Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN

DASAR-DASAR KESUBURAN TANAH


(BAGIAN C DAN D)

Disusun Oleh :
WINANDA NATHANIA A-1
2110115220001
MATA KULIAH : GEOGRAFI TANAH DAN LINGKUNGAN
DOSEN PENGAMPU : DR. DEASY ARISANTY, M. SC

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2022

C. Unsur Hara Mikro Essensial


1. Permasalahan

Unsur hara mikro meski hanya sedikit diperlukan, tetapi

 Pada tanah bereaksi masam (pH <5,0) rendahnya ketersediaan unsur Mn, B, Mo, Cu
dan Zn, kecuali Fe; serta rendahnya ketersediaan Fe dan B pada pH di atas netral
dapat menim bulkan defisiensi. Permasalahan unsur mikro ini juga dipicu oleh:
 Kebiasaan petani yang lebih memprioritaskan pemupukan hara-hara makro, yang
memacu penyerapan hara-hara mikro akibat membaiknya pertumbuhan dan produksi
tanaman. Perhatian terhadap unsur mikro ini makin terabaikan apabila.
 Petani secara kontinyu menggunakan pupuk organik terutama pupuk kandang yang
biasanya mengandung sejumlah unsur unsur mikro tersebut. Namun pada kondisi pH
tanah di atas, apalagi jika ketersediaan pupuk kandang terbatas, mau tidak mau
pemupukan hara mikro ini mutlak diperlukan. Kemudian secara umumnya terdapat:
 kendala dalam penentuan takaran pupuk mikro ini, karena tidak seperti unsur makro
yang mempunyai zona serapan mewah tanpa efek negatif, semua unsur mikro tidak
mempu nyai zona ini, sehingga akan bersifat menguntungkan jika terdapat dalam
jumlah sedikit tetapi bersifat toksik jika sedi kit berlebihan.
 Di samping ketidakseragaman kebutuhan hara-hara mikro pada tetana man, misalnya
takaran boron yang cukup bagi tanaman alfalfa sudah menjadi toksik bagi tanaman
kekacangan. Oleh karena itu perlu kehati-hatian dalam penentuan takaran pupuk hara
mikro ini.
 interaksi antarunsur hara yang menyebabkan peningkatan atau penurunan
ketersediaannya dalam tanah atau penyerap annya oleh tanaman.
 Pada tanah-tanah berpH tinggi sering dijumpai masalah tok sisitas B (pH di atas 8,6)
dan Mo (pH di atas 7,0), sedangkan pada pH rendah juga sering ditemukan tanaman
keracunan Fe (pH di bawah 6,0), Mn (pH 5,0-6,5), B (pH 5,0-7,0), Cu dan Zn (pH
5,0-6,6).

2. Karakter dan Ketersediaan


Unsur hara MIKRO esensial adalah unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman <50
mg/kg bahan (kriteria lain <0,1%), seperti Bo (Boron), Fe (besi), Mn (mangan), Cu
(tembaga), Zn (seng) dan Cl (klorin; unsur pupuk KCI); Mo (molibdenum) dan Co (kobalt).
Semua unsur hara mempunyai efek yang sama-sama meru gikan pertumbuhan apabila
kurang/tidak tersedia bagi tanaman (defisiensi), tetapi mempunyai pola efek yang tidak sama
apabila tersedia berlebihan. Unsur hara mikro jika tersedia berlebihan akan langsung bersifat
toksik (meracuni) bagi tanaman, tetapi bagi unsur hara makro sebelum merugikan
mempunyai area luxury consumption (konsumsi berlebihan), yang tidak berefek negatif tetapi
tidak efektif, karena peningkatan serapan hara tidak diikuti oleh perbaikan tanaman. Dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kelarutan B maksimum pada pH 5,0 – 7,0 dan > 8,6; (b) Kelarutan Mo maksimum
pada pH = 7,0;
2. Kelarutan Fe bertolak belakang dengan Mo, di mana kelarutan maksimum Fe pada pH
= 6,0, sedangkan Mo pada pH = 7,0; dan
3. Kelarutan Mn, Cu dan Zn berpola sama dan maksimum pada pH 5,0-6,5.

Hubungan ini menunjukkan bahwa permasalahan keracunan tanaman akibat kelarutan unsur
mikro yang berlebihan terutama terjadi pada pH rendah, makin rendah pH tanah potensi
toksisitas unsur mikro ini makin tinggi, terutama terhadap unsur Fe, kemu dian Mn, B, Cu
dan Zn. Pada pH tinggi yang potens menjadi toksik adalah Mo dan B. Oleh karena itu pH
ideal bagi tanaman untuk menghindari keracunan unsur mikro ini adalah sekitar 70.

3. Bentuk dan Peranan

Bentuk dan peranan umum unsur hara mikro tertera pada Tabel 4.8. Dari Tabel ini
terlihat bahwa hampir semua unsur (kecuali B dan Cl) ini berperan dalam reaksi enzimatik;
yang berperan dalam:

a. sintesis klorofil adalah Fe, Mn, Cu dan Zn;


b. fotosintesis adalah Fe, Mn, Cu dan Cl;
c. sistem respirasi adalah B, Fe dan Cu;
d. metabolisme karbohidrat adalah B dan Cu;
e. metabolisme protein adalah Fe dan Cu;
f. Fiksasi dan asimilasi N adalah Fe, Cu, Mo dan Co; serta
g. aktivitas seluler/membran meliputi B dan Cl.
4. Kadar Hara Mikro Pada Beberapa Tanaman Penting
Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa Co banyak diserap oleh jeruk (buah), Mn oleh
jerami jagung, padi, kacang tanah dan kedelai, tembakau (daun) dan kapuk (biji/kapas),
sedangkan Zn oleh jagung, kedelai (jerami), jeruk (buah) dan tomat (buah).

Kemudian dari Tabel 4.10 terlihat bahwa B banyak diserap oleh lemon, jeruk nipis, jeruk
orange dan mangga, brokoli dan kol, Cu oleh lemon, jeruk nipis dan jeruk orange, Fe oleh
kedelai dan tembakau, Mn oleh padi dan pisang, Zn oleh kopi, karet, pisang, jeruk nipis,
jeruk orange, mangga, kacang panjang, brokoli dan kol, sedangkan Mo oleh jagung.
5. Mobilitas dan Defisiensi Hara Mikro

Berdasarkan mobilitasnya unsur mikro digolongkan menjadi MOBIL yaitu Zn, dan
Mo, sedangkan yang IMMOBIL adalah Cu, B, Fe dan Mn. Defisiensi Zn mirip gejala
defisiensi K, kecuali bercak jaringan mati terjadi secara meluas termasuk pada terulangan
daun primer maupun sekunder. Gejala defisiensi Ca meliputi matinya tunas. Titik tumbuh,
diikuti melengkungnya dedaunan muda dan menge ringnya ujung-ujung daun. Gejala
defisiensi Bo mirip gejala defi siensi Ca, kecuali dedaunan muda yang terpilin dengan
pangkal berwarna pucat terang. Defisiensi Cu ditandai layunya dedaunan muda, tanpa
klorosis dan tunas titik tumbuh tetap hidup. Gejala defisiensi Mn, S dan Fe mirip gejala
defisiensi Cu. Pada defisiensi Mn, dedaunan muda tetap tegar tetapi mengalami klorosis ber
bercak jaringan mati secara merata dengan tetulangan daun terkecil tetap hijau; pada tanaman
buncis gejala ini jika berlanjut terlihat pada keseluruhan dedaunan. Pada defisiensi S,
dedaunan muda juga tetap tegar dan tanpa bercak tetapi berwarna hijau muda dan mengalami
klorosis. Gejala defisiensi Fe mirip gejala defisiensi S, kecuali adanya klorosis di seluruh
bagian daun dengan tetu langan daun yang tetap hijau. Meski tegar dedaunan ini terutama
yang muda berwarna kuning terang.

6. Sumber Kelarutan dan Peranan Spesifik


a. Besi (Fe)

Kerak bumi mengandung sekitar 5% Fe yang sebagian besar terdapat dalam kisi-kisi kristal
mineral. Batuan beku seperti basalt, crusit dan granit masing-masing mengandung 8,6, 5,6
dan 2,7% Fe. Batuan sedimen seperti shale, batuan kapur dan batuan pasir masing-masing
mengandung 4,7, 0,9 dan 0,3% Fe, sedangkan dalam tanah bervariasi antara 1 – 10 %.
Mineral yang mngandung Fe dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu:

(1) Karbonat seperti Siderit (FeCO,),


(2) Oksida seperti Goethit (FeOOH), Hematit (Fe,0,), Ilmenit (FETTO,)
dan Magnetit (Fe,0,),
(3) Silikat seperti Biotit [K(Mg,Fe), (AISIO, ) (OH)₂], Hyperstin
(MgFeSiO₂) dan Olivin [(Mg, Fe),SiO,],
(4) Sulfida seperti Greigit (Fe,S) dan Pirit (FeS₂), dan
(5) (5) sulfat seperti Fe,.,S (Pyrrhotit) dan KFe, (OH), (SO₂), (Jarosit).
Ketersediaan Fe dalam tanah secara umum digambarkan oleh reaksi kesetimbangan berikut:
Fe,+ + 3OH Fe(OH), dengan log k = -38

Reaksi ini mencerminkan bahwa ketersediaan Fe tergantung pada pH dan intensitas


pengendapan presipitasi) Fe yang terjadi. Pada pH tinggi intensitas pengendapan ini naik
1000 kali untuk setiap kenaikan satu unit pH. Dalam penyediaan Fe ini perlu diperhatikan
bahwa pening katan ketersediaan Fe akan menurunkan penyerapan P, rasio normal P: Fe
dalam daun adalah 29: 1, jika rasio mengecil berarti mulai terjadi hambatan penyerapan P.
Kalium meningkatkan mobilitas dan kelarutan Fe, sedangkan tingginya penyerapan N
mendorong terjadinya defisiensi Fe akibat meningkatnya laju pertumbuhan. Anion bikarbonat
merupakan media translokasi Fe (Jones et al., 1991).

b. Mangan (Mn)

Mn dikandung berbagai bebatuan primer terutama yang tersusun oleh mineral


sekunder berbahan ferro-magnesian, seperti pirolusit (MnO,) dan manganit [MnO(OH)].
Oksida Mn sering kali dijumpai bersama oksida Fe dalam bongkah atau lempeng besi. Kadar
Mn dalam tanah umumnya 200- 3000 ppm. Fraksi Mn paling penting adalah Mn2+ dan
oksida Mn dalam bentuk trivalen atau tetravalen. Bentuk Mn dalam tanah tergantung pada
siklus reduksi-oksidasi. Di lahan kering dengan kekahatan (defisiensi) Mn berat,
menyebabkan tomat, kekacangan, tembakau dan beberapa tanaman lain tumbuh kerdil serta
klorosis daun muda. Mangan diambil tanaman dalam bentuk ion Mn²+ atau Mn EDTA, yang
juga dapat diserap tanaman melalui penyemprotan daun. Umumnya menyusun 0,005%
tanaman, dengan zona kecu kupan daun 10-50 ppm, tetapi pada daun dapat mencapai >200
ppm.

Gejala keracunan Mn ditandai adanya noktah coklat yang dikelilingi oleh zona atau
lingkaran klorotik pada dedaunan tua, krah hitam (black speck) pada buah apel yang dikenal
sebagai neles (Jones et al., 1991). Unsur Mn berperan penting dalam:

(1) pengaturan beberapa sistem oksidasi-reduksi,

(2) produksi O, pada fotosintesis,


(3) Reaksi Hill pada proses foto kimiawi dalam kloroplast tomat. Di samping berperan dalam
sistem enzimatik seperti telah diuraikan sebelumnya, unsur Mn juga merupakan

(4) aktivator enzim prolidase dan glutamyl transferase.

c. Tembaga (Cu) dan Seng (Zn)

Tembaga diambil tanaman dalam bentuk ion Cu² atau Cu EDTA, yang juga dapat
diserap melalui daun, sehingga penyem protan ke daun dapat dilakukan untuk mengatasi
defisiensi unsur ini. Berperan penting terutama dalam sistem enzim yang mengatur berbagai
aktivitas metabolik. Kadar Cu dan Zn pada beberapa tanaman. Kedua kation ini membentuk
senyawa khelat (chelate) dengan senyawa organik, sehingga kation ini (terutama Cu)
ketersediaannya menurun dengan meningkatnya kadar bahan organik tanah. Oleh karena itu,
defisiensi Cu sering dijumpai pada tanah organik dan juga pada tanah berpasir dengan
intensitas pelindian yang tinggi. Cu merupakan unsur immobil dan mempunyai gejala defi
siensi yang bervariasi. Pada pohon bebuahan dijumpai gejala kantong getah di bawah kulit
batang dan rerantingannya mati, sedangkan pada tanaman berbiji kecil dijumpai gejala
nekrosis pada ujung dedaunan tua.

Defisiensi seng juga dijumpai pada tanah organik. Pada tanah berkapur, defisiensi
terjadi sebagai konsekuensi tingginya pH yang menyebabkan penurunan ketersediaannya,
terutama akibat meng alami presipitasi oleh ion-ion hidroksil, sedangkan pada tanah berpasir
yang masam, defisiensi merupakan akibat intensifnya pelindian. Pada kasus lain, dijumpai
defisiensi Zn sebagai akibat pemupukan fosfat takaran tinggi, yang menyebabkan Zn diikat
oleh senyawa fosfat-terlarut. Gejala defisiensi Zn meliputi busuknya rossete, menguningnya
dedaunan dan berbintik pada bebuahan.

d. Boron (B)

Pola ketersediaan B mirip dengan P, yaitu sama-sama mak simum pada pH 8,75,
tetapi ketersediaan maksimum B juga pada pH 5,0-7,0, sedangkan P juga pada pH 6,5-7,5;
keduanya berke tersediaan menurun di luar pH ini. Penurunan ketersediaan:

(1) pada pH rendah terkait dengan fiksasi oleh tanah berKTA dan pengendapan oleh ion-ion
Al dan Fe, serta adanya pelindian intensif, sedangkan
(2) pada pH antara 7,0- 8,6 diperkirakan terkait adanya fiksasi akibat penurunan nilai KTA
tanah dan pengendapan oleh basa basa terutama Na.

Oleh karena itu pengelolaan ketersediaan B harus dilakukan jika tanah berpH <5,0
(tanah masam) dan pada pH 7,1-8.5 (tanah alkalin). Unsur B Berperan penting terutama
dalam: (1) translokasi gula ke membran;

(2) mengatur aktivitas oksidasi oleh enzim polyphenolate, dassMetabolisme karbohidrat,

(3) memodifikasi keseimbangan dengan fosfat dalam metabo lisme ester-P

(4) memengaruhi penyebaran efek katalitik dari O-diphenol dalam metabolisme sel-sel,
termasuk inhibisi dari oksidasi asam indole asetat;

(5) memengaruhi perkembangah sel-sel melalui efeknya dalam mengatur pembentukan


polisakarida dan kecepatan pembe

(6) sintesis pektin;

(7) penghambatan pembentukan pati;

e. Molibdenum (Mo)

Unsur ini rata-rata menyusun 0,00001% tanaman, diambil tanaman dalam bentuk ion
MoO. Pola ketersediaan Mo mirip K dan S, kecuali ketersediaan Mo maksimum pada pH =
7,0, se dangkan K dan S maksimum pada pH = 6,0; Pola ketersediaan Mo bertolak belakang
dengan Fe, yaitu ketersediaan maksimum Mo pada pH=7,0, sedangkan Fe pada pH = 6,0.
Unsur Mo terutama dibutuhkan tanaman karena merupakan komponen dalam terlibat dalam
sistem enzim utama, yaitu enzim nitrogenasi pada legum yang berperan dalam fiksasi N₁-
bebas, dan enzim nitrat reduktase. Keduanya terlibat dalam konversi nitrat menjadi
ammonium, sehingga proses ini akan terganggu jika ta naman mengalami defisiensi Mo.
Kebutuhan akan Mo menjadi turun drastis apabila di dalam tanah banyak mengandung atau
disuplai dengan pupuk ammonium, dan akan meningkat apabila nitrat yang banyak tersedia
atau disuplai.
D. Unsur Hara Penunjang/Toksik

Unsur hara penunjang merupakan unsur mikro (kadangkala makro) yang hanya
esensial atau dibutuhkan oleh tetanaman ter tentu atau tidak berlaku umum, malahan untuk
tetanaman lain dapat menjadi unsur toksik. Unsur-unsur ini kadangkala mempu nyai karakter
penyediaan dan penyerapan mirip unsur mikro, yaitu tanpa zona serapan mewah sehingga
dalam kadar sedikit ber lebihan sudah menjadi racun (misalnya Al), sedangkan yang lain
mirip unsur makro dengan zona serapan mewah (misal Si). Sumber, ketersediaan, peranan
dan pengelolaan masing-masing unsur hara penunjang/toksik yang meliputi Si, Na, I, F, Co,
Al, dan V diuraikan berikut ini.

1. Silika (Si)

Silika merupakan unsur penyusun lithosfer kedua terbesar (27,61%) setelah oksigen
(46,46%); 60% dari bebatuan basalt dan granit tersusun oleh SiO, serta 5 dari 7 kelompok
mineral primer (kecuali kelompok fosfat dan karbonat) mengandung Si; dan Si merupakan
penyusun lempeng dalam pada struktur liat silikat. Mineral silikat (SiO₂) yang kristalin
meliputi kuarsa, tridimit dan kristobalit, sedangkan yang nonkristalin adalah opalin silika
yang terbentuk secara biologis dari proses silifikasi dari rerumputan dan bagian pohon
deciduous. Meskipun demikian, karena mineral mineral silikat seperti kuarsa merupakan
mineral yang paling tahan pelapukan dibanding mineral nonsilikat, maupun karena posisi Si
yang menyusun lempeng dalam dari struktur liat tersebut, maka ketersediaannya di dalam
tanah juga selaras dengan kelam-banannya mengalami pelapukan, sehingga umumnya
rendah. Tan (1994) menjelaskan bahwa Si-larut dalam tanah umumnya berasal dari
pelapukan mineral primer seperti anorthit (CaAl,Si,O,) dan albit (NAISi,O,) dari kelompok
plagioklas, yang merupakan kelompok mineral paling mudah lapuk.

Sumber silikat dalam tanah dapat berasal dari pupuk-pupuk bersilika, yang dapat
meningkatkan ketersediaan P tanah, sehingga efektivitas pemupukan silika ini dapat ditaksir
berdasarkan ke naikan P-tersedia tanah, sebagai hasil pertukaran Si dengan P yang difiksasi
sesquioksida. Pupuk silikat ini dapat berupa larutan Si, sinterfosfat dan Ca-silika hasil
pembakaran. Pada tanah sawah, pupuk Si yang sering digunakan adalah silika bakar yang
berfungsi menambah Si-tersedia dan sekaligus menaikkan pH tanah. Yang dikenal umumnya
berkadar tinggi dalam Si.

2. Natrium (Na)

Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer ke-6 setelah Ca, yaitu 2,75%, yang
berperan penting dalam menentukan karakte ristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama
di daerah arid dan semi-arid (kering dan agak kering) yang berdekatan dengan pantai, karena
tingginya kadar Na air laut. Suatu tanah disebut "tanah alkali" atau "tanah salin" jika KTK
atau muatan negatif koloid koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini
merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada.

Kelompok tanah alkalin atau salin ini disebut "Tanah Halo morfik", yang umumnya
terbentuk di daerah pesisir pantai iklim arid dan berdrainase buruk, meliputi:

a. Solonchak: merupakan tanah salin yang permukaannya ber kadar Ca-, Mgkadang
kala) dan Na-klorida tinggi. Di dalam profilnya dijumpai mineral liat illit dan
montmorillonit; tanah ini disebut juga tanah salin.
b. Solonetz: merupakan tanah salin yang sebagian garam-ga ramnya telah terlindi, tetapi
kadar Na dan pHnya masih tinggi. Liat illit dan montmorillonit juga masih dijumpai
dan tanah ini disebut juga tanah alkalin-terlindi.
c. Soloth: merupakan tanah salin yang telah mengalami pelin dian intensif, sehingga
kadar Na-nya sangat kecil dan lapisan atasnya malah berpH masam. Tanah ini dikenal
sebagai tanah alkali-terdegradasi

Na juga bersifat toksik bagi ta naman jika dapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit
berlebihan. Pada kadar tinggi, gajala toksisitas Na pada tanaman meliputi:
(1) stress akibat tingginya tekanan osmotik;
(2) masing-masing ion yang berlebih mempunyai efek tertentu dalam menekan pertumbuhan
tanaman, disebut "efek spesifik ion", yang pengaruhnya lebih besar dibanding efek negatif
tekanan osmotik
(1) tersebut, tetapi untuk ion Na efek spesifik kelebihannya masih bersifat tidak uniform,
namun efek spesifik ini ada. Untuk tanaman tertentu (seperti adpokad dan berbagai jeruk),
kadar Na dalam jumlah sedang saja telah menimbulkan kerusakan dedaunan, tetapi tidak
untuk tana man lain.
3. Iodin (I)
Unsur iodin diketahui penting pada tahun 1811 setelah Courtois melaporkan
penemuan adanya iodin pada lumut laut. Unsur ini menurut Kendall (1919 cit). Mengel dan
Kirkby (1982) esensial bagi hewan, sehingga telah diberikan sebagai asupan dalam bentuk
senyawa thyroksin kristal (4,5,6 trihiro-4,5,6 triiodo-2 oxy, beta indol propionic acid) yang di
peroleh dari kelenjar thyroid. Di alam sumber iodin meliputi:
(a) air laut dengan kadar 10-25 ppb,
(b) air sumur (10-318 ppb),
(c) tanah dan bebatuan (0,1-70 ppm),
(d) tetumbuhan laut (0,001-12 500 ppm), tertinggi pada Lamine riales, dan
(e) tetumbuhan darat (0,1-20 ppm), yang bervariasi menurut varietas, spesies, jenis tanah dan
media tumbuh lainnya

4. Fluorin (F)

Unsur fluorin tersebar secara luas di alam, yaitu di dalam tanah, bebatuan, jaringan
tanaman dan binatang, tetapi perannya bagi tanaman belum jelas, namun pemberian sedikit F
dapat mem berikan produksi tanaman yang menguntungkan. Kelebihan unsur ini dalam tanah
baik karena dampaknya sebagai polutan atmosferik, maupun sebagai unsur pencemar air atau
bahan asupan tanah. Sensitivitas tanaman terhadap F umumnya terkait dengan spesies dan
bahkan dengan varietas tetanaman. Toksisitas tanaman terjadi sebagai efek akumulasi,
meskipun dalam kadar rendah tanaman dapat keracunan F jika terpapar oleh unsur ini dalam
waktu lama. Pada tanaman peka, kadar dalam daun 3-20 ppm telah menunjukkan adanya
gejala toksisitas F. Yang secara ekonomis cukup merugikan terutama bagi tanaman
ornamental. Namun tanaman tertentu toleransi hingga kadar hingga 70 ppm, bahkan kapas
dapat bertahan hingga kadar 4.000 ppm sebelum keracunan. Faktor-faktor yang menurunkan
serapan atau mencegah toksisitas F, meliputi:

(1) Kondisi iklim, seperti suhu dan kecepatan angin yang rendah, tingginya kelembaban dan
tereduksinya transpirasi;

(2) Naiknya pH substrat;


(3) Adanya tambahan garam-garam Ca netral atau char-coal pada media tumbuh; (d)
penyemprotan CaSO,.2 H₂O atau CaCl, atau Ca(OH),dan

(4) Eliminasi bahan-bahan asupan tanah berkadar F tinggi. Kandungan F larut dalam bahan
bahan asupan tanah adalah: OSP > DAP TSP > ZnO > FTE> (NH)2SO, > pupuk
berpelepasan lambat terselaput resin > Sludge > Ca(OH), > debu kapas hull > KCI >
CaCO, MgCO, > S > MgSO, > FeSO, > pupuk.

5.Kobalt (Co)

Sumber kobalt (Co) dalam tanah berasal dari bebatuan beku dengan kadar satu hingga
beberapa ratus ppm, yang biasanya selaras dengan agihan Mg dalam mineral ferromagnesia.
Pada bebatuan sedimen, golongan argillaseous seperti shale Defisiensi Co dijumpai pada:

(a) tanah berpasir yang telah mengalami pelindian intensif,

(b) tanah yang terbentuk dari bahan induk masam seperti granit,

(c) tanah calcareous (berkapur tinggi),

(d) tanah daerah pantai, dan

(e) tanah gambut. Tanaman menyerap (absorpsi) Co dalam bentuk ion kobalt dan berperan
terutama hanya dalam fiksasi N-bebas oleh enzim nitrogenase secara simbiotik oleh
Rhyzobium, seperti pada kedelai.

6. Aluminium (Al)

Aluminium (Al) merupakan unsur ketiga penyusun lithosfer setelah oksigen dan
silika, yaitu 15%. Dalam struktur liat, Al dan Si merupakan unsur-unsur inti penyusun
lempeng pertama dan keduanya. Dalam lempeng tetrahedral liat, 15% situs diduduki Al dan
sisanya (85%) diduduki Si (Grim cit. Mengel dan Kirkby, 1932), yang keduanya bergabung
melalui ikatan oksigen. Dari data Kamprath dan Foy (1985) secara umum dapat dikatakan
bahwa jagung merupakan tanaman yang paling tolerans terhadap Al; kemudian kelompok
yang berketahanan sedang meliputi kapas (Gossypium hirsutum L.), Kedelai, lobak
(Raphanus sativus L.), sorghum, kubis, cantel (Avena sativa L.) dan gandum; sedangkan
kelompok sensitif meliputi: Jelai (Hardeum vulgare L.), selada, bit gula, dan timoti (Phleum
pratense L). Toksisitas Al merupakan konsekuensi tingginya kejenuhan Al dalam tanah
masam. Pada kejenuhan Al >50-60% pertumbuhan tanaman jagung menurun secara tajam.
Pada tanah mineral ber kejenuhan Al ≤ 30%, produksi jagung dapat mencapai hampir 90%
maksimum. Perkembangan akar jagung baru terhambat pada kejenuhan Al 2 60%. Tanaman
sensitif seperti kapas, kedelai dan alfalfa mencapai optimum hanya jika kejenuhan Al
mendekati (Kamprath dan Foy, 1985).

Pengaruh keracunan Al terutama membatasi kedalaman maupun percabangan akar,


sehingga akan menghambat daya serap tanaman terhadap hara lain. Secara fisiologis dan
Biokimiawi, keracunan Al menyebabkan:

(1) terganggunya pembelahan sel pada pucuk akar dan akar lateralnya;

(2) pengerasan dinding sel akibat terbentuknya jalinan peptin ab normal;

(3) berkurangnya replikasi DNA akibat meningkatnya kekerasan belix ganda DNA

(4) Terjadinya penyematan (fiksasi) P dalam tanah menjadi tidak tersedia atau pada
permukaan akar,

(5) menurunnya respirasi akar,

(6) terganggunya enzim-enzim regulator fosforilasi gula;

(7) terjadinya penumpukan polisakarida dinding sel;

(8) terganggunya penyerapan, pengangkutan dan penggunaan beberapa unsur esensial seperti
Ca, Mg, K, P dan Fe (Kamprath Dan Foy, 1985).

Vanadium (V)

Tanaman mengambil vanadium dalam bentuk ion vanadat, yang merupakan hasil
pelapukan terhadap mineral sumber V. Ion ini diketahui penting sebagai penukar sebagian
Mo bagi Azoto bacter dalam memfiksasi N-atmosferik. Efek toksisitas V bagi tanaman dapat
diatasi dengan penambahan besi.

Vanadium (V) merupakan unsur yang tersebar luas di alam meski masing-masing
sumber mengandung sedikit V, air laut hanya mengandung beberapa ppb. Di dalam tanah
terdapat V antara 3-230 ppm tergantung jenis tanah dan mineral penyu sunnya. Relatif
tingginya kadar V tanah terkait dengan ada-tidak nya mineral-mineral biotit, hornblende,
augit, muskovit, titanit, ilmenit dan magnetit.

Anda mungkin juga menyukai