Oleh Kelompok :
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kosmetik dan kecantikan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan
dari wanita sejak dahulu. Hal ini dikarenakan setiap wanita menginginkan untuk
terlihat cantik dan menarik di setiap kesempatan. Karena dengan terlihat cantik
dan menarik seorang wanita akan merasa lebih dapat diterima di kelompok
sosialnya dan juga dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri dari seorang wanita
tersebut. Selain karena tuntutan lingkungan sosial yang menuntut seorang wanita
untuk tampil cantik dan menarik, ada juga keinginan dari dirinya sendiri sehingga
setiap wanita mengupayakan segala cara untuk dapat terlihat cantik dan menarik.
Berbagai usaha yang dapat dilakukan mulai dari yang berbiaya murah dengan
menggunakan cara-cara tradisional yang dapat dilakukan sendiri di rumah, sampai
perawatan yang berbiaya mahal yang menggunakan jasa para terapis di salon
ataupun dokter di klinik kecantikan.
Perawatan yang dilakukan juga mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki, diantaranya dengan melakukan facial, masker, lulur, hingga pemakaian
kosmetik. Pemakaian kosmetik terutama bagi konsumen wanita merupakan salah
satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Umumnya seorang wanita mulai
menggunakan kosmetik ketika ia mulai beranjak remaja dan dewasa karena telah
timbul kesadaran untuk merawat diri dan ingin terlihat cantik. Kebutuhan akan
kosmetik yang selalu ada bahkan meningkat ini menyebabkan meningkatnya
persaingan antar produsen kosmetik. Para produsen kosmetik ini berlomba-lomba
untuk menghasilkan berbagai produk kosmetik dengan berbagai macam mutu dan
menjanjikan berbagai macam manfaat untuk menunjang kecantikan seseorang.
Dengan adanya arena persaingan memberi peluang bagi para pelaku usaha untuk
saling bersaing satu sama lain melalui strateginya masing-masing sebagai upaya
mempertahankan posisi.1
1
Rhido Jusmadi, Konsep Hukum Persaingan Usaha (Malang : Setara Press,2014), hal.38.
1
Persaingan antar para pelaku usaha ini seringkali membuat pelaku usaha
mengabaikan standarisasi produk yang akan mereka jual kepada konsumen.
Standarisasi sangat penting peranannya untuk menghindari kemungkinan adanya
produk yang cacat atau berbahaya, maka perlu ditetapkan standar minimal yang
harus dipedomani dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang layak dan
aman untuk dipakai.2
2
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di indonesia (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,
2004), hal.16.
2
Hal ini dikarenakan kosmetik yang berasal dari ketiga negara tersebut dianggap
lebih sesuai dengan jenis kulit wanita Indonesia yang merupakan jenis kulit asia,
disamping juga karena harga kosmetik impor dari ketiga negara tersebut lebih
murah dibandingkan dengan kosmetik impor dari negara Eropa. Pembelian
kosmetik pun dapat dilakukan dengan berbagai cara, langsung membeli di pusat
perbelanjaan seperti mall, swalayan, toko-toko yang menjual kosmetik ataupun
membelinya secara online via internet. Untuk pembelian secara online dengan
menggunakan jasa internet, hal ini dikarenakan kemajuan teknologi bagi banyak
orang membawa keuntungan dalam hal materil. Kegiatan bisnis perdagangan
melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce (e-commerce)
merupakan suatu kegiatan yang banyak dilakukan saat ini, karena transaksi jual
beli secara elektronik dapat mengefektifkan dan mengefesiansikan waktu
sehingga orang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang
dimanapun dan kapanpun. Transasksi elektronik atau e-commerce yang cepat,
efektif dan efesien, kini menjadi alternatif dalam melaksanakan jual beli.3
Hal ini juga membuat beragamnya harga kosmetik yang ditawarkan oleh
para produsen kosmetik. Umumnya para konsumen lebih tertarik jika
mendapatkan harga yang murah, hal ini membuat produsen berlomba-lomba
3
Ilyas Indra, “Akibat Hukum Terhadap Produk Kosmetik Kecantikan Yang Tidak Didaftarkan
Menurut Ketentuan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM)” melalui http://lppm.stih-
painan.ac.id, diakses pada tanggal 1 April 2016
3
menyediakan produk kosmetik dengan manfaat yang sama tetapi dengan harga
yang berbeda atau lebih murah dari pasaran untuk menarik minat konsumen.
Sayangnya, ditengah persaingan usaha tersebut ada beberapa produsen kosmetik
yang berbuat curang dengan mengupayakan berbagai macam cara untuk mendapat
keuntungan yang besar tanpa mau mengeluarkan modal yang sesuai untuk
mencapai keuntungan tersebut. Para pelaku usaha ini tidak mengindahkan
standarisasi terhadap produk-produk kosmetik yang mereka jual, dimana produk
kosmetik tanpa perizinan, tanpa standar produk yang memadai dan produk
kosmetik berbahaya tanpa adanya kepastian aman atau tidaknya bagi kesehatan
dengan bebas mereka jual kepada konsumen.
4
Kulit merupakan salah satu tempat yang paling sering terkena dampak efek
samping yang tidak diinginkan hal ini karena kulit merupakan lapisan terluar dan
terdepan dari tubuh yang berperan sebagai benteng pertahanan terhadap masuknya
benda-benda asing dari luar melalui pori-pori.5
5
Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang
memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan
mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di daerah Buleleng Bali,
mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut
perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang
akan datang.9 Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat
kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh
rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku
usaha, yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat
keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini
sangat merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak
langsung.10
9
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Loc.Cit.
10
M.Sadar.dkk, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta : Akademia, 2012), hal.2-3
11
Happy Susanto, Op.Cit, hal.1.
6
Dengan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat dan Makanan Palsu (BPOM) Di
Daerah Buleleng.”
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
terdapat dua pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1. Bagaimana dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang
mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain :
1. Untuk mengetahui dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang
mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu.
2. Untuk mengetahui peran BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap
peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin
edar BPOM palsu.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan naskah akademik ini antara lain sebagai berikut :
1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan tentang perlindungan
konsumen, untuk mengetahui dampak peredaran produk kosmetik
berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu di
masyarakat, dan untuk mengetahui peranan dari BPOM dalam mengawasi
peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin
edar BPOM palsu.
2. Secara praktis, penulisan naskah akademik ini diharapkan dapat
meningkatkan perlindungan terhadap konsumen untuk menegakkan hak-
hak konsumen.
7
E. METODE PENELITIAN
2. Sumber Data
8
Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :
b. Bahan Hukum Sekunder, adalah data yang tidak diperoleh dari sumber
pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari literatur-literatur tertulis,
baik berbentuk buku-buku, makalah-makalah, dokumen-dokumen,
laporan penelitian, surat kabar, makalah, harian elektronik, dan lain
sebagainya yang memiliki relevansi dengan naskah akademik ini.
9
dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan untuk
melengkapi data penelitian.
10