Anda di halaman 1dari 11

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG


PENJUALAN KOSMETIK DENGAN SERTIFIKASI PALSU NOMOR
IZIN EDAR BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DI
DAERAH BULELENG

Oleh Kelompok :

1. I WAYAN PADMA PARIASA 1514101028


2. NI NYOMAN DESI DARMAYANI 1514101029
3. IDA AYU MITA JOSSIKA 1514101039
4. DIKI WAHYUDI 1514101040
5. RINO SETIAWAN 1514101035

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

TAHUN 2017
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kosmetik dan kecantikan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan
dari wanita sejak dahulu. Hal ini dikarenakan setiap wanita menginginkan untuk
terlihat cantik dan menarik di setiap kesempatan. Karena dengan terlihat cantik
dan menarik seorang wanita akan merasa lebih dapat diterima di kelompok
sosialnya dan juga dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri dari seorang wanita
tersebut. Selain karena tuntutan lingkungan sosial yang menuntut seorang wanita
untuk tampil cantik dan menarik, ada juga keinginan dari dirinya sendiri sehingga
setiap wanita mengupayakan segala cara untuk dapat terlihat cantik dan menarik.
Berbagai usaha yang dapat dilakukan mulai dari yang berbiaya murah dengan
menggunakan cara-cara tradisional yang dapat dilakukan sendiri di rumah, sampai
perawatan yang berbiaya mahal yang menggunakan jasa para terapis di salon
ataupun dokter di klinik kecantikan.

Perawatan yang dilakukan juga mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki, diantaranya dengan melakukan facial, masker, lulur, hingga pemakaian
kosmetik. Pemakaian kosmetik terutama bagi konsumen wanita merupakan salah
satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Umumnya seorang wanita mulai
menggunakan kosmetik ketika ia mulai beranjak remaja dan dewasa karena telah
timbul kesadaran untuk merawat diri dan ingin terlihat cantik. Kebutuhan akan
kosmetik yang selalu ada bahkan meningkat ini menyebabkan meningkatnya
persaingan antar produsen kosmetik. Para produsen kosmetik ini berlomba-lomba
untuk menghasilkan berbagai produk kosmetik dengan berbagai macam mutu dan
menjanjikan berbagai macam manfaat untuk menunjang kecantikan seseorang.
Dengan adanya arena persaingan memberi peluang bagi para pelaku usaha untuk
saling bersaing satu sama lain melalui strateginya masing-masing sebagai upaya
mempertahankan posisi.1

1
Rhido Jusmadi, Konsep Hukum Persaingan Usaha (Malang : Setara Press,2014), hal.38.

1
Persaingan antar para pelaku usaha ini seringkali membuat pelaku usaha
mengabaikan standarisasi produk yang akan mereka jual kepada konsumen.
Standarisasi sangat penting peranannya untuk menghindari kemungkinan adanya
produk yang cacat atau berbahaya, maka perlu ditetapkan standar minimal yang
harus dipedomani dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang layak dan
aman untuk dipakai.2

Banyak ditemukan berita-berita yang mengungkapkan perbuatan jahat


para pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen, diantaranya
seperti berita tentang ditemukannya kosmetik kadaluwarsa, kosmetik ilegal,
kosmetik yang mengandung zat aditif, kosmetik non-halal, kosmetik palsu dan
sebagainya yang diperjual belikan secara bebas kepada masyarakat dan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat selaku konsumen, baik itu kerugian
materil maupun moril. Masyarakat juga menjadi semakin khawatir dengan
pemberitaan bahwa banyak produk kosmetik yang beredar luas dan sering
digunakan masyarakat yang tidak mencantumkan keterangan bahan ataupun zat-
zat apa saja yang terkandung di dalam kosmetik tersebut yang ternyata kosmetik
tersebut mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan, seperti adanya
kandungan zat-zat kimia yang berbahaya.

Hal ini disebabkan oleh minimnya pengawasan terhadap produk kosmetik


yang beredar luas di Indonesia khususnya di daerah Buleleng Bali, sehingga
produk kosmetik tanpa perizinan, tanpa standar produk yang memadai dan tanpa
adanya kepastian aman atau tidaknya bagi kesehatan dapat dengan mudah
diperjual belikan secara bebas. Penjualan kosmetik impor di Indonesia juga
membuat semakin banyak daftar kosmetik yang dapat dipilih oleh masyarakat.
Khusus untuk pasar Indonesia, beberapa tahun belakangan ini peredaran kosmetik
impor sangat gencar dan meluas sekali. Kosmetik impor yang banyak beredar di
Indonesia berasal dari berbagai negara, tetapi sekarang yang tengah laris dipasaran
dan banyak diminati masyarakat Indonesia ialah kosmetik impor yang berasal dari
negara Thailand, Korea Selatan dan Cina.

2
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di indonesia (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,
2004), hal.16.

2
Hal ini dikarenakan kosmetik yang berasal dari ketiga negara tersebut dianggap
lebih sesuai dengan jenis kulit wanita Indonesia yang merupakan jenis kulit asia,
disamping juga karena harga kosmetik impor dari ketiga negara tersebut lebih
murah dibandingkan dengan kosmetik impor dari negara Eropa. Pembelian
kosmetik pun dapat dilakukan dengan berbagai cara, langsung membeli di pusat
perbelanjaan seperti mall, swalayan, toko-toko yang menjual kosmetik ataupun
membelinya secara online via internet. Untuk pembelian secara online dengan
menggunakan jasa internet, hal ini dikarenakan kemajuan teknologi bagi banyak
orang membawa keuntungan dalam hal materil. Kegiatan bisnis perdagangan
melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce (e-commerce)
merupakan suatu kegiatan yang banyak dilakukan saat ini, karena transaksi jual
beli secara elektronik dapat mengefektifkan dan mengefesiansikan waktu
sehingga orang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang
dimanapun dan kapanpun. Transasksi elektronik atau e-commerce yang cepat,
efektif dan efesien, kini menjadi alternatif dalam melaksanakan jual beli.3

Sayangnya, ditengah persaingan usaha tersebut ada beberapa produsen


kosmetik yang berbuat curang dengan mengupayakan berbagai macam cara untuk
mendapat keuntungan yang besar tanpa mau mengeluarkan modal yang sesuai
untuk mencapai keuntungan tersebut. Para pelaku usaha ini tidak mengindahkan
standarisasi terhadap produk-produk kosmetik yang mereka jual, dimana produk
kosmetik tanpa perizinan, tanpa standar produk yang memadai dan produk dengan
banyaknya jenis kosmetik yang beredar di pasaran baik kosmetik lokal maupun
impor membuat semakin gencarnya bisnis kosmetik dikalangan para produsen,
para produsen pun mencari berbagai macam cara dan upaya agar produk kosmetik
yang mereka jual dapat menarik minat masyarakat untuk mau membeli dan
menggunakan produk mereka.

Hal ini juga membuat beragamnya harga kosmetik yang ditawarkan oleh
para produsen kosmetik. Umumnya para konsumen lebih tertarik jika
mendapatkan harga yang murah, hal ini membuat produsen berlomba-lomba

3
Ilyas Indra, “Akibat Hukum Terhadap Produk Kosmetik Kecantikan Yang Tidak Didaftarkan
Menurut Ketentuan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM)” melalui http://lppm.stih-
painan.ac.id, diakses pada tanggal 1 April 2016

3
menyediakan produk kosmetik dengan manfaat yang sama tetapi dengan harga
yang berbeda atau lebih murah dari pasaran untuk menarik minat konsumen.
Sayangnya, ditengah persaingan usaha tersebut ada beberapa produsen kosmetik
yang berbuat curang dengan mengupayakan berbagai macam cara untuk mendapat
keuntungan yang besar tanpa mau mengeluarkan modal yang sesuai untuk
mencapai keuntungan tersebut. Para pelaku usaha ini tidak mengindahkan
standarisasi terhadap produk-produk kosmetik yang mereka jual, dimana produk
kosmetik tanpa perizinan, tanpa standar produk yang memadai dan produk
kosmetik berbahaya tanpa adanya kepastian aman atau tidaknya bagi kesehatan
dengan bebas mereka jual kepada konsumen.

Produk kosmetik berbahaya yang mengandung zat-zat yang tidak aman


bagi kesehatan dapat dengan mudah dijual oleh produsen kepada konsumen.
Untuk memuluskan langkah para produsen dalam menjual produk kosmetik
berbahaya biasanya para produsen membuat para calon konsumen dan konsumen
percaya dengan produk kosmetik yang mereka jual dengan mengatakan bahwa
produk kosmetik mereka adalah asli dan aman untuk digunakan, memberikan
banyak testimoni dari konsumen yang telah memakai produk kosmetik mereka,
hingga para produsen juga dengan mudah mencantumkan nomor izin edar Badan
Pengawas Obat dan Makanan (selanjutnya disingkat BPOM) palsu, dimana nomor
izin edar BPOM yang tercantum pada kemasan produk kosmetik tersebut tidak
asli dikeluarkan oleh BPOM dan tidak menggambarkan informasi yang
sebenarnya mengenai keadaan suatu produk kosmetik tersebut. Sebagai konsumen
tentunya masyarakat sangat dirugikan dengan kondisi produk yang tidak sesuai
dengan standar kesehatan dan beredar tanpa adanya izin edar dari BPOM yang
dapat membawa dampak buruk dalam kehidupan masyarakat.4

Terdapat produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin


edar BPOM palsu. Kondisi tersebut juga diakibatkan karena kurangnya penerapan
dan pengawasan terhadap produk kosmetik di Indonesia khususnya daerah
Buleleng Bali, baik kosmetik lokal maupun kosmetik impor. Alhasil yang tadinya
ingin tampil cantik dan menarik malah dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
4
Happy Susanto, Panduan Praktis Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan (Yogyakarta : Visimedia,
2008), hal.1.

4
Kulit merupakan salah satu tempat yang paling sering terkena dampak efek
samping yang tidak diinginkan hal ini karena kulit merupakan lapisan terluar dan
terdepan dari tubuh yang berperan sebagai benteng pertahanan terhadap masuknya
benda-benda asing dari luar melalui pori-pori.5

Setiap orang, pada waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun


berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen
untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. 6 Badan POM “Waspada Kosmetika
Mengandung Bahan Berbahaya , Teliti Sebelum Memilih Kosmetika” melalui
Konsumen yang keberadaanya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat
bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi
produk barang dan jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai
konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan
diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan
yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang
berawal dari iktikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain
menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan
menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya.7

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun


formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan
dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi
produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran
usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik
langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya merasakan
dampaknya. Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat
keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dan produsen. Tidak adanya
perlindungan yang seimbang menyebabkan kosumen pada posisi lemah.8
5
Diana Nasution, Dampak Pemakaian Kosmetik Pada Kulit Masa Kini (Medan : F. Kedokteran USU,
1997), hal.101.
6
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hal.5.
7
Sri Redjeki Hartono, makalah “Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen” dalam buku
Hukum Perlindungan Konsumen, hal.34.
8
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen Di Indonesia (Jakarta : PT Raja
Grarfindo Persaada, 2013), hal.1.

5
Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang
memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan
mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di daerah Buleleng Bali,
mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut
perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang
akan datang.9 Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat
kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh
rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku
usaha, yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat
keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini
sangat merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak
langsung.10

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan.


Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan
perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan,
masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan
konsumen perlu diperhatikan.11 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, hak-
hak konsumen menjadi prioritas utama untuk dilindungi terhadap penjualan dan
pemakaian kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM
palsu yang sangat merugikan konsumen. Selain membahas tentang perlindungan
hak-hak konsumen, dalam naskah akademi ini akan dibahas mengenai bagaimana
peranan BPOM dalam mengawasi dan menindak segala penyimpangan terhadap
peredaran kosmetik berbahaya dengan nomor izin edar BPOM palsu. Dengan
uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat naskah akadmeik dengan
judul “Perancangan Peraturan Perundang-undangan Terhadap Penjualan Kosmetik

9
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Loc.Cit.
10
M.Sadar.dkk, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta : Akademia, 2012), hal.2-3
11
Happy Susanto, Op.Cit, hal.1.

6
Dengan Nomor Izin Edar Badan Pengawas Obat dan Makanan Palsu (BPOM) Di
Daerah Buleleng.”

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
terdapat dua pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1. Bagaimana dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang
mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?

2. Bagaimana peran BPOM (Studi Pada : BPOM Di Daerah Buleleng) dalam


melakukan pengawasan terhadap peredaran produk kosmetik berbahaya
yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain :
1. Untuk mengetahui dampak peredaran produk kosmetik berbahaya yang
mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu.
2. Untuk mengetahui peran BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap
peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin
edar BPOM palsu.

D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan naskah akademik ini antara lain sebagai berikut :
1. Secara teoritis, untuk menambah pengetahuan tentang perlindungan
konsumen, untuk mengetahui dampak peredaran produk kosmetik
berbahaya yang mencantumkan nomor izin edar BPOM palsu di
masyarakat, dan untuk mengetahui peranan dari BPOM dalam mengawasi
peredaran produk kosmetik berbahaya yang mencantumkan nomor izin
edar BPOM palsu.
2. Secara praktis, penulisan naskah akademik ini diharapkan dapat
meningkatkan perlindungan terhadap konsumen untuk menegakkan hak-
hak konsumen.

7
E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara pencarian, bukan hanya


sekedar mengamati dengan teliti suatu obyek. Dalam penulisan naskah akademik
metode penelitian sangat diperlukan agar penulisan naskah akademik menjadi
lebih terarah dengan data yang telah dikumpulkan melalui pencarian-pencarian
data yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Metode penelitian
yang digunakan dalam naskah akademik ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam


pembahasan naskah akademik ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada
dalam masyarakat. Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelusuran
terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-
undangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta memperoleh data maupun
keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil
penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.

Sifat penelitian pada penulisan naskah akademik ini adalah deskriptif


analitis yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Deskriptif analitis
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala,
kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat.

2. Sumber Data

Penulisan naskah akademik ini akan menganalisis objek penelitian dengan


menggunakan data sekunder, yaitu data yang mencakup dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berupa laporan dan sebagainya.

8
Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yang berupa ketentuan hukum dan


perundangundangan yang mengikat serta berkaitan dengan penelitian
ini, seperti Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,
Peraturan dan Keputusan Menteri Kesehatan. BPOM dan peraturan
lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah data yang tidak diperoleh dari sumber
pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari literatur-literatur tertulis,
baik berbentuk buku-buku, makalah-makalah, dokumen-dokumen,
laporan penelitian, surat kabar, makalah, harian elektronik, dan lain
sebagainya yang memiliki relevansi dengan naskah akademik ini.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk


maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu penulisan yang


dilakukan dengan cara pengumpulan literatur dengan sumber data berupa
bahan hukum primer dan sekunder dari berbagai bahan-bahan bacaan yang
bersifat teoritis ilmiah, buku-buku, peraturan-peraturan, juga dari majalah-
majalah dan media elektronik seperti internet dan sebagainya yang ada
hubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam naskah akademik ini.

b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Metode pengumpulan data dengan cara penelitian lapangan ini dilakukan


dengan melakukan wawancara secara mendalam (in depth interviewing)

9
dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan untuk
melengkapi data penelitian.

10

Anda mungkin juga menyukai