Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan nikmat yang tiada hentinya
dilimpahkan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat berdasarkan sumber-sumber yang kemudian di susun serta diskusikan kembali.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu
penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam mengarungi kehidupannya, sebuah negara-bangsa (nation state) selalu
dihadapkan pada upaya bagaimana menyatukan keanekaragaman orang–orang yang
ada di dalamnya agar memiliki rasa persatuan, kehendak untuk bersatu dan secara
bersama bersedia membangun kesejahteraan untuk bangsa yang bersangkutan. Oleh
karena itu, bagaimana mungkin suatu negara-bangsa bisa membangun, jika orang-
orang yang ada di dalam negara tersebut tidak mau bersatu, tidak memiliki perasaan
sebagai satu kesatuan dan tidak bersedia mengikatkan diri sebagai satu bangsa.
Suatu negara-bangsa membutuhkan persatuan untuk bangsanya yang dinamakan
integrasi nasional. Dapat dikatakan bahwa sebuah negarabangsa yang mampu
membangun integrasi nasionalnya akan memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan
bangsa-bangsa yang ada di dalamnya. Integrasi nasional merupakan salah satu tolok
ukur persatuan dan kesatuan bangsa.
1.2. Tujuan
1.2.1. mampu berdisiplin untuk mewujudkan integrasi nasional dan mengokohkan
persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI.
1.2.2.Mampu mengevaluasi urgensi integrasi nasional sebagai salah satu parameter
persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI.
1.2.3.Mampu memberikan saran sebagai solusi untuk masalah disintegrasi yang pernah
terjadi di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Menelusuri Konsep dan Urgensi Integrasi Nasional

2.1.1 Makna Integrasi Nasional

Kita dapat menguraikan istilah tersebut dari dua pengertian: secara etimologi dan terminologi.
Pengertian etimologi dari integrasi nasional berarti mempelajari asal usul kata pembentuk
istilah tersebut.

Secara etimologi, integrasi nasional terdiri atas dua kata integrasi dan nasional. Terminologi
dapat diartikan penggunaan kata sebagai suatu istilah yang telah dihubungkan dengan konteks
tertentu. Konsep integrasi nasional dihubungkan dengan konteks tertentu dan umumnya
dikemukakan oleh para ahlinya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian integrasi nasional
dalam konteks Indonesia dari para ahli/penulis:

Nama Pengertian Integrasi Nasional

Saafroedin Bahar (1996) Upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan
pemerintah dan wilayahnya

Riza Noer Arfani (2001) Pembentukan suatu identitas nasional dan penyatuan
berbagai kelompok sosial dan budaya ke dalam suatu
kesatuan wilayah

Djuliati Suroyo (2002) Bersatunya suatu bangsa yang menempati wilayah tertentu
dalam sebuah negara yang berdaulat.

Ramian Surbakti (2010) Proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya dalam
satu kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional
Istilah Integrasi nasional dalam bahasa Inggrisnya adalah “national integration”. "Integration"
berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Kata ini berasal dari bahasa latin integer, yang berarti
utuh atau menyeluruh. Berdasarkan arti etimologisnya itu, integrasi dapat diartikan sebagai
pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. “Nation” artinya bangsa sebagai
bentuk persekutuan dari orang-orang yang berbeda latar belakangnya, berada dalam suatu
wilayah dan di bawah satu kekuasaan politik.

Ada pengertian dari para ahli atau pakar asing mengenai istilah tersebut. Misalnya, Kurana
(2010) menyatakan integrasi nasional adalah kesadaran identitas bersama di antara warga
negara. Ini berarti bahwa meskipun kita memiliki kasta yang berbeda, agama dan daerah, dan
berbicara bahasa yang berbeda, kita mengakui kenyataan bahwa kita semua adalah satu. Jenis
integrasi ini sangat penting dalam membangun suatu bangsa yang kuat dan makmur.

2.1.2 Jenis Integrasi

Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti (2010) lebih cocok
menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi nasional. Menurutnya integrasi politik
adalah penyatuan masyarakat dengan sistem politik. Integrasi politik dibagi menjadi lima jenis,
yakni 1) integrasi bangsa, 2) integrasi wilayah, 3) integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5)
integrasi tingkah laku (perilaku integratif).

Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan orang-orang dari
berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai perbedaan baik etnisitas, sosial budaya,
atau latar belakang ekonomi, menjadi satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman
sejarah dan politik yang relatif sama. Dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat
dari tiga aspek yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari aspek politik, lazim disebut
integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi), yakni saling ketergantungan ekonomi
antar daerah yang bekerjasama secara sinergi, dan aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya)
yakni hubungan antara suku, lapisan dan golongan. Berdasar pendapat ini, integrasi nasional
meliputi: 1) Integrasi politik, 2) Integrasi ekonomi, dan 3) integrasi sosial budaya.

a. Integrasi Politik
Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi yang bersifat
vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik antara elit politik dengan massa pengikut,
atau antara penguasa dan rakyat guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka
pengembangan proses politik yang partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan yang
berkaitan dengan masalah teritorial, antar daerah, antar suku, umat beragama dan golongan
masyarakat Indonesia.

b. Integrasi Ekonomi

Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling ketergantungan antar daerah dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling ketergantungan menjadikan wilayah dan
orang-orang dari berbagai latar akan mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan
sinergis. Di sisi lain, integrasi ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatan-hambatan
antar daerah yang memungkinkan ketidaklancaran hubungan antar keduanya, misal peraturan,
norma dan prosedur dan pembuatan aturan bersama yang mampu menciptakan keterpaduan
di bidang ekonomi.

c. Integrasi sosial budaya

Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat
sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis,
agama bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan lain sebagainya. Integrasi sosial budaya juga berarti
kesediaan bersatu bagi kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama,
dan ras.

2.1.3. Pentingnya Integrasi nasional

Menurut Myron Weiner dalam Surbakti (2010), dalam negara merdeka, faktor pemerintah yang
berkeabsahan (legitimate) merupakan hal penting bagi pembentukan negara-bangsa. Hal ini
disebabkan tujuan negara hanya akan dapat dicapai apabila terdapat suatu pemerintah yang
mampu menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau bersatu dan
bekerja bersama. Kemampuan ini tidak hanya dapat dijalankan melalui kewenangan
menggunakan kekuasaan fisik yang sah tetapi juga persetujuan dan dukungan rakyatnya
terhadap pemerintah itu. Jadi, diperlukan hubungan yang ideal antara pemerintah dengan
rakyatnya sesuai dengan sistem nilai dan politik yang disepakati. Hal demikian memerlukan
integrasi politik. Negara-bangsa baru, seperti halnya Indonesia setelah tahun 1945,
membangun integrasi juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang dapat menjelaskan hal ini.
Pertama, pemerintah kolonial Belanda tidak pernah memikirkan tentang perlunya membangun
kesetiaan nasional dan semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia. Penjajah lebih
mengutamakan membangun kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan guna kepentingan
integrasi pribadi kolonial. Jadi, setelah merdeka, kita perlu menumbuhkan kesetiaan nasional
melalui pembangunan integrasi bangsa. Kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan integrasi ini
juga menjadi masalah pelik bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya, tetapi
juga latar belakang bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa (nation state) merupakan negara
yang di dalamnya terdiri dari banyak bangsa (suku) yang selanjutnya bersepakat bersatu dalam
sebuah bangsar yang besar. Suku-suku itu memiliki pertalian primordial yang merupakan unsur
negara dan telah menjelma menjadi kesatuan etnik yang selanjutnya menuntut pengakuan dan
perhatian pada tingkat kenegaraan. Ikatan dan kesetiaan etnik adalah sesuatu yang alami,
bersifat primer. Adapun kesetiaan nasional bersifat sekunder. Bila ikatan etnik ini tidak
diperhatikan atau terganggu, mereka akan mudah dan akan segera kembali kepada kesatuan
asalnya. Sebagai akibatnya mereka akan melepaskan ikatan komitmennya sebagai satu bangsa.

Ditinjau dari keragaman etnik dan ikatan primordial inilah pembangunan integrasi bangsa
menjadi semakin penting. Ironisnya bahwa pembangunan integrasi nasional selalu menghadapi
situasi dilematis seperti terurai di depan. Setiap penciptaan negara yang berdaulat dan kuat
juga akan semakin membangkitkan sentimen primordial yang dapat berbentuk gerakan
separatis, rasialis atau gerakan keagamaan. Kekacauan dan disintegrasi bangsa yang dialami
pada masa-masa awal bernegara misalnya yang terjadi di India dan Srilanka bisa dikatakan
bukan semata akibat politik “pecah belah” kolonial namun akibat perebutan dominasi
kelompok kelompok primordial untuk memerintah negara. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
lepas dari kolonial, mereka berlomba saling mendapatkan dominasinya dalam pemerintahan
negara. Mereka berebut agar identitasnya diangkat dan disepakati sebagai identitas nasional.
Integrasi diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitas-identitas baru yang
diciptakan (identitas nasional), misal, bahasa nasional, simbol negara, semboyan nasional,
ideologi nasional, dan sebagainya.

2.1.4. Integrasi versus Disintegrasi

Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika integrasi berarti penyatuan, keterpaduan antar
elemen atau unsur yang ada di dalamnya, disintegrasi dapat diartikan ketidakpaduan,
keterpecahan di antara unsur unsur yang ada. Jika integrasi terjadi konsensus maka disintegrasi
dapat menimbulkan konflik atau perseturuan dan pertentangan. Disintegrasi bangsa adalah
memudarnya kesatupaduan antar golongan, dan kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang
bersangkutan. Gejala disintegrasi merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat. Masyarakat
suatu bangsa pastilah menginginkan terwujudnya integrasi. Namun, dalam kenyataannya yang
terjadi justru gejala disintegrasi. Disintegrasi memiliki banyak ragam, misalkan pertentangan
fisik, perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi, bahkan perang.

2.2 Contoh-Contoh Kasus Disintegrasi

2.2.1 Gafatar, Gerakan Fajar Nusantara

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) mencuat setelah dokter Rica Tri Handayani
menghilang dan diduga pernah mengikuti organisasi ini. Dokter Rica bersama anaknya
dilaporkan hilang sejak 30 Desember 2015 dan ditemukan di Kabupaten Mempawah,
Kalimantan Barat, Senin (11/1/2016).

Gerakan Fajar Nusantara merupakan organisasi yang mengklaim bergerak di bidang


sosial dan budaya. Deklarasi Gafatar dilaksanakan pada Sabtu 21 Januari 2012 di
gedung JIEXPO Kemayoran, Jakarta.

Dalam dasar pemikiran Gafatar dituliskan bahwa bangsa Indonesia disebut belum


merdeka seutuhnya dari sistem penjajahan neokolonialis dan neoimperialis.

"Kenyataan ini membuat kami menjadi terpicu untuk berbuat. Tak bisa duduk diam
tanpa melakukan apa-apa untuk kemajuan dan kejayaan bangsa."

Gafatar dituding sebagai perpanjangan dari sekte Al-Qiyadah al Islamiyah, Komunitas


Millah Abraham (Komar), pimpinan nabi palsu Ahmad Mushaddeq sejak awal
kemunculannya. Walhasil, deklarasi Gafatar pada 2012 di sejumlah wilayah ditentang
warga setempat, seperti di Kota Solo, Yogyakarta dan Gowa, Sulawesi Selatan.

2.2.2. Kerusuhan baru Tolikara, Papua, ibarat 'perang adat'

Berbeda dengan kekerasan bermotif agama pada Idul Fitri lalu, ini adalah 'perang adat' yang
berlangsung lebih dari sepekan, dan mestinya bisa dicegah, kata pengamat.
Sedikitnya dua orang tewas, 17 luka berat, dan 15 lainnya luka ringan sementara tak kurang dari
95 rumah hangus dibakar, sejumlah lahan pertanian rusak, dan hewan ternak dijarah.

Banyak hal masih simpang siur, namun kerusuhan dilaporkan terkait sengketa pembagian dana
desa antara warga distrik Gika dan distrik Panaga, yang masing-masing terdiri dari 10 desa.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tolikara menggambarkan kerusuhan


itu sebagai 'perang adat'.

Pengamat Papua dari LIPI, Adriana Elisabeth menyebut, persoalan kecil seperti ini di Papua
sering bisa meledak dan berlarut-larut, karena akar masalahnya sering tidak dituntaskan, dan
malah sering ada rekayasa.

Kepala BPBD Tolikara Feri Kogowa, menyebut, kerusuhan berlangsung begitu lama karena
lokasinya sulit dijangkau aparat. Sekarang, katanya, aparat Pemda Tolikara dan kepolisian sudah
berada di lokasi untuk menengahi, namun suasana masih panas.

Sebelum itu, katanya, berlangsung apa yang digambarkannya sebagai 'perang adat'.

"Warga kedua distrik, bersenjatakan tombak, parang, dan terutama anak panah, saling
menyerang. Kedua belah pihak siaga 24 jam. Masing-masing mungkin berkekuatan setidaknya
500 orang."

"Banyak warga biasa juga mengungsi ke distrik-distrik tetangga. Mungkin lebih dari 3000
orang," kata Feri Kogowa.

2.2.3. Kasus Singkil Aceh, Minoritas Makin Arogan dan Kurang Ajar

Gereja ilegal di Singkil Aceh dibakar massa (IST)


Kasus pembakaran atau pengrusakan terhadap tempat ibadah di Indonesia tidak hanya
menimpa kepada minoritas tapi juga terhadap tempat ibadah kelompok mayoritas (umat
muslim).

Publik tahu bahwa sebelum kasus di Aceh Singkil beberapa waktu lalu terjadi pembakaran
tempat ibadah (Masjid) di Tolikara Papua.

Kata Harits, kasus Aceh Singkil yang terkait terbakarnya gereja Presiden begitu cepat merespon
bahkan meminta kepada Kapolri dan Menkopolhukam untuk follow up atas respon Presiden.

“Dan masyarakat luas di suguhi begitu cepatnya Kapolri menyimpulkan bahwa bentrokan yang
terjadi di Aceh Singkil itu direncanakan. Berbanding terbalik ketika dihadapkan kepada kasus
pembakaran Masjid dan bentrokan di Tolikara Papua. Seolah pemerintah bahkan Pak Presiden
gagap untuk menyikapi. Banyak retorika yang esensinya mengaburkan masalah sebenarnya,”
ujar Harits.

“Masyarakat beberapa bulan lalu di suguhkan “mantra2″ untuk memanipulasi kejadian biadab
dan intoleransi pada kasus Tolikara yang menimpa umat muslim,” papar Harits.

Harits mengatakan, sikap kemarahan kelompok mayoritas di Aceh Singkil bisa jadi karena dipicu
lambannya Pemda menyelesaikan kasus gereja yang tidak punya legal formal pendiriannya atau
karena faktor minoritas yang tidak menghormati dan menghargai religiusitas setempat.

2.2.4. Bertepatan dengan HUT RMS, Ada Pengibaran Bendera di Kota Ambon
Sebuah bendera Republik Maluku Selatan dikibarkan orang tak dikenal di kawasan
Halong, Kota Ambon, Maluku, pada Senin (25/4/2016). Pengibaran itu terkait HUT RMS
yang biasanya diperingati para pendukung dan simpatisannya pada setiap 25 April.

Bendera itu menjadi tontonan warga. Sejumlah warga yang berada di lokasi enggan
berkomentar. "Dari pagi, bendera sudah ada. Mungkin mereka sudah kibarkan sejak
malam," kata seorang warga yang tidak mau namanya disebutkan.
RMS di Maluku memang masih menampakkan aktivitasnya hingga kini, terutama saat
ada acara penting atau bertepatan dengan HUT RMS. Berdasarkan arsip
harian Kompas, pada tahun 2014, 10 warga Kota Ambon, Maluku, yang melakukan
pawai peringatan hari kemerdekaan Republik Maluku Selatan, Jumat (25/4/2016),
ditahan aparat kepolisian setempat.

2.2.5. Amuk massa di Tanjung Balai, vihara dan kelenteng dibakar

Pembakaran-pembakaran itu mulai meletus Jumat (29/7) menjelang tengah malam, sekitar
pukul 23.00."Ada enam vihara dan kelenteng yang diserang beberapa ratus warga. Namun
kebanyakan, pembakarannya dilakukan pada alat-alat persembahyangan, dan bangunannya
sendiri tidak terbakar habis," kata juru bicara Kepolisian daerah Sumatera Utara, Kombes Rina
Sari Ginting kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia.

Ditanya mengapa massa bisa leluasa mengamuk dan seakan polisi membiarkan, Rina Ginting
menjawab, "Kami masih sedang mendalami, namun tidak betul polisi membiarkan."
Adapun tujuh orang yang sudah 'diamankan' dan masih diinterogasi, terkait dugaan penjarahan
saat kejadian, bukan pada tindakan perusakan dan pembakaran.

Disebutkannya, ketegangan bermula menjelang shalat Isya, setelah Meliana, seorang


perempuan Tionghoa berusia 41 tahun yang meminta agar pengurus mesjid Al Maksum di
lingkungannya mengecilkan volume pengeras suaranya.

Sesudah shalat Isya, sekitar pukul 20.00 sejumlah jemaah dan pengurus mesjid mendatangi
rumah Meliana. Lalu atas prakarsa Kepala Lingkungan, Meliana dan suaminya dibahwa ke
kantor lurah.

Disebutkannya tercatat pembakaran dan perusakan terjadi pada setidaknya enam vihara dan
sejumlah kelenteng dan beberapa bangunan lain, serta sejumlah kendaraan.

2.2.6. Konflik Aceh Mengancam Integrasi Bangsa

Liputan6.com, Medan: Persoalan keamanan di Nanggroe Aceh Darussalam hingga


saat ini masih cukup pelik. Gerakan Aceh Merdeka diduga masih melancarkan aksi-
aksinya. Konflik yang mengorbankan masyarakat sipil juga masih terjadi. "Itulah
sebabnya, pemerintah harus bisa melakukan pendekatan sosial dan budaya dalam
menyelesaikan persoalan di Aceh," kata Syaifuddin Gani, seorang tokoh pemuda Aceh,
baru-baru ini, di Medan, Sumatra Utara. 

Menurut Syaifuddin, konflik di Tanah Rencong yang telah menahun tak hanya
mengancam kehidupan masyarakat, tapi juga telah mengancam integrasi bangsa. Perlu
waktu lama untuk bisa menormalkan kembali kehidupan masyarakat Aceh yang aman
dan damai. Jalan terbaik yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan
pendekatan sosial kultural secara bersamaan.
Syaifuddin berharap, pemerintah --baik pusat maupun daerah-- dapat memanfaatkan
kesempatan pendekatan sosial dan budaya untuk memberikan yang terbaik baik
masyarakat Serambi Mekah. Sebab, selama ini aktivis GAM terus menawarkan
berbagai janji kepada masyaraat Aceh agar mau bergabung dengan gerakan mereka.

2.2.7. OPM Mengancam Integrasi Bangsa

a. Sejarah dan Latar Belakang


Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan gerakan separatis yang dibentuk
pada tahun 1965 dengan tujuan memisahkan diri dari kedaulatan NKRI pada saat itu.
Organisasi ini terbentuk akibat perasaan bahwa Papua sama sekali tidak memiliki
hubungan sejarah dengan Indonesia. Gerakan ini mengklaim bahwa Papua adalah
wilayah otonom yang seharusnya menjadi sebuah negara berdaulat dengan
pemerintahan sendiri. Dalam tinta emas sejarah Indonesia, pembebasan Irian Barat
yang kemudian menjadi wilayah kedaulatan NKRI pada tahun 1963 merupakan
otentifikasi kerasnya perjuangan bangsa Indonesia atas kemerdekaan. Namun
ironisnya, dua tahun berselang, gerakan separatis Papua muncul dan ini mengancam
integrasi wilayah NKRI. Selain perihal perasaan tidak adanya hubungan historis dengan
NKRI, kasus-kasus pelanggaran HAM oleh TNI/ABRI di Papua, kesenjangan sosial,
diskriminasi ekonomi dan politik, serta perampasan alam mereka oleh Freeport Sulphur
menjadi variabel pendorong sehingga Free West Papua Campaign ini semakin
responsif ingin memisahkan diri.

b. OPM di Oxford
Free West Papua Campaign melalui situs websitenya, www.freewestpapua.org mengklaim
juga akan membuka kantor di Papua Nugini dan Jerman beberapa bulan ke depan
selain di Oxford, Inggris. Keberadaan kantor OPM di Oxford ini dipelopori oleh Benny
Wenda, tokoh separatis yang berusaha menjadikan isu pembebasan Papua sebagai isu
internasional. Michael Tene, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, mengatakan bahwa
pembukaan kantor OPM di Oxford ditentang keras oleh pihak Kemenlu dan memprotes
kebijakan ini melalui duta besar Inggris, Mark Canning, di Indonesia. Tene
menambahkan, tidak ada satupun negara di dunia yang mendukung gerakan Free West
Papuadan bahkan dalam setiap sidang forum PBB tidak pernah sekalipun menyinggung
masalah Papua. Namun, perlu setrategi bijak yang harus diimplementasikan oleh
pemerintah. Kebijakan yang relevan ialah dengan menyelesaikan konflik internal dan
mensosialisasikannya kepada rakyat Papua secara langsung. Menurut Alex Jemadu,
pakar ilmu politik internasional, yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia harus
merunut ke diplomasi dalam negeri, bukan memprotes keras pihak Inggris karena ini
hanya akan menimbulkan reaksi keras dari pemerintah Inggris tentang Indonesia.
Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah ialah membangun politik hukum yang
selama ini terindikasi adanya diskriminasi dan pelanggaran HAM berat di Papua yang
bertujuan agar rakyat Papua mengurungkan niat memisahkan diri. Ia juga
menambahkan ada dualisme perspektif yang harus dikaji oleh pemerintah , yaitu
masalah keutuhan wilayah NKRI dan pelanggaran HAM di Papua. Artinya harus ada
diplomasi domestik, bukan memprotes keras pihak Inggris karena ini hanya akan
memanaskan hubungan harmonis antara Indonesia – Inggris.

c. Negeri Papua, diperjuangkan lalu dicampakkan


Data yang dilansir oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
menunjukkan bahwa ada 6000 pelanggaran HAM di Papua sepanjang 2013. Selain itu,
terdapat 300-an mahasiswa Papua yang mengikuti program pemerintah untuk kuliah di
Jawa dan Sumatera, kini telantar karena tidak memiliki biaya. Ini sebuah fakta di mana
diskriminasi radikal telah dirasakan rakyat Papua. Belum lagi perihal PT Freeport
Sulphur. Terkait masalah Freeport, aksi demonstrasi dan “keringat darah” rakyat Papua
seperti diabaikan pemerintah Indonesia. Mereka merasa alam yang mereka miliki
dieksploitasi habis-habisan. Pada 1 Mei 1963 Irian Barat diakui secara de jure sebagai
bagian dari wilayah NKRI melalui perjanjian New York yang mengakhiri konflik dengan
Belanda. Namun tampaknya kemenangan Indonesia dalam memperebutkan negeri
Papua hanya sebatas euforia yang berlebihan. Setelah diperjuangkan, negeri Papua
seolah diabaikan begitu saja. Saat pertemuan mahasiswa Hubungan Internasional se-
Indonesia di Padang bulan April kemarin, seorang mahasiswa yang menjadi delegasi
dari Papua mengklaim bahwa rakyat Papua akan memisahkan diri secepatnya jika
pemerintah tidak kunjung memperhatikan nasib mereka, terutama masalah PT
Freeport. Meskipun kasus OPM ini belum mendapat respon di forum internasional,
bukan berarti pemerintah Indonesia berdiam diri. Strategi dan usaha radikal OPM ini
adalah untuk menarik perhatian PBB agar kemudian dijadikan isu internasional di forum
PBB dan ketika kasus ini menjadi isu internasional di forum PBB, probabilitas lebih
besar berada di tangan OPM mengingat masifnya tingkat pelanggaran HAM dan
ketidakadilan di Papua di mana pelanggaran HAM merupakan hal yang tabu bagi PBB
dan dunia internasional.
Statemen mengejutkan juga datang dari pihak Kanada yang ternyata mendukung
pelepasan diri negeri Papua menjadi negara Papua dengan otoritas pemerintahan
sendiri. Pada 7 Mei 2013 yang lalu,Political Counsellor of Embassy of Canada, Mr.
Jonathan Yendall, memberikan kuliah umum di Auditorium Sutan Balia FISIP
Universitas Riau bagi mahasiswa Hubungan Internasional. Pada saat itu, ada
pertanyaan terkait kasus OPM dan Yendall mengungkapkan bahwa Kanada, Amerika
Serikat, dan Australia sempat membahas isu ini dan mereka sepakat tentang rencana
besar Free West Papua Campaign yang gencar memisahkan diri dari NKRI dengan alasan
tingginya jumlah pelanggaran HAM disana. Yendall menambahkan, jika pertumpahan
darah dan diskriminasi masih berlanjut di negeri Papua, bukan tidak mungkin isu ini
akan diangkat menjadi isu internasional dan besar kemungkinan forum internasional
akan berkonsensus tentang pembentukan negara Papua dengan kedaulatan sendiri.
Pemerintah seharusnya melakukan diplomasi domestik dan mengupayakan
kesejahteraan serta keadilan di tanah air Papua adalah variabel penentu keberhasilan
dalam penyelesaian kasus ini. Karena Integrasi nasional adalah hal mutlak.

2.3 Saran dan solusi untuk persoalan disintegrasi


2.3.1. Saran Pribadi
a. Integrasi nasional itu merupakan suatu proses penyatuan berbagai aspek
keberagaman dari suatu bangsa
b. Kalau mengacu dari pembelajaran dan norma” yang kita dapatkan sedari kecil,
harusnya indonesia sudah menanamkan nilai integritas yg cukup tinggi.Tapi
pada prakteknya di ruang lingkup antar daerah, kebanyakan kita masih fanatik
pada kebudayaan daerahnya masing-masing. Contohnya masih ada kasus”
seperti gerakan papua merdek, bahkan bom bunuh diri yg menyudutkan agama
tertentu
c. Kita itu masih kurang kesadaran tentang pentingnya saling menghargai. Bahkan
kita terkadang merasa tidak puas ketika kita tidak lebih unggul dari yang lain.
d. Kita harus kembali pada ideologi yang selama ini kita pelajari. Jika kita
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dengan benar integrasi nasional pasti
tercapai.

2.2.2. Solusi berdasar teori yang ada


Solusi yang dari konflik adalah dengan menyelesaikannya. Hal ini dapat dilakukan
membicarakan solusi dalam forum tertentu atau melakukan negosiasi beberapa hal yang perlu
diperhatikan

a. Concession making
mengurangi tujuan, tawaran dan permintaan seeorang
b. Contending
berusaha mempengaruhi pihak lain untuk menyerah atau berusaha menolak usaha yang
sama dari pihak lain
c. Problem solving
berusaha menempatkan dan mengadopsi pilihan-pilihan yang dapat memuaskan kedua
belah pihak
d. Inaction
tidak melakukan apapun atau melakukan suatu hal sesedikit mungkin, sebagai contoh:
meninggalkan pertemuan
e. Withdrawal
berhenti dari negosiasi atau perundingan

Dari kelima hal diatas, penerapannya bersifat kasuistik, tidak dapat digeneralisis untuk semua
kasus konflik dan disitegrasi. Ada saatnya ketika negosiasi dalam mengatasi konflik sudah
benar-benar mencapai jalan buntu (deadlock) maka strategi inaction bahkan withdrawal atau
berhenti dari negosiasi diperlukan untuk sementara waktu dan ketika kedua belah pihak sudah
dapat berfikir jernih maka dapat diberlakukan kembali problem solving. Negosiasi pun dapat
dipilih dari beberapa prosedur yang lebih tepat dari ketiga hal berikut ini:

a. Joint decision making


meliputi negosiasi dan mediasi. Mediasi itu seperti negosiasi tetapi pihak ketiga ikut
membantu pihak berkonflik dalam mencapai persetujuan
b. Third-party decision making
mencakup ajudikasi (melalui bantuan pengadilan), arbitrasi dan pengambilan keputusan
oleh otoritas legal dalam suatu organisasi
c. Separate action
masing-masing pihak mengambil keputusan sendiri-sendiri

Setelah terjadinya konflik dan atau disintegrasi biasanya kondisi akan stabil kembali dan inilah
yang disebut perdamaian (peace). Peace is a process: a many-sided, never ending struggle to
transform violence. Both whose who accept the need for coercive force, including violence and
those who take a totally non-violent stance, and the many others with views in between, would
say that they want peace.

Adapun tahapan-tahapan perdamaian sebagai berikut:

1. Peace making
Intervensi didesain untuk mengakhiri pertentangan dan membawa persetujuan dengan
menggunakan sarana diplomatik, politik dan militer
2. Peace keeping
Memonitor dan mendorong perjanjian, kadang-kadang menggunakan paksaan. Hal ini
termasuk melakukan verifikasi bahwa perjanjian harus dijaga dan mengawasi
persetujuan dalam membangun kepercayaan
3. Peace building
Program yang didesain untuk mencari penyebab konflik dan penderitaan di masa
lampau dan meningkatkan stabilitas dan keadilan jangka panjang.
BAB III

PENUTUP

Konflik merupakan bagian dari dinamika kehidupan manusia. Apabila konflik yang tidak segera
mendapatkan solusi maka dapat menyebabkan resiko yang lebih besar yaitu disintegrasi atau
perpecahan. Disintegrasi sendiri tentu menyebabkan harga yang cukup mahal untuk dibayar
dimana banyak korban baik harta maupun jiwa manusia. Konflik dapat muncul karena faktor
dari manusia yang berkonflik itu sendiri, memiliki naluri mempertahankan diri, memiliki
kecenderungan untuk melakukan agresi dan kekerasan tetapi faktor dari luar seperti adanya
intervensi dari pihak lain yang ikut campur tangan memerlukan perhatian yang serius pula. Oleh
karena itu jika konflik sudah melanda kehidupan manusia tentunya harus diselesaikan dengan
solusi yang tepat dan cepat. Sebagai sebuah kajian awal, tentunya tulisan ini lebih memberikan
gambaran global dari konflik dan disintegrasi, sehingga memerlukan kajian yang lebih lanjut,
spesifik dan sesuai dengan jenis kasus konflik dan disintegrasi dalam skala kecil maupun skala
besar, baik lokal, nasional maupun internasional.

Anda mungkin juga menyukai