Anda di halaman 1dari 63

i

ANALISIS PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR


PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DENGAN
PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING

Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia

oleh

Nur Khasanah
4301414018

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2018

i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu
urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada
Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah,6-8)
 Ketika saya beruntung maka doa orangtua sayalah yang didengar oleh Allah
dan dikabulkan oleh Allah
 Tidak pernah berhenti untuk selalu meminta dan berdoa kepada Allah

PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibuku tercinta (Ngaripan dan Siti
Maslikhah) yang telah memberikan motivasi,
dukungan dan doa yang tidak pernah putus
2. Adikku tersayang Siti Muzaro‟ah dan
sahabat-sahabatku Ari, Elsa, Fira, Hasna dan
Rahayu yang selalu memberikan semangat
3. Sahabat-sahabat PPL Semkensaba 2017,
serta sahabat KKN Berkah Kutosari 2017
4. Teman seperjuangan Pendidikan Kimia
Rombel 02 2014
5. Almamaterku SMA Negeri 2 Pati

v
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Pencapaian Kompetensi Dasar pada Materi Larutan Penyangga dengan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning.”
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan kerja
sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan pada
peneliti untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.
2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian.
3. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan ijin penelitian dan membantu kelancaran peneliti dalam
menyelesaikan skripsi.
4. Dr. Woro Sumarni, M.Si. Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, kritik, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi.
5. Drs. Kasmui, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
dukungan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi.
6. Dr. Sri Haryani, M.Si, Dosen Penguji Utama yang telah memberikan kritik,
saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi.
7. Prof. Dr. Edy Cahyono, M.Si sebagai dosen wali akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama kuliah.
8. Bapak dan ibu dosen jurusan Kimia yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan selama perkuliahan.

vi
9. Drs. Mochamad Yahmin, M.Pd., Kepala SMA Negeri 2 Pati yang telah
memberikan ijin dan kemudahan selama peneliti melakukan penelitian di SMA
Negeri 2 Pati.
10. Anik Hartini, S.Pd, M.Pd., Guru Kimia SMA Negeri 2 Pati yang telah
membantu penelitian di SMAN Negeri 2 Pati
11. Seluruh peserta didik SMA Negeri 2 Pati, khususnya kelas XI MIPA SMA
Negeri 2 Pati yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.
12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Semarang, 1 Juli 2018

Penulis

vii
ABSTRAK
Khasanah, Nur. 2018. Analisis Pencapaian Kompetensi Dasar pada Materi
Larutan Penyangga dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning.
Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Woro Sumarni, M.Si dan
Pembimbing Pendamping Drs. Kasmui, M.Si.

Kata kunci: kompetensi dasar, CTL, larutan penyangga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian kompetensi dasar


peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 2 Pati melalui pendekatan CTL pada
materi larutan penyangga. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif dengan desain penelitian adalah studi kasus. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Analisis data hasil
penelitian dilakukan dengan kuantitatif dengan membuat deskripsi analisis
menggunakan data tersebut. Analisis data kuantitatif bertujuan untuk menghitung
reliabilitas dari instrumen lembar post-tes, lembar observasi dan lembar angket
yang merupakan bagian dari analisis data tahap awal. Analisis data kuantitatif
juga digunakan untuk menghitung rerata dari ketercapaian kompetensi dasar
peserta didik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dan menarik
kesimpulan. Analisis data pada penelitian ini meliputi uji validitas dan uji
reliabilitas instrumen. Instrumen yang digunakan divalidasi oleh validator.
Validator yang dipilih diantaranya dari dosen kimia Unnes dan guru kimia di
SMA Negeri 2 Pati. Setelah divalidasi oleh validator kemudian instrumen
digunakan untuk penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi
lembar soal post-test, lembar observasi, lembar angket dan lembar wawancara.
Hasil analisis tahap awal yaitu menunjukkan reliabilitas uji coba soal post-test,
reliabilitas lembar afektif, reliabilitas lembar psikomotorik, reliabilitas lembar
angket terhadap pembelajaran berturut-turut sebesar 0,77; 0,731; 0,744; 0,78
dengan kriteria reliabel. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata aspek kognitif
sebesar 88,88% dengan kriteria tercapai. Sedangkan rata-rata aspek afektif dan
psikomotorik sebesar 90% dan 87% dengan kriteria tercapai. Hal ini ditunjukkan
juga dari respon peserta didik terhadap pembelajaran sebesar 43,81 kriteria baik
dan dari hasil penilaian kinerja guru yang dianalisis diperoleh rata-rata 90,476 %
kriteria sangat baik. Hasil wawancara yang dianalisis secara deskriptif
menunjukkan respon positif terhadap pembelajaran. Secara keseluruhan diperoleh
bahwa peserta didik dapat mencapai kompetensi dasar pada materi larutan
penyangga dengan menggunakan pendekatan CTL.

viii
ABSTRACT

Khasanah, Nur. 2018. Analysis of the Achievement of Basic Competency in


Surface Buffing Material with Approach Contextual Teaching and Learning.
Essay. Final Project, Chemist Department Faculty of Matematics and Natural
Sciences, Semarang State University. Main supervisor Dr. Woro Sumarni, M.Si.
and Co-supervisor Drs. Kasmui, M.Si.
Keywords: basic competence, CTL, buffer
This study aims to determine the achievement of basic competence of students of
class XI MIPA SMA Negeri 2 Pati through approach CTL on buffer subject
matter. This research is a quantitative descriptive research with research design is
a case study. Sampling technique in this research is purposive sampling. Data
analysis of research result is done by quantitative by making description of
analysis using the data. Quantitative data analysis aims to calculate the reliability
of thesheet instrument post-test, the observation sheet and the questionnaire as
part of the initial data analysis. Quantitative data analysis is also used to calculate
the average of the basic competency achievement of learners on cognitive,
affective and psychomotor aspects and drawing conclusion. Data analysis in this
research includes validity test and instrument reliability test. The instrument used
is validated by the validator. The selected validators are from Unnes chemistry
lecturer and chemistry teacher at SMA Negeri 2 Pati. Once validated by the
validator then the instrument is used for research. Data collection techniques in
this study include post-test questions, observation sheets, questionnaires and
interview sheets. The result of early stage analysis showed the reliability of post
test test, affective sheet reliability, psychomotor sheet reliability, the reliability of
questionnaires on the learning in a row of 0.77; 0.731; 0.744; 0.78 with reliable
criteria. The results showed the average cognitive aspect of 88.88% with the
criteria achieved. While the average affective and psychomotor aspects of 90%
and 87% with the criteria achieved. This is also shown from the response of
learners to the learning of 43.81 good criteria and from the results of the teacher
performance appraisal analyzed obtained an average of 90.476% very good
criteria. The results of interviews analyzed descriptively show a positive response
to learning. Overall, it is found that learners can achieve basic competence in
buffer material material usingapproach CTL.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v
PRAKATA ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian ...............................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................7
2.1 Pendekatan Contextual Teaching and Learning .................................7
2.2 Kompetensi Dasar ............................................................................18
2.3 Larutan Penyangga ...........................................................................27
2.4 Kompetensi Dasar Larutan Penyangga .............................................30
2.5 Pencapaian KD Larutan Penyangga dengan Pendekatan CTL .........35
2.6 Penelitian yang Relevan ...................................................................36
2.7 Kerangka Berfikir ............................................................................38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................42
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................42
3.2 Subjek Penelitian...............................................................................42
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................42
3.4 Metode Penelitian..............................................................................43
3.5 Desain Penelitian ...............................................................................43
3.6 Prosedur Penelitian............................................................................44
3.7 Metode Pengumpulan Data ...............................................................48
3.8 Instrumen Penelitian..........................................................................49
3.9 Prosedur Penyusunan Instrumen .......................................................51
3.10 Teknik Analisis Instrumen Penelitian ...............................................53
3.11 Teknik Analisis Data Penelitian ........................................................57
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................................65
4.1 Analisis Pencapaian KD dengan Pendekatan CTL..............................65
4.1.1 Analisis Pencapaian KD Aspek Kognitif .................................66
4.1.2 Analisis Pencapaian KD Aspek Afektif ....................................83

x
4.1.3 Analisis Pencapaian KD Aspek Psikomotorik ..........................89
4.2 Hasil Angket Tanggapan Peserta Didik terhadap Pembelajaran
dengan Pendekatan CTL......................................................................98
4.3 Hasil Penilaian Kinerja Guru terhadap Pembelajaran dengan
Pendekatan CTL ................................................................................100
4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan CTL .101
BAB 5 PENUTUP ...............................................................................................103
5.1 Simpulan ..........................................................................................103
5.2 Saran .................................................................................................103
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................104
LAMPIRAN .........................................................................................................111

xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kata Kerja Ranah Kognitif ...........................................................................26
2.2 Tahapan Perumusan Kata Kerja Operasional ...............................................31
2.3 Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi .............................................32
2.4 Dimensi Proses Kognitif ...............................................................................34
3.1 Bagan Desain One Shot Case Study .............................................................44
3.2 Kriteria Korelasi Koefisien ...........................................................................54
3.3 Kriteria Reliabilitas Lembar Observasi .......................................................55
3.4 Kriteria Reliabilitas Lembar Angket ...........................................................57
3.5 Kriteria Penilaian Kemampuan Kognitif .....................................................58
3.6 Persentase Kemampuan Kognitif ................................................................58
3.7 Persentase Aspek Afektif ..............................................................................59
3.8 Persentase Aspek Psikomotorik ...................................................................61
3.9 Kriteria Hasil Observasi Penilaian Kinerja Guru ........................................62
3.10 Kriteria Penilaian Kinerja Guru ....................................................................63
3.11 Kriteria Hasil Angket Tanggapan Peserta Didik .........................................64
4.1 Hasil Analisis Pencapaian KD Aspek Kognitif ...........................................67
4.2 Rata-rata Persentase Aspek Kognitif Peserta Didik tiap Indikator Soal ......69
4.3 Hasil Angket Tanggapan Peserta Didik terhadap Pembelajaran ..................71
4.4 Keterangan Aspek Tanggapan ......................................................................72
4.4 Rata-rata Aspek Afektif tiap Aspek Kelas XI MIPA ...................................83
4.5 Rata-rata Aspek Psikomotorik tiap Aspek Kelas XI MIPA ........................90

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berfikir Penelitian .........................................................................40
3.1 Diagram Prosedur Penelitian .........................................................................47
4.1 Diagram Persentase Tanggapan Peserta Didik Kelas XI MIPA ....................71

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Silabus Kimia Materi Larutan Penyangga Kelas XI SMA ...........................112
2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .................................................121
3 Kisi-Kisi Instrumen Soal Pengetahuan (Posttest) ........................................143
4 Soal Larutan Penyangga(Posttest) ...............................................................145
5 Kunci Jawaban Soal Larutan Penyangga (Posttest)......................................148
6 Kriteria Skoring Soal Larutan Penyangga (Posttest) ...................................160
7 Analisis Reliabilitas Soal Uji Coba Post-test ..............................................161
8 Analisis Soal Post-test Kelas XI MIPA . ......................................................164
9 Daftar Nama Peserta Post-test Kelas XI MIPA . ..........................................168
10 Analisis Hasil Kognitif Kelas XI MIPA ......................................................171
11 Kisi-Kisi Aspek Afektif ...............................................................................172
12 Hasil Lembar Observasi Aspek Afektif .......................................................173
13 Rubrik Aspek Afektif. ...................................................................................176
14 Analisis Reliabilitas Lembar Observasi Aspek Afektif Kelas XI MIPA .....178
15 Hasil Analisis Lembar Observasi Aspek Afektif Kelas XI MIPA ...............183
16 Kisi-Kisi Aspek Psikomotorik. .....................................................................187
17 Rubrik Aspek Psikomotorik. .........................................................................190
18 Hasil Lembar Observasi Aspek Psikomotorik .............................................194
19 Analisis Reliabilitas Lembar Observasi Aspek Psikomotorik XI MIPA .....197
20 Hasil Analisis Aspek Psikomotorik Kelas XI MIPA ...................................202
21 Kisi-Kisi Angket Tanggapan Siswa .............................................................205
22 Hasil Angket Tanggapan Siswa ..................................................................206
23 Analisis Reliabilitas Angket Tanggapan Siswa Kelas XI MIPA .................208
24 Analisis Angket Tanggapan Siswa Kelas XI MIPA ....................................212
25 Analisis Penilaian Kinerja Guru ..................................................................213
26 Kisi-Kisi Lembar Wawancara Siswa ............................................................215
27 Lembar Wawancara ....................................................................................216
28 Hasil Wawancara ..........................................................................................218
29 Nama Validator .............................................................................................239
30 Nama Observer . ..........................................................................................240
31 Surat Keputusan . ..........................................................................................241
32 Surat Izin Penelitian. .....................................................................................242
33 Surat Telah Melaksanakan Penelitian ..........................................................243
34 Dokumentasi ................................................................................................244
35 LKPD ............................................................................................................245

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat
menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif, dan bermoral. Tujuan
pendidikan yang dirumuskan dapat mempengaruhi desain kurikulum, karena
tujuan tersebut dapat menentukan kerangka untuk memilih, merencanakan dan
melaksanakan segala kegiatan belajar disekolah yaitu salah satunya pada
pembelajaran kimia.
Pendidikan di Indonesia memberlakukan kurikulum 2013. Pembelajaran
kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang memperkuat proses pembelajaran dan
penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan salah satu
pendekatan yang sesuai dengan pembelajaran menurut kurikulum 2013.
Pembelajaran dengan kurikulum 2013 difokuskan pada pembentukan
keterampilan peserta didik dan karakter peserta didik, berupa paduan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajarinya secara kontekstual atau
berorientasi pada penguatan proses melalui pendekatan saintifik (scientific skill),
yaitu pembelajaran yang mendorong peserta didik lebih mampu dalam
mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan
mengomunikasikan.
Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar, proses pembelajaran
merupakan hal yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Salah satu
pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif adalah pembelajaran
yang bersifat kontruktivisme. Pendekatan kontekstual diterapkan di sekolah

1
2

berdasarkan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku saat ini. Peserta didik
sebagai student centered harus berperan aktif dalam pembelajaran. Keaktifan
peserta didik ini dimulai dari peranannya dalam pembelajaran. Peserta didik harus
mempunyai kemampuan merancang dan mengimplementasikan atau menerapkan
berbagai penerapan pembelajaran yang sesuai dengan usaha untuk meningkatkan
kemampuan dirinya.
Kimia merupakan mata pelajaran yang melibatkan keterampilan dan
penalaran peserta didik dalam pembelajarannya, sehingga peserta didik
memperoleh pengetahuan secara utuh dengan melihat kimia sebagai proses (kerja
ilmiah) dan produk (fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip)
(Permendikbud nomor 70, 2013). Dunggio et al., (2014: 3) menyatakan bahwa
salah satu masalah dalam pembelajaran yang masih sering terjadi di sekolah
adalah pembelajaran yang hanya menitikberatkan pada aspek pengetahuan saja.
Pembelajaran yang hanya menitikberatkan pada aspek pengetahuan saja akan
membuat peserta didik mengalami kesulitan dalam mencapai kompetensi dasar
pada materi yang dipelajarinya. Hal ini disebabkan sebagian besar peserta didik
seringkali hanya menghafal materi, bukan memahaminya. Dampak yang
ditimbulkan dari kondisi tersebut ialah kurang maksimalnya hasil belajar yang
diperoleh peserta didik.
Materi yang diajarkan dalam kimia salah satunya adalah materi larutan
penyangga. Materi larutan penyangga diberikan di kelas XI semester genap.
Setiap materi yang diajarkan memiliki kompetensi dasar yang harus dicapai.
Kompetensi dasar tersebut berisi tentang aspek sikap, pengetahuan dan
ketrampilan. Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik kelas XI IPA
pada materi larutan penyangga ada 2 kompetensi dasar, diantaranya KD. 3.1
menganalisis peran larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup dan KD. 4.1
merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan
untuk menentukan sifat larutan penyangga. Pada masing–masing kompetensi
dasar memiliki indikator pencapaian kompetensi yang harus dicapai. Indikator
pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan diobservasi untuk
menunjukkan ketercapaian KD tertentu.
3

Berdasarkan observasi pembelajaran di kelas yang telah peneliti lakukan di


SMA Negeri 2 Pati, diperoleh informasi bahwa pembelajaran aktif yang berpusat
pada peserta didik masih jarang dilakukan sehingga aktivitas belajar mengajar
kurang optimal. Peserta didik cenderung hanya menerima konsep yang diberikan
oleh guru sehingga kemampuan peserta didik dalam menjelaskan dan
menyimpulkan masih rendah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan
guru kimia, peserta didik umumnya masih kesulitan dalam memahami materi
larutan penyangga terutama pada perhitungan pH pada saat penambahan sedikit
asam, sedikit basa dan pengenceran dan peranan larutan penyangga. Kegiatan
praktikum dilaboratorium juga belum dilakukan. Kurangnya waktu dan bahan–
bahan laboratorium adalah alasan yang menyebabkan tidak dilaksanakannya
kegiatan praktikum. Hal tersebut membuat peserta didik kesulitan dalam
memahami materi larutan penyangga, karena tidak dapat membentuk
pemahamannya secara langsung. Berdasarkan kompetensi dasar yang terdapat
pada silabus di materi larutan penyangga peserta didik dituntut untuk bisa
merancang, melakukan dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan. Dari
hasil observasi dan wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
kompetensi dasar belum tercapai secara maksimal.
Dilihat dari penilaian rapor peserta didik yang ada di sekolah sudah
menggunakan model penilaian sesuai dengan kurikulum 2013. Model penilaian
rapor pada kurikulum 2013 ini terdapat nilai peserta didik untuk aspek
pengetahuan dan ketrampilan. Dari nilai rapor terlihat jelas nilai dan deskripsi dari
aspek pengetahuan dan ketrampilan peserta didik pada masing–masing mata
pelajaran, terutama pada pelajaran kimia. Deskripsi dari pengetahuan dan
ketrampilan tersebut menunjukkan sejauh mana ketercapaian peserta didik
terhadap materi yang dipelajari.
Salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
menggunakan pendekatan yang cocok untuk meningkatkan pemahaman peserta
didik pada materi larutan penyangga. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang
tepat memungkinkan terjadinya kegiatan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuannya,
4

mendorong peserta didik untuk bertanya dan berdiskusi, serta dapat


menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari (Febri, 2012). Menurut
Elaine B. Johnson (dalam Irianti: 2010) Contextual Teaching and Learning adalah
suatu proses pendidikan yang bertujuan menolong peserta didik melihat makna
dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek
akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari. Pendekatan yang dapat
meningkatkan pemahaman peserta didik pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning. Pembelajaran
konstuktivis atau Contextual Teaching and Learning adalah pembelajaran dengan
menghubungkan materi dalam kehidupan sehari–hari (Ariesta, 2013). Pendekatan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu pendekatan yang
mengaitkan pembelajaran dengan lingkungan disekitarnya, sehingga peserta didik
mengalami sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi dengan harapan peserta
didik akan lebih paham dengan materi yang diajarkan dan materi tersebut akan
bertahan lama dalam pikiran peserta didik (Karina, 2012). Strategi pembelajaran
kontekstual diharapkan mampu meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap
materi kimia dengan menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari (Wu,
2010). Melalui pembelajaran kontekstual maka pembelajaran akan menjadi
semakin produktif serta dapat menumbuhkan atau menguatkan konsep materi
peserta didik dalam pembelajaran CTL berdasarkan pada prinsip konstruktivisme
(Boyle dan Ravenscroft, 2012).
Kegiatan praktikum yang terdapat pada KD. 4.1 yaitu aspek ketrampilan
peserta didik. Kegiatan praktikum dalam pembelajaran kimia akan lebih menarik
dan bermakna bila materi praktikum dihubungkan dengan kehidupan nyata peserta
didik (praktikum berbasis kontekstual) dengan kata lain peserta didik dapat
dengan langsung mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahuinya
(Sentosa, 2013). Kegiatan eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan bahan
–bahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bertujuan agar
memudahkan guru memperoleh bahan bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan
praktikum dan membuktikkan bahwa larutan penyangga terdapat dalam
kehidupan sehari–hari.
5

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembelajaran dengan


pendekatan Contextual Teaching and Learning dapat dan mampu untuk mencapai
kompetensi dasar peserta didik menurut (Ayuningtyas, 2012). Pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) juga mampu meningkatkan hasil
belajar peserta didik pada materi larutan penyangga (Riyadi, 2015; Yulianto,
2015), pada materi laju reaksi (Zuhaida, 2011), pada materi destilasi (Anggriani,
2012) dan pada materi Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur (Mismawati,
2010). Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) juga mampu
meningkatkan prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik
pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ariesta, 2013), pada materi koloid
(Rismawati, 2016) dan pada materi perubahan materi (Lestari, 2012).
Berdasarkan uraian diatas, maka pada penelitian ini akan di lakukan
Analisis Pencapaian Kompetensi Dasar pada Materi Larutan Penyangga dengan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan yang akan
diteliti, yaitu:
1. Bagaimana pencapaian kompetensi dasar peserta didik pada materi larutan
penyangga dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning?
2. Bagaimana tanggapan peserta didik terhadap pembelajaran dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning pada materi larutan
penyangga ?
3. Bagaimana kinerja guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning pada materi larutan penyangga ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan ketercapaian kompetensi dasar yang dimiliki oleh
peserta didik kelas XI MIPA SMA Negeri 2 Pati pada materi larutan
penyangga.
6

2. Mengetahui tanggapan peserta didik terhadap pembelajaran dengan


pendekatan Contextual Teaching and Learning pada materi larutan
penyangga
3. Mengetahui hasil kinerja guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning pada materi larutan penyangga

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagi Peserta didik
(1) Menambah wawasan peserta didik mengenai pembelajaran dengan
menghubungkan materi dalam kehidupan sehari–hari
(2) Melatih kemampuan peserta didik untuk merancang dan menerapkan
pembelajaran dengan eksperimen menggunakan pendekatan contextual
teaching and learning
(3) Memberikan motivasi belajar peserta didik
1.4.2. Bagi Guru
Dapat menjadi alternatif strategi pembelajaran kimia dalam memilih
pendekatan dan metode yang lebih bervariasi sebagai upaya mengaktifkan peserta
didik dalam pembelajaran dan mengetahui ketercapaian kompetensi dasar yang
dimiliki oleh peserta didik.
1.4.3. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Contextual Teaching and Learning


Pembelajaran kontekstual merupakan cara penyajian bahan pelajaran
dengan menghadapkan peserta didik pada persoalan yang harus dipecahkan atau
diselesaikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari (Wulandari et al., 2015). Pembelajaran kontekstual ini
menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata, sehingga mendorong anak untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari (Adisusilo, 2012).
Pada pembelajaran kontekstual peserta didik dilatih untuk belajar secara
langsung menghadapi keadaan nyata di lingkungan sekitar, sehingga akan
menumbuhkan rasa ingin tahu. Pengembangan rasa ingin tahu ini juga akan
mengembangkan karakter komunikatif peserta didik, yaitu dengan cara membuat
peserta didik tertarik pada banyak hal dan berusaha untuk memperoleh
pengetahuan yang luas (Putri et al., 2014). Dewey menyarankan bahwa
pembelajaran harus dikontekstualisasikan dan dihubungkan dengan kehidupan
nyata (Westera, 2011). Pembelajaran kontekstual adalah proses belajar bukanlah
menghafal, akan tetapi belajar adalah proses pengalaman dalam kehidupan nyata.
Pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual mendorong anak agar
dapat menemukan makna dari pembelajaran dengan menghubungkan materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, sehingga pengetahuan yang didapat
akan tertanam erat dalam memorinya (Priyono, 2016).
Sugiyanto (2010) pembelajaran kontekstual (contextual teaching and
learning) adalah konsep belajar membantu guru menghubungkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

7
8

penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh


komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni kontruktivisme
(contructivisim), bertanya (qustioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), refleksi, dan penilaian autentik
(authentic assessment).
Nurhadi (dalam Muslich, 2009) mengemukakan bahwa pembelajaran CTL
adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Johnson (dalam Sugiyanto,
2008) menyatakan bahwa CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para peserta didik melihat makna di dalam materi akademik yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks dalam kehidupan sehari-hari. Deen & Smith (2006) serta Ampa et al.,
(2013) juga mendefinisikan CTL sebagai suatu konsep belajar mengajar yang
membantu guru serta peserta didik menghubungkan materi yang dipelajari dengan
kehidupan sehari–hari. Sedangkan menurut Sears dalam Howey, et al., (2001),
menyatakan: “Contextual teaching is teaching that enable learning in which
pupils employ their academic understandings and abilities in a variety of in-and
out-of-school contexs to solve simulated or real-world problem.” Artinya
pembelajaran kontektual adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
belajar menggunakan kemampuan akademiknya dalam berbagai permasalahan di
dalam dan di luar sekolah untuk menyelesaikan simulasi atau persoalan nyata.
Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat memungkinkan terjadinya
kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
membangun sendiri pengetahuannya, mendorong peserta didik untuk bertanya dan
berdiskusi, serta dapat menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari
(Febri, 2012).
Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
9

kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya


dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006). Dengan pendekatan CTL proses
pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta
didik untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
peserta didik. Melalui model pembelajaran CTL peserta didik diharapkan belajar
mengalami bukan menghafal. Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme,
yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan
ketrampilan baru melalui fakta-fakta atau proposisi dialami dalam kehidupan
peserta didik (Muslich, 2009).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan pembelajaran CTL adalah konsep pembelajaran yang melibatkan
peserta didik untuk melihat makna di dalam materi yang pelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta
didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut
ada tiga hal yang harus dipahami, yakni: CTL menekankan pada proses
keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi, CTL mendorong agar peserta
didik dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, CTL mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan. Dalam upaya itu, peserta didik memerlukan guru sebagai
pengarah dan pembimbing.
Depdiknas (2003) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu pendidik menghubungkan materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran kontekstual
sangat menguntungkan peserta didik untuk menghubungkan materi dengan
kehidupan sehari-hari. Hal tersebut merupakan cara yang terbaik untuk
mempelajari kimia (Macaulay, Damme & Walker, 2009). Pembelajaran
contextual teaching and learning bertujuan untuk membekali peserta didik dengan
pengetahuan yang dapat ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan lain
10

dan dari satu konteks ke konteks yang lain. CTL melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran efektif, yakni: konstruksivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflektion) dan penilaian sebenarnya (authentic
assessment) (Nurhadi, 2003).
1) Kontruktivisme (constructivism)
Landasan berfokus kontruktivisme mampu mendorong peserta didik
untuk menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi. Guru
memberikan motivasi kepada peserta didik dengan menghubungkan materi
dengan kehidupan nyata. Pembelajaran kontekstual pada dasarnya menekankan
pentingnya peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Peserta didik perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri.
Proses belajar mengajar terpusat pada peserta didik dan guru hanya
memfasilitasi. Pembelajaran dikemas menjadi proses „mengkontruksi‟ bukan
„menerima‟ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, peserta didik
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui aktif dalam proses belajar
mengajar. Dalam pandangan kontruktivisme, “strategi memperoleh
pengalaman dan pengetahuan” lebih diutamakan dibandingkan banyaknya
pengetahuan yang diperoleh peserta didik. Ada suatu motto: "Students learn
best by actively constructing their own understanding" (CTL Academy Fellow,
1999). Artinya cara belajar terbaik adalah peserta didik mengkonstruksikan
sendiri secara aktif pemahamannya. Tugas guru pada tahap ini yaitu:
memfasilitasi proses–proses tersebut dengan cara :
1. Menjadikan pengetahuan lebih bermakna dan relevan
2. Memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan dan
menerapkan idenya sendiri.
3. Menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi dalam belajar
11

2) Bertanya ( Questioning )
Bertanya merupakan kondisi awal diperolehnya suatu
informasi/pengetahuan, dengan bertanya maka proses berfikir peserta didik
dimulai. Sehingga peserta didik harus di biasakan bertanya maupun menjawab
pertanyaan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Bertanya yang
dimaksudkan disini adalah kegiatan guru untuk mendorong, membimbing
untuk menemukan materi yang dipelajarinya melalui kegiatan pembelajaran
yang berbasis inkuiri yaitu menggali informasi mengkonfirmasikan apa yang
sudah diketahui dan mengetahui aspek yang belum diketahuinya. Pada tahap
ini, tugas guru yaitu mengamati ratio jumlah peserta didik yang aktif untuk
bertanya. Sehingga yang perlu dipersiapkan oleh guru yaitu lembar
pengamatan yang digunakan untuk mengamati saat pembelajaran berlangsung.
Dalam pembelajaran, kegiatan bertanya memiliki tujuan untuk: menggali
informasi, mengecek pemahaman peserta didik, membangkitkan respon kepada
peserta didik, mengetahui sejauhmana ketidaktahuan peserta didik, mengetahui
pengetahuan awal peserta didik, memberi motivasi peserta didik,
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan, dan menyegarkan kembali
pengetahuan peserta didik.
Menurut Mulyasa (2009) menyebutkan ada 6 keterampilan bertanya
dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyaan yang jelas dan singkat,
memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan
pertanyaan, pemberian kesempatan berpikir, dan pemberian tuntunan. Dalam
pembelajaran melalui CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,
akan tetapi memancing agar peserta didik dapat menemukan sendiri. Karena itu
peran bertanya sangat penting.

3) Inkuiri/Menemukan
Inkuiri merupakan bagian inti dari pembelajaran dengan pendekatan
contextual teaching and learning. Inkuiri adalah sebuah proses menemukan
hubungan baru, dimana seorang pelajar merumuskan hipotesis dan mengujinya
dengan melakukan eksperimen atau observasi. Pengetahuan bukanlah sejumlah
12

fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil proses menemukan sendiri.


Seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang merupakan hasil dari
penemuannya sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang dilakukan peserta
didik sehingga peserta didik mampu menemukan sendiri pengetahuan dan
keterampilan pada materi yang diajarkan guru. Menurut Sanjaya (2009)
Adapun langkah-langkah kegiatan inkuiri sebagai berikut :
1. Orientasi masalah
2. Rumusan hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
5. Membuat kesimpulan
Gulo (2002) dalam Trianto (2007) menyatakan, bahwa kemampuan
yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah sebagai
berikut:
1. Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan
Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan.
Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut
dituliskan di papan tulis, kemudian peserta didik diminta untuk
merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi
permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses
ini, guru menanyakan kepada peserta didik gagasan mengenai hipotesis
yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu
hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
3. Mengumpulkan Data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data
yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.
4. Analisis Data
Peserta didik bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah
dirumuskan dengan menganalisis data yang diperoleh. Faktor penting
13

dalam menguji hipotesis adalah pemikiran “benar” atau “salah”. Setelah


memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, peserta didik dapat
menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu
salah atau ditolak, peserta didik dapat menjelaskan sesuai dengan proses
inkuiri yang telah dilakukannya.
5. Membuat Kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat
kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh peserta didik.
Berdasarkan tahapan-tahapan pembahasan dan menurut para ahli di atas
mengenai model pembelajaran inkuiri maka dapat disimpulkan bahwa,
model pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Guru memfasilitasi penyelidikan dan mendorong peserta didik
mengungkapkan atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang membimbing
mereka untuk penyelidikan lebih lanjut (Yulianingsih, 2013: 2). Inkuiri yang
diterapkan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam melakukan observasi dan mengemukakan jawaban atas
suatu permasalahan melalui interpretasi data hingga diperoleh suatu
kesimpulan (Carlson, 2008: 33). Inkuiri tidak hanya menuntut peserta didik
untuk dapat melakukan proses investigasi secara mandiri, tetapi juga menuntut
peserta didik untuk mampu memahami hasil eksperimen, hal tersebut secara
rinci dijelaskan oleh MMC tahun 2007. Menurut Michigan Merit Curiculum
atau MMC (dalam Carlson, 2008: 9) “Inkuiri yaitu peserta didik melakukan
penyelidikan tidak hanya menyimpulkan percobaan, tetapi juga memahami
penerapannya”.

4) Masyarakat Belajar ( Learning Community )


Masyarakat Belajar (learning community) merupakan hasil belajar yang
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Menurut Leo Semenovich
14

Vygostsky yang dikutip oleh Fathurrohman, menyatakan bahwa pengetahuan


dan pemahaman anak banyak didapat dari komunikasi dengan orang lain.
Konsep masyarakat belajar (learning comunity) dalam CTL hasil pembelajaran
diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok,
sumber lain dan bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267). Muslich (2009:46)
mengemukakan konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti
bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok,
dan antar peserta didik yang sudah paham dan yang belum paham baik di
dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian kerjasama dan saling bertukar
informasi sangat dibutuhkan dalam pembelajaran kontekstual. Dalam kelas
CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-
kelompok belajar. Peserta didik dibagi kedalam kelompok yang bersifat
heterogen, baik dalam kemampuan dan kecepatan belajarnya (Trianto, 2009).
Bekerjasama dilakukan untuk memecahkan masalah sehingga mendapatkan
hasil yang lebih baik.

5) Pemodelan (modelling)
Modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik. Proses modeling
tidak terbatas dari guru saja, melainkan juga dapat memanfaatkan peserta didik
yang dianggap memiliki kemampuan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru
bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan
peserta didik atau orang lain yang dianggap memiliki kemampuan. Konsep
pemodelan (modeling), dalam CTL menyarankan bahwa pembelajaran
ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru
peserta didik. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang
cara mengoperasikan sesuatu, video pembelajaran. Cara pembelajaran seperti
ini, akan lebih cepat dipahami peserta didik dari pada hanya bercerita atau
memberikan penjelasan kepada peserta didik tanpa ditunjukan model atau
contohnya (Muslich, 2009:46).
15

6) Refleksi (reflection)
Refleksi (reflection) merupakan evaluasi tentang apa yang telah
dipelajari/dilakukan, sebagai respon terhadap kejadian, aktivitas atau
pengetahuan yang baru diterima, realisasi dari refleksi dapat berupa
jurnal/catatan, diskusi atau pertanyaan langsung. Tugas guru yaitu membantu
peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang telah mereka lakukan.

7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)


Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) yaitu mengukur
semua aspek pembelajaran baik proses, kinerja maupun hasil yang diperoleh,
yang dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung. Penilaian
sebenarnya adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar peserta didik. Data dikumpulkan dari kegiatan
yang dikerjakan peserta didik pada saat pembelajaran. Penilaian ditekankan
pada upaya membantu peserta didik agar dapat mempelajari suatu materi,
bukan ditekankan pada banyaknya materi yang diperoleh diakhir pembelajaran.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan dinilai dari hasilnya. Adapun
karakteristik penilaian yang sebenarnya adalah pelaksanaan selama atau setelah
proses pembelajaran, bisa untuk formatif dan sumatif, yang diukur
keterampilan dan performansi, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat
digunakan sebagai feed back (Zuhaida, 2014).
Suatu kelas dikatakan menggunakan pendekatan konstektual jika
menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Pendekatan
kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual, tidak hanya ranah kognitif saja yang terukur, tetapi
mencakup juga ranah afektif dan psikomotorik. Karakteristik pembelajaran
contextual teaching and learning bisa dipraktikkan di dalam kelas, karena
karakteristik pembelajaran kontekstual sangat bermanfaat bagi peserta didik
sehingga dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik. Pendekatan
16

kontekstual sebagai pendekatan yang menghubungkan pembelajaran dengan


kehidupan sehari–hari. Menurut Komalasari (2013:15), karakteristik
pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:
1. Keterkaitan (relating), yaitu proses pembelajaran yang memiliki
keterkaitan dengan pengetahuan yang telah ada pada diri peserta didik
dengan konteks pengalaman dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik.
2. Pengalaman langsung (experiencing), yaitu proses pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengonstruksi
pengetahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara
langsung.
3. Aplikasi (applying), yaitu proses pembelajaran yang menekankan
pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari
dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi
kehidupan peserta didik.
4. Kerja sama (cooperating), yaitu pembelajaran yang mendorong kerja
sama diantara peserta didik, antara peserta didik dengan guru dan
sumber belajar.
5. Pengaturan diri (self-regulating), yaitu pembelajaran yang mendorong
peserta didik untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara
mandiri.
6. Asesmen autentik (authentic assessment), yaitu pembelajaran yang
mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar yang
tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor, baik sebagai
hasil akhir suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan
perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses
pembelajaran di dalam atau di luar kelas. Bentuk -bentuk penilaiannya
yaitu penilaian tertulis dan penilaian berdasarkan sikap, penugasan
dan portofolio.
Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru harus membuat skenario
pembelajaran sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam
17

pelaksanaannya. Mengembangkan pemikiran peserta didik bahwa peserta didik


akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Langkah-langkah
Pendekatan Kontekstual Menurut Trianto (2009:111):
1. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri semua topik
2. Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya
3. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok- kelompok)
4. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5. Melakukan refleksi diakhir pertemuan
6. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Adapun langkah-langkah perbaikan pada pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual dan scientific, yakni (1) memfasilitasi peserta didik untuk
mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati, (2) mengarahkan
peserta didik untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar, (3)
melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan peserta didik secara langsung,
(4) mengarahkan peserta didik untuk bertanya berdasarkan kegiatan mengamati,
menalar, dan pemodelan, (5) membagi peserta didik ke dalam beberapa
kelompok untuk melakukan diskusi, (6) melakukan refleksi pembelajaran dengan
melibatkan peserta didik, dan (7) melakukan penilaian secara autentik.
Pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari pendekatan contextual
teaching and learning adalah:
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya peserta didik
dituntut untuk dapat menghubungkan materi yang dipelajari dengan
kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting karena dengan
menghubungkan materi dalam kehidupan sehari–hari mampu melatih
kemampuan pemahaman peserta didik sehingga dapat tersimpan lama
dalam memori.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep peserta didik karena dengan pendekatan pembelajaran
contextual teaching and learning (CTL) yaitu terdapat komponen
18

“konstruktivisme”, di mana peserta didik dituntun untuk menemukan


pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme
peserta didik diharapkan belajar melalui "mengalami" bukan
"menghafal".
3. Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang bermakna.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning
adalah sebagai berikut:
1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran
kontekstual berlangsung.
2. Bagi peserta didik yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman
lainnya karena tidak mengalami sendiri.
3. Banyak peserta didik yang tidak senang apabila diminta untuk
bekerjasama dengan peserta didik lainnya karena peserta didik yang
tekun merasa harus bekerja melebihi peserta didik yang lain dalam
kelompoknya.

2.2 Kompetensi Dasar


Kompetensi yang dimaksud dalam kegiatan belajar menurut Baeti et al.
(2014:1261) merupakan perilaku-perilaku yang meliputi aspek pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang ditampilkan oleh peserta didik. Kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan
perilaku pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang diturunkan dari
kompetensi inti pada setiap mata pelajaran. Menurut Tim Kementerian dan
Kebudayaan dalam Kurikulum 2013 (2013:6) mendefinisikan kompetensi dasar
adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang bersumber pada KI yang harus dikuasai peserta didik.
19

Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik


peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Untuk
mencapai 4 KD tersebut, di dalam silabus dirumuskan kegiatan peserta didik
secara umum dalam pembelajaran berdasarkan standar proses. Kegiatan peserta
didik ini merupakan rincian dari eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, yakni:
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah, dan
mengkomunikasikan. Kegiatan inilah yang harus dirinci lebih lanjut di dalam RPP
dalam bentuk langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran sehingga
membuat peserta didik aktif belajar. Pengkajian terhadap silabus juga meliputi
perumusan indikator KD dan penilaiannya.
Struktur kurikulum menjelaskan konten kurikulum dalam bentuk mata
pelajaran, mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi mata pelajaran dalam
semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per
minggu untuk setiap peserta didik. Kurikulum yang diterapkan di beberapa
sekolah saat ini yaitu kurikulum 2013. Menurut Permendikbud No 59 tahun 2014
tentang kurikulum 13. Kurikulum 2013 merupakan rencana pembelajaran pada
suatu mata pelajaran yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. Menurut kurikulum 2013, silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan
kelas, dan penilaian hasil belajar.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses
pendidikan dasar dan menengah. Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka
pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus memuat:
1. Identitas mata pelajaran
2. Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas
3. Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
20

harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
mata pelajaran.
4. Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata
pelajaran.
5. Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi.
6. Kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik
dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
7. Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
8. Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur
kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
9. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Pada silabus terdapat kompetensi inti dan kompetensi dasar. Kompetensi
inti merupakan operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki
mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau
jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif,
kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang
sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti harus menggambarkan kualitas
yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi inti
dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan
sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan
(kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Kompetensi inti
berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar.
Kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran terdiri atas tiga ranah
kompetensi yaitu:
21

1. Ranah Pengetahuan
Proses pengetahuan menurut Widoyoko (2014:30) merupakan cara
yang dipakai peserta didik secara aktif dalam proses mengonstruksi makna.
Peserta didik melakukan proses pengetahuan secara aktif, yakni
memperhatikan informasi relevan yang diterima, menata informasi menjadi
gambaran yang koheren, dan memadukan informasi tersebut dengan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Terdapat enam subranah proses
pengetahuan menurut Surmiyati et al., (2014:48) mulai dari jenjang yang
paling rendah ke jenjang yang paling tinggi. Enam jenjang tersebut meliputi:
1) Pengetahuan (ingatan)
Pengetahuan diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat bahan-
bahan yang pernah dipelajari sebelumnya.
2) Pemahaman
Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap
pengertian dari sesuatu. Hal ini dapat ditunjukkan dalam bentuk
menerjemahkan sesuatu, menafsirkan sesuatu dengan cara menjelaskan
atau membuat intisari, dan memperkirakan kecenderungan di masa
mendatang.
3) Penerapan
Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahan-
bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata.
4) Analisis (Penguraian)
Analisis atau penguraian didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menguraikan suatu pokok atas berbagai bagiannya dan menelaah bagian
tersebut serta menghubungkan antar bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
5) Penyatuan (Sintesis)
Penyatuan atau sintesis merupakan kemampuan untuk mempersatukan
bagian yang terpisah guna membangun suatu kesuluruhan yang utuh.
22

6) Penilaian (Evaluasi)
Penilaian atau evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengkaji
nilai atau harga dari sesuatu seperti pertanyaan, cerita, novel, puisi, dan
laporan penelitian untuk suatu tujuan.
Pencapaian kompetensi dasar pengetahuan peserta didik dapat dinilai
melalui tes yaitu soal post-test untuk mengukur aspek kognitif peserta
didik. Soal post-test yang digunakan disesuaikan dengan indikator-
indikator yang terdapat pada aspek kognitif.
2. Ranah Sikap
Dimensi sikap menurut Surmiyati et al., (2014: 49-51) mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi atau nilai. Ranah
sikap dibedakan menjadi lima jenjang yang tersusun dari tahap yang
paling sederhana sampai pada tahap yang paling kompleks yaitu:
1) Receiving (Menerima)
Receiving merupakan kepekaan seseorang dalam menerima
rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada peserta didik
dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
2) Responding (Menanggapi)
Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif,
sehingga diartikan sebagai keikutsertaan aktif peserta didik dalam
membuat reaksi terhadap salah satu cara.
3) Valuing (Menghargai)
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga jika tidak dikerjakan
akan merasa rugi atau menyesal.
4) Organization (Mengorganisasikan)
Mengorganisasikan diartikan sebagai mempertemukan perbedaan
nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa
pada perbaikan umum.
23

5) Characterization by evalue or cavalue complex (Karakterisasi


dengan suatu nilai atau kompleks nilai).
Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai merupakan
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh peserta
didik, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Aspek sikap yang akan dinilai dalam penelitian ini disesuaikan dengan
nilai-nilai karakter dalam 18 karakter yang dikembangkan melalui pendidikan
karakter menurut Kemendiknas. Nilai utama karakter Unnes yang sekaligus
juga merupakan visi Unnes yaitu: sehat, unggul, dan sejahtera menjadi acuan
bagi pengembangan nilai-nilai karakter luhur UNNES yang mencakupi 8 pilar
nilai, yaitu religius, jujur , peduli, santun, toleran, demokratis,cerdas, dan
tangguh.
Menurut Depdiknas (2010), pendidikan karakter adalah segala sesuatu
yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Ari
Ginanjar (dalam Andrianto, 2011:21) melalui ESQ mengembangkan karakter
dasar manusia yaitu : “jujur, tanggung jawab, disiplin, visioner, adil, peduli,
dan kerjasama”.
Indonesia Heritage Foundation (IHF), telah menyusun serangkaian
nilai yang kemudian dirangkum menjadi 9 pilar karakter yaitu: karakter cinta
Tuhan Yang Maha Esa dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggung
jawab, kejujuran dan bijaksana, hormat dan santun, dermawan, suka
menolong dan gotong royong, percaya diri, kreatif, dan pekerja keras,
kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, toleransi, kedamaian dan
kesatuan(dalam Andrianto,2011:21,dan Megawangi, 2004:95)
Kemendiknas (2010: i-ii) mengemukakan hasil diskusi tentang
“Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” menghasilkan “Kesepakatan
Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” untuk
berbagai wilayah Indonesia yang terdiri dari 18 nilai sebagai berikut: religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,
24

cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung


jawab.
Penelitian ini akan difokuskan pada lima aspek nilai karakter yang
didasarkan dari tiga sumber yang telah dipaparkan sebelumnya. Nilai karakter
yang akan ditekankan dalam penilaian sikap pada penelitian ini yaitu disiplin,
percaya diri, kerjasama, sopan dan tanggung jawab. Pemilihan karakter
disiplin didasarkan pada 18 karakter Kemendiknas. Sementara itu percaya diri
didasarkan pada Andrianto dan Megawangi, pemilihan kerjasama dan
tanggung jawab didasarkan pada Andrianto dan karakter sopan sekaligus juga
merupakan salah satu dari 18 karakter dari pendidikan karakter menurut
Kemendiknas.
Penilaian aspek sikap akan dilaksanakan selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung, yaitu pada saat diskusi kelompok dan kegiatan
praktikum dilaboratorium. Pencapaian kompetensi dasar pada aspek sikap
bisa dicapai apabila peserta didik telah memperoleh nilai rata-rata yang
menunjukkan kriteria minimal kategori menguasai. Peserta didik yang telah
memeroleh nilai rata-rata dalam kategori menguasai yaitu dengan nilai rata-
rata >2,50 artinya telah dapat mencapai kompetensi dasar pada ranah sikap.
3. Ranah Keterampilan
Aspek keterampilan menurut Widoyoko (2014:45) merupakan hasil
belajar yang pencapaiannya melibatkan otot dan kekuatan fisik. Aspek
keterampilan yang akan dinilai dalam penelitian ini dilakukan ketika peserta
didik melaksanakan praktikum di laboratorium dan kegiatan presentasi
berdasarkan hasil dari praktikum pada masing-masing kelompok. Pencapaian
kompetensi pada aspek psikomotorik dapat dicapai oleh peserta didik jika
peserta didik tersebut telah mampu mencapai nilai rata-rata yang sesuai
dengan kriteria minimal kategori menguasai yaitu dengan nilai rata-rata >2,50.
Berdasarkan 3 aspek kompetensi dasar dirumuskan indikator
pencapaian kompetensi. Indikator adalah perilaku yang dapat diukur dan
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar (KD) tertentu
yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran (Mulyasa, 2007:139). Indikator
25

merupakan tolok ukur pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh


perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana
pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau
tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup:
1. Data sekolah, mata pelajaran, dan kelas/semester
2. Materi pokok
3. Alokasi waktu
4. Tujuan pembelajaran, KD dan Indikator Pencapaian Kompetensi
5. Materi pembelajaran, metode pembelajaran
6. Media, Alat dan Sumber Belajar
7. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
8. Penilaian
Fungsi Indikator antara lain sebagai pedoman:
1. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran
2. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
3. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar
4. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil
belajar
Ketentuan Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi:
1. Indikator dirumuskan dari KD
2. Menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO) yang dapat diukur
3. Dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas dan mudah dipahami
4. Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda
5. Memperhatikan karakteristik mata pelajaran, potensi & kebutuhan
peserta didik, sekolah, masyarakat dan lingkungan/daerah
Kata kerja operasional bertujuan untuk merumuskan indikator pencapaian
kompetensi disajikan pada Tabel 2.1
26

Tabel 2.1. Kata kerja ranah kognitif


Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
(remember) (Understad) Apply) (Analyze) (Evaluate) (Create)

Mengutip Memperkirakan Mengaskan Memecahkan Membandingk Mengumpulkan


Menerbitkan Menceritajan Menentukan Menegaskan an Mengatur
Menjelaskan Merinci Menerapkan Menganalisis Menilai Merancang
Memasangkan Megubah Memodifikasi Menyimpulkan Mengarahkan Membuat
Membaca Memperluas Membangun Menjelajah Mengukur Merearasi
Menamai Menjabarkan Mencegah Mengaitkan Merangkum Memperjelas
Meninjau Mencontohkan Melatih Mentransfer Menyajikan Mengarang
Mentabulasi Mengemukakan Menyelidiki Mengedit Mendukung Menyususn
Memberi kode Menggali Memproses Menemukan Memilih Mengode
Menulis Mengubah Memecahkan Menyeleksi Memproyeksi Mengkombinasik
Menyatakan Menghitung Melakukan Mengoreksi kan an
Menunjukkan Menguraikan Mensimulasikan Mendeteksi Mengkritik Memfasilitasi
Mendaftar Mempertahankan Mengurutkan Menelaah Mengarahkan Mengkonstruksi
Menggambar Mengartikan Membiasakan Mengukur Memutukan Merumuskan
Membilang Menerangkan Mengklasifikasi Membangunkan Memisahkan Menghubungkan
Mengidentifika Menafsirkan Menyesuaikan Merasionalkan Menimbang Menciptakan
si Memprediksi Menjalankan Mendiagnosis Menampilkan
Menghafal Melaporkan Mengoperasikan Memfokuskan
Mencatat Membedakan Meramalkan Memadukan
Meniru
Taksonomi Bloom ranah kognitif menurut Anderson & Krathwohl yang
dikutip oleh Gunawan (2012) terdiri dari enam tingkatan, yaitu mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Berikut
ini penjelasan dari Taksonomi Bloom ranah kognitif menurut Anderson &
Krathwohl:
1. Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari
memori atau ingatan yang sebelumnya, baik yang baru saja didapatkan
maupun yang sudah lama didapatkan.
2. Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai
sumber seperti pesan bacaan dan komunikasi.
3. Menerapkan merupakan memanfaatkan atau menggunakan prosedur untuk
melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan.
4. Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan
memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan
dari tiap-tiap bagian tersebut.
5. Mengevaluasi berarti memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan
standar yang sudah ada.
27

6. Mencipta memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru


dan koheren.
Kegiatan pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental
dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian KD. Hasil akhir
pembelajaran kimia adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan
yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan
untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek
kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Dengan mengembangkan ketiga kompetensi tersebut maka diharapkan dapat
membentuk peserta didik yang produktif, kreaktif, inovatif dan afektif. Dalam
silabus telah ditentukan jenis penilaiannya. Penilaian pencapaian KD peserta didik
dilakukan berdasarkan indikator.
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan
berdasarkan indikator pencapaian kompetensi. Di dalam kegiatan penilaian ini
terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (1) teknik penilaian, (2) bentuk
instrumen, dan (3) contoh instrumen. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan
tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi yang telah ditentukan. Teknik
penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai
proses dan hasil yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.

2.3 Larutan Penyangga (Buffer)


Larutan penyangga atau buffer merupakan satu materi pokok dalam kurikulum
2013 yang diajarkan kepada peserta didik SMA/MA kelas XI semester genap.
Materi larutan penyangga terdiri dari beberapa sub-pokok sebagai berikut:
28

2.3.1 Pengertian larutan penyangga


“Larutan penyangga terdiri dari (1) asam lemah atau basa lemah dan (2)
garamnya. Larutan dapat mempertahankan pH jika ditambah sedikit asam, basa
atau pengenceran”. Larutan penyangga atau buffer merupakan larutan yang dapat
mempertahankan pH walaupun dilakukan penambahan sedikit asam kuat, basa
kuat ataupun pengenceran (Permana, 2009).
2.3.2. Komponen larutan penyangga
1) Larutan penyangga asam
Larutan penyangga asam mengandung suatu asam lemah (HA) dan basa
konjugasinya (ion A-). Larutan penyangga asam dapat dibuat dengan
beberapa cara yaitu:
1) Mencampurkan asam lemah (HA) dengan basa konjugasinya (LA,
garam LA menghasilkan ion A- yang merupakan basa konjugasi dari
asam HA)
Contoh: CH3COOH + CH3COONa (komponen penyangganya
CH3COOH dan CH3COO-).
H2CO3 + NaHCO3 (komponen penyangganya H2CO3 dan HCO3- ).
2) Mencampurkan suatu asam lemah berlebih dengan suatu basa kuat.
Campuran ini akan menghasilkan garam yang mengandung basa
konjugasi dari asam lemah yang dicampurkan.
Contoh: CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O
(komponen penyangganya CH3COOH dan CH3COO-)

2) Larutan penyangga basa


Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Larutan
penyangga basa mengandung suatu basa lemah (B) dan asam konjugasinya
(BH+) (Krisbiantoro, 2008). Larutan penyangga basa dapat dibuat dengan
cara serupa dengan pembuatan larutan penyangga asam, yaitu dengan cara
sebagai berikut:
29

1) Mencampurkan suatu basa lemah dengan asam konjugasinya.


Contoh: NH4OH + NH4Cl (komponen penyangganya NH3 dan
NH4+)
2) Mencampurkan suatu basa lemah berlebih dengan asam kuat.
Contoh: NH3 + HCl → NH4Cl + H2O (komponen penyangganya
NH3 dan NH4+)

2.3.3. Menghitung pH larutan penyangga


1) Larutan penyangga dari asam lemah dan basa konjugasinya.
Rumus yang digunakan:

[H+] = Ka x

pH = - log [H+]
keterangan:
Ka = tetapan ionisasi asam lemah
na = jumlah mol asam lemah
ng = jumlah mol basa konjugasi

2) Larutan penyangga dari basa lemah dan asam konjugasinya. Rumus yang
digunakan:

[OH-] = Kb x

pOH = - log [OH-]


Keterangan:
Kb = tetapan ionisasi basa lemah
nb = jumlah mol basa lemah
ng = jumlah mol asam konjugasi

2.3.4. Fungsi Larutan Penyangga


1) Larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup
Pasangan asam basa konjugasi (Buffer), antara asam karbonat (H2CO3)
dengan asam bikarbonat (HCO3-) dan asam posfat (H2PO4) dengan ion posfat
(HPO42-) membantu menjaga agar pH darah hampir konstan, mendekati 7,4
meskipun zat-zat yang bersifat asam dan basa terus menerus masuk ke aliran
darah. Air ludah sebagai larutan penyangga. Larutan penyangga H2PO4- /
30

HPO42- ditemukan dalam air ludah, yang berfungsi menjaga pH mulut sekitar
6,8 dengan cara menetralisir asam yang dihasilkan dari fermentasi sisa-sisa
makanan yang dapat merusak gigi. pH dalam tubuh manusia sangat beragam
dari satu cairan ke cairan lainnya: misalnya, pH darah adalah sekitar 7,4
(Sudarmo, 2017).
2) Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari
Larutan penyangga juga sering kita temukan di kehidupan sehari-hari
diantaranya larutan penyangga dalam makanan dan minuman. Minuman sari
jeruk dalam kemasan atau buah-buahan dalam kaleng perlu diberi larutan
penyangga yang terdiri atas campuran asam sitrat dan natrium sitrat untuk
mengontrol pH agar minuman tidak mudah rusak oleh bakteri (Sudarmo,
2017).

2.4 Kompetensi Dasar pada Materi Larutan Penyangga (Buffer)


Materi larutan penyangga merupakan materi pembelajaran yang
diberikan di kelas XI pada materi semester genap. Kompetensi dasar yang
akan dicapai dalam materi ini yaitu KD 3 menunjukkan bidang pengetahuan,
sedangkan pada KD 4 menunjukkan bidang ketrampilan. Dari kompetensi
dasar yang telah ditetapkan pada silabus kurikulum 2013. Langkah selanjutnya
yaitu merumuskan indikator pencapaian kompetensi. Berikut ini ketentuan
perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi:
1. Indikator dirumuskan dari KD
2. Menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO) yang dapat diukur
(Anderson dan Krathwohl)
3. Dirumuskan dalam kalimat yang simpel, jelas dan mudah dipahami
4. Tidak menggunakan kata yang bermakna ganda
5. Hanya mengandung satu tindakan
6. Memperhatikan karakteristik mata pelajaran, potensi & kebutuhan
peserta didik, sekolah, masyarakat dan lingkungan/daerah
31

Kompetensi dasar aspek pengetahuan dan ketrampilan pada materi


larutan penyangga yaitu :
KD.3.13 Menganalisis peran larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup.
KD.4.13 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil
percobaan untuk menentukan sifat larutan penyangga.
Kata kerja operasioanal digunakan untuk merumuskan indikator pencapaian
kompetensi pada KD 3.13 dan KD. 4.13. Kompetensi dasar 3.13 tentang
kognitif sedangkan kompetensi dasar 4.13 tentang psikomotorik yang harus
dimiliki peserta didik. Tahap-tahap penyusunan Kata Kerja Operasional dari
kompetensi dasar disajikan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Tahapan Perumusan Kata Kerja Operasional
Kemampuan Kata Kerja Materi Pembelajaran
Berpikir Operasional
3.13 1. Menjelaskan 1. Pengertian, sifat larutan penyangga, komponen,
Menganalisis 2. Menganalisis dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
peran larutan 3. Menghitung 2. Penurunan menghitung pH larutan penyangga.
penyangga 4. Menganalisis 3. pH atau pOH larutan penyangga dengan
dalam tubuh menambahkan sedikit asam atau sedikit basa
makhluk hidup. atau dengan pengenceran
4. Larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup
dan dalam kehidupan sehari-hari.

4.13 1. Merancang 1. Percobaan untuk menentukan sifat larutan


Merancang, 2. Melakukan penyangga.
melakukan, 3. Menyimpulkan 2. Percobaan untuk menentukan sifat larutan
menyimpulkan 4. Menyajikan penyangga
dan menyajikan 3. Hasil percobaan untuk menentukan sifat
larutan penyangga
4. Hasil percobaan untuk menentukan sifat larutan
penyangga

Penjabaran Kompetensi Dasar, Kata Kerja Operasional, Materi Pokok dan


Indikator Pencapaian Kompetensi disajikan pada Tabel 2.3
32

Tabel 2.3. Perumusan Indikator Pencapaian Kompetensi


Kompetensi Dasar Kata Kerja Materi Pokok Indikator Pencapaian Kompetensi
Operasional
3.13 Menganalisis Menganalisis 1.Sifat larutan 3.13.1 Menjelaskan pengertian,
peran larutan Penyangga sifat larutan penyangga,
penyangga dalam 2.pH larutan komponen dan cara
tubuh makhluk penyangga kerja/mekanisme larutan
hidup. 3. Peranan penyangga
larutan 3.13.2 Menganalisis penurunan
penyangga rumus menghitung pH
dalam tubuh larutan penyangga
makhluk 3.13.3 Menghitung pH atau pOH
larutan penyangga dengan
menambahkan sedikit asam
atau sedikit basa atau dengan
pengenceran
3.13.4 Menganalisis peranan
larutan penyangga dalam
tubuh makhluk hidup dan
dalam kehidupan sehari-hari
4.13 Merancang, 1. Merancang Sifat larutan 4.13.1 Merancang percobaan untuk
melakukan, dan 2. Melakukan penyangga menentukan sifat larutan
menyimpulkan 3. Menyimpulkan penyangga.
serta menyajikan 4. Menyajikan 4.13.2 Melakukan percobaan untuk
hasil percobaan menentukan sifat larutan
untuk menentukan penyangga
sifat larutan 4.13.3 Menyimpulkan hasil
penyangga. percobaan untuk
menentukan sifat larutan
penyangga
4.13.4 Menyajikan hasil percobaan
untuk menentukan sifat
larutan penyangga.

Menurut Anderson & Krathwohl (2001), dimensi pengetahuan terdiri


dari empat jenis. Berikut ini dimensi–dimensi pengetahuan fakta, konsep, prinsip,
dan prosedural :
1. Fakta, merupakan kejadian atau peristiwa yang dapat dilihat, didengar,
dibaca, disentuh, atau diamati atau materi yang berupa nama-nama objek,
nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau
komponen suatu benda dan lain sebagainya
2. Konsep, merupakan ide yang mempersatukan fakta-fakta. Konsep
merupakan suatu penghubung antara fakta-fakta yang saling berhubungan.
33

Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakikat, inti isi. Konsep adalah
kristalisasi dari fakta yang telah didefinisikan. Pengetahuan tentang
kategori, klasifikasi, keterkaitan antara satu kategori dengan lainnya,
hukum kausalita, definisi, teori
3. Prosedur, merupakan sederatan langkah yang bertahap dan sistematis
dalam menerapkan prinsip. Langkah prosedural merupakan bagian dari
kompetensi pada aspek keterampilan.
4. Metakognitif, mencakup menggunakan pengetahuan yang telah peserta
didik miliki untuk menambah pengetahuan yang baru secara mandiri.
Sedangkan pada dimensi proses kognitif terdapat dua tujuan pendidikan
terpenting yaitu untuk mengembangkan daya ingat dan mendorong terjadinya
proses transfer. Terjadinya proses transfer merupakan tanda keberhasilan proses
belajar. Daya ingat atau retention merupakan kemampuan seorang peserta didik
untuk megingat materi-materi pelajaran beberapa saat sesudah pengajaran dengan
sama akuratnya seperti pada saat peserta didik tersebut mengikuti pelajaran
tersebut. Kemampuan transfer merupakan kemampuan seorang peserta didik
untuk menggunakan apa yang telah dia pelajari untuk memecahkan persoalan-
persoalan baru, untuk menjawab soal-soal baru, atau untuk memfasilitasi proses
belajar hal-hal baru.
Menurut Anderson & Krathwohl (2001), tujuan pendidikan
dideskripsikan menjadi enam kategori proses, yaitu: remembering; understanding,
apply, analyze, evaluate, create. Kategori proses mengingat atau remembering
merupakan proses yang sangat berhubungan dengan proses daya ingat. Kelima
kategori proses lainnya leb ih berkaitan dengan proses transfer, yaitu kategori
proses memahami (understanding), menerapkan (apply), menganalisa (analyze),
mengevaluasi (evaluate) dan menciptakan (create). Berikut ini dimensi proses
kognitif sesuai pada Tabel 2.4.
34

Tabel 2.4. Dimensi Proses Kognitif


Kategori Diskripsi
Mengingat (Remember) Menyajikan fakta dari ingatan
Memahami (Understand) Memaknai materi yang dipelajari dengan kata-kata /
kalimat sendiri (interpretasi, memberi contoh,
mengklasifikasi, meringkas, menyimpulkan,
membandingkan, menjelaskan)
Menerapkan (Apply) Melaksanakan, menggunakan prosedur (implementing)
untuk suatu situasi baru (melakukan, menerapkan)
Menganalisis (Analyze) Mengelompokkan informasi/fenomena dalam bagian-
bagian penting, menentukan keterkaitan antar komponen,
menemukan pikiran pokok
Mengevaluasi (Evaluate) Menentukan apakah kesimpulan sesuai dengan
uraian/fakta, menilai metode mana yang paling sesuai
untuk menyelesaikan masalah.
Mencipta (Create) Mengembangkan hipotesis, merencanakan penelitian
(planning/designing), mengembangkan produk baru
(producing/constructing)

Untuk menentukan indikator pencapaian kompetensi yaitu dengan cara


menghubungkan antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif : KD.
3.13 Menganalisis peran larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup. Tuntutan
pada KD.3.13 yaitu Dimensi pengetahuan konsep, prinsip, fakta dan proses
kognitif menganalisis.
Indikator Pencapaian Kompetensi KD. 3.13:
3.13.1. Menjelaskan pengertian, sifat larutan penyangga, komponen dan
cara kerja/mekanisme larutan penyangga
(Dimensi pengetahuan konsep dan proses kognitif memahami)
3.13.2 Menganalisis penurunan rumus menghitung pH larutan penyangga
(Dimensi pengetahuan prinsip dan proses kognitif menganalisis)
3.13.3 Menghitung pH larutan penyangga dengan menambahkan sedikit
asam atau sedikit basa atau dengan pengenceran
(Dimensi pengetahuan prinsip dan proses kognitif memahami)
3.13.4. Menganalisis peranan larutan penyangga dalam tubuh makhluk
hidup dan dalam kehidupan sehari-hari
(Dimensi pengetahuan metakognitif dan proses kognitif
menganalisis)
35

Pada KD. 4.13 Merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta tuntutan


pada KD.4.13 yaitu KD 4.13: Dimensi pengetahuan prosedural dan proses
kognitif menerapkan,menganalisis.
Indikator Pencapaian Kompetensi KD. 4.13:
4.13.1 Merancang percobaan untuk menentukan sifat larutan penyangga
(Dimensi pengetahuan prosedural dan proses kognitif
menerapkan)
4.13.2 Melakukan percobaan untuk menentukan sifat larutan penyangga.
(Dimensi pengetahuan prosedural dan proses kognitif
menerapkan)
4.13.3 Menyimpulkan hasil percobaan untuk menentukan sifat larutan
penyangga.
(Dimensi pengetahuan konsep dan proses kognitif mengevaluasi)
4.13.4 Menyajikan hasil percobaan untuk menentukan sifat larutan
penyangga.
(Dimensi pengetahuan konsep dan proses kognitif mengevaluasi)
menyajikan hasil percobaan untuk menentukan sifat larutan
penyangga.

2.5 Pencapaian Kompetensi Dasar pada Materi Larutan


Penyangga dengan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning

Pendekatan contextual teaching and learning pada materi larutan penyangga


yaitu dengan cara peserta didik dibantu oleh guru untuk menghubungkan materi
larutan penyangga dalam kehidupan sehari–hari. Pada kompetensi dasar 3.13 yaitu
aspek pengetahuan. Pada kompetensi dasar 4.13 tentang aspek ketrampilan.
Indikator yang harus dicapai peserta didik yaitu merancang percobaan untuk
menentukan sifat larutan penyangga, melakukan percobaan untuk menentukan
sifat larutan penyangga, menjelaskan pengertian, sifat larutan penyangga,
komponen dan cara kerja/mekanisme larutan penyangga melalui kegiatan
praktikum di laboratorium.
36

Peserta didik akan menyelidiki sifat–sifat dari larutan penyangga yang ada
dalam kehidupan sehari- hari. Contohnya adalah: minuman bersoda. Kandungan
dari minuman bersoda adalah asam fosfat. Karakteristik yang penting pada
minuman bersoda yaitu buffer (larutan penyangga) atau pH. Fungsi dari minuman
bersoda yang kita gunakan yaitu sebagai buffer (larutan penyangga) dengan
mempertahankan pH sehingga bisa disimpan dalam waktu yang lama. Untuk
mengetahui sifat dan nilai pH dari minuman bersoda, maka dilakukan kegiatan
praktikum. Sehingga peserta didik mengetahui sifat dari bahan-bahan yang
disiapkan untuk kegiatan praktikum.
Selanjutnya pada pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and
learning ini peserta didik diajak untuk menganalisis penurunan rumus dari pH
larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa. Sehingga peserta didik
mampu menganalisis penurunan rumus menghitung pH dari larutan penyangga.
Proses penurunan suatu rumus ini termasuk inquiri. Peserta didik dibimbing untuk
berdiskusi penurunan rumus dari larutan penyangga. Pada saat kegiatan
pembelajaran, keaktifan peserta didik di kelas juga diamati misalnya: disiplin,
kerjasama, bertanya. Setelah menganalisis dan memahami penurunan rumus,
peserta didik diajak untuk menghitung pH dan pOH larutan penyangga dengan
menambahkan sedikit asam atau sedikit basa atau dengan pengenceran dari soal
yang telah disediakan.
Peserta didik diajak untuk berfikir dan menghubungkan materi dengan
peranan larutan penyangga dalam tubuh dan dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan ini bertujuan untuk melatih peserta didik agar mengetahui langkah kerja
dan proses dari peranan larutan penyangga untuk mempertahankan pH pada tubuh
dan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sistem buffer berfungsi untuk
mempertahankan pH tubuh agar tetap normal.

2.6 Penelitian yang relevan


Sebelum penelitian ini dilakukan, dibutuhkan referensi–referensi berupa
penelitian–penelitian terdahulu yang relevan agar penelitian yang akan dilakukan
37

memiliki dasar pemikiran yang cukup kuat. Penelitian–penelitian yang relevan


diantaranya:
1. Riyadi (2015) dan Yulianto (2015) menyimpulkan dari hasil
penelitian mereka bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode CTL menunjukan peningkatan dalam hasil belajar peserta
didik pada materi larutan penyangga.
2. Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Zuhaida (2011) pada
materi laju reaksi, Anggriani (2012) pada materi destilasi,
Mismawati (2010) pada materi Struktur Atom dan Sistem Periodik
Unsur dan Nabila (2016) bahwa dengan menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) mampu meningkatkan
hasil belajar peserta didik.
3. Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Ariesta (2013) pada materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan, Rismawati (2016) pada materi
koloid, Lestari (2012) pada materi Perubahan Materi bahwa dengan
menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) mampu meningkatkan prestasi belajar kognitif, afektif, dan
psikomotorik pada peserta didik.
4. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2012) bahwa
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dan
mampu untuk mencapai kompetensi dasar peserta didik.
5. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmah (2015) bahwa
penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
disertai praktikum dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi
belajar kimia dengan siklus I persentase ketuntasan belajar peserta
didik sebesar 31,2% dan pada siklus II persentase ketuntasan
belajar peserta didik meningkat 84,4%. Pada aspek afektif,
mempunyai kategori tinggi sebesar 62,5% pada siklus I dan 78,1%
pada siklus II. Sedangkan capaian aspek psikomotorik sebesar
87,5%
38

6. Penelitian lain dari Sudasmaningsih (2012) menunjukkan bahwa


penerapan model CTL dapat meningkatkan pemahaman konsep
peserta didik pada materi kimia koloid
7. Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggraeni (2014) bahwa
pembelajaran dengan pendekatan CTL berbantuan modul interaktif
dapat ketuntasan hasil belajar secara klasikal diperoleh presentase
88,09%. Rata-rata hasil belajar ranah psikomotorik dan afektif
secara berturut–turut adalah 4,1 (baik) dan 4,15 (baik).
8. Penelitian lain dilakukan oleh Nurlela (2016) bahwa pembelajaran
dengan penerapan pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil
belajar dan aktivitas peserta didik ketika KBM berlangsung.
9. Penelitian lain dari Handani (2016) bahwa penerapan dengan
pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
belajar peserta didik dengan persentase berturut-turut yaitu 89%
dan 100%.

2.7 Kerangka Berfikir


Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang memperkuat
proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan ketrampilan. Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang
bersifat alamiah (kontekstual), terdapat bidang-bidang studi atau mata pelajaran
tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan
sains. Pembelajaran dengan kurikulum 2013 difokuskan pada pembentukan
keterampilan pesehrta didik dan karakter peserta didik, berupa paduan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajarinya secara kontekstual atau
berorientasi pada penguatan proses melalui pendekatan saintifik (scientific skill).
Berdasarkan observasi pembelajaran di kelas yang telah peneliti lakukan di
beberapa sekolah, diperoleh informasi bahwa pembelajaran aktif yang berpusat
pada peserta didik masih jarang dilakukan sehingga aktivitas belajar mengajar
kurang optimal. Peserta didik cenderung hanya menerima konsep yang diberikan
oleh guru sehingga kemampuan peserta didik dalam menjelaskan dan
39

menyimpulkan masih rendah. Peserta didik umumnya masih kesulitan dalam


memahami materi larutan penyangga terutama pada perhitungan pH pada saat
penambahan sedikit asam, sedikit basa dan pengenceran dan peranan larutan
penyangga dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan praktikum dilaboratorium juga
belum dilakukan. Kurangnya waktu dan bahan laboratorium adalah alasan yang
menyebabkan tidak dilaksanakannya kegiatan praktikum. Hal tersebut membuat
peserta didik kesulitan dalam memahami materi larutan penyangga, karena tidak
dapat membentuk pemahamannya secara langsung.
Berdasarkan kompetensi dasar yang terdapat di silabus pada materi larutan
penyangga peserta didik dituntut untuk bisa merancang, melakukan,
menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan. Sehingga dari hasil observasi
dan wawancara yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kompetensi dasar
belum tercapai secara maksimal. Oleh karena itu, guru perlu menerapkan
pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman materi peserta
didik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat memungkinkan
terjadinya kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk membangun sendiri pengetahuannya, mendorong peserta didik untuk
bertanya dan berdiskusi, serta dapat menghubungkan materi dengan kehidupan
sehari-hari yaitu dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Pada pendekatan CTL ini terdapat model inkuiri yang merupakan salah satu
indikator dari pendekatan CTL. Dengan menggunakan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) dapat memudahkan peserta didik memahami
materi dengan menghubungkan dalam kehidupan sehari–hari dan melatih
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik untuk mengkonstruk
pengetahuannya, bertanya, diskusi kelompok, mengamati, menanya, merancang,
melakukan percobaan, menemukan suatu pengetahuan dan menarik kesimpulan.
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan berdasarkan kompetensi dasar yang harus
dicapai pada materi larutan penyangga yaitu KD 3.1 Menganalisis peran larutan
penyangga dalam tubuh makhluk hidup dan KD 4.1 Merancang, melakukan, dan
40

menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk menentukan sifat larutan


penyangga.
Desain kerangka berpikir lebih jelasnya dapat diamati pada Gambar 2.1
41

Pembelajaran Kimia

Fakta

1. Peserta didik hanya menerima konsep


materi yang diberikan oleh guru
Permasalahan:
2. Kurangnya pemanfaatan laboratorium
sehingga pelaksanaan praktikum belum Kompetensi Dasar pada
optimal materi larutan penyangga
belum tercapai secara
3. Menghubungkan materi dalam kehidupan maksimal
sehari–hari belum maksimal

Guru perlu menerapkan pendekatan


pembelajaran yang dapat meningkatkan
pemahaman materi peserta didik dari aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.

Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL):

Meningkatkan pemahaman peserta didik dengan cara menghubungkan materi


dengan konteks nyata kehidupan sehari hari sehingga ketercapaian kompetensi
dasar akan meningkat

Analisis Pencapaian Kompetensi Dasar pada materi Larutan Penyangga


dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian


BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pencapaian kompetensi dasar peserta didik kelas XI MIPA pada aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning pada materi larutan penyangga diperoleh sebesar
88,88%; 90% dan 87% dengan kriteria tercapai.
2. Penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning memberikan
pengaruh positif terhadap ketercapaian kompetensi dasar pada materi
larutan penyangga pada kelas XI MIPA diperoleh rata-rata sebesar 43,81
dengan kriteria baik.
3. Penilaian kinerja peneliti oleh guru kimia terhadap pembelajaran dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning diperoleh skor sebanyak 76
dan rata-rata dari setiap aspek sebesar 90,476 % dengan kriteria sangat
baik.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh saran sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and
Learning memerlukan manajemen waktu agar pembelajaran lebih
maksimal, sehingga materi dapat dipahami semua peserta didik dengan
baik.
2. Untuk mengatasi kompetensi dasar pada aspek psikomotorik yang tidak
diterapkan di sekolah dapat menerapkan pendekatan CTL dengan
menggunakan bahan-bahan dalam kehidupan sehari-hari untuk kegiatan
praktikum

103
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, S. 2012. Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter. Jakarta: Rajawali Persada.

Ampa, A.T., Muhammad Basri D, & Andriani, A.A. 2013. The development of
contextual learning materials for the English speaking skills.
International Journal of Education and Research, 1(9): 1-10

Anderson, L.W., & Krathwohl, D.R. 2001. A taxonomy for learning, teaching,
and assessing: a revision of bloom’s taxonomy of educational of obje
ctives (Rev. ed). New York: Addison Wesley

Andrianto, T. T. 2011. Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Anggraeni, S. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan


Contextual Teaching and Learning Berbantuan Bahan ajar Interaktif.
Unnes Science Education Journal, 3(2): 141-146.

Anggriani, W., Ariani, & Sukardjo. 2012. Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan
Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Melalui
Metode Eksperimen dan Proyek Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau
dari Minat Berwirausaha Peserta Didik pada Materi Destilasi Kelas
X SMK Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal
Pendidikan Kimia (JPK),1(1): 80-88

Ariesta, N. 2013. Pengaruh pembelajaran kimia dengan pendekatan CTL


(contextual teaching and learning) melalui metode guided inquiry
dan proyek terhadap prestasi belajar ditinjau dari kemampuan
matematik peserta didik pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan kelas XI IPA SMA N 1 karanganyar. Jurnal Pendidikan
Kimia,2(3): 59-67.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta

Ayuningtyas, R. 2012. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Konstektual (CTL)


pada Kompetensi Dasar Menjelaskan Konsep Penawaran dan
Permintaan Uang untuk Meningkatkan Motivasi dan Ketuntasan
Belajar Peserta Didik Kelas X-2 SMA Negeri 1 Mantup, Lamongan.
Surabaya:UNESA

Baeti, S.N., A. Binadja, & E. Susilaningsih. 2014. Pembelajaran Berbasis


Praktikum Bervisi SETS untuk Meningkatkan Keterampilan

104
105

Laboratorium dan Penguasaan Kompetensi (Skripsi). Jurnal Inovasi


Pendidikan Kimia. 8(1): 1260-1270.

Bass, J. E., Contant, L. T., & Carin, A. A. 2008. Teaching Science as Inquiry.
Boston: Allyn and Bacon

Boyle, T & Ravenscroft, A. 2012. Context and Deep Learning Design. Journal of
Computers & Education. 59: 1224-1233.

Carlson, J.L. (2008). Effect of Theme-based, Guided Inquiry Instruction on


Science Literacy in Ecology. (Thesis Master of Science in Appied
Science Education). Michigan Technology University.

Chaerunnisa, R., Wardani, S., & Susilogati, S. 2017. Keefektifan Pendekatan


Contextual Teaching Learning dengan Model Pembelajaran Inkuiri
terhadap Literasi Sains. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. 11 (2):
1945-1956

Deen, I.S & Smith, B. P. 2006. Contextual teaching and learning practices in the
family and consumer sciences curriculum. Journal of Family and
Consumer Sciences Education, 24(1): 14-27

Dunggio, R., A. Lukum, & J.S. Tangio. 2014. Studi Kemampuan Kognitif dan
Afektif Peserta didik Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Telaga dalam
Pembelajaran Kimia Menggunakan Model Pembelajaran Problem
Based Solving Learning (PBSL). Jurnal Pendidikan. 2 (2): 1231-
1234

Febri, M. 2012. Efektivitas pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)


terhadap hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP Negeri 5 Cilacap
tahun pelajaran 2011/2012. Jurnal Penelitian Pendidikan Fisika,
1(2): 156-167.

Handini, D.,Gusrayani, D & Panjaitan, R. 2016. Penerapan Model Contextual


Teaching and Learning Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal
Pena Ilmiah, 1(1): 176-187

Hasnawati, S. 2012. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)


hubungannya dengan evaluasi pembelajaran. Jurnal Pendidikan, (2):
89-95.

Hasrudin. 2009. Memaksimalkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Pendekatan


Kontekstual. Jurnal Tabularasa PPS Unimeds., 6(1): 48-60.
106

Howey, K. R., Sears, S. J., Berns, R., Stefano, J., and Pritz, S. 2001. Contextual
Teaching and Learning: Preparing Teacher to Enhance Student
Success in the Workplace and Beyond. ERIC Clearinghouse on
Teaching and Teacher Education (American Association of Colleges
for Teacher Education)

Johnson, E. 2010. Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan


Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC.

Karina, I. W. 2012. Peningkatan pembelajaran di sekolah dasar dengan model


kooperatif melalui pendekatan kontekstual. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 44-56.

Kemendikbud. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Komalasari, K. 2012. The effect of contextual learning in civic education on


students‟ civicskills. International Journal for Educational Studies,
4(2): 179-190

Komalasari, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung:


PT. Refika Aditama

Krisbiantoro, A. 2008. Kimia Praktis. Yogyakarta: Pustaka Wydiatama

Kurniawati, A. 2015. Analisis Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas XI


Semester II MAN Tempel Tahun Ajaran 2012/2013 pada
Pembelajaran Kimia dengan Model Learning Cycle 5E. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Lestari, Y.D. 2012. Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta didik (LKS)


Berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Materi
Perubahan Lingkungan. Jurnal BioEdu, 6: 8-9.

Macaulay, J. O., Damme, V., & Walker, K. Z. 2009. The use of contextual
learning to teach biochemistry to dietetic students‟. Biochemistry and
Molekular Biology Education, 37(3).137-143.

Miswadi, S., Wijayati,N. & Farikhati. 2010. Pengaruh Penggunaan Metode


Preview, Question, Read, Summarize, and Test Melalui Pendekatan
Contextual Teaching and Learning Terhadap Hasil Belajar Kimia
Peserta didik SMA. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 4 (1): 557 –
565

Mukhtar. 2013. Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta : GP Press Group


107

Muhibbinsyah. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Muhlisin, A. 2012. Pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis


Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD). Jurnal Pendidikan, 1:178-189.

Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Suatu Pendekatan Praktis.


Bandung: PT Pemaja Rosdakarya

Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muslich, M. 2009. KTSP Pembelajaran berbasis kompetensi dan kontekstual.


Jakarta: Bumi Aksara

Nabila,A. 2016. Keefektifan Model Pembelajaran Nested dengan Pendekatan


Kontekstual pada Hasil Belajar Siswa materi larutan penyangga.
Skripsi. Semarang: Program Studi Pendidikan Kimia, FMIPA Unnes.

Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Cooperatif Learning di Ruang-Ruang


Kelas). Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Nurhadi, A. 2009. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.


Malang: Universitas Negeri Malang

Nurlela, E. 2016. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik Pada Materi Energi Panas.
Jurnal Pena Ilmiah,1(1)

Patmawati, H. 2011. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Peserta didik pada


Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit dengan Metode
Praktikum. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Permana, I. 2009. Memahami Kimia 2 : SMA/MA untuk Kelas XI, Semester 1 dan
2 Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional.

Purba, M. 2006. Kimia untuk SMA Kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga.

Rahayu, K.P., Sumarni. W., & Soeprodjo. 2009. Efektivitas penerapan metode
kasus menggunakan media audio visual terhadap hasil belajar kimia
SMA. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 3(1):345-353

Rahmah, Bening A. 2015. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and


Learning (CTL) disertai Praktikum untuk Meningkatkan Aktivitas
108

dan Prestasi Belajar Kimia Pada Materi Pokok Termokimia Kelas XI


SMK Muhammadiyah 2 Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal
Pendidikan Kimia (JPK),4: 217-221

Rismawati, K. 2016. Studi Komparasi Penggunaan Media Tts Dan Peta Konsep
Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) Ditinjau Dari Kemampuan Memori Terhadap Prestasi Belajar
Peserta didik (Pokok Bahasan Koloid Kelas XI Semester Genap
SMA Negeri 1 Karangmojo Tahun Pelajaran 2014/2015). Jurnal
Pendidikan Kimia (JPK),5: 115-124

Riyadi,B. 2015. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)


Pada Materi Larutan Penyangga Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Poso
Pesisir Utara. Jurnal Akademika Kimia,4(1): 17-24

Sagala, S. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung : Alpha Beta

Samriani. 2014. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)


dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA
di Kelas IV SDN No 3 Siwalempu. Jurnal Kreatif Tadulako Online,
4(2)

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Satori, D., & Aan, K. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Sentosa, S. 2013. Eksperimentasi pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted


Individualization (TAI) dengan pendekatan Contextual Teaching and
Learning ditinjau dari keaktifan belajar peserta didik SMP Negeri di
Kabupaten Karanganyar tahun pelajaran 2012/2013. Jurnal
Pendidikan,121-134.

Sudarisman, S. 2013. Implementasi Pendekatan Kontekstual dengan Variasi


Metode Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Biologi. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia,2(1): 23-30.

Sudasmaningsih, D. 2012. Penerapan Model CTL dan Word Square untuk


Meningkatkan Pemahaman Konsep Koloid Pada Peserta didik Kelas
XI IPA Tahun 2010/2011 SMA Negeri 1 Slogohimo Wonogiri.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV. FKIP UNS:
Surakarta

Sudjadmiko, A. 2010. Komparasi Hasil Belajar antara Peserta didik yang diberi
Metode Inkuri Terbimbing dengan Metode Latihan Berstruktur
109

Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di SMA N 2 Pati.


Semarang: Program Studi Pendidikan Kimia, FMIPA Unnes.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif,


Penelitian Kualitatif, dan R&D).Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R & D.


Bandung: CV Alfa Beta

Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta

Suharjanti. 2010. “Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and


Learning) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik Materi
Pokok Ciri-ciri Makhluk Hidup pada Kelas VII B SMP N 9
Yogyakarta Tahun Ajaran 2009/2010”.Skripsi. UIN Yogyakarta

Surmiyati, S., S. Patmi, & Kristayulita. 2014. Analisis Kemampuan Kognitif dan
Kemampuan Afektif terhadap Kemampuan Psikomotor Peserta didik
Kelas X SMAN 3 Mataram Setelah Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Jurnal Beta. 7(1): 46-62.

Suryawati, Evi, Osman, Kamisah, & Meerah, T. S M. 2010. The Effectiveness of


RANGKA Contextual Teaching and Learning on Students‟ Problem
Solving Skills and Scientific Attitude. Procedia Social and
Behavioral Science. 9: 1717–1721.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:


Kencana.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. 2008. Direktorat Pendidikan Diniyah, Pondok
Pesantren, Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Departemen Agama

Westera, W. 2011. On the changing nature of learning context: Anticipating the


virtual extensions of the world. Educational Technology & Society,
14(2). 201-212.

Wicaksana, H. T. 2009. Pendekatan CTL dalam Upaya Peningkatan Partisipasi


Belajar Biologi pada Materi Keanekaragaman Hayati Kelas XC di
SMA N 1 Cangkringan Tahun Ajaran 2008/2009”. Skripsi. UIN:
Yogyakarta

Widoyoko,S. 2014. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar
110

Wu, C. & Foos, J. 2010. Making chemistry fun to learn. Literacy Information and
Computer Education Journal, 1(1): 3-7

Wulandari, L., Susanti, E. & Martini, K.S., 2015. Penerapan Pendekatan


Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk 87
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar. Jurnal
Pendidikan Kimia (JPK), IV(1): p.145.

Yulianingsih, U. & Hadisaputro, S., 2013. Keefektifan Pendekatan Student


Centered Learning dengan Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Hasil Belajar. Chemistry in Education, 2(2): 149-55.

Yulianto. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Peserta didik dalam Mata Pelajaran
Ekonomi melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) pada SMA Negeri 11 Semarang. Semarang
: UNNES

Yunianingrum, E. 2008. Efektivitas pembelajaran kimia dengan pendekatan


Contextual Teaching and Learning dan media flowchart melalui
permainan diagram alur peta pikiran. Skripsi. Semarang : Fakultas
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

Zuhaida, A. 2011. Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning


(CTL) Berbasis Web Pada Praktikum Kimia Di Madrasah Aliyah
Negeri 2 Kudus. Journal of Islamic Culture and Education, 1: 119-
148

Anda mungkin juga menyukai