Anda di halaman 1dari 3

DISKUSI 8 HUKUM BISNIS.

57

Nama: Tri Dharma Nur Patria


NIM: 041149165
UPBJJ: Bogor

Selamat malam, salam sejahtera untuk Tutor Mata Kuliah Hukum Bisnis dan
rekan - rekan mahasiswa lainnya.

Saya akan mencoba menanggapi diskusi kali ini.

Topik:
Jelaskan tentang larangan yang berhubungan dengan barang dan atau jasa
yang diperdagangkan (Larangan point 1 yang diatur dalam pasal 8 – 18 UU
No.8 Tahun 1999) dan berikan satu contoh kasus yang pernah terjadi di
Indone sia.

Tanggapan:
Untuk melindungi pihak konsumen dari ketidakadilan, peraturan perundang-
undangan memberikan larangan-larangan tertentu kepada pelaku usaha dalam
hubungan dengan kegiatannya sebagai pelaku usaha. Larangan-larangan
tersebut diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 dan dapat dikategorikan sebagai berikut.
1. Larangan yang berhubungan dengan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
2. Larangan yang berhubungan dengan promosi/iklan yang menyesatkan.
3. Larangan dalam hubungan dengan penjualan barang secara obral atau
lelang yang menyesatkan.
4. Larangan yang berhubungan dengan waktu dan jumlah yang tida k
diinginkan.
5. Larangan terhadap tawaran dengan iming-iming hadiah.
6. Larangan terhadap tawaran dengan paksaan.
7. Larangan terhadap tawaran dalam hubungan dengan pembelian melalui
pesanan.
8. Larangan yang berhubungan dengan pelaku usaha periklanan.

Berikut ini penjelasannya bagi larangan yang berhubungan dengan barang dan
atau jasa yang diperdagangkan (Larangan point 1), yaitu sebagai berikut.
1. Larangan yang berhubungan dengan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
Oleh perundang-undangan yang berlaku, kepada produsen atau pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan atau
jasa dan wajib menarik dari peredaran barang yang:
a) tida k sesuai dengan standar yang dipersyaratkan;
b) tida k sesuai dengan berat bersih, isi bersih (neto) dan jumlah dalam
hitungan seperti tercantum dalam label;
c) tida k sesuai dengan ukuran, takaran dan timbangan;
d) tida k sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran seperti tertera dalam label;
e) tida k sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana tertera dalam
label;
f) tida k sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket atau iklan
atau promosi penjualan;
g) tida k mencantumkan kadaluwarsa atas barang tertentu;
h) tida k mengikuti ketentuan berproduksi secara halal jika dalam label
dicantumkan kata “halal”;
i) tida k memasang label atau memuat penjelasan tentang barang
tersebut.
j) tida k mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia;
k) memperdagangkan barang yang rusak, cacat, tercemar atau barang
bekas tanpa pemberian informasi yang lengkap;
l) memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat,
tercemar atau bekas tanpa pemberian informasi yang lengkap.

Contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia:


Kas us Smartfren pada tahun 2013, dikutip dari berita Tempo.co tanggal 2 Mei
2013 berjudul: “YLKI: Smartfren Diduga Langgar UU Konsumen”

TEMPO.CO, Jakarta -Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mene rima


143 pengaduan konsumen Smartfren antara lain melalui email, surat pembaca,
serta jejaring sosial.

"Ada dugaan Smartfren hanya mampu melayani data dengan kapasitas 10


persen dari kapasitas normal," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo,
dalam konferensi pers di kantornya, Kamis, 2 Mei 2013.

Hal tersebut, katanya, menyebabkan penurunan layanan terhadap pelanggan


data atau inte rnet. Pada 23-25 Maret 2013 silam, Smartfren mengalami
gangguan akibat putusnya jaringan kabel bawah laut antara Bangka dan
Batam. Dengan adanya gangguan terhadap layanan itu, YLKI telah mengirim
surat kepada Smartfren pada 28 Maret 2013 dan membuka bulan pengaduan
konsumen provider itu.

YLKI menerima 150 pengaduan yang terbagi dalam tujuh kategori


permasalahan. Sebanyak 60 pelanggan mengadukan terputusnya akses
inte rnet sementara. Sedangkan untuk kegagalan total fungsi inte rnet
dilaporkan 46 pengguna. Berdasarkan data YLKI, 20 pelanggan menyatakan
klaim iklan tida k se suai.

Sebanyak sepuluh pelanggan mengeluhkan tida k adanya informasi saat


gangguan. Menurut sembilan pelanggan, baik BRTI maupun Kementerian
Komunikasi dan Informatika tida k memberi sanksi kepada Smartfren. YLKI pun
mene rima tiga pengaduan tentang informasi penggunaan pulsa inte rnet.
Sementara itu juga ada dua pengaduan menyangkut sistem audit
penghitungan volume pemakaian inte rnet.
Atas pengaduan-pengaduan itu, YLKI menyatakan secara garis besar ada dua
dugaan pelanggaran yang dilakukan Smartfren. Pertama, Smartfren diduga
melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Smartfren diduga melanggar Pasal 8 ayat 1 huruf a dan f, Pasal 9 ayat 1 huruf
e dan k, serta Pasal 62 (pidana) UU Nomor 8 Tahun 1999.

Sudaryatmo menambahkan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran


ketentuan Pasal 8 dan 9 UU Nomor 8 Tahun 1999, diancam pidana penjara
paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar. YLKI pun menyebut
empat analisa kasus Smartfren.

Pertama, Smartfren baru melakukan konferensi pers pada 27 Maret 2013,


padahal gangguan sudah terjadi empat hari sebelumnya. "Ini menunjukkan
tida k adanya sikap responsif ketida kpedulian terhadap konsumen," ujar
Sudaryatmo. Kedua, saat gangguan terjadi, Smartfren tetap memasang iklan
"a ntilelet Smartfren". Ketiga, menurut YLKI, seharusnya BRTI memberi sanksi
kepada Smartfren.

Keempat, YLKI mempertanyakan syarat konsumen harus melakukan isi pulsa


atau memperpanjang masa langganan untuk memperoleh kompensasi berupa
tambahan kuota 50 persen. Sudaryatmo mengungkapkan, berdasarkan data
2012, keuntungan Smartfren dari layanan data tercatat Rp 1.229 triliun.
Sedangkan kerugian konsumen selama tiga hari masa gangguan diperkirakan
mencapai Rp 10,1 miliar.

Analisa terhadap contoh kasus tersebut di atas:


Berdasarkan contoh kasus tersebut di atas dan disesuaikan dengan topik
diskusi kali ini, dapat disimpulkan bahwa Smartfren telah melakukan
pelanggaran terhadap larangan point 1 huruf a dan f pada penjelasan saya
sebelumnya, yaitu:
1. Larangan yang berhubungan dengan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
Oleh perundang-undangan yang berlaku, kepada produsen atau pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan atau
jasa dan wajib menarik dari peredaran barang yang:
a) tida k sesuai dengan standar yang dipersyaratkan;
f) tida k sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket atau iklan
atau promosi penjualan;

Demikian ta nggapan dari saya, atas kesempatan yang diberikan saya ucapkan
terima kasih.

*Sumber:
- BMP EKMA4316 Hukum Bisnis, Modul 6
- https://bisnis.tempo.co/read/477326/ylki-smartfren-diduga-langgar-uu-
konsumen

Anda mungkin juga menyukai