Anda di halaman 1dari 9

Tugas Rekayasa Pondasi Lanjut

Evaluasi kegagalan Pondasi Pada Bangunan


Bertingkat
D

OLEH :

NAMA : MARULI JOSEFIN LUMBAN TOBING

NIM : 2022201057

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

TAHUN AJARAN 2022/2023


Abstrak

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode dengan cara pengumpulan data dari
jurnal hasil penelitian sebelumnya tentang elemen struktur yang telah mengalami kegagalan.
Data tersebut diringkas ulang untuk memperoleh data pemodelan struktur sebelum dan sesudah
kegagalan untuk mengetahui penyebab kegagalannya. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
runtuhmya struktur bangunan diawali dengan adanya retak struktural pada joint struktur dan
terjadinya perubahan elevasi serta geometris bangunan. Hal tersebut terjadi akibat kegagalan
pondasi yang ditunjukkan dengan adanya penurunan tidak seragam (differential settlement)
karena daya dukung pondasi yang rendah .terjadinya eksentrisitas pada pondasi mengakibatkan
terjadinya tambahan momen yang bekerja pada pondasi, hal ini sangat berpengaruh terhadap
pendistribusian beban yang bekerja pada tiang sehingga tambahan momen yang bekerja
mengakibatkan beban yang diterima oleh tiang melebihi daya dukung batas tiang tunggal.

Kata Kunci: Kegagalan, Penurunan.


1. PENDAHULUAN

Kuat dan aman merupakan syarat mutlak berdirinya suatu konstruksi. Semua konstruksi
yang direncanakan akan ditopang oleh tanah. Meneruskan beban struktur yang ada di atas muka
tanah dan gaya – gaya lain yang bekerja ke tanah pendukung bangunan, merupakan fungsi utama
dari struktur bangunan yang biasanya disebut pondasi. Menurut Bowles (1983) pondasi dapat
didefinisikan sebagai bagian bawah bangunan tanah dan daerah tanah dan/ atau batuan yang
berdekatan yang akan di pengaruhi oleh kedua elemen bagian bangunan bawah tanah dan beban
– bebannya. Untuk itu jenis tanah dengan segala sifat teknis tanah merupakan faktor penting
yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan suatu pondasi agar tidak terjadi kegagalan
konstruksi pada suatu bangunan. Salah satu kegagalan konstruksi yang sangat sering terjadi
adalah penurunan tanah yang disebabkan karena proses konsolidasi. Konsolidasi adalah proses
berkurangnya volume atau berkurangnya rongga pori dari tanah jenuh berpermeabilitas rendah
akibat pembebanan, dimana prosesnya dipengaruhi oleh kecepatan terperasnya air keluar dari
rongga tanah (Hardiyatmo, 2007). Kegagalan konstruksi tersebut di atas yang terjadi pada
Bangunan Kantor Pos pusat Kota Medan. Bangunan Kantor Pos pusat Kota Medan yang terdiri
dari dua segmen, yaitu segmen 1 dan 2. Segmen/section 1 adalah bangunan yang mengalami
penurunan sedangkan segmen 2 adalah bangujnan induk. Penurunan yang terjadi pada bangunan
tersebut merupakan penurunan setempat (differential settlement).

2. PEMBAHASAN

1. penyebap kegagalan pondasi

a. Penurunan Tanah

Jika suatu lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau penurunan
(settlement), atau boleh dikatakan tanah yang mengalami tegangan akan mengalami regangan
dalam tanah tersebut. Pada tanah berbutir halus yang berada dibawah muka air tanah terjadi
penurunan konsolidasi (consolidation settlement). Penurunan yang terjadi memerlukan waktu
yang lama. Penurunan tanah merupakan peristiwa termampatnya suatu lapisan tanah, dapat
dikarenakan karena beban luar atau pemompaan air. Jenis penurunan ada beberapa
b. Penurunan Segera (Immediate Settlement)

Merupakan penurunan yang terjadi seketika pada saat pembebanan terjadi atau dalam jangka
waktu yang pendek terjadi karena sifat elastisitas tanah pada tanah lempung umumnya sangat
kecil jika dibandingkan dengan penurunan konsolidasi sehingga seringkali diabaikan

c. Penurunan Konsolidasi

Saat tanah lunak ompresif (lempung) menerima beban maka sebagian besar beban dipikul oleh
air tanah sehingga timbul tegangan air pori berlebih Konsolidasi adalah proses terdisipasinya
tegangan air pori berlebih ini seiring dengan berjalannya waktu.

Penurunan konsolidasi dapat berupa normal consolidation ataupun over consolidation.


Normal consolidation adalah tanah dasar dalam kondisi alamiah (belum mengalami pembebanan
sebelumnya) sedangkan over consolidation adalah tanah dasar sudah pernah dibebani/terkena
beban sebelumnya.

 Normal consolidation ep = angka pori pada saat konsolidasi primer selesai

 tp = waktu ketika konsolidasi primer selesai

 ∆t = pertambahan waktu t2= tp +∆t

 S = Se + Sc + Ss

Beberapa penyebab terjadinya penurunan akibat pembebanan yang bekerja diatas tanah antara
lain:  Kegagalan atau keruntuhan geser akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah,

 Kerusakan atau terjadi defleksi yang besar pada pondasi,

 Distorsi geser (shear distorsion) dari tanah pendukungnya,

 Turunnya tanah akibat perubahan angka pori


d. Penurunan Bangunan Penurunan bangunan di bagian belakang gedung adalah permasalahan
pokok dalam kasus ini. Beberapa kajian teoritis di dalam literatur menyebutkan penurunan pada
bangunan dapat terjadi setempat, sebagian atau secara keseluruhan dan dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor sebagai berikut:

e. Penurunan yang merata (Uniform Settlement) Tanah di suatu lokasi mempunyai kepadatan
tertentu yang tergantung pada jenis tanah dan Dimana:

 eo = angka pori awal yang didapat dari indeks test

 Cc = indeks kompresi, didapat dari percobaan konsolidasi

 Cs = indeks swelling, didapat dari percobaan konsolidasi  pc = tegangan prakonsolidasi,


didapat dari percobaan konsolidasi

 po = Σ γ’.z

 ∆p = tegangan akibat beban luar dihitung melalui metode boussinesq, Westergaard atau
Newmark

f. Penurunan yang tidak merata (Differential Settlement) Penurunan yang tidak merata dapat
terjadi bila sifat tanah di bawah bangunan tidak homogen, baik akibat proses pembentukannyas
secara alamiaj ataupun akibat proses galian dan timbunan (cut and fill), dan
reklamasi. Kondisi ini akan sangat berbahaya bila menggunakan pondasi langsung yang tidak
mencapai tanah asli/ tanah keras, atau penggunaan tiang pancang yang hanya memperhitungkan
kemampuan lekatannya(friction tipe) saja, karena pemancangan tiang tidak mencapai tanah
keras. Tiang dipancang disamping kemampuan lekatannya, kemampuan daya dukung ujung tiang
(end bearing tipe) juga turut diperhitungkan. Dengan demikian untuk kondisi sifat tanah yang
tidak homogen, komponen pondasi harus dipasang hingga mencapai tanah keras, baik pada
pondasi langsung maupun tidak langsung. Bila terjadi proses penurunan yang tidak merata, akan
timbul tegangan ekstra pada komponen bangunan atas maupun bangunan bawah. Bila tegangan
yang timbul melampaui tegangan ijin, maka komponen bangunan mengalami retakan atau patah,
tergantung pada besaran tegangan yang dilampaui.

g. Liquifaksi (Liquifaction) Penurunan bangunan gedung hampir pasti tidak berkaitan dengan
liquifaksi karena kerusakan gedung tidak disebabkan oleh gempa. Kerusakan liquifaksi
merupakan pengaruh ikutan peristiwa gempa sebagaimana gelombang tsumani. Phenomena ini
biasanya terjadi bila gempa terjadi dengan besaran intensitas lebih besar dari pada 7 Skala
Richter. Liquifaksi adalah peristiwa dimana tanah di bawah bangunan berubah menjadi bubur
akibat terlampuinya tegangan air tanah ketika gempa tejadi. Tanah yang mengalami liqufaksi
biasanya adalah tanah berpasir dengan gradasi butiran yang halus dan seragam.

2. Kerusakan Komponen Tiang Pancang Kerusakan pada komponen tiang pancang dapat dimulai
pada saat pelaksanaan. Kerusakan tiang pancang paling sulit diketahui karena tertanam dalam
tanah sehingga tidak dapat terlihat secara kasat mata. Bangunan yang didirikan di atas tanah
lunak memerlukan tiang yang panjangnya lebih dari satu buah tiang untuk satu titik
pemancangan sehingga memerlukan penyambungan antar tiang. Kualitas sambungan yang tidak
baik, dapat mengakibatkan rusaknya tiang. Konstruksi kepala tiang dan mutu beton yang kurang
memenuhi persyaratan dapat mengakibatkan retakan pada tiang. Kondisi ini sering ditemui pada
komponen tiang yang dicetak di lapangan (cast insitu). Akibat gempa, sering mengakibatkan
patahnya tiang akibat kegagalan dalam menerima gaya geser dan momen pada kepala tiang.
Kerusakan lebih diperburuk lagi akibat beban tumpukan (punching) dari getaran gempa dalam
arah vertikal, sehingga memperbesar pengaruh gaya aksial (gaya gravitasi) yang diterima oleh
tiang. Pengaruh gempa memberikan phenomena yang menarik, bila bangunan berdiri di atas
tanah lepas (loose land) dengan gradasi butiran dan besaran (magnitude) gempa tertentu. Pada
kondisi ini tanah akan mencair / mendidih (boiled) akibat tekanan air pori yang tinggi sehingga
tanah

kehilangan sifat aslinya dan kehilangan daya dukungnya. Akibatnya daya lekatan dan daya
dukung tanah menjadi hilang. Bila sifat tanah adalah homogeny, bangunan akan mengalami
ambles, dan bila tidak seragam akan mengalami guling. Pada kondisi ini biasanya komponen
bangunan atas tidak mengalami kerusakan yang berarti, namun bangunan tidak dapat lagi
dipergunakan. Fenomena gempa lain yang menarik adalah bila gempa dengan besaran tertentu
dan pusat gema terjadi di laut, biasanya akan mengakibatkan timbulnya gelombang besar (tidal
wave/ tsunami). Tsunamai akan menimbulkan gerusan setempat (local scouring) pada tanah di
sekitar bangunan dan merusak pondasi. Kerusakan pada tiang sering terjadi akibat kesalahan
dalam proses pemotongan sisa ujung tiang dengan cara yang tidak memenuhi persyaratan 3.
Tingkat Kerusakan Pengklasifikasian tingkat kerusakan bangunan dapat ditentukan dengan cepat
berdasarkan penurunan (settlement), kemiringan/ inklinasi, dan tingkat kerusakan komponen
bangunan seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Peringkat Kerusakan
Komponen Struktur Beton dan Beton Pracetak (Sjafei Amri, 2006). Tingkat I.
KESIMPULAN

Dari hasil beberapa sumber jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa kegagalan pondasi
tidak dapat kita tentukan secara pasti sebelum meneliti lebih lanjut secara detail karna sangan
banyak yang bisa mempengaruhi kegagalan sebuah pondasi baik dalam proses perencanaan,
dalam proses pelaksanaan pembangunan dan faktor alam maka dari itu dalam merencanakan
sebuah pondasi harus dilakukan perhutungan secara detail untuk menopang bangunan yang akan
di bangun dan meneliti secara detail lokasi penempatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bowles J.E, 1979, Foundation Analysis and Design, Fifth Edition. New York: The McGraw Hill Companies,
Inc. Bowles, J.E. (1983), Alih Bahasa Ir.Johan Kelana Putra Edisi Kedua, Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis
Tanah, Penerbit Erlangga, Jakarta. Craig, R.F. (1991), Mekanika Tanah. Diterjemahkan oleh Budi Susilo.
Penerbit Erlangga, Jakarta. Das Braja M, 1995, Mekanika Tanah Jilid 2.Surabaya: Penerbit Erlangga. Das
Braja M, 1998, Principles of Foundation Engineering. California: PWS Publishing. Hardiiyatmo C, Hary,
2007, Teknik Pondasi 1, Yogyakarta: Penerbit Beta Offset. Irsyam. M., Rekayasa Pondasi, Bandung: ITB
Marto, A. dan Othman, B. A., (2011), The Potential use of Bambu as Green Material for Soft Clay

Anda mungkin juga menyukai