Anda di halaman 1dari 22

Konsep dan rute obat

1. Pengertian Obat
Obat merupakan suatu zat atau bahan-bahan yang berguna dalam menetapkan diagnosa,
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka
atau kelainan fisik dan rohani pada manusia atau hewan, termasuk mempercantik tubuh atau
bagian tubuh manusia. Obat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Nuryati,
2017):
1) Obat Jadi: Obat dalam keadaan murni/campuran berbentuk serbuk, cairan, salep,
tablet, pil, suppositoria, dan lain-lain, yang mempunyai teknis sesuai dengan pemerintah.
2) Obat Paten: Obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat/yang
dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli pabrik yang memproduksinya.
3) Obat Baru: Obat yang terdiri atau berisi zat, baik sebagai bagian yang berkhasiat, ataupun
yang tidak berkhasiat, misalnya: lapisan, pengisi, pelarut, pembantu atau komponen lain,
yang belum dikenal sehingga belum diketahui khasiat dan kegunaannya.
4) Obat Asli: Obat yang didapat langsung dari bahan alamiah Indonesia, terolah secara
sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
5) Obat Esensial: Obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat
terbanyak dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan oleh MENKES.
6) Obat Generik: Obat dengan nama resmi untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
MN, S. L. (2016). Farmakologi Dalam Keperawatan. In Modul Dalam Keperawatan. Badan
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan.

2. Pengertian pemberian obat


Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat
adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki
masalah kesehatan (Potter & Perry, 2005).

3. Tujuan obat
- Membantu mengurangi rasa sakit
- Membantu mengakkan diagnose
- Mencegah dan mengobati penyakit
- Memberikan ketengangan dan rasa puas pada pasien (Suryani, Amalia, & Jamil, 2020)

4. Mekanisme Kerja dari Obat dan Cara Obat Mempengaruhi Tubuh


Mekanisme kerja dari obat adalah sebagai berikut:
1) Merangsang ( stimulasi ) dan menekan ( depresi ) fungsi spesifik dari sel tubuh
2) Membunuh atau menghambat aktivitas sel-sel asing dan bakteri
3) Menimbulkan aksi spesifik maupun non spesifik
4) Mensubstitusi zat-zat tertentu yang diperlukan oleh tubuh
Obat dapat mempengaruhi tubuh melalui cara:
1) Obat dapat mempengaruhi baik seluruh/sebagian besar atau sebagian kecil dari sistem
tubuh.
2) Obat yang mempengaruhi sebagian besar dari sistem tubuh disebut Obat Sistemik.
3) Obat mempengaruhi sistem tubuh apabila obat direspons oleh Receptors specifik atau
dengan perkataan lain terjadi affinitas dengan sel receptor (daya gabung) antara obat dengan
reseptor tubuh.
MN, S. L. (2016). Farmakologi Dalam Keperawatan. In Modul Dalam Keperawatan. Badan
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan.

5. BENTUK OBAT
Obat tersedia dalam berbagai bentuk atau preparat. Bentuk obat menentukan rute pemberian
obat. Misalnya, kapsul diberikan per oral dan larutan diberikan per intravena. Komposisi obat
dibuat untuk meningkatkan absorpsi dan metabolisme di dalam tubuh. Banyak obat tersedia
dalam beberapa bentuk, misalnya tablet, kapsul, eliksir, dan supositoria. Ketika memberi
obat, perawat harus yakin bahwa ia memberikan obat dalam bentuk yang benar. (Potter &
Perry, 2005)
1) Kaplet
Bentuk dosis padat untuk pemberian oral; bentuk seperti kapsul dan bersalut, sehingga
mudah ditelan

2) Kapsul
Kapsul merupakan sediaan obat padat dikemas ke dalam sebuah cangkang berbentuk
tabung keras maupun lunak yang dapat larut. Tabung kapsul ini biasanya terbuat dari
gelatin, pati, dan lain-lain. Contoh: kapsida, incidal, dan lain-lain. Bentuk dosis padat
untuk pemberian oral; obat dalam bentuk bubuk, cairan, atau minyak dan dibungkus
oleh selongsong gelatin, kapsul diwamal untuk membantu identifikasi produk.
3) Eliksir
Cairan jenih berisi air atau alkohol, dirancang untuk penggunaan oral; biasanya
ditambah pemanis

4) Tablet enterik bersalut


Tablet untuk pemberian oral, yang dilapisi bahan yang tidak larut dalam lambung:
lapisan larut di dalam usus, tempat obat diabsorpsi

5) Ekstrak
Bentuk obat pekat yang dibuat dengan memindahkan bagian aktif obat dari komponen
lain obat tersebut (misalnya, ekstrak cairan adalah obat yang dibuat menjadi larutan
dari sumber sayur-sayuran)
6) Gliserit
Larutan obat yang dikombinasi dengan gliserin untuk penggunaan luar, berisi
sekurang kurangnya 50% gliserin

7) Cakram intraocular (intraocular disk)


Bentuk oval, fleksibel berukuran kecil terdiri dan dua lapisan luar yang lunak dan
sebuah lapisan tengah berisi obat. Saat dilembabkan oleh cairan okuler (mata),
cakram melepas obat sampai satu minggu

8) Obat gosok (liniment)


Preparat biasanya mengandung alkohol, minyak, atau pelembut sabun yang dioles
pada kulit

9) Losion
Obat dalam cairan, suspensi yang dioles pada kulit untuk melindunginya

10) Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar. Semisolid (agak padat), preparat yang dioles pada kulit, biasanya
mengandung satu atau lebih obat

11) Pasta
Pasta adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topical. Preparat semisolid, lebih kental dan lebih
kaku dan pada salep: diabsorpsi melalui kulit lebih lambat daripada salep
12) Pil
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil dimaksudkan untuk pemakaian
oral. Bentuk dosis padat berisi satu atau lebih obat, dibentuk ke dalam bentuk tetesan,
lonjong, atau bujur; pil yang sesungguhnya jarang digunakan karena telah digantikan
oleh tablet

13) Larutan
Preparat cairan yang dapat digunakan per oral, parenteral, atau secara ekstemal; dapat
juga dimasukkan ke dalam organ atau rongga tubuh (mis. irigasi kandung kemih);
berisi air dan mengandung satu atau lebih senyawa terlarut, harus steril untuk
penggunaan parenteral

14) Supositoria
Bentuk dosis padat yang dicampur dengan gelatin dan dibentuk dalam bentuk peluru
untuk dimasukkan ke dalam rongga tubuh (roktum atau vagina); meleleh saat
mencapai suhu tubuh, melepas obat untuk diabsorpsi

15) Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam
fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral (juga termasuk susu/magma),
suspense topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar),
suspensi optalmik, suspensi sirup kering. Partikel obat yang dibelah sampi halus dan
larut dalam media cair; saat dibiarkan, partikel berkumpul di bagian bawah wadah;
umumnya merupakan obat oral dan tidak diberikan per intravena perlu dikocok
16) Sirup
Obat yang larut dalam larutan gula pekat, mengandung perasa yang membuat obat
terasa lebih enak. Tidak perlu dikocok

17) Tablet
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler, dengan kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu
jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. Bentuk dosis bubuk yang
dikompresi ke dalam cakram atau silinder yang keras; selain obat utama, mengandung
zat pengikat (perekat untuk membuat bubuk menyatu), zat pemisah (untuk
meningkatkan pelarutan tablet), lubrikan (supaya mudah dibuat di pabrik), dan zat
pengisi (supaya ukuran tablet cocok). Macam-macam tablet yaitu:

a. Tablet Kempa: Paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta
penandaannya tergantung design cetakan
b. Tablet Cetak: Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab
dalam lubang cetakan.
c. Tablet Trikurat: Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris.
Sudah jarang ditemukan
d. Tablet Hipodermik: Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut
sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksihipodermik,
sekarang diberikan secara oral.
e. Tablet Sublingual: Dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan
dengan cara diletakkan di bawah lidah.
f. Tablet Bukal: Digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
g. Tablet Efervescen: Tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah
tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk
langsung ditelan”.
h. Tablet Kunyah: Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak
dirongga mulut, mudah ditelan, dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak
enak. Bentuk tablet adalah pipih, bulat, persegi, dan yang pakai tanda
belahan/breakline (scoret tablet) untuk memudahkan membagitablet tersebut.
i. Tablet isap : bentuk dosis datar, bundar mengandung obat citarasa, gula, gula
dan bahan perekat cair, larut dalam mulut untuk melepas obat

18) Cakram atau lempeng transdermal


Obat berada dalam cakram (disks) atau patch membran semipermeabel yang membuat
obat dapat diabsorpsi perlahan-lahan melalui kulit dalam periode waktu yang lama
19) Tingtura
Alkohol atau larutan obat air-alkohol

20) Tablet isap (troche, lozenge)


Bentuk dosis datar, bundar mengandung obatcitarasa, gula, dan bahan perekat cair:
larut dalam mulut untuk melepas obat

(Potter & Perry, 2005)

6. Rute oral
Rute oral, merupakan salah satu cara pemakaian obat melalui mulut dan akan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Rute oral bertujuan untuk terapi
dan memberikan efek sistemik yang dikehendaki. Rute oral merupakan cara
mengkonsumsi obat yang dinilai paling mudah dan menyenangkan, murah serta
umumnya paling aman.
Kekurangan dari rute pemberian obat secara oral adalah: bioavailibilitasnya
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama
dengan penderita (tidak dapat diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat,
tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak
kooperatif; untuk obat iritatif rasa tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang
inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin),
absorpsi obat tidak teratur.
Bentuk sediaan obat oral, antara lain, tablet, kapsul, obat hisap, sirup dan tetesan.
Salah satu cara pemberian obat oral yaitu melalui sub lingual dan bukkal, yang
merupakan cara Pemberiannya ditaruh dibawah lidah dan pipi bagian dalam.
 Obat Sublingual
Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara
meletakkan obat di bawah lidah. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat
yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat segera mengalami absorbsi ke
dalam pembuluh darah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa
lebih cepat karena pembuluh darah dibawah lidah merupakan pusat dari sakit.
Misal pada kasus pasien jantung. Obat yang diberikan dibawah lidah tidak
boleh ditelan. Kelebihan dari obat sublingual adalah: obat cepat, tidak
diperlukan kemampuan menelan, kerusakan obat di saluran cerna dan
metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta).
Namun kekurangan dari obat sublingual adalah: absorbsi tidak adekuat,
kepatuhan pasien kurang (compliance),
 Obat Bukal
Dalam pemberian obat secara bucal, obat diletakkan antara gigi dengan
selaput lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara
sublingual, pasien dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi
bagian dalam sampai obat hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat
penting dalam pemberian obat cara ini karena biasanya pasien akan menelan
yang akan menyebabkan obat menjadi tidak efektif
7. Parenteral

a. intravena (IV)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang sering dilakukan.
Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Obat langsung
dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah diperoleh dengan
cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna sehingga menghindari
metabolism first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek cepat dan control
yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Obat-obat yang diberikan melalui IV
tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.
b. Intramuskular (IM)
Suntikan intramuskular adalah pemberian obat dengan cara menginjeksikan obat ke
jaringan otot, obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan
dalam air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi obat dalam vehikulum
nonaqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan
absorbsi preparat-preparat berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar
dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut
perlahan-lahan memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih
lama dengan efek terapeutik yang panjang

c. intrakutan (IC)
Memberikan obat melalui suntikan ke dalam jaringan kulit yang dilakukan pada
lengan bawah bagian dalam atau tempat lain yang dianggap perlu. Tujuan dari
rute ini adalah melaksanakan uji coba obat tertentu (misalnya skin test penicillin),
memberikan obat tertentu yang pemberiannya hanya dilakukan dengan cara suntikan
intrakutan, membantu menentukan diagnose terhadap penyakit tertentu (misalnya
Tuberkulin Test).

d. subkutan
Suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan
intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-kadang
dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin
bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi pembuangan obat seperti
lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan
meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi
levonergestrel yang diimplantasi untuk jangka yang sangat panjang.
8. Rute Topikal
Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara
mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung, lubang
telinga, vagina dan rectum. Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal
pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan
dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala
gangguan kulit yang terjadi (contoh: lotion). Pemberian obat topikal pada kulit
terbatas hanya pada obat-obat tertentu karena tidak banyak obat yang dapat
menembus kulit yang utuh(Nuryati, 2017) .
Cara pemberian obat topikal pada kulit yaitu dengan menyiapkan dan
memberikan obat secara lokal kepada pasien pada kulit, baik dalam bentuk padat
(obat salep) maupun dalam bentuk cair (minyak, bethadine), dengan menggosokkan
pada kulit yang mengalami gangguan tertentu, ataupun dengan bentuk serbuk, dengan
pertimbangan keadaan pasien.

9. Sistem perhitungan dosis


(Potter & Perry, 2005) Ketepatan pemberian obat bergantung pada kemampuan perawat
menghitung dosis obat dengan akurat dan meng ukur obat dengan benar. Kesalahan
akibat kecerobohan dalam menempatkan angka desimal atau menambah se buah nol pada
dosis obat dapat mengakibatkan kesalahan yang fatal. Perawat bertanggung jawab
mengecek dosis obat sebelum memberikannya serta mengajari klien ten tang dosis yang
diprogramkan.

Sistem perhitungan metrik, apothecary, dan rumah tangga digunakan dalam terapi obat.
Kebanyakan negara, termasuk Kanada, menggunakan sistem metrik sebagai standar
pengukuran. Walaupun kongres Amerika tidak secara resmi menggunakan sistem metrik,
kebanyakan profesional kesehatan di Amerika Serikat menggunakan baik sistem metrik
maupun sistem apothecary. Resep obat yang klien dapat tebus secara langsung seringkali
ditulis dalam ukuran rumah tangga.
1) Sistem Metrik

Karena merupakan sistem desimal, sistem metrik merupakan sistem perhitungan yang
secara logis paling teratur. Unit metrik dengan mudah dapat dikonversi dan dihitung
melalui perkalian dan pembagian sederhana. Setiap satuan dasar perhitungan disusun ke
dalam unit-unit 10. Mengalikan atau membagi dengan 10 membentuk unit-unit
sekunder. Pada perkalian, angka desimal berpin dah ke kanan; pada pembagian, angka
desimal berpindah ke kiri. Contoh :
10,0 mg x 10 = 100 mg
10,0 mg : 10 = 1,00 mg

Satuan dasar perhitungan pada sistem metrik antara lain meter (panjang), liter
(volume), dan gram (berat). Pada penghitungan obat, perawat terutama menggunakan
satuan volume dan berat. Pada sistem metrik, huruf besar dan kecil digunakan untuk
menandai satuan-satuan utama (contoh, gram = g atau Gm; liter = 1 atau L). Huruf
kecil merupakan singkatan untuk subbagian satuan utama (con toh, miligram = mg;
mililiter = ml).

Sistem prefiks Latin berikut merancang subbagian satuan dasar: deci-(1/10 atau 0,1),
centi- (1/100 atau 0,01) dan milli- (1/1000 atau 0,001). Prefik Yunani berikut
merancang perkalian satuan dasar: deka- (10), hecto- (100), dan kilo- (1000). Dalam
menulis dosis obat dalam satuan metrik, dokter dan perawat menggunakan pembagian
atau perkalian. Pecahan selalu dalam bentuk desimal (mis. 500 mg atau 0,5 g, bukan
½ g dan 10 ml atau 0,01 L, bukan 1/100 L). Dalam menggunakan pecahan, sebuah nol
selalu ditulis di depan koma desimal untuk menghindari ke salahan.

2) Sistem Apothecary

Sistem perhitungan apothecary sudah dikenal oleh ke banyakan orang di Amerika


Serikat dan Kanada. Standar pengukuran umumnya digunakan di rumah. Contoh, susu
dalam botol diukur dalam (pint = 0,568 liter) dan quarts (0,9463 liter), suatu meteran
yar (kayu) dalam inci dan kaki, dan skala kamar mandi ditimbang dalam pound.

Satuan dasar berat adalah grain (satuan berat di Inggris). Pada zaman kolonial, grain
mewakili berat satu grain tepung/gandum. Satuan berat yang merupakan turunan
grain adalah dram, ons, dan pound. Satuan apothecary untuk volume ukuran cairan
adalah minim. Minim adalah jumlah rata-rata air yang beratnya setara dengan satu
grain. Dram-cairan (fluidram), ons cairan, pint, quart, dan galon merupakan turunan
minim.

Walaupun sistem apothecary telah ada sejak lama, keamanannya dalam praktik klinik
baru ini dipertanyakan. Cohen (1993) melaporkan bahwa sistem apothecary tidak
akurat dan di banyak kasus, ekivalensi metriknya diperkirakan atau perlu dihitung.
Selain itu, kekeliruan obat yang serius dalam sistem apothecary dibingungkan
penggunaannya dengan ukuran dalam sistem metrik. Contoh nya adalah simbol dram,
yang terlihat seperti a 3; singkatan untuk grain dan gram ("gr" dan "g") dapat saling
tertukar, dan simbol minim menyerupai "ml."

3) Ukuran Rumah Tangga

Satuan ukuran rumah tangga juga dikenal kebanyakan individu. Ukuran rumah tangga
meliputi tetesan, sendok teh, sendok makan, dan cangkir (cups) untuk volume dan
ounce serta pound untuk berat. Walaupun pints dan quarts dianggap ukuran rumah
tangga, keduanya juga digunakan dalam sistem apothecary. Kerugian ukuran rumah
tangga ialah ketidakakuratannya. Perkakas rumah tangga, misal nya sendok teh dan
cangkir, ukurannya seringkali ber variasi. Skala untuk menghitung pints dan quarts
seringkali tidak dapat ditera (calibrated) dengan baik.
Keuntungan penggunaan ukuran rumah tangga ialah aspek kenyamanan dan mudah
dikenali. Apabila keakurat an tidak terlalu diperlukan, penggunaan ukuran rumah
tangga aman digunakan. Contoh, banyak obat yang dijual bebas, misalnya laksatif,
antasida, dan obat batuk sirup, dapat diukur dengan aman menggunakan ukuran
rumah tangga. Tabel 35-7 memuat persamaan umum setiap satuan ukuran.

4) Larutan

Pada praktik klinis, perawat menggunakan larutan yang konsentrasinya berbeda-beda


untuk injeksi, irigasi, dan infus. Perawat harus mengerti istilah yang menggam barkan
konsentrasi larutan. Suatu larutan ialah suatu massa zat padat yang larut dalam suatu
volume cairan lain yang diketahui. Apabila sebuah zat padat dilarutkan dalam cairan,
satuan konsentrasinya ialah satuan berat per sa tuan volume (mis. g/ml, g/L, mg/ml).
Suatu konsentrasi juga dapat diekspresikan sebagai persentase. Misal, larutan 10%
ialah 10 g zat padat yang dilarutkan dalam 100 ml larutan. Suatu perbandingan juga
menunjukkan konsentrasi. Larutan 1:1000 ialah larutan yang mengan dung 1 g zat
padat dalam 1000 ml cairan atau 1 ml cairan dalam 1000 ml cairan lain.

Ekivalensi Ukuran

Metrik Apothecary Rumah Tangga

1 ml 15-16 minim (m) 15 tetes (tts)

4-5 ml fluidram (f3) 1 sendok the (sdt)

16 ml 4 fluidram (f3) 1 sendok makan (sdm)

30 ml 1 fluid ounce (f3) 2 sendok makan (sdm)


240 ml 8 fluid ounce (f3) 1 cangkir (c)

480 ml (kira-kira 500 1 pint (pt) 1 pint (pt)


ml)

960 ml (kira-kira 1 L) 1 quart (qt) 1 quart (qt)

3840 ml (kira-kira 5 L) 1 galon (gal) 1 galon (gal)

(Potter & Perry, 2005)


Kalkulasi Dosis
Perawat dapat menggunakan rumus sederhana dalam ba nyak tipe kalkukasi dosis.
Rumus berikut dapat digunakan ketika perawat mempersiapkan obat dalam bentuk
padat atau cair:

Dosis yang diprogramkan


x Jumlah yang tersedia
Dosis yang tersedia

¿ Jumlah yang akan diberikan

Dosis yang diprogramkan adalah jumlah obat murni yang diresepkan dokter untuk
seorang klien. Dosis yang tersedia ialah berat atau volume obat yang tersedia dalam
satuan yang disuplai oleh farmasi. Dosis ini dapat ditulis pada label obat sebagai
kandungan tablet atau kapsul atau jumlah obat terlarut per volume cairan. Jumlah
yang terse dia adalah satuan dasar atau jumlah obat yang mengan dung dosis yang
tersedia. Untuk obat padat, jumlah yang tersedia mungkin satu tablet atau kapsul;
jumlah cairan yang tersedia mungkin mililiter atau liter. Jumlah yang akan diberikan
selalu ditulis dalam satuan yang sama dengan satuan jumlah yang tersedia.

Contoh berikut menggambarkan cara mengaplikasikan rumus. Dokter


menginstruksikan klien diberi Versed 2,5 mg IM, berarti dosis yang diprogramkan
adalah 2,5 mg. Obat tersedia dalam ampul yang mengandung 5 mg per 1 ml, berarti
dosis yang tersedia adalah 5 mg dalam sediaan 1 ml. Rumus diaplikasikan sebagai
berikut:

2,5 mg
x 1 ml=volume yang akan diberikan dalam mililiter
5 mg

Untuk menyederhanakan pecahan, bagi pembilang dan penyebut dengan 2,5:

1
x 1 ml=0,5 ml untuk diberikan
2
Contoh lain memperlihatkan bagaimana rumus terse but diaplikasikan untuk dosis
obat solid. Dokter memro gramkan digoxin 0,125 mg PO (per oral). Obat tersedia
dalam tablet yang mengandung 0,25 mg.

0,125 mg
x 1 tablet =Jumlah tablet yang akan diberikan
0,250 mg

Pecahan 0,125/0,250 setara dengan 2 atau 0,5. Oleh karena itu: 0,5 x 1 tablet = 0,5
atau setengah tablet yang akan diberikan.

Banyak tablet tersedia berbentuk biji (scores), atau lekukan (indentations), yang
membelah bagian tengah. obat. Sebuah tablet berbentuk biji mudah dibelah untuk
menghasilkan dosis yang perlu dibelah. Perawat tidak boleh pernah berusaha
memperkirakan jumlah obat dalam tablet yang hancur dan tidak lagi berbentuk biji
karena hal ini berisiko perawat memberikan obat dalam dosis yang sangat rendah atau
terlalu tinggi.

Obat cair seringkali tersedia dalam volume lebih dari 1 ml. Pada situasi ini, rumus
tetap dapat digunakan. Contoh, instruksi obat adalah "suspensi eritromisin 250 mg
PO." Farmasi memberikan botol berukuran 100 ml dan pada label tertera, "5 ml
mengandung 125 mg eritromisin."

250 mg
x 5 ml=Volume yang akan diberikan
125 mg

Pecahan 250/125 setara dengan 2. Dengan demikian: 2x 5 ml = 10 ml untuk diberikan

Pada situasi ini perawat tidak menggunakan volume total obat yang tersedia dalam
botol,melainkan menggu nakan nilai dosis yang tertera pada label. Apabila perawat
mengkalkulasi berdasarkan 100 ml yang tersedia, kesa lahan berikut akan terjadi:
¿ 250 mg
x 100 ml=200 ml yang akan diberikan
125 mg

Berdasarkan kalkulasi ini klien akan menerima dosis 20 kali lebih besar dari yang
diinginkan. Perawat harus selalu memeriksa kembali kalkulasi tersebut atau menge
ceknya bersama profesional lain, jika jawaban tampak tidak masuk akal. (Potter &
Perry, 2005)

5) Dosis Pediatrik

(Potter & Perry, 2005) Menghitung dosis obat seorang anak memerlukan perhatian
khusus. Seorang anak tidak mampu memetabolisasi banyak obat semudah orang
dewasa. Karena ukuran tubuh anak lebih kecil, dosis obat yang diberikan juga harus
lebih rendah. Pada kebanyakan kasus dokter menghitung dosis yang aman untuk anak
sebelum memprogramkan obat. Namun perawat harus mengetahui rumus yang
digunakan untuk menghitung dosis pediatrik dan memeriksa kembali semua dosis
sebelum obat diberikan. Kebanyakan refe rensi obat memuat daftar rentang normal
obat pediatrik.

Metode perhitungan obat pediatrik yang paling akurat didasarkan pada area
permukaan tubuh. Area permukaan tubuh diperkirakan berdasarkan berat tubuh.
Nomogram standar, atau grafik, menggambarkan area permukaan tubuh berdasarkan
berat badan dan usia rata-rata (Gambar 35-3). Rumus tersebut merupakan rasio area
permukaan tubuh anak dibandingkan dengan area permukaan tubuh rata-rata orang
dewasa (1,7 meter persegi atau 1,7 m²).

Area permukaan tubuh anak


Dosis anak= x dosis dewasa normal
1,7 m ²

Contoh, seorang dokter memprogramkan ampisilin untuk seorang anak dengan berat
12 kg, tetapi dosis tung gal normal dewasa adalah 250 mg. Grafik nomogram
menunjukkan bahwa seorang anak dengan berat 12 kg memiliki permukaan tubuh
seluas 0,54 m².

0,54
Dosis anak= x 250 mg
1,7

Satuan m² dihapus dan dapat diabaikan.

0,54
Dosis anak= x 250 mg
1,7

Dosis anak = 0,3 x 250 mg = 75 mg

DOSIS OBAT
Dosis obat merupakan takaran jumlah obat yang dapat menghasilkan efek terapi pada
fungsi tubuh yang terkena gangguan. Dosis obat haruslah tepat dengan tingkat
keparahan serta kondisi pasien, jika dosis berlebihan efek yang ditimbulkan obat akan
berubah menjadi efek toksik, sedangkan jika dosis terlalu kecil, obat tidak akan
efektif. Oleh karena itu, perhitungan dosis harus didasari dengan pertimbangan usia,
berat badan, dan lain-lain. Berikut ini adalah pengelompokan perhitungan dosis obat
berdasarkan usia (Nuryati, 2017).
Nuryati. 2017. Farmakologi rekam medis dan informasi kesehatan (rmik). Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan

Menurut Nuryati, 2017 .Dosis untuk anak diperhitungkan dari dosis orang dewasa
(DD) dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut.
1. Berdasarkan umur pasien
Rumus Fried untuk Anak < 2 tahun:
Dosis Anak (DA) = umur anak dalam bulan x DD
150

Rumus Young untuk Anak < 12 tahun:


DA = umur anak dalam tahun (n) x DD
N + 12
Rumus Dilling untuk anak < 15 tahun
DA = umur anak dalam tahun (n) x DD
20

Rumus Clark untuk anak > 2 tahun


DA = berat dalam ukuran pound x DD
150
2. Berdasarkan berat badan pasien
Perhitungan dosis obat berdasarkan berat badan sebenarnya paling ideal
karena sesuai dengan kondisi pasien dibandingkan perhitungan berdasarkan umur
yang tidak sesuai dengan berat badan pasien (Suprapti, 2016).
Rumus perhitungan dosis obat berdasarkan berat badan
Dosis obat = Berat badan pasien x dosis obat/kg berat badan pasien

Contoh soal:
Hitung berapa dosis 1 x pakai dan dosis sehari cefadroksil, untuk bayi yang berusia 10
bulan dengan berat badan 8 kg, jika diketahui dosis cefadroksil dalam sehari = 25
mg/kg dalam dosis bagi. Berapa dosis cefadroksil untuk sekali pakai, bila jumlah
pemakaian cefadroksil dalam sehari 2 x pakai.
Jawab:
Dosis sehari Cefadroksil = 8 kg x 25 mg/ kg = 200 mg.

Dosis cefadroksil sekali pakai = 200 mg : 2 = 100 mg.

Suprapti, T. 2016. Fraktikum farmasetika dasar. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan

3. Berdasarkan luas permukaan tubuh (Body surface area)

Dengan menggunakan rumus.:

Luas Permukaan Tubuh (m2) = √Tinggi x Berat badan

Dosis anak = Luas Permukaan Tubuh (m2 ) X dosis dewasa

1,73 m2 = luas permukaan tubuh orang dewasa rata-rata

Contoh soal:
seorang pasien anak dengan tinggi badan 130 cm, dengan bobot 35 kg, umur 6 tahun
mendapat injeksi odansetron, berapa mg odansetron yang dapat diberikan kepada
anak tersebut jika diketahui dosis odansetron orang dewasa dengan luas permukaan
tubuh orang dewasa rata- rata = 1,73 m2 sebesar adalah 8 mg untuk setiap kali
penyuntikan.
Jawab:
Luas permukaan tubuh anak (m2 ) = √(130 x 35)/3600 = 1,124 m2
Dosis odansetron untuk anak dengan luas perkaan tubuhnya 1,124 m2
(1,124 m2)/(1,73 m2) x 8 mg = 5, 197 mg

10. Tanggung jawab perawat

a) Epidural. Obat diberikan di dalam ruang epidural via kateter yang telah dipasang oleh
perawat anestesi atau ahli anestesi. Teknik pemberian obat ini paling sering digunakan untuk
memberikan analgesik pascaoperasi (lihat Bab 43). Perawat yang telah mendapat pelatihan
khusus dapat mem berikan obat dalam bentuk bolus (lihat Prosedur 35-6) atau melalui infus
kontinu.
b) Intratekal. Obat intratekal diberikan melalui se buah kateter yang telah dipasang ke dalam
ruang subaraknoid atau ke dalam salah satu ventrikel otak. Pemberian intratekal seringkali
berhubungan dengan pemberian obat jangka panjang melalui kateter yang dipasang melalui
pembedahan. Di banyak institusi dokter biasanya memasukkan obat ke dalam kateter
intratekal. Namun, perawat yang mendapat pelatihan khusus juga dapat melakukan hal ini.
c) Intraoseosa. Metode pemberian obat ini dilaku kan dengan memasukkan obat langsung ke
dalam sumsum tulang. Metode ini paling sering diguna kan pada bayi dan todler yang akses
pembuluh darahnya buruk. Metode ini paling sering diguna kan pada kondisi kedaruratan dan
akses IV tidak mungkin dilakukan. Dokter menginsersi jarum intraoseosa ke dalam tulang,
biasanya ke tibia, sehingga perawat dapat memberikan obat.
d) Intraperitoneal. Obat diberikan ke dalam rongga peritoneum. Di sini obat diabsorpsi ke
dalam sirkulasi. Kemoterapi dan antibiotik biasanya di berikan dengan cara ini. Salah satu
metode dialisis juga menggunakan rute peritoneum untuk memin dahkan cairan, elektrolit,
dan produk limbah. Perawat onkologi biasanya memasukkan obat kemoterapi ke dalam
rongga peritoneum. Perawat umum seringkali berinisiatif mengajari klien cara menatalaksana
dialisis peritoneum.
e) Intrapleura. Obat diberikan melalui dinding dada dan langsung ke dalam ruang pleura.
Obat dima sukkan melalui sebuah injeksi atau selang dada yang diinsersi oleh dokter.
Kemoterapi adalah obat yang paling sering diberikan melalui metode ini. Dokter juga
memasukkan obat yang membantu mengatasi efusi pleura persisten. Tindakan ini disebut
pleuradesis. Teknik ini membuat pleura viseral dan parietal semakin melekat. Dewasa ini
semakin banyak indikasi yang lebih baru untuk penggunaan metode ini. Salah satu indikasi
terse but ialah memasukkan agens analgesik melalui kateter intrapleura yang dirancang
khusus (Martin dan Mehery, 1994).
f) Intraarteri. Pada metode ini obat dimasukkan langsung ke dalam arteri, Infusi intraarteri
umum dilakukan pada klien yang di dalam arterinya ter dapat bekuan. Perawat akan mengatur
pemasukan agens penghancur bekuan melalui infus kontinu. Perawat harus dengan cermat
memantau integritas infusi ini mencegah sistem tersebut putus akibat kurang hati-hati dan
perdarahan setelah itu. Metode lain pemberian obat yang terbatas hanya dapat dilakukan
dokter ialah intrakardiak, injeksi obat lang sung ke dalam jaringan jantung dan intraartikular,
injeksi obat ke dalam sebuah sendi. (Potter & Perry, 2005)

11. Prinsip Enam Benar Pemberian Obat


1. Benar pasien
Dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien, seperti menanyakan namanya, cek papan
identitas di tempat tidur, dan gelang identitas (Lestari, 2016).
2. Benar obat
Baca dengan benar label dan kandungan obatnya. Telitilah dalam pemeriksaan nama obat,
konsentrasi, cara pemberian dan tanggal kadaluwarsanya(Lestari, 2016).
3. Benar dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker, sebelum dilanjutkan ke
pasien.Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar pengetahuan
mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa
oleh perawat lain. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi(Lestari,
2016).
4. Benar rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat
diberikan melalui oral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi (Lestari, 2016).
5. Benar waktu
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis obat
harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari seperti b.i.d (dua kali sehari), t.i.d (tiga kali
sehari), q.i.d (empat kali sehari), atau q6h (setiap 6 jam), sehingga kadar obat dalam plasma
dapat dipertahankan (Lestari, 2016).
6. Benar dokumentasi
Dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan perawatan pasien sebagai indikator
kualitas pelayanan kesehatan, sumber data untuk penelitian bagi pengembangan ilmu
keperawatan, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggunggugatan pelaksanaan
asuhan. Menurut Carpenito (1998) Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan
penulisan dan pencatatan yang dilakukan oleh perawat tentang informasi kesehatan klien
termasuk data pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan
(Lestari, 2016).

Daftar Pustaka
Astuti ED, Nardina EA, Sari MHN, et al. Farmakologi Dalam Bidang Kebidanan. Yayasan
Kita Menulis; 2021. https://books.google.co.id/books?id=mBQ7EAAAQBAJ
Lestari, S. (2016). Farmakologi Dalam Keperawatan. Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan.
MN, S. L. (2016). Farmakologi Dalam Keperawatan. In Modul Dalam Keperawatan. Badan
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan.
Nuryati. (2017). Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK). Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. pusat pendidikan sumber daya manusia kesehatan.
Nuryati. (2017). Farmakologi rekam medis dan informasi kesehatan (rmik). Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik. Jakarta.EGC.
Potter, P., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, dan Praktik)
(4 ed., Vol. 1). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Su Suprapti, T. 2016. Fraktikum farmasetika dasar. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan

ryani, I. S., Amalia, N. R., & Jamil, M. U. (2020). Keterampilan Klinik Praktik Kebidanan
II. Jawa Barat: Edu Publisher.

Anda mungkin juga menyukai