Anda di halaman 1dari 16

MATERI

RISET AKUNTANSI DAN AUDITING


KEBIJAKAN MANAJEMEN DAN DISCLOSURE

Dosen Pengampu : Dr. I Nyoman Wijana Asmara Putra, SE., M.Si., Ak.

Oleh :
Kelompok 1

Gede Rama Wirya Nanda 2181611011


Ida Ayu Surya Antari 2181611022
I Nyoman Endra 2181611023
I Gede Prabawa Adi Saputra 2181611024
I Gusti Ngurah Agung Dananjaya 2181611025

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
KEBIJAKAN MANAJEMEN DAN DISCLOSURE

1. Pengertian Pengungkapan (Disclosure)


Kata Disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan.Apabila
dikaitkan dengan data, Disclosure berarti memberikan data yang bermanfaat kepada
pihak yang memerlukan. Jadi data tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena
apabila tidak bermanfaat, maka tujuan dari pengungkapan (Disclosure) tersebut tidak
akan tercapai. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, Disclosure mengandung arti
bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup
mengenai hasil aktifitas suatu unit usaha.Dengan demikian informasi yang diungkapkan
harus jelas, lengkap dan dapat menggambarkan secara tepat mengenai kejadian-kejadian
ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha tersebut.
2. Untuk Siapa Informasi Diungkapkan.
a. Pemegang Saham, Investor dan Kreditor
Laporan keuangan perusahaan ditujukan kepada pemegang saham, investor dan
kreditor. Seperti yang dinyatakan FASB :“Pelaporan keuangan seharusnya
menyediakan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor yang sekarang dan
yang potensial serta para pemakai lain dalam mengambil keputusan investasi, kredit
dan keputusan serupa secara rasional.”
Pengungkapan juga dibuat untuk pihak lain seperti karyawan, pelanggan,
pemerintah dan masyarakat umum, tetapi hal ini dianggap sebagai pengungkapan
sekunder dalam laporan tahunan. Alasan kurangnya penekanan pada pihak selain
investor adalah karena kurangnya pengetahuan mengenai keputusan yang mereka
buat.Investor dan kreditor memiliki keputusan membeli atau menjual investasi dan
pemberian kredit kepada perusahaan karenanya tujuan pelaporan keuangan untuk
kelompok ini relatif lebih jelas.
Jika kita mendefinisikan pemegang saham dan investor lain sebagai kelompok fokal
yang tepat untuk akuntansi, pengungkapan dalam pelaporan keuangan dapat
didefinisikan sebagai  penyajian informasi yang diperlukan untuk mencapai operasi
yang optimum dalam pasar modal yang efisien.
b. Pengungkapan kepada pemegang andil
Di Negara lain seperti Eropa, pengungkapan ditunjukan untuk pihak yang lebih
luas, mereka cenderung menempatkan kepentingan karyawan dan Negara diatas
kepentingan pemegang saham. Arti penting kepemilikan pemegang saham
dikalahkan oleh konsep pemegang andil (Stakeholder) yang lebih luas, dampaknya
adalah berubahnya sifat pengungkapan. Perseroan di Perancis, misalnya diharuskan
menyajikan suatu neraca social kepada dewan kerja perusahaan setiap tahunnya.
Dewan ini terdiri atas pekerja dan manajemen
3. Pengungkapan wajib dan sukarela
a. Pengungkapan wajib (Mandatory disclosure)
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh
peraturan yang berlaku.Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi
perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu,
Peraturan No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan
Peraturan No.VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan.Peraturan tersebut diperkuat
dengan Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya
diubah melalui Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep-38/PM/1996 yang berlaku
bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan
publik.Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua BAPEPAM
No.SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri.
b. Pengungkapan sukarela
Pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan.Menurut Zubaidah dan
Zulkifar (2005), pengungkapan sukarela yaitu pengungkapan butir-butir yang
dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang
berlaku. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan secara sukarela
akan mengungkapkan informasi yang dibutuhkan untuk mencapai pasar modal
yang berfungsi secara optimal. Pendukung pandangan ini berpendapat bahwa jika
suatu informasi tidak diungkapkan alasannya adalah semata-mata karena informasi
itu tidak relevan bagi investor atau dapat diperoleh dengan cara lain
4. Regulasi pengungkapan
Terdapat beberapa argumen yang mendukung perlunya regulasi dalam penyediaan
informasi.Alasan tersebut yaitu penyalahgunaan, eksternalitas, kegagalan pasar, asimetri
informasi, dan keengganan manajemen.Semua regulasi diarahkan untuk mencegah
adanya penyalahgunaan dan kecurangan oleh para pelaku pasar modal terutama dalam
masalah pengungkapan. Di Indonesia, pihak yang menjadi regulator adalah BAPEPAM
(melalui peraturan BAPEPAM) dan profesi/IAI (melalui standar akuntansi). BAPEPAM
berkepentingan dengan tingkat pengungkapan dan apa yang harus diungkapkan
terutama untuk kepentingan pendaftaran publik dan penawaran publik perdana.

5. Apa yang diungkapkan


Pengungkapan meliputi statemen keuangan itu sendiri dan semua informasi pelengkap.
Penyusun standar dan badan pengawas seperti SEC atau BAPEPAM mengeluarkan
ketentuan tentang apa yang harus diungkapkan. SEC mewajibkan perusahaan publik
untuk menyusun dua laporan tahunan
a. Ramalan keuangan
Salah satu pandangan adalah bahwa akuntan hanya harus menyajikan informasi
historis dan kini yang memungkinkan investor membuat prediksi mereka sendiri
tentang masa depan. Proses ramalan itu memerlukan evaluasi yang subyektif
selain analisis atas sejumlah besar variabel dan asumsi dianggap bahwa investor
dapat memahami evaluasi dan asumsi subyektif itu hanya dengan membuat
ramalan
b. Kebijakan akuntansi
Pengungkapan kebijakan akuntansi sangat diperlukan untuk mengingatkan
komparabilitas antar perusahaan.Selain itu, pengungkapan ini memungkinkan
interpretasi yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga menghasilkan
keputusan investasi yang lebih baik.Walaupun demikian, pengungkapan kebijakan
akuntansi dapat membantu yaitu dengan memungkinkan dicapainya penafsiran yang
lebih baik atas laporan keungan untuk setiap perusahaan dan karenanya
mempengaruhi keputusan investasi. Atas dasar asumsi ini Accounting Principles
Board dalam opini No 22 menyimpulkan bahwa: “Informasi tentang kebijakan
akuntansi yang digunakan perlu untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan
yang wajar.Asumsi ni didukung oleh hasil sebuah penelitian empiris yang
menentukan bahwa investor memang bereaksi terhadap isi maupun seni
pengungkapan itu sendiri.”
c. Perubahan akuntansi
Pada dasarnya prinsip akuntansi dan prosedur akuntansi harus diterapkan secara
konsisten.Tetapi hal tertentu perubahan diperbolehkan jika dapat menyajikan
laporan keuangan secara lebih baik sepanjang perubahan tersebut diungkapkan yang
mencakup perubahan-perubahan ini seperti pengungkapan kebijakan akuntansi,
esensial bagi keputusan investasi yang optimal. Bukti empiris mendukung
pandangan bahwa perubahan dalam laba bersih yang dilaporkan, yang disebabkan
oleh perubahan dalam metode akuntansi, tidak secara material mempengaruhi harga
pasar saham pada saat pengungkapan perubahan itu dilakukan.Namun, berlawanan
dengan opini APB, tampaknya ada logika dalam penyajian kembali dalam laporan
keuangan periode-periode yang lalu bila laporan-laporan itu disertakan untuk tujuan
komparatif.sebaliknya, hipotesis pasar efisien mendukung kesimpulan bahwa
pengungkapan itu sendiri sudah cukup jika investor yang berpengalaman atau
analisis investasi dapat menafsirkan informasi keuangan itu dengan benar.
d. Pengungkapan peristiwa pasca pelaporan
Laporan rugi laba merupakan ikhtisar jenis-jenis perubahan tertentu yangterjadi
selama periode yang dilaporkan dan neraca yang mengikhtisarkan pengukuran
sumberdaya dan hubungan keuangan pada akhir periode tertentu. Kejadian-kejadian
setelah tanggal neraca mungkin saja mempengaruhi laporan keuangan tetapi
seringkali kejadian tersebut bersifat sementara penuh ketidakpastian.Jika suatu
kejadian yang material terjadi atau diketahui sesudah tanggal laporan tetapi sebelum
laporan itu dikeluarkan maka kejadian tersebut harus diungkapkan.
e. Pengungkapan segmen perusahaan
Pertumbuhan usaha yang terderifikasi dan perluasan perusahaan ke pasar-pasar
luar negeri telah menyebabkan agregasi informasi keuangan yang mencakup
elemen-elemen yang tidak homogen.Masalah agregasi ini menjadi lebih akut dengan
berkembangnya perusahaan konglomerat besar yang mencapai diversifikasi mereka
melalui merger atau akuisisi beraneka ragam usaha yang tidak berkaitan.
6. Etika Pertanggungjawaban
Dari perspektif filosofi, ilmu tentang etika mengeksplorasi dan menganalisa
penilaian moral, pilihan-pilihan, dan standard, serta pertanyaan mengenai: bagaimana
harus bertindak? Secara konsekuen, penilaian moral masyarakat dan dasar untuk
pilihan-pilihan kepercayaan moral dan standar membutuhkan analisis yang lebih
komprehensif daripada yang dicapai dari data disiplin lainnya. Sebagai contoh,
mempertimbangkan perbedaan antara ilmu pengetahuan dan filosofi. Ketika bertindak
pada kapasitas profesional, seorang ilmuwan tidak merasa perlu untuk memberikan
pengukuran nilai pada pekerjaannya. Pada kenyataannya, ilmuwan mungkin menafikan
tanggung jawab untuk penggunaan dari penemuannya. Namun, filosof mengevaluasi
dan memberikan penilaian moral pada pekerjaan ilmuwan, sejak tujuan dari filosofi
adalah untuk mengevaluasi semua aspek dari karakter manusia, mengadakan, dan
pengalaman. Demikian pula para ilmuwan, termasuk akuntan, sebagai pemikir, butuh
untuk membuat pengukuran nilai menimbang pekerjaan mereka dan konsekuensinya.

Istilah etika dan moral tidak digunakan secara bergantian. Secara umum, etika
(berasal dari bahasa Yunani : elhike-ilmu karakter) adalah studi tentang isu-isu moral
sedangkan moral (berasal dari bahasa Yunani : mores- adat-istiadat-kebiasaan dan tata
krama) adalah standar yang individu amati dalam perilaku mereka sehari-hari. Profesi,
termasuk akuntansi memberikan pengecualian untuk aturan umum ini. Kode etik
profesional menggambarkan standar minimum untuk praktek profesi ini. Adanya
pelanggaran dari standar ini membuat profesional menjadi tidak etis. Untuk orang
awam, pelanggaran terhadap kode etika pribadi membuat mereka menjadi tidak
bermoral.

Praktik akuntansi secara profesional ditandai dengan ketidakpastian yang dapat


menciptakan dilema etika. Stephen E Loeb telah mengidentifikasi beberapa isu etis yang
penting atau dilema-dilema yang mungkin dihadapi akuntan individual dan kantor
akuntan :

a. Independensi
Konsep indepedensi mengharuskan adanya pemisahan lengkap dari kepentingan
bisnis dan keuangan oleh akuntan publik dari perusahaan klien. Akibatnya, auditor
harus melayani peran seorang pengamat yang tidak memihak dalam mempertahankan
fungsi sebagai pengawas publik. Bagaimana perusahaan mengembangkan kebijakan
untuk memastikan bahwa tugas ini dipertahankan ?

b. Lingkup dari layanan

Apa layanan lain (misalnya konsultasi, pajak persiapan pengembalian, saran pajak)
yang kompatibel dengan audit keuangan? Pada titik mana auditor kehilangan
indepedensi dengan memberikan layanan kepada klien nonaudit ?

c. Kerahasiaan

Kapan fungsi auditor sebagai pengawas publik bertentangan dengan tugasnya untuk
menjaga kegiatan rahasia klien ?

d. Praktik Pembangunan

Bagaimana perusahaan mengembangkan kebijakan untuk menggambarkan sifat dan


tingkat kegiatan pengembangan praktek ?

e. Perbedaan pada kantor akuntan

Bagaimana kantor akuntan publik mengembangkan kebijakan untuk menghadapi


situasi di mana perusahaan ingin menjelaskan suatu transaksi dengan cara yang tidak
diyakini dapat diterima oleh kantor akuntan publik

7. Pengungkapan Manajemen

Pengungkapan manajemen dibuat untuk berbagai kelompok pemakai termasuk


pemerintah, kreditor, investor, dan pegawai.Secara tradisional, investor dianggap
sebagai kelompok fokal utama bagi pengungkapan perseroan.Pengungkapan adalah
vital bagi pengambilan keputusan yang optimum oleh investor dan untuk tercapainya
pasar modal yang stabil. Pengungkapan informasi yang relevan secara tepat waktu
cenderung mencegah kejutan-kejutan yang bisa sama sekali mengubah harapan tentang
masa depan perusahaan. Pengungkapan juga cenderung memberi investor kepercayaan
yang lebih besar pada informasi keuangan yang tersedia bagi mereka.Sifat data yang
harus diungkapkan sebagian tergantung pada sifat model-model keputusan
investor.Jumlah data yang diungkapkan cenderung ditemukan oleh standar-standar
seperti relevansi dan keandalan.

Ada banyak bentuk dan metode yang dapat digunakan manajemen untuk
mengungkapkan informasi kepada pemakai.Yang paling terkenal dari metode-metode
ini adalah laporan keuangan formal, tetapi catatan kaki, laporan pelengkap, serta
pembahasan naratif juga merupakan bahan dasar yang penting. Tidak ada teori yang
menyeluruh, yang diterima oleh semua pihak, untuk menentukan cara yang tepat untuk
melakukan pengungkapan. Para akuntan terlibat dalam suatu pencarian yang aktif untuk
menentukan cara-cara baru agar pembaca menjadi lebih mengetahui.Pencarian yang
tanpa henti inilah yang menjadikan akuntansi bidang yang sangat menarik seperti ini. 
agar dapat dibandingkanbaik dengan laporankeuangan entitasperiode
sebelumnyamaupun dengan laporankeuangan entitas lain. IAS No. 1
menetapkanpersyaratankeseluruhanpenyajianlaporan keuangan, pedomanuntuk
strukturmereka, dan IASB standard yang mengatur persyaratan pengungkapan dan
tanggung jawab etik adalah IAS No. 1 yaitu: “Presentation of Financial Statements.”
Tujuan dari IAS NO. 1 adalah untuk menentukan dasar penyajian laporan
keuanganuntuk tujuan umumsehinggapersyaratanminimum untukkonten mereka.
standar untukmengenali, mengukur, danmengungkapkantransaksispesifikdibahas
dalamstandarspesifikdan interpretasi. Statement ini menggantikan IAS No. 1 yang
berjudul “Disclosure of Accounting Policies”.

IASB juga membahas laporan keuangan sementara dalam IAS No. 34 yaitu:
“Interim Financial Reporting.” rilis ini didefinisikan isi minimum laporan keuangan
interim, disediakan presentasi dan bimbingan pengukuran, dan didefinisikan pengakuan
dan pengukuran prinsip yang harus diikuti dalam penyajian laporan keuangan interim.
IASB kemudian menyimpulkan bahwa keputusan untuk menerbitkan dan frekuensi
pelaporan adalah hal terbaik yang diputuskan oleh hukum nasional.
REVIEW ARTIKEL

Judul : Dividend Policy, Corporate Governance and The Managerial Entrenchment


Hypothesis: An Empirical Analysis
Penulis: Jorge Farinha
Jurnal : Journal of Business Finance & Accounting, 30(9) & (10), Nov./Dec. 2003,

Latar Belakang
Perspektif teori keagenan (teori agensi) berpandangan bahwa pembayaran tunai
kepada pemegang saham dapat membantu mengurangi masalah keagenan melalui
peningkatan frekuensi pengumpulan modal eksternal dan pemantauan oleh pihak bank
maupun investor atau dengan menghilangkan arus kas bebas. Teori lain telah diusulkan
untuk menjelaskan kebijakan dividen yang didasarkan pada signalling dan wajib pajak.
Literatur empiris yang ada biasanya menemukan bahwa perilaku dividen yang diamati
konsisten dengan lebih dari satu teori, dan oleh karena itu, biasanya gagal untuk
mengabaikan perubahan. Hipotesis penguatan manajemen menawarkan seperangkat
prediksi yang khas yang tidak dapat ditemukan pada teori lainnya untuk menjelaskan
kebijakan perilaku dividen cross-sectional.
Analisis dividen cross-sectional oleh Cruthley dan Hansen (1989) menunjukkan
hasil yang konsisten dengan kebijakan dividen yang berperan sebagai alat pengawasan
perusahaan. Belum ada penelitian yang menganalisis, dalam konteks kebijakan dividen,
yang memungkinkan bahwa kepemilikan orang dalam yang menguntungkan atau tidak
dapat kondusif untuk penguatan.

Penelitian Sebelumnya
Easterbrook (1984) berpendapat bahwa dividen berperan dalam mengendalikan
masalah ekuitas dengan memfasilitasi pemantauan pasar modal utama terhadap aktivitas
dan kinerja perusahaan. Penelitian oleh Baghat (1986), Smith (1986), Hansen dan
Torregrosa (1992) dan Jain dan Kini (1999) telah mengakui pentingnya pemantauan
oleh bankir investasi dalam isu ekuitas baru. Jensen (1986) melihat perkiraan,
melanjutkan pembayaran dividen sebagai bantuan untuk menghilangkan uang tunai
yang mungkin telah sia-sia dalam memaksimalkan nilai proyek sehingga mengurangi
tingkat over investment oleh para manajer.
Dalam model Rozeff (1982), kebijakan dividen yang optimal adalah hasil trade-
off antara biaya agensi ekuitas dan biaya transaksi. Model Rozeff melaporkan bukti
adanya hubungan yang kuat antara pembayaran dividen dan seperangkat variabel yang
proksinya digunakan untuk mengukur biaya agensi dan transaksi dalam sampel besar
terdiri dari seribu perusahaan AS untuk periode 1974 sampai 1980. Analisis cross-
sectional dari kebijakan dividen oleh Crutchley dan Hansen (1989) juga menunjukkan
hasil yang konsisten dengan kebijakan dividen yang bertindak sebagai alat pemantauan
perusahaan dan dengan efek substitusi antara pembayaran dividen dan dua mekanisme
kontrol lainnya, yaitu: kepemilikan manajerial dan leverage.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan ketika manajer memegang sedikit
ekuitas dan pemegang saham terlalu terdispersi untuk mengambil tindakan maksimal
yang tidak bernilai tambah, insiders mungkin menyebarkan aset perusahaan untuk
memperoleh manfaat personal. Demsetz (1983) dan Fama dan Jensen (1983)
mengemukakan bahwa para manajer yang memegang sebagian besar ekuitas perusahaan
mungkin memiliki kekuatan yang cukup untuk pemungutan suara demi memastikan
posisi mereka di dalam perusahaan aman. Morck et al (1988) serta McConnel dan
Servaes (1990) menemukan hubungan berbentuk U terbalik antara kepemilikan insider
dan kinerja perusahaan sesuai dengan adanya keunggulan manajerial di atas tingkat
kepemilikan yang kritis. Schooley dan Barney (1994), menggunakan data A.S. yang
mendokumentasikan hubungan berbentuk U antara hasil dividen dan kepemilikan CEO.
Kepemilikan CEO tidak selalu merupakan ukuran terbaik dari kepemilikan insider.
Gordon dan Pound (1990), Chang dan Mayers (1992) serta Cole dan Mehran (1998),
menemukan bukti bahwa kontrol pemungutan suara atas Employee Emission Ownership
Plans (ESOPs) dapat berkontribusi pada keunggulan manajerial.

Fenomena
Perspektif teori agensi menegaskan bahwa pembayaran tunai kepada pemegang
saham dapat membantu mengurangi masalah agensi dengan meningkatnya frekuensi
peningkatan modal eksternal terkait pemantauan oleh bankir investasi dan investor
(Easterbrook, 1984), atau menghilangkan arus kas bebas (Jensen, 1986). Peneliti
menguji hipotesis bahwa kepemilikan insider mempengaruhi kebijakan dividen dalam
cara yang konsisten dengan perspektif entrenchment manajerial yang diambil dari
literatur agensi.
Masalah Penelitian
1) Apakah distribusi cross-sectional dari pembayaran dividen berhubungan negatif
dengan beneficial insider ownership di bawah tingkat kepemilikan entrenchment
dan berhubungan positif dengan beneficial insider ownership di atas tingkat
tersebut (dengan asumsi variabel lainnya konstan).
2) Apakah pada tingkat beneficial insider ownership yang lebih rendah (di bawah titik
kritis entrenchment), pembayaran dividen memiliki hubungan u-shaped dengan
total insider ownership (beneficial dan nonbeneficial), dengan titik balik di atas
tingkat beneficial holdings (dengan asumsi variabel lainnya konstan).
3) Apakah Code of Best Practice memiliki dampak terhadap pembayaran dividen
(dengan asumsi variabel lainnya konstan)?

Landasan Teori
Landasan teori pada penelitian ini ada dua yaiu grand theory dan supporting
theory. Grand theory pada penelitian yaitu agency theory dan managerial entrenchment
hypothesis. Sedangkan supporting theory pada penelitian ini yaitu kebijakan dividen,
corporate governance dan struktur kepemilikan.

Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu:
H1 Distribusi cross-sectional dari pembayaran dividen berhubungan negatif
dengan beneficial insider ownership di bawah tinggat kepemilikan
entrenchment dan berhubungan positif dengan beneficial insider ownership di
atas tingkat tersebut (dengan asumsi variabel lainnya konstan).
H2 Pada tingkat beneficial insider ownership yang lebih rendah (di bawah titik
kritis entrenchment), pembayaran dividen memiliki hubungan u-shaped
dengan total insider ownership (beneficial dan nonbeneficial), dengan titik
balik di atas tingkat beneficial holdings (dengan asumsi variabel lainnya
konstan).
H3 Sesuai dengan Cadbury (1992), Code of Best Practice tidak mempunyai
dampak terhadap pembayaran dividen (dengan asumsi variabel lainnya
konstan).

Pengumpulan dan Analisis Data


Data penelitian ini diperoleh dari semua perusahaan didirikan di Inggris dan
terdaftar di London Stock Exchange dengan data lengkap diambil dari data Industrial
Active and Industrial Research (Dead) Global Vantage, Datastream dan dari laporan
tahunan perusahaan, menggunakan dua data untuk lima periode tahun (1987-1991 dan
1992-1996) dan sampel cukup besar (lebih dari 600 perusahaan) di Inggris. Perusahaan
dengan Sector Index Codes (SIC) antara 6000 dan 6999 (keuangan) dan antara 4800 dan
4941 (utilitas teregulasi) dikeluarkan. Juga dikecualikan adalah perusahaan yang terlibat
dalam merger besar atau demerger pada periode tersebut 1987-91 atau 1992-96.
Statistik pasar diperoleh dari LBS Risk Measurement Service. Data mengenai
kepemilikan perusahaan didapat dari laporan tahunan perusahaan. Data mengenai
dewan direksi didapat dari Datastream dan laporan perusahaan. Informasi mengenai
analis yang mengikuti perkembangan perusahaan tertentu didapat dari I/B/E/S database.

Alat Analisis
Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi Ordinary least-squares (OLS).
Model umum yang ditentukan untuk analisis ini diwakili oleh regresi cross-sectional
dengan persamaan tunggal antara pembayaran dividen dan satu set variabel yang terkait
dengan argumen trade off Rozeff (1982).

Hasil Analisis
Hipotesis 1 diterima yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan berbentuk U
antara pembayaran dividen dan insider ownership, setelah tingkat kritis kepemilikan
oleh manajer, perusahaan merasa perlu untuk mengkompensasi potensi managerial
entrenchment dengan peningkatan pembayaran dividen kepada pemegang saham.
Hitotesis 2 diterima bahwa hubungan berbentuk U antara pembayaran dividen dan
insider ownership dapat dijelaskan dengan hipotesis entrenchment yang diestimasi
menunjukkan bahwa hubungan u-shaped masih muncul.
Hipotesis 3 ditolak yang menunjukkan bahwa kepatuhan penuh terhadap Code of
Best Practice Cadbury (1992) memiliki pengaruh positif pada pembayaran dividen.

Kelebihan
1. Penelitian ini memiliki rantai kausal dan validitas logika yang baik karena peneliti
menunjukkan urutan bagian-bagian penelitian yang sudah disajikan dengan cukup
baik dengan telah memaparkan landasan teori yang digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara insider ownership dan pembayaran dividen yaitu hipotesis
managerial entrenchment yang dibangun dari teori keagenan. Penelitian ini juga
telah memaparkan hasil-hasil penelitian sebelumnya sehingga memberikan
pemahaman yang baik mengenai fenomena yang diteliti.
2. Variabel exstraneous dalam penelitian ini dikendalikan dengan menggunakan
variabel kontrol dan mengikutsertakan variabel tersebut dalam persamaan regresi
serta menguji pengaruh dari variabel kontrol yaitu pertumbuhan perusahaan, total
hutang, varian total dari return saham perusahaan, kas, shareholder dispersion,
institutional blockholder ownership, irrecoverable advance corporate taxation
(IACT), ukuran perusahaan, jumlah analis, ROA, interaksi ROA dengan dummy
laba negatif, CADBURY (Code of Best Practice Cadbury (1992) dengan melihat
kepatuhannya dilakukan secara dummy ) dan dummy industri.
3. Penelitian ini menggunakan alat uji statistik deskriptif dan model regresi ordinary
least square (OLS) yang menurut kami telah sesuai dengan hipotesis penelitian,
yakni hipotesis kausalitas (pengaruh). Selain itu, penelitian ini menggunakan
kritikal levels entrenchment untuk menginterprestasikan hubungan berbentuk U
antara pembayaran dividen dengan kepemilikan insider dan melakukan uji analisis
regresi linear berganda untuk menguji alternatif spesifikasi dari variabel yang
diteliti.
4. Penelitian ini menunjukkan tingkat konsistensi yang cukup baik antara masalah
penelitian, hipotesis dan analisis data yang dilakukan untuk menguji hipotesis
penelitian. Peneliti telah meggunakan alat analisis data yang sesuai untuk
melakukan pengujian hipotesis penelitiannya.
Kekurangan
1. Validitas internal pada penelitian ini tidak tercapai (rendah) karena penelitian ini
memiliki nilai adjusted R-squares adalah sekitar 33% pada tahun 1991 dan 44%
pada tahun 1996. Hal ini berarti masih ada variabel lain di luar variabel yang diuji
dalam penelitian yang memiliki pengaruh terhadap dividend payout.
2. Sampel penelitian ini sangat spesifik untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini dengan menggunakan kriteria pemilihan sampel. Berdasarkan kriteria
pemilihan sampel tersebut, diperoleh jumlah akhir dari perusahaan sampel adalah
693 pada tahun 1991 dan 609 pada tahun 1996. Dengan demikian, hasil penelitian
ini sulit untuk digeneralisasi pada jenis perusahaan yang tidak masuk dalam kriteria
sampel. Jadi dapat dikatakan bahwa validitas eksternal penelitian ini rendah.

Saran Pengembangan
1. Penggunaan kriteria sampel yang lebih luas dan jumlah sampel yang lebih
banyak untuk menguatkan generalisasi hasil penelitian.
2. Memasukkan variabel independen lainnya yang memiliki pengaruh kepada
kebijakan dividen untuk meningkatkan validitas internal hasil penelitian.
REFERENSI

Farinha, Jorge. 2003. Dividend Policy, Corporate Governance and The Managerial
Entrenchment Hypothesis: An Empirical Analysis. Journal of Business Finance &
Accounting, 30(9) & (10), Nov./Dec. 2003,

Anda mungkin juga menyukai