Anda di halaman 1dari 101

ISOLASI MINYAK ATSIRI NILAM DENGAN METODE

DISTILASI WATER BUBBLE DAN ANALISISNYA


MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS-
SPEKTROMETRI MASSA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai


gelar Sarjana Sains (S.Si.) Program Studi Ilmu Kimia
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Indonesia
Jogjakarta

disusun oleh :

RESI ARIE ANDINI


No. Mhs : 06 612 008

JURUSAN ILMU KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
2011

i
ii

ii
iii

Motto
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai
(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain), dan
hanya kepada Tuhan-mu lah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah: 6-8)

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.


(Aristoteles)

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat


menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi
ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. (Thomas A. Edison)

Do all the goods you can, All the best you can, In all times you can, In
all places you can, For all the creatures you can. (Anonim)

Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan namun bagaimana


bertanding dengan baik. (Baron Pierre De Coubertin)

Setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah bila


dikerjakan tanpa keengganan. (Anonim)

iii
iv

Persembahan

Skripsi ini Kupersembahkan Sebagai Tanda Cinta dan


Baktiku Kepada:

Kedua Orang Tuaku Bapak H. Eko Soeparno dan Ibu Hj. Susinah

Kakak-Kakakku, Mba Yuyun, Mba Wiwik, Mba Yanti, Mas Helmi, Mba
Indah, dan Mba Lian

iv
v

Thanks Giving To:

Allah SWT. atas karunia dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.

Kedua Orang Tuaku Bapak H. Eko Soeparno dan Ibu Hj. Susinah, yang
telah membesarkan aku dalam keluarga ini, memberikan semangat,
kasih sayang dan cinta kasih yang tulus… you’re the best parent in the
world..Love u much..

Kakak-kakakku Mba Yuyun, Mba Wiwik, Mba Yanti, Mas Helmi, Mba
Indah, dan Mba Lian, terima kasih telah menjadi kakak yang terbaik
untukku, terima kasih atas dukungan, semangat dan kasih sayang
yang sudah diberikan….Love u..

Kakak-kakak iparku..terima kasih atas dukungan dan semangatnya..

Mbahku satu-satunya, semoga sehat terus…dan seluruh keluarga


besarku di Balikpapan terima kasih banyak..

Patra Wisang Asmara..terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang
sudah diberikan, untuk waktunya yang selalu menemaniku di saat
suka maupun duka..u’re the best! Love u!!

Om Sugi dan Tante Harti, terima kasih atas semangat dan


dukungannya, yang telah memberikanku keluarga baru..terima kasih
buat semuanya..
Teman-teman Kimia 06, Desi, Dita, Dila, Pe’i, dan Rofi…4 tahun lebih
kita bersama merupakan momen yang tak terlupakan..sedih senang
bersama..semoga kalian selalu sukses….

v
vi

My Besties Boopon Crew, Echie, Bohe, Sinta, Nita, Helena…terima


kasih atas persahabatannya..always keep contact…love u gals!

Teman-teman 1 kost…Irma, Desti, Mike, Ria, Lia...terima kasih


kebersamaannya..semoga kalian sukses..semangaaat!!

Teman-teman Kimia 07, 08, 09….terima kasih banyak…sukses


terus!!

My Sweety Blacky Baby ACER…thanks dah jadi hiburan buat


aku..selalu menemani saat-saat penting dalam pembuatan skripsi…

My Cell Phone…thanks dah menemani keseharianku, selalu ada


kemanapun aku pergi…

vi
vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan anugerah, karunia dan ridha-Nya sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Isolasi Minyak Atsiri Nilam Dengan

Metode Distilasi Water Bubble Dan Analisisnya Menggunakan Kromatografi

Gas-Spektrometri Massa”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

pada Jurusan Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Islam Indonesia. Dengan penyusunan skripsi ini diharapkan

mahasiswa dapat mengetahui sejauh mana penerapan teori yang telah didapatkan

selama di bangku kuliah dengan penelitian yang ada.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dai bantuan moril dari

berbagai pihak. Oleh karena itu sudah selayaknya bila penulis menyampaikan

terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Yandi Syukri, S.Si, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam.

2. Bapak Riyanto, M.Si, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Ilmu Kimia.

3. Bapak Prof. Dr. Hardjono Sastrohamidjojo, selaku pembimbing utama, terima

kasih atas bimbingan serta saran-sarannya hingga skripsi ini terselesaikan.

vii
viii

4. Bapak Riyanto, M.Si, Ph.D, selaku pembimbing kedua, terima kasih atas

segala arahan yang sangat membantu dalam penyempunaan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Is Fatimah, M.Si, selaku penguji, terima kasih atas saran masukan-

masukannya dalam penyempunaan skripsi ini.

6. Bapak Tatang Shabur J., M.Si, selaku penguji, terima kasih atas saran

masukan-masukannya dalam penyempunaan skripsi ini.

7. Mas Cecep Sabana, S.Si, selaku laboran Laboratorium Kimia Lanjut, terima

kasih atas bantuannya.

8. Dosen-dosen FMIPA UII yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan.

9. Seluruh staf dan karyawan FMIPA UII yang telah banyak membantu.

10. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang

telah memberikan dorongan dan dukungan selama penulis menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas terselesainya skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jogjakarta, April 2011

Penulis

viii
ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………...... ii

MOTTO ……………………………………………………………………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………. iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI ………...…………………………………………………….. ix

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xii

DAFTAR GAMBAR ……...………………………………………………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………...………………………………………. xv

INTISARI …………………...……………………………………………... xvi

ABSTRACT …………………………...…………………………………... xvii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………...……………….. 1

1.1 Latar Belakang ………………………………..…………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………...………………... 4

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………...……………. 4

1.4 Manfaat Penelitian …...…………………………………………... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …..……………………………………... 6

BAB III DASAR TEORI ……..…………………………………………... 10

3.1 Minyak Atsiri ……..……………………………………………... 10

3.2 Tanaman Nilam ……...…………………………………………... 11

3.2.1 Jenis Tanaman Nilam …….……………………………….. 12

ix
x

3.2.2 Data Botani Tanaman Nilam .……………………………... 13

3.2.3 Ekologi Tanaman Nilam …….……………………………. 13

3.3 Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam ….……………………………. 15

3.4 Cara mendapatkan Minyak Atsiri Nilam …...……………………. 17

3.4.1 Perajangan ………………………………………………… 17

3.4.2 Pelayuan dan Pengeringan ………………………………... 18

3.5 Penyulingan Minyak Nilam …...…………………………………. 19

3.6 Uraian Sifat Fisika-Kimia Minyak Atsiri …...…………………… 23

3.6.1 Penampakan Minyak Atsiri ..……………………………… 23

3.6.2 Berat Jenis ………………………………………………… 23

3.6.3 Indeks Bias ….…………………………………………….. 23

3.7 Kromatografi Gas …………..……………………………………. 23

3.7.1 Kromatografi Gas Cair ….………………………………… 25

3.7.2 Bagian-Bagian Kromatografi Gas Cair …………………… 26

3.8 Spektrometri Massa ……………………………..……………….. 28

BAB IV METODE PENELITIAN …………..…………………………… 33

4.1 Alat dan Bahan …..………………………………………………. 33

4.1.1 Alat ……….……………………………………………….. 33

4.1.2 Bahan ……..……………………………………………….. 33

4.2 Cara Kerja ……..…………………………………………………. 33

4.2.1 Penyulingan Minyak Nilam ………………………………. 33

4.2.2 Penentuan Senyawa Minyak Nilam dengan KG-SM …….. 35

4.2.3 Penentuan Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam …………….. 36

x
xi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………. 38

5.1 Penyulingan Minyak Daun Nilam dengan Metode Distilasi Water

Bubble …………………………………………………………… 38

5.2 Analisis Minyak Nilam dengan KG-SM …….…………………... 42

5.3 Analisis Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam …….………………... 54

5.3.1 Warna, Bau, dan Penampakan Minyak Nilam …….……… 54

5.3.2 Berat Jenis ………………………………………………… 54

5.3.2 Indeks Bias …….………………………………………….. 55

BAB VI PENUTUP ………………………………………..……………… 56

6.1 Kesimpulan ….…………………………………………………… 56

6.2 Saran ….………………………………………………………….. 57

DAFTAR PUSTAKA ……….……………………………………………. 58

LAMPIRAN ……..………………………………………………………… 60

xi
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam berdasar Standar

Internasional ……………………………………………………… 16

Tabel 2. Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam berdasar Standar

Indonesia ………………………………………………………..... 16

Tabel 3. Hasil Penyulingan Minyak Nilam ………………………………... 41

Tabel 4. Data Komponen Penyusun Minyak Nilam………………………... 43

Tabel 5. Komponen Utama Penyusun Minyak Nilam …………………….. 45

Tabel 6. Perbandingan Hasil Disttilasi Uap dengan Distilasi Water Bubble

dari berbagai jenis tanaman Nilam ……………………………….. 52

xii
xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Nilam ……..…………………………………………… 12

Gambar 2. Rangkaian Alat Distilasi Rebus ..………………………………... 19

Gambar 3. Rangkaian Alat Distilasi Uap dan Air ……...…………………… 20

Gambar 4. Rangkaian Alat Distilasi Uap ………………..………………....... 21

Gambar 5. Rangkaian Alat Distilasi Water Bubble ….……………………… 22

Gambar 6. Bagan Kromatografi Gas Cair …………….…………………….. 26

Gambar 7. Bagan Komponen Spektrometri Massa .………………………… 30

Gambar 8. Alat Distilasi Water Bubble ……………………………………... 35

Gambar 9. Metode Distilasi Uap ……………………………………………. 38

Gambar 10. Metode Distilasi Water Bubble ………………………………… 39

Gambar 11. Minyak Nilam Hasil Penyulingan ……………………………… 40

Gambar 12. Hasil Kromatogram Gas Minyak Nilam ……………………….. 43

Gambar 13. Spektra Massa Caryophyllene ………………………………….. 45

Gambar 14. Struktur Caryophyllene ………………………………………… 46

Gambar 15. Spektra Massa alpha-guaiene ………………………………….. 46

Gambar 16. Struktur alpha- guaiene ………………………………………... 46

Gambar 17. Spektra Massa Seychellene …………………………………….. 47

Gambar 18. Struktur Seychellene ……………………………………………. 47

Gambar 19. Spektra Massa alpha-Patchoulene ……………………………... 48

Gambar 20. Struktur alpha-Patchoulene ……………………………………. 48

Gambar 21. Spektra Massa 1H-cycloprop [e] azulene ……………………… 49

xiii
xiv

Gambar 22. Struktur 1H-cycloprop [e] azulene …………………………….. 49

Gambar 23. Spektra Massa Azulene ………………………………………… 50

Gambar 24. Struktur Azulene …………………………………....................... 50

Gambar 25. Spektra Massa Patchouli alcohol ………………………………. 51

Gambar 26. Struktur Patchouli alcohol ……………………………………... 51

xiv
xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan ……..……………………………………………… 61

Lampiran 2. Kromatogram Minyak Nilam ……….…………………………. 62

Lampiran 3. Kondisi KG-SM ………….……………………………………. 63

Lampiran 4. Spektra Massa 18 Komponen Penyusun Minyak Nilam ………. 64

Lampiran 5. Alat Water Bubble Distilasi …………………………………… 82

Lampiran 6. Alat Refraktometer ……….….………………………………… 83

Lampiran 7. Alat Kromatografi Gas …..…………………………………….. 84

xv
xvi

ISOLASI MINYAK ATSIRI NILAM DENGAN METODE DISTILASI


WATER BUBBLE DAN ANALISISNYA MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETRI MASSA

INTISARI

RESI ARIE ANDINI


NIM : 06 612 008

Telah dilakukan penelitian untuk isolasi dan analisis senyawa minyak


nilam dari jenis Pogostemon cablin Benth dengan menggunakan metode water
bubble distilasi dan dianalisis menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa.
Penelitian dilakukan dengan mengeringkan daun nilam yang berasal dari Jepara,
Jawa Tengah tanpa terkena sinar matahari, kemudian ukuran daun nilam kering
diperkecil dengan menggunakan blender dan diisolasi dengan water bubble
distilasi.
Hasil penelitian menunjukkan minyak nilam yang diperoleh sebesar 7
mL dengan rendemen 1.6765 % dari penyulingan 400 gram daun nilam kering
dengan metode water bubble distilasi. Penyulingan dilakukan sebanyak 4 kali
dengan berat masing-masing 100 gram daun nilam kering selama 4,5 jam.
Komponen penyusun utama pada minyak nilam adalah caryophyllene (2,73 %),
seychellene (6,78 %), alpha-patchoulene (8,09 %), 1H-cycloprop [e] azulene
(2,87 %), alpha-guaiene (13,29 %) azulene (16,01 %), patchouli alcohol (43,19
%), dan minyak nilam yang diperoleh berwarna kuning jernih, memiliki wangi
yang khas dan kuat. Berat jenis minyak nilam ini sebesar 0,958 g/mL dengan
indeks bias sebesar 1,565.

Kata kunci : minyak nilam, Pogostemon cablin Benth, water bubble distilasi, KG-
SM

xvi
xvii

ISOLATION OF PATCHOULI OIL BY WATER BUBBLE


DISTILLATION METHOD AND THE ANALYZE BY USING GAS
CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY

ABSTRACT

RESI ARIE ANDINI


NIM : 06 612 008

Isolation of patchouli oil has been done using water bubble distillation
method. The analyze of component of patchouli oil using gas chromatography-
mass spectrometry. The distillation has done using dried herb of nilam leaves
coming from Jepara, Central Java.
The result show that patchouli oil was obtained 7 mL and the yield of
patchouli oil was 1,6765 %. The distillation was repeated 4 times and used 100
gram dried herb of nilam during 4,5 hours. Analyze using gas chromatography-
mass spectrometry shown that the component of patchouli oil was caryophyllene
(2,73 %), seychellene (6,78 %), alpha-patchoulene (8,09 %), 1H-cycloprop [e]
azulene (2,87 %), alpha-guaiene (13,29 %) azulene (16,01 %), patchouli alcohol
(43,19 %). The main component of patchouli oil was patchouli alcohol (43,19 %).
The patchouli oil was liquid with yellowish colored with a density was 0,958
g/mL, and a refractive index was 1,565.

Keywords : patchouli oil, Pogostemon cablin Benth, water bubble distillation,


GC-MS

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penghasil minyak atsiri

terbesar di dunia. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor nonmigas

yang memiliki peluang pasar terbuka lebar dan juga sangat dibutuhkan

keberadaannya oleh berbagai industri dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini

disebabkan oleh kegunaan minyak atsiri yang semakin meningkat sesuai dengan

beragam dan meningkatnya jenis wangi-wangian termasuk parfum, kosmetik,

obat-obatan, bahan makanan dan minuman.

Salah satu contoh minyak atsiri adalah minyak nilam. Nilam

(Pogostemon cablin Benth) sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu

sebagai pengharum pakaian (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak nilam merupakan

sumber devisa utama negara Indonesia yang yang sangat potensial karena pasar

minyak nilam masih terbuka lebar dan total kebutuhan dunia kurang lebih ribuan

ton setiap tahunnya (Fatmawati, 2004).

Nilam yang berasal dari Filipina ini merupakan tumbuhan semak yang

mempunyai tinggi sekira 0,5-1 m, percabangannya banyak dan bertingkat

mengitari batang, dan berbulu. Radius cabang melebar 60 cm. Batangnya berkayu

persegi empat dengan diameter 10-20 cm berwarna keungu-unguan. Sedangkan

daunnya berwarna hijau tersusun dalam pasangan berlawanan. Mempunyai bentuk

1
2

bulat lonjong dengan panjang 10 cm, lebar 8 cm, ujungnya agak meruncing dan

tangkai daunnya sekira 4 cm berwarna hijau kemerahan (Plantus, 2007).

Nilam dapat tumbuh di mana saja dan dapat ditumpangsarikan dengan

tanaman lainnya. Namun, nilam akan tumbuh baik pada ketinggian 10-400 m.

Nilam tidak haus air dan tahan kering, tapi nilam hanya menghendaki suhu 24-28

derajat Celcius dan mempunyai kelembaban lebih dari 75% serta curah hujan

yang merata sepanjang tahun 2.000-3.500 mm per tahunnya (Plantus, 2007).

Menurut Plantus (2007), minyak yang berasal dari nilam dimanfaatkan

sebagai obat-obatan seperti anti septik, anti jamur, anti jerawat, obat eksim, dan

kulit pecah-pecah, serta ketombe, mengurangi peradangan, bahkan dapat

membantu mengurangi kegelisahan dan depresi, atau membantu penderita

insomnia (gangguan susah tidur). Tak hanya minyak, di India daun nilam kering

digunakan sebagai pengharum pakaian dan permadani. Air rebusan atau jus daun

nilam dapat diminum sebagai obat batuk, asma, dan remasan akarnya untuk obat

rematik dengan dioleskan pada bagian yang sakit. Remasan daunnya juga manjur

untuk obat bisul dan pening kepala. Di Eropa dan Amerika, minyak nilam

digunakan sebagai bahan baku industri pembuatan minyak wangi sebagai pengikat

bau atau fiksative parfum, kosmetik, dll.

Indonesia memegang peranan yang cukup besar, dalam produk minyak

nilam, sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia berasal dari Indonesia. Minyak

nilam mengandung lebih dari satu senyawa. Senyawa yang terdapat dalam minyak

nilam dapat diketahui dengan mengisolasi dan mengidentifikasi komponen

penyusun minyak nilam (Sastrohamidjojo, 2004).

2
3

Minyak nilam dapat diperoleh dengan cara penyulingan bahan baku

daun nilam yang sudah dikeringkan. Hasil penyulingan selanjutnya ditampung

dan dianalisis rendemen dengan komponen-komponen dari minyak nilam tersebut

(Rihayat, 2001).

Penyulingan minyak atsiri nilam pada umumnya menggunakan metode

distilasi uap. Banyak petani minyak nilam menggunakan metode distilasi uap

karena dari segi komersial penyulingan dengan uap cukup ekonomis, akan tetapi

kelemahan dari metode ini terletak pada kadar minyak yang dihasilkan dan kadar

patchouli alkoholnya yang masih rendah atau belum memenuhi standar SNI,

begitu juga warna dari minyak nilam yang dihasilkan. Pada minyak nilam faktor

yang menentukan mutu dari minyak tersebut baik atau tidak yaitu seberapa besar

kadar patchouli alkoholnya. Semakin besar kadar patchouli alkoholnya, semakin

baik pula mutu minyak tersebut. Maka dari itu, untuk mengatasi kelemahan dari

metode distilasi uap, penyulingan minyak nilam dilakukan dengan menggunakan

metode distilasi water bubble. Distilasi water bubble merupakan metode distilasi

yang belum banyak dikenal masyarakat. Penyulingan dengan metode distilasi

water bubble diharapkan dapat meningkatkan mutu minyak nilam dan kadar

patchouli alkoholnya dapat lebih tinggi.

Mutu minyak nilam yang dihasilkan bila dibandingkan dengan standar

mutu perdagangan masih memenuhi kriteria, antara lain dalam hal warna, berat

jenis, indeks bias, dan putran optik. Mutu minyak nilam dikatakan baik jika

memenuhi syarat atau mendekati nilai standar mutu perdagangan Indonesia.

3
4

Karena nilam memiliki khasiat yang sangat bermanfaat dan metode

distilasi water buuble dapat meningkatkan mutu minyak nilam, tetapi belum

didapatkan pengetahuan yang memadai tentang penyulingan minyak nilam

menggunakan distilasi water bubble, maka perlu diadakan penelitian tentang

penyulingan minyak nilam dengan metode distilasi water bubble tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa uraian sebelumnya, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Senyawa apa saja yang terkandung dalam minyak nilam dengan

menggunakan GC-MS?

2. Bagaimana sifat fisika dan kimia dari minyak nilam?

3. Berapakah rendemen minyak nilam yang dihasilkan dengan menggunakan

metode distilasi water bubble?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa yang terkandung

dalam minyak nilam dari jenis Pogostemon cablin Benth dan untuk mengetahui

sifat fisika dan kimia dari minyak nilam tersebut, serta mengetahui rendemen dari

minyak nilam dengan menggunakan metode distilasi water bubble.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat yang diharapkan bagi bangsa dan industri minyak atsiri, yaitu

memberikan informasi kandungan minyak nilam.

2. Dapat memberikan informasi tentang metode baru dalam penyulingan

minyak atsiri.

4
5

3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan, yaitu mengembangkan analisis kualitatif

dan kuantitatif minyak nilam.

5
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Nilam merupakan salah satu jenis semak tropis. Tanaman ini dikenal

dalam bahasa latin yaitu Pogostemon. Klasifikasi tanaman nilam yaitu:

Divisi : Spermatophyta

Kerajaan : Plantae

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Kelas : Angiospermae

Genus : Pogostemon

Spesies : Pogostemon cablin Benth (nilam Aceh)

Pogostemon heyneanus (nilam Jawa)

Pogostemon hortensis (nilam sabun)

Tumbuhan nilam berupa semak yang dapat mencapai satu meter.

Tumbuhan ini menyukai suasana teduh, hangat, dan lembab. Mudah layu jika

terkena sinar matahari langsung atau kekurangan air. Bunga dari nilam

menyebarkan bau wangi yang kuat. Bijinya kecil. Perbanyakan biasanya

dilakukan secara vegetatif. Aroma yang dihasilkan dari minyak nilam dikenal

„berat‟ dan 'kuat' dan telah berabad-abad digunakan sebagai wangi-wangian

(parfum) dan bahan dupa atau setanggi pada tradisi timur. Harga jual minyak

nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya

(Plantus, 2007).

6
7

Karena sifat aromanya yang kuat, minyak ini banyak digunakan dalam

industri parfum. Sepertiga dari produk parfum dunia memakai minyak ini,

termasuk lebih dari separuh parfum untuk pria. Minyak ini juga digunakan

sebagai pewangi kertas tisu, campuran deterjen pencuci pakaian, dan pewangi

ruangan. Fungsi yang lebih tradisional adalah sebagai bahan utama setanggi dan

pengusir serangga perusak pakaian. Aroma minyak nilam dianggap 'mewah'

menurut persepsi orang Eropa, tetapi orang sepakat bahwa aromanya bersifat

menenangkan (Santoso, 1990).

Minyak nilam punya sifat susah dicuci sekalipun dengan air sabun, tapi

larut dalam alkohol hanya saja sukar menguap. Minyak nilam juga dapat

digunakan sebagai fiksatif terhadap bahan pewangi lain. Pemakaian minyak nilam

sebagai fiksatif (unsur pengikat) wangi-wangian dalam dunia perfume tidak dapat

digantikan dengan minyak lain, sehingga minyak ini merupakan salah satu

minyak atsiri yang cukup berperan dalam dunia perfume (Santoso, 1990).

Minyak atsiri nilam dapat juga digunakan untuk aroma terapi karena

sifat dari minyak nilam tersebut dapat menenangkan tubuh. Minyak atsiri pada

tanaman dapat berfungsi membantu proses penyerbukan beberapa jenis serangga

atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga, dan sebagai makanan

cadangan bagi tanaman. Minyak atsiri pada tanaman nilam terdapat dalam daun,

akar, dan juga pada bagian batangnya, tetapi yang paling banyak terdapat minyak

yaitu pada bagian daun.

Daun nilam mengandung komponen yang bertitik didih tinggi yang

merupakan komponen yang paling bernilai dalam menentukan mutu minyak,

7
8

maka perlu memperpanjang waktu distilasi. Waktu distilasi yang baik berkisar

antara 12-36 jam tergantung pada tekanan dan jumlah uap yang digunakan

(Santoso, 1990). Minyak nilam dihasilkan dengan cara isolasi/penyulingan yaitu

dengan cara perebusan, pengukusan, dan penguapan. Hasil penyulingan

selanjutnya ditampung dan dianalisis rendemennya, serta diuji kualitas minyaknya

(Fatmawati, 2004).

Berdasarkan hasil laporan dari Marlet Study Essential Oils and

Oleoresin (ITC), bahwa produksi minyak nilam dunia mencapai 500-550 ton per

tahun. Indonesia adalah salah satu negara pengekspor minyak nilam terbesar

sekira 450 ton per tahun. Dibandingkan dengan Cina yang hanya sekira 50-80 ton

per tahun.

Ada 3 jenis tanaman nilam yang dapat ditemui, yaitu jenis nilam aceh,

nilam jawa atau nilam hutan, dan nilam sabun. Semua jenis nilam ini memiliki

kandungan minyak yang berbeda-beda.

Menurut Santoso (1990), daun nilam memiliki kegunaan antara lain:

1. Daun nilam dapat dipergunakan untuk pelembab kulit, dengan cara

menggosok-gosokkan daun nilam yang segar ke seluruh tubuh. Disamping itu

juga dapat dipakai untuk menghilangkan bau badan dan gatal-gatal akibat

gigitan serangga.

2. Daun nilam dapat digunakan sebagai pewangi (aroma) masakan atau kue.

Dengan cara melalui proses oksidasi, kemudian dihidrolisis oleh isoeugenol

asetat sehingga daun nilam menjadi tepung berwarna putih yang dapat

dipakai sebagai penyedap atau aroma pada masakan.

8
9

3. Daun nilam dapat digunakan sebagai obat antiinfeksi, dengan cara daun nilam

tersebut ditumbuk halus dan dipakai untuk kompres pada bagian yang terluka.

Minyak atsiri nilam dapat diperoleh dengan cara penyulingan.

Penyulingan yang digunakan selama ini adalah dengan metode distilasi uap, yaitu

bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan

berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya

tidak jauh bagian bawah saringan. Bahan tanaman yang akan disuling hanya

berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Metode ini banyak

digunakan oleh petani-petani minyak atsiri nilam, akan tetapi metode ini memiliki

kelemahan yaitu kadar minyak dan patchouli alkohol yang diperoleh rendah,

sehingga mutu minyak nilam belum baik.

Diharapkan untuk memperoleh mutu minyak nilam yang baik maka

penyulingan dilakukan dengan menggunakan metode distilasi water bubble.

Distilasi water bubble merupakan salah satu metode distilasi untuk penyulingan

minyak atsiri yang belum banyak dikenal masyarakat. Pada metode ini bahan

tanaman yang akan disuling diletakkan dalam ketel yang sudah terisi air,

kemudian dihubungkan pada ketel yang lain yang berisi air agar uap air dari ketel

tersebut dapat naik ke ketel yang berisi bahan tanaman dan dipanaskan.

Berdasarkan penelitian yang menggunakan metode distilasi water bubble

kandungan patchouli alkohol mencapai nilai diatas 33%, dibandingkan dengan

menggunakan metode distilasi uap yang sering digunakan yaitu sekitar 25-30%.

9
10

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau dikenal orang dengan nama minyak eteris (essential

oil, volatile) dihasilkan oleh tanaman tertentu. Minyak tersebut mudah menguap

pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau

wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak tersebut pada umumnya

larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.

Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat

kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain. Minyak atsiri sendiri merupakan salah

satu hasil proses metabolisme pada tanaman, yang terbentuk karena reaksi

berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Tanaman yang menghasilkan

minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 species tanaman, antara lain yang

termasuk dalam famili Pinanceae, Labrate, Compositoe, Lauraceae, Mytaceae,

dan Umbelliferaceae.

Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak

atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau

penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk

diproses menjadi produk-produk lain. Biasanya komponen utama yang terdapat

dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan

bertingkat atau dengan proses kimia yang sederhana. Kelompok kedua adalah

minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya. Lazimnya

10
11

minyak atsiri tersebut langsung dapat digunakan, tanpa diisolasi komponen-

komponennya, sebagai pewangi produk (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak atsiri bukan merupakan zat kimia murni, tetapi terdiri dari

berbagai campuran zat yang memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda. Titik

didih komponen minyak mudah menguap berkisar antara 150 ºC-300 ºC pada

tekanan 760 mmHg. Tergantung apakah komponen-komponen yang bertitik didih

lebih rendah atau lebih tinggi yang berpengaruh (bersifat dominan) (Guenther,

1987).

Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak yang mudah

menguap atau minyak terbang. Pengertian atau definisi minyak atsiri yang ditulis

dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri

merupakan senyawa, yang umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian

tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara

penyulingan dengan uap.

3.2 Tanaman Nilam

Nilam yang sering disebut Pogostemon cablin Benth atau nilam Aceh,

merupakan tanaman yang belum banyak dikenal oleh masyarakat. Nilam banyak

ditanam orang untuk diambil minyaknya. Minyak nilam merupakan salah satu

dari beberapa jenis minyak atsiri. Minyak ini banyak digunakan oleh industri

kosmetika dan banyak dicari konsumen dari luar negeri.

11
12

Gambar 1. Tanaman Nilam

3.2.1 Jenis Tanaman Nilam

1. Pogostemon Cablin Benth

Nama lainnya pogostemon patchouli atau pogostemon metha. Jenis ini

sering juga disebut nilam Aceh dan diusahakan secara komersial. Nilai jenis

ini jarang berbunga, oleh karena itu kandungan minyaknya tinggi yaitu 2,5 –

5 %, banyak diminati di pasaran (Sudaryani, 2004).

2. Pogostemon heyneanus

Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan. Jenis ini sering

berbunga, karena itu kandungan minyaknya rendah yaitu 0,5 – 1,5%.

Kurang diminati di pasaran (Sudaryani, 2004).

3. Pogostemon hortensis

Disebut juga nilam sabun karena dapat digunakan untuk mencuci pakaian.

Jenis ini hanya terdapat di Banten. Kandungan minyaknya 0,5 – 1,5%.

12
13

Komposisi minyak yang dihasilkan jelek, sehingga untuk jenis nilam ini

kurang mendapatkan pasaran dalam perdagangan (Sudaryani, 2004).

3.2.2 Data Botani Tanaman Nilam

Tanaman nilam merupakan jenis tanaman dengan ciri-ciri sebagai

berikut :

1. Akar : Serabut

2. Bentuk daun : Bulat dan lonjong

3. Batang : Berkayu dengan diameter 10 – 20 mm.

Sistem percabangan banyak dan bertingkat mengelilingi batang antara

(3-5 cabang pertingkat). Setelah tanaman berumur 6 bulan, tingginya dapat

mencapai 1 meter dengan radius cabang selebar lebih kurang 60 cm (Sudaryani,

2004).

3.2.3 Ekologi Tanaman Nilam

Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herba

lainnya. Untuk memperoleh produksi yang tinggi, maka dalam pengelolaannya

perlu memperhatikan beberapa hal. Pengelolaan ini juga bertujuan agar produksi

yang dilakukan dapat optimal dan menguntungkan.

1. Ketinggian Tempat dan Curah Hujan

Tanaman nilam dapat tumbuh di dataran rendah maupun pada dataran tinggi

yang mempunyai ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut, dan berproduksi

tinggi pada ketinggian tempat 10-400 meter di atas permukaan laut. Tanaman

nilam menghendaki suhu yang panas dan lembap serta memerlukan curah hujan

13
14

yang merata. Curah hujan yang diperlukan berkisar 2500-3500 mm/tahun dan

merata sepanjang tahun. Sedangkan temperatur yang baik adalah 24 ºC-28 ºC

dengan kelembapan lebih dari 75%. Agar pertumbuhannya optimal tanaman nilam

memerlukan intensitas penyinaran matahari yang cukup. Pada tempat-tempat yang

agak terlindung, asalkan tidak pada tempat yang sangat terlindung ( Sudaryani,

2004).

2. Tanah

Tanah yang subur dan gembur serta kaya akan humus, sangat diperlukan

oleh tanaman nilam. Pada tanah yang subur tersebut nilam dapat memberikan

hasil yang sangat baik. Pada tanah-tanah yang tergenang air atau permukaan air

tanah yang terlalu dangkal, tanaman ini akan mudah terserang penyakit busuk

akar yang disebabkan oleh cendawan Phytoptora. Keadaan fisik tanah yang berat

(tanah liat), tanah berpasir, dan berkapur kurang baik untuk pertumbuhan tanaman

nilam (Sudaryani, 2004).

3. Penanaman dan Waktu Panen

Pada penanamannya, sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Dalam

pembibitan, diambil dari batang atau cabang yang sudah cukup tua, berdiameter

0,8-1 cm. Panjang stek 15-23 cm. Setidaknya berisi 3-5 mata tunas atau tiga helai

daun. Jarak tanamannya mulai dari 30 x 100 cm, 50 x 100 cm, hingga 100 x 100

cm, tergantung kesuburan dan jenis tanah. Ketika pemberian pupuk, sebaiknya

menggunakan pupuk organik (kompos) maupun anorganik (buatan). Untuk

memperbanyak pertumbuhan daun-daun muda, maka harus dilakukan dengan cara

pemangkasan. Nilam dapat dianggap siap panen atau matang bila sudah

14
15

menginjak umur 6 bulan atau 5-8 bulan. Bila ingin pertumbuhan tunas barunya

cepat, maka bagian yang dipanen harus dari cabang tingkat dua ke atas, sekira 20

cm di atas tanah dan biasanya disisakan satu cabang. Agar dalam daun nilam tetap

mengandung minyak atsiri sebanyak 2,5-5% maka pemanenannya pun harus

dilakukan pagi hari, atau menjelang petang, dan ketika musim kering. Pemetikan

pada siang hari membuat daun kurang elastis dan mudah robek. Juga transpirasi

(penguapan air) daun lebih cepat sehingga kadar minyak atsirinya berkurang.

(Plantus, 2007).

4. Penanganan Daun setelah Panen

Nilam yang sudah dipanen harus dipotong-potong 3-5 cm, kemudian

dijemur selama 4 jam. Setelah itu diangin-anginkan di atas para-para yang teduh,

sambil dibolak-balik 2-3 kali sehari selama 3-4 hari hingga kadar airnya tinggal

15% (ini kondisi siap suling). Dalam pengeringan tidak boleh terlalu cepat atau

terlalu lambat. Karena akan menyebabkan daun cepat rapuh dan sulit disuling

serta daun menjadi lembab, mudah ditumbuhi jamur. Akibatnya, rendemen atau

mutu minyak yang dihasilkan akan menurun (Plantus, 2007).

3.3 Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam

Mutu minyak nilam dalam standar Internasional, Luqman (1982)

mengemukakan dalam bukunya bahwa sifat fisika kimia minyak nilam menurut

Essential Oil Association of USA (EOA) dapat dilihat pada tabel 1.

15
16

Tabel 1. Sifat fisika-kimia minyak nilam berdasarkan standar Internasional

No. Sifat fisika-kimia Standar Essential Oil Association of USA


(EOA)

1. Warna dan Bau Cairan berwarna coklat kehijauan sampai


berwarna coklat tua kemerahan, aromanya
khas, awet, dan sedikit mirip kamper
2 Berat Jenis 0,950-0,975

3 Putaran Optik (-48)-(-65)

4 Indeks Bias 1,5070-1,510

5. Bilangan Asam Maksimum 10%

6. Kelarutan dalam akohol 90% Larut dalam 10 mL volume

Sedangkan standar mutu minyak nilam yang selama ini diberlakukan di

Indonesia menurut SP-6-1975 dan revisi bulan maret dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Sifat fisika-kimia minyak nilam berdasar standar Indonesia

No. Sifat fisika-kimia Standar mutu minyak nilam


1. Warna Kuning muda sampai coklat tua
2. Berat Jenis 0,943-0,983
3. Putaran Optik (-47)-(-66)
4. Indeks Bias 1,506-1,520
5. Bilangan Asam Maksimum 5%
6. Kelarutan dalam alkohol Larut jernih dalam perbandingan volume 1
90% sampai dengan 10 bagian
Minyak nilam terdiri dari campuran persenyawaan terpen dengan

alkohol-alkohol, aldehid, dan ester-ester yang memberikan bau khas

(Sastrohamidjojo, 2004). Kandungan yang terdapat dalam minyak nilam meliputi:

16
17

patchouli alkohol, patchouli camphor, eugenol, benzaldehid, cinnamic aldehid,

kariofilen, α-patchaolena, dan bulnessen (Santoso, 1990).

Minyak nilam mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Sukar tercuci

2. Tidak mudah menguap dibanding minyak atsiri lainnya

3. Dapat larut dalam alkohol, eter, atau pelarut organik lainnya

4. Dapat dicampur dengan minyak eteris lainnya

3.4 Cara Mendapatkan Minyak Atsiri Nilam

3.4.1 Perajangan

Dalam tanaman minyak atsiri terdapat dalam kelenjar minyak atau pada

bulu-bulu kelenjar. Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos

jaringan tanaman yang terdapat di permukaan. Proses lepasnya minyak atsiri ini

hanya dapat terjadi dengan hidrodifusi atau penembusan air pada jaringan

tanaman. Biasanya proses difusi berlangsunng sangat lambat. Untuk mempercepat

proses difusi maka sebelum penyulingan bahan tanaman harus diperkecil dengan

cara dipotong-potong. Pemotongan ini merupakan upaya menjadikan bahan

tanaman menjadi lebih kecil sehingga mempermudah lepasnya minyak atsiri

setelah bahan tersebut ditembus oleh uap (Sastrohamidjojo, 2004). Menurut

Guenther (1987), tujuan dari perajangan ini adalah untuk mempersiapkan bahan

siap disuling dan untuk mempermudah penguapan minyak atsiri dari bahan. Oleh

karena itu, jika bahan telah dihancurkan atau menjadi potongan kecil, maka bahan

tersebut harus segera disuling.

17
18

3.4.2 Pelayuan dan Pengeringan

Pelayuan dan pengeringan bertujuan untuk menguapkan sebagian air

dalam baham tanaman sehingga penyulingan belangsung lebih mudah dan lebih

singkat. Selain itu juga untuk menguraikan zat yang tidak berbau wangi menjadi

berbau wangidai daun nilam. Penyulingan daun segar tidak dibenarkan karena

rendemen minyak terlalu rendah. Hal ini disebabkan karena sel-sel yang

mengandung minyak sebagian terdapat di permukaan dan sebagian lagi di bagian

dalam dari daun, sedangkan hanya minyak yang berasal dari permukaan saja yang

dapat keluar. Kehilangan minyak selama proses pelayuan dan pengeringan di

bawah sinar matahari langsung lebih besar dari kehilangan minyak selama proses

penyimpanan. Hal ini karena pada proses pengeringan, air dalam tanaman akan

berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan akhirnya menguap. Sebaliknya

pengeringan yang terlalu cepat dapat menyebabkan daun menjadi rapuh dan sulit

untuk disuling. Bahan yang mengandung fraksi minyak yang mudah menguap

biasanya hanya dilayukan atau dikeringkan pada tingkat udara, sedangkan bahan

yang mengandung minyak atsiri yang sukar menguap, biasanya dikeringkan lebih

lanjut (Nurdjanah, 1998).

3.5 Penyulingan Minyak Nilam

Minyak atsiri dapat diperoleh dengan menggunakan metode

penyulingan bahan baku. Menurut Guenther (1987), proses penyulingan dibagi

menjadi 3 macam, yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan air dan uap,

dan penyulingan dengan uap langsung.

18
19

1. Penyulingan dengan Air (water distillation)

Dapat juga disebut dengan distilasi rebus. Pada metode ini, bahan yang akan

disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di

atas air atau terendam secara sempurna tergantung dengan bobot jenis dan

jumlah bahan yang akan disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan

yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap

melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau

berlubang. Ciri khas metode ini adalah kontak langsung bahan dengan air

mendidih. Kelemahan dari metode ini adalah dapat menyebabkan banyaknya

rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan

mutu minyak yang di peroleh. Rangkaian alat distilasi rebus dapat dilihat

pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Rangkaian Alat Distilasi Rebus

Keterangan :

1. Ketel berisi air dan daun nilam 3. Pendingin


2. Kompor 4. Distilat

19
20

2. Penyulingan dengan Air dan Uap (water and steam distillation)

Pada metode ini, bahan diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang.

Ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak jauh dari saringan.

Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang

basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini adalah uap selalu

dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, dan bahan yang disuling

hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Kelemahan dari

metode ini kadar minyak dan patchouli alkoholnya rendah. Rangkaian alat

distilasi uap dan air dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Rangkaian Alat Distilasi Uap dan Air

Keterangan:

1. Daun nilam 4. Pendingin


2. Air 5. Distilat
3. Kompor

3. Penyulingan dengan Uap Langsung (steam distillation)

Metode ini prinsipnya sama dengan penyulingan air maupun air dan uap,

hanya saja pada metode ini air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang

digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1

20
21

atmosfir. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori yang

terletak di bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak

di atas saringan. Kelemahan dari metode ini yaitu proses penyulingan dengan

model ini memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman

yang lebih baik dan sempurna, biaya yang diperlukan pun lebih mahal.

Rangkaian alat distilasi uap dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4. Rangkaian Alat Distilasi Uap

Keterangan:

1. 1. Ketel 1 (air) 4. 4. Ketel 2 (daun nilam)


2. 2. Kompor 5. 5. Pendingin
3. 3. Connector 6. 6. Distilat

Pada penyulingan minyak nilam diatas masih memiliki kelemahan yang

dapat menurunkan mutu dari minyak nilam. Agar minyak nilam nilam yang

diperoleh mempunyai mutu yang baik maka penyulingan dilakukan dengan

menggunakan metode distilasi water bubble. Distilasi water bubble merupakan

salah satu metode yang dapat digunakan dalam penyulingan minyak atsiri nilam,

dimana bahan baku, dalam hal ini daun nilam diletakkan dalam ketel yang

21
22

dicampur dengan air dan kemudian di aduk. Kemudian pada ketel lainnya diisi air

yang akan dipanaskan dan terhubung dengan ketel yang berisi bahan dan air. Uap

panas dari ketel yang satu akan naik dan mengenai ketel berisi bahan dan air,

kemudian bersama uap air ini akan ikut terbawa minyak nilam yang dikandung

bahan. Uap air yang timbul disalurkan melalui pipa yang selanjutnya masuk ke

ketel pendingin. Dalam ketel pendingin uap air berkondensasi menjadi air dan

minyak campuran antara air dan minyak ini ditampung sebagi distilat. Rangkaian

alat distilasi water bubble dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini.

Gambar 5. Rangkaian Alat Distilasi Water Bubble

Keterangan:

1. 1. Ketel 1 (air) 5. 4. Ketel 2 (air + daun nilam)


2. 2. Kompor 6. 5. Termometer
3. 3. Connector 7. 6. Pendingin
4. 3. Magnetic stirrer 8. 7. Distilat
3.6 Uraian Sifat Fisika-Kimia Minyak Atsiri

3.6.1 Penampakan Minyak Atsiri

Sifat fisika minyak atsiri yang baru diekstrak biasanya tidak berwarna

atau berwarna kekuning-kuningan dan beberapa jenis minyak berwarna kemerah-

merahan, hijau atau biru. Jika minyak dibiarkan lama di udara terkena cahaya

matahari pada suhu kamar, maka minyak tersebut akan mengabsorbsi oksigen

22
23

udara sehingga menghasilkan warna minyak yang lebih gelap, bau minyak

berubah dari bau wangi alamiahnya serta minyak menjadi lebih kental dan

akhirnya membentuk sejenis resin.

3.6.2 Berat Jenis

Berat suatu jenis zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot

zat dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi,

dimana keduanya ditetapkan pada temperatur 20 ºC.

3.6.3 Indeks Bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam

udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk

identifikasi zat dan mendeteksi ketidakmurnian (Ketaren, 1978)

3.7 Kromatografi Gas

Kromatografi merupakan cara pemisahan yang mendasarkan partisi

sampel antara fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak dapat berupa gas atau cairan,

dan fasa diam dapat berupa cairan atau padatan. Kromatografi pertama kali

ditemukan oleh kimiawan Rusia: Mikhail Tswet. Pada tahun 1900 ia memisahkan

pigmen-pigmen dari daun-daun dengan cara kromatografi (Sastrohamidjojo,

2002).

Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang sebagian

komponennya, atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai

tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap

atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama

23
24

dengan fasa gerak yang berupa gas. Kromatografi gas merupakan metode yang

tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang

dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran yang sederhana

sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen.

Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan manggunakan waktu tambat

(waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu

yang mmenunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom (Gritter

dkk, 1991).

Pada kromatografi gas fasa gerak berupa gas, sedangkan fasa diamnya

umumnya suatu cairan, tetapi dapat berupa zat padat atau kombinasi zat padat dan

cair. Kromatografi gas dijajarkan sebagai cara analisis yang dapat digunakan

untuk menganalisis senyawa-senyawa organik baik secara kuantitatif, maupun

secara kualitatif. Ada dua jenis kromatografi gas, yaitu kromatografi gas cair dan

kromatografi gas padat (Sastrohamidjojo, 2002). Pada penelitian ini yang

digunakan adalah kromatografi gas cair.

3.7.1 Kromatografi Gas Cair

Prinsip kerja pada kromatografi gas cair adalah partisi (larutan). Dasar

kerjanya adalah sampel diinjeksikan ke dalam injektor. Aliran gas dari gas

pengangkut akan membawa sampel yang telah teruapkan masuk ke dalam kolom.

Kolom akan memisahkan komponen-komponen dari sampel. Kemudian

komponen-komponen dideteksi oleh detektor, dan sinyal dalam bentuk puncak

akan dihasilkan oleh pencatat (Sastrohamidjojo, 2002).

24
25

Banyaknya fasa cair yang dapat digunakan sampai temperatur 400 °C

mengakibatkan kromatografi gas cair merupakan bentuk kromatografi gas yang

paling serba guna dan selektif. Kromatografi gas cair digunakan untuk

menganalisis gas, zat cair, dan zat padat (McNair dan Bonelli, 1988).

Keuntungan dari kromatografi gas cair antara lain:

1. Kecepatan gas yang merupakan fasa gerak sangat cepat mengadakan

kesetimbangan antara fasa gerak dengan fasa diam.

2. Alat kromatografi gas cair relatif sangat mudah dioperasikan. Interferensi

langsung dari data yang diperoleh dapat dikerjakan.

3. Kromatografi gas cair sangat sensitif. Alat yang paling sederhana dapat

mendeteksi konsentrasi dalam ukuran 0,01% ( = 100 ppm). Karena

sensitivitas yang tinggi, maka hanya memerlukan sejumlah kecil dari sampel,

biasanya dalam ukuran mikroliter.

4. Memungkinkan untuk memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran,

dimana hal ini tidak mungkin dipisahkan dengan cara-cara lain.

5. Dapat digunakan sebagai analisa kualitatif yaitu dengan membandingkan

waktu retensi, dan sebagai analisa kuantitatif yaitu dengan perhitungan luas

puncak.

6. Kromatografi gas cair dapat dipakai dalam waktu yang lama dan berulang-

ulang (Sastrohamidjojo, 2002).

25
26

3.7.2 Bagian-bagian Kromatografi Gas Cair

Gambar 6. Bagan Kromatografi Gas Cair

1. Gas Pengangkut

Gas pengangkut ditempatkaan dalam silinder bertekanan tinggi. Biasanya

tekanan dari silinder sebesar 150 atm. Tetapi tekanan ini terlalu besar untuk

digunakan secara langsung. Gas pengangkut harus memenuhi parsyaratan yaitu,

harus inert, murni dan mudah diperoleh, sesuai/cocok untuk detektor, dan harus

mengurangi difusi gas. Gas-gas yang sering dipakai adalah helium, argon, H2, atau

N2.

2. Pengatur Aliran dan Tekanan

Disebut pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja baik pada 2,5 atm,

dan mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk

dari kolom diperlukan untuk mengalirkan sampel masuk ke dalam kolom.

26
27

3. Tempat Injeksi

Dalam pemisahan dengan kromatografi gas cair, sampel harus dalam bentuk

fasa uap. Gas dan uap dapat dimasukkan secara langsung, tetapi kebanyakan

senyawa organik berbentuk cairan dan padatan. Hingga demikian senyawa yang

berbentuk cairan dan padatan pertama-tama harus diuapkan. Ini membutuhkan

pemanasan sebelum masuk dalam kolom, panas itu terdapat pada tempat injeksi.

Tempat injeksi selalu dipanaskan, kemudian sampel dimasukkan ke dalam kolom

dengan cara menginjeksikan melalui tempat injeksi. Hal ini dapat dilakukan

dengan pertolongan jarum injeksi yang sering disebut “a gas tight syringe”.

4. Kolom

Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Bentuk dari kolom dapat

lurus, bengkok, dan kumparan/spiral. Biasanya bentuk dari kolom adalah

kumparan. Kolom selalu merupakan bentuk tabung. Kolom merupakan tempat

terjadinya pemisahan komponen-komponen yang ada dalam sampel. Isi dari

kolom adalah:

a. Padatan pendukung yang berfungsi mengikat fasa diam. Kebanyakan zat

ini berupa tanah diatome yang telah dipanaskan/dikeringkan. Padatan

pendukung yanag biasa digunakan adalah kiesel guhr atau nama

dagangnya yaitu diatoport, celite, chromosorb yang terdiri dari 91%

SiO2, 5% Al2O3, 2% Fe2O3, 0,5% CaO, dan oksida-oksida lainnya.

b. Fasa diam berupa cairan. Pada fasa cairan inilah pemisahan komponen-

komponen dari sampel terjadi. Dasar kerjanya adalah partisi antara fasa

cairan dan fasa gerak ( = gas).

27
28

5. Detektor

Pada detektor komponen-komponen sampel yang telah terpisah dideteksi.

Ini berarti bahwa sejumlah karakteristik dari senyawa-senyawa diukur

berdasarkan perbedaan sifat molekul. Detektor mengubah sejumlah sifat-sifat

molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik. Arus ini diteruskan ke pencatat

untuk menghasilkan kromatogram.

6. Pencatat

Respon atau jawaban detektor yang dibuat nyata oleh pencatat. Hasil dari

respon ini berupa kromatogram.

7. Temperatur

Ada tiga macam temperatur yang penting untuk pemisahan yang baik dalam

kromatografi gas cair, yaitu temperatur tempat injeksi, temperatur kolom, dan

temperatur detektor (Sastrohamidjojo, 2002).

3.8 Spektrometri Massa

Dalam spektrometri massa, molekul-molekul organik ditembak berkas

elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi (ion-

ion molekuler atau ion-ion induk), yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih

kecil, lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini

dapat dinyatakan sebagai M → M+ (Sastrohamidjojo, 2001). Pada spektrometri

massa senyawa organik diurai dan direkam pola fragmentasinya menurut

massanya. Uap sampel berdifusi ke dalam sistem spektrometri yang bertekanan

rendah dengan energi yang cukup untuk memutuskan ikatan kimia.

28
29

Prinsip spektrometri massa, merupakan suatu instrument yang

menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion tersebut menjadi spektum

yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan merekam

kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang

dipelajari karena ion negatif yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya

sedikit (Silverstein, 1991).

Pada spektrometri massa dapat digunakan sebagai analisis kuantitatif

dan analisis kualitatif. Spektrometri massa dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif suatu campuran senyawa-senyawa yang dekat hubungannya. Analisis

ini dapat dipergunakan untuk analisis campuran, baik senyawa organik ataupun

anorganik yang bertekanan uap rendah. Karena pola fragmentasi senyawa

campuran adalah aditif sifatnya, suatu senyawa campuran dapat dianalisis jika

berada dalam kondisi yang sama, sedangkan untuk analisis kualitatif, spektrometri

massa memungkinkan kita mengidentifikasi suatu senyawa yang tidak diketahui,

dengan mengkalibrasi terhadap senyawa yang telah diketahui seperti uap merkuri

(Khopkar, 1990).

Ketepatannya sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan rumus

molekul senyawa secara tepat. Spektrometri massa berhasil baik hampir untuk

semua jenis kandungan tumbuhan yang berbobot molekul rendah. Spektrometri

massa ini sering kali digabung dengan kromatografi gas cair sehingga dengan

sekali kerja akan diperoleh hasil identifikasi kualitatif dan kuantitatif dari

sejumlah komponen yang strukturnya rumit yang mungkin terdapat bersamaan

dalam ekstrak tumbuhan (Harborn, 1987).

29
30

Bagian-bagian alat dalam kromatografi gas-spektrometri massa:

INJEKTOR
SAMPEL

TEMPAT SUMBER MASSA DETEKTOR


MASUK ION TRANSFER

PIRANTI SISTEM PIRANTI SENSOR


VAKUM VAKUM VAKUM SINYAL

PEREKAM

Gambar 7. Bagan Komponen Spektrometri Massa

1. Gas Pembawa

Gas yang dapat menyebabkan suatu senyawa bergerak melalui kromatografi

gas adalah keatsiriannya, aliran gas yang melewati kolom diukur dalam satuan

mL/menit. Gas pembawa yang biasanya dipakai adalah Helium, Argon, Nitrogen,

Hidrogen, dan Karbondioksida.

2. Kolom

Kolom dibagi 2 macam, yaitu kolom kemasan dan kolom kapiler. Untuk

keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom dengan fase diam yang bersfat

sedikit polar. Kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak

terdeteksi.

30
31

3. Suhu (Temperatur)

4. Sistem Injeksi

KG-SM memiliki dua sistem pemasukan injeksi, yaitu secara langsung dan

melalui sistem kromatografi gas. Untuk sampel campuran seperti minyak atsiri,

pemasukan sampel harus melalui sistem KG, sedangkan untuk sampel murni

dapat langsung dimasukkan ke dalam ruang pengionan.

5. Detektor

Detektor yang digunakan pada sistem KG-SM harus stabil dan tidak

merusak senyawa yang dideteksi. Yang berfungsi sebagai detektor adalah

spektrometri massa itu sendiri yang terdiri dari sistem ionisasi dan sistem analisis.

6. Sistem Pengolahan Data dan Identifikasi Senyawa

Komputerisasi untuk pengolahan data sangat membantu penafsiran hasil

analisis. Dari analisis KG-SM akan diperoleh dua informasi dasar, yaitu hasil

analisis kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil

analisis spektrometri massaa ditampilkan dalam bentuk spektra. Dari

kromatogram dapat diperoleh informasi mengenai jumlah komponen kimia yang

terdapat dalam campuran yang dianalisis (sampel : cairan) yang ditunjukkan oleh

jumlah puncak yang terbentuk pada kromatogram berikut kuantitasnya masing-

masing (Fatmawati, 2004).

31
32

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan

4.1.1 Alat

1. Seperangkat alat distilasi water bubble

2. Seperangkat alat gelas

3. Corong pisah

4. Termometer

5. Piknometer

6. Neraca analitik

7. Magnetic stirrer

8. Refraktometer

9. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa QP2010S SHIMADZU

4.1.2 Bahan

1. Daun nilam jenis Pogostemon cablin Benth yang berasal dari daerah

Jepara, Jawa Tengah yang sudah dikeringkan

2. Aquades

3. Na2SO4 anhydrous

4.2 Cara Kerja

4.2.1 Penyulingan Minyak Nilam

Daun nilam jenis Pogostemon cablin Benth yang sudah dikeringkan,

dilembutkan dengan menggunakan blender agar mudah dalam proses

penguapannya. Daun nilam yang sudah dilembutkan kemudian ditimbang

32
33

sebanyak 100 gram kemudian diletakkan dalam labu alas datar berleher 2

berkapasitas 2000 mL dan ditambahkan dengan air sebanyak 1500 mL dan

diletakkan di atas magnetic stirrer yang memiliki pemanas. Kemudian disiapkan

ketel berisi ± 3000 mL air yang diletakkan di atas kompor dan dihubungkan

dengan labu alas datar yang berisi daun nilam dan air.

Alat distilasi dirangkai dengan baik dan benar kemudian air dialirkan

melalui pendingin. Kemudian kompor dinyalakan bersamaan dengan magnetic

stirrer serta pemanasnya. Uap dari air yang didihkan tadi akan naik ke labu alas

datar yang berisi daun nilam dan air. Uap ini akan membawa minyak nilam yang

dikandung oleh daun nilam tersebut. Uap air yang timbul disalurkan melalui pipa

yang selanjutnya masuk ke ketel pendingin. Dalam ketel pendingin uap air

berkondensasi menjadi air dan minyak, campuran antara air dan minyak ini

ditampung sebagi distilat. Setelah destilat terkumpul, selanjutnya minyak nilam

dipisahkan dari sisa air yang ada menggunakan corong pisah. Untuk

menghilangkan sisa air tadi minyak ditambah Na2SO4 anhydrous. Kemudian

minyak nilam yang didapat di ukur volumenya dan disimpan dalam wadah gelas

yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya, untuk selanjutnya

dianalisis. Gambar alat distilasi water bubble dapat dilihat pada Gambar 8.

33
34

Gambar 8. Alat Distilasi Water Bubble

4.2.2 Penentuan Senyawa Minyak Nilam dengan KG-SM

Minyak yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan kromatografi

gas-spektrometri massa untuk mengatahui komponen-komponen penyusunnya.

Langkah-langkah analisis dengan kromatografi gas-spektrometri massa:

1. Hidupkan stabilizer.

2. Tekan saklar power pada GC kearah ON.

3. Hidupkan computer dan printer.

4. Mengaktifkan program GC.

5. Proses pemvakuman.

6. Mengatur tampilan analisis.

7. Sampel diinjeksikan ke dalam kolom menggunakan jarum injeksi (syringe).

8. Tempat injeksi, kolom, dan detector dipanaskan pada temperatur dimana

sampel mempunyai tekanan uap minimum 10 torr.

34
35

9. Tempat injeksi dan detektor biasanya dibuat sedikit lebih panas

dibandingkan dengan temperatur kolom untuk mempercepat penguapan

sampel dan untuk mencegah kondensasi sampel.

10. Terjadi pemisahan dalam kolom akibat partisi komonen-komponen sampel

antara fasa gerak dan fasa diam.

11. Aliran gas dan sampel yang keluar dari kolom dialirkan ke spektrometri

massa yang akan mengidentifikasi komponen analisis berdasarkan massa

senyawa.

12. Terbentuknya kromatogram dan spektra hasil analisis.

4.2.3 Penentuan Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam

1. Penetapan Berat Jenis

Penetapan berat jenis minyak nilam dilakukan dengan menggunakan

piknometer 5 mL dalam keadaan bersih dan kering, kemudian ditimbang dalam

keadaan kosong dengan neraca analitik. Setelah itu diisi dengan aquades sebanyak

5 mL dan ditimbang pada temperatur 25 °C. Selanjutnya piknometer dibersihkan

dengan alcohol dan dikeringkan kembali, kemudian diisi dengan minyak nilam

sebanyak 5 mL dan ditimbang pada temperatur 25 °C. Berat jenis ditetapkan

dengan cara membandingkan antara berat minyak dan berat aquades dalam

volume yang sama serta temperatur yang sama.

Perbandingan tersebut ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Berat pikno + minyak nilam − berat pikno kosong


Berat jenis = × berat jenis air
Berat pikno + aquades − berat pikno kosong

35
36

2. Pemeriksaan Indeks Bias

Indeks bias diukur dengan menggunakan alat refraktometer.

Refraktrometer dialiri dengan temperatur 20 °C sampai konstan selama ± 10

menit. Kedua prisma dipisahkan dengan memutar klem dan prisma dibersihkan

dengan alcohol. Sampel minyak nilam diteteskan ke permukaan prisma lalu

digerakkan kemuka dan kebelakang sehingga penglihatan terbagi antara bagian

gelap dan terang. Dengan memutar sekrup akan terlihat garis cahaya yang terang.

36
37

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Penyulingan Minyak Daun Nilam dengan Metode Distilasi Water Bubble

Pada umumnya penyulingan minyak atsiri nilam menggunakan metode

distilasi uap, namun dalam penelitian ini untuk menyuling miyak nilam digunakan

metode distilasi water bubble. Daun nilam jenis Pogostemon cablin Benth yang

berasal dari Jepara Jawa Tengah, dikeringkan tanpa sinar matahari, kemudian

dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian dimasukkan dalam ketel

penyulingan yang sudah berisi air. Proses penyulingan dilakukan selama 4.5 jam.

Perbandingan metode distilasi uap dengan distilasi water bubble dapat dilihat

pada gambar 9 dan 10.

Gambar 9. Metode Distilasi Uap


Keterangan:

7. Ketel 1 (air) 10. Ketel 2 (daun nilam)


8. Kompor 11. Pendingin
9. Connector 12. Distilat

37
38

Gambar 10. Metode Distilasi Water Bubble

Keterangan:
9. Ketel 1 (air) 13. Ketel 2 (air + daun nilam)
10. Kompor 14. Termometer
11. Connector 15. Pendingin
12. Magnetic stirrer 16. Distilat
Pada proses penyulingan menggunakan distilasi water bubble,

temperatur ketel 1 harus lebih panas dari ketel 2, hal ini karena agar tekanan pada

ketel 1 lebih besar, sehingga uap air yang dihasilkan dapat naik ke ketel 2. Panas

pada ketel 2 hanya untuk membantu uap yang membawa minyak dapat diteruskan

ke pendingin. Jika ketel 2 temperaturnya lebih panas dari ketel 1 maka yang

terjadi adalah air beserta daun nilam akan mengalir dan masuk ke dalam ketel 1

dan penyulingan pun tidak dapat diteruskan. Maka dalam proses penyulingan ini

perlu diperhatikan panas dari ketel 2 yang mana temperaturnya harus dibawah 100

°C, yaitu antara 70-90 °C.

Pada penelitian selama ini penyulingan minyak nilam dilakukan dengan

menggunakan metode distilasi uap dan menghasilkan beberapa komponen utama

dari minyak nilam. Komponen tersebut antara lain 1 α azulene, azulene, dan

patchouli alcohol. Pada metode distilasi uap ini rendemen minyak nilam yang

dihasilkan sebesar 1 % dengan kandungan patchouli alcohol sebesar 29 % dan

38
39

minyak nilam yang dihasilkan berwarna coklat tua. Hal ini dikarenakan pada

distilasi uap, uap yang yang ada hanya sampai pada bagian bawah daun nilam

saja, sedangkan pada bagian lainnya tidak terkena uap, sehingga minyak yang

dihasilkan lebih sedikit

Minyak nilam yang diperoleh dari penyulingan dengan metode distilasi

water bubble tadi dipisahkan dari air dengan menggunakan corong pisah dan

ditambah Na2SO4 anhydrous untuk menghilangkan sisa air yang masih ada. Dari

penyulingan yang dilakukan sebanyak 4 kali dengan masing-masing sampel 100

gram, diperoleh minyak sebanyak ± 7 mL dengan rendemen 1.6765 %. Setelah

melakukan pemisahan diperoleh minyak nilam dengan warna kuning jernih dan

memiliki wangi yang khas dan kuat, seperti yang terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Minyak Nilam Hasil Penyulingan

39
40

Hasil penyulingan minyak dari daun nilam dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 3. Hasil Penyulingan Minyak Nilam

Parameter Nilai yang didapat Standar SNI 06- Standar EOA


2385-1998

Berat daun 400 gram - -


kering

Volume ± 7 Ml - -

Rendemen 1,6765 % - -

Warna dan bau Kuning jernih Kuning muda Coklat tua


dengan bau wangi sampai coklat tua kemerahan dan
yang khas dan kuat berbau kamper

Berat jenis 0,958 g/mL 0,943-0,983 g/mL 0,950-0,975


g/mL

Indeks bias 1,565 1,504 1,507-1,510

Berdasarkan tabel 3 di atas dengan berat daun nilam 400 gram

dihasilkan minyak nilam sebesar 7 mL dengan rendemen sebesar 1,6765 %.

Warna dan bau dari minyak nilam yang dihasilkan yaitu berwarna kuning jernih

dengan bau wangi yang khas dan kuat, hal ini sudah sesuai dengan standar SNI

dan EOA, begitu juga dengan berat jenis minyak yang dihasilkan yaitu sebesar

0,958 g/mL juga sudah sesuai dengan dengan standar SNI dan EOA. Nilai indeks

bias yang dihasilkan sebesar 1,565 dan melebihi standar SNI maupun EOA, hal

ini dikarenakan perlakuan pada tanaman nilam dengan menggunakan metode

distilasi water bubble, daun nilam yang akan disuling dengan metode distilasi

water bubble ukurannya diperkecil hingga sangat halus. Semakin kecil ukuran

40
41

daun, maka nilai indeks bias minyaknya semakin besar, karena penguapan minyak

dari daun yang berukuran kecil berlangsung lebih mudah. Maka dari itu indeks

bias yang dihasilkan melebihi standar SNI dan EOA, tetapi tidak mengurangi

mutu dari minyak nilam ini.

5.2 Analisis Minyak Nilam dengan KG-SM

Identifikasi minyak nilam menggunakan kromatografi gas dilakukan

dengan cara menginjeksikan sampel minyak ke dalam ruang injeksi yang telah

dipanasi. Sampel kemudian dibawa oleh gas pembawa melalui kolom untuk

dipisahkan. Di dalam kolom fasa diam akan menahan komponen-komponen

secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya dan akan dialirkan ke detektor

yang yang memberi sinyal untuk kemudian dapat diamati pada sistem pembawa.

Identifikasi minyak yang dianalisis dengan spektrometri massa dari

sampel dengan data spektra massa standar yang tersimpan dalam kepustakaan

instrumen kromatografi gas-spektrometri massa. Dengan menggunakan alat

kromatografi gas-spektrometri massa dapat menentukan nama senyawa tanpa

memerlukan senyawa standar yang digunakan dalam metode spiking pada

kromatografi gas.

Kondisi operasi kromatografi gas-spektrometri massa :

1. Jenis pengionan : EI (Elektro Impact)

2. Jenis kolom : Rastek RXi-5MS (30 meter)

3. Temperatur awal kolom : 60 °C /5 menit

4. Temperatur akhir kolom : 290 °C /45 menit

5. Gas pembawa : Helium 10,9 kPa

41
42

6. Temperatur detektor : 250 °C

7. Temperatur injektor : 300 °C

8. Total Flow : 80 mL/menit

Hasil dari kromatogram minyak nilam dengan kromatografi gas dapat

dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Hasil Kromatogram Gas Minyak Nilam

Setelah dianalisis dengan kromatografi gas-spektrometri massa, terdapat 18

puncak yang dapat dilihat pada tabel 4.

42
43

Tabel 4. Data Komponen Penyusun Minyak Nilam

Puncak Senyawa Waktu Retensi Konsentrasi


(%)
1 beta-patchoulene 15,491 1,39
2 beta-elemene 15,595 0,96
3 cyclopropanecarboxylic acid 15,948 0,46
4 caryophyllene 16,070 2,73
5 alpha-guaiene 16,380 13,29
6 seychellene 16,501 6,78
7 alpha-patchoulene 16,704 8,09
8 delta-guaiene 16,850 0,43
9 beta-selinene 17,033 0,43
10 1H-cycloprop e azulene 17,175 2,87
11 azulene 17,347 16,01
12 naphthalene 17,497 0,15
13 methanoazulene 18,089 0,37
14 caryophyllene oxide 18,356 0,83
15 palustrol 19,009 1,56
16 patchouli alcohol 19,477 43,19
17 ledene 20,809 0,18
18 1,2-benzenedicarboxylic acid 27,811 0,27

Dari 18 puncak seperti disajikan pada tabel 4, dipilih komponen penyusun minyak

nilam yang memiliki konsentrasi tinggi. Komponen-komponen tersebut dapat

dilihat pada tabel 5.

43
44

Tabel 5. Komponen Utama Penyusun Minyak Nilam

Puncak Senyawa Waktu Retensi Konsentrasi

(%)

4 caryophyllene 16,070 2,73

5 alpha-guaiene 16,380 13,29

6 seychellene 16,501 6,78

7 alpha-patchoulene 16,704 8,09

10 1H-cycloprop [e] azulene 17,175 2,87

11 azulene 17,347 16,01

16 patchouli alcohol 19,477 43,19

Spektra massa dari masing-masing komponen minyak nilam dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

Gambar 13. Spektra Massa Caryophyllene

Pada Gambar 13 diatas terlihat spektum massa dengan waktu retensi

16,070 mempunyai iom molekuler atau m/z 204, spektra massa ini diperkirakan

berasal dari senyawa caryophyllene.

44
45

Gambar 14. Struktur Caryophyllene

Senyawa tersebut mempunyai rumus molekul C15H24 dan memiliki sifat :

1. Titik didih : 262 °C-264 °C

2. Berat jenis : 0,9052 g/cm3

3. Nama lain : β-caryophyllene

Gambar 15. Spektra Massa alpha-guaiene

Pada Gambar 15 diatas terlihat spektum massa dengan waktu retensi

16,380 mempunyai iom molekuler atau m/z 204, spektra massa ini diperkirakan

berasal dari senyawa alpha-guaiene.

Gambar 16. Struktur alpha- guaiene

45
46

Gambar 17. Spektra Massa Seychellene

Pada Gambar 17 diatas terlihat bahwa spektrum massa dengan waktu

retensi 16,501 mempunyai ion molekuler atau m/z 204, spektra massa ini

diperkirakan berasal dari senyawa seychellene.

Me
Me
H C
2
R
1

R1

Me

Gambar 18. Struktur Seychellene

Senyawa tersebut mempunyai rumus molekul C15H24 dan memiliki sifat :

1. Titik didih : 250 °C-251 °C

2. Tekanan uap : 0,034 mm/Hg

3. Penampilan warna : cairan bening tak berwarna

46
47

Gambar 19. Spektra Massa alpha-Patchoulene

Pada Gambar 19 diatas terlihat bahwa spektrum massa dengan waktu

retensi 16,704 mempunyai ion molekuler atau m/z 204, spektra massa ini

diperkirakan berasal dari senyawa alpha-Patchoulene.

Me
Me
Me

Me
Gambar 20. Struktur alpha-Patchoulene

Senyawa tersebut mempunyai rumus molekul C15H24 dan memiliki sifat :

1. Titik didih : 262 °C-263 °C

2. Tekanan uap : 0,0177 mm/Hg

47
48

Gambar 21. Spektra Massa 1H-cycloprop [e] azulene

Pada Gambar 21 diatas terlihat bahwa spektrum massa dengan waktu

retensi 17,175 mempunyai ion molekuler atau m/z 204, spektra massa ini

diperkirakan berasal dari senyawa 1H-cycloprop [e] azulene.

Gambar 22. Struktur 1H-cycloprop [e] azulene

Senyawa tersebut mempunyai rumus molekul C15H24 dan memiliki sifat :

1. Titik didih : 265 °C-267 °C

2. Berat jenis : 0,923 g/mL

3. Indeks bias : 1,501

48
49

Gambar 23. Spektra Massa Azulene

Pada Gambar 23 diatas terlihat bahwa spektrum massa dengan waktu

retensi rata-rata 16,380 dan 17,347 mempunyai ion molekuler atau m/z 204,

spektra massa ini diperkirakan berasal dari senyawa azulene.

Gambar 24. Struktur Azulene

Senyawa tersebut mempunyai rumus molekul C15H24 dan memiliki sifat :

1. Titik didih : 242 °C

2. Titik lebur : 99-100 °C

49
50

Gambar 25. Spektra Massa Patchouli alcohol

Pada Gambar 25 diatas terlihat bahwa spektrum massa dengan waktu

retensi rata-rata 19,477 mempunyai ion molekuler atau m/z 222, spektra massa ini

diperkirakan berasal dari senyawa patchouli alcohol.

OH

Gambar 26. Struktur Patchouli alcohol

Senyawa tersebut mempunyai rumus molekul C15H26O dan memiliki sifat :

1. Titik didih : 287 °C-288 °C

2. Indeks bias : 1,5245

3. Tekanan uap : 0,000278 mm/Hg

4. Penampilan warna : berwarna kuning pucat

50
51

Perbandingan hasil penyulingan distilasi uap air dengan distilasi water

bubble dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan Hasil Distilasi Uap dengan Distilasi Water Bubble

dari berbagai Jenis Tanaman Nilam

No Parameter Peneliti Peneliti Peneliti Hasil Standar SNI


1* 2** 3*** Penelitian****

1. Warna Kuning Kuning Kuning Kuning pucat Kuning muda-


muda muda kecoklatan coklat tua

2. Rendemen 2,19 % 2,00 % 1,77 % 1,6765 % -

3. Berat Jenis 0,956 0,957 1,030 0,958 0,943-0,983

4. Indeks bias 1,506 1,507 1,506 1,565 1,507-1,510

5. Kadar patchouli 28,04 % 29,11 % 34,43 % 43,19 % 35 %


alkohol

*) jenis tanaman nilam dari Cisaroni, Jawa Barat dengan distilasi uap (Nuryani,
2006).
**) jenis tanaman nilam dari Lhokseumawe, NAD dengan distilasi uap (Nuryani,
2006).
***) jenis tanaman nilam dari Sleman, DIY dengan distilasi uap (Fatmawati,
2004).
****) jenis tanaman nilam dari Jepara, Jawa Tengah oleh peneliti dengan water
bubble distilasi.

Berdasarkan tabel 6 di atas terlihat bahwa warna minyak nilam yang

dihasilkan berwarna kuning pucat, jika dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian

dari peneliti lain warna minyak nilam tidak jauh berbeda dan termasuk dalam

standar SNI. Begitu juga dengan berat jenis minyak nilam yang dihasilkan yaitu

51
52

sebesar 0,958 g/mL juga tidak terlalu jauh dari hasil penelitian yang lain dan

masih termasuk dalam standar SNI. Rendemen minyak nilam yang dihasilkan

cenderung lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang lain yaitu

sebesar 1,6765 %, hal ini dikarenakan karena faktor dari tempat tumbuh tanaman

nilam dari Jepara, Jawa Tengah yang tumbuh di daerah tinggi. Menurut Nuryani

(2006), banyak faktor yang mempengaruhi kadar minyak nilam, salah satunya

adalah tempat tumbuh tanaman nilam. Tanaman nilam yang tumbuh di dataran

tinggi kadar minyaknya lebih rendah daripada yang tumbuh di dataran rendah,

namun kadar patchouli alkoholnya lebih tinggi. Sebaliknya, nilam yang tumbuh di

dataran rendah kadar minyaknya lebih tinggi, sedangkan kadar patchouli

alkoholnya lebih rendah. Selain tempat tumbuh tanaman nilam, perlakuan

tanaman nilam pascapanen juga mempengaruhi kadar minyak nilam tersebut.

Pada hasil penelitian minyak nilam dari tanaman nilam Jepara kadar

patchouli alkoholnya memiliki nilai yang tinggi dibanding hasil penelitian yang

lain dan melebihi standar SNI yaitu sebesar 43,19 %, hal ini juga dikarenakan

faktor tempat tumbuh nilam dan juga karena penyulingannya yang menggunakan

metode distilasi water bubble, sehingga mutu minyak nilam dapat dikatakan

memenuhi standar atau bermutu baik. Menurut Walker (1968), faktor yang paling

menentukan mutu minyak nilam adalah kadar patchouli alkohol. Karakteristik

harum (odour) minyak nilam sangat ditentukan oleh kandungan patchouli alkohol

yang ada di dalamnya. Semakin tinggi kandungan patchouli alkoholnya, semakin

baik mutu minyak nilam tersebut. Nilai indeks bias minyak nilam yang dihasilkan

sangat berbeda dari hasil penelitian yang lain dan juga melebihi standar yang

52
53

ditentukan oleh SNI yaitu sebesar 1,565. Hal ini dikarenakan perlakuan pada

tanaman nilam, daun nilam yang akan disuling ukurannya diperkecil hingga

sangat halus. Semakin kecil ukuran daun, maka nilai indeks bias minyaknya

semakin besar, karena penguapan minyak dari daun yang berukuran kecil

berlangsung lebih mudah. Pada umumnya penyulingan yang menggunakan

metode distilasi uap air daun yang akan disuling tidak dihaluskan terlebih dahulu,

berbeda dengan metode distilasi water bubble yang mana harus memperkecil

ukuran daun tersebut.

5.3 Analisis Sifat Fisika-Kimia Minyak Nilam

5.3.1 Warna, Bau, dan Penampakan Minyak Nilam

Minyak nilam yang dihasilkan dari dau nilam ini berbentuk cairan,

berwarna kekuning-kuningan atau kuning jernih. Bau yang dihasilkan memiliki

wangi yang khas dan kuat, karena memiliki komponen kimia yaitu patchouli

alcohol. Dari minyak yang dihasilkan menunjukkan bahwa kualitas minyak nilam

dikatakan baik karena telah memenuhi standar mutu perdagangan Indonesia.

5.3.2 Berat Jenis

Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan

mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri pada temperatur

25 °C/25 °C didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak pada

temperatur 25 °C dengan berat air pada volume yang sama dengan volume

minyak dan pada temperatur yang sama pula.

Pada saat penyulingan berlangsung uap akan lebih mudah masuk pada

bahan yang berukuran kecil, karena jaringan minyak pada bahan tersebut lebih

53
54

terbuka, sehingga uap air yang kontak langsung dengan minyak akan lebih

banyak. Hal tersebut mengakibatkan fraksi berat minyak lebih mudah diuapkan.

Semakin tinggi fraksi berat minyak, maka berat jenisnya semakin tinggi.

Pada minyak atsiri daun nilam ini diperoleh nilai berat jenis sebesar

0,958 gr/mL. Nilai ini sesuai dengan standar EOA yaitu 0,950-0,975 g/mL, maka

dapat dikatakan mutu dari minyak nilam ini baik.

5.3.3 Indeks Bias

Indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer.

Sebelum digunakan, lensa dibersihkan dengan aseton atau dilap sampai bersih,

kemudian minyak diteteskan lalu ditutup.

Dengan mengatur slide akan diperoleh garis batas yang jelas antara

bidang yang gelap dan terang.jika garis berimpit dengan titik potong dari dua garis

bersilangan, maka indeks bias dapat dibaca pada skala. Perlakuan bahan dan lama

penyulingan berpengaruh terhadap nilai indeks bias. Semakin kecil ukuran bahan,

maka nilai indeks bias minyaknya semakin besar. Hal ini disebabkan penguapan

minyak dari bahan berukuran kecil berlangsung lebih mudah, sehingga fraksi

berat minyaknya lebih banyak terkandung dalam minyak, yang mengakibatkan

kerapatan molekul minyak lebih tinggi dari sinar yang menembus minyak sukar

diteruskan.

Indeks bias yang diperoleh dari minyak nilam ini adalah sebesar 1,565.

Nilai ini sesuai dengan standar yang diberikan EOA yaitu berkisar 1,507-1,510.

Hal ini berarti minyak nilam yang dihasilkan tidak banyak mengandung sisa

54
55

terpen yang dapat menurunkan nilai indeks bias dan minyak nilam ini dapat

dikatakan memenuhi standar mutu/bermutu baik.

55
56

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat ditulis kesimpulan sebagai

berikut:

1. Dari 400 gram daun nilam kering yang diisolasi dengan metode water bubble

distilasi menghasilkan minyak nilam ± 7 mL dengan rendemen 1,6765 %,

berwarna kuning jernih, dan memiliki aroma wangi yang khas dan kuat.

2. Komponen-komponen utama penyusun minyak nilam adalah Caryophyllene

(2,73 %), Seychellene (6,78 %), alpha-Patchoulene (8,09 %), 1H-cycloprop

[e] azulene (2,87 %), alpha-guaiene (13,29 %), Azulene (16,01 %), Patchouli

alcohol (43,19 %).

3. Senyawa yang mempunyai komposisi terbesar dalam minyak nilam adalah

Patchouli alcohol sebesar 43,19 %.

4. Minyak nilam hasil dari isolasi dengan metode water bubble distilasi

memiliki:

a. Penampilan warna dan bau : berwarna kuning jernih dan berbau wangi

b. Bobot jenis : 0,958 g/mL

c. Indeks bias : 1,565

56
57

6.2 Saran

1. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut pada bagian lain dari daun nilam

dan dengan metode yang berbeda.

2. Minyak yang diperoleh dari penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai

bahan awal untuk dilakukan sintesis sehingga mempunyai kegunaan dan nilai

ekonomis yang tinggi.

57
58

DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, T.K., 2004, Isolasi dan Karakterisasi Minyak Nilam (Patchouli oil)
dari Jenis Pogostemon cablin Benth, Skripsi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Gritter, R.J., Bobbitt, J.M., dan Schwarting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi,
ITB, Bandung

Guenther, E., 1987, Minyak Atsiri, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Harborn, B.J., 1987, Metode Fitokimia Penentuan Cara Menganalisis Tumbuhan,


ITB, Bandung.

Ketaren, S., 1978, Minyak Atsiri I, Departemen Teknologi Hasil Pertanian, IPB,
Bogor.

Khopkar, S.M., Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta

Luqman, L., 1982, Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri, Swadaya, Jakarta.

McNair, H.M., dan Bonelli, E.J., 1988, Dasar Kromatografi Gas, ITB, Bandung

Nurdjanah, N., 1998, Karakteristik Minyak Nilam, Buletin Tanaman Rempah dan
Obat Monograf Nilam, Vol. V seri 1, 17.

Nuryani, Y., 2006, Karakteristik Empat Aksesi Nilam, Buletin Tanaman Plasma
Nutfah, Vol. 12, 2, 48.

Plantus, 2007, Nilam: Tanaman Semak Banyak Manfaat, Aneka Plantasia,

Bandung.

Rihayat, 2001, Kajian Isolasi Senyawa Minyak Nilam (Patchouli Oil) dari
Pogestemon cablin Benth, UPN, Jogjakarta.

Santoso, B.H., 1990, Bertanam Nilam, Kanisius, Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H., 2001, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.

Sastrohamidjojo, H., 2002, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta.

58
59

Sastrohamidjojo, H., 2004, Kimia Minyak Atsiri, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Silverstein, R.M., 1991, Penyelidikan Spektrometrik Senyawa Organik, Erlangga,


Jakarta

Sudaryani, 2004, Budidaya dan Penyulingan Nilam, Penebar Swadaya, Jakarta.

Walker, G.T. 1968. The Structure And Synthesis Of Patchouli Alcohol


Manufacturing Chemist And Acrosel. News, p. 87-88

59
60

LAMPIRAN

60
61

Lampiran 1. Perhitungan

1. Perhitungan Berat Jenis Minyak Nilam

Berat pikno kosong = 10,95 gram

Berat pikno + aquades = 16,93 gram

Berat pikno + minyak = 16,68 gram

Berat jenis air = 1,00 g/mL

Berat pikno + minyak nilam − berat pikno kosong


Berat jenis =
Berat pikno + aquades − berat pikno kosong

× berat jenis air

16,68 g − 10,95 g g
Berat jenis = × 1.00 mL
16,93 g − 10,95 g

5,73 g
Berat jenis = × 1.00 mL
5,98
g
Berat jenis = 0,958 mL

2. Perhitungan Rendemen Minyak Nilam

Berat daun nilam kering = 400 gram

Volume minyak = 7 mL

Berat jenis minyak = 0,958 g/mL


g
7 mL × 0,958 mL × 100 %
Rendemen =
400 g

Rendemen = 1,6765 %

61
62

Lampiran 2. Kromatogram Minyak Nilam

62
63

Lampiran 3. Kondisi KG-SM

63
64

Lampiran 4. Spektra Massa 18 Komponen Penyusun Minyak Nilam

64
65

65
66

66
67

67
68

68
69

69
70

70
71

71
72

72
73

73
74

74
75

75
76

76
77

77
78

78
79

79
80

80
81

81
82

Lampiran 5. Alat Distilasi Water Bubble

Keterangan:

17. Ketel 1 (air) 21. Ketel 2 (air + daun nilam)


18. Kompor 22. Termometer
19. Connector 23. Pendingin
20. Magnetic stirrer 24. Destilat

82
83

Lampiran 6. Alat Refraktometer

Keterangan:

1. Lensa tempat minyak

2. Lensa pengamatan

3. Tombol untuk memutar posisi gelap terang lensa pengamatan

4. Tombol untuk memperjelas keadaan gelap terang

5. Lampu penerang

6. Termometer untuk mengatur suhu minyak

83
84

Lampiran 7. Alat Kromatografi Gas

84

Anda mungkin juga menyukai