Anda di halaman 1dari 2

Sejarah Kerajaan Dan Kesultanan Bima

Tanah Bima dalam Bahasa daerah disebut “Dana Mbojo” yang meliputi Kabupaten Bima dan Kota
Bima.
Sebelumnya daerah ini dikenal dengan nama kerajaan dan Kesultanan yang mempunyai sejarah
yang berakar jauh ke dalam sejarah. berawal dari abad 14 dinobatkannya raja pertama keturunan
sang Bima oleh rakyat secara langsung yang bernama Indra Zamrud. kerajaan Bima diperintah
secara turun Temurun oleh keturunan Sang Bima hingga abad ke 16 sebanyak 26 orang raja. raja
26 inulah yang pertama menerima Islam di awal abad ke 17 dan menjadikan kerajaan Bima
sekaligus kerajaan yang berazaskan ajaran Islam dan sebutan raja menjadi sultan akan tetapi
dalam bahasa Bima (mbojo) tetap bergelar “Rumata Ma Sangaji Mbojo”.
sultan ini bernama Sultan Abdul Kahir l Dan memerintah pula 14 orang sultan hingga abad ke-20
tepatnya pada tahun wafatnya Sultan Muhammad Salahudin pada tahun 1951. setelah bergabung
dengan negara kesatuan republik Indonesia dilantik pula Sultan Bima XV Abdul Kahir ll dan Sultan
Bima XVl H. Ferry Zulkarnain, ST pada tahun 2013 sebagai upaya pelestarian ada di kesultanan
Bima. Seindah sehingga sejarah kerajaan dan Kesultanan bima tidak terputus dan terus berlanjut
mengawal perubahan zaman.

Dari catatan-catatan lama(naskah lama) dapat dibaca peristiwa-peristiwa yang terjadi sekitar
waktu menjelang kedatangan islam, sayangnya tertulis tanpa tahun. Hanya dalam buku catatan
kerajaan Bima BO Sangaji Kai tercantum tahun kedatangan para mubaliq islam di Bima yakni pada
tahun 1018 H yang jatuh pada tahun 1609 AD. Sebagai berikut:

“Hijratun Nabi SAW seribu sepuluh delapan tahun ketika itulah masuk islam di Bima oleh Datu Ri
Bandang Datu Ri Tiro tatkala zamannya sultan Abdul Kahir" Catatan ini dapat dikatakan sebagai
momentum awal masuknya islam di Bima, bila dihubungkan dengan data sejarah masuknya islam
di Makassar hal ini disebabkan sejarah masuknya islam di tanah Bima tidak bisa dipisahkan
dengan sejarah masuknya islam di tanah Makassar, karena pada zaman itu Makassar mempunyal
interaksi dengan wilayah-wilayah kerajaan sekitarnya, termasuk pulau Sumbawa. Sehingga pada
waktu Rumata Ma Bata Wadu, yang naik tahta kerajaan dalam usia sangat muda direbut
pamannya Ruma Ma Ntau Asi Peka dan dibunuhnya, melarikan diri ke Makassar untuk meminta
bantuan raja Goa.
Raja Goa bersedia membantu asal raja Bima mengislamkan seluruh kerajaan Bima. Setelah dalam
waktu yang cukup lama Rumata Ma Bata Wadu mempelajari ajaran islam dan cara-cara
menjalankan perintah islam, maka langsung mengatakan diri masuk agama islam, dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat.

Melihat tingkah laku raja Bima tersebut, maka raja Goa yang sudah memakai nama islam sultan
Alauddin berkeinginan mengawinkan raja Bima tersebut dengan adik iparnya Daeng Sikontu
puteri Karaeng Kasuruang. Kemudian berangkatlah Rumata Ma Bata Wadu bersama dengan dua
orang pendekar Islam Datu ri Bandang dan Datu Ri Tiro untuk membawa Islam di Bima dan
bersama pasukan bersenjata untuk merebut kembali tahta kerajaan Bima kepada Raja Ruamta Ma
Bata Wadu inilah yang tercatat dalam buku BO' Sangaji Kai, Catatan Peristiwa-Peristiwa kerajaan
Bima.

Tidak lama kemudian atas anjuran para mubaliq, kerajaan Bima menjadi kerajaan Islam dan raja
dilantik sebagai sultan dengan nama islam Sultan Abdul Kahir Rumata Ma Bata Wadu. Peristiwa
ini terjadi pada tahun 1611 menurut catatan naskah dan tertulis dalam ensiklopedi Islam
Indonesia.

Sultan yang pertama islam ini menjalankan pemerintah yang sungguh-sungguh mengikuti ajaran
agama islam sampai wafat tahun 1640. Sultan ini pun meninggalkan naskah-naskah yang bernilai
sejarah dan ilmu pengetahuan yang sampai sekarang masih tersimpan dan dapat dikaji oleh
generasi yang akan datang.

Keadilan dan kemanusiaan dibutuhkan oleh setiap orang dimanapun dia berada sejak dari dahulu
kala maupun sekarang. Tanpa keadilan dan kemanusiaan segala keputusan menjadi keputusan
yang tidak benar dan dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi yang menerima di dalam
hukum adat tanah Bima yang dahulu oleh masyarakat Bima disebut 'Hukum Bicara' melindungi
kepentingan rakyat didasari filsafat yang mengandung nilai keadilan dan kemanusiaan tercermin
dari rumusan pasal-pasal dan saksinya. Dahulu'hukum bicara' ini sangat ditaati oleh masyarakat
yang mempunyai kebudayaan dan adat istiadat yang tinggi yang sampai sekarang masih bisa
bertahan eksistensinya sebagai suku bangsa yang berpendidikan dan maju.

Hanya disayangkan zaman sekarang nilai-nilai budaya yang luhur itu sudah tidak dianggap tidak
berguna lagi sehingga banyak terjadi ketimpangan -ketimpangan dalam kehidupan
bermasyarakat dewasa ini. Sering terjadinya pertentangan dan berkelahian dan bahkan
pembunuhan disebabkan karena hilangnya rasa kemanusiaan dan keadilan. Dan berubahnya
cara-cara menyelesaikan persoalan dan sengketa.

Hukum pidana adat dahulu digunakan untuk melindungi rakyat, menjaga agar kepentingan rakyat
tidak terganggu. Hukum pidana adat dapat menyelesaikan persoalan dengan baik pada zaman
dahulu. Seharusnya hukum adat itu difungsikan dalam rangka melindungi kepentingan rakyat,
hanya saja peraturan hukum adat yang utamanya mengandung hukum pidana itu tersimpan di
dalam naskah. Kemudian pula naskah lama hukum adat tanah Bima tertulis dengan aksara yang
sudah tidak digunakan lagi secara umum, yakni aksara Arab dengan bahasa Melayu lama. Hukum
adat tanah Bima tertulis pula dalam buku besar catatan kerajaan Bima yang dikenal luas oleh
masyarakat Bima.

Anda mungkin juga menyukai