Anda di halaman 1dari 79

SKRIPSI

PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN


RAKYAT DAERAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2017-2019
DALAM MENGAJUKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

RENNY YUN BULLU


1702010029

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan telah dipertahankan didepan dewan penguji

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

RAFAEL R. TUPEN, SH.,M.HUM DAVID Y. MEYNERS, SH.,MH


NIP : 19640420 199203 1 001 NIP : 19600304 198803 1 001

MENGESAHKAN

KETUA BAGIAN HUKUM TATA NEGARA

HERNIMUS RATU UDJU, SH.,MH


NIP : 19610428 198901 1 001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diterima dan dipertanggungjawabkan di depan dewan penguji yang


diselenggarakan pada:

Hari/tanggal : Senin, 10 Mei 2021

Tempat : Ruang bagian Hukum Tata Negara

Pukul : 14.00

Dinyatakan : LULUS

Predikat : Dengan Pujian

KETUA/DEKAN

(.............................................) Dr. Reny R. Masu, SH.,MH


NIP : 19630203 199003 2 002

SEKERTARIS/PEMBANTU DEKAN I

(.............................................) Dr. Jeffry A. Ch. Likadja, SH.,MH


NIP : 19770912 200604 1 002

KEPALA BAGIAN HUKUM TATA NEGARA

(.............................................) Hernimus Ratu Ujdu, SH.,MH


NIP : 19610428 198901 1 001

PENGUJI UTAMA

(.............................................) Hernimus Ratu Ujdu, SH.,MH


NIP : 19610428 198901 1 001

PENGUJI I

(.............................................) Rafael R. Tupen, SH,.M.Hum


NIP : 19640420 199203 1 001

PENGUJI II

(.............................................) David Y. Meyners, SH.,MH


NIP : 19600304 198803 1 001

iii
MOTO

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan


bertekunlah dalam doa!

(Roma 12:12)

iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk

1. Tuhan Yesus Kristus penolong dan pembimbing dalam setiap perjalanan


hidup saya dan inspirasi penulisan Skripsi ini.
2. Ayahanda tercinta Stefanus Bullu dan ibunda Yublina M. Bullu-Rokko
yang selalu mendukung penulis dalam doa serta materi sehingga penulis
dapat menyelesaikan Skripsi ini.
3. Kakak tersayang Rohgers Bullu, Rendy Bullu, Revy Bullu dan adik
tersayang Rialdy Bullu yang selalu memberi dukungan dan motivasi bagi
penulis dalam penulisan Skripsi ini.
4. Saudara terkasih Lesny Bullu-Manek, Mesra Bullu-Mandala, serta para
keponakan Karina Bullu, Keyla Bullu, Skynora Bullu, dan Travis Bullu
yang selalu memberi dukungan dan motivasi bagi penulis dalam penulisan
Skripsi ini.
5. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat dan kemurahannya, sehingga proses penulisan skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tulisan ini sangat sederhana dengan judul “PELAKSANAAN
FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2017-2019 DALAM MENGAJUKAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH”
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,

bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan

ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Bapak Rektor bersama para Wakil Rektor serta seluruh tenaga akademik

Universitas Nusa Cendana Kupang yang telah memberi kesempatan bagi

penulis untuk menuntut ilmu di lembaga ini.

2. Ibu Dekan Dr. Reny R. Masu,SH.,MH, Wakil Dekan I Dr. Jeffry A. Ch.

Leikadja, SH.,MH, Wakil Dekan II Dr. Saryono Yohanes, SH.,MH, Wakil

Dekan III Debby F. Ng. Fallo, SH.,M.Hum dan Bapak Ketua Bagian Hukum

Tata Negara Hernimus Ratu Udju, SH.,MH yang dengan dedikasi tinggi

membina, mengarahkan dan menyediakan fasilitas pendidikan yang

diperlukan sehingga proses belajar mengajar dapat penulis ikuti dengan baik.

3. Ibu Dr. Orpa G. Manuain, SH.,MH, selaku Dosen Penasehat Akademik yang

selalu sabar dan tulus mendampingi dan membimbing penulis mengikuti

pendidikan formal serta menyelesaikan skripsi ini.

vi
4. Bapak Rafael R. Tupen, SH.,M.Hum selaku dosen pembimbing I dan Bapak

David Y. Meyners, SH.,MH selaku dosen pembimbing II yang penuh

kesabaran dan cinta kasih memperhatikan, mengarahkan, menegur dan

memperbaiki sifat, sikap serta mental penulis dan juga membantu penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Hernimus Ratu Udju, SH.,MH selaku penguji utama yang telah dengan

tulus menguji dan memberikan masukkan dalam perbaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta tenaga kependidikan Fakultas Hukum Universitas

Nusa Cendana Kupang yang memberikan kemudahan bagi penulis baik moril

maupun materil.

7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao dan Bagian Hukum

dan Perundang-Undangan Kabupaten Rote Ndao yang telah membantu penulis

dalam proses pengumpulan data skripsi ini.

8. Orang tua tercinta, papi Stefanus Bullu dan mami Yublina M. Bullu-Rokko

yang selalu mendukung penulis dengan penuh cinta kasih dan do’a untuk

menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak dan adik tercinta, Rohgers Bullu, Rendy Bullu, Revy Bullu dan Rialdy

Bullu yang selalu mendukung penulis dengan penuh cinta kasih dan do’a

untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Saudara-saudara tercinta, Lesni Bullu-Manek, Mesra Bullu-Mandala, Karina

Bullu, Keyla Bullu, Skynora Bullu dan Travis Bullu yang selalu mendukung

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

vii
11. Teman putih abu-abu terkasih, Yuni Ndamalero, Septian K. Malik, Dedeston

Benu, William R. Patty, Joshua Missa, Marwan Husin, Hetglen Palabuan dan

William Tobe yang selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini.

12. Teman-teman Focus grup discusion terkasih, Fanny Penu, Rinny Kana,

Sinthya Daniel, Soraya Eoh, Sandra Seubelan dan Hanny Yunatan yang selalu

mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-Teman Kelas H yang telah memberikan dukungan kepada penulis

menyelesaikan skripsi ini.

14. Rekan-rekan se-angkatan FHUNC-Q’17 yang senantiasa memberikan support

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari yang

diharapkan. Sumbangan saran serta kritik yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan untuk menyempurnakan tulisan ini.

Kupang, Mei 2021

Renny Yun Bullu

viii
ABSTRAK

Renny Y. Bullu: Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Kabupaten Rote Ndao Tahun 2017-2019 dalam Mengajukan Rancangan Peraturan
Daerah. Yang dibimbing oleh Rafael R. Tupen SH.,M.Hum dan David Y.
Meyners, SH.,MH.
Rumusan masalah pokok yang dirumuskan bahwa Seberapa jauh
Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote
Ndao dalam Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan Faktor Penghambat
Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewaan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote
Ndao dalam Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah.
Adapun yang menjadi tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetaui
dan menganalisis seberapa jauh Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewaan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam Mengajukan Rancangan Peraturan
Daerah dan apa saja Faktor Penghambat Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewaan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam Mengajukan Rancangan
Peraturan Daerah. Guna menjawab permasalahan tersebut, maka dilakukan
penelitian dengan menggunakan metode analisis yurudis deskriptif kuantitatif
yakni dengan cara menjelaskan atau menguraikan data yang diperoleh dengan
memberikan penafsiran yang logis dan benar sesuai dengan fakta yanag ada dan
atau serta kaidah hukum yang erat kaitannya dalam penelitian ini. Maka,
penelitian ini merupakan penelitian yang bersumber pada data data primer dan
sekunder dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris.
Hasil penelitian ini bahwa dalam melaksanakan fungsi legislasinya pada
pembentukan peraturan daerah, DPRD Kabupaten Rote Ndao dinilai masih
kurang optimal, karena meskipun ada raperda atas usul inisiatif DPRD setiap
tahunnya namun akhirnya yang disahkan menjadi perda dalam tahun 2017-2019
hanya satu usul inisiatif DPRD saja yang dikeluarkan di tahun 2019. Faktor yang
menghambat pelaksanaan fungsi legislasi dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten Rote Ndao adalah sumber daya manusia, anggaran, politik dan
lemahnya dukungan masyarakat.
Dari penelitian yang sudah dilakukan maka penulis memberi saran terkait
masalah tersebut adalah anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao diharapkan lebih
kritis dalam memberikan usulan untuk berbagai kepentingan umum dan
kepentingan masyarakat yang diwakilkannya, juga perlunya harmonisasi antara
pemerintah daerah dan DPRD agar dalam hal perubahan regulasi dari pemerintah
pusat yang bersifat continue tidak menyebabkan banyak penyesuaian antara
pemerintah dan DPRD.
Kata kunci: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Fungsi Legislasi, Rancangan
Peraturan Daerah.

ix
ABSTRACT

Renny Y. Bullu: Implementation of the Legislative Function of the Regional


People's Representative Council of Rote Ndao Regency in 2017-2019 in
Submitting a Draft Regional Regulation. Supervised by Rafael R. Tupen SH.,
M.Hum and David Y. Meyners, SH., MH.
The formulation of the main problem that is formulated is the extent to which
the Legislative Function of the Regional Representative Council of Rote Ndao
Regency is carried out in Proposing the Draft Regional Regulation and the
Inhibiting Factors for the Implementation of the Legislation Function of the
Regional Representatives of the Rote Ndao Regency Regional People's
Representative Council in Submitting the Draft Regional Regulation.
As for the purpose of this study is to find out and analyze how far the
Legislation Function of the Rote Ndao Regional Representatives Council in
Proposing the Draft Regional Regulation and what are the Inhibiting Factors for
the Implementation of the Legislation Function of the Regional Representatives of
Rote Ndao Regency in Proposing the Draft Regional Regulation In order to
answer this problem, research was carried out using the quantitative descriptive
juridical analysis method, namely by explaining or describing the data obtained
by providing a logical and correct interpretation in accordance with the existing
facts and / or legal principles that are closely related to this research. So, this
research is a research that is based on primary and secondary data using an
empirical juridical approach.
The results of this study show that in carrying out its legislative function in
the formation of regional regulations, the Rote Ndao Regency DPRD is still
considered less than optimal, because even though there is a draft regional
regulation on the initiative of the DPRD every year but in the end it is passed into
a regional regulation in 2017-2019 only one DPRD initiative proposal is issued in
2019. Factors that hinder the implementation of the legislative function of the
Rote Ndao Regency Regional People's Representative Council are human
resources, budget, politics and weak community support.
From the research that has been done, the authors provide suggestions
related to this problem, it is hoped that members of the Rote Ndao Regency DPRD
are expected to be more critical in providing suggestions for various public
interests and the interests of the people they represent, as well as the need for
harmonization between the local government and the DPRD so that in terms of
regulatory changes from the central government which is continued does not
cause much adjustment between the government and the DPRD.
Keyword: Regional People's Representative Council, Legislation Function,Draft
Regional Regulation.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii

MOTO ................................................................................................................... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ...................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi

ABSTRAK ................................................................................................................... ix

ABSTRACT ................................................................................................................. x

DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
E. Metode Penelitian .............................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah ................................................................................................ 13
B. Pemerintahan Daerah ........................................................................................ 15
C. Peraturan Daerah ............................................................................................... 22
D. Pengertian dan Pelaksanaan Fungsi Legislasi ................................................... 32
E. Bentuk Produk Legislasi Daerah ....................................................................... 35
F. Faktor Kinerja legislatif ..................................................................................... 37
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2017-2019
1. Rancangan Peraturan daerah Hasil Inisiatif DPRD
Kabupaten Rote Ndao ................................................................................. 42
2. Rancangan peraturan Daerah yang Menjadi Peraturan
Daerah Hasil Inisiatif DPRD Kabupaten Rote Ndao ................................. 51

xi
B. FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ROTE
NDAO DALAM MENGAJUKAN RANCANGAN PERATURAN
DAERAH
1. Faktor Internal .............................................................................................. 56
2. Faktor Eksternal ........................................................................................... 59
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 63
B. Saran ................................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 65

LAMPIRAN

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam

Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara

Kesatuan yang berbentuk Republik. Ketentuan ini menjelaskan bahwa negara

Republik Indonesia dibangun dalam kerangka negara kesatuan. Dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat memberikan otonomi yang seluas-

luasnya kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya

sendiri dan diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat dengan tidak terlepas dari bingkai negara kesatuan Republik

Indonesia.

Tujuan otonomi daerah pada hakikatnya adalah sebagai perwujudan dari

desentralisasi telah memberikan kewenangannya kepada daerah untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri yang diberikan oleh

pemerintah pusat kepada daerah.1 Asas otonom dan tugas pembantuan ini

juga bertujuan untuk memercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Dengan adanya kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

1
Kumulo, Tjahjo. Integrasi Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah. PT.Kompas
Media Nusantarta; Jakarta, 2017, hlm 17.
Pemerintahan Daerah, maka mengharuskan pemerintahan di daerah

membentuk regulasi-regulasi dalam upaya melaksanakan roda pemerintahan

di daerah yaitu dengan melahirkan peraturan daerah (perda) dengan alasan

bahwa pemerintah daerah yang lebih mengetahui keadaan dan kondisi

daerahnya.

Kewenangan Pemerintahan Daerah dalam membentuk peraturan daerah

mempunyai legitimasi secara yuridis formal dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan

bahwa “Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan.” Di samping itu, Pasal 242 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa

“Rancangan peraturan daerah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala

Daerah disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk

ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.” Selain itu, Pasal 317 dan 366 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang

menyatakan bahwa “DPRD mempunyai wewenang dan tugas dalam

membentuk peraturan daerah, membahas dan menyetujui rancangan peraturan

daerah (raperda) bersama dengan Kepala Daerah.”

Pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

2
Kesatuan Republik Indonesia.2 Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang susunannya

mencerminkan perwakilan seluruh rakyat daerah dan komposisi serta

anggotanya adalah mereka yang telah diambil sumpah serta dilantik dengan

Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sesuai dengan hasil

pemilu maupun pengangkatan.3 Pelaksanaan otonomi daerah oleh Pemerintah

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus dilaksanakan sesuai

dengan fungsi masing-masing. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa

otonomi daerah sebagai tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara

membagi wewenang, tugas dan tanggungjawab mengatur dan mengurusi

urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Tugas, wewenang dan fungsi

DPRD lebih dimaksimalkan lagi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang jelas mengatur bahwa

tugas dan wewenang DPRD Provinsi, Kabupaten dan/atau Kota.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai bagian dari penyelenggara

pemerintahan daerah haruslah turut serta menjadi bagian dalam perwujudan

pemerintahan yang baik dengan upaya meningkatkan peran dan fungsinya

dalam pemerintahan yaitu dalam melaksanakan kebijakan pembuatan

peraturan daerah. Peran Dewan Perwakilan Rakyat dalam pemerintahan

sangat besar karena merupakan lembaga legislatif daerah yang berfungsi

sebagai salah satu lembaga penyalur aspirasi masyarakat daerah.

2
Syarief, Pipin. Jubaedah, Dedah. Ilmu Perundang-Undangan. CV.Pustaka Setia. Bandung,
2012, hlm 66.
3
Siswanto, Sunarno. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta, 2008,
hlm 66.

3
Salah satu fungsi DPRD yang sangat fundamental dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah adalah fungsi legislasi. Untuk

melaksanakan fungsi legislasi DPRD diberi bermacam-macam hak yang salah

satunya ialah, “hak mengajukan rancangan peraturan daerah dan hak

mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah” Fungsi ini

merupakan fungsi paling dominan dan berpengaruh karena melalui fungsi ini

maka DPRD dapat mempengaruhi seluruh aspek yang ada di daerahnya.

Pelaksanan fungsi legislasi itu sendiri tidak hanya pembentukan peraturan

daerah yang pro rakyat tetapi termasuk juga fungsi pengawasan yang

dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap operasionalisasi suatu

peraturan daerah, apakah pemerintah kabupaten telah melaksanakan

fungsinya sebagaimana diharapkan atau tidak. Fungsi ini bahkan sering

disebut sebagai inti lembaga perwakilan yakni sebagai badan pembentuk

undang-undang. Secara normatif, fungsi legislasi ini memberikan

kewenangan yang besar kepada DPRD dalam melaksanakan perannya

sebagai pembentuk peraturan daerah, sehingga masyarakat sangat

mengharapkan menguatnya peran DPRD. Namun dalam realitas pelaksanaan

di kabupaten Rote Ndao, kondisi tersebut memperlihatkan kuatnya dominasi

eksekutif (pemerintah daerah) terutama Bupati sebagai pimpinan eksekutif.

Berkaitan dengan masalah di atas, sangat penting untuk meneliti

Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena

itu penulis tertarik untuk mengkaji mengenai, “Pelaksanaan Fungsi

4
Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao

Tahun 2017-2019 Dalam Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah”.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Seberapa jauh Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam Mengajukan Rancangan Peraturan

Daerah?

2. Apa sajakah Faktor Penghambat Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewaan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam Mengajukan

Rancangan Peraturan Daerah?

C. KEASLIAN PENELITIAN

Terkait dengan penelitian ini, terdapat penelitian terdahulu yang

cukup relevan dengan penelitian ini, yaitu: skripsi Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang.

Triwahyuningsih (2019). Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dalam Melaksanakan Fungsi Legislasi di Kaabupaten Alor ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Inti

dari penelitian ini adalah pelaksanaan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Alor dalam melaksanakan fungsi legislasi belum

terlaksanakan dengan maksimal, dilihat dari inisiatif Peraturan Daerah yang

dikeluarkan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Alor. Dalam hal ini yang

perlu diperhatikan adalah pembentukan Panitia Legislasi yang lebih

memahami kinerjanya selaku badan pembuat Peraturan Daerah, koordinasi

yang lebih intens dengan pihak eksekutif dalam artian untuk mengetahui apa

5
saja yang diperlukan sehingga dapat dimanifestasikan dalam bentuk Peraturan

Daerah, perekrutan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

kabupaten Alor yang dilakukan oleh Partai Politik harus didasarkan pada

kualitas dan latar belakang pendidikan formal sehingga para anggota tidak

mengalami kesulitan dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya termasuk fungsi

legislasi, dan sarana prasarana yang harus diperhaikan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Alor karena membantu dalam

pembuatan Peraturan Daerah serta penyerapan aspirasi masyarakat dapat

berlangsung secara cepat dan efektif.4

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah dalam

penelitian sebelmunya lebih memfokuskan pada peningkatan kinerja anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan sarana prasarana sebagai alat

pembantuan dalam pembuatan Peraturan Daerah serta penyerapan aspirasi

masyarakat. Sedangan dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada fugsi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pelaksanaan fungsi legislasi dewan

perwakilan rakyat daerah Kabupaten Rote Ndao dalam mengajukan

rancangan peraturan daerah serta faktor penghambat pelaksanaan fungsi

legislasi dewan perwakilan rakyat daerah Kabupaten Rote Ndao dalam

mengajukan rancangan peraturan daerah.

4
Triwahyuningsih (2019). Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Melaksanakan
Fungsi Legislasi di Kaabupaten Alor di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Nusa
Cendana Kupang.

6
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetaui dan menganalisis seberapa jauh Pelaksanaan

Fungsi Legislasi Dewaan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Rote Ndao dalam Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah.

b) Untuk mengetahui Faktor Penghambat Pelaksanaan Fungsi Legislasi

Dewaan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam

Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah.

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Teoretis

Dapat memberikan sumbangsi pemikiran bagi pengembangan Ilmu

pengetahuan di Bidang Hukum Tata Negara, kususnya bagi hukum

Pemerintahan Daerah.

b) Manfaat Praktis

1. Sebagai salah satu referensi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Rote Ndao dalam pelaksanaan fungsi legislasi dalam

mengajukan rancangan peraturan daerah.

2. Sebagai bahan masukan bagi warga masyarakat untuk lebih

peka dan terlibat aktif dalam pengawasan setiap proses

penyelenggaraan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah .

3. Sebagai referensi bagi kalangan akademisi yang berminat untuk

melanjutkan penelitian terkait hal yang sama.

7
E. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian yang dipilih dalam rangka Pelaksanaan Penelitian ini

adalah Kabupaten Rote Ndao, terutama Kantor Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao dan Kantor Bupati Rote Ndao.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini kategorikan sebagai penelitian yuridis empiris yakni

penelitian yang berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung di

lapangan mengenai pelaksanaan fungsi legislasi Dewan pewakilan

Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao.

3. Aspek Penelitian

a) Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Rote Ndao dalam Mengajukan Rancangan Peraturaan

Daerah yang Meliputi:

1) Rancangan Peraturan Daerah Hasil Inisiatif DPRD Kabupaten

Rote Ndao.

2) Rancangan Peraturan Daerah yang Menjadi Peraturan Daerah

Hasil Inisiatif DPRD Kabupaten Rote Ndao.

b) Faktor Penghambat Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao dalam Mengajukan Rancangan

Peraturaan Daerah yang Meliputi:

1) Faktor Internal

- Sumber daya manusia

- Anggaran

8
2) Faktor Eksternal

- Politik

- Lemahnya dukungan masyarakat

4. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a) Pendekatan Perundang-undangan, yang dilakukan dengan cara

mempelajari segi hukum melalui perundang-undangan yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b) Pendekatan Konseptual, yang dilakukan dengan cara mempelajari

bahan pustaka yang dikonsepkan berupa buku-buku, tulisan, artikel

dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Jenis dan Sumber Data

1) Jenis Data

a) Data primer, yaitu semua jenis data yang belum tertata secara

sistematis atau tercatat secara baik karena masih berada ditengah

masyarakat atau institusi yang menjadi obyek penelitian.

b) Data sekunder, yakni semua data yang telah tersedia di berbagai

institusi atau perpustakaan.

2) Sumber Data

a) Data primer, yaitu bersumber dari responden dan informasi yang

diperoleh dari lokasi penelitian.

b) Data sekunder, yaitu bersumber dari:

9
1. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-

undangan, dokumen hukum, dan laporan penelitian hukum.

2. Bahan hukum sekunder berupa bahan yang menjelaskan

bajan hukum primer, berupa buku dan literatur

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang

memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, berupa: kamus-kamus hukum,

internet atau jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

6. Populasi, Sampel dan Responden

1) Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao.

2) Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan

menggunakan cara-cara tertentu.

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

pengambilan sampel berupa Propotional Purposive Sampling, yaitu

dalam menentukan sampel sesuai dengan wewenang atau kedudukan

sampel yang dianggap telah mewakili dengan masalah yang hendak

diteliti.

3) Responden/Informan

Responden dalam penelitian ini adalah:

Ketua DPRD Kabupaten Rote Ndao : 1 orang

10
Sekretaris Dewan Kabupaten Rote Ndao : 1 orang

Ketua Badan Pembentuk Perda Kabupaten Rote Ndao : 1 orang

Kepala Bagian Hukum dan Perundang-Undangan

Kabupaten Rote Ndao : 1 orang

Anggota Legislatif DPRD Kabupaten Rote Ndao : 5 orang

Jumlah : 9 orang

7. Teknik Pengumpulan Data

1) Teknik wawancara

Adalah kegiatan pengumpulan data primer yang bersumber langsung

dari responden penelitian di lapangan.

2) Teknik observasi

Observasi merupakan kegiatan menghimpun data penelitian melalui

pengamatan dan pengindraan .

3) Studi Kepustakaan/Dokumen

Merupakan cara pengumpulan data bermacam-macam material yang

terdapat di ruang kepustakaan, seperti buku-buku, naskah, dokumen

dan sebagainya yang relevan dengan penelitian.

8. Pengolahan Data

1) Editing, yakni memeriksa kesalahan-kesalahan data yang dieroleh

agar diertanggungjawabkan.

2) Pengelolahan data yang diberi contreng pada setiap data yang

mempunyai karakter yang sama.

11
3) Tabulasi dalam hal penyederhanaan analisis dalam betuk tabel

sederhana.

4) Verifikasi data dengan melakukan pemeriksaan kembali atas

kebenaran data yang telah di tabulasi.

9. Analisis Data

Semua Data yang telah diolah kemudian di analisis secara yurudis

deskriptif kuantitatif yakni dengan cara menjelaskan atau menguraikan

data yang diperoleh dengan memberikan penafsiran yang logis dan benar

sesuai dengan fakta yanag ada dan atau serta kaidah hukum yang erat

kaitannya dalam penelitian ini.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Otonomi Daerah

Otonomi daerah (autonomy) berasal dari bahasa Yunani, yang berarti

Encyclopedia 0f Social Science, otonomi dalam pengertian dan orisinal

adalah The legal self of sufficiency of cical body and in actual independence.

Dalam kaitannya dengan dengan politik dan pemerintahan, otonomi daerah

bersifat self government atau the coundition of living under one’s own laws.

Jadi otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self suffency yang

bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own law, oleh karena itu

otonomi daerah lebih menitik beratkan pada aspirasi daripada kondisi.5

Menurut Suparmoko, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.6

Proses peralihan sistem dari sentralisasi ke sistem desentralisasi adalah

penyerahan urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah yang bersifat

operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintah. Desentralisasi sering

disamakan dengan otonomi daerah, karena biarpun secara teori terisah namun

dalam praktik keduanya sukar dipisahkan. Desentralisasi pada dasarnya

mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara,

sedangkan otonomi daerah menyangkut hak yang mengikuti. Tujuan otonomi

5
Sudrajat, Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik. Nuansa. Bandung, 2012. Hlm 109.
6
Suparmoko. Ekonomi publik untuk keuangan dan pembangunan daerah , Andi Yogyakarta.
Yogyakarta, 2001. Hlm.18

13
daerah adalah untuk mencapai efektifitas dan efesiensi dalam pelayanan

publik. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penyerahan urusan ini

adalah antara lain menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang,

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan meningkatkan daya saing

daerah dalam proses pertumbuhan.7

Gie menyebutkan ada beberapa alasan ideal dan filosofis

diselenggarakannya desentralisasi pada pemerintahan daerah (otonomi

daerah) ialah:

a) Mencegah penumpukan kekuasaan yang pada akhirnya menyebabkan

tirani;

b) Sebagai tindakan pendemokrasian;

c) Melatih rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih dalam

menggunakan hak-hak dalam berdemokrasi;

d) Mencapai pemerintahan yang efisien;

e) Kebijakan yang sesuai dengan daerah setempat;

f) Untuk adanya perhatian yang lebih;

g) Menjaga serta mempertahankan kultur , ciri khas suatu daerah, baik

dalam segi geografis, ekonomi, kebudayaan dan latar belakang sejarah

agar kepala daerah dapat melakukan pembangunan di daerah tersebut

secara langsung.8

7
Ibid.
8
The Liang Gie. Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, Liberty
Offset. Yogyakarta, 1995. Hlm 69.

14
B. Pemerintahan Daerah

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat

dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Pemerintah

juga dapat diartikan sebagai sistem untuk menjalankan wewenang dan

kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu

negara atau bagian-bagiannya. Pendapat lain mengemukakan bahwa

pemerintah dapat diartikan sebagai penguasa suatu negara atau badan

tertinggi yang memerintah suatu negara.9

Pemerintah adalah orang atau sekelompok orang yang memiliki

kekuasaan untuk memerintah, atau orang atau sekelompok orang yang

memberikan perintah. Pemerintah merupakan organ atau alat pelengkap jika

dilihat dalam arti sempit pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja.

Pemerintah dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu bentuk organisasi yang

bekerja dengan tugas menjalankan suatu sistem pemerintahan.10

Pemerintah adalah lebih ke arah organ suatu organisasi. Pemerintah

merupakan sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung

jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan. Pemerintah berfungsi sebagai

organ atau alat negara yang menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan.11

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pemerintahan diartikan

pertama, sebagai proses, cara, perbuatan pemerintah. Kedua, segala urusan

9
Soehino. Ilmu Negara. Liberty, Yogyakarta, 2006. Hlm. 24.
10
Kencana, Selfie. Ilmu Pemerintahan. Mandar Maju. Bandung, 2007. Hlm 35.
11
Ibid . Hlm 36.

15
yang dilakukan negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan

kepentingan negara.12

Dalam hal ini pemerintahan daerah dijalankan oleh Kepala Daerah

sebagai lembaga eksekutif dan DPRD sebagai lembaga legislatif yang saling

bersinergi secara bersama-sama. Eksekutif bersama legislatif berwenang

membuat peraturan daerah dan legislatif mempunyai kewenangan untuk

mengawasi jalannya pemerintahan yang diselenggarakan oleh eksekutif.

a. Kepala Daerah

Kepala daerah adalah seorang yang diberikan amanah atau tugas

oleh pemerintah pusat untuk menjalankan suatu pemerintahan di daerah.

Kepala daerah wilayah provinsi disebut gubernur, kepala daerah wilayah

kabupaten disebut bupati, dan kepala daerah wilayah kota disebut wali

kota.

Masa jabatan kepala daerah adalah selama 5 tahun terhitung sejak

pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatannya dalam

jabatan yang sama hanya untuk 1 kali masa jabatan. Kepala daerah

sebelum memangku jabatannya akan terlebih dahulu dilantik dengan

mengucapkan sumpah atau janji yang dipandu oleh pejabat yang

melantik.

Tugas dan wewenang utama seorang kepala daerah tersebut adalah

memimpin dan bertanggung jawab secara penuh dalam penyelenggaraan

segala sesuatu hal yang berjalan di daerah. Tugas dari kepala daerah

12
Hasan, Alwi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta, 2007. Hlm 352.

16
diatur dalam Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah,

antara lain yaitu:

1. Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama dengan DPRD;

2. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

3. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan daerah (Perda)

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan

rancangan perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta

menyusun dan menetapkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah

(RKPD);

4. Menyusun serta mengajukan rancangan Perda tentang Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD), rancangan Perda tentang

perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan

bersama;

5. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

6. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah;

7. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

17
Dalam melaksankan tugasnya, kepala daerah memiliki kewenangan yang

diatur dalam Pasal 65 Ayat (2) Undang-Undang Pemerintahan Daerah,

sebagai berikut:

1. Mengajukan rancangan Perda;

2. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

3. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;

4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat

dibutuhkan oleh daerah dan masyarakat;

5. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga

perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah13 yang memiliki fungsi pengawasan, yaitu

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan

peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah,

Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), kebijakan

pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah

dan kerjasama internasional di daerah.14

Adapun fungsi, tugas, wewenang Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, yaitu:

13
Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
14
Pasal 42 ayat (1) poin c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.

18
a. Fungsi DPRD

Esensi Pasal 18 UUD Negara Republik Indonesia 1945 beserta

penjelasan pasal tersebut, diamanatkan bahwa daerah-daerah yang

bersifat otonom diadakan Badan Perwakilan Rakya Daerah, karena

didaerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar

permusyawaratan. Arti penting dari badan perwakilan adalah

menjadi atribut demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Atas dasar prinsip normatif demikian dalam praktik

kehidupan demokrasi sebagai DPRD memiliki posisi sentral yang

biasanya tercermin dalam doktrin kedaulatan rakyat.Hal ini

didasarkan pada suatu pandangan bahwa DPRD yang dapat

mewakili rakyat dan memiliki kompetensi untuk memenuhi

kehendak rakyat.15

Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki

peran yang sangat penting dalam mewujudkan pelaksanaan

pemerintahan yang baik (good governance). Fungsi yang melekat

pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memberi kewenangan dan

tugas bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untu

menyelenggarakan pemerintahan bersama kepala daerah berdasarkan

prinsip cheks and balence.

Terkait dengan pembentukan Peraturan Daerah, DPRD

mempunyai fungsi yaitu diantaranya adalah:

15
Siswanto, Sunarno. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta,
2012. Hlm 65.

19
1) Fungsi legislasi, yaitu kewenangan pembuatan Peraturan Daerah

(Perda), yaitu menginisiasi terbentuknya Rancangan Peraturan

Daerah (Raperda) dan juga membahas dan menyetujui/menolak

Raperda yang diusulkan oleh eksekutif.

2) Fungsi anggaran, yaitu kewenangan menyetujui atau menolak

dan menetapkan RAPBD menjadi APBD, melalui proses

pembahasan Arah Kebijakan Umum, pembahasan rancangan

APBD yang diajukan oleh Kepala Daerah, dan menerapkan

Perda tentang APBD.

3) Fungsi Pengawasan merupakan kewenangan dewan untuk

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan

peraturan lainnya, pengawasan pelaksanaan APBD, mengawasi

kebijakan dan kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan

pembangunan daerah dan kerja sarna internasional di daerah.16

b. Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah telah mengatur tugas dan wewenang Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah sebagai berikut:

1) Membentuk peraturan daerah (perda) bersama kepala daerah.

2) Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan

daerah (raperda) tentang APBD yang diajukan oleh kepala

daerah.

16
Boedianto, Akmal. Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda APBD
Partisipasif. CV.Putra Media Nusantara. Surabaya, 2017. Hlm 12.

20
3) Melaksanakan pengawasan terhadap perda dalam pelaksanaan

APBD.

4) Untuk DPRD Provinsi mengusulkan pengangkatan dan

pemberhentian Gubernur kepada Presiden melalui Menteri

untuk mendapat pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian.

Sedangkan untuk DPRD kab/kota, mengusulkan pengangkatan

dan pemberhentian bupati/walikota kepada menteri melalui

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapat

pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian.

5) Memberikan pendapat dan pertibangan kepada pemerintah

daerah terhadap rancangan perjanjian internasional di daerah.

6) Memberi persetujuan terhadap kerjasama internasional yang

dilakukan oleh pemerintah daerah.

7) Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

8) Memberi persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah

lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan

daerah.

9) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalan

ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

21
C. Peraturan Daerah

1) Pengertian Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah semua peraturan yang dibuat oleh

pemerintah setempat untuk melaksanakan peraturan-peraturan lain yang

lebih tinggi derajatnya17. Oleh karena itu materi Perda secara umum

memuat antara lain:

1. Hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga daerah dan hal-hal

yang berkaitan dengan organisasi pemerintah daerah;

2. Hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan pembantuan

(Mendebewind) dengan demikian Perda merupakan produk hukum

dari pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah,

yaitu melaksanakan hak dan kewenangan untuk mengatur dan

mengurus urusan rumah tangga sendiri sekaligus juga Perda

merupakan legalitas untuk mendukung Pemerintah Provinsi sebagai

daerah otonom18.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mengatur beberapa prinsip

mengenai Perda:

1. Kepala Daerah menetapkan Perda dengan persetujuan DPRD;

17
Bagir Manan, Menyongvong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UlI, Yogyakarta, 2002, hal.
136.
18
Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Penerbit Mandar
Maju, Bandung, 1998, hal. 23.

22
2. Perda dibentuk dalam penyelenggaraan otonomi, tugas

pembantuan dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

3. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda

lain, atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

4. Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan

hukum atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda

sebanyakbanyaknya lima juta rupiah.

5. Keputusan Kepala Daerah ditetapkan untuk melaksanakan Perda.

6. Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang mengatur, dimuat

dalam lembaran daerah.

7. Perda dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai pejabat penyidik

pelanggaran Perda (PPNS Perda dan Keputusan Kepala Daerah).

Perda merupakan hasil kerja bersama antara

Gubernur/Bupati/Walikota dengan DPRD, karena itu tata cara

membentuk Perda harus ditinjau dari beberapa Unsur pemerintahan

tersebut, yaitu Unsur DPRD adalah Peraturan Daerah merupakan sutu

bentuk produk legislatif tingkat daerah, karena itu tidak dapat terlepas

dari DPRD. Keikutsertaan DPRD membentuk Perda bertalian dengan

wewenang DPRD dibidang legislatif atau yang secara tidak langsung

dapat dipergunakan sebagai penunjang fungsi legislatif, yaitu hak

penyidikan., hak inisiatif, hak amandemen, persetujuan atas

Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Unsur Partisipasi adalah

23
partisipasi dimaksudkan sebagai keikutsertaan pihak-pihak luar

DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menyusun dan membentuk

Ranperda atau Perda.19

2) Asas Pembentukan Peraturan Daerah

Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundangundangan sebagai berikut:

a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang

hendak dicapai.

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis

peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat

pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan

dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh

lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan

materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-

undangan.

d. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan

perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara

filosofis, yuridis maupun sosiologis.

19
Ibid, hal. 77.

24
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-

undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan

bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa

dan bernegara.

f. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus

memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan

kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah

dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi

dalam pelaksanaannya.

g. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-

undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan

pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian

seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya

untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan

perundang-undangan.

Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas

sebagai berikut:

a. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus

berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan

ketentraman masyarakat.20

b. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus

mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi

20
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 10 Tahun 2004.

25
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk

Indonesia secara proporsional.

c. Asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan

sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan)

dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

d. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus

mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap

pengambilan keputusan.

e. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa

memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi

muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang

berdasarkan Pancasila.

f. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus

memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan,

kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut

masalahmasalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara.

g. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus

mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga

negara tanpa kecuali.

h. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi

muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan

26
berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan,

gender atau status sosial.

i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan

Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat

melalui jaminan adanya kepastian hukum.

j. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi

muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan

keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan

kepentingan bangsa dan negara.

k. Asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.21

3) Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perudang-Undangan dan Undang- Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat dua

perbedaan mekanisme pengajuan rancangan perundang- undangan antara

eksekutif dan legislatif. Untuk Eksekutif akan diatur melalui Peraturan

Presiden. Oleh karenanya sekarang menggunakan Peraturan Menteri

dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk

Hukum Daerah. Sedangkan untuk legislatif diatur sesuai Peraturan

Pemerintah No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan

DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Mekanisme Penyusunan Perda terbagi

21
Pasal 138 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

27
menjadi beberapa tahapan yaitu Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan,

Persetujuan, Pengesahan, dan Pengundangan.

a. Perencanaan

Perencanaan penyusunan peraturan daerah dilakukan dalam suatu

Program Legislasi Daerah. Rancangan peraturan daerah baik yang

berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun dari Bupati

disusun berdasarkan Prolegda.

Rancangan peraturan daerah baik yang berasal dari Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah maupun dari Bupati disusun berdasarkan

Prolegda.

Rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh Bupati disiapkan

oleh pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati sesuai

dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya sedangkan rancangan

peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan.

Rakyat Daerah dapat disiapkan oleh anggota komisi, gabungan

komisi, atau alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

yang khusus menangani bidang legislasi yang kemudia disebut

Bapemperda.

Tata cara penyusunan Prolegda di lingkungan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata

Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao

28
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Hasil penyusunan rancangan Prolegda di lingkungan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dan hasil penyusunan rancangan Prolegda

di lingkungan Pemerintah Daerah kemudian dibahas bersama antara

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Pemerintah Daerah dalam

rangka sinkronisasi dan harmonisasi.

Hasil pembahasan rancangan prolegda selanjutnya disusun menjadi

Prolegda yang merupakan kesepakatan bersama antara Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah yang dituangkan

dalam bentuk nota kesepahaman (Memorandum of Understanding)

dan selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Bupati.

b. Pembentukan

1) Persiapan

Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh Bupati

disampaikan dengan surat pengantar Bupati kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah oleh Bupati sedangkan rancangan

peraturan daerah yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah kepada Bupati. Selanjutnya Pengharmonisasian,

pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan

daerah yang berasal dari Bupati, dikoordinasikan oleh Bagian

Hukum. Pemrakarsa dalam menyusun rancangan peraturan

29
daerah dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik

mengenai materi yang akan diatur dalam rancangan peraturan

daerah.

2) Pembahasan

Pembahasan rancangan peraturan daerah di Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah bersama Bupati. Pembahasan bersama tersebut

dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan dalam rapat

komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat

paripurna.

Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum

dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

Bupati berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dan Bupati.

Pembahasan menitikberatkan pada substansi atau materi

rancangan peraturan daerah dalam rapat komisi atau gabungan

komisi atau rapat panitia khusus yang dilakukan bersama antara

DPRD dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk/ditugaskan.

c. Penetapan

Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Bupati disampaikan oleh

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Bupati untuk

30
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dan dilakukan dalam jangka

waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal

persetujuan bersama.

Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh Bupati dengan

membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30

(tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui

bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Bupati.

Dalam hal rancangan peraturan daerah tidak ditandatangani oleh

Bupati dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak

rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka

rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah

dan wajib diundangkan dengan kalimat pengesahannya berbunyi:

Peraturan Daerah ini dinyatakan sah dan harus dibubuhkan pada

halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah

Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah.

d. Pengundangan dan Penyebarluasan

1) Pengundangan

Agar setiap orang mengetahuinya, peraturan daerah harus

diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah

yang merupakan pemberitahuan formal suatu peraturan daerah

sehingga mempunyai daya ikat terhadap masyarakat dan

dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Peraturan daerah mulai

berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal

31
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam peraturan daerah

yang bersangkutan.

2) Penyebarluasan

Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan peraturan daerah

yang telah diundangkan dalam lembaran daerah dan peraturan

dibawahnya yang telah diundangkan dalam berita daerah.

Penyebarluasan lembaran daerah dapat dilakukan melalui media

cetak, media elektronik dan/atau melalui cara-cara lainnya.

Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal

dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaksanakan oleh

Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sedangkan

Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari

Bupati dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

Dalam rangka penyebarluasan melalui media elektronik,

Pemerintah Daerah menyelenggarakan Sistem Informasi

Peraturan Perundang-undangan yang berbasis internet.

D. Pengertian dan Pelaksanaan Fungsi Legislasi

a. Pengertian Fungsi Legislasi

Legislasi merupakan perancangan atau pembentukan undangundang.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 201 1 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan di dalam ketentuan Pasal 1 dijelaskan bahwa

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan

Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapail perencanaan,

32
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan.

Fungsi legislasi berdasarkan Dictionary of Law karya John M.

Echols adalah berawal dari kata “legislasi” berasal dari bahasa inggris

yaitu “legislation” yang berarti (1) perundang-undangan dan (2)

pembuatan undang-undang. Sementara itu kata “legislation” berasal dari

kata kerja “to legislate” yang berarti mengatur atau membuat undang-

undang.22 Sebagai salah satu fungsi untuk membentuk undang-undang,

legislasi merupakan sebuah proses (legislation as a process).

Oleh karena itu, Woddrow Wilson23 mengatakan bahwa “legislation

is an aggregate, not a simple production”. Berhubungan dengan hal itu,

Jeremy Bentham dan John Austin24 mengatakan bahwa legislasi sebagai

“any form of lawmaking”. Dengan demikian, bentuk peraturan yang

ditetapkan oleh lembaga legislatif untuk maksud mengikat umum dapat

dikaitkan dengan pengertian “emacted law”, “statute”, atau undang-

undang dalam arti luas. Dalam pengerrtian itu, fungsi legisalsi

merupakan fungsi dalam pembentukan udang-undang.

b. Pelaksanaan Fungsi Legislasi

Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa fungsi legislasi menyangkut

empat bentuk kegiatan, yaitu :

1) Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initation);

22
John M. Echols, Dictionary of Law. Gramedia. Jakarta, 1997.
23
Woodrow Wilson, sebagaimana dikutip oleh saldi isra. Pergesaran Fungsi Legislasi. Hlm
79.
24
Jeremy Bentham dan John Austin, sebagaimana dikutip oleh saldi isra. Pergesaran Fungsi
Legislasi. Hlm 79.

33
2) Pembahasan rancangan undang-undang (law making process);

3) Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law

enactement approval);

4) Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau

persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang

mengikat lainnya. 25

Fungsi legislasi merupakan fungsi anggota DPRD Provinsi,

Kabupaten/Kota untuk membentuk Peraturan Daerah bersama

Gubernur/Bupati/Walikota. Fungsi legislasi atau dalam Undang-Undang

tentang Pemerintahan Daerah disebut dengan fungsi pembentukan

peraturan daerah, harus dilaksanakan dengan cara:

1) Membahas bersama kepala daerah dan menyetujui atau tidak

menyetujui rancangan peraturan daerah;

2) Mengajukan usul rancangan peraturan daerah;

3) Menyusun program pembentukan peraturan daerah bersama kepala

daerah. 26

Menurut Budiardjo, badan legislatif atau legislature mencerminkan

salah satu fugsi yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Nama lain

yang sering dipakai ialah assembly yang mengutamakan unsur

“berkumpul” (untuk membicarakan masalah-masalah publik). Nama lain

25
Jimly Asshidiqie, sebagaimana dikutip oleh Saldi Isra. Pergeseran Fungsi Legislasi. Raja
Grafindo. Jakarta, 2010. Hlm 79.
26
Pasal 97 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

34
lagi adalah parliament, suatu istilah yang menekankan unsur “bicara”

(parler) dan merundingkan. 27

E. Bentuk Produk Legisalasi Daerah

Menurut pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menegaskan pemerintah daerah berhak menetapkan

peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi

dan tugas pembantuan. Menurut Jimly Asshiddiqie peraturan lain itu seperti

Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, dan Peraturan Walikota untuk

melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.28

Lebih lanjut dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

Kedua Undang-Undanng Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah untuk

mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat dalam

membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya

Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam bentuk Peraturan

daerah maupun kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikan

kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan antara

kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikan kondisi,

27
Budiardjo, Mariam. Dasar-dasar ilmu politik. Gramedia pustaka utama. Jakarta, 2010. Hlm
315.
28
Asshiddiqie, Jimly. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Sinar Grafika. Jakarta, 2009 . Hlm 58.

35
kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan secara

keseluruhan.

Salah satu bentuk dari produk legislasi Daerah yaitu Peraturan Daerah

(Perda), yang merupakan produk perundang-undangan daerah yang dibentuk

oleh legislatif maupun ekskutif daerah yang bertujuan mengatur hal-hal yang

perlu atau belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

memberikan pemaparan tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-

undangan, yang mana perda merupakan produk hukum (regeling)29 yang

urutannya berada paling bawah. Adapun perda yang dimaksud dapat dibuat

oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota

bersama dengan Bupati/Walikota.

Peraturan Daerah juga merupakan perwujudan dari fungsi legislasi yakni

merupakan fungsi dari parlemen untuk membentuk produk hukum yang

bersifat mengatur (regelende functie), hal ini berkenaan dengan kewenangan

untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara. Peraturan daerah

adalah kebijakan publik tertinggi yang dapat dirumuskan oleh pemerintah di

daerah. Oleh karenanya perda harus jadi acuan bagi DPRD, pemda dan

masyarakat sipil dalam merumuskan kebijakan-kebijakan publik dan privat.

Seluruh pelaku tata pemerintahan di daerah perlu mendasarkan perumusan

kebijakan dan program mereka pada perda.30

29
Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-Undang, Konpress, Jakarta, 2006. Hlm 18.
30
Soenobo, Wirjosoegito. Proses & Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan. Ghalia
Indonesia. Jakarta, 2004. Hlm 128.

36
F. Faktor Kinerja Legislatif

Adapun beberapa faktor umum yang mempengaruhi fungsi legislasi

menurut Saldi Isral31 adalah sebagai berikut:

1) Sitem Kepartaian, dalam sistem kepartaian seperti yang multipartai dan

sistem pemerintahnya Presidensial, yang eksekutif dan legislatif sama-

sama dipilih dan mendapat mandat oleh rakyat, hal tersebut sulit untuk

digabungkan. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari scott

Mainwaring yaitu bahwa konflik antara eksekutif dan legislatif sering

kali timbul bila partaipartai yang berbeda menguasi kedua cabang

tersebut, yang akan menimbulkan akibat yang buruk terhadap stabilitas

demokrasi.

2) Partisipasi masyarakat, diartikan sebagai keikutsertaan mayarakat, baik

secara individual maupaun kelompok, secara aktif dalam penentuan

kebijakan publik atau peraturan perundang-undangan. Sebagai sebuah

konsep yang berkembang dalam sistem politik modern,

pertissipasimerupakan ruang bagi masyarakat untuk melakukan negosiasi

dalam proses perumusan kebijakan terutama yang berdampak langsung

terhadap kehidupan masyarakat atau yang biasa dikenal dengan

demokrasi partisipatoris. Menurut Bagir manan terdapat beberapa cara

dalam partisipasi masyarakat yaitu dengan32 :

a. Mengikutsertakan dalam tim ahli atau kelompok-kelompok kerja;

b. Melakukan publik hearing atau mengundang dalam rapat-rapat;

31
Pergeseran Fungsi Legislasi. Hlm 269-311.
32
Bagir Manan, sebagaimana dikutip oleh saldi isra. Pergeseran Fungsi Legislasi. Hlm 289.

37
c. Melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapat

tanggapan;

d. Melakukan lokakarya (workshop) sebelum resmi dibahas di Dewan;

e. Mempublikasikan peraturan agar mendapat tanggapan publik.

3) Mahkamah Konstitusi

Untuk menghindari kemungkinan adanya undang-undang yang

merugikan kepentingan masyarakat, yang biasa dilakukan dengan konsep

juducial review berkaitan dengan pengujian undang-undang yang

dihasilkan oleh lembaga legislatif, namun juga konsep konstitualisme

hanya niscayakan keberadaannya, namun untuk Perda judicial review

dilakukan di Mahkamah Agung.

Dalam hal pengajuan, perencanaan, persiapan pembentukan,

pembahasan, pengesahan Peraturan Daerah (Perda) seringkali terdapat

dominasi kepentingan yang saling menguntungkan para pihak. Tidak jarang

politik justru lebih dominan daripada hukum.33 Lebih parah dari itu adalah

adanya dominasi kekuatan yang dimiliki baik dari ekskutif maupun dari

legislatif sendiri sebagai pemegang kedaulatan pembentukan peraturan daerah

yang sebenarnya. Sehingga apabila oleh kekuatan yang ada dirasa tidak layak

atau tidak pantas secara pribadi/subjektif ataupun kelompok, maka sudah

barang tentu kebijakan publik yang akan dikeluarkan akan terhambat atau

malah tidak jadi.

33
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia. LP3ES. Jakarta, 2006. Hlm 3.

38
Permasalahan tidak hanya terjadi pada saat pengajuan, perencanaan,

persiapan pembentukan, pembahasan, pengesahan Peraturan Daerah (Perda),

namun juga lembaga yang berwenang membatalkan peraturan daerah.

Menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yakni

agar berlaku mengikat untuk umum, rancangan Perda yang telah

mendapatkan persetujuan bersama, harus diajukan kepada Menteri dalam

Negeri untuk dinilai sebagai mana mestinya. Dilain pihak Mahkamah Agung

juga berhak menguji peraturan perundang-undangan terhadap Undang-

Undang, disini terdapat dualisme lembaga yang dapat menguji, namun perlu

dipahami bahwa pembatalan perda oleh Pemerintah pusat melalui peraturan

presiden, dan apabila propinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima

keputusan pembatalan perda, kepala daerah dapat mengajukan keberatan

terhadap Mahkamah Agung, itu berarti MA bukanlah menguji Perda, akan

tetapi menguji Peraturan Presiden.

Selain beberapa faktor umum yang mempengaruhi fungsi legislasi diatas,

adapun beberapa faktor penghambat lainnya yaitu:

a. Faktor Internal

Pertama, sumber daya manusia yang menjadi salah satu tolak ukur

kualitas DPRD dianggap kurang menunjang dalam menggunakan hak-

hak DPRD. Komposisi anggota DPRD hasil pemilu 1999 diaggap kurang

mendukung karena banyak yang belum berpengalaman dalam bidang

legislatif. Perubahan politik akibat reformasi telah melahirkan suasana

kebebasan, namun sistem rekrutmen anggota DPRD belum dapat

39
sepenuhnya didasarkan pada kecakapan menyelenggarakan pemerintahan

untuk mengelola otonomi. Selain itu, sejumlah anggota DPRD memiliki

kemampuan teknis yang cukup memadai didukung dengan

pengalamannya, namun terlanjur memiliki integritas yang tidak terpuji

dan lemahnya komitmen pada kepentingan rakyat yang diwakilinya.

Kedua, anggaran dan fasilitas. Sebagai contoh, untuk menggunakan hak

inisiatif harus didahului dengan kajian yang serius terhadap persoalan

yang hendak diusulkan menjadi rancagan perda. Pekerjan ini tentunya

harus mendapat dukungan dana yang cukup dan dukungan sumberdaya

manusia yang dapat dipercaya serta teruji kepabilitasnya.34

b. Faktor Eksternal

Pertama, faktor politik yang dilatar belakangi UU No.22/1999 masih

mengandung ketentuan yang belum sepenuhnya mencerminkan cita-cita

demokrasi dan pelayanan. Misalnya egoisme lokal dapat muncul akibat

Kepala Daerah Kabupaten/Kota bertanggungjawab kepada DPRD,

sedangkan kepada Pemerintah Pusat (Presiden) hanya diberikan laporan

atas penyelenggaraan pemerintahan daerah (pasal 19 jo. 44, 45 UU

No.22/1999). Dengan mekanisme ini, maka secara politik kepala daerah

lebih “taat” kepada legislatif daerah dari pada pemerintah pusat.

Fenomena ini justru semakin memperkuat kekuasaan Kabupaten/Kota

dan melemahnya kekuasaan pusat.

34
Kotan Stefanus, Rafael Tupen. Hukum dan Sistem Politik. Undana Press, 2009. Hlm 98.

40
Keempat, lemahnya dukungan masyarakat. Ada beberapa tipe

masyarakat yang kurang mendukung DPRD dalam penggunaan hak-

haknya, yaitu:

a) Masyarakat pedesaan yang rendah aspirasi politik akibat terbatasnya

tingkat pendidikan, lemahnya ekonomi dan mobilitas yang kurang

memadai. Masyarakat seperti ini tidak melihat aktivitas DPRD

sebagai bagian dari kepentingannya;

b) Masyarakat yang telah kristis. Dengan kepekaannya mereka akan

menampilkan sikap reaksioner atau apatis terhadap aktivitas DPRD,

baik yang positif maupun yang cenderung negatif;

c) LSM dan perguruan tinggi yang sering sinis dan mencibir kinerja

DPRD tanpa mengajukan pemikiran alternatif yang kontruktif;

d) Pemberitaan media masa yang kurang berimbang dan selalu

mendiskreditkan DPRD. Padahal anggota DPRD juga membutuhkan

motivasi dari kalangan jurnalis untuk menggunakan hak-haknya

secara baik. 35

35
Ibid. Hlm 99-100.

41
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DAERAH KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2017-2019

Dari uraian mekanisme pembentukan peraturan daerah dapat diketahui

bahwa mekanisme tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang

menyebutkan bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan

dalam hal ini adalah peraturan daerah, terdiri dari beberapa tahapan, yaitu

perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan tahap pengundangan.

Selain sudah sesuai dengan Undang-Undang tersebut, dalam mekanisme

pembentukan peraturan daerah yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Rote

Ndao sudah cukup baik sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib

DPRD Kabupaten Rote Ndao.

1. Rancangan Peraturan Daerah Hasil Inisiatif DPRD Kabupaten Rote

Ndao

Pelaksanaan fungsi legislasi Dewan perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Rote Ndao dalam mengajukan rancangan peraturan daerah

tahun 2017, 2018 dan 2019 dibuktikan dengan adanya pengajuan inisiatif

DPRD dalam usulan program pembentukan peraturan daerah Kabupaten

Rote Ndao yakni yang termuat dalam Lampiran Keputusan Dewan

42
perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao, dengan uraian sebagai

berikut:

Dalam Program Legislasi Daerah pada tahun 2017, ada sembilan

rancangan peraturan daerah. Dua raperda merupakan usul inisiatif DPRD

dan tujuh raperda merupakan usul inisiatif Pemerintah Kabupaten Rote

Ndao, sebagaimana tertuang dalam tabel 1.

TABEL 1

DATA PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2017

Nomor : 22/DPRD/RN/2016

Tanggal : 30 Desember 2016

Tentang : Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao

Tahun 2017

No Judul Rancangan Peraturan Daerah Pengusul Keterangan

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang


1
Pemberhentian dan Pengangkatan

Perangkat Desa

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang


2
Perpanjangan Ijin mempekerjakan

Tenaga Asing

3 Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

43
Kabupaten Rote Ndao tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kabupaten Rote Ndao Tahun

Anggaran 2016

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

4 Perubahan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Kabupaten Rote

Ndao Tahun Anggaran 2017

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

5 Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kabupaten Rote Ndao Tahun

2018

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

6 Kabupaten Rote Ndao tentang

Penamaan Jalan

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang


7
Pembarian Nama Rumah Sakit

Umum Daerah

8 Rancangan Peraturan Daerah DPRD Baru

44
Kabupaten Rote Ndao tentang AIDS

Rancangan Peraturan Daerah DPRD Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang


9
Penyelenggaraan Pendidikan di

Kabupaten Rote Ndao

Sumber: Sekretariat Bagian Legislasi DPRD Kabupaten Rote Ndao, 2020.

Dalam Program Legislasi Daerah pada tahun 2018, ada 15 rancangan

peraturan daerah. Dua raperda merupakan usul inisiatif DPRD dan 13

raperda merupakan usul inisiatif Pemerintah Kabupaten Rote Ndao,

sebagaimana tertuang dalam tabel 2.

TABEL 2

DATA PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2018

Nomor : 05/DPRD/RN/2018

Tanggal : 30 Januari 2018

Tentang : Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao

Tahun 2018

No Judul Rancangan Peraturan Daerah Pengusul Keterangan

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang


1
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah Kabupaten Rote

45
Ndao Tahun Anggaran 2017

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

2 Perubahan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah Kabupaten Rote

Ndao Tahun Anggaran 2018

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

3 Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kabupaten Rote Ndao Tahun

Anggaran 2019

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Lama

Kabupaten Rote Ndao tentang


4
Retribusi Perpanjangan Izin

Mempekerjakan Tenaga Asing

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

5 Pedoman Pemberian Nama Jalan dan

Fasilitas Umum di Kabupaten Rote

Ndao

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

6 Kabupaten Rote Ndao tentang

Penyertaan Modal Kepada

46
Perusahaan Ita Esa

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

7 Kabupaten Rote Ndao tentang

Penyelenggaraan Pemerintah Desa

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

8 Kabupaten Rote Ndao tentang Kerja

Sama Desa

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah

9 Kabupaten Rote Ndao Nomor 10

Tahun 2012 Tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan

Kabupaten Rote Ndao

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

10 Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembentukan Kecamatan Heti Lole

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

11 Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembetukan Kecamatan Thie Mau

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

12 Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembentukan Kecamatan Pantai

47
Baru Selatan

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang


13
Pembentukan Kecamatan Pantai

Baru Dengga Lailete

Rancangan Peraturan Daerah DPRD Lama

Kabupaten Rote Ndao tentang


14
Penyelenggaraan Pendidikan di

Kabupaten Rote Ndao

Rancangan Peraturan Daerah DPRD Lama


15
Kabupaten Rote Ndao tentang AIDS

Sumber: Sekretariat Bagian Legislasi DPRD Kabupaten Rote Ndao, 2020.

Dalam Program Legislasi Daerah pada tahun 2019, ada 14 rancangan

peraturan daerah. Dua raperda merupakan usul inisiatif DPRD dan 12

raperda merupakan usul inisiatif Pemerintah Kabupaten Rote Ndao,

sebagaimana tertuang dalam tabel 3.

TABEL 3

DATA PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN ROTE NDAO TAHUN 2019

Nomor : 7/DPRD/RN/2019

Tanggal : 4 Maret 2019

Tentang : Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao

48
Tahun 2019

No Judul Rancangan Peraturan Daerah Pengusul Keterangan

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

Pertanggung Jawaban Pelaksanaan


1
Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kabupaten Rote Ndao Tahun

Anggaran 2018

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

2 perubahan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Kabupaten Rote

Ndao Tahun Anggaran 2019

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

3 Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kabupaten Rote Ndao Tahun

Anggaran 2020

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Lama

4 Kabupaten Rote Ndao tentang Badan

Permusyawaratan Desa

49
Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Lama

Kabupaten Rote Ndao tentang


5
Pembentukan dan Pengangkatan

Perangkat Desa

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

6 Kabupaten Rote Ndao tentang

Pemilihan Kepala Desa

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Lama

7 Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembentukan Kecamatan Heti Lole

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Lama

8 Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembetukan Kecamatan Thie Mau

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Lama

Kabupaten Rote Ndao tentang


9
Pembentukan Kecamatan Pantai

Baru Selatan

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang


10
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

UTTP

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru


11
Kabupaten Rote Ndao tentang

50
Retribusi Terminal

Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Baru

Kabupaten Rote Ndao tentang

12 Perubahan atas peraturan Daerah

Nomor 3 Tahun 2012 tentang

Retribusi Jasa Usaha

Rancangan Peraturan Daerah DPRD Lama

Kabupaten Rote Ndao tentang


13
Penyelenggaraan Pendidikan di

Kabupaten Rote Ndao

Rancangan Peraturan Daerah DPRD Baru

14 Kabupaten Rote Ndao tentang

Minuman Beralkohol

Sumber: Sekretariat Bagian Legislasi DPRD Kabupaten Rote Ndao, 2020.

2. Rancangan Peraturan Daerah yang Menjadi Peraturan Daerah hasil

Inisiatif DPRD Kabupaten Rote Ndao

Dalam mengajukan rancangan perda, tidak semua usul inisiatif

DPRD dapat disahkan. Rancangan peraturan daerah harus melalui

beberapa tahapan yaitu perencanaan, penyusunan, dan pembahasan

sebelum persetujuan, pengesahan dan perundangan perda itu sendiri. Dari

beberapa rancangan yang perda yang termuat dalam data program

pembentukan peraturan daerah kabupaten Rote Ndao diatas, pada tiap

51
tahunnya tidak banyak rancangan yang diambil dari hasil inisiatif DPRD

yang berhasil disahkan menjadi peraturan daerah.

Perda yang berhasil disahkan dan diundangkan pada tahun 2017

adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 2 Tahun 2017

tentang Retribusi Jasa Umum;

2. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 3 Tahun 2017

tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kabupaten Rote

Ndao Nomor 2 tentang Retribusi Jasa Umum;

3. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 4 Tahun 2017

tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao.

Selanjutnya, beberapa Peraturan Daerah yang telah dibahas di tahun

2017 kembali masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah

Kabupaten Rote Ndaao Tahun 2018, seperti:

1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang

Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing;

2. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang

Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Rote Ndao;

3. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang AIDS.

Dari sembilan rancangan program yang diusulkan di tahun 2017 dan

tiga rancangan yang kemudian dibahas kembali di tahun 2018, tidak ada

52
perda hasil inisiatif DPRD yang disahkan dan diundangkan di tahun

2017.

Dalam tahun 2018, Peraturan Daerah yang telah ditetapkan dan

diundangkan adalah Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 1

Tahun 2018 tentang Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Rote Ndao

Tahun Anggaran 2018. Beberapa Peraturan Daerah yang telah dibahas

kembali masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah

Kabupaten Rote Ndao Tahun 2019, seperti:

1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang Badan

Permusyawaratan Desa;

2. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembentukan dan Pengangkatan Perangkat Desa;

3. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembentukan Kecamatan Heti Lole;

4. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembetukan Kecamatan Thie Mau;

5. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang

Pembentukan Kecamatan Pantai Baru Selatan;

6. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao tentang

Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Rote Ndao.

53
Dari 15 rancangan program yang diusulkan di tahun 2018 dan enam

rancangan yang kemudian dibahas kembali di tahun 2019, perda yang

dikeluarkan dan diundangkan hanya satu perda hasil inisiatif pemerintah.

Dalam tahun 2019, Peraturan Daerah yang telah ditetapkan dan

diundangkan adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 4 Tahun 2019

tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan

Daerah Kabupaten Rote Ndao Tahun Anggaran 2018;

2. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 6 Tahun 2019

tentang Penyelenggaraan Pendidikan;

3. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 7 Tahun 2019

tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Rote

Ndao Tahun Anggaran 2019;

4. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 8 Tahun 2019

tentang Pemilihan Kepala Desa;

5. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 9 Tahun 2019

tentang Badan Permusyawaratan Desa;

6. Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 10 Tahun 2019

tentang Perangkat Desa.

Dari 14 rancangan program yang diusulkan di tahun 2019, 6

rancangan kemudian disahkan dan diundangkan hanya satu perda hasil

54
inisiatif DPRD yakni Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 6

Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Fungsi legislasi DPRD Kabupaten Rote Ndao dalam pembentukan

peraturan daerah dapat dikatakan masih kurang optimal, karena meskipun

ada raperda atas usul inisiatif DPRD setiap tahunnya namun akhirnya

yang disahkan menjadi perda dalam tahun 2017-2019 hanya satu usul

inisiatif DPRD saja yang dikeluarkan di tahun 2019 yaitu Peraturan

Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 6 Tahun 2019 Tentang

Penyelenggaraan Pendidikan. Perda lainnya yang dihasilkan di tahun

2017-2019 merupakan perda yang merupakan usulan dari pihak

Pemerintah Kabupaten Rote Ndao atau Eksekutif. Hal ini diakui oleh

Bapak Alfred Saudila, A.Md selaku ketua DPRD Kabupaten Rore Ndao,

bahwa dari segi penganggaran hanya tersedia untuk satu ranperda saja.

Sedangkan dari segi waktu tahun 2018-2019 merupakan masa transisi

sehingga adanya keterlambatan penyusunan naskah akademik, hal ini

menyebabkan DPRD hanya memberikan dua ranpeda di setiap tahun

anggaran.36

36
wawancara dengan Ketua DPRD Kabupaten Rote Ndao, taggal 14 September 2020 di
Kantor DPRD Kabupaten Rote Ndao

55
B. FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ROTE

NDAO DALAM MENGAJUKAN RANCANGAN PERATURAN

DAERAH

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Rote Ndao

menunjukkan banyak program pembentukan Perda tahun 2017-2019 yang

belum dapat disahkan menjadi peraturan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa

fungsi DPRD Kabupaten Rote Ndao dalam pembentukan peraturan daerah

masih mengalami hambatan-hambatan yang membuat DPRD Kabupaten Rote

Ndao tidak dapat menjalankan fungsi pembentukan Perdanya secara optimal.

Hambatan tersebut dapat berasal dari beberapa faktor, yakni:

1. Faktor Internal

a. Sumber Daya Mausia

Sumber daya manusia menjadi salah satu penghambat yang

mempengaruhi terjadinya berbagai permasalahan yang ada dalam

proses pembentukan peraturan daerah. Sebagaimana dijelaskan pada

tebel berikut:

56
TABEL 4

DATA PENDIDIKAN ANGGOTA DPRD

KABUPATEN ROTE NDAO

PENDIDIKAN
NO NAMA JABATAN
TERAKHIR

1 Alfred Saudila, A.Md Ketua DPRD Diploma III

2 Petrus J. Pelle, S.Pd Wakil Ketua DPRD Strata I

3 Cornelis Feoh, SH Wakil Ketua DPRD Strata I

4 Mel Yunias Danial Pah, SH Anggota DPRD Strata I

5 Devrison Zacharias, A.Md Anggota DPRD Diploma III

6 Nikson E. Therik Anggota DPRD SLTA

7 Juniaty Ariance Tamaelan, SP Anggota DPRD Strata I

8 Anwar Kiah Anggota DPRD SLTA

9 Migel H. Beama, S.Pd Anggota DPRD Strata I

10 Denison Moy, ST Anggota DPRD Strata I

11 Mikael Manu Anggota DPRD SLTA

12 Djanu Djaja I. Manafe, SH Anggota DPRD Strata I

13 Urbanus Danial Sinlae, SH Anggota DPRD Strata I

14 Yosia Adrianus Lau, SE Anggota DPRD Strata I

15 Adrianus Pandie, SH Anggota DPRD Strata I

16 Drs. David Detaq, M.Si Anggota DPRD Strata II

17 Hendrik Imanuel Lapaan, BA Anggota DPRD Diploma III

57
18 Nur Yusak Ndu Ufi, SE Anggota DPRD Strata I

19 Welem Paulus Anggota DPRD SLTA

20 Johanis Nggonggoek Anggota DPRD SLTA

21 Helmi Josepha Tolla Anggota DPRD SLTA

22 Charlie Lian Anggota DPRD SLTA

23 Erasmus Frans Mandato Anggota DPRD SLTA

24 Jandri Adolf Nunuhitu, S.Sos Anggota DPRD Strata I

25 Onystipel O. T. Pellokila Anggota DPRD SLTA

Sumber: Sekretariat Bagian Legislasi DPRD Kabupaten Rote Ndao, 2020.

Dari tabel di atas, memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan

anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao yang paling dominan adalah

Strata I. Dengan rincian: Strata II satu orang, Strata I dua belas

orang, Diploma III tiga orang dan SLTA sembilan orang. Dapat

dilihat bahwa kualitas sumber daya manusia di DPRD Kabupaten

Rote Ndao sudah cukup memadai dengan didominasi tingkat

pendidikan Strata I sebanyak dua belas orang yang terdiri dari lima

orang sarjana hukum, dua orang sarjana ekonomi, dua orang sarjana

pendidikan, satu orang sarjana sosial, satu orang sarjana pertanian

dan satu sarjana teknik. Meskipun ada 12 orang dengan jenjang

pendidikan strata I, namun hanya lima orang diantaranya yang

merupakan sarjana hukum yang tentu memiliki dasar dalam bidang

legislasi maupun politik. Hal ini tentu akan mempengaruhi

kemampuan dari analisa terhadap pembentukan perda, baik dalam

58
kaitan dengan haknya dalam fungsi legislasi, hak mengusulkan

rancangan perda dan hak untuk mengadakan perubahan atas

rancangan perda. Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Benyamin

Koamesah,S.Pd selaku Sekretaris DPRD bahwa latar belakang

pendidikan anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao sangat

berpengaruh besar terhadap penggunaan fungsi legislasinya karena

dengan tingkat pendidikan yang dimiliki akan dikontribusikan dalam

pemberian saran dan ide-ide kontruktif dalam mengusulkan

rancangan pembentukan peraturan daerah. Pengalaman anggota

Dewan yang sudah pernah duduk di dewan pada periode sebelumnya

juga menjadi faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi legislasi

dalam pembentukan peraturan daerah.37

b. Anggaran

Anggaran memegang peran penting bagi anggota DPRD

disamping sumber daya manusia. Dalam melaksanakan hak-haknya,

tanpa didukung oleh anggaran dalam proses pengajuan dan

perancangan perda, maka pelaksanaan tugas DPRD Kabupaten Rote

Ndao tidak akan berjalan lancar. Sesuai dengan sistem pengelolaan

keuangan daerah setiap program legislasi dearah wajib didukung

dengan pembiayaan dan sesuai dengan tata tertib DPRD,

sebagaimana teruarai dalam tabel 5.

37
wawancara dengan Sekertaris DPRD Kabupaten Rote Ndao

59
TABEL 5

RINCIAN ANGGARAN PENYUSUNAN, PEMBAHASAN DAN

PENETAPAN RANPERDA

Jumlah Anggaran
No Nama Kegiatan
2017 2018 2019

1 Pembahasan Rp. Rp. Rp.

Rancangan 1.119.087.000; 2.402.756.000; 2.067.656.0000;

Peraturan Daerah

2 Penyusunan Rp. Rp. Rp.

Peraturan Daerah 289.161.650; 185.365.500; 185.365.500;

Inisiatif DPRD

Rp. Rp. Rp.


Jumlah
1.408.248.605; 2.588.112.500; 2.253.012.000;

Sumber: Sekretariat Bagian Anggaran DPRD Kabupaten Rote Ndao, 2020.

Dapat dilihat dalam tabel diatas, anggaran yang diberikan untuk

proses penyusunan, pembahasan dan penetapan ranperda untuk

pebentukan peraturan daerah dan peraturan daerah inisiatif DPRD

cukup memadai, namun sebagaimana penjelasan Bapak Charlie Lian

selaku ketua Badan pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda)

DPRD Kabupaten Rote Ndao bahwa dalam tahun 2017-2019

penganggaran yang tersedia diatas hanya untuk satu rancangan

perda, maka dari itu DPRD Kabupaten Rote Ndao hanya

60
mengajukan dua rancangan peraturan daerah pada tahun 2017-2019

dan hanya menghasilkan satu perda di tahun 2019.38

2. Faktor Eksternal

a. Faktor Politik

Faktor lainnya yang menjadi penghambat dalam menjalankan

fungsi legislasi DPRD Kabupaten Rote Ndao dalam mengajukan

rancangan perda adalah faktor politik, yakni adanya pembagian dan

dukungan fraksi yang sering menyebabkan ketegangan antar partai

dan silang pendapat. Sikap paternalistik yang melekat pada sejumlah

kalangan anggota DPRD ini juga menyebabkan penggunaan hak-hak

politik DPRD lebih didominasi kepentingan emosi ketimbang rasio

kejernian nurani. Selanjutnya Bapak Benyamin Koamesah, S.Pd

selaku Sekertaris DPRD Kabupaten Rote Ndao menyebutkan bahwa

terkadang dukungan politik dari DPRD lainnya bahkan dari

pemerintah kadang tidak sinergis karena perbedaan kepengtingan

poltik sehingga harus membutuhkan komunikasi politik yang

memadai demi kelancaran penetapan sebuah rancangan peraturan

daerah.39

b. Lemahnya Dukungan Masyarakat

Faktor eksternal lainnya yang juga menjadi faktor penghambat

dalam pelaksanaan fungsi legislasi Dewan Perwakilan rakyat daerah

38
wawancara dengan ketua Bapemperda, tanggal 14 September 2020 di Kantor DPRD
Kabupaten Rote Ndao.
39
Wawancara dengan Sekertaris DPRD Kabupaten Rote Ndao, tanggal 16 September 2020 di
Kantor DPRD Kabupaten Rote Ndao.

61
di Kabupaten Rote Ndao adalah lemahnya dukungan masyarakat.

Dalam wawancara dengan bapak Mesak Z. Lonak selaku anggota

Bapemperda DPRD kabupaten Rote Ndao ada dua tipe kelompok

masyarakat yang dianggap kurang mendukung DPRD dalam

menggunakan hak-haknya yaitu, pertama masyarakat pedesaan yang

rendah aspirasi politik akibat lemahnya pendidikan dan mobilitas

yang kurang memadai sehingga masyarakat hanya melihat kegiatan

DPRD di lapangan dalam hal pergerakan pembangunan di desa tanpa

melihat aktivitas lain DPRD sebagai bagian dari kepentingannya dan

yang kedua adalah masyarakat yang telah kritis, LSM dan perguruan

tinggi dengan kepekaan mereka yang menunjukan sikap reaksioner

yang sering negatif dan sinis dalam mencibir kinerja DPRD tanpa

mengajukan pemikiran alternatif yang konstruktif.40

40
Wawancara dengan anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Rote Ndao, tanggal 28
September 2020 di Kantor DPRD Kabupaten Rote Ndao.

62
BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka penulis

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan fungsi legislasinya pada pembentukan peraturan

daerah, DPRD Kabupaten Rote Ndao dinilai masih kurang optimal,

karena meskipun ada raperda atas usul inisiatif DPRD setiap tahunnya

namun akhirnya yang disahkan menjadi perda dalam tahun 2017-2019

hanya 1 usul inisiatif DPRD saja yang dikeluarkan di tahun 2019 yaitu

Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 6 Tahun 2019 Tentang

Penyelenggaraan Pendidikan.

2. Faktor yang menghambat pelaksanaan fungsi legislasi dewan perwakilan

rakyat daerah kabupaten Rote Ndao dalam mengajukan rancangan

peraturan daerah terdiri dari beberapa faktor diantaranya sumber daya

manusia yang meliputi tingkat pendidikan, pengalaman anggota dewan

yang sudah pernah duduk di dewan pada periode sebelumnya. Faktor

lainnya adalah anggaran dan fasilitas dalam pelaksanaan hak-hak dewan

perwakilan rakyat daerah juga dukungan tenaga ahli dan staf sekretariat

DPRD dalam proses pengajuan dan perancangan perda. Faktor politik

juga menjadi faktor penghambat lainnya karena adanya pembagian fraksi

yang sering menyebabkan ketegangan antar partai dan silang pendapat.

Sikap paternalistik yang melekat pada sejumlah kalangan anggota DPRD

63
ini juga menyebabkan penggunaan hak-hak politik DPRD lebih

didominasi kepentingan emosi ketimbang rasio kejernian nurani.

B. SARAN

1. Dalam hal memberikan usulan peraturan daerah inisiatif, semestinya para

anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao lebih kritis dalam memberikan

usulan untuk berbagai kepentingan umum dan kepentingan masyarakat

yang diwakilkannya perlu untuk diatur dalam perda sehingga lebih

banyak lagi perda hasil inisiatif DPRD yang disahkan. Hal ini juga

sebagai penilaian masyarakat supaya msyarakat merasa diperhatikan oleh

orang-orang yang mereka percayai untuk meyalurkan aspirasi mereka.

2. Perlunya harmonisasi antara pemerintah daerah dan DPRD agar dalam

hal perubahan regulasi dari pemerintah pusat yang bersifat continue tidak

menyebabkan banyak penyesuaian antara pemerintah dan DPRD, adanya

transparasi anggaran agar masyarakat dapat berpartisipasi mengawal

keuangan daerah dalam hal anggaran pembentukan perda bersama

pemerintah dan DPRD, dan juga penyesuaian dari setiap anggota DPRD

agar lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat umum dan

mengenyampingkan kepentingan politik maupun fraksi.

64
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ali, Zainudin. Metode penelitian hukum,Sinar grafika. Jakarta, 2018.

Asshiddiqie, Jimly. Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945. Sinar Grafika. Jakarta, 2009.
----. Perihal Undang-Undang, Konpress, Jakarta, 2006.
---. Pergeseran Fungsi Legislasi. Raja Grafindo. Jakarta, 2010.

Bagir Manan, Menyongvong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UlI, Yogyakarta,


2002.
Manan, Bagir. sebagaimana dikutip oleh saldi isra. Pergeseran Fungsi

Legislasi.

Boedianto, Akmal. Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda APBD

Partisipasif. CV.Putra Media Nusantara. Surabaya, 2017.

Budiardjo, Mariam. Dasar-dasar ilmu politik. Gramedia pustaka utama.

Jakarta, 2010.

Hamidi, Jazim. Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif. UB press.

Bandung, 2007.

Jazim Hamidi, Kemilau Mutik. Legislative Drafting. Total media. Bandung,

2016.

Kencana, Selfie. Ilmu Pemerintahan. Mandar Maju. Bandung, 2007.

Kotan Stefanus, Rafael Tupen. Hukum dan Sistem Politik. Undana Press.

Kupang, 2009.

Kumulo, Tjahjo. Integrasi Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah.

PT.Kompas Media Nusantarta; Jakarta, 2017.

Mahfud, MD. Politik Hukum di Indonesia. LP3ES. Jakarta, 2006.

65
Pipin Syarief. Dedah Jubaedah. Ilmu Perundang-Undangan. CV.Pustaka

Setia. Bandung, 2012.

Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia,

Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1998.

Siswanto, Sunarno. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar Grafika.

Jakarta, 2008.

Soehino. Ilmu Negara. Liberty, Yogyakarta, 2006.

Soenobo, Wirjosoegito. Proses & Perencanaan Peraturan Perundang

Undangan. Ghalia Indonesia. Jakarta, 2004.

Sudrajat, Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik, Hukum Administrasi Negara dan

Kebijakan Pelayanan Publik. Nuansa. Bandung, 2012.

Suparmoko. Ekonomi publik untuk keuangan dan pembangunan daerah , Andi

Yogyakarta. Yogyakarta, 2001.

The Liang Gie. Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik

Indonesia, Liberty Offset. Yogyakarta, 1995.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratutan

Perundang-Undangan.

66
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao

Nomor 1 Tahun 2019 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten Rote Ndao.

C. KAMUS - KAMUS

Hasan, Alwi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta, 2007.

John M. Echols, Dictionary of Law. Gramedia. Jakarta, 1997.

D. SKRIPSI

Triwahyuningsih (2019). Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam

Melaksanakan Fungsi Legislasi di Kabupaten Alor di Tinjau dari Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Hukum Tata

Negara Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang.

E. INTERNET

https://rotendaokab.go.id

http://skripsi-ilmiah.blogspot.co.id/2013/02/peranan-pemerintah-daerah-

dalam.html

67

Anda mungkin juga menyukai