Anda di halaman 1dari 47

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

DAN SIKAP PESERTA DIDIK PADA


PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS GUIDED
INQUIRY MATERI HIDROLISIS GARAM

Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia

oleh
Ayu Fajar Saputri
4301414101

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2018

i
ii
MOTTO

“ Karena sesungguhnya sesudah


kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Inshirah : 5)

PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk :

Untuk kedua orang tuaku (Jarkasi dan Siti


Miskiyah) dan untuk Adikku (Reza Frastica
Dewi) yang telah memberikan doa, dukungan,
nasehat, semangat dan kekuatan.

iii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap
Peserta Didik pada Pembelajaran Kimia Berbasis Guided Inquiry Materi
Hidrolisis Garam”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin tersusun dengan baik
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang dengan ikhlas telah merelakan
sebagian waktu dan tenaga demi membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih
setulus hati kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian
3. Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian dan
membantu kelancaran skripsi.
4. Dr.Endang Susilaningsih, M.S. dosen pembimbing I yang telah
memberikan ide, bimbingan dan saran kepada penulis selama penyusunan
skripsi.
5. Sri Kadarwati, S.Si, M.Si, Ph.D., dosen pembimbing II yang penuh
kesabaran mengarahkan dan memberikan saran serta masukan penulis
dalam penyusunan skripsi.
6. Agung Tri Prasetya, S.Si., M.Si, dosen penguji yang telah memberikan
masukan kepada penulis demi kesempurnaan penyusunan skripsi.
7. Harjito, SPd, M.Sc., selaku pembimbing akademik.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan bekal dalam
penyusunan skrispsi ini
9. Kepala SMA Negeri 1 Salatiga yang telah memberikan izin penelitian.

iv
10. Winarsih M.Pd, guru kimia SMA Negeri 1 Salatiga yang telah banyak
membantu proses penelitian.
11. Peserta didik kelas XI MIPA 8.4 SMA Negeri 1 Salatiga yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
12. Kawan-kawan seperjuangan (Isti, Zahra, Nur, hana, Nadia) terima kasih
atas semangat dan bantuanya.
13. Kawan-kawan sebimbingan (Kristina, Aveb, Elsa, Yuni,) yang selalu
saling menguatkan.
14. Isti teman sekamar selama kurang lebih 4 tahun yang selalu mendengarkan
keluh kesah aku. Berjuang bersama
15. Teman-teman Pendidikan Kimia 2014 khususnya rombel 3.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak
yang membutuhkan serta dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.

Semarang, 2 Agustus 2018

Penulis

v
ABSTRAK
Saputri, Ayu Fajar. 2018. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap
Peserta Didik pada Pembelajaran Kimia Berbasis Guided Inquiry Materi
Hidrolisis Garam. Skripsi, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr.
Endang Susilaningsih, M.S dan Pembimbing Pendamping Sri Kadarwati, S.Si.,
M.Si., Ph.D.

Kata kunci : sikap terhadap kimia; guided inquiry; hidrolisis garam;


kemampuan pemecahan masalah,.
Kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang
terpusat kepada peserta didik, salah satunya dengan model pembelajaran guided
inquiry. Aspek lain yang penting dalam pembelajaran kimia adalah sikap peserta
didik terhadap kimia (attitude toward chemistry). Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah dan sikap peserta
didik pada pembelajaran kimia dengan model guided inquiry, utamanya pada
materi hidrolisis senyawa garam. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus
dengan desain one-shot case study. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, soal tes model two-tier
multiple choice, angket attitude toward chemistry, dan angket tanggapan peserta
didik terhadap pelaksanaan pembelajaran. Hasil observasi keterlaksanaan
pembelajaran menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model guided inquiry
untuk menanamkan konsep yang benar mengenai hidrolisis senyawa garam belum
berlangsung sesuai dengan sintak model pembelajaran guided inquiry. Terdapat
sintak yang belum dilaksanakan yaitu merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dan menguji hipotesis. Meskipun begitu, hasil analisis angket tanggapan terhadap
pembelajaran guided inquiry menunjukkan bahwa 63% peserta didik sangat setuju
dengan pembelajaran kimia yang telah dilaksanakan. Hasil analisis terhadap
kemampuan pemecahan masalah yang diukur dengan metode tes menggunakan
soal model two-tier multiple choice menunjukkan bahwa 67% peserta didik
memiliki kemampuan pemecahan masalah pada kategori baik, 25% peserta didik
memiliki kemampuan pemecahan masalah pada kategori cukup, dan 8% peserta
didik memiliki kemampuan pemecahan masalah pada kategori rendah. Secara
keseluruhan, kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi hidrolisis
senyawa garam menggunakan model guided inquiry mencapai 67% dengan
kategori cukup baik. Peserta didik menunjukkan sikap yang baik terhadap kimia
yang diindikasikan oleh jumlah peserta didik yang sangat menyukai kimia ,dan
menyukai kimia, masing-masing sebesar 4% dan 50%. Sementara itu, 42% peserta
didik lain cukup menyukai kimia, dan 4% sisanya tidak menyukai kimia. Secara
keseluruhan, peserta didik berada pada kriteria cukup menyukai kimia dengan
skor rata-rata attitude toward chemistry sebesar 39,9.

vi
ABSTRACT
Saputri, Ayu Fajar. 2018. Analysis of Students’ Problem-solving Capabilities and
Attitudes on Guided Inquiry-Based Chemistry Learning on topic of Hydrolysis of
salt, Universitas Negeri Semarang. Main supervisor Dr. Endang Susilaningsih,
M.Sand Co-supervisor Sri Kadarwati, S.Si, M.Si, Ph.D.
Keywords : attitude toward chemistry; guided inquiry; hydrolysis of salts;
problem-solving capabilities
Problem-solving capabilities can be enhanced through a student-centered learning,
one of which is the guided inquiry learning. Another important aspect in
chemistry learning is attitude toward chemistry. Therefore, this study aims to
analyze students‟problem-solving capability and attitude toward chemistry on
chemistry learning with guided inquiry model, mainly on the topic of hydrolysis
of salts. This research is a case study research with one-shot case study design.
The instruments used in this study included the observation sheets of learning
execution, the questions of two-tier multiple choice model, a questionnaireof
attitude toward chemistry, and a questionnaire of students‟ responses to the
implementation of learning. The results of observation of the implementation of
learning showedthat the learning with the guided inquiry model to deliverthe
correct concept of hydrolysis of saltshas not been carried out in accordance with
the guided inquiry model syntax. Some of them have not been implemented
namely formulating hypotheses, collecting data, and testing hypotheses.
Nevertheless, 63% ofstudents strongly agreedwith the learningthat have been
implemented. The results of the analysis on problem-solving ability measured by
the test method using two-tier multiple choice model indicatedthat 67% of
students showeda good problem solving capabilities, 25% of themshowed a fair
problem solving capabilities, and 8% of them showed alow problem solving
capabilities. Overall, the students‟ problem-solving capabilities on the topic of
hydrolysis of saltsusing guided inquiry model reached 67% with a fair
category.The students showed a good attitude toward chemistry indicated by the
percentage of students who strongly liked chemistry and liked chemistry (4% and
50%, respectively). Moreover, 42% of students liked chemistry in a fair category
and 4% of them didnot like chemistry. In summary, the students were on the
criteria of “fairly like chemistry” with aan average score on attitude toward
chemistry of 39.9.

vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERNYATAAN ...................................................................................................... ii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iii
MOTTO ................................................................................................................. iii
PRAKATA ............................................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................ 6
BAB II , TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8
2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik ................................. 8
2.2 Sikap Peserta Didik terhadap Kimia .................................................. 11
2.3 Guided inquiry pada Pembelajaran Kimia ......................................... 14
2.3.1 Keunggulan dan kelemahan guided inquiry ....................................... 16
2.4 Hidrolisis Garam ................................................................................ 17
2.4.1 Garam yang Berasal dari Asam Kuat dan Basa Kuat......................... 18
2.4.2 Garam yang Berasal dari Asam Kuat dan Basa lemah....................... 18
2.4.3 Garam yang Berasal dari Asam lemah dan Basa Kuat....................... 21
2.4.4 Garam yang Berasal dari Asam lemah dan Basa lemah..................... 24
2.5 Kerangka Berfikir ............................................................................... 27
BAB III , METODE PENELITIAN ..................................................................... 30

viii
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 30
3.2 Subjek Penelitian ................................................................................ 30
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................. 30
3.4 Metode Penelitian ............................................................................... 31
3.5 Desain Penelitian ................................................................................ 31
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................................. 32
3.7 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 34
3.8 Instrumen Penelitian ........................................................................... 35
3.9 Teknik Analisis Data .......................................................................... 36
3.10 Teknik Analisis Data Akhir................................................................ 40
BAB IV , HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 46
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 46
4.1.1 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Guided inquiry ......... 46
4.1.2 Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pelaksanaan Guided Inquiry ..... 47
4.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik ............................... 48
4.1.4 Koefisien Korelasi Product Moment .................................................. 49
4.1.5 Sikap Peserta Didik Terhadap Kimia (Attitude Toward Chemistry) .. 50
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 51
4.2.1 Keterlaksanaan Pembelajaran Guided inquiry ................................... 51
4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah ...................................................... 55
4.2.3 Analisis Tiap Butir Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah ...... 58
4.2.4 Korelasi antara Pengetahuan dan Kemampuan Pemecahan Masalah. 60
4.2.5 Sikap Peserta Didik Terhadap Kimia (Attitude Toward Chemistry) .. 61
BAB V , PENUTUP.............................................................................................. 63
5.1 Simpulan............................................................................................. 63
5.2 Saran ................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

ix
2.1Kerangka berfikir…………………………………………………………. 29
3.1 Prosedur Penelitian……………………………………………………..... 33
4.1 Hasil angket tanggapan peserta didik (%) terhadap pelaksanaan
47
pembelajaran guided inquiy……………………………………………..
4.2 Sebaran kemampuan pemecahan masalah peserta didik……………….... 48
4.3 Hasil kemampuan pemecahan masalah berdasarkan pola kombinasi 49
jawaban setiap butir soal…………………………………………………
4.4 Korelasi antara pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah ……. 50
4.5 Sebaran hasil angket attitude toward chemistry…………………………. 51

x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Domain yang harus diukur berdasarkan taksonomi Bloom yang baru……. 11
2.2 Indikator penilaian sikap yang dikembangkan oleh Cheung (2009)……… 13
2.3 Kuisioner penilaian sikap terhadap kimia…………………………………. 14
3.1 Desain penelitian one-shot case study……………………………………... 31
3.2 Analisis hasil validasi soal………………………………………………… 36
3.3 Kategori reliabilitas soal…………………………………………………... 37
3.4 Kriteria daya pembeda soal………………………………………………... 38
3.5 Hasil analisis daya pembeda soal………………………………………….. 38
3.6 Kriteria indeks kesukaran soal…………………………………………….. 39
3.7 Hasil analisis tingkat kesukaran soal………………………………………. 39
3.8 Kategori reliabilitas angket………………………………………………... 40
3.9 Kategori jawaban soal two-tier multiple choice…………………………… 40
3.10 Data pola kombinasi jawaban peserta didik……………………………… 41
3.11 Kategori tingkat kemampuan pemecahan masalah………………………. 42
3.12 Kriteria koefisien korelasi………………………………………………... 43
3.13 Kategori sikap terhadap kimia…………………………………………… 44
3.14 Kriteria angket tanggapan peserta didik………………………………….. 45
3.15 Tingkat keterlaksanaan pembelajaran guided inquiry……………………. 45
4.1 Data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran………………………... 47
4.2 Data analisis tiap butir indikator kemampuan pemecahan masalah………. 49
4.3 Hasil setiap butir indikator attitude toward chemistry……………………. 51

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil ulangan Tengah Semester gangsal tahun 2017/2018……………….. 69
2. Kisi-kisi two-tier uji coba Soal……………………………………………. 70
3. Soal two-tier uji coba……………………………………………………… 73
4. Kunci jawaban soal two-tier uji coba……………………………………... 93
5. Daftar nama siswa kelas uji coba soal two-tier…………………………… 94
6. Nilai uji coba soal two-tier………………………………………………... 95
7. Kisi-kisi soal two-tier posttest……………………………………………. 96
8. Soal two-tier Hidrolisis senyawa garam…………………………………... 98
9. Kunci jawaban soal two-tier hidrolisis senyawa garam…………………... 109
10. Daftar siswa kelas penelitian…………………………………………….. 110
11. Daftar siswa kelas penelitian…………………………………………….. 111
12. Analisis pola kombinasi jawaban soal two-tier………………………….. 112
13. Skor ketercapaian tiap indikator KPM…………………………………... 113
14. Analisis korelasi product moment……………………………………….. 114
15. Instrumen angket attitude toward chemistry……………………………... 116
16. Instrumen amgket tanggapan pembelajaran guided inquiry……………... 120
17. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran………………………… 121
18. Analisis koefisien reliabilitas attitude toward chemistry………………… 124
19. Analisis koefisien reliabilitas angket tanggapan guided inquiry………… 127
20.Analisis hasil uji coba soal two-tier multiple choice …………………….. 129
21. Penggalan silabus………………………………………………………… 132
22. Rencana pelaksanaan pembelajaran……………………………………... 137
23.Contoh lembar jawab soal two-tier uji coba……………………………... 152
24. Contoh lembar jawab soal hidrolisis garam……………………………… 153
25. Lembar hasil angket attitude toward chemistry………………………….. 154
26. Contoh lembar hasil angket tanggapan guided inquiry………………….. 156
27. Contoh lembar hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran…………… 157
28. Lembar validasi instrument pengetahuan………………………………... 159

xii
29. Lembar validasi instrument attitude toward chemistry………………….. 161
30. Lembar validasi instrument angket tanggpan peserta didik……………... 164
31. Surat ijin penelitian dari Fakultas Mipa………………………………….. 166
32. Surat ijin penelitian dari sekolah………………………………………… 167
33. Dokumentasi……………………………………………………………... 168

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pendidikan di Indonesia saat ini mengacu pada kurikulum 2013
yang semula menggunakan kurikulum tingkat satuan dasar (KTSP). Kurikulum
2013 bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang kompeten, sekaligus
mampu memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai
kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik. Kurikulum 2013
menggunakan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaranya.
Pendekatan santifik mencakup empat model pembelajaran yaitu problem-
based learning, project-based learning, discovery learning, dan inquiry learning.
Pendekatan saintifik memfasilitasi peserta didik agar mendapatkan pengetahuan
atau keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada metode ilmiah.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik memadukan proses pembelajaran yang
terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi kemudian disempurnakan
dengan proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan
(Kemendikbud, 2013). Pendekatan saintifik juga direkomendasikan untuk
digunakan untuk membelajarkan mata pelajaran rumpun IPA, termasuk mata
pelajaran kimia, sebagaimana diamanatkan oleh Kurikulum 2013.
Kimia sebagai salah satu sains yang dibelajarkan di sekolah. Ilmu kimia
merupakan ilmu sains yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan
untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana tentang
gejala-gejala alam khusunya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat,
transformasi, dinamika dan energetika zat melalui serangkaian proses
menggunakan sikap ilmiah. Masing-masing proses ilmiah tersebut akan
menghasilkan fakta dan pengetahuan teoretis tentang materi yang kebenaranya
dapat dijelaskan dengan logika matematika (Depdiknas, 2007).

1
2

Penerapan model pembelajaran yang diacu dalam kurikulum 2013 dalam


pembelajaran kimia penting karena keaktifan peserta didik dilibatkan dan
diharapkan pembelajaran kimia dapat berlangsung dengan berpusat pada peserta
didik (student-centered). Akan tetapi, model pembelajaran yang
direkomendasikan oleh kurikulum 2013 belum berjalan secara optimal.
Kemampuan kognitif peserta didik menjadi fokus utama, sebagaimana teramati di
sekolah penelitian, SMA N 1 Salatiga.
Hasil observasi di SMA N 1 Salatiga menunjukkan bahwa pembelajaran
kimia yang berlangsung masih menggunakan metode ceramah informatif sehingga
peserta didik hanya menerima materi yang disampaikan oleh guru. Peserta didik
kurang memiliki cara berfikir kritis, kreatif dan teliti. Hal ini berdampak pada
rendahnya kemampuan peserta didik dalam memahami konsep kimia dengan baik.
Usaha menanamkan konsep materi kimia yang tidak berjalan dengan baik
berakibat pada rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Peserta
didik cenderung menghafal rumus tanpa paham konsep sehingga apabila soal
dengan contoh yang diberikan guru berbeda maka mereka tidak menyelesaikan
soal secara tuntas.
Keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran sangat penting untuk
menemukan dan menanamkan konsep yang dipelajari. Aktivitas peserta didik
yang menggunakan keseluruhan indera dalam kegiatan belajar-mengajar akan
meningkatkan penguatan ingatan serta perubahan sikap sehingga hasil belajar
lebih diterima dengan baik oleh peserta didik dan selalu diingat. Pembelajaran
seperti itu akan sulit terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau
membaca pengalaman orang lain. Mengalami sendiri merupakan kunci
kebermaknaan (Trianto, 2010) yang akan berdampak positif pada kemampuan
pemecahan masalah oleh peserta didik.
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung
untuk menemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Hal
itu terkait dengan suatu proses atau upaya individu dalam merespon atau
mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban
belum tampak jelas Siwono (2008). Pemecahan masalah juga terkait dengan
3

proses berfikir individu secara terarah untuk menentukan apa yang harus
dilakukan dalam mengatasi suatu masalah (Mawadah, 2015). Belajar
memecahkan masalah mengacu pada proses mental individu dalam menghadapi
suatu masalah untuk selanjutnya menemukan cara mengatasi masalah itu
melalui proses berpikir yang sistematis dan cermat (Hadi& rodiatul 2014).
Masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah masalah kimia
yang terkait dengan materi hidrolisis senyawa garam. Materi ini mencakup reaksi
ionisasi garam yang terlarut dalam air dan reaksi kation dan/atau anion hasil
ionisasinya dengan air. Materi hidrolisis garam merupakan materi yang bersifat
abstrak dengan contoh yang konkret. Artinya ion-ion penyusunnya tidak kasat
mata (setelah dilarutkan dalam air). Namun wujud dari larutan tersebut dapat
terlihat. Suatu larutan dapat bersifat basa, asam dan netral, tetapi sifat tersebut
juga tidak dapat terlihat. Kecuai jika dilakakukan uji menggunakan kertas lakmus
atau indikator universal. Gejala dan fakta yang dapat diamati peserta didik adalah
pH larutan garam tersebut yang mengindikasikan konsentrasi [H+] dan [OH-]
dalam larutan (Yotiani, 2016). Peserta didik diharapkan mampu menguasai
konsep hidrolisis senyawa garam dengan baik agar mampu menyelesaikan
masalah yang terkait dengan materi tersebut. Upaya untuk membantu peserta
didik meminimalisir lemahnya kemampuan pemecahan masalah perlu dilakukan,
salah satunya dengan penerapan model pembelajaran guided inquiry pada proses
pembelajaran kimia.
Guided inquiry adalah model pembelajaran yang merupakan aplikasi dari
pembelajaran kontruktivisme yang didasarkan pada observasi dan studi ilmiah.
Peserta didik didorong untuk terlibat aktif dalam pembelajaran untuk memiliki
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip untuk diri mereka sendiri (Uno, 2011). Model inquiry ini mengharuskan
peserta didik mengolah pesan (konsep yang dipelajari) sehingga memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai. Selain itu, model ini juga memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk memilih sendiri gaya belajar yang nyaman
menurut peserta didik.
4

Guided inquiry dipilih dalam penelitian ini karena model inquiry ini
mampu membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan intelektual,
berfikir kritis, dan mampu memecahkan masalah secara ilmiah (Dimyati, 2009).
Model guided inquiry ini juga melatih kemandirian peserta didik dalam
menemukan jawaban atas pertanyaan sendiri sehingga peserta didik bebas
mengembangkan konsep yang mereka pelajari bukan hanya sebatas hafalan
materi.
Guided inquiry dalam proses pembelajaran kimia menilai tiga aspek yaitu
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sikap (attitude) merupakan salah satu
parameter penting dalam keberhasilan pembelajaran. Oleh karenanya, dimensi
sikap dalam pembelajaran kimia menjadi sangat penting untuk dikaji, utamanya
sikap terhadap kimia atau attitude toward chemistry. Dalam penelitian ini, sikap
peserta didik terhadap kimia diukur menggunakan teknik penilaian autentik, yaitu
self-assessment. Teknik penilaian ini dapat merefleksikan diri dan sikap peserta
didik sehingga diharapkan mereka dapat meningkatkan sikap mereka ke arah yang
positif, terutama sikap mereka terhadap kimia selama proses pembelajaran.
Sikap peserta didik terhadap kimia (attitude toward chemistry) akan
nampak apabila peserta didik dilibatkan dalam pembelajaran yang
menitikberatkan pada aktifitas, sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta
didik. Perubahan sikap peserta didik dalam pembelajaran kimia sangat penting
karena dapat dijadikan perbandingan kemampuan pemecahan masalah oleh
peserta didik seiring dengan peningkatan motivasi belajar peserta didik. Minat
belajar dan sikap positif terhadap ilmu sains adalah salah satu kunci untuk
mencapai tujuan pengajaran dan pembelajaran sains (Hofstein & Naaman, 2011).
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah terkait dengan konsep
hidrolisis senyawa garam dan sikap peserta didik terhadap kimia (attitude toward
chemistry) dalam pembelajaran kimia mendasari dipilihnya dua parameter ini
sebagai fokus dalam penelitian ini. Kemampuan pemecahan masalah dan sikap
peserta didik terhadap kimia dianalisis setelah pelaksanaan pembelajaran kimia
berbasis guided inquiry. Penelitian ini fokus pada pembelajaran di dalam kelas
dengan melibatkan peserta didik secara aktif
5

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1.2.1 Peserta didik cenderung menghafal suatu rumus tanpa memahami konsep
dengan baik dan matang akibatnya jika contoh dengan soal yang diberikan
sedikit berbeda maka kesulitan dalam memecahkan soal.
1.2.2 Pembelajaran kimia masih menggunakan ceramah informatif, sehingga
peserta didik hanya menerima materi yang disampaiakn oleh guru akibatnya
kemampuan menguasai konsep peserta didik rendah dan berdampak pada
lemahnya kemampuan memecahkan masalah
1.2.3 Penerapan model pembelajaran pada kurikulum 2013 kurang optimal
sehingga peserta didik cenderung pasif pada saat pembelajaran berlangsung.
1.2.4 Sikap peserta didik tidak menjadi kajian untuk dilakukan bahan penilaian.
Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih dalam utamanya sikap peserta didik
terhadap kima

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka permasalahan yang dapat diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1.3.1 Apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi
hidrolisis senyawa garam dengan menggunakan model guided inquiry
mencapai ketuntasan klasikal ?
1.3.2 Bagaimanakah tingkat hubungan antara pengetahuan dan kemampuan
pemecahan masalah berdasarkan korelasi product moment ?
1.3.2 Bagaimanakah profil keberhasilan kemampuan pemecahan masalah peserta
didik pada materi hidrolisis senyawa garam ?
1.4.2 Bagaimanakah sikap peserta didik terhadap kimia (attitude toward
chemistry) pada pembelajaran berbasis guided inquiry?
6

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan pada sub bab
sebelumnya,maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.4.1 Mengetahui apakah hasil tes kemampuan pemecahan masalah materi
hidrolisis garam dengan menggunakan model guided inquirymencapai
ketuntasan klasikal.
1.4.2 Mengetahui tingkat hubungan antara pengetahuan dan kemampuan
pemecahan masalah berdasarkan korelasi product moment.
1.4.3 Mengetahui profil keberhasilan kemampuan pemecahan masalah peserta
didik pada materi hidrolisis garam setelah pembelajaran model guided
inquiry.
1.4.4 Mengetahui sikap peserta didik terhadap kimia (attitude toward chemistry)
pada pembelajaran berbasis guided inquiry.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara :
1.5.1 Teoretis
Dapat dijadikan bahan penelitian yang relevan oleh peneliti lain tentang
kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah kimia dalam
pembelajaran kimia berbasis guided inquiry dan sikap peserta didik terhadap
kimia selama pembelajaran.
1.5.2 Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
terlibat dalam pembelajaran kimia baik peserta didik, guru, maupun
lembaga.
a) Bagi peserta didik
1. Membantu peserta didik paham konsep dengan baik bukan hafalan,
sehingga dapat memecahkan masalah hidrolisis senyawa garam sampai
tuntas
2. Menjadikan pembelajaran lebih aktif, menarik, dan menyenangkan
sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar aktif dan mandiri.
7

b) Bagi pendidik
Sebagai salah satu referensi alternatif model pembelajaran yang dirancang
guna membantu guru dalam proses pembelajaran kimia dikelas.
c) Bagi peneliti
1. Menjadi sebuah pengetahuan dan pengalaman dalam usaha
mengembangkan model pembelajaran.
2. Menambah wawasan, kemampuan dan pengalaman dalam
meningkatkan kompetensi sebagai calon guru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta didik
Masalah adalah suatu situasi dimana individu ingin melakukan sesuatu
tetapi tidak tahu cara atau tindakan yang diperlukan untuk memperoleh apa yang
dia inginkan. Suatu pertanyaan disebut masalah bagi peserta didik jika: (1)
peserta didik tidak dapat memahami dan menjawab suatu pertanyaan, dan (2)
pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah
diketahui peserta didik (Yuwono, 2010).
Pemecahan masalah diperlukan agar masalah dapat diatasi. Pemecahan
masalah melibatkan pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan
solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Pemecahan masalah
merupakan proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan
atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas
(Siwono, 2008).
Pemecahan masalah juga dapat diartikan sebagai suatu proses terencana
yang perlu dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah
masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera (Ismawati et al., 2017).
Kemampuan pemecahan masalah sangat berkorelasi dengan kecerdasan,
kreativitas, kemampuan penalaran, kemampuan numerik, dan kemampuan
matematika atau sains. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan waktu yang
bergantung pada kompleksitas masalah tersebut.
Polya (1973) mendefinisikan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Adapun langkah langkah pemecahan
masalah yang dikemukakan oleh Polya terdiri atas empat aspek yaitu (1)
memahami masalah, (2) membuat rencana pemecahan masalah, (3) melaksanakan
rencana pemecahan masalah, dan (4) melihat atau mengecek kembali.
Kemampuan pemecahan masalah peserta didik materi hidrolisis senyawa
garam diukur menggunakan tes dengan soal pilihan ganda beralasan atau two-tier
multiple choice. Soal bentuk two-tier multiple choice terdiri atas dua bagian.

8
9

Bagian pertama adalah soal utama dan pilihan jawaban untuk soal utama, dan
bagian kedua adalah alasan pemilihan jawaban pada soal utama (Wulandari et
al., 2015). Soal model two-tier multiple choice memiliki kelebihan
dibandingkan dengan multiple choice konvensional dan soal uraian, yaitu
bisa mengurangi kesalahan dalam pengukuran kemampuan pemecahan masalah
dan dapat mengukur pemahaman pada level kognitif tinggi (Tuysuz, 2009).
Akan tetapi soal model ini memiliki kelemahan yaitu tidak selalu tepat dalam
membedakan peserta didik dengan pemahaman materi yang tinggi, rendah dan
sedang (Noprianti,2017), namun bentuk soal two-tier multiple choice tetap
digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah peserta didik karena
didukung dengan indikator kemampuan pemecahan masalah dalam setiap butir
soal. Pelaksanaan tes untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dalam
penelitian ini didasarkan pada domain kognitif yang mengacu pada taksonomi
Bloom yang terbaru sebagaimana disebutkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2. 1Domain yang harus diukur berdasarkan taksonomi Bloom yang baru

No Kognitif Psikomotorik Afektif


1 Know/mengetahui Observe/mengamati Resive/ menerima
2. Comprehend/memahami React/bereaksi Respond/
menanggapi
3 Apply/menerapkan Act/beraktifitas Value/ menilai
4 Analyze/menganalisis Adapt/beradaptasi Organize/
mengorganisasi
5. Synthesize/mensintesa Outhenticate/ melakukan Internalize/
aktivitas yang menginternalisasi
sesungguhnya
6 Evaluate/mengevaluasi Harmonize/mengharmonis Characterize/
asikan beberapa hal. mengkarakterisasi
7 Imagine/berimajinasi Improve/berimprovisasi Wonden/
mengagumi
8 Create/berkreasi Innovate/berinovasi Aspire/
mengaspirasi
10

Soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah


mengacu pada indikator kompetensi dasar dan indikator pemecahan masalah
menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004,sebagai berikut.
1) Menunjukkan pemahaman masalah.
2) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan
dalampemecahan masalah.
3) Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk.
4) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
5) Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
6) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
7) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Indikator yang digunakan dalam penelitian mengadaptasi dari indikator
yang dikembangkan oleh Sumarmo (2013) yaitu sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan
unsur.
2. Membuat model kimia dalam perhitungan secara matematika.
3. Menerapkan strategi menyelesaikan masalah dalam/diluar .
4. Menjelaskan/menginterpretasikan hasil.
5. Menyelesaikan masalah kimia dalam model perhitungan matematika dan
masalah nyata.
6. Menggunakan perhitungan matematika dalam kimia secara bermakna.
Bila kita cermati indikator kemampuan pemecahan masalah yang
disebutkan, keduanya memuat empat langkah pemecahan masalah menurut Polya
(1973) Berdasarkan pada dua pendapat tersebut, indikator yang menjadi fokus
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur
(sesuai dengan langkah pertama Polya).
2. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat (sesuai
dengan langkah kedua Polya).
3. Menerapkan strategi penyelesaian masalah (sesuai dengan langkah ketiga
Polya).
11

4. Menginterpretasikan hasil (sesuai dengan langkah keempat Polya).


Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah masalah yang
terkait dengan materi hidrolisis senyawa garam. Kemampuan pemecahan
masalah memerlukan keterampilan dan kemampuan khusus yang dimiliki
masing-masing peserta didik. Kemampuan pemecahan masalah mengacu pada
upaya yang diperlukan peserta didik dalam menentukan solusi atas masalah
yang dihadapi (Selcok, 2008). Peserta didik dikatakan mampu memecahkan
masalah dengan baik jika setiap capaian soal beralasan yang berindikator
kemampuan pemecahan masalah dan kompetensi dasar dapat terjawab dengan
benar.
2.2 Sikap Peserta Didik terhadap Kimia
Kurikulum 2013 mensyaratkan penilaian hasil belajar menggunakan
penilaian autentik. Penilaian autentik ini mampu memberikan informasi
kemampuan peserta didik secara holistik dan valid. Penilaian hasil belajar
terkait dengan kompetensi peserta didik harus memenuhi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Setiap peserta didik memiliki potensi pada tiga
aspek tersebut, hanya saja tingkatannya berbeda (Nufus, 2017).
Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar yang memiliki
peran yang sangat penting. Keberhasilan pada ranah kognitif dan psikomotorik
sangat ditentukan oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki
minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang
mempelajari mata pelajaran tertentu,sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran
yang optimal. Sikap terhadap ilmu pengetahuan berkaitan dengan perasaan positif
atau negatif terhadap ilmu pengetahuan (Can, 2012). Pembangunan sikap positif
peserta didik terhadap pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi akademiknya
(Khan & Ali, 2012). Pengaruh tersebut dapat diketahui dengan cara melakukan
penilaian pada sikap peserta didik terhadap kimia.
Pelaksanaan penilaian dan evaluasi pada domain afektif ini mengacu pada
teori taksonomi pembelajaran dari Anderson yang merupakan revisi dari
taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom seringkali menimbulkan kesukaran bagi
guru dalam menempatkan penilaian terhadap pembelajaran sehingga dilakukan
12

revisi oleh Anderson (Darmawan & Edi 2016). Perbaikan dilakukan dengan
mengubah taksonomi Bloom dari kata benda yang menggambarkan proses
berpikir menjadi kata kerja yang lebih operasional.Penekanan pada kata kerja ini
mengajak pendidik untuk dengan mudah mengidentifikasi pada level kognisi
manakah sebuah tujuan pembelajaran akan dicapai atau suatu aktivitas belajar
akan dilakukan ataupun suatu assessment akan dibuat. Anderson
mengkategorikan domain afektif dimulai dari perilaku yang paling sederhana
hingga yang paling kompleks sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1.
Taksonomi Bloom yang telah direvisi memuat jenjang soal yang
selanjutnya dikembangkan menjadi indikator. Indikator didefinisikan sebagai
tolok ukur ketercapaian suatu kompetensi dasar yang dirumuskan dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur. Indikator penilaian sikap
terhadap kimia (attitude toward chemistry) mengacu pada indikator yang
dikembangkan oleh Cheung (2009) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel. 2.2,
sedangkan contoh kuisioner penilaian sikap peserta didik terhadap kimia dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2. 2 Indikator penilaian sikap peserta didik terhadap kimia yang


dikembangkan oleh Cheung (2009).
Sub skala Item penilaian sikap peserta didik terhadap kimia
Suka teori pelajaran Saya menyukai kimia lebih dari mata pelajaran lain yang
kimia ada di sekolah.
Kimia adalah pelajaran yang menarik.
Kimia adalah salah satu matapelajaran favorit saya.
Evaluasi keyakinan Masyarakat harus memahami kimia, karena kimia
tentang kimia membawa pengaruh bagi kehidupan.
Kimia adalah salah satu ilmu yang sangat penting untuk
dipelajari.
Kecenderungan Saya akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk
sikap untuk belajar membaca buku kimia.
kimia Saya suka mencoba menyelesaikan permasalahan-
permasalahan baru dalam kimia.
13

Tabel 2. 3 Kuisioner penilaian sikap terhadap kimia.

Skor
No Pernyataan
3 2 1
1 Kimia adalah mata pelajaran yang mudah.
2 Kimia adalah mata pelajaran yang sulit.
3 Kimia adalah mata pelajaran yang menarik.
4 Adanya perhitungan matematika di kimia membuat
kimia tidak mudah dipahami.
5 Ada terlalu banyak rumus kimia yang sulit untuk
diingat.
6 Adanya kegiatan praktikum di dalam kimia membuat
saya tertarik mengambil kimia.
7 Kimia adalah mata pelajaran yang membosankan.Oleh
sebab itu saya tidak menyukainya.
8 Kimia adalah mata pelajaran yang menantang, itu
sebabnya saya menyukai kimia.
9 Sangat sulit untuk memahami konsep dan prinsip-
prinsip kimia.
10 Sulit untuk menarik pengetahuan untuk menunjukkan
pemahaman tentang penggunaan ilmu kimia yang
bermanfaat bagi masyarakat.
11 Tidak mudah untuk menyeleksi, mengatur, dan
menyajikan informasi tentang kimia secara jelas dan
logis.
12 Menjelaskan dan menginterpretasikan prinsip dan
konsep ilmu kimia itu tidak mudah.
13 Kimia adalah mata pelajaran yang sulit dan menyajikan
data tentang kimia itu tidak mudah.
14 Untuk menerapkan pengetahuan kimia dan memahami
situasi yang akrab dan asing memerlukan waktu yang
lama.
15 Sangat sulit untuk membuat hubungan antara topik-
topik yang berbeda.
16 Saya mempertimbangkan untuk mempelajari kimia
karena ilmu kimia akan sangat bergunadalam kehidupan
sehari-hari.

Attitude toward chemistry dapat didefinisikan sebagai sikap positif


ataupun negatif terhadap pembelajaran kimia. Attitude toward chemistry dinilai
menggunakan empat aspek (Mahdi, 2014 ). Aspek tersebut adalah persepsi
terhadap kimia, pemahaman konsep pengetahuan kimia, pemahaman aplikasi
ilmu kimia, dan karir. Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan
14

kuisioner yang meliputi dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Masing-masing variabel terdiri atas beberapa pernyataan atau pertanyaan.
Penilaian sikap dilaksanakan melalui penilaian diri dengan menggunakan
instrumen berupa daftar cekatau skala penilaian yang dilengkapi dengan rubrik
(Nufus, 2017). Penilaian dilakukan setelah peserta didik mempelajari konsep
hidrolisis senyawa garam dengan model pembelajaran guided inquiry.
Model penilaian afektif berbasis self-assessment merupakan model
penilaian inovatif yang sedang dikembangkan di dunia pendidikan karena model
penilaian ini dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan
kepribadian siswa (Muslich, 2014). Self-assessment mengembangkan
keterampilan siswa dan kesadaran kritis yang memungkinkan siswa mampu untuk
mengelola diri dan mengidentifikasi langkah-langkah selanjutnya dalam belajar
dan untuk bergerak maju. Self-assessment juga memotivasi peserta didik untuk
belajar dan bersikap dengan baik karena siswa terlibat langsung dalam penilaian
sehingga mereka mengetahui aspek-aspek apa saja yang menjadi dasar penilaian
(Luca & Mcloughlin, 2013). Kelebihan dan manfaat teknik penilaian self-
assessment inilah yang dijadikan dasar dipilihnya teknik ini untuk melakukan
pengukuran sikap terhadap kimia.

2.3 Guided Inquiry pada Pembelajaran Kimia


Kata “inquiry” secara harfiah berarti penyelidikan. Inquiry adalah proses
menyelidiki masalah (the process of investigating a problem). National Science
Education Standars mendefinisikan inquiry sebagai aktivitas beraneka segi yang
meliputi observasi, membuat pertanyaan, memeriksa buku-buku atau sumber
informasi lain untuk melihat apa yang telah diketahui, merencanakan investigasi,
memeriksa kembali apa yang telah diketahui menurut bukti eksperimen,
menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi data,
mengajukan jawaban, penjelasan dan prediksi, serta mengkomunikasikan hasil.
National Science Education Standards menggunakan istilah inquiry dalam
dua hal berbeda. Pertama, inquiry menunjukkan kemampuan peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan merancang dan melakukan investigasi ilmiah serta
15

pemahaman peserta didik akan hakikat penemuan ilmiah (scientific inquiry).


Kedua, inquiry menunjukkan pada strategi belajar mengajar yang memungkinkan
konsep ilmiah diskusi melalui investigasi. Piaget mengemukakan bahwa model
inquiry merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk
melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabanya
sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,
membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan oleh peserta
didik lain (Mulyasa, 2017).
Model pembelajaran inquiry dapat membantu dalam menggunakan
ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. Mendorong siswa
untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap objektif, jujur dan
terbuka. Situasi proses belajar menjadi lebih terbuka, dapat mengembangkan
bakat atau kecakapan individu, dan memberi kebebasan siswa untuk belajar
sendiri (Aulia 2015).
Model guided inquiry memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil, dan mengambil
kesimpulan secara mandiri. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, serta
membantu dan membimbing peserta didik dalam menentukan konsep. Peserta
didiksebagai subjek belajardalam pembelajaran diprogramkan agar selalu
aktif secara mental maupun fisik. Target yang diharapkan adalah perasaan
memiliki pembelajaran oleh peserta didik dan peserta didik menjadi lebih
akrab dengan konsep-konsep yang mereka temukan.
Pembelajaran inquiry merupakan pengembangan dari proses discovery.
Peserta didik dalam pembelajaran inquiry harus menemukan sendiri konsep
materi yang sedang dipelajari. Seorang peserta didik bertindak sebagai ilmuan
(scientist), yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan, merumuskan masalah,
berhipotesis, melakukan eksperimen, dan memiliki sikap ilmiah. Pembelajaran
inquiry menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk
mencari dan menemukan masalah serta memecahkan masalah yang
dipertanyakan. Guided inquiry merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat
variasi suasana pola pembelajaran di kelas.Adapun langkah-langkah inquiry
16

terbimbing adalah (1) orientasi masalah, (2) merumuskan masalah, (3)


merumuskan hipotesis, (4) mengumpulkan data, (5) menguji hipotesis, dan (6)
menarik kesimpulan.

2.3.1 Keunggulan dan kelemahan guided inquiry

Sanjaya (2006) dan Harumni (2012) menyatakan bahwa model inquiry


memiliki keunggulan sebagai berikut.
1. Merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran
melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2. Dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai
dengan gaya belajar mereka.
3. Merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah
laku berkat adanya pengalaman.
4. Strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan peserta didik yang
memiliki kemampuan diatas rata-rata.
Adapun kelemahan dari metode pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut :
1. Kesulitan dalam merencanakan pembelajaran dimungkinkan terjadi oleh
karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar. Peserta
didik menerima materi yang disampaikan oleh guru dengan pemberian
soal sebagai pendalaman materi, hal ini berbeda dengan guided inquiry
dimana peserta didik harus mencari masalah dan menemukan jalan keluar
untuk menemukan masalahnya sendiri.
2. Waktu yang panjang diperlukan dalam implementasi model pembelajaran
ini.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan model guided inquiry
adalah menjadikan pelajaran lebih aktif,menarik dan menyenangkan sehingga
peserta didik termotivasi untuk belajar aktif dan mandiri. Merancang kegiatan
pembelajaran semenarik mungkin untuk menarik minat peserta didik.
Menghindar dari kebiasaan belajar peserta didik selama ini.
17

Guided inquiry sangat tepat digunakan untuk membantu peserta didik


dalam memecahkan masalah karena pembelajaran ini menekankan pada proses
berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban
dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berfikir itu sendiri biasanya
dilakukan melalui tanya-jawab antara guru dan peserta didik. Guided inquiry
dipilih sebagai model pembelajaran dalam penelitian ini untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan konsep yang mereka pelajari ,bukan hanya sebatas
materi yang hanya dicatat saja kemudian dihafal. Sebaliknya, peserta didik
diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Solikhah et al.,
2014).
2.4 Reaksi Hidrolisis Senyawa Garam
Konsep hidrolisis senyawa garam memiliki standar kompetensi yang
meliputi memahami sifat-sifat keasaman larutan, metode pengukuran, dan
terapannya. Konsep ini mencakup konsep asam-basa, persamaan reaksi, konsep
mol, molaritas, rumus-rumus perhitungan pH, serta perhitungan-perhitungan
lainya. Konsep yang dibahas dalam penelitian ini terbatas mengenai hidrolisis
senyawa garam yang mencakup prinsip hidrolisis, sifat keasaman larutan
garam, jenis hidrolisis garam dan perhitungan pH larutan garam.
Hidrolisis adalah reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi antara
kation dan/atau anion dari garam dengan air. Garam adalah senyawa
elektrolit yang dihasilkan dari reaksi netralisasi antara asam danbasa. Sebagai
elektrolit, garam akan terionisasi dalam larutannya menghasilkan kation dan
anion. Kation tersebut berasal dari basa penyusunnya, sedangkan anionnya
berasal dari asam pembentuknya. Kedua ion inilah yang nantinya akan
menentukan sifat dari suatu garam jika dilarutkan dalam air (Permana, 2009).
Ion berasal dari basa lemah yang jika direaksikan dengan air mengahsilkan H+
maka menunjukkan bahwa senyawa garam bersifat asam, sedangkan ion berasal
dari asam lemah yang jika direaksikan dengan air menghasilkan OH- maka
menunjukkan bahwa senyawa garam bersifat basa. Kation yang dapat mengalami
hidrolisis adalah asam konjugasi dari basa lemah dan anion yang dapat
mengalami hidrolisis adalah basa konjugasi dari asam lemah (Andina et al., 2017)
18

Garam yang terhidrolisis di dalam air akan bersifat asam atau bersifat basa.
Garam yang berasal dari reaksi asam kuat dan basa lemah akan menghasilkan ion
H+ dan bersifat asam, sedangkan garam yang berasal dari reaksi basa kuat dan
asam lemah akan menghasilkan ion OH- dan bersifat basa. Secara umum jenis
dan sifat larutan garam dijelaskan sebagai berikut .
2.4.1 Garam yang Berasal dari Asam Kuat dan Basa Kuat
Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak terhidrolisis.
Sehingga garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat ini tidak terionisasi
sempurna dalam air. Sebagai contoh jika melarutkan NaCl murni dalam air, maka
NaCl akan terionisasi sempuran menjadi Na+ dan Cl-. Persamaan reaksinya
adalah:
NaCl(s)+ H2O(l)→ Na+(aq) + Cl-(aq)
Na+(aq) + H2O (l) →
Cl-(aq) + H2O(l) →

Karena ion Na+ dan Cl- bersifat stabil di dalam air , sehingga spesi yang
ada dalam larutan NaCl adalah ion Na+, Cl-, dan H2O. Senyawa NaOH dan/atau
HCl, tidak terjadi reaksi dengan air karena masing-masing berasal dari asam kuat
dan basa kuat hal ini karena ion-ion berseifat stabil di dalam air.
Ion Na+ dan ion Cl- dalam larutan tidak mengalami reaksi dengan air,
sebab jika bereaksi dengan air, maka ion Na+ akan menghasilkan NaOH yang
akan terionisasi kembali menjadi ion Na+. Hal ini disebabkan NaOH merupakan
basa kuat yang terionisasi sempurna (α=1). Demikian pula, ion Cl- dianggap
bereaksi dengan air, maka HCl yang terbentuk akan segera terionisasi kembali
menjadi ion Cl- kembali. Hal ini disebabkan HCl merupakan asam kuat yang
terionisasi sempurna (α=1) (Marcel, 2016)
2.4.2 Garam yang Berasal dari Asam Kuat dan Basa lemah
Garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa lemah akan terionisasi
sebagian dalam air. Kation berasal dari basa lemah dan anion berasal dari asam
kuat. Perhatikan reaksi-reaksi hidrolisis berikut.
NH4Cl(s)+ H2O (l)→ NH4+(aq) + Cl-(aq)
19

NH4Br(s)+ H2O (l)→ NH4+(aq) + Br-(aq)


Kation dari basa lemah (NH4+) akan terhidrolisis dengan reaksi sebagai berikut:
NH4+(aq) + H2O(l)⇋ NH4OH (aq) + H+(aq)
Bila senyawa garam NH4Cl dilarutkan dalam air, molekul NH4Cl akan
terionisasi menjadi NH4+ dan Cl-. Molekul H2O akan bereaksi dengan kation NH4+,
sedangkan ion Cl- tidak bereaksi dengan air. Reaksi hidrolisis kation dengan air
menghasilkan ion NH3+, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi H3O+ atau H+
dalam larutan, akibatnya konsentrasi OH- lebih kecil dibandingkan konsentrasi H+.
Akibatnya, larutan bersifat asam (pH<7). Apabila larutan garam tersebut diuji
menggunakan kertas lakmus, perubahan warna kertas lakmus biru menjadi merah
akan teramati.
Seandainya kita memiliki suatu larutan garam MX yang terdiri atas M+ dan
ionX- (M+ adalah kation yang berasal dari basa lemah MOH dan X- adalah anion
yang berasal dari asam kuat HX) jika dilarutkan dalam air akan terurai dengan
sempurna sesuai persamaan reaksi berikut.
MX(aq) → M+(aq) + X-(aq),
Larutan akan tersusun atas M+(aq),X-(aq) dan molekul air. X-(aq) tidak bereaksi
dengan air.
X-(aq) + H2O(l) →
M+(aq)mengalami reaksi hidrolisis berdasarkan persamaan reaksi berikut.
M+(aq) + H2O(l)⇋ MOH(aq) + H+(aq)
Dari reaksi tersebut diperoleh harga tetapan kesetimbangannya yaitu:
[𝑀𝑂𝐻 ][𝐻 + ]
K = [𝑀 +] [𝐻
2 𝑂]

[𝑀𝑂𝐻 ][𝐻 + ]
K [H2O] = [𝑀 + ]

Jika konsentrasi air relatif tetap, maka akan diperoleh harga tetapan
kesetimbangan hidrolisis Kh sebagaimana dituliskan pada Persamaan 2.1
[𝑀𝑂𝐻 ][𝐻 + ]
Kh = ……………………………………..Persamaan 2.1
[𝑀 + ]

Dimana Kh= K[H2O]. Kh adalah tetapan hidrolisis. Karena [MOH] = [H+],


[𝐻 + ]2
Kh = …………………………………………..Persamaan 2.2
[𝑀 + ]
20

[H+]2 = Kh.[M+] …………………………………….Persamaan 2.3


[H+]= 𝐾ℎ . [𝑀+] ………………………………….Persamaan 3.3
Hubungan antara Kh, Kb dan Kw dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
[𝑀𝑂𝐻 ][𝐻 + ]
M+(aq) + H2O(l) ⇋ MOH(aq) + H+(aq) Kh = [𝑀 + ]
[𝑀 + ][𝑂𝐻 − ]
MOH(aq) ⇋ M+aq) + OH-(aq) Kb = 𝑀𝑂𝐻

H2O(l) ⇋ H+(aq) + OH-(aq) Kw = [H+][OH]

[𝑀𝑂𝐻 ][𝐻 + ] [𝑀 + ][𝑂𝐻 + ]


Khx Kb = 𝑥 ……………………Persamaan 2.5
[𝑀 − ] 𝑀𝑂𝐻

Kw = [H+][OH-] ……………………………….Persamaan 2.6


Kh x Kb = Kw atau
Kh = Kw / Kb …………………………………..Persamaan 2.7
Dari hubungan Kh, Ka dan Kw, dapat diketahui persamaan untuk menghitung [H+],
yaitu:
[H+] = 𝐾ℎ . [𝑀+] …………………………………….Persamaan 2.8
𝐾𝑤
= . [𝑀+]
𝐾𝑏

Ketika [𝑀+]= [MX], maka


𝐾𝑤
[H+] = . 𝑀𝑋 …………………………………….Persamaan 2.9
𝐾𝑏

𝐾𝑤
= . [𝐺𝑎𝑟𝑎𝑚]
𝐾𝑎

pH = - log [H+] ……………………………………….Persamaan 2.10


𝐾𝑤
= - log . [𝐺𝑎𝑟𝑎𝑚]
𝐾𝑏

Maka untuk menghitung pH, digunakan persamaan 2.11. Berikut persamaannya


1 1 1
pH = 2 pKw - 2 pKb + 2 log [M+]…………………………Persamaan 2.11

Keterangan:
pKw = - log Kw = 10-14
Kw = tetapan air = 10-14
21

Kb = tetapan basa
Kh = tetapan hidrolisis
[M+] = konsentrasi kation (komponen garam)
2.4.3 Garam yang Berasal dari Asam lemah dan Basa Kuat
Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat dapat mengalami
hidrolisis sebagian dalam air. Berikut adalah reaksi yang terjadi jika senyawa
garam dilarutkan dalam air. Senyawa garam akan terionisasi menghasilkan anion
dan kation.
CH3COONa(s)+ H2O (l) →Na+(aq) + CH3COO-(aq)
CH3COOK(aq) → K+(aq) + CH3COO-(aq)
HCOONa(aq) → Na+(aq) +HCOO-(aq)
NaF(s)+ H2O (l) → Na+(aq)+ F-(aq)
Anion yang berasal dari asam lemah seperti CH3COO-, HCOO-, dan F- akan
bereaksi dengan air (terhidrolisis) dan menghasilkan OH- sesuai dengan
persamaan reaksi berikut.
CH3COO-(aq) + H2O(l) ⇋ CH3COOH(aq) + OH-(aq)
HCOO-(aq) + H2O(l) ⇋ HCOOH(aq) + OH-(aq)
F-(aq) + H2O(l) ⇋ HF(aq) + OH-(aq)

Garam CH3COONa dilarutkan dalam air maka molekul CH3COONa akan


terionisasi menjadi ion CH3COO- dan Na+. Molekul H2O akan bereaksi dengan
CH3COO-. Hal ini menyebabkan jumlah molekul H2O, H+ dan OH- akan
mengalami perubahan yakni molekul H2O akan berekasi dengan anion sehingga
menghasilkan molekul CH3COOH dan ion OH-. Reaksi hidrolisis ini
menghasilkan ion OH- sehingga terjadi peningkatan konsentrasi ion OH- dalam
larutan. Sebagai akibatnya, konsentrasi OH- dalam larutan CH3COONa lebih besar
dibandingkan konsentrasi H+, Jadi larutan bersifat basa (pH > 7). Apabila diuji
menggunakan kertas lakmus, perubahan warna kertas lakmus merah menjadi biru.
Teori asam-basa Bronsted-Lowry, basa konjugasi dari asam lemah merupakan
basa yang relatif kuat dibandingkan basa konjugasi dari asam kuat sehingga dapat
bereaksi dengan air.
22

Ion K+ dan Na+ yang berasal dari basa kuat tidak bereaksi dengan air,
artinya tidak mengalami hidrolisis karena ion-ion tersebut bersifat stabil di dalam
air. Ion K+ dan Na+ tidak dapat bereaksi dengan air karena nilai α dari basa kuat <
1. Hidrolisis yang terjadi pada anion saja atau pada kation saja disebut hidrolisis
parsial (hidrolisis sebagian).Misalnya garam MA yang terdiri dari M+ (M+ adalah
kation yang berasal dari basa kuat MOH) dan A- (A- adalah anion yang berasal
dari asam lemah HA) jika dilarutkan dalam air akan terurai dengan sempurna
menurut persamaan reaksi berikut.
MA(aq)→ M+(aq) + A-(aq)
Berdasarkan reaksi hidrolisisnya maka,
M+(aq) + H2O(l ) →
A-(aq) + H2O(l)⇋ HA(aq) + OH-(aq)
Dari reaksi tersebut diperoleh harga tetapan kesetimbangannya yaitu:
[𝐻𝐴][𝑂𝐻 − ]
K = [𝐴−] [𝐻
2 𝑂]

[𝐻𝐴][𝑂𝐻 − ]
K [H2O] = ………………………………….. Persamaan 2.10
[𝐴− ]

Jika konsentrasi air relatif tetap, maka akan diperoleh harga tetapan
kesetimbangan hidrolisis yaitu:
K [H2O] = Kh ……………………………………Persamaan 2.11
[𝐻𝐴][𝑂𝐻 − ]
Kh = …………………………………. …….Persamaan 2.12
[𝐴− ]

Jika nilai dari [HA]= [OH-] maka,


[𝑂𝐻 − ]2
Kh = ……………………………………..Persamaan 2.13
[𝐴− ]

[OH-]2 = Kh.[A-] ……………………………….Persamaan 2.14


[OH-]= 𝐾ℎ . [A−]
Hubungan antara Kh, Ka dan Kw dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
[𝐴− ][𝐻 + ]
HA(l) ⇋ A-(aq) + H+(aq) Ka = [𝐻𝐴]
23

[𝐻𝐴][𝑂𝐻 − ]
A-(aq) + H2O(l) ⇋ HA(aq) + OH-(aq) Kh = [𝐴− ]

H2O(l) ⇋ H+(aq) + OH-(aq) Kw = [H+][OH-]


[𝐻𝐴][𝑂𝐻 − ] [𝐴− ][𝐻 + ]
Kh x Ka = 𝑥 …………………. Persamaan 2.15
[𝐴− ] 𝐻𝐴

Kw = [H+][OH-] ……………………….Persamaan 2.16


Kh x Ka = Kw …………………………….Persamaan 2.17
Kh = Kw / Ka
Dari hubungan Kh, Ka dan Kw, dapat diketahui persamaan untuk menghitung [OH-],
yaitu:
[OH-] = 𝐾ℎ . [𝐴−] ………………………………… Persamaan 2.18
𝐾𝑤
= . [𝐴−]
𝐾𝑎

Ketika [𝐴−]= [MA], maka


𝐾𝑤
[OH-] = . 𝑀𝐴 …………………………………...Persamaan 2.19
𝐾𝑎

𝐾𝑤
= . [𝐺𝑎𝑟𝑎𝑚]
𝐾𝑎

pOH = - log [OH-] …………………………………… Persamaan 2.20


𝐾𝑤
= - log . [𝐺𝑎𝑟𝑎𝑚]
𝐾𝑎

Maka untuk menghitung pH digunakan Persamaan 2.21 sebagai berikut


1 1 1
pOH = 2 pKw - 2 pKa - 2 log [A-] …………………………Persamaan 2.21
1
pH = 𝑝𝐾𝑤 − 2 (𝑝𝐾𝑤 − 𝑝𝐾𝑎 − log 𝐴− )

Keterangan
𝑝𝐾𝑤 = −𝑙𝑜𝑔𝐾𝑤 = 10−14
𝐾𝑤 = tetapan air =10−14
𝐾𝑎 = tetapan asam
𝐾ℎ = tetapan hidrolisis
𝐴− = konsentrasi anion (komponen garam)
24

2.4.4 Garam yang Berasal dari Asam lemah dan Basa lemah
Kation dan anion keduanya berasal dari asam lemah dan basa lemah. Kedua
ion tersebut mengalami hidrolisis sempurna. Perhatikan reaksi ionisasi
CH3COONH4 dan HCOONH4 dalam air berikut.
CH3COONH4(s)+ H2O (l) →NH4+(aq) +CH3COO-(aq)
HCOONH4(s)+ H2O (l ) → NH4+(aq) +HCOO-(aq)
Perhatikan reaksi yang terjadi pada garam CH3COONH4 berikut ini.
CH3COO-(aq) + H2O (l) ⇋CH3COOH(aq) + OH-(aq)
NH4+(aq) + H2O(l) ⇋ NH4OH (aq) + H+(aq).
Kedua reaksi kesetimbangan tersebut menghasilkan ion H+ dan ion
OH-. Jadi, dapat disimpulkan bahwa garam yang tersusun dari asam lemah
dan basa lemah mengalami hidrolisis sempurna (total) di dalam air. Besarnya
derajat ionisasi mempengaruhi nilai tetapan kesetimbangan asam (Ka) maupun
tetapan kesetimbangan basa (Kb). Sifat larutannya ditentukan oleh harga tetapan
kesetimbangan asam (Ka) dan tetapan kesetimbangan basa (Kb) dari kedua reaksi
tersebut. Harga Ka dan Kb menyatakan kekuatan relatif dari asam dan basa
yang bersangkutan. Bagaimana hubungan antara Ka dan Kb dengan sifat asam
basa larutan. Jika harga Ka lebih besar daripada harga Kb, berarti konsentrasi ion
H+ yang dihasilkan lebih banyak daripada ion OH- sehingga garam tersebut
bersifat asam. Jika harga Ka lebih kecil daripada Kb, berarti konsentrasi ion
H+ yang dihasilkan lebih sedikit daripada ion OH - sehingga garam tersebut
bersifat basa. Jika harga Ka sama dengan harga Kb, berarti konsentrasi ion H+ dan
ion OH- yang dihasilkan sama sehingga larutan garam tersebut bersifat netral
(pH=7)
Seandainya kita memiliki suatu larutan garam MA yang terdiri dari atas M+
dan ion A-(M+ adalah kation yang berasal dari basa lemah MOH dan A- adalah
anion yang berasal dari asam lemah HA) jika dilarutkan dalam air akan terurai
dengan sempurna.
MA(aq) → M+(aq) + A-(aq)
Ion M+ dan ion A- terhidrolisis membentuk kesetimbangan,
M+(aq) + H2O(l)⇌ MOH(aq) + H+(aq)
25

A-(aq) + H2O(l)⇌HA(aq) + OH-(aq)


M+(aq) + A-(aq) + H2O(l)⇌ MOH(aq) + HA(aq) +
Dari reaksi tersebut diperoleh harga tetapan kesetimbangan hidrolisis,
𝑀𝑂𝐻 [𝐻𝐴]
K= ……………………………….. Persamaan 2.21
M+ A− H2O
𝑀𝑂𝐻 [𝐻𝐴]
K H2 O = ……………………………..Persamaan 2.22
M+ A−
𝑀𝑂𝐻 [𝐻𝐴]
Kh = …………………………………Persamaan 2.23
M+ A−

Karena konsentrasi [MOH] = [HA] dan [M+] = [A-] maka,


[𝐻𝐴]2
Kh= ……………………………………………..Persamaan 2.24
[𝐴− ]2

[𝐻 + ]2
Bila persamaan tersebut dikalikan dengan maka akan didapat,
[𝐻 + ]2

[𝐻𝐴]2 [𝐻 + ]2
Kh= x …………………………………Persamaan 2.25
[𝐴− ]2 [𝐻 + ]2

[𝐻𝐴] 2
Kh = x [𝐻+ ]2 …………………..Persamaan 2.26
𝐴− 𝐻 +
2
𝐴− 𝐻 +
[𝐻+ ]2 = Kh x ……………………..Persamaan 2.27
𝐻𝐴

𝐴− 𝐻 + 2
[𝐻+ ] = 𝐾ℎ x ……………………..Persamaan 2.28
𝐻𝐴

Hubungan Kh, Ka, Kb, dan Kw


𝑀 + 𝑂𝐻 −
MOH(aq)⇌M+(aq) + OH-(aq) Kb = [𝑀𝑂𝐻 ]

𝐻 + [𝐴− ]
HA(aq) ⇌H+(aq) + A-(aq) Ka = 𝐻𝐴
+ -
MOH(aq) + HA(aq)⇌ M (aq) + A (aq) + H2O(l)

𝑀𝑂𝐻 [𝐻𝐴] 𝐻+ 𝐻+
Kh = x …………….. Persamaan 2.29
M+ A− 𝑂𝐻 − 𝑂𝐻 −
[𝑀𝑂𝐻 ] [𝐻𝐴]
= x x [𝐻 +][𝑂𝐻− ] .. Persamaan 2.30
[𝑀 + ][𝑂𝐻 − ] 𝐻+ 𝐴−
1 1
= x x 𝐾𝑤
𝐾𝑏 𝐾𝑎
26

𝐾𝑤
Jadi, Kh = ………………………………. Persamaan 2.31
𝐾𝑎 . 𝐾𝑏

Subtitusikan nilai Kh ke persamaan berikut ini,


𝐴− 𝐻 + 2
[𝐻 +] = 𝐾ℎ x ……………………. Persamaan 2.32
𝐻𝐴

= 𝐾ℎ (𝐾𝑎 )2

𝐾𝑤 .(𝐾𝑎 )2
=
𝐾𝑏 .𝐾𝑎

𝐾𝑤 .𝐾𝑎
=
𝐾𝑏
+
pH = - log [H ] ………………………….. Persamaan 2.33

𝐾𝑤 .𝐾𝑎
= - log
𝐾𝑏

maka untuk menghitung pH,


1 1 1
pH = 2 pKw - 2 pKa - 2 pKb

Keterangan:
pKw = - log Kw = 10-14
Kw = tetapan air = 10-14
Ka = tetapan asam
Kh = tetapan hidrolisis
27

2.5 Kerangka Berfikir


Pembelajaran kimia yang berlangsung masih menggunakan ceramah
informatif. Peserta didik kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran
sehingga tidak memiliki cara berfikir kritis, kreatif, cerdas, dan teliti.Peserta
didik hanya menerima penjelasan tentang materi yang sedang dipelajari
tanpa menanamkan pemahaman konsep dengan baik. Hal tersebut
mengakibatkan lemahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan
berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik.
Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir lemahnya kemampuan
pemecahan masalah adalah dengan pengoptimalan pengunaan model
pembelajaran yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Salah satu model
pembelajaran yang sesuai adalah guided inquiry. Guided inquiry adalah
model pembelajaran yang melibatkan keaktifan peserta didik karena
menuntut peserta didik untuk mencari dan menemukan sendiri suatu jawaban
atas sebuah permasalahan.
Guided inquiry merupakan model pembelajaran yang menilai tiga aspek
yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek afektif yang dikaji lebih
dalam berupa penilaian diri terhadap kimia atau attitude toward chemistry.
Masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah matapelajaran kimia
materi hidrolisis senyawa garam. Materi ini mencakup reaksi ionisasi garam yang
terlarut dalam air dan reaksi kation dan/atau anion hasil ionisasinya dengan air.
Kedua parameter tersebut penting untuk dikaji lebih dalam karena untuk
menganalisis kemampuan pemecahan masalah peserta didik apakah
dipengaruhi oleh sikap positif dan negaif peserta didik terhadap kimia.
Kerangka pikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
2.1.
28

Hasil Observasi
1. Model pembelajaran cenderung masih bersifat
ceramah informative
2. Hafal rumus tanpa paham konsep, menyebabkan
tidak terselesaikanya masalah secara tuntas.

Kekurangan dalam proses


pembelajaran yaitu model
pembelajaran kurikulum 2013 Kondisi yang diharapkan yaitu
belum diterapkan secara peserta didik paham konsep
maksimal.Peserta didik tidak dengan baik sehingga mampu
terlibat aktif dalam proses memecahkan setiap masalah.
pembelajaran sehingga peserta
didik memiliki kemampuan Mengetahui sikap positif dan
pemecahan masalah rendah negatif peserta didik terhadap
kimia.

Dilakukan penerapan dan


pengoptimalan model kurikulum 2013
untuk meminimalisir kemampuan
pemecahan masalah peserta didik.

Upaya yang dilakukan adalah pengoptimalan


model pembelajaran kurikulum 2013 yaitu
guided inquiry dan melibatkan keaktifan
peserta didik dalam melakukan penilaian
sikap terhadap kimia.

Gambar 2. 1 Kerangka berfikir yang digunakan pada penelitan


c
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis kemampuan pemecahan
masalah dan attitude toward chemistry kelas XI MIPA 8.4 SMA Negeri 1 Salatiga
pada submateri Hidrolisis garam dengan pembelajaran berbasis guided inquiry
diperoleh simpulan sebagai berikut.
1. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas XI MIPA 8.4 materi
hidrolisis garam menggunakan model pembelajaran berbasis guided inquiry
mencapai kriteria ketuntasan minimal.
2. Hubungan pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah sangat kuat
yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,9.
3. Profil kemampuan pemecahan masalah kelas XI Mipa 8.4 adalah 67%
peserta didik kategori baik, 25% peserta didik kategori cukup dan 8% anak
kategori rendah. Kemampuan pemecahan masalah yang dianalisis
berdasarkan pola kombinasi jawaban tiap butir soal adalah sebesar 63%
kategori cukup baik.
4. Sikap peserta didik terhadap kimia atau attitude toward chemisty kelas XI
Mipa 8.4 menunjukkan sikap baik terhadap kimia yang ditunjukkan dengan
rata-rata angket attitude toward chemistry sebesar 39,9 dengan kriteria
cukup baik.

63
64

5.2 Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian yang telah disebutkan sebelumnya,
berikut adalah saran yang dapat direkomendasikan peneliti sebagai pertimbangan
untuk memperbaiki proses pembelajaran kimia :
1. Guru kimia kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Salatiga dapat menerapkan
model pembelajaran guided inquiry dalam proses memecahkan masalah
pada materi hidrolisis senyawa garam maupun materi kimia lainya untuk
melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta.
2. Perencanaan dan skenario pembelajaran perlu dirancang dengan matang
agar pembelajaran terlaksana dengan lebih baik.
65

DAFTAR PUSTAKA

A'izzah, A.A.,E. Susilaningsih, & S. Susilogati. 2017. Pengembangan Instrumen


Penilaian (Attitude Toward chemistry ) Dengan Teknik Peer Dan Self
Assessment Siswa SMA N 2 Salatiga. Chemistry in Education, 6 (2): 1-6

Andina, R.E., A. Ridwan, & Y. Rahmawati.2017. Analisis Model Mental Siswa


pada Materi Hidrolisis Garam di Klaten. Jurnal Riset Pendidikan, 7(2): 144-
152.

Aprilia F. & S. Bambang. 2013. Keterampilan Metakognisi Siswa Melalui


Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Hidrolisis
Garam. UNESA Journal of Chemical Education,2 (3): 36-41

Ardiana, M. & Sudarmin. 2015. Penerapan Self Assessment untuk Analisis


Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan
Kimia, IX (1): 1459-1467

Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Rosda

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT


Rineka Cipta

_________. 2013. Prosedur Penelitian.. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Aulia, S. & B. Abu. 2013. Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing


Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Metode
Praktikum. Jurnal sainmatika, 7(1) : 5-11

Can, H.B. 2012. Student's Attitude toward School Chemistry : The Effect of
Interaction Between Gender and Grade Level. Asia-Pasific Forum and
Science Learning and Teaching, XIII(1): 1-14

Cheung, D. 2011. Evaluating Student Attitudes toward Chemistry Lesson to


Enhance Teaching In The Secondary School. Educacion Quimica,
XXII(2): 117-22.

Darmawan, I. P. A. & S. Edy. 2017. Revisi Taksonomi Pembelajaran Benyamin


S.Bloom. Satya Widya,29 (1) : 30-39

Depdiknas. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika.


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
66

Hadi, S. & Radiyatul. 2014.Metode Pemecahan Masalah Menurut Polya Untuk


Mengembangkan Kemampuan Siswa Dalam Pemecahan Masalah
Matematis Di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika,
2 (1):53 - 61

Hofstein, A. & R.M. Naaman. 2011. High-School Students Attitudes Toward and
Interest In Learning Chemistry. Educacion Quimica

Indarwati., D.Wahyudi, & R. Novisita. 2014. Peningkatan Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematika Melalui Penerapan Problem Based
Learning Untuk Siswa Kelas V SD. Jurnal Satya Widya,30 (1):17-24

Ismawati, A., Mulyasa, & N. Hindarto. 2017. Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematika dalam Problem Based Learning dengan Strategi Scalffolding
Ditinjau dari Adversity Quotient. Unnes Journal of Mathemmatics
Education Research, 6 (1): 48 - 58

Kahveci, A. 2015. Assessing High school Students‟ Attitudes Toward Chemistry


With Shortened Semantic Differential. Chemistry Education Research And
Practice, (2): 283-92.

Khan, G.N. & Ali, A. 2012. Higher Secondary School Student's Attitude Toward
Chemistry. Asian Social Science, VIII(6): 165-169

Linanti, A.T., Y. Anwar, & L. M. Santoso., 2017. Pengaruh Penerapan Model


pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided inquiry) Terhadap Keterampilan
Metokognisi Peserta didik kelas XI SMA Negeri 19 Palembang pada
Materi Sistem Ekskresi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA 2017
STEM untuk Pembelajaran SAINS : 428-456.

Luca, J. & Mcloughlin, C. 2013. A Question of Balance : Using Self and Peer
Assessment Effectively in Teamwork. Jurnal of Education and Practice,
IV (2): 172-181

Mahdi, J.G. 2014. Student Attitude Toward Chemistry : an Examination of


Choices and Preferences. American Journal of Educational Research,
II(6): 351-56

Majid, A., 2014. Penilaian Autentik Proses Dan Hasil Belajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Masrurotullaily et al., 2013 Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah


MatematikaKeuangan Berdasarkan Model Polya Siswa SMK Negeri 6
Jembar. Jurnal Kadikma, Vol. 4, No. 2, hal 129-138.

Mawaddah, S. & H,. Anisah. 2015. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


Siswa Pada pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model
67

Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Di SMP. Jurnal Pendidikan


Matematika, 3 (2): 166-175

Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif


dan Menyenangkan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Muslich, M. 2014. Pengembangan Model Assessment Afektif Berbasis Self


Assessment dan Peer Assessment di SMA Negeri 1 Kebonmas. Jurnal
Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, II(2): 143-148

Nahadi., S. Wiwi, & R. Purnamasari. 2014. Pengembangan Tes Diasnostik Two-


tier dan Manfaatnya dalam Mengukur Konsepsi Kimia Siswa SMA. Jurnal
Pendidikan Kimia, I (1): 51-58.

Nopriyanti, E. & Lisa Utami. 2017. Penggunaan Test Two-Tier Multiple Choice
Diagnostic Test Disertai CRI Untuk Menganalisis miskonsepsi Siwa. Tadris
Kimia, 2 (2): 124-129.

Nufus, S.H., A. Gani, & Suhendra. Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap


Berbasis Kurikulum 2013 Pada Pembelajaran Kimia SMA. Journal
Pendidikan Sains Indonesia,5 (1): 44-51.

Permana. 2009. Memahami Kimia SMA/MA untuk Kelas XI. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departeman Pendidikan Nasional.

Polya, G. 1973. How to Solve it. New Jersey: Princeton University Press.

Purwanto, N. 2006. Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media.

Siwono, Tatag Y. E. 2008. Model pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan


dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif.
UNESA University

Selcuk. G. S, Caliskan. & S. Erol. 2008. The Effect of Problem Solving


Instruction on Physics Achievement, Problem Solving Performance and
Strategy Use. Latin America Journal Physics Education, 2 (3): 151-166

Shofiyah, H. & Wasis, 2013. Penerapan Self Assesment (Penilaian Diri) Pada
Kegiatan Praktikum untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X
SMAN 1 Sidayu. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, III: 139-42.

Solikhah, N., Winarti, E. R & Kurniasih, A. W,. 2014. Keefektifan Model


Guided Inquiry dengan Pendekatan Keterampilan Metakognisi terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah. Jurnal Kreano, 5 (1): 18 - 25
68

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Supardi, K.I. & G. Luhbandjono. 2014. Kimia Dasar 1. Semarang: Unnes Press.

Suparto. 2014. Analisis Korelasi Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Siswa


Dalam Memilih Perguruan Tinggi. Jurnal IPTEK, 18 (2) : 1-9

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:


Kencana

Tuyzus, C. 2009. Development of Two-tier Diagnostic Instrument and Assess


Students Understanding In chemistry. International Journal of science
education,IV (6) : 626-630

Uno, B. & N. Muhammad. 2011. Belajar dengan Pendekatan PAIKEM. Jakarta :


PT.Bumi Aksara.

Widoyoko, S. E. P. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Wijayanti, A., 2014. Pengembanagn Autentic Assessment Berbasis Proyek


dengan Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Mahasiswa, Jurnal Pendidikan Ipa Indonesia,3 (2): 102-108

Wulandari, R.R. Y.A. Sri, & S. Supatro. 2015. Instrumen Two-tier Test Aspek
pengetahuan untuk Mengukur Keterampilan Proses Sains (KPS) pada
Pembelajaran Kimia Untuk Siswa SMA/MA Kelas XI. Jurnal Pendidikan
Kimia, 4 (4) : 147-155

Yotiani. K.I.Supardi, & M Nuswowati. 2016. Pengembangan Bahan Ajar


Hidrolisis garam Bermuatan Karakter Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk
Meningkatkan Kemmapuan Berfikir Kritis Siswa. Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia, 10 (2): 1731-1742

Zaif, Athar et al. 2013. Penerapan Pembelajaran Pemecahan Masalah Model


Polya Untuk Menyelesaikan Soal-soal Pemecahan Masalah Pada Siswa
Kelas IX SMP Negeri 1 Jember semester Ganjil Tahun Ajaran 2012/2013.
Jurnal Pancaran 2 (1): 119-132

Anda mungkin juga menyukai