SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Sarjana Terapan
di Bidang Pertanahan
Pada Program Studi Diploma IV Pertanahan
Oleh:
ANDREW LEKSONO TURNIP
NIM. 16252972
MANAJEMEN PERTANAHAN
i
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang telah diujikan pada tanggal 11 Agustus 2020 dengan Kelompok Penguji:
1. Dr. Setiowati, M.Si.
2. Mujiati, S.SiT., M.Si.
3. Dian Aries Mujiburohman, S.Pd.I., M.H.
Pada skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan
orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau simbol yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya
sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis aslinya.
iii
MOTTO
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok
mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk
sehari.”
(Matius 6:34)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji dan syukur tiada henti-hentinya penulis haturkan kepada Allah Bapa, Tuhan
Yesus Kristus dan Roh Kudus karena hanya dengan anugerah dan kuasa-Nya,
penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Orang Tuaku terkasih, Papa AKBP (P) Bernard Junjung Mauli Turnip dan
Mama Linar Irianti Hutahaean atas segala cinta dan kasih sayang, dukungan
dan motivasi yang luar biasa serta doa yang tiada henti, begitu juga Mertua,
Amang E. Gultom dan Inang H. br. Sirait, atas dukungan dan doa yang selalu
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
Istri tercinta, Vera Kasia Dewanty Gultom, atas semua doa, dukungan, perhatian
dan selalu mendampingi penulis dalam menyusun skripsi ini, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Anak yang masih berada di dalam kandungan, yang menjadi semangat dan
motivasi selama penyusunan skripsi sampai ujian sidang skripsi.
Saudara terkasih, Kakak Yenny Ruth Belina Turnip, S.T., M.M., Abang Bobby
Mario Turnip, S.E., S.H., dan Adik Ari Anwira Turnip yang selalu memberi
semangat, dukungan dan motivasi.
Seluruh keluarga besar dan sanak saudara/i yang telah memberikan dukungan,
semangat, dan segala bantuannya.
Akhir kata,
Skripsi ini penulis persembahkan untuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang /
BPN, semoga tulisan ini dapat menjadikan instansi yang penulis cintai menjadi
lebih baik.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Peneliti panjatkan kepada Allah Tritunggal, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas kasih karunia-Nya Peneliti dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul, “Evaluasi Kesesuaian antara Dokumen Perencanaan dengan
Peraturan Perundang-Undangan Pengadaan Tanah dalam Proyek Pembangunan
Jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
persyaratan dalam rangka menyelesaikan pendidikan Program Diploma IV
Pertanahan pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan bukan semata-
mata karena kemampuan sendiri, melainkan juga berkat dukungan dari berbagai
pihak, baik berupa dorongan semangat, pemikiran, gagasan, maupun bimbingan
akademik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Senthot Sudirman, M.S., selaku Ketua Sekolah Tinggi
Pertanahan Nasional Yogyakarta yang telah bersedia memberikan waktu dan
tenaga untuk turut memberikan bimbingan dan ilmu dalam penyusunan
skripsi ini;
2. Bapak Drs. Akur Nurasa, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia memberikan waktu, tenaga, dan ilmu dalam membimbing sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
3. Ibu Mujiati, S.SiT., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II dan Sekretaris
Kelompok Penguji yang telah memberikan waktu untuk membimbing,
memotivasi, memberikan arahan dan pikirannya dengan sabar sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik;
4. Ibu Dr. Setiowati, M.Si., selaku Dosen Pembahas dan Ketua Kelompok
Penguji yang telah memberikan saran, kritik, arahan, dan juga bimbingan
sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;
5. Bapak Dian Aries Mujiburohman, S.Pd.I., M.H., selaku Anggota Kelompok
Penguji yang telah memberikan saran, kritik, arahan, dan juga bimbingan
sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;
vi
6. Ibu Theresia Supriyanti, S.SiT., M.T., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang selama ini memberikan bimbingan dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan dengan baik;
7. Bapak/Ibu Dosen dan Karyawan/Karyawati Sekolah Tinggi Pertanahan
Nasional yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik;
8. Bapak Kepala Perpustakaan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional beserta staf
yang telah membantu dalam penyediaan referensi;
9. Bapak/Ibu Pengasuhan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional yang telah
membimbing dan memperhatikan kami selama menjalani kehidupan di
Asrama Taruna Bhumi;
10. Bapak/Ibu Pejabat dan Staf Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun,
Kantor Pertanahan Serdang Bedagai, Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi
dan Kantor Pertanahan Kota Pematangsiantar yang telah memberikan data
yang diperlukan penulis dalam penyusunan skripsi ini;
11. Bapak Adil Nasution, S.ST selaku Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor
Pertanahan Kabupaten Simalungun yang berperan aktif memberikan
informasi selama penelitian;
12. Bapak Maraden Sihombing selaku mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
jalan tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar dan Bapak Sinaga yang telah
memberikan data dan informasi terkait penelitian penulis;
13. Aparat Desa Pematang Dolok Kahean dan Kelurahan Sinaksak yang telah
memberikan data yang diperlukan penulis dalam penyusunan skripsi ini;
14. Big Hopember Siallagan selaku tandem dalam penelitian sehingga penelitian
dapat dilakukan dengan maksimal;
15. Grup Pak Min, Adiks Ryan Aditya, Giffron Samosir, Chandra W. Tindaon
dan Lamhotma yang selama pendidikan 4 tahun menjadi teman berpetualang
menyusuri Yogyakarta dan sekitarnya;
16. Grup Coffee Hunters yang menjadi teman ngopi dan memberikan inspirasi
selama di Yogyakarta;
vii
17. Tim Brekes Saumlaki, Sakti Wirajaya, Irfan Khairiawan, Arif Sudarto, Pedro
Diodemus, Fuad Fauzi dan additional member I Gede Kusuma Artika, teman
seperjuangan mencari sinyal selama pengabdian di Saumlaki, Maluku;
18. Pejabat dan staf Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Tanimbar (yang
sebelumnya bernama Kabupaten Maluku Tenggara Barat), Bapak Lukas
Sohuwat selaku Kepala Kantor, Mas Ivan Fritz, Mas Kadga Kinantan, Mas
Aritonang, Kak Franklyn (Angki), Bapak Ali, Ibu Vali, Mama Vera, Ibu
Agnes, Kak Felix Nus yang selalu menemani menjelajah Pulau Tanimbar,
dan semua teman di saumlaki yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah banyak membantu selama bertugas di Saumlaki.
19. Keluarga besar IMASU yang menjadi keluarga sedaerah asal yang telah
memberi dukungan dan semangat selama pendidikan;
20. Tulang kami Dr. Oloan Sitorus, S.H., M.S. dan Nantulang E. Pakpahan, serta
Tulang Marlin Sitorus dan Nantulang L. Sinaga yang telah memberi
dukungan untuk menjalani pendidikan tugas belajar DIV STPN.
21. Semua saudaraku angkatan 25 DIV STPN yang telah banyak membantu
selama 4 tahun pendidikan dan telah memberi warna dalam kehidupan selama
di Yogyakarta.
22. Orang tua, istri, serta keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan
wejangan agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik; dan
23. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun agar
skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi
yang sederhana ini mampu memberikan wawasan dan pengetahuan kepada
pembaca, terlebih lagi bagi penulis.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................. ii
MOTTO..................................................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
INTISARI...............................................................................................................xv
ABSTRACT...........................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 4
C. Batasan Masalah............................................................................ 5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 6
1. Tujuan penelitian ............................................................................6
2. Kegunaan penelitian .......................................................................6
E. Kajian Terdahulu........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................10
A. Kerangka Teoritik ....................................................................... 10
1. Pengertian Evaluasi ...................................................................... 10
2. Pengertian Kesesuaian ................................................................. 10
3. Pengadaan Tanah .......................................................................... 11
4. Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) ................... 15
5. Jalan Tol ........................................................................................ 18
B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 19
C. Pertanyaan Penelitian .................................................................. 22
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................23
A. Format Penelitian ........................................................................ 23
B. Lokasi/Obyek Penelitian ............................................................. 23
C. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ............................ 24
D. Analisis Data ............................................................................... 28
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENGADAAN TANAH JALAN
TOL TEBING TINGGI-PEMATANGSIANTAR..............................31
A. Kondisi Geografis dan Administratif .......................................... 31
ix
B. Gambaran Umum Status Tanah .................................................. 34
C. Tata Ruang Wilayah .................................................................... 37
BAB V PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PENGADAAN
TANAH JALAN TOL TEBING TINGGI–
PEMATANGSIANTAR.....................................................................45
A. Penyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar ................................................. 45
B. “Basic Design” Perencanaan Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar .......................................................................... 48
C. Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Terbit ........................ 52
1. Peran DPPT dalam Tahap Persiapan Pengadaan Tanah .......... 52
2. Peran DPPT dalam Tahap Pelaksanaan Pengadaan Tanah ...... 56
BAB VI KESESUAIAN ANTARA DOKUMEN PERENCANAAN
PENGADAAN TANAH JALAN TOL TEBING TINGGI–
PEMATANGSIANTAR DENGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN......................................................................................63
A. Komponen-Komponen Penyusun dalam Dokumen Perencanaan
Pengadaan Tanah ........................................................................ 63
1. Maksud dan Tujuan Rencana Pembangunan Jalan Tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar .............................................................. 63
2. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan Prioritas Pembangunan ......................................................... 64
3. Letak Tanah................................................................................... 70
4. Luas Tanah yang Dibutuhkan ..................................................... 72
5. Gambaran Umum Status Tanah .................................................. 74
6. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah ............ 80
7. Perkiraan Jangka Waktu Pelaksanaan Pembangunan............... 83
8. Perkiraan Nilai Tanah .................................................................. 85
9. Rencana Penganggaran ................................................................ 90
B. Studi Kelayakan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan
Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar ........................................... 96
C. Evaluasi Kesesuaian Antara Dokumen Perencanaan dengan
Peraturan Perundang-undangan Pengadaan Tanah ..................... 99
BAB VII PENUTUP.........................................................................................118
A. Kesimpulan ............................................................................... 118
B. Saran.......................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 120
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 125
RIWAYAT HIDUP PENULIS
x
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
Tabel 17. Estimasi Penganggaran pada Tahap Perencanaan ................................ 92
Tabel 18. Estimasi Penganggaran pada Tahap Persiapan ..................................... 93
Tabel 19. Estimasi Penganggaran pada Tahap Pelaksanaan dan Penyerahan Hasil
.............................................................................................................. 93
Tabel 20. Hasil Evaluasi DPPT Jalan Tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar dengan
Peraturan Perundang-Undangan Pengadaan Tanah ............................ 112
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiv
INTISARI
Tahap perencanaan merupakan langkah awal untuk memulai pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Berdasarkan pasal 15
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012, perencanaan pengadaan tanah disusun
dalam Bentuk Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) yang paling
sedikit memuat maksud dan tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan
RTRW dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah, letak tanah, luas tanah
yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan waktu pelaksanaan
pengadaan tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan, perkiraan
nilai tanah dan rencana penganggaran serta disusun berdasarkan studi kelayakan.
Studi kelayakan dalam penyusunan DPPT jalan tol Tebing Tinggi –
Pematangsiantar belum dilakukan dengan baik, misalnya pada daftar nama pihak
yang berhak dalam DPPT jauh berbeda dengan realisasi setelah dilakukan
inventarisasi dan identifikasi serta tidak adanya dokumen AMDAL dalam
perencanaan pengadaan tanah tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kesesuaian DPPT jalan tol
Tebing Tinggi – Pematangsiantar dengan 37 kriteria pada peraturan pengadaan
tanah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Hasil dari penelitian ini yaitu 18 poin sesuai dan 19 poin tidak sesuai
dari total 37 kriteria pada peraturan pengadaan tanah.
Kata kunci: Pengadaan Tanah, Jalan Tol, Evaluasi, Kesesuaian, Perencanaan
Pengadaan Tanah
ABSTRACT
The planning phase is the first step to start land acquisition for development
in the public interest. Based on article 15 of Law Number 2 of 2012, land
acquisition planning is compiled in the form of a Land Acquisition Planning
Document (DPPT) which at least contains the purpose and objectives of the
development plan, conformity with the Regional Spatial Plan and National and
Regional Development Plans, land layout, land area needed, general description
of land status, estimated time of land acquisition, estimated time of construction,
estimated land value and budgeting plan and prepared based on feasibility study.
The feasibility study in preparing the DPPT for the Tebing Tinggi -
Pematangsiantar toll road has not been done well, for example the list of parties
entitled to the DPPT is far different from the realization after an inventory and
identification has been carried out and there is no AMDAL document in the land
acquisition plan.
The purpose of this study was to evaluate the suitability of the DPPT toll
road Tebing Tinggi - Pematangsiantar with 37 criteria in land acquisition
regulations. This research uses a qualitative method with a descriptive approach.
The results of this study are 18 points in accordance and 19 points out of total 37
criteria in the land acquisition regulations.
Keyword: Land Acquisition, Toll Road, Evaluation, Comformity, Land Acquisition
Planning
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan sesuatu hal penting yang sangat diperlukan bagi
kehidupan manusia. Manusia hidup dan melakukan berbagai aktivitas sehari-
hari di atas tanah serta memperoleh bahan pangan dengan memanfaatkan
tanah. Tanah juga merupakan salah satu modal utama bagi kelancaran
pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan tidak lepas dari tanah sebagai
ruang untuk penyelenggaraannya. Kegiatan pembangunan tersebut
diselenggarakan oleh negara dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Ketersediaan tanah bagi kegiatan pembangunan adalah
suatu hal yang penting untuk diupayakan oleh Negara (Aziz 2014, 1). Tanpa
adanya ketersediaan tanah Negara tidak dapat melakukan pembangunan.
Pembangunan infrastruktur masih merupakan salah satu dari lima
prioritas program kerja pada pemerintahan periode ke-2 Presiden Joko
Widodo-KH Ma’ruf Amin dalam pidatonya usai penyerahan berita acara
pelantikan. Pembangunan infrastruktur akan terus dilanjutkan untuk
mendukung aktivitas masyarakat, termasuk untuk mendukung pengembangan
perekonomian dan kemudahan aksesibilitas (Kompas 2019). Salah satu
pembangunan infrastruktur yang paling “gencar” dilakukan adalah
pembangunan jalan tol.
Pembangunan jalan tol ini merupakan salah satu Proyek Strategis
Nasional (PSN) yang menjadi “primadona” pada rezim saat ini yang dianggap
penting dan memiliki urgensi yang tinggi untuk dapat direalisasikan dalam
kurun waktu yang singkat. Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2016 menjelaskan, Proyek Strategis Nasional adalah proyek
yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan
usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan daerah.
1
Salah satu modal penting dalam pembangunan jalan tol adalah
ketersediaan tanah. Upaya dalam memperlancar pembangunan jalan tol
tersebut, pemerintah membutuhkan areal tanah yang cukup luas dari
masyarakat. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk memperoleh tanah
dari pemilik tanah dengan cara melakukan pengadaan tanah. Berdasarkan
pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum bahwa yang dimaksud dengan pengadaan tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberikan Ganti Kerugian yang layak dan
adil kepada Pihak yang Berhak. Demi kepentingan umum, pemerintah
mempunyai kewenangan konstitusional untuk memperoleh tanah dari si
empunya tanah (Sitorus & Limbong 2004, 1).
Salah satu prioritas pemerintah dalam pembangunan jalan tol di
Sumatera Utara adalah pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar. Jalan tol ini nantinya akan terhubung sampai ke Parapat
yang merupakan destinasi wisata Danau Toba yang diharapkan menjadi salah
satu destinasi wisata terbesar di dunia yang bisa mendongkrak devisa negara.
Ruas jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar melewati 4 kabupaten/kota
yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Simalungun, Kota Tebing
Tinggi dan Kota Pematangsiantar.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
dilaksanakan melalui 4 tahapan, yaitu tahap perencanaan, persiapan,
pelaksanaan dan penyerahan hasil. Dalam tahap perencanaan, hal yang sangat
penting diperhatikan adalah dokumen perencanaan pengadaan tanah.
Dokumen perencanaan pengadaan tanah bisa dikatakan penentu dalam
keberhasilan kegiatan pengadaan tanah. Untuk menuju pengadaan tanah yang
berkualitas pada tahap awal dibutuhkan sebuah dokumen perencanaan yang
tersusun secara baik dan rinci, sehingga dapat menjadi pedoman bagi panitia
pengadaan tanah. Dokumen perencanaan pengadaan tanah ini mencakup
ketentuan administratif, ketentuan teknis, dan tahapan penyusunan dokumen
2
perencanaan pengadaan tanah yang diperuntukkan bagi tim yang
dibentuk/ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tanah untuk keperluan
infrastruktur (jalan tol) sebagai acuan bagi pejabat yang ditunjuk untuk
melaksanakan pengadaan tanah dan merupakan prasyarat untuk mengajukan
permohonan penetapan lokasi pada tahap persiapan pengadaan tanah oleh
Gubernur. Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi
kelayakan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) Sofyan A. Djalil, dalam Rapat Kerja Teknis Pengadaan Tanah
tanggal 28 Maret 2018 menyatakan bahwa dokumen perencanaan adalah
tahap awal bagi Kementerian ATR/BPN dalam rangka mengidentifikasi
permasalahan pengadaan tanah. Dalam proses pengadaan tanah dokumen
perencanaan adalah hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat hasil
evaluasi selama ini, masih ada dokumen perencanaan yang kurang sehingga
dalam pelaksanaannya dokumen perencanaan jauh berbeda dengan hasil
pelaksanaan.
Budhiawan, dkk (2018) menyatakan dalam penelitiannya pada
pengadaan tanah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Jawa Timur, yaitu TPA
Benowo dan TPA Sidoarjo dimana kualitas data yang ada dalam dokumen
perencanaannya kurang baik sehingga menyebabkan pekerjaan selanjutnya
tidak berjalan dengan lancar. Lebih lanjut dalam penelitiannya, dijelaskan
bahwa dokumen yang dimiliki oleh instansi yang membutuhkan tanah
ternyata disusun berdasarkan LARAP (Land Acquisition Resettlement Action
Plan) yang pengerjaannya dapat dilakukan oleh instansi yang membutuhkan
tanah atau dapat diserahkan pada konsultan (pihak ketiga). Hal tersebut
seakan ditegaskan lagi oleh Dirjen Pengadaan Tanah Arie Yuriwin pada
website www.atrbpn.go.id (2019) yang mengatakan hasil evaluasi selama ini,
masih ada dokumen perencanaan yang kurang sehingga dalam
pelaksanaannya dokumen perencanaan jauh berbeda dengan hasil
pelaksanaan.
3
Pelaksanaan pengadaan tanah jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar yang dilakukan oleh kantor pertanahan masih terdapat
permasalahan seperti daftar nominatif tidak sesuai pada waktu verifikasi dan
identifikasi tanaman dan bangunan, ada masyarakat yang tidak mempunyai
alas bukti kepemilikan tanah, terdapat kuburan yang terkena obyek
pengadaan tanah dan terdapat beberapa pemilik tanah garapan HGU pada saat
verifikasi dan identifikasi dalam tahap pelaksanaan. Jika dokumen
perencanaannya baik, seharusnya dalam pelaksanaannya tidak terdapat lagi
berbagai permasalahan karena pada dokumen perencanaan pengadaan tanah
sudah memuat hal-hal penting dan ketentuan-ketentuan dalam pengadaan
tanah serta disusun berdasarkan survey sosial ekonomi lokasi yang akan
dijadikan obyek pengadaan tanah. Dengan kualitas dokumen perencanaan
yang belum baik apabila dokumen tersebut dijadikan dasar dalam kegiatan
persiapan, maka implikasinya menyebabkan kegiatan persiapan pengadaan
tanah menjadi terhambat (Budhiawan, dkk 2018). Kondisi di atas
menyebabkan peneliti ingin mencoba mencari tahu apakah dokumen
perencanaan pengadaan tanah dalam penyusunannya selama ini telah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan khususnya pada pengadaan tanah
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, Provinsi Sumatera
Utara.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “EVALUASI KESESUAIAN ANTARA
DOKUMEN PERENCANAAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN PENGADAAN TANAH DALAM PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL TEBING TINGGI–
PEMATANGSIANTAR”.
B. Perumusan Masalah
Tahap perencanaan merupakan langkah awal untuk memulai
pengadaan tanah. Tahap perencanaan disusun dalam bentuk dokumen
perencanaan pengadaan tanah. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 71
4
tahun 2012 menyatakan bahwa dokumen perencanaan pengadaan tanah
disusun berdasarkan studi kelayakan yang mencakup: survey sosial ekonomi;
kelayakan lokasi; analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan
masyarakat; perkiraan nilai tanah; dampak lingkungan dan dampak sosial
yang mungkin timbul akibat pengadaan tanah dan pembangunan; dan studi
lain yang diperlukan.
Penyusunan dokumen perencanaan ini seharusnya telah memuat hal-
hal penting mengenai pengadaan tanah yang akan dilakukan seperti yang
dijelaskan pada pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012,
namun faktanya masih terdapat permasalahan-permasalahan dalam
pelaksanaannya, seperti: daftar nominatif tidak sesuai pada waktu verifikasi
dan identifikasi tanaman dan bangunan, ada masyarakat yang alas hak bukti
kepemilikan tanahnya masih dipegang oleh orang lain dan diagunkan di bank,
terdapat kuburan yang terkena obyek pengadaan tanah dan terdapat beberapa
pemilik tanah garapan HGU pada saat verifikasi dan identifikasi dalam tahap
pelaksanaan.
Penyusunan dokumen perencanaan dalam pembangunan jalan tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar tidak melakukan survei dan studi kelayakan
dengan baik serta kurang memperhatikan komponen-komponen penting
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012,
sehingga berimplikasi pada tahap persiapan dan tahap pelaksanaan dalam
pengadaan tanah serta realisasi pada pelaksanaannya terdapat perbedaan yang
cukup signifikan dari perencanaan yang telah dibuat.
C. Batasan Masalah
Pada Penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah Dokumen
Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar. Penelitian ini dibatasi dengan meneliti, mempelajari,
mencermati dan mengevaluasi isi Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
(DPPT) jalan tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar, dengan peraturan
perundang-undangan pengadaan tanah. Evaluasi ini dilakukan dengan kriteria
5
dan standar yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dengan
aturan pelaksanaannya.
2. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini yaitu:
1. Kegunaan praktis dari penelitian ini yaitu:
a) Sebagai sumber informasi tentang dokumen perencanaan pengadaan
tanah.
b) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah khususnya
penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah.
2. Kegunaan akademik dari penelitian ini yaitu:
Sebagai bahan informasi dan kajian untuk sumber pengetahuan
mengenai dokumen perencanaan pengadaan tanah.
E. Kajian Terdahulu
Sebagai bahan untuk membuktikan keaslian penelitian ini, peneliti
meninjau kajian terdahulu untuk menunjukkan perbedaan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Sejauh penelusuran peneliti, penelitian mengenai pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan tol telah banyak dilakukan, namun masih sangat sedikit
6
penelitian yang mengkaji mengenai dokumen perencanaan pengadaan tanah
secara khusus. Namun, meskipun begitu, peneliti mencoba membandingkan
dengan penelitian sebelumnya mengenai Pengadaan Tanah. Proses
pembandingan dilakukan dengan mengidentifikasi nama peneliti, judul
penelitian, lokasi dan hasil penelitian terhadap penelitian yang dilakukan oleh
Andrew Leksono Turnip (2020).
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Maria Magdalena Theresia
Manurung pada tahun 2012 melalui skripsi Program Studi Diploma IV
Pertanahan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional yang berjudul “Pelaksanaan
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Kabupaten Deli
Serdang”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pelaksanaan, kendala
dan solusi yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan pengadaan tanah
untuk pembangunan jalan tol di Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian
menyatakan bahwa tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di
Kabupaten Deli Serdang sebagian besar telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tahapan yang tidak sesuai adalah tahapan ganti
kerugian. Kendala yang dihadapi yaitu dana yang tidak mencukupi,
penolakan terhadap harga ganti rugi, rumitnya pembebasan tanah Instansi
Pemerintah.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lukman Hakim pada tahun 2016
melalui skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang
dengan judul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum (Studi Kasus Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan
Jolotundo Semarang)”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
pelaksanaan pengadaan tanah yang sering kali muncul sengketa atau konflik
antara pemerintah dengan pemegang hak atas tanah. Hasil penelitian
menyatakan bahwa perencanaan yang kurang baik menyebabkan proses
pembangunan di Jalan Jolotundo Semarang menjadi kompleks.
Ni Luh Gede Maytha Puspa Dewi pada tahun 2017 melakukan
penelitian yang berjudul “Beberapa Permasalahan Pengadaan Tanah
Pembangunan Bandara Baru di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa
7
Yogyakarta”. Penelitian ini mengkaji dokumen perencanaan Pengadaan
Tanah secara singkat, tidak dijelaskan secara detail penyusunan dokumen
perencanaan Pengadaan Tanah. Dalam hasil penelitiannya pada kesimpulan
penelitiannya menjelaskan bahwa mekanisme tahap perencanaan perlu
diperjelas dan diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penyusunan
dokumen perencanaan. Penelitian tersebut berbeda dengan apa yang akan
diteliti oleh peneliti, dimana peneliti mengkaji secara khusus mengenai
dokumen perencanaan pengadaan tanah dan kesesuaiannya terhadap
peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Raynolds A. Mukau
(2017) yang berjudul “Mekanisme Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
(Studi Kasus Jalan Tol Manado Bitung)”. Penelitian ini mengkaji mekanisme
pengadaan tanah apakah telah mengikuti prosedur sesuai dengan aturan yang
berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012. Penelitian ini mengkaji
secara umum mekanisme pengadaan tanah menurut aturan perundang-
undangan yang berlaku, berbeda dengan apa yang dilakukan peneliti dalam
penelitian yaitu lebih khusus mengkaji dokumen perencanaan pengadaan
tanah apakah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tahun 2018, Haryo Budhiawan, dkk, Dosen Sekolah Tinggi
Pertanahan Nasional (STPN), Yogyakarta melakukan penelitian yang
berjudul “Kajian Urgensi Kualitas Dokumen Persiapan Sebagai Dasar
Penetapan Lokasi dalam Menekan Timbulnya Permasalahan dan
Memperlancar Proses Pengadaan Tanah di Jawa Timur”. Dalam kesimpulan
dari penelitian ini dikatakan bahwa kualitas data yang disusun dalam
dokumen perencanaan pengadaan tanah berkaitan dengan pemahaman tentang
dokumen perencanaan dari instansi yang memerlukan tanah dan koordinasi
yang kurang baik dengan instansi yang bisa memberikan masukan tentang
pembuatan dan isi dokumen perencanaan agar menjadi sebuah dokumen
perencanaan yang ideal. Penelitian ini lebih mengkaji penerapan dokumen
perencanaan serta implikasinya serta validitas data dokumen perencanaan
8
Pengadaan Tanah, namun berbeda dengan yang akan dikaji oleh peneliti yaitu
peneliti lebih khusus mengkaji kesesuaian dokumen perencanaan pengadaan
tanah dengan peraturan perundang-undangan.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat dipastikan berbeda
dengan penelitian-penelitian terdahulu dan dapat dijamin kebaruannya.
Peneliti memfokuskan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku pada dokumen perencanaan Pengadaan Tanah.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritik
1. Pengertian Evaluasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) dalam websitenya
menyatakan evaluasi merupakan pengumpulan dan pengamatan dari berbagai
macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas dari suatu objek,
program, atau proses berkaitan dengan spesifikasi dan persyaratan pengguna
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada ulasannya dari buku Michael Scriven yang merupakan salah
seorang pelopor studi evaluasi, Ihwan Mahmudi (2011) mencatat hampir
enam puluh istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menjelaskan
pengertian dari evaluasi. Istilah-istilah tersebut di antaranya ialah adjuge
(memutuskan), appraise (menilai), analyze (menganalisis), assess (menilai),
critique (tinjauan), examine (memeriksa), grade (tingkat), inspect
(memeriksa), judge (menilai), rate (menghitung), rank (menggolongkan),
review (mengulas), score (menskor), study (mempelajari), dan test (menguji).
Scriven sendiri mendefinisikan evaluasi sebagai proses untuk menilai
keberhargaan (worth) atau manfaat (merit) dari sesuatu. Berdasarkan istilah-
istilah dan pengertian di atas, evaluasi merupakan kegiatan yang memiliki
suatu proses yang sistematis, terencana dan dilakukan secara
berkesinambungan.
2. Pengertian Kesesuaian
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) dalam websitenya
menyatakan kesesuaian berarti perihal sesuai; keselarasan (tentang pendapat,
paham, nada, kombinasi warna, dan sebagainya); kecocokan.
Dalam pandangan Thomas Aqinas bersama dengan kaum Skolastik
pada umumnya mendefenisikan kebenaran sebagai adequatio rei et
intellectus (kesesuaian, kesamaan pikiran dengan hal, benda) (Aburaera,
Muhadar & Maskun 2013, 241). Peneliti mencoba mendefenisikan arti
kesesuaian yaitu: Kesesuaian adalah suatu kecocokan/keselarasan yang telah
10
disepakati kebenarannya. Sehingga peneliti berpendapat bahwa penetapan
sesuatu mempunyai kesesuaian atau tidak terhadap suatu evaluasi adalah
berdasarkan kebenaran. Dari hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa evaluasi kesesuaian adalah penilaian yang sistematis terhadap
kecocokan/keselarasan berdasarkan kebenaran.
3. Pengadaan Tanah
Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum dengan cara memutuskan hubungan
hukum antara pemegang hak atas tanah dengan hak atas tanahnya dengan
memberikan ganti kerugian yang layak (Arba 2019, 13). Selanjutnya,
berdasarkan pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum bahwa yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberikan Ganti Kerugian yang layak dan
adil kepada Pihak yang Berhak. Dalam kegiatan pengadaan tanah tersangkut
kepentingan dua pihak yakni instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan
masyarakat yang tanahnya diperlukan untuk kegiatan pembangunan
(Sumardjono 2015).
Adapun beberapa peraturan perundang-undangan sebagai dasar
hukum pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33
ayat 3.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), Pasal 6 dan Pasal 18.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1973 tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tatacara Pembebasan Lahan.
4. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
5. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
11
6. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum.
9. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
10. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Perubahan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum.
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
14. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asas:
12
a. Kemanusiaan, yaitu Pengadaan Tanah harus memberikan perlindungan
serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
b. Keadilan, yaitu memberikan jaminan penggantian yang layak kepada
Pihak yang Berhak dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan
kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik.
c. Kemanfaatan, yaitu hasil Pengadaan Tanah mampu memberikan manfaat
secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.
d. Kepastian, yaitu memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam
proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan
kepada Pihak yang Berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak.
e. Keterbukaan, yaitu Pengadaan Tanah untuk pembangunan dilaksanakan
dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah.
f. Kesepakatan, yaitu proses Pengadaan Tanah dilakukan dengan musywarah
para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama.
g. Keikutsertaan, yaitu dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah
melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.
h. Kesejahteraan, yaitu Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat
memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan Pihak yang
Berhak dan masyarakat secara luas.
i. Keberlanjutan, yaitu kegiatan pembangunan dapat berlangsung secara
terus-menerus, berkesinambungan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
j. Keselarasan, yaitu Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat seimbang
dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan Negara.
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan
melalui 4 tahapan sesuai dengan pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012, yaitu:
13
1. Tahap Perencanaan
Berdasarkan pasal 14 Undang-Undang 2 Tahun 2012, perencanaan
Pengadaan Tanah dibuat oleh instansi yang memerlukan tanah.
Perencanaan Pengadaan Tanah tersebut disusun dalam bentuk dokumen
perencanaan Pengadaan Tanah yang didasarkan atas Rencana Tata Ruang
Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja
Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
2. Tahap Persiapan
Tahap kegiatan persiapan dalam Pengadaan Tanah dilaksanakan oleh
Gubernur setelah menerima dokumen perencanaan Pengadaan Tanah dan
membentuk Tim Persiapan dalam waktu paling lama 2 hari kerja sejak
dokumen perencanaan Pengadaan Tanah diterima secara resmi oleh
Gubernur, sesuai dengan pasal 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 148 Tahun 2015. Tim Persiapan beranggotakan bupati/walikota,
satuan kerja perangkat daerah provinsi terkait, instansi yang memerlukan
tanah, dan instansi terkait lainnya.
3. Tahap Pelaksanaan
Berdasarkan pasal 49 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148
Tahun 2015, pelaksanaan Pengadaan Tanah diselenggarakan oleh Menteri
dan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua
Pelaksanaan Pengadaan Tanah dengan susunan keanggotaan pelaksanaan
Pengadaan Tanah paling kurang yang berunsurkan:
a. Pejabat yang membidangi urusan Pengadaan Tanah di lingkungan
Kantor Wilayah BPN;
b. Kepala Kantor Pertanahan setempat pada lokasi Pengadaan Tanah;
c. Pejabat satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi
urusan pertanahan;
d. Camat setempat pada lokasi Pengadaan Tanah;
e. Lurah/kepala desa atau nama lain pada lokasi Pengadaan Tanah.
14
Penetapan Pelaksana Pengadaan Tanah dilakukan dalam waktu
paling lama 2 hari kerja sejak diterimanya pengajuan Pelaksanaan Pengadaan
Tanah.
4. Tahap Penyerahan Hasil
Berdasarkan pasal 112 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148
Tahun 2015, penyerahan hasil Pengadaan Tanah dilakukan oleh Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah kepada instansi yang memerlukan tanah
disertai data Pengadaan Tanah paling lama 3 hari kerja sejak pelepasan
hak Objek Pengadaan Tanah. Penyerahan hasil Pengadaan Tanah berupa
bidang tanah dan dokumen Pengadaan Tanah dengan membuat berita cara
untuk selanjutnya dipergunakan oleh instansi yang memerlukan tanah
guna pendaftaran/pensertifikatan. Pendaftaran/pensertifikatan wajib
dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah dalam waktu paling lama
30 hari kerja sejak penyerahan hasil Pengadaan Tanah.
16
f. Perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah, meliputi:
1. Jangka waktu tahap persiapan: sejak pembuatan dokumen perencanaan
pengadaan tanah sampai penetapan dokumen perencanaan.
2. Jangka waktu tahap perencanaan menguraikan jangka waktu
pelaksanaan sejak diterimanya dokumen perencanaan pengadaan
tanah oleh gubernur sampai pengumuman penetapan lokasi.
3. Jangka waktu tahap pelaksanaan menguraikan perkiraan jangka waktu
pelaksanaan kegiatan, sejak diterimanya permohonan pelaksanaan
pengadaan tanah oleh kepala kanwil bpn sampai penyerahan dokumen
pengadaan tanah kepada instansi yang membutuhkan tanah.
4. Jangka waktu tahap penyerahan hasil menguraikan perkiraan jangka
waktu pelaksanaan kegiatan, sejak pengajuan pensertipikatan oleh
instansi yang membutuhkan tanah sampai dikeluarkannya sertifikat.
g. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan
Menguraikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan
pembangunan; waktu pelaksanaan adalah waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap tahapan pekerjaan pembangunan.
h. Perkiraan nilai tanah
Menguraikan perkiraan nilai ganti kerugian obyek pengadaan meliputi
tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang
berkaitan dengan tanah, dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai,
dihitung berdasarkan standar penilaian nilai ganti kerugian pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau standar penilaian
tanah lainnya dan penilaian dapat melibatkan penilai publik, instansi
terkait, atau lembaga lainnya yang berkompeten dalam penilaian tanah.
i. Rencana penganggaran, meliputi:
1. Biaya operasional dan biaya pendukung ialah biaya yang diperlukan
untuk penyelengaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
13/PMK.02/2013 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
10/PMK.02/2016).
17
2. Besaran satuan biaya yang digunakan untuk biaya operasional dan
biaya pendukung dalam rangka kegiatan pada tahapan perencanaan,
persiapan, pelaksanaan & penyerahan hasil.
3. Menguraikan besaran dana, sumber dana, dan rincian alokasi dana
untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil,
administrasi dan pengelolaan, serta sosialisasi.
Penyusunan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah dapat
dilakukan secara bersama-sama oleh instansi yang memerlukan tanah dengan
instansi teknis terkait atau dapat dibantu oleh lembaga professional yang
ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tanah (Penjelasan Pasal 15 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012). Selanjutnya dalam ayat (2) peraturan
tersebut menyatakan bahwa dokumen perencanaan disusun berdasarkan studi
kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Studi kelayakan tersebut mencakup: survei sosial ekonomi;
kelayakan lokasi; analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan
masyarakat; perkiraan nilai tanah; dampak lingkungan dan dampak sosial
yang mungkin timbul akibat pengadaan tanah dan pembangunan; dan studi
lain yang diperlukan.
5. Jalan Tol
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005
tentang Jalan Tol dijelaskan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang
merupakan bagian system jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang
penggunanya diwajibkan membayar tol. Selanjutnya Pasal 2 peraturan
tersebut menjelaskan penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk
mewujudkan pemerataan pembangunan dan bertujuan meningkatkan efisiensi
pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Jalan tol termasuk pembangunan untuk kepentingan umum menurut
pasal 10 poin b Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012.
18
B. Kerangka Pemikiran
Proyek Strategis Nasional dilakukan pemerintah dalam rangka
percepatan pembangunan prioritas yang dianggap penting dan strategis. Salah
satunya adalah pembangunan infrastruktur (jalan tol) yang akhir-akhir ini
menjadi salah satu perhatian khusus pemerintah. Berdasarkan poin 57
lampiran daftar Proyek Strategis Nasional Peraturan Presiden Nomor 56
Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3
Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional,
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar–Parapat–Tarutung–
Sibolga (200 km) termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang merupakan
bagian dari Trans Sumatera.
Guna memperlancar Proyek Strategis Nasional dan percepatan
pembangunan dibutuhkan ketersediaan tanah. Dalam mewujudkan
ketersediaan tanah, pemerintah melakukan pengadaan tanah. Kegiatan
pengadaan tanah haruslah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dimana aturan dasar yang dipakai dalam pengadaan
tanah ini adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pengadaan Tanah
dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu: perencanaan, persiapan,
pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Tahap perencanaan dalam pengadaan tanah disusun dalam bentuk
dokumen perencanaan pengadaan tanah. Penyusunan dokumen perencanaan
pengadaan tanah secara normatif harus memperhatikan kesesuaiannya
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dokumen tersebut
dapat dikatakan ideal dan baik. Akan tetapi, dalam prakteknya dilapangan
dalam kegiatan pengadaan tanah seringkali ditemukan muatan, isi dan
substansi serta kelengkapan dari dokumen perencanaan pengadaan tanah
tersebut berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena belum adanya
standar/pedoman dalam penyusunan dokumen perencanaan tersebut, sehingga
dalam menyusun DPPT instansi yang memerlukan tanah mempunyai tafsir
sendiri.
19
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah mengevaluasi isi dan
substansi dari dokumen perencanaan pengadaan tanah berdasarkan indikator
yang ada pada peraturan perundang-undagan yaitu Undang-Undang Nomor 2
tahun 2012 serta peraturan pelaksananya sehingga kesesuaian antara
dokumen perencanaan dengan peraturan perundang-undangan dalam kegiatan
pengadaan tanah proyek pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar dapat diketahui. Peneliti mencoba merumuskan gambaran
kerangka pemikiran melalui bagan alir kerangka pemikiran seperti dibawah
ini.
20
Proyek Strategis Nasional (PSN)
Infrastruktur
Keterangan: (Jalan Tol)
: Diteliti
- - - - - - - - - : Tidak Diteliti
Pengadaan Tanah
UU No. 2 Tahun 2012
Sesuai
Kesesuaian dengan
Peraturan Perundang-
Evaluasi Rekomendasi
undangan Pengadaan
Tanah
Tidak Sesuai
21
C. Pertanyaan Penelitian
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Format Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif deskriptif, dengan tujuan menggambarkan keadaan atau
obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan sebagainya. Secara holistic dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong 2014, 6-15).
Mardalis (2013, 26) menjelaskan bahwa tujuan pendeskripsian
adalah untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan
melihat antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini bersifat deskriptif
karena memaparkan proses penyusunan dokumen perencanaan pengadaan
tanah dalam proyek pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar,
apakah dalam penyusunannya telah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada serta kendala dalam penyusunan dokumen perencanaan
itu.
B. Lokasi/Obyek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah pada ruas jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar yang terletak di Provinsi Sumatera Utara yang melewati 4
kabupaten/kota yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi,
Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar. Obyek penelitian yang
diteliti adalah dokumen perencanaan Pengadaan Tanah dalam proyek
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar.
23
C. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Adapun penjelasan terhadap kedua data tersebut, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber
informasi dan memberikan langsung fakta kepada pengumpul data atau
peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
observasi serta wawancara langsung dengan narasumber dan informan
yang berkaitan dengan pengadaan tanah dalam proyek pembangunan jalan
tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar.
Pada penelitian ini, data primer diperoleh dari:
a. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Lahan Jalan Tol Tebingtinggi–
Parapat–Sibolga Satuan Kerja Wilayah 2, tahap 1 ruas Tebing Tinggi–
Pematangsiantar sebagai perwakilan instansi yang memerlukan tanah
dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum Jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
b. Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang
Bedagai
c. Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten
Simalungun
d. Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan Kota
Pematangsiantar
e. Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi
f. Staff Pelaksana Lapangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Lahan Jalan Tol Tebingtinggi–Pematangsiantar
g. Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah.
2. Data Sekunder
Dalam penelitian ini, dokumen yang terkait dengan pengadaan tanah
menjadi sumber data sekunder. Data sekunder diperoleh dari berbagai
literatur dan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait
penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah untuk pembangunan
24
jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar. Data sekunder itu diperoleh
melalui dokumen, laporan dari instansi terkait dan berupa:
1. Dokumen Perencanaan pengadaan tanah proyek pembangunan jalan tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar;
2. Peraturan Perundang-Undangan yang belaku dalam pengadaan tanah,
antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;
c. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012;
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 99 Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012;
f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012;
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015
tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012;
h. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 18 tahun 2017 tentang
Pedoman Persiapan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum;
i. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor
188.44/668/KPTS/2018 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan
Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi–Parapat Tahap
I Ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar di Kabupaten Serdang
Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Simalungun dan Kota
Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara.
25
Tabel 1. Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data, Sumber Informasi, Dan Informasi Yang Diperoleh
26
No Jenis Data Teknik Informan/Sumber Informasi Informasi yang Diperoleh
Pengumpulan Data
3 Data Sekunder Studi dokumen a) Dokumen perencanaan pengadaan tanah jalan tol Tebing a) Mengetahui isi dan siapa saja yang pihak terlibat dalam
Tinggi–Pematangsiantar; penyusunan DPPT Jalan Tol Tebing Tinggi-
b) Surat Keputusan Penetapan Lokasi (Penlok) pengadaan Pematangsiantar;
tanah jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar; b) Mengetahui pelaksanaan setiap tahap dalam kegiatan
c) Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Tebing
Sumatera Utara tentang Susunan Keanggotaan dan Tinggi–Pematangsiantar;
Sekretariat Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah Jalan c) Mengetahui apakah studi kelayakan telah dilaksanakan
Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar; atau tidak dalam penyusunan DPPT Jalan Tol Tebing
d) Daftar Nominatif Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar;
Tinggi-Pematangsiantar d) Mengetahui apakah dalam penyusunan DPPT Jalan Tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar melibatkan pemangku
dan pengampu kepentingan;
e) Mengetahui apakah DPPT dalam kegiatan Pengadaan
Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar telah sesuai atau tidak sesuai dengan
DPPT yang ideal dalam peraturan perundang-undangan
dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum.
27
D. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data
yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis (Sugiyono
2013, 402). Adapun proses dan tahapan analisis data (Nugroho 2012, 52)
yaitu:
a. Penelitian awal seluruh data yaitu peneliti menghimpun secermat-
cermatnya data yang relevan dengan pertanyaan penelitian yang diperoleh
dari para informan yang diambil pada saat wawancara.
b. Reduksi data dengan membuat abstraksi (pokok-pokok pikiran) yaitu
peneliti mulai membuang data yang tidak perlu dan membuat abstraksi
yang dapat diperoleh dari data tersebut.
c. Pembuatan abstraksi dalam satuan-satuan informasi terkecil, yang
mengandung makna dan dapat berdiri sendiri. Sehingga peneliti dapat
merumuskan abstraksi yang ada menjadi satuan-satuan informasi terkecil.
Satuan informasi ini harus memiliki makna yang relevan dengan
pertanyaan penelitian.
d. Pengelompokkan satuan-satuan informasi terkecil dalam kategorinya
masing-masing. Peneliti terlebih dahulu membuat kategori berdasarkan
panduan wawancara, yang akan menjadi “rumah” bagi satuan informasi
terkecil.
e. Penyusunan proporsional yaitu penyusunan pernyataan proporsional dari
masing-masing kategori. Pernyataan ini merupakan jawaban dari rumusan
masalah, untuk itu terlebih dahulu harus disusun pernyataan proporsional
terhadap data yang diperoleh sehingga dapat menjawab pertanyaan peneliti
dalam rumusan masalah.
28
Pada penelitian ini, analisis data yang dilakukan untuk menjawab
pertanyaan penelitian pertama adalah menggunakan teknik analisis kualitatif.
Teknik analisis kualitatif digunakan untuk melakukan telaah awal pada
seluruh data hasil wawancara yang diperoleh dari Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) lahan jalan tol Tebing Tinggi–Parapat–Sibolga Satuan Kerja Wilayah
2, tahap 1 ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar (instansi yang memerlukan
tanah) dan pihak dari ATR/BPN Provinsi Sumatera Utara. Data hasil
wawancara selanjutnya ditulis ulang lalu dilakukan reduksi dan abstraksi data
untuk memilah data yang relevan serta mengeliminasi data yang tidak
diperlukan. Data yang relevan terhadap tujuan penelitian dikelompokkan
menjadi satuan-satuan informasi terkecil dalam kategori yang disusun
berdasarkan hasil wawancara. Selanjutnya, menyusun pernyataan proposional
secara logis dari masing-masing kategori.
Pertanyaan penelitian yang kedua dianalisis menggunakan teknik
Content Analysis atau kajian isi. Kebijakan penyusunan dokumen
perencanaan pengadaan tanah yang dibuat oleh instansi yang memerlukan
tanah dianalisis dan dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pengadaan tanah dengan memperhatikan
permasalahan-permasalahan pada saat pelaksanaan pengadaan tanah
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar yang informasinya
diperoleh dari Anggota Pelaksana pengadaan tanah. Hasil dari analisis
tersebut digunakan untuk menyusun kesimpulan sesuai isi yang tergambarkan
dalam dokumen, hasil wawancara, dan hasil observasi. Pernyataan
proposional dan kesimpulan tersebut disajikan dalam bentuk deskriptif
sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian yang kedua sekaligus merupakan
penjelasan atas fenomena yang sedang diteliti.
Hasil akhir dari jawaban kedua pertanyaan penelitian kemudian
ditinjau ulang terhadap catatan di lapangan untuk menguji kebenaran dan
validitas data yang muncul dalam lokasi penelitian. Kesimpulan tersebut
kemudian dibuat menjadi lebih rinci sehingga menjadi sebuah kesimpulan
akhir yang kredibel dan berkualitas sesuai dengan tujuan penelitian.
29
Kesimpulan akhir tersebut juga digunakan untuk mengemukakan solusi yang
ditawarkan oleh peneliti terhadap evaluasi kesesuaian antara dokumen
perencanaan dengan peraturan perundang-undangan pengadaan tanah dalam
proyek pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar.
30
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENGADAAN TANAH JALAN TOL
TEBING TINGGI-PEMATANGSIANTAR
31
4. Kabupaten Serdang Bedagai
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Timur : Kabupaten Batubara dan Kabupaten Simalungun
Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Selatan : Kabupaten Simalungun
32
dari masing-masing 4 kabupaten/kota, dengan panjang jalan ± 58.7 km yang
dalam perencanaan pengadaan tanahnya diperkirkan total jumlah bidang yang
terkena pembangunan jalan tol adalah ± 869 bidang tanah dengan total luas
perkiraan ± 6.717.976 m2.
Kabupaten Serdang Bedagai terdapat 4 kecamatan dengan total 14
desa/kelurahan dengan perkiraan jumlah bidang tanah yaitu ± 381 bidang
dengan perkiraan luas yaitu ± 3.555.602 m 2 yang terkena proyek
pembangunan jalan tol. Kota Tebing Tinggi hanya terdapat 1 kecamatan
dengan 1 desa/kelurahan dengan perkiraan jumlah bidang tanah yaitu ± 45
bidang dengan perkiraan luas ± 78.503 m2 yang terkena proyek pembangunan
jalan tol. Kabupaten Simalungun terdapat 2 kecamatan dengan total 9
desa/kelurahan dengan perkiraan jumlah bidang tanah yaitu ± 323 bidang
dengan perkiraan luas tanah yaitu ± 2.305.293 m 2 yang terkena proyek
pembangunan jalan tol, sedangkan Kota Pematangsiantar terdapat hanya 1
kecamatan dengan total 4 desa/kelurahan dengan perkiraan jumlah bidang
tanah yang terkena proyek pembangunan jalan tol yaitu ± 120 bidang tanah
dengan perkiraan luas yaitu ± 778.578 m2. Wilayah administrasi yang
terlintasi serta perkiraan kebutuhan lahan jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar dapat dilihat pada tabel berikut:
33
NO KABUPATEN KECAMATAN DESA / KELURAHAN
15 TEBING TINGGI BAJENIS PINANG MANCUNG
16 PEMATANG DOLOK KAHEAN
17 DOLOK KAHEAN
18 BATU SILANGIT
19 DOLOK ULU
TAPIAN DOLOK
20 DOLOK MARAJA
21 SIMALUNGUN SINAKSAK
22 SIMBOLON TENGKOH
23 PANOMBEAN PANEI
RUKUN MULYO
24 SIMPANG PANEI
25 GURILLA
26 SIANTAR
PEMATANGSIANTAR BAH SORMA
SITALASARI
27 SETIA NEGARA
28 NAGA HUTA
34
obyek yang terkena pengadaan tanah seluas ± 48,84 Ha atau 7,27% dari total
luas tanah yang dibutuhkan. Selanjutnya sawah terbilang cukup luas seluas ±
92,40 atau 13,75% dari total luas tanah yang dibutuhkan dan tegalan seluas
±1,86 Ha atau 0,28% dari total luas tanah yang dibutuhkan, serta tata guna
tanah lainnya seluas ±17,80 Ha atau 2,65% dari total luas tanah yang
dibutuhkan.
Berdasarkan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah jalan tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar, pada Kabupaten Serdang Bedagai tanah
yang memiliki status tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang terkena obyek
pengadaan tanah adalah seluas ±284,31 Ha, status tanah yang belum terdaftar
hak atas tanahnya yang terkena obyek pengadaan tanah seluas ±60,07 Ha
dengan jumlah bidang tanah sebanyak 227 bidang, sedangkan status tanah
Hak Milik yang terkena obyek pengadaan tanah tidak ada pada Kabupaten
Serdang Bedagai. Status tanah lainnya seperti jalan, irigasi, sungai, kuburan,
dan lain-lain yang terkena obyek pengadaan tanah adalah seluas ±10,31 Ha
dengan jumlah bidang tanah sebanyak 70 bidang.
Pada Kabupaten Simalungun, status tanah Hak Guna Usaha (HGU)
yang terkena obyek pengadaan tanah seluas ±169,87 Ha, status tanah Hak
Milik (HM) yang terkena obyek pengadaan tanah seluas ±8,52 Ha dengan
jumlah bidang tanah sebanyak 41 bidang, sedangkan status tanah yang belum
terdaftar haknya yang terkena obyek pengadaan tanah seluas ±45,72 Ha
dengan jumlah bidang tanah sebanyak 196 bidang. Status tanah lainnya yang
terkena obyek pengadaan tanah pada Kabupaten Simalungun seluas ±5,61 Ha
dengan jumlah bidang tanah sebanyak 41 bidang.
Berdasarkan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT)
Tebing Tinggi–Pematangsiantar, tidak terdapat status tanah Hak Milik (HM)
yang terkena obyek pengadaan tanah pada Kota Pematangsiantar, sedangkan
status tanah yang belum terdaftar hak atas tanahnya yang terkena obyek
pengadaan tanah adalah seluas ±19,08 Ha dengan jumlah bidang tanah
sebanyak 91 bidang. Status tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang terkena
obyek pengadaan tanah pada Kota Pematangsiantar seluas ±58,60 Ha. Untuk
35
status tanah lainnya yang terkena obyek pengadaan tanah seluas ±1,86 Ha
dengan jumlah bidang tanah sebanyak 17 bidang.
Pada Kota Tebing Tinggi, tidak terdapat status tanah Hak Guna
Usaha (HGU) yang terkena obyek pengadaan tanah. Status tanah Hak Milik
(HM) yang terkena obyek pengadaan tanah pada Kota Tebing Tinggi adalah
seluas ±7,55 Ha dengan jumlah bidang tanah sebanyak 41 bidang, sedangkan
untuk status tanah yang belum terdaftar hak atas tanahnya yang terkena obyek
pengadaan tanah tidak ada. Status tanah lainnya yang terkena obyek
pengadaan tanah pada Kota Tebing Tinggi seluas ±0,30 Ha dengan jumlah
bidang tanah sebanyak 4 bidang.
Tabel 3. Status Tanah yang Terkena Obyek Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar.
36
C. Tata Ruang Wilayah
a. Pengembangan Wilayah Kota Tebing Tinggi
Arahan pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi didasarkan pada:
37
b. kawasan cagar budaya; dan
c. kawasan rawan bencana alam.
2. Rencana pengembangan kawasan budidaya kota terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perumahan;
b. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
c. kawasan peruntukan perkantoran;
d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan peruntukan pariwisata;
f. kawasan ruang terbuka non hijau kota;
g. kawasan ruang evakuasi bencana;
h. kawasan peruntukan ruang bagi sektor informal;
i. kawasan peruntukan pendidikan; dan
j. kawasan pertahanan dan keamanan Negara.
Peta rencana pola ruang Kota Tebing Tinggi dapat dilihat pada
lampiran 4.
38
d. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) Perumahan Tojay yaitu sebagian
Keurahan Gurila, sebagian Kelurahan Bah Sorma dan sebagian Kelurahan
Bah Kapul
e. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) Simpan yaitu sebagian Kelurahan
Nagahuta, sebagian Nagahuta Timur, sebagian Tong Marimbun dan
Simarimbun
f. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) Megaland yaitu Kelurahan Siopatsuhu
g. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) 1 yaitu Kelurahan Tambun Nabolon.
Peta rencana struktur ruang Kota Pematangsiantar dapat dilihat pada
gambar lampiran 5.
39
Simalungun Tahun 2011-2031. Rencana sistem perkotaan dikembangkan
dalam bentuk pusat-pusat kegiatan, sesuai kebijakan nasional dan provinsi,
potensi, dan rencana pengembangan wilayah kabupaten. Pusat pengembangan
kegiatan adalah sebagai berikut:
1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berada di:
a. Kota Pematang raya, Kecamatan Raya,
b. Kota Perdagangan, Kecamatan Bandar,
c. Kota Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon,
d. Kota Saribu Dolok, Kecamatan Silimakuta.
2. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) yang meliputi:
a. Kota Dolok Marlawan, kecamatan Siantar.
b. Kota Serbelawan, kecamatan Oolok Batu Nanggar.
c. Kota Tanah Jawa. kecamatan Tanah Jawa
3. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) berada di:
a. kota Purbasari, kecamatan Tapian
b. kota Pematang Bandar. kecamatan Pematang Bandar.
c. kota Tiga Dolok, kecamatan Dolok Panribuan.
d. kota Panei Tongah, kecamatan Panei.
e. kota Sarimatondang, kecamatan Sidamanik.
4. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) adalah pusat-pusat kegiatan yang tidak
termasuk sebagai PKL, PKLp dan PPK, meliputi Kecamatan:
a. Pematang Silimahuta
b. Purba
c. Haranggaol Horison
d. Dolok Pardamean
e. Pematang Sidamanik
f. Hatonduhan
g. Jorlang Hataran
h. Panombeian Panei
i. Dolok Silau
j. Silau Kahean
40
k. Gunung Malela
l. Gunung Maligas
m. Huta Bayu Raja
n. Jawa Maraja Bah Jambi
o. Bandar Huluan
p. Bandar Masilam
q. Bosar Maligas
r. Ujung Padang.
Peta rencana struktur ruang Kabupaten Simalungun dapat dilihat
pada lampiran 7.
2. Rencana Pola Ruang
Berdasarakan RTRW Kabupaten Simalungun tahun 2011-2031, pola
ruang kabupaten Simalungun meliputi:
1. Pola ruang kawasan lindung yang terdiri dari:
a. Kawasan hutan lindung;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. Kawasan perlindungan setempat;
d. Kawasan konservasi;
e. Kawasan rawan bencana alam;
f. Kawasan lindung geologi.
2. Pola ruang kawasan budidaya yang terdiri dari:
a. Kawasan hutan produksi;
b. Kawasan hutan rakyat;
c. Kawasan pertanian;
d. Kawasan perkebunan;
e. Kawasan perikanan;
f. Kawasan perternakan;
g. Kawasan pertambangan;
h. Kawasan industri;
i. Kawasan pariwisata;
41
j. Kawasan pemukiman; dan
k. Kawasan peruntukan lainnya.
Peta rencana pola ruang Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada
lampiran 8.
42
2. Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang Kabupaten Serdang Bedagai menggambarkan
rencana peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan
kawasan lindung dan kawasan budidaya adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Lindung Kabupaten Serdang Berdagai meliputi:
a. Kawasan hutan lindung
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya
c. Kawasan perlindungan setempat
d. Kawasan suaka, pelestarian alam dan cagar budaya
e. Kawasan rawan bencana
f. Kawasan lindung lainnya.
2. Kawasan Budidaya Kabupaten Serdang Bedagai meliputi:
a. Kawasan hutan produksi
b. Kawasan hutan tanaman rakyat
c. Kawasan pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering
d. Kawasan perkebunan
e. Kawasan peternakan
f. Kawasan perikanan dan kelautan
g. Kawasan pertambangan
h. Kawasan industri
i. Kawasan pariwisata
j. Kawasan permukiman
k. Kawasan peruntukan lainnya.
Peta rencana pola ruang Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat pada
lampiran 10.
Berdasarkan pasal 3 ayat 1 poin a Peraturan Presiden Nomor 71
tahun 2012 menyatakan bahwa setiap instansi yang memerlukan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum membuat rencana pengadaan tanah
yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Selanjutnya,
43
pada pasal 5 ayat 1 poin b peraturan ini menyebutkan bahwa rencana
pengadaan tanah disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan
tanah paling sedikit memuat kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan prioritas pembangunan. Rencana Tata Ruang (RTRW) ini
adalah sesuatu hal yang harus benar-benar diperhatikan dalam pengadaan
tanah dimana rencana pembangunan lokasi pengadaan tanah harus telah
sesuai dengan RTRW tempat rencana pengadaan tanah sebagaimana yang
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
44
BAB V
PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PENGADAAN TANAH
JALAN TOL TEBING TINGGI–PEMATANGSIANTAR
45
Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012. Pada pasal 2 Peraturan
Presiden ini disebutkan bahwa rencana pengadaan tanah dapat disusun secara
bersama-sama oleh isntansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi
terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh
instansi yang memerlukan tanah. Melalui peraturan ini, pembuatan DPPT
dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga yaitu lembaga profesional yang
ditunjuk langsung oleh instansi yang memerlukan tanah.
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar dibuat oleh PT. Yodya Karya (Persero) dan PT.
Andika Persada Raya (KSO) yang disetujui oleh PT. Hutama Marga Waskita
dan diketahui oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Direktorat Jalan
Bebas Hambatan, Perkotaan dan Fasilitas Jalan Daerah Kementerian PUPR.
Berdasarkan informasi dari mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lahan
jalan tol Tebing Tinggi–Parapat–Sibolga Satuan Kerja Wilayah 2, tahap 1
ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar yang pada tanggal 30 Maret 2020 masa
tugasnya berakhir sebagai PPK, pembuatan dokumen perencanaan pengadaan
tanah ini merupakan pekerjaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) yang dilimpahkan kepada pihak ketiga yang
ditunjuk langsung oleh menteri. PPK hanya ikut serta dalam pembahasan
mengenai Basic Design saja, yaitu penetapan trase ruas jalan tol yang akan
dibangun dan itupun hanya sebatas usulan.
Jika dilihat pada lembar pengesahan dokumen perencanaan
pengadaan tanah jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar ini, pembuatan
dokumen perencanaan ini mengalami dua kali pelimpahan. Pada kolom
“diperiksa dan disetujui” bukan dilakukan oleh kementerian PUPR namun
dilakukan oleh PT. Hutama Marga Waskita dan pada kolom pembuatan pada
lembar pengesahan ini, DPPT dibuat oleh PT. Yodya Karya (Persero) dan PT.
Andika Persada Raya (KSO), sedangkan Kementerian PUPR hanya
mengetahui. Melalui hal ini, dapat dilihat bahwa Kementerian PUPR
melimpahkan pembuatan DPPT ini kepada PT. Hutama Marga Waskita dan
46
PT. Hutama Marga Waskita melimpahkan lagi kepada PT. Yodya Karya
(Persero) dan PT. Andika Persada Raya (KSO). Untuk lebih jelasnya, lembar
pengesahan DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
47
bersangkutan hanya mengetahui bahwa pembuatan DPPT tersebut dilakukan
oleh pihak ketiga dan PPK yang merupakan bagian dari instansi yang
memerlukan tanah, tidak pernah terlibat dalam penyusunannya. Menurutnya
hal ini lazim dilakukan di semua tempat kegiatan pengadaan tanah. Bahkan
dikebanyakan tempat, PPK belum terbentuk tetapi DPPT sudah selesai
dibuat. Menurutnya lagi, jika PPK ada terlebih dahulu sebelum DPPT
dikeluarkan, PPK dapat memantau penyusunan DPPT tersebut. Dalam hal ini,
peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai pembuatan DPPT tersebut,
namun peneliti tidak mempunyai akses kepada pihak ketiga pembuat DPPT
tersebut.
Peneliti juga mendapat informasi dari kepala seksi pengadaan tanah
Kabupaten Simalungun bahwa dalam pembuatan DPPT, kantor pertanahan
tidak pernah diikutsertakan dalam penyusunannya. Begitu juga pernyataan
dari kepala seksi pengadaan tanah Kabupaten Serdang Bedagai bahwa dalam
penyusunan DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, BPN tidak
terlibat didalamnya. Kepala Desa Pematang Dolok Kahean yang merupakan
bagian dari Kabupaten Simalungun juga mengatakan bahwa pihak desa tidak
pernah ikut terlibat dalam hal perencanaan pengadaan tanah ini, baik dalam
pendataan pihak-pihak yang terkena dampak dari pengadaan tanah maupun
dalam peninjauan lokasi pengadaan tanah. Melalui hal tersebut dapat dilihat
bahwa dalam penyusunan DPPT, pihak ketiga tidak melibatkan instansi
terkait dalam pengadaan tanah jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar.
48
Tanggal 22 Februari 2017 terbit Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol
(PPJT) antara Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yaitu PT. Hutama Marga
Waskita dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dengan ruas jalan tol
Kuala Tanjung–Tebing Tinggi–Parapat dimana ruas jalan tol Tebing Tinggi–
Parapat–Sibolga belum masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sekitar 4 bulan setelah PPJT terbit, ruas jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar–Parapat–Tarutung–Sibolga masuk dalam PSN setelah terbit
Peraturan Presiden Nomor 58 tahun 2017 (pengganti Peraturan Presiden
nomor 3 tahun 2016) tanggal 15 Juni 2017.
Tahap pembuatan DPPT sampai diterbitkan memerlukan waktu
sekitar 1 (satu) tahun setelah PPJT terbit. Sebelum Dokumen Perencanaan
Pengadaan Tanah (DPPT) jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
diterbitkan, PPK ikut serta bersama-sama dengan Subdit Jalan Bebas
Hambatan (JBH), Subdit Tanah, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Badan
Usaha Jalan Tol (BUJT) serta konsultan membahas basic design (desain
dasar) dalam perencanaannya. Pembahasan basic design tidak hanya
membahas trase jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar saja, namun
keseluruhan trase sampai trase jalan tol Pematangsiantar–Parapat. Hal yang
banyak dibahas dalam basic design adalah mengenai trase jalan tol
Pematangsiantar–Parapat karena dalam trase ini banyak sekali perbedaan
antara usulan PPK dengan perencanaan yang telah dibuat oleh BUJT. Salah
satu contohnya adalah seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:
49
Gambar 5. Perbandingan Trase Original PPJT, Usulan PPK dan Usulan Konsultan
BUJT
Sumber: Hasil Pengolahan Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan
Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, 2020
50
72+000 dan lembah kedalaman dengan 70m bentang >1.500m pada Km
83+000. Perbedaan usulan ini menyebabkan DPPT jalan tol Pematangsiantar–
Parapat belum juga terbit.
Akan tetapi, Peneliti hanya mengkaji tahap I trase jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar, dimana dalam perencanaan yang telah dibuat pada
trase jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, PPK menemukan hambatan
pada trase yang telah dirancang melalui observasi via Google Earth dan hasil
pembuktian di lapangan yaitu:
1. 1 (satu) kampung tradisional
2. 1 unit SD Negeri
3. Puluhan makam leluhur orang Batak
4. 1 (satu) pemakaman muslim dengan luas ±2 ha
5. 1 (satu) mesjid
6. 3 perumahan
7. Rumah tinggal yang terdampak ±250 unit
Hasil observasi dilaporkan kepada pihak-pihak terkait seperti Subdit
Jalan Bebas Hambatan (JBH), Subdit Tanah, Badan Pengatur Jalan Tol
(BPJT), Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) maupun konsultan dan selanjutnya
PPK membuat usulan perubahan trase. Usulan perubahan trase tersebut
diterima oleh konsultan dan subdit Jalan Bebas Hambatan (JBH), dimana
trase yang baru sudah hampir terbebas dari rintangan-rintangan sebelumnya.
Tidak hanya itu, dalam kajiannya PPK juga menemukan hal yang
dianggap kurang layak mengenai dimensi ROW plan yang telah dibuat
dengan lebar jalan selebar 105m, seperti apa yang telah dibangun sebelumnya
pada jalan tol Medan–Kualanamu–Tebing Tinggi serta pada jalan tol yang
akan dibangun pada ruas Tebing Tinggi–Kisaran hanya memiliki lebar 60m.
Dalam usulannya, PPK mengusulkan agar lebar jalan untuk jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar tetap selebar 60m. Namun dalam rapat finalisasi
DPPT tidak terdapat pembahasan mengenai dimensi ROW plan seperti apa
yang telah diusulkan oleh PPK. Rapat finalisasi DPPT hanya membahas
mengenai bagaimana teknis percepatan untuk menerbitkan DPPT.
51
C. Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Terbit
52
Peneliti juga menemukan perbedaan daftar desa/kelurahan yang
terkena pengadaan tanah antara DPPT dengan SK Penetapan Lokasi.
Terdapat 2 desa yang berbeda, dimana pada Kabupaten Serdang Bedagai,
Desa Paya Bagas pada DPPT masuk dalam lokasi pengadaan tanah, namun
pada SK Penlok tidak memasukkan desa Paya Bagas. Berdasarkan informasi
dari mantan PPK, Desa Paya Bagas tidak masuk dalam SK Penlok karena
Desa Paya Bagas masuk dalam zona Y junction (simpang tiga) dimana detail
enginering dalam hal tersebut belum pasti disaat tim persiapan turun ke
lapangan untuk verifikasi data. Masih pada Kabupaten Serdang Bedagai, pada
DPPT, Desa Marjanji tidak masuk dalam lokasi pengadaan tanah, namun
pada SK Penlok Desa Marjanji masuk dalam lokasi pengadaan tanah.
Selanjutnya pada Kota Pematangsiantar, Kelurahan Tanjung Pinggir tidak
masuk dalam lokasi pengadaan tanah, namun pada SK Penlok Kelurahan
Tanjung Pinggir masuk dalam lokasi pengadaan tanah. Jumlah desa yang
masuk dalam lokasi pengadaan tanah pada DPPT berjumlah 28 desa,
sedangkan jumlah desa yang masuk dalam lokasi pengadaan tanah pada SK
Penlok berjumlah 29 desa dengan perbedaan yang telah disebutkan
sebelumnya di atas. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa tidak adanya
sinkronisasi antara DPPT dengan SK Penlok mengenai daftar desa yang
terkena pengadaan tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
53
Gambar 6. Daftar Desa yang Terkena Pembangunan Jalan Tol pada SK Penetapan
Lokasi
Sumber: SK Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, 2018
Gambar 7. Daftar Desa yang Terkena Pembangunan Jalan Tol pada Dokumen
Perencanaan Pengadaan Tanah
Sumber: Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, 2018
54
Berdasarkan gambar 6 dan 7, dapat dilihat bahwa ada perbedaan
antara DPPT dan SK Penlok. Padahal dalam pembuatan DPPT sudah
dibuatkan rancangan trase yang melewati lokasi mana saja yang terkena
pembangunan jalan tol. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa perencanaan yang
telah dibuat dalam DPPT dapat berubah pada SK Penlok dimana seharusnya
perencanaan trase yang telah dibuat sudah merupakan letak yang pasti.
Bahkan dalam perjalanannya, SK Penlok mengalami revisi melalui
permohonan dari PPK kepada Direktur Jalan Bebas Hambatan dan Fasilitas
Jalan Daerah yang selanjutnya diteruskan kepada Gubernur Sumatera Utara
untuk menambahkan lagi Desa Paya Bagas, Kecamatan Sei Bamban,
Kabupaten Serdang Bedagai yang dalam perencanaannya pada DPPT
sebenarnya telah masuk dalam lokasi yang terkena proyek pembangunan
jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar. Pasal 40 Peraturan Gubernur
Sumatera Utara Nomor 18 Tahun 2017 memang sudah mengatur mengenai
revisi SK Penlok, akan tetapi dalam peraturan pengadaan tanah baik Undang-
Undang No.2 tahun 2012 maupun Peraturan Presiden No.71 tahun 2012 tidak
ada mengatur hal mengenai revisi SK Penlok. Bahkan pada pasal 44 ayat 1
dan 2 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 disebutkan bahwa dalam hal
jangka waktu penetapan lokasi pembangunan yaitu berlaku untuk jangka
waktu 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali untuk paling lama 1 tahun tidak
terpenuhi, dilaksanakan proses ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai
pengadaannya dimana proses ulang tersebut dimulai dari tahap perencanaan.
Namun faktanya pada pengadaan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
SK Penlok yang sudah ditetapkan direvisi hanya dengan melalui surat
permohonan PPK yang pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 maupun
Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tidak mengatur mengenai revisi SK
Penlok. Bahkan sebagaimana disebutkan pada pasal 44 Peraturan Presiden
Nomor 71 tahun 2012 dalam hal jangka waktu SK Penlok yang sudah
berakhir dan permohonan perpanjangannya tidak terpenuhi dilakukan proses
ulang terhadap tanah yang belum selesai pengadaannya, untuk membuat SK
Penlok yang baru prosesnya harus dimulai dari tahap perencanaan.
55
Pasal 27 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012
menyatakan bahwa pendataan awal lokasi rencana pembangunan
dilaksanakan oleh tim persiapan atas dasar dokumen perencanaan pengadaan
tanah. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh salah satu anggota PPK
lahan jalan tol Tebing Tinggi–Parapat–Sibolga Satuan Kerja Wilayah 2, tahap
1 ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar dan ditegaskan oleh mantan PPK,
bahwa data yang dipakai dalam pendataan awal adalah data yang ada pada
DPPT selanjutnya dilakukan pendataan ulang ke lokasi rencana
pembangunan. Pada Pasal 52 ayat 2 poin c Peraturan Presiden Nomor 71
tahun 2012 disebutkan bahwa pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah oleh
instansi yang memerlukan tanah dilengkapi dengan data awal pihak yang
berhak dan objek pengadaan tanah. Akan tetapi ketika peneliti menelusuri ke
kantor pertanahan, kantor pertanahan tidak pernah menerima data pendataan
awal dari instansi yang memerlukan tanah. Peneliti menanyakan pada 3
Kepala Seksi Pengadaaan Tanah pada kantor pertanahan yaitu Kantor
Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Simalungun dan Kota
Pematangsiantar dimana ketiga Kepala Seksi Pengadaan Tanah kantor
pertanahan tersebut menyatakan hal yang sama, tidak pernah mendapatkan
dokumen apapun dari pendataan awal yang dilakukan pada tahap persiapan.
56
DPPT tersebut sebagai pedoman dalam pelaksanaan. Pendataan awal yang
didasari oleh DPPT seperti yang telah disebutkan pada poin tahap persiapan
tidak pernah diterima oleh kantor pertanahan. Dalam pekerjaan pada tahap
pelaksanaan, kantor pertanahan tidak pernah membawa data yang telah dibuat
pada tahap perencanaan dan tahap persiapan.
Berdasarkan informasi dari Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor
Pertanahan Kabupaten Simalungun, dalam pelaksanaannya BPN melakukan
inventarisasi dan identifikasi pihak yang berhak dan obyek pengadaan tanah
tidak berpedoman pada DPPT maupun pendataan awal yang dibuat pada
tahap persiapan, karena BPN memang tidak menerima pendataan awal
tersebut. BPN melakukan pendataan pemilik tanah dan obyek pengadaan
tanah dimulai dari awal, tanpa ada data pendukung. Daftar nama yang ada
pada lampiran DPPT hanya sebagian kecil yang dapat digunakan pada saat
inventarisasi dan identifikasi daftar pemilik di lapangan, sehingga BPN tidak
mengacu pada daftar yang ada pada DPPT tersebut.
Sebagai contoh pada Desa Pematang Dolok Kahean, Kecamatan
Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun, dimana masyarakat yang terkena
pengadaan tanah dalam daftar nama pada DPPT berjumlah 25 pemilik obyek
pengadaan tanah dengan luas bidang tanah ±128.850 m2 dan tanah HGU
milik PT. Brigestone seluas ±196.465 m2 serta jalan dan saluran air
dimasukkan dalam daftar pemilik dengan luas ±9.091 m2, sedangkan pada
daftar nominatif pengadaan tanah tersebut, masyarakat yang terkena
pengadaan tanah berjumlah 49 pemilik obyek pengadaan tanah dengan luas
126.438 m2 dan tanah HGU milik PT. Brigestone seluas 104.530 m2. Jumlah
daftar nama masyarakat yang sama antara daftar pada DPPT dengan daftar
nominatif hanya sejumlah 15 daftar nama saja. Pada perkiraan nilai ganti
kerugian dalam DPPT ini, jalan dan saluran air masuk dalam daftar luas tanah
yang diganti rugi sehingga total indikasi nilai tanah seluas ±334.406 m2
adalah sebesar Rp11.704.210.000,- dengan indikasi nilai tanah per m 2 adalah
sebesar Rp35.000,-. Peneliti hanya mendapatkan satu data rinci nilai ganti
kerugian yang sudah diberikan pada desa tersebut, dengan pemilik obyek
57
pengadaan tanah atas nama Leman yang memiliki luas tanah 3.751 m2 dengan
ganti kerugian nilai pasar tanah sebesar Rp727.694.000 yang artinya nilai
tanah per m2 adalah sebesar Rp194.000, walaupun pasti tidak semua tanah
yang terkena pengadaan tanah pada desa tersebut memiliki nilai sebesar itu.
Hal tersebut sangat jauh berbeda jaraknya dengan indikasi nilai tanah pada
DPPT yang hanya sebesar Rp Rp35.000,- per m2. Akan tetapi, untuk PT.
Bridgestone peneliti tidak mendapatkan data ganti kerugian yang telah
diberikan. Masyarakat yang sudah diberikan ganti kerugian pada desa ini
sebanyak 47 pemilik obyek pengadaan tanah dengan luas total 126.402 m2.
Total ganti kerugian fisik dan non fisik terhadap 47 pemilik obyek pengadaan
tanah dalam validasi pemberian ganti kerugian pada Desa Pematang Dolok
Kahean adalah sebesar Rp24.062.689.185, yang rinciannya dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4. Validasi Pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak pada Desa
Pematang Dolok Kahean
Luas tanah yang dilepaskan Besar nilai ganti kerugian
No Pihak yang berhak
(M2) (Rp)
1 Supratman 684 125.290.714
2 Ibrahim 459 82.503.346
3 Saniyem 264 39.335.088
4 Mesnan 1.286 240.629.939
5 Mesran 157 32.688.921
6 Matnuh 35 11.794.016
7 Ngatiyem 1.670 369.225.544
8 Rohani 1.530 342.036.452
9 Leman 3.751 1.182.158.014
10 Lasiyo 213 54.820.955
11 Catam 2.192 485.963.708
12 Yusman 7.188 1.398.947.879
13 Sutrisno 4.800 933.609.867
14 Pardi 225 29.800.164
15 Misno 1.268 247.783.526
16 Budiman 21 3.293.090
17 Misno 2.847 1.234.101.064
18 Katiyem 345 333.871.565
19 Marjani 2.257 1.054.463.045
58
Luas tanah yang dilepaskan Besar nilai ganti kerugian
No Pihak yang berhak
(M2) (RP)
20 Warno 11.230 2.214.893.068
21 Deni Juantoro 1.972 296.145.857
22 Misno 5 1.815.672
23 Waijo 930 127.860.512
24 Mispan 3.050 434.397.227
25 Misno 2.357 406.663.939
26 Arisman Purba 15.206 2.383.909.934
27 Jael Purba 216 29.486.995
28 Mulyadi 3.515 559.647.984
29 Yusman 1.218 175.182.647
30 Borisman Turnip 1.957 394.041.474
31 Suwono 216 29.486.995
32 Aliman 2.343 381.156.048
33 Misno 990 153.430.519
34 Polinawati Damanik 2.769 395.389.582
35 H. Boiman 15.011 2.335.064.257
36 Rohaya 894 190.963.493
37 Mesiyem 611 97.455.791
38 Supini 5.387 918.547.578
39 Meswan 826 128.671.239
40 Sarman 2.117 296.917.380
41 Tukiyah 100 20.180.782
42 Rustini 105 15.215.373
43 Suardi 77 10.647.210
44 Musiah Damanik 12.656 1.731.759.274
45 Wagia Hanya Luas Bangunan 110,5 m2 318.580.168
46 Lasiyo 7.554 1.345.657.074
47 Ponidjan 1.898 467.204.216
Total 126.402 24.062.689.185
59
telah dibayarkan pada Desa Rukun Mulyo yang juga sama halnya seperti pada
Desa Pematang Dolok Kahean yang hanya mendapatkan satu data rinci nilai
ganti kerugian yang sudah diberikan pada desa tersebut, dengan pemilik
obyek pengadaan tanah atas nama Regen Sinaga yang memiliki luas tanah
2.440 m2 dengan ganti kerugian nilai pasar tanah sebesar Rp363.560.000,
artinya nilai pasar tanah per m2 adalah sebesar Rp149.000. Hal tersebut jauh
berbeda jika dilihat pada DPPT dengan indikasi nilai tanah hanya sebesar
Rp35.000 per m2. Pada DPPT tidak dijelaskan bagaimana dan darimana nilai
tanah ditinjau. Jarak antara perkiraan nilai tanah pada DPPT dengan nilai
ganti kerugian yang dibayarkan sangat jauh berbeda.
Masih pada Kabupaten Simalungun, terdapat permasalahan pada
Kelurahan Sinaksak. Berdasarkan informasi dari Lurah Sinaksak, ganti
kerugian belum dapat dilaksanakan karena adanya permasalahan administrasi,
seperti surat tanah/sertipikat belum diserahkan kepada panitia pengadaan
tanah, dan ada surat tanah/sertipikat yang masih dipegang oleh orang lain
ataupun sedang diagunkan di bank. Selain itu terdapat juga kendala mengenai
bangunan (gudang) yang masih melintang menghalangi proses pembangunan
jalan tol yang belum dapat dieksekusi, karena pemilik gudang tersebut belum
menyetujui nilai yang akan dibayarkan dengan harga lama, pemilik bangunan
menginginkan ganti kerugian dengan harga baru yang menurutnya sudah
berubah karena bangunan tersebut sudah bertambah besar dari sebelumnya
pada saat survei awal. Bangunan yang menghalangi pembangunan jalan tol
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
60
Gambar 8. Bangunan yang belum dapat dieksekusi dalam pembangunan jalan tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar
Sumber: Dokumentasi peneliti, 2020
61
inventarisasi dan identifikasi pemilik tanah. Kepala Seksi Pengadaan Tanah
Kantor Pertanahan Kota Pematangsiantar juga mengatakan bahwa dalam
pelaksanaan pengadaan tanah jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar untuk
wilayah Kota Pematangsiantar terdapat permasalahan yaitu terdapat sekitar
±300 orang penggarap tanah Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan
Nusantara III (PTPN III) yang belum dapat diselesaikan permasalahan
penguasaan dan pemilikannya. Pada DPPT jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar tidak terdapat data orang-orang yang menggarap tanah
PTPN III tersebut.
Hal serupa juga terjadi pada Desa Gunung Pane, Kecamatan
Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai, ada permasalahan terhadap 10 pemilik
tanah garapan. Pada dokumen perencanaan ke-10 pemilik tanah garapan
tersebut tidak tercantum. Seharusnya jika survei pada perencanaan dilakukan
dengan baik, data dari para penggarap pasti dapat diketahui sebelumnya. Jika
dalam pembuatan dokumen perencanaan pengadaan tanah melibatkan instansi
yang terkait seperti BPN, kemungkinan segala permasalahan dapat diketahui
pada saat perencanaan dan lebih mudah untuk mencari solusi dari
permasalahan sebelum kegiatan mulai dilaksanakan.
Walaupun terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan pengadaan
tanah ini, dalam hal ganti kerugian kepada masyarakat terbilang lancar.
Sampai saat penelitian ini dilakukan, belum ada ganti kerugian yang
terkendala sampai dilakukan konsinyasi. Masyarakat merasa nilai ganti
kerugian yang diberikan sudah layak yang memang nilainya cukup besar jauh
berbeda dengan indikasi nilai tanah yang diperkirakan pada DPPT.
62
BAB VI
KESESUAIAN ANTARA DOKUMEN PERENCANAAN PENGADAAN
TANAH JALAN TOL TEBING TINGGI–PEMATANGSIANTAR
DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
63
1. Untuk meningkatkan asksesibilitas dan konektivitas serta kapasitas
jaringan jalan antar wilayah di Sumatera Utara.
2. Memberikan opsi transportasi dengan biaya yang relatif lebih rendah
dibandingkan jalan yang ada saat ini dan waktu tempuh lebih cepat.
3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing melalui pengurangan biaya
distribusi dan menyediakan akses ke pasar regional maupun internasional.
4. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya jalan tol ini akan mempersingkat waktu tempuh Medan-
Danau Toba sekaligus mempermudah akses darat dari dan atau ke kawasan
Danau Toba yang merupakan salah satu destinasi wisata kelas dunia,
sehingga Danau Toba dan sekitarnya bisa menjadi kawasan pariwisata yang
berkembang.
Tujuan yang tertuang dalam DPPT tersebut terlalu menjelaskan
secara umum mengenai pembangunan tersebut, kurang menjelaskan secara
rinci mengenai tujuan pembangun jalan tol ini. Poin-poin yang dijelaskan
belum memiliki kepastian apakah dengan adanya jalan tol ini, hal-hal yang
dijelaskan pada tujuan ini dapat tercapai. Bagaimana jika sebaliknya,
pembangun jalan tol ini menjadi penyebab matinya perekonomian masyarakat
sekitar yang terkena pembangunan jalan tol. Seharusnya pada DDPT
dijelaskan secara rinci masing-masing poin, bagaimana hal tersebut bisa
terwujud agar tujuan pembangunan ini semakin jelas arahnya.
64
Pada bab 3 DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar telah
memuat kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah mulai dari RTRW
Nasional sampai dengan RTRW kabupaten/kota. Namun isinya hanya
menjelaskan peraturan mengenai RTRW tersebut. Berdasarkan RTRW
Nasional, jalan tol Tebing Tinggi–Parapat tahap I ruas jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar termasuk dalam RTRW jalan bebas hambatan
nasional yang termuat dalam lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 13
tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Begitu juga dengan
RTRW provinsi dan RTRW kabupaten/kota yang hanya memuat
peraturannya saja mengenai RTRW provinsi dan RTRW kabupaten/kota
tanpa memberikan informasi yang detail mengenai kesesuaian rencana
pembangunan jalan tol tersebut dengan RTRW. Jika dilihat melalui isinya
pada poin tersebut, tidak ditemukan apakah rencana pembangunan pada
lokasi pengadaan tanah telah sesuai dengan RTRW. Tidak dicantumkan peta
yang detail mengenai rencana pembangunan dengan RTRW, yang ada hanya
peta rencana pembangunan jaringan jalan tol Trans Sumatera yang tidak
menjelaskan apa-apa mengenai kesesuaian dengan rencana tata ruang
wilayah.
65
Gambar 9. Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Tans Sumatera
Sumber: Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, 2018
66
Pada poin kesesuaian rencana pembangunan dengan rencana tata
ruang wilayah pada DPPT tersebut, hanya terdapat gambar peta seperti pada
gambar 17 yang termuat dalam poin tersebut. Pada DPPT tidak menampilkan
peta RTRW baik RTRW Nasional, RTRW Provinsi maupun RTRW
kabupaten/kota. Pada DPPT, untuk RTRW provinsi Sumatera Utara hanya
disebutkan merujuk pada RTRW Provinsi Sumatera Utara tahun 2016–2036
dimana kebijakan pengembangan tata ruang yang ditetapkan pada tingkat
nasional dalam RTRW Nasional, yang menetapkan jalan bebas hambatan
(jalan tol) meliputi salah satunya adalah ruas Tebing Tinggi–
Pematangsiantar–Parapat–Tarutung–Sibolga. Akan tetapi, peneliti tidak dapat
menemukan Peraturan Daerah yang mengatur RTRW Provinsi Sumatera
Utara tahun 2016-2036. Peneliti hanya menemukan Peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Utara Nomor 2 tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang
Provinsi Sumatera Utara tahun 2017-2037 yang pada pasal 103 pada aturan
ini menyebutkan “Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan
Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003–2018 (Lembaran
Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 Nomor 19 Seri C Nomor 9),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”. Pada pasal tersebut tidak mengatakan
mencabut aturan mengenai RTRW Provinsi Sumatera Utara tahun 2016-2036
yang artinya bahwa RTRW Provinsi Sumatera Utara tahun 2016-2036 tidak
pernah ada menurut aturan tersebut.
Hal yang sama juga terdapat pada kesesuain dengan RTRW
Kabupaten Serdang Bedagai, yang hanya menyebutkan rencana
pengembangan jalan bebas hambatan/jalan tol Tebing Tinggi–Parapat tahap I
ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar tertuang dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Serdang Bedagai Nomor 12 tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2013–2033.
Pada aturan ini, peneliti tidak menemukan adanya pembahasan mengenai
rencana pengembangan jalan tol tersebut seperti apa yang disebutkan pada
DPPT. Begitu juga pada kesesuian dengan RTRW Kota Pematangsiantar,
67
menurut DPPT rencana pengembangan jalan bebas hambatan/jalan tol Tebing
Tinggi–Parapat tahap I ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar tercantum dalam
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 4 tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pematangsiantar tahun 2012-
2032. Akan tetapi aturan tersebut tidaklah benar, Peraturan Daerah Kota
Pematangsiantar Nomor 4 tahun 2012 bukan tentang RTRW Kota
Pematangsiantar melainkan tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2005-2025. Peraturan yang benar
mengenai RTRW Kota Pematangsiantar tahun 2012-2032 adalah Peraturan
Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 1 tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar tahun 2012-2032. Jika mengacu pada
peraturan tersebut memang rencana pengembangan jalan bebas
hambatan/jalan tol Tebing Tinggi–Parapat tahap I ruas Tebing Tinggi–
Pematangsiantar termuat didalamnya yaitu pada pasal 10 poin b yang
berbunyi:“Rencana pengembangan jaringan jalan meliputi: pengembangan
jalan bebas hambatan ruas Kota Tebing Tinggi–Kota Pematangsiantar–
Parapat–Sibolga”.
Berbeda dengan kesesuaian dengan RTRW Kabupaten Simalungun,
dalam DPPT rencana pengembangan jalan bebas hambatan/jalan tol Tebing
Tinggi–Parapat tahap I ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar tercantum dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 10 tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun Tahun 2011-2031
yang pada pasal 16 aturan ini menyebutkan “Pengembangan dan pengelolaan
jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) huruf a yaitu
menetapkan adanya jalan bebas hambatan yang dilakukan untuk mendukung
perkembangan PKN Mebidangro, meliputi: Tebing Tinggi–Pematangsiantar–
Parapat–Tarutung–Sibolga”. Berdasarkan peraturan ini rencana
pengembangan jalan bebas hambatan/jalan tol Tebing Tinggi–Parapat tahap I
ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar termasuk dalam RTRW Kabupaten
Simalungun. Sama halnya pada kesesuaian dengan RTRW Kota Tebing
Tinggi, pada DPPT disebutkan bahwa rencana pengembangan jalan bebas
68
hambatan/jalan tol rencana pengembangan jalan bebas hambatan/jalan tol
Tebing Tinggi–Parapat tahap I ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar
tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi Nomor 4 tahun 2013
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tebing Tinggi tahun 2013–2033
yang isinya juga telah sesuai bahwa rencana pengembangan jalan tol tersebut
termasuk dalam RTRW Kota Tebing Tinggi yaitu pada pasal 11 poin 7 huruf
a yang berbunyi: “Pengembangan jaringan jalan meliputi: pengembangan
jalan bebas hambatan ruas Kota Medan–Kota Tebing Tinggi–Kota
Pematangsiantar/Parapat–Sibolga dengan trase jaringan jalan diarahkan
mengikuti rencana jaringan jalan lingkar luar barat”. Namun pada DPPT tidak
dijelaskan apakah trase yang direncanakan telah sesuai dengan RTRW daerah
setempat, walaupun telah termuat dalam peraturan.
Peneliti mencoba membandingkan isi mengenai kesesuaian dengan
RTRW dari DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar dengan DPPT
jalan tol Indrapura–Kisaran yang kedua pembangunan tersebut sama-sama
berada pada Provinsi Sumatera Utara, dimana pada DPPT jalan tol Indrapura–
Kisaran poin kesesuaian dengan RTRW dijelaskan dengan rinci. Rencana
pembangunan jalan tol dimuat dalam peta RTRW, baik RTRW provinsi
maupun RTRW kabupaten yang terlintasi pembangunan jalan tol tersebut.
Kesesuaian dengan RTRW pada DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran dapat
dilihat pada lampiran 11.
Dalam hal prioritas pembangunan, pada DPPT disebutkan bahwa
jalan tol Tebing Tinggi–Parapat tahap I ruas jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar termasuk dalam salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN)
yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang pada poin 57
lampiran peraturan ini menyebutkan pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar–Parapat–Tarutung–Sibolga (200 km) termasuk dalam
Proyek Strategis Nasional yang merupakan bagian dari Trans Sumatera yang
menjadi salah satu pembangunan prioritas. Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor
69
3 tahun 2016 berbunyi: “Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang
dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha
yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan daerah”.
3. Letak Tanah
Pasal 5 poin 4 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012
menyebutkan letak tanah diuraikan sesuai dengan wilayah administrasi
tempat lokasi pembangunan yang direncanakan meliputi:
a. Kelurahan/desa atau nama lain
b. Kecamatan
c. Kabupaten/kota dan pusat hukum dan hubungan masyarakat BPN RI
bidang SJDI Hukum
d. Provinsi
Pada DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar telah
menjelaskan secara lengkap mengenai letak tanah lokasi rencana
pembangunan jalan tol mulai dari kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota
sampai dengan provinsi. Berdasarkan DPPT, letak lokasi pembangunan jalan
tol tersebut melewati 4 kabupaten/kota, 8 kecamatan dan 28 desa/kelurahan
yang berada pada Provinsi Sumatera Utara, akan tetapi dalam SK Penetapan
Lokasi (Penlok) ada desa/kelurahan yang tidak masuk dalam Penlok dan ada
desa/kelurahan yang bertambah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
pada bab V, sehingga desa/kelurahan yang masuk dalam Penlok menjadi 29
desa/kelurahan. Letak tanah lokasi rencana pembangunan yang terdapat
dalam DPPT dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini:
70
Tabel 5. Letak Tanah Rencana Pembangunan
71
Awal
Proyek
Akhir
Proyek
Gambar 10. Gambaran Lokasi Jalan Tol Tebing Tinggi–Parapat Tahap I Ruas
Tebing Tinggi–Pematangsiantar
Sumber: Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, 2018
72
merupakan lokasi timbunan tinggi atau galian tinggi yang akan sangat
menentukan kebutuhan lahan. Seharusnya pada DPPT ini telah tercantum
berapa perkiraan rencana lebar ROW yang akan dibangun, sehingga perkiraan
luas lahan yang dibutuhkan lebih jelas dan lebih detail perencanaannya
sehingga tidak menimbulkan pertanyaan.
Rincian kebutuhan luas tanah yang dibutuhkan pada DPPT dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 6. Perkiraan Luas Tanah yang Dibutuhkan pada Pembangunan Jalan Tol
Tebing Tinggi-Pematangsiantar
73
5. Gambaran Umum Status Tanah
Pasal 5 poin 6 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 disebutkan
bahwa gambaran umum status tanah pada DPPT diuraikan dalam bentuk
berupa data awal mengenai penguasaan dan pemilikan tanah. Pada bab 7
DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar menjelaskan mengenai
gambaran umum wilayah dan status tanah. Hal yang paling banyak dijelaskan
pada bab 7 ini adalah mengenai gambaran umum wilayah, sedangkan untuk
gambaran umum status tanahnya pada DPPT tidak ada penjelasan secara rinci
sesuai dengan apa yang telah disebutkan pada Peraturan Presiden ini. Pada
DPPT tidak ada menampilkan uraian mengenai data awal penguasaan dan
pemilikan tanah.
Pada DPPT dijelaskan bahwa informasi awal mengenai harga pasar
untuk tanah dan bangunan pada wilayah yang ditinjau didapatkan berdasarkan
hasil survey kepemilikan tanah dan bangunan dengan metoda yang digunakan
adalah metoda wawancara langsung dengan pihak terkait. Sehingga dari data
tata guna lahan terdapat beberapa kepemilikan objek tanah yang diantaranya
adalah tanah milik warga, tanah Hak Guna Usaha (HGU), tanah milik
perusahaan swasta dan tanah milik BUMN yang pada umumnya secara
keseluruhan kepemilikan tanah adalah sebagai berikut:
1. Kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh perusahaan
pemerintah yang bergerak dibidang perkebunan.
2. Kepemilikan Letter-C atau Girik untuk daerah perkebunan milik warga.
3. Kepemilikan Akta Jual Beli (AJB) untuk kepemilikan warga masyarakat di
perkebunan atau pemukiman.
4. Kepemilikan Sertifikat untuk sebagian daerah pemukiman atau pesawahan.
Akan tetapi tidak ada rincian yang detail mengenai penjelasan
tersebut. DPPT hanya menjelaskan mengenai tata guna lahan serta persentase
luasannya yaitu: tanah permukiman seluas 8,51 hektar (1,27%); tegalan
seluas 1,86 hektar (0,28%); kebun seluas 48,84 hekatar (7,27%); sawah seluas
92,40 hektar (13,75%); PT. Bridgestone seluas 164,95 hektar (24,55%);
PTPN IV seluas 95,26 hektar (14,18%); dan PTPN III seluas 242,18 hektar
74
(36,05%). DPPT tidak menguraikan secara rinci mengenai penguasaan dan
pemilikan tanahnya.
Meskipun demikian, pada DPPT terdapat lampiran data kepemilikan
tanah yang tidak dicantumkan pada poin gambaran umum status tanah ini.
Namun jika dilihat pada penjelasan awal pada DPPT ini bahwa informasi
awal mengenai harga pasar untuk tanah dan bangunan pada wilayah yang
ditinjau didapatkan berdasarkan hasil survey kepemilikan tanah dan bangunan
dengan metoda yang digunakan adalah metoda wawancara langsung dengan
pihak terkait sedikit diragukan, karena pada lampiran data kepemilikan tanah
ada daftar nama yang kosong seperti pada Desa Paya Bagas, Kecamatan
Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, dari 55 daftar nama pemilik
tanah ada 53 daftar nama yang kosong hanya terdapat 2 nama pemilik yang
berisi yaitu saluran air dan PTPN III. Hal yang sama juga terdapat pada Desa
Bakaran Batu, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai dimana
dari 102 daftar nama pemilik tanah terdapat 56 daftar yang kosong. Melalui
hal tersebut, penjelasan yang ada pada DPPT menimbulkan pertanyaan
apakah survey kepemilikan tanah dan bangunan dengan metoda wawancara
langsung dengan pihak terkait benar-benar dilakukan. Jika benar dilakukan,
semestinya hal tersebut tidak akan terjadi. Untuk lebih jelasnya, daftar nama
pemilik tanah pada Desa Paya Bagas dan Desa Bakaran batu dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
75
Tabel 7. Daftar Pemilik Tanah yang Terkena Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing
Tinggi-Pematangsiantar pada Desa Bakaran Batu
Alamat / Lokasi Tata Guna Status
Nib Nama Pemilik Luas ( M² )
Bidang Tanah Lahan Kepemilikan
1 Eka Manurung Bakaran Batu ± 80 Rumah Sppt
2 Tigor Sinaga Bakaran Batu ± 108 Rumah Sppt
3 Hisar Sinaga Bakaran Batu ± 174 Rumah Sppt
4 Jaksen Butar Butar Bakaran Batu ± 81 Rumah Sppt
5 Rudul Sinaga Bakaran Batu ± 217 Rumah Sppt
6 Bornok Manurung Bakaran Batu ± 668 Sawah Sppt
7 Kuburan Bakaran Batu ± 533
8 Sisar Sinaga Bakaran Batu ± 4.411 Sawah Sppt
9 Patar Gultom Bakaran Batu ± 6.048 Sawah Sppt
10 Purnama Gultom Bakaran Batu ± 532 Sawah Sppt
11 Tumpal Samosir Bakaran Batu ± 289 Sawah Sppt
12 Irigasi Bakaran Batu ± 29
13 Maulina Sitorus Bakaran Batu ± 225 Sawah Sppt
14 Kuburan Bakaran Batu ± 81
15 Mangasih Sinaga Bakaran Batu ± 36 Sawah Sppt
16 Kuburan Bakaran Batu ± 247
17 Sopar Manurung Bakaran Batu ± 6.838 Sawah Sppt
18 Henri Manurung Bakaran Batu ± 4.704 Sawah Sppt
19 Maulina Sitorus Bakaran Batu ± 3.611 Sawah Sppt
20 Ramli Manurung Bakaran Batu ± 2.440 Sawah Sppt
21 Japen Sijabat Bakaran Batu ± 5.432 Sawah Sppt
22 Budi Azwar Bakaran Batu ± 10.012 Sawah Sppt
23 Opu Manurung Bakaran Batu ± 7.333 Sawah Sppt
24 Bornok Manurung Bakaran Batu ± 3.615 Sawah Sppt
25 Herman Sijabat Bakaran Batu ± 5.939 Sawah Sppt
26 Efner Sianturi Bakaran Batu ± 3.610 Sawah Sppt
27 Ramli Manurung Bakaran Batu ± 9.014 Sawah Sppt
28 Epin Sianturi Bakaran Batu ± 6.293 Sawah Sppt
29 Basaria Sidabutar Bakaran Batu ± 6.397 Sawah Sppt
30 Hendri Manurung Bakaran Batu ± 6.638 Sawah Sppt
31 Basaria Sidabutar Bakaran Batu ± 6.632 Sawah Sppt
32 Bangun Sitorus Bakaran Batu ± 2.661 Sawah Sppt
33 Maryani Manurung Bakaran Batu ± 1.056 Sawah Sppt
34 Sungai Bakaran Batu ± 1.763 Sawah
35 Butar-Butar Bakaran Batu ± 1.730 Sawah
36 Sirait Bakaran Batu ± 2.759 Sawah
37 Jalan Bakaran Batu ± 426 Sawah
38 Marlina Bakaran Batu ± 12.888 Sawah
39 Wakaf Makam Bakaran Batu ± 7.295 Sawah
40 Daeman Sianturi Bakaran Batu ± 13.477 Sawah
41 Rohit Manurung Bakaran Batu ± 6.580 Sawah
42 Tasun Manurung Bakaran Batu ± 5.789 Sawah
76
Alamat / Lokasi Tata Guna Status
Nib Nama Pemilik Luas (M2)
Bidang Tanah Lahan Kepemilikan
44 Daud Bakaran Batu ± 6.652 Sawah
45 Iliana Barita Bakaran Batu ± 6.051 Sawah
46 Iliam Barita Bakaran Batu ± 34.506 Sawah
47 Afner Sianturi Bakaran Batu ± 7.995 Sawah
48 Siagian Bakaran Batu ± 322 Sawah
49 Simanjuntak Bakaran Batu ± 1.936 Sawah
50 Laksi Sitorus Bakaran Batu ± 3.372 Sawah
51 Butar-Butar Bakaran Batu ± 3.146 Sawah
52 Dumoran Sijabat Bakaran Batu ± 2.330 Sawah
53 Mangatas Bakaran Batu ± 2.562 Sawah
54 Gustaf Sitanggang Bakaran Batu ± 2.060 Sawah
55 Jasman Sirait Bakaran Batu ± 2.679 Sawah
56 Halimer Bakaran Batu ± 513 Sawah
57 Bakaran Batu ± 1.248 Sawah
58 Bakaran Batu ± 1.488 Sawah
59 Bakaran Batu ± 316 Sawah
60 Bakaran Batu ± 243 Sawah
61 Bakaran Batu ± 1.948 Sawah
62 Bakaran Batu ± 191 Sawah
63 Bakaran Batu ± 379 Sawah
64 Bakaran Batu ± 730 Sawah
65 Bakaran Batu ± 608 Sawah
66 Bakaran Batu ± 936 Sawah
67 Bakaran Batu ± 721 Sawah
68 Bakaran Batu ± 1.290 Sawah
69 Bakaran Batu ± 812 Sawah
70 Bakaran Batu ± 988 Sawah
71 Bakaran Batu ± 1.227 Sawah
72 Bakaran Batu ± 1.213 Sawah
73 Bakaran Batu ± 1.278 Sawah
74 Bakaran Batu ± 67 Sawah
75 Bakaran Batu ± 730 Sawah
76 Bakaran Batu ± 1.345 Sawah
77 Bakaran Batu ± 2.222 Sawah
78 Bakaran Batu ± 1.441 Sawah
79 Bakaran Batu ± 1.296 Sawah
80 Bakaran Batu ± 1.714 Sawah
81 Bakaran Batu ± 1.822 Sawah
82 Bakaran Batu ± 1.584 Sawah
83 Bakaran Batu ± 504 Sawah
84 Bakaran Batu ± 2.421 Sawah
85 Bakaran Batu ± 1.108 Sawah
86 Bakaran Batu ± 930 Sawah
87 Bakaran Batu ± 672 Sawah
88 Bakaran Batu ± 466 Sawah
89 Bakaran Batu ± 196 Sawah
77
Alamat / Lokasi Tata Guna Status
Nib Nama Pemilik Luas (M2)
Bidang Tanah Lahan Kepemilikan
90 Bakaran Batu ± 9 Sawah
91 Bakaran Batu ± 858 Sawah
92 Bakaran Batu ± 92 Sawah
93 Bakaran Batu ± 5.116 Sawah
94 Bakaran Batu ± 2.045 Sawah
95 Bakaran Batu ± 113 Sawah
96 Bakaran Batu ± 165 Sawah
97 Bakaran Batu ± 233 Sawah
98 Bakaran Batu ± 1.308 Sawah
99 Bakaran Batu ± 205 Sawah
100 Bakaran Batu ± 758 Sawah
101 Bakaran Batu ± 1.538 Sawah
102 Bakaran Batu ± 1.640 Sawah
Jumlah ± 291.934
Tabel 8. Daftar Pemilik Tanah yang Terkena Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing
Tinggi-Pematangsiantar pada Desa Paya Bagas
Alamat / Lokasi Tata Guna Status
Nib Nama Pemilik Luas ( M² )
Bidang Tanah Lahan Kepemilikan
1 Paya Bagas ± 2.853 Rumah
2 Paya Bagas ± 2.326 Rumah
3 Paya Bagas ± 167 Rumah
4 Paya Bagas ± 191 Rumah
5 Paya Bagas ± 4.056 Rumah
6 Paya Bagas ± 386 Sawah
7 Paya Bagas ± 327
8 Paya Bagas ± 2.603 Sawah
9 Paya Bagas ± 452 Sawah
10 Paya Bagas ± 389 Sawah
11 Paya Bagas ± 1.476 Sawah
12 Paya Bagas ± 781
13 Paya Bagas ± 1.277 Sawah
14 Paya Bagas ± 1.697
15 Paya Bagas ± 1.239 Sawah
16 Paya Bagas ± 687
17 Paya Bagas ± 475 Sawah
18 Paya Bagas ± 1.056 Sawah
19 Paya Bagas ± 924 Sawah
20 Paya Bagas ± 788 Sawah
21 Paya Bagas ± 495 Sawah
78
Alamat / Lokasi Tata Guna Status
Nib Nama Pemilik Luas ( M² ) Lahan
Bidang Tanah Kepemilikan
22 Paya Bagas ± 1.675 Sawah
23 Paya Bagas ± 68 Sawah
24 Paya Bagas ± 298 Sawah
25 Paya Bagas ± 547 Sawah
26 Paya Bagas ± 146 Sawah
27 Paya Bagas ± 213 Sawah
28 Paya Bagas ± 573 Sawah
29 Paya Bagas ± 89 Sawah
30 Paya Bagas ± 9 Sawah
31 Paya Bagas ± 442 Sawah
32 Paya Bagas ± 839 Sawah
33 Paya Bagas ± 1.812 Sawah
34 Paya Bagas ± 9 Sawah
35 Paya Bagas ± 1.088 Sawah
36 Paya Bagas ± 663 Sawah
37 Paya Bagas ± 35 Sawah
38 Paya Bagas ± 1.474 Sawah
39 Paya Bagas ± 1.357 Sawah
40 Paya Bagas ± 992 Sawah
41 Paya Bagas ± 959 Sawah
42 Paya Bagas ± 1.289 Sawah
43 Paya Bagas ± 1.832 Sawah
44 Paya Bagas ± 1.850 Sawah
45 Paya Bagas ± 5.194 Sawah
46 Paya Bagas ± 1.677 Sawah
47 Paya Bagas ± 1.147 Sawah
48 Paya Bagas ± 716 Sawah
49 Paya Bagas ± 356 Sawah
50 Paya Bagas ± 1.024 Sawah
51 Paya Bagas ± 1.288 Sawah
52 Paya Bagas ± 529 Sawah
53 Paya Bagas ± 121 Sawah
54 Saluran Air Paya Bagas ± 818 Saluran Air
55 Ptpn Iii Paya Bagas ± 43.420 Sawit
Jumlah ± 99.192
79
dapat dipastikan hal tersebut tidak akan terjadi dan tingkat keakuratan data
setidaknya mendekati benar.
80
Begitu juga dengan tahap penyerahan hasil, dalam DPPT hanya
menjelaskan aturan mengenai waktu dalam penyerahan hasil yaitu paling
lama 7 hari kerja setelah selesainya tahap pelaksanaan pengadaan tanah.
Tidak ada waktu yang pasti mengenai kapan kegiatan itu dilaksanakan dan
tidak ada target penyelesaian dalam kegiatan ini. DPPT hanya terpaku pada
peraturan tanpa membuat perkiraan waktu pelaksanaan kegiatan sendiri.
Padahal di dalam peraturan hanya mengatur tenggat waktu dari kegiatan. Jika
survey benar-benar dilakukan, dalam perencanaan dari kegiatan tersebut
setidaknya dapat diketahui mengenai perkiraan waktu pelaksanaannya. Jika
survey dilakukan dalam perencanaan setidaknya diketahui bagaimana respons
dari pihak-pihak yang terkena dampak kegiatan ini dan apa saja
permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan dapat diketahui sehingga
dalam perencanaan pelaksanaannya juga dapat diketahui perkiraan waktu
pelaksanaannya. Pada DPPT hanya memuat tabel jangka waktu pembebasan
lahan seperti tabel dibawah ini:
81
Pelaksanaan Pengumuman
11 3 HK 2 HK
Penetapan Lokasi Pembangunan
Pengumuman Penetapan Lokasi
12 14 HK 14 HK 7 HK
Pembangunan
Pengajuan Keberatan SP2LP ke
13 30 HK
PTUN
14 Keputusan PTUN atas SP2LP 30 HK
Pengajuan Kasasi Ke MA atas
15 14 HK
Keberatan terhadap SP2LP
16 Keputusan MA atas SP2LP 30 HK
Penetapan Pelaksana Pengadaan
17 2 HK
Tanah
Penugasan Kepala Kantor
18 Pertanahan sebagai Ketua 2 HK
Pelaksana Pengadaan Tanah
Pembentukan Pelaksana
19 2 HK
Pengadaan Tanah
Pembentukan Satuan Tugas
20 2 HK
Pelaksana Pengadaan Tanah
21 Inventarisasi 30 HK
22 Pengumuman Hasil Inventarisasi 14 HK 14 HK 14 HK
Pengajuan Keberatan atas Hasil
23 14 HK 14 HK
Inventarisasi
Verifikasi/Perbaikan Hasil
24 14 HK 14 HK
Inventarisasi
Pelaksanaan Pengadaan Penilai
25 30 HK
(Appraisal)
Pelaksanaan Penilaian Harga
26 30 HK
Tanah
Penyampaian Undangan
27 5 HK 2 HK
Musyawarah Warga
28 Musyawarah Harga 30 HK 30 HK
Pengajuan Keberatan atas Hasil
29 Musyawarah ke Pengadilan 14 HK 14 HK
Negeri
30 Keputusan Pengadilan Negeri 30 HK 30 HK
Pengajuan Kasasi atas Keberatan
31 14 HK 14 HK
Hasil Musyawarah ke MA
Keputusan Kasasi oleh MA atas
32 30 HK 30 HK
Keberatan Hasil Musyawarah
33 Validasi Ganti Rugi 3 HK
34 Pemberian Ganti Rugi 7 HK 7 HK
Penyerahan Hasil Pengadaan
35 3 HK
Tanah ke Instansi
Pendaftaran/Pensertipikatan
36 30 HK
Tanah oleh Instansi
TOTAL 560 HK
Sumber: Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, 2018
82
Berdasarkan tabel 9, hanya memuat jangka waktu maksimal
penyelesaian masing-masing kegiatan sesuai dengan peraturan. Akan tetapi,
pada DPPT tidak jelaskan aturan mana yang menjadi acuan dalam hal
perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah. Pada setiap kegiatan
pasti berbeda-beda kecepatan dalam pelaksanaannya. Seharusnya dalam
DPPT menjelaskan langsung mengenai perencanaan jangka waktu kegiatan
pengadaan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar ini, walaupun dalam
pelaksanaannya seringkali tidak sesuai dengan yang apa yang telah
direncanakan tetapi paling tidak ada target dalam penyelesaiannya yang
setidaknya tidak jauh meleset dari jangka waktu yang telah dibuat.
83
6. Kegiatan pembuatan drainase dilaksanakan selama ± 8 bulan
7. Kegiatan pembuatan subgrade dilaksanakan selama ± 9 bulan
8. Pembuatan lapis pondasi agregat dilaksanakan selama ± 8 bulan
9. Kegiatan perkerasan dilaksanakan selama ± 8 bulan
10. Kegiatan pembuatan struktur beton dilaksanakan selama ± 12 bulan
11. Pembuatan struktur baja dilaksanakan selama ± 4 bulan
12. Pencayahaan lampu lalu lintas dan pekerjaan listrik dilaksanakan selama ±
4 bulan
13. Pembuatan gerbang tol dilaksanakan selama ± 4 bulan
14. Kegiatan pengalihan dan utilitas yang ada dilaksanakan selama ± 5 bulan
15. Pembuatan fasilitas jalan tol dan gerbang tol dilaksanakan selama ± 4
bulan
16. Pekerjaan lain-lain dilaksanakan selama ± 3 bulan
Untuk lebih jelasnya, perkiraan jangka waktu pelaksanaan
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar dapat dilihat melalui
tabel berikut ini:
Tabel 10. Perkiraan Jadwal Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar (± 58,7 Km)
84
8. Perkiraan Nilai Tanah
Pasal 5 poin 9 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 menjelaskan
bahwa dalam poin perkiraan nilai tanah diuraikan megenai perkiraan nilai
ganti kerugian obyek pengadaan tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman,
benda yang berkaitan dengan tanah dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
Pada DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, perkiraan nilai tanah
dibagi atas 2 penilaian kerugian yaitu penilaian kerugian fisik dan penilaian
kerugian non fisik.
Penilaian kerugian fisik meliputi:
1. Penilaian tanah
2. Penilaian bangunan
3. Penilaian tanaman
4. Penilaian terhadap benda lain yang berhubungan dengan tanah
85
Tabel 11. Perkiraan Nilai Ganti Kerugian Tanah pada Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
Indikasi Nilai Tanah Total Indikasi
NO PROVINSI KABUPATEN KECAMATAN DESA / KELURAHAN JUMLAH PERKIRAAN
(/m²) Nilai Tanah
BIDANG ± LUAS ± (m²)
(Rp.) (Rp.)
1 BAKARAN BATU 102 291.934 40.000,00 11.677.360.000
2 SEI BAMBAN SEI BELUTU 52 184.215 40.000,00 7.368.591.480
3 PAYA BAGAS 55 99.192 40.000,00 3.967.666.588
4 SEI SERIMAH 28 332.702 35.000,00 11.644.572.058
5 TEBING TINGGI PERTAPAAN 15 75.696 35.000,00 2.649.343.081
6 JAMBU 43 891.454 35.000,00 31.200.905.057
7 SERDANG MARIAH PADANG 6 2.062 40.000,00 82.489.456
8 BEDAGAI SIPISPIS GUNUNG PANE 18 432.536 35.000,00 15.138.760.270
9 PABATU I 33 266.945 35.000,00 9.343.078.927
10 PABATU VI 4 159.310 35.000,00 5.575.847.144
11 BANDARAWAN 5 246.012 35.000,00 8.610.426.794
12 SUMATERA DOLOK GUNUNG PARA II 12 366.449 35.000,00 12.825.732.203
13 UTARA MERAWAN PANGLONG 6 112.622 35.000,00 3.941.756.676
14 NAGA RAJA I 2 94.473 35.000,00 3.306.545.753
15 TEBING TINGGI BAJENIS PINANG MANCUNG 45 78.503 40.000,00 3.140.132.164
16 PEMATANG DOLOK KAHEAN 41 334.406 35.000,00 11.704.210.000
17 DOLOK KAHEAN 7 150.108 35.000,00 5.253.780.000
18 BATU SILANGIT 10 490.903 35.000,00 17.181.606.218
19 DOLOK ULU 15 365.543 35.000,00 12.793.992.050
20 SIMALUNGUN TAPIAN DOLOK DOLOK MARAJA 29 462.561 35.000,00 16.189.630.643
21 SINAKSAK 24 40.786 50.000,00 2.039.294.440
22 SIMBOLON TENGKOH 46 155.225 40.000,00 6.208.997.668
23 PANOMBEAN RUKUN MULYO 31 70.753 35.000,00 2.476.340.048
24 PANEI SIMPANG PANEI 120 235.008 50.000,00 11.750.405.110
25 GURILLA 51 506.259 50.000,00 25.312.933.260
26 PEMATANG SIANTAR BAH SORMA 3 17.709 40.000,00 708.373.620
27 SIANTAR SITALASARI SETIA NEGARA 56 216.950 50.000,00 10.847.475.710
28 NAGA HUTA 10 37.660 40.000,00 1.506.402.992
TOTAL 869 6.717.975 254.446.649.408
86
Tabel 12. Perkiraan Nilai Ganti Kerugian Bangunan pada Pengadaan Tanah Jalan
Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
Tabel 13. Perkiraan Nilai Ganti Kerugian Tanaman pada Pengadaan Tanah Jalan
Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
Jumlah Harga Satuan Total Biaya
No Uraian
(Buah) (Rp.) (Rp.)
1 Karet 148.340 275.000 40.793.476.836
2 Kelapa Sawit 32.471 700.000 22.729.729.087
3 Singkong 14.696 12.500 183.710.220
4 Jagung 3.961 13.500 53.475.669
5 Durian 185 258.000 47.604.733
6 Jabon 183 225.000 41.184.838
7 Mangga 11 252.000 2.772.000
8 Pisang 76 24.000 1.824.000
9 Rambutan 8 252.000 2.016.000
10 Padi 3.695.885 6.500 24.023.249.973
Jumlah Ganti Kerugian Tanaman 87.879.043.357
Sumber: Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, 2018
Tabel 14. Perkiraan Nilai Ganti Kerugian Utilitas pada Pengadaan Jalan Tol
Tebing Tinggi-Pematangsiantar
Jumlah Harga Satuan Total Biaya
No Uraian
(Buah) (Rp.) (Rp.)
1 Tiang Listrik 14 25.000.000 350.000.000
2 Tiang Telepon - - -
3 Tower Listrik - - -
4 Pipa Gas - - -
Jumlah Ganti Kerugian Utilitas 350.000.000
Sumber: Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, 2018
87
Tabel 15. Perkiraan Nilai Ganti Kerugian Non Fisik pada Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
88
Tabel 16. Perkiraan Jumlah Total Nilai Ganti Kerugian pada Pengadaan Tanah
Jalan Tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar
Jumlah Biaya
No Uraian Nilai Ganti Kerugian
(Rp.)
1 Tanah 254.446.649.408
2 Non Fisik 48.344.863.387
3 Bangunan 86.651.821.455
4 Tanaman 87.879.043.357
5 Utilitas 350,000,000
Total Nilai Ganti Kerugian 477.672.377.607
Sumber: Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, 2018
Pada tabel-tabel di atas dapat dilihat bahwa didalam DPPT telah
diuraikan dengan rinci mengenai perkiraan nilai tanah seperti apa yang
termuat dalam pasal 5 poin 9 Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 yaitu
menguraikan perkiraan nilai ganti kerugian obyek pengadaan tanah yang
meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda
yang berkaitan dengan tanah dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai. Akan
tetapi, pada tabel 15 dalam indikasi nilai non fisik terdapat BPHTB dan
PPAT, dengan total biaya perkiraan nilai ganti kerugian untuk BPHTB
sebesar Rp6,075,053,365 dan total biaya perkiraan nilai ganti kerugian untuk
PPAT sebesar Rp1.272.233.247. Rencana perkiraan nilai ganti kerugian
untuk BPHTB pada DPPT ini tidak jelas adanya, karena berdasarkan Pasal 85
ayat 4 poin b UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh negara untuk
penyelenggaraan pemerintah dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum, tidak dikenakan BPHTB. Begitu juga rencana perkiraan
nilai ganti kerugian untuk PPAT yang tidak jelas adanya, dimana berdasarkan
pasal 96 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 bahwa pelepasan
hak objek pengadaan tanah dilaksanakan dihadapan Kepala Kantor
Pertanahan setempat.
89
9. Rencana Penganggaran
90
Alokasi dana untuk survey sosial ekonomi dan survey lingkungan
hidup masing-masing sebesar Rp2.500.000,00 per kilometer. Akan tetapi
mengenai survey sosial ekonomi dan survey lingkungan hidup tidak ada
penjelasan yang rinci mengenai kegiatan tersebut. Pada DPPT hanya
disebutkan survey yang dilakukan untuk kondisi sosial dan lingkungan adalah
dengan melakukan pengecekan atau verifikasi terhadap hasil survey sosial
dan lingkungan yang sudah dilakukan oleh konsultan pelaksana dari
penyusunan dokumen Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
Tidak ada rincian mengenai pengecekan dan verifikasi pada kegiatan tersebut
yang dituangkan didalam DPPT dengan kata lain tidak ada bukti bahwa
kegiatan tersebut dilakukan.
Alokasi dana pada tahap persiapan meliputi: biaya untuk tim
persiapan; biaya sosialisasi; biaya untuk tim kajian; dan biaya pematokan.
Estimasi alokasi dana untuk biaya tim persiapan adalah sebesar
Rp1.140.300.000,00, untuk biaya sosialisasi sebesar Rp115.200.000,00,
untuk biaya tim kajian sebesar Rp128.000.000,00 dan untuk biaya pematokan
sebesar Rp939.200.000,00, akan tetapi untuk biaya pematokan peneliti tidak
menemukan pada peraturan bahwa pada tahap persiapan ada kegiatan
pematokan. Kegiatan utama pada tahap persiapan yaitu: memberitahukan
kepada masyarakat mengenai rencana pembangunan baik secara langsung
atau tidak langsung; melakukan pendataan awal pihak yang berhak dan obyek
pengadaan tanah; melaksanakan konsultasi publik kepada pihak yang berhak
dan masyarakat yang terkena dampak untuk mendapatkan kesepakatan lokasi
rencana pembangunan; persiapan penetapan lokasi rencana pembangunan;
dan penetapan lokasi rencana pembangunan oleh gubernur.
Pada tahap pelaksanaan dan penyerahan hasil, alokasi dana yang
direncanakan dalam penganggarannya meliputi: biaya pelaksanaa pengadaan
tanah yang memiliki estimasi biaya sebesar Rp2.175.000.000,00; biaya
appraisal tanah memiliki estimasi biaya sebesar Rp1.303.500.000,00; biaya
ganti kerugian memiliki estimasi biaya sebesar Rp477.672.377.607; biaya
konsinyasi memiliki estimasi biaya sebesar Rp47.767.237.761,00; biaya
91
eksekusi memiliki estimasi biaya sebesar Rp381.550.000,00; biaya patok
Rumija (Ruang Milik Jalan) memiliki estimasi biaya sebesar
Rp469.600.000,00; biaya papan pengumuman memiliki estimasi biaya
sebesar Rp293.500.000,00; dan biaya splitzing dan sertipikasi memiliki
estimasi biaya sebesar Rp260.050.000,00. Pada tahap persiapan sudah
terdapat alokasi dana untuk biaya pematokan dan tahap pelaksanaan ini
terdapat lagi alokasi dana untuk biaya patok rumija, tidak diketahui dengan
pasti apakah patok yang dimaksud adalah sama atau berbeda. Lebih jelasnya
rincian rencana penganggaran dapat dilihat pada tabel berikut ini:
92
Tabel 18. Estimasi Penganggaran pada Tahap Persiapan
Tabel 19. Estimasi Penganggaran pada Tahap Pelaksanaan dan Penyerahan Hasil
4 Konsinyasi 47.767.237.761
5 Eksekusi 381.550.000
93
pengadaan tanah tersebut. Rencana penganggaran pada DPPT jalan tol
Indrapura–Kisaran dapat dilihat pada gambar berikut ini
94
Gambar 13. Rencana Penganggaran Tahap Pelaksanaan Pengadaan Tanah pada
DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran
Sumber: DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran, 2019
Gambar 14. Total Penganggaran Kegiatan Pengadaan Tanah pada DPPT jalan tol
Indrapura–Kisaran
Sumber: DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran, 2019
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa rencana
penganggaran pada DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran dijelaskan secara detail
dan rinci sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Berbeda
dengan rencana penganggaran pada DPPT jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar yang hanya menjelaskan secara umum rencana
penganggaran pada setiap tahap kegiatan pengadaan tanah tersebut.
95
B. Studi Kelayakan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar
Pasal 6 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 menjelaskan
bahwa Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) disusun berdasarkan
studi kelayakan yang mencakup: survei sosial ekonomi; kelayakan lokasi;
analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat;
perkiraan nilai tanah; dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin
timbul akibat dari pengadaan tanah dan pembangunan; studi lain yang
diperlukan. Berdasarkan informasi dari Kepala Desa Pematang Dolok Kahean
yang sudah menjabat sebagai kepala desa sejak tahun 2013 bahwa pihak desa
tidak pernah terlibat dalam perencanaan pengadaan tanah jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar. Kepala desa tersebut mengaku tidak pernah
mengetahui ada tim dalam pembuatan DPPT tersebut yang pernah melakukan
survei sosial ekonomi maupun kelayakan lokasi di desanya tersebut, bahkan
kepala desa tersebut tidak pernah sama sekali melihat dokumen perencanaan
pengadaan tanah jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar. Hal yang sama
juga disebutkan oleh Lurah Sinaksak yang tidak pernah mengetahui kapan
survei tersebut dilakukan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat
dilihat bahwa survei yang disebutkan dalam pasal 6 ayat 1 Peraturan Presiden
Nomor 71 tahun 2012 tidak dilakukan.
Pada DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, studi
kelayakan yang dimaksud pada pasal 6 poin 1 Peraturan Presiden Nomor 71
tahun 2012 tidak disebutkan dan dijelaskan mengenai semua poin-poin
seperti yang termuat dalam peraturan tersebut, yang ada hanya analisis biaya
dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat serta perkiraan nilai
tanah seperti yang telah dijelaskan di atas pada poin perkiraan nilai tanah dan
rencana penganggaran. Akan tetapi, pada bab IV DPPT jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar terdapat poin kesesuaian dengan dokumen AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Isi dari poin tersebut hanya
menjelaskan mengenai peraturan-peraturan terkait yang menyangkut dampak
96
lingkungan baik lingkungan fisik, biologis maupun dampak sosial dari
pembangunan yang akan dilakukan seperti:
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
5. Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wjib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
7. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-
056/1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting
8. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-
299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam
Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
9. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
353/KPTS/M/2001 tentang Ketentuan Teknik, Tata Cara Pembangunan
Dan Pemeliharaan Jalan Tol
10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol
Pada DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar hanya
menyebutkan peraturan-peraturan tersebut tetapi tidak menjelaskan apakah
pembangunan yang akan dilakukan telah sesuai dengan peraturan-peraturan
yang disebutkan, bahkan dalam DPPT menyebutkan Keputusan Presiden
Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum dimana Keputusan Presiden ini
tidak pernah ada. Mungkin yang dimaksud dalam DPPT ini adalah Peraturan
Presiden Nomor 36 tahun 2005. Jika yang dimaksud dalam DPPT ini
97
Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005, adalah benar tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, namun
peraturan ini sudah tidak berlaku lagi setelah Peraturan Presiden Nomor 71
tahun 2012 diterbitkan. Bagaimana mungkin pada DPPT merujuk peraturan
yang sudah tidak berlaku lagi. Tidak diketahui mengapa peraturan tersebut
masih dimasukkan didalam DPPT untuk dasar hukum mengenai dampak
pembangunan pada bidang lingkungan maupun sosial. Dalam hal ini dapat
dilihat bahwa dalam pembuatan DPPT ini kurang memperhatikan hal-hal
penting sehingga kasus seperti di atas dapat terjadi.
Poin tersebut pada DPPT juga menyebutkan bahwa survei yang
dilakukan untuk kondisi sosial dan lingkungan adalah dengan melakukan
pengecekan atau verifikasi terhadap hasil dari survei sosial dan lingkungan
yang sudah dilakukan oleh konsultan pelaksana dari penyusunan dokumen
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup). Tidak ada
kejelasan mengenai hal tersebut. DPPT tidak menyebutkan secara rinci
mengenai hasil dari pengecekan atau verifikasi dokumen AMDAL yang
disebutkan. Disamping itu, peneliti hanya menemukan dokumen ANDAL
(Analisis Dampak Lingkungan Hidup) yang dibuat oleh PT. Karsa Buana
Lestari tahun 2014 untuk rencana kegiatan pembangunan jalan tol trans
Sumatera ruas Labuhan Batu Selatan–Tebing Tinggi. Pada dokumen ANDAL
tersebut tidak ada menyebutkan mengenai pembangunan jalan tol Tebing
Tinggi–Parapat–Sibolga tahap I ruas jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar. Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan
Kabupaten Simalungun mengatakan tidak pernah menerima dokumen
AMDAL untuk proyek pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar. Berdasarkan informasi dari anggota PPK, bahwa dokumen
AMDAL pada proyek pembangunan jalan tol tersebut memang tidak ada,
yang ada hanya izin lingkungan pembangunan jalan tol ruas Tebing Tinggi–
Parapat berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor
660/312/DIS PM PPTSP/5/IV.1/II/2019 yang ditetapkan pada tanggal 4
98
Maret 2019. Izin lingkungan ini terbit jauh setelah DPPT diterbitkan tanggal
23 Maret 2018 bahkan tahap pelaksanaan pengadaan tanah sudah berjalan.
99
b. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
Prioritas Pembangunan (Pasal 5 Ayat (3) Perpres Nomor 71 Tahun 2012)
memuat:
1. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
2. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera
Utara;
3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sumatera Utara;
4. Rencana Strategis;
5. Rencana Kerja Pemerintah Instansi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)
Kementerian PUPR.
c. Letak tanah (Pasal 5 Ayat (4) Perpres Nomor 71 Tahun 2012) memuat:
1. Kesesuaian letak obyek pengadaan tanah nama desa/ kelurahan dan
jumlahnya;
2. Kesesuaian letak obyek pengadaan tanah berupa Kecamatan dan
Jumlahnya;
3. Kesesuaian letak obyek pengadaan tanah di 4 Kabupaten/Kota yang
terlintasi jalan tol yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tebing
Tinggi, Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar;
4. Kesesuaian letak obyek pengadaan tanah di Provinsi Sumatera Utara.
d. Luas tanah yang dibutuhkan (Pasal 5 Ayat (5) Perpres Nomor 71 Tahun
2012) memuat luas tanah perkiraan yang dibutuhkan dalam proses
pengadaan tanah dalam proyek pembangunan jalan tol Tebing Tinggi-
Pematangsiantar.
e. Gambaran umum status tanah (Pasal 5 Ayat (6) Perpres Nomor 71 Tahun
2012) memuat:
1. Data awal penguasaan atas tanah pada lokasi pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar;
2. Data awal pemilikan atas tanah pada lokasi pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar.
f. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah (Pasal 5 Ayat (7)
Perpres Nomor 71 Tahun 2012) memuat:
100
1. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan tahap perencanaan;
2. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan tahap persiapan;
3. Perkiraan jangka waktu tahap pelaksanaan;
4. Perkiraan jangka waktu tahap penyerahan hasil.
g. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan (Pasal 5 Ayat (8)
Perpres Nomor 71 Tahun 2012) memuat perkiraan jangka waktu
pelaksanaan pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar.
h. Perkiraan nilai tanah (Pasal 5 Ayat (9) Perpres Nomor 71 Tahun 2012)
memuat:
1. Kesesuaian perkiraan nilai Ganti Kerugian Obyek pengadaan tanah
berupa tanah;
2. Kesesuaian perkiraan nilai ruang, bangunan, tanaman, benda yang
berkaitan dengan tanah.;
3. Kesesuaian perkiraan nilai kerugian lain yang dapat dinilai.
i. Rencana penganggaran (Pasal 5 Ayat (10) Perpres Nomor 71 Tahun 2012):
1. Menguraikan besaran dana pengadaan tanah;
2. Menguraikan sumber dana pengadaan tanah;
3. Menguraikan rincian alokasi dana untuk perencanaan;
4. Menguraikan rincian alokasi dana untuk persiapan;
5. Menguraikan rincian alokasi dana untuk pelaksanaan;
6. Menguraikan rincian alokasi dana untuk penyerahan hasil;
7. Menguraikan rincian alokasi dana untuk administrasi dan pengelolaan;
8. Menguraikan rincian alokasi dana untuk sosialisasi.
j. Studi Kelayakan (Pasal 6 Ayat (1) Perpres Nomor 71 Tahun 2012):
1. Menguraikan hasil survei sosial ekonomi;
2. Menguraikan kelayakan lokasi;
3. Menguraikan analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah
dan masyarakat;
4. Menguraikan perkiraan nilai tanah;
5. Menguraikan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan
AMDAL;
101
6. DPPT ditetapkan oleh pimpinan instansi yg memerlukan tanah (Pasal 7
Ayat (1) Perpres Nomor 71 Tahun 2012);
7. Perencanaan melibatkan pengampu dan pemangku kepentingan Pasal 7
Ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2012).
Kriteria tersebut merupakan tolak ukur dalam menentukan
kesesuaian DPPT dengan peraturan perundang-undangan pengadaan tanah.
Peneliti juga memakai kata kunci “menguraikan” dalam melakukan evaluasi,
yang terdapat dalam penjelasan pada pasal 5 ayat (2) sampai (10) Peraturan
Presiden Nomor 71 tahun 2012. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) menguraikan berarti menerangkan (membentangkan) panjang lebar
(tentang pendapat, pikiran), menjelaskan dengan gamblang (tentang sesuatu
yang belum jelas), menjabarkan serta menganalisis. Berdasarkan arti tersebut,
komponen-komponen pada DPPT harus dimuat dengan penjelasan yang
sangat rinci berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan semua pemaparan yang telah dijelaskan di atas, peneliti
merangkum hasil evaluasi DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
sesuai dengan kriteria dalam peraturan perundang-undangan pengadaan tanah
baik Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 maupun peraturan pelaksananya
adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi pada poin maksud dan tujuan rencana pembangunan jalan tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar, sebagai berikut:
1) Maksud dari pembangunan sudah dimuat dengan jelas pada DPPT,
sehingga poin maksud dari pembangunan sesuai dengan peraturan.
2) Tujuan yang tertuang dalam DPPT terlalu menjelaskan secara umum
mengenai pembangunan tersebut dan tidak menguraikan hal-hal
spesifik yang akan dicapai untuk dapat mewujudkan maksud dari
rencana pembangunan. Sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut
adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap
hal tersebut yaitu: seharusnya dalam DPPT sudah memuat uraian yang
spesifik mengenai apa yang akan dicapai dari tujuan pembangunan.
102
b. Evaluasi pada poin kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dan prioritas pembangunan, sebagai berikut:
1) Pada poin kesesuaian dengan RTRW Nasional tidak dijelaskan secara
detail dan rinci mengenai kesesuain dengan RTRW Nasional, dan tidak
dimuat dalam bentuk peta, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut
adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap
hal tersebut yaitu: seharusnya di dalam DPPT melampirkan peta
kesesuaian rencana pembangunan dengan RTRW Nasional dengan
mengoverlay rencana jalan tol dengan peta RTRW Nasional seperti
yang terdapat dalam DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran.
2) Pada poin kesesuaian dengan RTRW Provinsi Sumatera Utara tidak
dijelaskan secara detail dan rinci mengenai kesesuain dengan RTRW
Provinsi Sumut, dan tidak dimuat dalam bentuk peta, serta tidak adanya
kejelasan RTRW Provinsi Sumut tahun 2016-2036, yang dimaksud
pada DPPT tidak ditemukan, yang benar adalah RTRW Provinsi Sumut
tahun 2017-2037 yang diatur dalam Perda Sumut Nomor 2 tahun 2017,
sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut adalah tidak sesuai dengan
peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya
di dalam DPPT melampirkan peta kesesuaian rencana pembangunan
dengan RTRW Provinsi Sumatera Utara dengan mengoverlay rencana
jalan tol dengan peta RTRW Sumatera Utara seperti yang terdapat
dalam DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran dan dalam mencantumkan
peraturan harus diperhatikan dengan cermat, jangan lagi terdapat
kesalahan.
3) Pada poin kesesuaian dengan RTRW kabupaten/kota yang terlintasi
jalan tol tidak dijelaskan secara detail dan rinci mengenai kesesuain
dengan RTRW masing-masing kabupaten/kota yang terlintasi rencana
pembangunan jalan tol, serta dalam Perda Serdang Bedagai No. 12
tahun 2013, tidak tercantum mengenai rencana pembangunan jalan tol
Tebing Tinggi – Pematangsiantar. Dalam DPPT dicantumkan Perda
Kota Pematangsiantar No. 4 tahun 2012 tentang RTRW Kota
103
Pematangsiantar tahun 2012-2032, akan tetapi peraturan tersebut
tidaklah benar mengenai RTRW Kota Pematangsiantar. Peraturan yang
benar mengenai RTRW Kota Pematangsiantar adalah Perda Kota
Pematangsiantar No. 1 tahun 2013, sehingga hasil evaluasi pada poin
tersebut adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti
terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya di dalam DPPT melampirkan
peta kesesuaian rencana pembangunan dengan RTRW Kabupate/Kota
yang dilintasi jalan tol, dengan mengoverlay rencana jalan tol dengan
peta RTRW Kabupaten/Kota tersebut seperti yang terdapat dalam
DPPT jalan tol Indrapura – Kisaran. Rencana pembangunan tersebut
harus sesuai dengan semua RTRW Kabupaten/Kota yang terkena
pengadaan tanah tersebut, tidak boleh ada satupun RTRW
Kabupaten/Kota yang tidak sesuai dengan rencana pembangunan
karena jalur yang dilewati jalan tol merupakan satu kesatuan.
4) Pada poin kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) Provinsi Sumatera Utara tidak ada sama sekali penjelasan
mengenai poin tersebut pada DPPT, sehingga hasil evaluasi pada poin
tersebut adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti
terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya dijelaskan mengenai rencana
pembangunan jangka menengah yang telah diatur dalam Perpres No. 71
tahun 2012.
5) Poin kesesuaian dengan rencana strategis, pada DPPT jelas disebutkan
bahwa pembangunan jalan tol tsb masuk dalam PSN sesuai dengan
Perpres 58/2017, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut telah sesuai
dengan peraturan.
6) Poin kesesuaian dengan rencana kerja pemerintah instansi Direktorat
Jenderal Bina Marga (Direktorat Jalan Bebas Hambatan) Kementerian
PUPR tidak dijelaskan pada DPPT, sehingga hasil evaluasi pada poin
tersebut adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti
terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya pada DPPT dicantumkan
mengenai rencana kerja pemerintah instansi yang bersangkutan.
104
c. Evaluasi pada poin kesesuaian letak tanah yang dibutuhkan untuk
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, sebagai berikut:
Pada DPPT jalan tol Tebing Tinggi – Pematangsiantar telah
menjelaskan secara lengkap mengenai letak tanah lokasi rencana
pembangunan jalan tol mulai dari kelurahan/desa, kecamatan,
kabupaten/kota sampai dengan provinsi. Berdasarkan DPPT, letak lokasi
pembangunan jalan tol tersebut melewati 4 kabupaten/kota (Kabupaten
Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Simalungun, Kota
Pematangsiantar), 8 kecamatan dan 28 desa/kelurahan yang berada pada
Provinsi Sumatera Utara, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut telah
sesuai dengan peraturan.
d. Evaluasi pada poin perkiraan luas tanah yang dibutuhkan untuk
pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar,sebagai berikut:
Pada DPPT terdapat penjelasan yang rinci mengenai luas tanah yang
dibutuhkan untuk masing-masing wilayah, sehingga evaluasi poin luas
tanah yang dibutuhkan untuk rencana pembangunan jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar pada DPPT telah sesuai dengan peraturan.
e. Evaluasi pada poin kesesuaian gambaran umum status tanah dalam dppt
jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, sebagai berikut:
1) Pada poin data awal penguasaan tanah tidak ada penjelasan yang detail
dan rinci, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut adalah tidak sesuai
dengan peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu:
seharusnya pada poin gambaran umum status tanah dalam DPPT sudah
termuat secara rinci mengenai data awal penguasaan tanah agar dapat
diketahui terlebih dahulu berapa banyak penggarap tanah seperti yang
terjadi pada Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Serdang Bedagai,
untuk meminimalisir permasalahan pada tahap pelaksanaan.
2) Pada poin data awal pemilikan tanah tidak ada penjelasan yang detail
dan rinci, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut adalah tidak sesuai
dengan peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu:
seharusnya pada poin gambaran umum status tanah dalam DPPT sudah
105
termuat secara rinci mengenai data awal pemilikan tanah untuk
mempermudah pada tahap-tahap selanjutnya dalam pengadaan tanah
terutama identifikasi dan inventarisasi pemilik tanah pada tahap
pelaksanaan.
f. Evaluasi pada poin kesesuaian perkiraan jangka waktu pelaksanaan
pengadaan tanah dalam DPPT jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, sebagai berikut:
1) Pada poin kesesuaian jangka waktu pelaksanaan tahap perencanaan
terdapat penjelasan mengenai perkiraan jangka waktu tahap
perencanaan yaitu 6 bulan, sehingga hasil evaluasi pada poin
tersebut telah sesuai dengan peraturan.
2) Pada poin kesesuaian jangka waktu pelaksanaan tahap persiapan
tidak terdapat penjelasan kapan kegiatan dimulai dan sampai kapan
kegiatan dilakukan, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut adalah
tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal
tersebut yaitu: seharusnya dalam DPPT sudah memuat kapan
kegiatan dalam tahap persiapan dimulai, agar ada target waktu dalam
pelaksanaan tahap persiapan.
3) Pada poin kesesuaian jangka waktu tahap pelaksanaan Tidak ada
penjelasan yang spesifik mengenai kapan tahap pelaksaan dilakukan,
sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut adalah tidak sesuai dengan
peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu:
seharusnya dalam DPPT memuat dengan rinci setiap kegiatan dalam
tahap pelaksanaan agar ada target waktu dalam penyelesaiannya.
4) Pada poin kesesuaian jangka waktu penyerahan hasil, pada DPPT
telah memuat jangka waktu penyerahan hasil yaitu 7 hari kerja,
sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut telah sesuai dengan
peraturan.
g. Pada poin kesesuaian perkiraan jangka waktu pelaksanaan
pembangunan jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar dalam DPPT
106
terdapat penjelasan yang rinci. sehingga hasil evaluasi pada poin
tersebut telah sesuai dengan peraturan.
h. Evaluasi pada poin kesesuaian perkiraan nilai tanah dalam DPPT jalan
tol Tebing Tinggi – Pematangsiantar, sebagai berikut:
1) Pada poin perkiraan nilai ganti kerugian tanah terdapat penjelasan
yang rinci mengenai nilai tanah pada masing-masing wilayah yang
terkena pengadaan tanah dalam DPPT, sehingga hasil evaluasi pada
poin tersebut telah sesuai dengan peraturan.
2) Pada poin perkiraan nilai ruang, bangunan, tanaman, benda yang
berkaitan dengan tanah terdapat penjelasan yang rinci dalam DPPT,
sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut telah sesuai dengan
peraturan.
3) Pada poin perkiraan nilai kerugian lain yang dapat dinilai di dalam
DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar memang sudah
memuat perkiraan nilai kerugian lain yang dapat dinilai, akan tetapi
pada DPPT tersebut memasukkan nilai BPHTB dan PPAT. Pada
Pasal 85 ayat 4 poin b UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa perolehan Hak Atas Tanah
dan bangunan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintah/untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum tidak dikenakan
BPHTB. Pasal 96 ayat 1 Perpres No. 71 tahun 2012 menjelaskan
bahwa pelepasan hak obyek pengadaan tanah dilaksanakan
dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat, sehingga hasil
evaluasi pada poin tersebut adalah tidak sesuai dengan peraturan.
Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya pada
DPPT jalan tol Tebing Tinggi – Pematangsiantar tidak memasukkan
penilaian mengenai BPHTB dan PPAT karena tidak sesuai dengan
peraturan. Seharusnya pada perkiraan nilai kerugian lain yang dapat
dinilai, pada DPPT hanya mencantumkan nilai yang benar-benar
akan diganti rugi karena hal tersebut akan masuk dalam rencana
penganggaran.
107
i. Evaluasi pada poin kesesuaian rencana penganggaran dalam DPPT
jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, sebagai berikut:
1) Pada poin uraian besaran dana di dalam DPPT terdapat penjelasan
mengenai besaran dana yang direncanakan dalam pengadaan tanah
tersebut, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut telah sesuai
dengan peraturan.
2) Pada poin uraian sumber dana di dalam DPPT tidak dijelaskan
darimana sumber dana untuk pengadaan tanah tersebut, sehingga
hasil evaluasi pada poin tersebut adalah tidak sesuai dengan
peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu:
seharusnya pada DPPT dijelaskan mengenai darimana sumber dana
dalam kegiatan pengaadaan tanah tersebut.
3) Pada poin uraian rincian alokasi dana untuk tahap perencanaan di
dalam DPPT sudah terdapat penjelasan yang rinci, sehingga hasil
evaluasi pada poin tersebut telah sesuai dengan peraturan.
Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu: sebaiknya dibuat
lebih rinci lagi mengenai alokasi dana untuk perencanaan seperti
pada DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran yang menguraikan secara
rinci alokasi dana untuk perencanaan dari masing-masing kegiatan.
4) Pada poin uraian rincian alokasi dana untuk tahap persiapan di dalam
DPPT sudah terdapat penjelasan yang rinci, sehingga hasil evaluasi
pada poin tersebut telah sesuai dengan peraturan. Rekomendasi
peneliti terhadap hal tersebut yaitu: sebaiknya dibuat lebih rinci lagi
mengenai alokasi dana untuk persiapan seperti pada DPPT jalan tol
Indrapura–Kisaran yang menguraikan secara rinci alokasi dana untuk
tahap persiapan dari masing-masing kegiatan yang akan dilakukan.
5) Pada poin uraian rincian alokasi dana untuk tahap pelaksanaan di
dalam DPPT sudah terdapat penjelasan yang rinci, sehingga hasil
evaluasi pada poin tersebut telah sesuai dengan peraturan.
Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu: sebaiknya dibuat
lebih rinci lagi mengenai alokasi dana untuk pelaksanaan seperti
108
pada DPPT jalan tol Indrapura – Kisaran yang menguraikan secara
rinci alokasi dana untuk tahap pelaksanaan dari masing-masing
kegiatan yang akan dilakukan.
6) Pada poin uraian rincian alokasi dana untuk tahap penyerahan hasil
di dalam DPPT sudah terdapat penjelasan yang rinci, sehingga hasil
evaluasi pada poin tersebut telah sesuai dengan peraturan.
7) Pada poin uraian rincian alokasi dana untuk administrasi dan
pengelolaan di dalam DPPT tidak terdapat penjelasan mengenai hal
tersebut, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut adalah tidak
sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut
yaitu: seharusnya pada DPPT memuat dengan rinci mengenai
alokasi dana untuk administrasi dan pengelolaan.
8) Pada poin uraian rincian alokasi dana untuk sosialisasi di dalam
DPPT tidak terdapat penjelasan mengenai hal tersebut, sehingga
hasil evaluasi pada poin tersebut adalah tidak sesuai dengan
peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu:
seharusnya pada DPPT memuat dengan rinci mengenai alokasi
dana untuk sosialisasi.
j. Evaluasi pada poin kesesuaian studi kelayakan dalam DPPT jalan tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar, sebagai berikut:
1) Pada poin menguraikan hasil survei sosial ekonomi di dalam DPPT
tidak terdapat penjelasan mengenai hasil survey sosial ekonomi dan
berdasarkan hasil penelitian yaitu wawancara dengan pihak terkait
dan mempelajari isi dari DPPT bahwa survey sosial ekonomi tidak
dilaksanakan, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut adalah
tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti terhadap hal
tersebut yaitu: seharusnya pada DPPT melakukan survei sosial
yang dituangkan dalam bentuk dokumen survei sosial ekonomi.
2) Pada poin menguraikan kelayakan lokasi di dalam DPPT tidak
terdapat uraian mengenai hal tersebut, sehingga hasil evaluasi pada
poin tersebut adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi
109
peneliti terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya pada DPPT memuat
kelayakan lokasi apakah lokasi yang direncanakan layak untuk
dilakukan pembangunan.
3) Pada poin menguraikan analisis biaya dan manfaat pembangunan
bagi wilayah dan masyarakat di dalam DPPT tidak terdapat
penjelasan mengenai analisis biaya serta apa manfaat pembangunan
tersebut kepada masyarakat, sehingga hasil evaluasi pada poin
tersebut adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi
peneliti terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya pada DPPT memuat
dengan rinci mengenai analisis biaya seert apa manfaat
pembangunan tersebut kepada masyarakat.
4) Pada poin menguraikan perkiraan nilai tanah di dalam DPPT telah
memuat dengan rinci perkiraan nilai tanah dari masing-masing
wilayah, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut telah sesuai
dengan peraturan.
5) Pada poin menguraikan dampak lingkungan di dalam DPPT tidak
terdapat dokumen AMDAL pada kegiatan pengadaan tanah
tersebut, yang ada hanya Ijin Lingkungan berdasarkan Keputusan
Gubernur Sumatera Utara Nomor 660/312/DIS PM
PPTSP/5/IV.1/II/2019 yang ditetapkan pada tanggal 4 Maret 2019
dimana tahap pelaksanaan sudah berjalan, sehingga hasil evaluasi
pada poin tersebut adalah tidak sesuai dengan peraturan.
Rekomendasi peneliti terhadap hal tersebut yaitu: seharusnya
rencana pembangunan harus memperhatikan dampak lingkungan
yang akan timbul dari pembangunan, oleh karena itu perlu dibuat
dokumen AMDAL terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan
pengadaan tanah.
6) Pada poin DPPT ditetapkan oleh pimpinan instansi yg memerlukan
tanah telah sesuai dengan peraturan karena di dalam DPPT terdapat
lembar pengesahan dimana DPPT ditetapkan oleh Plt. Direktur
Jenderal Bina Marga tanggal 23 Maret 2018.
110
7) Pada poin perencanaan pengadaan tanah melibatkan pengampu dan
pemangku kepentingan dalam penyusunan DPPT tidak ada
melibatkan instansi lain baik pengampu kepentingan maupun
pemangku kepentingan, sehingga hasil evaluasi pada poin tersebut
adalah tidak sesuai dengan peraturan. Rekomendasi peneliti
terhadap hal tersebut yaitu: dalam penyusunan DPPT seharusnya
melibatkan instansi terkait seperti BPN dan Pemerintah Daerah
agar menghasilkan data yang lengkap pada dokumen perencanaan
pengadaan tanah.
Peneliti merangkum hasil evaluasi yang telah dilakukan ke dalam
tabel berikut ini:
111
Tabel 20. Hasil Evaluasi DPPT Jalan Tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar dengan Peraturan Perundang-Undangan Pengadaan Tanah
112
Uraian Isi Pada DPPT Kesesuaian Dengan Peraturan
Poin-Poin DPPT Ada (Tidak Tidak
Huruf No Kriteria Evaluasi Ada (Jelas) * Sesuai Tidak Sesuai
Dalam Peraturan Jelas)** Ada ***
(√) (√) (√) (√) (√)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perkiraan waktu
Kesesuaian perkiraan jangka waktu pembangunan
g pelaksanaan 19 − √ − √ −
Jalan tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar
pembangunan
Kesesuaian perkiraan nilai Ganti Kerugian Obyek
20 − √ − √ −
pengadaan tanah berupa tanah
Perkiraan nilai Kesesuaian perkiraan nilai ruang, bangunan, tanaman,
h 21 √ − − √ −
tanah benda yang berkaitan dengan tanah.
Kesesuaian perkiraan nilai kerugian lain yang dapat
22 − √ − − √
dinilai
23 Menguraikan besaran dana pengadaan tanah √ − − √ −
24 Menguraikan sumber dana pengadaan tanah − − √ − √
25 Menguraikan rincian alokasi dana untuk perencanaan − √ − √ −
26 Menguraikan rincian alokasi dana untuk persiapan − √ − √ −
Rencana 27 Menguraikan rincian alokasi dana untuk pelaksanaan − √ − √ −
i Menguraikan rincian alokasi dana untuk penyerahan
Penganggaran 28 − √ − √ −
hasil
Menguraikan rincian alokasi dana untuk administrasi dan
29 − − √ − √
pengelolaan
30 Menguraikan rincian alokasi dana untuk sosialisasi − − √ − √
31 Menguraikan hasil survei sosial ekonomi − − √ − √
32 Menguraikan kelayakan lokasi − − √ − √
Menguraikan analisis biaya dan manfaat pembangunan
33 − − √ − √
bagi wilayah dan masyarakat
34 Menguraikan perkiraan nilai tanah − √ − √ −
j Studi Kelayakan Menguraikan analisis mengenai dampak lingkungan
35
hidup dan AMDAL − − √ − √
DPPT ditetapkan oleh pimpinan instansi yang memerlukan
36 √ − − √ −
tanah
Perencanaan melibatkan pengampu dan pemangku
37 − − √ − √
kepentingan
Catatan : * Apabila poin -poin pada peraturan perundang-undangan termuat dalam Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
** Apabila poin -poin pada peraturan perundang-undangan termuat dalam Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tetapi tidak dijelaskan secara detail
*** Apabila poin-poin pada peraturan perundang-undangan tidak termuat dalam Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
Sesuai : Apabila substansi/isi sama atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tidak Sesuai : Apabila substansi/isi tidak sama atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Sekunder Peneliti, 2020
113
Berdasarkan tabel 20, dapat dilihat bahwa ada 18 poin pada DPPT
jalan tol Tebing Tinggi-Pematangsiantar yang sesuai dengan kriteria yang
ada dalam peraturan perundang-undangan pengadaan tanah dari total 37 poin
kriteria dalam peraturan tersebut, yaitu:
1. Maksud rencana pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar;
2. Kesesuaian rencana pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar dengan Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat;
3. Kesesuaian letak obyek pengadaan tanah dalam setiap desa atau kelurahan
dengan peta rencana lokasi pengadaan tanah;
4. Kesesuaian letak obyek pengadaan tanah dalam setiap kecamatan dengan
peta rencana lokasi pengadaan tanah;
5. Kesesuaian letak obyek pengadaan tanah di Kabupaten Serdang Bedagai,
Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar;
6. Kesesuaian Luas tanah perkiraan yang dibutuhkan;
7. Kesesuaian jangka waktu pelaksanaan tahap perencanaan;
8. Kesesuaian jangka waktu penyerahan hasil;
9. Kesesuaian perkiraan jangka waktu pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar;
10. Kesesuaian perkiraan nilai Ganti Kerugian Obyek pengadaan tanah berupa
tanah;
11. Kesesuaian perkiraan nilai ruang, bangunan, tanaman, benda yang
berkaitan dengan tanah;
12. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan besaran dana pengadaan
tanah;
13. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan rincian alokasi dana untuk
perencanaan;
14. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan rincian alokasi dana untuk
persiapan
15. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan rincian alokasi dana untuk
pelaksanaan;
114
16. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan rincian alokasi dana untuk
penyerahan hasil;
17. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan perkiraan nilai tanah;
18. Kesesuaian pada DPPT yang telah ditetapkan oleh pimpinan instansi yang
memerlukan tanah.
Adapun poin yang tidak sesuai dengan kriteria yang ada dalam
peraturan perundang-undangan pengadaan tanah sebanyak 19 poin, yaitu:
1. Tujuan rencana pembangunan jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar;
2. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
3. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Sumatera Utara;
4. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Simalungun
dan Kota Pematangsiantar;
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah;
6. Rencana Kerja Pemerintah Instansi Direktorat Jenderal Bina Marga
(Direktorat Jalan Bebas Hambatan) Kementerian PUPR;
7. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan data awal penguasaan atas
tanah;
8. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan data awal pemilikan atas
tanah;
9. Kesesuaian jangka waktu pelaksanaan tahap persiapan;
10. Kesesuaian jangka waktu tahap pelaksanaan;
11. Kesesuaian perkiraan nilai kerugian lain yang dapat dinilai;
12. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan sumber dana pengadaan
tanah;
13. Kesesuaian pada DPPT dalam Menguraikan rincian alokasi dana untuk
administrasi dan pengelolaan;
14. Kesesuaian pada DPPT dalam Menguraikan rincian alokasi dana untuk
sosialisasi;
115
15. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan hasil survei sosial ekonomi;
16. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan kelayakan lokasi;
17. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan analisis biaya dan manfaat
pembangunan bagi wilayah dan masyarakat;
18. Kesesuaian pada DPPT dalam menguraikan analisis mengenai dampak
lingkungan hidup dan AMDAL;
19. Perencanaan melibatkan pengampu dan pemangku kepentingan.
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar telah memuat semua komponen yang ada mulai dari
maksud dan tujuan rencana pembangunan sampai rencana penganggaran dan
18 poin dari 37 poin kriteria telah sesuai berdasarkan peraturan perundang-
undangan pengadaan tanah. Akan tetapi jika dilihat berdasarkan isinya, masih
banyak hal yang tidak dijelaskan secara detail dan rinci, hanya memuat garis
besarnya saja serta teori-teori yang terdapat dalam peraturan namun tidak ada
dijelaskan secara langsung apa yang direncanakan dan yang akan dilakukan
untuk proyek pembangunan itu sendiri. Kesesuaian dengan peraturan tidak
hanya dilihat pada poin-poin yang terdapat pada peraturan saja, tetapi juga
memperhatikan isi dari poin yang telah dibuat, apakah isinya telah memuat
apa yang dimaksud dalam peraturan atau hanya dibuat seolah-olah sudah
sesuai dengan peraturan. DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
seakan dibuat hanya untuk memenuhi syarat dalam pengadaan tanah saja.
Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten
Simalungun mengatakan bahwa DPPT jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar dibuat secara formalitas saja untuk memenuhi persyaratan
pada pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum jika
dilihat berdasarkan isinya. Kepala Seksi Pengadaan Tanah Kantor
Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai dan Kota Pematangsiantar
menyatakan bahwa DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar sudah
aplikatif dalam penggunaannya, akan tetapi pernyataan lain dari kepala seksi
tersebut mengatakan bahwa dalam tahap pelaksanaan BPN tidak memakai
DPPT atau tidak menjadikan DPPT sebagai pedoman. Pejabat Pembuat
116
Komitmen (PPK) lahan tol Tebingtinggi–Parapat–Sibolga Satuan Kerja
Wilayah 2, tahap 1 ruas Tebing Tinggi–Pematangsiantar mengatakan bahwa
DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar bersifat makro dan tidak ada
pantauan dalam pembuatannya, karena pembuatan DPPT adalah perkerjaan
Kementerian PUPR yang secara langsung dilimpahkan kepada pihak ketiga
oleh Menteri. Pernyataan lain disebutkan oleh salah satu anggota pelaksana
PPK jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar, pembuatan DPPT
dilimpahkan kepada pihak ketiga kemungkinan untuk mencegah dan
mengurangi resiko-resiko dari “faktor X”, jika suatu saat timbul
permasalahan yang bertanggungjawab adalah dari pihak ketiga.
117
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dari hasil penelitian ini, peneliti menarik
kesimpulan:
1. Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) jalan tol
Tebing Tinggi–Pematangsiantar adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) jalan
tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar dalam pembuatannya mengalami
dua kali pelimpahan yaitu dari kementerian PUPR sebagai instansi
yang memerlukan tanah kepada PT. Hutama Marga Waskita yang
selanjutnya dari PT. Hutama Marga Waskita melimpahkan lagi
kepada PT. Yodya Karya (Persero) dan PT. Andika Persada Raya
(KSO).
b. Penyusunan DPPT jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar tidak
disusun berdasarkan studi kelayakan sebagaimana diatur dalam pasal
6 Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012. Jika studi kelayakan tidak
dipertimbangkan dengan baik, dapat menimbulkan resiko dikemudian
hari misalnya kecelakaan.
c. DPPT kurang berperan penting dalam serangkaian kegiatan
pengadaan tanah jalan tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar. Pada tahap
pelaksanaan pengadaan tanah jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar, DPPT tidak dijadikan pedoman dalam kegiatan
inventarisasi dan identifikasi daftar pihak yang berhak. Bahkan DPPT
tidak digunakan sama sekali dalam tahap pelaksanaan, seolah-olah
DPPT dibuat hanya untuk memenuhi kelengkapan dalam pengajuan
pelaksanaan pengadaan tanah saja.
118
a. Terdapat 37 kriteria yang ideal dari peraturan perundang-undangan
pengadaan tanah, yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 yang
dijelaskan lebih lanjut pada peraturan pelaksananya (Peraturan
Presiden Nomor 71 tahun 2012).
b. Hasil evaluasi kesesuaian antara DPPT jalan tol Tebing Tinggi–
Pematangsiantar dari total 37 kriteria sesuai dengan yang ada dalam
peraturan perundang-undangan pengadaan tanah, ditemukan 18 poin
(48,65%) yang sesuai dengan kriteria tersebut dan 19 poin (51,35%)
yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti memberikan beberapa
saran terkait Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, sebagai berikut:
1. Penyusunan DPPT sebaiknya dilakukan langsung oleh instansi yang
memerlukan tanah, karena instansi tersebut lebih mengetahui segala
bentuk rencana kegiatan mereka, kalaupun pembuatan Dokumen
Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) harus dilimpahkan kepada pihak
ketiga, seharusnya penyusunannya tetap dalam pemantauan instansi yang
memerlukan tanah dan tidak dilepas begitu saja dalam pembuatannya.
2. Penyusunan DPPT sebaiknya melibatkan pihak/instansi terkait seperti
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah, dan perangkat desa,
agar dalam perencanaannya dapat diketahui terlebih dahulu berbagai
macam permasalahan yang ada, sehingga dalam serangkaian kegiatan
pengadaan tanah setelah tahap perencanaan setidaknya segala
permasalahan dapat diminimalisir.
3. Perlu adanya pembuatan standar/pedoman yang dituangkan dalam bentuk
Petunjuk Teknis (Juknis) untuk penyusunan DPPT, agar ada
standar/pedoman dalam setiap penyusunan DPPT dimanapun pengadaan
tanah akan dilakukan, sehingga dalam penyusunan DPPT harus sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
119
DAFTAR PUSTAKA
Aburaera, S, Muhadar, Maskun 2013, Filsafat hukum: teori dan praktik. Kencana,
Jakarta.
Amiruddin & Asikin, Z 2004, Pengantar metode penelitian hukum. Rajawali Pers,
Jakarta.
Mahmudi, I 2011, ‘CIPP: Suatu model evaluasi program pendidikan’, Jurnal At-
Ta’dib, vol. 6, no. 1, hlm. 112.
120
Mukau, RA 2017, ‘Mekanisme Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 (Studi
Kasus Jalan Tol Manado Bitung)’, Lex Administratum, vol. V, no.7.
Sompie, IC 2017, ‘Pengadaan tanah secara normatif untuk infrastruktur jalan tol
menurut undang-undang no. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum’, Lex Et Societatis: e-Journal
pada Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Sam
Ratulangi , vol. 5, no. 10, hlm. 123-129, dilihat pada 14 Januari 2020,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/17541/
17073
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
121
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
122
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Internet
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2019, Dokumen
Perencanaan adalah Kunci Sukses Pengadaan Tanah, dilihat pada 13
Januari 2020, https://www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/dokumen-
perencanaan-adalah-kunci-sukses-pengadaan-tanah-84637
123
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016, KBBI Daring, dilihat pada 16
Januari 2020, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/evaluasi
124
DAFTAR LAMPIRAN
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
Lampiran 2. Peta Rencana Struktur Ruang Kota Tebing Tinggi
212
Lampiran 3. Peta Rencana Pola Ruang Kota Tebing Tinggi
213
Lampiran 4. Peta Rencana Struktur Ruang Kota Pematangsiantar
214
Lampiran 5. Peta Rencana Pola Ruang Kota Pematangsiantar
215
Lampiran 6. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Simalungun
216
Lampiran 7. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Simalungun
217
Lampiran 8. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Serdang Bedagai
218
Lampiran 9. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Serdang Bedagai
219
Lampiran 10. Peta Kesesuaian dengan RTRW pada DPPT jalan tol Indrapura–Kisaran
220
221
222
223
224
225
Lampiran 11. Daftar Nominatif Desa Pematang Dolok Kahean, Kecamatan Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun
226
227
228
229
230
231
232
Lampiran 12. Daftar Nominatif Desa Rukun Mulyo, Kecamatan Panombeian Panei, Kabupaten Simalungun
233
234
235
236
237
238
Lampiran 13. Data dan Nilai Kerugian Atas Nama Leman pada Desa
Pematang Dolok Kahean, Kecamatan Tapian Dolok,
Kabupaten Simalungun
239
Lampiran 14. Data dan Ganti Kerugian Atas Nama Regen Sinaga pada
Desa Rukun Mulyo, Kecamatan Panombeian Panei,
Kabupaten Simalungun
240
Lampiran 15. Susunan Keanggotaan dan Sekretariat Panitia Pelaksana
Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi–Pematangsiantar
241
242
243
244
245
246
Lampiran 16. Hasil Evaluasi
247
Tidak dijelaskan secara detail dan
rinci mengenai kesesuain dengan
Seharusnya di dalam DPPT
RTRW masing-masing melampirkan peta kesesuaian
kabupaten/kota yang terlintasi rencana pembangunan dengan
rencana pembangunan jalan tol, RTRW Kabupate/Kota yang dilintasi
serta dalam Perda Serdang Bedagai jalan tol, dengan mengoverlay
No. 12 tahun 2013, tidak tercantum rencana jalan tol dengan peta RTRW
RTRW Kabupaten mengenai rencana pembangunan Kabupaten/Kota tersebut seperti
Serdang Bedagai, Kota jalan tol Tebing Tinggi– yang terdapat dalam DPPT jalan tol
Tebing Tinggi, Pematangsiantar. Dalam DPPT Indrapura–Kisaran. Rencana
5 Tidak Sesuai
Kabupaten Simalungun dicantumkan Perda Kota pembangunan tersebut harus sesuai
dan Kota Pematangsiantar No. 4 tahun 2012 dengan semua RTRW
Pematangsiantar tentang RTRW Kota Kabupaten/Kota yang terkena
Pematangsiantar tahun 2012-2032, pengadaan tanah tersebut, tidak
akan tetapi peraturan tersebut boleh ada satupun RTRW
tidaklah benar mengenai RTRW Kabupaten/Kota yang tidak sesuai
Kota Pematangsiantar. Peraturan dengan rencana pembangunan
Kesesuaian dengan Rencana Tata yang benar mengenai RTRW Kota karena jalur yang dilewati jalan tol
Ruang Wilayah (RTRW) dan Pematangsiantar adalah Perda Kota
merupakan satu kesatuan.
Prioritas Pembangunan Pematangsiantar No. 1 tahun 2013
248
Letak obyek pengadaan Pada DPPT terdapat penjelasan
tanah nama desa/ yang rinci mengenai letak obyek
9 Sesuai -
kelurahan dan pengadaan tanah berdasarkan
jumlahnya desa/kelurahan
249
Seharusnya pada poin gambaran
umum status tanah dalam DPPT
sudah termuat secara rinci mengenai
Tidak ada penjelasan yang detail data awal pemilikan tanah untuk
Data Awal Pemilikan
14 Gambaran Umum Status Tanah Tidak Sesuai dan rinci mengenai data awal mempermudah pada tahap-tahap
Tanah
pemilikan tanah selanjutnya dalam pengadaan tanah
terutama identifikasi dan
inventarisasi pemilik tanah pada
tahap pelaksanaan.
250
Perkiraan nilai Ganti Terdapat penjelasan yang rinci
Kerugian Obyek mengenai nilai tanah pada
20 Sesuai -
pengadaan tanah berupa masing-masing wilayah yang
tanah terkena pengadaan tanah
Perkiraan Nilai Tanah
Perkiraan nilai ruang, Terdapat penjelasan yang rinci
bangunan, tanaman, mengenai nilai ruang, bangunan,
21 Sesuai -
benda yang berkaitan tanaman, benda yang berkaitan
dengan tanah dengan tanah
Pada DPPT jalan tol Tebing
Tinggi–Pematangsiantar memang
sudah memuat perkiraan nilai
kerugian lain yang dapat dinilai,
akan tetapi pada DPPT tersebut
memasukkan nilai BPHTB dan
Seharusnya pada DPPT jalan tol
PPAT. Pada Pasal 85 ayat 4 poin
Tebing Tinggi–Pematangsiantar
b UU No. 28 tahun 2009 tentang
tidak memasukkan penilaian
Pajak Daerah dan Retribusi
mengenai BPHTB dan PPAT karena
Daerah dijelaskan bahwa
tidak sesuai dengan peraturan.
Perkiraan nilai kerugian perolehan Hak Atas Tanah dan
22 Perkiraan Nilai Tanah Tidak Sesuai Seharusnya pada perkiraan nilai
lain yang dapat dinilai bangunan oleh negara untuk
kerugian lain yang dapat dinilai,
penyelenggaraan
pada DPPT hanya mencantumkan
pemerintah/untuk pelaksanaan
nilai yang benar-benar akan diganti
pembangunan guna kepentingan
rugi karena hal tersebut akan masuk
umum tidak dikenakan BPHTB.
dalam rencana penganggaran.
Pasal 96 ayat 1 Perpres No. 71
tahun 2012 menjelaskan bahwa
pelepasan hak obyek pengadaan
tanah dilaksanakan dihadapan
Kepala Kantor Pertanahan
setempat.
Terdapat penjelasan mengenai
Menguraikan besaran
23 Rencana Penganggaran Sesuai besaran dana yang direncanakan -
dana pengadaan tanah
dalam pengadaan tanah tersebut
251
Seharusnya pada DPPT dijelaskan
Pada DPPT tidak dijelaskan
Menguraikan sumber mengenai darimana sumber dana
24 Tidak Sesuai darimana sumber dana untuk
dana pengadaan tanah dalam kegiatan pengaadaan tanah
pengadaan tanah tersebut
tersebut
Sebaiknya dibuat lebih rinci lagi
mengenai alokasi dana untuk
Terdapat penjelasan rincian perencanaan seperti pada DPPT
Rincian alokasi dana
25 Sesuai alokasi dana untuk perencanaan jalan tol Indrapura–Kisaran yang
untuk perencanaan
pada DPPT menguraikan secara rinci alokasi
dana untuk perencanaan dari
masing-masing kegiatan
Sebaiknya dibuat lebih rinci lagi
mengenai alokasi dana untuk
persiapan seperti pada DPPT jalan
Terdapat penjelasan rincian
Rincian alokasi dana tol Indrapura–Kisaran yang
26 Rencana Penganggaran Sesuai alokasi dana untuk persiapan pada
untuk persiapan menguraikan secara rinci alokasi
DPPT
dana untuk tahap persiapan dari
masing-masing kegiatan yang akan
dilakukan
Sebaiknya dibuat lebih rinci lagi
mengenai alokasi dana untuk
pelaksanaan seperti pada DPPT jalan
Rincian alokasi dana Terdapat penjelasan rincian
tol Indrapura–Kisaran yang
27 untuk tahap Sesuai alokasi dana untuk tahap
menguraikan secara rinci alokasi
pelaksanaan pelaksanaan pada DPPT
dana untuk tahap pelaksanaan dari
masing-masing kegiatan yang akan
dilakukan
252
Rincian alokasi dana Tidak ada penjelasan mengenai Seharusnya pada DPPT memuat
29 untuk administrasi dan Tidak Sesuai rincian alokasi dana untuk dengan rinci mengenai alokasi dana
pengelolaan administrasi dan pengelolaan untuk administrasi dan pengelolaan
Rencana Penganggaran
Tidak ada penjelasan mengenai Seharusnya pada DPPT memuat
Rincian alokasi dana
30 Tidak Sesuai rincian alokasi dana untuk dengan rinci mengenai alokasi dana
untuk sosialisasi
sosialisasi untuk sosialisasi
253
Tidak ada dokumen AMDAL
pada kegiatan pengadaan tanah
Seharusnya rencana pembangunan
tersebut, yang ada hanya Ijin
harus memperhatikan dampak
Lingkungan berdasarkan
Analisis mengenai lingkungan yang akan timbul dari
Keputusan Gubernur Sumatera
35 dampak lingkungan Tidak Sesuai pembangunan, oleh karena itu perlu
Utara Nomor 660/312/DIS PM
hidup dan AMDAL dibuat dokumen AMDAL terlebih
PPTSP/5/IV.1/II/2019 yang
dahulu sebelum memulai kegiatan
ditetapkan pada tanggal 4 Maret
pengadaan tanah.
2019 dimana tahap pelaksanaan
sudah berjalan
Studi Kelayakan
DPPT ditetapkan oleh DPPT ditetapkan tanggal 23
36 pimpinan instansi yang Sesuai Maret 2018 oleh Plt. Direktur -
memerlukan tanah Jenderal Bina Marga
Dalam penyusunan DPPT
Penyusunan DPPT tidak ada seharusnya melibatkan instansi
Perencanaan melibatkan
melibatkan instansi lain baik terkait seperti BPN dan Pemerintah
37 pengampu dan Tidak Sesuai
pengampu kepentingan maupun Daerah agar menghasilkan data yang
pemangku kepentingan
pemangku kepentingan lengkap pada dokumen perencanaan
pengadaan tanah
254
RIWAYAT HIDUP PENULIS