Abstrak
Jagat SatrioUtomo (1117036) Pertanggungjawban Pidana Korporasi Terhadap Tindak Pidana Terorisme
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 809/Pid.Sus/2018/Pn Jkt.Sel
Suatu korporasi yang melakukan tindak pidana terorisme dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana.
Salah satu korporasi yang melakukan tindak pidana tororisme adalah Jamaah Anshor Daulah (JAD) yang telah
di putus oleh Pengadilan Negeri berdasarkan Putusan Nomor 809/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Sel. Syarat dan kriteria
korporasi JAD yang melakukan tindak pidana tororisme ialah korporasi JAD memiliki tujuan dan kepentingan
yang bertentangan dengan hukum, memiliki struktur organisasi yang teratur, korporasi ini bersifat klandestin
(sembunyi-sembunyi). Pertanggungjawaban pidana korporasi JAD berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri
Nomor 809/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Sel korporasi JAD telah melanggar Pasal 17 Ayat 1 dan Ayat (2) jo Pasal 6
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Terorisme, shingga korporasi JAD di jatuhi
pidana denda sebesar Rp. 5.000.000 dan pembekuan serta menyatakan sebagai suatu korporasi yang terlarang.
Perbandingan pertanggunjawaban pidana korporasi setelah Undang-Undang Terorisme menagalami
perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 maka pertanggungjawaban pidana tidak hanya
dikenakan pada korporasinya saja namun kepada para pendiri, pemimpin, pengurus dan para anggota dan
yang merekrut untuk menjadi anggota. Tidak hanya itu bahkan yang memberikan pelatihan milite dan yang
mengikuti pelatihan militer pun dapat di jatuhkan pidana. Korporasi menurut islam dikenal dengan
syakhṣiyyah ma‟nawiyyah/ i`tibariyyah (Badan Hukum). Badan Hukum ini dianggap mempunyai hak-hak milik
dan dapat mengadakan tindakan-tindakan tertentu. Akan tetapi menurut Syari‟at Islam Badan Hukum itu tidak
dibebani pertanggungjawaban pidana, karena pertanggungjawaban ini didasarkan pada adanya pengetahuan
dan pilihan, sedangkan kedua perkara itu tidak terdapat pada Badan Hukum. Dengan demikian, apabila terjadi
perbuatan-perbuatan yang dilarang yang dilakukan oleh orang-orang yang bertindak atas namanya, maka
orang-orang (para pengurusnya) itulah yang dibebani pertanggungjawaban pidana.
Abstact
Jagat SatrioUtomo (1117036) corporate criminal liability for terrorism crimes based on district
court decision number 809/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Sel
A corporation that commits a criminal act of terrorism can be held criminally responsible. One of the
corporations that has committed acts of terrorism is Jamaah Anshor Daulah (JAD) which has been decided by
the District Court based on Decision Number 809/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Sel. The requirements and criteria for a
JAD corporation that commits a crime of terrorism is that the JAD corporation has goals and interests that are
contrary to the law, has a regular organizational structure, and this corporation is clandestine (hidden). JAD's
corporate criminal liability based on District Court Decision Number 809/Pid.Sus/2018/PN Jkt.JAD's
corporate cell has violated Article 17 Paragraph 1 and Paragraph (2) in conjunction with Article 6 of Law
Number 15 of 2003 concerning Combating Terrorism, so that corporations JAD was sentenced to a fine of Rp.
5,000,000 and freezing and declaring as a prohibited corporation. Comparison of corporate criminal liability
after the Terrorism Act was changed to Law Number 5 of 2018 then criminal liability is not only imposed on the
corporation but also on the founders, leaders, management and members and those who recruit to become
members. Not only that, even those who provide military training and those who participate in military training
can be subject to criminal penalties. Corporations according to Islam are known as syakhṣiyyah ma‟nawiyyah/
i`tibariyyah (Legal Entities). This legal entity is considered to have property rights and can carry out certain
actions. However, according to Islamic Shari'ah, legal entities are not burdened with criminal responsibility,
because this responsibility is based on knowledge and choice, while both cases do not exist in legal entities.
Thus, if there are prohibited acts committed by people acting on their behalf, then it is the people (the
administrators) who are charged with criminal responsibility.
DAFTAR ISI
Abstrak...................................................................................................................................................i
Abstact...................................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................7
BAB II...................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN...................................................................................................................................8
A. Syarat Dan Kriteria Jamaah Anshor Daulah Sebagai Korporasi Yang Melakukan Tindak
Pidana Terorisme...............................................................................................................................8
B. Pertanggungjawaban pidana korporasi terorisme Jamaah Ansharut Daulah berdasarkan
Putusan Pengadilan Jakarta Selatan Nomor 809/Pid.Sus/2018/PN Jkt.Sel......................................13
C. Pertanggungjawaban Pidana Menurut Islam............................................................................17
BAB III................................................................................................................................................24
PENUTUP...........................................................................................................................................24
A. Kesimpulan..............................................................................................................................24
B. Saran........................................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terorisme merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan luar biasa
(extraordinary crime) yang menjadi perhatian dunia sekarang ini bahkan terutama di
Indonesia. Terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini memiliki keterkaitan
ideologis, sejarah, dan bahkan politis serta merupakan bagian dari dinamika
lingkungan strategis pada tataran global dan regional. Kendatipun aksi terorisme yang
terjadi di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir ini kebanyakan dilakukan
oleh orang Indonesia dan hanya sedikit aktor-aktor dari luar. Namun tidak dapat
dibantah bahwa aksi terorisme saat ini merupakan suatu gabungan antara pelaku
domestik dengan mereka yang memiliki jejaring trans nasional.
Kejahatan terorisme yang terjadi di dalam suatu negara tidak lagi hanya
dipandang sebagai yurisdiksi satu negara tetapi bisa diklaim termasuk yurisdiksi
tindak pidana lebih dari satu negara. Menurut Romli Atmasasmita, terorisme dalam
perkembangannya menimbulkan konflik yurisdiksi yang dapat mengganggu
hubungan internasional antara negara-negara yang berkepentingan di dalam
1
Muladi, 2002, “Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi.” tulisan dalam Jurnal
Kriminologi Indonesia FISIP UI, Vol II No. 03 Desember 2002, Hal. 1
4
5
menangani kasus-kasus tindak pidana berbahaya yang bersifat lintas batas territorial.2
Kejahatan terorisme menggunakan salah satu bentuk kejahatan lintas batas negara
yang sangat mengancam ketentraman dan kedamaian dunia.
Kejadian aksi teror yang ada di Indonesia menimbulkan rasa keprihatinan dan
tekanan dunia internasional untuk memberantas dan mencari pelaku terorisme
tersebut. Bahkan Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengeluarkan 2 (dua) buah
Resolusi yaitu Resolusi Nomor 1438 Tahun 2002 yang mengutuk dengan keras
peledakan bom di Bali, menyampaikan duka cita dan simpati yang mendalam kepada
pemerintah dan rakyat Indonesia serta para korban dan keluarganya, sedangkan
Resolusi Nomor 1373 Tahun 2002 berisikan seruan untuk bekerjasama dan
mendukung serta membantu pemerintah Indonesia untuk menangkap dan
mengungkap semua pelaku yang terkait dengan peristiwa tersebut dan memproses ke
pengadilan. Pada pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tersirat bahwa pemerintah
Repubik Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya dari setiap
ancaman kejahatan baik bersifat nasional maupun internasional dan berkewajiban
untuk mempertahankan kedaulatan negara serta memulihkan keutuhan dan integritas
nasional dari ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri.3
Dewasa ini terorisme mempunyai jaringan yang luas dan bersifat global yang
mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Secara
akademis, terorisme dikategorikan sebagai ”kejahatan luar biasa” atau ”extraordinary
crime” dan dikategorikan pula sebagai ”kejahatan terhadap kemanusiaan” atau ”crime
against humanity”.4 Mengingat kategori yang demikian maka pemberantasannya
tentulah tidak dapat menggunakan cara-cara yang biasa sebagaimana menangani
tindak pidana biasa seperti pencurian, pembunuhan atau penganiayaan. Tindak pidana
terorisme selalu menggunakan ancaman atau tindak kekerasan yang mengancam
keselamatan jiwa tanpa memilih-milih siapa yang akan menjadi korbannya.5
2
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, (PT Rafika Aditama, Bandung, 2000), hal.58.
3
Keterangan Pemerintah tentang diterbitkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang PemberantasanTindak
Pidana Terorisme dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Perpu No 1 Tahun 2002 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002,
hal.10
4
Keterangan Pemerintah tentang diterbitkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme yang disampaikan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Tahun 2002, hal. 8
5
Hamzah Junaid, Jurnal, Pergerakan Kelompok Terorisme Dalam Perspektif Barat Dan Islam, UIN Alauddin
Makassar, Sulesana, Volume 8 Nomor 2 Tahun 2013, hlm. 120
6
Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang telah mengklaim bahwa mereka bertanggung jawab
atas beberapa peristiwa terror di Indonesia.6
B. Rumusan Masalah
C.
6
https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/al-qaeda-dan-isis-dari-ji-ke-jad diakses pada 25 Desember 2019.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syarat Dan Kriteria Jamaah Anshor Daulah Sebagai Korporasi Yang
Melakukan Tindak Pidana Terorisme
8
9
namun Aman tidak masuk kedalam struktur kepengurusan JAD. Aman hanya sebagai
orang yang di tokohkan atau rujukan bagi para pengurus, anggota dan pendukung
JAD dengan cara memberikan tausiah, dan motivasi, sesuai dengan pemahaman
Tauhid Ahlusunnah Waljamaah. Diantaranya yang sering Aman tekankan kepada
anggota adalah tentang kekafiran ajaran demokrasi, kekafiran syiah dan wajibnya
mengakan syariat islam. Berikut merupakan struktur organisasi JAD Pusat dibawah
Amir Pusat Zaenal Anshori :
JAD dalam rangka mencapai dan mewujudkan tujuan tersebut organisasi ini
melakukan Langkah-langkah seperti menyebarkan dakwah tauhid, melaksanakan
hijrah dan berjihad. Sedangkan JAD memiliki kitab atau panduan yang digunakan
10
oleh Zainal Anshori selaku Amir Pusat dalam mengoprasionalkan organisasi JAD
(Jamaah Anshor Daulah) adalah dengan menggunakan “Kitab Murqorror Fittauhid”
yang ditulis oleh Dewan Fatwa Daulah Islamiyah (ISIS).
Yayasan, Koperasi, partai politik dan berbagai kesatuan organisasi lainnya. korporasi
yang bukan berbadan hukum antara lain firma, CV, perusahaan dagang.
Jamaah Anshor Daulah memiliki maksud dan tujuan yang berbeda, maksud
dari dibentuknya JAD adalah untuk mewadahi para pendukung Khalifah
Islamiyah Pimpinan Syekh Abu Bakar Al Baghdadi di Suriah, yang tersebar di
Indonesia yang sebelumnya tersebar dalam berbagai kelompok yang berbeda
menjadi satu kelompok atau wadah yakni JAD (Jamaah Anshor Daulah).
Sedangkan tujan daru JAD yaitu untuk mendukung Daulah Islamiyah yang
ada disuriah. Maksud dan tujuan dari korporasi ini tentu saja bertentangan
dengan hukum.
dana yang bersumber dari infaq anggota dan terdapat sumbangan dana dari
ISIS di Suriah.
1) “Setiap Orang”
2) “Tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu Korporasi”
3) Dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan
lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama;
4) “Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan
susasan terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya
nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau
kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau
fasilitas publik atau fasilitas internasional”.
IS (Islamic State) dan menyatakan sebagai suatu korporasi yang terlarang. Penjatuhan
pidana tersebut didasarkan pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberatasan Tindak Pidana Terorisme
sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2003.
2) Setelah Jamaah Anshor Daulah terbentuk Amir Pusat JAD tidak mendaftarkan
korporasinya karena wadah ini bergerak dibawah tanah (under ground) atau
sembunyi-sembunyi;
3) Dalam mewujudkan maksud dan tujuan wadah tersebut, JAD mengadakan acara
Dauroh Dai Nasional yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau denga
kamuflase acara pengobatan herbal dan ruqiyah. Dimana dalam acara tersebut
melakukan video call dengan Terpidana Aman Abdurahman, membacakan fatwa
dari juru bicara ISIS yang memerintahkan jihad;
5) Kegiatan yang dilakukan oleh JAD dibawah pimpinan Zainal Anshori dimana dia
memerintahkan agar tercapainya maksud dan tujuan JAD yaitu dengan cara
menyebarkan dakwah tahuid, melaksanakan hijrah dan berjihad. Kelompok ini
15
6) Dengan disampaikannya maksud dan tujuan oleh Zainal Anshori maka para
pendukung Jamaah Anshor Daulah yang ada di Indonesia termotivasi melakukan
aksi-aksi teror di berbagai tempat di Indonesia dan sejak saat itu banyak terjadi
peristiwa-peristiwa terorisme baik itu peledakan bom maupun pembunuhan
terhadap anggota kepolisian indonesia, antara lain :
melawan hukum belum tentu dapat serta merta di kenakan sanksi pidana jika unsur
kesalahan tidak terbukti dan ini artinya pelaku tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum pidana.7
7
Elfa Murdiana, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Relevansinya Terhadap
Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, AL-MAWARID, VOL.XII, NO 1, FEB-AGUST 2012, hlm. 3
8
Ahmad Hanafi, Azas-azas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967), hlm,154.
9
Zakaria Syafe’i, Op.Cit, hlm. 99
10
Juhaya. S. Praja, Teori-Teori Hukum Islam, (Bandung: Pasca Sarjana UIN Bandung. 2009) Cet ke-1, hlm.
133-134
19
Jika ketiga asas tersebut terpenuhi, maka bagi seseorang yang melakukan tindak
pidana tersebut, terdapat pertanggungjawaban pidana. Bilamana salah satu asas
tersebut tidak ada, maka baginya tidak dikenakan pertanggungjawaban pidana.
Dalam sebuah hadis di rawiyatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud di
sebutkan : Aritnya : Dari Aisyah ra. Ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw : Di
hapuskan ketentuan dari tiga hal,dari orang tidur sampai ia bangun, dari orang gila
sampai ia sembuh dari anak kecil sampai ia dewasa. 11 Dengan demikian
berdasarkan hadis tersebut orang gila, anak di bawah umur, orang yang di paksa
dan terpaksa tidak di bebani pertanggungjawaban, karena dasar
pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada.
Pembebasan beban terhadap mereka itu, berdasarkan kepada naṣ (Q. S. An-
Naḥl : 106) dan berbagai hadis :
َ =ال ُك ۡف ِر
ۡص= ۡد ًرا فَ َعلَ ۡي ِهم َ ۡن َكفَ َر بِاهّٰلل ِ ِم ۡۢن بَ ۡع ِد اِ ۡي َمانِ ٖ ۤه اِاَّل َم ۡن اُ ۡك= ِرهَ َوقَ ۡلبُ= ٗ=ه ُم ۡط َم ِٕٮ ۢنٌّ بِااۡل ِ ۡي َم==ا ِن َو ٰلـ ِك ۡن َّم ۡن
ۡ =ِش= َر َح ب
هّٰللا
(Q.S An-Nahl : 106) اب ع َِظ ۡي ٌم ٌ ب ِّمنَ ِۚ َولَ ُهمۡ َع َذ ٌ ض َ َغ
“Dihapuskan ketentuan dari tiga hal, dari orang yang tidur hingga ia
bangun, dari orang yang gila hingga ia sembuh, dan dari anak kecil hingga ia
11
Jalaluddin As Sayuhuti, Al Jami’ Ash ShagirJuz II, Dar Al Fikr, Beirut, t.t, hlm. 24
12
Jalāludīin, Abdurraḥmān bin Abī Bakr as-Sayuṭi, Al-Jāmi‟uṣ-Ṣagīr (Bairut: Dār al Fikr. t.th), Juz 2, hlm. 24.
20
dewasa” (H.R. Aḥmad, Abū Dāwud, Nasā‟i, Ibnu Mājah, Ibnu Jarīr, Ḥākim dan
Turmuẓi dari Aisyah).13
13
Ibid.
14
Zakaria Syafe’I, Op Cit, hlm. 102
15
A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 2, 1976, hlm. 120.
16
A. Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika. 2004), Cet ke-1, hlm.
76
17
www.jejakislam.com/2020/11/penjelasan-syakhsiyah-manawiyah-atau-itibariyahptcvkoperasi-dll.html
(diakses pada 04 Juni 2021)
21
perawat tertentu dan tetap di perlakukan biaya dan harus memelihara harta-harta
waqaf yang dibangun untuk memliharanya.18
Dikaitkan dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh JAD maka, Jamaah
Anshor Daulah (JAD) dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena adanya
perbuatan maksiat atau perbuatan yang melawan hukum, yaitu mengerjakan suatu
perbuatan yang syara‟ melarangnya, atau sebaliknya meninggalkan suatu
18
Ahmad Warso, Munawir, Kamus al-Munawir, Edisi Kedua, Surabaya: Pustaka Progresif 2002, hlm. 700
19
Ari Wibowo, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi, Dalam
Karya Ilmiah Skripsi Fakultas Syariah UIN Raden Fatah Palembang, 2015, hlm. 31-32
20
Ibid, hlm. 405
21
Ibid, hlm. 450
22
Perbuatan jarimah bom bunuh diri yang dilakukan oleh pendukung/ anggot
Jamaah Anshor Daulah (JAD) merupakan perbuatan langsung (al-mubasyarah).
Namun perbuatan langusng tersebut merupakan akibat dari perbuatan sebab (as-
sabab) yang dilakukan oleh pemimpin Jamaah Anshor Daulah (JAD) yaitu Zainal
Anshori yang menyampaikan maksud dan tujuan dibentuknya JAD sehingga para
pendukung Jamaah Anshor Daulah yang ada di Indonesia termotivasi melakukan
aksi-aksi teror di berbagai tempat di Indonesia dan sejak saat itu banyak terjadi
peristiwa-peristiwa terorisme baik itu peledakan bom maupun pembunuhan
terhadap anggota kepolisian Indonesia.
Perbuatan terorisme dalam fiqih jinayah adalah tindak pidana hirabah atau bisa
disebut dengan qat’al-tariq. definisi qat’al-tariq yang dikemukakan oleh para pakar
hukum islam, diantaranya seperti Shaikh Muhammad al-sharbini dalam kitab
beliau, Mughni al-Muhtaj.22 Beliau mengemukakan bahwa qat’al-tariq secara
bahasa sebagai berikut :
22
Muhammad Bin Khatib al-Sharbini, Mughni al-Muhtaj Ila Ma’rifah Al-faz Al-minhaj (Bairut: Dar al-Fikr,
tt). Juz, IV, hlm. 224
23
Sheikh Shamsuddin Muhammad al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj Ila Sharhz al-Minhaj (Mesir: Maktabah
Mustafa al-Halbi, tt), Juz. VIII, hlm. 3
23
sebuah ketakutan, dengan besar hati, berpegang atas kekuatan serta jauh dari
pertolongan”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jamaah Anshor Daulah (JAD) memiliki struktur organisasi yang jelas sebagai
syarat suatu korporasi, ditandai memiliki pemimpin melakukan suatu persekutuan
atau permufakatan, walaupun JAD tidak memliki anggaran dasar dan sifatnya
bukan badan hukum resmi/terdaftar. Maka JAD dapatlah dikatakan sebagai
korporasi. Syarat dan kriteria lainnya yaitu JAD memiliki struktur organisasi
ditandai dengan memiliki pimpinan/amir pusat dan wilayah serta memiliki tujuan
tertentu yaitu menduking ISIS dan mewadahi pendukung ISIS di Indonesia
menjadi satu wadah. JAD mempunyai kepentinganya sendiri dimana kepentingan
dari korporasi JAD bertentangan dengan hukum dan JAD merupakan organisasi
yang bersifat klandestin (underground).
24
25
kepada para pendiri, pemimpin, pengurus dan para anggota dan yang merekrut
untuk menjadi anggota. Tidak hanya itu bahkan yang memberikan pelatihan milite
dan yang mengikuti pelatihan militer pun dapat di jatuhkan pidana.
B. Saran
Dalam hal tindakan negara melalui alatnya seperti TNI, Polri, BIN (Badan
Intelegen Negara) dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) perlu
saling bekerja sama dalam menanggulangi dan melawan terorisme, karena kelompok
terorisme bertindak secara sembunyi-sembunyi untuk mencapai tujuannya. Penilaian
penulis dalam beberapa aksi terror bom yang terjadi di Indonesia dalam satu dekade
kebelakang baik Polri dan Badan negara lainnya dalam memberantas terorisme
terbilang telat. Karena setelah terjadi peristiwa terror Polri baru melakukan suatu
tindakan yang masif. Oleh sebab itu saran penulis ialah para alat negara/badan negara
26
terkait yang memiliki kewenangan mampu saling bekerja sama untuk melawan
terorisme.
Buku
Ahmad Warso, Munawir, Kamus al-Munawir, Edisi Kedua, Surabaya: Pustaka Progresif
2002.
Al-Sharbini, Muhammad Bin Khatib, Mughni al-Muhtaj Ila Ma’rifah Al-faz Al-minhaj
(Bairut: Dar al-Fikr, tt). Juz, IV.
Al-Ramli, Sheikh Shamsuddin Muhammad, Nihayah al-Muhtaj Ila Sharhz al-Minhaj (Mesir:
Maktabah Mustafa al-Halbi, tt), Juz. VIII.
Atmasasmita, Romli, Pengantar Hukum Pidana Internasional, (PT Rafika Aditama,
Bandung, 2000).
Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, Cet. 2, 1976
Muslich, A. Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika), Cet
ke-1, 2004.
Jalāludīin, Abdurraḥmān bin Abī Bakr as-Sayuṭi, Al-Jāmi‟uṣ-Ṣagīr (Bairut: Dār al Fikr. t.th),
Juz 2.
Jalaluddin As Sayuhuti, Al Jami’ Ash ShagirJuz II, Dar Al Fikr, Beirut, t.t.
Jurnal
Junaid, Hamzah, Pergerakan Kelompok Terorisme Dalam Perspektif Barat Dan Islam, UIN
Alauddin Makassar, Sulesana, Volume 8 Nomor 2 Tahun 2013.
Muladi, “Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi.”
tulisan dalam Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, Vol II No. 03 Desember 2002.
Murdiana, Elfa, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Prespektif Hukum Islam Dan
Relevansinya Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Al-Mawarid, Vol.XII,
No 1, Feb-Agust 2012.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, Menjadi Undang-Undang, dan telah mengalami perubahan menjadi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.
27
28
Web
https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/al-qaeda-dan-isis-dari-ji-ke-jad
https://nasional.kontan.co.id/news/perbuatan-yangterkena-tindak-pidana-terorisme
www.jejakislam.com/2020/11/penjelasan-syakhsiyah-manawiyah-atau-
itibariyahptcvkoperasi-dll.html