Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 State Of the Art (SOTA)

Tabel 2.1 Tabel Perbandingan Penelitian Sebelumnya

No Nama Judul Permasalahan Metode Hasil


Peneliti Penelitian Persamaan Perbedaan
(Tahun)
1 Homsiah Analisis Adanya kelemahan Kuisioner, Menganali Hanya
Basrie Pengadaan dalam pelaksanaan wawancara, sa menganalisa
(2017) Barang dan pengadaan barang Dokumentasi pengadaan alur /proses
Jasa Secara dgn sisitem lelang barang pengadaan
Elektronik elektronik dgn dgn system
system lelang
lelang elektroik
2 Firli Implementasi Adanya Hambatan Observasi, Menganali Penelitian
Sastriawan Sstem dalam pelaksanaan Wawancara, sa hanya
(2018) Pengadaan Pengadaan scr Dokumentasi pelaksana terfokus
Barang dan elektronik, yaitu an pada
Jasa Secara Kurangnya Fasilitas Pengadaan ketersediaan
Elektronik dlm hal ini dengan Fsilitas dan
dalam perangkat keras system SDM serta
Mewujudkan Komputer, Belum lelang regulasi
Transparansi adanya Undang- elektronik terhadap
Pemerintahan Undang yang pelaksanaan
mengtur lebih rinci pengadaan
tentang system ini, secara
Kurangnya SDM elektronik
yang kompeten dlm
melaksanakan
pengadaan secara
elektronik
3 Hendra Pelaksanaan Kurangnya personel Observasi, Membaha Proses
Yogasmara Lelang dari Instansi yang Wawancara, s tentang lelang
(2008) Umum lulus sertifikasi Dokumentasi proses secara
(Tender) pengadaan barang pengadaan umum
dalam dan Jasa oleh tentang
Pengadaan Bappenas. lelang
Barang dan Adanya benturan
Jasa jadwal lelang
Pemerintah di dengan personel
Dinas yang berasal dari
Pekerjaan luar
Umum Tim yang
Kabupaten mengoreksi
Batang dokumen
pengadaan kurang
efektif
SDM dari penyedia
jasa kurang

6
7

Sumber : Data diolah (2020)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Akuntansi Persediaan

Menurut Buku Standart Aplikasi Pemerintah tahun 2019 bahwa Obat

merupakan Aset lancar atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung

kegiatan Puskesmas untuk diserahkan pada masyarakat dalam rangka pelayanan

kepada masyarakat. Secara umum, persediaan merupakan asset yang berupa :

1) Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka

kegiatan operasional pemerintah;

2) Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses

produksi;

3) Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau

diserahkan kepada masyarakat;

Persediaan (Obat) yang sudah dalam kondisi rusak (expired date) dicatat di buku

stok obat dan dilaporkan dalam laporan obat rusak untuk dibuatkan Berita Acara

Pemusnahan obat.

2.2.2 Pengakuan Persediaan

Menurut Komite Standar Akuntasi Pemerintahan 2019, Persediaan diakui

pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan

mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal, pada saat diterima

atau hak kepemilikannya dan/ atau kepenguasaannya berpindah.

Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use of goods).

Penghitungan beban persediaan dilakukan dalam rangka penyajian Laporan

operasional. Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran


8

pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai

dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan. Dalam hal

persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran, pemakaian persediaan

dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara saldo awal persediaan

ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir

persediaan dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang

digunakan.

2.2.3 Pengukuran Persediaan

Persediaan disajikan sebesar: Biaya perolehan apabila diperoleh dengan

pembelian. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri.

Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/ rampasan.

Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya

penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada

perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi

biaya perolehan. Persediaan dapat dinilai dengan menggunakan Metode

sistematis seperti FIFO atau rata-rata tertimbang. Harga pembelian terakhir

apabila setiap unit persediaan nilainya tidak material dan bermacam-macam jenis.

Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual,

seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. Harga pokok produksi

persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang

diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis.

Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilaidengan

menggunakan nilai wajar. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset

atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan


9

melakukantransaksi wajar (arm length transaction) (Komite Standar Akuntasi

Pemerintahan 2019).

2.2.4 Pengungkapan Persediaan

Laporan keuangan mengungkapkan Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam

pengukuran persediaan. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau

perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat. Barang atau

perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan

untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam

proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada

masyarakat. Jenis, jumlah, serta nilai persediaan dalam kondisi rusak atau using

(Komite Standar Akuntasi Pemerintahan 2019).

2.2.5 Akuntansi Aset

Merujuk pada Buku Standart Akuntansi Pemerintah, Alat Kesehatan

merupakan a salah satu set tetap, yaitu aset berwujud yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan

untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat

umum.

Alat Kesehatan termasuk dalam kategori aset tetap lainnya, mencakup aset

tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap yang lain,

yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan

dalam kondisi siap pakai (Komite Standar Akuntasi Pemerintahan 2019).


10

2.2.6 Pengakuan Aset Tetap

Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh

dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap

harus dipenuhi kriteria sebagai berikut :

(a) Berwujud;

(b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

(c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

(d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan

(e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat lebih dari

12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi masa depan

yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung maupun tidak

langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa

aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi

masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut

akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya

tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini

terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui (Komite Standar Akuntasi Pemerintahan

2019).

2.2.7 Pengukuran Aset Tetap

Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap

dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap

didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Pengukuran dapat

dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian


11

aset tetap yang mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang

dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya

dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk

perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses

konstruksi. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola

meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung

termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa

peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan

(Komite Standar Akuntasi Pemerintahan 2019).

2.2.8 Pengungkapan Aset Tetap

Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset

tetap sebagai berikut:

a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat

(carrying amount);

b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang

menunjukkan Penambahan, Pelepasan, Akumulasi penyusutan dan

perubahan nilai, jika ada,

c) Mutasi aset tetap lainnya.

d) Informasi penyusutan, yang meliputi: Nilai penyusutan, Metode

penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang

digunakan, nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan

akhir periode;
12

Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:

a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;

b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;

c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi,

d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.

Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka hal-hal berikut

harus diungkapkan, yaitu :

a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;

b) Tanggal efektif penilaian kembali;

c) Jika ada, nama penilai independen;

d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya

pengganti;

e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap.

f) Aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama, jenis, kondisi

dan lokasi aset dimaksud (Komite Standar Akuntasi Pemerintahan 2019).

2.3 Pengertian Lelang

Rachmadi Usman, 2016 bahwa Lelang adalah penjualan barang di muka

umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha

pengumpulan peminat atau calon pembeli. Sedangkan menurut Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.07/2006 tentang petunjuk

pelaksanaan lelang, yang dimaksud dengan Lelang adalah penjualan barang yang

terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan atau lisan yang

semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului

dengan pengumuman lelang.


13

2.3.1 Landasan Hukum Penerapan Sistem Lelang

Keputusan presiden republik indonesia nomor 80 tahun 2003 tentang

pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Menimbang :

a. Bahwa agar pengadaan barang / jasa pemerintah yang dibiayai dengan

anggaran pendapatan dan belanja negara / anggaran pendapatan dan belanja

daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien

dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang

adil bagi semuapihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan baik

dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas

pemerintah dan pelayanan masyrakat, dipandang perlu penyempurnaan

keputusan presiden nomor 18 tahun 2000 tentang pedoman pelaksanaan

pengadaan barang/jasa instansi pemerintah;

b. Bahwa untuk maksut tersebuat diatas, perlu ditetapkan keputusan presiden

tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah;

Mengingat (Fokusmedia, 2010) :

1) Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai mana telah diubah

dengan perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945;

2) Peraturan presiden nomor 29 Tahun 2000 tentang penyenggalaraan jasa

kontruksi ( Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2000 nomor

64, tambahan lembaga negara nomor 3956)

3) Keputusan presiden nomor 42 tahun 2002 tentang pedoman

pelaksanaan anggaran dan pendapatan dan belanja negara ( lembaran


14

negara republik indonesia tahun 2002 nomor 73, tambahan lembaran

negara nomor 4212).

2.3.2 Persyaratan Untuk Pendaftaran Sistem Lelang

Sarat-sarat untuk mengikuti pendaftaran dalam sistem lelang adalah

sebagai berikut:

a. KTP direksi/direktur/pemilik perusahaan/pejabat yang berwenang di

perusahaan (fotokopi)

b. Nomor pokok wajib pajak (NPWP) (fotokopi)

c. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)/Surat Ijin Jasa Konstruksi

(SIUJK)/ijin usaha sesuai bidang masing-masing (fotokopi)

d. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) (fotokopi)

e. Akta pendirian perusahaan dan akta perubahan terakhir (fotokopi)

(Rachmadi Usman, 2016)

2.3.3 Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa

Menurut Rachmadi Usman, 2016

1. Proses Pengadaan

a. Persiapan Pengadaan

1) PPK menetapkan paket pekerjaan dalam SPSE dengan memasukkan:

Nama paket, Lokasi, Kode anggaran, Nilai Pagu, Target pelaksanaan,

dan Kepanitiaan.

2) Panitia Pengadaan memasukkan ke dalam SPSE:

a) Kategori paket pekerjaan;

b) Metode pemilihan penyedia barang/jasa dan penyampaian dokumen

penawaran yang meliputi:


15

 e-lelang Umum Pra Kualifikasi dua file;

 e-lelang Umum Pasca Kualifikasi satu file;

 e-lelang Umum Pasca Kualifikasi dua file.

3) Metode Evaluasi pemilihan penyedia barang/jasa;

4) Harga Perkiraan Sendiri;

5) Persyaratan kualifikasi;

6) Jenis kontrak;

7) Jadwal pelaksanaan lelang; dan

8) Dokumen Pemilihan

b. Pengumuman Pelelangan

1) Setelah mendapatkan penetapan PPK, paket pekerjaan yang bersangkutan

akan tercantum dalamwebsite LPSE dan Panitia Pengadaan

mengumumkan paket lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Masyarakat umum dapat melihat pengumuman pengadaan

di website LPSE yang bersangkutan.

c. Pendaftaran Peserta Lelang

1) Penyedia barang/jasa yang sudah mendapat hak akses dapat memilih dan

mendaftar sebagai peserta lelang pada paket-paket pekerjaan yang

diminati.

2) Dengan mendaftar sebagai peserta lelang pada paket pekerjaan yang

diminati maka Penyedia barang/jasa dianggap telah menyetujui Pakta

Integritas.
16

3) Dengan mendaftar sebagai peserta lelang pada paket pekerjaan yang

diminati Penyedia barang/jasa dapat mengunduh (download) dokumen

pengadaan/lelang paket pekerjaan tersebut.

d. Penjelasan Pelelangan

1) Proses penjelasan pelelangan dilakukan secara online tanpa tatap muka

melalui website LPSE yang bersangkutan.

2) Dalam hal waktu penjelasan pelelangan telah berakhir, Panitia Pengadaan

masih mempunyai waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

mungkin belum terjawab.

3) Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberikan informasi

lapangan ke dalam dokumen pemilihan, Panitia Pengadaan dapat

melaksanakan proses penjelasan di lapangan/lokasi pekerjaan.

e. Penyampaian Penawaran

1) Pada tahap penyampaian penawaran, Penyedia barangjasa yang sudah

menjadi peserta lelang dapat mengirimkan dokumen (file) penawarannya

dengan terlebih dahulu melakukan enkripsi/penyandian terhadap file

penawaran dengan menggunakan Aplikasi Pengaman Dokumen

(APENDO) yang tersedia dalam website LPSE.

2) Pengguna wajib mengetahui dan melaksanakan ketentuan penggunaan

APENDO yang tersedia dan dapat diketahui pada saat mengoperasikan

APENDO.
17

f. Proses Evaluasi

1) Pada tahap pembukaan file penawaran, Panitia Pengadaan dapat

mengunduh (download) dan melakukan dekripsi file penawaran tersebut

dengan menggunakan APENDO.

2) Terhadap file penawaran yang oleh tidak dapat dibuka, Panitia

Pengadaan wajib menyampaikan file penawaran terenkripsi yang tidak

dapat dibuka (dekripsi) kepada LPSE untuk dilakukan analisa dan bila

dianggap perlu LPSE dapat menyampaikan file penawaran tersebut

kepada Direktorat e-Procurement LKPP.

3) Terhadap penyampaikan file penawaran terenkripsi yang tidak dapat di

buka (dekripsi), LKPP melakukan analisa terhadap file penawaran

tersebut dan dapat merekomendasikan langkah-langkah yang perlu

diambil oleh Panitia Pengadaan.

4) Dengan adanya proses penyampaikan informasi sebagaimana huruf b

diatas Panitia Pengadaan dimungkinkan melakukan pemunduran jadwal

pada paket pekerjaan tersebut.

5) Proses evaluasi (administrasi dan teknis, harga, kualifikasi) terhadap file

penawaran dilakukan secara manual (off line) di luar SPSE, dan

selanjutnya hasil evaluasi tersebut dimasukkan ke dalam SPSE.

6) Proses evaluasi kualifikasi dapat dilakukan dengan meminta dan

memeriksa semua dokumen penawaran asli calon pemenang lelang.

g. Lelang Gagal dan Pelelangan Ulang

1) Dalam hal Panitia Pengadaan memutuskan untuk melakukan pelelangan

ulang, maka terlebih dahulu Panitia Pengadaan harus membatalkan


18

proses lelang paket pekerjaan yang sedang berjalan (pada tahap apapun)

pada SPSE dan memasukkan alasan penyebab pelelangan harus diulang.

2) Informasi tentang pelelangan ulang ini secara otomatis akan terkirim

melalui email kepada semua peserta lelang paket pekerjaan tersebut.

3) Termasuk dalam hal SPSE gagal karena teknis operasional LPSE.

h. Pengumuman Calon Pemenang Lelang

Pada tahap pengumuman pemenang dan PPK telah menetapkan pemenang

lelang suatu paket pekerjaan, SPSE secara otomatis akan menampilkan

informasi pengumuman pemenang paket pekerjaan dimaksud, dan juga

mengirim informasi ini melalui email kepada seluruh peserta lelang paket

pekerjaan tersebut.

i. Sanggah

1) Peserta lelang hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali sanggahan kepada

PPK suatu paket pekerjaan yang dilakukan secara online melalui SPSE.

2) SPSE memungkinkan PPK untuk melakukan jawaban terhadap

sanggahan Peserta lelang yang dikirimkan setelah batas akhir waktu

sanggah.

3) Dalam hal terdapat sanggah banding, proses tersebut dilakukan di luar

SPSE dan Peserta lelang mengirimkan kepada pejabat terkait.

4) Proses sanggah banding tidak menghentikan tahapan lelang

selanjutkanya pada SPSE.

2. Pasca Proses Pengadaan

a. Proses pengadaan suatu paket selesai apabila PPK telah menetapkan

pemenang lelang dan Panitia Pengadaan mengirimkan pengumuman


19

pemenang lelang kepada Peserta lelang melalui SPSE serta masa sanggah

telah dilalui.

b. SPSE secara otomatis akan mengirim pemberitahuan kepada pemenang

lelang dan meminta untuk menyelesaikan proses selanjutnya yang

pelaksanaannya di luar SPSE.

c. Dengan selesainya proses pengadaan melalui SPSE, PPK wajib membuat

dan menyampaikan Surat Penetapan Pemenang kepada pemenang lelang

secara tertulis.

d. Disertai dengan asli dokumen penawaran paket pekerjaan tertentu,

pemenang lelang melakukan penandatanganan kontrak dengan pejabat

terkait yang dilakukan di luar SPSE.

e. Proses pengadaan belum resmi/sah menjadi transaksi pengadaan apabila

masing-masing pihak belum melakukan kewajiban dan haknya sesuai

ketentuan yang berlaku/di tetapkan Kementerian/Lembaga/Pemerintah

Daerah terkait.

f. Pemenang lelang wajib menyelesaikan proses pengadaan di luar SPSE

dengan pejabat Kementerian/Lembaga/Pemerintah daerah terkait.

g. Setelah pemenang ditetapkan melalui website LPSE, pejabat

Kementerian/Lembaga/Pemerintah daerah terkait dapat menghubungi

pemenang untuk menyelesaikan transaksi pengadaannya segera setelah

berakhirnya proses pengadaan.

h. Pengguna dan masyarakat pada akhir proses pengadaan dapat mengetahui

pemenang lelang paket pekerjaan tertentu melalui website LPSE terkait.


20

3. Pembatalan/Pemutusan

Panitia Pengadaan berhak/dapat membatalkan/memutuskan proses pengadaan

apabila memenuhi pasal 28 Keppres Nomor 80 Tahun 2003 dan dalam hal

sedang berlangsungnya proses pengadaan barang/jasa, karena suatu dan lain

hal yang mengakibatkan proses pengadaan barang/jasa tidak dapat

melaksanakan dengan sempurna (terjadi gangguan teknis dan/atau non teknis,

keadaan kahar)

4. Penilaian

Apabila penyedia barang/jasa memiliki catatan kinerja (track record) yang

buruk, maka Panitia Pengadaan berhak/dapat menggugurkan penawaran

penyedia dan/atau memasukkan dalam daftar hitam (black list) dalam kurun

waktu tertentu. Untuk keperluan ini Panitia Pengadaan memberitahukan secara

tertulis kepada LPSE agar diumumkan dalam websiteLPSE.

5. Tanggung Jawab Dan Akibat

a. LKPP dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas semua akibat karena

keterlambatan/kesalahan/kerusakan penerimaan data pengadaan yang terjadi

pada SPSE yang dilakukan Pengguna dan pihak lain.

b. LKPP dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas semua akibat adanya

gangguan infrastruktur yang berakibat pada terganggunya proses

penggunaan SPSE.

c. LKPP dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas segala akibat

penyalahgunaan yang dilakukan oleh Pengguna atau pihak lain.

d. LKPP dan afiliasinya tidak menjamin SPSE dan APENDO berlangsung

terus tanpa adanya gangguan/handal, tepat. Lembaga Sandi Negara dan


21

LKPP berusaha terus meningkatkan dan memperbaiki performance

aplikasinya.

e. LKPP dan afiliasinya tidak bertanggungjawab atas kerusakan yang terjadi,

yang mengakibatkan tidak tersedianya barang/jasa pemborongan/jasa

lainnya atau timbulnya biaya.

f. LKPP dan afiliasinya dapat melakukan suatu tindakan yang dianggap perlu

terhadap file-file yang dinyatakan tidak dapat didekripsi atau dapat

didekripsi dengan menggunakan APENDO namun salah

satu/beberapa/semua file tidak bisa dibuka oleh Pengguna.

g. Pengguna menanggung segala akibat terhadap dokumen (file) yang tidak

dapat dilakukannya proses dekripsi atau tidak dapat dibukanya salah

satu/beberapa/semua file akibat dari kesalahan dan/atau kelalaian

penggunaan APENDO.

h. Penggunaan SPSE dengan tidak mengindahkan ketentuan ini,

mengakibatkan penerimaan segala resiko yang ditimbulkan dari penggunaan

SPSE yang tidak terbatas pada tidak dapat dilanjutkannya proses pengadaan

barang/jasa.

6. Perselisihan

Pengguna setuju bahwa perselisihan yang terjadi antara Pengguna dan LKPP

dan/atau afiliasinya diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila

musyawarah tidak dapat mencapai mufakat, pengguna dan LKPP sepakat untuk

membawa kasus tersebut ke pengadilan yang berada di wilayah Indonesia.


22

7. Perubahan

a. LKPP dan afiliasinya berhak/dapat menambah, mengurangi, memperbaiki

aturan dan ketentuan SPSE ini setiap saat, dengan atau tanpa pemberitahuan

sebelumnya.

b. LKPP dan afiliasinya berhak/dapat menambah, mengurangi, memperbaiki

fasilitas yang disediakan aplikasi ini setiap saat, dengan atau tanpa

pemberitahuan sebelumnya.

c. Pengguna wajib taat kepada aturan dan ketentuan yang telah ditambah,

dikurangi, diperbaiki tersebut. Apabila pengguna tidak setuju dapat

mengajukan keberatan dan mengundurkan diri dari keikutsertaannya sebagai

Pengguna SPSE.

d. Dengan maupun tanpa alasan, LKPP dan afiliasinya berhak menghentikan

penggunaan, SPSE dan APENDO dan akses jasa ini tanpa menanggung

kewajiban apapun kepada pengguna apabila penghentian operasional ini

terpaksa dilakukan.

2.4 Pengelolaan Obat dan Alkes di Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan

2.4.1 Pengelolaan Obat

Depkes RI. 2007, bahwa Pengelolaan obat adalah suatu urutan kegiatan

yang mencakup pengadaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi,

pengendalian, pencatatan dan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan

unit kerja terkait, didasarkan kepada efisiensi, efektifitas, dan profesionalisme.

Pengelolaan obat bertujuan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan

keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif dan rasional. Pengelolaan

obat di Puskesmas meliputi :


23

1. Pengadaan

Pengadaan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan

kesehatan untuk menentukan jenis atau macam obat dalam rangka pemenuhan

kebutuhan Puskesmas. Pengadaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode

dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di

Puskesmas.

Proses pengadaan kebutuhan obat pertahun Puskesmas diminta

menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO (Laporan

Pemakaian Lembar Permintaan Obat). Selanjutnya UPOPPK (Unit Pengelola

Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan) yang akan melakukan kompilasi dan

analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.

Pengajuan usulan kebutuhan obat ke Instalasi Farmasi Kota (IFK), perlu

memperhatikan tenggang waktu antara pengajuan usulan dengan waktu

penyerahan obat ke Puskesmas. Umumnya waktu pengajuan dan pengiriman obat

oleh Instalasi Farmasi Kota (IFK) ke masing-masing Puskesmas sudah ditetapkan

sebelumnya berdasarkan kesepakatan IFK dan Puskesmas.

2. Tujuan Pengadaan

Tujuan pengadaan obat adalah untuk memenuhi kebutuhan obat di

masingmasing unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit yang ada di

wilayah kerjanya. Sumber penyediaan obat di Puskesmas adalah Dinas Kesehatan

Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat

esensial yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Kesehatan

dengan merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).


24

Menurut WHO (1996) dalam Satibi (2015), pengadaan obat merupakan

bagian terbesar dari anggaran kesehatan. Di negara maju, biaya obat berkisar

1015% dari anggaran kesehatan. Sementara di negara berkembang, biaya ini lebih

besar lagi antara 35-65%, sedangkan di Indonesia 39%. Tanggung jawab

pengadaan obat essensial untuk pelayanan kesehatan dasar bukan lagi menjadi

tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah

daerah Kabupaten/Kota.

Pengadaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing

Puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan pengadaan dari

sub unit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO

sub unit.

Kegiatan permintaan obat dari puskesmas ke IFK dapat dibagi menjadi :

a. Permintaan rutin, yaitu permintaan yang dilakukan sesuai dengan jadwal

yang disepakati oleh Dinas Kesehatan dan masing-masing Puskesmas.

b. Permintaan khusus, yaitu permintaan yang dilakukan diluar jadwal yang

telah disepakati apabila terjadi kekosongan atau untuk penanganan kejadian

luar biasa (KLB).

3. Penerimaan

Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan

yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di

bawahnya. Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan

berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas.


25

Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-

obat yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat,

bentuk obat sesuai dengan isi dokumen LPLPO dan ditanda tangani oleh petugas

penerima/diketahui Kepala Puskesmas.

4. Penyimpanan

Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-

obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik

maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Tujuannya agar obat yang tersedia di

unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan. Penyimpanan obat yang

baik meliputi :

a. Menjaga ketersediaan obat dan kelangsungan pelayanan kesehatan.

b. Menjaga mutu selama waktu jeda proses distribusi sehingga dapat

dipertahankan.

c. Meminimalkan kehilangan.

d. Menjaga kemungkinan pengambilan dan pencurian obat.

e. Menjaga keakuratan pencatatan barang.

f. Informasi stok obat.

g. Efisiensi sirkulasi barang.

5. Distribusi

Distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara

merata dan teratur sesuai prosedur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit

pelayanan kesehatan (sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas,

Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Polindes). Tujuannya


26

adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unitpelayanan kesehatan yang ada di

wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan tepat waktu. Kegiatan

distribusi meliputi menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan jenis

obat yang diberikan dan melaksanakan penyerahan obat.

6. Pengendalian

Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan

tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang

telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat

di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan

dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.

7. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas merupakan rangkaian

kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-

obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun digunakan di Puskesmas

dan atau unit pelayanan lainnya. Tujuannya adalah sebagai bukti bahwa suatu

kegiatan yang telah dilakukan, sebagai sumber data untuk melakukan pengaturan

dan pengendalian, dan sebagai sumber data pembuatan laporan. Puskesmas

bertanggung jawab atas terlaksanakannya pencatatan dan pelaporan obat yang

tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung seluruh pengelolaan obat

(Depkes RI, 2004).

Data-data yang harus tersedia dan up to date yang sangat diperlukan

antara lain seperti data kunjungan pasien, data penyakit, data pemakaian obat

periode sebelumnya.
27

2.4.2 Pengelolan Alat Kesehatan (Alkes)

1. Pengertian Alat Kesehatan

Menurut PERMENKES RI NO 220/Men.Kes/Per/IX/1976, Alkes

adalah barang, instrumen, aparat atau alat termasuk tiap komponen, bagian

atau perlengkapannya yang diproduksi, dijual, atau dimaksudkan untuk

digunakan dalam :

a. Pemeliharaan dan perawatan kesehatan, diagnosa, penyembuhan,

peringanan, atau pencegahan penyakit, kelainan keadaan badan atau

gejalanya pada manusia.

b. Pemulihan, perbaikan, atau perubahan suatu fungsi badan atau struktur

badan manusia

c. Diagnosa kehamilan pada manusia atau pemeliharaan selama hamil dan

setelah melahirkan termasuk pemeliharaan bayi

d. Usaha untuk mencegah kehamilan pada manusia yang tidak termasuk

golongan obat.

2. Penggolongan Alkes

Penggolongan ALKES bisa dibagi menurut macam-macam keadaan,

ditinjau dari segi apa, misalnya saja, menurut:

a. fungsinya.

 Peralatan medis: Instrumen atau perlengkapan seperti (X—Ray, I.C.U.,

ICCU, Obgyn, Emergency dept, kardiologi, operating theatre dll.),

Utensilien seperti (Nierbekken, alat pembalut, urinal, bedpan, catheters

dll.)
28

 Peralatan non-medis, seperti : dapur, generator, keperluan cucian

(laundry), dll.

b. Sifat pemakaiannya.

 Peralatan yang habis dipakai (consumable).

 Peralatan yang dapat digunakan secara terus-menerus.

c. Kegunaannya

Sesuai dengan kepentingan penggunaanya, peralatan itu dapat

dibagi sebagai berikut: Peralatan THT, peralatan Bedah,Peralatan

obgyn,peralatan gigi. Peralatan orthopedi, dll.

d. Umur Peralatan

Termasuk disini juga sistim penghapusannya, misalnya saja:

 Yang tidak memerlukan pemeliharaan atau yang hanya untuk I x pakai

(disposable) atau yang habis terpakai (consumable)atau yang mempunyai

“unit cost” rendah seperti alat suntik, pincet. gunting, alat bedah, selimut

dll.

 Alat-alat yang penting, atau alat dengan waktu penyusutan lebih dari 5

tahun seperti peralatan Laboratorium, peralatan ruang bedah dll.

 Alat-alat berat dengan waktu penyusutan lebih dan 5 tahun atau

dikaitkan dengan bangunan dimana alat itu ditempatkan seperti alat X—

Ray, alat sterilisasi,b perlengkapan dapur, pencucian dll.

e. Macam dan Bentuknya

 Alat-alat kecil dan yang umum, seperti jarum, semprit, alat bedah, alat

THT, alat gigi, catheter, alat orthopedic, film X-ray dll.


29

 Alat perlengkapan rumahsakit, seperti meja operasi, autoclave,

sterilizer, lampu operasi, unit perlengkapan gigi dll.

 Alat laboratorium, seperti alat gelas, reagens, test kit diagnostik dll.

 Alat perlengkapan radiologi/nuklir, seperti X—Ray, Scanner dll.

f. Katalog-Katalog Pabri Alat

Dari SMIC—RRC:

 instrumen gigi,

 instrumen untuk akupunktur,

 instrumen diagnostic,

 instrumen bedah umum.

AESCULAP — Jerman:

 AA : untuk keperluan postmortem (Autopsy Anatomy),

 AB : microscopy,

 AC: alat untuk eksaminasi-diagnostik,

 AD: alat untuk mengukur,

 AJ: alat untuk vaksinasi.


30

2.5 Kerangka Konseptual

Kajian Empiris
Analisis Pengadaan Barang dan Kajian Teoritis
Jasa Secara Elektronik PP nomer 16 tahun 2018 tentang
(Homsiah Basrie (2017) pengadaan barang/jasa
Implementasi Sstem Pengadaan pemerintah
Barang dan Jasa Secara Permenpan RB nomer 9 tahun
Elektronik dalam Mewujudkan 2020 tentang jabatan
Transparansi Pemerintahan fungsional pelaksana
(Firli Sastriawan (2018)) pengadaan barang/jasa
Pelaksanaan Lelang Umum Buku standar akuntansi
(Tender) dalam Pengadaan pemerintahan tahun 2019
Barang dan Jasa Pemerintah di Peraturan lembaga tentang katalog
Dinas Pekerjaan Umum elektronik
Kabupaten Batang (Hendra
Yogasmara (2008))

Prosedur system lelang pengadaan


obat dan alkes

Prosedur Pengadaan Barang dan


Jasa
Dokumen Kontrak Pengadaan
Alkes dan Obat tahun 2019
Dokumen Rencana Kebutuhan Obat
Puskesmas Proppo Tahun 2019

Kesimpulan

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data-data yang

berkaitan dengan pengadaan alkes dan obat seperti sumber data atau dokumen apa

saja yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan pengadaan alkes dan obat dengan

sistem lelang di Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan. Dengan mengetahui data


31

dasar yang digunakan dapat dievaluasi apakah data dasar yang digunakan sudah

mencukupi dalam menyusun pengadaan yang efektif ataukah perlu ditambah

dengan data dasar yang lain agar lebih lengkap yaitu dengan merujuk pada Buku

Standart Akuntansi Pemerintahan (SAP) tahun 2019 serta melakukan dokumentasi

terhadap Dokumen perjanjian Kontrak Pengadaan Alkes dan Obat Tahun 2019

serta Dokumen Rencana Kebutuhan Obat dan Alkes Puskesmas Proppo sebagai

sampel. Dengan demikian dapat digambarkan secara sistematis pola pengadaan

Alkes dan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan. Kesesuaian item Alkes

dan Obat yang tersedia dengan Fornas - Penyimpangan Pengadaan - Ketepatan

pengadaan - Persentase modal/dana yang tersedia dengan keseluruhan dana yang

dibutuhkan - Persentase alokasi dana pengadaan Alkes dan Obat – Realisasi

penyerapan anggaran- Frekuensi kesalahan faktur - Frekuensi tertundanya

pembayaran oleh dinas Kesehatan terhadap waktu yang telah ditetapkan. Tingkat

ketersediaan Alkes dan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan nantinya

akan dihubungkan dengan proses pengadaan kebutuhan Alkes dan Obat yang

dilakukan sebelumnya, karena tujuan utama dari pengadaan kebutuhan Alkes dan

Obat adalah tersedianya jumlah dan item Alkes dan Obat yang optimal untuk

melayani kebutuhan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai