82
B. Pengertian
Persoalan turunan numerik ialah menentukan hampiran nilai
turunan fungsi f yang diberikan dalam bentuk tabel. Meskipun metode
numerik untuk menghitung turunan fungsi tersedia, tetapi perhitungan
turunan sedapat mungkin dihindari. Alasannya, nilai turunan numerik
umumnya kurang teliti dibandingkan dengan nilai fungsinya. Dalam
kenyataannya, turunan adalah limit dari hasil bagi selisih: yaitu
pengurangan dua buah nilai yang besar ( f(x+h) - f(x) ) dan
membaginya dengan bilangan yang kecil (h). Pembagian ini dapat
menghasilkan turunan dengan galat yang besar. Lagi pula, jika
fungsi f dihampiri oleh polinom interpolasi p, selisih nilai fungsi
mungkin kecil tetapi turunannya boleh jadi sangat berbeda dengan nilai
turunan sejatinya. Hal ini masuk akal sebab turunan numerik
bersifat "halus", dan ini berlawanan dengan integrasi numerik, yang tidak
banyak dipengaruhi oleh ketidaktelitian nilai fungsi, karena
integrasi pada dasarnya adalah proses penghalusan
Turunan numerik digunakan untuk memperkirakan bentuk
diferensial kontinu menjadi bentuk diskrit dan banyak digunakan untuk
menyelesaikan persamaan diferensial, bentuk tersebut dapat diturunkan
berdasar deret Taylor. Sementara dalam perhitungan numerik sendiri,
turunan fungsi dalam orde yang lebih tinggi, f ', f ", f "', ..., kadang-
kadang diperlukan untuk menghitung batas-batas kesalahan interpolasi
polinom. Bila persamaan fungsi f(x) diberikan secara eksplisit, maka
kita dapat menentukan fungsi turunannya, f'(x), f"(x), ..., f(n+1)(x), lalu
menggunakannya untuk menghitung nilai turunan fungsi di x = t.
Seringkali fungsi f(x) tidak diketahui secara eksplisit, tetapi kita
83
hanya memiliki beberapa titik data saja. Pada kasus seperti ini kita
tidak dapat menemukan nilai turunan fungsi secara analitik. Sebaliknya,
pada kasus lain, meskipun f(x) diketahui secara eksplisit tetapi
bentuknya rumit sehingga menentukan fungsi turunannya merupakan
pekerjaan yang tidak praktis.
84
memperhitungkan diferensial, jika data yang digunakan adalah di titik xi
dan xi – 1 , maka disebut diferensial mundur, dan deret Taylor menjadi:
∆x ∆x 2 ∆x 3
f (xi – 1) = f (xi) – f ′(xi) + f ′′(xi) – f ′′′(xi) + …… (3)
1! 2! 3!
atau
f (xi – 1) = f (xi) – f ′(xi) ∆x + O (∆x2) (4)
∂f f ( xi ) − f ( xi − 1 )
= f ' ( xi ) = + O (∆ x ) (5)
∂x ∆x
Bila data yang digunakan untuk memperkirakan diferensial dari fungsi
adalah pada titik xi – 1 dan xi + 1, maka perkiraannya disebut diferensial
terpusat. Bila persamaan (3) dikurangi dengan persamaan (5) didapat:
∆x ∆ x3
f ( xi + 1 ) − f ( xi − 1 ) = 2 f ' ( xi ) + 2 f ' ' ' ( xi ) + ……
1! 3!
atau
∂f f ( xi + 1 ) − f ( xi − 1 ) ∆ x2
= f ' ( xi ) = − f ' ' ' ( xi ) − ……
∂x 2∆ x 6
atau
∂f f ( xi + 1 ) − f ( xi − 1 )
∂x
= f ' ( xi ) =
2∆ x
+ O ∆ x 2 − …… ( ) (6)
85
singgung dari fungsi di titik xi, dibanding dengan kemiringan garis
singgung yang melalui titik A dan B (diferensial mundur) atau titik B dan
C (diferensial maju).
Terdapat tiga pendekatan dalam menghitung nilai f '(x0).
Untuk menghitung difrensial digunakan pendekatan beda depan, beda
belakang dan beda tengah. Bentuk grafik dari beda depan, beda belakang,
dan beda tengah dapat dilihat seperti berikut :
Beda Depan Beda Belakang Beda Tengah
f(x) f(x)
f(x)
f(xo) f(xo) f(xo)
f ( x 0 + h) − f ( x o )
a. Beda depan dengan persamaan: f ' ( x o ) ≅ (7)
h
f ( x 0 ) − f ( x o − h)
b. Beda Belakang dengan persamaan: f ' ( x o ) ≅ (8)
h
f ( xo + h ) − f ( xo − h )
c. Beda tengah dengan persamaan: f ' ( xo ) ≅ (9)
2h
Dengan menggunakan deret Taylor serta memberi nama untuk setiap grid
(titik) dengan notasi sebagai berikut f i ` = f ' ( xi ) , f i = f ( x i ) dan
f i +1 = f ( x i +1 ) , maka deret Taylor dapat ditulis dalam bentuk:
h 2 // h 3 /// h 4 iv
f i +1 = f i + hf i '+ fi + fi + f i + ...... (10)
2 6 24
86
Berdasarkan persamaan (10), maka persamaan (7), (8) dan (9) dapat
ditulis menjadi:
f − fi 1
a. Beda depan dengan persamaan: f i / ≅ i +1 ; sisa = O(h) = − hf i //
h 2
− f + 4 f − 3 f 1
dan orde ke-2 : f i / ≅ i+2 i +1 i
; sisa = O(h 2 ) = h 2 f i /// (11)
2h 3
f − f i −1 1
b. Beda belakang dengan persamaan: f i / ≅ i ; sisa = O(h) = hf i //
h 2
f − 4 f + 3 f 1
dan orde ke-2: f i / ≅ i − 2 i −1 i
; sisa = O(h 2 ) = h 2 f i /// (12)
2h 3
f − f i −1 1
c. Beda tengah dengan persamaan: f i / ≅ i +1 ; sisa = O(h 2 ) = − hf i //
2h 6
dan orde ke-2:
− f i + 2 + 8 f i +1 − 8 f i −1 + f i − 2 1 4 (v)
fi/ ≅ ; sisa = O(h 4 ) = h fi (13)
12h 30
87
d=zz-dx;
fprintf('h = %.3f, dx = %.3f, d = %.3f \n',h,dx,d);
zz= dx;
h= h/10;
end;
fprintf('dx = %.3f \n',zz);
88
end
for i=1:n
fprintf('y = %f v = %f a = %f \n',y(i), v(i), a(i));
end;
figure(1);
plot(t, v , '-');
xlabel('Variabel t');
ylabel('Kecepatan');
hold on;
figure (2);
plot (t,a,'-');
xlabel ('Variabel t');
ylabel ('percepatan');
hold on;
D. Pendekatan Menghitung Turunan Kedua
Turunan kedua dari suatu fungsi dapat diperoleh dengan
menambahkan persamaan (1) dengan persamaan (3):
∆ x2 ∆ x4
f ( xi + 1 ) + f ( xi − 1 ) = 2 f ( xi ) + 2 f ' ' ( xi ) + 2 f ' ' ' ' ( xi ) + ……
2! 4!
atau
f ( xi + 1 ) − 2 f ( xi ) + f ( xi − 1 ) ∆ x2
f ' ' ( xi ) = − f ' ' ' ' ( xi ) − ……
∆ x2 12
atau
∂2 f f ( xi + 1 ) − 2 f ( xi ) + f ( xi − 1 )
∂x 2
= f ' ' ( xi ) =
∆ x2
− O ∆ x2 ( ) (14)
89
− f i + 3 + 4 f i + 2 − 5 f i +1 − 2 f i
11 2 ////
f i // ≅ 2
h fi ; sisa = O(h 2 ) = ( 15)
h 13
dengan membuat analogi yang dapat dirumuskan sendiri.
b. Diferensial turunan lebih tinggi
Dengan cara serupa maka dapat diturunkan diferensial turunan
yang lebih tinggi seperti berikut ini.
a) Diferensial turunan ketiga
∂3 f f ( xi + 2 ) − 2 f ( xi + 1 ) + 2 f ( xi − 1 ) − f ( xi − 2 )
= f ' ' ' ( xi ) ≈ (16)
∂x 3
2 ∆ x3
b) Diferensial turunan keempat
∂4 f f ( xi + 2 ) − 4 f ( xi + 1 ) + 6 f ( xi ) − 4 f ( xi − 1 ) + f ( xi − 2 )
= f ' ' ' ' ( xi ) ≈ (17)
∂x 4
∆ x4
90
2. Rumusan Turunan Ketiga
Beda maju fi + 3 − 3 fi + 2 + 3 fi +1 − fi
orde-1 fi /// ≅ ; sisa = O(h)
h3
Beda pusat f − 2 f i +1 + 2 f i −1 − f i −2
orde-1 f i /// ≅ i+2 ; sisa = O(h)
2h 3
3. Rumusan Turunan Keempat
Beda maju f i + 4 − 4 f i +3 + 6 f i + 2 − 4 f i +1 + f i
orde-1 f i iv ≅ ; sisa = O(h)
h4
Beda pusat f − 4 f i +1 + 6 f i − 4 f i −1 + f i −2
orde-1 f i iv ≅ i+2 ; sisa = O(h)
h4
Pendekatan perhitungan turunan ke-2, ke-3 ataupun ke-4, untuk setiap orde-n
dan untuk setiap beda (maju, belakang ataupun pusat) silahkan dikembangan
melalui pendekatan yang diuraikan di atas dengan cara membaca referensi
yang sesuai. (tidak ada yang tidak bisa, jika anda mau bekerja keras dan
berdoa)
91
Pembelajar menyelesaikan permasalahan model paramter alam melalui
metoda Numerik dan pembuatan coding dengan Matlab dapat mengikuiti
pola pada contoh coding yang diberikan untuk menyeleaikan kasus yang
lain.
E. Metode Stirling
Rumusan umum interpolasi stirling dalam interpolasi
[ xi − k ,..., xi − 2 , x0 , xi +1 , xi + 2 ,..., xi + k ]
∆y i −1 + ∆y i u 2 2 u (u 2 − 1) ∆3 y i − 2 ∆3 y i −1 u 2 (u 2 − 1) 4
y = y0 = u + ∆ y i −1 + + ∆ yi −2 +
2 2 3! 2! 4!
u (u − 1)(u − 2 2 ∆5 y i −3 + ∆5 y i − 2 u 2 (u 2 − 12 )(u 2 − 2 2 6
+ ∆ y i −3 + ...
5! 2 6!
x − xi dy dy du
dimana u = , maka turunan fungsi = , bila diuraikan lebih
h dx du dx
lanjut menjadi :
dy 1 dy
= ,
dx h du
dy 1 ∆yi −1 + ∆yi 3u 2 ∆3 yi − 2 + ∆3 yi −1 4u 3 − 2u 3
= + u∆2 yi −1 + ∆ yi − 2 + ..... +
dx h 2 3! 2 4!
5u 4 − 15u 2 + 4 ∆5 yi − 3 + ∆5 yi − 2 6u 5 − 20u 3 + 8u 6
+ ∆ yi − 3 + ...
5! 2 6!
d 2 y d dy d dy du d i du i 1 d 2u
= = = =
dx 2 dx dx dx du dx dx h dx h h 2 dx 2
Bila fungsi mengandung lebih dari satu variabel bebas seperti f (x,y),
maka deret Taylor dalam bentuk turunan Parsial dapat ditulis sebagai
berikut:
92
∂f ∆ x ∂f ∆ y ∂ 2 f ∆ x 2 ∂ 2 f ∆ y 2
f ( xi + 1 , y j + 1 ) = f ( xi , y j ) + + + + 2 +…
∂x 1! ∂y 1! ∂x 2 2 ! ∂y 2 !
Dengan cara yang sama dari persamaan yang lainnya, turunan pertama
terhadap variabel x dan y berturut-turut dapat ditulis dalam bentuk
(diferensial maju):
∂f f ( xi + 1 , y j ) − f ( xi , y j )
≈ (18)
∂x ∆x
dan
∂f f ( xi , y j + 1 ) − f ( xi , y j )
≈ (19)
∂y ∆y
Untuk menyederhanakan penulisan, selanjutnya bentuk f (xi , yj) dapat
ditulis menjadi fi, j dengan i dan j menunjukkan komponen dalam arah
sumbu-x dan sumbu-y, bila fungsi berada dalam sistem tiga dimensi (sistem
koordinat x, y, z), maka f (xi , yj , zk) ditulis menjadi fi, j, k. Maka persamaan
(18) dan (19) dapat ditulis menjadi:
∂f f i + 1, j − f i , j ∂f f i, j + 1 − f i, j
≈ dan ≈ (20) dan (21)
∂x ∆x ∂y ∆y
Untuk diferensial terpusat, bentuknya menjadi:
∂f f i + 1, j − f i − 1, j ∂f f i, j + 1 − f i, j − 1
≈ dan ≈ (22) dan (23)
∂x 2∆ x ∂y 2∆ y
Dengan cara yang sama, turunan kedua terhadap x dan y dapat ditulis
menjadi:
∂2 f f i − 1, j − 2 f i , j + f i + 1, j ∂2 f f i, j − 1 − 2 f i , j + f i, j + 1
≈ dan ≈ (24) dan (25)
∂x 2
∆x 2
∂y 2
∆ y2
Gambar 3.4, menunjukkan jaringan titik hitungan untuk fungsi yang berada
dalam sistem koordinat x dan y (dua dimensi).
93
Gambar 3.4. Jaringan titik hitungan dalam sistem dua dimensi (x-y)
Permasalahan suatu fungsi selain tergantung pada ruang juga
tergantung pada waktu, misalnya pada aliran tidak permanen seperti banjir
atau pasang surut dan perambatan panas, dalam hal ini turunan fungsi f (x,t)
terhadap waktu (t) dapat ditulis dalam bentuk:
n +1
∂f − fi
n
f
≈ i (26)
∂t ∆t
Indeks n menunjukkan bahwa variabel f merupakan fungsi waktu, pada
Gambar 4.5, jaringan titik hitungan yang digunakan untuk memperkirakan
diferensial parsiil fungsi f terhadap x dan t.
94
Contoh soal:
1) Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Dengan
menggunakan deret Taylor order nol, satu, dua, dan tiga. Perkirakan
fungsi tersebut pada titik xi + 1 = 1, berdasar nilai fungsi pada titik xi = 0.
Titik xi + 1 = 1 berada pada jarak ∆x = 1 dari titik xi = 0.
Penyelesaian:
Karena bentuk fungsi sudah diketahui, maka dapat dihitung nilai f (x)
antara 0 dan 1. Gambar 4.6, menunjukkan fungsi tersebut.
95
Apabila digunakan deret Taylor order satu, nilai f (xi + 1 = 1) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (7). Pertama kali dihitung turunan fungsi
di titik xi = 0.
f ′(xi = 0) = 0,75x2 + x + 0,25 = 0,75 (0)2 + 0 + 0,25 = 0,25.
Sehingga diperoleh:
∆x 1
f (xi + 1 = 1) ≈ f (xi) + f ′(xi) ≈ 0,5 + 0,25 = 0,75.
1! 1
Dalam Gambar 1 perkiraan harga turunan order satu adalah garis lurus
dengan kesalahan pemotongan adalah:
Ee = p – p* = 1,5 – 0,75 = 0,75.
Bila digunakan deret Taylor order dua, nilai f (xi + 1 = 1) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (11). Dihitung turunan kedua dari fungsi
di titik xi = 0:
f ′′(xi = 0) = 1,5x + 1 = 1,5 (0) + 1 = 1,0.
Sehingga diperoleh:
Δx Δ x2
f (xi + 1 = 1) ≈ f (xi) + f ′(xi) + f ′′(xi)
1! 2!
1 12
≈ 0,5 + 0,25 + 1 = 1,25.
1 1 x 2
Dalam Gambar 15, perkiraan order dua adalah garis lengkung dengan
kesalahan pemotongannya adalah:
Ee = p – p* = 1,5 – 1,25 = 0,25.
Apabila digunakan deret Taylor order tiga, persamaan (4.6) menjadi:
∆x ∆x 2 ∆x 3
f (xi + 1) = f (xi) + f ′(xi) + f ′′(xi) + f ′′′ (xi)
1! 2! 3!
Turunan ketiga dari fungsi adalah:
96
f ′′′ (xi = 0) = 1,5.
sehingga diperoleh:
1 1 13
2
f ( xi + 1 = 1) = 0,5 + 0,25 + 1 + 1,5 = 1,5
1 1 x 2 1 x 2 x 3
Kesalahan pemotongannya adalah:
Ee = p – p* = 1,5 – 1,5 = 0,0.
Harga ini memperlihatkan bahwa dengan menggunakan deret Taylor order
tiga, hasil penyelesaian numerik sama dengan penyelesaian eksak.
Contoh 2
Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Perkirakan
turunan pertama (kemiringan kurve) dan turunan kedua dari persamaan
tersebut di titik x = 0,5 dengan menggunakan langkah ruang ∆x = 0,5.
Penyelesaian:
Secara analitis turunan pertama dan kedua dari fungsi adalah:
f ′(xi = 0,5) = 0,75x2 + x + 0,25 = 0,75 (0,52) + 0,5 + 0,25 = 0,9375.
f ′′(xi = 0,5) = 1,5x + 1 = 1,5 (0,5) + 1 = 1,75.
Dengan ∆x = 0,5 dapat dihitung nilai fungsi pada titik xi – 1 , xi, dan xi + 1:
xi – 1 = 0 → f (xi – 1) = 0,5.
xi = 0,5 → f (xi) = 0,78125.
xi + 1 = 1,0 → f (xi + 1) = 1,5.
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial mundur:
f ( xi ) − f ( xi − 1 ) 0,78125 − 0,5
f ( x = 0,5) = = = 0,5625
∆x 0,5
Kesalahan terhadap nilai eksak:
Ee 0 ,9375 − 0 ,5625
εe = x 100 % = x 100 % = 40 %.
p 0 ,9375
97
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial maju:
f ( xi + 1 ) − f ( xi ) 1,5 − 0 ,78125
f ( x = 0 ,5 ) = = = 1,4375
∆x 0 ,5
Kesalahan terhadap nilai eksak:
0,9375 − 1,4375
εe = x 100 % = −53,3 %.
0,9375
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial terpusat:
f ( xi + 1 ) − f ( xi − 1 ) 1,5 − 0 ,5
f ( x = 0 ,5 ) = = = 1,0
2∆ x 2 ( 0 ,5 )
Kesalahan terhadap nilai eksak:
0,9375 − 1,0
εe = x 100 % = −6,7 %.
0,9375
Perkiraan turunan kedua:
f ( xi + 1 ) − 2 f ( xi ) + f ( xi − 1 ) 1,5 − 2 ( 0 ,78125 ) + 0 ,5
f ' ' ( x = 0 ,5 ) = = = 1,75
∆x 2
( 0 ,52 )
Kesalahan terhadap nilai eksak:
1,75 − 1,75
εe = x 100 % = 0,0 %.
1,75
Gambar 4.7, menunjukkan kemiringan analitis di titik x = 0,5 dan
perkiraan turunan fungsi di titik tersebut.
98
Perhitungan turunan numerik juga dapat menggunakan metoda Euler
persamaan iterasi berikut:
𝑦𝑦𝑛𝑛+1 = 𝑦𝑦𝑛𝑛 + ℎ𝑓𝑓(𝑡𝑡𝑛𝑛 , 𝑦𝑦𝑛𝑛 ), dimana n=1,2,3...n (27)
Contoh, perhatikan fungsi berikut:
𝑑𝑑𝑑𝑑
= −0.5(𝑦𝑦 − 15) (28)
𝑑𝑑𝑑𝑑
Nilai turunan fungsi persamaan (28) menggunakan Matlab menggunakan
persamaan iterasi Persamaan (27). Bentuk coding yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
clear all
close all
close all hidden
plot(t,y)
grid on
xlabel('Waktu (detik)')
ylabel('Nilai Y')
hold on
plot(t,100*exp(-0.10*t)+10.00,'o');
hold off;
90
80
70
60
Nilai Y
50
40
30
20
10
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (detik)
99
Coding fungsi untuk menentukan nilai turunan secara numerik menggunakan
metoda Euler berdasaran Persamaan (27) adalah sebagai berikut:
function [tvals, yvals]=feuler(f,tspan, startval,step)
steps=(tspan(2)-tspan(1))/step+1;
y=startval;
t=tspan(1);
yvals=startval;
tvals=tspan(1);
for i=2:steps
y1=y+step*feval(f,t,y);
t1=t+step;
tvals=[tvals, t1];
yvals=[yvals, y1];
t=t1;
y=y1;
end
100
dy/dt=-0.5(y-15)
100
90 analitik
numerik Euler
80
70
60
Nilai Y
50
40
30
20
10
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (detik)
102
Jika kecepatan benda pada saat (t) tertentu dilambangkan dengan v(t) maka
𝑑𝑑𝑑𝑑
kecepatan dirumuskan dengan : v(t)= . Jika fungsi kecepatan terhadap
𝑑𝑑𝑑𝑑
waktu v(t) diturunkan lagi maka akan diperoleh percepatan
𝑑𝑑𝑑𝑑
a(t) =
𝑑𝑑𝑑𝑑
Percepatan pada waktu t merupakan turunan pertama dari fungsi kecepatan.
Percepatan juga diartikan sebagai turunan kedua dari fungsi jaraknya yaitu
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 2 𝑠𝑠
a(t) = == ( )=
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 2
Penggunaan perhitungan lain dalam dinamika adalah menghitung
momentum sudut. Secara matematis momentum sudut didefinisikan sebagai
hasil perkalian silang antara vektor r dan momentum linearnya yang
dirumuskan dengan L = r x p, dimana p = mv. Sedangkan bBesarnya
momentum sudut dirumuskan dengan L = r. p. sinθ. Berdasarkan pengertian
momentum sudut l = r x p, bila dideferensialkan diperoleh :
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑
= (𝑟𝑟 𝑥𝑥 𝑝𝑝)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
= �𝑟𝑟 𝑥𝑥 � + ( 𝑥𝑥 𝑝𝑝)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
Sebuah benda berotasi dengan sumbu putar adalah sumbu z. Sebuah gaya F
bekerja pada salah satu partikel di titik P pada benda tersebut. Torsi yang
bekerja pada partikel tersebut didefenisikan dengan τ = r x F. Laju usaha
yang dilakukan (daya) didefenisikan dengan
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 ∆𝑊𝑊 ∆𝜃𝜃
= 𝜏𝜏 atau = 𝜏𝜏
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 ∆𝑡𝑡 ∆𝑡𝑡
103
Peluruhan zat radioaktif bagian penting dalam perkembangan Fisika
karena peluruhan zat radioaktif menjadi landasan perkembangan Fisika
Nuklir. Pengkajian karakteristik peluruhan zat radioaktif secara teoritis lebih
mudah dan aman dibandingkan menganalisis berdasarkan hasil eksperimen.
Sungguhpun demikian hasil pengamatan merupakan titik tolak dalam
menganalisis karakteristik secara teoritis seperti dalam penentuan laju
peluruhannya. Menganalisis proses peluruhan secara matematika
membutuhkan minimal dua teknik matematimatis yaitu turunan dan
persamaan differensial sehingga proses peluruhan radioaktif ini dapat
dianalisis menurut pendekatan analitik maupun numerik.
Aktivitas suatu sampel nuklida radioaktif menyatakan laju
peluruhan inti atom pembentuknya. Jika N menyatakan banyaknya inti yang
dalam sampel pada suatu saat, maka aktivitasnya dinyatakan dalam persamaan
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐴𝐴 = − 𝑑𝑑𝑑𝑑
, tanda negatif menunjukkan bahwa N akan semakin menurun
104
atau dalam bentuk lain dapat ditulis menjadi:
𝑁𝑁(𝑡𝑡 + ∆𝑡𝑡) − 𝑁𝑁(𝑡𝑡)
= −𝜆𝜆𝜆𝜆(𝑡𝑡)
∆𝑡𝑡
𝑁𝑁(𝑡𝑡 + ∆𝑡𝑡) = 𝑁𝑁(𝑡𝑡) − −𝜆𝜆𝜆𝜆(𝑡𝑡)Δ𝑡𝑡
dalam bentuk persamaan iterasi dapat ditulis menjadi 𝑁𝑁𝑖𝑖+1 = 𝑁𝑁𝑖𝑖 − 𝜆𝜆𝑁𝑁𝑖𝑖 Δ𝑡𝑡
𝑁𝑁𝑖𝑖+1 = Jumlah unsur pada interval waktu antara 𝑡𝑡 + Δ𝑡𝑡
𝑁𝑁𝑖𝑖 = Jumlah unsur pada waktu (t)
Δ𝑡𝑡 = nilai selang waktu atau pertambahan waktu
dimana 𝐹𝐹𝐺𝐺,𝑥𝑥 adalah gaya gravitasi pada komponen 𝑥𝑥, 𝐹𝐹𝐺𝐺,𝑦𝑦 adalah gaya
gravitasi pada
komponen 𝑦𝑦 dan 𝛽𝛽 adalah stabilitas lintasan. Selanjutnya 𝐹𝐹𝐺𝐺,𝑥𝑥 dan 𝐹𝐹𝐺𝐺,𝑦𝑦dapat
dinyatakan kembali sebagai
105
Kita berdasarkan persamaan ini dapat memperoleh persamaan differensial
orde satu sebagai berikut:
𝑑𝑑𝑣𝑣𝑥𝑥 𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑑𝑑𝑑𝑑
= − 𝛽𝛽 dan 𝑣𝑣𝑥𝑥 =
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑟𝑟 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑣𝑣𝑦𝑦 𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑑𝑑𝑑𝑑
= − 𝛽𝛽 dan 𝑣𝑣𝑦𝑦 =
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑟𝑟 𝑑𝑑𝑑𝑑
4. Hantaran Panas
Perpindahan panas merupakan salah satu bagian penting dalam
permasalahan kalor atau panas. Perpindahan panas dapat terjadi pada sebuah
benda ke benda lainnya yang bersentuhan maupun tidak apabila terjadi
perbedaan temperatur antara kedua benda. Hal ini dapat berlangsung dalam
tiga bentuk yang berbeda yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Peristiwa
konduksi, konveksi dan radiasi selalu terjadi di alam dalam berbagai cara yang
berbeda-beda.
Banyak persoalan dalam Fisika persoalan perpindahan panas dengan
bentuk model matematika diferrensial parsial. Untuk menyelesaikannya dapat
dilakukan dengan berbagai metode seperti analitis, eksperimen maupun
dengan komputasi. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Metode analitis memerlukan pemahanan
matematika tingkat tinggi dengan melibatkan persamaan yang rumit serta
memerlukan waktu yang lama. Metode eksperimen relatif memerlukan biaya
yang yang mahal jika dibandingkan dengan metode komputasi. Salah satu
pendekatan dalam menyelasaikan persoalan perpindahan panas adalah melalui
metode analisis numerik.
Penerapan metode numerik untuk menyelesaikan persamaan
perpindahan panas terdahulu perlu dirumuskan persamaan yang cocok.
Tujuannya adalah untuk menentukan syarat-syarat batasnya. Pendekatan kita
106
harus mengganti fungsi kontinyu dengan pola titik-titik yang diskrit dengan
menggunakan pendekatan beda hingga antara titik-titik tersebut. Semua
perpindahan panas berhubungan dengan perpindahan dan perubahan energi.
Berdasarkan proses hukum pertama maupun hukum kedua termodinamika.
Perpindahan panas merupakan proses berlangsungnya perpindahan energi
karena adanya perbedaan temperatur antara dua sistem.
Setiap analisis perpindahan panas bertujuan untuk meramalkan
perpindahan panas, atau suhu yang didapatkan sebagai akibat aliran kalor
tertentu. Terdapat tiga cara perpindahan panas yaitu konduksi atau hantaran,
konveksi atau aliran, radiasi atau pancaran. Perpindahan panas bergantung
pada proses berlangsung perpindahan panas tersebut. Kondisi tersebut dikenal
dengan kondisi steady (tunak), kondisi unsteady (tak tunak). Konduksi adalah
proses panas mengalir ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah dalam
suatu medium yang berhubungan secara langsung. Persamaan konduksi panas
pada domain dua dimensi pada keadaan tunak (steady) dinyatakan dalam
model matematika berupa persamaan Laplace, yaitu:
𝜕𝜕 2 𝑇𝑇(𝑥𝑥, 𝑦𝑦) 𝜕𝜕 2 𝑇𝑇(𝑥𝑥, 𝑦𝑦)
+ =0
𝜕𝜕𝑥𝑥 2 𝜕𝜕𝜕𝜕 2
Karena kondisi batas persoalan kompleks dan disertai kondisi awal,
maka penyelesaian dilakukan secara numerik, yakni menggunakan metode
beda hingga (finite difference method). Metode beda hingga untuk
menyelesaikan persamaan differensial, didasarkan pada penggantian
persamaan diferensial ke sistem persamaan linear dengan N buah persamaan
yang menyatakan nilai temperatur pada N titik dalam medium. Medium
perpindahan panas harus dibagi dalam N kisi-kisi yang berjarak sama, seperti
terlihat pada gambar berikut:
107
Perpindahan panas pada dua (2) dimensi, sistem kartesian, pembagian
dilakukan sebanyak M buah pada sumbu x (berjarak ∆x) dan N buah pada
sumbu y (berjarak ∆y). Sebaiknya diambil ∆x = ∆y. Perpotongan antara garis-
garis kisi menyatakan titik nodal yang mewakili nilai temperatur pada titik
tersebut seperti terlihat pada gambar di atas. Jumlah nodal pada setiap
pembagian ∆x adalah M+1 buah, pada pembagian ∆y adalah N+1 buah dan
jumlah keseluruhan nde (M+1) x (N+1), Penomorannodal 0, 1, 2, 3, ... pada
setiap sumbu masing-masing untuk sumbu xm-1, m, m+1 ... dan sumbu y n-1,
n, n+1.[2] Berdasarkan kesetimbangan energi pada elemen, tanpa perpindahan
panas konveksi pada batas benda, persamaan beda hingga pada nodal di
bagian tengah (interior nodal), di bagian batas, di bagian sudut benda [2],
dinyatakan dengan:
1. Titik bagian dalam seperti untuk titik nodal 8, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 23, 24
dan 29 seperti pada gambar berikut:
108
Persamaan untuk node titik dalam dapat tulis dengan
𝑇𝑇𝑚𝑚,𝑛𝑛+1 + 𝑇𝑇𝑚𝑚,𝑛𝑛−1 + 𝑇𝑇𝑚𝑚+1,𝑛𝑛 + 𝑇𝑇𝑚𝑚−1,𝑛𝑛 − 4𝑇𝑇𝑚𝑚,𝑛𝑛 = 0
Pada titik nodal 2, 3, 7, 12, 18, 25 dan 30, berlaku hubugan iterasi:
𝑇𝑇𝑚𝑚,𝑛𝑛+1 + 𝑇𝑇𝑚𝑚,𝑛𝑛−1 + 2𝑇𝑇𝑚𝑚+1,𝑛𝑛 − 4𝑇𝑇𝑚𝑚,𝑛𝑛 = 0
109
3. Node pada sudut yang diisolasi.
Node pada sudut yang diisolasi, berlaku untuk titik nodal 1 dan 34,
seperti terlihat pada gambar berikut:
F. Rangkuman
Persoalan menentukan nilai turunan secara numerik adalah menentukan
hampiran nilai turunan fungsi f yang diberikan dalam bentuk tabel. Turunan
merupakan limit dari hasil bagi selisih pengurangan dua buah nilai yang besar
f(x+h) - f(x) ) dan membaginya dengan bilangan yang kecil (h). Pembagian ini
dapat menghasilkan turunan dengan galat yang besar. Lagi pula, jika fungsi f
dihampiri oleh polinom interpolasi p, selisih nilai fungsi mungkin kecil tetapi
turunannya boleh jadi sangat berbeda dengan nilai turunan sejatinya.
Menentukan turunan secara numerik beda maju merupakan suatu metode
yang mengadopsi secara langsung definisi defferensial, dan dituliskan
pengambilan h diharapkan pada nilai yang kecil agar error-nya kecil, karena
metode ini mempunyai error yang besar. Metode numerik beda mundur
110
merupakan suatu metode yang dilakukan dalam melakukan perhitungan nilai
error dari selisih nilai fungsi dengan tujuan untuk mengetahui besar kecilnya
coding yang dibuat terhadap nilai rata-rata error.
G. Tugas Latihan
1. Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x3 + 0,5x2 + 0,25x + 0,5. Dengan
menggunakan deret Taylor order nol, satu, dua, dan tiga. Perkirakan
fungsi tersebut pada titik xi + 1 = 1, berdasar nilai fungsi pada titik xi = 0.
Titik xi + 1 = 1 berada pada jarak ∆x = 1 dari titik xi = 0.
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑2 𝑦𝑦
Tentukan nilai 𝑑𝑑𝑥𝑥 dan 𝑑𝑑𝑥𝑥 2 , pada titik (1,1) dan (1,4)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑2 𝑦𝑦
Tentukan nilai 𝑑𝑑𝑑𝑑 pada titik (i) x =1, (ii) x =3 dan (iii) x = 6 dan 𝑑𝑑𝑥𝑥 2 pada
x =3
111
5. Tabel berikut menunjukkan perubahan posisi sudut (radian) sebuah
pertikel yang bergerak melingkar pada interval waktu t (detik)
θ 0.042 0.104 0.168 0.242 0.327 0.408 0.489
t 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12
Tentukan kecepatan sudut partikel pada saat 0.02 detik dan 0.10 detik
7.
112
113