Oleh Kelompok 1 :
Ahmad Nugraha Firdaus ( 1610123310002 )
Jannah ( 1610123220009 )
Masyarah ( 1610123320022 )
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inanyah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan maklah Konseling Lintas Budaya
Makalah ini telah kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Konseling Lintas Budaya. Terlepas dari itu bantuan dari teman-teman sekalian sehingga
memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah dengan tema ini Konsep Dasar
Konseling Lintas Budaya, Karakteristik Serta Tema Dasar dapat memberikan manfaat
kepada pembaca agar semakin luas pemahaman tentang materi terkait.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat, secara
formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, dan lain sebagainya.
Budaya menampakkan diri dari pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk
kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model bagi tindakan-tindakan
penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang
tinggal dalam suatu masyarakat, budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat
dari objek-objek seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam
industri dan pertanian, jenis-jenis transportasi, dan alat-alat perang,
menyediakan satu landasan utama bagi kehidupan sosial. Budaya
berkesinambungan dan hadir dimana-mana; budaya meliputi semua
peneguhan perilaku yang diterima selama satu periode kehidupan, Budaya
juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial
yang mempengaruhi hidup kita, sebagian besar pengaruh budaya terhadap
kehidupan kita tidak kita sadari ( Rakhmat.,2014; 18-19 )
Psikolog lintas budaya adalah sebuah studi komparatif dan kritis
mengenai pengaruh-pengaruh budaya pada psikologi manusia. Studi-studi
lintas budaya membahas dan menguji tingkah laku manusia dalam beragam
latar belakang, misalnya jenis kelamin, ras, suku, kelas soial, gaya hidup,
dan lain sebagainya (Matsumo & juang, 2004 dalam buku sarlito, 2016 : 3).
Hal ini membuat pengetahuan kita mengenai tingkah laku manusia dan
budaya tempat manusia tersebut berada menjadi semakin kaya (sarlito, 2016
: 6).
B. Permasalahan
1. Apa pengertian konseling lintas budaya?
2. Apa saja tujuan utama dari konseling lintas budaya?
3
3. Bagaimana tingkah laku manusia dan budaya?
4. Bagaimana karakteristik konseling lintas budaya?
5. Apa saja tema umum konseling lintas budaya?
C. Metode penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan makalah ini antara lain: 1.
Studi kepustakaan Dengan memanfaatkan Perpustakaan Pusat Universitas
Lambung Mangkurat 2. Studi elektromedia Dengan memanfaatkan fasilitas
Internet dan situs-situs pendukung guna memperoleh referensi sekunder.
D. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui pengertian konseling lintas budaya.
2. Dapat mengetahui tujuan utama dari konseling lintas budaya.
3. Dapat mengetahui bagaimana tingkah laku manusia dan budaya.
4. Dapat mengetahui karakteristik konseling lintas budaya.
5. Dapat mengetahui apa saja tema umum konseling lintas budaya.
E. Manfaat Penulisan
Kegunaan penulisan makalah ini adalah sebagai informasi bagi seluruh
mahasiswa dan juga seluruh masyarakat Indonesia agar dapat lebih memahami
tentang bagaimana konseling lintas budaya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
dalam tingkah laku, misalnya dalam kepercayaan, hukum, bahasa, seni, dan
adat istiadat, juga dalam bentuk produksi-produksi benda seperti rumah,
pakaian, dan alat-alat upacara (Giyono.,2016: 10).
Kultur (budaya) dapat dikatakan memiliki ciri eksplisit sekaligus implisit.
Ciri eksplisit dari kultur adalah hal yang dapat diamati di dalam kultur,
contohnya adalah adat istiadat yang dapat dilihat, praktik yang dapat diamati,
dan respon prilaku tertentu, seperti mengatakan “halo” kepada orang asing.
Karakteristik implisit adalah prinsip pengatur yang berada di balik tatanan
berdasarkan pola kultur eksplisit yang konsisten. Misalnya, tata bahasa yang
mengontrol pembicaraan , aturan berpakaian, norma tawar-menawar, atau
ekspektasi perilaku tertentu dalam situasi standar adalah contoh dari kultur
implisit. (Shiraev & Levy, 2012:5)
Menurut Sue dkk. (1992) konselor yang diharapkan akan berhasil dalam
menyelenggarakan konseling antarbudaya adalah mereka yang telah
mengembangkan tiga dimensi, yaitu dimensi keyakinan dan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang sesuai dengan klien antarbudaya yang
akan dilayani. Konselor yang terkukung oleh budayanya sendiri, sehingga
seolah-olah berada di dalam kapsul budayanya sendiri itu saja (encapsulated
counselor – istilah dari Wrenn, 1962) tidak selayaknya menangani klien-klien
antarbudaya. Dalam kaitan itu, secara tegas dikatakan bahwa pelayanan
terhadap klien-klien yang berlatar belakang budaya berbeda oleh tenaga
(konselor) yang tidak memiliki pemahaman dan kemampuan melayani secara
khusus klien-klien antarbudaya itu dianggap tidak etis. (Prayitno & Erman Amti,
2015:174).
Konseling lintas budaya ( Counseling Cross Cultural ) merupakan gejalan
baru (Munandir dalam Giyono ; 2016) konseling lintas budaya baru populer
kira-kira dua dasawarsa akhir abad dua puluh. Para konselor sejak lama
mengabaikan masalah budaya dalam konseling, konselor menganggapnya
bahwa semua konseli itu memiliki budaya yang sama dengan budaya dirinya
(konselor). Hal ini sangat berpengaruh akan keberhasilan dalam konseling, dan
mengingkari bahwa manusia itu berbeda satu sama lain ( Individual
6
Defferences Principle). Locke dan Brown et.al (1984) mendefinisikan tentang
konseling lintas budaya sebagai bidang praktis, yaitu (1) menekankan
kepentingan dan keunikan individu ( Pribadi yang unik ) yaitu pengakuan
terhadap berbedaan individu (2) menyadari bahwa konselor berada pada
kondisi konseli yang membentuk nilai-nilai yang muncul dari budayanya (3)
secara lebih lanjut menyadari bahwa konselor datang dari sekelompok rasial
tertentu dengan membawa sekelompok nilai-nilai dan sikap-sikap yang
merefleksikan latar balakang budaya ( Giyono.,2016: 14 ).
1. Tujuan konseling lintas budaya
a. Tujuan utama
Tujuan utama dari konseling lintas budaya adalah membantu individu/ konseli
untuk dapat menolong dirinya sendiri dengan kemampuannya dan budaya yang
dimiliki. Hal ini memiliki makna bahwa konseling , konseli lintas budaya diakhiri
atau setelah konseling, konseli mampu memecahkan masalahnya sendiri dengan
budaya masing-masing.
b. Tujuan-tujuan lain
1) Menolong individu agar lebih dapat mengenal budayanya sendiri, nilai-nilai
dirinya, adat-istiadatnya dalam masyarakat dimana individu konseli
dibesarkan dengan kebebasan-kebebebasan lingkungan.
2) Menolong individu agar mampu mengenal budaya orang lain, nilai-nilai
lingkungannya, dan adat-istiadat orang lain
3) Menolong individu memahami bahwa budaya, nilai-nilai, kebiasaan
kebiasaan, dan pandangan hidup individu satu dengan yang lain berbeda
(Giyono.,2016: 14).
7
a. Pendekatan evolusi, yaitu model teoritis yang meneliti mengenai faktor-
faktor evolusi yang memengaruhi tingkah laku manusia dan kemudian
meletakkan dasar bagi kebudayaan manusia.
8
konseling lintas budaya seharusnya sadar bahwa nilai-nilai dan norma-norma yang
dimilikinya itu akan terus dipertahankan sampai kapanpun juga. Disisi lain,
konselor harus menyadari bahwa klien yang akan dihadapi memilki nilai-nilai dan
norma-norma yang berbeda dengan dirinya. Karena itu, konselor harus memahami
nilai-nilai dan norma-norma yang berbeda dengan dirinya. Karena itu, konselor
harus bisa menerima nila-nilai yang berbeda itu dan sekaligus mempelajarinya.
Kedua ,konselo lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara
umum. Konselor dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap
pengertian dan akidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena
pengertian terhadap kaidah konseling yang terbaru akan membantu konselor dalam
memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien,
Ketiga, konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan, dan
mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungan. Konselor dalam
melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk
menghambat proses konseling terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai atau
norma-norma yang dimilki oleh suku tertentu. Terlenbih lagi, jika konselor
melakukan praktik konseling di indonesia memilki kurang lebih 357 etnis, yang
tentu saja membawa nilai-nilai dan norma yang berbeda. Untuk mencegah
timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan
lingkungan di mana dia melakukan praktik.
Keempat, konselor lintas budaya tidak boleh mendorong
seseorang klien untuk dapat memahami budayanya (nilai yang dimiliki konselor).
Untuk hal ini, ada aturan yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor memiliki
kode etik konseling yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh
memaksakan kehendaknya kepada klien. Kelima, konselor lintas budaya dalam
melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekatan eklektik. Pendekatan
eklektik adalah suatu pendekatan dalam konseling yang mencoba untuk
menggabungkan beberapa pendekatan dalam konseling untuk
membantu memecahkan masalah klien. Penggabungan ini dilakukan untuk
membantu klien yang mempunyai perbedaan gaya hidup(Luddin ( 2010 ) dalam
jurnal Suwarni, 2016 ).
9
Sue mendaftar beberapa karakteristik yang menjadi ciri konselor yang secara
kultural efektif:
1. Konselor yang secara kultural efektif mengenali nilai-nilai dan asumsi mana
yang mereka pegang mengenai perilaku manusia yang diinginkan atau tidak
diinginkan.
2. Konselor yang secara kultural efektif adalah mereka yang menyadari
karakteristik umum dari konseling yang melintasi beberapa
pikiran/anggapan yang diperoleh dari sekolah.
3. Konselor yang secara kultural efektif bisa berbagi pandangan dunia dengan
klien mereka tanpa meniadakan hak kekuasaarn mereka.
4. Konselor yang secara kultural efektif sungguh-sungguh eklektif dalam
konseling mereka. (Dayakisni & Yuniardi, 2004: 353)
1. Orang yang telah berpindah dari yang tidak menyadari secara budaya
kepada adanya kesadaran dan kepekaan terhadap budaya yang dimilikinya.
2. Menyadari nilai-nilai dan bias (penyimpangan) yang dimilikinya dan
bagaimana hal ini mungkin mempengaruhi klien yang berbeda budaya
dengan dirinya.
3. Merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara konselor dank lien dalam
kaitan dengan ras dan kepercayaan.
4. Harus menguasai informasi dan pengetahuan spesifik tentang kelompok
yang tertentu dimana ia bekerjasama dengannya.
5. Harus mempunyai suatu pemahaman dan pengetahuan yang eksplisit dan
jelas tentang karakteristik umum dari konseling dan psikoterapi.
6. Harus mampu menghasilkan suatu tanggapan nonverbal dan verbal/lisan
yang luas.
7. Harus mampu mengirimkan dan menerima pesan baik secara verbal maupun
pesan nonverbal dengan teliti dan sewajarnya. (Dayakisni & Yuniardi,
2004: 354)
10
C. Tema Umum Koseling Lintas Budaya
Dibawah ada lima tema umum konseling lintas budaya, yaitu sebagai berikut:
a. Ketentuan Emic-Etic: Bagaimana menyeimbang-kan Budaya yang Unik
dan Manusia Keseluruhan dalam Proses konseling?
b. Dilema Autoplastik – Alooplastik: Apakah tujuan dari Konseling Lintas-
Budaya.
c. Hubungan vs Teknik: Apakah yang tetap konstan dan Apakah yang
berubah dalam Konseling Lintas-Budaya?
d. Hubungan Konselor-Klien: Apakah yang diharap-kan dari Konseling
Lintas-Budaya sesuai dengan Konselor?
e. Tema Kelima, Masa Depan Konseling Lintas-Budaya: Apakah yang
diketahui dan apakah yang tidak diketahui?
BAB III
PENUTUP
11
A. Kesimpulan
penerapan konseling lintas budaya hendaknya mengharuskan konselor yang
peka dan tanggap terhadap adanya keragaman budaya dan adanya perbedaan
budaya antar kelompok klien lainnya, dan antara konselor sendiri dengan kliennya.
Konselor harus sadar akan implikasi diversitas budaya terhadap proses konseling.
Budaya yang dianut sangat mungkin menimbulkan masalah dalam interaksi
manusia dikehidupan sehari-hari. Masalah bisa muncul akibat interaksi individu
dengan lingkungannya. Sangat mungkin masalah terjadi dalam kaitannya dengan
unsur-unsur kebudayaan, yaitu budaya yang dianut oleh individu, budaya yang ada
di lingkungan individu, serta tuntutan-tuntutan budaya lain yang ada di sekitar
individu.
B. Saran
Seperti yang dilihat pada materi yang sudah dibahas oleh kelompok 1
bahwasanya konselor harus mengerti karakteristik budaya, nilai-nilai budaya, dan
juga attitudes yang berkaitan dengan budaya sekitar. (Kim, 2015, p. 217) dengan
ini diharapkan agar seluruh konselor harus memperhatikan hal ini agar dapat
membantu klien memecahkan masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
12
Adhiputra, Anak Agung Ngurah. 2013. Konseling Lintas Budaya.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dapus: Dayakisni, Tri & Salis Yuniardi. 2004. Psikologi Lintas Budaya.
Malang: UMM Press.
Prayitno & Erman Amti. 2015. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta :
Rineka Cipta
Shiraev, Eric B & levi, David A. 2012. Psikologi Lintas Kultural. Jakarta:
Prenadamedia Group
13
Yea Sun Eum Kim. 2005. Guidelines and Strategies for Cross-Cultural
Counseling With Korean American Clients. Journal of
Multicultural Counseling adn Development. Vol. 33.
https://backup.sci-
hub.tw/142/897c44ff1abaf8b56cf9231825e5a494/kim2005.pdf#
view=FitH
14
Lampiran 1
15