Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA

Oleh :
KELOMPOK 3

IMAM SAPUTRA 312170114

FAJRIANI 312170089

RINI MARSAEMA 312170100

MUH. IRFAN 312170115

BURHANUDDIN 312170133

Dosen Mata Kuliah :

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

YAYASAN PENDIDIKAN MANDAR


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YAPMAN MAJENE
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang Gambaran
Umum Perekonomian Indonesia.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami
dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Gambaran Umum Perekonomian
Indonesia ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Majene,  Maret 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 3

BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................................... 5


A. Gambaran Umum Perekonomian Indonesia .................................................................... 5
B. Sejarah Perekonomian Indonesia ..................................................................................... 7
C. Sistem Perekonomian Indonesia ....................................................................................... 8
D. Pertumbuhan Perekonomian Indonesia ............................................................................ 10

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua
negara. Oleh karena itu, dalam menyikapi permasalahan ekonomi tiap negara,
masing-masing negara menganut system ekonomi yang sesuai dengan kondisi dan
ideologi negara yang bersangkutan. Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah
suatu kesatuan yang terpadu, yang didalamnya terdiri atas bagian-bagian dan
masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri. Suatu sistem pada
dasarnya adalah “organisasi besar” yang menjalin berbagai subjek (atau objek)
serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek
pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu
sistem social atau sistem kemasyarakatan dapat berupa makhluk-makhluk hidup
dan benda alam, untuk suatu sistem kehidupan atau kumpulan fakta, dan untuk
sistem informasi atau bahkan kombinasi dari subjek –subjek tersebut

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang
dikaji dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana gambaran umum perekonomian Indonesia?
- Bgaimana perkembangan sejarah perekonomian Indonesia?
- Apa saja sistem perekonomian di Indonesia?
- Bagaimana pertumbuhan perekonomian Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN
Untuk memberikan suatu wawasan dan pengetahuan mengenai
perekonomian Indonesia bagi penulis dan pembaca agar lebih memahami
perkembangan ekonomi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA

ERA SEBELUM 1966


Selama sekitar dua puluh tahun pertama merdeka, perekonomian Indonesia
berkembang jurang menggembirakan. Dimana, perilaku kenaikan harga-harga barang
secara agresif sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1955. Ketika itu laju inflasi,
diukur dengan Indeks Biaya Hidup di Jakarta, naik 33 persen. Berdasarkan ini
mencapai angka 40 persen pada tahun 1958. Laju inflasi tahunan selama periode 1955-
1960 rata-rata 23,5 persen. Menjelang tahun 1960 terlihat tanda-tanda inflasi mereda,
namun ternyata kembali meningkat pada tahun 1961 dan bahkan berlanjut terus hingga
tahun 1966. Pada tahun berakhirnya rezim Orde Lama ini, Indonesia menggoreskan
catatan penting yang tak diinginkan dalam sejarah perekonomiannya: laju inflasi
sekitar 650 persen.
Masa orde lama juga ditandai dengan berbagai fenomena ekonomi yang tidak
menyenangkan seperti nasionalisme perusahaan-perusahaan asing, kekurangan capital,
kebijakan anti-investasi asing, hilangnya pangsa pasar sejumlah komoditas dalam
perdagangan internasional, dan tekanan atas neraca pembayaran yang mengakibatkan
depresiasi rupiah.
Nasionalisme perusahaan-perusahaan asing dimulai pada tahun 1951, tetapi
pelaksanaannya terjadi secara besar-besaran pada tahun 1958. Ridakan ini merupakan
kelajutan pemberlakuan Undang-undang No. 78/1958 tentang investasi asing, yang
intinya berisikan tentang kebijakan anti-investasi. Ketika itu tumbuh subur pandangan
bahwa investasi asing bukan saja akan merupakan hambatan bagi pembangunan
ekonomi Indonesia, tetapi bahkan bertujuan hendak menguasai kehidupan
perekonomian.
Rezim Orde Lama juga membawa kejanggalan pada sistem moneter. Bank-
bank pertama yang membentuk sistem moneter Indonesia adalah bank-bank asing hasil
nasionalisasi kecuali Bank Negara Indonesia yang didirikan pada tahun 1946. Karena
kejanggalan dalam sejarah sistem moneter Indonesia, maka pada tahun 1965 menteri
untuk urusan Bank Sentral menggabungkan semua bank milik pemerintah (termasuk
Bank Indonesia) kedalam satu wadah tunggal yang dijuluki “Bank Berjuang”.
Tujuannya yaitu untuk mengelola dan mengendalikan langsung aktivitas san sistem
perbankan oleh hanya satu tangan yaitu pemerintah, sekaligus dalam rangka
melaksanakan gagasan “ekonomi terpimpin” yang dilancarkan oleh pemerintah ketika
itu.

MASA PERALIHAN 1966-1968


Menyusul kudeta komunis yang gagal dalam bulan September 1965, sebuah
pemerintah baru tampil sejak maret 1966. Rezim baru ini mewarisi keadaan
perekonomian yang porak poranda yang mana:
a) Ketidakmampuan memenuhi kewajiban utang luar negeri lebih dari US$ 2 milliar,
b) Penerimaan ekspor yang hanya setengah dari pengeluaran untuk impor barang dan
jasa,
c) Ketidakberdayaan mengendalikan anggaran belanja dan memungut pajak,
d) Laju inflasi 30-50 persen per bulan, dan
e) Buruknya kondisi prasarana perekonomian serta penurunan kapasitas produktif
sektor industri dan ekspor.
Untuk mengatasi keadaan diatas maka ditetapkan beberapa langkah prioritas
kebijakan ekonomi berupa upaya-upaya:
a) Memerangi hiperinflasi,
b) Mencukupkan stok bahan pangan, khususnya beras,
c) Merehabilitas prasarana perekonomian,
d) Meningkatkan ekspor,
e) Menyediakan dan menciptakan lapangan kerja, dan
f) Mengundang kembali investasi asing.
Secara keseluruhan, program ekonomi pemerintah Orde Baru ini dibagi
menjadi dua jangka waktu yang saling berkaitan yaitu jangka pendek dan jangka
panjang (rencana pembangunan lima tahun/REPELITA).
Program ekonomi jangka pendek terdiri atas:
1. Tahap penyelamatan (Juli – Desember 1966)
2. Tahap rehabilitas (Januari – Juni 1967)
3. Tahap konsolidasi (Juli – Desember 1967)
4. Tahap stabilisasi (Januari – Juni 1968)

Dalam mendukung kebijakan jangka pendek, pemerintah memperkenalkan


kebijakan anggaran berimbang (balanced budget policy). Sementara itu, berkenaan
dengan beban utang luar negeri, terbentuk sebuah “konsorsium” Negara-negara
donator bernama Inter-Govermental Group on Indonesia (IGGI).
Di sektor moneter, dilakukan reformasi besar atas sistem perbankan.
Bersamaan dengan itu, Indonesia kembali menjadi anggota International Monetary
Fund (Indonesia keluar dari IMF pada bulan agustus 1965). Tiga undang-undang baru
tentang perbankan diberlakukan yaitu:
a. Undang-undang tentang Perbankan tahun 1967,
b. Undang-undang tentang Bank Sentral tahun 1968, dan
c. Undang-undang tentang Bank Asing tahun 1968.

ERA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG


Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan
pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut
penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:

1. REPELITA I (1969-1974)
Mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah
pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup
pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian.
Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

2. REPELITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas
utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan
pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan
mentah menjadi bahan baku.

3. REPELITA III (1979-1984)


Prioritas tetap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sektor
pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah
bahan baku menjadi bahan jadi.

4. REPELITA IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk
memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil
dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.

5. REPELITA V
Pertumbuhan rata-rata 6,70% per tahun, dibandingkan rata-rata 5,32% dalam
pelita sebelumnya. Ekspor komoditas nonmigas meningkat pesat, Indonesia bahkan
mulai berhasil mengekspor berbagai produk industri. Periode ini mengantarkan
Indonesia menjadi sebuah Negara industri baru (a newly industrialized country /NIC).

6. REPELITA VI\
Tareget-target yang dicapai pada repelita VI adalah:
a. Pertumbuhan Ekonomi secara keseluruhan 6,2 %
b. Sektor Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan 3,5 %
c. Sektor Industri 9 %
d. Sektor Manufaktur di Luar Migas 10,0 %
e. Sektor Jasa 6,5%
f. Laju Inflasi 5,0 %
g. Eksport non Migas 16,5 %
h. Eksport Manufaktur 17,5 %
i. Debt Service Ratio 20,0 %
j. GDP Rp. 2.150,0 triliun
k. Nilai Investasi Rp. 660,1 triliun
Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah
mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti
pertumbuhan industri bertahap.

B. GEJOLAK POLITIK SEBELUM ORDE BARU


Secara politis, kurun waktu sejak kemerdekaan hingga tahun 1965 dapat
dipilah menjadi tiga periode yaitu:
1. Periode 1945-1950,
2. Periode Demokrasi Parlementer (1950 – 1959), dan
3. Periode Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965).

a) Kabinet Hatta, Desember 1949 – September 1950


Kabinet Hatta merupakan satu-satunya kabinet dalam sejarah politik Indonesia
yang dipimpin oleh pakar ekonomi profesional, hal ini terlihat pada perhatiannya
pada masalah-masalah ekonomi cukup besar.
Tindakan yang paling penting yang dilakukan kabinet ini adalah reformasi
moneter melaui devaluasi mata uang secara serempak dan pemotongan (dalam arti
harafiah) uang yang beredar pada bulan maret 1950. Pemotongan uang ini
melibatkan pengguntingan menjadi separuh atas semua uang kertas keluaran De
Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari 2,50 gulden Indonesia (samapai
dengan 22 Mei 1951, saat De Javasche Bank dinasionalisasikan menjadi Bank
Indonesia, mata uang Indonesia bernama gulden), dan pengurangan seluruh deposito
bank yang bernilai di atas 400 gulden menjadi separohnya. Sebagai ganti rugi akibat
tindakan yang terakhir ini, kepada pemegang depositonya diberikan obligasi jangka
panjang pemerintah.

b) Kabinet Natsir, September 1950 – Maret 1951


Pada masa kabinet Natsir, Natsir dan kawan-kawan berhasil memanfaatkan
situasi “perang korea” untuk keperluan pembangunan. Ekspor terdorong kuat
sehingga mampu mengatasi kesulitan neraca pembayaran, sekaligus menaikkan
penerimaan pemerintah. Impor diliberalisasikan sebagai upaya menekan tingkat
harga –harga umum dalam negeri. Kredit bagi perusahaan-perusahaan pribumi
diperlunak. Suatu kombinasi kebijakan fiscal yang ketat dan penerimaan yang tinggi
sempat menghasilkan surplus anggaran yang cukup besar pada tahun 1951.
Pada masa kabinet ini pertama kalinya terumuskan perencanaan pembangunan, yaitu
Rencana Urgensi Perekonomian (RUP).

c) Kabinet Sukiman, April 1951 – Februari 1952


Masa pemerintahan Sukiman mencatat beberapa peristiwa penting dalam
sejarah perekonomian Indonesia. Diantaranya adalah nasionalisme De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia (22 Mei 1951) dan memburuknya situasi fiscal.
Menurunnya ekspor, sistem kurs berganda (multiple exchange rate system), yang
telah menjebak sistem perekonomian sejak 1950.

d) Kabinet Wilopo, April 1952 – Juni 1953


Kabinet Wilopo memperkenalkan konsep anggaran berimbang (balanced
budget) dalam APBN. Impor bukan saja diperketat, tetapi juga diharuskan
melakukan pembayaran dimuka. Pekerjaan ekonomi besar yang dilakukan semasa
Wilopo adalah “rasionalisasi” .
Strategi pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh Wilopo juga tak berbeda dengan
yang dijalankan oleh pendahulunya. Kabinet tetap melanjutkan Rencana Urgensi
Perekonomian, temasuk Program Benteng yang merupakan upaya untuk
membentuk sesuatu kelas menegah nasional dengan jalan membatasi alokasi impor
hanya kepada pengusaha-pengusaha nasional. Program benteng yang merupakan
bagian dari RUP ini bersifat diskriminatif-rasial. Efek merugikannya sangat
dirasakan oleh golongan pengusaha (terutama importer) nonpribumi sejak
pertengahan tahun 1953, akhir masa kerja Kabinet Wilopo.

e) Kabinet Ali I, Agustus 1953 – Juli 1955


Kabinet Ali I sangat melindungi importer pribumi, sangat menggebu-gebu
untuk mengubah perekonomian dari struktur kolonial menjadi nasional. Ini terlihat
sekitar lima bulan ia menjabat, jumlah pengusaha nasional yang tergolong kedalam
“importer benteng” membengkak luar biasa. Dari 700 menjadi 4300 importer.
Ditinjau dari sisi fiskal, masa Sembilan bulan pertama kabinet ini bahkan dapat
dikatakan sebagai katastropik. Kegagalan fiskal ini bahkan mengundang kecaman
keras, sehingga Ali mengganti beberapa anggota utama kabinetnya. Karena
goncangan kabinet, tindakan restabilisasi diarahkan pada pembatasan impor dan
upaya ini cukup berhasil. Akan tetapi disis lain, upaya pengendalian laju uang
beredar kurang sukses.

f) Kabinet Burhanuddin, Agustus 1955-1956


Tindakan ekonomi penting yang dilakukan Kabinet Burhaniddin diantaranya
adalah liberalisasi impor (politik rasialisme terhadap importer dihapuskan). Pada
saat yang sama, kebijakan pembayaran dimuka atas impor ditingkatkan. Laju uang
yang beredar berhasil ditekan, berkurang sekitar 5 persen (senilai Rp 600 juta ketika
itu). Begitu pula harga barang-barang eks impor, yang pada paruh pertama tahun
1955 telah naik hampir 13 persen. Nilai rupiah bahkan naik sekitar 8 persen terhadap
emas.
Kabinet Burhaniddin dinilai berhasil dan konsisten dalam melaksanakan RUP.
Pembangunan ekonomi relative berhasil berkat perluasan pembentukan modal
melaui penyempurnaan Program Benteng, yakni dengan membentuk suatu Dewan
Alat-alat Pembayaran Luar Negeri.

g) Kabinet Ali II, April 1956- Maret 1957


Ali Sastroamidjojo kembali naik panggung pemerintahan, dan merupakan
kabinet hasil pemilihan umum pertama. Kabinet ini nyaris tak sempat berbuat apa-
apa dalam bidang perekonomian. Dimana, penyeludupan merajalela sehingga
merosotkan cadangan devisa dan defisit berat dalam anggaran Negara terjadi lagi.
Setifikat pendorong Ekspor, yang sebelumnya sempat dibekukan dicairkan kembali.
Utang pada belanda dihapuskan, sementara itu pemerintah menerima bantuan US$55
juta dari Dana Moneter Internasional (IMF). Undang-undang tentang penanaman
modal asing diajukan ke DPR. Pada saat yang sama diberlakukan undang-undang
anti pemogokan dan anti pemilikan tanah secara tidak sah. Undang-undang yang
terakhir ini merupakan sebuah upaya untuk melindungi perkebunan-perkebunan yang
sebagian besar dimiliki dan dioperasikan oleh orang asing.

h) Kabinet Djuanda
Semasa pemerintahan Djuanda dengan perekonomian yang bersifat terpimpin
ini, instrument ekspor berupa Sertifikat Pendorong Ekspor (SPE)
diganti/disederhanakan menjadi Bukti Ekspor (BE). Dalam bulan Desember 1957,
dilakukan pengambilalihan (nasionalisme) perusahaan-perusahaan belanda. Kabinet
Djuanda pun harus berjuang dan akhirnya kalah melawan gejolak keuangan
pemerintah bahkan harus menanggung defisit anggaran sebesar Rp5,5 milliar, atau
hampir 22 persen dari pengeluaran total pemerintah.
Kendati telah diwariskan rumusan Rencana Lima Tahun oleh Kabinet Ali II, bahkan
disusul dengan pelaksanaan Musyawarah Nasional Perencanaan (Munap) pada bulan
November 1957, namun cabinet ini tak dapat berbuatbanyak bagi pembangunan
ekonomi.

B. SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra


Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua.
Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui
selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah,
ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur).
Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama
sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat
(kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh
Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam
perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional
dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan
para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada
proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya
kapal yang “mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu,
namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya
picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena
perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional.
Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau
impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan
ramainya pelabuhan. Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di
Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari
pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih
dominan.
Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan
perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan
hingga saat ini. Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan
perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum
kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.

SEBELUM KEMERDEKAAN
Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam
beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis,
Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di
Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa
selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga
kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa
pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan
kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).

Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)


Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan
kukunya di Hindia Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia
Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang
didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda,
sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang
antara lain meliputi :
1. Hak mencetak uang
2. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3. Hak menyatakan perang dan damai
4. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-rajaHak-hak itu seakan melegalkan
keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak
berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor
sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur
pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga
belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban
meyerahkan hasil bumi pada VOC) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk
mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah
tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah
yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman
yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di
Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera
Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri
Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping
itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi
penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi
ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor
logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan
hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai
komoditi imbangan, ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam
jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan
Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain
disebabkan oleh:
a. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,
terutama perang Diponegoro.
b. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
c. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d. Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek).
Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain
karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon),
kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan
akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di
Eropa.
Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di
Hindia Belanda.

Pendudukan Inggris (1811-1816)


Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad
diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah
berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di
Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang
untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme
modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan
alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan
teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain:
a. Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang
menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif
menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal
ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa
membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan).
b. Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi
produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil
produksi.
c. The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga
dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan
bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di
Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain:
a. Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang,
apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
b. Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau
mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.

Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif
Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada
permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-
produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa
sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi
Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah
penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda
langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan
penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman
komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian
dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan
para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik
Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat
imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang
akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan
darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya
adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada
umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang
memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa
masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia
Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial,
tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi
nonagraris.
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa
tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan
tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu
mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian
besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa
nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.

C. SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA


Sistem ekonomi adalah suatu aturan dan tata cara untuk mengatur perilaku
masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk menraih suatu tujuan. Sistem
perekonomian di setiap negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ideologi
bangsa, sifat dan jati diri bangsa, dan struktur ekonomi.

Sistem Perekonomian Pasar (Liberalis / Kapitalis)


Sistem ekonomi Pasar/Liberal/Kapitalis adalah sistem ekonomi dimana ekonomi
diatur oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran). Sistem ekonomi liberal
merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan seutuhnya dalam segala
bidang perekonomian kepada setiap orang untuk memperoleh keuntungan yang seperti dia
inginkan. Sistem ekonomi liberal banyak dianut negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat.
Ciri-ciri:
1. Menerapkan sistem persaingan bebas
2. Kedaulatan konsumen dan kebebasan dalam konsumsi
3. Peranan pemerintah dibatasi
4. Peranan modal sangat penting
Kelebihan :
1. Setiap individu bebas memiliki alat produksi sendiri
2. Kegiatan ekonomi lebih cepat maju karena adanya persaingan
3. Produksi didasarkan kebutuhan masyarakat
4. Kualitas barang lebih terjamin
Kekurangan :
1. Sulit terjadi pemerataan pendapatan.
2. Rentan terhadap krisis ekonomi
3. Menimbulkan monopoli
4. Adanya eksploitasi

Sistem Perekonomian Perencanaan (Etatisme / Sosialis)


Sistem ekonomi etatisme/sosialis merupakan sistem ekonomi dimana ekonomi
diatur negara. Dalam sistem ini, jalannya perekonomian sepenuhnya menjadi tanggung
jawab negara atau pemerintah pusat. Dalam perekonomia ini yang menjadi dasar adalah
Karl Marx, dia berpendapat bahwa apabila kepemilikan pribadi dihapuskan maka tidak
akan memunculkan masyarakat yang berkelas-kelas sehingga akan menguntungkan
semua pihak. Negara yang menganut sistem ini seperti Rusia, Kuba, Korea Utara, dan
negara komunis lainnya.

Ciri-ciri :
1. Hak milik individu tidak diakui.
2. Seluruh sumber daya dikuasai negara.
3. Semua masyarakat adalah karyawan bagi negara.
4. Kebijakan perekonomian disusun dan dilaksanakan pemerintah.
Kelebihan :
1. Pemerintah lebih mudah ikut campur dalam pembentukan harga.
2. Kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi secara merata.
3. Pelaksanaan pembangunan lebih cepat.
4. Pemerintah bebas menentukan produksi sesuai kebutuhan masyarakat
Kekurangan :
1. Individu tidak mempunyai kebebasan dalam berusaha
2. Tidak ada kebebasan untuk memiliki sumber daya.
3. Potensi dan kreativitas masyarakat tidak berkembang.

Sistem Ekonomi Campuran


Sistem ekonomi campuran merupakan campuran atau perpaduan antara sistem
ekonomi liberal dengan sistem ekonomi sosialis. Pada sistem ekonomi campuran
pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian dalam perekonomian, namun pihak
swasta (masyarakat) masih diberi kebebasan untuk menentukan kegiatan-kegiatan
ekonomi yang ingin mereka jalankan.

Ciri-ciri :
1. Jenis dan jumlah barang diproduksi ditentukan oleh mekanisme pasar.
2. Hak milik swasta atas alat produksi diakui, asalkan penggunaannya tidak merugikan
kepentingan umum.
3. Pemerintah bertanggung jawab atas jaminan sosial dan pemerataan pendapatan.
4. Ada persaingan, tetapi masih ada kontrol pemerintah
Kelebihan :
1. Kestabilan ekonomi terjamin
2. Pemerintah dapat memfokuskan perhatian untuk memajukan sektor usaha menengah
dan kecil
3. Adanya kebebasan berusaha dapat mendorong kreativitas individu
Kekurangan :
1. Sulit menentukan batas antara kegiatan ekonomi yang seharusnya dilakukan
pemerintah dan swasta
2. Sulit menentukan batas antara sumber produksi yang dapat dikuasai oleh pemerintah
dan swasta

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA


Setiap negara menganut sistem ekonomi yang berbeda-beda terutama Indonesia dan
Amerika serikat, dua negara ini pun menganut sistem ekonomi yang berbeda. Awalnya
Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi
diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang
disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah
dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali
menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga
masa Reformasi. Setelah masa Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi
yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia.
Berikut sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia dari masa Orede Baru hingga
sekarang :

Sistem Ekonomi Demokrasi


Sistem ekonomi demokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem perekonomian
nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang
berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah
pimpinan dan pengawasan pemerintah. Pada sistem demokrasi ekonomi, pemerintah dan
seluruh rakyat baik golongan ekonomi lemah maupun pengusaha aktif dalam usaha
mencapai kemakmuran bangsa. Selain itu, negara berperan dalam merencanakan,
membimbing, dan mengarahkan kegiatan perekonomian. Dengan demikian terdapat kerja
sama dan saling membantu antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Ciri-ciri positif pada sistem ekonomi demokrasi :
1. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
2. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
3. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
4. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
5. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
6. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya
dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
7. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Ciri-ciri negatif pada sistem ekonomi demokrasi :
1. Sistem free fight liberalism, yaitu sistem persaingan bebas yang saling
menghancurkan dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa
lain sehingga dapat menimbulkan kelemahan struktural ekonomi nasional.
2. Sistem etatisme, di mana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan
serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar
sektor negara.
3. Persaingan tidak sehat dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

Sistem Ekonomi Kerakyatan
Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan
ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999,
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian
Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi ini berlaku sejak tahun
1998. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakatlah yang memegang aktif dalam
kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah yang menciptakan iklim yang bagus bagi
pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Ciri-ciri sistem ekonomi ini adalah:
1. Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang
sehat.
2. Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas
hidup.
3. Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
4. Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
5. Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
. Sistem Ekonomi Indonesia dalam UUD 1945
Berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal
33 setelah amandemen
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.****)

C. PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertumbuhan ekonomi bisa dibilang sebagai indikator berhasil atau tidaknya suatu


pemerintahan dalam menjalankan, mengelola, dan membangun negara. Meskipun, ada
banyak faktor baik di dalam negeri maupun di tataran global yang menjadi faktor
penentu.

Menurut ekonom Amerika Serikat, Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah


suatu kenaikan kemampuan jangka panjang dari negara untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan tersebut akan tumbuh seiring dengan
adanya perkembangan atau kemajuan teknologi dan juga penyesuaian kelembagaan serta
ideologi. Menurut salah seorang peraih Nobel Ekonomi ini, pertumbuhan ekonomi
dicapai oleh tiga faktor, yakni peningkatan persedian barang yang stabil, kemajuan
teknologi, serta penggunaan teknologi secara efisien dan efektif.
Pertumbuhan ekonomi dicapai oleh tiga faktor, yakni peningkatan persedian barang
yang stabil, kemajuan teknologi, serta penggunaan teknologi secara efisien dan efektif.
Dalam perjalanannya, Indonesia mencatatkan pasang-surut pertumbuhan ekonomi.
JEO ini merangkum jejak pertumbuhan itu dari masa ke masa pemerintahan tujuh
presiden yang pernah memimpin Indonesia, dari Soekarno sampai Joko Widodo (Jokowi).
Sebagai data awal, per kuartal III-2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,17
persen, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,06 persen. Secara
tahunan, pertumbuhan ekonomi 2017 mencapai 5,07 persen, angka tertinggi sejak 2014.

Memang, angka itu masih di bawah pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan


Soeharto yang sempat menembus 10 persen, sehingga ketika itu Indonesia dipuja-puji
sebagai salah Macan Asia. Bahkan, kinerja ekonomi saat ini masih di bawah capaian
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang bisa di atas 6 persen.
Namun, kondisi perekonomian Indonesia sekarang tetap dinilai sudah mulai stabil, setelah
mengalami kejatuhan pada krisis 1998. Saat itu inflasi meroket drastis 80 persen dengan
pertumbuhan ekonominya minus.

"Sekarang kita jelas tumbuh lebih baik, meski pertumbuhan di bawah zaman Orde
Baru tapi reformasi ekonomi kita menunjukkan perbaikan pesat," ujar Chief Economist
Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, kepada Kompas.com, Senin (5/11/2018).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dengan demikian Indonesia tidak menganut Sistem ekonomi tradisional, Sistem


ekonomi terpusat, maupun Sistem ekonomi pasar. Sistem ekonomi yang diterapkan di
Indonesia adalah Sistem Ekonomi Campuran. Dalam pembangunan ekonomi masyarakat
berperan aktif, sementara pemerintah berkewajiban memberikan arahan dan bimbingan serta
menciptakan iklim yang sehat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan Ekonomi di setiap negara berbeda – beda tergantung dari tingkat
pendapatan per kapita suatu negara tersebut dan tergantung dari berapa besar pendapatan/
penghasilan dari penduduknya. Jika pendapatan Negara itu tinggi maka pertumbuhan
ekonominya juga cepat tetapi sebaliknya jika pendapatan suatu negara itu di bawah rata-rata
maka pertumbuhan ekonominya juga rendah.
Kondisi Perekonomian Indonesia tahun sebelumnya (2012) dapat dipertahankan pada
tingkat yang cukup tinggi, sehingga memungkinkan sektor rumah tangga dan sektor usaha
melakukan kegiatan ekonominya dengan lebih baik. Sedangkan Perekonomian Indonesia
pada tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih tinggi, namun sejumlah risiko dan tantangan
perlu diantisipasi.

B. SARAN

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2012 sudah mengalami peningkatan.


Supaya hal itu bisa dipertahankan atau lebih berkembang lagi menjadi negara maju, peran
dan kebijakan - kebijakan pemerintah harus dijalankan dan dikembangkan dengan lebih baik
untuk perekonomian di Indonesia semakin maju.
DAFRTAR PUSTAKA

Djimar Setiawina, (2004), Ekonomi Moneter, Edisi Pertama, Penerbit PT. Empat
warna Komunikasi Denpasar.

Muchdarsyah Sinungan, (1995) Uang Dan Bank, Cetakan Ke Empat, Penerbit PT.
Rineka Cipta Jakarta.

Kasmir, (2001), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Rudiger Dornbusch, Dkk., (2004), Makro Ekonomi, Edisi 8, Penerbit PT. Media
Global Edukasi, Jakarta.

Dumairy, (1996), Perekonomian Indonesia, Cetakan 5 Penerbit PT. Gelora


Angkasa Pratama Yogyakarta.

Limadudin Yuliadi, (2007), Perekonomian Indonesia, Cetakan Pertama Penerbit


Fakultas Ekonomi UMY Yogyakarta.

Nata Wirawan, (2002) Statistik, Edisi Kedua, Penerbit Keraras Emas Denpasar.

Prapto Yuwono, (2005), Pengantar Ekonometrika IX, Penerbit Andi Yogyakarta.

Sadono Sukirno, (1982), Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Bima BG. Grafika

Anda mungkin juga menyukai