Anda di halaman 1dari 32

PEDOMAN

PELAYANAN GIZI

RUMAH SAKIT PRATAMA


GEMA SANTI NUSA PENIDA
2018
RS PRATAMA GEMA SANTI NUSA
PENIDA
PEDOMAN PELAYANAN GIZI

No. Dok.: Tgl. Berlaku :


No. Rev.: 00 Halaman :
LEMBAR PENGESAHAN

Dibuat Oleh Instalasi Gizi

Diperiksa dan
Disetujui oleh

dr. I Ketut Rai Sutapa, S.Ked


Ditetapkan oleh Direktur RS Pratama
Gema Santi Nusa Penida
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunianya pedoman pelayanan Gizi dapat di selesaikan dengan baik.
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan sumber daya
manusia yang kompoten, sarana dan prasarana yang memadai, agar pelayanan gizi
yang di laksanakan memenuhi standar yang telah di tetapkan. Pelayanan gizi
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang saling
menunjang dan tidak dipisahkan dengan pelayanan. Kesehatan dan gizi merupakan
faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu
negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan
tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang
yang sehat dan berstatus gizi baik.
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang,
memerlukan adanya sebuah pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang bermutu.
Pelayanan gizi yang bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat proses
penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari rawat sehingga
dapat menghemat biaya pengobatan. Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang
utama penyembuhan tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak tidak
melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi panduan untuk tenaga gizi atau tenaga
pelaksana gizi di Rumah Sakit Pratama Gema Santi Nusa Penida dalam memberikan
pelayanan gizi pasien rawat jalan maupun rawat inap.

Nusa Penida, Desember 2018


Direktur RS Pratama Gema Santi Nusa Penida

dr. I Ketut Rai Sutapa, S. Ked


NIP. 19790401 200604 1 012
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Tujuan Pedoman.............................................................................................
C. Ruang Lingkup Pedoman...............................................................................
D. Batasan Operasional.......................................................................................
E. Landasan Hukum...........................................................................................
BAB II STANDAR KETENAGAAN.......................................................................
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia................................................................
B. Distribusi Ketenagaan....................................................................................
C. Pengaturan Jaga..............................................................................................
BAB III STANDAR FASILITAS..............................................................................
A. Denah Ruang..................................................................................................
B. Standar Fasilitas.............................................................................................
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN.............................................................
BAB V LOGISTIK....................................................................................................
BAB VI KESELAMATAN PASIEN........................................................................
BAB VII KESELAMATAN KERJA.........................................................................
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU.......................................................................
BAB IX PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI................................
BAB X PENUTUP.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan sumber daya
manusia yang kompoten, sarana dan prasarana yang memadai, agar pelayanan gizi
yang di laksanakan memenuhi standar yang telah di tetapkan. Pelayanan gizi
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang saling
menunjang dan tidak dipisahkan dengan pelayanan. Kesehatan dan gizi merupakan
faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu
negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan
tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang
yang sehat dan berstatus gizi baik.
Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individual
mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi
secara individu. Demikian pula masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara
langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan, harus
diperhatikan secara individual. Adanya kecendrungan peningkatan kasus penyakit
yang terkait dengan nutrition related disease pada semua kelompok rentan dari ibu
hamil, bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, semakin dirasakan perlunya
penanganan khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk
mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi dan
untuk mempercepat penyembuhan.
Resiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit, terutama pada
penderita anoreksia, kondisi mulut/gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit
saluran cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, usila tidak sadar dalam
waktu lama, kegagalan fungsi saluran cerna dan pasien yang mendapat kemoterapi.
Fungsi organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi. Disamping itu masalah gizi lebih dan obesitas yang erat
hubungannya dengan penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit
jantung koroner dan darah tinggi, penyakit kanker, memerlukan terapi gizi medis
untuk penyembuhan.
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang, memerlukan
adanya sebuah pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang bermutu. Pelayanan gizi
yang bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat proses penyembuhan
pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari rawat sehingga dapat menghemat
biaya pengobatan. Keuntungan lain jika pasien cepat sembuh adalah mereka dapat
segera kembali mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sehingga pelayanan gizi
yang disesuaikan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan
status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi klien/ pasien semakin buruk
karena tidak di perhatikan keadaan gizi.
Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan
tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak tidak melebihi kemampuan organ
tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan
seiring dengan perubahan fungsi organ selama proses penyembuhan. Dengan kata
lain, pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan
keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun
rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam
maupun di luar rumah sakit, merupakan tugas dan tanggung- jawab tenaga kesehatan,
terutama tenaga yang bergerak di bidang gizi.

B. Tujuan Pedoman
a. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi petugas gizi dalam melaksanakan pelayanan gizi di
Rumah Sakit.
b. Tujuan Khusus
1. Penegakan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi
berdasarkan anamnesis, antropometri, gejala klinis, dan biokimia
tubuh (laboratorium).
2. Penyelenggaraan pengkajian dietetik dan pola makan berdasarkan
anamnesis diet dan pola makan.
3. Penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien.
4. Penentuan pemilihan bahan makanan, jumlah pemberian serta cara
pengelolaan bahan makanan.
5. Penyelenggaraan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan
sesuai perubahan keadaan klinis, status gizi dan status laboratorium.
6. Penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai
dengan kebutuhan dan keadaan penyakit
7. Penyelenggaraan penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet
pada klien/ pasien dan keluarga.

C. Ruang Lingkup Pedoman


Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari:
a. Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan
b. Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap
c. Penyelenggaraan Makanan

D. Batasan Operasional
Batasan Operasional ini merupakan batasan istilah, sesuai dengan kerangka
konsep pelayanan gizi di rumah sakit yang tertuang didalam pedoman pelayanan
gizi.
a. Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap
maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan
kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya
preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.
b. Pelayanan Gizi adalah rangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di
institusi kesehatan (rumah sakit), puskesmas dan institusi kesehatan lain untuk
memenuhi kebutuhan gizi klien/ pasien. Pelayanan gizi merupakan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan
kesehatan klien/ pasien.
c. Tim Asuhan Gizi adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait dengan
pelayanan gizi terdiri dari dokter/ dokter spesialis, nutrisionst/dietisien, dan
perawat dari setiap unit pelayanan bertugas menyelenggarakan asuhan gizi
(nutrition care) untuk mencapai pelayanan paripurna yang bermutu.
d. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2
(dua) arah untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan
perilaku sehingga membantu klien/ pasien mengenali dan mengatasi masalah
gizi, dilaksanakan oleh nutrisionis/dietisien.
e. Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan
teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, baik di
masyarakat maupun rumah sakit, dan unit pelaksana kesehatan lainnya,
berpendidikan dasar akademi gizi.
f. Dietisien adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan
keterampilan dietetik, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun
pengalaman bekerja dengan masa kerja minimal satu tahun, atau yang
mendapat sertifikasi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), dan
bekerja di unit pelayanan yang menyelenggarakan terapi dietetik.
g. Klien adalah pengunjung poliklinik rumah sakit, dan atau pasien rumah sakit
yang sudah berstatus rawat jalan.
h. Nutrition related disease adalah penyakit- penyakit yang berhubungan dengan
masalah gizi dan dalam tindakan serta pengobatan memerlukan terapi gizi.

E. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi
di rumah sakit diperlukan perundang-undangan pendukung. Beberapa ketentuan
perundang- undangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
b. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
c. UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
d. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
23/KEP/M. PAN/4/2001 tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka
Kredit
e. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Gizi
f. Permenkes No 26 tahun 2013 tentang Permenkes Penyelenggaraan dan
Praktik Tenaga Gizi
g. Permenkes Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah
Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Salah satu unsur yang paling penting dalam pelayanan adalah sumber daya
manusia yang bertugas sebagai pemberi pelayanan. Pemberi pelayanan yang
berkualitas akan berdampak pada tersedianya layanan kesehatan yang bermutu.
Pelayanan yang bermutu selaras dengan tercapainya tujuan keselamatan pasien.
Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di Rumah Sakit Pratama Gema Santi Nusa Penida
kualifikasi pemberi pelayanan sebagai berikut.
a. Kepala Instalasi Gizi
Kepala Instalasi Gizi bertindak sebagai koordinator palaksanaan dan
pengembangan pelayanan gizi rumah sakit sebagai berikut.
1. Memimpin dan mengelola Unit Gizi untuk pencapaian Visi dan Misi RS
2. Mengembangkan pelayanan Unit Gizi sehingga mampu memberikan
pelayanan yang unggul dan berperan optimal
3. Memimpin dan mengembangkan SDM Instalasi Gizi
4. Mengatur, mengawasi dan mengevaluasi kegiatan rutin dan berkala di
Instalasi Gizi
5. Mengembangkan fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap pengelolaan diet
pasien
6. Membina hubungan baik intern dan ekstern RS
7. Penyelenggaraan tugas-tugas lain agar pelayanan gizi berjalan baik dan lancar
b. Ahli Gizi
Ahli Gizi adalah staf dibawah kepala instalasi gizi yang memiliki uraian tugas
sebagai berikut.
1. Melakukan asuhan gizi rawat jalan
2. Melakukan asuhan gizi rawat inap
3. Melakukan penyelenggaraan makanan
c. Juru Masak
Juru Masak adalah staf dibawah kepala instalasi gizi yang memiliki uraian
tugas sebagai berikut.
1. Memasak nasi/nasi tim/bubur sesuai jumlah pasien
2. Memotong lauk hewani, lauk nabati, dan sayuran sesuai dengan menu
3. Menyiapkan bumbu sesuai dengan menu
4. Memasak sayuran, lauk hewani dan nabati sesuai jumlah pasien dan
membedakannya sesuai diet pasien
5. Mencicipi makanan yang sudah dimasak
6. Menyiapkan atau memotong buah
7. Mencuci peralatan memasak
8. Merapihkan meja persiapan
9. Menyiapkan peralatan makan sesuai dengan jumlah pasien
10. Menyiapkan makan sesuai diet pasien dan mengantarkannya ke pasien
11. Membuat snack untuk pasien yang berdiet
12. Menyiapkan snack untuk disajikan ke pasien dan mengantarkannya ke pasien
13. Mangambil peralatan makan yang kotor dari ruang perawatan pasien
14. Mencuci peralatan makan yang kotor dari ruang perawatan pasien

B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi tenaga gizi disesuaikan dengan tingkat pendidikan pada unit
pelayanan gizi di rumah sakit. Adapun kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit adalah
sebagai berikut.
a. Tenaga gizi untuk asuhan rawat jalan
b. Tenaga gizi untuk asuhan rawat inap
c. Tenaga gizi untuk penyelenggaraan makanan

C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga untuk tiap pegawai di instalasi gizi berbeda, yaitu:
a. Kepala instalasi gizi jaga setiap hari senin sampai jumat pukul 07.30 – 14.00
sedangkan hari sabtu pukul 07.30 – 13.00.
b. Tenaga gizi jaga berdasarkan shift yaitu shift pagi (06.00 – 12.00) dan shift
siang (12.00 – 18.00).
c. Juru masak jaga berdasarkan shift yaitu shift pagi (06.00 – 12.00) dan shift
siang (12.00 – 18.00).
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
a. Denah Ruang Dapur Instalasi Gizi
T

U S

8 7

6
9

3 2
5 4

Keterangan:
1. Wastafel
2. Tempat bumbu
3. Dispenser
4. Kompor
5. Kompor
6. Rak piring
7. Kulkas
8. Oven
9. Rak kayu alat makan
b. Denah Ruang Adminstrasi Instalasi Gizi
S

T B

1
3
2
3 3

Keteragan:
1. Komputer
2. Meja
3. Kursi
4. Toilet

B. Standar Fasilitas
a. Fasilitas Dapur Instalasi Gizi
1. Kulkas
2. Oven
3. Pemanggang Roti
4. Blender
5. Juicer
6. Kompor
7. Termos
8. Rice cooker
9. Slow cooker
10. Dispenser
11. Tong sampah
12. Pisau
13. Pemarut kelapa
14. Microwave
15. Wajan
16. Teflon
17. Timbangan makanan digital
18. Plato
19. Teko plastik
20. Baskom
21. Cublukan
22. Mangkok sup
23. Mangkok bubur
24. Piring makan
25. Piring snack
26. Gelas
27. Cangkir
28. Tempat nasi
29. Gelas ukur
30. Sutil
31. Sendok nasi
32. Panci
33. Tudung saji
34. Talenan
35. Lyang
36. Nampan
37. Saringan
38. Penjepit stainless
39. Sendok sup
40. Rak piring
41. Rak kayu
42. Sendok mkan
43. Garpu
44. Sendok teh
45. Pengocok telor
46. Tutup gelas
47. Peeler
48. Egg cutter
49. Lap
50. Celemek + tutup kepala
51. Digital thermometer & hygtometer
52. Container box
b. Fasilitas Administrasi Instalasi Gizi
1. Komputer
2. Printer
3. Meja
4. Kursi
5. Map
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

1. Produksi Dan Distribusi Makanan


Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada
konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat, dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan
dan evaluasi. Pendistribusian makanan pasien dilakukan secara sentralisasi yaitu
sistem yang dipusatkan di Instalasi Gizi, penyiapan makanan pasien dari dapur
instalasi gizi dan didistribusikan kepada pasien sesuai dengan etiket makan
masing-masing pasien dan jadwal yang telah ditentukan. Etiket makan pasien
berisi ruang, nama, nomer rekam medis, umur, dan jenis diet. Disesuaikan dengan
jadwal makan pasien yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan pelayanan
Instalasi Gizi.
2. Pelayanan Gizi Ruang Rawat Inap
Setiap pasien baru rawat inap dilakukan anamnesis riwayat nutrisi,
perubahan berat badan dan asupan makan beberapa hari sebelum masuk rumah
sakit yang akan digunakan untuk penilaian status gizi awal. Anamnesis gizi
dilakukan pada hari pertama pasien masuk rawat inap atau paling lambat 24 jam
setelah pasien masuk rawat inap. Distirbusikan makanan sesuai jam makan yang
telah ditentukan dengan memperhatikan status gizi dan kebutuhan pasien yang
tertuang dalam etiket makan masing-masing pasien yang berisi nama jelas, kamar,
diet serta standar porsi.
3. Pelayanan Gizi Rawat Jalan
Alur pelayanan gizi rawat jalan dimulai dari pengkajian gizi mencari
permasalahan untuk menegakkan diagnosis gizi, selanjutnya melalui proses
perencanaan diet yaitu macam/jenis dietnya, dikonseling mengenai cara
pemberian makan dan mengenai pemilihan jenis makanan, sehingga tidak ada
kesulitan penatalaksanaan selama di rumah.
Alur Pelayanan Gizi

PASIEN

RAWAT JALAN RAWAT INAP

KONSULTASI PENGKAJIAN GIZI

PERHITUNGAN ZAT GIZI

PENENTUAN DIET GIZI

PRODUKSI MAKANAN
SESUAI DIET

DISTRIBUSI MAKANAN

MONITORING DAN
EVALUASI
BAB V
LOGISTIK

Keperluan bahan dipenuhi oleh instalasi gizi seperti: handscoon dan masker
dipenuhi oleh unit kesehatan lingkungan. Keperluan bahan makanan dipenuhi oleh
pihak ketiga selaku rekanan. Keperluan ATK (Alat Tulis Kantor) dipenuhi melalui
bagian manajemen.
a. Perencanaan
Pengadaan bahan gizi harus mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut :
1. Tingkat Persediaan
Pada umumnya tingkat persediaan harus selalu sama dengan jumlah
persediaan yaitu jumlah persediaan minimum ditambah jumlah safety stock.
Tingkat persediaan minimum adalah jumlah bahan yang diperlukan untuk
memenuhi kegiatan operasional normal, sampai pengadaan. Safety stock
adalah jumlah persediaan cadangan yang harus ada untuk bahan – bahan yang
dibutuhkan atau yang sering terlambat diterima dari pemasok. Persediaan
barang tergantung ketersedian di tempat pemesanan barang.
2. Perkiraan jumlah kebutuhan
Perkiraan kebutuhan dapat diperoleh berdasarkan jumlah pemakaian
atau pembelian bahan dalam periode 6-12 bulan yang lalu dan proyeksi
jumlah pemeriksaan untuk periode 6-12 bulan untuk tahun yang akan datang.
Jumlah rata-rata pemakaian bahan untuk satu bulan perlu dicatat.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan
Lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai bahan
diterima dari pemasok perlu diperhitungkan, terutama untuk bahan yang sulit
didapat. Biasanya untuk bahan makanan hanya perlu waktu satu hari setelah
pemesanan untuk mendapatkan barang. Beberapa hal yang berpengaruh
menentukan waktu untu mendapatkan barang yaitu faktor cuaca dan
ketersediaan ditempat pemesan barang.
b. Permintaan
Permintaan barang tersebut dilakukan sesuai kebutuhan permintaan, kebagian
pengadaan dengan menggunakan order barang. Dalam keadaan mendesak dan
stock barang di gizi kosong, maka permintaan barang bisa dilakukan sewaktu-
waktu pada jam kerja sesuai kebutuhan.
c. Penyimpanan
Bahan makanan gizi yang sudah ada harus ditangani secara cermat dengan
mempertimbangkan:
1. Perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah:
 Pertama masuk – pertama keluar (FIFO–first in first out), yaitu bahwa
barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan lebih
dahulu.
 Masa kadarluarsa pendek dipakai dahulu (FEFO–first expired first
out), yaitu untuk menjamin barang tidak rusak akibat penyimpanan
yang terlalu lama.
2. Tempat penyimpanan
Harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri,
serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya. Tempat/wadah
penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan
makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan
makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
3. Kelembaban
4. Suhu
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang mengandung
risiko karena menyangkut keselamatan tubuh dan nyawa sesorang. Perkembangan
ilmu pengetahuan, metode pengobatan dan penemuan alat kedokteran canggih,
selain memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, pada kenyataannya tidak
mampu menghilangkan resiko terjadinya suatu Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD), baik timbulnya komplikasi, kecacatan maupun meninggalkan dunia.
Dengan diberlakukannya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran dan UU
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menjamin hak pasien untuk
mengajukan gugatan baik kepada tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan,
maka suatu KTD dapat berujung pada tuntutan hukum. Oleh karenanya Rumah
Sakit perlu menyusun suatu program untuk memperbaiki proses pelayanan pada
pasien, agar suatu KDT dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang
komprehensif. Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan KDT
semakin berkurang dan pada akhirnya kepercayaan masyarakat terhadap mutu
pelayanan Rumah Sakit semakin meningkat. Mengingat isu keselamatan pasien
sudah menjadi isu global dan tuntutan masyarakat, maka penyusunan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit menjadi prioritas.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan.

B. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. Tatalaksana Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien merupakan salah satu kegiatan rumah sakit yang
dilakukan melalui assasmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Dalam melaksanakan keselamatan pasien
terdapat tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. adapun tujuh
langkah tersebut adalah :
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
b. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan fokus yang
kuat dan jelas tentang keselamatan pasien.
c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Mengembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal
potensial bermasalah.
d. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar dengan
mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden.
e. Melibatkan dan berkomonikasi dengan pasien, mengembangkan cara-cara
komonikasi yang terbuka dengan pasien .
f. Belajar dan berbagai pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong
karyawan untuk melakukan analis agar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
g. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

Dalam melaksanakan keselamatan pasien standar keselamatan pasien harus


diterapkan, yaitu:
1. Hak pasien.
2. Mendidik pasien dan keluarga.
3. Keselamatan pasein dan kesinabungan pelayanan.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi.
dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai
keselamatan pasien.

Langkah-langkah penerapan keselamatan pasien puskesmas nusa penida I:


1. Menerapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program keselamatan
pasien.
2. Menyusun program keselamatan pasien jangka pendek 1-2 tahun.
3. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien.
4. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien bagi jajaran manajemen dan
karyawan.
5. Menetapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien).
6. Menerapkan standar keselamatan pasien dan melakukan self assesment dengan
instrument akreditasi pelayanan keselamatan pasien.
7. Program khusus keselamatan pasien.
8. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien dan
kejadian tidak diharapkan.

Sasaran Keselamatan Pasien Pada Pelayanan Gizi Rumah Sakit:


1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas pasien sejak
awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan yang
diterima oleh pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi lisan yang menggunakan prosedur:
Write back, Read back dan Repeat Back (reconfirm).
3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (high-alert)
Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadinya
kesalahan atau kesalahan serius (sentinel event), obat berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien yang memerlukan tindakan
penandaan lokasi tindakan adalah tata cara yang wajib dilakukan sebelum
tindakan oleh dokter. Tepat lokasi adalah melaksanakan tindakan secara tepat
pada lokasi yang diharapkan. Tepat pasien adalah melaksanakan tindakan sesuai
dengan pasien yang tepat yang terjadwal pemegang program harus selalu
melakukan identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan.
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat.
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Pengurangan risiko pasien jatuh adalah pengurangan pengalaman pasien yang
tidak direncanakan untuk terjadinya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja
pada seseorang pada saat istirahat yang dapat dilihat atau dirasakan atau kejadian
jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit seperti
stroke, pingsan, dan lainnya.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa


“Setiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusian”. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat
manusiawi, yang memukinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas
dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan
martabat manusia.
Undang - Undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan
bahwa upaya kesehatan kerja ditunjukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan
menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya
kecelakaan kerja. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja. Dalam era globalisasi, tuntutan pengelolaan program Keselamatan Kerja
semakin tinggi karena pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat sekitar ingin
mendapat perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai
dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan
prasarana di Rumah Sakit yang belum memenuhi standar.
Kesehatan dan Keselamatn Kerja (K3) gizi merupakan bagian dari
pengelolaan gizi secara keseluruhan. Gizi melakukan berbagai tindakan dan kegiatan
terutama berhubungan dengan penyajian makanan pasien dan alat-alat memasak.
Bagi petugas gizi yang selalu kontak dengan makanan dan pasien, maka berpotensi
terinfeksi kuman patogen. Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas
lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi,
perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan gizi dan
tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan
sehubungan dengan pekerjaannya sesuai SPO, serta mengontrol bahan makanan
secara baik menurut pelayanan gizi yang benar.
a. Petugas/Tim K3 gizi
Pengamanan kerja di gizi pada dasarnya menjadi tanggung jawab
setiap petugas terutama yang berhubungan langsung dengan penyajian
makanan. Untuk mengkoordinasikan, menginformasikan, memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaan keamanan gizi, terutama untuk gizi yang
melakukan berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pada satu sarana. Petugas
atau tim K3 gizi mempunyai kewajiban merencanakan dan memantau
pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh setiap petugas gizi, dengan tujuan:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Member perlindungan pada pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja,
baik fisik/psikis, keracunan, infeksi dan penularan
9. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
10. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
11. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya
12. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
13. Mencegah terkena aliran listrik
14. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
b. Kesehatan Petugas gizi
Untuk menjamin kesehatan para petugas gizi harus dilakukan hal – hal
sebagai berikut.
1. Pemantauan Kesehatan
Kesehatan setiap petugas gizi harus selalu dipantau, untuk itu setiap
petugas harus mempunyai Kartu Kesehatan. Minimal setiap tahun
dilaksanakan pemeriksaan kesehatan rutin termasuk pemeriksaan
laboratorium.
c. Sarana dan Prasarana K3 gizi umum yang perlu disiapkan di gizi sebagai
berikut.
1. Baju kerja, celemek, dan topi terbuat dari bahan yang tidak panas,
tidak licin dan enak dipakai, sehingga tidak mengganggu gerak
pegawai sewaktu kerja.
2. Menggunakan sandal yang tidak licin bila berada dilingkungan
dapur (jangan menggunakan sepatu yang berhak tinggi).
3. Menggunakan serbet pada tempatnya.
4. Tersedia alat sanitasi yang sesuai, misalnya air dalam keadaan
bersih dan jumlah yang cukup, sabun, dsb.
5. Tersedia alat pemadam kebakaran yang berfungsi baik ditempat
yang mudah dijangkau.
d. Pengamanan pada keadaan darurat
1. Sistem tanda bahaya.
2. Sistem evakuasi.
3. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
4. Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat.
5. Alat pemadam kebakaran, masker, dan sumber air terletak pada
lokasi yang mudah dicapai.
6. Nomor telepon ambulans, pemadam kebakaran, dan polisi di setiap
ruang gizi.
e. Memperhatikan tindakan pencegahan terhadap hal-hal sebagai berikut.
1. Mencegah kecelakaan di ruang penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan, misalnya:
 Menggunakan alat pembuka pet/bungkus bahan makanan
menurut cara yang tepat dan jangan melakukan dan
meletakkan posisi tangan pada tempat kearah bagian alat yang
tajam.
 Barang yang berat selalu ditempatkan dibagian bawah dan
angkatlah dengan alat pengangkut yang tersedia untuk barang
tersebut.
 Pergunakan tutup panci yang sesuai dan hindari tumpahan
bahan.
 Tidak diperkenankan merokok di ruang penerimaan dan
penyimpanan bahan makanan.
 Lampu harus dimatikan bila tidak dipergunakan.
 Tidak mengangkut barang berat, bila tidak sesuai dengan
kemampuan anda.
 Tidak mengangkut barang dalam jumlah yang besar, yang
dapat membahayakan badan dan kualitas barang.
 Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin diruang
penerimaan dan penyimpanan.
2. Mencegah kecelakaan di ruang persiapan ,pengolahan dan pada saat
distribusi makanan, misalnya:
 Menggunakan peralatan yang sesuai dengan cara yang baik
misalnya gunakan pisau, golok parutan kelapa yang baik dan
tidak bercakap-cakap selama menggunakan alat tersebut.
 Tidak menggaruk, batuk, selama mengerjakan/mengolah
bahan makanan.
 Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesuai dengan
petunjuk pemakaiannya.
 Bersihkan mesin sesuai petunjuk dan matikan mesin jika tidak
digunakan.
 Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan
yang akan dibersihkan.
 Berhati-hatilah bila membuka dan menutup, menyalakan atau
mematikan mesin, lampu, gas/listrik dan lain-lainnya.
 Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
 Mengisi panci-panci menurut ukuran semestinya, dan jangan
melebihi porsi yang ditetapkan.
 Meletakkan alat menurut tempatnya dan diatur dengan rapi.
 Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat dan jangan
mengisi terlalu penuh.
 Perhatikanlah, bila membawa makanan pada baki, jangan
sampai tertumpah atau makanan tersebut tercampur.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Agar upaya peningkatan mutu di RS dapat dilaksanakan secara efektif dan


efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya
peningkatan mutu pelayanan.
A. Mutu Pelayanan
a. Pengertian mutu
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
2. Mutu adalah keahlian dan keterikatan (komitmen) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan.
3. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar.
4. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
b. Pihak yang berkepentingan dengan mutu
1. Konsumen
2. Manajemen
3. Karyawan
4. Masyarakat
5. Pemerintah
6. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut diatas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi
dimensional.
c. Dimensi Mutu
1. Keprofesian
2. Efisiensi
3. Keamanan pasien
4. Kepuasan pasien
5. Aspek sosial budaya
d. Mutu terkait dengan Input, Proses, Output
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan
3 variable, yaitu:
1. Input ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,
bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan
kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu
pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah
perencanaan dan peggerakan pelayanan kesehatan.
2. Proses ialah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variable
penilaian mutu yang penting.
3. Output ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari
konsumen tersebut.

B. Upaya Peningkatan Mutu


Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan melalui upaya peningkatan
mutu pelayanan RS secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal. Setiap petugas harus mempunyai kompetensi bidang profesinya,
sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan, angka kesalahan tindakan dapat
diperkecil sesuai dengan target mutu gizi dan kepuasan pelanggan dapat
meningkat. Fungsi dari pengendalian mutu adalah mengawasi setiap tahapan
proses, menjamin keamanan pelayanan yang dihasilkan, dan menghasilkan
pelayanan yang bermutu. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan
kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian, dan pengembangan
pelayanan kesehatan.

Mutu yang ditentukan oleh Rumah Sakit di Instalasi Gizi menurut


Standar Pelayanan Minimal yaitu:
a. Indikator ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien mempunyai
standar ≥ 90%.
b. Indikator sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien mempunyai
standar ≤ 20%.
c. Indikator adanya kejadian kesalahan pemberian diet mempunyai standar
100%.
BAB IX
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam pelayanan kesehatan,


petugas harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai untuk
kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan penularan secara
kontak, droplet, atau udara) sesuai dengan penyebaran penyakit. Semua petugas
kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit menular yang sedang
dihadapi. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi
untuk memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan
dari kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di instalasi
perawatan intensif (IPI), ruang rawat anak, ruang bayi.
Pencegahan dan pengendalian infeksi di instalasi berupa petugas yang
berhubungan langsung makanan harus rutin dilakukan rental swab untuk mencegah
infeksi ke makanan yang akan diberikan kepada pasien. Pencegahan dan
pengendalian lainnya dapat dilakukan berupa setiap makanan yang akan diberikan
kepada pasien diambil sampelnya untuk dicek agar memastikan makanan aman
dikonsumsi.
BAB X
PENUTUP

Pelayanan gizi rumah sakit merupakan kegiatan pelayanan dalam rangka


memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit termasuk karyawan dan
pengunjung rumah sakit. Pelayanan gizi yang bermutu akan membantu mempercepat
proses penyembuhan pasien sehingga memperpendek lama hari rawat dan
penghematan biaya pengobatan. Pedoman pelayanan gizi ini bermanfaat bagi
pengelola rumah sakit dalam mengevaluasi kemajuan perkembangan pelayanan gizi.
Dalam perjalanan waktu, sesuai perkembangan dan tuntutan ini akan kita revisi bila
diperlukan. Demikian pedoman pelayanan Gizi ini dibuat dimana dalam pedoman ini
sudah tentu terdapat kekurangan karena keterbatasan kemampuan penyusun, untuk itu
diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan pedoman
ini.

Anda mungkin juga menyukai