi lebih banyak mahasiswa yang melakukan merantau untuk

mencari pendidikan yang lebih baik, banyak yang merasa nyaman dengan

77
daerah perkuliahan tersebut dibandingkan daerah asalnya, dan berpikir

lebih banyak sumber daya yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan setelahnya lulus dari jenjang perkuliahan mereka akan

memilih untuk menetap permanen di daerah perkuliahan tersebut atau

kembali kedaerah asalnya untuk bekerja didaerah asalnya. Tidak sedikit

yang lebih memilih menetap di daerah perantauannya tersebut karena

adanya faktor dorongan dan sudah terbiasanya dengan sosial/budaya yang

ada di daerah perantauannya tersebut. Ada juga yang berpikir lebih

dihargainya hasil pendidikan tersebut di daeeah perantauannya daripada di

daerah asalnya.

Mantra (2012:179) menerangkan, mobilitas penduduk secara umum

terjadi karena terdapat perbedaan nilai faedah antar daerah. Keputusan

untuk melakukan mobilitas secara teori dipengruhi oleh teori kebutuhan

dan stres (need and stres). Ketika kebutuhan hidup penduduk semakin

meningkat dan tidak dapat terpenuhi, hal ini mengakibatkan penduduk

mengalami stres. Apabila tingkat stres tersebut dapat teratasi maka tidak

ada dorongan untuk melakukan mobilitas. Apabila tingkat stres tidak dapat

teratasi oleh seorang penduduk, maka penduduk tersebut akan mulai

berpikir untuk pindah ke daerah lain di mana kebutuhannya dapat

terpenuhi.

Dengan kata lain, seseorang akan melakukan perpindahan dari

daerah yang memiliki nilai kebutuhannya lebih rendah kedaerah yang


78
dapat memenuhi kebutuhannya tersebut . Mobilitas penduduk secara

permanen yang mengarah ke daerah perkotaan dalam skala yang besar

dapat mengakibatkan pertumbuhan penduduk di kota meningkat secara

drastis sehingga menyebabkan kawasan perkotaan tersebut menjadi padat

dan rawan konflik. Penduduk yang tidak memiliki kompetensi yang lebih

untuk bersaing akan menyebabkan banyak pengangguran di kota karena

kalah bersaing. Masalah lain yang ada di desa adalah sedikitnya

masyarakat yang berupaya membangun desanya dan lebih memilih

merantau ke kota, sehingga desa menjadi penghambat untuk desanya

berkembang.

C. Macam-Macam Mobilitas Penduduk

Mobilitas penduduk digolongkan menjadi dua macam, yaitu sebagai

berikut.

1. Mobilitas Non-Permanen

Mobilitas non permanen merupakan pergerakan penduduk yang

menetap di suatu daerah beberapa kurun waktu tanpa adanya niat untuk

bertempat tinggal atau menetap di daerah tersebut. Mobilitas ini hanya

sementara dan banyak dilakukan oleh mahasiswa atau pekerja lainnya.

Mobilitas non permanen banyak dilakukan oleh para pekerja dari

pedesaan yang menuju ke kota tujuan. Menurut Hugo (1978) dampak

gerak penduduk tergantung pada sifat atau bentuknya (permanen atau

79
sementara) dan situasi sosial, ekonomi, serta politik di mana gejala itu

terjadi. Berbeda dengan penduduk yang melakukan mobilitas permanen,

mobilitas non permanen dalam melakukan mobilitas tidak serta membawa

keluarganya ke daerah tujuan. Sifat dan perilaku mereka di kota tujuan

adalah berusaha menggunakan waktu bekerja sebanyak mungkin agar

mendapatkan upah yang sebanyak mungkin untuk dikirim ke daerah asal.

Berdasarkan lamanya waktu di tempat tujuan mobilitas penduduk non

permanen dibedakan menjadi komutasi dan sirkulasi.

a. Komutasi

Komutasi adalah perpindahan penduduk yang sifatnya

sementara dan pada hari yang sama. Bentuk mobilitas penduduk ini

dikenal juga dengan istilah nglaju atau biasa dikenal pergi-

pulang.Orang yang melakukan komutasi disebut komuter atau

penglaju. Biasanya pada pagi hari banyak penduduk yang tinggal di

daerah pinggiran kota melakukan mobilitas ke pusat kota untuk

bekerja. Pada sore atau malam hari, penduduk tersebut akan pulang

kedaerah asalnya.

Pada mobilitas komutasi tanpa menginap di daerah yang dituju

atau dengan kata lain waktu yang digunakan kurang dari 24 jam. Pagi

hari mereka berangkat ke daerah yang dituju dan pada sore atau

malam hari, mereka pulang kembali ke rumah atau daerah masing-

masing. Contohnya para penduduk daerah Bogor yang memiliki


80
pekerjaan di daerah Jakarta, mereka akan melakukan kepergian

pada pagi hari untuk melakukan pekerjaan dan akan kembali lagi ke

daerah Bogor pada malam hari untuk kembali kerumahnya. Dengan

adanya sektor ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya mereka

melakukan hal tersebut.

b. Sirkulasi

Sirkulasi adalah mobilitas penduduk sementara ada juga yang

melakukannya dengan cara menginap di tempat tujuan atau sering

disebut mobilitas non permanen musiman. Orang yang melakukan

sirkulasi disebut sirkuler. Waktu yang dibutuhkan untuk sirkulasi

berbeda-beda sesuai individu tersebut akan menghabiskan berapa

lama, ada yang hanya beberapa hari, dan ada yang memakan waktu

lama. Mereka tidak pulang pada hari yang sama tetapi harus

menginap di suatu tempat. Hal ini dilakukan umumnya karena jarak

untuk pulang ke daerah asalnya terhitung jauh dan bisa juga untuk

menghemat biaya perjalanan dan sejumlah alasan lainnya.

Banyak penduduk desa yang bekerja di kota tidak kembali pada

hari yang sama tetapi beberapa hari atau beberapa minggu kemudian

akan kembali ke desanya tersebut. Salah satu contohnya seorang

mahasiswa Universitas Padjajaran yang memiliki daerah asal di Kota

Bandung, mereka memiliki rumah di Daerah Bandung dan memiliki

Kostan juga di daerah Jatinangor. Mahasiswa tersebut akan sesekali


81
pulang ke rumahnya yang berada di daerah Bandung tersebut.

Mereka melakukan Mobilitasi Sirkulasi tersebut dengan maksud

untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan apalagi melakukan pulang

- pergi. Mereka juga melakukan hal tersebut untuk memenuhi pada

faktor Pendidikan yaitu menjadi seorang mahasiswa.

2. Mobilitas Permanen

Mobilitas permanen terjadi karena adanya keinginan pelaku mobilitas

untuk meninggalkan asal daerahnya dan mempunyai niat untuk bertempat

tinggal di daerah tujuan. Mobilitas permanen biasanya disebabkan karena

mempunyai keinginan untuk mencari daerah yang baru dan adanya

bencana alam yang melanda. Bila karena dilandanya suatu bencana alam

mereka mau tidak mau harus melakukan mobilitas penduduk kedaerah

yang lebih baik dan layak. Contohnya para korban terdampak bencana

alam gunung meletus, mereka harus melakukan mobilitas ketempat yang

lebih aman hingga tidak tahu kapannya.

D. Perilaku Mobilitas Penduduk

Steele (dalam Mantra, 2012) mengatakan bahwa mobilitas penduduk

antar daerah di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu permanen dan non

permanen (sirkuler). Mobilitas permanen didefinisikan sebagai gerak

penduduk yang melintas batas daerah asal menuju daerah tujuan dengan

ada niatan untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan mobilitas non

82
permanen didefinisikan sebagai gerakan penduduk dari suatu wilayah ke

wilayah tujuan dengan tidak ada niatan untuk menetap di daerah tujuan.

Apabila seseorang menuju kedaerah lain dan sejak semula sudah

bermaksud untuk tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut

digolongkan sebagai pelaku mobilitas non permanen walaupun bertempat

tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama.

Gerak penduduk yang non permanen (sirkulasi, circulation) ini dapat

pula dibagi menjadi dua, yaitu ulang alik dan dapat menginap atau mondok

di daerah tujuan. Ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah asal

menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke

daerah asal pada hari itu juga. Pada umumnya penduduk yang melakukan

mobilitas ingin kembali ke daerah asal secepatnya sehingga kalau

dibandingkan frekuensi penduduk yang melakukan mobilitas ulang alik,

menginap/mondok, dan migrasi, frekuensi mobilitas penduduk ulang alik

terbesar disusul oleh menginap/mondok dan migrasi. Secara operasional,

macam-macam bentuk mobilitas penduduk tersebut diukur berdasakan

konsep ruang dan waktu.

Perilaku mobilitas penduduk menurut Ravenstein (dalam Mantra,

2012:187) atau disebut dengan hukum-hukum migrasi penduduk adalah

sebagai berikut.

1. Para migran cenderung memilih tempat terdekat sebagai daerah

tujuan.

83
2. Faktor paling dominan yang memengaruhi seseorang untuk

bermigrasi adalah sulitnya memperoleh pekerjaan dan

pendapatan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh

pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan.

Daerah tujuan harus memiliki kefaedahan wilayah (place utility)

lebih tinggi dibandingkan dari daerah asal.

3. Berita-berita dari sanak saudara atau teman yang telah

berpindah ke daerah lain merupakan informasi yang sangat

penting bagi orang-orang yang ingin bermigrasi.

4. Informasi negatif dari daerah tujuan mengurangi niat penduduk

(migrasi potensial) untuk bermigrasi.

5. Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap seseorang, semakin

besar mobilitasnya.

6. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi frekuensi

mobilitanya.

7. Para migran cenderung memilih daerah tempat teman atau

sanak saudara bertempat tinggal di daerah tujuan. Jadi, arah dan

arus mobilitas penduduk menuju ke arah asal datangnya

informasi.

8. Pola migrasi bagi seseorang maupun sekelompok penduduk sulit

diperkirakan. Hal ini karena banyak dipengaruhi oleh kejadian

84
yang mendadak seperti bencana alam, peperangan, atau

epidemi.

9. Penduduk yang masih muda dan belum menikah lebih banyak

melakukan mobilitas dari pada mereka yang sudah menikah.

Dari hukum-hukum migrasi Revanstein diatas dapat disimpulkan

bahwa kebanyakan penduduk yang melakukan mobilitas pada awalnya

akan memilih lokasi yang terdekat dengan daerah asalnya. Hal ini

disebabkan oleh di daerah asalnya mereka sulit mendapatkan pekerjaan

dan jenis pekerjaan yang tersedia di daerah asal tidak memberikan

pendapatan yang lebih serta memilih lokasi yang dekat untuk efisiensi

biaya.

E. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Mobilitas Penduduk

Pada dasarnya ada dua pengelompokkan faktor-faktor yang

menyebabkan seseorang melakukan mobilitas, yaitu faktor pendorong dan

faktor penarik. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Munir (1981: 119-

120) sebagai berikut.

1. Faktor-Faktor Pendorong

a) Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya

permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya

makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan

dari pertanian.

85
b) Menyempitnya lapangan kerja di tempat asal akibat masuknya

teknologi yang menggunakan mesin-mesin.

c) Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku

di daerah asal.

d) Adanya ketidak cocokan lagi dengan adat dan budaya di tempat

asal.

e) Alasan pekerjaan dan perkawinan yang menyebabkan tidak bisa

mengembangkan karir pribadi.

f) Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim

kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

2. Faktor-Faktor Penarik

a) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan

untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.

b) Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

c) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

d) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang membuat

menjadi menyenangkan misalnya iklim, sekolah dan fasilitas-

fasilitas kemasyarakatan lainnya.

e) Tarikan dari orang yang diharapkan jadi tempat berlindung.

f) Adanya kegiatan-kegiatan di kota besar, tempat-tempat

hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-

orang dari desa atau kota kecil.

86
Dari pendapat di atas faktor pendorong cenderung berasal dari

daerah asal, sedangkan faktor penarik cenderung berasal dari daerah yang

akan dituju. Dorongan untuk melakukan mobilitas juga didapatkan dari

informasi yang diperoleh dari saudara atau teman sehingga ada keinginan

lebih untuk pergi ke tempat tujuan. Revanstein juga mengungkapkan

bahwa informasi negatif tentang daerah tujuan akan mengurangi minat

untuk bermigrasi ke tempat tersebut. Sesorang yang berpendapatan tinggi

memiliki frekuensi migrasi yang lebih tinggi, sama halnya dengan pemuda

yang belum berstatus kawin. Pola migrasi penduduk atau kelompok sulit

diprediksi karena berkaitan dengan peristiwa-peristiwa kejadian yang

mendadak seperti bencana alam, peperangan, atau epidemi.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan daerah asal yang secara

langsung maupun tidak langsung turut menyebabkan gerak penduduk dari

suatu daerah ke daerah lainnya, di antaranya sebagaimana akan

dijelaskan di bawah ini.

1) Faktor Ekonomi

Mobilitas penduduk di antaranya terjadi karena ketimpangan

pembangunan dan ketidakmerataan barbagai fasilitas sosial ekonomi

antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal ini sebagaimana

dikemukakan oleh Todaro yang dikutip oleh Mantra (1985: 18) bahwa

“motif utama seseorang melakukan migrasi adalah ekonomi”. Dalam faktor

ekonomi ini penduduk melakukan mobilitas penduduk karena merasa tidak

87
puasnya sumber daya yang ada dan mencari daerah yang baru agar dapat

memenuhi sumber daya tersebut.

Pada dasarnya manusia di dunia ini membutuhkan kehidupan yang

layak yang berasal dari ekonomi untuk bisa memenuhi kebutuhan

hidupnya. Para tulang keluarga rela untuk pergi ke daerah yang jauh

karena berfikir dapat memenuhi kebutuhannya dengan banyaknya

lapangan kerja yang tersedia di daerah tertentu, tanpa memikirkan hal

negatif yang ada di daerah yang akan dituju.

2) Faktor Pendidikan

Keterkaitan antara faktor pendidikan dengan migrasi secara umum

dikemukakan oleh Lee (1984: 9) bahwa:

“Volume migrasi di dalam suatu wilayah tertentu berkembang sesuai

dengan tingkat perkembangan dari keanekaragam dalam suatu wilayah itu.

Keanekaragam dalam suatu wilayah merupakan daya tarik bagi penduduk

dari berbagai jenis pendidikan dan tingkat pendidikan. Semakin maju

tingkat pendidikan, semakin maju motivasi penduduk untuk pergi ke daerah

lain”.

Jadi, sesuai pendapat di atas seseorang yang memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi akan mempunyai dorongan yang tinggi pula untuk

melakukan pergerakan dari daerah asal ke daerah tujuan, karena dengan

bekal pendidikan yang tinggi seorang individu mempunyai anggapan

bahwa mereka akan mampu bersaing di tempat yang baru. Contohnya,

88
seorang lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran yang

berasal dari sebuah desa terpencil mencoba mencari pekerjaan di

perkotaan besar karena sudah adanya gelar sarjana dan percaya bahwa

dia akan mendapatkan pekerjaan disana dan mampu bersaing dengan

penduduk yang ada disana.

3) Faktor Fasilitas Transportasi

Dorongan melakukan gerak penduduk bagi para migran distimulir

juga oleh adanya perbaikan sarana/prasarana transportasi yang

mengubungkan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Abustam (1989: 27) bahwa peningkatan jalan desa dapat

meningkatkan pendapatan desa, mendorong dan memperluas

komersialisasi pertanian serta peningkatan produksi pertanian. Dengan

demikian orang-orang desa akan semakin sering melakukan perjalanan ke

kota dengan ongkos murah. Migrasi desa-kota menjadi meningkat, karena

integrasi desa-kota semakin baik.

Berdasarkan pendapat tersebut bahwa, semakin majunya hubungan

transportasi antara daerah pedesaan dengan berbagai daerah tujuan,

maka arus migrasi akan semakin besar. Dan semakin buruknya

transportasi antara daerah pedesaan dengan daerah perkotaan akan

memperkecil untuk adanya mobilitasi penduduk. Contohnya di bagian

Indonesia Timur, mereka harus pergi menggunakan helikopter untuk bisa

keluar dari sana dan hal tersebut membutuhkan biaya yang terhitung

89
besar. Akhirnya mereka tidak melakukan mobilitas dan tetap bertahan di

daerahnya sendiri.

Adapun daya tarik dari daerah tujuan yang menyebabkan terjadinya

migrasi di antaranya daya tarik yang bersifat ekonomi merupakan daya

tarik utama bagi para migran untuk datang ke kota. Hal ini sebagaimana

dikemukakan Todaro seperti dikutip oleh Sunarto (1985:43) bahwa motif

utama migrasi adalah motif ekonomi dua harapan bagi migran pergi ke kota

adalah (1) ingin mendapatkan pekerjaan di kota, karena di kota

menurutnya banyak jenis pekerjaan; (2) ingin mendapatkan pendapatan

yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diterima di desa.

Dari pendapat di atas motif ekonomi merupakan motif utama para

migran melakukan migrasi. Mereka beranggapan bahwa daerah tujuan

atau kota banyak memiliki kelebihan dibandingkan dengan daerah asal.

Kelebihan tersebut tercermin dari mudahnya mendapat pekerjaan dari

berbagai jenis, tingkat upah yang lebih tinggi serta lengkapnya fasilitas

sosial ekonomi di daerah tujuan.

F. Dampak Mobilitas Penduduk

Perbedaan kondisi wilayah yang memicu perpindahan penduduk

pada akhirnya akan menimbulkan berbagai dampak pada kedua tempat

tersebut. Peluang kerja yang bervariatif banyak didapatkan di kawasan

90
perkotaan membuat penduduk di desa melakukan perpindahan ke kota

untuk mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan tinggi.

Mobilitas penduduk pada dasarnya menyangkut daerah asal dan

daerah tujuan. Karena itu dampaknya akan terjadi pada kedua daerah yang

bersangkutan. Dampak tersebut bisa bersifat positif atau malah sebaliknya

bisa juga bersifat negatif.

1. Dampak Mobilitas Penduduk Bagi Daerah Asal

Menurut Abustam (1989: 5) dampak penduduk ke luar desa

mengakibatkan pergeseran pola peranan anggota-anggota keluarga rumah

tangga di desa asal, tercermin dari meningkatnya peranan ganda wanita

dalam rumah tangga maupun di luar rumah tangga. Di dalam rumah

tangga, peranan wanita bertujuan pada status posisinya sebagai ibu rumah

tangga. Di luar rumah tangga peranan wanita bertujuan pada status posisi

lain, mencari nafkah, melakukan pekerjaan produktif di bidang pertanian

dan langsung menghasilkan pekerjaan.

Selain adanya perubahan pola perilaku pada masyarakat

pedesaan, mobilitas penduduk ini juga dapat meningkatkan pendapatan di

daerah asal, seperti yang dikemukakan oleh Abustam (1989: 326)

menjelaskan bahwa pendatang sementara, terutama yang melakukan

gerak sirkuler memberi sumbangan yang besar bagi peningkatan

pendapatan rumah tangga di desa melalui kiriman dan bawaan uangnya

91
dari kota karena tanggung jawab terhadap desanya khususnya tanggung

jawab terhadap keluarga dan rumah tangganya.

2. Dampak Mobilitas Penduduk Bagi Daerah Tujuan

Gejala mobilitas penduduk sering dipandang sebagai masalah

terutama mobilitas penduduk dari desa ke kota. Adanya kebijakan yang

berusaha menahan arus mobilitas penduduk terutama dari desa ke kota

adalah wujud dari adanya kekhawatiran terhadap dampak negatif dari

mobilitas penduduk tersebut.

Pandangan negatif terhadap mobilitas penduduk, merujuk pada

suatu masalah yang ditimbulkan sebagai akibat mobilitas penduduk

terutama dari desa ke kota itu meliputi timbulnya unsur-unsur marginal

(pedagang kaki lima, gubuk-gubuk liar, gelandangan, dan lain-lain),

pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, kemacetan lalu lintas,

pengangguran, dan sebagainya. Namun kenyataannya urbanisasi juga

banyak membawa manfaat bagi kota atau daerah tujuan, hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Suharso (1972: 27-28) bahwa:

“Kalau kita renungkan sejenak dan meneliti siapa-siapa yang turut

ambil bagian dalam proses uranisasi tersebut, di mana komponen terdiri

berbagai ragam orang, dengan berbagai ragam pula keterampilan yang

dimilikinya, maka kita akan cepat pula menarik kesimpulan bahwa

urbanisasi dapat dipakai sebagai pertanda adanya angin pemangunan.

Sebagai contoh orang-orang yang bedagang di pinggir jalan, sampai toko-


92
toko, orang-orang seagai pemegang jabatan pimpinan baik sipil maupun

militer, bukankah mereka juga sama merupakan pendatang. Dilihat dari

sudut lain, pembangunan umpamanya, pembuatan jalan, saluran irigasi,

pendirian gedung dan lain-lain, berapa banyak-kah penduduk yang tidak

termasuk golongan pendatang yang turut dalam proses pembangunan

tersebut”.

3. Dampak Negatif Mobilitas Penduduk

Dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya mobilitas penduduk

ini salah satunya berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian, mengingat

komoditas yang dihasilkan kurang berarti bagi mereka dan resiko investasi

di sektor pertanian kemungkinan gagal lebih besar dibandingkan sektor

non-pertanian, akibatnya ada pergeseran orientasi kegiatan masyarakat

desa, yang semula bersifat sosial dan kekeluargaan bergeser menjadi lebih

bersifat komersial, di mana segala sesuatu harus diimbangi dengan materi.

Pandangan negatif terhadap mobilitas penduduk, merujuk pada suatu

masalah yang ditimbulkan sebagai akibat mobilitas penduduk terutama dari

desa ke kota itu meliputi timbulnya unsur-unsur marginal (pedagang kaki

lima, gubuk-gubuk liar, gelandangan, dan lain-lain), pelanggaran hukum

dan hak asasi manusia, kemacetan lalu lintas, pengangguran, dan

sebagainya.

4. Dampak Positif Mobilitas Penduduk

93
Menurut Abustam (1989: 374) Pengaruh migrasi terhadap kota yang

bersifat positif tercermin antara lain dalam keberhasilan migran melakukan

penyesuaian dengan kehidupan yang ada pada perkotaan. Partisipasi

migrasi terhadap berbagai pengelompokan pekerjaan di kota pada sektor

informal dan sektor formal serta adanya pengelompokan pekerjaan

(Ocupational Clustering) merupakan sumbangan yang nyata terhadap

pasokan tenaga kerja di kota.

Dampak positif mobilitas penduduk bagi daerah tujuan yaitu

pendatang menjadi pelaku pembangunan dan menjadi tenaga kerja sektor

informal yang mampu menggerakan roda perekonomian. Dampak positif

bagi daerah asal yaitu dapat meningkatkan pendapatan, pengetahuan dan

gaya hidup.

94
BAB 6 BAB 6 Indeks Pembangunan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Manusia (IPM)

A. Definisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan pengukuran

perbandingan dari harapan hidup, pendidikan, dan standar hidup untuk

semua negara. IPM digunakan sebagai indikator untuk menilai aspek

kualitas dari pembangunandan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah

negara termasuk negara maju, negara berkembang, atau negara

terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi

terhadap kualitas hidup.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan oleh United

Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan

dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development

Report (HDR).Teori Indeks Pembangunan Manusia Dalam UNDP (United

Nations Development Programme), pembangunan manusia adalah suatu

proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of

enlarging people’s choices”). Konsep atau definisi pembangunan manusia

tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat

95
luas.Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya

dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari

pertumbuhan ekonominya.

Pengertian IPM yang dikeluarkan oleh UNDP yang menyatakan

bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

Indeks (HDI) merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat

keberhasilan pembangunan manusia. IPM ini mulai digunakan oleh UNDP

sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya pencapaian pembangunan

manusia suatu negara. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi

dari pembangunan, namun mampu mengukur dimensi pokok

pambangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan

dasar (basic capabilities) penduduk.

Teori Indeks Pembangunan Manusia Dalam UNDP (United Nations

Development Programme), pembangunan manusia adalah suatu proses

untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging

people’s choices”). Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut

pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas.Dalam

konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta

dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan

ekonominya.

Sebagaimana dikutip dari UNDP (Human Development Report,

1995:103), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia adalah

96
pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian,

pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi

penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka.Oleh

karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk

secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi

saja.Pembangunan manusia memerhatikan bukan hanya pada upaya

meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga dalam

upayaupaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal.

B. Pilar-Pilar Pokok Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan

pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

Berdasarkan konsep tersebut, penduduk di tempatkan sebagai tujuan akhir

sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk

mencapai tujuan itu.

Pembangunan manusia didukung oleh empat pilar pokokyaitu

produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.

1. Produktifitas

Produktifitas Penduduk harus meningkatkan produktifitas dan

partisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah.

Sehingga pembangunan ekonomi merupakan bagian dari model

pembangunan manusia.

97
2. Pemerataan

Pemerataan Penduduk memiliki kesempatan yang sama untuk

mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. Semua

hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses

tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari

kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang

dapat meningkatkan kualitas hidup.

3. Kesinambungan

Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial

harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang.

Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.

4. Pemberdayaan

Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam

keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan

mereka serta untuk berpartisipasi dan mengambil keputusan dalam proses

pembangunan.

C. Komponen Indeks Pembangunan Manusia

Menurut UNDP indeks pembangunan sumber daya manusia dapat

ditentukan menggunakan ukuran kuantitatif yang disebut dengan HDI

(Human Development Indeks). HDI digunakan sebagai tolak ukur

pembangunan sumber daya manusia yang yang dirumuskan secara

98
konstan.Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur ukuran HDI

adalah sebagai berikut.

Bagan 6.1. Indikator untuk mengukur HDI

1. Indeks Harapan Hidup

Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan rata-rata perkiraan banyak

tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup.Perhitungan

angka harapan hidup melalui pendekatan tak langsung (indirect

estimation).Jenis data yang digunakan adalah Anak Lahir Hidup (ALH) dan

Anak Masih Hidup (AMH). Indeks harapan hidup dihitung dengan

menghitung nilai maksimum dan nilai minimum harapan hidup sesuai


99
standar UNDP, yaitu angka tertinggi sebagai batas atas untuk perhitungan

indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 25 tahun.

2. Indeks Pendidikan

Indikator yang digunakan dalam mengukur indeks pendidikan adalah

rata-rata lama sekolah (Mean Years of Schooling - MYS) dan angka melek

huruf. Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat

mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), di mana Lit

merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis,

sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap

keterampilan yang dimiliki penduduk.

Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang

digunakan untuk penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani

pendidikan formal. Perhitungan rata-rata lama sekolah menggunakan dua

batasan yang dipakai sesuai kesepakatan beberapa negara. Rata-rata

lama sekolah memiliki batas maksimumnya 15 tahun dan batas minimum

sebesar 0 tahun.

Angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke

atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya.

Seperti halnya rata-rata lama sekolah, angka melek huruf juga

menggunakan batasan yang dipakai sesuai kesepakatan beberapa negara.

Batas maksimum untuk angka melek huruf adalah 100 (seratus),

sedangkan batas minimumnya 0 (nol). Nilai 100 menggambarkan kondisi


100
100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis,

sedangkan nilai 0 mencerminkan kondisi sebaliknya.

3. Indeks Standar Hidup Layak

Dimensi lain dari ukuran kualitas hidup manusia adalah standar hidup

layak. Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak menggambarkan

tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak

semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak

menggunakan Produk Domestik Bruto (PDRB) riil yang disesuaikan,

sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan

rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula

Atkinson.

Perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak

memakai PDRB per kapita, karena PDRB per kapita hanya mengukur

produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat.

Untuk mengukur daya beli penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS

menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei

Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa

dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan

indeks PPP (Purchasing Power Parity).

101
D. Cara Menghitung Komponen indeks dan IPM

1. Indeks Harapan Hidup

Ikesehatan =

Keterangan:

I : Indeks Komponen

AHH : Angka Harapan Hidup

AHHmin : Angka Harapan Hidup Terendah

AHHmaks : Angka Harapan Hidup Tertinggi

2. Indeks Pendidikan

IHLS =

Keterangan:

I : Indeks Komponen

HLS : Harapan Lama Sekolah

HLSmin : Harapan Lama Sekolah Terendah

HLSmaks : Harapan Lama Sekolah Tertinggi

3. Indeks Standar Hidup Layak

( ) ( )
Ipengeluaran =
( ) ( )

Keterangan:

Ipengeluaran : Indeks Komponen Pengeluaran

102
In : Indeks komponen

Pengeluaran min : Pengeluaran Terendah

Pengeluaran maks : Pengeluaran Tertinggi

4. Cara Menghitung Indeks Pembangunan

IPM = √

Keterangan :

IPM : Indeks Pertumbuhan Manusia

I : Indeks Komponen

E. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan antara Pengangguran Terbuka dengan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM)

Todaro (2000) juga mengatakan bahwa pembangunan manusia

merupakan tujuan pembangunan itu sendiri.Yang mana pembangunan

manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan

sebuah negara dalam menyerap teknologi modern untuk mengembangkan

kapasitasnya agar tercipta kesempatan kerja untuk mengurangi jumlah

pengangguran untuk melakukan pembangunan manusia yang

berkelanjutan. Dengan teratasinya jumlah pengangguran dan mendapatkan

pendapatan yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap peningkatan

pembangunan manusia melalui peningkatan bagian pengeluaran rumah

103
tangga yang dibelanjakan untuk makanan yang lebih bergizi dan

pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut Sadono Sukirno (2004: 139), efek buruk dari pengangguran

adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya

mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang telah dicapai

seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena

pengangguran tentunya akan meningkatkan peluang terjebak dalam

kepada rendahnya indeks pembangunan manusia karena tidak dapat

memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan untuk kebutuhannya.

Apabila pengangguran disuatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan

sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan

masyarakat dan prospek meningkatkan indeks pembangunan manusia

dalam jangka menengah sampai jangka panjang.Teori pertumbuhan baru

menekankan pentingnya peranan pemerintah terutama dalam

meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan

mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan

produktivitas manusia.

Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan

akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang

diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan

seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

104
pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong

peningkatan produktivitas kerjanya.

2. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM)

Dalam hal ini menjelaskan bahwa pembangunan sosial merupakan

pendekatan pembangunan secara eksplisit berusaha mengintegrasikan

proses pembangunan ekonomi dan sosial. Pembangunan sosial tidak

dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pembangunan ekonomi,

sedangkan pembangunan ekonomi tidaklah bermakna kecuali diikuti

dengan peningkatan kesejahteraan sosial dari populasi sebagai suatu

kesatuan.Pembangunan ekonomi atau lebih tepatnya pertumbuhan

ekonomi merupakan syarat bagi tercapainya pembangunan manusia

karena dengan pembangunan ekonomi terjamin peningkatan produktivitas

dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja.

Kuznets mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan

kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara untuk menyediakan

berbagai jenis barang dan jasa kepada penduduk. Menurut Todaro (2003)

berbagai faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut

diwujudkan dalam 3 komponen utama. Pertama, akumulasi modal, yang

meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada

tanah, peralatan fisik dan modal manusia atau sumberdaya manusia.

Kedua, pertumbuhan penduduk yang selanjutnya akan menambah jumlah

105
angkatan kerja. Ketiga, kemajuan teknologi yang dalam pengertian

sederhananya terjadi karena ditemukannya cara-cara baru atau perbaikan

atas cara-cara lama dalam menangani suatu pekerjaan.

Tingkat pembangunan manusia yang relatif tinggi akan memengaruhi

kinerja pertumbuhan ekonomi melalui kapabilitas penduduk dan

konsekuensinya adalah peningkatan produktivitas dan kreativitas

masyarakat. Dengan meningkatnya produktivitas dan kreativitas tersebut,

penduduk dapat menyerap dan mengelola sumberdaya yang penting bagi

pertumbuhan ekonomi.

3. Hubungan antara Pengeluaran Pemerintah dengan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM)

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang

menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-

tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan

tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase

investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini

pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan,

prasarana transportasi dan sebagainya.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah

tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat

tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah

semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah,

106
oleh karena peranan swasta semakin besar akan menimbulkan banyak

kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan

barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak.

Teori Rostow dan Musgrave adalah pandangan yang timbul dari

pengamatan atas pengalaman pembangunan ekonomi yang dialami

banyak negara tetapi tidak didasari oleh suatu teori tertentu.Selain tidak

jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap

atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan. Pendidikan dan

kesehatan yang baik akan meningkatkan kapasitas dan kemerdekaan

hidup yang dinamakan manfaat intrinsik. Pendidikan dan kesehatan

berperan membuka peluang yang lebih besar untuk memperoleh

pendapatan yang lebih tinggi yang dinamakan manfaat instrumental

(Lanjouw dkk, 2001: 112).

F. Manfaat Indeks Pembangunan Manusia

IPM dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal sebagai berikut.

1. Untuk mengalihkan fokus perhatian para pengambil keputusan,

media, dan organisasi non pemerintah dari penggunaan

statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada

pencapaian manusia. IPM diciptakan untuk menegaskan bahwa

manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi

107
kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah negara,

bukannya pertumbuhan ekonomi.

2. Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara.

Bagaimana dua negara yang tingkat pendapatan perkapitanya

sama dapat memiliki IPM yang berbeda.

3. Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di

antara provinsi-provinsi (atau negara bagian), di antara gender,

kesukuan, dan kelompok sosial ekonomi lainnya. Dengan

memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara

kelompok-kelompok tersebut, maka akan lahir berbagai debat

dandiskusi di berbagai negara untuk mencari sumber masalah

dan solusinya.

108
BAB 7 BAB 7 Piramida Penduduk
Piramida Penduduk

A. Definisi Piramida Penduduk

Piramida penduduk merupakan suatu grafik mengenai susunan

penduduk berdasarkan usia pada saat tertentu yang berbentuk piramida.

Piramida penduduk bisa dikatakan sebagai dua buah diagram batang di

mana satu sisi menunjukan jumlah penduduk perempuan dan sisi lainnya

adalah jumlah penduduk laki-laki, di mana kedua diagram tersebut berada

pada interval usia penduduk lima tahunan. Di dalam piramida penduduk,

biasa penduduk perempuan berada di sisi sebelah kanan dan penduduk

laki-laki berada di sisi sebelah kiri.

Selain itu, di dalam piramida penduduk juga terdapat sumbu X atau

horizontal dan sumbu Y atau vertikal. Sumbu horizontal menggambarkan

jumlah penduduk dalam skala tertentu sedangkan sumbu vertikal berupa

usia penduduk dari 0 hingga 65 tahun lebih dengan interval 1 atau 5 tahun.

Bentuk piramida penduduk yang berbeda di tiap-tiap negara, hal ini

tergantung dari jumlah penduduk, jenis kelamin dan juga usia penduduk di

negara tersebut.

109
Tingkatan penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin bisa

dengan mudah digambarkan atau ditunjukan berdasarkan data-data dan

juga fakta yang terdapat di piramida penduduk. Pada piramida penduduk

bisa memuat atau mengelompokan berdasarkan biologis (jenis kelamin dan

usia), tingkat pendidikan, pekerjaan atau mata pencaharian, pendapatan,

dan status pernikahan. Penurunan atau perkembangan tingkat fertilitas dan

mortalitas maupun migrasi pendudukmemberi dampak pada struktur

penduduk menurut kelompok umur. Secara umum penurunan tingkat

kelahiran akan memberi dampak pada menurunnya proporsi penduduk

muda yaitu 0–14 tahun di satu sisi, dan meningkatkan proporsi penduduk

produktif umur 15–64 tahun, dan proporsi penduduk tua (Lansia) umur 65

tahun +.

Adapun contoh piramida penduduk Kabupaten Bandung sebagai

berikut.

Piramida Penduduk Kabupaten Bandung Hasil SP 2000

110
Dalam Gambar 7.1 terlihat komposisi penduduk menurut jenis

kelamin di Kabupaten Bandung pada tahun 2000 masih terlihat komposisi

penduduk Kabupaten Bandung terlihat umuryang sangat muda di mana

jumlah penduduk yang berumur 0–4 tahun lebih banyak dibandingkan

dengan yang berumur 5–9 tahun. Penduduk yang berumur 10–14 tahun

pada tahun 2000 yangberarti berarti kelahiran pada tahun 1985–1990 yang

jumlahnya lebih sedikit daripada kelahiran sebelumnya. Hal ini juga

menunjukkan jumlah kelahiran sampai tahun 2000 lebih banyak

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum tahun 2000, hal ini juga

menunjukkan bahwa kelahiran sampai tahun 2000 belum mengalami

penurunan. Data penduduk dalam piramida tersebut menunjukkan

kelahiran pada tahun 1970–1975 paling banyak dibandingkan dengan

kelahiran-kelahiran yang lainnya. Setelah kelahiran tahun 1970–1975

terlihat jumlahnya menurun sampai kelahiran tahun 1985–1990, setelah

tahun itu kelahiran terlihat mengalami kenaikan sampai kelahiran tahun

1995–2000 yang jumlahnya meningkat dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. (Hingga Tahun 2010 akan disampaikan pada buku

selanjutnya Analisis Kependudukan Edisi Revisi).

111
B. Macam-Macam Piramida Penduduk

Perlu diketahui bahwa piramida penduduk bisa berbeda di tiap

wilayah atau negara, namun tetap patokan dasarnya ada 3 bentuk, yaitu

diantaranya sebagai berikut.

1. Piramida Bentuk Limas (Expansive)

Gambar. 7.2. Piramida ini hanya terjadi di suatu wilayah atau negara

yang memiliki jumlah angka kelahiran lebih tinggi daripada angka kematian.

Dengan kata lain, wilayah tersebut memiliki pertumbuhan jumlah penduduk

lebih cepat. Gambar bentuk piramida ini yaitu berbentuk kerucut yang

memiliki alas cukup lebar dengan puncak agak meruncing.

Bentuk diagram digambarkan mirip dengan bangun limas. Piramida

ini dapat menjadi ciri bahwa sebagian besar penduduk berada pada

kategori umur muda. Sederhananya jika di suatu wilayah mempunyai


112
angka kematian lebih rendah dan angka kelahiran lebih tinggi, maka

banyak penduduk yang berusia muda. Bentuk piramida ini bisa ditemukan

di negara berkembang seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan lain

sebagainya.

Piramida penduduk Expansive sendiri memiliki data penduduk yang

berusia muda lebih sedikit dibandingkan dengan usia tua. Kemudian,

angka kelahiran lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian. Dengan

begitu, pertumbuhan penduduk juga relatif tinggi. Sebagian besar data

penduduk berada di kelompok muda dan kelompok tua relatif sedikit.

Ciri-ciri piramida expansive yiatu diataranya sebagai berikut.

1) Angka kelahiran sangat tinggi dibandingkan angka kematian.

2) Jumlah penduduk usia muda (0 tahun–19 tahun) sangat besar

dan usia tua sedikit jumlahnya.

3) Pertumbuhan penduduk tinggi.

4) Sebagian besar berada dikategori penduduk muda.

5) Terdapat di negara-negara berkembang.

6) Kelompok usia tua sedikit.

113
2. Piramida Penduduk Granat (Stationer)

Gambar.7.3 Piramida ini menunjukan tingkat atau jumlah kelahiran

hampir sama atau seimbang dengan jumlah kematian, sehingga piramida

ini disebut dengan piramida stasioner. Wilayah atau negara ini memiliki

pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif tetap atau stabil. Sehingga

dapat dikatakan jika piramida ini menggambarkan jumlah penduduk antara

kelompok muda hingga kelompok tua berada pada jumlah yang relatif

sama.

Karena jumlah diagram batangnya hampir rata, sehingga bentuknya

mendekati bentuk granat. Tingkat kelahiran dan juga tingkat kematian

berada pada kondisi seimbang atau tetap.Piramida penduduk stasioner

114
dapat ditemukan di negara maju seperti Amerika, Inggris, Prancis dan

negara maju lainnya.

Piramida penduduk stasioner memiliki jumlah penduduk dari tiap

kelompok umur yang hampir seimbang. Artinya, tingkat kelahiran dan

kematian cukup rendah. Dengan begitu, pertumbuhan penduduk juga relatif

rendah atau mendekati nol.

Ciri-ciri piramida penduduk stasioner yaitu diantaranya sebagai

berikut.

1) Tingkat kelahiran cukup rendah.

2) Jumlah penduduk pada setiap kategori atau kelompok hampir

sama.

3) Tingkat kematian hampir rendah.

4) Terjadi beberapa negara maju.

5) Pertumbuhan penduduk sangat kecil atau lambat.

3. Piramida Batu Nisan (Constructive)

115
Gambar. 7.4. Kebalikan dari piramida expansif, piramida penduduk

yang satu ini menggambarkan bahwa angka kematian yang tinggi,

sedangkan angka kelahiran rendah. Kebanyakan kelompok penduduk

piramida ini memiliki umur menengah hingga tua. Dengan begitu,

bentuknya pun kebalikan dengan piramida penduduk muda, yakni mirip

dengan nisan.

Ciri dari piramida constructive ini sendiri memiliki jumlah penduduk

usia muda yang sedikit dan angka kelahiran juga rendah. Hal ini yang

menyebabkan pertumbuhan penduduk sangat lambat, bahkan mendekati

nol hingga negatif.

Lebih parahnya lagi, jumlah penduduk terus berkurang dari tahun ke

tahun.Ada beberapa negara yang memiliki piramida penduduk tua, yakni

Jerman, Belgia dan Swiss.

Ciri -ciri piramida constructive yaitu di antaranya sebagai berikut.

1) Jumlah penduduk kategori usia muda sangat kecil.

2) Jumlah penduduk tertinggi berada pada usia dewasa.

3) Pertumbuhan penduduk mengalami penurunan.

4) Jumlah penduduk muda lebih kecil dari pada jumlah penduduk

tua.

5) Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk berkurang.

116
C. Manfaat Piramida Penduduk

Keberadaan piramida penduduk sangat membantu bagi ahli

demografi, pembuat kebijakan, maupun penduduk awam. Selain

mempermudah orang-orang untuk memahami secara sekilas kondisi

demografi yang ada, piramida penduduk juga dapat digunakan untuk

memprediksi kondisi kependudukan di masa yang akan datang. Berikut ini

adalah manfaat adanya piramida penduduk :

1. Mempermudah pemahaman mengenai kondisi demografi.

2. Memungkinkan para ahli dan rakyat awam untuk mengetahui

kondisi demografi secara sekilas, tanpa harus membaca dan

memahami tabel-tabel demografi.

3. Memungkinkan prediksi tren kependudukan di masa datang.

4. Dapat melihat tren kependudukan yang sudah lalu.

5. Membantu pembuatan kebijakan publik dan produk

perencanaan agar sesuai dengan kondisi dan proyeksi

demografis yang ada.

117
BAB 8 BAB 8 Proyeksi
Proyeksi Penduduk Penduduk
Indonesia
Indonesia

A. Definisi Proyeksi Penduduk

Dalam rangka perencanaan pembangunan di segala bidang,

diperlukan informasi mengenai keadaan penduduk seperti jumlah

penduduk, persebaran penduduk, dan susunan penduduk menurut umur.

Informasi yang harus tersedia tidak hanya menyangkut keadaan pada saat

perencanaan disusun, tetapi juga informasi masa lalu dan masa kini sudah

tersedia dari hasil sensus dan survei-survei, sedangkan untuk masa yang

akan datang, informasi tersebut perlu dibuat suatu proyeksi yaitu perkiraan

jumlah penduduk dan komposisinya di masa mendatang.

Proyeksi penduduk adalah perhitungan jumlah penduduk (menurut

komposisi umur dan jenis kelamin) di masa yang akan datang berdasarkan

asumsi arah perkembangan fertilitas, mortalitas dan migrasi.

Proyeksi penduduk bukan merupakan ramalan jumlah penduduk

untuk masa mendatang, tetapi suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan

asumsi dari komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk yaitu

kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk.Ketiga komponen tersebut yang

118
menentukan besarnya jumlah penduduk dan struktur penduduk di masa

yang akan datang.

Pada dekade akhir-akhir ini, pemerintah memerlukan proyeksi

penduduk sehubungan dengan tanggung jawabnya untuk memperbaiki

kondisi sosiol ekonomi dari rakyatnya melalui pembangunan yang

terencana.

Mengingat semua rencana-rencana pembangunan, baik ekonomi maupun

sosial, menyangkut pertimbangan tentang jumlah serta karekteristik dari

pada penduduk dimasa mendatang, proyeksi mengenai jumlah serta

struktur penduduk dianggap sebagai persyaratan minimum untuk proses

perencanaan pembangunan.

B. Model-Model Proyeksi Penduduk

Kebijakan pembangunan seharusnya tidak hanya diarahkan untuk

mengatasi permasalahan kependudukan pada saat ini, tetapi juga

dilakukan dalam rangka mengantisipasi keadaan dan permasalahan

kependudukan pada masa yang akan datang. Oleh karenanya, dalam

perumusan kebijakan diperlukan informasi keadaan penduduk pada masa

yang akan datang, yang dapat diperoleh melalui proyeksi atau peramalan

penduduk.

Model-model yang umum yang biasanya digunakan untuk proyeksi

penduduk diantaranya adalah sebagai berikut :

119
1. Model Ekstrapolasi Trend

Model ekstrapolasi trend secara sederhana menggunakan trend

penduduk masa yang lalu untuk memperkirakan jumlah penduduk masa

yang akan datang. Metode ini adalah metode yang mudah digunakan

dalam rangka proyeksi penduduk. Selain itu, metode ini juga digunakan

untuk menghitung tingkat dan ratio pada masa yang akan datang

berdasarkan tingkat dan ratio pada masa yang lalu. Model ekstrapolasi

trend yang banyak digunakan adalah model linear, geometric dan

parabolic. Asumsi dasar dari model linear, geometric dan parabolik adalah

pertumbuhan atau penurunan akan berlanjut tanpa batas. Namun

demikian, asumsi tersebut tidak mungkin diberlakukan jika proyeksi yang

disusun adalah proyeksi jangka panjang. Misalnya jika populasi disuatu

daerah berkurang, dalam jangka panjang model ini akan memproyeksikan

penduduk menjadi nol, dan bahkan menjadi negatif. Demikian juga, jika

jumlah penduduk di suatu daerahyang meningkat, tidak mungkin akan

meningkat pada jumlah yang tanpa batas.

Dalam kenyataannya, penduduk hanya akan meningkat sampai suatu

tingkat dengan kapasitas yang maksimum dan kemudian akan kembali

turun atau stabil dalam kaitannya dengan kepadatan penduduk, biaya

hidup dan kualitas hidup. Oleh karenanya, penggunaan model ekstrapolasi

trend membutuhkan pemahaman yang baik tentang kecenderungan

120
pertumbuhan masa lalu untuk membuat estimasi dengan batasan yang

masuk akal (reasonable).

Model Ekstrapolasi Trend terdiri beberapa model, yaitu diantaranya

sebagai berikut.

a. Model Linier (Aritmethic)

Model linear menurut Klosterman (1990) adalah teknik proyeksi

yang paling sederhana dari seluruh model trend. Model ini

menggunakan persamaan derajat pertama (first degreeequation).

Berdasarkan hal tersebut, penduduk diproyeksikan sebagai fungsi

dari waktu, dengan persamaan sebagai berikut.

Pt = α + βT

Di mana :

Pt = Penduduk pada tahun proyeksi t

α = Intercept (penduduk pada tahun dasar)

β = Koefisien (rata-rata pertambahan penduduk)

T = Periode waktu proyeksi (selisih tahun proyeksi

dengan

tahun dasar

b. Model Geometric

Asumsi dalam model ini adalah penduduk akan

bertambah/berkurang pada suatu tingkat pertumbuhan (persentase)

yang tetap. Misalnya, jika Pt+1 dan Ptadalah jumlah penduduk dalam

121
tahun yang berurutan, maka penduduk akan bertambah atau

berkurang pada tingkat pertumbuhan yang tetap (yaitu sebesar

Pt+1/Pt) dari waktu ke waktu. Menurut Klosterman (1990), proyeksi

dengan tingkat pertumbuhan yang tetap ini umumnya dapat

diterapkan pada wilayah, di mana pada tahun-tahun awal observasi

pertambahan absolut penduduknya sedikit dan menjadi semakin

banyak pada tahun-tahun akhir.

Model geometric memiliki persamaan umum yaitu sebagai

berikut.

Pt = α +

Persamaan diatas dapat ditransformasi kedalam bentuk linear

melalui aplikasi logaritma,menjadi sebagai berikut :

LogPt = Logα + T.logβ

c. Model Parabolik

Model parabolic seperti model geometric berasumsi bahwa

penduduk suatu daerah tidak tumbuh dalam bentuk linear. Namun

demikian, tidak seperti model geometric (yang berasumsi tingkat

pertumbuhan konstan dari waktu ke waktu), pada model parabolic

tingkat pertumbuhan penduduk dimungkinkan untuk meningkat atau

menurun.

Model ini menggunakan persamaan derajat kedua yang

ditunjukkan sebagai berikut :

122
Pt=α + β1T + β2

Model parabolic memiliki dua koefisien yaitu β1dan β2.β1 adalah

koefisien linear (T) yang menunjukkan pertumbuhan konstan, dan β2

adalah koefisien non-linear yang (T2) yang menyebabkan perubahan

tingkat pertumbuhan. Tanda positif atau negatif pada β 1 dan β2

bervariasi tergantung pada apakah tingkat pertumbuhan tersebut

akan meningkat atau menurun.

Berdasarkan variasi pada tanda β1dan β2, model akan

menghasilkan empat scenariosebagai berikut :

Tabel 8.1 Skenario dalam model Parabolik

β1 β2 Efek Terhadap Pertumbuhan


Penduduk

Pertambahan yang semakin meningkat


Penduduk bertambah Kurva cekung ke
+ + atas (Concave upward)

Pertambahan yang semakin berkurang


Penduduk berkurang Kurva cekung ke
+ - bawah (concave downward)

Pertambahan yang semakin berkurang


Penduduk bertambah Kurva cekung ke
- + atas (Concave upward)

123
Pertambahan yang semakin meningkat
Penduduk berkurang Kurva cekung ke
- - bawah (Concave downward)

Klosterman (1990), menyarankan demographer untuk terlebih dahulu

mencermati (menguji coba) model ini ketika akan diaplikasikan pada suatu

daerah. Menurutnya, meskipun model inibaik untuk daerah dengan

pertumbuhan atau penurunan yang cepat, namun demikian proyeksi jangka

panjang akan menghasilkan angka yang sangat besar atau sangat kecil.

2. Model Komponen Kohor

Model-model ekstrapolasi trend yang didiskusikan diatas mengacu

pada perkiraan penduduk secara agregat, sementara model komponen

kohor mengacu pada perubahan-perubahan komponen penduduk (yaitu

fertilitas, mortalitas dan migrasi) secara terpisah. Penduduk secara

keseluruhan dibagi kedalam beberapa kohor/kelompok umur. Interval (k)

dari kohor ini umumnya dalam satu tahunan (0-1, 1-2, 2-3 dst), lima

tahunan (0-4, 5-9, 10-14 dst),atau 10 tahunan (0-9, 10-19, 20-29.

Selanjutnya, kohor dibagi lagi berdasarkan gender dan etnis.

Pengelompokan penduduk berdasarkan komponen-komponen yang

memengaruhi perubahan penduduk, kelompok umur, gender dan etnis

akan membantu untuk membangun pemahaman yang lebih baik mengenai

dinamika penduduk suatu daerah. Karena ukuran kohor semakin kecil,

maka akan semakin terperinci informasi yang dapat digunakan dalam


124
analisis. Misalnya, bayi dan penduduk umur-umur tua akan memiliki

persentase kematian yang lebih tinggi dibandingkan penduduk usia muda.

Jumlah kelahiran akan bervariasi berdasarkan umurdan etnis dari

penduduk wanita. Demikian juga, migrasi akan bervariasi menurut umur,

genderdan etnis individu.

Persamaan dalam model komponen kohor adalah sebagai berikut :

Pt = ∑(nPk(t)) = ∑(nPk(i-k) – nDTHk(t) + n BIRk(t) + n NMIGk(t))

Di mana:

Pt : Penduduk tahun t pada kohor di interval k

t : Tahun

n : Umur awal dari kohor

k : Jumlah tahun dalam kohor (interval kohor umur)

DTH : Total kematian

IR : Total kelahiran

NMIG : Total migrasi bersih

Karena penduduk kohor n pada tahun sebelumnya (nPk(i-k)) dikurangi

dengan jumlah kematian dalam kohor tersebut (nDTHk(t)) adalah jumlah

penduduk yang bertahan hidup ke kohor n pada tahun t (nCOHk(t)), maka

persamaan dapat ditulis ulang sebagai berikut.

Pt = ∑(nCOHk(t) + n BIRk(t) + n NMIGk(t))

Berikut diberikan perhitungan-perhitungan untuk ketiga komponen

dalam metode ini:

125
a. Mortalitas-Tingkat Survival

Mortalitas dihitung dalam model sebagai jumlah penduduk dalam

kohor tertentu n-k padatahun t-k, yang bertahan hidup ke kohor berikutnya

(n) pada tahun t.

n COHk(t) ( ) n-kSRVk

Di mana:

( ) : Penduduk dari kohor n-k pada tahun t-k

n-kSRVk : Tingkat bertahan hidup (Survival)

b. Kelahiran-Tingkat Fertilitas

Fertilitas adalah jumlah bayi yang dilahirkan wanita usia subur

(biasanya antara 15-44 tahun). Tingkat fertilitas diberikan melalui

persamaan berikut.

nFERk = n BIRk I n P ( )

Di mana :

nFERk : Tingkat fertilitas wanita dalam kohor n dari interval k

n BIRk : Jumlah kelahiran oleh wanita pada kohor n

n P ( ) : Jumlah wanita dalam kohor n

Tingkat fertilitas yang diperoleh dari rumus diatas dapat digunakan

untuk menghitung jumlah kelahiran dalam interval waktu yang sama sesuai

dengan ukuran kohor. Misalnya, jika ukuran kohor adalah lima tahunan (0-

4, 5-9, 10-14), maka proyeksi dapat dilakukan untuk interval lima tahunan

(2005, 2010, 2015).

126
Selanjutnya, jika wanita-wanita pada kohor umur tertentu tidak

memiliki kelahiran, maka untuk keakuratan perhitungan, tingkat fertilitas

perlu disesuaikan.Tingkat fertilitas yang disesuaikan adalah rata-rata dari

dua tingkat fertilitas yang berurutan.

( ) ( )
nAFERk(t) =

BIR = ∑(nAFERk(t).nP ( )

Di mana:

nAFERk(t) : Tingkat fertilitas yang disesuaikan dari wanita dalam

kohor n dengan interval k

Total kelahiran selanjutnya dibagi atas kelahiran bayi laki-laki dan

bayi perempuan berdasarkan sex ratio waktu lahir dari data masa yang

lalu.

c. Migrasi Bersih (Net Migration)

Migrasi bersih adalah perbedaan antara jumlah penduduk yang

masuk denganjumlahpenduduk yang keluar dari suatu daerah, dengan

persamaan sebagai berikut.

∑ ( ) = Pt - ∑(nPk(t-k) – nDTHk + nBIRk)

3. Model Ratio

Menurut Smith, Tayman dan Swanson (2001), model ratio

sebagaimana model ekstrapolasi trend juga didasarkan pada trend masa

lalu. Model ratio menggunakan konsep bahwa penduduk (atau perubahan


127
penduduk) pada suatu wilayah yang lebih kecil (wilayah studi) merupakan

proporsi dari penduduk (perubahan penduduk) dari wilayah yang lebih luas,

atau wilayah basis (base area). Model ini sederhana dan mudah dalam

perhitungannya serta membutuhkan data yang relative lebih sedikit.

Meskipun demikian, model ini membutuhkan proyeksi penduduk dari

wilayah basis tersebut.

Model ratio mencakup model constant share, shift share dan model

share of growth.

a. Model Constant Share

Model ini berasumsi bahwa share penduduk dari daerah studi

merupakan suatu proporsi yang konstan dari daerah basis dan proyeksi

dilakukan berdasarkan proporsi konstan tersebut.

Model disajikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

= ( I )

Di mana:

P: Jumlah penduduk pada daerah studi

Pj :
Penduduk pada daerah basis atau daerah yang lebih luas

yang

didalamnya terdapat daerah studi

I : Tahun terakhir dari observasi

t : Tahun Proyeksi

128
Jika data wilayah studi menunjukkan kecenderungan yang sama

seperti wilayah basis, penggunaan model ini akan menghemat waktu dan

lebih sederhana dalam penerapannya. Namun demikian, jika daerah studi

dan daerah basis memiliki trend pertumbuhan yang berlawanan, artinya

jika daerah studi mengalami penurunan penduduk dan daerah basis

mengalami peningkatan penduduk, atau sebaliknya, proyeksi ini tidak

dapat diaplikasikan.

b. Model Shif Share

Model shift share mencoba mengoreksi kelemahan dari model

constant share dengan memasukkan indeks pergeseran (shift term) untuk

menghitung perubahan share penduduk dari waktu ke waktu. Jika

pertumbuhan daerah studi lebih cepat dari daerah basis maka shift

termakan positif. Sebaliknya jika pertumbuhan daerah studi lebih lambat

dari daerah basis, maka shift term-nya akan negatif.

Persamaan dalam metode ini adalah sebagai berikut.

= [( I )+s]

s = (z I y).[( I )-( I )]

Di mana:

b : Tahun awal observasi

s : Shift term

129
z : Jumlah tahun dalam proyeksi (t-1)

y : Jumlah tahun dalam periode observasi (1-b)

Satu kelemahan utama dari metode ini adalah jika terjadi

pertumbuhan atau pengurangan yang tinggi pada tahun dasar, hal ini dapat

menyebabkan bertambahnya atau berkurangnya penduduk dalam jumlah

yang sangat besar pada tahun proyeksi. Oleh karenanya, penggunaan

metode ini untuk proyeksi penduduk jangka panjang harus dilakukan

secara hati-hati.

c. Metode Share Of Growth

Metode ini menggunakan share dari pertumbuhan penduduk

bukannya share dari jumlah penduduk seperti yang digunakan dua model

ratio sebelumnya. Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa share

pertumbuhan penduduk daerah studi pada periode observasi akan berlaku

sama dalam periode proyeksi.

Model ini disajikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

= +[( - )I( - )].( - )

Metode ini akan lebih tepat diterapkan jika trend pertumbuhan

penduduk pada daerah studi sama dengan trend pertumbuhan pada

daerah basis. Misalnya jika pertumbuhan penduduknya sama-sama

meningkat atau sama-sama menurun.

130
C. Proyeksi Penduduk di Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan jumlah penduduk

Indonesia pada 2045 akan mencapai 319 juta jiwa. Jumlah ini meningkat

52 juta jiwa dibandingkan saat ini sebanyak 267 juta jiwa.

Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan berbagai sarana dan

prasarana untuk mengantisipasi lonjakan penduduk tersebut. Salah

satunya dengan melakukan pendataan kembali yang dilakukan melalui

sensus penduduk pada tanggal 15 februari 2020.

Dari sensus penduduk, BPS bisa memperoleh secara pasti jumlah

penduduk Indonesia untuk tingkat nasional, provinsi, kabupaten,

kecamatan, dan desa/kelurahan. Selain itu, hasil data juga dapat

memperlihatkan distribusi penduduk, terutama di Sumatera dan Jawa.

Data distribusi penduduk ini diperlukan dalam berbagai perencanaan,

salah satunya pangan. Kemudian, BPS juga dapat mengetahui komposisi

perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan (sex ratio). Sex

ratio menjadi keterangan penting untuk membuat piramida penduduk.

Piramida penduduk juga dibentuk berdasarkan jumlah penduduk

tidak produktif umur 14 tahun ke bawah, produktif usia 15-64 tahun, dan

usia 65 tahun ke atas. Piramida penduduk ini akan menentukan rasio

ketergantungan nasional.

131
Selain data individu, BPS juga akan mengumpulkan beberapa

variabel lainnya dalam sensus penduduk, yakni perumahan, seperti

pemakaian listrik dan konsumsi air ledeng atau air sungai.

Hasil survei data individu diperkirakan diperoleh pada Januari 2021.

Setelah itu, BPS masih akan mengambil sampel dari 4,3 juta keluarga.

Survei dengan 90 pertanyaan untuk membuat proyeksi penduduk

Indonesia. Ini penting untuk mengetahui dalam 100 tahun Indonesia

Merdeka pada 2045 harus dipikirkan apa yang akan terjadi, dan harus

dipikirkan mulai dari sekarang.

Masalah ini harus serius ditangani, agar tidak salah dalam mengambil

kebijakan yang berimplikasi luas terhadap anak cucu kita di masa

mendatang.

D. Kegunaan Proyeksi Penduduk

Pada zaman dahulu proyeksi penduduk digunakan untuk

mengestimasi pajak/kekuatan negara, namun pada zaman sekarang

proyeksi digunakan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan

perencanaan pembangunan berbagai bidang.

1) Di bidang pangan yaitu menentukan kebutuhan akan bahan

pangan sesuai dengan gizi serta susunan penduduk menurut

umur.

132
2) Di bidang kesehatan yaitu menentukan jumlah medis, dokter,

obat-obatan tempat tidur di rumah sakit-rumah sakit yang

diperlukan selama periode proyeksi.

3) Di bidang tenaga kerja yaitu menentukan jumlah angkatan

kerja, penyediaan lapangan kerja yang erat hubunganya

dengan proyeksi tentang kemungkinan perencanaan untuk

memperhitungkan perubahan tingkat pendidikan, skilled dan

pengalaman dari tenaga kerja.

4) Di bidang pendidikan yaitu proyeksi penduduk dipakai sebagai

dasar untuk memperkirakan jumlah penduduk usia sekolah,

jumlah murid, jumlah guru gedung-gedung sekolah, pendidikan

pada masa yang akan datang.

5) Di bidang produksi barang dan jasa yaitu dengan proyeksi

angkatan kerja dalam hubunganya dengan data mengenai

produktivitas merupakan dasar estimasi produksi barang-

barang dan jasa dimasa mendatang.

133
134
GLOSARIUM

Abortus : kematian bayi dalam kandungan


dengan umur kehamilan kurang dari 28
minggu.
Angka Fertilitas Umum : adalah banyaknya kelahiran pada suatu
tahun per 1000 penduduk perempuan
berumur 15-49 tahun atau 15-44 tahun
pada pertengahan tahun yang sama.
Angka Kematian Baru Lahir : kematian yang terjadi sebelum bayi
berumur 1 bulan atau 28 hari per 1.000
kelahiran pada periode tertentu.
Angka Melek Huruf : ukuran yang menunjukkan banyaknya
penduduk usia 10 tahun ke atas yang
melek huruf per seribu penduduk berumur
10 tahun ke atas.
Angka Reproduksi Bruto : banyaknya bayi perempuan yang akan
dilahirkan oleh suatu kohor perempuan
selama usia reproduksi mereka.
Angka Reproduksi Neto : angka fertilitas yang telah
memperhitungkan faktor mortalitas.
Canvaser : sensus dengan mendatangi penduduk
untuk diwawancarai berkaitan dengan
demografi, pendidikan, ekonomi, dan lain-
lain.
Case Fatality Rate (CFR) : kematian penderita selama satu periode
karena penyakit tertentu perjumlah
penderita penyakit tersebut yang
mempunyai risiko mati pada periode
yangsama.
Data Primer : data yang diperoleh secara langsung.

135
Data Sekunder : data yang diambil dari sumber resmi
lainnya.
Demografi : merupakan suatu alat untuk mempelajari
perubahan-perubahan kependudukan
dengan data dan statistik
kependudukan.
Emigrasi : perpindahan penduduk yang berpindah
sebuah Negara ke Negara yang lain.
Fecunditas : kemampuan secara potensial seorang
wanita untuk melahirkan anak.
Imigrasi : datangnya penduduk dari sebuah negara
lain ke sebuah Negara.
Indeks Harapan Hidup : merupakan rata-rata perkiraan banyak
tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang
selama hidup.
Indeks Pendidikan : adalah rata-rata lama sekolah dan angka
melek huruf.
Jumlah Penduduk : bertambahnya jumlah penduduk pada
suatu tempat.
Kelahiran (fertilitas) : kelahiran penduduk yang menyangkut
jumlah bayi yang lahir hidup.
Kematian (mortalitas) : dengan tingkat kematian penduduk yang
ada pada suatu daerah/wilayah.
Kependudukan : adalah ilmu yang mempelajari dinamika
kependudukan manusia.
Komutasi : perpindahan penduduk yang sifatnya
sementara dan pada hari yang sama.
Lahir hidup (live birth) : anak yang dilahirkan hidup (menunjukkan
tanda-tanda kehidupan) pada saat
dilahirkan.

136
Lahir mati (still birth) : kelahiran seorang bayi dari kandungan
yang berumur paling sedikit 28 minggu
tanpa menunjukkan tanda-tanda
kehidupan.
Migrasi : perpindahan penduduk dari suatu tempat
ke tempat lain.
Migrasi Bersih (Net Migration) : perbedaan antara jumlah penduduk yang
masuk dengan jumlah penduduk yang
keluar dari suatu daerah.
Mobilitas sosial : suatuperubahan atau pergeseran status
penduduk.
Mobilitas Non-Permanen : pergerakan penduduk yang menetap di
suatu daerah hanya sementara.
Mobilitas Permanen : pergerakan penduduk yang menetap di
suatu daerah yang dituju.
Pure Demography : teknik-teknik untuk menghitung data
kependudukan.
Piramida penduduk : suatu grafik mengenai susunan penduduk
berdasarkan usia pada saat tertentu yang
berbentuk piramida.
Proyeksi penduduk : perhitungan jumlah penduduk (menurut
komposisi umur dan jenis kelamin) di masa
yang akan datang berdasarkan asumsi
arah perkembangan fertilitas, mortalitas
dan migrasi.
Repatriasi : perpindahan penduduk dari negara yang
ditinggalinya dalam waktu sementara dan
kembali ke Negara asalnya.
Remigrasi : perpindahan atau kembalinya penduduk
asing ke negara asalnya.
Sensus de facto : pendataan penduduk yang ditujukan
kepada setiap orang yang bertempat
tinggal di suatu daerah tertentu.

137
Sensus de jure : pendataan penduduk yang hanya ditujukan
kepada setiap orang yang resmi berdomisili
di suatu daerah.
Sterilisasi : ketidakmampuan seorang pria atau wanita
untuk menghasilkan suatu kelahiran.
Sumber data : sebuah data statistik yang dikeluarkan oleh
instansi resmi, pemerintahan, dan juga
badan swasta ataupun perorangan.
Sirkulasi : mobilitas penduduk sementara ada juga
yang melakukannya dengan cara
menginap di tempat tujuan atau sering
disebut mobilitas non permanen musiman.
Transmigrasi : perpindahan penduduk dalam sebuah
negara dari tempat yang berpenduduk
padat ke daerah lain yang berpenduduk
sepi.
Urbanisasi : perpindahan pendudukdalam sebuah
negara dari desa menuju ke kota.

138
DAFTAR PUSTAKA

Abustam, M.I. 1989. Gerak Penduduk dan Perubahan Sosial. Jakarta: UI

Press.

Arifin, Aji. 2016. Geografi Peminatan Ilmu-ilmu Sosial untuk SMA/MA XI.

Surakarta: Mediatama.

Badan Pusat Statistik. 2015. Indeks Pembangunan Manusia. Direktorat

Analisis dan Pengembangan Statistik. www.bps.go.id

Cooper. D dan C. William Emory. 1997. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Daldjoeni, N. 1981. Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka. Bandung:

Alumni.

Isserman, Andrew. 1977. Accuracy of Population Projections for Sub-

county Areas, Journal of American Institute of Planners. Vol 43, pp-

247–59.

Junaidi, Hardiani. 2009. Dasar-Dasar Teori Ekonomi Kependudukan.

Jakarta : HamadaPrima.

Klosterman, Richard E. 1990. Community Analysis and Planning

Techniques. Savage.Rowman & Littlefield.

Lee, E.S. 1984. Suatu Teori Migrasi. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan

Studi Kependudukan UGM.

139
Lembaga Demografi FE UI. 2007. Dasar-dasar Demografi. Jakarta:

Lembaga Penerbit FE UI.

Mantra, I.B. 1985. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Mantra.I B. 2003. Demografi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Marhaeni, A.A.I.N. 2018. Buku Pegangan Pengantar Kependudukan Jilid 1.

Denpasar: CV.Sastra Utama.

Munir, R. 1981. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.

Pardoko. 1987. Mobilitas, Migrasi, dan Urbanisasi. Bandung: Angkasa.

Rusli, S. 1982. Suatu Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES.

Smith, Stanley, Jeff, Tayman, and David, Swanson. 2001. State and Local

Population Projections: Methodology and Analysis. New York:

Kluwer Academic/Plenum Publishers.

Soleha, Siti. 2016. Studi Tentang Dampak Program Keluarga Berencana Di

Desa Bangun Mulya Kabupaten Penajam Paser Utara. eJournal Ilmu

Pemerintahan.

Tim Kompre Angkatan 51 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. 2012. Modul

Kompre Statistik Kependudukan. Jakarta.

UNDP. 2007. United Nations Development Programme: Indonesia.


www.undp.or.id.
UNDP. 1990. Global Human Development Report. www.undp.or.id.

140
TENTANG PENULIS

Dr. Rahcmad Budi Suharto, S.E., S.H.,


M.Si., kelahiran Samarinda, 8 November
1980. Menamatkan studi S-3 Doktoral Ilmu
Ekonomi pada Universitas Hasanuddin
Makassar (2011). Sejak tahun 2005
menjadi dosen tetap di Fakultas Ekonomi dan Program
Pascasarjana Universitas Mulawarman Samarinda.

141
142
Dasar-Dasar Teori
Ekonomi Kependudukan

JUNAIDI
HARDIANI

Hamada Prima
2009
DASAR-DASAR TEORI
EKONOMI KEPENDUDUKAN
Untuk anak-anak kami: Wawa, Ikra dan Dila
Teruslah belajar, karena kehidupan juga terus bergulir
dengan segala tantangannya.
DASAR-DASAR TEORI
EKONOMI KEPENDUDUKAN

JUNAIDI
HARDIANI

Hamada Prima
2009
Judul : DASAR-DASAR TEORI EKONOMI
KEPENDUDUKAN
Penulis : Junaidi
Hardiani
Setting & Layout : Junaidi
ISBN : 978-979-19971-2-6

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


Diterbitkan oleh : HAMADA PRIMA

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian


atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik
maupun mekanik, termasuk memfotocopi, merekam, atau menggunakan
sistem penyimpanan lainnya tanpa seizin penerbit.
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala atas terbitnya


buku Dasar-Dasar Teori Ekonomi Kependudukan ini. Buku ini ditulis
berdasarkan pengalaman penulis mengajar mata kuliah Ekonomi
Kependudukan pada Fakultas Ekonomi Universitas Jambi.

Ekonomi Kependudukan merupakan salah satu mata kuliah yang


diberikan di jenjang Strata Satu (S1) pada sebagian Fakultas Ekonomi di
Indonesia khususnya di Departemen/Jurusan Ilmu Ekonomi. Mata
kuliah ini bertujuan agar mahasiswa mampu menjelaskan fenomena
kependudukan dengan menggunakan analisis teori ekonomi.

Tujuan mata kuliah ini dapat dicapai dengan dukungan literatur


atau bahan ajar yang komprehensif dan lebih aplikatif. Namun demikian,
karena masih terbatasnya literatur di bidang ekonomi kependudukan
menjadi kendala bagi sebagian besar mahasiswa untuk mendalami mata
kuliah ini.

Berdasarkan hal tersebut, dengan memaksakan segala keterba-


tasan yang penulis miliki, akhirnya buku ini dapat juga diselesaikan.
Dengan harapan mudah-mudahan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami mata kuliah Ekonomi Kependudukan. Dengan harapan juga
mudah-mudahan dapat menjadi inspirasi bagi rekan-rekan yang memiliki
minat yang sama untuk lebih mengembangkan literatur dan bahan ajar
yang jauh lebih komprehensif dan aplikatif dibandingkan buku ini.

Sebagai catatan, dapat penulis sampaikan bahwa pendekatan


ekonomi untuk menjelaskan dinamika penduduk pada dasarnya dapat
menggunakan pendekatan mikro ekonomi maupun makro ekonomi.
Namun demikian, buku ini lebih difokuskan pada pendekatan makro
vi

ekonomi dalam menjelaskan dinamika penduduk. Mudah-mudahan pada


kesempatan berikutnya, kajian ekonomi mikro dari dinamika penduduk
dapat kami susun sebagai pendamping buku ini.

Akhirnya, dengan diterbitkannya buku ini, penulis menyampai-


kan terima kasih pada semua pihak yang telah memberikan perhatian,
partisipasi dan dorongan sehingga buku ini dapat tersusun.

Jambi, Agustus 2009

Penulis
vii

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................... .v


DAFTAR ISI ................................................................................. ......vii
DAFTAR TABEL ........................................................................... ......x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... ......xi

BAB I. KONSEP DASAR EKONOMI KEPENDUDUKAN


1.1. Pengertian Demografi ............................................................. 1
1.2. Demografi Formal Versus Demografi Sosial ........................... 4
1.3. Pengertian Ekonomi Kependudukan ...................................... 7

BAB II. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN


MODEL TRANSISI DEMOGRAFI
2.1. Kependudukan Dunia .......................................................... 12
2.2. Kependudukan Indonesia .................................................... .15
2.3. Model Transisi Demografi ................................................... .18

BAB III. PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN EKONOMI


3.1. Teori Pre Malthusian ............................................................ 28
3.2. Teori Malthus ....................................................................... 30
3.3. Aliran Sosialis ....................................................................... 40
3.4. Teori-Teori Lain di Era Modern ........................................... 41
3.5. Posisi Penduduk dalam Berbagai Teori Pertumbuhan
Ekonomi ............................................................................... 49
3.6. Pembangunan Berwawasan Kependudukan ......................... 56
viii

BAB IV. FERTILITAS DAN PEMBANGUNAN


4.1. Pengertian dan Pengukuran Fertilitas .................................... 59
4.2. Kerangka Dasar Analisis Fertilitas ........................................ 68
4.3. Fertilitas dan Pembangunan: Kajian Empiris ........................ 71

BAB V. MORTALITAS, MORBIDITAS DAN PEMBANGUNAN


5.1. Pengertian dan Istilah Dasar…………................................... 77
5.2. Ukuran-Ukuran Mortalitas ………….. .................................. 78
5.3. Ukuran-Ukuran Morbiditas………….. .................................. 81
5.4. Teori Transisi Epidemiologi………….. ................................. 82
5.5. Keterkaitan Derajat Kesehatan dengan Pertumbuhan
Ekonomi………….. ............................................................... 87

BAB VI. MOBILITAS PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN


6.1. Pengertian dan Pengukuran Mobilitas Penduduk .................. 91
6.2. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan……......................... 96

BAB VII. ISU-ISU KEPENDUDUKAN TERKINI:


Indikator Kualitas Penduduk
7.1. Pengertian Kualitas Penduduk …………….. ....................... 111
7.2. Indikator-Indikator Kualitas Penduduk…….. ..................... 113

BAB VIII. ISU-ISU KEPENDUDUKAN TERKINI:


Ketimpangan Gender
8.1. Pengertian Gender …………….. ......................................... 123
8.2. Diferensiasi Gender …….. .................................................. 124
8.3. Gender dalam Dunia Kerja ….. .......................................... 128
ix

BAB IX. ISU-ISU KEPENDUDUKAN TERKINI:


Penuaan Penduduk
9.1. Batasan Lanjut Usia dan Pengertian Penuaan
Penduduk…………….. ....................................................... 133
9.2. Dampak Penuaan Penduduk di Negara-Negara Maju ….. .. 136
9.3. Dampak Penuaan Penduduk di Negara-Negara
Berkembang ….. ................................................................. 138

DAFTAR BACAAN
x

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1.1 Tipe Studi Demografi dan Studi Kependudukan 6


Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Dunia (Juta Jiwa) 13
Tabel 2.2. Sebaran Penduduk Dunia pada Tahun 2005 (Juta 14
Jiwa)
Tabel 2.3. Perkembangan Penduduk Indonesia 16
Tabel 2.4. Sebaran dan Kepadatan Penduduk Indonesia 17
Berdasarkan Pulau Tahun 2005
Tabel 4.1. Contoh Perhitungan ASFR Propinsi A Tahun 2005 64
Tabel 4.2. Contoh Perhitungan GRR Propinsi A Tahun 2005 66
Tabel 4.3. Contoh Perhitungan NRR Propinsi A Tahun 2005 67
Tabel 5.1. Contoh Perhitungan ASDR Propinsi A Tahun 2005 80
Tabel 7.2. Perkembangan HDI Indonesia Berdasarkan 119
Propinsi Selama Tahun 1999 - 2005
Tabel 9.1. Kriteria Penduduk Tua, Dewasa dan Muda 136
xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gbr. 1.1. Skema Studi Kependudukan 7

Gbr. 2.1. Model Dasar Transisi Demografi 20

Gbr. 2.2. Pengembangan Model Dasar Transisi Demografi 23

Gbr. 3.1. Jebakan Kependudukan Malthus 32

Gbr. 3.2. Dampak Teknologi Terhadap Jebakan Kependu- 38


dukan Malthus

Gbr. 3.3. Penduduk Optimal 42

Gbr. 4.1. Kerangka Dasar Analisis Fertilitas 70

Gbr. 4.2. Hubungan Antara Fertilitas dan TPAK Wanita 74

Gbr. 5.1. Model Transisi Epidemiologi (Klasik dan 84


Dipercepat)

Gbr. 5.2. Model Transisi Epidemiologi (Tertunda dan 86


Transisi)

Gbr. 5.3. Keterkaitan Kesehatan terhadap Pertumbuhan 88


Ekonomi

Gbr. 6.1. Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk 93

Gbr. 6.2. Faktor Daerah Asal dan Daerah Tujuan serta 98


Penghalang Antara dalam Migrasi
Gbr. 6.3. Model Migrasi Lewis-Fei-Ranis 101
xii
BAB

1
KONSEP DASAR
EKONOMI KEPENDUDUKAN

Bab ini akan memberikan pemahaman dan penjelasan konsep


dasar ekonomi kependudukan yang dikaitkan dengan ilmu dasarnya
yaitu demografi serta posisi ekonomi kependudukan terhadap bagian-
bagian dari studi kependudukan lainnya.

1.1. Pengertian Demografi


Demografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
demos yang artinya penduduk dan graphein yang artinya menggambar
atau menulis. Dengan demikian, demografi menurut kata asalnya berarti
tulisan-tulisan atau karangan-karangan tentang penduduk. Penduduk
dalam hal ini diartikan sebagai orang dalam matranya sebagai diri
pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan
himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas
wilayah negara pada waktu tertentu.
Ekonomi Kependudukan 2

Istilah Demografi pertama kali digunakan oleh Achille Guillard


pada tahun 1885 dalam karyanya “Elements de Statistique Humanie, ou
Demographic Comparee” atau “Elements of Human Statistics or
Comparatives Demography”. Guilard mendefinisikan demografi sebagai
ilmu yang mempelajari segala sesuatu dari keadaan dan sikap manusia
yang dapat diukur yaitu meliputi perubahan secara umum, fisik,
peradaban, intelektualitas, dan kondisi moral.

Dalam perkembangannya, berbagai definisi demografi telah


dikemukakan diantaranya:

1. Ilmu yg mempelajari jumlah, persebaran, teritorial, komposisi


penduduk, dan perubahan serta sebab-sebabnya yang biasa timbul
karena natalitas, mortalitas, migrasi, dan mobilitas sosial.
(Hauser & . Duncan, 1959).

2. Demografi terkait dengan tiga tugas utama: menentukan jumlah,


karakteristik dan distribusi penduduk dalam suatu wilayah
tertentu; menentukan perubahan dalam jumlah, karakteristik dan
distribusi dari waktu ke waktu; dan menjelaskan faktor-faktor
utama dari perubahan tersebut (Mayer, 1962)

3. Demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistik dan


matematik tentang besar, komposisi dan distribusi spasial dari
penduduk dan perubahan-perubahan aspek tersebut sepanjang
masa, melalui berprosesnya lima komponen yaitu (1) kelahiran
(fertilitas); (2) kematian (mortalitas); (3) perkawinan; (4)
migrasi; dan (5) mobilitas sosial. (Bogue,1969)

4. Penduduk adalah hasil tingkat kelahiran, tingkat migrasi dan


tingkat kematian. Demografi adalah studi tentang sifat dan
interaksi ketiga tingkat tersebut, serta pengaruh perubahan
Bab 1. Konsep Dasar Ekonomi Kependudukan 3

ketiganya terhadap komposisi dan pertumbuhan penduduk


(Hawthorn, 1970)

5. Ilmu yang mempelajari penduduk suatu wilayah dari segi jumlah,


struktur (komposisi) dan perkembangannya (perubahannya),
Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982).

Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa


demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah.
Struktur penduduk meliputi jumlah, penyebaran dan komposisi
penduduk. Struktur penduduk ini selalu berubah-ubah, dan perubahan
tersebut disebabkan karena proses demografi, yaitu kelahiran, kematian
dan migrasi penduduk.

Perhatian tentang masalah penduduk telah lama dilakukan oleh


para cendekiawan sejak para filosof China, Plato, Aristotle dari Yunani,
Ibn Khaldun dari Arab. Namun demikian, penelitian empirik tentang
data demografi baru dilakukan pada abad 17. John Graunt, seorang
pedagang di London, menganalisis data kelahiran dan kematian yang
diperoleh dari catatan kematian (bills of mortality) yang setiap minggu
diterbitkan oleh petugas gereja. Graunt merumuskan “hukum-hukum”
tentang pertumbuhan penduduk melalui karyanya Natural and Political
Observations, Made Upon the Bills of Mortality yang diterbitkan pada tahun
1662. Berdasarkan usaha dan karya John Graunt tersebut, dia dianggap
sebagai Bapak Demografi.

Kemudian pada abad 18, Malthus merumuskan teori


pertumbuhan penduduk dalam karyanya Essay on the Principle of
Population pada tahun 1798. Malthus mengemukakan proposisi dasar
tentang manusia dan sumberdaya. Penduduk bila tidak dicegah akan
mengalami kenaikan secara geometrik (1,2,4,8,16,32) sedangkan
penghidupan (means of subsistence) hanya naik dalam rasio aritmatik
(1,2,3,4,5,6,7), (Kammeyer, 1971).
Ekonomi Kependudukan 4

Pemikiran Malthus telah mempengaruhi perkembangan


demografi modern yang ilmiah. Oleh karenanya Thompson dan Lewis
(1965) menyatakan Malthus sebagai “ …the real father of modern population
study…”. Thomlinson (1976) juga mengemukakan bahwa “jika Graunt
dapat disebut bapak demografi, maka Malthus dapat disebut ahli pertama
dalam bidang tersebut”

1.2. Demografi Formal Versus Demografi Sosial/


Studi Kependudukan
Demografi dapat dibedakan atas: (1) Demografi formal (Formal
Demography/Pure Demography) dan (2) Demografi Sosial (Social
Demography). (Bogue, 1969). Demografi formal memberikan berbagai
teknik-teknik untuk menghitung angka-angka demografi dan memberikan
penafsiran yang lebih mendalam terhadap data yang telah dikumpulkan
oleh statistik penduduk. Dengan teknik-teknik dan pemahaman tentang
hubungan-hubungan antar unsur-unsur demografi (kelahiran, kematian,
migrasi dan sebagainya) dapat dibuat perkiraan-perkiraan jumlah
penduduk untuk masa yang akan datang (forward projection) dan juga
untuk masa yang lalu (backward projection). Demografer terutama
tertarik pada pertumbuhan penduduk dan reproduksi dari sudut pandang
matematik dan penaksiran tidak langsung (quasi-actuarial) dalam
studinya mengenai perubahan komponen tersebut.

Demografi Sosial, atau sering dikenal dengan studi


kependudukan, dipandang sebagai suatu istilah yang lebih luas,
mencakup tidak hanya apa yang dikemukakan demografi, tetapi juga
studi yang “kurang matematis” dari komposisi dan distribusi penduduk.
Studi kependudukan ini adalah suatu studi yang berusaha mengaitkan
antara unsur/variabel demografi dengan variabel-variabel non-demografi.
Bab 1. Konsep Dasar Ekonomi Kependudukan 5

Dengan kata lain, untuk memahami karakteristik penduduk suatu


wilayah, faktor-faktor non-demografipun (seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, agama serta lingkungan penduduk tersebut) ikut
dipertimbangkan. Misalnya, tinggi rendahnya fertilitas di suatu daerah
tidak hanya ditentukan oleh jumlah wanita dalam usia subur, tetapi juga
ditentukan oleh budaya masyarakat tentang idealnya punya anak lengkap
(laki-laki dan perempuan),

Demografi pada awalnya dianggap sebagai suatu bagian dari


studi kependudukan yaitu sebagai bagian dari pembahasan studi
kependudukan secara lebih matematis. Namun demikian, tulisan-tulisan,
artikel dan buku-buku menggunakan istilah studi kependudukan dan
istilah demografi, dimana penggunaan kedua istilah tersebut sering saling
dipertukarkan. Kemungkinan percampuran dari terminologi ini didorong
oleh penggunaan matematik yang lebih luas dalam semua cabang ilmu
sosial dan melalui temuan bahwa proses vital berhubungan erat dengan
komposisi penduduk dan juga dengan ilmu-ilmu sosial umumnya.

Studi kependudukan adalah suatu disiplin, suatu antar disiplin,


dan suatu subdisiplin. Sebagai suatu disiplin adalah jelas karena dalam
studi kependudukan terdapat struktur saling keterkaitan antara konsep,
teknik, journal, bagian lembaga atau organisasi (departement) dan
asosiasi profesional. Studi kependudukan juga bidang antar disiplin
karena pokok bahasan dan metodenya berasal dari berbagai disiplin,
termasuk ilmu sosiologi, ekonomi, biologi, geografi, sejarah dan
kesehatan. Studi kependudukan juga dipandang sebagai suatu subdisiplin
dalam beberapa disiplin utama ini. Di banyak universitas, mata pelajaran
kependudukan diberikan dalam kurikulum sosiologi, mungkin karena
fenomena penduduk selama ini memiliki keterkaitan dengan proses
sosial. (McFall,2003)
Ekonomi Kependudukan 6

Studi kependudukan dapat pula dibagi menjadi dua tipe. Tipe


pertama menjadikan variabel non-demografi sebagai variabel bebas dan
variabel demografi sebagai variabel terikat. Tipe kedua menjadikan
variabel non-demografi sebagai variabel terikat dan variabel demografi
sebagai variabel bebas.

Untuk membedakan antara demografi, studi kependudukan tipe


pertama dan tipe kedua dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1. Tipe Studi Demografi dan Studi Kependudukan

Tipe Studi Variabel Bebas Variabel Terikat


Demografi Variabel demografis Variabel demografis
formal Komposisi umur Tingkat kelahiran
(contoh) Tingkat kelahiran Komposisi umur

Studi Var.Non Demografis Variabel Demografis


Kependudukan Faktor sosiologis (misal: Migrasi keluar
(Contoh tipe I) kelas sosial)
Faktor ekonomi (misal:
kesempatan kerja)
Studi Variabel demografis Var.Non Demografis
Kependudukan Tingkat kelahiran Kebutuhan pangan
(Contoh tipe II) Migrasi masuk Kemiskinan
Tingkat kematian Pertumbuhan
Ekonomi
(Sumber: Kemmeyer, KCW, 1971)

Selanjutnya, variabel non-demografis ini dapat berasal dari


berbagai disiplin ilmu. Mengaitkan variabel dari disiplin ilmu sosiologi
dengan demografi akan melahirkan studi sosiologi kependudukan,
mengaitkan variabel dari disiplin ilmu psikologi dengan variabel
demografi akan melahirkan studi psikologi kependudukan, mengaitkan
Bab 1. Konsep Dasar Ekonomi Kependudukan 7

variabel ekonomi dengan variabel demografi akan melahirkan studi


ekonomi kependudukan, dan seterusnya.

Gambar berikut memberikan skema studi kependudukan


tersebut:

Gambar 1.1. Skema Studi Kependudukan

D
E S
E M O
K Ekonomi O Sosiologi S
O Kependu- G Kependu- I
N dukan R dukan O
O A L
M F O
I I G
I
Psikologi
Kependudukan

PSIKOLOGI

1.3. Pengertian Ekonomi Kependudukan


Terdapat dua aspek pengertian ekonomi kependudukan (Ananta,
A, dkk, 1986). Pertama, ekonomi kependudukan pada prinsipnya adalah
ilmu yang mengkaji keterkaitan antara variabel ekonomi dengan variabel
demografi, (sebagaimana yang telah dinyatakan pada sub bab 1.2.)
Ekonomi Kependudukan 8

Dalam pengertian ini ekonomi kependudukan adalah ilmu yang


mengkaji tentang bagaimana dampak perekonomian terhadap dinamika
penduduk dan dampak dinamika penduduk terhadap perekonomian.
Kedua, ekonomi kependudukan adalah ilmu yang menganalisis dinamika
penduduk dengan menggunakan teori, pendekatan dan alat analisis
ekonomi. Pengertian dinamika penduduk mencakup perubahan jumlah,
struktur dan persebaran penduduk yang diakibatkan oleh variabel
fertilitas, mobilitas dan mortalitas.

Dalam pengertian pe rt ama , pa da pr i n s i p ny a ekonomi


kependudukan mengkaji tentang posisi penduduk dalam pembangunan
ekonomi. Dalam konteks ini, penduduk dapat diposisikan sebagai pelaku
(input produksi) pada proses pembangunan dan sebagai penikmat
(konsumen) dari output (hasil-hasil) pembangunan.

Sebagai input produksi, penduduk merupakan penyedia tenaga


kerja dalam proses pembangunan ekonomi. Perubahan-perubahan dalam
variabel demografi (fertilitas, mortalitas, migrasi) akan mempengaruhi
perubahan-perubahan kuantitas, kualitas dan sebaran tenaga kerja. Pada
tahap selanjutnya perubahan-perubahan kuantitas, kualitas dan sebaran
tenaga kerja akan mempengaruhi pembangunan ekonomi. Dalam
konteks ini dapat dikemukakan bahwa analisis ekonomi ketenagakerjaan
pada dasarnya merupakan bagian dari ekonomi kependudukan.

Dalam posisi penduduk sebagai penikmat hasil-hasil


pembangunan, kajian ekonomi kependudukan dapat dibedakan atas:

1. Kajian tentang dampak pembangunan ekonomi dan


perubahan-perubahan sumberdaya alam/ekonomi terhadap
dinamika penduduk (perubahan-perubahan jumlah, struktur
dan persebaran penduduk).
Bab 1. Konsep Dasar Ekonomi Kependudukan 9

Dalam perkembangannya, khususnya kajian ekonomi


terhadap terbatasnya sumberdaya alam jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, kemudian
lebih banyak dibahas dalam ekonomi lingkungan.

2. Kajian mengenai dampak pembangunan ekonomi terhadap


karakteristik ekonomi penduduk. Persoalan-persoalan seperti
kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan dan
sebagainya pada awalnya juga merupakan kajian ekonomi
kependudukan. Namun demikian, kajian-kajian tersebut
kemudian terus berkembang sampai akhirnya muncul sebuah
kajian tersendiri yang dinamakan dengan ekonomi
pembangunan (development e conomics) .

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pada pengertian


pertama, ekonomi kependudukan pada dasarnya mencakup topik-topik
yang dibahas dalam ekonomi ketenagakerjaan, ekonomi lingkungan dan
ekonomi pembangunan. Namun karena kajian tentang ekonomi
ketenagakerjaan, ekonomi lingkungan dan ekonomi pembangunan
sudah berkembang demikian pesatnya, maka topik-topik yang dibahas
dalam ekonomi kependudukan menjadi lebih spesifik ke arah variabel
dinamika penduduk yaitu fertilitas, mortalitas, migrasi, penuaan
penduduk dan sebagainya.

Hal ini dapat dilihat berbagai topik-topik yang diangkat dalam


penelitian ekonomi kependudukan belakangan ini. Diantaranya adalah:
(1) dampak ekonomi terhadap penurunan mortalitas dan fertilitas; (2)
penyebab dan konsekuensi dari penurunan kelahiran dan dampak dari
perubahan struktur umur dan komposisi demografi terhadap
perekonomian; (3) keterkaitan antara siklus perekonomian dan
perkawinan, fertilitas, mortalitas dan migrasi, dan (4) berbagai studi
Ekonomi Kependudukan 10

mengenai keluarga dan pasar kerja, pola migrasi, isu-isu kematian dan
kesehatan.

Pada pengertian kedua, penduduk tidak hanya sebagai bagian


pasif dari analisis ekonomi melainkan sebagai subyek yang dikaji dengan
menggunakan peralatan ekonomi. Dalam pengertian kedua ini, ekonomi
kependudukan menganalisis dinamika penduduk dengan menggunakan
peralatan ekonomi. Misalnya kajian fertilitas melalui analisis
permintaan dan penawaran dengan memanfaatkan diantaranya konsep
ekonomi tentang marginal utility dan marginal cost. Misalnya juga
kajian mortalitas melalui kajian-kajian ekonomi kesehatan dengan
memanfaatkan konsep benefit-cost ratio.
BAB

2
SEJARAH PERKEMBANGAN
PENDUDUK
DAN MODEL TRANSISI DEMOGRAFI

Perhatian dan penelaahan tentang jumlah dan perkembangan


penduduk secara global merupakan usaha yang sebenarnya baru meluas
pada abad 20. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa pemahaman
informasi dasar dalam sumberdaya manusia akan lebih bermanfaat bila
disertai dengan apa yang telah terjadi pada masa lalu, masa kini dan
masa mendatang.

Pada bab ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan


penduduk dunia dan Indonesia yang merefleksikan keadaan masa lalu
sebagai cikal bakal lahirnya sumberdaya manusia masa kini. Dengan
demikian diharapkan akan dapat disusun proyeksi masa depan yang lebih
baik dalam kerangka perencanaan untuk mengantisipasi berbagai
dampak yang terjadi sebagai akibat pertumbuhan penduduk tersebut.
Selanjutnya, pada bab ini juga akan dibahas mengenai teori transisi
demografi yang memiliki keterkaitan erat dengan sejarah perkembangan
penduduk tersebut.
Ekonomi Kependudukan 12

2.1. Kependudukan Dunia


2.1.1. Sejarah Pertumbuhan Penduduk Dunia

Manusia diperkirakan sudah ada di dunia kira-kira dua juta tahun


yang lalu. Pada waktu itu jumlahnya masih sangat sedikit. Bahkan pada
10.000 tahun sebelum masehi, diperkirakan jumlah penduduk dunia
tidak lebih dari 5 juta jiwa. Namun demikian, pada tahun pertama
Masehi, jumlahnya telah berkembang hampir mencapai 250 juta jiwa.
Dari tahun pertama Masehi, sampai kepada masa permulaan revolusi
industri sekitar tahun 1750, populasi dunia telah meningkat tiga kali lipat
menjadi 728 juta jiwa. Selama 200 tahun berikutnya (1750 – 1950)
tambahan penduduk sebanyak 1,7 milyar jiwa. Tetapi dalam 25 tahun
berikutnya (1950 – 1975), bertambah lagi 1,5 milyar jiwa, sehingga pada
akhir tahun 1975 jumlah penduduk dunia telah mencapai hampir 4
milyar jiwa.

Pada tahun 1986, populasi dunia sudah mendekati angka 5 milyar,


dan kemudian tepat pada tanggal 11 Juli 1987 diperingati secara simbolis
dengan kelahiran salah satu bayi di negara Yugoslavia tepat pada tanggal
11 Juli 1987. Selanjutnya, pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia
sudah mencapai angka 6,45 milyar.

Berdasarkan pertambahan absolut populasi dunia ini, dapat


dikemukakan bahwa sejak tahun 1650 Masehi sampai tahun 2005
Masehi, pertambahan penduduk dunia persatuan waktu adalah sebanyak
15,69 juta orang pertahun atau 1,31 juta orang perbulan atau 43,6 ribu
orang perhari atau 1.816 orang perjam atau 30 orang permenit.
Berdasarkan tingkat pertumbuhan (dalam persentase), dari tabel 2.1.
terlihat bahwa pada awalnya populasi manusia berkembang setiap tahun
dengan tingkat pertumbuhan hampir nol, yaitu hanya 0,002 persen. Pada
tahun 1750 tingkat pertumbuhan penduduk menjadi lebih cepat sampai
Bab 2. Sejarah Perkembangan Penduduk dan Model Transisi Demografi 13

150 kali dari 0,002 persen menjadi 0,29 persen pertahun. Pada tahun
1950, tingkat pertumbuhan ini lebih cepat lagi, yaitu mencapai tiga kali
lipat, menjadi hampir 1 persen pertahun.

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Dunia (Juta Jiwa)

Pertumbuhan
Tahun Populasi
pertahun (%)
10.000 th sebelum masehi 5 0,002*
Tahun pertama setelah masehi 250 0,04
Tahun 1650 545 0,05
Tahun 1750 728 0,29
Tahun 1800 906 0,44
Tahun 1850 1171 0,51
Tahun 1900 1608 0,64
Tahun 1950 2486 0,88
Tahun 1970 3632 1,91
Tahun 1975 3978 1,84
Tahun 1986 4942 1,99
11/7/1987 5000 -
Tahun 2000 6057 1,58**
Tahun 2005 6477 1,35
Keterangan : * = pertumbuhan dari permulaan adanya manusia
** = pertumbuhan dari 1986-2000
Sumber : Duran (1967), Todaro (1983), UN (2001), PRB (2005)

Setelah tahun 1950, tingkat pertumbuhan penduduk ini terus


mengalami peningkatan. Dari tahun 1950 sampai ke tahun 1986, rata-
rata pertumbuhan penduduk dunia sudah mendekati angka 2 persen
pertahun. Meskipun demikian, dari tahun 1986 sampai pada periode-
periode berikutnya tingkat pertumbuhan penduduk dunia terus
Ekonomi Kependudukan 14

mengalami penurunan. Pada periode tahun 2000 – 2005, pertumbuhan


penduduk dunia sebesar 1,35 persen pertahun.

2.1.2. Persebaran Penduduk Dunia


Dari jumlah penduduk yang ada pada tahun 2005 yaitu sebanyak
6,48 milyar, lebih separuhnya (60,52 persennya atau 3,9 milyar) berada
di Benua Asia. Sisanya dari jumlah penduduk dunia tersebut tersebar di
Benua Afrika (906 juta atau 13,99 persen), Benua Amerika (888 juta atau
13,71 persen), Benua Eropa (730 juta atau 11,27) dan Oceania (33 juta
atau 0,51 persen).

Tabel 2.2. Sebaran Penduduk Dunia pada Tahun 2005 (Juta Jiwa)

Penduduk Jumlah %
Dunia 6477 100.00
Benua
Afrika 906 13.99
Amerika 888 13.71
Asia 3920 60.52
Eropa 730 11.27
Ocenia 33 0.51
Kategori Pembangunan
Negara Maju 1211 18.70
Negara Berkembang 5266 81.30
Sumber: PRB,2005

Selanjutnya jika dilihat dari sebarannya berdasarkan kategori


kemajuan pembangunan suatu negara, dari total penduduk dunia
Bab 2. Sejarah Perkembangan Penduduk dan Model Transisi Demografi 15

sebanyak 5,27 milyar (81,30 persen) berada di negara-negara sedang


berkembang dan sisanya sebanyak 1,21 milyar (18,70 persen) berada di
negara-negara maju.

2.2. Kependudukan Indonesia


2.2.1. Sejarah Pertumbuhan Penduduk Indonesia

Sebelum abad 19, data statistik mengenai penduduk di Indonesia


masih relatif belum lengkap, karena belum adanya pencacahan jiwa
berupa sensus. Perkiraan-perkiraan yang dibuat oleh para ahli demografi
mengenai jumlah penduduk di Indonesia terutama untuk Pulau
Jawa/Madura pada masa-masa tersebut hanya didasarkan pada berbagai
catatan administrasi dari penguasa penjajah.

Catatan yang relatif lebih cermat mengenai jumlah penduduk di


Indonesia baru dapat diperoleh pada tahun 1930, melalui pelaksanaan
Sensus Penduduk. Dari SP 1930 tersebut, jumlah penduduk di Indonesia
diperkirakan sebanyak 60,7 juta jiwa. Periode berikutnya, sensus baru
dilaksanakan pada tahun 1961. Berdasarkan sensus ini, jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 97,0 juta.

Setelah tahun 1961 ini, pencacahan penduduk telah dilaksanakan


secara lebih teratur dengan cakupan wilayah yang sudah relatif lengkap,
baik melalui Sensus Penduduk maupun melalui SUPAS (Survai
Penduduk Antar Sensus). Berdasarkan pencacahan tersebut, pada tahun
1971 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 119,2 juta jiwa, kemudian
bertambah menjadi 147,5 juta pada tahun 1980, menjadi 179,4 juta pada
tahun 1990, bertambah lagi menjadi 206,3 juta pada tahun 2000 dan
213,4 juta pada tahun 2005.
Ekonomi Kependudukan 16

Dari perkembangan pertumbuhan penduduk Indonesia ini


memperlihatkan bahwa secara umum angka pertumbuhan penduduk
Indonesia masih relatif tinggi diatas rata-rata pertumbuhan penduduk
dunia. Dari kecenderungan tingkat pertumbuhan penduduknya
menunjukkan bahwa dari tahun 1930 sampai tahun 1980 terlihat
kecenderungan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, tetapi setelah
tahun 1980 telah terjadi penurunan tingkat pertumbuhan yang cukup
berarti. Selama periode 1930 – 1961 tingkat pertumbuhan penduduk
Indonesia sebesar 1,51 persen pertahun. Mengalami peningkatan menjadi
2,08 persen pertahun pada periode 1961-1971. Selama periode 1971-1980
tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia kembali meningkat menjadi
2,40 persen pertahun. Namun demikian, pada periode 1980 – 1990
tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami penurunan
menjadi 1,98 persen pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk
Indonesia kembali mengalami penurunan menjadi 1,35 persen pertahun
pada periode 1990-2000, dan 1,31 persen pertahun pada periode 2000 –
2005.

Tabel 2.3. Perkembangan Penduduk Indonesia

Pertumbuhan/tahun
Tahun Jumlah (000.000)
(%)
1930 60,9
1961 97,0 1.51
1971 119,2 2.08
1980 147,5 2.40
1990 179,4 1.98
2000 205,1 1.35
2005 218,9 1.31
Sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com (data diolah)
Bab 2. Sejarah Perkembangan Penduduk dan Model Transisi Demografi 17

Dari pertambahan absolut penduduk Indonesia selama tahun


1930 sampai tahun 2005 ini, dapat diringkaskan pertambahan penduduk
persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun lahir = 2.106.667 orang
pertahun atau, 175.556 orang perbulan atau 5.852 orang perhari atau 244
orang perjam atau 4 orang permenit.

2.2.2. Persebaran Penduduk Indonesia

Berdasarkan SUPAS 2005, terlihat bahwa dari jumlah penduduk


yang ada pada tahun 2005 yaitu sebanyak 218,9 juta, lebih separuhnya
(58,70 persennya atau 128,5 juta) berada di Pulau Jawa dan Bali.
Meskipun luas Pulau Jawa-Bali hanya 7,04 persen dari total wilayah
Indonesia.

Tabel 2.4. Sebaran dan Kepadatan Penduduk Indonesia Berdasarkan


Pulau Tahun 2005

Luas Wilayah Penduduk Jiwa per


Pulau
Km2 % Juta Jiwa % Km2
Jawa Bali 133.202 7.04 128.5 58.70 965
Sumatera 480.847 25.43 46 21.01 96
Kalimantan 574.194 30.37 12.1 5.53 21
Sulawesi 191.671 10.14 15.8 7.22 82
Pulau Lainnya 510.840 27.02 16.5 7.54 32
Indonesia 1.890.754 100 218.9 100 116
Sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com (data diolah)

Sisanya dari jumlah penduduk tersebut tersebar di Pulau


Sumatera (46,0 juta atau 21,01 persen), Pulau Kalimantan (5,53 persen
Ekonomi Kependudukan 18

atau 12,1 juta), Pulau Sulawesi (7,22 persen atau 15,8 juta), dan pulau-
pulau lainnya (7,54 persen atau 16,5 juta).

Tingginya konsentrasi penduduk di Pulau Jawa-Bali


menyebabkan tingkat kepadatan penduduk pulau ini jauh lebih tinggi
dibandingkan pulau-pulau lainnya. Tingkat kepadatan penduduk di
Pulau Jawa-Bali pada tahun 2005 mencapai 965 jiwa per km2, sedangkan
di pulau-pulau lainnya hanya berada pada kisaran dibawah 100 jiwa per
km2. Misalnya untuk Pulau Sumatera adalah 96 jiwa per km2,
Kalimantan 21 jiwa per km2, Sulawesi 82 jiwa per km2.

2.3. Model Transisi Demografi


2.3.1. Model Dasar Transisi Demografi

Ide dasar mengenai transisi demografi pertama kali


dikembangkan oleh Warren Thompson pada tahun 1929. Berdasarkan
pengamatan Thomson terhadap data dari beberapa negara pada periode
1908-1927, ditemukan adanya tiga pola pertumbuhan penduduk di
negara-negara tersebut, yaitu :

Kelompok A (Eropa Barat, Eropa Utara dan AS), negara-negara yang


mengalami perubahan pertumbuhan alami yang sangat
tinggi ke pertumbuhan yang sangat rendah

Kelompok B (Italia, Spanyol dan kelompok “Slavia” di Eropa Tengah),


negara-negara yang mengalami penurunan baik kelahiran
maupun kematian, tetapi penurunan kematian adalah
sama atau bahkan lebih cepat dibandingkan kelahiran.
Kondisi ini dialami oleh negara-negara kelompok A pada
30 sampai 40 tahun tahun sebelumnya.
Bab 2. Sejarah Perkembangan Penduduk dan Model Transisi Demografi 19

Kelompok C (negara-negara lainnya selain kelompok A dan B) yaitu


negara-negara dimana kelahiran maupun kematian belum
mengalami perubahan. Dalam artian lain kelahiran dan
kematiannya masih sangat tinggi.

Enam belas tahun kemudian, yaitu pada tahun 1945, Frank


Noteisten kemudian memberikan penjelasan tentang ketiga pola yang
ditemukan oleh Thomson tersebut. Untuk kelompok A, diberi nama
dengan “incipient decline”, kelompok B adalah “transitional growth”,
dan kelompok C adalah “high growth potential”. Pada saat inilah
diperkenalkan istilah transisi demografi (demographic transition), sebagai
suatu proses penurunan mortalitas dan fertilitas penduduk suatu daerah
dari tingkat yang tinggi (high growth potential) menuju ke tingkat yang
rendah (incipient decline).

Teori transisi demografi pada prinsipnya ingin memperlihatkan


dampak kemajuan dalam pembangunan ekonomi pada penurunan
fertilitas dan mortalitas. Teori ini mencoba menerangkan mengapa
suatu masyarakat mengalami perubahan dari angka fertilitas dan
mortalitas yang tinggi ke angka fertilitas dan mortalitas yang rendah.
Teori ini berupaya memperlihatkan bahwa kemajuan dalam
pembangunan ekonomi mempunyai sumbangan penting dalam
transisi fertilitas dan mortalitas.

Sebagaimana yang dikemukakan Noteisten, terdapat tiga


tahapan dalam transisi demografi. Ketiga tahap tersebut diberikan
dalam gambar berikut:
Ekonomi Kependudukan 20

Gambar 2.1. Model Dasar Transisi Demografi

CBR/
CDR

40

Death Rate
30

20

Birth Rate

10 I II III

0
Waktu ----

Tahap I. (High Growth Potential)


Pada tahap ini ditandai dengan fertilitas tinggi dan mortalitas
tinggi. Tingkat mortalitas bervariasi tergantung dari ada atau tidak
adanya perang, ada atau tidaknya bencana kelaparan dan ada atau
tidaknya faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap mortalitas.

Negara-negara yang berada pada fase transisi ini mempunyai


pertumbuhan alami yang rendah atau bahkan mengalami pertumbuhan
alami yang negatif. Tahapan ini juga disebut dengan Malthusian Stage.
Sering juga tahapan ini disebut sebagai pre-industrial stage karena
masyarakat pada tahap ini berada pada kondisi perekonomian pra-
industri (pre-industrial economy) dan lingkungan non-perkotaan (non-urban
environment).
Bab 2. Sejarah Perkembangan Penduduk dan Model Transisi Demografi 21

Tahap II. (Transitional Growth)

Pada tahap ini penurunan mortalitas lebih cepat dibandingkan


fertilitas. Akibatnya pertumbuhan penduduk tinggi. Tahap ini sering
disebut tahap transisi (transitional stage) atau celah demografi (demographic
gap). Negara-negara yang mempunyai perekonomian dalam tahap
berkembang biasanya masuk dalam tahap ini.

Tahap III. (incipient decline)

Pada tahap ini fertilitas dan mortalitas berada pada tingkat yang
rendah. Pertumbuhan penduduk rendah, tetapi berbeda dengan tahap
pertama, rendahnya pertumbuhan penduduk disebabkan oleh fertilitas
dan mortalitas yang rendah, bukan fertilitas dan mortalitas yang tinggi.
Tahap ini sering juga disebut dengan industrial stage, karena merupakan
tahap yang umumnya dialami oleh negara-negara industri.

Terdapat beberapa kritik yang terkait dengan teori transisi


demografi ini, yaitu:

1. Teori transisi demografi belum mampu menjelaskan perubahan yang


sebenarnya terjadi di dalam masyarakat, sehingga gambaran yang
diberikan masih sangat kasar. Perubahan fertilitas dan mortalitas
yang terjadi dalam masyarakat tidak sesederhana teori tersebut.
Sebagai contoh adalah pada tahap kedua, pertumbuhan penduduk
yang tinggi tidak hanya disebabkan oleh penurunan kematian, tetapi
juga disebabkan meningkatnya fertilitas.

2. Waktu yang dibutuhkan masing-masing tahap sangat bervariasi


antara satu negara dengan negara lainnya. Hal ini sangat tergantung
kepada tinggi rendahnya tingkat fertilitas dan mortalitas ketika
transisi dimulai. Oleh karenanya, sulit untuk menggeneralisasi teori
ini.
Ekonomi Kependudukan 22

3. Tahapan transisi pada dasarnya masih bisa dikembangkan lebih


lanjut. Hal ini disebabkan, setelah fertilitas dan mortalitas berada
pada angka yang sangat rendah, kemungkinan besar pada tahap
selanjutnya angka tersebut (terutama fertilitas) akan kembali
meningkat.

Dalam rangka inilah Cogwill (Nam dan Philiber, 1986)


mengembangkan model transisi menjadi empat tahapan (siklus) sebagai
berikut :

Siklus I dicirikan oleh tingkat fertilitas yang stasioner (relatif


tetap) dan tingkat mortalitas mengalami penurunan. Tetapi menjelang
akhir siklus terjadi peningkatan pada mortalitas. Pola ini merupakan pola
yang terjadi pada tahap I model dasar transisi demografi

Siklus II dicirikan oleh penurunan fertilitas dan mortalitas,


dengan penurunan mortalitas yang lebih cepat dibandingkan fertilitas.
Pada akhir siklus mortalitas dan fertilitas bertemu pada satu tingkat yang
sama. Pola ini merupakan pola yang terjadi pada tahap II model dasar
transisi demografi.

Siklus III merupakan keadaan setelah fertilitas dan mortalitas


berada pada level yang rendah. Pada masa ini fertilitas akan naik lagi,
sementara itu mortalitas tetap konstan. Kemudian, fertilitas akan turun
lagi untuk kembali pada level yang semula. Kondisi semacam ini terjadi
dalam jangka waktu yang relatif pendek. Salah satu contoh pola ini
adalah apa yang telah terjadi setelah perang dunia ke II dengan adanya
“baby boom”.

Siklus IV dicirikan oleh kenaikan baik fertilitas maupun


mortalitas. Pada dasarnya, dalam sejarah manusia siklus ini belum
pernah terjadi. Pola ini sejalan dengan pernyataan Malthus tentang
Bab 2. Sejarah Perkembangan Penduduk dan Model Transisi Demografi 23

“positive checks” sebagai solusi terhadap pertumbuhan penduduk yang


tinggi.

Gambar 2.2. Pengembangan Model Dasar Transisi Demografi

Siklus I
(The Primitive cycle)

Siklus II
(The Modern cycle)

Siklus III
(The Future cycle)

Siklus IV
( ? )

Keterangan: = fertilitas
= mortalitas
Ekonomi Kependudukan 24

2.3.2. Revisi Teori Transisi Demografi


Menurut Zelinsky (1971), penggunaan istilah transisi demografi
yang digunakan adalah kurang tepat. Hal ini karena pertumbuhan
jumlah penduduk tidak hanya disebabkan oleh perubahan dalam
fertilitas dan mortalitas, tetapi juga perubahan dalam migrasi. Faktor
ketiga ini sama sekali belum dibahas dalam teori transisi demografi.

Zelinsky selanjutnya mengemukakan bahwa pembahasan-


pembahasan transisi demografi yang telah terjadi selama itu lebih
tepat disebut dengan “transisi vital” karena hanya membahas
mengenai kelahiran dan kematian. Pembahasan mengenai “transisi
demografi” akan menjadi lengkap jika pembahasan transisi vital
disertai dengan transisi mobilitas yang juga merupakan salah satu
variabel yang mempengaruhi dinamika penduduk.

Jumlah anak yang makin sedikit, pendidikan yang makin


meningkat, pendapatan yang meningkat, dan globalisasi informasi
mendorong terjadinya peningkatan aspek ketiga dalam demografi
yaitu mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk ini tidak saja dalam
lingkup internal (mobilitas dalam negeri), tetapi juga mobilitas
internasional.

Menurut Ananta dan Chotib (2002), berdasarkan pengalaman


negara-negara maju, pembangunan ekonomi biasanya memperlihat-
kan tahapan yang berbeda, sehingga memiliki karakteristik demografis
yang juga berbeda. Pada tahap awal pembangunan di negara-negara
maju misalnya, angka kelahiran dan kematian terlihat lebih tinggi.
Negara tersebut biasanya akan menghadapi surplus tenaga kerja muda
dan tak terdidik, sedangkan modal dan tenaga kerja terdidik masih
amat langka. Pada masa itu, terjadi migrasi keluar dari tenaga kerja
tidak terdidik tersebut. Namun demikian, pada saat yang bersamaan,
Bab 2. Sejarah Perkembangan Penduduk dan Model Transisi Demografi 25

negara-negara maju pada tahap awal pembangunannya juga menerima


modal dan tenaga kerja terdidik dari luar negeri.

Selanjutnya, sejalan dengan kemajuan pembangunan ekonomi,


jumlah tenaga kerja tak terdidik semakin berkurang diikuti oleh
peningkatan jumlah tenaga kerja terdidik. Ekspor barang-barang yang
semula diproduksi dengan orientasi pada padat karya kini digantikan
oleh ekspor barang-barang yang diproduksi dengan orientasi padat
modal dan tenaga kerja terdidik. Bahkan, negara ini mampu
menanamkan modalnya ke luar negeri. Negara ini akan mencapai
tahap titik balik ketika tidak ada lagi migrasi keluar dari tenaga kerja
tak terdidiknya dan mulai mengirimkan modalnya ke luar negeri.

Melewati tahap titik balik, pengiriman modal dan tenaga kerja


terdidik sudah makin intensif. Ekspor barang-barang yang berorientasi
pada padat modal juga makin dominan. Pada tahap ini, angka
kelahiran dan kematian biasanya sudah amat rendah. Negara-negara
maju ini sudah menyelesaikan tahap transisi vitalnya (transisi
kelahiran dan kematian) dalam proses tahapan transisi demografi.
Penduduk juga terlihat makin menua sementara jumlah tenaga kerja
muda terlihat makin berkurang.

Zelinsky (1971) mencoba melihat kaitan tahapan dalam


pembangunan ekonomi dengan besaran dan tipe mobilitas penduduk.
Ia membuat lima tahap transisi mobilitas sebagai berikut:

(1) masyarakat tradisional pra modern (premodern traditional


society);

(2) masyarakat transisi awal (early transitional society);

(3) masyarakat transisi akhir (late transitional society);

(4) masyarakat maju (advanced society);


Ekonomi Kependudukan 26

(5) masyarakat supermaju masa depan (future superadvanced


society).

Skeldon (1990) kemudian menyempurnakan pemikiran


Zelinsky di atas dengan menganalisis pola migrasi penduduk di
negara-negara sedang berkembang. Skeldon mengembangkan transisi
mobilitas menjadi tujuh tahap, yaitu:

(1) masyarakat pratransisi (pre-transitional society);

(2) masyarakat transisi awal (early transitional society);

(3) masyarakat transisi menengah (intermediate transitional


society);

(4) masyarakat transisi akhir (late transitional society);

(5) masyarakat mulai maju;

(6) masyarakat maju lanjut;

(7) masyarakat maju super.


BAB

3
PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN
EKONOMI

Pemahaman yang berbeda terhadap perubahan penduduk serta


faktor-faktor yang terkait dengannya memiliki pengaruh yang berbeda
juga kepada kebijakan pemerintah yang berlaku. Berdasarkan sejarah
kependudukan, terdapat dua pandangan terhadap perubahan penduduk
ini. Pandangan pertama menyatakan pembangunan mempengaruhi
dinamika penduduk, artinya penduduk berfungsi sebagai dependent
variabel. Pandangan kedua menyatakan kondisi kependudukan akan
mempengaruhi pembangunan yang dilaksanakan. Dalam hal ini
penduduk menjadi independent variabel.

Memperhatikan hal tersebut, sudah selayaknya apabila


pemahaman terhadap teori penduduk terutama yang dikaitkan dengan
pembangunan menjadi sangat penting. Oleh karenanya, pada bab ini
akan dibahas berbagai teori penduduk dan perkembangannya yang
memperlihatkan keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dan
pembangunan ekonomi.
Ekonomi Kependudukan 28

3.1. Teori Pre Malthusian


Sebelum Malthus, hanya ada satu pandangan mengenai
penduduk, yaitu bahwa reproduksi dipandang sebagai suatu usaha untuk
mengganti penduduk yang meninggal. Munculnya pandangan ini
disebabkan relatif tingginya tingkat kematian penduduk pada masa-masa
tersebut.

Meskipun demikian, dalam penerapannya terjadi berbagai


perbedaan, baik karena perbedaan antar tempat maupun antar waktu.
Diantara perbedaan tersebut diberikan sebagai berikut:

 500 SM (pada zaman Cina Kuno) dipelopori oleh Confusius


(seorang pemikir Cina), berpendapat bahwa pertumbuhan
penduduk dapat menurunkan nilai output pertenaga kerja,
tingkat kehidupan masyarakat dan menimbulkan
perselisihan. Pemikir-pemikir pada masa ini juga
mengemukakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk
mempertahankan hubungan yang ideal rasio antara manusia
dengan luas lahan (man-land ratio). Alternatif untuk
melakukan hal tersebut adalah dengan memindahkan
penduduk dari daerah yang kelebihan penduduk
(overpopulated) ke daerah yang kurang penduduk
(underpopulated areas).

 300 SM. Plato menekankan bahwa kestabilan penduduk


(dalam konteks rasio manusia dan lahan) merupakan faktor
yang penting untuk mencapai kesempurnaan manusia. Plato
merupakan pemikir yang paling awal yang mengemukakan
doktrin bahwa kualitas manusia lebih penting daripada
kuantitasnya. Selain itu, pada periode yang sama,
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 29

optimalisasi ratio manusia dan lahan ini juga dikemukakan


oleh Aristoteles

 50 SM. Kekaisaran Romawi pada masa Kaisar Julius dan


Agustus, menganut paham pronatalis. Kaisar berpandangan
bahwa pertumbuhan penduduk merupakan hal perlu untuk
mengganti korban perang dan juga untuk menjamin jumlah
penduduk yang cukup untuk menjajah daerah jajahan.

 354 – 430 M. Setelah jatuhnya kekaisaran Romawi,


pandangan yang dianut adalah antinatali. Augustine percaya
bahwa keperawanan merupakan keberadaan manusia yang
paling tinggi. Kepercayaan semacam ini mengakibatkan
orang menunda atau bahkan tidak melakukan sama sekali
hubungan kelamin. Pandangan ini berdampak pada
penurunan fertilitas.

 Abad 17. Ditandai dengan munculnya aliran Merkantilisme.


Pertumbuhan penduduk dipandang sebagai hal yang penting
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Kemakmuran
negara sama dengan produksi total dikurang dengan upah
yang diterima pekerja. Karena tingkat upah cenderung turun
sebagai akibat meningkatnya angkatan kerja, maka negara-
negara dengan pertumbuhan penduduk tinggi akan
mendapatkan keuntungan.

 Abad 18. Doktrin pronatalis dari Merkantilis ternyata tidak


sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi ternyata tidak berhubungan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi malah
meningkatkan kemiskinan. Kritik terhadap pandangan
Merkantilis ini muncul dari aliran physiocratic, yang
Ekonomi Kependudukan 30

berpendapat bahwa bukan penduduk, tetapi tanahlah yang


menjadi bagian terpenting dari kekayaan suatu negara. Salah
satu tokoh terkenal yang menganut paham ini adalah Adam
Smith. Dia berpendapat bahwa sesungguhnya ada hubungan
yang harmonis dan alami antara pertumbuhan dan
pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan penduduk
tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut dia
mengatakan bahwa jumlah penduduk dipengaruhi oleh
permintaan terhadap tenaga kerja (demand for labor) dan
permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh produktivitas
lahan.

3.2. Teori Malthus


Teori Malthus diturunkan dari tulisan-tulisan Thomas Robert
Malthus. Melalui tulisan-tulisannya, dapat dikemukakan bahwa Malthus
merupakan orang pertama yang memberikan gambaran secara sistematis
mengenai hubungan antara penyebab dan akibat-akibat pertumbuhan
penduduk.

Buku Malthus yang pertama adalah “Essay on the Principle of


Population as it affects the future improvement of society; With remarks
on the speculations of Mr.Godwin, M.Condorcet, and other writer” yang
dipublikasikan tahun 1798. Pada tahun 1803 buku tersebut direvisi
dengan judul “An Essay on the Principle of Population; or a view of its
past and present effects on human happiness; with an inquiry into our
prospects respecting the future removal of mitigation of the evils which it
occasions”.

Berikut ini diberikan pokok-pokok pikiran Malthus mengenai


penduduk yang mencakup model dasar dari teori yang dikemukakannya,
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 31

penyebab pertumbuhan penduduk, akibat pertumbuhan penduduk serta


kritik-kritik terhadap teori Malthus itu sendiri.

Model Dasar – Teori Jebakan Kependudukan Malthus

Dalam model dasarnya, Malthus menggambarkan suatu konsep


tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing returns).
Malthus menyatakan bahwa umumnya penduduk suatu negara
mempunyai kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur
(1, 2, 4, 8, 16, 32). Kecenderungan ini menyebabkan penduduk akan
berlipat ganda setiap 30-40 tahun, kecuali bila terjadi bahaya kelaparan.
Pada saat yang sama, karena adanya pertambahan hasil yang semakin
berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap (tanah dan
sumberdaya alam lainnya) maka persediaan pangan hanya akan
meningkat menurut deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7).

Menurut Malthus, karena setiap anggota masyarakat hanya


memiliki tanah yang sedikit, maka kontribusi marginal atau produksi
pangan akan semakin menurun. Pada masyarakat agraris, pendapatan
perkapita dapat diartikan sebagai produksi pangan perkapita. Oleh
karenanya, ketika pertumbuhan pangan tidak dapat mengimbangi
pertambahan penduduk yang pesat, maka pendapatan perkapita akan
mengalami penurunan. Penurunan pendapatan perkapita ini akan
menjadi sedemikian rendahnya sehingga mencapai sedikit di atas tingkat
subsisten (kemiskinan absolut).

Gagasan Malthus mengenai penduduk yang terpaksa hidup pada


tingkat pendapatan subsisten ini diistilahkan oleh para ekonom modern
sebagai “jebakan kependudukan dengan tingkat ekuilibrium yang
rendah” (low level-equilibrium population trap) atau sering disingkat dengan
“jebakan kependudukan Malthus” (Malthusian population trap).
Ekonomi Kependudukan 32

Dalam bentuk diagram, model dasar tersebut diberikan sebagai


berikut:

Gambar 3.1.: Jebakan Kependudukan Malthus

Tingkat per-
tumbuhan (%)

5 -

4 - Pertumbuhan
B C penduduk (P)

3 -

2 -

A Pertumbuhan
1 - pendapatan (Y)

0
Yo y1 y2 y3 y4 y5
-1 - Pendapatan perkapita (Y/P)

Sumbu vertikal adalah tingkat pertumbuhan (dalam persen)


penduduk (P) dan pendapatan (Y), sedangkan sumbu horisontal adalah
pendapatan perkapita (Y/P). Kurva P menggambarkan hubungan antara
pertumbuhan penduduk dengan pendapatan perkapita, sedangkan kurva
Y menggambarkan hubungan antara pertumbuhan pendapatan nasional
(agregat) dengan pendapatan perkapita.

Pada Y0, tingkat pendapatan perkapita sangat rendah dan tingkat


pertumbuhan penduduk dalam keadaan stabil (perubahan jumlah
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 33

penduduk adalah nol, yang berarti). Y0 dapat mewakili konsep mengenai


“kemiskinan absolut”. Angka kelahiran dan kematian relatif berimbang,
sehingga jumlah penduduk juga relatif tetap. Kondisi ini mirip dengan
tahap I dari teori transisi demografi. Pada tingkat pendapatan perkapita
di atas Y0, jumlah penduduk akan mulai meningkat yang disebabkan
menurunnya angka kematian. Meningkatnya pendapatan akan
mengurangi bahaya kelaparan dan penyakit sehingga menurunkan angka
kematian. Namun, angka kelahiran masih tetap bertahan tinggi, yang
memberikan dorongan bagi pertumbuhan jumlah penduduk (seperti
Tahap II dalam transisi demografi)

Laju pertumbuhan penduduk akan mencapai laju pertumbuhan


maksimum pada tingkat pendapatan perkapita sebesar Y2. Pada Y2 ini,
laju pertumbuhan penduduk diperkirakan sekitar 3,3 %. Diasumsikan
laju pertumbuhan penduduk tersebut akan tetap bertahan sampai terjadi
perubahan pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Selanjutnya,
meningkatnya pendapatan perkapita ke tingkat yang lebih tinggi.
Sesudah itu (di sebelah kanan dari Y5), sejalan dengan Tahap III dari
teori transisi demografi, angka kelahiran akan mulai menurun dan kurva
pertumbuhan penduduk kemiringannya menjadi negatif dan kembali
mendekati sumbu horisontal.

Berdasarkan gambar 3.1., teori Malthus juga menjelaskan


hubungan antara tingkat pertumbuhan pendapatan agregat dan tingkat
pendapatan perkapita. Terlihat bahwa saat pendapatan agregat naik
lebih cepat dari jumlah penduduk, pendapatan perkapita juga akan naik.
Sebaliknya, jika jumlah penduduk meningkat lebih cepat dari pendapatan
total, maka pendapatan perkapita akan turun.

Pada awalnya pertumbuhan pendapatan nasional mempunyai


hubungan yang positif dengan tingkat pendapatan perkapita, dimana
semakin tinggi pendapatan perkapita maka tingkat kenaikan pendapatan
Ekonomi Kependudukan 34

agregat juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan negara-negara yang


memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki tingkat
tabungan yang lebih tinggi juga sehingga lebih banyak investasi dapat
dilakukan. Tingkat investasi yang tinggi akan mendorong tercapainya
pertumbuhan pendapatan agregat yang lebih tinggi pula. Akan tetapi
setelah melewati tingkat pendapatan perkapita tertentu (Y3), kurva
pertumbuhan pendapatan akan mencapai titik maksimum, dan kemudian
mulai menurun. Ini adalah titik pertambahan hasil yang semakin
berkurang (diminishing return) dalam model Malthus yang terjadi ketika
investasi dan tenaga kerja terus bertambah, sementara sumberdaya alam
dan tanah relatif tetap. Oleh karenanya, kurva pertumbuhan pendapatan
agregat secara konseptual dapat disamakan dengan kurva produk total
dalam teori produksi.

Selanjutnya, titik A merupakan suatu titik dengan tingkat


pendapatan yang rendah (y1) yang disertai oleh adanya ekuilibrium
dalam pertumbuhan penduduk (low level-equilibrium trap). Titik A
merupakan titik ekuilibrium yang stabil karena walaupun ada gerakan,
baik ke sebelah kanan maupun ke sebelah kiri titik A, tingkat pendapatan
perkapita akan kembali ke y1. Misalnya, jika pendapatan perkapita naik
dari y1 ke y2, tingkat pertambahan penduduk akan melebihi laju
pertumbuhan pendapatan agregat (kurva P secara vertikal lebih tinggi
dari kurva Y). Jika jumlah penduduk meningkat lebih cepat dari
pendapatan, maka pendapatan perkapita pasti menurun, yang
ditunjukkan oleh arah panah ke jurusan titik A. Pendapatan perkapita
akan turun kembali ke tingkat y1, untuk semua titik antara y1 dan y2.
Demikian pula, untuk daerah sebelah kiri titik A dimana pertumbuhan
pendapatan yang lebih cepat dari penduduk menyebabkan pendapatan
perkapita ekuilibrium akan naik ke tingkat pendapatan y1.
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 35

Titik B merupakan titik ekuilibrium yang tidak stabil. Jika


pendapatan perkapita melonjak cepat dari y1 ke y2 (misalnya karena
adanya program investasi dan industri besar-besaran), maka
pertumbuhan penduduk akan terus berlangsung sampai titik ekuilibrium
stabil yang lain (yaitu C). Titik C ini merupakan titik ekuilibrium yang
stabil dengan pendapatan perkapita sebesar y4. Demikian juga, jika
terjadi penurunan pendapatan perkapita (terjadi gerakan ke sebelah kiri
titik B), maka pendapatan perkapita akan terus turun sampai titik A
dicapai.

Penyebab Pertumbuhan Penduduk

Malthus menyatakan bahwa sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan


hewan, manusia sebagai makhluk memiliki insting yang sangat kuat
untuk menambah jumlah populasinya. Oleh karenanya, jika
pertumbuhan penduduk tidak dikontrol, jumlah manusia akan berlipat
ganda dalam jumlah tak terbatas.

Malthus juga mengemukakan bahwa usaha untuk menghambat


laju pertumbuhan penduduk dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama,
adalah melalui positive check. Positive check adalah semua hal yang
memberikan kontribusi terhadap penurunan kehidupan manusia, yang
berdampak pada berkurangnya jumlah penduduk. Sebagai contoh adalah
kemiskinan, wabah penyakit, perang, kelaparan dan lainnya. Kedua,
adalah melalui preventive check. Dalam teorinya, preventive check mencakup
semua cara yang memungkinkan untuk mengontrol kelahiran, termasuk
abstinensi, kontrasepsi dan aborsi. Namun demikian, Malthus hanya
menerima cara pencegahan kelahiran melalui moral restrain”, dalam
bentuk menunda perkawinan, sampai pada waktu dimana orang tersebut
yakin bahwa keluarga yang dibentuknya tidak terjebak pada kemiskinan
yang berdampak pada penurunan kualitas hidup masyarakat. Cara
pencegahan kelahiran yang lain, termasuk kontrasepsi (baik sebelum atau
Ekonomi Kependudukan 36

dalam perkawinan), aborsi, pembunuhan bayi atau cara-cara yang tidak


patut lainnya, dipandang sebagai perbuatan jahat yang dapat
menurunkan martabat manusia. Menurut Malthus, moral restraint
merupakan hal yang paling penting, karena dia percaya bahwa
mengizinkan pencegahan kelahiran melalui cara-cara yang tidak patut
tersebut (prostitusi, kontrasepsi, aborsi atau sterilisasi), akan
menghambur-hamburkan energi dengan cara yang tidak produktif secara
ekonomi.

Akibat Pertumbuhan Penduduk

Malthus menyatakan bahwa akibat utama dari pertumbuhan


penduduk adalah kemiskinan. Hal ini didasarkan atas argumennya
bahwa (1) manusia mempunyai kecenderungan alami untuk mempunyai
anak (2) pertumbuhan bahan makanan tidak dapat menyamai
pertumbuhan penduduk.

Dalam analisisnya, Malthus cenderung sependapat dengan Adam


Smith. Selain kebutuhan tenaga kerja (demand for labor) sebagai penyebab
pertumbuhan penduduk, sebagaimana yang dikemukakan oleh Adam
Smith, Malthus percaya bahwa dorongan untuk ber-reproduksi
merupakan faktor yang mendahului sebelum kebutuhan tenaga kerja.
Secara implisit ini mengisyaratkan bahwa over-population (yang diukur
dengan tingkat pengangguran) akan menekan upah menjadi turun
sampai titik dimana penduduk tidak sanggup untuk menikah dan
membentuk keluarga.

Pada tingkat upah yang rendah, dengan surplus tenaga kerja,


petani dapat menggunakan lebih banyak tenaga kerja, sehingga lahan
yang digarap bisa lebih luas. Hal ini pada tahap selanjutnya akan
meningkatkan produksi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Malthus percaya bahwa siklus peningkatan produksi
pertanian ini (bahan makanan) akan mendorong kembali pertumbuhan
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 37

penduduk yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bahan makanan,


dan selanjutnya kembali meningkatkan kemiskinan.

Kritik terhadap Teori Malthus

Terdapat tiga aspek dari teori Malthus yang umumnya menjadi dasar
kritik yaitu :

1. Kritik terhadap model jebakan kependudukan.

Model ini yang memperlihatkan hubungan antara pertumbuhan


penduduk dan pembangunan ekonomi didasarkan pada sejumlah
asumsi yang sederhana dan hipotesis yang tidak tahan uji secara
empiris, dengan tiga alasan utama

Pertama, model ini tidak memperhitungkan besarnya dampak


kemajuan teknologi dalam menghambat kekuatan-kekuatan yang
menyebabkan adanya pertumbuhan penduduk yang pesat dan
dampak kemajuan teknologi yang dapat meningkatkan ketersediaan
tanah melalui peningkatan kualitas tanah (produktivitas) meskipun
secara kuantitas jumlah tanah yang tersedia tetap.

Kemajuan teknologi yang cepat akan menggeser kurva pertumbuhan


pendapatan nasional ke atas (dari gambar 3.1.), sehingga untuk tiap
tingkat pendapatan perkapita secara vertikal akan lebih tinggi dari
kurva pertumbuhan penduduk. Ini berarti semua negara mempunyai
kemampuan untuk menghindarkan diri dari perangkap
kependudukannya Malthus. Penjelasannya dapat dilihat pada gambar
3.2. berikut:
Ekonomi Kependudukan 38

Gambar 3.2.: Dampak Teknologi Terhadap Jebakan Kependudukan


Malthus

Tingkat per-
tumbuhan (%)

5 -
Pertumbuhan
pendapatan
4 - (Y)

3 -
Pertumbuhan
penduduk
2 - (P)

1 - Pendapatan perkapita
(Y/P)

-1 -

Kedua, menyangkut asumsi yang menyatakan bahwa tingkat


pertumbuhan penduduk berhubungan langsung secara positif dengan
tingkat pendapatan perkapita. Menurut asumsi ini, pada tingkat
pendapatan perkapita yang relatif rendah, pertumbuhan penduduk
akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita.
Namun demikian, berdasarkan fakta empiris di negara-negara sedang
berkembang, ternyata korelasi antara pendapatan perkapita dengan
pertumbuhan penduduk tidak terlihat jelas. Meningkatnya pelayanan
kesehatan, kesehatan masyarakat dan pengobatan modern telah
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 39

menurunkan angka kematian secara cepat tanpa ada hubungannya


dengan pendapatan perkapita. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa bukannya pendapatan perkapita yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk, akan tetapi bagaimana pendapatan tersebut
didistribusikan.

Ketiga, teori tersebut menitikberatkan pada variabel-variabel yang


kurang tepat, yaitu pendapatan perkapita sebagai determinan utama
pertumbuhan penduduk. Pendekatan yang lebih baik dan sahih
(valid) seharusnya menitikberatkan kepada taraf hidup individual,
sebagai determinan utama bagi keluarga untuk memutuskan
mempunyai anak banyak atau sedikit, bukannya pada taraf hidup
masyarakat secara keseluruhan.

2. Menurut Malthus, satu-satunya cara yang dapat diterima untuk


mencegah kelahiran adalah dengan penundaan perkawinan atau
dikenal dengan istilah “moral restraint”. Dalam hal ini Malthus tidak
mengantisipasi terjadinya pencegahan kelahiran secara massal, baik
dari segi penerimaan masyarakatnya, maupun dari segi kemajuan
teknologi pencegahan kelahiran (birth control).

3. Malthus percaya bahwa akibat utama dari pertumbuhan penduduk


adalah kemiskinan.

Dalam hal ini terdapat satu kritik terutama terkait dengan penjelasan
logis mengenai kemiskinan sebagai akibat pertumbuhan penduduk.
Disatu sisi Malthus berargumen bahwa seorang buruh hanya akan
dapat memperoleh standar hidup yang tinggi dengan menunda
perkawinan sampai si buruh sanggup melakukannya. Di pihak lain,
Malthus juga percaya adalah tidak bisa diharapkan bagi si buruh
untuk dapat menunda perkawinan sampai dia memperoleh standar
hidup yang tinggi.
Ekonomi Kependudukan 40

3.3. Aliran Sosialis

Karl Marx dan Friederich Engels adalah dua orang dalam aliran
sosialis yang sangat terkenal dalam menentang teori Malthus. Mereka
berpendapat bahwa tidak ada aturan yang bersifat umum untuk
kependudukan (population laws). Kondisi penduduk, sangat tergantung
kepada kondisi sosial ekonomi suatu daerah. Perbedaan fertilitas dan
mortalitas ditentukan oleh variasi tingkat kehidupan dan perbedaan
tersebut akan hilang apabila kekayaan didistribusikan secara merata
kepada masyarakat. Mereka menentang ide Malthus tentang
pertumbuhan bahan makanan. Marx dan Engels mengemukakan bahwa
ide pertumbuhan bahan makanan yang mengikuti pola deret hitung
tersebut tidak benar selama ilmu pengetahuan dan teknologi mampu
meningkatkan produksi bahan makanan atau barang-barang lainnya
sama seperti pertumbuhan penduduk.

Menurut Marx dan Engels, akibat pertumbuhan penduduk dalam


sistem kapitalis adalah kemiskinan dan overpopulation. Tetapi dalam
sistem sosialis, pertumbuhan penduduk tidak mempunyai efek
sampingan, karena pertumbuhan penduduk akan diserap oleh sistem
ekonominya. Pendapat ini dalam kaitannya dengan Malthus, lebih
berkaitan dengan akibat pertumbuhan penduduk daripada sebab-sebab
pertumbuhan penduduk. Kemiskinan menurut Marx dan Engels
disebabkan oleh organisasi masyarakat, khususnya masyarakat kapitalis.
Menurut Marx, Malthusian hanya berlaku di masyarakat kapitalis,
sedangkan di dalam masyarakat sosialis yang murni tidak akan ada
masalah kependudukan.
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 41

3.4. Teori-Teori Lain di Era Modern

Setelah Marx dan Engels masih terdapat beberapa teori/pendapat


yang mengkaitkan antara penduduk dan pembangunan. Diantaranya
adalah:

a. John Stuart Mill

John Stuart Mill, seorang filosof dan ekonom yang sangat


berpengaruh pada abad 19, mengemukakan bahwa standar hidup
penduduk merupakan determinan utama untuk tingkat fertilitas. Dia
percaya bahwa didalam hidup ini orang dapat dan seharusnya secara
bebas mencari cita-cita mereka, sehingga Mill menolak pendapat bahwa
kemiskinan tidak dapat dielakkan (sebagaimana yang dikemukakan
Malthus). Selain itu, dia juga menolak bahwa kemiskinan tersebut
merupakan hasil dari penerapan kapitalisme (sebagaimana yang
dikemukakan Marx).

Menurut Mill, negara yang ideal adalah negara dimana semua


masyarakat merasa nyaman secara ekonomis. Dia berpendapat bahwa
penduduk harus stabil dan harus berkembang baik menurut budaya,
moral maupun aspek-aspek sosialnya, disamping juga secara ekonomis
harus meningkat. Sebelum penduduk dan produksi bahan makanan
stabil, diantara keduanya akan terjadi saling mendahului. Apabila
pembangunan sosial ekonomi berhasil, maka akan ada kenaikan
pendapatan, yang akan menaikkan standar hidup untuk seluruh generasi
dan memungkinkan produksi melebihi pertumbuhan penduduk.

Konsep yang terkenal yang dikemukakan oleh Mill adalah


mengenai jumlah penduduk optimal. Jumlah penduduk optimal yaitu
jumlah penduduk yang menghasilkan produksi per kapita yang tinggi.
Jumlah tersebut optimal dalam arti tidak ada perubahan baik dalam
Ekonomi Kependudukan 42

jumlah maupun mutu sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui dan


tersedianya modal fisik. (Ananta,1990).

Pengertian penduduk optimal dapat diterangkan melalui grafik


berikut:

Gambar 3.3. Penduduk Optimal

Y=f(N)

0 A B C N

Keterangan:
Y = jumlah output
N = jumlah penduduk

Gambar tersebut memperlihatkan hubungan antara pertumbuhan


jumlah penduduk dengan pertumbuhan produksi. Sampai titik A,
kenaikan jumlah penduduk menyebabkan naiknya jumlah barang dan
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 43

jasa dengan tingkat kenaikan yang makin tinggi. Setelah titik A, tetapi
belum melewati titik B, kenaikan jumlah penduduk masih diikuti dengan
kenaikan jumlah barang dan jasa walaupun peningkatannya mulai turun.
Melewati titik B, kenaikan jumlah penduduk masih meningkatkan
jumlah barang dan jasa, namun produksi rata-rata mulai menurun.
Setelah melalui titik C, kenaikan jumlah penduduk tidak sekedar
menurunkan produksi rata-rata, melainkan juga menurunkan produksi
total. Titik B pada gambar diatas menunjukkan jumlah penduduk
optimal (optimal population) yaitu jumlah penduduk yang menghasilkan
produksi perkapita yang tinggi. Jumlah tersebut dikatakan optimal dalam
arti tidak ada perubahan baik dalam jumlah dan mutu unrenewable
resources maupun tersedianya modal fisik.

Terkait dengan penduduk optimal ini, Sauvy (1974)


mengemukakan terminologi-terminologi lainnya yang cukup terkenal
yaitu maximum population, minimum population dan optimum economy.
Menurut Sauvy, semua kehidupan spesies termasuk spesies manusia akan
terus bertambah. Namun demikian bertambahnya spesies dibatasi oleh
kemampuan lingkungan. Karena itu spesies tidak dapat bertambah tanpa
batas.

Pertumbuhan spesies dibatasi oleh dua jenis pembatas yaitu (a)


batas fisik (physical ceiling) yang diartikan sebagai the total weight of the
various elements making up the environment cannot be exceeded; dan (b) batas
bio-kimia (biochemical ceiling) yaitu bobot materi biologi atau biomass
yang tidak dapat dihasilkan sendiri oleh sepesies bersangkutan. Batas bio-
kimia biasanya jauh lebih rendah dibanding batas fisik

Kedua batas tersebut tidak menghentikan pertumbuhan spesies


secara tiba-tiba, melainkan secara perlahan ketika batas itu dilampaui
akibat pertumbuhan spesies. Ketika spesies meningkat jumlahnya,
kelembaman (the inert) lingkungan melawan pertumbuhan tersebut
Ekonomi Kependudukan 44

berlangsung lebih kuat. Tetapi kemudian spesies menggandakan


upayanya (melalui eksploitasi berlebihan), sehingga menyebabkan
lingkungan bertambah rusak dan menyerah pada tahap subsisten. Namun
perlawanan lingkungan terus berlanjut sampai pada batas dimana jumlah
makanan yang dibutuhkan spesies tidak lagi mencukupi. Akibatnya,
spesies terpengaruh antara lain dengan meningkatnya mortalitas.

Jika diasumsikan benefit yang diberikan lingkungan konstan


maka apa yang terjadi dapat dilihat dari dua sisi:

a. Pandangan dari aspek ekonomi: ketika penduduk meningkat, jumlah


persediaan (supply) per individu menurun disebabkan sumberdaya
alam yang terbatas

b. Pandangan dari aspek biologi: penurunan persediaan menyebabkan


mortalitas meningkat dan fertilitas menurun (dengan mengabaikan
aspek migrasi).

Kehidupan manusia primitif hampir serupa dengan kehidupan


spesies lainnya dimana penduduk terus bertambah sampai pada tingkat
maksimum sebatas lingkungan masih mendukungnya (maximum
population). Ketika lingkungan tidak lagi mendukungnya maka
pertumbuhan spesies akan terhambat dengan sendirinya dan tercapailah
kondisi penduduk minimum (minimum population). Dengan
perkembangan teknologi dalam menggandakan sumberdaya alam dan
mengontrol mortalitas dan fertilitas maka manusia sebenarnya dapat
mengendalikan jumlah populasinya sehingga mencapai tingkat optimum
(optimum population).

b. Ludwig Brentano

Ludwig Brentano adalah seorang ekonom dari Jerman. Seperti


halnya Mill, dia berpendapat bahwa tidak pada tempatnya
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 45

mengharapkan orang miskin menurunkan kelahiran tanpa adanya


motivasi tertentu. Dia percaya bahwa kesejahteraan/kemakmuran adalah
penyebab menurunnya kelahiran.

c. Emile Durkheim

Jika Mill dan Brentano lebih menekankan analisisnya mengenai


penyebab pertumbuhan penduduk, maka Emile Durkheim lebih
memperhatikan konsekuensi dari pertumbuhan penduduk. Durkheim
berpendapat bahwa pembagian kerja merupakan ciri khas masyarakat
modern yang semakin kompleks. Kekompleksan masyarakat mempunyai
hubungan dengan pertumbuhan penduduk. Menurut Durkheim,
pertumbuhan penduduk akan menyebabkan semakin terspesialisasinya
masyarakat yang disebabkan karena usaha untuk mempertahankan
keberadaan akan semakin lebih berat apabila jumlah penduduk semakin
banyak.

d. Kelompok MIT: Teori Batas Pertumbuhan

Ketimpangan antara pertumbuhan penduduk dengan sumber


daya alam, belakangan ini semakin mendapat perhatian terutama setelah
adanya isu global Limits to Growth, sebagai hasil penelitian dari kelompok
MIT (Massachusetts Institut of Technology) yaitu suatu kelompok kerja
dari Roma (Club of Rome). Inti dari isu tersebut (dipublikasi dalam buku
yang berjudul The Limits to Growth A Report for The Club of Rome’s
Project on the Predicament of Mankind yang terbit pada tahun 1972),
pada prinsipnya menyatakan bahwa jika kekenderungan-kecenderungan
pembangunan yang dilakukan oleh umat manusia terus terjadi seperti
pada masa lampau, maka pertumbuhan bumi ini akan melampaui batas-
batas kemampuan. Hal ini akan menimbulkan bencana dalam beberapa
generasi mendatang.
Ekonomi Kependudukan 46

Pemikiran tersebut sejalan dengan asumsi Malthus yang


menyatakan bahwa penduduk tumbuh menurut deret ukur sementara
pangan tumbuh secara deret hitung. Perbedaannya adalah, analisis yang
digunakan lebih tajam dan luas serta dilengkapi data dan model analisis
yang disebut sebagai “model dunia”. Model dunia tersebut meneliti lima
kecenderungan utama yang dihadapi dunia yaitu (a) industrialisasi yang
makin cepat; (b) pertumbuhan penduduk yang makin cepat; (c)
kekurangan gizi yang merajalela; (d) makin susutnya unrenewable
resources, dan; (e) lingkungan hidup yang makin rusak (Meadows,
Donella et.al.,1982)

Tingginya pertumbuhan penduduk menyebabkan makin


pendeknya jangka waktu yang ditempuh untuk mencapai jumlah
penduduk dua kali lipat (doubling time). Tahun 1650 penduduk dunia,
dengan perkiraan jumlah penduduk 0,5 milyar dengan laju pertumbuhan
sekitar 0,3% per tahun, waktu yang diperlukan untuk mencapai jumlah
penduduk dua kali lipat adalah sekitar 250 tahun. Namun pada tahun
1970, dengan jumlah penduduk dunia 3,6 milyar dan laju pertumbuhan
sekitar 2,1 per tahun, waktu yang diperlukan untuk mencapai jumlah
penduduk dua kali lipat menjadi hanya 33 tahun. Oleh karenanya, jika
pertumbuhan penduduk yang cepat tersebut terus dibiarkan maka akan
sampai pada batas-batas pertumbuhan dimana dunia akan mengalami
malapetaka. Batas-batas pertumbuhan tersebut antara lain dapat dilihat
pada:

1. Ketersediaan pangan yang makin terbatas

Semakin terbatasnya persediaan pangan yang disebabkan


berkurangnya tanah pertanian. Hasil penelitian MIT menemukan bahwa
tanah yang baik untuk pertanian di bumi ini hanya sekitar 3,2 milyar
hektar. Sekitar separuh dari jumlah itu, (yang tersubur dan termudah
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 47

dicapai) sudah digarap. Sisanya memerlukan modal yang sangat besar


untuk dapat ditanami tanaman pangan, baik untuk mencapainya,
membukanya, mengairinya maupun memupuknya. Sementara menurut
FAO membuka tanah baru untuk pertanian sekarang ini sudah tidak
ekonomis lagi. Akibatnya produksi pangan per kapita makin hari makin
mengecil. Untuk tiap tambahan satu orang diperlukan tanah sekitar 0,08
sampai 0,172 hektar untuk rumah, jalan, pembuangan sampah, kawat
listrik dan untuk tujuan-tujuan yang pada hakekatnya “meratakan dan
mengeraskan” tanah pertanian sehingga tidak bisa dipakai lagi untuk
menghasilkan pangan.

Terkait dengan keterbatasan tanah pertanian ini, batas lain adalah


ketersediaan air tawar. Air tawar yang mengalir setiap tahun
dipermukaan tanah bumi ini memiliki batas tertingginya. Sementara itu
permintaan akan air tawar juga meningkat menurut deret ukur.

2. Semakin Berkurangnya Unrenewable resouces

Keterbatasan sumber daya yang tidak dapat diperharui juga


merupakan salah satu yang pada akhirnya dapat menjadi pembatas
pertumbuhan penduduk. Pada saat ini persediaan platina, emas, seng dan
timah hitam tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Selanjutnya, pada
tahun 2050 diperkirakan persediaan beberapa mineral akan habis jika laju
pemakaian masih seperti sekarang ini. Cadangan kromium diperkirakan
akan habis untuk 95 tahun mendatang (sejak buku ini ditulis, 1970-an).
Persediaan tembaga diperkirakan hanya cukup untuk 21 tahun atau 48
tahun kalau cadangan naik lima kali lipat. Keadaan ini juga diikuti oleh
ketimpangan pemakaian sumber daya alam tersebut. Negara-negara
industri seperti Amerika Serikat dan Jepang menjadi negara pemakai
terbesar dari sumberdaya alam yang dihasilkan oleh negara-negara
berkembang.
Ekonomi Kependudukan 48

3. Meningkatnya Pencemaran

Meningkatnya pencemaran merupakan salah satu dari aspek


batas-batas pertumbuhan. Hal ini disebabkan adanya fakta yang
menunjukkan hampir semua zat pencemar yang pernah diukur
mengalami peningkatan menurut deret ukur. Beberapa zat pencemar
berkaitan dengan pertumbuhan penduduk, industri dan kemajuan
teknologi. Dewasa ini sekitar 97% energi untuk industri berasal dari
bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi dan gas alam). Bila dibakar
bahan-bahan tersebut melepaskan karbon diaksida (CO2) ke udara.
Diperkirakan CO2 yang terlepas setiap tahun akibat pembakaran bahan
bakar fosil sekitar 20 milyar ton. Disamping CO2, timah hitam dan
mercuri juga dilepaskan oleh kendaraan, pusat pembakaran sampah,
industri dan obat hama ke udara. DDT yang merupakan bahan kimia
organik buatan manusia dilepaskan kedalam lingkungan dalam bentuk
obat hama kira-kira 100.000 ton setiap tahun. DDT setelah disemprotkan
sebagian akan menguap dan dibawa udara jauh sekali sebelum jatuh
kembali ke tanah atau lautan.

Adanya keterbatasan sumber-sumber yang dimiliki bumi tersebut


menyebabkan perlunya ditemukan suatu titik keseimbangan baru.
Pertimbangan-pertimbangan ekonomi dalam memilih penggunaan
sumber-sumber tersebut menjadi tak terhindarkan. Karena terdapat
keterbatasan sumber daya di satu sisi dan besarnya keinginan/kebutuhan
disisi lain maka analisis ekonomi akibat dinamika penduduk menjadi
penting dilakukan.
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 49

3.5. Posisi Penduduk dalam Teori Pertumbuhan


Ekonomi

3.5.1. Adam Smith


Menurut Adam Smith, sumber-sumber alam yang tersedia
merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan ekonomi. Selama
sumber-sumber alam tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan, yang
memegang peranan dalam proses produksi adalah jumlah penduduk dan
stok kapital yang ada.

Jika output terus meningkat sehingga sumber-sumber alam


akhirnya dapat dimanfaatkan sepenuhnya maka sumber alam akan
membatasi output. Unsur sumber alam akan menjadi batas atas dari
pertumbuhan suatu perekonomian. Pertumbuhan ekonomi (dalam arti
pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk) akan berhenti apabila
batas atas dicapai.

Dalam proses pertumbuhan output, unsur jumlah penduduk


dianggap mempunyai peranan yang pasif, dalam arti jumlah penduduk
akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari
masyarakat tersebut. Berapapun jumlah tenaga kerja yg dibutuhkan oleh
proses produksi akan tersedia melalui pertumbuahn penduduk.

Penduduk meningkat apabila tingkat upah yang berlaku lebih


tinggi dari tingkat upah subsistensi yaitu tingkat upah minimum untuk
seseorang agar dapat mempertahankan hidupnya. Apabila tingkat upah
berada diatas tingkat subsistensi, maka orang-orang akan kawin pada
umur lebih muda, kematian anak berkurang dan jumlah kelahiran
bertambah. Sebaliknya, jumlah penduduk akan berkurang apabila tingkat
upah berada dibawah upah subsistensi. Dalam kondisi ini kematian anak
meningkat dan banyak perkawinan akan tertunda.
Ekonomi Kependudukan 50

Dalam konteks ini, terlihat bahwa tingkat upah memiliki peranan


penting sebagai pengatur pertumbuhan penduduk. Tingkat upah
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawarannya. Jika
pertumbuhan permintaan tenaga kerja lebih cepat dibandingkan
penawarannya, maka tingkat upah akan naik. Sebaliknya, apabila
permintaan tumbuh lebih lambat dari pertumbuhan penduduk maka
tingkat upah turun. Jika tingkat upah berada dibawah tingkat upah
subsistensi, maka laju pertumbuhan penduduk itu sendiri berubah
menjadi negatif.

Pada tingkat upah subsistensi jumlah penduduk akan relatif


konstan. Permintaan tenaga kerja ditentukan oleh stok kapital (K) dan
tingkat output masyarakat (Q). Permintaan tenaga bersumber dari
adanya kebutuhan dalam proses produksi. Oleh karenanya, laju
pertumbuhan permintaan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan
stok kapital (akumulasi kapital) dan laju pertumbuhan output. Tingkat
upah yang tinggi hanya dijumpai di negara-negara yang tumbuh cepat,
dan tingkat upah yang rendah di negara-negara yang tumbuh kurang
cepat.

Proses pertumbuhan ekonomi tidaklah berlangsung tanpa batas.


Akhirnya setiap perekonomian akan sampai pada posisi stasionernya.
Pada posisi ini kapital dan output tidak lagi tumbuh, permintaan tenaga
kerja tidak lagi tumbuh dan tingkat upah akan tertekan turun sampai
pada tingkat upah subsistensi. Pada posisi ini penduduk berhenti tumbuh.
Jumlah penduduk yang mati sama dengan jumlah yang lahir. Investasi
hanya dilakukan untuk mengganti kapital yang rusak. Ini semua terjadi
karena perekonomian sudah mencapai perkembangan maksimal yang
bisa didukung oleh sumber-sumber alam yang ada.
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 51

3.5.2. David Ricardo


Seperti pada Teori Adam Smith, tema dari proses pertumbuhan
ekonomi Ricardo masih pada perpacuan antara laju pertumbuha
penduduk dan laju pertumbuhan output. Dalam perpacuan tersebut
penduduklah yang akhirnya menang, dan dalam jangka panjang
perekonomian akan mencapai posisi stationer. Faktor produksi sumber
alam (tanah) tidak bisa bertambah, sehingga akhirnya bertindak sebagai
faktor pembatas.

Perekonomian Ricardo ditandai oleh ciri-ciri (a) tanah terbatas


jumlahnya; (b) tenaga kerja (penduduk) meningkat atau menurun
tergantung apakah tingkat upah berada diatas atau dibawah upah
alamiah (natural wage); (c) akumulasi kapital terjadi apabila tingkat
keuntungan pemilik kepaital berada diatas tingkat keuntungan minimal;
(d) dari waktu ke waktu terjadi kemajuan teknologi, dan; (e) sektor
pertanian dominan.

Dengan terbatasnya tanah maka pertumbuhan penduduk (tenaga


kerja) akan menghasilkan produk marginal yang semakin menurun (the
law of deminishing return). Selama buruh yang dipekerjakan menerima
tingkat upah diatas tingkat upah “alamiah” maka penduduk akan terus
bertambah, dan ini akan menurunkan lagi produk marginal tenaga kerja,
dan selanjutnya menekan ke bawah tingkat upah. Proses ini berhenti
apabila tingkat upah turun pada tingkat upah alamiah. Apabila tingkat
upah turun dibawah tingkat upah alamiah maka jumlah penduduk
(tenaga kerja) menurun. Dan tingkat upah akan naik kembali pada
tingkat upah alamiah. Pada posisi ini jumlah penduduk kosntan.

Proses pertumbuhan ekonomi pada dasarnya proses tarik


menarik antara dua kekuatan dinamis yaitu (a) the law of deminishing
return, dan; (b) kemajuan teknologi, yang pada akhirnya akan
Ekonomi Kependudukan 52

dimenangkan oleh the law of dminishing return. Akhirnya keterbatasan


faktor produksi tanah akan membatasi pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Menurut Ricardo, suatu negara hanya bisa tumbuh sampai batas yang
dimungkinkan oleh sumber-sumber alamnya.

Ramalan Ricardo mengenai pertumbuhan penduduk ternyata


keliru. Perbaikan tingkat upah (dan tingkat hidup) diatas tingkat
subsistensi akan merangsang pertumbuhan penduduk, hanya benar bagi
masyarakat yang masih pada taraf hidup yang rendah. Tetapi apabila
taraf hidup bisa ditingkatkan secara berarti untuk jangka waktu yg lama
maka pertumbuhan penduduk tidak lagi terpengaruh oleh tingkat upah.
Sejarah menunjukkan pada tingkat upah yang tinggi justru ada
kecenderungan laju pertumbuhan penduduk menurun dengan
meningkatnya pendapatan. Dan pada tingkat pendapatan yg lebih tinggi
lagi penduduk cenderung untuk tidak tumbuh lagi (jumlah penduduk
konstan).

3.5.3. Arthur Lewis


Model Lewis dikenal sebagai “model pertumbuhan dengan suplai
tenaga kerja yang tak terbatas”. Pokok permasalahan yg dikaji Lewis
adalah bagaimana proses pertumbuhan terjadi dalam perekonomian
dengan dua sektor (a) sektor tradisional, dengan produktifitas rendah dan
sumber tenaga kerja yang melimpah, dan; (b) sektor modern, dengan
produktifitas tinggi dan sumber akumulasi kapital.

Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila tenaga kerja bisa


dipertemukan dengan kapital. Di sektor modern tenaga kerja dibayar
sesuai marginal product of labour (MPL). Sedang di sektor tradisional
karena tenaga kerja berlimpah dan produktivitas rendah maka tenaga
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 53

kerja dibawah pada tingkat upah subsistensi (sejalan dengan teori klasik
Smith, Malthus dan Ricardo).

Upah yang diterima buruh akan dikonsumsi semua untuk


memenuhi kebutuhan hidupnya, sebab upah yang mereka terima pada
tingkat subsistensi. Tabungan dari kelompok buruh adalah nol.
Sementara kelompok kapitalis tidak hidup pada tingkat subsistensi
karena itu mereka bisa menabung. Jumlah tabungan (surplus) kemudian
diinvestasikan kembali (investible surplus). Investasi akan menambah
stok kapital. Stok kapital yg lebih besar di sektor modern akan
meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Selanjutnya jumlah buruh yang
dipekerjakan di sektor modern pun bertambah.

Ketika jumlah buruh yang diserap sektor modern makin besar


dan karenanya jumlah buruh menjadi makin langka maka kehidupan
para buruh mulai membaik. Hal itu bisa terjadi tergantung pada (a) tigkat
pertumbuhan penduduk, (b) tingkat akumulasi kapital yang dipengaruhi
oleh propensity to save dan propensity to invest dari golongan kapitalis,
dan; (c) efektivitas kapital yang diinvestasikan (ICOR).

Lewis (tidak seperti Smith, Malthus & Ricardo) tidak


menekankan aspek (a) keterbatas sumber alam (tanah), dan; (b)
pertumbuhan penduduk yang dirangsang oleh tingkat upah diatas tingkat
subsistensi.

3.5.4. J. Schumpeter
Dalam jangka panjang tingkat hidup orang bisa ditingkatkan
terus dengan kemajuan teknologi. Schumpeter tidak terlalu menekankan
pada aspek pertumbuhan penduduk dan aspek keterbatasan alam. Laju
pertumbuhan penduduk dianggap diketahui dan tidak ditekankan dalam
model. Masalah penduduk tidak dianggap sebagai masalah sentral dari
Ekonomi Kependudukan 54

proses pertumbuhan ekonomi. Seperti para ekonom modern, ia optimis


akan keampuhan teknologi sehingga “batas-batas pertumbuhan” tidak
masuk dalam proses evolusi yang digambarkan.

Schumpeter berpendapat motor penggerak perkembangan


ekonom adalah suatu proses “inovasi” yang dilakukan oleh para
“entreprenuer”. Inovasi berbeda dengan invensi. Invensi adalah
penemuan. Sedang inovasi adalah penerapan pengetahuan teknologi di
dunia komersial. Inovator tidak harus inventor. Inovator bukan sekedar
manajer (yang menjalankan hal-hal rutin) melainkan entrepenuer yang
berani mengambil resiko dalam menerapkan hal-hal baru. Pada tahap
selanjutnya hasil inovasi akan diikuti dengan imitasi. Dengan imitasi
maka monopoli oleh inovator menjadi berkembang.

Schumpeter membedakan antara pertumbuhan (growth) dan


perkembangan ekonomi (development). Pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin
banyaknya jumlah faktor produksi tanpa adanya perubahan cara
(teknologi) produksi. Sedang perkembangan ekonomi adalah kenaikan
output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para
enterpreneur.

3.5.5. Harrod-Domar
Dalam Model Harrod-Domar, terdapat dua fungsi produksi yaitu
Qp = hK dan Qn = nN. Dimana Q adalah output potensi, K kapital, h
=output capital ratio, N= jumlah tenaga kerja yang tersedia dan n adalah
labour-output ratio.

Fungsi pertama adalah fungsi yang menghubungkan output dan


kapital, sedangkan fungsi kedua adalah fungsi yang menghubungkan
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 55

output dan tenaga kerja. Kedua fungsi produksi tersebut memiliki


koefisien yang tidak bisa berubah.

Harrod-Domar memperkenalkan konsep warranted rate of growth


dan natural rate of growth. Warranted rate of growth berkaitan dengan
keseimbangan di pasar barang atau keseimbangan antara permintaan
agregat dan output potensial yaitu output yang maksimal bisa dihasilkan
dari stok kapital yang ada. Output sendiri tidak hanya dihasilkan dengan
menggunakan kapital, tetapi juga dengan menggunakan faktor produksi
lain seperti tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang tersedia pada suatu
waktu juga bisa menentukan output potensial. Jadi selain ada tingkat
output potensial dilihat dari stok kapital, ada juga output potensial yang
dilihat dari jumlah tenaga kerja yang tersedia. Natural rate of growth
diartikan sebagai laju pertumbuhan ekonomi yang disyaratkan oleh pasar
tenaga kerja agar tidak terjadi tenaga kerja yang menganggur (full
employment). Sebagai contoh, jumlah penduduk meningkat dengan 2%
per tahun dan produktivitas setiap buruh meningkat 3% pertahun maka
natural rate of growth bagi perekonomian tersebut adalah 5%.

Menurut Harrod-Domar, jika laju pertumbuhan lebih kecil dari


warranted rate of growth, maka perekonomian akan mengalami kelebihan
kapasitas yang semakin lama semakin parah. Apabila laju pertumbuhan
perekonomian lebih tinggi dari warranted rate of growth maka akan ada
kecenderungan bagi permintaan agregat untuk semakin melebihi output
potensial sehingga menimbulkan tekanan inflasi yang justru semakin
parah.

Dalam jangka panjang keadaan yang paling ideal adalah jika


perekonomian tumbuh pada jalur warranted rate of growth dan sekaligus
juga pada jalur natural rate of growth. Dengan demikian pasar barang
maupun pasar tenaga kerja ada pada posisi keseimbangannya, atau stok
Ekonomi Kependudukan 56

kapital dan tenaga kerja yang ada semua dimanfaatkan secara penuh (full
employment).

3.5.6. Solow-Swan
Model Neo Klasik Solow-Swan, menggunakan fungsi produksi
yang lebih umum, yaitu Q = f (K,L) yang memungkinkan berbagai
kombinasi penggunaan K (kapital) dan L (tenaga kerja) untuk
mendapatkan suatu tingkat output. Ada empat anggapan yang melandasi
model Neo-Klasik (a) tenaga kerja (atau penduduk), L, tumbuh dengan
laju tertentu; (b) adanya fungsi produksi Q=f(K,L) yang berlaku bagi
setiap periode; (c) adanya kecenderungan menabung (propensity to save)
oleh masyarakat; (d) semua tabungan masyarakat diinvestasikan. Dalam
model Neo-Klasik (berbeda dengan model Keynesian) tidak lagi
mempermasalahkan keseimbangan S dan I. Dengan demikian masalah
warranted rate of growth tidak lagi relevan.

3.6. Pembangunan Berwawasan Kependudukan


Wacana mengenai pembangunan berwawasan kependudukan
pada dasarnya sudah lama menjadi wacana yang berkembang di berbagai
negara di dunia. Namun demikian, implementasinya terutama di negara-
negara berkembang masih belum dilaksanakan secara sungguh-sungguh.

Masih relatif kurangnya implementasi strategi pembangunan


berwawasan kependudukan disebabkan masih kuatnya orientasi
pemerintah di negara-negara tersebut untuk mempertahankan laju
pertumbuhan ekonomi yang harus senantiasa tinggi. Oleh karenanya,
pertumbuhan ekonomi menjadi satu-satunya ukuran keberhasilan
pembangunan di sebagian besar negara-negara berkembang.
Bab 3. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi 57

Pada dasarnya, menggunakan strategi pembangunan berwawasan


kependudukan untuk suatu pembangunan ekonomi akan memperlambat
tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, akan terdapat suatu
jaminan bahwa perkembangan ekonomi yang dicapai akan lebih
berkesinambungan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
hanya akan membawanya pada peningkatan ketimpangan pendapatan.
Industrialisasi dan liberalisasi yang terlalu cepat akan meningkatkan
efisiensi dan produktivitas, tetapi sekaligus juga meningkatkan jumlah
pengangguran dan setengah menganggur.

Secara sederhana pembangunan berwawasan kependudukan


mengandung dua makna sekaligus, yaitu :

1. Pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan


yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada.
Penduduk harus dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan.
Penduduk harus dijadikan subjek dan objek dalam pembangunan.
Pembangunan adalah oleh penduduk dan untuk penduduk.

2. Pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan


sumberdaya manusia. Pembangunan lebih menekankan pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia dibandingkan dengan
pembangunan infrastruktur semata-mata. (Tjiptoherijanto,2005)

Dalam konteks tersebut, terdapat beberapa alasan yang melandasi


pemikiran bahwa penduduk merupakan isu yang sangat strategis dalam
kerangka pembangunan suatu negara. Berbagai pertimbangan tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijakan dan program


pembangunan yang dilakukan. Dapat dikemukakan bahwa penduduk
adalah subjek dan objek pembangunan. Oleh karenanya,
pembangunan baru dapat dikatakan berhasil jika mampu
Ekonomi Kependudukan 58

meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti luas yaitu kualitas


fisik maupun non fisik yang melekat pada diri penduduk itu sendiri.

2. Keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika


pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah
penduduk yang besar, jika diikuti dengan kualitas penduduk yang
memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar, jika diikuti dengan tingkat
kualitas rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban
bagi pembangunan.

3. Dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam


jangka yang panjang. Oleh karenanya, seringkali peranan penting
penduduk dalam pembangunan terabaikan.
BAB

4
FERTILITAS DAN PEMBANGUNAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep dasar fertilitas yang
mencakup pengertian dan pengukurannya serta pola hubungan antara
fertilitas dan pembangunan

4.1. Pengertian dan Pengukuran Fertilitas


Studi tentang fertilitas merupakan studi yang penting di bidang
kependudukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan: (1) fertilitas
bertanggungjawab atas penggantian secara biologis dan kelangsungan
hidup suatu masyarakat; (2) angka fertilitas mempengaruhi pertumbuhan
jumlah penduduk secara positif, yang berarti kenaikan (penurunan)
angka jumlah penduduk; (3) fertilitas yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah sosial dan politik.

Terdapat tiga pengertian dasar dalam fertilitas yaitu (1)


Kemampuan seorang perempuan atau sekelompok perempuan secara riel
untuk melahirkan; (2) Hasil reproduksi nyata dari seorang perempuan
Ekonomi Kependudukan 60

atau sekelompok perempuan dan (3) Tindakan reproduksi yang


menghasilkan kelahiran hidup.

Istilah fertilitas berbeda dengan istilah fekunditas. Fekunditas


mengacu pada kemampuan fisiologis dari individu atau pasangan untuk
memiliki anak. Individu mungkin mengalami ketidak mampuan
melahirkan anak (infekun) karena penyakit atau disfungsi genetik.

Selain itu, terdapat beberapa istilah dalam analisis fertilitas yang


perlu diketahui

1. Lahir hidup (live birth) : kelahiran seorang bayi tanpa


memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi
menunjukkan tanda-tanda kehidupan

2. Lahir mati (still birth) : kelahiran seorang bayi dari kandungan


yang berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan
tanda-tanda kehidupan

3. Abortus : kematian bayi dalam kandungan dengan umur


kehamilan kurang dari 28 minggu. Ada dua macam abortus yaitu
disengaja (induced) dan tidak disengaja (spontaneous)

4. Masa reproduksi (childbearing age) : masa dimana perempuan


mampu melahirkan, yang disebut juga usia subur.

Selanjutnya, pengukuran fertilitas dapat dibagi atas dua


kelompok utama yaitu pengukuran fertilitas tahunan dan pengukuran
fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan mencerminkan fertilitas
suatu kelompok penduduk/berbagai kelompok penduduk untuk jangka
waktu satu tahun dan disebut juga dengan “current fertility”. Pengukuran
fertilitas kumulatif mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau
beberapa kelompok perempuan selama masa reproduksinya.

Dalam fertilitas tahunan terdapat beberapa ukuran yaitu :


Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 61

1. CBR (Crude Birth Rate) / Angka Kelahiran Kasar

Jumlah kelahiran hidup per 1000 penduduk dalam suatu periode


tertentu biasanya satu tahun.

B
CBR  x k
P
B = jumlah kelahiran dalam setahun

P = jumlah penduduk pertengahan tahun

k = konstanta = 1000

Pengukuran fertilitas dengan CBR ini memiliki keunggulan


karena perhitungannya relatif sederhana dan hanya memerlukan
keterangan atau data tentang jumlah kelahiran dan jumlah penduduk
pada pertengahan tahun. Namun demikian, hasil pengukurannya
masih kasar karena tidak memisahkan penduduk yang beresiko
melahirkan (exposed to risk) yaitu perempuan usia reproduksi (15 –
44 tahun atau 15 – 49 tahun) dengan yang tidak beresiko melahirkan
(yaitu laki-laki, serta perempuan diluar usia reproduksi -- anak-anak
atau orang tua)

Contoh perhitungan:

Banyaknya kelahiran di Propinsi A pada tahun 2005 adalah 120.885


orang bayi, sedangkan banyaknya penduduk pada pertengahan tahun
2005 sebesar 3.526.900 orang.

Dengan demikian, CBR Provinsi A pada tahun 2005 adalah:

120885
x 1000  34,3 perseribu penduduk
3526900

Artinya: terdapat rata-rata 34,2 kelahiran perseribu penduduk di


Propinsi A pada tahun 2005
Ekonomi Kependudukan 62

2. GFR (General Fertility Rate)/ Angka Fertilitas Umum

Jumlah kelahiran per 1000 perempuan pada usia reproduksi dalam


periode tertentu

B
CBR  x k
Pf (1549)

Pf15-49 = jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun

Ukuran GFR ini lebih cermat dibandingkan CBR karena


hanya memasukkan perempuan yg berumur 15-49 th atau 15-44 th
sebagai penduduk yang beresiko melahirkan (exposed to risk).
Namun demikian, ukuran ini masih memiliki kelemahan karena
tidak membedakan resiko melahirkan dari berbagai kelompok umur
sehingga perempuan yg berumur lebih 40 tahun dianggap sama
resikonya dengan perempuan yg berumur 20 th

Contoh perhitungan:

Banyaknya kelahiran di Propinsi A pada tahun 2005 adalah 120.885


orang bayi, sedangkan jumlah perempuan umur 15 – 49 tahun pada
pertengahan tahun 2005 sebanyak 1.005.325 orang.

Dengan demikian, GFR Provinsi A pada tahun 2005 adalah:

120885
x 1000  120,5 perseribu penduduk perempuan usia 15-49
1005325
tahun

3. ASFR (Age Spesific Fertility Rate)/Angka Fertilitas Menurut Umur

Jumlah kelahiran per 1000 perempuan menurut kelompok umur


dalam usia reproduksi pada satu periode tertentu
Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 63

Bi
ASFR i  x k
Pfi

Bi = jumlah kelahiran dalam kelompok umur i dalam setahun

Pfi = jumlah penduduk perempuan pertengahan tahun kelompok


umur i

Ukuran ASFR memiliki keunggulan diantaranya:

• Ukurannya lebih cermat dari GFR karena sudah membagi


penduduk yang terpapar ke dalam berbagai kelompok umur.

• Dapat dianalisis perbedaan fertilitas (curent fertility) menurut


berbagai karakteristik perempuan

• Dapat dilakukan studi fertilitas menurut kohor

• ASFR ini merupakan dasar untuk penghitungan ukuran fertilitas


dan reproduksi selanjutnya (TFR,GRR, dan NRR)

Sedangkan kelemahan pengukuran ASFR ini adalah:

• Memerlukan data yang terinci yaitu banyaknya kelahiran untuk


tiap kelompok umur.

• Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan perempuan


umur 15 – 49 tahun
Ekonomi Kependudukan 64

Tabel 4.1. Contoh Perhitungan ASFR Propinsi A Tahun 2005

Penduduk
Umur Perempuan Kelahiran ASFR
(1) (2) (3) (4) = (3)/(2) x 1000
15 – 19 228511 10470 46
20 – 24 179456 27128 151
25 – 29 173246 33315 192
30 – 34 140957 32839 233
35 – 39 130400 11898 91
40 – 44 95006 4759 50
45 – 49 57749 476 8
Jumlah 1005325 120885

Didalam pengukuran fertilitas kumulatif terdapat beberapa ukuran:

1. TFR (Total Fertility Rate)/Angka Fertilitas Total

Yaitu rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan


selama masa reproduksinya, jika perempuan tersebut mengikuti
angka fertilitas pada tahun yang bersangkutan. Jadi TFR
merupakan jumlah ASFR dengan catatan bahwa umur dinyatakan 1
tahun

Rumus: TFR = 5 Σ ASFRi

ASFR = angka kelahiran menurut kelompok umur

i = kelompok umur 5 tahun, dimulai dari 15 – 49

Contoh perhitungan:
Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 65

Dari tabel sebelumnya (tabel 4.1.), TFR Propinsi A dapat dihitung


sebagai berikut:

TFR = 5 (46+151+192+233+91+50+8)

= 5 (772)

= 3859 per 1000 perempuan usia 15 – 49 tahun atau rata-rata


3,9 orang anak dilahirkan oleh tiap perempuan usia 15 – 49
tahun

2. GRR (Gross Reproduction Rate)/Angka Reproduksi Bruto

Rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang


perempuan selama hayatnya, dengan mengikuti pola fertilitas dan
mortalitas yang sama seperti ibunya.

GRR dapat dihitung dengan cara:

1. Jika diasumsikan rasio jenis kelamin (seks rasio) pada saat


dilahirkan dari bayi yang dilahirkan oleh tiap kelompok usia
adalah sama, maka:

100
GRR  x TFR
100  SR0

Dimana: SR0 adalah seks rasio pada saat lahir.

Contoh perhitungan:

Jika diasumsikan seks rasio waktu lahir di Propinsi A pada tahun


2005 (dalam contoh sebelumnya) adalah 105, maka:

100
GRR  x 3859  1882,4 perseribu perempuan usia 15-49
100  105
tahun atau rata-rata 1,88 orang anak yang dilahirkan oleh seorang
Ekonomi Kependudukan 66

perempuan selama hayatnya dengan mengikuti pola fertilitas dan


mortalitas yang sama seperti ibunya.

2. Jika diketahui banyaknya bayi perempuan untuk masing-masing


kelompok usia ibu, maka:

GRR  5 ASFR fi

ASFRfi = ASFR yang dihitung hanya untuk kelahiran bayi


perempuan pada kelompok umur reproduksi

Tabel 4.2. Contoh Perhitungan GRR Propinsi A Tahun 2005

Kelahiran
Penduduk bayi
Umur Perempuan perempuan ASFRfi
(1) (2) (3) (4) = (3)/(2) x 1000
15 – 19 228511 5007 22
20 – 24 179456 13233 74
25 – 29 173246 16300 94
30 – 34 140957 16019 114
35 – 39 130400 5603 43
40 – 44 95006 2321 24
45 – 49 57749 210 4
Jumlah 1005325 58693

GRR = 5 (22+74+94+114+43+24+4)

= 5 (374)

= 1872 per 1000 perempuan usia 15 – 49 tahun atau 1,9 tiap


perempuan usia 15 – 49 tahun.
Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 67

Artinya: rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh


seorang perempuan usia 15 – 49 tahun selama hayatnya
dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas yang sama
seperti ibunya adalah sebanyak 1,9 orang

3. NRR (Net Reproduction Rate)/Angka Reproduksi Neto

Rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang


perempuan selama hayatnya, dan akan tetap hidup sampai dapat
menggantikan kedudukan ibunya, dengan mengikuti pola fertilitas dan
mortalitas yang sama seperti ibunya.
5
Rumus : NRR = 5 Σ ASFRfi x Lx/L0
5
Lx/L0 = probabilita kematian bayi dalam usia reproduksi (dari tabel
kematian)

Tabel 4.3. Contoh Perhitungan NRR Propinsi A Tahun 2005

Bayi yang
Rasio masih
diharapkan tetap
Umur ASFRfi hidup hingga
hidup per 1000
usia ibunya
perempuan
(1) (2) (3) (4) = (2) x (3)
15 – 19 22 0.9721 21.300
20 – 24 74 0.9701 71.535
25 – 29 94 0.9623 90.539
30 – 34 114 0.9587 108.951
35 – 39 43 0.9511 40.867
40 – 44 24 0.9402 22.969
45 – 49 4 0.9305 3.384
Jumlah 359.544
Ekonomi Kependudukan 68

Dengan demikian, NRR Propinsi A pada tahun 2005 adalah:

NRR = 5 x 359.544 = 1797,72 perseribu perempuan atau 1,8 per-


perempuan usia 15 – 49 tahun.

Ini berarti bahwa rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan


seorang perempuan dan akan tetap hidup sampai dapat
menggantikan ibunya adalah sebanyak 1,8 orang.

4.2. Kerangka Dasar Analisis Fertilitas


Untuk menjelaskan perbedaan fertilitas antar negara maupun
antar daerah, terdapat kesepakatan yang diterima oleh sebagian besar
ahli dan peneliti dalam bidang kependudukan bahwa faktor-faktor sosial
ekonomi budaya hanya dapat berpengaruh secara tidak langsung
terhadap fertilitas melalui variabel antara. Dengan kata lain, keterkaitan
pembangunan terhadap fertilitas juga hanya bersifat tidak langsung
melalui variabel antara tersebut.

Dalam konteks ini, Davis dan Blake (1956) dalam Lucas (1982)
mengemukakan variabel antara tersebut mencakup tiga tahap penting
dari proses reproduksi manusia yaitu (1) tahap hubungan kelamin
(intercourse); (2) tahap konsepsi (conception) dan (3) tahap kehamilan
(gestation). Ketiga tahap tersebut dirinci dalam 11 variabel antara yang
berpengaruh secara langsung terhadap fertilitas sebagai berikut:

I. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan hubungan seks


(intercourse)

A. Meliputi dimulai dan diakhirinya hubungan seks (ikatan seksual)


dalam usia reproduksi

1. Usia memulai hubungan seks


Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 69

2. Selibat permanen, yaitu proporsi perempuan yang tidak


pernah mengadakan hubungan seks

3. Perpisahan pada usia reproduksi

B. Meliputi kemungkinan hubungan seks selama dalam ikatan


seksual

4. Abstinensi dengan sengaja

5. Abstinensi karena terpaksa (karena impoten, sakit, perpisahan


yang tak terelakkan tetapi sifatnya sementara)

6. Frekuensi hubungan seks (tidak termasuk periode abstinensi)

II. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan konsepsi


(conception)

7. Kesuburan dan kemandulan biologis (fekunditas dan


infekunditas) yang tidak disengaja

8. Digunakan atau tidaknya kontrasepsi

9. Kesuburan dan kemandulan yang disengaja (sterilisasi,


subinsisi, perawatan medis dan lain-lain)

III. Faktor-faktor yang mempengaruhi gestasi dan kelahiran dengan


selamat (gestation)

10. Mortalitas janin yang tidak disengaja

11. Mortalitas janin yang disengaja

Dengan menggunakan variabel antara ini, berbagai kerangka


pemikiran telah dikembangkan untuk melihat pengaruh faktor sosial
ekonomi terhadap fertilitas. Diantaranya seperti yang digunakan dalam
Survai Fertilitas Dunia (WFS,1977) sebagaimana gambar berikut:
Ekonomi Kependudukan 70

(Catatan: kerangka yang sama juga dapat dilihat pada Jones (1977) dan
Freedman (1975))

Gambar 4.1. Kerangka Dasar Analisis Fertilitas

CIRI SOSIAL
EKONOMI
STRUKTUR KEBUDAYAAN:
misalnya SIKAP
SOSIAL BERHUBUNGAN
EKONOMI:  Status migrasi
 Agama DG BESAR,
misalnya STRUKTUR &
 Tingkat  Kesukuan
PEMBENTUKAN
kesehatan  Pendidikan
KELUARGA:
 Tingkat  Pendapatan misalnya
pembangunan  Besar keluarga
 Tingkat dan ideal
fasilitas F
 Preferensi seks E
pendidikan  Biaya dan nilai R
anak T
VARIABEL I
ANTARA L
I
T
A
S
LINGKUNGAN: CIRI-CIRI PENGETAHUAN
misalnya BIOSOSIAL: TENTANG
 Perbedaan- misalnya KONTRASEPSI &
perbedaan  Gizi dan SIKAP THDP
regional dan kesehaan KONTRASEPSI
geografis  Mortalitas
bayi dan anak

Pembangunan yang dilaksanakan akan berdampak pada


perubahan struktur sosial ekonomi dan lingkungan. Namun demikian,
dari kerangka pemikiran tersebut juga memperlihatkan adanya pengaruh
timbal balik antara struktur sosial ekonomi dan lingkungan.
Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 71

Sruktur sosial ekonomi akan mempengaruhi ciri sosial, ekonomi


dan kebudayaan dalam masyarakat. Perubahan dalam ciri sosial,
ekonomi dan kebudayaan ini dapat secara langsung mempengaruhi
variabel antara dan selanjutnya variabel antara akan mempengaruhi
fertilitas. Namun demikian, perubahan dalam ciri sosial,ekonomi dan
kebudayaan ini juga dapat mempengaruhi variabel antara secara tidak
langsung melalui perubahan sikap yang berhubungan dengan besar,
struktur dan pembentukan keluarga serta melalui perubahan
pengetahuan tentang kontrasepsi dan sikap terhadap kontrasepsi.

Perubahan lingkungan selain memiliki hubungan timbal balik


dengan struktur sosial ekonomi, juga mempengaruhi variabel antara
secara tidak langsung melalui perubahan ciri-ciri bio-sosial. Dalam
konteks ini, ciri-ciri biososial juga memiliki hubungan timbal balik
dengan ciri-ciri sosial, ekonomi dan kebudayaan.

4.3. Fertilitas Dan Pembangunan: Kajian Empiris

Dalam bagian ini akan dibahas dua hasil penelitian yang berbasis
data pada tingkat makro. Penelitian pertama memperlihatkan keterkaitan
pembangunan terhadap fertilitas, dan penelitian yang kedua
memperlihatkan keterkaitan fertilitas terhadap pembangunan.

4.3.1. Pengaruh Pembangunan Terhadap Penurunan Fertili-


tas : Kasus Bangladesh
Pembangunan yang dilaksanakan di Bangladesh, secara nyata
telah berdampak pada penurunan fertilitas di negara tersebut.
Berdasarkan kajian yang dilakukan, aspek-aspek pembangunan (terutama
pembangunan perdesaan) yang terkait dengan penurunan fertilitas di
Ekonomi Kependudukan 72

Bangladesh diantaranya adalah pendidikan, partisipasi perempuan dalam


angkatan kerja, organisasi kesejahteraan masyarakat, serta listrik masuk
desa. (Robey, 1988)

Pendidikan

Terdapat hubungan negatif antara pendidikan dengan fertilitas.


Semakin tinggi pendidikan menunjukkan semakin sedikit jumlah anak
lahir hidup. Dari penelitian yang dilakukan di Bangladesh ini
menunjukkan bahwa pada perempuan yang berumur 25-29, rata-rata
anak lahir hidup (ALH) mereka yang berpendidikan SLTA ke atas
adalah 2,4 anak perwanita, sedangkan yang tidak sekolah adalah 4 anak
perwanita.

Fakta ini memberikan arti pentingnya upaya-upaya peningkatan


pendidikan terutama pendidikan wanita dalam rangka penurunan
fertilitas dan usaha-usaha pengendalian pertumbuhan penduduk.

Partisipasi Angkatan Kerja

Peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan di Bangladesh


telah berdampak pada penurunan tingkat fertilitas di negara ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada sekelompok perempuan
desa yang bekerja, memperlihatkan bahwa pada mereka yang berumur
20-an, rata-rata anak yang dimiliki adalah 3,2. Angka ini lebih kecil
dibandingkan dengan rata-rata nasional (6 anak), maupun rata-rata di
kota (4,3 anak).

Organisasi Kesejahteraan Masyarakat

Program pelayanan bagi masyarakat desa telah berhasil


meningkatkan prevalensi kontrasepsi. Keberhasilan itu dicapai karena
Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 73

program dapat menciptakan pekerjaan bagi keluarga yang sangat miskin,


serta memberikan pendidikan dalam hal-hal kesehatan (terutama ibu dan
anak), gizi, KB dan baca tulis.

Listrik Masuk Desa

Di Bangladesh, program listrik masuk desa merupakan salah


program yang mendapat prioritas tinggi dalam rencana pembangunan
negara ini. Ketika program tersebut baru berjalan 3 tahun, pengaruhnya
terhadap penurunan fertilitas sudah terlihat nyata. Ditempat-tempat yang
sudah terjangkau listrik, penerimaan dan praktek KB lebih besar daripada
di tempat-tempat yang belum terjangkau listrik. Elektrifikasi membantu
menurunkan fertilitas karena perempuan lebih banyak punya waktu dan
kebebasan melakukan diskusi baik dengan keluarga sendiri maupun
keluarga lain. Elektrifikasi juga menumbuhkan kepercayaan bahwa
kehidupan anak-anak di masa mendatang akan menjadi lebih baik.

4.3.2. Pengaruh Penurunan Fertilitas terhadap Pembangun-


an : Kasus negara-negara di Asia
Pengujian data dengan menggunakan model ekonometrik pada
negara-negara di Asia, menunjukkan pengaruh yang nyata dari
penurunan fertilitas terhadap percepatan pembangunan. Penurunan
fertilitas yang cepat telah meningkatkan partisipasi angkatan kerja
perempuan yang menyebabkan meningkatnya penduduk yang terlibat
aktif dalam produksi, meningkatkan investasi pendidikan perkapita
sehingga meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan angka
tabungan yang berdampak pada peningkatan investasi, meningkatkan
pertumbuhan GNP dan akhir meningkatan pendapatan perkapita.
(Robey, 1987)
Ekonomi Kependudukan 74

Penurunan Fertilitas terhadap Peningkatan Partisipasi Angkatan Kerja


Perempuan
Penurunan fertilitas telah meningkatkan partisipasi angkatan
kerja perempuan, yang memberikan arti semakin meningkatnya
penduduk yang berpartisipasi dalam produksi yang akan meningkatkan
pendapatan nasional.

Gambar 4.2. berikut ini menunjukkan bahwa pada permulaan


pembangunan (kurva year 0), persentase perempuan umur 25-29 tahun
yang masuk pasar kerja hanya sebesar 41 %. Setelah pembangunan
berjalan selama 50 tahun (kurva year 50), pada negara-negara yang
fertilitasnya turun cepat, partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat
menjadi 61 %. Namun, pada negara-negara dengan penurunan
fertilitasnya sesuai dengan rata-rata penurunan dunia (standard),
partisipasi angkatan kerja perempuannya hanya menjadi 47 %.

Gambar 4.2. Hubungan Antara Fertilitas dan TPAK Perempuan

% TPAK

80

Rapid Decline
Year 50
60 Standard
Profile
Year 50

40

Year 0

20

15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Umur Wanita
Bab 4. Fertilitas dan Pembangunan 75

Pendidikan

Ketika fertilitas turun dengan cepat, penduduk usia sekolah juga


akan menurun. Data pada negara-negara di Asia menunjukkan, pada
awal pembangunan 14,7 % penduduk terdaftar masuk sekolah. Setelah
20 tahun pembangunan, pada negara-negara dengan fertilitasnya turun
sangat cepat, persentase penduduk terdaftar masuk sekolah meningkat
menjadi 18,7 % dan setelah 50 tahun turun menjadi 17,9 %. Sebaliknya,
pada negara-negara dengan fertilitas turun sesuai dengan rata-rata
penurunan dunia, angka tersebut hanya turun 17,7 persen setelah 20
tahun pembangunan dan bahkan mengalami peningkatan menjadi 21,2
% setelah 50 tahun pembangunan.

Penurunan penduduk terdaftar masuk sekolah (yang disebabkan


penurunan yang cepat dari fertilitas), akan meningkatkan kualitas
pendidikan. Hal ini disebabkan, penurunan penduduk terdaftar masuk
sekolah tidak mengurangi anggaran pendidikan, karena anggaran
pendidikan meningkat sesuai dengan peningkatan pembangunan.

Angka Tabungan

Pertumbuhan penduduk yang turun tajam (sebagai akibat


penurunan fertilitas) merupakan kekuatan utama di balik angka tabungan
suatu negara. Hal ini terlihat nyata pada negara-negara di Asia.

Selama 50 tahun pertama pembangunan, negara-negara dengan


penurunan fertilitas sesuai dengan rata-rata penurunan dunia memiliki
angka tabungan 20,3 persen dari GNP nya. Sebaliknya pada negara-
negara dengan fertilitas turun cepat, angka tersebut mencapai 29,8
persen.
Ekonomi Kependudukan 76

Peningkatan yang pesat dari angka tabungan ini akan mendorong


percepatan investasi yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan
GNP menjadi lebih cepat.

Pendapatan Perkapita

Dalam 10 tahun pertama pembangunan, pengaruh penurunan


fertilitas yang cepat terhadap peningkatan pendapatan perkapita, tidaklah
terlalu besar. Perbedaan antara negara dengan fertilitas kategori turun
cepat dan kategori standar hanya 2 dolar. Namun, ketika pembangunan
telah berjalan selama 40 tahun, pendapatan perkapita di negara dengan
kategori fertilitas turun cepat naik 2 kali lipat lebih besar dibandingkan
negara-negara kategori standar. Setelah 50 tahun pembangunan,
kenaikan itu mendekati 3 kali lipat yaitu 1468 dolar di negara-negara
kategori turun cepat, dan 525 dolar di negara-negara kategori standar.
BAB

5
MORTALITAS, MORBIDITAS DAN
PEMBANGUNAN

Bab ini akan memberikan pemahaman dan penjelasan konsep


dasar (pengertian dan pengukuran) mortalitas (kematian) dan morbiditas
(kesakitan) serta keterkaitan mortalitas dan morbiditas terhadap
pembangunan, melalui pendekatan teori transisi epidemiologi

5.1. Pengertian dan Istilah Dasar


United Nation (UN atau PBB) dan World Health Organizations
(WHO) mendefinisikan kematian sebagai keadaan menghilangnya semua
tanda-tanda kehidupan secara permanen yang biasanya terjadi setiap saat
setelah kelahiran hidup. Selanjutnya, sakit didefinisikan sebagai keadaan
tidak sempurna jasmani, rohani dan sosial. Kejadian kesakitan (illnes)
dapat diamati melalui keluhan, gejala dan tanda-tanda. Kejadian
kesakitan lebih kompleks dibandingkan kejadian kematian, karena ada
banyak jenis penyakit yang timbul dari satu keluhan/gejala/tanda-tanda.
Ekonomi Kependudukan 78

Sebaliknya juga ada banyak keluhan/ gejala/tanda-tanda yang timbul


dari satu jenis penyakit.

Mortalitas dan morbiditas (secara intrinsik adalah hidup dan


kesehatan) adalah subjek dari ekonomi kependudukan yang dapat
dipandang secara khusus sebagai suatu aset positif dalam pembangunan
(Sen, 1998). Namun demikian, kajian ekonomi terhadap mortalitas,
relatif kurang berkembang jika dibandingkan kajian terhadap fertilitas.
Ekonomi mortalitas merupakan topik yang relatif kurang dibahas,
meskipun terdapat bukti bahwa pola mortalitas juga berubah sedemikian
rupa hingga penting artinya bagi kesejahteraan umat manusia.

Relatif kurangnya kajian ekonomi terhadap mortalitas disebabkan


bahwa kematian pada dasarnya bukan merupakan suatu “pilihan”.
Padahal, dalam konteks ilmu ekonomi, pilihan merupakan hal yang
penting. Namun dalam kaitan ekonomi mortalitas, yang menjadi pilihan
bukan mati, melainkan sakit atau sehat. Oleh karena itu analisis yang
berkembang adalah mengenai ekonomi kesehatan. Dalam ekonomi
kesehatan dibahas implikasi ekonomi dari sakit, biaya yang harus
dikeluarkan jika seseorang sakit, investasi di bidang kesehatan dan lain
sebagainya (Mundiharno,1998)

5.2. Ukuran-Ukuran Mortalitas


Terdapat berbagai ukuran mortalitas. Diantaranya yang umum
digunakan adalah:

1. CDR (Crude Death Rate) / Angka Kematian Kasar

Jumlah kematian per 1000 penduduk dalam suatu periode tertentu


biasanya satu tahun.
Bab 5.Mortalitas, Morbiditas dan Pembangunan 79

D
Rumus: CDR  xk
P
dimana:

D = jumlah kematian dalam setahun

P = jumlah penduduk pertengahan tahun

k = konstanta = 1000

Contoh perhitungan:

Banyaknya kematian di Propinsi A pada tahun 2005 adalah 57884


orang, sedangkan banyaknya penduduk pada pertengahan tahun
2005 sebesar 3.526.900 orang.

Dengan demikian, CDR Provinsi A pada tahun 2005 adalah:

57884
x 1000  16,4 perseribu penduduk
3526900

2. ASDR (Age Spesific Death Rate)/Angka Kematian Menurut Umur

Jumlah kematian per 1000 penduduk menurut kelompok umur dalam


suatu periode tertentu

Di
Rumus: ASDRi  xk
Pi

dimana:

Di = jumlah kematian dalam kelompok umur i dalam setahun

Pi = jumlah penduduk pertengahan tahun kelompok umur i


Ekonomi Kependudukan 80

Tabel 5.1. Contoh Perhitungan ASDR Propinsi A Tahun 2005

Umur Penduduk Kematian ASDR


(1) (2) (3) (4) = (3)/(2) x 1000
0-4 342127 6251 18.27
5-9 362884 700 1.93
10 - 14 337805 513 1.52
15 - 19 304001 714 2.35
20 - 24 268114 992 3.70
25 - 29 257370 1006 3.91
30 - 34 210576 838 3.98
35 - 39 246340 1261 5.12
40 - 44 201551 1098 5.45
45 - 49 219937 1920 8.73
50 - 54 179948 1952 10.85
55 - 59 176439 4467 25.32
60 - 64 144359 5790 40.11
65+ 275449 30379 110.29
Jumlah 3526900 57884

3. IMR (Infant Mortality Rate)/Angka Kematian Bayi

Ukuran Infant Mortality Rate (IMR) menggambarkan Jumlah


kematian bayi berumur dibawah 1 tahun untuk setiap 1000 kelahiran
hidup, selama satu periode tertentu. Dalam prakteknya, perhitungan
IMR ini sulit dilakukan karena ketidaktersediaan data untuk
Bab 5.Mortalitas, Morbiditas dan Pembangunan 81

perhitungannya. Oleh karenanya, IMR umumnya dihitung dengan


metode tidak langsung (yang tidak dibahas dalam buku ini).

D0
Rumus: IMR  xk
B
dimana:

D0 = jumlah bayi (penduduk usia dibawah 1 tahun)

B = jumlah kelahiran dalam satu tahun tertentu

Misalnya IMR di Propinsi A pada tahun 2005 adalah sebesar 86.


Ini berarti pada tahun 2005 terjadi kematian bayi berumur kurang dari 1
tahun sebanyak 86 orang untuk setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun
tersebut.

5.3. Ukuran-Ukuran Morbiditas


Sebagaimana halnya pada mortalitas, juga terdapat berbagai
ukuran-ukuran morbiditas. Diantara ukuran-ukuran morbiditas yang
umum digunakan adalah:

1. Incidence Rate

Merupakan ukuran untuk melihat jumlah penderita baru per 1000


penduduk at risk (yang menanggung resiko)

Jumlah Penderita Baru


Incidence Rate  x 1000
Population at risk

2. Prevalence Rate

Merupakan ukuran untuk melihat jumlah penderita lama dan baru


per 1000 penduduk at risk
Ekonomi Kependudukan 82

Jumlah Penderita Lama dan Baru


Pr evalence Rate  x 1000
Population at risk

3. Duration of Sickness

Jumlah Hari Kejadian Sakit pada Periode tsb


DurationofSickness 
Jumlah kejadian sakit

5.4. Teori Transisi Epidemiologi


Salah satu teori yang menganalisis kaitan antara mortalitas,
morbiditas dan pembangunan adalah teori transisi epidemiologi. Teori
transisi epidemiologi memfokuskan pembahasan pada perubahan-
perubahan kompleks dalam pola-pola kesehatan dan penyakit dalam
masyarakat, serta pada faktor penentu dan akibat keadaan kependudukan
dan sosial-ekonomi, masyarakat.

Teori transisi epidemiologi terdiri dari lima dalil (Omran, 1988)

Dalil 1. Kematian merupakan faktor mendasar dalam dinamika


kependudukan.

Dalil 2. Dalam jangka panjang, selama transisi epidemiologi ini terjadi


perubahan pola kematian dan penyakit. Pada awalnya,
pandemi penyakit infeksi merupakan penyebab utama
kesakitan dan kematian. Kemudian secara berangsur-angsur
digantikan oleh penyakit degeneratif dan penyakit buatan
manusia.
Bab 5.Mortalitas, Morbiditas dan Pembangunan 83

Dalil 3. Transisi epidemiologi umumnya lebih menguntungkan


kelompok penduduk muda daripada orang tua. Transisi
epidemiologi ini juga lebih menguntungkan kelompok
penduduk wanita daripada laki-laki.

Dalil 4. Terdapat perbedaan sifat transisi epideomologi sebelum abad


20, jika dibandingkan dengan abad 20. Sebelum abad 20
(sebagaimana yang pernah dialami oleh negara-negara maju
saat ini), pergantian pola kesehatan dan penyakit yang menjadi
sifat transisi epidemiologi mempunyai hubungan yang lebih
erat dengan membaiknya standar kehidupan dan keadaan gizi,
daripada hubungannya dengan kemajuan di bidang kedokteran.
Sebaliknya, transisi epideomologi yang dialami oleh negara-
negara berkembang pada abad ke 20, dimulai oleh kemajuan di
bidang kedokteran, pelayanan kesehatan, dan program
pengendalian penyakit.

Dalil 5. Terdapat variasi pada transisi epidemiologi baik dalam hal


pola, laju, faktor penentu dan akibat perubahan kependudukan.
Variasi tersebut dapat dibedakan atas 4 model transisi
epidemiologi, yaitu (1) Model Klasik atau Barat; (2) Varian
yang dipercepat dari Model Klasik; (3) Model Tertunda, dan;
(4) Varian transisi dari Model Tertunda

Model transisi epidemiologi untuk model klasik dan varian yang


dipercepat diberikan pada gambar 5.1. berikut:
Ekonomi Kependudukan 84

Gambar 5.1. Model Transisi Epidemiologi (Klasik dan Dipercepat)

CBR/CDR

40

30

20

10 KLASIK

40

30

20

DIPERCEPAT
10

1750 1800 1850 1900 1950 2000

Ket: _____ kelahiran


---------- kematian

Dari gambar 5.1. terlihat bahwa pada model klasik terjadi


penurunan dari angka kematian yang tinggi sekitar 30 kematian perseribu
penduduk pertahun menjadi angka kematian yang rendah, dibawah 10
kematian perseribu penduduk pertahun. Proses ini terjadi pada
masyarakat Barat dalam kurun waktu sekitar 200 tahunan.
Bab 5.Mortalitas, Morbiditas dan Pembangunan 85

Terjadinya penurunan secara perlahan dari angka kematian


disebabkan adanya perbaikan di bidang sosial, ekonomi, lingkungan
hidup serta perbaikan gizi dan kebiasaan hidup sehat. Selanjutnya,
selama transisi ini, epidemi berkurang dan penyakit menular berangsur-
angsur digantikan oleh penyakit degeneratif dan penyakit buatan
manusia (seperti penyakit akibat radiasi, bahan tambahan pada makanan
dan pencemaran lingkungan)

Pada model klasik ini, angka kelahiran juga menurun secara


berangsur-angsur dan terjadi pada periode 50 sampai 75 tahun sesudah
angka kematian menurun. Angka kelahiran mengalami penurunan dari
diatas 30 kelahiran perseribu penduduk menjadi dibawah 20 kelahiran
perseribu penduduk. Angka fertilitas pada awalnya naik sebelum
mengalami penurunan. Penurunan tersebut dipercepat oleh perubahan
sosial dalam masyarakat yang mulai menerima norma-norma mengenai
praktek pengendalian kelahiran dan penundaan usia kawin.

Selanjutnya, pada model varian yang dipercepat dari model


klasik merupakan gambaran dari pengalaman transisi di Jepang, Eropah
Timur dan Uni Soviet. Pada model ini, transisi angka kematian terjadi
dalam periode yang lebih pendek. Pada negara-negara ini, proses
modernisasi (meskipun masih berjalan lambat) telah mulai sebelum
turunnya angka kematian pada abad 20. Hal ini terutama ditentukan oleh
perbaikan keadaan sosial, kemajuan sanitasi dan kedokteran. Tidak
seperti pada model klasik, pada model varian yang dipercepat ini, praktek
pengguguran menjadi faktor yang membantu mempercepat transisi
fertilitas.

Model transisi epidemiologi untuk model tertunda dan varian


transisi dari model tertunda diberikan pada gambar 5.2.
Ekonomi Kependudukan 86

Gambar 5.2. Model Transisi Epidemiologi (Tertunda dan Transisi)

CBR/CDR

40

30

20
TERTUNDA
10

40

30

20
TRANSISI
10

1900 1950 2000


Ket: _____ kelahiran
---------- kematian

Model tertunda ini merupakan gambaran dari pengalaman


negara-negara berkembang. Penurunan yang cepat dari angka kematian
terjadi sejak akhir Perang Dunia ke II, tetapi angka fertilitas relatif tidak
berubah pada tingkat yang tinggi. Angka kematian turun sangat cepat
disebabkan oleh teknologi kedokteran modern yang dapat diimpor oleh
Bab 5.Mortalitas, Morbiditas dan Pembangunan 87

negara-negara berkembang dari negara-negara maju baik melalui


kerjasama bilateral maupun multilateral.

Selanjutnya varian transisi dari model tertunda merupakan


gambaran transisi pada beberapa negara berkembang seperti Taiwan,
Korea Selatan, Singapura, Hongkong, Sri Lanka, Jamaica, Mauritius,
dan China. Terdapat dua karakteristik utama yang membedakan varian
transisi dari model tertunda ini dengan model aslinya (model tertunda).
Pertama, pada negara-negara ini, angka kelahiran juga mulai menurun,
setelah dalam beberapa dasawarsa terjadi penurunan angka kematian.
Angka kelahiran mulai menurun karena adanya program keluarga
berencana yang dilaksanakan secara efisien dan terorganisir. Kedua,
penurunan angka kematian, terutama angka kematian bayi dan anak,
relatif lebih cepat dibandingkan pada model tertunda. Ini menyebabkan
mengecilnya jarak tingkat kesehatan antara negara-negara dalam model
ini dengan negara-negara yang berada dalam model klasik.

5.5. Keterkaitan Derajat Kesehatan dengan Pertumbuhan Ekonomi

Derajat kesehatan masyarakat erat kaitannya dengan


pertumbuhan ekonomi. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat akan
meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia. Peningkatan
produktivitas ini menjadi input bagi perkembangan perekonomian
tersebut.

Cesario dkk (1980) memberikan kerangka berpikir dalam


menjelaskan keterkaitan antara derajat kesehatan (program gizi dan
kesehatan) dengan pertumbuhan ekonomi sebagaimana diberikan dalam
gambar berikut:
Ekonomi Kependudukan 88

Gambar 5.3. Keterkatian Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Peningkatan
Inividu Pendidikan Efek Pendidikan
 Fisik  Hasil  Pengetahuan
 Mental  Kehadiran  Keterampilan
 Tenaga  Partisipasi  Kemampuan
 Perilaku

 PDB
 Efisiensi
Program Status Gizi
 Hari kerja
Gizi
 Partisipasi

Program Mortalitas Pertumbuhan


Kesehatan Morbiditas Penduduk

Program gizi akan memperbaiki status gizi. Perbaikan dalam


status gizi akan menurunkan tingkat kematian (mortalitas) dan tingkat
kesakitan (morbiditas). Hal tersebut akan meningkatkan partisipasi
angkatan kerja dan meningkatkan hari kerja bagi penduduk yang
berstatus bekerja. Namun demikian, perlu dicatat juga bahwa penurunan
tingkat kematian akan meningkatkan pertumbuhan penduduk yang
berdampak negatif pada pertumbuhan PDB.

Perbaikan dalam gizi dan kesehatan tenaga kerja juga akan


meningkatkan efisiensi kerja melalui peningkatan kemampuan
individualnya. Kemampuan individual ini mencakup diantaranya
peningkatan dalam fisik, perubahan mental, tenaga maupun perilaku.
Bab 5.Mortalitas, Morbiditas dan Pembangunan 89

Selain itu, pengaruh peningkatan gizi dan kesehatan juga akan


mempengaruhi PDB melalui perubahan-perubahan yang terjadi dalam
pendidikan, antara lain dalam bentuk peningkatan kehadiran, partisipasi
pendidikan dan hasil (performance) dalam lembaga-lembaga pendidikan.
Peningkatan partisipasi pendidikan ini akan meningkatkan partisipasi
angkatan kerja yang pada tahap berikutnya akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi.

Keterkaitan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak


hanya berjalan satu arah, tetapi juga bisa sebaliknya, sebagaimana yang
terlihat pada gambar 5.3. Peningkatan PDB akan mempengaruhi
penurunan tingkat kesakitan dan kematian serta perbaikan dalam status
gizi.

Kajian mengenai keterkaitan peningkatan kesehatan terhadap


peningkatan PDB (pertumbuhan ekonomi) ini telah mendapat perhatian
dari banyak peneliti. Diantaranya Correa dan Cummins (1970) yang
melakukan penelitian dibeberapa negara Amerika Latin, Eropa dan
Amerika Serikat selama periode 1950 – 1962. Dengan menggunakan
konsumsi kalori sebagai indikator untuk kesehatan, ditemukan adanya
hubungan antara banyaknya konsumsi kalori dengan laju pertumbuhan
ekonomi. Penelitian ini juga menemukan adanya keterkaitan pendidikan
terhadap pertumbuhan ekonomi serta peranan yang cukup penting dari
pendidikan itu sendiri terhadap peningkatan konsumsi kalori.

Selanjutnya dalam konteks hubungan sebaliknya, Amin (1983)


meneliti mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi (dalam hal ini PDB)
dengan tingkat kematian (dalam hal ini angka kematian bayi).
Berdasarkan data time series Indonesia selama 14 tahun yang dimulai
dari tahun 1969, ditemukan terdapat pengaruh negatif yang signifikan
antara PDB dengan angka kematian bayi. Dengan kata lain, peningkatan
dalam PDB akan menurunkan angka kematian bayi.
Ekonomi Kependudukan 90

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa adanya hubungan timbal


balik antara pembangunan kesehatan atau derajat kesehatan dengan
pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi peningkatan derajat kesehatan akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain, peningkatan dalam
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan derajat kesehatan.
BAB

6
MOBILITAS PENDUDUK DAN
PEMBANGUNAN

Bab ini akan memberikan pemahaman dan menjelaskan konsep


dasar (pengertian dan pengukuran) mobilitas penduduk serta keterkaitan
mobilitas penduduk terhadap pembangunan dilihat dari beberapa
model/teori yaitu Model Dorong-Tarik (Push-Pull Factors), Model
Lewis-Fei-Ranis, Hipotesis Transisi Mobilitas dan Tesis Brain Drain.

6.1. Pengertian dan Pengukuran Mobilitas Penduduk


6.1.1. Pengertian dan Istilah Dasar

Mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi dua yaitu mobilitas


penduduk vertikal atau perubahan status dan mobilitas penduduk
horizontal atau mobilitas penduduk geografis. Mobilitas penduduk
vertikal adalah perubahan status seseorang. Perubahan status tersebut
baik perubahan status sosial maupun ekonomi. Misalnya status
pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan lainnya.
Ekonomi Kependudukan 92

Selanjutnya, mobilitas penduduk horizontal atau geografis adalah


gerak penduduk dari satu wilayah menuju ke wilayah lain dalam jangka
waktu tertentu. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam definisi
ini, yaitu mengenai batasan wilayah/ruang (space) dan batasan waktu
(time). Namun demikian, sampai saat ini belum terdapat kesepakatan
diantara para ahli dan juga antara negara-negara mengenai batasan ruang
dan waktu yang digunakan dalam mendefinisikan mobilitas penduduk
horizontal ini.

Mobilitas penduduk horizontal dapat juga dibagi menjadi


mobilitas penduduk nonpermanen (atau mobilitas penduduk sirkuler),
dan mobilitas penduduk permanen. Mobilitas penduduk nonpermanen
ini adalah suatu perpindahan yang dilakukan untuk jangka waktu
pendek dengan tujuan kembali ke tempat tinggal biasa. Penelitian-
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya Mantra
(1992), tidak terlalu menekankan penetapan jangka waktu ini, tetapi
lebih melihat pada bagaimana migran pada kategori ini
menggabungkan kegiatan di daerah asal dan kegiatan di daerah lain
berdasar keperluan musiman akan tenaga kerja. Migran ini akan
kembali bekerja di daerah asal, jika tidak terdapat lagi kemungkinan
adanya pekerjaan musiman di daerah lain tersebut.
Mobilitas penduduk sirkuler dapat dibagi lagi menjadi mobilitas
penduduk ulang-alik (commuting/nglaju) dan nginap atau mondok di
daerah tujuan. Pelaju (Commuter), yaitu mereka yang bepergian untuk
melakukan kegiatan khusus, biasanya kegiatan ekonomi, namun
tempat tinggalnya tetap di daerah asal.
Mobilitas penduduk permanen atau sering disebut migrasi adalah
gerak penduduk dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain dengan
tujuan untuk menetap di daerah tujuan. Migrasi merupakan salah satu
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 93

faktor dasar di samping faktor kelahiran dan kematian yang


mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Di negara-negara yang sedang
berkembang migrasi secara regional sangat penting untuk dikaji secara
khusus, mengingat meningkatnya kepadatan penduduk yang pesat di
daerah-daerah tertentu sebagai distribusi penduduk yang tidak merata.

Secara skematis, bentuk-bentuk mobilitas ini digambarkan


sebagai berikut:

Gambar 6.1. Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk

Permanen
Commuting (Nglaju)
Horisontal
Sirkuler
Mobilitas Nginap/Mondok

Vertikal

6.1.2. Ukuran-Ukuran Mobilitas/Migrasi


Beberapa ukuran mobilitas/migrasi yang umum digunakan
diantaranya adalah:
Ekonomi Kependudukan 94

1. Angka mobilitas

yaitu rasio banyaknya penduduk yang pindah secara lokal (mover)


dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah penduduk

M
m x 1000
P
dimana:

m = angka mobilitas

M = jumlah mover

P = jumlah penduduk pertengahan tahun

Dalam prakteknya, angka mobilitas ini sulit dihitung karena tidak


tersedianya data mengenai jumlah penduduk yang pindah secara lokal
(mover)

2. Angka migrasi masuk (In-Migration = IM)

Menunjukkan banyaknya migran yang masuk per seribu penduduk


daerah tujuan dalam satu periode waktu

I
IM  x 1000
P
dimana: I = jumlah migran masuk

Contoh perhitungan:

Jumlah migran yang masuk ke Propinsi A tahun 2005 sebanyak


48.389 orang. Jumlah penduduk pertengahan tahun 2005 di Propinsi
A adalah 3.526.900 orang.

48389
Dengan demikian: IM  x 1000  13,7 perseribu penduduk
3526900
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 95

3. Angka migrasi keluar (Out-Migration = OM)

Menunjukkan banyaknya migran yang keluar per seribu penduduk


daerah asal dalam satu periode waktu

O
OM  x 1000
P
dimana: O = jumlah migran keluar

Contoh perhitungan:

Jumlah migran yang keluar dari Propinsi A tahun 2005 sebanyak


32.447 orang.

32447
Dengan demikian: OM  x 1000  9,2 perseribu penduduk
3526900

4. Angka migrasi neto (Net-Migration = NM)

Menunjukkan selisih migran masuk dan keluar per seribu penduduk


dalam satu periode waktu

I O
NM  x 1000
P
Contoh perhitungan:

Dari data migran masuk dan keluar di Propinsi A, dapat dihitung


angka migrasi neto sebagai berikut:

48389  32447
NM  x 1000  4,5 perseribu penduduk
3526900
Ekonomi Kependudukan 96

5. Angka migrasi bruto (Gross-migration = GM)

Menunjukkan banyaknya perpindahan (migran masuk + migran


keluar) per seribu penduduk daerah asal dan daerah tujuan dalam satu
periode waktu

I O
GM  x 1000
P1  P2

dimana:

P1 = jumlah penduduk di tempat asal

P2 = jumlah penduduk di tempat tujuan

Contoh perhitungan:

Migrasi keluar dari daerah C ke daerah D tahun 2005 sebanyak 50.000


orang. Migrasi masuk dari daerah D ke daerah C tahun 2005 sebanyak
30.000 orang. Jumlah penduduk daerah C sebanyak 3.000.000 orang
dan penduduk daerah D sebanyak 2.500.000 orang.

Dengan demikian angka migrasi bruto adalah:

30000  50000
GM  x 1000  14,5 perseribu penduduk
3000000  2500000

6.2. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan


Kaitan antara pembangunan dan mobilitas penduduk/migrasi,
serta dampak kaitan itu telah lama menjadi perhatian para ahli dan
perencana pembangunan. Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa
kegiatan pembangunan yang menentukan arah dan volume migrasi,
tetapi disisi lain terdapat juga pandangan yang menyatakan arah dan
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 97

volume migrasi yang menentukan laju pembangunan. Selanjutnya,


dalam konteks dampak kaitan tersebut, terdapat pandangan yang
menyatakan bahwa mobilitas atau migrasi pekerja dapat mendorong
pembangunan, tetapi juga terdapat pandangan bahwa migrasi pekerja ini
dapat mengganggu proses pembangunan.

Berikut ini diberikan beberapa teori yang memperlihatkan


keterkaitan antara mobilitas penduduk dengan pembangunan.

6.2.1. Model Dorong-Tarik (Push-Pull Factors)


Model yang sering digunakan untuk menganalisis mobilitas
penduduk di suatu wilayah adalah model dorong-tarik (push-pull
factors). Model ini dikembangkan oleh Everett S. Lee yang disajikan
pada Annual Meeting of the Mississipi Valley Historical Association, Kansas
City, 23 April 1965.

Model dorong-tarik ini menyatakan penyebab utama seseorang


pindah ke daerah lain adalah karena kondisi sosial ekonomi di daerah
asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhannya (needs).
Karenanya, prasyarat utama yang akan mendorong seseorang untuk
pindah adalah adanya perbedaan nilai kefaedahan wilayah (place utility)
antara daerah asal dengan daerah tujuan. Daerah tujuan harus
mempunyai nilai kefaedahan wilayah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah asal. Dengan kata lain, jika dikaitkan dengan
pembangunan, berdasarkan kerangka model ini dapat dikemukakan
bahwa ketimpangan pembangunan antar daerah merupakan faktor yang
menjadi pemicu mobilitas penduduk.

Terdapat empat kelompok faktor yang mempengaruhi orang


mengambil keputusan untuk bermigrasi dan proses migrasi, yaitu (Lee,
1992):
Ekonomi Kependudukan 98

1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal

2. Faktor – faktor yang terdapat di daerah tujuan

3. Penghalang antara

4. Faktor – faktor pribadi

Tiga kelompok faktor yang pertama secara skematis dapat dilihat


pada gambar berikut ini :

Gambar 6.2. Faktor Daerah Asal dan Daerah Tujuan Serta Penghalang
Antara dalam Migrasi

0 + - + 0 0 + - + 0
+ - + 0 - + - + 0 -
0 + - 0 + 0 + - 0 +
+ + 0 - - + + 0 - -
0 + - + 0 0 + - + 0
+ 0 + - Penghalang Antara + 0 + -

Daerah Asal Daerah Tujuan

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi orang untuk


menetap di suatu daerah atau menarik orang untuk pindah ke daerah
tersebut. Selain itu, terdapat juga faktor-faktor yang memaksa seseorang
untuk meninggalkan daerah tersebut. Keseluruhan faktor-faktor ini
ditunjukkan dalam gambar dengan tanda (+) dan (-). Faktor-faktor lain
yang ditunjukkan dengan tanda (0) ialah faktor-faktor netral yang tidak
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 99

mempengaruhi keputusan seseorang untuk menetap atau pindah dari


daerah tersebut.

Beberapa faktor mempunyai pengaruh yang sama terhadap


beberapa orang, tetapi terdapat juga faktor yang berpengaruh berbeda
terhadap seseorang. Oleh karenanya akan terdapat perbedaan sikap
antara setiap migran dan calon migran terhadap faktor + dan -, yang
terdapat baik di daerah asal maupun daerah tujuan. Sebagai contoh, bagi
orang tua yang mempunyai banyak anak kecil, akan memberikan nilai +
pada daerah dengan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang bagus
meskipun biaya hidup relatif mahal di daerah tersebut (misalnya karena
harga/sewa rumah relatif mahal). Sementara bagi orang yang hidup
sendiri mungkin tidak terpengaruh untuk tinggal di daerah tersebut,
karena tidak ada anak yang harus disekolahkan.

Keputusan bermigrasi dalam konteks ini merupakan hasil


perbandingan faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan di daerah
tujuan. Selain itu, diantara dua tempat tersebut selalu terdapat sejumlah
rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak terlalu berat, tetapi
dalam keadaan-keadaan lain tidak dapat diatasi. Yang paling banyak
diteliti diantara rintangan-rintangan tersebut adalah jarak.

Sejumlah rintangan yang sama dapat menimbulkan pengaruh


yang berbeda-beda pada masing-masing individu, yang akan
mempengaruhi keputusan migrasinya. Selain itu, masih banyak faktor
pribadi yang berpengaruh terhadap seseorang yang akan pindah, faktor-
faktor itu dapat mempermudah atau memperlambat migrasi.

6.2.2. Model Lewis-Fei-Ranis


Model Lewis-Fei-Ranis (L-F-R) merupakan model yang
menggambarkan proses pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga
Ekonomi Kependudukan 100

yang mengalami surplus tenaga kerja selama dekade 1960-an dan awal
dekade 1970-an. Model ini dikembangkan oleh Sir W. Arthur Lewis dan
kemudian dirumuskan dan diperluas oleh John Fei dan Gustav Ranis
(Todaro, MP,1992; Todaro dan Smith, 2004)

Dalam model L-F-R dinyatakan bahwa perekonomian


terbelakang secara sederhana dari dibagi atas dua sektor yaitu: a) sektor
tradisional, yaitu sektor pertanian subsisten tradisional di pedesaan.
Sektor ini memiliki produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol.
Produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol ini dinyatakan oleh
Lewis sebagai penggambaran dari kondisi surplus tenaga kerja, dalam
artian jika sebagian tenaga kerja ditarik dari sektor pertanian, maka
sektor tersebut tidak akan kehilangan outputnya; dan b) sektor industri
modern perkotaan. Sektor ini memiliki tingkat produktivitas yang tinggi,
dan menjadi sektor penampung dari perpindahan tenaga kerja dari sektor
subsisten.

Fokus perhatian dalam model L-F-R adalah pada proses


perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan peluang kerja di sektor
modern. Transfer tenaga kerja maupun pertumbuhan peluang kerja di
kota dipengaruhi oleh perluasan output di sektor modern. Laju dan
kecepatan dari transfer tenaga kerja maupun pertumbuhan peluang kerja
ini ditentukan oleh tingkat investasi industri dan akumulasi modal secara
keseluruhan pada sektor modern. Investasi ini terjadi karena adanya
kelebihan keuntungan sektor modern atas upah, dengan asumsi bahwa
para pemilik modal menginvestasikan kembali semua keuntungan
mereka. Tingkat upah pada sektor industri di kota diasumsikan konstan
dan dengan rata-rata berada diatas tingkat upah di sektor pertanian
subsisten tradisional (Lewis berasumsi bahwa upah di kota paling sedikit
30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di desa agar menarik
para pekerja desa bermigrasi ke kota). Dengan tingkat tingkat upah yang
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 101

konstan di perkotaan, penawaran tenaga kerja di pedesaan dianggap


elastis sempurna.

Ilustrasi model L-F-R diberikan pada gambar berikut:

Gambar 6.3. Model Migrasi Lewis-Fei-Ranis

Upah riil
(MPL)

D3

D2

D1

W S
A

F G H
D1(K1) D2(K2) D3(K3)
0
L1 L2 L3 T.Kerja
Sumber: Todaro,MP,1992

Sumbu vertikal merupakan upah riil dan produk marginal tenaga


kerja (upah riil dan produk marginal tenaga kerja ini diasumsikan sama
dalam sektor modern yang kompetitif) dan pada sumbu horizontal
merupakan kuantitas tenaga kerja. Rata-rata pendapatan subsisten riil di
sektor tradisional pedesaan ditunjukkan oleh daerah 0A, sedangkan 0W
menunjukkan upah riil di sektor modern perkotaan. Pada upah sebesar
0W ini penawaran tenaga kerja pedesaan diasumsikan “tak terbatas” atau
Ekonomi Kependudukan 102

elastis sempurna. Ini ditunjukkan oleh kurva penawaran tenaga kerja


(WS) yang bersifat horisontal. Dengan kata lain, ini juga berarti bahwa
pengusaha di sektor modern perkotaan dapat mempekerjakan tenaga
kerja pedesaan sebanyak yang dibutuhkannya tanpa khawatir upah akan
meningkat.

Dengan asumsi penawaran modal jumlahnya tetap dan sudah


tertentu sebesar K1, maka pada tahap awal pertumbuhan sektor modern,
kurva permintaan tenaga kerja semata-mata hanya ditentukan oleh
penurunan produk marginal tenaga kerja. Hal tersebut diperlihatkan oleh
kurva D1(K1) yang memiliki kemiringan negatif. Pengusaha di sektor
modern yang memaksimumkan keuntungan diasumsikan membayar
upah para pekerja sampai suatu titik dimana produk fisik marginal tenaga
kerja sama dengan upah riilnya (titik potong F diantara kurva penawaran
dan permintaan tenaga kerja). Pada titik ini, total tenaga kerja sektor
modern akan sama dengan L1. Total output sektor modern pada tingkat
tenaga kerja L1 ini ditunjukkan oleh bidang yang dibatasi dengan titik-
titik 0D1FL1. Bagian dari total output yang diterima pekerja dalam
bentuk upah adalah sama dengan daerah persegi empat 0WFL1,
sedangkan bidang WD1F menjadi total keuntungan yang diperoleh oleh
para pengusaha di sektor modern perkotaan. Karena diasumsikan bahwa
semua keuntungan ini diinvestasikan kembali, jumlah stok kapital pada
sektor modern akan naik dari K1 ke K2.

Meningkatnya stok kapital ini menyebabkan naiknya kurva


produk total sektor modern, yang kemudian menyebabkan kenaikan
dalam kurva permintaan atau produk marginal tenaga kerja. Pergeseran
kurva permintaan ini ditunjukkan dengan garis D2(K2) dalam gambar
6.2. tersebut. Tingkat keseimbangan baru pada peluang kerja di kota
terjadi pada titik G, dengan tenaga kerja yang dipekerjakan sekarang
sebanyak L2. Output total naik menjadi 0D2GL2. Bagian dari total
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 103

output yang diterima pekerja dalam bentuk upah adalah sama dengan
daerah persegi empat 0WGL2, sedangkan bidang WD2G menjadi total
keuntungan yang diperoleh oleh para pengusaha di sektor modern
perkotaan. Keuntungan pengusaha sektor modern tersebut (WD2G)
kemudian diinvestasikan lagi, sehingga meningkatkan seluruh stok
kapital menjadi K3, dan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke
D3(K3) dan menaikkan tingkat peluang kerja sektor modern menjadi L3.

Proses pertumbuhan berkesinambungan dari sektor modern dan


perluasan peluang kerja tersebut diasumsikan berlangsung terus sampai
semua kelebihan tenaga kerja di pedesaan terserap di sektor industri kota.
Setelah itu, tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat ditarik dari
sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi. Kurva penawaran tenaga
kerja akan memiliki slope yang positif dan peluang kerja serta tingkat
upah di kota akan terus meningkat. Transformasi ekonomi secara
struktural akan terjadi dengan keseimbangan aktivitas ekonomi yang
bergeser dari pertanian desa menuju industri kota.

6.2.3. Transisi Mobilitas


Transisi mobilitas pada dasarnya memperlihatkan bagaimana
pola, volume dan arah mobilitas penduduk yang dikaitkan dengan
tahapan-tahapan pembangunan. Hipotesis mengenai transisi mobilitas ini
pada awalnya dikemukakan oleh Zelinsky (1971).

Menurut Zelinsky, terdapat lima tingkatan atau fase transisi


mobilitas. Kelima tahapan transisi mobilitas tersebut berjalan sejajar
dengan fase transisi demografi atau transisi vital. Kecuali itu, fase-fase
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Fase-fase tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
Ekonomi Kependudukan 104

Transisi Vital Transisi Mobilitas


Masyarakat Premodern
Fase A Fase I
Fertilitas dan mortalitas tinggi, Mobilitas penduduk (tempat tinggal) sangat
pertumbuhan penduduk tinggi sedikit, bahkan tidak tampak, kecuali ben-
tuk-bentuk sirkulasi terbatas, seperti tradisi
kunjungan sosial, keagamaan dan lainnya
Masyarakat Awal Transisi

Fase B Fase II
Mortalitas turun dengan cepat, Mobilitas desa-kota mulai nampak
fertilitas naik, pertumbuhan dilatarbelakangi berbagai aktivitas.
penduduk tinggi Mobilitas antar kota belum terlihat
Masyarakat Akhir Transisi
Fase C Fase III
Fertilitas dan mortalitas sama- Mobilitas desa-kota masih dominan,
sama turun, tetapi angka mobilitas antar kota mulai memasuki tahap
mortalitas lebih cepat turun. awal, sirkulasi mulai tumbuh dengan
Pertumbuhan penduduk alami kompleksitas struktural.
lebih rendah dibanding fase B
Masyarakat Maju
Fase D Fase IV
Fertilitas turun, mortalitas Mobilitas residential bergerak pada tingkat
stabil (tetap), pertumbuhan yang tinggi, migrasi desa-kota terus
penduduk mendekati 0. bertambah secara relatif dan absolut, terjadi
aliran tenaga kerja tidak terlatih dan
semiterampil dari daerah terbelakan,
sirkulasi tenaga kerja terampil dan profesi-
onal meningkat dalam berbagai variasi.
Masyarakat Awal Transisi
Fase E Fase V
Perilaku fertilitas tidak dapat Mobilitas akan turun karena makin baiknya
dipredikksi karena kelahiran jaringan komunikasi, sirkulasi meningkat
dapat dikontrol oleh individu- sebagai akibat kemajuan telekomunikasi
individu maupun lembaga dan makin baiknya jaringan informasi, lahir
politik. bentuk-bentuk baru mobilitas sirkuler.
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 105

Hipotesis transisi mobilitas ini kemudian dimodifikasi oleh


Skeldon (1990), untuk menganalisis transisi mobilitas di negara-negara
sedang berkembang. Dalam modifikasinya, Skeldon membagi atas tujuh
tahapan dalam transisi mobilitas sebagai berikut:

1. Tahap Pertama disebut sebagai tahap “masyarakat pra transisi’


(pretransitional society)

Pada tahap ini sebagian besar mobilitas yang terjadi merupakan


mobilitas non-permanen, yang tidak bertujuan untuk menetap.
Meskipun demikian, mobilitas ini tidak harus merupakan mobilitas
jangka pendek. Selain mobilitas non-permanen, pada tahap ini juga
terjadi mobilitas permanen dalam bentuk kolonisasi ataupun
pembukaan daerah pertanian baru.

2. Tahap kedua, yaitu tahap “masyarakat transisi awal” (early


transitional society).

Pada tahap ini terjadi percepatan dalam mobilitas nonpermanen ke


daerah perkotaan, daerah perkebunan, atau daerah pertambangan.
Mobilitas semacam ini sangat diperlukan untuk mendukung
pembangunan pedesaan. Penghasilan penduduk yang melakukan
mobilitas ini membantu peningkatan pendapatan di pedesaan. Secara
umum, jaringan transportasi yang luas, murah, efisien, dan cepat
merupakan syarat utama terjadinya peningkatan mobilitas
nonpermanen, baik sirkulasi maupun ulang alik.

Pada tahap ini juga terlihat adanya mobilitas penduduk dari satu
daerah perkotaan ke daerah perkotaan yang lain, dengan kota besar
sebagai tujuan utama migrasi dari kota kecil dan menengah. Terjadi
peningkatan pesat dalam mobilitas ke daerah-daerah baru. Pada
tahap ini migrasi masih didominasi oleh penduduk laki-laki.
Ekonomi Kependudukan 106

3. Tahap ketiga, yaitu tahap “masyarakat transisi menengah”


(intermediate transitional).

Pada tahap ini terjadi peningkatan partisipasi penduduk perempuan


dalam migrasi penduduk ke ktoa besar. Selain itu terlihat juga adanya
migrasi dari daerah yang berdekatan dengan kota besar ke kota besar
itu sendiri. Migrasi dari daerah sekitar kota besar ini menyebabkan
stagnasi pada daerah sekitar kota besar tersebut. Mobilitas dari
pedesaan ke pedesaan menurun; dan mobilitas dari perkotaan ke
perkotaan terus meningkat.

Berbeda dengan tahap kedua, mobilitas dari pedesaan ke perkotaan


berubah menjadi migrasi dari pedesaan ke perkotaan. Para migran
mulai menetap di perkotaan. Penghasilan yang diterima di perkotaan
dibelanjakan di perkotaan itu sendiri. Sementara itu, akibat migrasi
ini, daerah pedesaan kehilangan angkatan kerja yang relatif bermutu.
Gejala ini dapat mulai mengganggu pembangunan ekonomi
pedesaan.

Peningkatan migrasi dari pedesaan ke arah perkotaan ini juga


mendorong cepatnya pertumbuhan kota kecil dan menengah.

4. Tahap keempat, yaitu tahap “masyarakat transisi akhir” (late


transitional society).

Pada tahap ini muncul megacity, dan jumlah penduduk pedesaan


mulai menurun. Mobilitas dari pedesaan ke perkotaan meningkat,
dengan kota-kota besar sebagai tujuan utama. Migrasi tidak lagi dari
pedesaan ke kota kecil, kota menengah, baru ke kota besar, tetapi
langsung dari pedesaan ke kota besar. Migrasi ini didominasi oleh
perempuan.

Migrasi tenaga kerja ke luar negeri mulai terlihat pada tahap ini.
Menurut Skeldon, migrasi jenis ini didominasi oleh laki-laki.
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 107

5. Tahap kelima, yaitu tahap “masyarakat mulai maju” (early advanced


society).

Pada tahap ini angka urbanisasi telah melampaui 50 persen dan


mobilitas dari pedesaan ke perkotaan menurun. Mulai terjadi sub-
urbanisasi dan dekonsentrasi penduduk perkotaan (peningkatan
mobilitas dari kota besar ke daerah sekelilingnya dan penyebaran
pertumbuhan penduduk perkotaan). Mobilitas ini tidak berbeda
mencolok antara laki-laki dan perempuan. Bersamaan dengan gejala
tersebut, mobilitas nonpermanen, terutama ulang-alik, meningkat
lagi. Ulang alik ini didominasi oleh laki-laki.

6. Tahap keenam, yaitu tahap “masyarakat maju lanjut” (late advanced


society”.

Tahap ini ditandai dengan terus terjadinya dekonsentrasi penduduk


perkotaan. Penduduk perkotaan makin menyebar ke daerah
perkotaan yang lebih kecil. Pada saat ini juga dapat terjadi
peningkatan arus masuk pekerja asing, terutama migran dari negara
yang masih berada pada tahap keempat. Ulang alik terjadi dengan
pesat. Semua arus mobilitas ini dilakukan baik oleh laki-laki maupun
perempuan, tanpa perbedaan yang mencolok.

7. Tahap ketujuh, yaitu tahap “masyarakat maju super” (super


advanced society).

Pada tahap ini banyak diwarnai oleh adanya teknologi tinggi,


termasuk teknologi informasi. Pada saat ini amat mungkin bahwa
mobilitas permanen semakin berkurang dan mobilitas nonpermanen,
terutama berujud mobilitas ulang-alik, meningkat. Sistim transportasi
diganti dengan sistim komunikasi. Orang tidak perlu lagi berpindah
tempat untuk dapat saling berkomunikasi.
Ekonomi Kependudukan 108

6.2.4. Tesis Brain Drain dan Konsep Remittances: Dampak


Migrasi Terhadap Pembangunan Daerah

Tesis Brain Drain menyatakan bahwa migrasi keluar dari


angkatan kerja potensial berusia muda dan berpendidikan dari pedesaan
(ataupun kota kecil) ke daerah lainnya (umumnya kota menengah atau
besar), cenderung membawa dampak negatif bagi daerah yang
ditinggalkan. Oleh karenanya, migrasi dari desa ke kota ataupun dari
kota kecil ke kota menengah/besar diduga dapat mengganggu dan
memperlambat proses pembangunan wilayah.

Selain menyebabkan terjadinya kelangkaan angkatan kerja pada


daerah yang ditinggalkan (desa), dampak dari brain drain juga dapat
mengganggu pertumbuhan ekonomi daerah. Di daerah tujuan (kota),
mobilitas pekerja tidak hanya mempersulit penataan kota, tetapi juga
memunculkan kelebihan angkatan kerja yang kemudian memunculkan
masalah pengangguran, pekerja miskin di sektor informal, kemiskinan
dan kampung kumuh di kota. Oleh karenanya, para perencana
pembangunan dan pemerintah berusaha menyusun kebijakan dan
strategi, agar migrasi ke luar dari pedesaan dapat dikurangi atau
dihambat.

Namun demikian, dampak dari tesis Brain Drain ini tidak


sepenuhnya berlaku di negara-negara sedang berkembang. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa mobilitas atau migrasi pekerja
merupakan salah satu strategi yang tersedia yang dimanfaatkan oleh
rumah tangga pedesaan, untuk turut meraih dan menikmati kue
pembangunan yang cenderung menumpuk di kota. Dengan
mengalokasikan sumberdaya manusia yang ada, rumah tangga pedesaan
berusaha memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di luar desa.
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan 109

Hasil kerja di luar desa sedapat mungkin ditabung kemudian dikirimkan


dan dimanfaatkan di desa.

Kiriman (remittances) dari para migran pekerja mempunyai


dampak positif bagi rumah tangga pedesaan dan ekonomi pedesaan,
khususnya peluang berusaha dan pekerjaan non-farm pedesaan. Pada
tahap awal, remitan dari pekerja migran memang sebagian besar hanya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari keluarga
yang ditinggalkan di desa. Namun demikian, pada tahap-tahap
selanjutnya, remitan mulai banyak dimanfaatkan untuk kegiatan
produktif, sebagai modal berusaha di pedesaan. Hal ini dapat
menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas off-farm dan non-farm di
pedesaan.

Studi yang dilakukan Carol B. Hetler (BIES, 1989) menunjukkan


pentingnya remitan bagi rumah tangga di pedesaan. Studi yang dilakukan
pada tahun 1984 di daerah Wonogiri menunjukkan bahwa rumah yang
memiliki pekerja migran sirkuler umumnya memiliki kondisi ekonomi
yang lebih baik dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki pekerja
migran sirkuler, meskipun kedua kelompok rumah tangga ini sama-sama
tidak memiliki lahan pertanian. Hetler berpendapat bahwa migrasi
sirkuler merupakan upaya untuk meningatkan status ekonomi rumah
tangga.

Studi yang dilakukan Saefullah (1992) di Jawa Barat juga


mengungkapkan bahwa lebih dari 90 persen responden menyatakan
bahwa kehidupan ekonomi rumah tangga mereka menjadi lebih baik
setelah bekerja di luar desa. Temuan yang sama juga diperoleh dalam
studi yang dilakukan oleh Mundiharno (1996) juga menunjukkan
pentingnya peran “uang kota” yang dialirkan oleh para migran sirkuler
ke desa mereka.
Ekonomi Kependudukan 110

Remitan tersebut tidak saja dalam bentuk kiriman uang.


Sebagaimana yang dikemukakan Connel (1975), hubungan migran
dengan daerah asal dinegara-negara berkembang dikenal sangat erat.
Hubungan tersebut antara lain diwujudkan dengan pengiriman uang,
barang-barang, bahkan ide-ide pembangunan ke daerah asal, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
BAB

7
ISU-ISU KEPENDUDUKAN TERKINI:
Indikator Kualitas Penduduk

Bab ini akan memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai


kualitas penduduk dan berbagai indikator yang pernah diajukan dan
digunakan dalam rangka mengukur kualitas penduduk di suatu negara
atau daerah.

7.1. Pengertian Kualitas Penduduk


Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan
mendasar tentang paradigma pembangunan yang dilaksanakan di
berbagai negara di dunia. Orientasi pembangunan tidak lagi hanya pada
pembangunan ekonomi, tetapi pembangunan ekonomi itu sendiri hanya
dijadikan sebagai alat atau cara dalam rangka mencapai tujuan lain yang
lebih mendasar yaitu kesejahteraan manusia. Dengan kata lain,
penduduk selain sebagai modal dasar pembangunan, juga merupakan
sasaran pembangunan. Penduduk yang berkualitas akan mempercepat
proses pembangunan. Namun demikian, hasil dari pembangunan juga
seharusnya dapat meningkatkan kualitas penduduk.
Ekonomi Kependudukan 112

Terutama sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)


ke IV, pembangunan kualitas penduduk telah menjadi sasaran pokok
pembangunan di Indonesia. Namun demikian, belum ada kesepakatan
yang dapat diterima semua pihak mengenai ukuran yang digunakan
dalam menilai kualitas penduduk. Hal ini berakibat pada sulitnya upaya
untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan, dan juga perumusan
perencanaan untuk peningkatan kualitas penduduk masa yang akan
datang.

Beberapa indikator memang telah diajukan, baik oleh lembaga-


lembaga resmi maupun para ahli. Namun karena luasnya batasan
kualitas penduduk, indikator tersebut masih mengandung berbagai
kelemahan, sehingga berbagai upaya pengembangannya sampai saat ini
masih terus dilakukan.

Ancok (1994) mengemukakan, kualitas penduduk dapat dibagi


dalam kualitas fisik dan kualitas non-fisik. Untuk kualitas fisik, minimal
dapat dipakai tiga indikator yaitu ukuran antropometrik (tinggi, berat
badan dan lainnya), kesehatan serta kesegaran jasmani. Sedangkan
kualitas non-fisik dapat berupa kecerdasan, kesehatan mental,
pendidikan, religiusitas dan ciri non-fisik lainnya.

Dalam pengukurannya, kualitas penduduk juga dapat dibedakan


atas indikator individu dan indikator kelompok. Kualitas individu adalah
indikator yang menunjukkan kualitas pada masing- masing individu,
sedangkan kualitas kelompok adalah indikator yang menunjukkan
kualitas rata-rata sekumpulan manusia yang menjadi penduduk suatu
daerah/wilayah. Namun demikian, secara umum indikator kualitas
penduduk yang banyak digunakan adalah dalam bentuk ukuran
kelompok.

Penggunaan ukuran kelompok dalam melihat kualitas penduduk


memiliki keunggulan terutama dari sisi kemudahan indikator ini
Bab 7.Indikator Kualitas Penduduk 113

digunakan dalam rangka mengevaluasi dan merumuskan intervensi


kebijakan. Namun demikian, ukuran ini menjadi kurang tepat jika
ketimpangan antar individu dalam kelompok tersebut relatif besar.

7.2. Indikator-Indikator Kualitas Penduduk


Berbagai indikator yang pernah digunakan dalam mengukur
kualitas penduduk diberikan dalam bahasan berikut ini:

1. Pendapatan Perkapita
Pada tahun 1950-an, sebagian besar negara-negara di dunia
menggunakan paradigma pembangunan yang mengacu pada
pertumbuhan ekonomi, yakni melalui pembentukan modal dan
produksi. Berdasarkan paradigma tersebut, ukuran keberhasilan
pembangunan yang digunakan berhubungan erat dengan masalah
pembentukan modal dan produksi. Pada masa-masa ini, indikator
yang umum digunakan untuk mengukur kualitas penduduk adalah
pendapatan perkapita.

Namun demikian, penggunaan pendekatan pendapatan


perkapita dalam mengukur kualitas penduduk dan tingkat
kesejahteraan masyarakat ini mempunyai banyak kelemahan.
Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya. Pertama, pendekatan ini
tidak memasukkan produksi subsisten yang tidak dipasarkan
(sehingga tidak memiliki harga dalam satuan uang). Kedua, belum
dipertimbangkannya aspek distribusi pendapatan yang merupakan
unsur paling penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan
sekaligus kualitas penduduk. Hal ini disebabkan pendapatan
perkapita yang tinggi dari masyakarat suatu daerah pada dasarnya
belum tentu mencerminkan pendapatan yang tinggi untuk masing-
Ekonomi Kependudukan 114

masing individu dalam masyarakat. Ada kalanya (bahkan menjadi


kecenderungan umum) bahwa tingginya pendapatan perkapita
masyarakat di suatu daerah atau negara lebih disebabkan adanya
sebagian kecil masyarakat golongan atas yang mempunyai
pendapatan sangat tinggi. Ketiga, kualitas penduduk dan tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu hal yang subjektif yang tidak dapat
diukur semata-mata melalui pendekatan pendapatan perkapita. Tiap
orang mempunyai pandangan, cara dan tujuan hidup yang berbeda,
sehingga dengan demikian memberikan nilai-nilai yang berbeda pula
terhadap kesejahteraan mereka.

2. PQLI atau IMH


Pada tahun 1970-an, muncul pandangan bahwa kemiskinan
absolut dan relatif yakni kesenjangan merupakan masalah penting
yang harus segera diatasi. Paradigma pembangunan pada waktu itu
terpusat pada usaha pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia.
Oleh karenanya, untuk mengukur sampai sejauh mana hasil
pembangunan mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia dari segi
peningkatan kualitas fisik kehidupan, digunakanlah beberapa tolok
ukur. Berdasarkan hal tersebut, Morris dan Grant pada tahun 1976
mengajukan indikator agregat kualitas penduduk yang dikenal
dengan nama PQLI (Physical Quality of Live Index) atau IMH
(Indeks Mutu Hidup). Indeks tersebut mencakup tiga parameter
pokok yaitu : angka kematian bayi (IMR), angka harapan hidup pada
umur 1 tahun, dan tingkat melek huruf penduduk usia 15 tahun atau
lebih.

PQLI mencakup aspek fisik maupun non-fisik penduduk.


Angka kematian bayi dan angka harapan hidup waktu umur 1 tahun,
mengukur kemampuan penduduk secara fisik antara masa bayi dan
Bab 7.Indikator Kualitas Penduduk 115

masa umur selebihnya. Angka melek huruf merupakan gambaran


potensi seseorang untuk beraktivitas dalam kehidupan, karena
dengan pendidikan akan mempengaruhi tingkat keilmuan dan
ketrampilan yang berkaitan untuk pencarian nafkah atau keperluan
budaya lainnya.

Berdasarkan asumsi dasar dan tujuan penyusunan indeks ini,


maka PQLI lebih sesuai digunakan sebagai indikator keberhasilan
pembangunan dalam model pembangunan pemerataan melalui
pertumbuhan dan model pembangunan pemenuhan kebutuhan dasar.
Tujuan pokoknya adalah untuk mengetahui seberapa jauh suatu
masyarakat telah berhasil mencapai sejumlah pemenuhan karak-
teristik kebutuhan dasar yang dapat menjamin kelangsungan hidup
warganya.

Penggunaan indikator PQLI pada dasarnya memang telah


dapat mengatasi kelemahan pemakaian pendapatan perkapita sebagai
indikator keberhasilan pembangunan. Namun demikian, PQLI juga
memiliki kelemahan. Indikator ini tidak dapat digunakan sebagai
indikator kesejahteraan total (yang didalamnya harus mengandung
pengukuran tentang rasa aman, keadilan, hak-hak asasi dan hal-hal
lainnya yang tidak memiliki eksistensi material).

Di Indonesia, berbagai modifikasi dari PQLI ini telah


dilakukan oleh para ahli. Sayogyo menghitung indikator ini dengan
menambah variabel fertilitas (Total Fertility Rate = TFR) sebagai
variabel keempat. Ia memberi nama dengan istilah IMH-plus (Indeks
Mutu Hidup-plus). Hananto Sigit juga mengukur Indeks Mutu Hidup
dengan menggunakan tiga variabel seperti yang diajukan Moris-
Grant. Ia memberi nama dengan istilah : Indeks Kualitas Hidup
Manusia Indonesia (IKHMI). Hananto Sigit menambahkan variabel
Ekonomi Kependudukan 116

pendapatan (PDRB) sebagai variabel keempat untuk indikator ini


yang kemudian diberi nama IKHMI plus atau IKHMIY.

3. HDI atau IPM


Pada tahun 1990, United Nations Development Program
(UNDP) memperkenalkan istilah pembangunan manusia melalui
Human Development Report (HDR). Menurut UNDP,
pembangunan manusia didefinisikan sebagai suatu proses
memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging
choices). Proses perluasan spektrum pilihan manusia, secara
mendasar adalah proses untuk meningkatkan kesempatan mereka
untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, penghasilan
dan pekerjaan. Dengan dasar tersebut, pada tahun 1990
diperkenalkan suatu indikator yang diberi nama Human Develop-
ment Index (HDI). HDI ini juga kemudian dijadikan dasar untuk
menilai kualitas sumberdaya manusia/penduduk di suatu wilayah
(UNDP,1992) HDI di Indonesia dikenal dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).

Sebagai indikator pembangunan yang bersifat universal,


ukuran HDI dikembangkan karena adanya kelemahan dari teori-teori
pembangunan ekonomi konvensional yang menjadikan pendapatan
perkapita dan laju pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya tolok
ukur dalam melihat keberhasilan dari suatu proses pembangunan
ekonomi. Pada hal, sebagaimana diketahui, banyak indikator-
indikator kehidupan penting lainnya seperti tingkat pendidikan, usia
harapan hidup sejak lahir, tingkat kesehatan, aspek demokratisasi,
transparansi, kebebasan yang juga dapat dijadikan sebagai alat ukur
pencapaian hasil-hasil pembangunan, termasuk juga pembangunan
ekonomi.
Bab 7.Indikator Kualitas Penduduk 117

HDI mencakup tiga dimensi pembangunan manusia. Ketiga


dimensi tersebut adalah usia hidup (longevity), pengetahuan
(knowledge) dan standar hidup layak (decent living). Dimensi usia hidup
diukur dengan angka harapan hidup waktu lahir. Dimensi
pengetahuan diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf dan
rata-rata lama mengikuti pendidikan formal dan standar hidup layak
diukur dengan tingkat pendapatan perkapita yang diproksi melalui
paritas daya beli (BPS, 2001).

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa HDI memiliki dua


sisi penting. Sisi pertama menggambarkan kemampuan umat
manusia dalam meningkatkan kesehatan dan pendidikannya, sedang
sisi kedua menggambarkan kemampuan mereka dalam
memanfaatkan kondisi yang dicapai tersebut dalam berkarya,
menikmati kehidupan atas hasil karyanya, termasuk aspek sosial,
politik dan budaya.

HDI mempunyai angka minimal 0 dan maksimal 100.


Semakin tinggi angka HDI (mendekati 100) maka semakin baik
kondisi suatu negara atau daerah tersebut.

Perhitungan HDI menggunakan tiga tahapan berikut:

1. Menghitung kesenjangan masing-masing komponen HDI


(harapan hidup waktu lahir, angka melek huruf, rata-rata lama
pendidikan formal dan paritas daya beli) dari suatu negara
(daerah) terhadap batas terendah dan tertinggi untuk masing-
masing komponen. Perhitungan angka maksimum dan minimum
tergantung negara atau daerah yang dimasukan dalam perhitun-
gan. Atas dasar angka maksimum dan minimum ini, maka suatu
negara (daerah) akan mendapat nilai 0-100 untuk masing-masing
komponen indeks tersebut.
Ekonomi Kependudukan 118

2. Angka kesenjangan dari ketiga indikator dijumlahkan dan


kemudian diambil nilai rata-ratanya.

3. Memperoleh angka HDI akhir, yaitu 100 dikurangi angka rata-


rata tersebut.

Melalui komponen-komponen yang digunakan, terlihat


bahwa terdapat beberapa keunggulan yang dimiliki indikator HDI
dibandingkan indikator lain. Keunggulannya tersebut antara lain
adalah bahwa komponen yang digunakan HDI adalah komponen
yang mengukur tingkat pembangunan relatif bukan absolut. Selain
itu, indikator ini juga berfokus pada hasil akhir pembangunan, jadi
bukan semata-mata pendapatan atau GNP perkapita. Dengan
menggabungkan data sosial dan ekonomi, konsep HDI
memungkinkan suatu negara atau wilayah untuk mengambil ukuran
yang lebih luas bagi kinerja pembangunan mereka dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Sebagai gambaran untuk HDI di Indonesia pada tahun 2005


adalah sebesar 0,728. Dengan angka HDI tersebut, Indonesia berada
pada posisi ke 107 dari 177 negara dan berada pada kelompok
negara-negara dengan pembangunan manusia pada tingkat
menengah (medium). (UNDP,2007). Berdasarkan perkembangan-
nya, HDI Indonesia sudah menunjukkan peningkatan dari sebesar
0,677 pada tahun 1999 dan 0,692 pada tahun 2002. Demikian juga
jika dibandingkan berdasarkan peringkat antar negara, dimana pada
tahun 2002 Indonesia berada pada posisi ke 111 dari 177 negara
(catatan: pada tahun 1999, posisi Indonesia relatif lebih baik yaitu
pada posisi 102, tetapi dengan cakupan 162 negara) (UNDP,2001 &
2004)

Gambaran HDI di Indonesia diberikan pada tabel berikut:


Bab 7.Indikator Kualitas Penduduk 119

Tabel 7.1. Perkembangan HDI Indonesia Berdasarkan Propinsi


Selama Tahun 1999 – 2005

Provinsi 1999 2002 2005


11. Nanggroe Aceh Darussalam 65.3 66 69
12. Sumatera Utara 66.6 68.8 72
13. Sumatera Barat 65.8 67.5 71.2
14. Riau 67.3 69.1 73.6
15. Jambi 65.4 67.1 71
16. Sumatera Selatan 63.9 66 70.2
17. Bengkulu 64.8 66.2 71.1
18. Lampung 63 65.8 68.8
19. Kep. Bangka Belitung na 65.4 70.7
20. Kepulauan Riau na na 72.2
31. DKI Jakarta 72.5 75.6 76.1
32. Jawa Barat 64.6 65.8 69.9
33. Jawa Tengah 64.6 66.3 69.8
34. DI Yogyakarta 68.7 70.8 73.5
35. Jawa Timur 61.8 64.1 68.4
36. Banten na 66.6 68.8
51. Bali 65.7 67.5 69.8
52. Nusa Tenggara Barat 54.2 57.8 62.4
53. Nusa Tenggara Timur 60.4 60.3 63.6
61. Kalimantan Barat 60.6 62.9 66.2
62. Kalimantan Tengah 66.7 69.1 73.2
63. Kalimantan Selatan 62.2 64.3 67.4
64. Kalimantan Timur 67.8 69.9 72.9
71. Sulawesi Utara 67.1 71.3 74.2
72. Sulawesi Tengah 62.8 64.4 68.5
73. Sulawesi Selatan 63.6 65.3 68.1
74. Sulawesi Tenggara 62.9 64.1 67.5
75. Gorontalo na 64.1 67.5
76. Sulawesi Barat na na 65.7
81. Maluku 67.2 66.5 69.2
82. Maluku Utara na 65.8 67
91. Irian Jaya Barat na na 64.8
92. Papua 58.8 60.1 62.1

Sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com
Ekonomi Kependudukan 120

4. Indikator Kualitas Penduduk Indonesia Berdasarkan


Penjabaran UU No. 10/1992

Menurut UU No. 10/1992, kualitas penduduk adalah kondisi


penduduk dalam aspek fisik dan non-fisik serta ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan dasar untuk
mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai
manusia yang berbudaya, berkepribadian dan layak. Kualitas fisik
meliputi kebugaran yang dikaitkan dengan kesegaran jasmani,
kesehatan serta daya tahan fisik sehingga dapat melakukan kegiatan
yang produktif. Kualitas non-fisik meliputi kualitas kepribadian:
kecerdasan, ketahanan mental, dan kemandirian; kualitas
bermasyarakat; kesetiakawanan sosial dan kemampuan
bermasyarakat; kualitas kekaryaan; produktivitas, ketekunan, dan
prestasi kerja; kualitas wawasan lingkungan; serta kualitas spiritual
keagamaan: iman, keteguhan etik dan moral.

Melalui Rapat Pokja Pembakuan Indikator Kualitas


penduduk Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN pada
bulan November 1995, Undang-Undang ini telah dijabarkan dalam
bentuk variabel dan indikator kualitas penduduk sebagai berikut:

A. Kualitas Fisik

a.1. Kesegaran Jasmani

Rasio fasilitas olah raga terhadap jumlah penduduk ; angka


kesakitan penyakit ringan

a.2. Kesehatan

Angka harapan hidup pada saat lahir; Total Fertility Rate


(TFR); Jumlah dan jenis penyandang cacat; kurang energi
protein total; Gangguan akibat kekurangan Iodium
Bab 7.Indikator Kualitas Penduduk 121

(GAKI); Anak kekurangan vitamin A; Prevalensi Keluarga


Berencana (KB); Berat badan balita dibawah normal; Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR); Angka Kematian Anak
(AKA); Angka Kematian Maternal (AKM); angka
kesakitan penyakit berat; anemia balita; usia kawin pertama

a.3. Daya Tahan Fisik

B. Kualitas Non-Fisik

b.1. Kualitas Kepribadian

Angka Melek huruf; Tingkat partisipasi Pendidikan


Menurut Jenjang; Jumlah anak putus sekolah; Jumlah
remaja dan pemuda yang bermasalah; Jumlah penduduk
yang mendapat ketrampilan

b.2. Kualitas Bermasyarakat

Jumlah anak terlantar; Angka kenakalan anak dan remaja;


Jumlah Nikah Talak Rujuk (NTR); Frekwensi Kunjungan
ketempat ibadah; Proporsi anak yang terpaksa bekerja

b.3.Kualitas Kekaryaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK); Pendapatan


perkapita; Jumlah penduduk miskin; Lamanya bekerja;
Ratio ketergantungan; Jumlah kepala keluarga wanita;
Proporsi wanita yang menjadi pimpinan dalam
birokrasi/orpol/ masyarakat; proporsi wiraswasta terhadap
jumlah penduduk; tingkat pengangguran; jumlah anggota
MPR/DPR dari pemuda

b.4. Kualitas Wawasan Lingkungan

Jumlah masyarakat daerah terpencil


Ekonomi Kependudukan 122

b.5. Kualitas Spiritual Keagamaan

Jumlah penduduk yang melakukan ibadah secara teratur;


kemampuan membaca kitab suci; jumlah penduduk yang
memberikan sumbangan sosial/sedekah/zakat; jumlah
calon haji yang terdaftar; Ratio kitab suci, tempat ibadah,
pertemuan keagamaan; proporsi alumnus P4 terhadap
jumlah penduduk kelompok umur tertentu.
BAB

8
ISU-ISU KEPENDUDUKAN TERKINI:
Ketimpangan Gender

Bab ini akan memberikan pengertian mengenai gender serta


teori-teori yang menjelaskan penyebab terjadinya diferensiasi gender.
Selain itu, pada akhir dari bab ini akan dibahas secara khusus mengenai
fenomena ketimpangan gender dalam dunia kerja.

8.1. Pengertian Gender


Dalam masyarakat, gender sering hanya diidentikkan dengan
pengertian seks atau perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Namun demikian, sebenarnya pengertian gender tidak sepenuhnya setara
dengan pengertian jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang lebih
bersifat biologis tersebut. Gender pada hakikatnya merupakan struktur
"sosio-kultural" yang membedakan karakteristik maskulin dan feminim.
Dalam konteks maskulin dan feminim ini, bisa saja terdapat perbedaan
dari satu struktur sosial-budaya ke struktur sosial-budaya lainnya.
Sesuatu yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap
sebagai feminim dalam budaya lain. Demikian juga sebaliknya, sesuatu
Ekonomi Kependudukan 124

yang dianggap feminim dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai


maskulin dalam budaya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau
feminim itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata pada
perbedaan jenis kelamin.

Gender merupakan tatanan/norma/aturan bagi berlangsungnya


satu masyarakat karena melalui hal tersebut pengaturan gender, persepsi
diri mengenai laki-laki dan perempuan, apa dan siapa dirinya dalam
masyarakat itu ditentukan, alokasi pekerjaan diberikan, dan pembagian
wewenang atau kuasa dilakukan (Hafidz,1995). Sementara itu,
ketidakseimbangan berdasarkan gender (gender inequality) mengacu
pada ketidak-seimbangan akses sumber-sumber yang langka dalam
masyarakat. Sumber-sumber yang penting itu meliputi kekuasaan
barang-barang material, jasa yang diberikan orang lain, prestise,
perawatan medis, otonomi pribadi, kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan pelatihan, serta kebebasan dari paksaan atau siksaan fisik
(Chafetz,1991)

8.2. Diferensiasi Gender


Terjadinya fenomena diferensiasi gender pada dasarnya dapat
dijelaskan dari tiga teori dasar yaitu teori neo-klasik, teori segmentasi
pasar tenaga kerja dan teori feminist. Teori neo-klasik menerangkan
pembagian kerja seksual dengan menekankan perbedaan seksual dalam
berbagai variabel yang mempengaruhi produktivitas pekerja. Perbedaan-
perbedaan itu meliputi pendidikan, ketrampilan, lamanya jam kerja,
tanggung jawab rumah tangga, serta kekuatan fisik. Semua ini didasari
asumsi bahwa di dalam persaingan antar pekerja, pekerja memperoleh
upah sebesar "marginal product" yang dihasilkannya. Asumsi lain adalah
bahwa keluarga mengalokasikan sumberdaya mereka secara rasional.
Bab 8.Ideologi Gender 125

Konsekuensi logis dari hal ini adalah anggota rumah tangga laki-laki
memperoleh investasi human capital yang lebih tinggi daripada
perempuan. Selanjutnya, perempuan memperoleh pendapatan dari
produktivitas yang lebih rendah dari laki-laki karena mereka memiliki
human capital yang lebih rendah. (Anker dan Hein, 1986 dalam Susilastuti
dkk, 1994)

Berkaitan dengan aspek perbedaan upah antara laki-laki dan


perempuan, Becker dalam Chiplin dan Sloane (1982) mengemukakan
bahwa status dalam keluarga dan pembagian kerja di dalam rumah
tangga lebih mampu menjelaskan tingkah laku perempuan dalam pasar
tenaga kerja. Perbedaan upah laki-laki dan perempuan dipandang lebih
tepat disebabkan oleh status kawin daripada oleh diskriminasi. Suatu
perkawinan mempunyai implikasi-implikasi berikut: (i) Adanya upaya
untuk memaksimumkan pendapatan rumah tangga menyebabkan laki-
laki (suami) bekerja lebih lama dalam pasar tenaga kerja; (ii) Adanya
spesialisasi peran dalam rumah tangga dimana laki-laki terspesialisasi
untuk pekerjaan-pekerjaan pasar (publik) dan perempuan untuk
pekerjaan-pekerjaan domestik (kerumahtanggaan). Bagi laki-laki,
perkawinan dan karier dipandang komplementer, sedangkan bagi
perempuan bersifat kompetitif akibat adanya peran domestik perempuan
lebih besar.

Terdapat tiga konsekuensi perkawinan bagi perempuan dalam


hubungannya dengan pasar tenaga kerja: (i) dengan karakteristik individu
yang sama (misalnya pendidikan, umur, keterampilan), pendapatan
perempuan lebih rendah manakala pengalaman dalam pasar tenaga
kerjanya lebih pendek dari laki-laki; (ii) perempuan cenderung lebih
sedikit menggunakan kesempatan untuk pendidikan dan latihan, karena
mereka mencurahkan lebih sedikit waktu dalam pasar tenaga kerja; (iii)
Frekuensi interupsi selama suatu periode waktu tertentu akan
Ekonomi Kependudukan 126

menyebabkan depresiasi terhadap ketrampilan yang telah dimiliki oleh


perempuan, baik dalam nilainya maupun mutunya.

Ada dua kelemahan dalam teori ini. Pertama, berkaitan dengan


asumsi perbedaan fisik sebagai sumber dari "pekerjaan-pekerjaan khas
perempuan". Secara biologis mengandung dan melahirkan memang
merupakan pekerjaan khas perempuan, tetapi tidak ada alasan biologis
lainnya yang mampu menjelaskan mengapa perempuan harus mengasuh
anak atau melakukan pekerjaan domestik. Kedua, berkaitan dengan
asumsi bahwa laki-laki dan perempuan memiliki akses yang sama
terhadap peluang kerja. Asumsi ini tidak mempertimbangkan adanya
segmentasi pasar tenaga kerja yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan
perbedaan seksual dalam "human capital". Kelemahan pertama ini
diperbaiki melalui teori gender atau feminist, sedangkan kelemahan
kedua melalui teori pasar tenaga kerja ganda.

Teori segmentasi pasar tenaga kerja mengatakan bahwa laki-laki


pada usia prima (prime-age) terkonsentrasi dalam pekerjaan berupah
tinggi, stabil dan dengan latihan, promosi dan prospek karier lebih baik ;
dan disebut sebagai primary jobs. Sedangkan perempuan berada pada
segmen secondary jobs, yaitu pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak
memiliki kestabilan bekerja, kompensasi (bayaran) yang rendah serta
tanpa prospek untuk berkembang di masa depan (Chiplin dan Sloane,
1982).

Keterlibatan perempuan dalam secondary jobs pada dasarnya


memperlihatkan perluasan dari ketimpangan gender. Pembagian kerja
secara seksual tidak hanya terjadi antara bidang domestik dan publik,
tetapi dalam bidang publik sendiripun terjadi segmentasi yang
menempatkan perempuan dan laki-laki pada segmen yang berbeda. Oleh
karena itu, subordinasi dalam stratifikasi gender menunjukkan bentuk
Bab 8.Ideologi Gender 127

yang jelas dalam kehidupan ekonomi dimana perempuan berada pada


posisi subordinat terhadap laki-laki.

Keterbatasan ruang lingkup kerja perempuan diakibatkan oleh


karena perempuan tidak mempunyai kapasitas untuk dapat mengakses
pekerjaan-pekerjaan yang umumnya didominasi oleh laki-laki (male-
dominated jobs), sehingga perempuan terkonsentrasi pada kesempatan
kerja yang relatif terbatas. Ini menyebabkan tingkat upah perempuan
menjadi rendah. Terbatasnya pilihan pekerjaan perempuan ini karena
perempuan dibatasi oleh siklus hidup yang dialami karena kewajiban
pada aktivitas rumah tangga dan mencari nafkah berbeda-beda pada
masing-masing tahap siklus tersebut.

Sebaliknya, Coverman (1988) membahas pasar tenaga kerja


ganda dan segregasi pekerjaan berdasarkan seks dalam hubungannya
dengan upah pekerja perempuan yang relatif rendah. Dia menunjukkan
bahwa perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan lebih
disebabkan oleh segregasi pekerjaan berdasarkan seks daripada
terkonsentrasinya pekerjan perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan
tertentu tersebut.

Segregasi pekerjaan berdasarkan jenis kelamin merupakan bagian


dari marginalisasi. Marginalisasi merupakan satu konsep yang penting
untuk memahami hubungan antara industrialisasi dengan pekerja
perempuan.

Marginalisasi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai proses


perubahan hubungan kekuasaan antar manusia. Perubahan hubungan ini
mengakibatkan akses salah satu kelompok ke sumber-sumber vital
semakin terbatas. Sumber-sumber itu antara lain meliputi modal,
pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dalam prosesnya,
semakin lama sumber-sumber itu semakin dimonopoli oleh sekelompok
Ekonomi Kependudukan 128

kecil orang, dimana perempuan lebih tersisih dibandingkan dengan laki-


laki.

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa teori segmentasi pasar


tenaga kerja menunjukkan bahwa pekerja laki-laki dan perempuan tidak
bersaing dengan landasan yang sama, sehingga tidak mempunyai akses
yang sama ke lapangan kerja. Namun demikian, teori segmentasi pasar
tenaga kerja ini dianggap tidak mampu menjelaskan mengapa segmentasi
pasar tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin terjadi. Menurut teori
gender atau feminist, kedudukan perempuan yang relatif rendah dalam
pasar tenaga kerja ini tidak dapat dipisahkan dari sistem sosial yang
menempatkan perempuan pada kedudukan yang lebih rendah dari laki-
laki.

Pengaruh akar sosial budaya dalam mensosialisasikan perempuan


sebagai kelompok orang yang memiliki ciri tertentu telah mengarahkan
keterlibatan-keterlibatan perempuan. Proses sosialisasi perempuan yang
cenderung mensosialisasikan perempuan dengan kegiatan-kegiatan
domestik dan sifat-sifat kewanitaan, menyebabkan terjadinya proses
identifikasi pekerjaan-pekerjaan publik yang sesuai dengan sifat
perempuan. Terdapat kecenderungan bahwa perempuan ternyata terlibat
dalam pekerjaan-pekerjaan yang bersifat "menerima perintah", seperti
sekretaris, resepsionis, waitress dan lainnya. Perbedaan perempuan dan
laki-laki yang telah disosialisasikan dalam keluarga kemudian terefleksi
dalam kecenderungan "menerima perintah" dan memberi perintah".
(Collins,1991).

8.3. Gender Dalam Dunia Kerja


Ketidakseimbangan gender dalam lapangan kerja, telah
menimbulkan kontroversi yang berkaitan dengan hak-hak perempuan
Bab 8.Ideologi Gender 129

dalam dunia kerja. Pekerja perempuan sering dipandang berada pada


posisi marjinal, dibandingkan dengan laki-laki. Dalam hal ini, Ehrenberg
dan Smith (1988) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari dugaan
diskriminasi pasar tenaga kerja adalah adanya segregasi pekerjaan.
Segregasi pekerjaan ini ditunjukkan oleh terdapatnya bagian besar dari
pekerjaan yang disediakan untuk laki-laki dan sisanya (yang umumnya
dengan upah yang rendah) untuk perempuan.

Dalam pasar kerja, terdapat dua pola segregasi. Secara hori-


zontal, perempuan ter-segregasi pada jenis pekerjaan-pekerjaan yang
berstatus rendah. Pekerjaan-pekerjaan sektor modern lebih banyak
ditempati oleh laki-laki, sedangkan pada sektor tradisional oleh
perempuan.

Diperkenalkannya teknologi baru membuka kesempatan kerja


baru bagi laki-laki. Kecenderungan semacam ini biasanya diikuti oleh
tergesernya perempuan dari pekerjaan-pekerjaan yang memberikan
penghasilan dan kenyamanan kerja baik. Dengan kata lain pekerjaan
yang paling menguntungkan kemudian berkembang menjadi pekerjaan
laki-laki. Menurut Susilastuti dkk (1994), pada gilirannya proses
semacam ini akan menghasilkan “maskulinisasi tenaga kerja", apabila
banyak pekerja laki-laki terkonsentrasi dalam pekerjaan yang menuntut
ketrampilan tinggi tetapi juga menjanjikan upah tinggi. Proses yang sama
juga menghasilkan "feminisasi tenaga kerja" apabila sejumlah besar
pekerja perempuan harus berada dalam lapisan terendah dari pekerjaan
yang tidak menuntut ketrampilan tinggi, tetapi hanya menawarkan upah
rendah. Maskulinisasi dan feminisasi tenaga kerja ini berkaitan erat
dengan pilihan pekerjaan yang dimiliki oleh pekerja laki-laki dan
perempuan. Pilihan pekerjaan yang tersedia bagi laki-laki relatif banyak
apabila dibandingkan dengan perempuan
Ekonomi Kependudukan 130

Pembagian kerja secara seksual tidak saja dipengaruhi oleh


perbedaan biologis, tetapi juga oleh persepsi mengenai pembagian kerja
menurut budaya setempat. Jenis pekerjaan dan tingkat upah yang
diterima oleh perempuan sebagian ditetapkan dalam batas-batas budaya
ini. Pergeseran dalam mengisi lapangan kerja menurut jenis kelamin
ternyata diikuti oleh perubahan penilaian dalam pekerjaan. Seseorang
pengusaha mungkin hanya akan menyediakan imbalan yang rendah bagi
buruh perempuan. Apabila pekerjaan yang sama dikerjakan oleh pekerja
laki-laki, imbalannnya akan dinaikan sekalipun produktivitas laki-laki
dan perempuan tidak berbeda.

Disamping segregasi horizontal, terdapat juga segregasi vertikal


dalam pekerjaan laki-laki dan perempuan. Fungsi-fungsi tertentu dari
pabrik, dimonopoli laki-laki. Fungsi ini biasanya adalah fungsi dengan
kewenangan yang luas, tingkat pengawasan yang tinggi serta kondisi
kerja yang lebih baik. Dan seandainyapun, perempuan dan laki-laki
ditemukan dalam aktivitas yang sama-- terutama dalam produksi--
mereka sering ditempatkan dalam situasi dan hak pekerjaan yang
berbeda.

Adanya segresasi pekerjaan tersebut, baik segresasi secara vertikal


maupun segregasi secara horizontal menyebabkan rendahnya status
perempuan dalam pekerjaan. Stoler (1977) mengemukakan bahwa status
pekerjaan dalam hal ini mencakup dua aspek sekaligus yaitu aspek
"otonomi perempuan" dan aspek "kekuasaan sosial". Dalam konteks
aspek otonomi perempuan, hal tersebut dapat memberikan gambaran
sejauh mana perempuan mempunyai kekuasaan ekonomi atas dirinya
dibandingkan laki-laki. Selanjutnya dalam aspek kekuasaan sosial
mencerminkan kekuasaan perempuan terhadap orang lain di luar rumah
tangganya.
Bab 8.Ideologi Gender 131

Status sosial dalam pekerjaan menunjukkan bagaimana posisi


perempuan dalam hubungannya dengan pekerja lain dalam perusahaan
atau dunia kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, disini diklasifikasikan
dua pola mengenai posisi dalam struktur organisasi yaitu pemberi
perintah dan penerima perintah. Melalui pengklasifikasian tersebut dapat
dilihat bagaimana peluang jabatan atau karir perempuan dalam dunia
kerja.

Jika dilihat dari jenis pekerjaan yang dilakukan perempuan,


terlihat bahwa umumnya pekerjaan tersebut lebih pada posisi sebagai
penerima perintah daripada pemberi perintah dalam suatu organisasi.
Sebaliknya pada posisi manajerial (yang lebih sebagai pemberi perintah),
lebih didominasi oleh laki-laki. Walaupun perempuan telah memainkan
peranan yang besar dalam pekerjaan non-tradisional, mereka kurang
berperan dalam posisi manajerial. Meskipun terdapat juga perempuan
yang berada pada posisi manajer, namun demikian posisi tersebut
umumnya adalah posisi pada manajer kelas bawah. Relatif jarang
ditemukan perempuan yang berada pada posisi manajer kelas atas
maupun kelas menengah.

Pada dasarnya pencapaian status seseorang dalam dunia kerja


tergantung banyak hal, terutama sekali kemampuan individu dalam
bekerja dan berorganisasi. Namun demikian, pencapaian status oleh
perempuan memiliki dinamika yang lebih kompleks dibandingkan
dengan laki-laki. Disamping kemampuan individunya, perempuan
dihadapkan pada faktor budaya dan dilema antara tanggung jawab
sebagai ibu dan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya dalam pekerjaan
non-domestik.

Dalam konteks gender dalam dunia kerja ini, baik sebagai akibat
segregrasi okupasi maupun tanpa adanya segregasi okupasi (dengan
menghilangkan pengaruh segregasi okupasi), juga ditemukan adanya
Ekonomi Kependudukan 132

diskriminasi upah berdasarkan gender. Aigner dan Cain (1977)


mendefinisikan diskriminasi ekonomi berlaku ketika pekerja tidak
menerima upah atau remunerasi sepadan dengan produktivitasnya.
Dengan kata lain, produktivitas yang sama tidak diganjar dengan upah
yang sama.
BAB

9
ISU-ISU KEPENDUDUKAN TERKINI:
Penuaan Penduduk

Dewasa ini, isu mengenai penuaan penduduk telah menjadi isu


yang diperhatikan secara serius baik di negara maju maupun negara
berkembang. Penduduk dunia menjadi semakin tua karena harapan
hidup yang lebih panjang yang diikuti oleh penurunan tingkat kelahiran
yang terjadi pada sebagian besar negara.

Transisi penduduk ini telah membawa implikasi luas di banyak


bidang dalam masyarakat diantaranya yang terkait dengan pasar tenaga
kerja, perawatan anak, perawatan lansia, perawatan kesehatan, dan
lainnya. Oleh karenanya, pada bab ini akan dibahas mengenai isu-isu
yang terkait dengan penuaan penduduk tersebut.

9.1. Batasan Lanjut Usia dan Pengertian Penuaan


Penduduk
Berbagai batasan telah dikemukakan oleh para ahli dan lembaga-
lembaga terkait yang membahas mengenai penduduk lanjut usia. Namun
Ekonomi Kependudukan 134

demikian, akhir–akhir ini telah dicapai konsensus yang ditetapkan oleh


Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO) bahwa
batasan umur lanjut usia adalah 60 tahun. Selain itu, WHO juga
membagi penduduk yang berusia 60 tahun keatas ini atas tiga kelompok
yaitu:

 Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,

 Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun

 Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Untuk Indonesia, sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang No. 13


Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia mendefinisikan penduduk
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun. Batasan yang
sama juga digunakan dalam pelaksanaan Survai Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) yang dilakukan di Indonesia pada Tahun 2005.

Selanjutnya, pengelompokkan penuaan penduduk dapat dilihat


dari beberapa ukuran sebagai berikut.

a. Rasio beban ketergantungan penduduk tua

Suatu penduduk disebut sebagai "penduduk tua" jika ratio


ketergantungan penduduk tua (DR 60+) sebesar ≥ 10 persen, atau jika
angka ketergantungan penduduk muda (DR 0-4) sebesar ≤ 30 persen.
Suatu penduduk disebut sebagai "penduduk dewasa" jika ratio
ketergantungan penduduk tua (DR 60+) sebesar 5-10 persen, atau jika
angka ketergantungan penduduk muda (D R0-4) sebesar 30-40 persen.
Selanjutnya, suatu penduduk disebut sebagai “penduduk muda” jika
rasio ketergantungan penduduk tua (DR 60+) sebesar ≤ 5 persen, atau
rasio ketergantungan penduduk muda (DR 0-4) ≥ 40 persen.

Rasio beban ketergantungan penduduk tua dirumuskan sebagai:


Bab 9. Penuaan Penduduk 135

Penduduk usia 60 
DR60  x 100
Penduduk usia 15  59

Sedangkan rasio beban ketergantungan penduduk muda


dirumuskan sebagai:

Penduduk usia 0  4
DR0 4  x 100
Penduduk usia 15  59

b. Persentase penduduk tua

Suatu penduduk dikatakan berstruktur "tua" jika proporsi


penduduk berumur 60 tahun keatas sudah diatas 7 persen; disebut
"dewasa" jika proporsinya antara 4-7 persen, dan disebut "muda" jika
proporsinya dibawah 4 persen.

c. Umur median penduduk

Umur median adalah umur yang membagi jumlah penduduk


tepat menjadi dua bagian yang sama besarnya. Umur median 25 artinya
bahwa lima puluh persen dari penduduk berumur 25 tahun kebawah dan
lima puluh persen lainnya berumur 25 tahun ke atas.

Suatu penduduk dikategorikan sebagai "penduduk tua" jika umur


median dari penduduk tersebut adalah diatas 30 tahun. Dikategorikan
“penduduk dewasa” jika umur mediannya antara 20-30 tahun, dan
dikategorikan “penduduk muda” jika umur mediannya dibawah 20
tahun.

Secara ringkas beberapa ukuran tentang penduduk tersebut


disajikan dalam Tabel 10.1. berikut.
Ekonomi Kependudukan 136

Tabel 9.1: Kriteria Penduduk Tua, Dewasa dan Muda

Jenis Penduduk Dependency Ratio


Persen Umur
DR Tua DR Muda Lansia Median
Penduduk Tua > 10% < 30% 7% 30+ thn

Penduduk Dewasa 5-10% 30-40% 4-7% 20-30 thn

Penduduk Muda < 5% >=40% < 4% < 20 thn

Sumber: Mundiharno, 1997 (Catatan: dalam tulisan aslinya menggunakan batasan usia
65 tahun keatas)

9.2 Dampak Penuaan Penduduk di Negara-Negara Maju


Perubahan struktur penduduk dari struktur muda ke struktur tua
membawa berbagai konsekuensi ekonomi. Di sebagian besar negara-
negara maju, proses penuaan penduduk membawa konsekuensi yang
besar terkait dengan keberadaan sistem jaminan sosial (social security
system). Hal ini disebabkan para lanjut usia yang sudah tidak lagi bekerja
memperoleh tunjangan sosial dari negara. Tunjangan sosial tersebut
diperoleh dari pajak khusus jaminan sosial yang dikenakan pada
penduduk yang masih bekerja. Oleh karenanya, dengan proses penuaan
penduduk menyebabkan makin banyak penduduk lanjut usia yang harus
ditanggung melalui social security system sementara di sisi lain proporsi
penduduk yang bekerja makin sedikit sehingga proporsi penerimaan
pajak social security yang diperoleh pemerintah makin kecil.

Schmahl (1990) menganalisis keterkaitan antara perubahan


demografi yang terjadi dengan keberadaan social security system.
Menurutnya perubahan demografi yang disebabkan oleh perubahan
fertilitas, mortalitas dan migrasi akan mempengaruhi penerimaan dan
Bab 9. Penuaan Penduduk 137

pengeluaran social security baik secara langsung maupun secara tidak


langsung melalui perubahan pasar tenaga kerja. Berkaitan dengan hal
tersebut Schmahl mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Perubahan kondisi demografi tidak saja berpengaruh secara


langsung terhadap social security system, tetapi juga berpengaruh
secara tidak langsung melalui perubahan pasar kerja (penawaran dan
permintaan tenaga kerja, kesempatan kerja dan upah) yang
kemudian berpengaruh pada pengeluaran dan penerimaan social
security.

b. Hubungan antara kondisi demografi, pasar kerja dan social security


bersifat saling terkait (interdependent). Misalnya, social security
mempengaruhi penawaran dan permintaan tenaga kerja melalui
pajak dan sumbangan. Sementara morbiditas dan mortalitas
dipengaruhi oleh sistem kesehatan. Social security juga dapat
mempengaruhi migrasi.

c. Perbedaan social security seringkali berhubungan secara finansial.


Misalnya, antara sistem pensiun dan kesehatan di satu sisi dengan
jaminan pengangguran (unemployment insurance) di sisi lain.

d. Tiga faktor utama perubahan demografi --fertilitas, mortalitas dan


migrasi--cenderung mengubah struktur umur dengan cara yang
berbeda sehingga memiliki konsekuensi yang bervariasi terhadap
social security.

e. Perubahan demografi tidak terjadi secara seragam (uniformly) tetapi


seringkali secara “bergelombang “ (waves) dengan diselingi adanya
interupsi struktural. Pembangunan di masa depan tergantung pada
struktur umur penduduk saat ini.

Penuaan penduduk juga akan berdampak pada perubahan sistem


pensiun. Sistem pensiun di negara-negara barat (maju) yang umumnya
Ekonomi Kependudukan 138

menganut pay-as-you-go (PAYG) system mulai disoroti keberadaannya.


Verbon (1990) misalnya, menulis tentang evolusi perubahan sistem
pensiun sejalan dengan perubahan struktur penduduk yang terjadi.
Menurutnya, perubahan struktur penduduk dari struktur muda ke arah
struktur tua, kemungkinan akan mengurangi dukungan penduduk muda
terhadap sistem PAYG sebab sistem tersebut tidak begitu
menguntungkan mereka. Oleh karena itu perlu dicari alternatif-alternatif
lain yang memungkinkan lebih terlaksananya sistem social security yang
selama ini sudah diberlakukan.

Aspek lain yang menjadi topik menarik berkaitan dengan analisis


ekonomi penuaan penduduk adalah masalah transfer ekonomi antar
generasi. Dengan makin meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia
berarti beban biaya yang ditanggung oleh negara (yang menganut
pandangan welfare state) bagi kehidupan lanjut usia menjadi makin besar.
Jika semua beban biaya harus ditanggung oleh negara maka tentu saja
hal itu akan amat memberatkan beban keuangan negara. Itulah sebabnya
perlu dirintis mekanisme pembiayaan lain yang tumbuh dari masyarakat
langsung ke penduduk lanjut usia.

9.3. Dampak Penuaan Penduduk di Negara-Negara


Berkembang
Selain di negara-negara maju, perhatian pemerintah di negara-
negara sedang berkembang terhadap penduduk lanjut usia (lanjut usia)
belakangan ini juga terus meningkat. Hal ini karena pesatnya
pertumbuhan penduduk lanjut usia di negara-negara tersebut.
Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penduduk lanjut usia akan lebih
separuh (56,9 persen) dari total penduduk. Peningkatan yang pesat ini
secara historis belum pernah terjadi di dunia (Myers, 1988)
Bab 9. Penuaan Penduduk 139

Peningkatan penduduk lanjut usia pada dasarnya merupakan


dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf
hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia
harapan hidup. Namun, di sisi lain pembangunan secara tidak langsung
juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga.
Perubahan nilai-nilai dalam keluarga ini pada tahap selanjutnya
berpotensi menurunkan kesejahteraan penduduk lanjut usia.

Terdapat tiga dampak pembangunan yang berpengaruh kurang


baik terhadap kesejahteraan lanjut usia, terutama dalam konteks proses
kemajuan pembangunan di negara-negara berkembang. Pertama,
peningkatan prevalensi migrasi desa-kota. Kedua, meningkatnya aktivitas
ekonomi wanita dan yang ketiga adalah perubahan sistem perekonomian
tradisional ke perekonomian modern. Hal ini selanjutnya menyebabkan
terjadinya pemisahan/keluarnya penduduk lanjut usia dari struktur
keluarga.

Menurut Weber (1993) dalam Effendi (1996), sebagai dampak


dari pembangunan tersebut menimbulkan tiga bentuk pemisahan
penduduk lanjut usia dari struktur keluarga yaitu spatial separation, cultural
separation dan economic separation.

a. Spatial Separation

Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menyebabkan banyak


penduduk lanjut usia yang ditinggal oleh keluarganya. Meningkatnya
mobilitas penduduk yang pada umumnya dilakukan oleh penduduk usia
muda menyebabkan banyak penduduk lanjut usia tidak dapat lagi
menjadi satu dengan keluarga (spatial separation). Kondisi semacam ini
berdampak pada kesulitan keluarga untuk tetap menyantuni orang tua
mereka pada usia lanjut.
Ekonomi Kependudukan 140

b. Cultural Separation

Pembangunan juga berdampak pada peningkatan pendidikan


wanita. Peningkatan pendidikan akan menyebabkan nilai waktu wanita
di luar rumah akan lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya
alokasi waktu untuk pekerjaan-pekerjaan kerumahtanggaan, termasuk
mengurus orang tua.

Selain pendidikan wanita, peningkatan pendidikan generasi muda


secara keseluruhan dan juga akibat kemajuan komunikasi menyebabkan
terjadi perbedaan nilai budaya yang cukup tajam antara penduduk usia
muda dan lanjut usia. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan kesulitan
untuk menggabungkan kedua generasi tersebut dalam satu kehidupan.

Fenomena peningkatan pendidikan wanita dan generasi muda


secara keseluruhan ini juga disertai perubahan bentuk keluarga dari
keluarga luas menjadi keluarga inti. Menurut Effendi dan Sukamdi
(1994), dalam suatu keluarga luas, beban sosial dan ekonomi keluarga
dapat ditanggung bersama antara orang tua dan anak. Sementara itu,
dalam usia lanjut, tugas perawatan orang tua dapat dilakukan oleh anak.
Akan tetapi, dalam keluarga inti hal semacam itu telah berubah sama
sekali akibat terjadinya pergeseran fungsi sosial dan ekonomi. Peran anak
di bidang sosial seperti membantu pekerjaan rumah tangga, akan
digantikan oleh orang lain, biasanya pembantu. Demikian juga dalam
menemani dan merawat orang tua yang lanjut usia. Peran tersebut tidak
lagi dilakukan oleh anak tetapi akan diambil alih oleh institusi atau
pemerintah. Apabila hal ini yang terjadi maka lanjut usia pada akhirnya
bukan lagi bagian dari suatu keluarga.

c. Economic Separation

Bersamaan dengan proses pembangunan, sistem perekonomian


akan mengalami perubahan dari perekonomian tradisional ke
Bab 9. Penuaan Penduduk 141

perekonomian modern. Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi


secara tradisional, akan berkurang dalam masyarakat modern. Hal ini
disebabkan angkatan kerja muda dengan pendidikan lebih baik lebih
mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru dan akan mempunyai
penghasilan yang lebih baik dari orang tuanya. Peningkatan mobilitas
vertikal telah menyebabkan perubahan sikap perilaku dan aspirasi
mereka terhadap aspek-aspek sosial budaya dan bahkan ekonomi. Hal ini
diperkirakan telah menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab
untuk menyantuni keluarga pada usia lanjut. Cowgill (1986) juga
menunjukkan perubahan nilai budaya menuju sistim nilai individualistik
cenderung mengurangi bantuan keluarga untuk anggota keluarga lanjut
usia.

Dilihat dari segi ekonomi, terdapat kecenderungan bahwa rumah


tangga sebagai suatu unit produksi bersama (a unit of production shared)
telah berubah. Terdapat kecenderungan adanya pemilahan produksi
antar generasi, bahkan cenderung ke antar individu. Pemilahan produksi
ini juga terkait dengan kecenderuangan pemilahan kepemilikan aset
produksi. Hal ini jelas akan menyebabkan penduduk lanjut usia akan
mengalami kesulitan dalam ekonomi.

Selain dari segi ekonomi, dalam masyarakat modern peranan


orang tua sebagai sumber pengetahuan dan kebijaksanaan telah
berkurang. Dalam masyarakat tradisional, peranan orang tua sangat
penting dalam meneruskan pengetahuan secara lisan kepada anaknya.
Dalam era modern, pengetahuan disalurkan melalui institusi-institusi
formal seperti sekolah, perpustakaan, dan media masa. Oleh karenanya
para orang tua merasa kehilangan rasa keintiman dan hubungan antar
individu dalam keluarga. Ini menyebabkan penduduk lanjut usia merasa
diasingkan.
Ekonomi Kependudukan 142

Berkaitan dengan semua perubahan-perubahan tersebut, status


orang tua juga mengalami perubahan yang berarti. Status orang tua yang
tinggi dalam masyarakat dengan sistim keluarga luas, akan cenderung
rendah pada masyarakat dengan keluarga inti. Status penduduk tua yang
cenderung tinggi di masyarakat pertanian, menjadi rendah di masyarakat
industri
DAFTAR BACAAN

Agung, I.N dan Harahap A.M.. 1993. “Perubahan Demografi di


Indonesia” dalam Ananta, S (ed). Ciri Demografis, Kualitas
Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta. LD-FEUI
Ahn N, Mira P. 2002. “A note on the changing relationship between
fertility and female employment rates in developed countries”.
Journal Population Economic, Vol. 15
Aigner, D.J. and Cain, G.G. 1977. “Statistical theories of discrimination
in labor markets”, Industrial & Labor Relations Review, Vol. 30
No. 2
Ananta, A, dkk. 1986. Mutu Modal Manusia: Suatu Pemikiran Mengenai
Kualitas Penduduk, Jakarta. Lembaga Demografi FEUI
Ananta, S dan Sirait, H. 1993. “Transisi Demografi, Transisi Kesehatan
dan Pembangunan Ekonomi” dalam Ananta, S (ed). Ciri
Demografis, Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi.
Jakarta. LD-FEUI
Ananta, Aris dan Chotib. 2002. “Dampak Mobilitas Tenaga Kerja
Internasional terhadap Sendi Sosial, Ekonomi, dan Politik di
Asia Tenggara: Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih
Lanjut”. Dalam Tukiran, et. al. Mobilitas Penduduk Indonesia:
Tinjauan Lintas Displin. Yogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada.
Ananta, Aris.1990. “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Sumberdaya
Manusia” dalam Ananta, Ekonomi Sumberdaya Manusia,
Lembaga Demografi FEUI dan PAU Bidang Ekonomi UI.
Ancok, D, 1994. Kualitas Manusia dan Produktivitas. Yogyakarta. (paper
tidak diterbitkan
Anker, R. 1997. “Theories of occupational segregation by sex: an
overview”, International Labour Review, Vol. 136 No. 3
Ekonomi Kependudukan 2

Anker,R dan Hein,C. 1986. “Introduction and Overview”. dalam Sex In


Urban Employment the Third World. London. Macmillan Press
Apps P, Rees R. 2001. “Fertility, female labor supply and public policy”,
IZA. Discussion Paper 409. Scand J Econ 106
Ashraf, J. and Ashraf, B. 1998. “Earnings in Karachi: does gender make
a difference”, Pakistan Economic and Social Review, Vol. 36 No. 1
Becker, GS., 1976. “An Economic Analysis of Fertility” dalam Becker,
GS., The Economic Approach to Human Behaviour, The University
of Chicago
Becker, Gary S., 1981. A Treatise on the Family, Harvard University Press,
Cambridge,MA
Boediono,1985. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi 4. Teori Pertumbuhan
Ekonomi, BPFE Yogyakarta, Cetakan ketiga
Bogue, DJ, 1969, Principles of Demography, New York: John Wiley & Sons
BPS, 2001, Pengembangan Indeks Pembangunan Manusia, Jakarta, BPS
BPS-Bappenas-UNDP. 2004. Indonesia Human Development Report 2004.
The Economic of Democracy
Chafetz,J.S. 1991.”The Gender Division of Labor and The Reproduction
of Female Disadvantage: Toward an Integrated Theory” dalam
Blumberg, R.L. (ed), Gender, Family and Economy, The Triple
Overlap. Newbury Park: Sage Pub Cesario F.J dkk. 1980. The
Economics of Malnutrition. Colombus, Ohio; Betelle Memorial
Institute
Chiplin B dan Sloane PJ. 1982. Tackling Discrimination at the Workplace:
An Analysis of Sex Discrimination in Britain. London. Cambridge
University Press.
Cigno A. 1991. Economics of the family. London, UK. Oxford University
Press,
Collins,R. 1991. “Women and Men in The Class Structure”. dalam
Blumberg, R.L. (ed), Gender, Family and Economy, The Triple
Overlap. Newbury Park: Sage Publication
Daftar Pustaka 3

Connel,J. 1980. Remittances and Rural Development: Migration, Dependency


and Inequality in The South Pacific. Occasional Paper No.22,
Canberra. The Australian National University.
Connell, J, et al. 1975. Migration from rural areas: the evidence from
village studies. Brighton: Institute of Development Studies,
University of Sussex
Cowgill,DO. 1986. Aging Around the World. California: Wadsworth
Publishing Company Belmont
E. Drissen and F. van Winden, 1992. “Social security in a general
equilibrium model with endohenous government behaviour”
dalam Dieter Bos & Sijbren Cnossen, Fiscal implications on an
Aging Population, Springer-Verlag, Berlin
Djojohadikusumo, Sumitro,1974 “Aspek Ekonomi dan Politik Sekitar
Masalah Ekologi dan Lingkungan Hidup”, dalam Jurnal EKI
(Ekonomi dan Keuangan Indonesia), Vol. XXII, No. 2, Juni
1974
Effendi,S. 1996. "Perubahan Struktur Keluarga dalam Perspektif
Pencapaian Keluarga Sejahtera" dalam Agus Dwiyanto dkk
(eds). Penduduk dan Pembangunan. Yogyakarta: Aditya Media-
PPK-UGM
Effendi,S dan Sukamdi. 1994. "Perubahan Struktur dan Peranan
Keluarga dalam PJP II". Populasi. 5(1)
Effendi,TN. 1993. Sumberdaya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan.
Yogyakarta. Tiara Wacana.
Ehrenberg, R.G. dan Smith, R.S. 1988. Modern Labor Economics: Theory
and Public Policy. London: Scott, Foresman Company
El-Badry M.A. 1987. Aging Developing Countries: One More Population
Problem ?
Francois, P. 1995. “A theory of gender discrimination based on the
household”, Queens Institute for the Economics discussion papers.
Freedman,R. 1975. The Sociology of Human Fertility. New York. Irvington.
Ekonomi Kependudukan 4

Galor O, Weil DN. 1996. “The gender gap, fertility and growth”.
American Economic Review 86(3)
Goldstein Sidney, 1980. Sirkulasi Dalam Konteks Mobilitas Total di Asia
Tenggara, Yogyakarta, Pusat Penelitian dan Studi
Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Hafidz. W. 1995.”Pola Relasi Gender dan Permasalahannya: Satu
Tinjauan Multidimensi” Makalah untuk Diskusi Gender.
Sekretariat Bersama Perempuan Yogya, 29 April 1995
Hauser,P dan Duncan,O, 1959. The Study of Population. Chicago;
University of Chicago
Hawthorn,G.1970. The Sociology of Fertility. London; Collier-Macmillan
Jones,G. 1977. “Economic and Social Supports for High Fertility:
Conceptual Framework” dalam The Economic and Social Support
for High Fertility. L.Ruzicka (ed). Canberra: Demography
Department, Australian National University
Simanis. J, 1993. “National Expenditure on Social Security and Health in
Selected Countries”. dalam Demography and Retirement: the
Twenty-First Century, London. Rappaport & Scheiber (editors),
Praeger
Kammeyer. KC.W. 1971. An Introduction to population. San Fransisco:
Chandler Publishing Co.
Kuroda, T dan Hauser P.M. 1981. Aging of the Population of Japan and Its
Policy Implications, London: NUPRI Research Paper Series
No.1 March 1981
Lee, ES. 1992. Teori Migrasi. Yogyakarta. PPK-UGM
Lee, Ronald D. & Rodolfo A. Bulatao, 1983. “The Demand for Children:
A Critical Essay” dalam Bulatao & Lee (Ed.), Determinants of
Fertility in Developing Countries Volume 1 Supply and Demand for
Children, London. Academic Press
Lucas.D. et.al. 1990. Pengantar Kependudukan. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press.
Mantra. I.B. 1994. “Mobilitas Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal”.
Warta Demografi. No.3 Tahun ke 24
Daftar Pustaka 5

Mantra, I.B. 1992. Mobilitas Penduduk Sirkuler dari Desa ke Kota.


Yogyakarta. PPK-UGM
Maria Gutiérrez-Domènech. 2008. “The Impact of the Labour Market on
the Timing of Marriage and Births in Spain”. Journal Population
Economic. Vol. 21
Mayer.K. 1962. Social Research, 29, no.3.
McFalls Jr, Joseph A,2003, “Population: A Lively Introduction. 4th
Edition”. Population Bulletin. Vol.58 No.4. Population
Reference Bureau
Meadows, Donella et.al.,1982 Batas-batas Pertumbuhan Laporan Untuk
Kelompok Roma,Yayasan Obor Indonesia, Cetakan kedua,
Yayasan Obor Indonesia
Mundiharno, 1998, “Pengertian, Ruang Lingkup dan Bentuk-Bentuk
Analisis Ekonomi Kependudukan: Dengan Penekanan pada
Analisis Ekonomi Terhadap Penuaan Penduduk”, Jakarta
(makalah tidak diterbitkan)
Mundiharno, 1997, “Pengertian, Dampak dan Isu-isu Sekitar Penuaan
Penduduk”, paper, Lembaga Demografi FEUI,
Mundiharno, 1996. “Kehidupan Pekerja Migran Sirkuler. Studi Kasus
terhadap Kehidupan Pekerja Migran Sirkuler Sektor Bangunan
di DKI Jakarta Asal Jawa Tengah”, Laporan Penelitian Mandiri
atas sponsor The Toyota Foundation, Jakarta.
Myers, G.C. 1988. "Demographic Aging and Family Suport for Older
Person". paper disajikan dalam The Expert Group Meeting on The
Role of The Family in Care of The Elderly. Mexico City
Omran R. 1988. “Transisi Epidemiologi”. dalam Singarimbun M. (ed)
Kelangsungan Hidup Anak. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press
Palmore.J. 1989. Pengukuran Mortalitas. Yogyakarta.PPK-UGM
PRB, 2005, World Population Data Sheet of The Population Regerence
Bureau. http://www.prb.org
Ekonomi Kependudukan 6

Rahardjo,TBW dan Priyotomo,Y. 1994. "Permasalahan Kesehatan


Lansia dan Upaya Pelayanan Melalui Pembinaan Kesehatan
Usia Lanjut". Warta Demografi, No.1 Th. 24. 1994
Robey, B. 1988. “How Development Program Can Effect Fertility: The
Case Bangladesh”. Asia-Pasific Population & Policy. Vol.9 No.6
Robey, B. 1987. “How Rapid Decline in Fertility Speeds Economic
Development: Evidence from Asia”. Asia-Pasific Population &
Policy. Vol.9 No.3
Saefullah, A D, 1992. “The Impact of Population Mobility on Two
Village Communities of West Java, Indonesia”, PhD Thesis,
Adelaide, The Flinders University of South Australia
Sauvy, A, 1974. General Theory of Population, London. Meuthen & Co
Ltd., London
Sen, A. 1998. “Mortality as an Indicator of Economic Success or
Failure," The Economic Journal
Schmahl, W, 1990. “Demographic change and social security. Some
elements of a complex relationship” dalam Journal of Population
Economics, Volume 3, Number 3
Skeldon, Ronald. 1990. Population Mobility in Developing Countries.
London: Belhaven Press.
Stoler,A. 1977. “Class Structure and Female Autonomy in Rural Java”.
Sign. Vol. 3 No. 1.
Susilastuti, DH. 1994. Feminisasi Pasar Tenaga Kerja. Yogyakarta.PPK-
UGM
Thomlinson, R. 1976. Population Dynamics. New York; Random House
Todaro M.P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta.
Penerbit Erlangga
Todaro M.P. 1992. Kajian Migrasi Internal di Negara-Negara Sedang
Berkembang. Yogyakarta. PPK-UGM
Todaro MP dan Smith, SC, 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga (Edisi Kedelapan). Jakarta. Erlangga
Daftar Pustaka 7

Tomagola, 1995, Kerangka Pikir Penjabaran Konsep, Variabel dan Indiktor


Kualitas Penduduk Indonesia, Dokumen No.2 Kantor Meneg
Kependudukan/BKKBN (tidak diterbitkan)
Tjiptoherijanto. P. 2005. “Krisis Ekonomi dan Pembangunan
Kependudukan”. dalam Soesastro H dkk (eds) Pemikiran dan
Permasalahan Ekonomi Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir:
Krisis dan Pemulihan Ekonomi. Jakarta. Kanisius
United Nations (UN). 2001. World Urbanization Prospects: The 2001
revision. New York.
United Nations (UN). 1995. World Population Prospects: The 1994
revision. New York.
UNDP, 2007,Human Development Report 2007/2008, New York, Oxford,
Palgrave Macmillan
UNDP, 2004,Human Development Report 2004, New York, UN Plaza
UNDP, 2001,Human Development Report 2001, New York, Oxford
University Press
UNDP, 1992,Human Development Report 1992, Delhi, Oxford, University
Press
Verbon, Herrie A.A., 1990. “Transfer to the old, government debt and
demographic change” dalam Journal of Population Economics,
Volume 3, Number 2
Weeks.J.R.1986. Population. California. Wadsworth Publishing
Company.
WFS (World Fertility Survey). 1977. “Strategies for the Analysis of WFS
data”. Basic Documentation, no. 9
Zelinsky. 1971. “The Hypothesis of the Mobility Transition”.
Geographical Review, 61
Junaidi, lahir 2 Juni 1967 di Padang. Tamat S1 pada Fakultas Ekonomi
Universitas Jambi Tahun 1991. Program Magister diselesaikan tahun 1996
pada Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta. Sejak tahun 2007 sampai
saat ini melanjutkan studi Strata 3 (S3) pada pada Program Pasca Sarjana
IPB Bogor. Selain sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Jambi,
penulis juga terlibat aktif dalam berbagai kegiatan penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan daerah khususnya di kabupaten/kota dalam Propinsi Jambi.

Hardiani, lahir 3 Januari 1966 di Jambi. Tamat S1 pada Fakultas Ekonomi


Universitas Jambi Tahun 1989. Program Magister diselesaikan tahun 1996
pada Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta. Mengampu mata kuliah
Ekonomi Kependudukan, Analisis Kependudukan, Ekonomi Perkotaan,
Ekonomi Kesehatan dan Matematika Ekonomi baik di Program Diploma 3
(D3) Strata Satu (S1) maupun di Strata Dua (S2) pada almamater yang
sama. Pada saat ini, sebagai Sekretaris Konsentrasi Ekonomi Sumberdaya Manusia dan
Kependudukan di Jurusan IESP FE-UNJA

Buku Dasar-Dasar Teori Ekonomi Kependudukan ini menguraikan konsep dasar


ekonomi kependudukan serta berbagai teori dan pendekatan ekonomi untuk
menjelaskan dinamika penduduk, baik sebagai variabel yang mempengaruhi
maupun variabel yang dipengaruhi. Pada dasarnya, teori dan pendekatan yang
digunakan dapat dilihat dari sisi mikro ekonomi maupun makro ekonomi. Namun
demikian, buku ini lebih difokuskan pada pembahasan dari sisi makro ekonomi,
dan lebih khusus lagi, pada dampak pembangunan ekonomi terhadap dinamika
penduduk serta dampak dinamika penduduk terhadap pembangunan ekonomi.
Selain itu, dalam buku ini juga dibahas beberapa isu-isu kependudukan terkini,
mengenai indikator kualitas penduduk, isu gender dan penuaan penduduk.
Disadari bahwa tidak semua isu-isu terkini dapat dicakup dalam buku ini. Tetapi
paling tidak, melalui pembahasan tersebut diharapkan dapat menuntun pembaca
untuk menemukan isu-isu lainnya, yang saat ini masih menjadi “embrio” tetapi
diperkirakan akan menjadi persoalan krusial yang akan dihadapi pada masa-
masa yang akan datang.

ISBN 978-979-19971-2-6
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penundaan…| Risa Ruri Indraswari dan Risni Julaeni Yuhan

Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12 No. 1 Juni 2017 | 1-12

JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA


p-ISSN : 1907-2902 (Print)
e-ISSN : 2502-8537 (Online)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENUNDAAN KELAHIRAN ANAK


PERTAMA DI WILAYAH PERDESAAN INDONESIA: ANALISIS DATA SDKI 2012

(FACTORS AFFECTING THE DELAY FIRST BIRTH IN RURAL INDONESIA:


AN ANALYSIS OF THE 2012 IDHS)
Risa Ruri Indraswari1* dan Risni Julaeni Yuhan2
1
Jurusan Statistik, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta, 1330, risa.stis54@gmail.com
2
Jurusan Statistik, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta, 1330, risnij@stis.ac.id
Korespondensi Penulis: risa.stis54@gmail.com

Abstract Abstrak

A large number of population that not followed by Jumlah penduduk yang besar tetapi tidak diikuti
the quality of human resources will burden the dengan kualitas SDM yang baik akan menjadi beban
development of a country. Thus, some efforts are bagi pembangunan suatu negara, sehingga diperlukan
needed to reduce the fertility level. One solution to upaya penurunan tingkat fertilitas. Salah satu cara
this issue is to delay the first birth. This study aims menurunkan tingkat fertilitas yaitu dengan penundaan
to assess the delayed first child birth in rural kelahiran anak pertama. Tulisan ini bertujuan untuk
Indonesia and the affecting factors. This study mengkaji gambaran umum penundaan kelahiran anak
analyzed secondary data using descriptive pertama di wilayah perdesaan Indonesia serta faktor-
approach to have a general description of the faktor yang memengaruhinya. Metode analisis
delayed first birth. Moreover, a binary logistic deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran
regression model was fitted to determine the umum penundaan kelahiran anak pertama. Selain itu,
associated factors. The results show that a metode regresi logistik biner digunakan untuk
socioeconomic variable that significantly mengetahui faktor-faktor yang memengaruhinya. Hasil
associated with the delayed first child birth is analisis menunjukkan variabel sosial ekonomi yang
husband’s job in the non-agricultural sector. berpengaruh signifikan adalah pekerjaan suami di
Furthermore, the significant demographic sektor nonpertanian. Sementara itu, variabel demografi
variables are the age of first marriage age and the yang berpengaruh signifikan terhadap penundaan
perception of an ideal number of children. kelahiran anak pertama di wilayah perdesaan Indonesia
adalah umur kawin pertama dan persepsi jumlah anak
Keywords: Binary Logistic Regression, Delayed ideal.
First Birth, Rural Indonesia
Kata Kunci: Regresi Logistik Biner, Penundaan
Kelahiran Anak Pertama, Perdesaan Indonesia

PENDAHULUAN 2000-2010. Jumlah penduduk Indonesia sebesar


237.641.326 jiwa pada tahun 2010 dan diproyeksikan
Permasalahan kependudukan telah menjadi masalah mencapai 261.890.900 jiwa pada tahun 2017 (Badan
penting bagi pemerintah dan para pakar kependudukan Pusat Statistik [BPS], 2013). Indonesia termasuk negara
di Indonesia (Sunaryanto, 2012). Hasil Sensus dengan penduduk terbanyak di dunia setelah Republik
Penduduk (SP) tahun 2010 menunjukkan kenaikan laju Rakyat Cina, India dan Amerika Serikat.
pertumbuhan penduduk Indonesia dari 1,45 persen pada
periode 1990-2000 menjadi 1,49 persen pada periode

1
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 1-12

Selain jumlah penduduk yang tinggi tersebut, Total Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya upaya
Fertility Rate (TFR) Indonesia masih berada pada penundaan kelahiran anak pertama untuk menurunkan
angka 2,6 di tahun 2012. Menurut data United Nations tingkat fertilitas di Indonesia. Upaya tersebut
(UN), angka TFR Indonesia tersebut tergolong tinggi. diutamakan di wilayah perdesaan karena, seperti yang
Meskipun pada tahun 2015 sudah mengalami sedikit dikemukakan dalam publikasi Survei Demografi dan
penurunan menjadi sebesar 2,5, tetapi TFR tersebut Kesehatan (SDKI) tahun 2012, TFR di perdesaan (2,8)
masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan lebih tinggi dari pada TFR Indonesia (2,6) (BPS,
negara lain, misalnya dua kali lebih tinggi dari TFR BKKBN, Kementerian Kesehatan & ICF International,
Singapura, 1,25 kali lebih tinggi dari TFR Malaysia dan 2013). TFR wilayah perdesaan selalu lebih tinggi jika
menempati peringkat keempat di ASEAN. Menurut UN dibandingkan dengan wilayah perkotaan (Gambar 1).
(2007), suatu negara akan mencapai tahap replacement Hal ini dikarenakan sebagian besar wanita yang tinggal
level fertility ketika TFR berada pada angka 2,1. Ini di perdesaan Indonesia tidak melakukan penundaan
berarti bahwa Indonesia belum mencapai tahap kelahiran anak pertama setelah menikah. Berdasarkan
replacement level fertility sehingga upaya penurunan publikasi SDKI 2012, 94,1 persen wanita yang tinggal
tingkat kelahiran masih diperlukan. di perdesaan Indonesia tidak melakukan penundaan
kelahiran anak pertama sehingga lebih cepat memiliki
Kondisi TFR tersebut menyebabkan pertumbuhan anak pertama. Menurut Simeon & Khalid (2014),
penduduk menjadi tinggi, serta berakibat pada cepatnya seorang wanita memiliki anak pertama setelah
meningkatnya angka kelahiran. Apabila angka menikah akan mengarah pada transisi kelahiran yang
kelahiran tidak terkendali maka jumlah penduduk akan lebih cepat dengan paritas tinggi sehingga
semakin besar. Namun, jumlah penduduk yang besar di meningkatkan TFR.
Indonesia belum diimbangi dengan kualitas sumber
daya manusianya (SDM). Kualitas SDM dapat dilihat TFR di wilayah perdesaan Indonesia terlihat menurun
dari Indeks Pembanguan Manusia (IPM). Pada tahun dari tahun 1991-2003 dan stagnan di angka 2,8 pada
2015, IPM Indonesia sebesar 0,689 (United Nations tahun 2007 dan 2012 (Gambar 1). Meskipun TFR di
Development Programme [UNDP], 2016) dan wilayah perdesaan Indonesia mengalami penurunan
tergolong dalam negara dengan kategori IPM namun angka tersebut belum mencapai tahap
menengah yaitu peringkat 113 dari 188 negara. Jika replacement level fertility. Tahap replacement level
dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN fertility ditandai dengan TFR berada pada angka 2,1
posisi Indonesia masih berada di bawah Singapura (5), (UN, 2007). Selain itu, menurut publikasi SDKI 2012,
Brunei Darussalam (30), Malaysia (59), dan Thailand median umur kawin pertama wanita di daerah
(87). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kualitas perdesaan yaitu 19 tahun, padahal menurut BKKBN
SDM Indonesia belum baik. Jumlah penduduk yang umur ideal menikah untuk wanita adalah 20 tahun.
besar jika tidak diikuti dengan kualitas SDM yang baik Kondisi median umur kawin pertama yang lebih muda
akan menjadi beban bagi pembangunan (Badan dari usia ideal ini akan memperpanjang rentang waktu
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional melahirkan selama usia subur.
[BKKBN], 2009). Dengan demikian, Indonesia harus
melakukan upaya pengendalian kelahiran agar tidak Gambar 1. Tren angka kelahiran total berdasarkan daerah
menimbulkan masalah yang berkelanjutan. tempat tinggal, SDKI 1991-2012

Sehubungan dengan pengendalian kelahiran, Bongaarts


& Potters (1983) mengemukakan bahwa transisi
penurunan fertilitas terjadi ketika ada transisi dari suatu
populasi dengan kesuburan alami ke populasi yang
kesuburannya dikendalikan. Penundaan kelahiran anak
pertama berpengaruh terhadap penurunan fertilitas
(Ekawati, 2008). Menurut Latif (2014), interval
kelahiran anak pertama merupakan salah satu faktor
yang penting dalam memengaruhi fertilitas pada Sumber: SDKI 1991-2012 (diolah)
masyarakat dengan tingkat penggunaan kontrasepsi
yang rendah. Pada usia kawin yang ideal, semakin Menurut Bongaarts & Potters (1983), upaya
panjang interval kelahiran anak pertama maka akan pengontrolan kelahiran dapat dengan penundaan
memperlambat laju pertumbuhan penduduk (Latif, kelahiran menggunakan alat kontrasepsi. Menunda
2014). kelahiran anak pertama lebih penting daripada menjaga
jarak kelahiran dalam upaya menurunkan TFR karena

2
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penundaan…| Risa Ruri Indraswari dan Risni Julaeni Yuhan

pada saat seorang wanita menunda kelahiran anak mengkaji lebih lanjut faktor-faktor yang memengaruhi
pertama akan sekaligus berpengaruh terhadap jarak penundaan kelahiran anak pertama pada wanita
kelahiran anak berikutnya. Menurut Rao & berstatus kawin di wilayah perdesaan Indonesia.
Balakrishnan (1989) dan Alam (2015), jika seorang
wanita tidak menunda kelahiran anak pertamanya maka Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
peluang pendeknya interval kelahiran anak berikutnya data sekunder berupa raw data yang bersumber dari
akan semakin meningkat. kuesioner individu untuk WUS (Wanita Usia Subur)
pada SDKI tahun 2012. Sampel dalam penelitian ini
Adapun di antara berbagai faktor yang memengaruhi adalah wanita usia 15-49 tahun yang berstatus kawin
penundaan kelahiran anak, Rahman, Mustafi & Azad yang belum memiliki anak dan tinggal di perdesaan
(2013) menemukan bahwa faktor sosial ekonomi seperti Indonesia. Wanita yang mandul dan telah mengalami
pendidikan responden, status bekerja wanita, status menopause dikeluarkan dari sampel. Jumlah sampel
ekonomi, pendidikan suami, pekerjaan suami, faktor dalam penelitian ini sebanyak 1.215 wanita.
budaya yaitu wilayah, daerah tempat tinggal, dan faktor
demografi seperti usia perkawinan pertama Variabel respon dalam penelitian ini adalah variabel
berpengaruh terhadap lamanya waktu menikah hingga penundaan kelahiran anak pertama, yang dibedakan
kelahiran anak pertama pada wanita di Bangladesh. menjadi dua kategori yaitu menunda dan tidak
Sementara itu, Kumar & Danabalan (2006) menemukan menunda. Sementara itu, variabel penjelasnya berupa
bahwa perbedaan usia antara pasangan, jenis keluarga, faktor sosial ekonomi dan faktor demografi. Faktor
agama, tempat tinggal, terutama pesisir, dan pendidikan sosial ekonomi terdiri dari variabel pendidikan wanita,
ibu berpengaruh signifikan terhadap penundaan status bekerja wanita, akses media massa terhadap
kelahiran anak pertama. Penelitian Harefa (2014) informasi KB, pendidikan suami, pekerjaan suami dan
menyebutkan bahwa umur wanita, tempat tinggal dan status ekonomi. Selanjutnya, faktor demografi terdiri
persepsi jumlah anak ideal berpengaruh terhadap dari variabel umur perkawinan pertama, persepsi ibu
penundaan kehamilan anak pertama pada wanita yang mengenai jumlah anak ideal dan selisih umur suami dan
menikah dini di Pulau Jawa. Penelitian lainnya oleh istri. Variabel respon dalam penelitian ini adalah
Merjaya (2006) menunjukkan variabel yang variabel dikotomi sehingga metode yang digunakan
memengaruhi wanita berstatus kawin dalam menunda untuk menganalisis penundaan kelahiran anak pertama
kelahiran anak pertama di Provinsi NTT adalah akses yaitu metode regresi logistik biner dengan metode
terhadap media massa, frekuensi hubungan seks, dan Backward Wald dan tingkat signifikansi 5 persen.
status kepemilikan anak ketika pertama kali Model transformasi logit yang digunakan dalam
menggunakan alat kontrasepsi. Selanjutnya, variabel penelitian ini sebagai berikut:
yang memengaruhi wanita yang menunda kelahiran
anak pertama di Provinsi DI Yogyakarta adalah status ĝ (D) = β̂ 0 + β̂ 1D11 + β̂ 2D12 + β̂ 3D2 + β̂ 4D3 +β̂ 5D41 + β̂ 6D42
bekerja wanita, umur perkawinan pertama, frekuensi + β̂ 7D51 + β̂ 8D52 + β ̂ 9D6+ β̂ 10D7 + β̂ 11D8 + β̂ 12D91
hubungan seks, status kepemilikan anak ketika pertama ̂
+ β13D92
kali menggunakan alat KB, dan daerah tempat tinggal.
Keterangan:
Penelitian yang mengkaji tentang penundaan kelahiran D11 = Variabel dummy pendidikan wanita tidak bersekolah
anak pertama masih belum banyak dilakukan baik dari (> SMP*)
peneliti Indonesia maupun luar negeri. Meskipun D12 = Variabel dummy pendidikan wanita SD dan SMP (>
SMP*)
beberapa penelitian mengenai penundaan kelahiran
D2 = Variabel dummy status bekerja wanita kategori bekerja
anak pertama telah dilakukan, tetapi definisi yang (tidak bekerja*)
digunakan adalah seorang wanita dianggap menunda D3 = Variabel dummy akses media massa terhadap informasi
kelahiran anak pertama apabila kelahiran anak pertama mengenai KB kategori akses (tidak akses*)
lebih dari satu tahun setelah menikah. Selain itu, belum D41 = Variabel dummy pendidikan suami tidak bersekolah (>
ada penelitian yang dilakukan di wilayah perdesaan. SMP*)
Kajian ini membatasi definisi wanita yang menunda D42 = Variabel dummy pendidikan suami SD dan SMP (>
kelahiran anak pertama sebagai wanita berstatus kawin SMP*)
usia 15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi D51 = Variabel dummy pekerjaan suami (tidak bekerja)
dan belum memiliki anak pada saat pencacahan. (nonpertanian*)
D52 = Variabel dummy pekerjaan suami pertanian
(nonpertanian*)
Permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan D6 = Variabel dummy umur kawin pertama < 20 tahun (≥ 20
menunjukkan bahwa tingkat fertilitas di perdesaan tahun*)
Indonesia perlu dikendalikan dengan penundaan D7 = Variabel dummy persepsi jumlah anak ideal ≤ 2 anak
kelahiran anak pertama. Tulisan ini bertujuan untuk (> 2 anak*)

3
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 1-12

D8 = Variabel dummy selisih umur suami dan istri ≥5 tahun dengan interval kelahiran anak pertama yang lebih
(< 5 tahun*) pendek akan memiliki sisa interval kelahiran selama
D91 = Variabel dummy status ekonomi miskin (kaya*) masa reproduksi yang lebih panjang. Interval kelahiran
D92 = Variabel dummy status ekonomi menengah (kaya*) anak pertama juga berpengaruh terhadap pola
Keterangan: *) kategori referensi reproduksi wanita. Seperti yang dikemukakan oleh Rao
& Balakhrisnan (1989) dan Alam (2015), interval
REGRESI LOGISTIK BINER kelahiran yang pendek pada kelahiran anak pertama
akan meningkatkan peluang pendeknya interval
Analisis regresi logistik biner merupakan sebuah kelahiran anak selanjutnya.
analisis yang digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara variabel respons yang berupa data biner atau Selain itu, interval kelahiran anak pertama berpengaruh
dikotomi dengan satu set variabel penjelas (Hosmer & terhadap tingkat fertilitas. Menurut Latif (2014),
Lemeshow, 2000). Variabel dikotomi atau biner interval kelahiran anak pertama merupakan salah satu
merupakan variabel yang memiliki dua kategori, yaitu faktor yang penting dalam memengaruhi fertilitas pada
kategori yang menyatakan “sukses” (Y=1) dan kategori masyarakat dengan tingkat penggunaan kontrasepsi
yang menyatakan kejadian “gagal” (Y=0). Variabel yang rendah. Pada usia kawin yang ideal, semakin
penjelas dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif panjang interval kelahiran anak pertama maka laju
dengan menggunakan variabel dummy. Bentuk umum pertumbuhan penduduk akan semakin lambat (Latif,
model regresi logistik: 2014).
π(x)
ln 1-π(x) =(β0 +β1 x1 +. . . +βp xp ) PENDIDIKAN WANITA
dan bentuk transformasi dari π(x) disebut transformasi Pendidikan wanita memiliki efek terhadap fertilitas.
logit adalah: Wanita yang berpartisipasi lebih lama dalam
g(x)=β0+β1x1+...+βpxp pendidikan akan mengarah pada penundaan memiliki
anak (Blossfeld & Huinink, 1991). Wanita cenderung
Dalam model regresi logistik dengan variabel respons tidak memiliki anak ketika sedang melanjutkan sekolah
dikotomi dapat diekspresikan sebagai berikut: hingga perguruan tinggi, sehingga menunda
perkawinan dan memperpendek masa reproduksi
yi =π(x)+εi (5) Blossfeld & Huinink
mereka (Ferre, 2009). Menurut
dimana εi diasumsikan memiliki salah satu nilai dari (1991), seiring dengan peningkatan tingkat pendidikan
dua kemungkinan nilai, yaitu: wanita, maka keinginan untuk memiliki anak pertama
1. jika y = 1, maka ε=1- π(x) dengan peluang turut meningkat, tetapi jumlah anak yang dilahirkan
π(x) selama masa reproduksi akan menurun.
2. jika y = 0, maka ε= -π(x) dengan peluang 1-
π(x) Pendidikan yang didapat oleh wanita akan
memengaruhi pola pikir dalam pengambilan keputusan
ε mengikuti distribusi binomial dengan rata-rata nol dan terkait fertilitasnya. Wanita dengan pendidikan tinggi
varians yang sama untuk π(x)[1-π(x)] (Hosmer & cenderung lebih mudah untuk menerima pemikiran-
Lemeshow, 2000, hal. 7). pemikiran baru, termasuk pemahaman mengenai
keluarga kecil yang nantinya akan berpengaruh
PENUNDAAN KELAHIRAN ANAK PERTAMA terhadap fertilitasnya. Pencapaian tingkat pendidikan
wanita kawin usia 15-49 tahun yang belum mempunyai
Apabila seseorang tidak berhasil mendewasakan usia anak dan tinggal di desa masih rendah sebab lebih dari
perkawinannya, maka penundaan kelahiran anak sebagian wanita di perdesaan Indonesia (61,4 persen)
pertama harus dilakukan (BKKBN, 2011). Penundaan hanya berpendidikan SD dan SMP.
kelahiran anak pertama berkaitan erat dengan interval
kelahiran. Dengan adanya penundaan kelahiran anak Rendahnya pendidikan wanita akan berakibat pada
pertama setelah menikah, interval kelahiran anak fertilitasnya. Seperti yang dikemukakan Lembaga
pertama akan semakin panjang. Interval kelahiran anak Demografi UI (2007), pendidikan wanita berhubungan
pertama merupakan jarak antara waktu pernikahan negatif dengan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan.
hingga kelahiran anak pertama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah
pendidikan wanita maka jumlah anak yang dilahirkan
Menurut Kamal & Pervaiz (2013), interval kelahiran akan semakin banyak. Selain itu, pendidikan wanita
anak pertama berpengaruh terhadap sisa panjangnya memiliki peran dalam menentukan keputusan
interval kelahiran selama masa reproduksi. Wanita

4
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penundaan…| Risa Ruri Indraswari dan Risni Julaeni Yuhan

penundaan kelahiran anak pertama. Pendidikan wanita bahwa waktu yang seharusnya digunakan untuk
diyakini berpengaruh terhadap penundaan kelahiran bekerja, harus diselingi dengan mengasuh anak. Wanita
anak pertama. Setelah menikah, wanita yang yang sudah menikah dan memiliki anak yang
berpendidikan tinggi cenderung tidak menunda beristirahat dari pekerjaannya, kemudian memutuskan
kelahiran anak pertama dibandingkan dengan wanita untuk kembali memasuki dunia kerja akan
yang berpendidikan rendah (NSEO & ORC Macro Inc., mendapatkan posisi pekerjaan yang lebih rendah dari
2003 dalam Kamal & Pervaiz, 2013). posisi sebelum menikah (Yanzi, 2015).

Persentase penundaan kelahiran anak pertama tertinggi Namun demikian pernyataan tersebut berbeda dengan
terdapat pada wanita yang memiliki pendidikan SD & hasil olah data SDKI 2012. Penundaan kelahiran anak
SMP (10,8 persen). Sementara itu, persentase pertama lebih banyak dilakukan oleh wanita yang tidak
penundaan kelahiran anak pertama terendah pada bekerja yaitu sebesar 10,8 persen, sedangkan bagi
wanita yang tidak bersekolah (2,3 persen). Berdasarkan wanita yang bekerja hanya sebesar 7,8 persen. Hal ini
hasil olahan data SDKI 2012, juga ditemui adanya diduga karena diperlukan biaya untuk kualitas anak
sebagian (51,7 persen) wanita kawin di perdesaan yang sehingga penundaan kelahiran anak dilakukan sampai
tidak mengetahui alat kontrasepsi yang dapat orang tua mendapatkan pekerjaan untuk memperoleh
digunakan untuk menunda kelahiran anak (Tabel 1). penghasilan agar dapat membiayai kebutuhan anak.
Biaya memiliki anak merupakan salah satu faktor
Analisis inferensial digunakan untuk membuktikan ekonomi yang memengaruhi fertilitas (Becker, 1970
apakah pendidikan wanita berpengaruh signifikan dalam Lembaga Demografi UI, 2007). Hasil penelitian
terhadap penundaan kelahiran anak pertama di wilayah lainnya menunjukkan bahwa wanita Jepang memiliki
perdesaan Indonesia. Analisis inferensial dengan pandangan bahwa mereka harus merasa aman terlebih
regresi logistik biner menunjukkan bahwa pendidikan dahulu dalam hal ekonomi sebelum memutuskan untuk
wanita tidak signifikan dalam memengaruhi penundaan memiliki anak (Yanzi, 2015).
kelahiran anak pertama di wilayah perdesaan Indonesia.
Bagi seorang wanita, memiliki anak merupakan Hasil regresi logistik biner menunjukkan bahwa status
pemenuhan suatu kebutuhan dalam kehidupan, bekerja wanita tidak signifikan dalam memengaruhi
memberikan status dewasa dan memberikan tanggung penundaan kelahiran anak pertama di wilayah
jawab yang lebih besar dalam mengemban amanah perdesaan Indonesia. Wanita menitikberatkan anak
(Mahadevan dkk., 1986 dalam Putri, 2014). Sampai sebagai teman dan kebutuhan emosional serta fisik dari
dimanapun tingkat pendidikan mereka, wanita pengasuhan anak (Oppong, 1983 dalam Putri, 2014).
dianggap ingin segera memiliki anak setelah menikah Jadi, keinginan untuk segera memiliki anak setelah
karena anak dianggap sebagai pemenuhan kebutuhan menikah tidak terlalu berbeda jauh antara wanita yang
dalam hidup (Tabel 2). bekerja maupun tidak bekerja. Hal ini menyebabkan
status bekerja wanita tidak berpengaruh terhadap
STATUS BEKERJA WANITA penundaan kelahiran anak pertama.

Status bekerja wanita berpengaruh terhadap AKSES MEDIA MASSA TERHADAP


fertilitasnya. Hal ini terjadi karena wanita yang bekerja INFORMASI KB
lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah
dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Oleh Akses terhadap media massa juga berpengaruh terhadap
karena itu, wanita yang tidak bekerja cenderung penundaan kelahiran anak pertama. Wanita yang
memiliki jumlah anak yang lebih banyak. Sebagian biasanya banyak mengakses media massa cenderung
besar wanita kawin usia 15-49 yang belum memiliki memiliki jarak yang lebih panjang antara perkawinan
anak dan tinggal di desa berstatus bekerja yaitu sebesar dan kelahiran anak pertama dibandingkan dengan
63,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sudah banyak wanita yang jarang mengakses media massa.
wanita kawin yang berpartisipasi dalam angkatan kerja.
Hasil penelitian Merjaya (2006) menunjukkan bahwa,
Status bekerja wanita juga memiliki peran dalam wanita yang mengakses media massa cenderung
menentukan keputusan penundaan kelahiran anak menunda kelahiran anak pertamanya dibandingkan
pertama. Wanita yang bekerja cenderung untuk dengan wanita yang tidak pernah mengakses media
menunda kelahiran anak pertamanya (Rao & massa.
Balakhrisnan, 1989). Wanita yang bekerja dan memiliki
jabatan tinggi lebih beranggapan bahwa kehadiran anak Akses media massa terhadap informasi KB penting
hanya akan menghambat peningkatan karier (Yanzi, dalam memengaruhi masyarakat untuk melakukan
2015). Pada kondisi ini, wanita memiliki anggapan penundaan kelahiran. Dengan mengakses media massa,

5
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 1-12

wanita dapat memperluas pengetahuaannya mengenai lebih tinggi memiliki kecenderungan melahirkan 1,51
KB. Berdasarkan SDKI 2012 (diolah), wanita kawin kali responden yang menikah dengan laki-laki yang
usia 15-49 tahun yang belum memiliki anak dan tinggal tidak berpendidikan (Alam, 2015).
di perdesaan Indonesia yang mengakses media
mengenai informasi KB (51 persen) hampir berimbang Pendidikan suami merupakan salah satu variabel
dengan wanita yang tidak mengakses media massa penting dalam menentukan keputusan seseorang untuk
terhadap informasi KB (49 persen). Sementara itu, memiliki anak. Sebagian besar (64,6 persen) wanita
informasi mengenai KB paling banyak diakses melalui kawin usia 15-49 tahun yang belum memiliki anak dan
televisi (43,2 persen). Selanjutnya, proporsi penundaan tinggal di desa memiliki suami berpendidikan SD dan
kelahiran anak pertama pada wanita yang pernah SMP. Suami merupakan kepala keluarga yang bertugas
mengakses media massa (9,2 persen) lebih tinggi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pendidikan
dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah suami berpengaruh terhadap pendapatannya. Seseorang
mengakses media massa (8,6 persen). Hal ini yang memiliki pendidikan lebih tinggi mempunyai
mengindikasikan bahwa media massa yang memuat peluang untuk menduduki jabatan/ pekerjaan yang lebih
informasi tentang KB memiliki peranan penting dalam tinggi dan sekaligus pendapatan yang lebih tinggi
memengaruhi wanita kawin usia 15-49 tahun yang (Tarigan, 2006), sedangkan pendapatan juga memiliki
belum memiliki anak untuk menunda kelahiran anak hubungan positif dengan fertilitas (Lembaga Demografi
pertamanya. UI, 2007). Selain itu, pendidikan suami berperan dalam
menentukan penundaan kelahiran anak pertama yang
Setelah melakukan analisis inferensial dengan regresi dilakukan oleh wanita di perdesaan Indonesia.
logistik biner ternyata akses media massa terhadap Persentase penundaan kelahiran anak pertama tertinggi
informasi KB tidak signifikan dalam memengaruhi terdapat pada wanita yang memiliki suami yang tidak
penundaan kelahiran anak pertama di wilayah bersekolah (12,1 persen). Untuk membuktikan bahwa
perdesaan Indonesia. Akses media massa merupakan pendidikan suami berpengaruh terhadap penundaan
komunikasi satu arah. Model komunikasi satu arah kelahiran anak pertama dilakukan analisis inferensial
kurang efektif karena bersifat instruktif, hanya berjalan menggunakan analisis regresi logistik biner.
satu arah dan disampaikan secara singkat (Khairunnisa,
Cangara, & Kasnawi, 2015). Media massa hanya Hasil regresi logistik biner menunjukkan bahwa
sebagai media yang menginformasikan dan membuat pendidikan suami tidak signifikan dalam memengaruhi
orang sadar akan keberadaan KB. Untuk sampai kepada penundaan kelahiran anak pertama. Suami
tindakan tetap diperlukan orang-orang yang secara mementingkan kebutuhan akan keturunan untuk
personal mampu mempersuasi sasarannya melanjutkan garis keluarga (Hatta, 2012). Anak
(Sediyaningsih, Rachman & Rusli, 2013). Penyuluhan merupakan pelengkap keluarga, jaminan di hari tua dan
yang dilakukan secara langsung atau bertatap muka dapat membantu ekonomi keluarga (Destriyani, 2013).
sangat diperlukan dalam memengaruhi masyarakat Hal ini menunjukkan bahwa anak sangat penting dalam
karena terjalin komunikasi dua arah. Jadi, sesering keluarga sehingga tidak ada perbedaan keinginan untuk
apapun wanita mengakses media massa tentang segera memiliki anak setelah menikah, baik pada suami
informasi KB tidak berpengaruh terhadap penundaan yang memiliki pendidikan tinggi maupun pendidikan
kelahiran anak pertama karena belum diimbangi dengan rendah. Hal ini menyebabkan pendidikan suami tidak
kegiatan-kegiatan penyuluhan yang menerangkan berpengaruh terhadap penundaan kelahiran anak
langsung tentang informasi KB. Hal ini yang pertama.
menyebabkan akses media massa terhadap informasi
KB tidak signifikan dalam memengaruhi penundaan PEKERJAAN SUAMI
kelahiran anak pertama.
Pekerjaan suami berpengaruh terhadap penundaan
PENDIDIKAN SUAMI kelahiran anak pertama. Wanita yang suaminya bekerja
di bidang nonpertanian cenderung menunda kelahiran
Pendidikan suami berpengaruh signifikan terhadap anak pertama dibandingkan dengan yang suaminya
interval kelahiran anak pertama (Rahman dkk., 2013). bekerja di bidang pertanian. Hal ini diperkuat oleh
Semakin tinggi pendidikan suami akan memperpendek Rahman dkk. (2013) yang menyatakan bahwa peluang
interval kelahiran anak pertama sebesar tiga persen menjadi seorang ibu lebih tinggi delapan persen bagi
(Latif, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa wanita responden yang suaminya bekerja sebagai pengusaha
cenderung tidak menunda kelahiran anak pertama dibandingkan dengan mereka yang suaminya bekerja
ketika pendidikan suaminya semakin tinggi. Responden pada sektor pertanian. Alam (2015) juga menemukan
yang menikah dengan laki-laki yang berpendidikan bahwa responden yang suaminya bekerja di bidang

6
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penundaan…| Risa Ruri Indraswari dan Risni Julaeni Yuhan

sektor jasa berpeluang tujuh persen lebih tinggi menjadi memiliki anak dan tinggal di perdesaan Indonesia
seorang ibu dibandingkan dengan responden yang berstatus ekonomi miskin (58,5 persen).
suaminya bekerja di bidang pertanian.
Persentase wanita yang menunda kelahiran anak
Pekerjaan suami berhubungan dengan penentuan pertama dengan status ekonomi miskin yaitu sebesar
keputusan untuk memiliki anak. Pada umumnya 10,1 persen, menengah sebesar 7,5 persen, dan kaya
seseorang yang bekerja akan memiliki kemampuan sebesar 5,4 persen. Persentase penundaan kelahiran
finansial yang lebih baik dibandingkan dengan anak pertama terbesar terdapat pada kelompok wanita
seseorang yang tidak bekerja. Sebesar 97,8 persen dengan status ekonomi miskin. Semakin rendah status
suami dari wanita kawin usia 15-49 tahun yang belum ekonomi seorang wanita, maka wanita tersebut
memiliki anak dan tinggal di perdesaan Indonesia sudah cenderung menunda kelahiran anak pertamanya. Hal ini
memiliki pekerjaan. Wanita dengan suami yang bekerja terjadi karena ada pengaruh dari biaya untuk keperluan
di bidang nonpertanian memiliki persentase tertinggi anak.
sebesar 61,8 persen. Persentase penundaan kelahiran
anak pertama terendah terjadi pada kelompok suami Analisis inferensial digunakan untuk membuktikan
yang tidak bekerja. Wanita dengan suami yang tidak apakah status ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
bekerja cenderung memilih cepat memiliki anak dengan penundaan kelahiran anak pertama di wilayah
harapan agar anaknya nanti dapat segera membantu perdesaan Indonesia. Setelah melakukan analisis
kebutuhan hidupnya. Anak sering dinilai dari aspek inferensial dengan regresi logistik biner ternyata status
ekonomi sebagai barang konsumsi yang dapat berfungsi ekonomi tidak signifikan dalam memengaruhi
sebagai jaminan hidup untuk hari tua (Yanzi, 2015). penundaan kelahiran anak pertama di wilayah
perdesaan Indonesia. Masyarakat desa masih
Analisis inferensial dengan regresi logistik biner menganggap anak sebagai aset ekonomi dan jaminan
menunjukkan bahwa pekerjaan suami signifikan dalam masa tua (Putri, 2014). Meskipun sudah kaya, pasti
memengaruhi penundaan kelahiran anak pertama di orang tersebut masih tetap ingin segera memiliki anak.
wilayah perdesaan Indonesia. Nilai odds ratio dari Selain itu, di Indonesia masih ada sebuah anggapan
variabel dummy pekerjaan suami di bidang pertanian bahwa ‘banyak anak banyak rejeki’ (Destriyani, 2013).
sebesar 0,542. Hal ini menunjukkan bahwa wanita
dengan suami yang bekerja di bidang nonpertanian UMUR KAWIN PERTAMA
cenderung menunda kelahiran anak pertamanya 0,542
kali wanita dengan suami yang bekerja di bidang Wanita yang menikah muda cenderung untuk menunda
pertanian, dengan asumsi variabel lain konstan. Hasil kelahiran anak pertamanya. Di Amhara, Ethiopia,
regresi ini sejalan dengan hasil penelitian di pedesaan banyak terjadi pernikahan dini karena alasan budaya
Bangladesh yang menunjukkan bahwa wanita yang sehingga mereka cenderung untuk menunda memiliki
mempunyai suami petani cenderung tidak menunda anak pertama (Gurumu & Etana, 2014). Wanita yang
kelahiran anak pertama (Rahman dkk., 2013). Hal ini menikah pada usia muda, belum siap secara psikologis
terjadi karena diduga bahwa wanita dengan suami yang dan belum dewasa secara fisik untuk memiliki anak.
bekerja di sektor pertanian tidak memiliki jam kerja
yang rutin sehingga jika cepat memiliki anak tidak akan Umur perkawinan pertama seorang wanita dapat
menganggu pekerjaannya, malah dapat segera berpengaruh terhadap fertilitasnya. Ketika usia
membantu mereka bekerja ketika besar nanti. Umum perkawinan pertama bertambah, fertilitas dapat
ditemui di masyarakat di daerah perdesaan dengan mata menurun karena jumlah perempuan berisiko
pencaharian sebagai petani, anak diharapkan melahirkan anak turut berkurang (Nag & Singhal,
berkontribusi besar dalam perekonomian keluarganya, 2013). Wanita kawin usia 15-49 tahun yang belum
dengan cara membantu orang tua dalam pekerjaannya memiliki anak dan tinggal di perdesaan Indonesia lebih
(Putri, 2014). banyak yang menikah pada umur 20 tahun ke atas (55,4
persen), sedangkan mereka yang menikah pada umur
kurang dari 20 tahun sebesar 44,6 persen. Hal ini
STATUS EKONOMI
mengindikasikan bahwa wanita di desa masih banyak
yang menikah dini.
Status ekonomi dilihat dari variabel indeks kekayaan.
Dalam SDKI, indeks kekayaan terbagi menjadi lima
Hasil regresi menunjukkan bahwa umur kawin pertama
bagian yaitu lowest, second, middle, fourth, dan highest.
signifikan dalam memengaruhi penundaan kelahiran
Dalam penelitian ini, status ekonomi dibagi kedalam
anak pertama di wilayah perdesaan Indonesia. Nilai
tiga kategori yaitu miskin, menengah dan kaya.
odds ratio dari variabel dummy umur kawin pertama
Sebagian besar wanita kawin umur 15-49 yang belum
sebesar 3,004. Angka tersebut menunjukkan bahwa

7
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 1-12

probabilitas wanita dengan umur kawin pertama kurang Menurut penelitian sebelumnya, wanita yang jarak
dari 20 tahun untuk menunda kelahiran anak pertama umurnya lebih dari lima tahun dengan suaminya
mencapai tiga kali lipat probabilitas wanita umur kawin cenderung menunda kelahiran anak pertama. Namun
20 tahun ke atas untuk melakukan hal serupa, dengan hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil studi ini
asumsi variabel lain konstan. ini. Studi ini menunjukkan bahwa persentase wanita
yang melakukan penundaan kelahiran anak pertama
PERSEPSI JUMLAH ANAK IDEAL lebih rendah terjadi pada kelompok wanita yang
memiliki selisih umur minimal lima tahun dengan
Keputusan seseorang wanita untuk menunda kelahiran suaminya. Hal ini terjadi karena ketika perbedaaan usia
anak pertama berkaitan dengan persepsi jumlah anak antara suami dan istri tinggi maka umumnya yang
idealnya. Wanita yang menginginkan jumlah anak memiliki umur lebih tua adalah suami, dan suami yang
sedikit cenderung menunda kelahiran anak pertamanya lebih tua cenderung tidak menggunakan alat
dibandingkan dengan wanita yang menginginkan kontrasepsi karena ingin mencapai ukuran keluarga
jumlah anak banyak. Pasangan yang berniat memiliki yang diinginkan (Chowdhury & Karim, 2013).
satu atau dua orang anak akan memperpanjang jarak
antara pernikahan dan kelahiran anak pertama yaitu Setelah melakukan analisis inferensial dengan regresi
dengan menunda kelahiran anak pertama dalam rangka logistik biner ternyata selisih umur suami dan istri tidak
membangun kehidupan yang lebih baik sebagai signifikan dalam memengaruhi penundaan kelahiran
pasangan (Martin, 1995 dalam Latif, 2014). Sebagian anak pertama di wilayah perdesaan Indonesia. Hal ini
besar wanita berpersepsi bahwa jumlah anak ideal terjadi karena persentase perbedaan umur suami dan
adalah paling banyak dua orang (63,1 persen). istri, baik yang <5 tahun maupun ≥5 tahun di perdesaan
Indonesia, hampir sama. Selain itu, kehadiran anak
Proporsi wanita dengan persepsi jumlah anak ideal merupakan segala-galanya bagi orang tua karena
maksimal dua orang yang menunda kelahiran anak kebahagiaan yang dirasakan orang tua tidak dapat
pertamanya sebesar 10,5 persen, sedangkan proporsi dibayar dengan apapun, sehingga seberapapun besarnya
wanita dengan persepsi jumlah anak ideal lebih dari dua perbedaan umur antara suami dan istri, mereka tetap
orang yang menunda kelahiran anak pertamanya ingin cepat melahirkan seorang anak. Hal ini yang
sebesar 6,2 persen. Dapat dikatakan, wanita dengan menyebabkan perbedaan umur tidak signifikan
persepsi jumlah anak ideal maksimal dua orang berpengaruh terhadap penundaan kelahiran anak
cenderung untuk menunda kelahiran anak pertama. pertama (Istiqomah, 2014).

Setelah melakukan analisis inferensial dengan regresi KESIMPULAN


logistik biner, persepsi jumlah anak ideal signifikan
ditemukan berpengaruh signifikan terhadap penundaan Gambaran umum karakteristik wanita kawin usia 15-49
kelahiran anak pertama di wilayah perdesaan Indonesia. tahun yang melakukan penundaan kelahiran anak
Nilai odds ratio dari variabel dummy persepsi jumlah pertama di wilayah perdesaan Indonesia adalah
anak ideal sebesar 1,918. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka berpendidikan SD dan SMP,
probabilitas wanita dengan persepsi jumlah anak ideal umur perkawinan pertama kurang dari 20 tahun, tidak
maksimal dua orang untuk menunda kelahiran anak bekerja, dan biasa/pernah mengakses media massa.
pertamanya hampir dua kali lipat probabilitas Selain itu, pendidikan suami umumnya rendah (tidak
penundaan kelahiran oleh wanita dengan persepsi sekolah) dan bekerja di bidang nonpertanian dengan
jumlah anak ideal lebih dari dua anak, dengan asumsi status ekonomi miskin.
variabel lain konstan.
Faktor sosial ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
SELISIH UMUR ANTARA SUAMI DAN ISTRI penundaan kelahiran anak pertama di wilayah
perdesaan Indonesia yang ditunjukkan oleh variabel
Perbedaan umur suami dan istri dibagi menjadi dua pekerjaan suami di sektor nonpertanian. Hal ini
kelompok yaitu kurang dari lima tahun dan lima tahun disebabkan pekerjaan suami di sektor pertanian akan
ke atas. Persentase wanita kawin yang belum memiliki memperkecil kecenderungan seorang wanita untuk
anak yang memiliki jarak umur kurang dari lima tahun menunda kelahiran anak pertama.
dengan suaminya mencapai 51,9 persen. Namun
persentase wanita kawin yang belum memiliki anak Faktor demografi berpengaruh signifikan terhadap
yang terpaut umur lima tahun ke atas dengan suaminya penundaan kelahiran anak pertama di wilayah
juga tergolong cukup besar (48,9 persen). perdesaan Indonesia yang ditunjukkan oleh variabel
umur kawin pertama dan persepsi jumlah anak ideal.

8
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penundaan…| Risa Ruri Indraswari dan Risni Julaeni Yuhan

Semakin muda umur kawin pertama akan memperbesar Tabel 1. Persentase penundaan kelahiran anak pertama
kecenderungan seorang wanita untuk menunda berdasarkan karakteristik wanita kawin usia subur di
kelahiran anak pertama. Sementara itu, semakin rendah wilayah perdesaan Indonesia.
persepsi jumlah anak ideal akan memperbesar Persentase penundaan
kecenderungan seorang wanita untuk menunda Nama
Kategori
kelahiran anak pertama
kelahiran anak pertama. Variabel (%)
Tidak Ya
(1) (2) (3) (4)
Dengan kata lain, wanita yang memiliki suami yang Pendidikan Tidak Bersekolah 97,7 2,3
bekerja pada sektor nonpertanian cenderung menunda wanita SD dan SMP 89,2 10,8
kelahiran anak pertama dibandingkan dengan wanita > SMP 93,7 6,3
yang memiliki suami yang bekerja pada sektor
Status bekerja Tidak bekerja 89,2 10,8
pertanian. Selanjutnya, wanita yang umur kawin wanita Bekerja 92,2 7,8
pertamanya <20 tahun cenderung menunda kelahiran
anak pertama dibandingkan dengan wanita yang umur Akses media Tidak mengakses 91,4 8,6
kawin pertamanya ≥20 tahun, serta wanita yang massa Mengakses media 90,8 9,2
berpersepsi jumlah anak ideal maksimal dua cenderung terhadap massa
informasi KB
menunda kelahiran anak pertama dibandingkan dengan
wanita yang berpersepsi jumlah anak ideal lebih dari Pendidikan Tidak bersekolah 87,9 12,1
dua. suami SD dan SMP 90,7 9,3
> SMP 92,2 7,8
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:
Pekerjaan Tidak bekerja 98,5 1,5
1. BKKBN hendaknya lebih meningkatkan kualitas suami Pertanian 93,1 6,9
dan frekuensi penyuluhan mengenai pentingnya Non pertanian 89,7 10,3
penundaan kelahiran anak pertama dengan Umur < 20 tahun 86,3 13,7
menggunakan alat kontrasepsi, pantangan berkala, perkawinan ≥ 20 tahun 95,0 5,0
coitus interruptus terutama kepada wanita yang pertama
umur kawin pertamanya minimal 20 tahun dan
Persepsi > 2 orang 93,8 6,2
memiliki suami yang bekerja di bidang pertanian di
jumlah anak ≤ 2 orang 89,5 10,5
wilayah perdesaan Indonesia. Selain itu, ideal
penyuluhan tersebut diharapkan mampu mengubah
pola pikir masyarakat di wilayah perdesaan Selisih umur < 5 tahun 91,1 8,9
Indonesia untuk menginternalisasikan jumlah anak antara suami ≥ 5 tahun 91,2 8,8
dan istri
ideal maksimal dua orang anak. Sosialisasi
penundaan kelahiran anak pertama bagi wanita Status Miskin 89,9 10,1
umur kawin pertama di bawah 20 tahun juga harus ekonomi Menengah 92,5 7,5
terus dilaksanakan. Kaya 94,6 5,4
Sumber: SDKI 1991-2012 (diolah)
2. Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) diharapkan lebih banyak memberikan Tabel 2. Penduga parameter, statistik uji Wald, dan odds
pembekalan soft skills sehingga terjadi mobilitas ratio status penundaan kelahiran anak pertama
tenaga kerja yang tadinya bekerja di bidang p- exp
pertanian bisa bekerja di bidang nonpertanian Variabel β̂ Wald ̂)
value (𝜷
seperti wirausaha dibidang jasa (seperti servis (1) (2) (3) (4) (5)
ponsel, bengkel, jahit pakaian, dan lain-lain) Pekerjaan suami
ataupun di bidang perdagangan. Pertanian -0,61 5,00 0,03 0,54
Nonpertanian (ref) 0.00 - - 1,00
3. Penelitian selanjutnya, sebaiknya menambahkan Umur kawin pertama
variabel baru seperti persepsi suami terhadap anak, < 20 tahun 1,10 3,00
persepsi istri terhadap anak. Penelitian ini tidak ≥ 20 tahun (ref) 0,00 - - 1,00
memasukkan variabel tersebut karena terbatasnya Persepsi jumlah anak ideal
ketersedian data yang digunakan. > 2 anak (ref) 0,65 5,52 0,02 1,92
≤ 2 anak 0,00 - - 1,00
Konstanta -3,56 136,88 0,00 0,03
Sumber: SDKI 2012 (diolah)

9
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 1-12

DAFTAR PUSTAKA Harefa, N. F. (2014). Faktor-Faktor yang memengaruhi


kecenderungan penundaan kehamilan anak
Alam, M. M. (2015). Marriage to first birth interval and its pertama pada wanita yang menikah dini di Pulau
associated factors in Bangladesh. Asian Journal of Jawa tahun 2012 (Skripsi). Sekolah Tinggi Ilmu
Social Sciences & Humanities, 4(4), 36-47. Statistik, Jakarta.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hatta, M. (2012, 17 Januari). Persepsi keluarga terhadap
[BKKBN]. (2009, 18 Agustus). Korelasi positif anak. Diakses dari http://kaltim.bkkbn.go.id/Lists/
antara jumlah penduduk dengan SDM berkualitas Artikel/DispForm.aspx?ID=260&ContentTypeId=0
dalam menunjang pembangunan di segala bidang. x01003DCABABC04B7084595DA364423DE789
Diakses dari http://www.bkkbn.go.id/arsip/ 7
Documents/Perpustakaan/ALIH%20MEDIA%202 Hosmer, D. W., & Lemeshow, S. (2000). Applied logistic
012/013/29.%20Korelasi%20Positif%20Antara%2 regression (2nd ed.). Ohio: John Wiley & Sons, Inc.
0Jumlah%20Penduduk%20Dengan%20Sdm.pdf
Istiqomah, E. (2014). Nilai anak pada keluarga petani kelapa
__________. (2011, 13 Oktober). Pendewasaan usia Sawit (di Desa Sungai Siput Kecamatan Siak Kecil
perkawinan. Diakses dari Kabupaten Bengkalis). Jom FISIP, 1(2), 1-15.
http://lampung.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm
.aspx?ID=21&ContentTypeId=0x01003DCABAB Kamal, A., & Pervaiz, M. K. (2013). Determinants of
C04B7084595DA364423DE7897 marriage to first birth interval in Pakistan. Journal
of Statistics, 20, 44-68.
Badan Pusat Statistik [BPS], BKKBN, Kementerian
Kesehatan [Kemenkes], dan ICF International. Khairunnisa, M., Cangara, H., & Kasnawi, M. T. (2015).
(2013). Indonesia demographic and health survey Hubungan antara sebaran informasi kampanye
2012. Jakarta, Indonesia: BPS, BKKBN, Kemenkes, dengan tingkat keikutsertaan pasangan usia subur
dan IFC International. dalam program pengendalian kelahiran anak (KB) di
Kelurahan Ujana, Kota Palu. Jurnal Komunikasi
BPS. (2013). Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035. KAREBA, 4(4), 468-481.
Jakarta: BPS.
Kumar, G. A., & Danabalan, M. (2006). Determinants of
Blossfeld, H., & Huinink, J. (1991). Human capital delayed first birth. Indian Journal of Community
investments or norms of role transition? How Medicine, 31(4), 272-273.
women’s schooling and career affect the process of
family formation. American Journal of Sociology, Latif, A. (2014). First birth interval dynamics in Manipur: A
97(1), 143-168. Cox’s regression analysis. Journal of Research in
Applied Mathematics, 1(1), 1-5.
Bongaarts, J., & Potters, R.E. (1983). Fertility, biology, and
behaviour: An analysis of the proximate Lembaga Demografi UI (2007). Dasar-dasar demografi.
determinants. New York: Academic Press. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Chowdhury, A.H., & Karim, A. (2013). Patterns and
differentials of birth intervals in Bangladesh. Global Martin, T. C. (1995). Women’s education and fertility:
Journals Inc. USA, 13(2), 19-32. Results from 26 demographic and health surveys.
Studies in Family Planning, 26, 187 -202.
Destriyani, C. (2013). Tinjauan aspek sosial ekonomi
keluarga terhadap nilai anak: Studi kasus pada ibu Merjaya, J. T. (2006). Pengaruh variabel sosial dan
di Kota Malang (Skripsi): Universitas Brawijaya. demografi terhadap penundaan kelahiran anak
pertama (Skripsi). Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Ekawati, R. (2008). Faktor karakteristik keluarga, tingkat Statistik.
fertilitas dan pemakaian kontrasepsi. Jurnal
Kependudukan Padjadjaran, 10(2) (Juli, 2008), Nag, A., & Singhal, P. (2013). Impact of education and age at
135-151. marriage on fertility among Uttar Pradesh migrants
of Ludhiana, Punjab, India. Anthropologist, 15(2),
Ferre, C. (2009). Age at first child: does education delay 225-230.
fertility timing? The case of Kenya (Policy Research
Working Paper No. 4833). Washington, DC: World Putri, C. Y. Y. P. (2014). Hubungan persepsi nilai anak dengan
Bank. jumlah dan jenis kelamin yang diinginkan pada
wanita usia subur pranikah di perdesaan. Jurnal
Gurumu, E., & Etana, D. (2014). Age at first marriage and Biometrika dan Kependudukan, 3(1), 20-27.
first birth interval in Ethiopia: Analysis of the roles
of social and demographic Factors. African
Population Studies, 28(3), 1332-1334.

10
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penundaan…| Risa Ruri Indraswari dan Risni Julaeni Yuhan

Rahman, M. D. M., Mustafi, M. A. A., & Azad, M. M. (2013). Tarigan, R. (2006). Pengaruh tingkat pendidikan terhadap
Analysis of the determinant’s of marriage to first tingkat pendapatan: Perbandingan antara empat
birth interval in Bangladesh. International Journal hasil penelitian. Jurnal Wawasan, 11(3), 21-27.
of Management and Sustainability, 2(12), 208-219.
United Nations [UN]. (2015). World population 2015.
Rao. K. V., & Balakrishnan, T. R. (1989). Timing of first and Diakses dari https://esa.un.org/unpd/wpp/
second birth spacing in Canada. Journal of publications/Files/World_Population_2015_Wallch
Biosocial Sicence, 21, 293-300. art.pdf
Sunaryanto, H. (2012). Analisis fertilitas penduduk Provinsi __________. (2007). Total fertility rate. Diakses dari
Bengkulu. Jurnal Kependudukan Indonesia, 7(1), http://www.un.org/esa/sustdev/natlinfo/indicators/
21-42. methodology_sheets/demographics/total_fertility_r
ate.pdf
Sediyaningsih, S., Rachman, A. S., & Rusli, Y. (2013).
Analisis model komunikasi pembentukan konsep United Nations Development Programme [UNDP]. (2016).
keluarga sejahtera di Indonesia (Studi terhadap Human development report 2016. New York:
sosialisasi program BKKBN Kota Depok dan Kota UNDP.
Bogor). Jurnal Organisasi dan Manajemen, 9(2),
Yanzi, S. R. (2015). Pengambilan keputusan menunda
145-161.
memiliki anak pada pasangan yang bekerja di
Simeon, A. A., & Khalid, Z. M. (2014). Survival modeling of Bandung (Skripsi). Universitas Pendidikan
first interval after marriage. Life Science Journal, Indonesia, Bandung.
11(7), 299 – 307.

11
Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12, No. 1, Juni 2017 | 1-12

12
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 5 (2) (2017): 17-24

Jurnal Administrasi Publik

http://ojs.uma.ac.id/index.php/publikauma

PARTISIPASI WANITA PEKERJA SEKTOR INFORMAL DALAM KELUARGA BERENCANA DI


KECAMATAN TEMON KABUPATEN KULON PROGO

Nina Damayanti*

Fakultas Ilmu Sosial, Universitas PGRI Palembang, Indonesia


Diterima Agustus 2017; Disetujui Oktober 2017; Dipublikasikan Desember 2017

Abstrak
Hasil penelitian sebanyak 58% wanita yang bekerja dalam sektor informal ikut serta dalam keluarga
berencana, dan sebanyak 42% tidak mengikut keluarga berencana jumlah yang tidak ikut dalam
keluarga berencana masih sangat banyak, namun saat dilakukan wawancara dengan beberapa
responden mengatakan bahwa alasan mereka tidak ikut KB karena ada yang belum mempunyai anak
dan ada juga yang sedang program hamil untuk menambah anak lagi, dan ada juga yang
mengunakan KB secara alami. Terkait partisipasi wanita pekerja sektor informal dalam keluarga
berencana dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi partisipasi wanita pekerja
sektor informal dalam keluarga berencana (menggunakan KB). Korelasi crostab partisipasi KB
dengan pendidikan didapat angka probabilitas 0.10 ( 0.10 > 0.05). Hubungan antar tingkat
pendapatan dan partisipasi KB menghasilkan angkat 0.05 menunjukan sangat lemahnya korelasi.
Korelasi tingkat pendapatan responden dengan partisipasi didapat angka probabilitas 0.94 (0.95
>0.05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan dan saling mempengaruhi antara tingkat
pendapatan dan partisipasi dalam KB.

Kata Kunci : Wanita Pekerja Sektor Informal, Keluarga Berencana

Abstract
Result shown 58% of women working in the informal sector participated in family planning, and as many as
42% did not follow family planning unlimited amounts in family planning were still very much, but when
interviewed with some respondents said that the reason they did not take family planning because there are
not yet have children and there is also a pregnant program to add more children, and some are using KB
naturally. In relation to the participation of women in informal sector workers in family planning, it can be
seen that the level of education does not affect the participation of women in informal sector workers in
family planning (using FP). The correlation of crostab of family planning participation with education was
obtained by probability 0.10 (0.10> 0.05). The relationship between income level and FP participation resulted
in a 0.05 lift indicating very weak correlation. Correlation of income level of respondents with participation
obtained probability 0.94 (0.95> 0.05), meaning there is no significant relationship and influence between
income level and participation in family planning

Keywords: Informal Women Working Group, Family Planning


How to Cite : Damayanti, N., (2017). Partisipasi Wanita Pekerja Sektor Informal Dalam Keluarga
Berencana Di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta 5 (2): 17-24
*Corresponding author: P-ISSN-2549-9165
E-mail: nina.damayati91@gmail.com e-ISSN -2580-2011

17
Nina Damayanti, (2017). Studi Partisipasi Wanita Pekerja Sektor Informal Dalam Keluarga Berencana

PENDAHULUAN Sektor informal banyak menyerap


Kegiatan ekonomi di sektor informal tenaga kerja yang mempunyai keterampilan
semakin berkembang seiring dengan yang rendah karena memang tingkat
bertambahnya angka pengangguran, pendidikanya juga rendah sehingga tidak
keberadaan sektor informal disatu sisi mempunyai skill dan keterampilan yang
dibutuhkan masyarakat terutama di kalangan diperoleh berdasarkan pengalaman, modal
ekonomi menengah kebawah, tetapi di sisi yang sedikit, dan teknologi yang digunakan
lain kurang mendapatkan perhatian dan sederhana, sehingga pendapatan yang
perlindungan dari pemerintah, padahal sektor dihasilkan juga rendah. Dewasa ini tidak
ini identik dengan sektor usaha yang padat hanya laki-laki banyak yang bekerja disektor
karya yang mampu menyerap banyak informal, namun juga wanita sebagai upaya
pengangguran dan sektor ini juga mampu untuk membantuh perekonomian keluarga.
memberikan pendapatan yang cukup tinggi Karena pekerjaan disektor informal tidak
untuk mengurangi tingkat kemiskinan menuntut waktu yang telah ditentukan
Kesulitan ekonomi dan tuntutan biaya terorganisir oleh atasan, namun waktunya
kehidupan yang semakin tinggi, telah sesuai dengan permintaan pasar dan keadaan
mendorong sebagian besar kaum wanita wanita itu sendiri jadi tidak ada tekanan
untuk ikut berperan dalam meningkatkan dalam waktu bekerja, wanita bisa mulai
pendapatan keluarganya. Bagi kaum wanita bekerja setelah selesai mengerjakan pekerjaan
yang telah berkeluarga umumnya mereka rumah. Sehingga selain mendapatkan uang
bekerja untuk menambah penghasilan suami tambah dari pekerjaanya disektor informal
demi mencukupi biaya kehidupan sehari-hari. seperti dagang, jasa, dan pertanian juga
Wanita saat ini tidak hanya berperan sebagai pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan
ibu rumah tangga, bahkan saat mereka sendiri.
bekerja, pendapatannya secara maksimal Suatu program dikatakan berhasil
digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila masyarakat ikut serta berpartisipasi
dalam keluarga, wanita yang tidak dalam kegiatan progam tersebut, dan
mempunyai pendidikan yang tinggi dan skill sebalikya program keluarga berencana
membuat para ibu rumah tangga berpikir dikatakan gagal jika tidak ada tanggapan dan
kreatif untuk mencari uang tambah dengan partisipasi dari masyrakat. KB merupakan
menggunakan menggunakan tenaga dan program yang bertujuan untuk menjarangkan
tingkat upah yang rendah. kehamilan, membatasi jumlah anak, mengatur
Peran sektor informal menjadi jarak kelahiran antar anak, dll. Dengan
penting, karena kemampuan sektor informal melihat karakteristik pekerja sektor informal
dalam menyerap tenaga kerja dan tidak ialah berpendidikan rendah, dan pendapatan
menuntut keterampilan yang tinggi. Bahkan juga rendah, maka disini peneliti ingin
sektor informal ini dapat dijadikan wadah melihat apakah pendidikan wanita pekerja
dalam mengembangkan sumber daya sektor informal dan pendapatan total
manusia, dimana tenaga kerja yang tidak keluarga wanita pekerja sektor informal
terlatih dapat meningkatkan keterampilan mempengaruhi tingkat partisipasi dalam
dengan masuk sektor informal terlebih keluarga berencana.
dahulu sebelum masuk kesektor formal. Tujuan dalam Penelitian ini adalah
Sektor informal memiliki karateristik untuk mengetahui apakah wanita yang
seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam bekerja dalam bidang sektor informal
skala kecil; kepemilikan oleh individu atau berpartisipasi dalam program keluarga
keluarga, teknologi yang sederhana dan padat berencana. Mengetahui apakah jenjang
tenaga kerja, tingkat pendidikan dan pendidikan dan pendapatam pada wanita
keterampilan yang rendah, produktivitas pekerja sektor informal mempengaruhi
tenaga kerja yang rendah dan tingkat upah partisipasi program keluarga berencana.
yang relative lebih rendah bila dibandingkan Partisipasi diartikan keterlibatan
sektor informal. Motivasi kerja para pekerja seseorang secara sadar kedalam interaksi
sektor informal adalah memperoleh sosial dalam situasi tertentu (Wazir dan
pendapatan yang cukup untuk sekedar Achmad dalam Arsanti 2012). Partisipasi
bertahan hidup (survival). adalah keikut sertaan masyarakat dalam
18
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 5 (2) (2017): 17-24

proses pengidentifikasian masalah dan potensi mempergunkan fasilitas kelembagaan


yang ada di masyarakat, pemilihan dan formal yang ada.
pengambilan keputusan tentang alternatif b. Tidak mempunyai izin usaha
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan c. Lokasi dan jam kerja tidak teratur
upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan d. Tidak terjangkau langsung kebijakan
masyarakat dalam proses pengevaluasian pemerintah untuk membantuh
perubahan yang terjadi ( Isbandi, 2007) golongan ekonomi lemah
Menurut Muhajir (1980) juga melihat e. Unit usaha mudah beralih antara sub-
pasrtisipasi dalam empat kegiatan yakni: sektor
a. Keterlibatan orang dalam proses f. Berteknologi sederhana
pengambilan keputusan g. Skala operasinya kecil
b. Keterlibatan orang di dalam pelaksanaan h. Tidak memerlukan pendudukan
program dan pengambilan keputusan formal, hanya berdasarkan
c. Keterlibatan orang didalam menikmati pengalaman
hasil dari kegiatan i. Bekerja sendiri tau hanya dibantuh
d. Keterlibatan didalam evaluasi suatu pekerja keluarga tanpa dibayar
progam yang sudah terlaksana j. Berusaha dengan modal sendiri atau
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari lembaga keuangan tidak resmi
partisipasi merupakan keikutsertaan individu k. Produknya hanya dikonsumsi
atau masyaraakat dalam suatu progaram atau masyarakat berpenghasilan rendah
kegiatan secara aktif sukarela dengan alasa- dan sebagian kecil berpenghasilan
alasan tertentu untuk memcapai tujuan menengah.
tertertentu. Pekerjan sektor informal dibedakan
Partisipasi wanita pekerja sektor antara informal pertanian dan non-pertanian.
informal dalam program KB merupakan Keduanya mempunyai sifat yang berbeda, dan
bagian terpenting untuk mewujudkan membawa masalah yang berbeda pula.
masyarakat yang sejaterah akan terbentuk Informal pertanian bersifat tradisional, sudah
keluarga kecil yang bahagia dan berkualitas, ada dalam ekonomi sejak semula, memiliki
walaupun sekarang tidak hanya wanita yang peranan khusus, memiliki problem khusus
menggunkan KB tertapi juga pria, namun dan memerlukan penangan yang spesifik,
disini peneliti akan melihat partisipasi KB sedangkan sektor non pertanian lebih
pada wanita yang bekerja disektor informal merupakan produk dari pembangunan
dan apabila ada suami yang ikut program KB ekonomi yang tidak dapat menyerap
karena alasan istri tidak cocok atau tidak bisa pertambahan tenaga kerja yang ada.
menggunakan KB karena mengganguu Keluarga Berencana
kesehatan istri maka hal tersebut termasuk Menurut WHO (1970) yang dikutip
dalam objek peneliti. oleh Amini (2011), arti keluarga berencana itu
Sektor Informal sendiri adalah tindakan yang membantuh
Kantor mentri Negara Urusan Peranan individu atau pasangan suami istri untuk
pemerintah, Unicef, dan BPS menjelaskan mendapatkan obyek tertentu, yaitu (1)
bahwa kegiantan informal adalah berusaha menghindari kelahiran yang tidak di inginkan,
atau bekerja sendiri atas resiko sendiri, (2) mendapatkan kelahiran yang memang
berusaha dengan resiko sendiri dengan diingikan, (3) mengatur interval diantara
dibantuh oleh buruh tidak tetap, dan bekerja kehamilan, (4) menentukan jumlah anak
yang tidak dibayar seperti mereka yang dalam keluarga secara bertanggung jawab.
membantuh seseorang memperoleh Partisipasi wanita pekerja sektor
penghasilan atau keuntungan, namun tidak informal dalam KB di Desa Sindutan
mendapat upah atau gaji baik berupa uang Kecamatan Temon diukur melalui kesertaan
atau barang. Kantor Mentri Negara Urusan mereka ber KB (pemakaian alat kontrasepsi)
peranan wanita, Unicef, dan BPS juga yang mana akan dilihat apakah pendidikan
menyebutkan ciri-ciri pekerja sektor informal dan pendapatan wanita pekerjaan sektor
antara lain: informal akan mempengaruhi keikut sertaan
a. Kegiatan tidak terorganisir dengan mereka dala m program KB. Karena secara
baik, karena timbulnya tidak teroritis semakin besar pendapat keluarga
19
Nina Damayanti, (2017). Studi Partisipasi Wanita Pekerja Sektor Informal Dalam Keluarga Berencana

pekerja sektor informal maka akan semakin yaitu Bayema, Dukuh, Sindutan A, Sindutan B
tinggi tingkat partisipasi karena mereka Lempukan, Glaeng, Paningan, dengan jumlah
mampuh untuk membayar pelayanan dan alat populasi sekitar 537 KK (Rumah
kontrasepsi yang akan digunakan. Begitu juga Tangga).karena jumlah populasi terlalu besar
dengan tingkat pendidikan semakin tinggi maka populasi tersebut akan di sampel,
tingkat pendidikan wanita pekerja sektor penentuan ukuran sampel menggunakan
informal maka tingkat partisipasinya dalam rumus solving (Selvilla:2007) dari hasil
program KB akan semakin tinggi, karena perhitungan maka dapat dibulatkan menjadi
wanita yang mempunyai tingkat pendidika 84 responden. Kemudian dari 84 responden
yang tinggi akan mudah mengakses informasi dipilih lagi menjadi 43 responden yang
tentang KB baik yang berasal dari media memenuhi criteria sebagai wanita yang
elektronik ( TV, Radio, Internet, dll) maupun bekerja disektor informal.
media cetak ( Koran, majalah, tabloid. Baliho Teknik analisis data tabel frekuensi
atau sepanduk). digunakan untuk penyederhanaan data yang
cukup banyak. Sedangkan crosstab untuk
METODE PENELITIAN mengetahui seberapa besar hubungan antara
Metode penelitian ini menggunakan kedua variabel berkenaan dengan besar
metode Survei untuk sampling dan angka, angka korelasi berkisar 0 atau tidak
menggunakan metode deskriptif kuantitatif ada korelasi sama sekali dan 1 (korelasi
untuk analisisnya yang lebih menekan pada sempurna). Maka, dapat dikatakan angka
produk. Teknik pengumpulan data korelasi diatas 0.5 menunjukan korelasi yang
menggunakan observasi, wawancara, dan cukup kuat sedangkan dibawah 0.5 korelasi
dokumentasi. Teknik analisis data tabel lemah. Interprestasi hasil uji korelasi
frekuensi, crosstab. didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi
Dalam penelitian ini yang menjadi serta arah korelasinya, dapat dilihat pada
populasi adalah masyarakat Desa Sindutan tabel 3.1. beikut:
Kecamatan Temon yang terdiri dari 7 duku
Tabel 1. Interprestasi Hasil Uji Korelasi
No Parameter Nilai Interprestasi
Kekuatan Korelasi (r) 0,00 – 0.199 Sangat Lemah
0.20 – 0.399 Lemah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1,00 Sangat Kuat
2. Nilai p (dalam SPSS P < 0.05 H0 ditolak, terdapat korelasi yang
ditunjukan dengan nilai bermakna anatara dua variabel
signifikan) yang diuji
H0 diterima, tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara
dua variabel yang diuji
3. Arah korelasi Positif ( + ) Searah, semakin besar nilai satu
variabel semakin besar pula nilai
variabel yang lain
Negatid (– ) Berlawanan arah, semakin besar
nilai satu variabel, semakin kecil
nilai variabel lainnya
Sumber : Aminah, 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN pemberdayaan wanita dalam meningkatkan


Partisipasi Wanita Pekerja Informal pendapatan rumah tangga dan meningkat
dalam Keluarga Berencana kesejateran rumah tangga, dengan kesibukan
Wanita yang bekerja dalam sektor wanita dalam bekerja akan meningkat
informal merupakan bagian dari kesadaran wanita untuk ikud dalam program
20
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 5 (2) (2017): 17-24

keluarga berencana. Hasil yang didapat mengatakan bahwa alasan mereka tidak ikut
dilapangan mengenai jumlah wanita yang KB karena ada yang belum mempunyai anak
ikut dalam program keluarga berencana dapat dan ada juga yang sedang program hamil
dilihat pada tabel beriku: untuk menambah anak lagi, dan ada juga
Tabel 2 yang mengunakan KB secara alami.
Partisipasi Wanita Pekerja Informal dalam Hubungan Tingkat Pendidikan Wanita
Kelaurga Berencana Pekerja Informal Terhadap Partisipasi dalam
Partisipasi dalam Keluarga KB
Pekerja Berencana Pendidikan merupakan salah satu faktor
Informal Persen Tida Persent yang diharapkan mendukung adanya program
Ya
tasi k asi keluarga berencana ( KB). Desa Sindutan
Jumlah 25 58 % 18 42 % tercatat 43 wanita yang bekerja disektro
informal yang menjadi respondent penelitian.
Tabel diatas dapat dilihat bahwa Tingkat pendidikan terbagi menjadi 7
sebanyak 58% wanita yang bekerja dalam golongan dan jumlah respondent yang tamat
sektor informal ikut serta dalam keluarga pendidikan sesuai dengan jenjangnya, dari 43
berencana, dan sebanyak 42% tidak mengikut responden terdapat tidak sekolah 5%, tamat
keluarga berencana jumlah tersebut masih SD 16% , SMP 28%, SMA 46%, perguruan
sangat banyak, namun saat dilakukan tinggi D3 dan stratra satu sebanyak 5%.
wawancara dengan beberapa responden
Tabel 3. Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi dalam KB
Partisipasi dalam KB
Jumlah
Pendidikan T Perse Y Perse Responden %
idak ntase (%) a ntase (%)
Tidak 2 11 0 0 2 5
Sekolah
SD 4 22 3 12 7 1
6
SMP 4 22 8 32 12 2
8
SMA 6 34 1 56 20 4
4 6
Perguruan 2 11 0 0 2 5
Tinggi
Jumlah 1 100 2 100 43 1
8 5 00
Sumber: Data Primer, 2014

Tingkat partisipasi diukur dari dari Untuk tingkat pendidikan yang rendah tidak
apakah perempuan yang berpendidikan yang sekolah sebanyak 5% dan tamat SD terdapat
tinggi menggunakan KB atau tidak, 16% dan respondent tersebut ada yang
perempuan yang tergolong pendidikan tinggi mengikut program KB dan ada juga yang
yaitu yang tama D3/ akademi samapi tamat tidak mengikut program KB. Begitu juga
S3 namun disini jumlah pempuan yang dengan tingkat pendidikan sedang yaitu tamat
berekrja disektor infomal yang mempunyai SMP sebanyak 28% dan SMA terdapat 46%
pendidikan tergolong tinggi hanya 5% tamat dilihat dari tingkat pendidikan, tingkat
D3 dan S1, karena memang pekerja sektof pendidikan SMA mempunyai persentasi
informal tidak membutuhkan pendidikan paling banyak wanita yang tidak ikut serta
yang tinggi dan mempunyai skill khusus. dan dalam keluarga berencana, namun jumlah
kedua responden yang bekerja sebagai yang paling banyak juga diikuti oleh
pedagang tesebut tingkat pendidikan persentase wanita yang mengikuti program
tergolong tinggi tamat D3/ Akademi tidak keluarga berencana.
mengikut program KB.

21
Nina Damayanti, (2017). Studi Partisipasi Wanita Pekerja Sektor Informal Dalam Keluarga Berencana

berencana di Desa sindutan sudah baik, dinas


kesehatan setempat sudah memberikan
Tabel 4. Symmetric Measures pelayanan KB dengan maksimal ini terbukti
dengan program jangka panjang yang
Approx. diberikan secara gratis. Seperti pemasangan
Value Sig. IUD dan susuk KB secara gratis. Sehingga
Nominal Conting .391 .102 walaupun pendidikan wanita yang bekerja
by ency disektor informal tidak tinggi namun
Nominal Coeffici kesadaran akan menggunakan KB sudah baik.
ent
N of Valid Cases 43 Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga
Wanita Pekerja Sektor Informal Terhadap
Hubungan yang signifikan antara Partisipasi dalam KB
partisipasi dengan tingkat pendidikan Pendapatan merupakan merupakan
ditunjukan dari hasil analisi korelasi crosstab salah satu faktor yang diharapkan mendukung
antara tingkat pendidikan dengan partisipasi adanya program keluarga berencana (KB).
KB ( menggunakan KB) menghasilkan angkat dari 43 responden wanita pekerja sektor
0.391 menunjukan hubungan yang lemah. informal maka dapat dikelompokan 3 (tiga)
Korelasi crostab partisipasi KB dengan kategorei pendapatan yaitu pendapatan
pendidikan didapat angka probabilitas 0.10 ( rendah, sedang, dan tinggi. Pendapatan
0.10> 0.05) maka tolak Ha dan terima H0 rendah yang berpenghasilan < 2.033.333,
artinya tidak ada hubungan antara tingkata pendapatan sedang 2.033.334 – 4.066.666,
pendidikan dengan partisipasi dalam program pendapatan tinggi 4.066.667 – 6.099.999.
keluaraga berencana (KB). untuk melihat apakah ada hubungan yang
Tidak adanya hubungan yang signifikan signifikan antara tingkat pendapatan keluarga
antara tingkat pendidikan dan partisipasi KB wanita pekerja informal terhadap partisifasi
di desa Sindutan karena program keluarga dalam KB dapat dilihat pada tabel 5 dibawah
ini:
Tabel 5. Tingkat Pendapatan Keluarga Wanita Pekerja Sektor Informal
Partisipasi dalam KB
No Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase
Tidak % ya %
1 Rendah 13 2 18 72 31 72
2 Sedang 4 22 5 20 9 21
3 Tinggi 1 6 2 8 3 7
Jumlah 18 100 25 100 43 100
Sumber: Data primer, 2014
Tabel 6. Symmetric Measures
Approx.
Value
Sig.
Nominal by Contingency .052 .944
Nominal Coefficient
N of Valid Cases 43

Dari tabel 5 tersebut maka dapat


dilihat responden yang mempunyai program KB yaitu 8% dan 6% yang tidak ikut
pendapatan rendah terdapat 72% yang tidak program KB.
mengikuti program KB dan jumlah yang sama Hubungan tingkat pendapatan dan
juga yang mengikuti program KB. Untuk partisipasi KB menghasilkan angkat 0.05
pendapatan golongan menegah sebanyak 22% menunjukan sangat lemahnya korelasi.
yang tidak ikut program KB dan 20% yang Korelasi tingkat pendapatan respondepn
ikut program KB, sedangkan untuk dengan partisipasi didapat angka probabilitas
pendapatan tinggi lebih banyak yang ikut 0.94 (0.95 >0.05) maka Ha ditolak dan Ha
22
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 5 (2) (2017): 17-24

diterima, artinya tidak ada hubungan yang dipakai responden harus membayar seperti
signifikan dan saling mempengaruhi antara jenis KB suntuk dan pil yang mana sifatnya
tingkat pendapatan dan partisipasi dalam KB. jangka pendek yang biasa dilakukan setiap
Tingkat pendapatan tidak mempunyai bulan atau tiga bulan sekali untuk membeli
hubungan yang signifikan dikarenakan dan mendapatkan pelayanan dan alat
program KB di Desa Sindutan tergolong kontrasepsi tersebut, dan sebagaian
murah dan bahkan dinas kesehatan setempat responden mengatakan alat kontrasepsi
sering memberikan palayanan dan alat tersebut didapat dengan harga yang murah.
kontrasepsi jangka panjang yang diberikan maka responden harus membayar berikut ini
secara gratis, sehingga tingkat pendapatan persepsi harga alat kontrasepsi yang dipakai
tidak mempengaruhi tingkat penggunaan KB oleh responden yang harus membayar.
di Desa Sindutan. Ada beberapa alat KB yang
Tabel 7. Tingkat Pendapatan Keluarga Wanita Pekerja Sektor Informal
Partisipasi dalam KB
No Biaya KB Jumlah Persentase
Tidak % Ya %
1 Murah 11 61 12 48 31 72
2 Sedang 2 11 7 28 9 21
3 Mahal 2 11 4 16 3 7
Tidak Tahu 3 17 2 8
Jumlah 18 100 25 100 43 100
Sumber: Data primer, 2014
mengatakan biaya KB sedang terdapat 2
Dari Tabel 7 sebanyak 61% wanita yang responden yang tidak mengikuti KB dan 7
tidak memakai KB mengatakan biaya KB responden yang ikut KB.Dan Untuk pendapat
murah, dan 48% yang ikut KB mengatakan masyarakat yang mengatakan biaya KB mahal
biaya KB murah, sebagian besar responden terdapat 2 yang tidak ikut KB dan 4 yang ikut
mengatakan bahwa biaya KB murah, sehingga KB. Dan terdapat lima responden yang
disini dapat dibuktikan bahwa biaya program mengatakan tidak tau apakah biaya untuk
KB tidak mahal untuk sebagian besar program KB murah, sedang, mahal. Berikut
penduduk yang ada di Desa Sindutan dan Tabel dibawah ini menjelaskan jenis KB yang
mereka tidak menyiapkan biaya khusus untuk dipakai responden:
program KB. Untuk responden yang
Tabel 8. Jenis KB Yang Dipakai
No Jenis KB Jumlah
1 Spiral/IUD 6
2 Pil 11
3 Suntik 8
4 Steril 1
5 Kondom 1
6 Tidak mengikuti KB 16
Jumlah 43
Sumber: Data primer, 2014

Dari Tabel dapat dijelaskan bahwa


sebagian besar jenis KB yang dipakai ialah
jenis KB pil, kemudian suntik. Dari 43 Simpulan
responden terdapat 16 responden yang tidak Hasil penelitian sebanyak 58% wanita
menggunakan KB, mereka yang tidak yang bekerja dalam sektor informal ikut serta
memakai KB ada yang memang belum dalam keluarga berencana, dan sebanyak 42%
mempunyai anak, ingin menambah anak lagi, tidak mengikut keluarga berencana jumlah
dan juga menunda kehamilan dengan metode tersebut masih sangat banyak, namun saat
tradisional seperti perhitungan kalender, dilakukan wawancara dengan beberapa
poso, dll. responden mengatakan bahwa alasan mereka
23
Nina Damayanti, (2017). Studi Partisipasi Wanita Pekerja Sektor Informal Dalam Keluarga Berencana

tidak ikut KB karena ada yang belum DAFTAR PUSTAKA


mempunyai anak dan ada juga yang sedang
program hamil untuk menambah anak lagi, Aminah, Siti. 2011. Research Methodologi.
dan ada juga yang mengunakan KB secara Yogyakarta. Muhamadiyah University
alami. Amini, Nyigit W. 2011. Implementasi Kebijakan
Berdasarkan penelitian dapat diketahui Program KB Priastudi khasus Tingginya
bahwa tingkat pendidikan tidak Pencapaian MOP di Kabupaten
mempengaruhi partisipasi wanita pekerja Situbondo Provinsi Jawa Timur.
sektor informal dalam keluarga berencana Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada
(menggunakan KB). Korelasi crostab Arsanti. Vidyana. 2012. Partisipasi Masyarakat
partisipasi KB dengan pendidikan didapat Dalam Pengembangan Desa Wisata
angka probabilitas 0.10 ( 0.10 > 0.05) Dusun Sambai Desa Pakembinangun
hubungan yang lemah. Tidak adanya Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman.
hubungan yang signifikan antara tingkat Yogyakata. Tesis tidak diterbitkan.
pendidikan dan partisipasi KB di desa Universias Gadjah Mada
Sindutan karena program keluarga berencana Muhajir, Noeng. 1980. Pendidikan dan
di Desa sindutan sudah baik, dinas kesehatan Pembangunan Desa dan Administrasi
setempat sudah memberikan pelayanan KB Pemerintah Desa, Jakarta: Yayasan
dengan maksimal ini terbukti dengan Karya Darma
program jangka panjang yang diberikan Isbandi, Ruminto Adi. 2007. Perencanaan
secara gratis. Partisipasi Berbasis Asas Komunikasi.
Tingkat pendapatan dengan partisipasi dari http///.Isbandi.blog. diakses tanggal
dalam KB ditunjukan dari hasil analisis 29 juni 2014
korelasi crostab didapat angkat 0.05 Sevilla, Consuelo G. et. al (2007). Research
menunjukan korelasi yang sangat lemah. Methods. Rex Printing Company.
Korelasi tingkata pendapatan respondepn Quezon City.
dengan partisipasi didapat angka probabilitas
0.94 (0.95 >0.05) maka Ha ditolak dan Ha
diterima, artinya tidak ada hubungan yang
signifikan dan tidak saling mempengaruhi .
antara tingkat pendapatan dan partisipasi
dalam KB. Tingkat pendapatan tidak
mempunyai hubungan yang signifikan
dikarenakan program KB di Desa Sindutan
tergolong murah dan bahkan dinas kesehatan
setempat sering memberikan palayanan dan
alat kontrasepsi jangka panjang yang
diberikan secara gratis, sehingga tingkat
pendapatan tidak mempengaruhi tingkat
penggunaan KB di Desa Sindutan. Ada
beberapa alat KB yang dipakai responden
harus membayar seperti jenis KB suntuk dan
pil yang mana sifatnya jangka pendek yang
biasa dilakukan setiap bulan atau tiga bulan
sekali untuk membeli dan mendapatkan
pelayanan dan alat kontrasepsi tersebut, dan
sebagaian responden mengatakan alat
kontrasepsi tersebut didapat dengan harga
yang murah.

24
Accelerat ing t he world's research.

MASALAH KEPENDUDUKAN DI
NEGARA INDONESIA
Jody Priyambogo

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Makalah Pendidikan Kependudukan "Persoalan Kependudukan dan Kebijakan Kont emporer"


Rima Erna

Makalah Pendidikan Kependudukan Persoala


yulian rejekiyuli

Ensiklopedi by BPS
Taufik Hidayat
M ASALAH KEPEN D UD UKAN D I N EGARA I N D ON ESI A

Sr i Ra h a yu Sa n u si,SKM ,M k e s.

Fa k ult a s Ke se ha t a n M a sya r a k a t
Universitas Sumatera Utara

1 .PEN D AH ULUAN
Dari hasil sensus penduduk t ahun 1990 j um lah penduduk I ndonesia adalah
179,4 j ut a. Berart i I ndonesia t erm asuk negara t erbesar ke t iga di ant ara negara-
negara yang sedang berkem bang set elah Gina dan I ndia.Dibanding dengan j um lah
sensus t ahun 1980 m aka akan t erlihat peningkat an penduduk I ndonesia rat a- rat a
1,98% pert ahun. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, j um lah penduduk I ndonesia
pada t ahun 1995 sebanyak 195,3 j ut a j iwa.
Bila dilihat dari luas wilayah pada pet a penyebaran penduduknya t erlihat
t idak m erat a di 27 propinsi. Berdasarkan hasil sensus penduduk t ahun 1990 sekit ar
60% penduduk t inggal di pulau Jawa, padahal luas pulau Jawa hanya 7% dari luas
wilayah I ndonesia. Dilain pihak pulau Kalim ant an yang luas wilayahnya hanya
dit em pat i oleh 5% dari j um lah penduduknya.
Kondisi t ersebut m enunj ukan bahwa kepadat an penduduk I ndonesia t idak
seim bang. Kondisi t ersebut m em erlukan upaya pem erat aan dan upaya t ersebut t elah
dilaksanakan m elalui program t ransm igrasi dan gerakan kem bali ke Desa.
Dilihat dari t ingkat pert am bahan penduduknya I ndonesia m asih t ergolong
t inggi, hal ini bila t idak diupayakan pengendalianya akan m enim bulkan banyak
m asalah.
Di I ndonesia dari t ingkat part isipasi anak usia sekolah baru m encapai 53%
m eskipun w aj ib belaj ar pendidikan dasar 9 t ahun t elah dicanangkan oleh
pem erint ah. Dibanding negara t et angga, t ingkat part isipasi pendidikan kit a t ergolong
rendah. Hongkong m isalnya t ahun 1985 t elah m encapai 95% , Korea Selat an 88%
dan Singapura t elah m encapai 95 % ( Surabaya Post , 2 Okt ober 1995) .
Masalah- m asalah lain sepert i ket enagakerj aan 77% angkat an kerj a m asih
berpendidikan rendah. Dam paknya t erhadap pendapat an perkapit a yang pada
gilirannya akan berpengaruh t erhadap kualit as hidup. Juga t erhadap kehidupan
rum ah t angga sepert i perceraian dan perkawinan yang akan berpengaruh t erhadap
angka kelahiran dan kem at ian yang dalam banyak hal dij adikan indikat or bagi
kesej aht eraan suat u negara.
Nam paknya sederhana, t et api harus diingat bahwa m anusia adalah sebagai
subj ek t et api j uga sekaligus obj ek pem bangunan sehingga bila t idak diant isipasi
m ungkin pada gilirannnya akan berakibat ket idakst abilan at au kerapuhan suat u
negara.

2 . M ASALAH KEPEN D UD UKAN D I I N D ON ESI A


A. Masalah Akibat Angka Kelahiran
1. Tot al Fert ilit y Rat e ( TFR)
Hasil perkiraan t ingkat fert ilit as ( m et ode anak kandung) m enunj ukan bahwa
penurunan t ingkat fert ilit as I ndonesia t et ap berlangsung dengan kecepat an yang
bert am bah sepert i nam pak pada t abel di bawah ini :
Periode ( t ahun) TFR % Penurunan/ t ahun
1967 - 1970 5,605 1,7
1971 - 1975 5,200 2,3
1976 - 1979 4,680 2,8
1980 - 1984 4,055 3,9
1987 - 1990 3,222 2,1

© 2003 Digit ed by USU Digit al Library 1


Sum ber : BPS Jawa Tim ur, 1996

Tingkat fert ilit as secara keseluruhan dari periode 1981- 1984 ke periode 1986
- 1989 t urun sebesar 18 % at au sekit ar 3,9% pert ahun. Nam un t ingkat penurunan
fert ilit as m ulai m elam bat at ara periode 1986- 1989 dan 1987- 1990 yait u m enj adi
2,1% rat a- rat a pert ahun.

2. Age Spesific Fert ilit y Rat e ( ASFR)


Hasil SP71 dan SP80 m asih m enunj ukan bahwa t ingkat kelahiran unt uk
kelom pok um ur wanit a 20- 24 t ahun adalah yang t ert inggi. Nam un dem ikian t erj adi
pergeseran ke kelom pok um ur ( 25 - 29) t ahun pada hasil SP80 dan ini akan
m em berikan dam pak t erhadap penurunan t ingkat gfert ilit as secara keseluruhan
( Trend Fert ilit as, Mort alit as dan Dem ografi, 1994: 18)
Berdasarkan dua kondisi di at as dapat lah disebut kan beberapa m asalah ( t erkait
dengan SDM) sebagai berikut :
1) Jika fert ilit as sem akin m eningkat m aka akan m enj adi beban pem erint ah dalam hal
penyediaan aspek fisik m isalnya fasilit as kesehat anket im bang aspek int elekt ual.
2) Fert ilit as m eningkat m aka pert um buhan penduduk akan sem akin m eningkat t inggi
akibat nya bagi suat u negara berkem bang akan m enunj ukan korelasi negat if
dengan t ingkat kesej aht eraan penduduknya.
Jika ASFR 20- 24 t erus m eningkat m aka akan berdam pak kepada invest asi SDM
yang sem akin m enurun.

B. M a sa la h a k iba t Angk a Ke m a t ia n
Selam a ham pir 20 t ahun t erakhir, Angka Kem at ian Bayi ( AKB) m engalam i
penurunan sebesar 51,0 pada periode 1967- 1986. Tahun 1967 AKB adalah 145 per
1000 kelahiran, kem udian t urun m enj adi 109 per 1000 kelahiran pada t ahun 1976.
Selam a 9 t ahun t erj adi penurunan sebesar 24,8 persen at au rat a- rat a 2,8 persen per
t ahun. Berdasarkan SP90, AKB t ahun 1986 diperkirakan sebesar 71 per 1000
kelahiran yang m enunj ukan penurunan sebesar 34,9 persen selam a 10 t ahun
t erakhir at au 3,5 persen pert ahun ( Trend Mort alit as, 66) .

Tabel Perkiraan Angka Harapan Hidup ( AHH)


Tahun Nilai
SP1971 45,7
SP 1980 52,2
SP 1990 59,8
Sum ber: BPS Jat im , 1996.

Sej alan dengan penurunan AKB, AHH m enunj ukan kenaikan. Pada t ahun
1971 AHH adalah 45,7 yang kem udian naik 6,5 t ahun m enj adi 52,2 pada SP80 dan
m engalam i kenaikan 7,6 m enj adi 59,8 pada SP90.
Masalah yang m uncul akibat t ingkat m ort alit as adalah :
1) Sem akin bert am bahnya Angka Harapan Hidup it u berart i perlu adanya peran
pem erint ah di dalam m enyediakan fasilit as penam pungan.
2) Perlunya perhat ian keluarga dan pem erint ah didalam penyediaan gizi yang
m em adai bagi anak- anak ( Balit a) .
3) Sebaliknya apabila t ingkat m ort alit as t inggi akan berdam pak t erhadap reput asi
I ndonesia dim at a dunia.
Pem ecahan m asalah angka kelahiran dan kem at ian :
a) Kelahiran
Angka kelahiran perlu dit ekan m elalui :
! Part isipasi wanit a dalam program KB.

© 2003 Digit ed by USU Digit al Library 2


! Tingkat pendidikan wan it a wanit a m em pengaruhi um ur kawin pert am a dan
penggunaan kont rasepsi.
! Part isipasi dalam angkat an kerj a m em punyai hubungan negat if dengan
fert ilit as
! Peningkat an ekonom i dan sosial.

b) Kem at ian
Angka kem at ian perlu dit ekan :
! Pelayanan kesehat an yang lebih baik
! Peningkat an gizi keluarga
! Peningkat an pendidikan ( Kesehat an Masyarakat )

C. M a sa la h Kom posisi Jum la h Pe nduduk


Jum lah penduduk I ndonesia berdasarkan hasil sensus t ahun 1990 berj um lah
179246785 dari j um lah t ersebut kom posisi usianya t idak berim bang yang
m enyebabkan t im bulnya m asalah- m asalah baru.
Kat agori Berdasarkan Usia Sebagai Berikut :
U S I A ( Thn) Jum lah ( Jiwa)
0 - 4 20.985.144
5 - 9 23.223.058
10 - 14 21.482.141
15 - 19 18.926.983
20 - 24 16.128.352
25 - 29 15.623.530
30 - 34 13.245.794
35 - 39 11.184.217
40 - 44 8.081.636
45 - 49 7.565.664
50 - 54 6.687.586
55 - 59 4.831.697
60 - 64 4.526.451
65 - 69 2.749.724
70 - 74 2.029.026
> 75 4.415
Sum ber : Kant or BPS Jawa Tim ur

Berdasarkan angka- angaka t ersebut t am pak penum pukan j um lah penduduk


pada usia m uda, yait u usia 0 - 4 t ahun berj um lah 20985144 j iwa, usia 5- 9 t ahun
sebesar 23223058 j iwa dan 10 - 14 t ahun 21428141 j iwa yang m ana pada usia
t ersebut belum produkt if m asih t ergant ung pada orang- orang lain t erut am a
keluarga.
Masalah- m asalah yang dapat t im bul akibat keadaan dem ikian adalah :
1) Aspek ekonom i dan pem enuhan kebut uhan hidup keluarga. Banyaknya beban
t anggungan yang harus dipenuhi biaya hidupnya oleh sej um lah m anusia
produkt if yang lebih sedikit akan m engurangi pem enuhan kebut uhan ekonom i
dan hayat hidup.
2) Aspek pem enuhan gizi.
Kem am puan ekonom i yang kurang dapat pula berakibat pada pem enuhan
m akanan yang dibut uhkan baik j um lah m akanan ( kuant it at if) sehingga dam pak
lebih lanj ut adalah adanya rawan at au kurang gizi ( m alnut rit ion) . Pada gilirannya
nant i bila kekurangan gizi t erut am a pada usia m uda ( 0 - 5 t ahun) . Akan
m engganggu perkem bangan ot ak bahkan dapat t erbelakang m ent al ( m ent al
ret ardat ion ) . I ni berart i m engurangi m ut u SDM m asa yang akan dat ang.

© 2003 Digit ed by USU Digit al Library 3


3) Aspek Pendidikan
Pendidikan m em erlukan biaya yang t idak sedikit , sehingga diperlukan dukungan
kem am puan ekonom i sem ua t erm asuk orang t ua. Apabila kem am puan ekonom i
kurang m endukung m aka fasilit as pendidikan j uga sukar unt uk dipenuhi yung
m engakibat kan pada kualit as pendidikan t ersebut kurang

4) Lapangan Kerj a
Penum pukan j um lah penduduk usia m uda at au produkt if m em erlukan persiapan
lapangan kerj a m asa m endat ang yang lebih luas. Hal ini m erupakan bom wakt u
pencari kerj a at au penyedia kerj a. Apabila t idak dipersiapkan SDMnya dan
lapangan kerj a akan berdam pak lebih buruk pada sem ua aspek kehidupan.
Alt ernat if Pem ecahan yang diperlukan :
( a) Pengendalian angka kelahiran m elalui KB.
( b) Peningkat an m asa pendidikan.
( c) Penundaaan usia perkawinan

D . M a sa la h Ke pe nduduk a n da n Angk a t a n Ke r j a .
Penduduk usia kerj a didefinisikan sebagai penduduk yang berum ur 10 t ahun
keat as. Mereka t erdiri dari angkat an kerj a dan bukan angkat an kerj a ( BPS :
1994,30) . Penduduk yang t ergolong angkat an kerj a dikenal dengan Tingkat
Part isipasi Angkat an Kerj a ( TPAK) .
TPAK m enurut um ur m engikut i pola huruf " U" t erbalik. Angkat an rendah pada
usia- usia m uda karena sekolah, kem udian naik sej alan kenaikan um ur sam pai
m encapai 25 - 29 t ahun, kem udian t urun secara perlahan pada um ur- um ur
berikut nya ( ant ara lain karena pensiun) .
Angka kesem pat an kerj a yang m erupakan pebandingan ant ara penduduk
yang bekerj a dengan angkat an kerj a pada t ahun 1993 cukup t inggi yait u sekit ar
97,2% . I ni berart i angka penganguran kurang lebih hanya 2,8 0/ 00 ( BPS: 1994,30) .
Berdasarkan hasil sensus t ahun 1994 j um lah TPAK sebesar 19.254.554
( Sensus PBS; 1990,417) sedangkan j um lah penduduk m encapai 179.247.283 j iwa
sehingga TPAK m eskipun m ungkin t erm asuk angkat an kerj a. Melihat rasio TPAK dan
Non TPAK t am paknya j auh t idak seim bang hal ini kem ungkinan dapat m enyebabkan
m asalah ant ara lain:
( a) Produkt ifit as yang dihasilkan oleh sebagian kecil m anusia kem ungkinan bisa
habis dikonsum si sebagian besar penduduk.
( b) Pendapat an perkapit a akan rendah sehingga berpengaruh pada sekt or ekonom i
m asyarakat .
Alt ernat if Pem ecahan Masalah :
( a) Penyediaan lapangan kerj a
( b) Peningkat an m ut u SDM m elalui pendidikan dan ket eram pilan.

E. M a sa la h M obilit a s Pe nduduk di I ndone sia


Masalah m igrasi penduduk di I ndonesia m enj adi isu polit ik kependudukan di
I ndonesia.

Mobilit as Ant ar Pulau


Mobilit as ant ar pulau didom inasi m obilit as penduduk di Pulau Jawa. Penduduk
yang keluar dari Jawa sebanyak 3,6 j ut a j iwa t ahun 1980 dan 5,3 j ut a j iwa t ahun
1990. Sebagian besar m igrasi m enuj u Sum at era, yait u 79,75% pada t ahun 1980 dan
68,70% pada t ahun 1990.
Migran keluar dari Pulau Sum at era t ahun 1980 sebanyak 0,8 j ut a, dan
sebesar 92,97% m enuj u Pulau Jawa, sedang pada t ahun 1990 sebesar 1,6 j ut a dan
92,62 % j uga m enuj u Pulau Jawa. Migran dari Kalim ant an sebagian besar m enuj u

© 2003 Digit ed by USU Digit al Library 4


Pulau Jawa. Dari 0,2 j ut a j iwa pada t ahun 1980 adaa 73,32% m enuj u Pulau Jawa
dan pada t ahun 1990 ada sebanyak 0,5 j ut a t ernyat a yang 76,49 % j uga m enuj u
Pulau Jawa. ( BPS: 107,110)
Dapat dim aklum i bahwa Pulau Jawa sebagai t uj uan ut am a para m igran,
karena di Pulau Jawa m erupakan pusat perekonom ian, pusat pendidikan, pusat
pem erint ahan dan pusat kegiat an sosial ekonom i lainnya. Migran t erbesar yang
m asuk ke Pulau Jawa berasal dari Sum at era, karena Pulau Sum at era secara
geografis berdekat an dengan Pulau Jawa dan sist im t ransport asi yang
m enghubungkan kedua pulau ini lebih bervariasi dan lebih banyak frekuensinya
dibandingkan dengan pulau- pulau lainnya.

Mobilit as Penduduk ant ar Pulau Propinsi


Pola m obilit as di Jawa m asih sangat besar. Di Jawa Tim ur j um lah pendat ang
m asih didom inasi m igran sekit arnya t erut am a Jawa Tengah. Keadaan ini
m enunj ukan bahwa pekem bangan m obilit as t erj adi karena peningkat an peranan lalu
lint as di Pulau Jawa dan Sekit arnya t erm asuk Lam pung, Sum at era Selat an sebagai
akibat pert um buhan ekonom i yang sem akin cepat . Sedang m igran yang keluar dari
Jawa Tim ur m ayorit as m enuj u wilayah I ndonesia Barat t erut am a Sum at era dan
daerah pusat pert um buhan ekonom i sepert i Jakart a.
Propinsi pengirim m igran t ot al t erbesar adalah Jawa Tengah, yait u 3,1 j ut a
j iwa pada t ahun 1980 dan 4,4 j ut a t ahun 1990. Jawa Tim ur sebanyak 1,6 j ut a pada
t ahun 1980 dan 2,5 j ut a t ahun 1990, disusul Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakart a
( BPS 1994; 111) .

Mobilit as Penduduk dari Desa ke Kot a


Urbanisasi pada dasarnya adalah pert um buhan penduduk perkot aan yang
disebabkan perpindahan dari desa ke kot a, dari kot a ke kot a, sert a akibat proses
perluasan wilayah perkot aan ( Reklam asi) .

Perm asalah yang Tim bul :


Pert um buhan penduduk perkot aan selalu m enunj ukan peningkat an yang
t erus m enerus, hal ini disebabkan pesat nya perkem bangan ekonom i dengan
perkem bangan indust ri, pert um buhan sarana dan prasarana j alan perkot aan.
Upaya Pencegahan:
Pert um buhan penduduk di perkot aan periode 1971- 1980 j auh lebih pesat
dibandingkan dengan periode 1980- 1990, hal ini disebabkan periode 1971- 1980
pert um buhan ekonom i m asih t erpusat didaerah perkot aan, sehingga penduduk
banyak pindah ke perkot aan unt uk m em peroleh penghidupan yang lebih layak.
Pada periode 1980- 1990 pem erat an pem bangunan m ulai t erasa sam pai ke
daerah pedesaan. Keadaan ini m em ungkinkan penduduk t idak lagi m em bangun
daerah perkot aan, akan t et api cendrung m encipt akan lapangan pekerj aan sendiri di
pedesaan. ( BPS 1994: 18) .
Sej alan dengan arah pem bangunan yang diharapkan persent ase penduduk
perkot aan cendrung m eningkat . Proyeksi yang diharapkan ada peningkat an dari
31,10 persen t ahun 1990 m enj adi 41,46 % pada t ahun 2000.
Menurut Prigno Tj ipt oheriyant o upaya m em percepat proses pengem bangan
suat u daerah pedesaan m enj dadi daerah perkot aan yang disesuaikan dengan
harapan dan kem am puan m asyarakat set em pat . Unt uk it u diperlukan upaya
peningkat an j um lah penduduk yang berm inat t et ap t inggal di desa. Yang perlu
diusahakan perubahan st at us desa it u sendiri, dari desa " desa rural" m enj adi " desa
urban" . Dengan dem ikian ot om at is penduduk yang t inggal didaerahnya m enj adi
" orang kot a" daalam art i st at ist ik ( Surabaya Post , 23 Sept em ber 19996) . Guna
m enekan derasnya arus penduduk dari desa ke kot a, m aka pola pem bangunan yang

© 2003 Digit ed by USU Digit al Library 5


beroreant asi pedesaan perlu digalakan dengan m em asukan fasilit as perkot aan ke
pedesaan, sehingga m erangsang kegiat an ekonom i pedesaan.

F. M a sa la h Ke pa da t a n Pe nduduk di I ndone sia


Dilihat dari j um lah penduduknya I ndonesia t erm asuk negara t erbesar ket iga
diant ara negara- negara sedang berkem bang set elah Gina dan I ndia. Hasil
pencacahan lengkap sensus penduduk 1990, penduduk I ndonesia berj um lah 179,4
j ut a j iwa. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, j ulah penduduk pada t ahun 1995
m encapai 195,3 j ut a j iwa.
Kepadat an di 27 Propinsi m asih belum m erat a. Berdasarkan sensus penduduk
t ahun 1990 sekit ar 60% penduduk t inggal di Pulau Jawa, padahal luas Pulau Jawa
hanya sekit ar 7% dari seluruh wilayah darat an I ndonesia. Dilain pihak, Kalim ant an
yang m em iliki 28% dari luas t ot al, hanya dihuni oleh 5% penduduk I ndonesia.
Dengan dem ikian kepadat an penduduk secara regional j uga sangat t im pang,
sem ent ara kepadat an per kilom et er persegi di Pulau Jawa m encapai 814 orang, di
Maluku dan I rian Jaya hanya 7 orang ( BPS, 1994: 29) .

Perm asalahan yang t im bul:


Ket idakseim bangan kepadat an penduduk ini m engakibat kan ket idakm erat aan
pem bangunan baik phisik m aupun non phisik yang selanj ut nya m engakibat kan
keinginan unt uk pindah sem akin t inggi. Arus perpindahan penduduk biasanya
bergerak dari daerah yang agak t erkebelakang pem bangunannya ke daerah yang
lebih m aj u, sehingga daerah yang sudah padat m enj adi sem akin padat .
Pem ecahan Masalah:
Unt uk m em ecahkan m asalah ini dilaksanakan program pepindahan penduduk
dari daerah padat ke daerah kekurangan penduduk, yait u program t ransm igrasi.
Sasaran ut am a program t ransm igrasi sem ula adalah unt uk m engurangi
kelebihan penduduk di Pulau Jawa. Tet api t ernyat a j um lah penduduk yang berhasil di
t ransm igrasikan keluar Jawa sangat kecil j um lahnya. Pada t ahun 1953 direncanakan
100.000 penduduk, t et api hanya sebanyak 40.000 orang yang berhasil dipindahkan
( BPS 1994: 90)
Walaupun dem ikian, program t ransm igrasi sudah m enunj ukan hasilnya
dim ana penduduk yang t inggal di Pulau Jawa t urun dari 60% pada t ahun 1990,
diproyeksikan m enj adi 57,7% pada t ahun 2000. Sebaliknya diluar Jawa
diproyeksikan akan t erj adi kenaikan t ahun 1990- 2000. Di Pulau Sum at era naik dari
21% pada t ahun 1990 m enj adi 21,65 % pada t ahun 2000 ( BPS 1990: 6- 7) .

G. M a sa la h Pe r k a w ina n da n Pe r ce r a ia n
Perkaw inan bukan m erupakan kom ponen yang langsung m em pengaruhi
pert um buhan penduduk akan t et api m em punyai pengaruh yang cukup besar
t erhadap fert ilit as, karena dengan adanya perkawinan dapat m eningkat kan angka
kelahiran. Sebaliknya perceraian adalah m erupalkan pengham bat t ingkat fert ilit as
karena dapat m enurunkan angka kelahiran.
Di I ndonesia st at us perkawinan ( kawin) m asih j auh lebih t inggi dibandingkan
dengan st at us perceraian hal ini dapat dilihat pada t abel berikut :

JEN I S KELAM I N KAW I N CERAI H I D UP/ M ATI


Pria 25.312.260 1.322.446
Wanit a 26.448.577 6.176.904
Sum ber: BPS Jawa Tim ur, 1996

© 2003 Digit ed by USU Digit al Library 6


Dari dat a di at as m em berikan gam bar bahwa j um lah perkawina baik pia m aupun
wanit a sebesar 5.176.837 m asih j auh lebih besar bila dibandingkan dengan j um lah
perceraian baik cerai hidup m aupun cerai m at i yang hanya sekit ar 7.499.340.
Masalah yang t im bul akibat perkawinan ant ara lain:
1. Perum ahan
2. Fasilit as kesehat an
Masalah yang t im bul akibat perceraian m eningkat adalah :
1. Sosial Ekonom i
2. Nilai agam a yang lem ah
Alt ernat if Pem ecahan :
Perkawinan
1. Menam bah m asa laj ang.
2. Meningkat kan m asa pendidikan.
Peceraian :
1. Konsult asi Keluarga.
2. Pendalam an Agam a.

PEN UTUP
Dari uraian di at as dapat disim pulkan bahwa m enurut j um lah penduduknya,
I ndonesia t erm asuk negara yang besar dan m enduduki urut an t erbesar ke t iga di
ant ara negara- negara berkem bang set elah Gina dan I ndia.
Menurut hasil sensus penduduk t ahun 1990 penduduk I ndonesia berj um lah
179,4 j ut a j iwa. Jum lah t ersebut m eningkat sekit ar 1,98% per t ahunnya.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk t ahun 1995 adalah 195,3 j ut a j iwa. Dari
kondisi sem acam ini t im bul berbagai m asalah kependudukan ant ara lain: Ket idak
m erat aan penyebaran penduduk di set iap Propinsi. Di I ndonesia berdasarkan SP
1990 kurang lebih 60% penduduk I ndonesia t inggal di Pulau Jawa yang luasnya
hanya 7% dari luas seluruh wilayah I ndonesia. Sebaliknya Kalim ant an yang
m em punyai luas 28 persen dari seluruh darat an I ndonesia hanya dihuni oleh lebih
kurang lebih 5% penduduk sehingga secara regional kepadat an penduduk sangat lah
t im pang.
Tingkat pendidikan penduduk yang bekerj a, t am pak m asih rendah di m ana
t ingkat pendidikan yang t erbanyak adalah SD, yait u 37,6% dari seluruh penduduk
yang bekerj a. Hal t ersebut m enyebabkan ket idakseim bangan ant ara perm int aan
akan t enaga kerj a dengan penawaran t enaga kerj a pada suat u t ingkat upah
t ert ent u. Pada t ahun 1993, dari sekit ar 1,2 j ut a orang yang t erdapat sebagal
PENCARI KERJA HANYA SEKI TAR 328.000 at au 27 % yang m em peroleh penem pat an.

D AFTAR PUSTAKA

BPS, 1994, Pr ofil Ke pe nduduk a n Pr opinsi Ja w a Tim ur , BPS, Jakart a.


BPS, 1994, Tr e nd Fe r t ilit a s, M or t a lit a s da n M igr a si, BPS, Jakart a.
BPS, 1994, Pr oye k si Pe n du du k I n don e sia Pe r Ka bu pa t e n / Kodya 1 9 9 0 - 2 0 0 0
BPS,Jakart a
Daldj oeni N, 1986, M a sa la h Pe nduduk da la m Fa k t a da n Angk a , Alum ni Bandung
Goelt enbot h, F. 1996, Applie d Ge ogr a phy a nd D e ve lopm e nt , Volum e 47 I nst it ut e
for Scient ific Co- operat ion, t um bingen Federal Republic of Germ any.
Lem baga Dem ografi, FEU I , 1981, D a sa r - da sa r D e m ogr a fi FEUI , Jakart a.
Tj i Suharyant o, P, Ur ba nisa si, Sur a ba ya Post , 23 Sept em ber 1996.

© 2003 Digit ed by USU Digit al Library 7

Anda mungkin juga menyukai