Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Disusun Oleh

Anjalina Juwita Porayow

Nim: 19180008

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK III MANADO

MEI 2022
TINJAUAN TEORI

A. Definsi

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

(Brunner dan Suddarth, 2002)

C. Etiologi

1. Diabetes tipe I:

a. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

2. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi

Diabetes tipe I.pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karna sel-sel beta pankreas telah diancurkanoleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan)

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam dalam metabolism glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulus pengambilan glukosa
oleh jaringan.

(Brunner dan Suddarth, 2002)

E. Manisfestasi klinik

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak
ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :

1. Katarak

2. Glaukoma

3. Retinopati

4. Gatal seluruh badan

5. Pruritus Vulvae

6. Infeksi bakteri kulit

7. Infeksi jamur di kulit

8. Dermatopati

9. Neuropati perifer

10. Neuropati viseral

11. Amiotropi

12. Ulkus Neurotropik

13. Penyakit ginjal

14. Penyakit pembuluh darah perifer

15. Penyakit koroner

16. Penyakit pembuluh darah otak

F. Komplikasi

Komplikasi yang biasa terjadi yaitu:

1. Gagal ginjal

2. Hiperglikemia

3. Hipertensi

4. Ketoasidosis
5. Sindrom hiperglikemia

6. Amputasi

(T.M Marelli, 2007)

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa darah sewaktu

2. Kadar glukosa darah puasa

3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

– Plasma vena

– Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

– Plasma vena

– Darah kapiler

< 100

<80

<110

200

>200

>126

>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

H. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet

2. Latihan

3. Pemantauan

4. Terapi (jika diperlukan)

5. Pendidikan

(Brunner dan Suddarth, 2002).

I. Pengkajian

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.

 Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

 Integritas Ego

Stress, ansietas

 Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

 Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.

 Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan


penglihatan.

 Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

 Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

 Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

(Marilyn E. 2002)

J. Masalah Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan.

1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.

2. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke


daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
4. Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.

5. Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

K. Intervensi

a. Diagnosa no. 1

Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.

2. Pasien mematuhi dietnya.

3. Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda


hiperglikemia/hipoglikemia.

intervensi:

1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya


hipoglikemia/hiperglikemia.

3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet ).

4. Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula
darah dan mencegah komplikasi.

b. Diagnosa no. 2

Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic.

Tujuan : kebutuhan cairan dapat terpenuhui.

kriteria hasil : 1. Nadi perifer dapat diraba

2. turgor kulit dan pengisian kapiler baik

3. kadar elektrolitdalam batas normal

Intervensi :

1. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.

Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.

2. Ukur berat badan setiap hari.

Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.

3. Pertahankan untuk memberikan cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.

Rasional : mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.

c. Diagnosa 3

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke


daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.

Kriteria Hasil : – Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

– Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

– Kulit sekitar luka teraba hangat.

– Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.


– Sensorik dan motorik membaik

intevensi:

1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :

Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut
dan sebagainya.

Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.

3. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga


perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat
mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.

d. Diagnosa 4

Resiko terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.

2. pus dan jaringan berkurang

3. Adanya jaringan granulasi.

4. Bau busuk luka berkurang.

intervensi:

1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan
larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati.

Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan
yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis
dapat menghambat proses granulasi.

3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan
gula darah pemberian anti biotik.

Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

e. Diagnosa 5

Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.

Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas

2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).

3. Rasa nyeri berkurang.

4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

intervensi:

1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.

Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.

2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah
dalam keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.

3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.

Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.

4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.


Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga
fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

L. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal,
intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan
selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,
dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon
pasien.

M. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih, Jakarta : EGC, 1999.

Marelli T.M, Buku Saku Dokumentasi Keperawatan edisi 3, Jakarta : EGC, 2007

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8 Vol 2, Jakarta : EGC, 2002.

http:// teguhsubianto.blogspot.com/2009/06 / asuhan-keperawatan-diabetes-mellitus. html

http:// hidayat2.wordpress.com /2009 /07 /07/askep-diabetes-melitus-dm/

Anda mungkin juga menyukai