Anda di halaman 1dari 13

Isian Substansi Proposal l

PENELITIAN DASAR KOMPETITIF NASIONAL (PDKN)


Petunjuk:Pengusul hanya diperkenankan mengisi di tempat yang telah
disediakan sesuai dengan petunjuk pengisian dan tidak diperkenankan
melakukan modifikasi template atau penghapusan di setiap bagian.

Tuliskan judul usulan penelitian

JUDUL USULAN
MODEL PENGUASAAN LAHAN DAN PERAN PEREMPUAN PADA MASYARAKAT
ADAT DALIHAN NA TOLU DALAM PENGELOLAAN PERKEBUNAN KOPI
ARABIKA BERKELANJUTAN DI SUMATERA UTARA

RINGKASAN
Ringkasan penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang penelitian, tujuan dan
tahapan metode penelitian, luaran yang ditargetkan, serta uraian TKT penelitian yang
diusulkan.

Kejelasan hak-hak penguasaan lahan berdampak pada pengelolaan perkebunan kopi


rakyat berkelanjutan. Tujuan khusus adalah membuat model penguasaan lahan dengan
menekankan hak-hak perempuan berbasis adat Dalihan na tolu sebagai aturan yang berlaku
pada masyarakat adat Batak di Sumatera Utara dalam mengelola perkebunan kopi var arabika
dilahan mereka sendiri. Model dibuat berdasarkan kondisi terkini perkembangan sistem adat
sebagai aturan yang berlaku di Sumatera Utara. Selama ini sistem adat Dalihan na tolu adalah
pengaturan peran antar anggota masyarakat yang berorientasi kepada peran laki-laki sebagai
elemen yang dominan.
Metode penelitian Tahap I adalah observasi untuk memahami dan membangun model
peran perempuan dalam penguasaan lahan dan pohon (land and tree tenure) pada masyarakat
adat Dalihan na tolu, khususnya pada perkebunan kopi rakyat var arabica sebagai salah satu
komoditas unggulan didaerah ini. Penguasaan ditentukan oleh berbagai variabel yaitu
kepemilikan (ownerships), pemanfaatan (use) dan kontrol (control), serta keamanan
penguasaan (tenure security), yang diobservasi berdasarkan kepada hak-hak yang eksis
pada lahan dan pohon. Serta mengobservasi peran perempuan dalam aspek-aspek pengelolaan
perkebunan kopi. Analisis deskriptif untuk memahami peran berbagai variabel sistem
penguasaan (tenure system) dalam pengelolaan perkebunan kopi var arabica. Analisis Regresi
linear berganda digunakan untuk mengetahui tingkat peran perempuan terhadap keamanan
penguasaan (tenure).
Pada tahap II dilakukan analisis kelembagaan dan kebijakan, meliputi: 1) pola kebijakan dalam
penguasaan lahan pertanian khususnya perkebunan kopi. Hal ini menyangkut produk-produk
kebijakan dan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah beserta aturan-aturan lokal
(desa) terkait dengan lahan dan perkebunan kopi rakyat. 2) bentuk-bentuk dan fungsi
kelembagaan lokal terkait dengan penguasaan lahan dan peran perempuan pada perkebunan
kopi rakyat. Model penguasaan secara komprehensif didapatkan dengan menggabungkan
temuan pada tahap I dan tahap II.
Luaran yang ditargetkan pada tahun pertama : luaran wajib buku Monograp ber
ISBN dengan judul Sistem Penguasaan Lahan Perkebuhan Kopi Rakyat di Sumatera Utara, dan
luaran tambahan jurnal Internasional bereputasi Scopus Q2 accept pada jurnal Japanese
Economic Review Scopus Q2 Nilai SJR 0.507 ISSN 13524739. Pada tahun kedua target
luaran wajib Jurnal Scopus Q1 pada jurnal Journal of Evolutionary Economics SJR.0.532.
ISSN.09369937 atau Sinta 2 JEJAK (Jurnal Ekonomi dan Kebijakan) [p-ISSN 1979-715X | e-
ISSN 2460-5123 dan luaran tambahan bahan ajar ber isbn mata kuliah Ekonomi Moneter II .
Adapun Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) penelitian ini masuk dalam kategori TKT 2
dengan target TKT 3 yaitu formulasi konsep/model penguasaan (tenure) perkebunan kopi
rakyat var arabica untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan.

KATA KUNCI
Kata kunci maksimal 5 kata
Kebijakan; kelembagaan; pengelolaan pohon; penguasaan lahan; Dalihan na tolu

LATAR BELAKANG
Latar belakang penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang dan permasalahan
yang akan diteliti, tujuan khusus dan studi kelayakannya. Pada bagian ini perlu dijelaskan
uraian tentang spesifikasi keterkaitan skema dengan bidang fokus atau renstra penelitian PT.
Kopi arabika adalah salah satu produk andalan Sumatera Utara di pasar dunia.
Keunggulan kopi Sumatera Utara tidak diragukan lagi, seperti beberapa nama besar yang
terkenal yaitu kopi Sidikalang, kopi Tarutung, kopi Mandheling, kopi Linthong, serta kopi
Simalungun [1]. Dilihat dari produksi menunjukkan Sumatera Utara penghasil terbesar kopi
arabika di Indonesia dengan mencapai 29 persen [2]. Sebaran kopi Arabika di Indonesia adalah
di Aceh (26.96%), Sumatera Utara (29.99%), Sumatera Selatan (12.96%), Sumatera Barat
(9.27%) NTT (4.19%) dan lainnya (17.30%) [3]
Besarnya volume produksi dan luasnya areal produsen kopi di Sumatera Utara
menggambarkan tingkat ketergantungan petani sebagai penghasil kopi sangat tinggi. Namun
dalam struktur masyarakat adat (suku Batak), peran perempuan memanfaatkan hasil usahatani
kopi masih menjadi pertanyaan besar dalam sistem tersebut.
Kajian hak-hak perempuan dalam pertanian menunjukkan sering terjadi ketidakadilan
yang didapat perempuan dalam memanfaatkan hasil-hasil pertaniannya [4]. Hal ini penting,
dimana kesetaraan hak-hak akan mendorong seseorang menjadi lebih optimis dalam mengelola
usahataninya dan akan berdampak terhadap jaminan kelestarian sistem dalam jangka panjang.
Seperti ditunjukkan oleh [5]. ketika indeks hak-hak seseorang dalam sistem penguasaan tinggi,
akan mendorong praktik pengelolaan lebih lestari. Oleh sebab itu penting menempatkan peran
dan fungsi perempuan dalam sistem usahatani, khususnya dimana perempuan lebih menjadi
sub-ordinat bagi laki-laki dalam rumahtangga.
Di Sumatera Utara, pada masyarakat suku Batak dikenal dengan adat Dalihan na tolu
sebagai pranata dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seperti diketahui dalam sistem adat
Dalihan na tolu menganut garis laki-laki secara tegas dalam kepemilikan property (strong
patrilineal). Pengelolaan perkebunan kopi pada dasarnya terkait dengan pranata adat tersebut.
Oleh sebab itu membangun model pengelolaan berbasis adat lokal penting dibuat untuk
mendorong upaya pengelolaan berkelanjutan pada lahan-lahan masyarakat.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana model sistem penguasaan (tenure)
lahan dan peran perempuan berbasis adat Dalihan na tolu pada perkebunan kopi rakyat di
Sumatera Utara, serta bagaimana pengaturan kelembagaan lokal serta kebijakan yang
mendukung hak-hak perempuan dalam pengelolaan perkebunan kopi tersebut?
Tujuan khusus Tujuan dan Sasaran Penelitian ini adalah untuk mengetahui model
sistem penguasaan (tenure) dan peran perempuan berbasis adat Dalihan na tolu pada
masyarakat Batak dalam pengelolaan kopi rakyat, khususnya var arabica, serta untuk
mengetahui peranan kelembagaan local dan kebjakan terhadap system penguasaan dan peran
perempuan pada perkebunan kopi rakyat tersebut.
Urgensi Penelitian adalah perempuan seringkali menjadi fokus utama pertanian
sebagai tenaga kerja yang selalu terikat dengan pengelolaannya, namun seringkali hak-hak
mereka dalam memanfaatkan hasil sering terabaikan. Kajian ini penting sebagai dasar
membangun model pengelolaan perkebunan kopi secara berkelanjutan, dimana kopi arabika
merupakan komoditas unggulan di Sumatera Utara. Penguatan peran perempuan penting dilihat
dalam suatu kesatuan sistem adat Dalihan na tolu sehingga mampu bersinergi dengan elemen-
elemen masyarakat lainnya dalam sistem adat tersebut.
Pada skema Penelitian Dasar ini untuk mendapatkan pemahaman peranan perempuan
dalam sistem adat Dalihan na tolu, sehingga menjadi dasar untuk pengelolaan perkebunan
khsusnya kopi secara berkelanjutan. Temuan ini dapat dikembangkan sebagai strategi untuk
mendukung program-program rehabilitasi lahan di berbagai bentuk lahan masyarakat
bersesuaian dengan bidang fokus.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka tidak lebih dari 1000 kata dengan mengemukakan state of the art dalam
bidang yang diteliti/teknologi yang dikembangkan. Penyajian dalam bagan dapat dibuat dalam
bentuk JPG/PNG yang kemudian disisipkan dalam isian ini. Sumber pustaka/referensi primer
yang relevan dan dengan mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah dan/atau paten
yang terkini. Disarankan penggunaan sumber pustaka 10 tahun terakhir.
Pentingnya Sistem Penguasaan (Tenure systems) dalam Pengelolaan lahan Pertanian
Sistem penguasaan lahan adalah suatu kelembagaan (institusi) yang bermakna aturan-
aturan dalam masyarakat yang mengatur perilaku. Juga menjelaskan bagaimana akses dijamin
untuk mendapatkan hak-hak pemanfaatan, kontrol dan transfer lahan. Sistem penguasaan yang
baik akan mendukung pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Praktik pertanian
berkelanjutan banyak dikaji dengan melibatkan bebagai variabel secara fisik dan ekonomi.
Praktik berkelanjutan harus cocok dengan konsisi sosial ekonimi dan lingkungan setempat,
sehingga menyehatkan lingkungan [6], dapat mereduksi berbagai kerusakan lingkungan [7].
Bopp [8] menekankan pentingnya motivasi dalam mendorong praktik berkelanjutan tersebut.
Perlu transformasi dan implementasi secara luas praktik pertanian berkelanjutan seperti
berbagai indikator, dampak maupun tata kelola dalam kehidupan manusia [9].
Penilaian keberlanjutan adalah multi-dimensi, dari berbagai indikator dengan berbagai
ukuran dan ketidakpastian [10]. Dukungan sesungguhnya adalah dari masyarakat lokal yang
secara langsung terlibat dalam praktik berkelanjutan tersebut [11]. Aturan kelembagaan lokal
akan mendukung praktik tersebut sepanjang sistem aturan lokal memfasilitasi kepentingan
mereka [5]. Sistem aturan akan menjamin hak-hak masyarakat dengan kejelasan terhadap siapa
yang memetik hasil panen (manfaat) nantinya. Keraguan dalam kepemilikan kebun,
membuat masyarakat enggan menanam pohon di lahan pertaniannya. Ketidakjelasan hak
berdampak pada pemeliharaan kebun yang lemah. Keamanan penguasaan dalam jangka
panjang dapat meyakinkan petani untuk memungut hasilnya nanti, menjadi syarat utama
adopsi dan investasi ke lahan. Dengan kata lain petani akan berinvestasi pada lahan jika
terdapat keamanan untuk memanennya nanti [12]. Sumber utama jaminan keamanan
penguasaan tersebut adalah kelembagaan lokal [13].
Sistem kelembagaan pada masyarakat Batak di Sumatera Utara adalah pranata adat
Dalihan Na tolu. Adat Dalihan na tolu pada dasarnya menjadi tatanan aturan yang melekat
dengan masyarakat batak. Pranata adat ikut mengatur pemanfaatan sumberdaya alam,
khususnya lahan. Adat menjadi jembatan penghubung antar sub-etnis Batak menjadi kesatuan
yang saling mengikat. Secara harfiah Dalihan na tolu berarti tungku berkaki tiga yang saling
menguatkan satu sama lain. Walaupun demikian terdapat karakteristik aturan yang
membedakan antar sub-etnis, namun secara umum mempunyai maksa yang sama [14].
Selama ini pengaturan sistem adat Dalihan na tolu lebih banyak mengaji hubungan
kekerabatan dan upacara-upacara adat saja. Padahal sistem aturan kelembagaan ini penting
sebagai landasan keamanan hak-hak penguasaan pada lahan yang diusahakan [5]. Tanpa
kejelasan hak kepemilikan ini, maka sedikit insentif untuk berinvestasi pada lahan, sebab
keuntungan ke depan tidak jelas didapatkan. Kejelasan hak-hak menurunkan tingkat
kemiskinan melalui produktifitas, manajemen sumberdaya dan keadilan sosial-ekonomi [12].
Berdasarkan hal diatas penting menggambarkan model penguasaan lahan berbasis karakteristik
sistem aturan lokal berbasis adat Dalihan na tolu. Kejelasan hak-hak petani sebagai bagian dari
sistem adat akan berdampak terhadap pengelolaan yang lebih lestari.
Peran Perempuan dalam Sistem Usahatani
Peran perempuan seringkali dominan dalam pengelolaan usahatani, namun lemah
dalam kepemilikan dan pemanfaatan hasil-hasil pertanian. Namun dalam pengelolaan terdapat
apa yang dimaknai sebagai petani perempuan yang tidak tampak (invicible) [4]. Begitu juga
dalam sistem adat Dalihan na tolu pada dasarnya adalah melibatkan tiga elemen yaitu Mora,
kahanggi dan anak boru. Perempuan diidentifikasi sebagai boru dengan peran lebih banyak
dalam membantu berbagai aktivitas kemasyarakatan. Hal ini mengindikasikan peran
perempuan hanya sebagai pendukung dalam sistem aturan tersebut.
Dalam pengelolaan sumberdaya pertanian berbasis Dalihan na tolu di Sumatera Utara
selama ini menunjukkan pola yang tidak terkontrol dan terkordinasi dalam suatu sistem
kelembagaan masyarakat. Akibatnya aktifitas pengelolaan lahan pertanian dilakukan secara
individual untuk kepentingan pemiliknya [5]. Hal ini terjadi karena pola usaha tani adalah
strategi rumahtangga dalam memenuhi kepentingan mereka, dimana usaha tani kecil lebih
bertujuan sebagai sumber mata pencaharian [15].
Selama ini peranan perempuan dalam pengelolaan usaha tani banyak dilihat sebagai
bagian dari tenaga kerja dalam keluarga. Kejelasan hak-hak perempuan penting diidentifikasi
untuk mendukung pengelolaan menjadi lebih berkelanjutan. Sehingga perempuan tidak hanya
berperan dalam pengelolaan usaha tani, namun dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Hal ini perlu didukung oleh sistem kelembagaan lokal, termasuk kelembagaan petani.
Kejelasan aturan menurut Totin [13] akan mendorong inovasi usahatani pada berbagai aktifitas
produktif. Kelemahan ini berhubungan dengan kepemimpinan kelembagaan petani, jadi
diperlukan aturan yang lebih jelas dalam pengelolaan usaha tani ditingkat komunitas.
Kejelasan sistem aturan menurut Wesseler dan Drabik [16] dapat mendukung
sustainability. Penggunaan sumberdaya yang lebih efisien memicu pengelolaan usaha tani
menjadi lebih berwawasan lingkungan. Sistem aturan dapat dibuat dengan baik, jika terdapat
institusi yang mampu mengatur hubungan antar pelaku dalam usaha tani [17]. Dalam kasus
hak-hak kepemilikan, Yemadje et al. [17] menyebutkan dibutuhkan institusi yang dapat
mengatur sistem kepemilikan dan kontrak (sewa) berimplikasi terhadap praktik manajemen
yang berkeadilan sosial antara pemilik lahan dan penyewa.
Ketidakjelasan sistem aturan menyebabkan konflik penguasaan mudah terjadi dalam
kepemilikan informal [18]. Konflik seringkali berasal kepentingan dan kebutuhan kelompok-
kelompok untuk memiliki kekuatan dan kekuasaaan dalam klaim hak-hak mereka. Bahkan
Asiama et al. [19] menunjukkan bahwa sistem penguasaan tanah berbasis karakteristik adat
berperan penting mengatasi fragmentasi lahan. Jadi perlu diatur kebijakan yang sesuai dengan
kondisi sosial masyarakat local untuk mencapai berkelanjutan [20].
Berbagai permasalahan muncul ketika sistem aturan kelembagaan tidak jelas.
Kelembagaan berbasis karakteristik adat lokal dapat berperan penting mengatasi berbagai
problem tersebut. Oleh sebab itu aturan kelembagaan berbasis adat Dalihan na tolu dan
peranan perempuan dalam sistem tersebut penting untuk diidentifikasi. Hal ini sebagai
kekuatan kelembagaan lokal untuk mendukung pengelolaan perkebunan kopi rakyat
berkelanjutan di Sumatera Utara.
Relevansi RIRN 2017-2045, PRN 2020-2024, Roadmap Perguruan Tinggi dan Roadmap
Peneliti
Penelitian ini relevan dengan RIRN 2017-2045 bidang Pangan-Pertanian yang
mendukung teknologi ketahanan dan kemandirian pangan, khususnya perkebunan (Gambar 1),
serta PRN 2020-2024 yang mendukung pengembangan produktivitas regional dan desa untuk
kualitas dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (Gambar 2) dalam upaya penguatan sosial
ekonomi masyarakat (Gambar 3). Pangan dan perkebunan berkelanjutan termasuk dalam riset
unggulan Universitas Islam Sumatera Utara dalam roadmap UISU (Gambar 4). Untuk
membangun perkebunan rakyat berkelanjutan, digambarkan milestone penelitian (Gambar 6)
serta peta jalan penelitian (road map) (Gambar 5)

Gambar 1. RIRN 2017-2045


Gambar 2. Tema PRN 2020-2024

Gambar 3. Produk Inovasi PRN 2020-2024


Gambar 4. Roadmap UISU

Gambar 5. Milestone Penelitian Peneliti


Gambar 6. Peta jalan (road map) penelitian

METODA
Metode atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ditulis tidak melebihi 600 kata.
Bagian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian yang menggambarkan apa yang sudah
dilaksanakan dan yang akan dikerjakan selama waktu yang diusulkan. Format diagram alir
dapat berupa file JPG/PNG. Bagan penelitian harus dibuat secara utuh dengan penahapan yang
jelas, mulai dari awal bagaimana proses dan luarannya, dan indikator capaian yang ditargetkan.
Usulan penelitian dasar yang diusulkan dapat mencakup prinsip dasar dari teknologi, formulasi
konsep dan/atau aplikasi teknologi, hingga pembuktian konsep (proof-of-concept) fungsi
dan/atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental. Penelitian Dasar dapat
berorientasi kepada penjelasan atau penemuan (invensi) guna mengantisipasi suatu
gejala/fenomena, kaidah, model, atau postulat baru yang mendukung suatu proses teknologi,
kesehatan, pertanian, dan lain-lain dalam rangka mendukung penelitian terapan. Sebutkan juga
kualitas luaran berupa jurnal atau prosiding yang menjadi target. Bagian ini harus juga
menjelaskan tugas masing-masing anggota pengusul sesuai tahapan penelitian yang diusulkan.
Penelitian tahap I adalah observasi dengan tujuan membangun model sistem
penguasaan lahan dan peran perempuan pada masyarakat adat Dalihan na tolu di Sumatera
Utara dalam pengelolaan perkebunan kopi rakyat var arabica. Model ditentukan oleh berbagai
variabel penguasaan, yaitu kepemilikan (ownerships), pemanfaatan (use) dan kontrol (control).
Variabel sistem penguasaan yaitu, 1) kepemilikan lahan, menyangkut bagaimana lahan
didapatkan, apa saja yang dapat dilakukan pada lahan dengan atau tanpa intervensi dari pihak
lain dan berapa lama. 2) Pemanfaatan lahan, yaitu mengenai bagaimana lahan dimanfaatan
(land use). 3) Kontrol lahan, yaitu bagaimana dan siapa yang melakukan kontrol pada lahan,
eksklusi dan ekstraksi. 4) Keamanan penguasaan lahan (land tenure security), yang diobservasi
berdasarkan kepada hak-hak masyarakat yang eksis pada lahan dan pohon kopi, dan sumber
keamanan dalam penguasaan lahan (land tenure). Peranan perempuan diobservasi dari variabel
tersebut berdasarkan pendekatan yang telah dikembangkan oleh FAO, yaitu Rapid appraisal
social forestry for land and tree tenure [21]. Selanjutnya pada tahap I juga diobservasi sistem
manajemen usahatani perkebunan kopi, dengan menekankan peranan perempuan dalam setiap
aspek pengelolaan. Anggota pengusul-1 bertugas membantu melakukan pengumpulan data,
analisis terhadap peran perempuan, dan pembuatan laporan. Sedangkan anggota-2 bertugas
membantu pengumpulan data-data lapangan, analisis penguasaan lahan dan pembuatan laporan.
Penelitian tahap II adalah menganalisis kebijakan dan kelembagaan pada masyarakat
adat dalam pengelolaan sumberdaya alam, khususnya perkebunan kopi. Analisis kelembagaan
meliputi kelembagaan lokal masyarakat sebagai pranata sosial dan berperan dalam
pengaturan sumberdaya alam. Sedangkan analisis kebijakan meliputi seluruh produk-produk
kebijakan pemerintah maupun masyarakat adat terkait dalam manajemen sumberdaya alam,
khususnya perkebunan. Analisis meliputi aktor pelaku dan sistem aturan sebagai bentuk,
struktur dan fungsi kelembagaan. Anggota pengusul-1 bertugas membantu pengumpulan
data, analisis kebijakan dan penulisan laporan dan publikasi, sedangkan anggota-2 bertugas
membantu pengumpulan data kelembagaan dan menganalisisnya.
Penelitian dilakukan di enam Kabupaten Tk II sebagai sentra perkebunan kopi rakyat
var arabica dan dengan sistem adat Dalihan na tolu. Ke-enam kabupaten/ Daerah TK II
tersebut adalah pada Tabel 2. Penelitian akan dilakukan selama dua tahun, yaitu 2022-2023.
Tabel 2. Lokasi pemilihan sampel penelitian
Kabupaten/ Klasifikasi Responden
No Daerah Tingkat II Petani Kopi Tokoh Instansi Jumlah
Masyarakat Adat Pemerintah
1. Dairi 25 5 5 35
2. Karo 25 5 5 35
3 Simalungun 25 5 5 35
4. Humbang 25 5 5 35
Hasundutan
5. Tapanuli Utara 25 5 5 35
6. Mandailing Natal 25 5 5 35
Jumlah Responden 150 30 30 210

Selain data-data primer diatas dikumpulkan data sekunder yang didapatkan dari
lembaga desa dan instansi terkait, yaitu: kondisi fisik wilayah penelitian, keadaan lahan dan
fisiografi, topografi dan elevasi, tata guna lahan, iklim setempat dan kawasan lahan, serta
demografi menyangkut struktur masyarakat, yaitu penduduk, pekerjaan, pendidikan, dan lain-
lain, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah penelitian. Metode dan Instrumen
pengumpulan data adalah: observasi, kuesioner, wawancara dan studi dokumen.
Analisis dilakukan secara deskriptif untuk membangun model penguasaan lahan dan peran
perempuan. Untuk melihat hubungan antara variabel menggunakan Crosstab dan chi square
test menggunakan software SPSS ver 23 [22]. Status keamanan penguasaan diukur berdasarkan
indeks yang didapatkan pada hak-hak yang eksis di tingkat masyarakat:

S=
∑s
n
Dimana:
S = Indeks keamanan
∑s = jumlah total skor s
n = jumlah responden
Keamanan penguasaan sebagai akumulasi eksistensi hak-hak penguasaaan diukur dengan
persamaan Regresi berganda:
Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + ei
Y = Indeks keamanan hak-hak peguasaan
b0 = konstanta
X1 = Hak kepemilikan
X2 = Hak pengelolaan kebun
X3 = Hak pemanfaatan hasil
X4 = Hak Menjual hasil
X5 = Hak memindahkan penguasaan atas lahan kebun
ei = Error ke-i
Peranan perempuan dapat dilihat dengan meregresikan variable-variabel diatas yang
khususnya peran perempuan dalam rumah tangga petani kopi Arabica. Besarnya peran
dalam penguasaan lahan kebun dilakukan uji F secara keseluruhan dan uji t untuk melihat
dampak setiap variable pada system penguasaan lahan kebun kopi Arabica.
Model penguasan lahan dan peran perempuan dalam pengelolaan kopi rakyat var arabica
dapa masyarakat adat Dalihan na tolu, digambarkan pada fishbone diagram penelitian
(Gambar 2).

Gambar 2. Fishbone diagram

JADWAL PENELITIAN
Jadwal penelitian disusun dengan mengisi langsung tabel berikut dengan memperbolehkan
penambahan baris sesuai banyaknya kegiatan.

Tahun ke-1
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan: Proposal, Izin Penelitian                        
2. Pemetaan lapangan                        
3. Penetapan responden: Fokus Grup,
Responden                        
4. Penyusunan instrumen penelitian
(kuesioner, pedoman wawancara)
5. Pengumpulan data: Wawancara, Kuesioner,
Observasi/Pengamatan, Dokumentasi,
Studi data sekunder
6. Analisa data: Tabulasi, Pengelompokan,
Analisa, Pembahasan
7. Penulisan Hasil Penelitian
8. Penyusunan Konsep penguasaan lahan dan
peran perempuan pada pengelolaan kebun
kopi rakyat
9. Penyusunan Artikel Jurnal Internasional
10 Penyusunan Artikel Prosiding Seminar
. Internasional
11 Seminar Hasil Penelitian Tahap I
.
12 Penyusunan Laporan Akhir Tahap I
.

Tahun ke-2
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan: Proposal Tahap II, Perizinan,
Instrumen penelitian                        
2. Pemetaan lapangan
3. Penetapan responden: Fokus Grup,
Responden
4. Penyusunan instrumen penelitian
(kuesioner, pedoman wawancara)
5. Pengumpulan data: Wawancara, Kuesioner,
Observasi/Pengamatan, Dokumentasi,
Studi data sekunder                        
6. Analisa data: Tabulasi, Pengelompokan,
Analisa, Pembahasan                        
7. Penulisan hasil penelitian Tahap II
8. Penyusunan Konsep kelembagaan dan
kebijakan
9. Penyusunan Artikel Prosiding Seminar
Internasional
10 Penyusunan Buku Ajar Tentang
. penguasaan lahan dan peran perempuan
pada perkebunan kopi rakyat
11 Penulisan laporan akhir Tahap II
.
12 Seminar hasil penelitian Tahap II
.
13 Pengusulan Hak Cipta
.
13 Penyerahan laporan Tahap II
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
.

Tahun ke-3
Bulan
No Nama Kegiatan 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12
1
1                           
2                          
 dst.                          

DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan pengutipan.
Hanya pustaka yang disitasi pada usulan penelitian yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

[1] Gobatak.com, “5 Penghasil Kopi Terbaik Dari Tanah Batak Sumatera Utara,”
gobatak.com, 2016. https://www.gobatak.com/5-penghasil-kopi-terbaik-dari-tanah-
batak-sumatera-utara/5-penghasil-kopi-terbaik-dari-tanah-batak-sumatera-utara/.
[2] BPS, “Statistik Kopi. Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik.” Biro Pusat Statistik,
2016.
[3] V. Muttoharoh, R. Nurjanah, and C. Mustika, “Daya Saing dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ekspor Kopi Arabika Indonesia di Pasar Internasional,” E-journal
Perspekt. Ekon. dan Pembang. Drh., vol. 7(3), no. 3, pp. 127–136, 2018, [Online].
Available: https://online-journal.unja.ac.id/pdpd/article/view/6904/4330.
[4] A. Galiè, J. Jiggins, and P. C. Struik, “Women’s identity as farmers: A case study from
ten households in Syria,” NJAS - Wageningen J. Life Sci., vol. 64–65, pp. 25–33, 2013,
doi: 10.1016/j.njas.2012.10.001.
[5] T. Martial and M. Asaad, “Developing Concept of Custumary based tree tenure in North
Sumatera Indonesia,” Asia Pacific J. Sustain. Agric. Food Energy, vol. 2, no. 3, pp. 27–
35, 2014.
[6] L. Kleemann, “An Overview and Discussion of Solution Proposals for Sustainable
Agriculture and Food Security in Sub-Sahara Africa,” vol. 2, no. 4, 2013, doi:
10.5539/sar.v2n4p48.
[7] M. J. Adegbeye et al., “Sustainable agriculture options for production, greenhouse
gasses and pollution alleviation, and nutrient recycling in emerging and transitional
nations - An overview,” J. Clean. Prod., vol. 242, p. 118319, 2020, doi:
10.1016/j.jclepro.2019.118319.
[8] C. Bopp, A. Engler, P. M. Poortvliet, and R. Jara-Rojas, “The role of farmers’ intrinsic
motivation in the effectiveness of policy incentives to promote sustainable agricultural
practices,” J. Environ. Manage., vol. 244, no. December 2018, pp. 320–327, 2019, doi:
10.1016/j.jenvman.2019.04.107.
[9] J. Erbaugh, R. Bierbaum, G. Castilleja, G. A. B. da Fonseca, and S. C. B. Hansen,
“Toward sustainable agriculture in the tropics,” World Dev., vol. 121, pp. 158–162,
2019, doi: 10.1016/j.worlddev.2019.05.002.
[10] G. Bartzas and K. Komnitsas, “An integrated multi-criteria analysis for assessing
sustainability of agricultural production at regional level,” Inf. Process. Agric., no. xxxx,
2019, doi: 10.1016/j.inpa.2019.09.005.
[11] A. Azman, J. L. D. Silva, B. A. Samah, N. Man, and H. A. Mohamed, “Relationship
between Attitude , Knowledge , and Support towards the Acceptance of Sustainable
Agriculture among Contract Farmers in Malaysia,” Asian Soc. Sci., vol. 9, no. 2, pp. 99–
106, 2013, doi: 10.5539/ass.v9n2p99.
[12] Y. Bambio and S. Bouayad Agha, “Land tenure security and investment: Does strength
of land right really matter in rural Burkina Faso?,” World Dev., vol. 111, pp. 130–147,
2018, doi: 10.1016/j.worlddev.2018.06.026.
[13] E. Totin et al., “Barriers and opportunities for innovation in rice production in the inland
valleys of Benin,” NJAS - Wageningen J. Life Sci., vol. 60–63, pp. 57–66, 2012, doi:
10.1016/j.njas.2012.06.001.
[14] G. L. Toruan, “Kearifan lokal masyarakat hukum adat mandailing natal dalam
pengelolaan taman nasional batang gadis, Sumatera Utara kearifan lokal,” 2013.
http://gunsalt.blogspot.com/2013/01/kearifan-lokal-masyarakat-hukum-adat.html.
[15] K. S. Kuivanen et al., “Characterising the diversity of smallholder farming systems and
their constraints and opportunities for innovation: A case study from the Northern
Region, Ghana,” NJAS - Wageningen J. Life Sci., vol. 78, pp. 153–166, 2016, doi:
10.1016/j.njas.2016.04.003.
[16] J. Wesseler and D. Drabik, “Prices matter: Analysis of food and energy competition
relative to land resources in the European Union,” NJAS - Wageningen J. Life Sci., vol.
77, no. 2016, pp. 19–24, 2016, doi: 10.1016/j.njas.2016.03.009.
[17] R. H. Yemadje et al., “The political ecology of land management in the oil palm based
cropping system on the Adja plateau in Benin,” NJAS - Wageningen J. Life Sci., vol. 60–
63, pp. 91–99, 2012, doi: 10.1016/j.njas.2012.06.007.
[18] J. E. Agheyisi, “Inter-communal land conflicts in Benin City, Nigeria: Exploring the
root causes in the context of customary land supply,” Land use policy, vol. 83, no.
February, pp. 532–542, 2019, doi: 10.1016/j.landusepol.2019.02.027.
[19] K. O. Asiama, R. M. Bennett, J. A. Zevenbergen, and A. Da Silva Mano, “Responsible
consolidation of customary lands: A framework for land reallocation,” Land use policy,
vol. 83, no. February, pp. 412–423, 2019, doi: 10.1016/j.landusepol.2019.02.006.
[20] J. Janker, S. Mann, and S. Rist, “Social sustainability in agriculture – A system-based
framework,” J. Rural Stud., vol. 65, no. December 2018, pp. 32–42, 2019, doi:
10.1016/j.jrurstud.2018.12.010.
[21] FAO, “Land tenure and rural development,” 2002.
[22] Suliyanto, Statistika Non Parametrik. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2014.

Anda mungkin juga menyukai