Penulis masih ingat kejadian sekitar 4 tahun lalu, pada saat membawakan
workshop Numerologi di kota Surabaya. Pada saat itu, seorang murid
menanyakan, "apakah Numerologi dapat digunakan untuk memprediksi harga
saham?"
Penulis pun dengan enteng mengatakan "jika bisa, akupun sudah kaya."
Ada hal "mistis" yang diyakini oleh para investor pasar modal dalam
mengambil keputusan, dan hal tersebut cukup populer. Salah satunya adalah
teori yang menggunakan probabilitas angka dalam memprediksi harga saham.
Namanya, Elliot's Wave yang ditemukan oleh Ralph Nelson Elliot (1871-1948).
Pola kerjanya adalah dengan mengumpulkan data base dengan pola empiris,
untuk melihat kecenderungan pergerakan saham, forex, maupun komoditi dari
sisi psikologi maupun sentimen pasar.
Bagi sebagian orang, teori ini cukup masuk di akal, karena keputusan beli atau
jual, biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari. Jam-jam tertentu, atau
pada hari dan tanggal tertentu, trader memiliki kecenderungan yang sama
dalam mengambil keputusan yang memengaruhi harga.
Namun sekali lagi, Elliot's wave hanyalah merupakan data pendukung yang
biasanya digunakan pada saat pelaku trading sudah mumet dengan analisis
fundamental pasar.
Meskipun dikenal secara luas diantara para pelaku pasar modal, dalam dunia
akademis, dianggap sebagai sains palsu (pseudosains). Ekonom Burton
Malkiel menganggap bahwa analisis ini tiada bedanya dengan ramalan
astrologi pada umumnya. Ia berargumen bahwa harga saham tidak dapat
diprediksi berdasarkan tren yang lampau.
Wajar saja para ekonom meradang, karena pasar modal memengaruhi hayat
hidup orang banyak. Bagaimana mungkin menggantungkan nasib kepada teori
tidak pasti yang berbau mistis. Lagipula ilmu ekonomi adalah ilmu pasti yang
seyogyanya dilihat berdasarkan akal sehat.
Namun, sekali lagi, manusia selalu tertarik dengan ramalan, dan para
pelaku pasar saham juga adalah manusia.
Astrologi Trading adalah ilmu ramalan bintang yang wajar dilakoni oleh para
pembuat keputusan. William Delbert Gann, George Bayer dan JP
Morgan merupakan tokoh yang sukses dalam finansial market melalui
pendekatan ilmu ini.
Disebutkan dalam teori ini, bahwa harga bergerak berdasarkan sebuah pola
terstruktur yang berulang. Rangkaian pengulangan ini lah yang dijadikan dasar
indikator untuk perubahan tren penting di masa depan. Salah satu pola yang
paling terkenal adalah pada saat bulan purnama, lebih banyak investor
melakukan aksi akumulasi saham.
Secara umum, Fenghsui dan Astrologi China menjadi media yang terpopuler
bagi pelaku pasar saham di negara Asia. Ramalan shio ramai berkumandang di
jagad investor menjelang pergantian tahun. Pun dengan performa perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di bursa, semuanya dihubungkan dengan
elemen hoki atau sial.
Nah, angka-angka ini juga dianggap sebagai pembawa hoki pada investasi di
pasar modal. Minat investor di Tiongkok lebih tinggi pada saham yang
memiliki kode ticker angka 8. Begitu pula dengan waktu dan tanggal yang
berhubungan dengan angka 3,6,8, dan 9.
Tentu hal ini hanyalah kepercayaan semata, namun karena sifatnya yang masif
dengan pola terstruktur, maka sedikit banyak akan memengaruhi suplai dan
permintaan, yang berbuntut kepada nilai saham itu sendiri.
January Effect - Fenomena ini sudah terjadi sejak tahun 1995. Pada setiap
periode bulan Januari, IHSG mengalami kenaikan 16 kali dan turun sebanyak 7
kali.
Window Dressing December - Masih dalam periode yang sama sejak tahun
1995, di setiap bulan Desember, IHSG hanya mengalami kinerja negatif 1 kali
dengan tingkat probabilitas 95%.
Keunikan indikator besutan anak negeri ini sering mengundang tanda tanya;
apakah mampu berjalan secara efektif? Nyatanya, Astronacci justru mendapat
pengakuan dari International Federation of Technical Analyst (IFTA), sehingga
menegaskan statusnya sebagai indikator market global tepercaya.
Elemen utama dari Indikator Astronacci adalah waktu. Tanggal dan jam
terjadinya perubahan harga saham dapat diprediksi. Pasalnya, pendekatan ini
memercayai bahwa harga bergerak dalam siklus yang membentuk pola
lingkaran. Pola harga akan berulang pada waktu-waktu tertentu sehingga
dapat dihitung secara presisi.
Maka, triknya adalah menghitung kapan investor merasa takut hingga akhirnya
memutuskan menjual saham. Trader bisa mengambil keputusan berlawanan,
yakni membeli saham mereka. Posisi sebaliknya berlaku pula saat sikap tamak
mulai mendominasi.
Salah satu fitur andalannya adalah Future Price Road Map. Fitur ini
memanfaatkan data siklus pergerakan planet yang bersumber dari calendar
Ephemeris NASA. Fungsinya yakni memetakan perjalanan harga di masa
depan.
Fitur lainnya adalah Future Price Volatility. Dengan FVP, pengguna dapat
mengetahui kapan gelombang besar menghampiri fluktuasi harga. Gelombang
harga dengan volatilitas besar akan lebih cepat meningkatkan potensi profit.
Indikator Astronacci memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi, yakni sebesar
75%. Konsep unik yang diusungnya juga dilandasi oleh pengetahuan ilmiah dan
sisi psikologis. Meski begitu, sebagaimana indikator lainnya, Astronacci tentu
juga tidak lepas dari kekurangan. Risiko kerugian tetap selalu ada, walau
persentasenya dapat ditekan seminimal mungkin