Anda di halaman 1dari 6

Berakhir

Tahanan berjalan digiring menuju kantor polisi karena putusan hakim menyatakan bahwa dia terjerat
korupsi di perusahaanya. Ia diberi hukuman 15 tahun penjara atau denda 1M. Tahanan tersebut
bernama Budi.

Polisi: "Ayo jalan segera!"

Budi: "Saya tidak melakukannya pak saya dihasut saya khilaf tolong lepaskan saya"

Polisi: "Anda sudah tidak bisa mengelak, palu sudah diketuk maka putusan hakim sudah bulat."

Lalu Budi mendorong bahu polisi tersebut dan mencoba kabur. Polisi yang sedikit terhuyung dengan
sigap langsung bangkit dan mengambil pistolnya.

Polisi: "Angkat tangan dan jangan bergerak atau saya akan melakukan penembakan!"

Sontak Budi berhenti melangkah, langkahnya terpaku dengan ketakutan yang luar biasa.

Polisi berlari menghampiri budi. Memiting tangan budi dan memborgolnya.

Polisi: "Jangan sekali kali mencoba untuk kabur." Ucap sang polisi dengan nada tegas.

Budi pun menurut, yang Budi rasakan sekarang adalah kegelisahan, ketakutan, dan panik yang sangat
luar biasa.

Polisi segera membawa Budi ke kantor polisi. Setelah sampai di kantor polisi sudah ada Direktur Utama
Budi yang menunggu. Sang direktur menghela nafas berat setelah melihat kedatangan Budi.

DU: "Saya tidak menyangka bahwa kamu bisa melakukan hal sekeji ini Budi. Saya sangat kecewa."

Budi: "Maafkan saya pak saya dihasut. Saya khilaf, saya bodoh karena mempercayai ucapan mereka."

DU: "Saya sudah tidak mau tau, kamu harus menerima hukuman yang setimpal atas kejahatan yang
kamu lakukan."

Budi: "Saya benar benar minta maaf pak, saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Tolong bebaskan saya."

DU: "Tidak mudah seseorang memberikan suatu kepercayaan kepada orang lain, maka jika kamu sudah
diberi kepercayaan jagalah dan jangan kecewakan orang tersebut."

Kali ini Budi hanya mendengarkan ucapan sang DU tanpa berkata apapun karena dia sangat merasa
bersalah atas tindakan bodohnya tersebut.
DU: "Selepas hukumanmu selesai, jangan pernah kau membuat kesalahan lagi yang dapat
mengecewakan banyak orang! INGAT!!!"

Budi pun mengangguk sedih. Sang DU pergi meninggalkan kantor polisi dengan wajah masam kecewa.

Setelahnya polisi langsung menggiring Budi masuk kedalam sel yang telah ditetapkan.

***

Keesokan harinya keluarga Budi langsung mengunjungi kantor polisi setelah mendapat kabar dari
tempat kerja Budi bahwa dia dipenjara. Budi hanya diberi waktu 30 menit untuk bertemu dengan
keluarga.

Istri Budi sangat terkejut dengan kabar tersebut. Dia berjalan pelan namun dengan penuh ketegasan
serta kekecewaan menghampiri Budi di penjara. Tanpa basa basi wanita itu langsung menampar Budi
dengan kerasnya.

Istri Budi: "Apa yang telah kau lakukan? merusak nama baik keluarga?"

Sedang Budi hanya diam menunduk, ia merasa sangat bersalah.

Istri Budi: "Kenapa hanya diam? Dimana sifatmu yang dengan agungnya selalu membanggakan
kehebatanmu dalam bekerja?"

Istri Budi menghela nafas pelan melihat masalah yang ditimpa keluarganya sekarang. Dengan yakin ia
kembali menatap sang suami dan mengutarakan keputusannya.

Istri Budi: "Mungkin sebaiknya kita perlu merundingkan kembali bagaimana kelanjutan pernikahan ini.
Untuk saat ini jangan memintaku untuk menemuimu lagi."

Budi tersentak, ia tak menyangka bahwa istrinya tega mengatakan hal tersebut disaat seperti ini.
Jantungnya berdetak cepat. Apakah ini akhir dari pernikahan mereka?.

Budi: "Dinda.. Heii.. Jangan berfikir dangkal seperti itu. Dinginkan dulu fikiranmu sebelum mengambil
keputusan. Kamu tahukan pernikahan adalah hubungan yang sakral!"

Dengan kondisi marah dan tanpa berfikir panjang istri Budi menjawab dangan pasti.

Istri Budi: "Aku tidak akan berfikir dua kali untuk ini. Aku sudah terlanjur kecewa denganmu. Bahkan apa
kau sadar? Kau memberiku uang dengan hasil kerja haram! Sudahlah, sekarang nikmatilah hukuman dari
perbuatanmu itu."

istri Budi langsung meninggalkan budi begitu saja dengan wajah yang marah tersulut sulut.

Lengkap sudah. Sekarang hanya menunggu orang tuanya yang juga akan membuangnya. Padahal yang
dibutuhkanya sekarang hanyalah support. Namun juga tidak bisa ia pungkiri jika memang dia sangat
bodoh. Secara dia dihasut dengan iming-iming nya yang sangat menggiurkan. Jadi mau bagaimanapun
ini akan tetap menjadi kesalahannya.

Tak lama kemudian orang tua Budi datang. Mereka duduk di ruang jenguk tepat didepan Budi.

Ayah Budi: "Dengar Budi kesalahanmu sangat fatal. Kau bukan hanya mengecawakan kami, tapi juga
mempermalukan keluarga! Aku sudah tidak Sudi menganggap mu sebagai anakku, kau perusak nama
baik keluarga!". Ucap ayah Budi dengan nafas yang tersenggal-senggal.

Ayah Budi mengatur nafasnya sejenak sebelum melanjutkan kembali perkataanya. Pikiranya sangat
runyam saat ini.

Ayah Budi: "Apa kau ingat dulu kau selalu membantah saat ayah menasehatimu! Kau tau kan ayah
menasehatimu karena apa! KARNA AYAH TIDAK INGIN SAAT KAU DEWASA MENJADI ORANG BAJINGAN
DAN TAK BERPENDIDIKAN!"

Plak......

Ini ke-2 kalinya Budi kembali mendapat tamparan. Sadar dengan situasi Budi langsung bertekuk lutut di
depan Ayahnya.

Budi: "aku bisa jelaskan yah!". Ucap Budi sambil bertekuk lutut

Ayah Budi: "Apa yang ingin kau katakan sekarang sudah tidak lagi penting, semua sudah terjadi, putusan
hakim tidak dapat diubah."

Ayah Budi berkata dengan nada kasar dan membuang muka. Ia tidak sudi melihat putra yang telah
dibersarkanya melakukan hal yang sangat memalukan.

Budi: "Mungkin ayah bisa mendengarku penjelasanku sebentar... Agar ayah bisa menyimpulkan
pendapat dari perspektifku juga."

Ayah Budi: "Tidak perlu. Aku sudah tidak mau mendengarkan omong kosongmu lagi dan jangan panggil
Aku ayah!" Diakhir dengan gebrakan meja

Setelah itu Ayah Budi langsung meninggalkan kantor polisi dengan muka marah penuh kekecewaan
tanpa mau mendengarkan penjelasan Budi.

Berbeda dengan ayah dan istri Budi, ibu Budi datang dengan tangisan melihat anak semata wayangnya
terkurung di jeruji besi.

Ibu Budi: "Nak jelaskan apa yang terjadi, kenapa kamu bisa melakukan ini semua!"

Budi: "Ceritanya panjang Bu. Budi dihasut oleh teman-teman. Maafkan Budi karena telah merusak nama
baik keluarga bu.. Budi sangat menyesal."
Ibu Budi: "ibu sangat kecewa, tapi mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur, kamu tetap anak ibu.
Setiap hari ibu akan menjengukmu dan membawakan makanan kesukaanmu."

Budi: "Terimakasih Bu hanya ibu yang masih peduli dengan Budi walau Budi sudah sangat melukai
perasaan Ibu."

Ibu Budi: "Kau sudah dewasa seharusnya kau tau mana yang baik dan yang buruk sebelum mengambil
keputusan. Berpikirlah kedepan lihat apa saja kemungkinan yang akan terjadi kedepannya."

Budi: "iyaa Bu. Budi janji setlah keluar penjara tidak akan mengulanginya lagi."

Ibu Budi: "sudahlah ibu mau pulang dulu jangan terlalu stres nanti bisa sakit, jaga diri baik-baik."

Budi: "Terimakasih banyak Bu. Hati hati di jalan. Budi menyayangi Ibu"

Ibu Budi pun pulang dengan wajah bengkak karena terlalu banyak menangis. Ia sangat kecewa tapi hati
kecilnya juga tidak tega melihat anaknya terkurung dipenjara. Tapi mau bagaimanapun Budi memang
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Budi pun kembali masuk ke dalam penjara diantar oleh polisi.

Setelah itu malampun tiba, masalah Budi belum berakhir. Di dalam penjara dia mendapat berbagai
macam perlakuan buruk dari teman satu selnya.

Awalnya tahanan 1 dan 2 hanya melihat Budi dengan sinis lalu mereka berfikir untuk membully Budi
agar dia mau menuruti perintah mereka.

Tahanan 1: "hey jangan tegang gitu dong."

Tahanan 2: "iya nih tegang Mulu sini mending pijitin kita ya nggak!"

Budi hanya mendiamkan ucapan mereka. Karena mereka merasa terabaikan terjadilah perlakuan yang
kurang mengenakkan pada budi.

Tahanan 1: (menendang perut Budi) "kenapa diam saja! dasar tak tahu diri mati saja kau"

Tahanan 2: "hahaha aku suka dengan pertunjukan ini."

Budi hanya diam. Dia rasa memang pantas mendapatkan semua rasa sakit ini. Rasa sakit ini mungkin
tidak sebanding dengan luka yang ditorehkanya pada Istri dan keluarganya.

Tahanan 1: (mencengkram baju budi)"Jika kau ingin hidup tenang turuti para seniormu disini!". Tahanan
tersebut melepas cengkramannya dan mendorong bahu Budi dengan kasar.

Mereka lanjut menendangi perut Budi bersamaan. Budi sudah tidak bisa melakukan apapun, ia benar—
benar menyesal telah terhasut oleh teman biadapnya itu. Budi tahu saat ini pasti teman-teman iblisnya
itu sedang bersenang-senang karna berhasil menjebak Budi untuk ditangkap polisi agar mereka tidak
dicurigai sebagai pelaku utamanya.

Tahanan 2: "Dasar kau lemahh tikus got! bagaimana kau bisa bertahan jika kau selemah ini bodoh, dunia
ini sangat keras men..! Ayolah kau seperti perempuan saja!"

Tahanan 1: "Dunia memang tak adil untuk orang orang lemah tapi beda cerita untuk orang yang beruang
hahaha"

Tahanan 1&2: "Hahahaha........" Mereka tertawa terbahak-bahak melihat nasib Budi yang sangat miris.

Para tahanan memang sengaja tidak memukul diarea wajah agar polisi tidak tau apa yang mereka
lakukan pada Budi.

Polisi yang mendengar keributan pun mendatangi sel tersebut.

Polisi: "Hei kalian! Jangan membuat keributan ditengah malam jika tak ingin diberi hukuman."

Semua tahanan langsung diam. Mereka lanjut untuk tidur mengingat hari sudah larut malam.

Keesokan harinya......

Ibu Budi datang sesuai janji dan membawakan makanan kesukaan Budi.

Polisi: "Saudara Budi, ibumu datang ingin bertemu denganmu. Silahkan keluar, anda hanya diberi waktu
30 menit."

Lalu polisi membukakan pintu dan menemani Budi untuk bertemu ibunya.

Ibu Budi: "Budi bagaimana kabarmu? Ibu membawakan makanan kesukaanmu." Ucap Ibu ibu dengan
senyum keibuannya.

Budi tersenyum getir. Membuka kotak makan dan langsung melahap makanan yang dibawa sang Ibu.

Entah hanya perasaanya saja Ibu Budi merasa anaknya sangat berbeda, ia hanya diam tak menjawab
sepatah katapun dari ibunya dan langsung memakan bekal yang dibawakan ibunya.

Setelah memakannya Budi memeluk ibunya sebentar dan langsung masuk ke dalam sel dan kembali
diantar oleh polisi.

***

Kebetulan sel penjara sedang sepi karena semua tahanan sedang dijenguk oleh keluarga masing masing.
Sekarang Budi berada di pojok penjara.

Budi: "Apa orang seperti ku masih pantas untuk hidup?, aku tidak tau apa kesusahan yang akan
kuperbuat nanti jika aku terus hidup. Maafkan aku ayah, ibu, dan istri ku karena telah menghilangkan
senyum rekah diwajah kalian."
Budi mengambil garpu yang ia kantongi dari perbekalan yang ibu Budi bawakan tadi, dan tanpa berfikir
panjang...... Budi lalu menusuk lehernya dengan sangat kencang menggunakan garpu tersebut.

Pada saat bersamaan ibu Budi mengemasi bekal yang dibawanya tadi, ibu Budi sadar bahwa garpu
miliknya tidak ada di sana. tanpa banyak bicara ibu Budi langsung lari ke dalam sel dan mengecek
keberadaan Budi. Perasaanya bertambah tidak enak.

Deg.

Seperti inikah rasanya direbut paksa jantung dari tempatnya. Apa yang dilihat Ibu Budi membuat
nyawanya terbang entah kemana. Dihadapanya.. Putra yang dilahirkan dengan penuh perjuangan, putra
yang disusuinya, dan dibesarkan olehnya memilih menikam lehernya sendiri dengan garpu yang belum
beberapa menit benda tersebut mengantarkan suapan demi suapan makan sang anak.

Ibu Budi: "Arghhh Budi.. Budi putraku bangun nak.. tolong. Jangan seperti ini Budi. Budi.. Hiks tolong
bangun Budi... Putraku.. Hiks. POLISI!! TOLONG!! Tolong.. hiks anak saya."

Polisi yang mendengar segera mendatangi sumber suara tersebut.

Polisi: "Tolong minggir sebentar agar saya cek Bu."

Tak lama setelah itu polisi menghembuskan nafas membuat jantung Ibu Budi berdetak 2 kali lebih cepat
dari sebelumnya. Segala pikiran buruk yang berusaha ia tepis kini nyaris berada dihadapanya sebelum
polisi berkata sesuatu hal yang membuat dunianya runtuh saat itu juga.

Polisi: "Innalillahi wainnailaihi rojiun.. Maaf Bu putra anda telah tiada"

Ibu Budi shock. Beliau terdiam sejenak sebelum tepukan di bahunya menyadarkanya pada kejadian saat
ini.

Ibu Budi: "Budi... Putraku.. YaTuhan.. Hiks.. Ibu tidak menyangka bahwa hidupmu akan berakhir
sepenuhnya di penjara."

Tamat.

Anda mungkin juga menyukai