Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM PERDATA

“ SEJARAH BW DAN KUHPER DI INDONESIA”

Di susun untuk memenuhi tugas dari

Bpk: KALIANDRA SAPUTRA PULUNGAN M.H

Di susun oleh :

1. Nur rahmawati [01339.211. 17.2020]


2. Wahidah [01331.211.17.2020]

STAI TUANKU TAMBUSAI

YAYASAN MUHAMMAD ABDUH

KAB. ROKAN HULU

TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang.Berkat limpahan
karunia Nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah BW dan
KUHPER di indonesia” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas
HUKUM PERDATA.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukandari berbagai
pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasamaupun isi. Sehingga penulis
secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.

Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
masyarakat umumnya, dan untuk kami khususnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang.............................................................................................

1.2Rumusan Masalah .......................................................................................

1.3Tujuan..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 sejarah perkembangan bw di indonesia......................................................

2.2 sejarah perkembangan kuhper di indonesia...............................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................

3.2 Saran...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

A. Sejarah Hukum Burgelijk Wetboek Hukum perdata semula berasal dari bangsa Romawi
yaitu lebih kurang 50 SM pada masa pemerintahan Yulius Caesar berkuasadi Eropah
Barat yang sejak waktu itu hukum Romawi diberlakukandi Perancis walaupun bercampur
dengan hukum asli yang sudah adasebelum orang Romawi menguasai Galis (Perancis).
Keadaan sepertiini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan Louis XVyaitu
dengan diawalinya usaha kearah adanya kesatuan hukum yangkemudian menghasilkan
suatu kodifikasi yang diberi nama “CodeCivil Des Francois”7 pada 21 Maret 1804 yang
kemudian pada 1807diundangkan kembali menjadi “Code Napoleon”.
B. SEJARAH HUKUM PERDATA
Sejarah Perkembangan hukum Perdata di Indonesia tidak terlepas dari sejarah
perkembangan Ilmu Hukum di negara-negara Eropa lainnya, dalam arti perkembangan
hukum perdata di Indonesia amat dipengaruhi oleh perkembangan hukum di negara-
negara lain, terutama yang mempunyai hubungan langsung.
RUMUSAN MASALAH

1. Apa perkembangan BW di indonesia?


2. Apa perkembangan KUHPER di indonesia?

TUJUAN MAKALAH

1. Untuk lebih banyak lagi menambah wawasan dari hal-hal yg tidak kita ketahui menjadi
kita tau
BAB

ll PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Burgelijk Wetboek

Hukum perdata semula berasal dari bangsa Romawi yaitu lebih kurang 50 SM pada masa
pemerintahan Yulius Caesar berkuasa di Eropah Barat yang sejak waktu itu hukum Romawi
diberlakukandi Perancis walaupun bercampur dengan hukum asli yang sudah adasebelum orang
Romawi menguasai Galis (Perancis). Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai pada masa
pemerintahan Louis XV yaitu dengan di awalinya usaha kearah adanya kesatuan hukum
yangkemudian menghasilkan suatu kodifikasi yang diberi nama “Code Civil Des Francois”7
pada 21 Maret 1804 yang kemudian pada 1807 di undangkan kembali menjadi “Code
Napoleon”.Kodifikasi ini sangat berbau Romawi tetapi para penyusunnya banyak juga
memasukkan kedalamnya.

unsur-unsur hukum asli yaitu hukum adat Perancis Kuno (hukum Jerman) yang telah berlaku
di Eropah Barat sebelum orang-orang Romawi menguasai Perancis.Sebagai campuran ketiga di
dalam isi Code Civil itu adalah hukumgereja atau hukum Katolik yang didukung oleh gereja
Roma Katolik ketika itu.Pada 1811, Belanda di jajah oleh Perancis dan seluruh Code Civil yang
memuat ketiga unsur yaitu hukum Romawi, Hukum German dan hukum Gereja diberlakukan di
negeri Belanda dan oleh karena Indonesia pada waktu itu merupakan jajahan Belanda maka
hukum perdata Belanda yang sebagian besar berdasarkan pada Code Civil itu diberlakukan pula
untuk Indonesia sejak 1 Januari 1848 dengan Staatsblad tahun 1847 No. 23. Namun demikian,
hukum perdata di Indonesia agak berlainan dengan hukum perdata yang berlaku di negeri
Belanda apalagi jika dibandingkan dengan Code Civil Perancis, hanya asas-asasnya banyak
diambil dari Code Civil. Berlakunya hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia bertalian erat
dengan

politik hukum pemerintah Hindia Belanda yang membagi penduduk Hindia Belanda menjadi
3 golongan yaitu:

(1). Golongan Eropa yaitu semua orang Belanda, orang yang berasal dari Eropa, orang
Jepang, orang yang hukum keluarganya berdasarkan azas-azas yang sama dengan hukum
Belanda beserta anak keturunan mereka;

(2). Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing bukan Tionghoa misalnya orang
Arab, India dan Pakistan;

(3). Mereka yang telah meleburkan diri dan menyesuaikan hidupnya dengan golonga Bumi
Putera.

Penggolongan tersebut diatur dalam pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang sampai
sekarang masih tetap berlaku berdasarkan ketentuan pasal 2 Aturan Peralihan Undang-undang
Dasar 1945.8 Mengenai hukum apa yang berlaku bagi masing-masing golongan diatur dalam
pasal 131 IS yang menentukan, bahwa:

Pertama, bagi golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukum Dagang yang berlaku di
Negara Belanda atas dasar azas konkordansi.

Kedua, bagi golongan Timur Asing Tiongha berlaku hukum perdata yang diatur dalam BW dan
Hukum Dagang yang diatur dalam KUHD (WvK ) dengan beberapa pengecuaian dan
penambahan sebagaimana diatur dalam stablad tahun 1917 Nomor 129 jo Stb.

Tahun 1925 Nomor 557. Pengecualian dan penambahan meliputi : (a) Upacara
Perkawinan; (b) Pencegahan Perkawinan; (c) Kantor Pencatatan Sipil (Burgerlijk Stand); (d)
Pengangkatan anak (adopsi); (e) Peraturan tentang kongsi. Bagi golongan timur asing bukan
Tinghoa berlaku hukum perdata Eropa sepanjang mengenai hukum harta kekayaan sedang
mengenai hukum kekeluargaan dan hukum waris tunduk pada hukum asli mereka sendiri. Hal ini
diatur dalam Staatblad tahun 1924 Nomor 556 yang mulai berlaku sejak 1 Maret 1925. Ketiga,
dari golongan bumi putra berdasarkan ketentuan pasal 131 ayat 6 IS berlaku hukum perdata adat
yaitu keseluruhan peraturan hukum yang tidak tertulis tetapi hidup dalam tindakan – tindakan
rakyat sehari –hari. Dalam pada itu hukum perdata adat masih belum seragam sesuai dengan
banyaknya lingkungan hukum adat (adat rech skiringen) di Indonesia. Dalam pada itu,
berdasarkan ketentuan pasal 131 ayat 2 IS peraturan–peraturan untuk orang Eropa dapat
diberlakukan untuk golongan Indonesia asli/Timur Asing secara utuh maupun dengan

perubahan–perubahan, untuk membuat peraturan baru yang berlaku untuk semua


golongan bersama- sama dan diadakan penyimpangan-penyimpangan umum/masyarakat
memerlukan.

Pertama, beberapa ketentuan BW dan WvK yang dinyatakan berlaku bagi golongan bumi putra,
yaitu:

(a) Pasal-pasal tentang perjanjian kerja atauMperburuhan (Ps. 1601- 1603 lama BW );

(b) Pasal – pasal tentang permainan dan perjudian pasal 1788- 1791 BW);

(c) Pasal–pasal mengenai hukum laut (buku II titel IV KUHD Stb. 1933 Nomor 49).

Kedua, beberapa peraturan yang berlaku bagi semua golongan (Gemeen schappelijk recht),
yaitu:

(a) Undang – undang Hak Pengarang(Auterswet St. 1912- 308);

(b)Peraturan umum tentang koperasi (Stb.tahun 1933 Nomor 108);


(c) Ordonansi pemberantasan riba (Stb. 938 No. 524);

(d) Ordoonansi pengangkutan udara (Stb. 1939 No. 98).

Ketiga, beberapa peraturan yang secara khusus di buat untuk orangIndonesia, yaitu:

(a) Ordonansi perhimpuan Indonesia (Stb. 1939 No. 570 );

(b) Ordonansi maskapai andil Indonesia (Stb. 1939 – Nomor569) dan

(c) Ordonansi perkawinan orang Indonesia Kristen (Stb. 1933 Nomor 74 jo S. 1933 Nomor 73).

B. SEJARAH HUKUM PERDATA

Sejarah Perkembangan hukum Perdata di Indonesia tidak terlepas dari sejarah


perkembangan Ilmu Hukum di negara-negara Eropa lainnya, dalam arti perkembangan hukum
perdata di Indonesia amat dipengaruhi oleh perkembangan hukum di negara-negara lain,
terutama yang mempunyai hubungan langsung.

Indonesia sebagai negara yang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda maka kebijakan-
kebijakan dalam hukum perdata tidak terlepas dari kebijakan yang terjadi dan diterapkan di
negara Belanda. Menurut Kansil (1993 : 63), tahun 1848 menjadi tahun yang amat penting dalam
sejarah hukum Indonesia. Pada tahun ini hukum privat yang berlaku bagi golongan hukum Eropa
dikodifikasi, yakni dikumpulkan dan dicantumkan dalam beberapa kitab undang-undang
berdasarkan suatu sistem tertentu. Pembuatan kodifikasi dalam lapangan hukum perdata,
dipertahankan juga asas konkordansi, risikonya hampir semua hasil kodifikasi tahun 1848 di
Indonesia adalah tiruan hasil kodifikasi yang telah dilakukan di negeri Belanda pada tahun 1838,
dengan diadakan beberapa perkecualian agar dapat menyesuaikan hukum bagi golongan hukum
Eropa di Indonesia dengan keadaan istimewa.

Adapun yang dimaksud dengan asas konkordansi adalah asas penyesuaian atau asas
persamaan terhadap berlakunya sistem hukum di Indonesia yang berdasarkan pada ketentuan
Pasal 131 ayat (2) I.S. yang berbunyi “ Untuk golongan bangsa Belanda harus dianut atau
dicontoh undang-undang di negeri Belanda. Hal ini menurut Kansil (1993: 115) berartibahwa
hukum yang berlaku bagi orang-orang Belanda di Indonesia harus disamakan dengan hukum
yang berlaku di negeri Belanda. Jadi jelasnya hukum kodifikasi di Indonesia dengan hukum
kodifikasi di negeri Belanda adalah berdasarkan asas konkordansi.Sumber pokok Hukum Perdata
ialah Kitab Undang-Undang Hukum Sipil disingkat KUHS atau Burgerlijk Wetboek (BW).
Sumber KUHS sebagian besar adalah hukum perdata Prancis, yaitu Code Napoleon tahun 1811-
1838 sebagai akibat pendudukan Prancis di Belanda maka Hukum Perdata Prancis berlaku di
negeri Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi. Sedangkan dari Code
Napoleon ini adalah Code Civil yang dalam penyusunannya mengambil karangan pengarang-
pengarang bangsa Prancistentang Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada zaman
dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Peraturan-peraturan yang belum ada
pada zaman Romawi tidak dimasukkan dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah
Code de Commerce.Setelah pendudukan Prancis berakhir oleh pemerintah Belanda dibentuk
suatu panitia yang diketuai Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum
perdata Belanda dengan menggunakan sumber sebagian besar Code Napoleon dan sebagian kecil
hukum Belanda Kuno.

Meskipun penyusunan sudah selesai sebelum 5 Juli 1830, tetapi Hukum Perdata Belanda baru
diresmikan pada 1 Oktober 1838. Pada tahun itu,dikeluarkan:

1. Burgerlijk Wetboek (KUH Sipil);

2. Wetboek van Koophandel (KUH Dagang).

Berdasarkan asas konkordansi, kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi
kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi ini diumumkan tanggal 30-4-1847
Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku 1 Mei 1848 di Indonesia.

Adapun dasar hukum berlakunya peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di


Indonesia adalah Pasal 1 Aturan Peralihan UndangUndang Dasar 1945 hasil perubahan keempat,
yang menyatakan bahwa segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Dengan demikian,
sepanjang belum ada peraturan yang baru maka segala jenis dan bentuk peraturan perundang-
undangan yang ada yang merupakan peninggalan dari zaman kolonial masih dinyatakan tetap
berlaku. Hal ini termasuk keberadaan Hukum Perdata. Hanya saja dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan asas dan falsafah negara Pancasila, termasuk apabila telah lahir peraturan
perundang-undangan yang baru maka apa yang ada dalam KUH Perdata tersebut dinyatakan
tidak berlaku. Contohnya, masalah tanah yang telah ada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Pokok-pokok Agraria, terutama yang mengenai Bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan yang mengenai hipotek yang masih
berlaku pada mulainya berlaku undangundang ini; begitu juga masalah Perkawinan yang telah
ada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan.Ketentuan lain
adalah dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 3 Tahun 1963 yang menyatakan beberapa pasal yang ada dalam KUH perdata dinyatakan
tidak berlaku lagi. Adapun pasal-pasal tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Pasal 108 sampai dengan 110 BW tentang ketidakwenangan bertindak dari istri
konsekuensinya suami istri mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum. Hal ini diperkuat
oleh bunyi Pasal 31 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Perkawinan
yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, masing-
masing pihak (suami istri) berhak untuk melakukan perbuatan hukum

2. Pasal 284 ayat (3) BW tentang pengakuan anak luar kawin yang lahir dari wanita
Indonesia Asli. Konsekuensinya, yaitu tidak menimbulkan putusnya hubungan hukum antara ibu
dan anak. Dengan adanya pengakuan terhadap anak luar kawin ini maka dia mendapatkan hak
untuk mewarisi dari orang tuanya yang meninggal, misalnya kalau dia bersama-sama dengan
golongan 1, dia akan mendapatkan bagian 1/3-nya, apabila dia bersama-sama dengan golongan
2, dia akan mendapatkan bagian ½ dari harta warisan yang ditinggalkan pewaris tersebut.

3. Pasal 1579 BW: yang menentukan bahwa dalam sewa menyewa barang, pemilik tidak
dapat menghentikan sewa dengan alasan akan memakainya sendiri barangnya. Konsekuensinya,
yaitu boleh menghentikan, sekalipun demikian, apabila si pemilik akan memakai kembali barang
yang disewakannya tersebut, sementara si penyewa masih mempunyai hak maka si pemilik harus
memberikan kompensasi atau ganti kerugian kepada si penyewa sesuai dengan kesepakatan
bersama sehingga si penyewa tidak merasa dirugikan.

4. Pasal 1682 BW yang mengharuskan penghibahan dengan akta notaris. Konsekuensinya,


yaitu tidak mengharuskan penghibahan melalui akte notaris, ini juga berarti bahwa apabila
terjadi proses hibah tidak perlu dilakukan melalui akte notaris, namun saksi-saksi sebagai bukti
harus tetap ada.

5. Pasal 1238 BW yang menentukan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat
diminta di depan hakim jika didahului dengan penagihan tertulis. Konsekuensinya, yaitu tidak
harus didahului dengan penagihan tertulis

6. Pasal 1460 BW tentang risiko dalam perjanjian jual beli barang ditentukan risiko ada
pada pembeli. Konsekuensinya, yaitu risikoditanggung bersama, artinya baik si pembeli maupun
si penjual sama menanggung risiko, bahkan apabila terdapat cacat barang yang tersembunyi
tidak tertutup kemungkinan risiko tersebut menjadi tanggung jawab si penjual seluruhnya.
Sebaliknya, apabila terjadi kasus overmatch atau keadaan memaksa, risiko bisa menjadi
tanggungan si pembeli seluruhnya. Jadi, mengenai risiko dari perjanjian jual beli amat tergantung
dari persetujuan bersama, kecuali hal-hal yang diatur secara tegas dalam peraturan perundang-
undangan.

7. Pasal 1630 BW yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa dan bukan Eropa
dalam perjanjian perburuhan. Konsekuensinya, yaitu tidak ada diskriminasi dalam perburuhan.
Bagaimana kondisi atau keadaan hukum perdata di Indonesia saat ini? Keadaan Hukum Perdata
di Indonesia dari dahulu sampai dengan sekarang tidak ada keseragaman (pluralisme). Hal ini
dikarenakan adanya kebijakan tentang pembagian penduduk di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1. WNI asli (dahulu Bumi Putera) berlaku Hukum Perdata Adat, yaitu keseluruhan aturan-aturan
hukum yang tidak tertulis. Namun, ada beberapa pasal dalam KUH Perdata dan KUHD yang
dinyatakan berlaku bagi WNI asli tersebut, yaitu:

a. pasal-pasal yang berhubungan dengan pembagian kerja lama, yaitu Pasal 1601 BW
tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan jasa-jasa yang diatur dalam ketentuan-
ketentuan khusus; Pasal 1602 BW tentang kewajiban majikan dalam membayar upah pada
buruh, Pasal 1603 tentang kewajiban-kewajiban buruh. Selain itu ada juga pasal-pasal tentang
perjanjian kerja baru yang khusus berlaku bagi golongan Eropa, yaitu pasal-pasal yang terdapat
dalam Titel 7A Buku III BW).

b. Pasal-pasal tentang permainan dan peraturan (perjudian), yaitu Pasal-pasal: 1788 BW


(Undang-undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi
karena perjudian atau pertaruhan), Pasal 1789 BW (dalam ketentuan tersebut di atas tidak
termasuk permainan-permainan yang dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti main anggar
lari cepat dan sebagainya), Pasal 1790 BW (tidaklah diperbolehkan untuk menyingkiri
berlakunya ketentuan-ketentuan kedua pasal yang lalu dengan jalan perjumpaan utang), dan
Pasal 1791 BW (seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya sekali-sekali tak
diperbolehkan menuntutnya kembali, kecuali apabila dari pihaknya pemenang telah dilakukan
kecurangan atau penipuan).
BAB

lll PENUTUP

Kesimpulan

A. burgelijk Wetboek atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan KUH Perdata
menurut sejarah adalah berasal dari Belanda yang diberlakukan di Indonesia berdasarkan
azas konkordansi. Walaupun pada awalnya diberlakukan bagi orang keturunan Belanda
(termasuk di dalamnya orang Eropa dan Jepang), namun setelah Indonesia merdeka ternyata
masyarakat Indonesia tetap mempergunakannya dalam memecahkan masalah-masalah
perdata.KUH Perdata (BW) yang dibuat pada awal abad 18 dan diberlakukan di Indonesia
pada abad 19 ternyata ada beberapa yang sudah ketinggalan jaman atau dengan kata lain
sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam masyarakat. Dengan demikian diharapkan
badan legislatif berupaya semaksimal mungkin.

B. Hukum perdata mengatur hubungan manusia dengan manusia atau antara perseorangan,
hukum yang mengatur wewenang kewajiban dari seorang yang satu terhadap seseorang
lain di dalam perhubungan keluarga dan pergaulan masyarakat. Dalam masyarakat luas
menuju kepada hukum kekayaan, sedangkan dalam pergaulan keluarga menuju kepada
hukum keluarga.Hukum Perdata merupakan hukum umum terhadap hukum dagang
sebagai hukum khusus, artinya apa yang diatur dalam hukum perdata (BW) merupakan
aturan-aturan umum, sedangkan apa yang diatur dalam hukum dagang itu merupakan
aturan-aturan khusus, hanya mengenai hal-hal khusus. Aturan-aturan umum itu juga
berlaku terhadap hal-hal yang khusus dengan mengingat: Asas Lex Specialis Derogat
Legi General
DAFTAR PUSAKA

Masjchun, Soedewi Sri. Hukum Badan Pribadi. Yogyakarta: YayasanPenerbit Gadjah Mada,
1984

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2007

Muljadi, Kartini. Perikatan Pada Umumnya, Jakarta: RajaGrafindoPersada, 2003

Prawirohamidjojo, Soetojo. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung:Alumni, 1982

Anda mungkin juga menyukai