PELAYANAN GIZI
Diperiksa dan
Disetujui oleh
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunianya pedoman pelayanan Gizi dapat di selesaikan dengan baik.
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan sumber daya
manusia yang kompoten, sarana dan prasarana yang memadai, agar pelayanan gizi
yang di laksanakan memenuhi standar yang telah di tetapkan. Pelayanan gizi
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang saling
menunjang dan tidak dipisahkan dengan pelayanan. Kesehatan dan gizi merupakan
faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu
negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan
tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang
yang sehat dan berstatus gizi baik.
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang,
memerlukan adanya sebuah pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang bermutu.
Pelayanan gizi yang bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat proses
penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari rawat sehingga
dapat menghemat biaya pengobatan. Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang
utama penyembuhan tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak tidak
melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi panduan untuk tenaga gizi atau tenaga
pelaksana gizi di Rumah Sakit Pratama Gema Santi Nusa Penida dalam memberikan
pelayanan gizi pasien rawat jalan maupun rawat inap.
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Tujuan Pedoman.............................................................................................
C. Ruang Lingkup Pedoman...............................................................................
D. Batasan Operasional.......................................................................................
E. Landasan Hukum...........................................................................................
BAB II STANDAR KETENAGAAN.......................................................................
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia................................................................
B. Distribusi Ketenagaan....................................................................................
C. Pengaturan Jaga..............................................................................................
BAB III STANDAR FASILITAS..............................................................................
A. Denah Ruang..................................................................................................
B. Standar Fasilitas.............................................................................................
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN.............................................................
BAB V LOGISTIK....................................................................................................
BAB VI KESELAMATAN PASIEN........................................................................
BAB VII KESELAMATAN KERJA.........................................................................
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU.......................................................................
BAB IX PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI................................
BAB X PENUTUP.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan sumber daya
manusia yang kompoten, sarana dan prasarana yang memadai, agar pelayanan gizi
yang di laksanakan memenuhi standar yang telah di tetapkan. Pelayanan gizi
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang saling
menunjang dan tidak dipisahkan dengan pelayanan. Kesehatan dan gizi merupakan
faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu
negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan
tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang
yang sehat dan berstatus gizi baik.
Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individual
mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi
secara individu. Demikian pula masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara
langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan, harus
diperhatikan secara individual. Adanya kecendrungan peningkatan kasus penyakit
yang terkait dengan nutrition related disease pada semua kelompok rentan dari ibu
hamil, bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, semakin dirasakan perlunya
penanganan khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk
mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi dan
untuk mempercepat penyembuhan.
Resiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit, terutama pada
penderita anoreksia, kondisi mulut/gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit
saluran cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, usila tidak sadar dalam
waktu lama, kegagalan fungsi saluran cerna dan pasien yang mendapat kemoterapi.
Fungsi organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi. Disamping itu masalah gizi lebih dan obesitas yang erat
hubungannya dengan penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit
jantung koroner dan darah tinggi, penyakit kanker, memerlukan terapi gizi medis
untuk penyembuhan.
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang, memerlukan
adanya sebuah pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang bermutu. Pelayanan gizi
yang bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat proses penyembuhan
pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari rawat sehingga dapat menghemat
biaya pengobatan. Keuntungan lain jika pasien cepat sembuh adalah mereka dapat
segera kembali mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sehingga pelayanan gizi
yang disesuaikan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan
status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi klien/ pasien semakin buruk
karena tidak di perhatikan keadaan gizi.
Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan
tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak tidak melebihi kemampuan organ
tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan
seiring dengan perubahan fungsi organ selama proses penyembuhan. Dengan kata
lain, pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan
keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun
rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam
maupun di luar rumah sakit, merupakan tugas dan tanggung- jawab tenaga kesehatan,
terutama tenaga yang bergerak di bidang gizi.
B. Tujuan Pedoman
a. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi petugas gizi dalam melaksanakan pelayanan gizi di
Rumah Sakit.
b. Tujuan Khusus
1. Penegakan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi
berdasarkan anamnesis, antropometri, gejala klinis, dan biokimia
tubuh (laboratorium).
2. Penyelenggaraan pengkajian dietetik dan pola makan berdasarkan
anamnesis diet dan pola makan.
3. Penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien.
4. Penentuan pemilihan bahan makanan, jumlah pemberian serta cara
pengelolaan bahan makanan.
5. Penyelenggaraan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan
sesuai perubahan keadaan klinis, status gizi dan status laboratorium.
6. Penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai
dengan kebutuhan dan keadaan penyakit
7. Penyelenggaraan penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet
pada klien/ pasien dan keluarga.
D. Batasan Operasional
Batasan Operasional ini merupakan batasan istilah, sesuai dengan kerangka
konsep pelayanan gizi di rumah sakit yang tertuang didalam pedoman pelayanan
gizi.
a. Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap
maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan
kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya
preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.
b. Pelayanan Gizi adalah rangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di
institusi kesehatan (rumah sakit), puskesmas dan institusi kesehatan lain untuk
memenuhi kebutuhan gizi klien/ pasien. Pelayanan gizi merupakan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan
kesehatan klien/ pasien.
c. Tim Asuhan Gizi adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait dengan
pelayanan gizi terdiri dari dokter/ dokter spesialis, nutrisionst/dietisien, dan
perawat dari setiap unit pelayanan bertugas menyelenggarakan asuhan gizi
(nutrition care) untuk mencapai pelayanan paripurna yang bermutu.
d. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2
(dua) arah untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan
perilaku sehingga membantu klien/ pasien mengenali dan mengatasi masalah
gizi, dilaksanakan oleh nutrisionis/dietisien.
e. Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan
teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, baik di
masyarakat maupun rumah sakit, dan unit pelaksana kesehatan lainnya,
berpendidikan dasar akademi gizi.
f. Dietisien adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan
keterampilan dietetik, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun
pengalaman bekerja dengan masa kerja minimal satu tahun, atau yang
mendapat sertifikasi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), dan
bekerja di unit pelayanan yang menyelenggarakan terapi dietetik.
g. Klien adalah pengunjung poliklinik rumah sakit, dan atau pasien rumah sakit
yang sudah berstatus rawat jalan.
h. Nutrition related disease adalah penyakit- penyakit yang berhubungan dengan
masalah gizi dan dalam tindakan serta pengobatan memerlukan terapi gizi.
E. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi
di rumah sakit diperlukan perundang-undangan pendukung. Beberapa ketentuan
perundang- undangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
b. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
c. UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
d. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
23/KEP/M. PAN/4/2001 tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka
Kredit
e. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Gizi
f. Permenkes No 26 tahun 2013 tentang Permenkes Penyelenggaraan dan
Praktik Tenaga Gizi
g. Permenkes Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi tenaga gizi disesuaikan dengan tingkat pendidikan pada unit
pelayanan gizi di rumah sakit. Adapun kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit adalah
sebagai berikut.
a. Tenaga gizi untuk asuhan rawat jalan
b. Tenaga gizi untuk asuhan rawat inap
c. Tenaga gizi untuk penyelenggaraan makanan
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga untuk tiap pegawai di instalasi gizi berbeda, yaitu:
a. Kepala instalasi gizi jaga setiap hari senin sampai jumat pukul 07.30 – 14.00
sedangkan hari sabtu pukul 07.30 – 13.00.
b. Tenaga gizi jaga berdasarkan shift yaitu shift pagi (06.00 – 12.00) dan shift
siang (12.00 – 18.00).
c. Juru masak jaga berdasarkan shift yaitu shift pagi (06.00 – 12.00) dan shift
siang (12.00 – 18.00).
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
a. Denah Ruang Dapur Instalasi Gizi
T
U S
8 7
6
9
3 2
5 4
Keterangan:
1. Wastafel
2. Tempat bumbu
3. Dispenser
4. Kompor
5. Kompor
6. Rak piring
7. Kulkas
8. Oven
9. Rak kayu alat makan
b. Denah Ruang Adminstrasi Instalasi Gizi
S
T B
1
3
2
3 3
Keteragan:
1. Komputer
2. Meja
3. Kursi
4. Toilet
B. Standar Fasilitas
a. Fasilitas Dapur Instalasi Gizi
1. Kulkas
2. Oven
3. Pemanggang Roti
4. Blender
5. Juicer
6. Kompor
7. Termos
8. Rice cooker
9. Slow cooker
10. Dispenser
11. Tong sampah
12. Pisau
13. Pemarut kelapa
14. Microwave
15. Wajan
16. Teflon
17. Timbangan makanan digital
18. Plato
19. Teko plastik
20. Baskom
21. Cublukan
22. Mangkok sup
23. Mangkok bubur
24. Piring makan
25. Piring snack
26. Gelas
27. Cangkir
28. Tempat nasi
29. Gelas ukur
30. Sutil
31. Sendok nasi
32. Panci
33. Tudung saji
34. Talenan
35. Lyang
36. Nampan
37. Saringan
38. Penjepit stainless
39. Sendok sup
40. Rak piring
41. Rak kayu
42. Sendok mkan
43. Garpu
44. Sendok teh
45. Pengocok telor
46. Tutup gelas
47. Peeler
48. Egg cutter
49. Lap
50. Celemek + tutup kepala
51. Digital thermometer & hygtometer
52. Container box
b. Fasilitas Administrasi Instalasi Gizi
1. Komputer
2. Printer
3. Meja
4. Kursi
5. Map
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
PASIEN
PRODUKSI MAKANAN
SESUAI DIET
DISTRIBUSI MAKANAN
MONITORING DAN
EVALUASI
BAB V
LOGISTIK
Keperluan bahan dipenuhi oleh instalasi gizi seperti: handscoon dan masker
dipenuhi oleh unit kesehatan lingkungan. Keperluan bahan makanan dipenuhi oleh
pihak ketiga selaku rekanan. Keperluan ATK (Alat Tulis Kantor) dipenuhi melalui
bagian manajemen.
a. Perencanaan
Pengadaan bahan gizi harus mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut :
1. Tingkat Persediaan
Pada umumnya tingkat persediaan harus selalu sama dengan jumlah
persediaan yaitu jumlah persediaan minimum ditambah jumlah safety stock.
Tingkat persediaan minimum adalah jumlah bahan yang diperlukan untuk
memenuhi kegiatan operasional normal, sampai pengadaan. Safety stock
adalah jumlah persediaan cadangan yang harus ada untuk bahan – bahan yang
dibutuhkan atau yang sering terlambat diterima dari pemasok. Persediaan
barang tergantung ketersedian di tempat pemesanan barang.
2. Perkiraan jumlah kebutuhan
Perkiraan kebutuhan dapat diperoleh berdasarkan jumlah pemakaian
atau pembelian bahan dalam periode 6-12 bulan yang lalu dan proyeksi
jumlah pemeriksaan untuk periode 6-12 bulan untuk tahun yang akan datang.
Jumlah rata-rata pemakaian bahan untuk satu bulan perlu dicatat.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan
Lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai bahan
diterima dari pemasok perlu diperhitungkan, terutama untuk bahan yang sulit
didapat. Biasanya untuk bahan makanan hanya perlu waktu satu hari setelah
pemesanan untuk mendapatkan barang. Beberapa hal yang berpengaruh
menentukan waktu untu mendapatkan barang yaitu faktor cuaca dan
ketersediaan ditempat pemesan barang.
b. Permintaan
Permintaan barang tersebut dilakukan sesuai kebutuhan permintaan, kebagian
pengadaan dengan menggunakan order barang. Dalam keadaan mendesak dan
stock barang di gizi kosong, maka permintaan barang bisa dilakukan sewaktu-
waktu pada jam kerja sesuai kebutuhan.
c. Penyimpanan
Bahan makanan gizi yang sudah ada harus ditangani secara cermat dengan
mempertimbangkan:
1. Perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah:
Pertama masuk – pertama keluar (FIFO–first in first out), yaitu bahwa
barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan lebih
dahulu.
Masa kadarluarsa pendek dipakai dahulu (FEFO–first expired first
out), yaitu untuk menjamin barang tidak rusak akibat penyimpanan
yang terlalu lama.
2. Tempat penyimpanan
Harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri,
serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya. Tempat/wadah
penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan
makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan
makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
3. Kelembaban
4. Suhu
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang mengandung
risiko karena menyangkut keselamatan tubuh dan nyawa sesorang. Perkembangan
ilmu pengetahuan, metode pengobatan dan penemuan alat kedokteran canggih,
selain memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, pada kenyataannya tidak
mampu menghilangkan resiko terjadinya suatu Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD), baik timbulnya komplikasi, kecacatan maupun meninggalkan dunia.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran dan UU
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menjamin hak pasien untuk
mengajukan gugatan baik kepada tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan,
maka suatu KTD dapat berujung pada tuntutan hukum. Oleh karenanya Rumah
Sakit perlu menyusun suatu program untuk memperbaiki proses pelayanan pada
pasien, agar suatu KDT dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang
komprehensif. Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan KDT
semakin berkurang dan pada akhirnya kepercayaan masyarakat terhadap mutu
pelayanan Rumah Sakit semakin meningkat. Mengingat isu keselamatan pasien
sudah menjadi isu global dan tuntutan masyarakat, maka penyusunan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit menjadi prioritas.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.