Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS STUDI KASUS I DAN STUDI KASUS II

DENGAN METODE PBL (PROBLEM BASE LEARNING)

Disusun untuk memenuhi penugasan mata kuliah Manajemen Ritel


Dengan dosen pengampu mata kuliah Made Amanda Dewanti S.E., M.M
Universitas Pendidikan Ganesha

Disusun oleh kelompok 6 :


6A Manajemen
1. Ayu Wardani 1917041016
2. A.A. Ayu Sanita Fitrianti 1917041037
3. Komang Inten Tresna Dewi 1917041043

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
ANALISIS STUDI KASUS I

1. Masalah Yang Terjadi :


Pandemi COVID-19 telah membawa perubahan begitu yang cepat, signifikan, dan
menyeluruh pada seluruh sektor bisnis termasuk bisnis ritel. Pembatasan aktivitas dan
mobilitas masyarakat sertapenutupan pusat perbelanjaan dan perkantoran yang terjadi di
kuartal dua tahun 2020. Sebagai dampak kebijakan pemerintah dalam upaya memutus
rantai pandemi, mengakibatkan perekonomian Indonesia yang selalu tumbuh positif
dalam dua dekade terakhir, akhirnya mengalami kontraksi pertumbuhan pada tahun
2020. Pandemi COVID-19 sejak awal tahun 2020 telah membawa perubahan yang
begitu cepat, signifikan, dan menyeluruh dalam berbagai sektor bisnis termasuk bisnis
ritel. Peran para pemimpin bisnis menjadi sangat vital dalam rangka menjaga stabilitas
perusahaan dan memastikan bisnis tetap berjalan dengan tantangan yang ada.
Komunikasi kepemimpinan melalui adaptasi teknologi menjadi faktor kunci yang
membantu para pemimpin bisnis ritel untuk melakukan tugasnya sebagai pemimpin
dengan baik. Pandemi Covid-19 sangat berpengaruh pada bisnis. Pandemi Covid-19
menurunkan pendapatan karena penurunan permintaan dan rantai pasokan bermasalah,
yang mengakibatkan meningkatkan biaya bahan baku dan biaya produksi selama
pandemi. Secara global, rantai pasokan juga mengalami masalah dan perubahan besar
yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Pelaku UMKM usaha ritel pun tentunya juga
akan mengalami dampak terhadap kondisi Pandemi ini. Sejumlah tantangan karena
dampak dari kebijakan Pemerintah terkait social distancing, work form home, dan
kebijakan lain untuk menekan angka penyebaran wabah pandemi ini, tentunya punya
implikasi juga terhadap keberlangsungan bisnis ritel dan bisnis lainnya serta menjadi
kekhawatiran bagi para produsen, wholesaller, distributor, minimarket, serta nanosotre
yang ada di Indonesia, mulai dari sisi operasional, jumlah konsumen yang belanja,
tingkat penjualan mapun dari sisi keuangannya.

2. Solusi yang ditawarkan :


Datangnya pandemi mendorong peritel untuk berpikir lebih jauh dari sekedar
evolusi bisnis melalui transformasi digital, namun revolusi berbisnis. Banyak pelaku
usaha yang mengalami penurunan pembeli yang mengakibatkan penurunan omset
penjualan. Hal ini disebabkan pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah kepada
masyarakat agar tetap berdiam dirumah. Maka dari itu perlu adanya strategi yang bisa
membuat mereka terus bertahan dan meningkatkan kembali omset pendapatan mereka.
Maka solusi yang dapat ditawarkan dalam menyelesaikan kondisi kasus di atas yaitu :
a. Peritel sebaiknya merencanakan strategi pemasaran dan promosi
Penurunan omset penjualan di tengah tahun memang terkadang tidak bisa
dihindari. Namun, sebagai pelaku bisnis tidak dianjurkan untuk berdiam diri.
Lakukan beragam strategi promosi untuk mengantisipasi penurunan lebih dalam
lagi. Pemasaran yang dilakukan dapat secara digital yang mungkin akan menjadi
peluang bagi peritel. Pemasaran di semua media harus konsisten dan dapat
mencerminkan sesuai dengan target pelanggan, juga dapat menggunakan
pendekatan omnichannel yang mengintegrasikan semua teknologi digital dan di
dalam toko yang mungkin digunakan untuk melibatkan calon pembeli, dengan
penekanan pada mengarahkan lalu lintas di dalam toko.
b. Buat strategi untuk mengatasi masalah keamanan COVID-19
Pandemi telah mengakibatkan perubahan besar dalam preferensi konsumen
terutama untuk menjaga kontak fisik. Banyak dari konsumen mungkin akan
lebih memilih dengan retail yang menawarkan pembayaran tanpa kontak. Oleh
karena itu, berinvestasi dengan solusi pembayaran tanpa kontak yang berkualitas
tinggi, dapat membantu keuntungan yang signifikan. Pastikan peritel juga
membuat keputusan yang baik sesuai dengan target bisnis. Selain itu, juga harus
memperhatikan nilai kebutuhan.
c. Orientasi kedepan
Pada masa pandemic Covid-19 ini para pelaku usaha juga perlu memanfaatkan
masa ini untuk meningkatkan keahlian yang dimiliki demi perkembangan bisnis
kedepannya. Misal keahlian dalam melakukan pemasaran via digital atau
mengembangkan platform e-commerce sendiri. Sehingga saat bisnis berjalan
dengan normal, operasional bisnis bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya.
ANALISIS STUDI KASUS 2

TERJEMAHAN :
Jenis Usaha
Hypermarket, supermarket, dan minimarket menjadi perhatian produsen dalam
mendistribusikan barangnya kepada konsumen. Dalam beberapa kasus, supermarket
juga disebut toserba (toko serba ada). Pengecer ini merupakan unit usaha Badan Usaha
Milik Swasta (BUMS) BUMD, koperasi, atau yayasan. Data Ketua Umum Asosiasi
Perusahaan Ritel Indonesia 2019/Aprindo Roy N. Mandey) menyebutkan pertumbuhan
ritel minimarket sebesar 15% per tahun. Ia menjelaskan, industri ritel yang berkembang
adalah jenis minimarket. Salah satu alasan mengapa pelaku bisnis dapat memenuhi
kebutuhan konsumen, seperti: untuk memenuhi fleksibilitas kehidupan modern, para
pelaku bisnis membuat toko serba guna yang menggabungkan ruang sosial dengan ritel,
atau ritel dengan Studi Kasus 2: hiburan. Tidak heran jika semakin banyak kita jumpai
minimarket jenis retail di berbagai wilayah Indonesia. Ada beberapa merek minimarket
terkenal di Indonesia, seperti Alfamart, Indomaret, dan 7-Eleven. Minimarket ini
tumbuh dan berkembang secara masif hampir di seluruh Indonesia. Dikatakan hampir
karena tidak semua daerah di Indonesia bisa beroperasi. Beberapa daerah, membuat
peraturan daerah untuk melindungi ritel tradisional dan ritel mandiri. Kebanyakan
konsumen menyukai minimarket karena lokasinya yang dekat, nyaman, harga yang jelas
dan kompetitif, serta jam tutup dan buka yang pasti, Peritel modern yang tergabung
dalam grup perusahaan besar, sudah memiliki SOP standar, sudah ada sistemnya,
pengusaha ritel tinggal menjalankan bisnis. Dalam banyak kasus, ritel modern
digadang-gadang menjadi ujung tombak pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat
dan sekaligus menjadi kanibal bagi peritel tradisional. pemerintah Sementara ritel
modern dibutuhkan sebagai ujung tombak dalam mensuplai kebutuhan masyarakat
setempat, namun ritel modern juga menjadi penyebab matinya ritel tradisional.
Berbagai informasi dan kajian membuktikan bahwa pangsa pasar ritel tradisional telah
diambil alih oleh peritel modern. Padahal pemerintah pusat dan pemerintah daerah
telah mengeluarkan kebijakan agar ritel modern dan ritel tradisional dapat tumbuh dan
hidup pada konsumennya masing-masing. Fakta di lapangan bisa berbanding terbalik,
ritel modern tetap unggul. Berdasarkan penjelasan tersebut, menganalisis masalah dari
berbagai aspek. Gunakan jurnal internasional sebagai referensi untuk memperkuat
solusi yang diberikan.

1. Analisis masalah yang terjadi dari berbagi aspek :


a. Aspek SDM (Sumber Daya Manusia)
Minimarket modern yang memiliki keanekaragaman inovasi dalam
pemasaran, pelayanan, fasilitas serta tempat berbelanja yang nyaman membuat
konsumen lebih menginginkan untuk berbelanja di minimarket modern
dibandingkan dengan toko tradisional.
Mutu layanan minimarket modern yang sangat memuaskan adalah salah
satu penyebab terbesar dalam menarik minat para konsumen diberbagai wilayah.
Disamping itu, minimarket memiliki lingkungan yang nyaman seperti ber-AC,
bersih aman dan terlebih lagi ada yang dilengkapi oleh sarana hiburan. Toko
tradisional yang awalnya menjadi tempat berbelanja para ibu-ibu, maka sampai
saat ini akan tetap sama. Sedangkan minimarket modern bukan saja memikat
para ibu-ibu melainkan kalangan pria, remaja dan anak-anak yang akan
berbelanja sendiri (Soliha, 2008). Pemasaran minmarket modern yang lebih
berinovasi daripada toko tradisional dapat lebih meningkatkan nilai jual,
meskipun gerai minimarket modern berdekatan dengan toko tradisonal. Akan
tetapi jarak gerai yang berdekatan ini akan memunculkan persaingan monopoli
di daerah tersebut. Dapat kita lihat dari segi harga, meskipun terbilang
minimarket modern lebih mahal dia memiliki variasi dalam menentukan harga.
Seperti mengadakan promo dalam waktu-waktu yang tertentu, sehingga banyak
masyarakat yang tertarik untuk berbelanja di minimarket modern (Wijayanti,
2011)
b. Aspek Produk  Dagang
Dari segi produk, produk ritel modern jauh lebih lengkap daripada ritel
tradisional. Ritel tradisional melibatkan sistem pengelolaan yang sangat
sederhana sementara pada ritel modern, sistem pengelolaannya sudah kompleks.
Pada ritel tradisional, masih dijumpai proses tawar menawar sementara pada
ritel modern harga yang dipatok sudah jelas tak bisa ditawar.
c. Aspek SOP (Standard Operational Procedure)
Minimarket tumbuh dan berkembang secara masif hampir di seluruh
Indonesia. Dikatakan hampir karena tidak semua daerah di Indonesia bisa
beroperasi. Beberapa daerah, membuat peraturan daerah untuk melindungi ritel
tradisional dan ritel mandiri. Kebanyakan konsumen menyukai minimarket
karena lokasinya yang dekat, nyaman, harga yang jelas dan kompetitif, serta jam
tutup dan buka yang pasti, Peritel modern yang tergabung dalam grup
perusahaan besar, sudah memiliki SOP standar, sudah ada sistemnya, pengusaha
ritel tinggal menjalankan bisnis.
d. Aspek Marketing
Hypermarket, supermarket, dan minimarket menjadi perhatian produsen
dalam mendistribusikan barangnya kepada konsumen. Promosi yang dilakukan
di ritel modern melalui promo-promo dan juga pemasarannya bisa dilakukan
melalui media online sedangkan ritel tradisional dilakukan secara langsung
seperti tawar menawar. Salah satu bentuk persaingan antara ritel modern dan
ritel tradisional yang sering mendapatkan perhatian banyak orang adalah
persaingan dalam harga. Permasalahan utamanya adalah bahwa ritel modern
terutama skala besar sering menjual produknya dengan harga jauh lebih rendah
daripada harga jual dari produk yang sama di pasar tradisional. Pada tahun 1999,
Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Apindo), menuduh ritel besar seperti
hypermarket dan perkulakan besar semacam Makro, Goro dan Alfa yang
menjual produk grosir dan juga eceran melakukan praktek dumping. (Kotler dan
Susanto, 2001 dalam Tambunan, 2004).

2. Solusi yang diberikan dengan didukung oleh jurnal:


Toko tradisional juga harus mengubah tampilan toko seperti merapikan tata letak
barang agar pembeli lebih mudah untuk menumakan barang yang diinginkan,
memperluas toko agar pembeli dapat langsung menemukan dan memilih sendiri
barang yang dicari dengan bebas, mengatur udara dan pencahayaan agar lebih
terlihat bersih dan nyaman, serta memningkatkan keamanan seperti memasang cctv
agar lebih terpercaya. Strategi yang paling mungkin digunakan ritel tradisional dalam
persaingan ini justru bagaimana menjalin sinergi dengan ritel modern, bukan dengan
saling berhadapan untuk saling menyerang.
Dengan didukung oleh jurnal :
Peneliti : Tri Joko Utomo
Judul : Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional Vs Modern (The Competition of
Retail Business: Traditional vs Modern)
Persaingan ritel tradisional dan ritel modern meliputi baik faktor internal
maupun faktor eksternal. Dalam kajiannya mengenai dampak keberadaan
hypermarket terhadap ritel tradisional, Indef (2007) menggunakan aspek kinerja
(faktor internal) dan, aspek preferensi konsumen dan regulasi (faktor eksternal).
Hasil kajiannya menyatakan, kondisi usaha dan kinerja pedagang pasar tradisional
menunjukkan penurunan setelah beroperasinya hypermarket. Ini diantaranya
menyangkut kinerja: aset, omset, perputaran barang dagangan, dan marjin harga.
Kemudian, analisis preferensi konsumen diterapkan untuk melihat bagaimana
perilaku konsumen dalam menentukan pilihan berbelanja di hypermarket dan pasar
tradisional. Sedangkan pada aspek regulasi, ditelaah juga peraturan perundang-
undangan sektor ritel untuk melengkapi bahan pertimbangan dalam menyusun
rekomendasi kebijakan. Aspek preferensi konsumen, biasanya mencakup: 1) human
resource, terkait dengan pelayanan yang diberikan; 2) merchandise, mencakup
jumlah produk yang tersedia, keanekaragaman jenis produk, dan keanekaragaman
merek yang dijual; dan 3) harga, terutama dalam kaitannya dengan harga yang
murah.
Pelayanan yang diberikan oleh retailer biasanya merupakan hal utama yang
dicermati konsumen, karena menyangkut hubungan sesama manusia. Terdapat
beberapa aspek pelayanan yang dievaluasi konsumen, sebagaimana kesimpulan riset
yang dilakukan Levy dan Barton (1995) berikut ini.

Anda mungkin juga menyukai