Anda di halaman 1dari 167

ANALISIS INSTRUMEN UJIAN PRAKTIK KIMIA

SISWA SMA NEGERI DI KOTA TANGERANG


SELATAN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH:

AHMAD RIZA MAULANA


NIM: 1110016200020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ABSTRAK

Ahmad Riza Maulana (NIM: 1110016200020). Analisis Instrumen Ujian


Praktik Kimia Siswa SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari instrumen ujian
praktik kimia siswa di SMAN Kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran
2014/2015. Penelitian ini dilakukan di SMAN se-Kota Tangerang Selatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pengambilan
sampel dokumen penilaian ujian praktik dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar analisis
instrumen ujian praktik kimia. Data hasil instrumen observasi dianalisis secara
kualitatif. Hasil penelitian yang dilakukan pada 12 SMA Negeri di Kota
Tangerang Selatan menunjukkan bahwa terdapat 83,30% atau sepuluh SMA
Negeri yang memiliki dokumen penilaian ujian praktik kimia. Kualitas instrumen
ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran
2014/2015 dilihat dari aspek materi adalah sebesar 90,42% dengan kategori
sangat baik, lalu pada aspek konstruksi adalah sebesar 74,17% dengan kategori
baik, sedangkan pada aspek bahasa/budaya adalah sebesar 84,66% dengan
kategori sangat baik. Indikator yang memiliki persentase terendah dalam aspek
materi adalah kesesuaian materi dengan kompetensi yang disyaratkan, yaitu
sebesar 60,00% dengan kategori baik. Lalu indikator yang memiliki persentase
terendah dalam aspek konstruksi adalah ketersediaan pedoman penskoran yang
baik, yaitu sebesar 50,00% dengan kategori cukup. Sedangkan indikator yang
memiliki persentase terendah dalam aspek bahasa/budaya adalah penggunaan
bahasa Indonesia yang baku, yaitu sebesar 42,50% dengan kategori cukup.
Kata Kunci: Instrumen Ujian Praktik, Praktik Kimia, Analisis Kualitatif
Instrumen.

iv
ABSTRACT
Ahmad Riza Maulana (NIM: 1110016200020). An Analysis of Instrument of
Chemical Practice Exam in South Tangerang City Public Senior High Schools .
This study aims to determine the quality of instrument of chemical practice exam
in South Tangerang City Public Senior High Schools, academic year 2014/2015.
This research was conducted in all South Tangerang City Senior High Schools.
The method used was descriptive research method. The document sample
collection of this study used purposive sampling technique. The instrument that is
used in this study was the analysis sheet of chemical instrument practice exam.
The observation results of the instrument were analyzed in a qualitative. The
result of this study showed there were 83,30% or ten senior high schools which
have the assesment instrument of chemical practice exam documents. Then the
quality of the instrument of chemical practice exam document can be seen from
the material aspect is 90,42% or classified as very good categories, then on the
construction aspects is 74,17% or classified as good categories, whereas the
language/culture aspects is 84,66% or classified as very good categories. Then
the indicator that has the lowest percentage in the material aspects is the
suitability of the material with the required competencies that is 60,00% or
classified as good categories. Then the indicator that has the lowest percentage in
the constructions aspect is the availability of good scoring guidelines that is
50,00% or classified as enough categories. Whereas the indicator that has the
lowest percentage in the language/culture aspect is the use of standard
Indonesian that is 42,50% or classified as enough categories.
Key Words:Instruments of Practice Exam, Practice Exam of Chemistry
Qualitative Instruments Analysis.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah memberi rahmat, karunia, dan kesehatan lahir dan batin, serta
hidayah-Nya kepada penulis selama menjalani kegiatan penelitian dan penulisan
skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis
Instrumen Ujian Praktik Kimia Siswa SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan kepada kita umatnya semoga kita
mendapat syafaatnya di hari kiamat nanti. Semoga selalu dalam lindungan Allah
SWT.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar sarjana
pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebuah karya sederhana ini tentunya tidak akan mampu peneliti selesaikan
tanpa sokongan dan dukungan yang berarti dari tangan-tangan Allah yang
senantiasa memberikan doronganm, rasa optimis, semangat, dan kemudahan-
kemudahan yang dibentangkan sehingga peneliti mampu melewatinya. Oleh
karena itu, pada ruang yang terbatas ini peneliti menghaturkan terima kasih yang
tak terbatas kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Burhanudin Milama, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
dan pembimbing akademik, yang telah memberikan saran dan bimbingan

vi
sehingga penulis dapat melaksanakan perkuliahan dan menyelesaikan skripsi
dengan baik.
4. Tonih Feronika, M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
saran, kritik, dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
5. Salamah Agung, Ph.D, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
saran, kritik, dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Ibunda dan ayahanda tercinta, yang selalu memberikan dukungan, semangat
serta doa yang tulus tiada pernah henti.
7. Kepala sekolah dan guru kimia di SMA Negeri se-kota Tangerang Selatan
yang telah membantu dalam proses pengumpulan data skripsi.
8. Arif Soleh, S.Pd., M.Iskandar Fauzi, S.Pd., dan Sarah Hanifa Purnomo, S.Pd.
yang telah bersedia menjadi pengamat dalam menganalisa dokumen ujian
praktik kimia.
9. Iwan Setiawan, S.Pd dan Ayu Kurnia, S.Pd, selaku laboran Laboratorium
Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah membagi ilmu
dan pengalaman yang berharga selama penulis menuntut ilmu di Program
Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Keluarga besar Pendidikan Kimia angkatan 2010, terimakasih atas kerja sama
dan dukungan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Pendidikan
Kimia.
11. Keluarga besar asisten Laboratorium Kimia dan Biologi Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Alam, terima kasih atas segala perhatian dan dukungan
selama penulis bergabung di keluarga ini.
12. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis, penulis
telah berusaha semaksimal mungkin dalam meyelesaikan skripsi ini. Atas segala
kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang dapat menjadikan skripsi
ini menjadi lebih baik.

vii
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak. Semoga Allah SWT melimpahkan ilmu, berkah, hidayah dan rahmat-Nya
kepada kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Jakarta, Januari 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .........................................................ii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ........................................................iii
ABSTRAK ................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ..............................................................................................vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................5
C. Pembatasan Masalah .....................................................................................5
D. Rumusan Masalah .........................................................................................5
E. Tujuan Penelitian ..........................................................................................6
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................6
BAB II KAJIAN TEORITIK ..................................................................................7
A. Konsep Dasar Evaluasi .................................................................................7
1. Pengertian Penilaian, Pengukuran, Tes, dan Evaluasi ............................7
2. Perbedaan Antara Pengukuran, Penilaian, Tes, dan Evaluasi .................14
B. Penilaian KTSP .............................................................................................16
1. Karakteristik Penilaian KTSP .................................................................16
2. Aspek Penilaian KTSP ............................................................................17
C. Penilaian Kinerja ...........................................................................................21
1. Pengertian Penilaian Kinerja ...................................................................21
2. Langkah-langkah dalam Penilaian Kinerja .............................................22
3. Rambu-rambu dalam Penyusunan Penilaian Kinerja..............................23
4. Instrumen Penilaian Kinerja....................................................................24

ix
5. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Kinerja ........................................26
D. Analisis Kualitas Instrumen Ujian Praktik....................................................27
E. Hasil Penelitian yang Relevan ......................................................................29
F. Kerangka Berpikir .........................................................................................31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................33
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................33
B. Metode Penelitian .........................................................................................33
C. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................33
1. Populasi ..................................................................................................33
2. Sampel.....................................................................................................34
D. Instrumen Penelitian .....................................................................................34
E. Uji Kelayakan Instrumen ..............................................................................35
F. Prosedur Penelitian .......................................................................................35
G. Teknik Analisis Data .....................................................................................36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................39
A. Hasil Penelitian .............................................................................................39
B. Pembahasan ...................................................................................................41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................72
A. Kesimpulan ...................................................................................................72
B. Saran .............................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................74
LAMPIRAN ..............................................................................................................78

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh Format Penilaian Pidato Dengan Menggunakan Daftar Cek
.................................................................................................................25
Tabel 2.2 Contoh Format Penilaian Pidato Menggunakan Skala Penilaian ...........25
Tabel 3.1 Daftar Sekolah Sebagai Subjek Penelitian ..............................................34
Tabel 3.2 Format Lembar Analisis Instrumen Ujian Praktik ..................................35
Tabel 3.3 Kriteria Interpretasi Skor .........................................................................37
Tabel 3.4 Format Tabel Kontingensi Kesepakatan .................................................38
Tabel 4.1 Data Ketersediaan Dokumen Instrumen Ujian Praktik Kimia SMA
Negeri se-Kota Tangerang Selatan ..........................................................39
Tabel 4.2 Data Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Kimia ...................................40
Tabel 4.3 Persentase Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik di Kota Tangerang
Selatan .....................................................................................................41
Tabel 4.4 Koefisien Kesepakatan (KK) Antar Pengamat Dalam Menganalisis
Instrumen Ujian Praktik ..........................................................................41
Tabel 4.5 Hasil Observasi Instrumen Ujian Praktik Kimia pada Aspek
Materi ......................................................................................................44
Tabel 4.6 Hasil Observasi Instrumen Ujian Praktik Kimia pada Indikator
Kesesuaian Materi dengan UKRK ..........................................................48
Tabel 4.7 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada
Aspek Konstruksi ....................................................................................52
Tabel 4.8 Hasil Observasi pada Indikator Ketersediaan Petunjuk yang Jelas
Tentang Cara Pengerjaan Tugas Ujian Praktik .......................................54
Tabel 4.9 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada
Aspek Bahasa/budaya .............................................................................64

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Kesesuaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik ................................43
Gambar 4.2 Petunjuk Pelaporan di Dokumen SMAN B .....................................55
Gambar 4.3 Petunjuk Persiapan di Dokumen SMAN E ......................................55
Gambar 4.4 Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN A .......................56
Gambar 4.5 Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN F ........................57
Gambar 4.6 Petunjuk Pelaporan Ujian Praktik di Instrumen SMAN G ..............58
Gambar 4.7 Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN H .............59
Gambar 4.8 Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN A .............60
Gambar 4.9 Pedoman Penskoran Ujian Praktik Instrumen SMAN C .................61
Gambar 4.10 Salah Satu Gambar yang Tertera Dalam Dokumen G .....................63
Gambar 4.11 Potongan Kalimat yang Sulit Dipahami Dalam Dokumen
SMAN C ..........................................................................................65
Gambar 4.12 Potongan Dokumen SMAN D .........................................................66
Gambar 4.13 Terdapat Kata-kata yang Tidak Baku Dalam Dokumen SMAN
D .......................................................................................................68
Gambar 4.14 Potongan Dokumen SMAN E ..........................................................69

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penilaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik .....................78


Lampiran 2 Rubrik Penilaian Ujian Praktik ...........................................................80
Lampiran 3 Rekap Data Hasil Observasi ...............................................................84
Lampiran 4 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN A..................................................................................86
Lampiran 5 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN B ..................................................................................87
Lampiran 6 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN C .................................................................................88
Lampiran 7 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN D..................................................................................89
Lampiran 8 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN E ..................................................................................90
Lampiran 9 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN F ..................................................................................91
Lampiran 10 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN G..................................................................................92
Lampiran 11 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN H..................................................................................93
Lampiran 12 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN I ...................................................................................94
Lampiran 13 Perhitungan Kesesuaian Instrumen Penilaian Ujian Praktik
Kimia SMAN J ...................................................................................95
Lampiran 14 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN A ................96
Lampiran 15 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN B ................98
Lampiran 16 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN C ................100
Lampiran 17 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN D ................102
Lampiran 18 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN E ................104
Lampiran 19 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN F.................106

xiii
Lampiran 20 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN G ................108
Lampiran 21 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN H ................110
Lampiran 22 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN I .................112
Lampiran 23 Perhitungan Nilai Koefisien Kesepakatan (KK) SMAN J .................114
Lampiran 24 Hasil Penilaian Instrumen Ujian Praktik Kimia .................................116
Lampiran 25 Lembar Validitas Instrumen Penilaian Dokumen Penilaian Ujian
Praktik Kimia......................................................................................121
Lampiran 26 Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia .............................................134
Lampiran 27 Lembar Uji Referensi ...........................................................................168
Lampiran 28 Surat-surat .............................................................................................181

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan yang baik yaitu memiliki serta mampu mewujudkan tujuan-
tujuan dari pendidikan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan di Indonesia
secara nasional yang hendak dicapai adalah “untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1 Tujuan nasional pendidikan tersebut
masih terlalu umum bagi guru. Hal ini dapat menyebabkan guru kesulitan dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas, menyusun penilaian yang tepat
dan mengevaluasi kemampuan peserta didik secara tepat.2 Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya tujuan nasional tersebut dirumuskan menjadi tujuan-tujuan yang
lebih spesifik yang terbagi ke dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pemerintah dalam Permendikbud No. 66 Tahun 2013 menetapkan bahwa
“Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang…”.3 Artinya penilaian yang
dilakukan seharusnya tidak hanya mencakup penilaian kognitif saja, akan tetapi
juga penilaian afektif dan psikomotor. Penilaian afektif dapat menggunakan
instrumen sikap, minat, nilai, moral, dan konsep diri.4 Sementara itu penilaian
psikomotor dapat menggunakan penilaian unjuk kerja.5

1
Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang
Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 5.
2
Lorin W. Anderson, dkk, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 24.
3
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Salinan Lampiran
Paraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 3.
4
Ismet Basuki dan Hariyanto, Asesmen Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), h. 196-197.
5
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 185.

1
2

Akan tetapi faktanya penilaian aspek kognitif lebih mendominasi


kegiatan penilaian. Bahkan soal Ujian Nasional (UN) dalam mata pelajaran kimia
lebih banyak menekankan kemampuan memahami dan mengaplikasi soal.6
Kelemahan tersebut mengakibatkan kegiatan praktikum dalam proses
pembelajaran jarang dilakukan, dan juga pengalaman peserta didik dalam kegiatan
praktikum tidak diujikan di UN. Padahal, kegiatan praktikum merupakan metode
yang paling tepat dalam pembelajaran kimia sebagai salah satu bagian dari ilmu
sains yang berasal dari hal-hal yang bersifat fakta.7
Mata pelajaran kimia sebagai bagian dari sains erat kaitannya dengan dua
hal, yaitu kimia sebagai produk temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses,
sehingga pembelajaran dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan
karakteristik ilmu kimia baik sebagai proses maupun produk.8 Oleh karena itu,
pembelajaran dan penilaian hasil belajar kimia harus menggunakan metode yang
tidak hanya melibatkan pengetahuan fakta, konsep dan teori, akan tetapi juga
kimia sebagai sebuah proses kerja ilmiah yang melibatkan kemampuan
psikomotor peserta didik.
Ujian praktik adalah salah bentuk penilaian psikomotor peserta didik
yang dilakukan di akhir jenjang SMA (kelas XII). Kegiatan ujian praktik ini
dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab guru dalam menerapkan penilaian pada
aspek keterampilan peserta didik. Akan tetapi, kegiatan ini dipandang sebelah
mata oleh guru dan peserta didik serta dianggap tidak memiliki kedudukan yang
sama penting dengan ujian tertulis atau UN. Sebagai informasi, pada tahun ajaran
2014/2015 pemerintah melalui Permendikbud Nomor 5 Tahun 2015 menyatakan
bahwa “Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah: (a)
menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (b) memperoleh nilai

6
Suryanika Ramadani, “Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional Kimia SMA Tahun 2012
dengan Standar Kompetensi Lulusan Berdasarkan Taksonomi Revisi”, Skripsi Sarjana pada
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan, h. 56.
7
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 104.
8
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA,
(Jakarta: BSNP, 2006), h. 177.
3

sikap/perilaku minimal baik; dan (c) lulus Ujian S/M/PK”.9 Sedangkan dalam
Permendikbud tersebut juga dijelaskan bahwa “Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan selanjutnya disebut Ujian S/M/PK
adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik yang
dilakukan oleh sekolah/madrasah/penyelenggara program pendidikan kesetaraan
untuk semua mata pelajaran.”10 Artinya, seluruh kompetensi peserta didik di
semua mata pelajaran diukur dan dinilai dengan menggunakan ujian sekolah.
Untuk kompetensi keterampilan atau psikomotor, dalam Permendikbud Nomor 66
Tahun 2013 dijelaskan bahwa “Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui
penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan
suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, …”11 Ini berarti ujian
praktik harus dilakukan beriringan dengan ujian tertulis yang tergabung sebagai
ujian sekolah. Oleh karena itu, ujian praktik memiliki kedudukan yang sama
pentingnya dengan ujian tertulis yang notabene ditujukan untuk mengukur
kompetensi pengetahuan peserta didik karena kedua ujian tersebut secara tidak
langsung menjadi syarat kelulusan peserta didik di tahun ajaran 2014/2015.
Ujian praktik sebagai bagian dari penilaian membutuhkan alat ukur atau
instrumen yang mampu menilai peserta didik dengan baik. Ujian praktik yang
baik tentunya akan memberikan hasil yang akurat jika dalam ujian praktik
tersebut guru menggunakan instrumen penilaian yang baik. Oleh karena itu,
instrumen penilaian yang digunakan harus memenuhi syarat, yaitu valid dan
reliabel.12 Selain itu, instrumen penilaian yang digunakan juga harus memenuhi

9
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria
Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Pada SMP/MTs Atau Yang Sederajat dan
SMA/MA/SMK Atau Yang Sederajat, 2015, h. 4.
10
Ibid., h. 3.
11
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Salinan Lampiran
Paraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan, op. cit., h. 4.
12
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013), Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013), h. 11.
4

tiga aspek utama yang disebutkan dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007,
yaitu substansi, konstruksi, dan bahasa.13
Dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
guru diberi kebebasan dalam melakukan penilaian mulai dari perencanaan kriteria
penilaian dalam silabus sampai pelaksanaan dan pelaporan hasil penilaian.14 Oleh
karena itu, guru diberikan wewenang dan tanggung jawab penuh dalam
menggunakan kemampuannya untuk menyusun instrumen ujian praktik agar
disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan di satuan pendidikan yang
bersangkutan. Baik buruknya instrumen ujian praktik yang digunakan oleh guru
akan mempengaruhi ketepatan kegiatan penilaian ujian praktik. Secara tidak
langsung, kemampuan guru dalam membuat instrumen ujian praktik yang baik
sangat diperlukan.
Akan tetapi, tidak semua guru mampu menyusun instrumen ujian praktik
dengan baik. Ujian praktik tergolong sebagai penilaian kinerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Putra menyatakan bahwa penilaian kinerja baru dikenal secara
teori dan konsep oleh sebagian guru, sehingga tidak semua guru mampu
mengalihkannya ke dalam prosedur penilaian sehari-hari.15 Putra menambahkan
dari 14 sekolah di Kabupaten Karawang, hanya ada lima sekolah yang memiliki
penilaian kinerja.16 Hal tersebut mengindikasikan kemampuan guru dalam
membuat instrumen penilaian kinerja yang notabene berkaitan dengan instrumen
ujian praktik masih tergolong rendah.
Uraian yang telah dipaparkan sebelumnya menegaskan bahwa
penggunaan instrumen ujian praktik yang digunakan di sekolah menjadi hal yang
penting untuk diperhatikan kualitasnya agar hasil penilaian yang didapatkan akan
valid. Mengingat hal tersebut sangat penting, diperlukan suatu penelitian untuk
melihat kualitas instrumen ujian praktik kimia yang digunakan oleh guru mata

13
Departemen Pendidikan Nasional, Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 3.
14
Ibid., h. 5.
15
Hasbi Anggana Putra, “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di Madrasah Aliyah
Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses Sains”, Skripsi Sarjana pada Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012, h. 52, tidak dipublikasikan.
16
Ibid.
5

pelajaran kimia. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai instrumen ujian praktik dengan
judul “Analisis Instrumen Ujian Praktik Kimia Siswa SMA Negeri di Kota
Tangerang Selatan”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di awal, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Ujian praktik sebagai salah satu bentuk penilaian kompetensi keterampilan
peserta didik kelas XII SMA membutuhkan instrumen penilaian yang baik.
2. Ujian praktik yang notabene merupakan penilaian kinerja baru dikenal
secara teori dan konsep, sehingga tidak semua guru mampu
mengimplementasikan penilaian kinerja ke dalam prosedur ujian praktik.
3. Instrumen ujian praktik kimia peserta didik belum terbukti sesuai dengan
kriteria yang disyaratkan karena belum ada penelitian mengenai kualitas
dari instrumen ujian praktik.

C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini diperlukan adanya pembatasan masalah agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan pembahasan tidak meluas, maka pembatasan masalah
dapat dijelaskan dalam pengertian sebagai berikut:
1. Analisis instrumen Ujian Praktik yang dilakukan meliputi kesesuaian
dengan kriteria yang disyaratkan.
2. Kriteria kualitas instrumen yang digunakan adalah berdasarkan Panduan
Penulisan Soal dari Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2008.
3. Instrumen Ujian Praktik yang akan dianalisis adalah dokumen Ujian
Praktik mata pelajaran kimia kelas XII di SMA Negeri kota Tangerang
Selatan tahun ajaran 2014/2015.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan, maka perumusan masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan
6

sebagai berikut: “Bagaimana kualitas instrumen Ujian Praktik Kimia di Sekolah


Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota Tangerang Selatan tahun ajaran
2014/2015”.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas dari
instrumen Ujian Praktik Kimia di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota
Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
berkepentingan diantaranya:
1. Bagi guru adalah sebagai bahan pertimbangan dan motivasi dalam
meningkatkan penilaian menyeluruh terhadap peserta didik.
2. Bagi peneliti lain adalah informasi mengenai penilaian ujian praktik di
SMA pada mata pelajaran kimia, sehingga dapat menjadi rujukan dalam
melakukan penelitian yang relevan.
BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Konsep Dasar Evaluasi


1. Pengertian Penilaian, Pengukuran, Tes, dan Evaluasi
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam kegiatan evaluasi
pendidikan, yaitu: tes, pengukuran, penilaian dan evaluasi. Istilah-istilah
tersebut memiliki definisi dan konsep yang berbeda satu sama lain, tetapi
memiliki hubungan yang sangat erat.
a. Tes
Secara harfiah, kata tes berasal dari kata dalam bahasa Prancis
kuno yaitu testum yang artinya piring untuk menyisihkan logam-logam
mulia.1 Tes merupakan sejumlah tugas yang harus diselesaikan oleh
peserta didik untuk mengetahui ketercapaian peserta didik dalam
memahami dan menguasai suatu materi yang sesuai dengan tujuan
pengajaran tertentu.2 Menurut pengertian di atas, tes merupakan suatu alat
untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik. Bisa dipahami bahwa tes
merupakan sebuah alat ukur, seperti halnya penggaris dalam mengukur
panjang.
Arikunto berpendapat bahwa tes merupakan suatu alat yang
digunakan untuk mengukur sesuatu dengan cara dan aturan yang telah
ditentukan.3 Tes menggunakan cara dan aturan-aturan tertentu yang sudah
ditentukan sebelumnya, misalnya dengan melingkari jawaban, melakukan
tugas, atau menjawab secara lisan.4 Tes terutama digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa, terutama yang berkaitan dengan
penguasaan mata pelajaran yang telah di syaratkan sebelumnya.5

1
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.
66.
2
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assessment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
h. 3.
3
Arikunto, loc. cit.
4
Ibid.
5
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 35.

7
8

Sax di dalam Arifin menyatakan bahwa “a test may be defined as


a task or series of task used to obtain systematic observations presumed
to be representative of educational or psychological trails or attributes.”6
Dalam pengertian ini, pengertian tes lebih ditekankan sebagai suatu tugas
atau serangkaian tugas. Hasil kualitatif atau kuantitatif dari pelaksanaan
tugas itu digunakan untuk memperoleh informasi tertentu terhadap
seseorang.
Dari pendapat ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa pada
hakikatnya tes dalam pembelajaran adalah suatu alat yang berisi
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek tertentu. Dalam
penjelasan yang lebih sederhana dapat diungkapkan bahwa pengertian tes
adalah sebagai alat ukur.
b. Pengukuran
Pengukuran atau dalam bahasa Inggris disebut measurement
adalah suatu kegiatan memberi ukuran (angka) terhadap suatu objek
menurut aturan tertentu.7 Pengukuran juga dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan untuk memberikan angka pada suatu gejala,
peristiwa dan benda.8
Menurut Miller, dkk., “Measurement is the assigning of numbers
to the results of test or other type of assessment according to a specific
rule. The process of obtaining a numerical description of degree to which
an individual possesses a particular characteristic.”9 Dalam pengertian
lain, Airasian dan Russel menyatakan bahwa “Measurement is the
process of quantifying or assigning a number to a performance or trait.
Once assessment information is collected, teacher use it to make decision

6
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 2.
7
Husamah dan Yanur Setyaningrum, Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian
Kompetensi, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), h. 116.
8
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 2.
9
M. David Miller, Robert L. Linn, and Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment
in Teaching, (New Jersey: Pearson Education, 2009), 10th Ed, p. 28.
9

about students, instruction, or classroom climate.”10 Hopkins


menambahkan, “Measurement involves a process by which things are
differentiated and described. It is not limited to the use of highly
developed and refined instruments.”11
Widoyoko mengartikan pengukuran sebagai penetapan angka
tentang kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor menurut aturan
tertentu. Pengukuran yang dilakukan dapat menggunakan tes atau tanpa
tes yang hasilnya berupa data kuantitatif.12
Menurut Haryati, pengukuran adalah proses pemberian angka
terhadap tingkat kemajuan peserta didik dalam hal tertentu. Haryati
menambahkan bahwa pengukuran berkaitan erat dengan proses penentuan
nilai kuantitatif.13 Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran adalah: 1).
Memiliki tujuan pengukuran; 2). Terdapat objek ukur; 3). Memiliki alat
ukur; 4). Terdapat proses pengukuran; dan 5). Hasil pengukuran berupa
data kuantitatif.14 Pengertian pengukuran di atas dapat dipahami sebagai
suatu usaha memberikan angka untuk mendeskripsikan sesuatu.
Menurut Sudaryono, pengukuran (measurement) merupakan suatu
deskripsi kuantitatif tentang keadaan suatu hal sebagaimana adanya,
perilaku yang tampak pada seseorang, atau tentang prestasi yang
diberikan oleh seorang siswa. Guilford dalam Sudaryono menambahkan,
pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut
aturan tertentu. Pengukuran dapat menggunakan non-tes maupun tes.
Pengukuran pendidikan dapat berupa pengukuran kuantitatif atau
pengukuran kualitatif. Pengukuran kuantitatif yaitu berupa angka,
sedangkan pengukuran kualitatif biasanya tidak dinyatakan dengan angka,

10
Peter W. Airasian and Michael K. Russell, Classroom Assessment: Consepts and
Application, (New York: McGraw-Hill, 2008), 6th Ed, p. 9-10.
11
Kenneth D. Hopkins, Educational and Psychological Measurement and Evaluation, (USA:
Allyn & Bacon), 8th Ed., p. 1.
12
S. Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), h. 3.
13
Mimin Haryati, Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, (Ciputat:
Referensi, 2010), h. 14.
14
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 2.
10

melainkan dengan ukuran kualitas antara lain sangat baik, baik, cukup,
kurang dan sangat kurang.15
Pengukuran merupakan suatu tahapan pengumpulan informasi.
Tahapan tersebut memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
kegiatan penilaian pendidikan. Informasi yang dikumpulkan pada
umumnya berupa kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif peserta
didik.16
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengukuran dalam proses penilaian merupakan suatu tahapan
pengumpulan data tentang kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor
peserta didik baik menggunakan tes maupun non-tes yang hasilnya dapat
berupa angka ataupun bukan angka.
c. Penilaian
Penilaian atau dalam bahasa Inggris disebut assessment adalah
suatu proses untuk mendapatkan nilai suatu objek berdasarkan kriteria
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.17 Sedangkan dalam pengertian
lain, Haryati mengungkapkan bahwa penilaian adalah suatu usaha
menerapkan berbagai cara untuk mendapatkan informasi mengenai
keberhasilan peserta didik dalam menguasai kompetensi sebagai jawaban
dan pertimbangan untuk prestasi belajar peserta didik.18 Berdasarkan
pengertian tersebut, penilaian memiliki arti sebagai penggunaan berbagai
cara untuk mendapatkan informasi kemajuan peserta didik dalam
pembelajaran dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
prestasi belajar peserta didik.
Menurut Airasian dan Russell, “Assessment is a process of
collecting, synthesizing and interpreting information in order to make a

15
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 37-
38.
16
Masnur Muslich, Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h. 6.
17
Sudjana, op. cit., h. 3.
18
Haryati, op. cit., h. 15.
11

decision.”19 Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian merupakan suatu


proses mengumpulkan, mengolah dan menerjemahkan informasi yang
berguna untuk membuat suatu keputusan.
Sedangkan menurut Gronlund dkk.,
Assessment is a general term that includes the full range of
procedures used to gain information about student learning and the
formation of value judgments concerning learning progress. Any of
variety procedures used to obtain information about student
performance. Includes traditional paper-and-pencil tests as well as
extended responses, performances of authentic task, teacher
observations, and student self-report.20

Menurut Widoyoko, penilaian adalah suatu kegiatan lanjut dari


pengukuran yang berupa penejemahan data hasil suatu pengukuran
berdasarkan kriteria dan aturan-aturan tertentu.21 Berdasarkan pengertian
tersebut, penilaian dapat diartikan sebagai pemberian makna atau
ketetapan kualitas hasil suatu pengukuran dengan cara membandingkan
data hasil pengukuran dengan kriteria atau standar tertentu. Milama dkk.
menambahkan penilaian merupakan kegiatan mengukur dan memberikan
makna hasil pengukuran dengan membandingkan data pengukuran
dengan kriteria yang telah ditetapkan, akan tetapi tidak sampai pada tahap
pengambilan keputusan.22
Berdasarkan Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan, penilaian didefinisikan sebagai proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta
didik.23 Ormrod menambahkan, assessment atau penilaian adalah proses

19
Peter W. Airasian and Michael K. Russell, op. cit., p. 9.
20
M. David Miller, Robert L. Linn, and Norman E. Gronlund, loc. cit.
21
Widoyoko, op. cit., h. 4.
22
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, loc. cit.
23
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Salinan Lampiran
Paraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 2.
12

mengamati perilaku dan kemampuan peserta didik dan kemudian


memberikan kesimpulan tentang kemampuan peserta didik tersebut.24
Penilaian adalah istilah umum yang mencakup semua metode
yang digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik. Dengan kata
lain, penilaian (assessment) adalah proses pengambilan keputusan suatu
hal dengan predikat baik atau buruk. Penilaian merupakan kegiatan yang
dipersiapkan untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam suatu
pembelajaran dengan waktu yang telah ditentukan.25
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penilaian dalam pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi
tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat
keputusan-keputusan berdasarkan pertimbangan tertentu.
Tujuan umum diadakannya penilaian adalah untuk:26
1) Mendeskripsikan kemampuan peserta didik sehingga dapat
diketahui kelebihan dan kekurangan peserta didik tersebut dalam
mata pelajaran yang ditempuh.
2) Mengetahui tingkat keberhasilan proses pendidikan di sekolah.
3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian apakah harus ada yang
diperbaiki dan disempurnakan.
4) Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
Fungsi penilaian bisa dibedakan menjadi 3, yaitu fungsi penilaian
untuk guru, siswa dan untuk sekolah.27 Fungsi penilaian untuk guru
adalah untuk:
1) Mengetahui progress belajar peserta didik.

24
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang,
(Jakarta: Erlangga, 2009), h. 267.
25
Sudaryono, op. cit., h. 38.
26
Sudjana, op. cit., h. 4.
27
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 13.
13

2) Mengetahui posisi masing-masing peserta didik dalam


kelompoknya.
3) Mengetahui apa yang kurang dalam proses belajar mengajar.
4) Memberikan solusi untuk kekurangan tersebut.
5) Menentukan kelulusan peserta didik.
Sedangkan untuk siswa, penilaian berfungsi untuk:
1) Mengetahui sejauh mana kompetensi siswa.
2) Memperbaiki cara mereka belajar.
3) Memberikan motivasi dalam belajar.
Yang terakhir adalah untuk sekolah, yang berfungsi untuk:
1) Mengetahui bagaimana kualitas hasil pendidikan.
2) Mengetahui bagaimana kemajuan sekolah.
3) Membuat keputusan untuk para peserta didik.
4) Sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki kurikulum.
d. Evaluasi
Secara singkat, evaluasi merupakan proses mengumpulkan
informasi untuk mengetahui pencapaian belajar.28 Dalam pengertian lain,
evaluasi tidak hanya sekedar kegiatan mengukur ketercapaian suatu
tujuan, akan tetapi evaluasi juga digunakan untuk membuat keputusan.29
Selanjutnya Sax dalam Arifin menyatakan bahwa “evaluation is a
process through which a value judgement or decision is made from a
variety of observation and from the background and training of the
evaluator”.30 Pendapat tersebut menekankan evaluasi dalam
pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk
menentukan kualitas (nilai dan makna) dari sesuatu, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.
Evaluasi juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
untuk memberikan makna atau menetapkan kualitas berdasarkan

28
Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009),
h. 3.
29
Arikunto, op. cit., h. 3.
30
Arifin, op. cit., h. 5.
14

perbandingan hasil pengukuran dengan kriteria tertentu yang telah


ditetapkan.31 Artinya, di dalam evaluasi harus ada penetapan kualitas
objek yang ingin dievaluasi, dan diharapkan ada interpretasi lebih lanjut
terhadap hasil pengukuran yang telah dilakukan.
Evaluasi dalam pengertian lain adalah suatu kegiatan yang
ditujukan untuk mengidentifikasi ketercapaian dan tingkat efisiensi
pelaksanaan suatu program.32 Pendapat ini menekankan bahwa kegiatan
evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur tingkat keberhasilan
sesuatu. Evaluasi dalam pengertian ini juga berhubungan dengan
keputusan nilai.
Dari beberapa rumusan para ahli mengenai evaluasi secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa evaluasi dalam pembelajaran merupakan
suatu proses penilaian yang bersifat sistematis dan kontinu, yang
diperoleh dari proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan
informasi serta menghasilkan data berupa nilai yang kemudian diolah
sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk informasi yang dapat
digunakan untuk mengetahui kualitas pendidikan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan.
2. Perbedaan Antara Pengukuran, Penilaian, Tes, dan Evaluasi
Dalam penerapannya, sering terdapat kerancuan dalam memahami
pengukuran, penilaian, tes dan evaluasi. Pada kenyataannya, keempat hal
tersebut memang saling kait-mengkait sehingga sulit untuk dibedakan.
Tahap awal dari keempat pengertian diatas adalah pengukuran.
Pengukuran merupakan langkah pertama dalam menentukan kualitas anak
didik. Oleh karena itu, pengukuran bersifat kuantitatif, karena berhubungan
dengan angka-angka. Pengukuran sebenarnya bisa dibedakan menjadi 3
macam, yaitu:33

31
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 3.
32
Haryati, op. cit., h. 15.
33
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006), h. 4.
15

a. Pengukuran yang tidak dimaksudkan untuk menguji sesuatu, misalnya


seorang penjahit mengukur panjang kain untuk dijahit.
b. Pengukuran yang dimaksudkan untuk menguji sesuatu, misalnya
menguji daya tahan bodi mobil terhadap benturan.
c. Pengukuran yang dimaksudkan untuk menilai, dengan cara menguji
sesuatu, misalnya mengukur kemajuan belajar peserta didik dengan
tes hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas, pengukuran tidak bisa digunakan untuk
menetapkan apakah seorang siswa sudah menguasai suatu materi atau belum.
Diperlukan suatu kriteria untuk menetapkan apakah siswa itu sudah
menguasai materi yang dipelajari atau belum.
Baik tes maupun pengukuran keduanya terikat dan menjadi bagian
istilah evaluasi. Tes merupakan alat yang digunakan sebagai alat
pengumpulan data, seperti penilaian hasil belajar. Tes dibuat dan
dikembangkan berdasarkan teori pengukuran tertentu dan bertindak hanya
sebagai alat ukur, akan tetapi pengukuran tetap hanya merupakan salah satu
langkah yang mungkin dipergunakan dalam kegiatan evaluasi, baik
menggunakan tes atau tidak.34
Antara penilaian dengan evaluasi memiliki pengertian yang hampir
sama. Keduanya memiliki persamaan dalam hal menilai dan menentukan
kualitas tertentu. Akan tetapi, biasanya evaluasi memiliki ruang lingkup yang
lebih luas. Ruang lingkup penilaian biasanya hanya berkutat pada salah satu
aspek atau komponen saja, sedangkan evaluasi merupakan penilaian program
pendidikan secara menyeluruh.35
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tes, pengukuran,
penilaian dan evaluasi merupakan suatu kesatuan. Evaluasi didahului dengan
penilaian, sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran
merupakan penetapan angka atau skor tentang karakteristik peserta didik
menurut aturan, kriteria atau standar tertentu. Penilaian merupakan kegiatan

34
Arifin, op. cit., h. 7.
35
Ibid.
16

menafsirkan, memaknai dan mendeskripsikan hasil pengukuran. Sedangkan


evaluasi merupakan penetapan kualitas suatu program beserta tindak
lanjutnya berdasarkan aspek-aspek hasil penilaian.

B. Penilaian KTSP
1. Karakteristik Penilaian KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam melakukan
penilaian menerapkan sistem penilaian berkelanjutan.36 Maksud dari
berkelanjutan adalah semua indikator yang digunakan diberi nilai. Setelah itu,
hasil penilaian tersebut dianalisis untuk menentukan kompetensi yang telah
dikuasai dan yang belum dikuasai, serta untuk mengetahui kesulitan peserta
didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Sistem penilaian
KTSP menjadikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di dalam
Standar Isi sebagai fokus perhatian utama.37
Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi mencakup hal-
hal berikut:38
a. Standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh
peserta didik suatu jenjang pendidikan dalam mata ajar tertentu. Hal
ini memiliki implikasi yang signifikan dalam perencanaan,
metodologi dan pengolahan penilaian.
b. Kompetensi dasar yaitu kemampuan minimal dalam mata ajar
tertentu yang harus dimiliki oleh peserta didik suatu jenjang
pendidikan.
c. Rencana penilaian yaitu jadwal kegiatan penilaian dalam satu
semester yang dirancang dan dikembangkan bersamaan dengan
rencana pembelajaran (silabus).

36
Haryati, op. cit., h. 43.
37
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, (Jakarta : Direktorat
Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Atas, 2008), h. 2.
38
Haryati, op. cit., h. 44.
17

d. Proses penilaian yaitu proses pemilihan dan pengembangan teknik


penilaian, sistem pencatatan dan pengolahan proses.
e. Proses implementasi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian.
f. Pencatatan dan pelaporan yaitu pengolahan sistem penilaian dan
pembuatan pelaporan.
Keenam komponen tersebut merupakan karakteristik penilaian
berbasis kompetensi dasar. Dengan demikian, seorang guru harus mampu
menguasai dan melaksanakannya.
2. Aspek Penilaian KTSP
Dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi, penilaian perlu
dilakukan terhadap keseluruhan kompetensi yang dipelajari peserta didik
melalui kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari kompetensi yang ingin dicapai,
aspek yang perlu dinilai meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotor. Dalam penilaian KTSP, ketiga aspek tersebut harus
diperhitungkan secara seimbang dan proporsional.
a. Penilaian Aspek Kognitif
Aspek koginitif atau dikenal dengan istilah pengetahuan,
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap
pengetahuan yang telah dipelajari.39 Aspek ini menekankan pada
kemampuan berpikir siswa.
Menurut Bloom, aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan
dengan aspek belajar yang berbeda, keenam tingkatan tersebut yaitu:40
1) Tingkat pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang
dalam mengingat kembali pengetahuan yang pernah diterimanya.
2) Tingkat pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan seseorang
dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan
dengan cara sendiri suatu pengetahuan yang pernah diterimanya.

39
Arikunto, op. cit., h. 33.
40
Ismet Basuki dan Hariyanto, Asesmen Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), h. 12-13.
18

3) Tingkat penerapan (application), yaitu kemampuan seseorang


dalam menggunakan pengetahuan untuk diterapkan ke dalam
situasi yang belum pernah dialami.
4) Tingkat analisis (analysis), kemampuan seseorang untuk
menguraikan bahan atau keadaan secara rinci menurut bagian-
bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor
lainnya.
5) Tingkat sintesis (synthesis), yaitu kemampuan seseorang dalam
menjelaskan struktur atau pola dari sesuatu dan mampu
menempatkan bagian-bagian bersama-sama menjadi suatu
keseluruhan, dengan penekanan menciptakan makna baru dari
suatu struktur.
6) Tingkat evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan seseorang dalam
membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria
atau pengetahuan yang dimilikinya.
Untuk mengukur penguasaan aspek kognitif dapat digunakan tes
tertulis, tes lisan, dan portofolio.41
b. Penilaian Aspek Afektif
Berkenaan dengan aspek afektif, ada dua hal yang harus dinilai.
Pertama kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran
meliputi tingkat pemberian respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
Kedua, sikap dan minat peserta didik terhadap mata pelajaran dan proses
pembelajaran.
Berdasarkan taksonomi Bloom, ranah afektif tersusun atas lima
tingkatan kecakapan dimulai dari tingkat yang sederhana sampai tingkat
yang kompleks, yaitu antara lain: 42

41
Arifin, op. cit., h. 185.
42
Ibid., h. 22-23.
19

1) Penerimaan (Receiving), yaitu merupakan jenjang kemampuan


yang menuntut siswa untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau
rangsangan tertentu.
2) Tanggapan (Responding), yaitu merupakan jenjang kemampuan
yang menuntut siswa untuk tidak hanya peka pada satu fenomena,
tetapi juga bereaksi terhadap beberapa cara.
3) Penanaman Nilai (Valuing), yaitu merupakan jenjang kemampuan
yang menuntut siswa untuk menilai suatu objek, fenomena, atau
tingkah laku tertentu secara konsisten.
4) Pengorganisasian Nilai (Organization), yaitu merupakan jenjang
kemampuan yang menuntut siswa untuk menyatukan nilai-nilai
yang berbeda, memecahkan masalah, dan membentuk suatu sistem
nilai.
Untuk mengevaluasi ranah afektif siswa, guru dapat
menggunakan instrumen evaluasi pembelajaran non tes.43 Instrumen
penilaian afektif dapat berupa kuesioner atau lembar hasil observasi.
Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat,
nilai, moral, dan konsep diri.44 Beberapa jenis skala sikap dapat
digunakan untuk mengukur aspek afektif, antara lain skala Likert, skala
Thrustone, dan skala perbedaan semantik untuk mengetahui sikap
terhadap mata pelajaran ataupun suatu kegiatan. Sedangkan skala
Bogardus digunakan untuk mengetahui sikap sosial peserta didik, dan
skala Chapin digunakan untuk mengetahui tingkat keterlibatan peserta
didik dalam organisasi.45
c. Penilaian Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan aspek yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Mata ajar yang termasuk

43
Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), h. 195.
44
Hariyanto, op. cit., h. 196-197.
45
Arifin, op. cit., h. 186.
20

kelompok mata ajar psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi
pada gerakan dan menekankan pada keterampilan-keterampilan fisik.
Keterampilan tersebut merujuk pada tingkat keahlian peserta didik dalam
melaksanakan suatu tugas tertentu.
Hasil belajar psikomotor menurut Dave dapat dibedakan menjadi
lima tingkatan, yaitu:46
1) Tingkat imitasi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan
sederhana sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan
sebelumnya.
2) Tingkat manipulasi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan
sederhana yang belum pernah dilihatnya, tetapi berdasarkan pada
pedoman atau petunjuk saja.
3) Tingkat presisi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan
yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang
presisi.
4) Tingkat artikulasi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan
kompleks dan ketepatan sehingga produk kerjanya utuh.
5) Tingkat naturalisasi, yaitu kemampuan melakukan kegiatan secara
refleks.
Menurut Leighbody dalam Haryati, hal-hal yang dapat dinilai
dalam penilaian psikomotor adalah:47
1) Kemampuan peserta didik menggunakan alat dan sikap kerja.
2) Kemampuan peserta didik menganalisis suatu pekerjaan dan
menyusun urutan pekerjaan.
3) Kecepatan peserta didik dalam mengerjakan tugas yang diberikan
kepadanya.
4) Kemampuan peserta didik dalam membaca gambar atau simbol.
5) Keserasian bentuk dengan yang diharapkan atau ukuran yang telah
ditentukan.

46
Haryati, op. cit., h. 26.
47
Ibid.
21

Instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur aspek


psikomotor adalah penilaian kinerja, yang meliputi:48
1) Tes paper and pencil. Tes ini memiliki bentuk yang mirip dengan
tes tertulis, akan tetapi memiliki sasaran yang berbeda, yaitu
kemampuan peserta didik dalam menampilkan suatu karya
misalnya desain alat dsb.
2) Tes identifikasi. Tes ini ditunjukkan untuk mengetahui
kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi sesuatu,
misalkan menemukan bagian yang rusak dari suatu alat.
3) Tes simulasi. Tes ini dilakukan jika sekolah memiliki keterbatasan
dalam penggunaan alat peraga, sehingga kemampuan peserta didik
tetap dapat dinilai.
4) Tes kinerja. Tes ini merupakan tes dengan menggunakan alat yang
sesungguhnya. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
peserta didik dalam menggunakan alat tersebut.
C. Penilaian Kinerja
1. Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian Kinerja atau performance assessment adalah penilaian yang
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan
belajar peserta didik.49 Menurut pendapat lain, penilaian kinerja adalah
penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kualitas peserta didik dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan berdasarkan tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan, serta berfokus pada penilaian secara
langsung.50 Sementara menurut Majid, penilaian kinerja adalah suatu
penilaian dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman
dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam serta keterampilan dalam
berbagai macam tugas dan situasi. 51

48
Arifin, op. cit., h. 185.
49
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 19.
50
Husamah dan Yanur Setyaningrum, op. cit., h. 129.
51
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.
200.
22

Muslich menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan penilaian


yang didasarkan pada hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa
secara otentik.52 Menurut pendapat lain, penilaian kinerja adalah penilaian
yang dilakukan dengan cara mengamati bagaimana peserta didik
menyelesaikan suatu tugas yang diberikan.53 Dalam penilaian kinerja, siswa
diharuskan untuk mempertunjukkan kinerja, bukan menjawab atau memilih
jawaban dari sederet kemungkinan jawaban yang sudah tersedia.54
Dari berbagai pengertian para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
penilaian kinerja merupakan suatu bentuk penilaian melalui pengamatan
langsung yang mengukur kemampuan siswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang telah didapat dalam pembelajaran. Penilaian ini sesuai
untuk menilai ketercapaian kompetensi siswa yang menuntut suatu action dan
perbuatan, seperti keterampilan menggunakan alat laboratorium, keterampilan
bermain alat musik, dan yang lainnya.55
2. Langkah-langkah dalam Penilaian Kinerja
Dalam melaksanakan penilaian kinerja, ada beberapa langkah yang
perlu dilakukan, yaitu:56
a. Menetapkan kompetensi dasar beserta indikator yang akan dicapai.
b. Mengidentifikasi semua langkah yang selaras dengan tujuan yang
ingin dicapai kemudian disusun dengan baik.
c. Menuliskan perilaku kemampuan yang lebih spesifik dalam rangka
memenuhi tugas-tugas yang telah ditetapkan dan agar mendapat hasil
yang terbaik.
d. Merumuskan kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur dan
mengusahakan agar kriteria tersebut dapat diobservasi dengan baik.

52
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009, h. 95.
53
Sudaryono, op. cit., h. 74.
54
Arifin, op. cit., h. 150.
55
Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 373.
56
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktik, (Rajawali Pers, 2013), h. 261.
23

e. Memberikan definisi yang jelas terhadap kriteria kemampuan-


kemampuan yang akan diukur dan harus dapat diobservasi.
f. Mengurutkan kriteria kemampuan yang akan diukur tadi berdasarkan
urutan yang akan diobservasi.
g. Disarankan untuk membandingkan kriteria-kriteria kemampuan yang
telah ada di lapangan.
3. Rambu-rambu dalam Penyusunan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja terdiri atas dua bagian, yaitu tugas dan rubrik. Ada
beberapa acuan yang harus dipenuhi dalam menyusun tugas dan rubrik.57
Berikut adalah aturan untuk penyusunan tugas:
a. Tugas yang diberikan wajib mengarahkan peserta didik untuk
menunjukkan pencapaian hasil belajar.
b. Tugas yang diberikan dapat dikerjakan oleh peserta didik (bukan
tugas yang mustahil dikerjakan).
c. Tugas yang diberikan memiliki rentang waktu pengerjaan tugas.
d. Tugas yang diberikan harus sesuai dengan jenjang peserta didik.
e. Tugas yang diberikan sesuai dengan konten/cakupan kurikulum.
f. Tugas yang diberikan harus bersifat adil, misalnya tidak bias gender
atau tidak berlatar belakang sosial ekonomi.
Berikut ini adalah kriteria untuk penyusunan rubrik penilaian:
a. Rubrik yang digunakan memuat seperangkat indikator yang dapat
menilai kompetensi tertentu.
b. Indikator yang dicantumkan dalam rubrik harus memiliki urutan yang
sistematis berdasarkan urutan langkah kerja yang diberikan.
c. Rubrik bersifat valid, yaitu dapat mengukur kemampuan yang diukur.
d. Rubrik dapat digunakan dalam menilai kemampuan peserta didik.
e. Rubrik dapat memetakan kemampuan peserta didik.
f. Rubrik disertai dengan pedoman penskoran yang jelas.

57
Ibid., h. 263.
24

4. Instrumen Penilaian Kinerja


Pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan dengan cara mengamati
proses belajar peserta didik. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu instrumen
penilaian yang dapat mengukur kinerja peserta didik. Instrumen adalah
kegiatan atau pertanyaan yang digunakan untuk memberi nilai pada suatu
kompetensi dengan menggunakan metode penilaian yang dipilih.58
Sedangkan instrumen penilaian adalah materi yang digunakan untuk
mengumpulkan fakta-fakta dengan menggunakan metode penilaian yang
dipilih.59
Instrumen untuk penilaian kinerja terdiri dari soal atau perintah dan
pedoman pemberian skor untuk menilai kinerja peserta didik dalam
melakukan perintah/soal tersebut.60 Artinya, instrumen yang digunakan dalam
penilaian unjuk kerja meliputi soal atau tugas-tugas yang harus dilakukan
serta pedoman penskoran yang berisi kompetensi/aspek-aspek keterampilan
yang diamati.
Dalam memperoleh data kinerja peserta didik, instrumen penilaian
yang digunakan dapat berupa:
a. Daftar Cek
Daftar cek merupakan suatu daftar yang memuat kriteria
kemampuan tertentu yang akan diamati.61 Daftar cek akan memuat semua
aspek yang ingin dinilai dan setiap aspek yang muncul dapat langsung
ditandai. Kelemahan dari instrumen daftar cek ini adalah guru atau penilai
hanya mempunyai dua pilihan mutlak, benar-salah, ya-tidak, baik-buruk,
dan lain-lain. Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik akan
mendapatkan tanda centang yang dapat diterjemahkan menjadi skor
apabila kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh
guru/penilai. Akan tetapi, jika kriteria kompetensi tertentu tersebut tidak

58
Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), h.
183.
59
Ibid.
60
Ismet Basuki, op. cit., h. 218.
61
Arifin, op. cit., h. 164.
25

dapat diamati maka peserta didik tidak akan mendapat skor. Berikut
contoh format penilaian unjuk kerja dengan teknik daftar cek.62
Tabel 2.1 Contoh Format Penilaian Pidato Dengan Menggunakan
Daftar Cek

Jawaban
No. Aspek Yang Dinilai
Ya Tidak
1. Berdiri tegak
2. Memandang ke arah hadirin
3. Pengucapan lafal kata baik
4. Sistematika pidato baik
5. Menampilkan mimik yang baik
6. Memiliki intonasi yang baik
7. Menyampaikan gagasan dengan jelas
Skor yang dicapai
Skor Maksimum 7
* Berikan tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai
**Keterangan untuk jawaban “ya” diberi skor 1 dan untuk jawaban
“tidak” diberi skor 0

b. Skala Penilaian
Skala penilaian berisi rentang nilai yang dipadukan dengan
kriteria kemampuan yang akan diamati. Dalam hal ini, penggunaan skala
penilaian memungkinkan guru untuk memberikan nilai tengah terhadap
aspek kompetensi yang dinilai.63 Misal nilai 1 = sangat tidak kompeten, 2
= tidak kompeten, 3 = agak kompeten (cukup), 4 = kompeten, dan 5 =
sangat kompeten. Berikut contoh lembar format penilaian unjuk kerja.64
Tabel 2.2 Contoh Format Penilaian Pidato Menggunakan Skala
Penilaian

Skor
No. Aspek yang Dinilai
1 2 3 4 5
1. Berdiri tegak
2. Memandang ke arah hadirin
3. Pengucapan lafal
4. Sistematika
5. Mimik
6. Intonasi

62
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 20.
63
Haryati, op.cit., h. 46.
64
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op. cit., h. 21.
26

7. Kejelasan gagasan
Jumlah
Skor Maksimum 28
*Kriteria penskoran nomor:
1 = bila tidak pernah melakukan
2 = bila jarang melakukan
3 = bila kadang-kadang melakukan
4 = bila selalu melakukan

Instrumen penilaian kinerja dapat menggunakan 2 macam rubrik,


yaitu rubrik holistik dan analitik.65 Rubrik holistik adalah rubrik yang
menggunakan prinsip penskoran keseluruhan hasil kinerja peserta didik tanpa
menilai bagian komponen secara terpisah. Sedangkan rubrik analitik adalah
rubrik yang menggunakan prinsip penskoran hasil kinerja peserta didik secara
terpisah, kemudian skor-skor tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan skor
total.
5. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Kinerja
Dalam praktiknya, penilaian kinerja memiliki kelebihan dan juga
kekurangan. Menurut Arifin, kelebihan penilaian kinerja adalah:66
a. Merupakan satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk
mengetahui hasil belajar dalam bidang keterampilan.
b. Penilaian kinerja sangat baik untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan teori yang diterima peserta didik dengan keterampilan
praktik peserta didik.
c. Dalam penilaian kinerja, peserta didik tidak memungkinkan untuk
menyontek.
d. Guru dapat mengenal tentang karakteristik masing-masing peserta
didik sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan penilaian
selanjutnya
Sementara itu, kekurangan penilaian kinerja adalah:67
a. Pelaksanaannya dapat memakan waktu yang lama.

65
Husamah dan Yanur Setyaningrum, op. cit., h. 149.
66
Arifin, op. cit., h. 150.
67
Ibid., h. 151.
27

b. Selain itu, dalam keadaan tertentu penilaian kinerja memerlukan


biaya yang besar.
c. Penilaian kinerja juga cepat membosankan
d. Jika penilaian kinerja ini sudah menjadi kegiatan rutin, bisa
menimbulkan persepsi bahwa penilaian kinerja ini tidak berarti.
e. Membutuhkan syarat-syarat pelengkap yang cukup kompleks, yaitu
tenaga, biaya dan waktu.

D. Analisis Kualitas Instrumen Ujian Praktik


Instrumen penilaian hasil pembelajaran hendaknya dianalisis sebelum
digunakan. Dalam Sudjana dinyatakan bahwa Analisis soal adalah suatu prosedur
pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes yang sistematis agar diperoleh perangkat
pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.68 Ujian praktik sebagai salah
satu penilaian kinerja menggunakan instrumen penilaian yang perlu dianalisis
kualitasnya karena kualitas penilaian dipengaruhi pula oleh kualitas instrumen
penilaian yang digunakan. Semakin baik kualitas instrumen penilaian, maka hasil
yang diberikan pun semakin objektif dan akurat. Untuk menentukan kualitas
instrumen penilaian dapat digunakan beberapa kriteria atau ukuran seperti
validitas, keandalan atau reliabilitas, objektivitas, dan kepraktisan
(practicibility).69
Ujian praktik yang berjenis tes perbuatan diharapkan menggunakan
instrumen penilaian yang memenuhi standar-standar tertentu dengan melihat tiga
aspek utama yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007,
yaitu materi atau substansi, konstruksi, dan bahasa/budaya.70 Oleh karena itu
instrumen ujian praktik yang akan digunakan harus dianalisis secara kualitatif
untuk menilai materi, konstruksi, dan bahasa yang sesuai dengan pedoman serta
mudah dipahami oleh siswa.71

68
Sudjana, op. cit., h. 135.
69
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 137.
70
Departemen Pendidikan Nasional, Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2014, h. 3.
71
Majid, op. cit. h. 223
28

Untuk mempermudah guru dalam membuat/menggunakan instrumen


penilaian tes perbuatan, pemerintah membuat kaidah penulisan soal tes perbuatan
dengan berlandaskan tiga aspek utama yang telah disebutkan di atas. Kaidah
penulisan soal tes perbuatan adalah sebagai berikut:72
1. Aspek Materi
Standar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam
instrumen tes perbuatan adalah sebagai berikut:
a. Soal yang digunakan harus sesuai dengan indikator (menuntut tes
perbuatan).
b. Pertanyaan yang digunakan harus sesuai dengan jawaban yang
diharapkan.
c. Materi sesuai dengan kompetensi sebagai berikut:
1) Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh
peserta didik,
2) Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman
dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya,
3) Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau
memahami mata pelajaran lain (bermanfaat terhadap mata
pelajaran lain),
4) Keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi, yaitu materi
yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
d. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat kelas.
2. Aspek Konstruksi
Standar yang berkaitan dengan aspek konstruksi yang harus ada dalam
instrumen tes perbuatan adalah sebagai berikut:
a. Kata tanya atau perintah yang digunakan harus menuntut jawaban
perbuatan/praktik.
b. Menyertakan petunjuk yang jelas tentang cara pengerjaan soal.
c. Menyertakan pedoman penskoran yang telah disusun sebelumnya.

72
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal op. cit., h. 17.
29

d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan


jelas dan terbaca.
3. Aspek Bahasa/budaya
Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa/budaya yang harus ada
dalam instrumen tes perbuatan adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan rumusan soal yang komunikatif.
b. Butir soal yang digunakan menggunakan bahasa Indonesia yang
baku.
c. Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran
ganda atau salah pengertian.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e. Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat
menyinggung perasaan peserta didik.

E. Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian-penelitian terdahulu.
Berikut ini beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan:
1. Hasbi Anggana Putra (2012). Analisis Penilaian Kinerja pada Konsep
Gerak di Madrasah Aliyah Kabupaten Karawang Berdasarkan
Keterampilan Proses Sains. Hasil penelitian yang dilakukan pada 14
Madrasah Aliyah di Kabupaten Karawang menunjukkan bahwa hanya
terdapat 35,7% atau lima Madrasah Aliyah yang telah memiliki dokumen
penilaian kinerja/psikomotor. Kelima dokumen penilaian kinerja yang
dianalisis dalam penelitian ini telah mengidentifikasi keterampilan proses
sains. Dokumen penilaian kinerja E telah mengidentifikasi keterampilan
proses sains dalam penelitian ini secara utuh, sedangkan dokumen
penilaian kinerja B,D, L dan M belum mengidentifikasi keterampilan
30

proses sains dalam penelitian ini secara utuh karena ada beberapa kategori
keterampilan proses sains yang tidak muncul.73
2. Hizraini Pohan (2013). Analisis Soal Ulangan Kenaikan Kelas (UKK)
Bidang Studi Kimia Kelas X Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) berdasarkan validitas butir soal, soal dengan
validitas cukup tinggi sebesar 22,5% untuk soal A; 37,5% untuk soal B;
25% untk soal C; 35% untuk soal D; 40 % untuk soal E; 10% untuk soal
F; dan 17,5% untuk soal G. (2) berdasarkan reliabilitas soal, soal A
memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,64; soal B sebesar 0,78; soal C
sebesar 0,45; soal D sebesar 0,77; soal E sebesar 0,26; soal F sebesar
0,21; dan soal G sebesar 0,56. (3) berdasarkan tingkat kesukaran, soal
dengan tingkat kesukaran sedang adalah 35% untuk soal A; 45% untuk
soal B; 37,5% untuk soal C; 32,5% untuk soal D; 30% untuk soal E;
12,5% untuk soal F; dan 37,5% untuk soal G. (4) berdasarkan daya beda,
soal dengan daya beda baik yaitu 17,5% untuk soal A; 22,5% untuk soal
B; 25% untuk soal C; 32,5% untuk soal D; 33,33% untuk soal E; 15%
untuk soal F; dan 25% untuk soal G. (5) berdasarkan fungsi pengecoh
(distractor), soal dengan pengecoh yang berfungsi dengan baik sebesar
10% untuk soal A; 0% untuk soal B; 15% untuk soal C; 5% untuk soal D;
13,3% untuk soal E; 0% untuk soal F; 20% untuk soal G. semua soal
UKK bidang studi kimia kelas X kota Tangerang Selatan tahun ajaran
2011/2012 adalah sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan
oleh badan standar nasional pendidikan. Pada umumnya, ada pengaruh
peringkat akreditasi sekolah dengan kuantitas butir soal UAS. Soal yang
berasal dari sekolah berperingkat akreditasi A (soal A, B, D, dan E) lebih
baik dibandingkat dengan soal yang berasal dari sekolah berperingkat
akreditasi B (C, F, dan G).74

73
Hasbi Anggana Putra, “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di Madrasah Aliyah
Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses Sains”, Skripsi Sarjana pada Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012, tidak dipublikasikan.
74
Hizraini Pohan, “Analisis Soal Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) Bidang Studi Kimia Kelas
X Kota Tangerang Selatan”, Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan.
31

3. Suryanika Ramadani (2013). Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional


Kimia SMA Tahun 2012 dengan Standar Kompetensi Lulusan
Berdasarkan Taksonomi Revisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
soal ujian nasional menguji kemampuan siswa pada dimensi kognitif
mengingat (C1) hingga evaluasi (C5), proporsi soal pada dimensi kognitif
mengingat (C1) sebanyak 10%, memahami (C2) sebanyak 45% ,
mengaplikasikan (C3) sebanyak 35% , menganalisis (C4) sebanyak 7,5%
dan mengevaluasi (C5) sebanyak 2,5%. Sebanyak 90% soal ujian nasional
mengukur kemampuan berpikir rendah dan 10% mengukur kemampuan
berpikir tinggi. Kesesuaian soal ujian nasioanl (UN) dengan standar
kompetensi lulusan (SKL) berdasarkan kompetensi sebesar 100% dan
indikator 92,5%. Secara umum dapat dikatakan soal ujian nasional (UN)
kimia SMA tahun 2012 kurang baik dari segi proporsi dimensi kognitif
dan kesesuaian dengan standar kompetesnsi lulusan (indikator).75

F. Kerangka Berpikir
Mata pelajaran kimia sebagai bagian dari sains sangat erat kaitannya
dengan proses dan produk. Oleh karena itu, pembelajaran dan evaluasi mata
pelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia baik sebagai
proses maupun produk. Maksudnya adalah pembelajaran dan evaluasi yang
dilakukan dalam mata pelajaran kimia harus memiliki tujuan agar peserta didik
tidak hanya berilmu, akan tetapi juga memiliki keterampilan yang baik.
Oleh sebab itu disamping memiliki ujian tertulis, mata pelajaran kimia
juga memiliki ujian praktik sebagai alat evaluasi keterampilan peserta didik
dalam mata pelajaran kimia. Ujian praktik sebagai alat evaluasi tentu
membutuhkan instrumen penilaian yang baik agar hasil penilaian dapat
merepresentasikan kemampuan keterampilan peserta didik dengan baik.
Namun, instrumen penilaian dalam ujian praktik yang digunakan di
sekolah belum terbukti kualitasnya melalui sebuah penelitian, sehingga
75
Suryanika Ramadani, “Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional Kimia SMA Tahun 2012
dengan Standar Kompetensi Lulusan Berdasarkan Taksonomi Revisi”, Skripsi Sarjana pada
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan.
32

berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan sebuah analisis kualitatif untuk


melihat kualitas dari instrumen penilaian tersebut. Analisis kualitatif ini
bertujuan untuk melihat kualitas instrumen dari sisi materi, konstruksi, dan
apakah bahasa yang digunakan sudah memenuhi pedoman dan bisa dipahami
oleh siswa. Dengan diketahuinya kualitas sebuah instrumen ujian praktik yang
digunakan di sekolah, guru akan memperoleh informasi yang bermakna dalam
memantau proses ujian praktik kimia serta dapat memberikan keputusan
mengenai instrumen ujian praktik yang digunakan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat berlangsungnya penelitian yaitu disesuaikan dengan lokasi
sampel penelitian serta lokasi responden berada. Penelitian ini dilaksanakan di
Kota Tangerang Selatan pada bulan Januari 2016 yang dilakukan di seluruh SMA
Negeri kota Tangerang Selatan.

B. Metode Penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi serta mengetahui
kualitas dari instrumen Ujian Praktik di SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri)
Kota Tangerang Selatan tahun 2015 yaitu menggunakan metode penelitian
deskriptif. Sukmadinata menyatakan bahwa “penelitian deskriptif adalah suatu
metode penelitian yang menunjukkan untuk menggambarkan fenomena-fenomena
yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau.”1 Dengan
metode deskriptif maka akan diuraikan mengenai kualitas dari instrumen ujian
praktik berdasarkan pada fakta-fakta yang ada serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dan kemudian dianalisis serta disimpulkan secara umum
mengenai kualitas dari instrumen ujian praktik.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Arikunto menyatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian.”2 Adapun populasi yang terlibat dalam penelitian ini yaitu seluruh
instrumen ujian praktik kimia di SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri)
kota Tangerang Selatan tahun 2015 yang keseluruhannya berjumlah dua belas
(12) buah.

1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 54.
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), h. 173.

33
34

2. Sampel
Dalam Arikunto dinyatakan bahwa “Sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti”.3 Penentuan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
mempertimbangkan hal tertentu.4 Pertimbangan tersebut diantaranya
keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti. Adapun sampel dalam
penelitian ini yaitu instrumen ujian praktik kimia di SMAN kota Tangerang
Selatan tahun 2015 yang berjumlah sepuluh (10) buah, dikarenakan
keterbatasan penulis.
Tabel 3.1 Daftar Sekolah Sebagai Subjek Penelitian

No. Nama Sekolah Kode Dokumen


1. SMA Negeri A Tangerang Selatan A
2. SMA Negeri B Tangerang Selatan B
3. SMA Negeri C Tangerang Selatan C
4. SMA Negeri D Tangerang Selatan D
5. SMA Negeri E Tangerang Selatan E
6. SMA Negeri F Tangerang Selatan F
7. SMA Negeri G Tangerang Selatan G
8. SMA Negeri H Tangerang Selatan H
9. SMA Negeri I Tangerang Selatan I
10. SMA Negeri J Tangerang Selatan J

D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam suatu penelitian memiliki peranan yang sangat penting,
karena instrumen menentukan mutu suatu penelitian. Mengingat fokus penelitian
yang akan dilaksanakan adalah analisis kualitas instrumen ujian praktik dari segi
aspek materi, konstruksi, dan bahasa/budaya, maka instrumen penelitian yang
akan digunakan dalam penelitian ini berupa lembar penilaian instrumen ujian
praktik.
Instrumen ini berupa lembar penilaian terhadap objek penelitian yang
digunakan untuk memperoleh gambaran/informasi mengenai instrumen ujian
praktik kimia yang telah digunakan di SMA Negeri Kota Tangerang Selatan.

3
Ibid., h. 174.
4
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
h. 85.
35

Lembar observasi ini menggunakan indikator dalam kaidah penulisan tes


perbuatan yang diterbitkan oleh Depdiknas. Alternatif jawaban yang disediakan
dalam lembar ini menggunakan skala penilaian dengan rubrik penilaian terlampir.
Format tersebut disajikan dalam Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2. Format Lembar Analisis Instrumen Ujian Praktik
Skor
No. Aspek Penilaian
0 1 2 3 4
1. Materi
a.
b.
2. Konstruksi
a.
b.
3. Bahasa/budaya
a.
b.
*Keterangan: skor 0-4 disertai dengan rubrik penilaian (Lampiran 2)
E. Uji Kelayakan Instrumen
Uji kelayakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pengujian validitas konstruksi (Construct Validity). Pengujian validitas konstruksi
ini menggunakan pendapat dari ahli.5 Dalam penelitian ini pengujian validitas
konstruksi diserahkan kepada dua ahli (dosen pendidikan kimia). Para ahli
diminta pendapatnya tentang kesesuaian antara Aspek penilaian, indikator, dan
skala rubrik penilaian yang terdapat dalam lembar observasi yang telah disusun
oleh peneliti. Kemudian para ahli akan memberi keputusan: instrumen dapat
digunakan tanpa revisi, instrumen dapat digunakan dengan revisi sedikit,
instrumen dapat digunakan dengan revisi banyak, atau instrumen tidak dapat
digunakan.
F. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu:
1. Tahap Persiapan, meliputi:
a. Studi literatur untuk merumuskan masalah.

5
Ibid., h. 125.
36

b. Penyusunan proposal penelitian.


c. Pelaksanaan seminar proposal skripsi.
d. Perbaikan proposal skripsi.
e. Menyusun instrumen penelitian berupa dokumen observasi.
f. Meminta pertimbangan instrumen penelitian kepada dosen ahli
kemudian diperbaiki berdasarkan hasil pertimbangan.
2. Tahap Pelaksanaan, meliputi:
a. Pengumpulan instrumen ujian praktik kimia yang digunakan di SMA
Negeri se-kota Tangerang Selatan.
b. Menganalisis kesesuaian instrumen ujian praktik kimia dengan
pedoman penulisan butir soal Depdiknas
c. Melakukan persetujuan dengan pengamat lain untuk menentukan
reliabilitas hasil analisis untuk mencari angka kesepakatan antara
peneliti yang kemudian diolah dan akan menentukan reliabilitas data
hasil analisis.
3. Tahap Akhir, meliputi:
a. Menghitung persentase tingkat kesesuaian instrumen ujian praktik
kimia dengan pedoman penulisan butir soal Depdiknas.
b. Menghitung koefisien kesepakatan pengamatan untuk menentukan
reliabilitas hasil analisis.
c. Hasil analisis dibuat kesimpulan, kemudian dibuat deskripsi dalam
bentuk pembahasan hasil penelitian.

G. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain secara sistematis,
sehingga hasil temuan penelitian dapat dengan mudah dipahami dan
diinformasikan kepada orang lain.6 Data yang diperoleh dari pelaksanaan
penelitian merupakan data yang masih mentah. Untuk dapat membahas dan

6
Ibid., h. 244.
37

menyimpulkan hasil penelitian data tersebut harus diolah terlebih dahulu. Teknik
pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjumlahkan kategori aspek dokumen untuk setiap instrumen Ujian
Praktik yang dianalisis
2. Menghitung persentase tingkat kesesuaian instrumen Ujian Praktik
dengan aspek dalam pedoman penulisan butir soal menggunakan rumus:


Jumlah skor kriteria didapatkan dengan rumus:

3. Data hasil perhitungan tingkat kesesuaian kemudian direkapitulasi


berdasarkan Tabel kriteria interpretasi skor berikut:7
Tabel 3.3. Kriteria Interpretasi Skor:
No. Interval Skor Kategori
1. 81 - 100% Sangat baik
2. 61 - 80% Baik
3. 41 - 60% Cukup
4. 21 - 40% Kurang
5. 1 - 20% Sangat kurang

4. Menentukan reliabilitas pengamat


Reliabilitas pengamatan dalam penelitian ini diukur menggunakan
ukuran sejauh mana hubungan pengamatan peneliti dengan pengamat lain.
Lembar analisis instrumen penilaian ujian praktik yang sudah dibuat oleh

7
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 89.
38

peneliti diisi oleh pengamat dan hasil pengamatan kemudian dimasukkan


ke dalam Tabel kontingensi kesepakatan.

Tabel 3.4.
Format Tabel Kontingensi Kesepakatan

Pengamat 1
1 2 3 ∑Amatan
Pengamat 1
2 2
3
∑Amatan

5. Menentukan koefisien kesepakatan pengamat


Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan
pengetesan reliabilitas pengamatan. Data dari Tabel kontingensi
kesepakatan dihitung menggunakan persamaan:8

Keterangan:
KK = koefisien kesepakatan
S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama
N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1
N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2
6. Data hasil perhitungan reliabilitas pengamatan (koefisien kesepakatan)
kemudian direkapitulasi berdasarkan kategori sebagai berikut:9
<0,40 : Buruk
0,40-0,75 : Baik
>0,75 : Sangat baik

8
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, op. cit., h. 244.
9
Mousumi Banerjee, Beyond Kappa: A Review of Interrater Agreement Measures, The
Canadian Journal of Statistics, Vol. 27, No. 1, 1999, h. 6.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil survei terhadap 12 SMAN se-Kota Tangerang Selatan,
diperoleh informasi mengenai ketersediaan dokumen instrumen ujian praktik
kimia SMAN Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2014/2015. Berikut ini
disajikan data mengenai ketersediaan dokumen instrumen ujian praktik kimia
SMAN Se-Kota Tangerang Selatan.
Tabel 4.1 Data Ketersediaan Dokumen Instrumen Ujian Praktik Kimia SMA
Negeri se-Kota Tangerang Selatan

Ketersediaan
No. Nama Sekolah
Ada Tidak
1. SMAN A √
2. SMAN B √
3. SMAN C √
4. SMAN D √
5. SMAN E √
6. SMAN F √
7. SMAN G √
8. SMAN H √
9. SMAN I √
10. SMAN J √
11. SMAN K √
12. SMAN L √

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebanyak 10 dari 12 SMA Negeri di Kota


Tangerang Selatan atau sebesar 83,30% memiliki dokumen instrumen ujian
praktik kimia pada tahun 2015. Dokumen instrumen ujian praktik kimia untuk 2
SMA Negeri yang tersisa belum diketahui ketersediaannya karena keterbatasan
penulis.
Dokumen instrumen ujian praktik yang diperoleh selanjutnya dianalisis
berdasarkan kaidah penulisan butir soal tes perbuatan yang disusun oleh
Depdiknas. Data hasil analisis yang diperoleh berupa kesesuaian instrumen ujian
praktik kimia yang disusun oleh guru kimia di SMA Negeri Se-Kota Tangerang
Selatan dengan panduan penulisan butir soal tes perbuatan. Berikut ini disajikan

39
40

data kesesuaian instrumen ujian praktik kimia SMAN Tangerang Selatan dengan
panduan penulisan butir soal Depdiknas. Perhitungan mengenai kesesuaian
instrumen tersebut terdapat dalam lampiran 4-13.
Tabel 4.2 Data Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Kimia
Aspek Dokumen
No. Nama Sekolah Konstruksi Bahasa/budaya
Materi (%)
(%) (%)
1. SMAN A 91,67 37,50 83,30
2. SMAN B 93,75 81,25 85,00
3. SMAN C 87,50 87,50 90,00
4. SMAN D 89,58 87,50 80,00
5. SMAN E 89,58 75,00 86,67
6. SMAN F 89,58 52,08 78,33
7. SMAN G 93,75 97,97 85,00
8. SMAN H 89,58 66,67 100,00
9. SMAN I 89,58 81,25 75,00
10. SMAN J 89,58 75,00 83,33
Rata-rata (%) 90,42 74,17 84,66

Pada Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa aspek dokumen pada setiap
sekolah menunjukkan skor yang berbeda-beda, meskipun ada yang menunjukkan
skor yang sama. Berdasarkan Tabel 4.2, secara keseluruhan persentase rata-rata
untuk aspek bahasa/budaya adalah yang tertinggi dibandingkan dengan aspek
materi dan konstruksi, sedangkan aspek konstruksi mendapatkan persentase yang
paling rendah. Persentase tertinggi untuk aspek materi didapat oleh dokumen
SMAN B dan SMAN G, lalu persentase tertinggi untuk aspek konstruksi didapat
oleh dokumen SMAN G, dan persentase tertinggi untuk aspek bahasa/budaya
didapat oleh dokumen SMAN H. Sedangkan persentase terendah untuk aspek
materi didapatkan oleh dokumen SMAN C, lalu persentase terendah untuk aspek
konstruksi didapatkan oleh dokumen SMAN A, dan persentase terendah untuk
aspek bahasa/budaya didapatkan oleh dokumen SMAN I.
Rekapitulasi persentase kesesuaian antara dokumen instrumen ujian
praktik dengan kaidah penulisan butir soal tes perbuatan Depdiknas diperoleh
berdasarkan data pada Tabel 4.2 di atas. Rekapitulasi persentase ini merupakan
hasil perhitungan menggunakan rumus deskriptif persentase. Rekapitulasi
persentase kualitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
41

Tabel 4.3 Persentase Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik di Kota


Tangerang Selatan

Tingkat Kesesuaian
No. Aspek Dokumen Persentase
Kategori
Kesesuaian
1. Materi 90,42% Sangat Baik
2. Konstruksi 74,17% Baik
3. Bahasa/budaya 84,66% Sangat Baik

Selain jumlah dan persentase kualitas instrumen ujian praktik kimia


dengan panduan penulisan butir soal Depdiknas, dihitung pula koefisien
kesepakatan (KK) antara para pengamat untuk mengetahui reliabilitas hasil
analisis. Berikut adalah tabel koefisien kesepakatan (KK) dalam menganalisis
dokumen di SMAN se-Kota Tangerang Selatan.
Tabel 4.4 Koefisien Kesepakatan (KK) Antar Pengamat Dalam Menganalisis
Instrumen Ujian Praktik

Nama
No. KK Rata-rata Kategori
Sekolah
1. SMAN A 0,95 Sangat baik
2. SMAN B 1,00 Sangat baik
3. SMAN C 0,87 Sangat baik
4. SMAN D 0,95 Sangat baik
5. SMAN E 0,87 Sangat baik
6. SMAN F 0,85 Sangat baik
7. SMAN G 0,95 Sangat baik
8. SMAN H 0,90 Sangat baik
9. SMAN I 0,95 Sangat baik
10. SMAN J 0,87 Sangat baik

B. Pembahasan
Penelitian terhadap dua belas SMA Negeri di Tangerang Selatan
ditemukan bahwa sebanyak 83,30 % atau sepuluh sekolah memiliki instrumen
ujian praktik kimia. Sebanyak dua sekolah belum diketahui ketersediaan
instrumen ujian praktik kimia karena keterbatasan peneliti. Hal tersebut
menunjukkan bahwa guru-guru di SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan telah
melaksanakan amanat Permendiknas No. 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria
42

Kelulusan Peserta Didik dengan melaksanakan ujian praktik sebagai salah satu
syarat kelulusan peserta didik.1
Instrumen ujian praktik kimia SMA dianalisis dengan menggunakan
aspek-aspek penulisan tes perbuatan yang dikemukakan dalam panduan penulisan
butir soal oleh Depdiknas.2 Hal ini berdasarkan kepada Permendiknas No. 20
Tahun 2007 bahwa instrumen hasil belajar yang digunakan guru harus memenuhi
persyaratan substansi, konstruksi, serta bahasa.3 Oleh karena itu, terdapat tiga
aspek yang digunakan dalam instrumen analisis instrumen ujian praktik
berdasarkan panduan penulisan tes perbuatan. Dengan melakukan analisis
terhadap instrumen ujian praktik, maka guru secara cermat dapat mengetahui
apakah instrumen penilaian yang telah disusun telah memenuhi syarat atau tidak.
Apabila instrumen yang dibuat tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan
tersebut, maka instrumen penilaian yang bersangkutan perlu direvisi atau bahkan
diganti.
Data yang dihasilkan melalui observasi oleh tiga orang responden terhadap
dokumen penilaian ujian praktik kimia SMA di SMAN Kota Tangerang Selatan
menunjukkan bahwa aspek yang diukur (materi, konstruksi, dan bahasa)
menunjukkan hasil yang bermacam-macam. Perbedaan dalam perolehan skor
terhadap instrumen ujian praktik antar sekolah menunjukkan ada perbedaan
kemampuan guru-guru dalam membuat instrumen ujian praktik. Dapat diakui
bahwa penilaian dengan menggunakan praktik baru dikenal secara teori dan
konsep, sehingga tidak semua guru mampu menerapkannya dengan baik ke dalam
prosedur penilaian ujian praktik. Hal ini diungkapkan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Hasbi Anggana Putra bahwa sebanyak 57,10% Madrasah Aliyah
(MA) di kabupaten Karawang Jawa Barat telah mengetahui apa itu penilaian

1
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria
Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian
Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Pada SMP/MTs Atau Yang Sederajat dan
SMA/MA/SMK Atau Yang Sederajat, 2015, h. 4.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, (Jakarta : Direktorat
Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Atas, 2008), h. 17.
3
Departemen Pendidikan Nasional, Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2007, h. 3.
43

kinerja dengan kategori baik akan tetapi hanya 35,70% MA saja yang telah
memiliki dokumen penilaian kinerja.4 Hal ini diduga dapat terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor yang juga disebutkan dalam penelitian Putra, diantaranya: 1)
Guru lebih memfokuskan peserta didik pada penilaian yang bersifat kognitif, yaitu
dengan membiasakan peserta didik untuk mengerjakan soal-soal latihan ujian
sekolah; 2) Keterampilan guru dalam melakukan penilaian berbasis praktik
tergolong kurang; 3) Sarana dan prasarana praktikum terbatas, bahkan ada
sekolah yang belum memiliki laboratorium, sehingga guru kesulitan untuk
menggunakan praktik sebagai penilaian ujian; 4) Banyaknya jumlah peserta didik
yang harus diobservasi untuk dinilai dalam waktu yang bersamaan.5
Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 4.3, seluruh instrumen ujian
praktik yang dianalisis memperoleh tingkat persentase kesesuaian yang
digambarkan melalui grafik berikut ini:

Skor Dokumen Penilaian Ujian Praktik SMA Negeri


Kota Tangerang Selatan
100

80
Persentase

60

40

20

0
Materi Konstruksi Bahasa/budaya

Gambar 4.1 Kesesuaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik


Berikut ini akan dibahas lebih jelas mengenai masing-masing aspek
dokumen dengan kesesuaian instrumen ujian praktik.

4
Hasbi Anggana Putra, “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di Madrasah Aliyah
Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses Sains”, Skripsi Sarjana pada Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012, h. 51-52, tidak dipublikasikan.
5
Ibid., h. 52.
44

1. Analisis Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Pada Aspek Materi


Aspek materi adalah aspek yang berkaitan dengan substansi keilmuan
dan tingkat kemampuan yang sesuai dengan soal.6 Dari pengertian tersebut,
ada dua hal yang didasarkan pada aspek materi, yaitu substansi keilmuan dan
tingkat kemampuan. Aspek ini menekankan pada penggunaan materi yang
memiliki substansi keilmuan serta tingkat kemampuan yang sesuai dengan
peserta didik. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik
harus merepresentasikan kompetensi yang dinilai. Dalam hal ini, substansi
keilmuan dan tingkat kemampuan yang digunakan dalam dokumen penilaian
ujian praktik harus sesuai dengan tingkat SMA.
Dalam penelitian ini, aspek materi diwakili oleh 4 item, yaitu
kesesuaian soal ujian praktik terhadap indikator, kesesuaian instruksi dalam
instrumen ujian praktik terhadap jawaban yang diharapkan, kesesuaian materi
ujian praktik dengan kompetensi yang disyaratkan (urgensi, relevansi,
kontinuitas dan keterpakaian sehari-hari yang tinggi) dan kesesuaian materi
ujian praktik dengan materi kimia di tingkat SMA, baik kelas X, XI atau XII.7
Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai aspek materi, berikut
disajikan Tabel 4.5 mengenai hasil analisis instrumen ujian praktik kimia
SMA Negeri Kota Tangerang Selatan pada aspek materi.
Tabel 4.5 Hasil Observasi Instrumen Ujian Praktik Kimia pada Aspek
Materi

SMAN Rata- Kesesuaian


Indikator rata
A B C D E F G H I J % Kategori
Kesesuaian soal
dengan indikator
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 100,00 Sangat baik
Kesesuaian instruksi
dengan jawaban
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 100,00 Sangat baik
Kesesuaian materi
dengan kompetensi
3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2,4 60,00 Baik
Kesesuaian materi
dengan tingkat SMA
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 100,00 Sangat baik

Salah satu indikator dalam instrumen penilaian untuk aspek materi


adalah kesesuaian soal ujian praktik terhadap indikator, yang dikutip dari

6
Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 2.
7
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
45

kaidah penulisan butir soal oleh Depdiknas.8 Soal ujian dalam instrumen
ujian praktik ini diberikan secara eksplisit dan implisit. Dokumen SMAN B,
SMAN F, dan SMAN I menuliskan soal secara eksplisit, sedangkan tujuh
dokumen sisanya menuliskan soal secara implisit yang tersirat dalam judul
dan tujuan praktik. Soal ujian praktik yang diberikan harus menuntut peserta
ujian untuk melakukan praktik sesuai dengan tujuan yang diberikan. Seluruh
kegiatan ujian praktik ditentukan oleh seberapa baik soal ujian praktik dalam
mengarahkan peserta ujian agar mengerjakan tugas ujian praktik. Jika soal
yang diberikan tidak menuntut praktik, maka ujian tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai ujian praktik.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa seluruh soal dalam instrumen ujian
praktik yang dianalisis sudah sesuai dengan indikator yang disyaratkan. Hal
ini menunjukkan bahwa seluruh soal dalam instrumen ujian praktik kimia
sudah menuntut peserta ujian untuk melakukan praktik sebagai bagian dari
usaha menemukan jawaban soal ujian praktik.
Contoh deskriptor kategori kesesuaian soal ujian praktik terhadap
indikator dalam instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang
Selatan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kandungan amilum dengan uji lugol.
b. Merancang dan melakukan percobaan ciri-ciri reaksi kimia
c. Memperkirakan pH berbagai macam larutan dengan menggunakan
indikator
d. Menentukan sifat unsur-unsur periode ke-3
e. Melakukan titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH 0,1 M
f. Merancang dan melakukan percobaan reaksi elektrolisis
g. Menguji pH larutan dengan menggunakan kertas lakmus.
h. Mengetahui sifat garam dalam air dengan asam basa pembentuknya.

8
Ibid.
46

Contoh deskriptor di atas seluruhnya menggunakan kata kerja


operasional pada domain psikomotor.9 Kata-kata seperti mengidentifikasi,
merancang dan melakukan (pekerjaan) titrasi mengisyaratkan peserta didik
untuk melakukan action untuk dapat menyelesaikan tugas ujian praktik,
karena domain psikomotor lebih dihubungkan kepada koordinasi antara
pikiran dan otot-otot yang bekerja ketimbang kemampuan berpikir.10
Indikator selanjutnya adalah kesesuaian instruksi dalam instrumen
ujian praktik terhadap jawaban yang diharapkan.11 Instruksi yang diberikan
dalam instrumen ujian praktik harus mengarahkan peserta didik agar
mendapatkan jawaban atas soal ujian yang diberikan. Seluruh rangkaian
instruksi yang diberikan tidak boleh menyimpang dari tujuan jawaban yang
diharapkan walaupun hanya satu instruksi.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa seluruh dokumen yang dianalisis
memberikan instruksi yang sesuai dengan jawaban yang diharapkan dalam
ujian praktik. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada instruksi yang
menyimpang dalam penyelenggaraan ujian praktik kimia di SMA Negeri
Kota Tangerang Selatan.
Contoh deskriptor kategori kesesuaian instruksi dalam instrumen ujian
praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan dengan jawaban yang
diharapkan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dalam dokumen SMAN B, salah satu tujuan praktiknya adalah
menentukan pH air limbah dengan menggunakan indikator sintetis.
Oleh karena itu, instruksi yang diberikan adalah mencampurkan
beberapa tetes salah satu indikator sintetis (misalnya bromtimol biru)
ke dalam sampel air limbah. Hal tersebut diulang-ulang dengan
menggunakan beberapa indikator sintetis lain yang berbeda sampai
dapat ditentukan range pH dari masing-masing sampel air limbah.

9
Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), h.
100.
10
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Ciputat: GP Press, 2009),
h. 37.
11
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
47

b. Dalam dokumen SMAN G, salah satu tujuan praktiknya adalah


menyepuh perhiasan imitasi dengan logam tembaga. Oleh karena itu,
instruksi yang diberikan adalah melakukan percobaan elektrolisis
dengan menggunakan larutan CuSO4, karena penyepuhan adalah salah
satu aplikasi dari elektrolisis.
c. Dalam dokumen SMAN H, tujuan praktik yang diberikan adalah
menentukan ciri-ciri beberapa jenis garam yang dapat terhidrolisis
dalam air. Oleh karena itu, instruksi yang diberikan adalah menguji
beberapa larutan garam dengan kertas lakmus untuk mendapatkan
data mengenai sifat asam dan basa larutan garam.
d. Dalam dokumen SMAN I, salah satu tujuan praktik yang dituliskan
adalah menentukan konsentrasi asam atau basa dengan titrasi. Oleh
karena itu, instruksi yang diberikan adalah mentitrasi larutan HCl
(asam) dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M serta bantuan
indikator fenolftalein (pp). Setelah itu, instruksi yang diberikan adalah
menghitung volume larutan NaOH yang terpakai dalam titrasi serta
menghitung konsentrasi larutan HCl dengan menggunakan rumus
yang tepat.
Indikator ketiga yaitu kesesuaian materi ujian praktik dengan
kompetensi yang disyaratkan.12 Kompetensi yang dimaksud adalah urgensi,
kontinuitas, relevansi, dan keterpakaian sehari-hari yang tinggi (UKRK).
Penjelasan kompetensi tersebut dapat dilihat pada bagian selanjutnya. Kriteria
tersebut digunakan sebagai acuan untuk menetapkan materi penting, sehingga
ujian praktik menjadi lebih bermakna. Untuk mempermudah pembahasan,
berikut ini disajikan data hasil observasi indikator kesesuaian materi dengan
kompetensi UKRK.

12
Ibid.
48

Tabel 4.6 Hasil Observasi Instrumen Ujian Praktik Kimia pada


Indikator Kesesuaian Materi dengan UKRK

Kriteria Materi
Instrumen Ujian
Keterpakaian
Praktik Urgensi Kontinuitas Relevansi
Sehari-hari
SMAN A √ - √ √
SMAN B √ - √ √
SMAN C √ - √ √
SMAN D √ - √ -
SMAN E √ - √ -
SMAN F √ - √ -
SMAN G √ - √ √
SMAN H √ - √ -
SMAN I √ - √ -
SMAN J √ - √ -

Kriteria yang pertama adalah urgensi. Urgensi yaitu materi yang


diujikan kepada peserta didik secara teori harus dikuasai oleh peserta ujian.13
Data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa seluruh instrumen yang dianalisis
memenuhi kriteria urgensi. Hal ini berarti seluruh materi yang diberikan
secara teoritik sudah dikuasai oleh peserta didik. Hal tersebut dikarenakan
materi yang diberikan sudah dipelajari oleh peserta didik selama berada di
tingkat SMA yang dibuktikan dengan adanya Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar mata pelajaran kimia SMA dalam komponen kurikulum
KTSP.14
Kriteria berikutnya adalah kontinuitas. Kontinuitas yaitu materi yang
digunakan berupa materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau
lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya.15 Data pada Tabel 4.6
menunjukkan bahwa dari sepuluh instrumen yang dianalisis tidak ada yang
memenuhi kriteria kontinuitas. Materi yang digunakan tidak ada yang
merupakan pendalaman materi lanjutan dari yang telah dipelajari di SMA.
Kriteria ketiga adalah relevansi. Relevansi yaitu materi yang
digunakan dalam ujian praktik dapat bermanfaat untuk mempelajari mata

13
Ibid., h. 8.
14
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
SMA/MA, (Jakarta: BSNP, 2006), h. 179-184.
15
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
49

pelajaran lain.16 Hal ini berarti materi yang digunakan dapat diaplikasikan
dalam bidang lain. Data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa semua
instrumen ujian praktik yang dianalisis menggunakan materi yang memenuhi
kriteria relevansi. Hal ini dikarenakan mata pelajaran kimia adalah bidang
yang berguna bagi bidang-bidang lainnya dan digunakan dalam segala aspek
kehidupan. Beberapa contoh materi dalam instrumen ujian praktik yang
dianalisis yang memenuhi kriteria relevansi adalah sebagai berikut:
a. Materi “Uji kandungan makanan” bermanfaat bagi bidang kedokteran,
karena dapat membantu mengetahui kandungan zat dalam makanan
yang akan dikonsumsi oleh tubuh, misalnya glukosa.17
b. Materi “Penentuan harga pH dengan menggunakan indikator”
misalnya bermanfaat untuk bidang geologi, karena dapat digunakan
untuk membantu mengukur tingkat keasaman air hujan.18
c. Materi “Titrasi asam-basa” misalnya bermanfaat dalam bidang
farmasi dalam penentuan kadar zat asam/basa dalam suatu obat
sehingga dapat ditentukan perlakuan yang tepat untuk obat tersebut.19
d. Materi “Hidrolisis garam” misalnya bermanfaat bagi bidang pertanian
dalam menentukan pupuk yang akan dipakai. Tingkat keasaman tanah
yang diperlukan dalam pertanian dapat dipenuhi dengan
menggunakan pupuk yang menggunakan garam terhidrolisis,
misalnya dengan menambahkan pupuk yang mengandung garam
Amonium Nitrat.20
Kriteria keempat adalah keterpakaian sehari-hari tinggi. Maksudnya
adalah materi yang digunakan dalam ujian praktik memiliki nilai terapan

16
Ibid.
17
Brown, dkk., Organic Chemistry, (Belmont: Brooks/Cole Cengage Learning, 2009), p.
990.
18
McGraw-Hill Higher Education, Chemistry in Context: Applying Chemistry to Society –
Fourth Edition, (New York: McGraw-Hill, 2003), p. 251.
19
Satyajit D. Sarker dan Lutfun Nahar, Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi – Bahan Kimia
Organik, Alam dan Umum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 7.
20
Nivaldo J. Tro, Chemistry in Focus : A Molecular View of Our World, (Belmont: Thomson
Higher Education, 2007), p. 533.
50

yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari.21 Materi tersebut diharapkan harus


dapat diaplikasikan dengan mudah oleh peserta ujian di kehidupan sehari-
hari. Data pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa hanya ada empat dokumen
yang menggunakan materi yang memiliki nilai terapan tinggi di kehidupan
sehari-hari. Hal ini dikarenakan pemahaman guru tentang materi kimia masih
tentang hal-hal rumit di laboratorium, padahal kimia adalah mata pelajaran
yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh materi yang
memiliki nilai terapan tinggi di kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
a. Materi “Penentuan pH limbah dengan indikator sintesis” dapat
diterapkan oleh peserta didik untuk mengukur pH air sumur yang
digunakan di rumah, sehingga tingkat keasaman air sumur dapat
diketahui dengan mudah.22
b. Materi “Uji kandungan makanan” dapat diterapkan oleh peserta didik
untuk mengetahui kandungan zat makanan yang sering dikonsumsi
setiap hari. Pengetahuan akan kandungan zat makanan tersebut dapat
berguna untuk mengatur jumlah makanan yang akan dikonsumsi oleh
peserta didik.23
c. Materi “Elektrolisis larutan” dapat diterapkan oleh peserta didik
dalam bisnis penyepuhan logam, sehingga dapat membuka peluang
usaha baru bagi peserta didik.24
Indikator keempat yaitu kesesuaian materi ujian praktik dengan materi
kimia di tingkat SMA, baik kelas X, XI atau XII. Materi ujian praktik
haruslah materi yang sudah diajarkan kepada peserta didik selama berada di
tingkat SMA. Materi yang berada di tingkat SMA mengacu pada Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia SMA.25

21
Departemen Pendidikan Nasional, Penulisan Butir Soal, loc. cit.
22
Melinda Abdul dkk., “Uji Kualitas Air Sumur Gali di Wilayah Pesisir Pantai (Studi
Penelitian Sumur Gali di Desa Bulontio Barat Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara
Provinsi Gorontalo)”, Jurnal Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri
Gorontalo, 2015, h. 1.
23
Aprilia Kusbandari, “Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida Dalam Tepung dan Pati
Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.), Pharmaciana Vol. 5 No.1, 2015, h. 35.
24
McGraw-Hill Higher Education, op. cit., p. 630.
25
Badan Standar Nasional Pendidikan, loc. cit.
51

Data pada Tabel 4.5. menunjukkan bahwa semua instrumen ujian praktik
kimia mendapatkan skor empat untuk indikator tersebut. Hal ini menunjukkan
materi yang digunakan dalam ujian praktik sesuai dengan materi kimia
tingkat SMA. Beberapa materi yang diujikan dalam ujian praktik di SMA
Negeri Kota Tangerang Selatan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Uji Asam-basa
b. Titrasi Asam-basa
c. Hidrolisis Garam
d. Penyepuhan logam (Elektrolisis)
e. Uji Larutan Elektrolit
f. Uji Kandungan Makanan (Makromolekul)
g. Pembuatan Sabun
2. Analisis Kesesuaian Instrumen Ujian Praktik Pada Aspek Konstruksi
Aspek konstruksi adalah aspek yang berkaitan dengan teknik
penulisan soal agar kriteria yang akan dinilai dapat tercapai.26 Aspek ini
merupakan aspek yang penting agar soal ujian praktik berhasil mengukur
kemampuan siswa dengan tepat sesuai dengan kriteria yang akan diukur.
Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan oleh pendidik harus
memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan.
Grafik dalam Gambar 4.1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan
aspek konstruksi mendapatkan skor paling rendah dari ketiga aspek dalam
kaidah penulisan butir soal. Hal tersebut menunjukkan bahwa instrumen ujian
praktik yang disusun oleh guru mata pelajaran adalah yang paling lemah
dalam hal konstruksi soal. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Nugroho dkk bahwa kelemahan pengukuran hasil belajar di lembaga
pendidikan terletak pada bentuk dan kemampuan pendidik untuk
mengkonstruksi butir soal dengan baik.27 Butir soal pada tipe apapun dapat

26
Surapranata, loc.cit.
27
Agung Nugroho CS dkk., Asesmen “Sistemic Multiple Choice Question (SiMuC-Q)” :
Alternatif Model Instrumen Evaluasi dalam Pembelajaran Kimia, Makalah Pendamping Seminar
Kimia dan Pendidikan Kimia VI, 2014, h. 113.
52

digunakan untuk mengukur hasil belajar bila butir soal tersebut dikonstruksi
dengan baik.
Dalam penelitian ini, aspek konstruksi diwakili oleh 4 item, yaitu
penggunaan kalimat instruksi yang menuntut jawaban praktik, ketersediaan
petunjuk (persiapan, pelaksanaan dan pelaporan) yang jelas tentang cara
pengerjaan tugas ujian praktik, ketersediaan panduan penskoran, serta
penyajian tabel/gambar/grafik yang jelas dan berfungsi.28
Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai aspek konstruksi,
berikut disajikan tabel mengenai hasil observasi instrumen ujian praktik
kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan.
Tabel 4.7 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada
Aspek Konstruksi
SMAN Rata- Kesesuaian
Indikator
A B C D E F G H I J rata % Kategori
Penggunaan instruksi
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 100,00 Sangat baik
yang menuntut praktik
Ketersediaan petunjuk
2 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 75,00 Baik
yang jelas
Ketersediaan pedoman
1 1 2 3 2 3 3 0 2 3 2 50,00 Cukup
penskoran
Penyajian tabel,
0 4 4 4 4 0 4 4 4 4 3,2 80,00 Baik
gambar, grafik

Indikator yang pertama adalah penggunaan kalimat instruksi yang


menuntut jawaban praktik.29 Kalimat instruksi yang digunakan dalam
instrumen ujian praktik harus memberikan kesan kepada peserta ujian untuk
melakukan action sebagai bagian dari usaha mendapatkan jawaban soal ujian.
Dengan kata lain, kata-kata yang digunakan dalam instruksi ujian praktik
harus kental dengan tujuan instruksional aspek psikomotor.30
Data pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa seluruh instruksi yang ada
di dalam dokumen penilaian yang dianalisis sudah menggunakan kata-kata
yang menuntut praktik. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen penilaian yang
digunakan telah dapat mengarahkan peserta ujian untuk bergerak melakukan
sesuatu sesuai dengan tujuan ujian praktik.

28
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, op. cit., h. 17.
29
Ibid.,
30
Yamin, loc. cit.
53

Contoh deskriptor kategori penggunaan kalimat instruksi dalam


instrumen ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan yang
menuntut jawaban praktik diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dalam kalimat “Rancang dan lakukan percobaan pembuatan sabun
melalui proses saponifikasi!”, kata-kata “Rancang dan lakukan
percobaan” berarti mengharuskan peserta ujian agar melakukan
percobaan pembuatan sabun dengan rancangan yang dibuat oleh
peserta ujian. Kata-kata tersebut juga merupakan kata kerja
operasional pada aspek psikomotor.31
b. Dalam kalimat “Mengidentifikasi kandungan glukosa dengan uji
Benedict.”, Kata “Mengidentifikasi” berarti mengharuskan peserta
ujian untuk melakukan praktik uji kandungan glukosa dengan pereaksi
Benedict terhadap sampel tertentu agar dapat diketahui apakah sampel
tersebut mengandung glukosa atau tidak. Kata mengidentifikasi
merupakan kata kerja operasional pada aspek psikomotor.32
c. Dalam kalimat “Merancang dan melakukan percobaan untuk
mengidentifikasi asam dan basa dengan berbagai indikator alam.”,
kata-kata “Merancang dan melakukan percobaan” mengharuskan
peserta ujian untuk menguji berbagai sampel dengan menggunakan
indikator alami untuk mengetahui sifat asam atau basa dari sampel.
Kata-kata tersebut juga merupakan kata kerja operasional dalam aspek
psikomotor.33
d. Dalam kalimat “Menentukan ciri-ciri beberapa jenis garam yang dapat
terhidrolisis di dalam air.”, kata-kata “Menentukan ciri-ciri”
mengharuskan peserta ujian untuk melakukan praktik uji asam basa
dari beberapa jenis garam dengan menggunakan indikator kertas
lakmus. Ini karena garam yang dapat terhidrolisis dalam air dapat
bersifat asam atau basa.

31
Ibid., h. 57.
32
Yaumi, loc. cit.
33
Yamin, loc. cit.
54

Indikator yang kedua adalah ketersediaan petunjuk (persiapan,


pelaksanaan, dan pelaporan) yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian
praktik.34 Instruksi tentang tiga hal tersebut harus ada dan jelas terbaca agar
memudahkan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam
ujian praktik. Selain itu, petunjuk yang jelas juga dapat membantu penguji
agar ujian praktik berjalan dengan efisien dan efektif. Untuk mempermudah
pembahasan, berikut disajikan data hasil observasi ketersediaan petunjuk
yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian praktik
Tabel 4.8 Hasil Observasi pada Indikator Ketersediaan Petunjuk yang
Jelas Tentang Cara Pengerjaan Tugas Ujian Praktik

Kriteria Petunjuk Pengerjaan Tugas


Instrumen
Ujian Praktik
Ujian Praktik
Persiapan Pelaksanaan Pelaporan
SMAN A √ - -
SMAN B √ √ √
SMAN C √ √ √
SMAN D √ √ -
SMAN E √ √ -
SMAN F √ - -
SMAN G √ √ -
SMAN H √ √ -
SMAN I √ √ -
SMAN J √ √ -

Data pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hanya ada dua instrumen
yang menyertakan petunjuk yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian
praktik, yaitu instrumen SMAN B dan SMAN C. Kedua instrumen tersebut
memiliki petunjuk persiapan yang jelas tentang cara pengerjaan tugas ujian
praktik, mulai dari persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. Hal ini
menunjukkan bahwa ada delapan dokumen yang belum baik dalam
mengarahkan peserta ujian dalam mengerjakan tugas ujian praktik. Delapan
dokumen ini dikhawatirkan menimbulkan kebingungan peserta ujian dalam
mengerjakan tugas ujian praktik yang benar. Selain itu petunjuk yang tidak
jelas juga dapat menimbulkan salah-paham antara guru dengan peserta ujian
sehingga hasil penilaian menjadi tidak valid dan reliabel.

34
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
55

Gambar 4.2 Petunjuk Pelaporan di Dokumen SMAN B


Petunjuk yang jelas dalam dokumen penilaian ujian praktik berisi tata
cara persiapan, pelaksanaan dan pelaporan tugas ujian yang jelas. Data pada
Tabel 4.8 menunjukkan ada sepuluh dari sepuluh dokumen yang memiliki
petunjuk persiapan ujian praktik yang jelas. Dibandingkan dengan sembilan
dokumen lainnya, dokumen SMAN E memiliki petunjuk persiapan yang
berbeda. Alat dan bahan yang digunakan dalam ujian praktik ditentukan
sendiri oleh peserta ujian dan tidak diberikan secara eksplisit. Artinya,
petunjuk dalam instrumen ujian praktik tersebut menginstruksikan agar
peserta didik secara mandiri menuliskan alat dan bahan yang digunakan
dalam ujian praktik.

Gambar 4.3 Petunjuk Persiapan di Dokumen SMAN E


Selain itu, tata cara pelaksanaan ujian praktik yang baik juga menjadi
salah satu pertimbangan dalam kejelasan petunjuk pengerjaan tugas ujian
praktik. Data pada Tabel 4.8 menunjukkan dari sepuluh sampel hanya
56

didapatkan delapan dokumen yang memiliki petunjuk pelaksanaan ujian


praktik yang jelas. Dokumen yang tidak memiliki petunjuk pelaksanaan ujian
praktik yang jelas adalah dokumen SMAN A dan SMAN F. Dokumen SMAN
A sebenarnya memiliki petunjuk pelaksanaan ujian praktik, akan tetapi masih
terdapat bagian yang kurang jelas. Langkah kerja yang diberikan masih
kurang baik. Contohnya adalah kalimat “Membuat larutan bahan makanan
yang akan diuji”. Langkah tersebut tidak spesifik, karena tidak menyebutkan
kuantitas dan teknis pembuatan larutan. Contoh kalimat yang lain adalah
“Tabung reaksi diguncangkan agar larutan homogen, warna sebelum dan
sesudah ditetesi larutan lugol diamati”. Langkah tersebut kurang jelas, karena
campuran hanya dapat dikatakan sebagai larutan jika sudah homogen,
sedangkan proses mengguncangkan tabung reaksi adalah sebuah usaha agar
campuran menjadi homogen, artinya campuran tersebut belum dapat
dikatakan sebagai larutan. Frasa selanjutnya adalah “Warna sebelum dan
sesudah ditetesi larutan lugol diamati” mengandung kerancuan langkah.
Perintah mengamati warna larutan bahan makanan sebelum ditetesi lugol
diberikan setelah langkah meneteskan larutan lugol ke dalam tabung reaksi.
Hal tersebut menimbulkan kerancuan karena siswa memiliki kemungkinan
belum sempat mengamati warna larutan bahan makanan sebelum ditetesi
larutan lugol. Seharusnya langkah mengamati warna larutan bahan makanan
diberikan sebelum langkah menetesi larutan bahan makanan dengan larutan
lugol.

Gambar 4.4 Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN A


57

Instrumen SMAN F tidak memiliki petunjuk pelaksanaan ujian praktik


yang jelas. Petunjuk pelaksanaan yang diberikan hanya memiliki sedikit
informasi, sehingga dikhawatirkan hasil penilaian menjadi tidak valid karena
pelaksanaan untuk tiap siswa bisa berbeda-beda. Ini disebabkan oleh
petunjuk pelaksanaan yang tidak spesifik. Contohnya adalah pada petunjuk
praktik kedua yang berbunyi “Lakukan titrasi 20 ml larutan HCl yang
ditambahkan 3-5 tetes indicator pp (fenolftalein) dengan larutan NaOH 0,1
M”. Petunjuk yang diberikan hanya mengisyaratkan agar peserta ujian
melakukan titrasi saja, akan tetapi dalam indikator yang ditulis terdapat
kalimat “Siswa dapat melakukan percobaan titrasi asam basa untuk
menghitung konsentrasi larutan dari hasil percobaan” yang mengisyaratkan
agar peserta ujian menghitung konsentrasi larutan dari hasil percobaan. Di
dalam kolom penilaian juga terdapat poin untuk bagian perhitungan.
Seharusnya di dalam petunjuk juga dicantumkan untuk menghitung
konsentrasi larutan hasil percobaan, tidak hanya melakukan proses titrasi saja.

Gambar 4.5 Petunjuk Pelaksanaan Ujian di Instrumen SMAN F


Kejelasan petunjuk cara pengerjaan tugas ujian praktik juga dilihat
dari ketersediaan petunjuk cara pelaporan hasil ujian praktik. Hal ini
diperlukan karena kegiatan ujian praktik juga termasuk ke dalam kerja ilmiah,
sehingga diperlukan laporan praktikum agar hasil praktik tidak sia-sia. Dari
sepuluh dokumen yang diteliti, hanya ada dua instrumen yang memberikan
58

petunjuk cara membuat laporan praktikum yaitu instrumen SMAN B dan


SMAN C.
Pembuatan laporan praktikum di dalam instrumen SMAN A
sebenarnya masuk ke dalam aspek yang dinilai, akan tetapi tidak ditemukan
petunjuk pembuatan laporan praktikum. Sedangkan dalam instrumen SMAN
G, sebenarnya perintah untuk pelaporan telah diberikan, akan tetapi tidak ada
petunjuk yang jelas tentang cara pembuatan laporan praktikum. Untuk
dokumen dari sekolah lain tidak ada yang memberikan petunjuk tentang cara
pelaporan ujian praktik.

Gambar 4.6 Petunjuk Pelaporan Ujian Praktik di Instrumen SMAN G


Indikator selanjutnya adalah ketersediaan panduan penskoran.
Panduan penskoran merupakan hal pokok dalam penyusunan sebuah
instrumen penilaian dan dapat digunakan sebagai pedoman bagi guru dan
peserta didik agar skor yang didapatkan peserta didik lebih objektif.35
Instrumen penilaian yang tidak memiliki pedoman penskoran dikhawatirkan
tidak dapat mengukur kemampuan peserta didik dengan tepat karena skor
yang didapat tidak spesifik dan terkesan subjektif.
Berdasarkan data pada Tabel 4.7, tidak ada instrumen yang
mendapatkan skor sempurna untuk pedoman penskoran. Artinya, guru masih
menemui kendala dalam pembuatan pedoman penskoran yang baik.
Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak dijumpai penggunaan rubrik atau
35
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013), Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013), h. 95.
59

daftar cek yang spesifik di dalam seluruh instrumen penilaian yang dianalisis.
Padahal, pedoman penskoran memegang peranan yang penting dalam
penerjemahan kompetensi yang dikuasai siswa menjadi satuan bentuk angka.
Data pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hanya ada 1 dokumen
penilaian ujian praktik kimia yang tidak memiliki pedoman penskoran, yaitu
instrumen SMAN H. Instrumen SMAN H sebenarnya memiliki lembar
pedoman penilaian, akan tetapi pedoman penilaian yang dicantumkan tidak
menunjukkan cara penskoran untuk ujian praktik. Dalam pedoman tersebut
hanya dituliskan pedoman penilaian untuk aspek kognitif dan afektif yang
jenis instrumennya adalah tes tertulis, bukan praktik. Oleh karena itu,
pedoman yang dituliskan tidak relevan dengan pedoman penskoran ujian
praktik.

Gambar 4.7 Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN H


Instrumen SMAN A dan SMAN B mendapatkan skor satu (1) untuk
ketersediaan pedoman penskoran. Masing-masing instrumen hanya
memberikan pedoman penskoran tanpa ada skala penilaian. Pedoman
penskoran yang diberikan tidak memberikan skala penilaian yang spesifik.
Hal ini menimbulkan kesulitan bagi penguji untuk menentukan skor bagi para
peserta didik karena pedoman penskoran tersebut tidak menyediakan acuan
penilaian yang pasti. Akibatnya, hasil ujian praktik tidak dapat
merepresentasikan kemampuan peserta didik dengan baik.
60

Gambar 4.8 Pedoman Penskoran Ujian Praktik di Instrumen SMAN A


Kemudian, instrumen SMAN C, SMAN E, SMAN I, dan SMAN J
mendapatkan skor dua (2) untuk ketersediaan pedoman penskoran. Di dalam
kedua dokumen tersebut terdapat pedoman penskoran beserta skala
penilaiannya. Akan tetapi skala penilaian yang diberikan masih tidak jelas.
Dalam instrumen SMAN C hanya disebutkan skor maksimal untuk pre-tes,
praktikum, dan laporan. Sedangkan instrumen SMAN E sebenarnya
memberikan skala penilaian yang lebih spesifik, yaitu untuk persiapan, urutan
langkah percobaan, ketertiban, hasil percobaan, penilaian LKS, dan kegiatan
akhir. Akan tetapi skala yang diberikan terlalu besar. Nilai maksimum yang
diberikan adalah 25. Dengan range sebesar itu, skor yang diberikan akan bias
dan tidak spesifik. Instrumen SMAN I juga memberikan skala penilaian yang
lebih spesifik, yaitu persiapan, proses pelaksanaan praktik, kebersihan,
kerapihan, dan perhitungan kimia. Akan tetapi, range yang diberikan kurang
spesifik, sehingga dikhawatirkan penguji akan memberikan skor secara
subjektif. Sedangkan instrumen SMAN J hanya memberikan pedoman
penskoran dengan tiga kriteria yaitu persiapan, proses, dan akhir. Range skor
yang diberikan juga terlalu besar tanpa ada deskripsi kriteria yang spesifik
sehingga skor yang didapat akan bias.
61

Gambar 4.9 Pedoman Penskoran Ujian Praktik Instrumen SMAN C


Instrumen SMAN D, SMAN F, SMAN G, dan SMAN J masing-
masing hanya mendapatkan skor tiga (3). Kelima instrumen ini sudah
menyertakan pedoman penskoran dengan skala penilaian yang cukup spesifik,
akan tetapi masih ada beberapa bagian yang kurang jelas. Beberapa contoh
bagian pedoman penskoran dalam kelima dokumen tersebut antara lain
sebagai berikut:
a. Dalam dokumen SMAN D, ada kriteria “Ketepatan menjelaskan
tujuan” dengan skor maksimal 5. Kriteria tersebut masih bersifat
subjektif dan juga tidak dapat menjelaskan dengan baik hubungan
tingkat kejelasan tujuan dengan skor yang didapat.
b. Dalam dokumen SMAN F, ada kriteria “Penggunaan buret” dengan
skor 3. Kriteria ini juga tidak menjelaskan penggunaan buret yang
seperti apa yang akan mendapatkan skor 3.
c. Dalam dokumen SMAN G, ada kriteria “Ketelitian” dengan skor 6.
Kriteria ini bersifat subjektif karena penguji tidak diberikan kejelasan
mengenai tingkat ketelitian yang akan mendapatkan skor 6.
Indikator keempat adalah penyajian tabel/gambar/grafik yang jelas
dan berfungsi.36 Di dalam dokumen penilaian ujian praktik tentunya terdapat
beberapa hal yang membutuhkan tabel atau gambar, atau grafik untuk
memperjelas tugas ujian praktik. Tabel atau gambar yang diberikan harus

36
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc.cit.
62

jelas dan berfungsi. Yang dimaksud dengan jelas adalah tampilan gambar,
tabel atau grafik yang diberikan harus dapat dibaca dengan baik dan mudah
dipahami oleh peserta ujian. Sedangkan yang dimaksud dengan berfungsi
adalah tabel, gambar atau grafik diberikan sebagai penunjang kegiatan ujian
praktik. Jika soal ujian praktik mampu dijawab tanpa menggunakan tabel,
gambar atau grafik yang diberikan, maka dapat dikatakan bahwa tabel,
gambar atau grafik yang diberikan tidak berfungsi.37
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa ada delapan instrumen yang memiliki
tabel, gambar, atau grafik yang jelas dan berfungi dan ada dua dokumen yang
tidak mencantumkan tabel, gambar atau grafik. instrumen SMAN A dan
SMAN F tidak mencamtumkan tabel, gambar atau grafik. Dalam instrumen
SMAN A, instruksi yang diberikan hanya berupa kalimat-kalimat. Tidak ada
ilustrasi tentang percobaan ataupun tabel yang berguna sebagai pedoman
lembar pengamatan. Padahal judul praktik yang diberikan cukup banyak dan
tentu membutuhkan tabel pengamatan agar hasil percobaan dapat
disimpulkan dengan baik. Sedangkan dalam dokumen SMAN F hanya
memberikan soal saja tanpa ada petunjuk lebih lanjut mengenai percobaan.
Tidak ada gambar ataupun tabel atau grafik yang seharusnya dapat membantu
peserta ujian mengerjakan tugas membuat larutan dan melakukan titrasi
asam-basa.
Hanya ada dua dokumen yang mencamtumkan gambar ilustrasi
praktik, yaitu dokumen SMAN E dan SMAN G. Dokumen SMAN E
mencamtumkan gambar pada tiga judul praktiknya, yaitu penentuan sifat
unsur-unsur periode ke-3, penentuan sifat larutan dengan kertas lakmus dan
penentuan sifat garam yang mengalami hidrolisis. Sedangkan dokumen
SMAN G juga mencantumkan gambar pada tiga judul praktiknya, yaitu uji
elektrolisis, uji asam basa, dan uji elektrolit. Sedangkan dokumen SMAN B,
SMAN C, SMAN D, SMAN H, SMAN I, dan SMAN J hanya mencantumkan
tabel saja di dalam judul praktiknya. Tabel yang dicantumkan digunakan
sebagai pedoman penulisan lembar pengamatan hasil praktik.

37
Ibid., h. 16.
63

Gambar 4.10 Salah Satu Gambar yang Tertera Dalam Dokumen G

3. Analisis Kesesuaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik Pada Aspek


Bahasa/Budaya
Aspek bahasa/budaya adalah aspek yang berkaitan dengan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).38 Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan
oleh pendidik harus menggunakan bahasa yang baik dan benar serta
komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
Data pada Tabel 4.2. menunjukkan bahwa aspek bahasa/budaya
mendapatkan skor yang tinggi pada setiap dokumen, dengan dokumen SMAN
H mendapatkan skor maksimum. Skor terendah didapatkan oleh dokumen
SMAN I, yaitu 45 poin atau sebesar 75,00%. Hal ini menunjukkan bahwa
secara umum dokumen penilaian ujian praktik kimia di SMAN Kota
Tangerang Selatan telah memenuhi aspek bahasa/budaya dengan kategori
baik. Hanya saja, ada beberapa hal yang menjadi perhatian khusus dalam
aspek bahasa/budaya ini.
Dalam penelitian ini aspek bahasa diwakili oleh 5 item, yaitu
penggunaan rumusan kalimat yang komunikatif, penggunaan bahasa
Indonesia yang baku, penggunaan kata/ungkapan yang tidak menimbulkan

38
Surapranata, loc. cit.
64

penafsiran ganda atau salah pengertian, penggunaan kalimat yang tidak


menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu serta penggunaan
kata/ungkapan yang tidak menyinggung perasaan peserta didik.39
Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai aspek
bahasa/budaya, berikut disajikan tabel mengenai hasil analisis dokumen
penilaian ujian praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan.
Tabel 4.9 Hasil Observasi Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia pada
Aspek Bahasa/budaya
SMAN Rata- Kesesuaian
Indikator
A B C D E F G H I J rata % Kategori
Penggunaan kalimat
komunikatif
4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3,7 92,50 Sangat baik
Penggunaan bahasa
Indonesia yang baku
1 1 2 1 4 1 1 4 1 1 1,7 42,50 Cukup
Menghindari kalimat
bermakna ganda
4 4 4 4 1 4 4 4 3 4 3,6 90,00 Sangat baik
Menghindari bahasa 100,0
setempat/tabu
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 0
Sangat baik
Menghindari
kata/ungkapan yang 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
100,0
Sangat baik
0
menyinggung

Indikator pertama dalam instrumen penelitian untuk aspek


bahasa/budaya adalah penggunaan rumusan kalimat yang komunikatif.40
Kalimat yang komunikatif tentunya mudah dipahami oleh peserta ujian
sehingga gagasan yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh
peserta ujian. Kalimat tersebut harus berupa kalimat efektif, yaitu kalimat
yang memenuhi kriteria jelas, singkat, lengkap, mudah diterima, dan dapat
menyampaikan semua informasi secara tepat.41
Data pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa hanya ada tiga dokumen
yang masih memiliki rumusan kalimat yang tidak komunikatif, yaitu
dokumen SMAN C, SMAN D, dan SMAN F. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar dokumen penilaian ujian praktik yang digunakan di SMA
Negeri Kota Tangerang Selatan telah menggunakan rumusan kalimat yang
baik dan mudah dipahami oleh peserta ujian.

39
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, op. cit., h. 17.
40
Ibid.
41
Asul Wiyanto, Kitab Bahasa Indonesia untuk SD, SMP, SMA, Mahasiswa, Umum,
(Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2012), h. 54.
65

Beberapa contoh rumusan kalimat di dalam dokumen penilaian ujian


praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan yang sulit dipahami
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dalam dokumen SMAN C, terdapat kalimat “Masukkan 1 gram
logam Zn ke dalam balon karet, rekatkan dengan mulut labu
Erlenmeyer no. 1”. Dalam kalimat tersebut kata “Rekatkan” tidak
memiliki subjek yang jelas, apakah yang direkatkan itu logam Zn atau
balon karet. Lalu kata-kata “Labu Erlenmeyer no. 1” tidak jelas
maksudnya adalah labu erlenmeyer ukuran no. 1 atau labu erlenmeyer
yang telah disebutkan di nomor 1 di awal langkah kerja.

Gambar 4.11 Potongan Kalimat yang Sulit Dipahami Dalam


Dokumen SMAN C
66

b. Potongan dokumen berikut ini terdapat dalam dokumen SMAN D,


yaitu:

Gambar 4.12 Potongan Dokumen SMAN D


Dalam potongan dokumen tersebut, terdapat kalimat yang tidak efektif
karena terdapat pengulangan kata “Erlenmeyer”. Seharusnya instruksi
yang diberikan adalah “Tambahkan sebanyak 3-4 tetes dengan
menggunakan pipet tetes pada:”
c. Di dalam dokumen SMAN F, pada kolom “menyediakan alat dan
bahan” ditemukan kata-kata “garam dapur, NaCl”. NaCl dan garam
dapur adalah dua zat yang berbeda, walaupun kandungan utama
garam dapur adalah NaCl.42 Soal ujian praktik yang diberikan adalah
“buatlah 100 ml Larutan NaCl 1 M”. Oleh karena itu, kata tersebut
tidak hemat karena cukup NaCl saja yang disebutkan.
Indikator yang kedua adalah penggunaan bahasa Indonesia yang
43
baku. Bahasa Indonesia yang baku adalah yang sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik.
Penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku dapat menyebabkan instrumen
penilaian menjadi tidak baik. Penggunaan ejaan yang tidak baku akan

42
Robert L. Wolke, Einstein aja gak tau!, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 72.
43
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
67

berpengaruh terhadap penurunan kualitas kalimat dan dapat mengakibatkan


kesalahan kalimat.44
Hasil penelitian pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa indikator
penggunaan bahasa Indonesia yang baku mendapatkan skor rata-rata yang
paling rendah. Hanya dokumen dari SMAN E dan SMAN H yang seluruhnya
menggunakan kalimat baku. Berarti ada delapan dokumen lainnya yang
masih menggunakan kalimat yang tidak baku. Hal ini perlu menjadi perhatian
yang serius karena sebanyak 80,00% dokumen di SMA Negeri Tangerang
Selatan masih menggunakan kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa
Indonesia. Di dalam dokumen penilaian yang dianalisis, banyak ditemukan
penggunaan kata-kata yang tidak baku.
Dokumen SMAN C memiliki 2 kalimat yang mengandung kata tidak
baku, yaitu kata “Penerapanya” dan kata “Siang”. Seharusnya ditulis
“Penerapannya” dan “Silang”. Sedangkan dokumen dari tujuh sekolah
lainnya mengandung banyak sekali kata-kata yang tidak baku.
Beberapa contoh kata yang tidak baku yang ditemukan dalam
dokumen penilaian ujian praktik ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a. “hamper” yang seharusnya ditulis “hampir”.45
b. “ditergen” yang seharusnya ditulis “detergen”.46
c. “indicator” yang seharusnya ditulis “indikator”.47
d. “alcohol” yang seharusnya ditulis “alkohol”.48
e. “kebersian” yang seharusnya ditulis “kebersihan”.49
f. “litmus paper” yang seharusnya dicetak miring atau ditulis “kertas
lakmus”.50
g. “mendeskrip-sikan” yang seharusnya ditulis “mendeskripsikan”.51

44
Widjono Hs, Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h. 168.
45
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), h. 507.
46
Ibid., h. 348.
47
Ibid., h. 551.
48
Ibid., h. 43.
49
Ibid., h. 188.
50
Ibid., h. 797.
68

Gambar 4.13 Terdapat Kata-Kata yang Tidak Baku Dalam


Dokumen SMAN D

Indikator selanjutnya adalah penggunaan kata/ungkapan yang tidak


menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.52 Kalimat yang
digunakan dalam dokumen penilaian ujian praktik tidak boleh rancu dan tidak
boleh bermakna ganda. Hal ini sangat penting karena kalimat yang bermakna
ganda atau rancu akan mengakibatkan kesalahan penyampaian gagasan.
Gagasan penting yang seharusnya disampaikan oleh guru tidak sampai secara
tepat kepada peserta ujian. Makna yang diterima oleh peserta ujian dapat
menjadi berbeda dari maksud yang sebenarnya.53
Data pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa masih terdapat kalimat yang
rancu dalam dokumen penilaian yang dianalisis, yaitu pada dokumen SMAN
E dan SMAN I. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dokumen
penilaian ujian praktik kimia di Kota Tangerang Selatan sudah

51
Ibid., h. 347.
52
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
53
Wiyanto, Op. cit., h. 55.
69

meminimalisasi penggunaan kalimat rancu dan bermakna ganda agar tidak


terjadi kesalahpahaman antara penguji dengan peserta ujian.
Beberapa contoh penggunaan kalimat yang bermakna ganda atau salah
pengertian yang ditemukan dalam dokumen penilaian ujian praktik yang
dianalisis adalah sebagai berikut:
a. Dalam dokumen SMAN C, terdapat kalimat “Reaksi Mg dengan
oksigen, dan reaksi hasil pembakaran dengan air”. Kalimat tersebut
mengandung dua arti yaitu reaksi yang terjadi jika hasil pembakaran
logam Mg dicampur dengan air atau reaksi yang terjadi jika logam
Mg dibakar menggunakan air. Ini disebabkan subjek kalimat tidak
disebutkan dengan jelas sehingga menimbulkan kerancuan kalimat.
Kalimat “Apakah sifat larutan yang dihasilkan dari hasil pembakaran
Mg + air?” juga mengandung dua arti yang tidak jauh berbeda dengan
kalimat pertama di atas, yaitu hasil pembakaran logam Mg lalu
dicampur air atau hasil pembakaran Mg dengan menggunakan air.

Gambar 4.14 Potongan Dokumen SMAN E


b. Dalam dokumen SMAN I, tertulis kalimat “HCl dititrasi dengan
NaOH 0,1 M. tentukan jumlah volume yang diperlukan dan hitunglah
70

konsentrasi HCl.”. Dalam kalimat tersebut tidak disebutkan larutan


apa yang harus ditentukan jumlah volumenya, sehingga berpotensi
menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang larutan mana yang
harus ditentukan jumlahnya.
Indikator keempat adalah penggunaan kalimat yang tidak
menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.54 Bahasa yang digunakan
dalam dokumen penilaian tidak boleh menggunakan bahasa daerah setempat,
apalagi kata/ungkapan yang bersifat tabu di daerah Tangerang Selatan. Kota
Tangerang Selatan adalah kota yang bersebelahan dengan Ibukota DKI
Jakarta, kota Depok, kota Bogor dan Kabupaten Tangerang merupakan kota
majemuk yang terdiri dari beberapa suku, yaitu sunda, betawi, jawa,
tionghoa, minang dll.55 Hal ini menyebabkan daerah Tangerang Selatan
secara umum banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
sering digunakan sehari-hari di samping masing-masing suku tersebut
menggunakan bahasa daerah masing-masing di kalangan mereka. Oleh karena
itu, bahasa yang digunakan dalam dokumen penilaian ujian praktik tidak
boleh menggunakan satupun bahasa daerah suku yang ada di kota Tangerang
Selatan.
Data pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa di dalam dokumen penilaian
ujian praktik kimia tidak ditemukan kalimat yang menggunakan bahasa yang
berlaku setempat atau tabu di daerah Tangerang Selatan. Hal ini menunjukkan
bahwa guru-guru di SMA Negeri Kota Tangerang Selatan telah membuat
dokumen penilaian yang bebas SARA dan bersifat nasional tanpa
membedakan daerah. Sebenarnya, konsep ujian praktik yang digunakan
diperbolehkan memakai nuansa kearifan lokal Kota Tangerang Selatan, akan
tetapi bahasa penyampaian yang digunakan dalam dokumen penilaian ujian
praktik tetap diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik tanpa
menggunakan bahasa tabu atau bahasa setempat.

54
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
55
Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Profil Kota Tangerang Selatan, (Tangerang Selatan:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan, 2012), h. 6.
71

Indikator kelima adalah penggunaan kata/ungkapan yang tidak


menyinggung perasaan peserta didik.56 Dokumen penilaian ujian praktik yang
digunakan oleh guru tidak boleh menyebabkan peserta didik merasa
tersinggung, sehingga pemilihan kata atau kalimat yang digunakan harus
bebas dari kata-kata yang menyinggung. Contoh kalimat yang menyinggung
adalah jika kalimat tersebut mengandung kata-kata kasar, kata-kata yang
sifatnya menghina peserta didik serta kata-kata yang sifatnya meremehkan
kemampuan peserta didik. Kalimat-kalimat tersebut jika digunakan tentunya
akan menyebabkan peserta didik sakit hati, sehingga tentunya akan
mempengaruhi kegiatan ujian praktik.
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa seluruh dokumen penilaian ujian
praktik yang dianalisis tidak mencantumkan kalimat yang sifatnya
menyinggung peserta didik. Seluruh dokumen penilaian ujian praktik
menggunakan bahasa yang sopan dan santun.
Hasil analisis seluruh dokumen instrumen ujian praktik kimia kelas XII di
SMA Negeri se-Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa sebenarnya
instrumen ujian praktik yang digunakan oleh guru sudah termasuk ke dalam
kategori yang baik secara keseluruhan. Akan tetapi, terdapat beberapa indikator
yang memiliki persentase sangat rendah dan hal tersebut perlu mendapatkan
perhatian khusus agar instrumen ujian praktik yang digunakan untuk
pembelajaran selanjutnya memiliki kualitas yang lebih baik.

56
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Penulisan Butir Soal, loc. cit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari instrumen penilaian


Ujian Praktik Kimia di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) kota Tangerang
Selatan pada tahun ajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kualitas instrumen penilaian ujian
praktik kimia SMA Negeri Kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2014/2015
dilihat dari aspek materi adalah sebesar 90,42% dengan kategori sangat baik, lalu
pada aspek konstruksi adalah sebesar 74,17% dengan kategori baik, sedangkan
pada aspek bahasa/budaya adalah sebesar 84,66% dengan kategori sangat baik.
Dalam aspek materi, indikator yang memiliki persentase terendah adalah
indikator kesesuaian materi dengan kompetensi yang disyaratkan yaitu sebesar
60,00% dengan kategori baik. Pada aspek konstruksi, indikator yang memiliki
persentase terendah adalah indikator ketersediaan pedoman penskoran yang baik
yaitu sebesar 50,00% dengan kategori cukup. Sedangkan dalam aspek
bahasa/budaya, indikator yang memiliki persentase terendah adalah indikator
penggunaan bahasa Indonesia yang baku yaitu 42,50% dengan kategori cukup.

B. Saran
Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian, penulis mengajukan
beberapa saran untuk perbaikan di masa mendatang, sebagai berikut:
1. Sebaiknya guru dalam membuat instrumen ujian praktik agar disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku, agar kegiatan ujian praktik sebagai
evaluasi dalam pendidikan dapat memberikan hasil sesuai dengan
kemampuan siswa.
2. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari instrumen ujian praktik,
sebaiknya instrumen tersebut diujicoba dahulu.
3. Sangat diperlukan bagi seorang guru agar membuat bank soal ujian praktik
sendiri sesuai dengan kemampuan siswa dan sekolah.

72
73

4. Diharapkan guru melakukan evaluasi terhadap hasil ujian praktik siswa


berdasarkan instrumen yang telah dibuat untuk menentukan strategi
pembelajaran yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Melinda dkk.. “Uji Kualitas Air Sumur Gali di Wilayah Pesisir Pantai
(Studi Penelitian Sumur Gali di Desa Bulontio Barat Kecamatan Sumalata
Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo)”. Jurnal Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. 2015.
Airasian, Peter W. and Michael K. Russell. Classroom Assessment: Consepts and
Application. New York: McGraw-Hill. 2008.
Anderson, Lorin W.. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Terj. Agung Prihantoro.
Yogayakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2011.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
-----. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
SMA/MA. Jakarta: BSNP. 2006.
Banerjee, Mousumi. Beyond Kappa: A Review of Interrater Agreement Measures.
The Canadian Journal of Statistics. Vol. 27. No. 1. 1999.
Basuki, Ismet dan Hariyanto. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2015.
Brown, dkk., Organic Chemistry. Belmont: Brooks/Cole Cengage Learning. 2009.
Departemen Pendidikan Nasional. Panduan Penulisan Butir Soal. Jakarta:
Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 2008.
-----. “Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan”. 2007.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI. 2006.
Haryati, Mimin. Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan.
Ciputat: Referensi. 2013.
Hopkins, Kenneth D. Educational and Psychological Measurement and
Evaluation. USA: Allyn & Bacon. 1998.

74
75

Hs, Widjono. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di


Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo. 2007.
Husamah dan Yanur Setyaningrum. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian
Kompetensi, Panduan dalam Merancang Pembelajaran untuk Mendukung
Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. 2013.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. “Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2015 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian
Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan
Kesetaraan Pada SMP/MTs Atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK Atau
Yang Sederajat”. 2015
------. “Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan”. 2013.
Kunandar. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Press. 2007.
Kunandar. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013), Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan
Contoh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2013.
Kusbandari, Aprilia. “Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida Dalam Tepung dan
Pati Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.). Pharmaciana Vol. 5 No.1. 2015.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
2009.
McGraw-Hill Higher Education. Chemistry in Context: Applying Chemistry to
Society – Fourth Edition. New York: McGraw-Hill. 2003.
Miller, M. David, et al. Measurement and Assessment in Teaching. New Jersey:
Pearson Education. 2009.
Muslich, Masnur. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan
Kompetensi. Bandung: PT Refika Aditama, 2011.
-----. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi
Aksara. 2009.
Nugroho, Agung dkk. Asesmen “Sistemic Multiple Choice Question (SiMuC-Q)”
: Alternatif Model Instrumen Evaluasi dalam Pembelajaran Kimia, Makalah
Pendamping Seminar Kimia dan Pendidikan Kimia VI. 2014.
Ormrod, Jeanne Ellis. Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta: Erlangga. 2009.
76

Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Profil Kota Tangerang Selatan. Tangerang


Selatan: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan.
2012.
Pohan, Hizraini. “Analisis Soal Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) Bidang Studi
Kimia Kelas X Kota Tangerang Selatan”. Skripsi Sarjana pada Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2013. tidak dipublikasikan.
Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. 2010.
Putra, Hasbi Anggana. “Analisis Penilaian Kinerja Pada Konsep Gerak di
Madrasah Aliyah Kabupaten Karawang Berdasarkan Keterampilan Proses
Sains”. Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta. 2012. tidak dipublikasikan.
Ramadani, Suryanika. “Analisis Kesesuaian Soal Ujian Nasional Kimia SMA
Tahun 2012 dengan Standar Kompetensi Lulusan Berdasarkan Taksonomi
Revisi”. Skripsi Sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta. 2013. tidak dipublikasikan.
Rasyid, Harun dan Mansur. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana
Prima. 2009.
Riduwan. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alfabeta. 2013.
Sarker, Satyajit D. dan Lutfun Nahar. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi – Bahan
Kimia Organik, Alam dan Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.
Sofyan, Ahmad, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta:
UIN Jakarta Press. 2006.
Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2006.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2011.
Surapranata, Sumarna. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.
77

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa. 2008.
Tro, Nivaldo J.. Chemistry in Focus : A Molecular View of Our World. Belmont:
Thomson Higher Education. 2007.
Uno, Hamzah B. dan Satria Koni. Assessment Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara. 2012.
Widoyoko, S. Eko Putro. Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2014.
Wiyani, Novan Ardy. Desain Pembelajaran Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media. 2013.
Wiyanto, Asul. Kitab Bahasa Indonesia untuk SD, SMP, SMA, Mahasiswa,
Umum. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. 2012.
Wolke, Robert L. Einstein aja gak tau!. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. 2003.
Yamin, Martinis. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung
Persada Press. 2009.
Yaumi, Muhammad. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
2013
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009.
78

Lampiran 1. Lembar Penilaian Instrumen Ujian Praktik


KODE : A B C D E F G H I J

LEMBAR INSTRUMEN PENILAIAN UJIAN PRAKTIK


Petunjuk :
1. Berikut ini adalah lembar responden untuk menilai instrumen ujian praktik
kimia SMA berdasarkan pedoman penulisan butir soal tes perbuatan.
2. Berdasarkan pendapat Bapak/Ibu berilah penilaian dengan skala 0-4 pada
kolom yang telah disediakan dengan memberi tanda cek (√) dengan
kriteria rubrik penilaian terlampir
3. Isilah kolom berikut :
Skor
No. Aspek Penilaian
4 3 2 1 0
1. Materi
a. Soal di dalam ujian praktik sesuai dengan
Indikator (Menuntut Praktik atau tidak)
b. Pertanyaan atau perintah dalam instrumen
ujian praktik sesuai dengan jawaban yang
diharapkan
c. Materi ujian praktik sesuai dengan
kompetensi yang disyaratkan (urgensi,
relevansi, kontinuitas dan keterpakaian
sehari-hari yang tinggi)
d. Materi ujian praktik yang ditanyakan sesuai
dengan materi kimia di Tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA), baik kelas X, XI
atau XII
2. Konstruksi
a. Instrumen ujian praktik menggunakan kata
tanya atau perintah yang menuntut jawaban
praktik
b. Instrumen ujian praktik memiliki petunjuk
yang jelas tentang cara pengerjaan tugas
ujian praktik
c. Instrumen ujian praktik memiliki pedoman
penskoran
d. Instrumen praktik menyajikan tabel, gambar
atau grafik yang yang jelas dan berfungsi
3. Bahasa/Budaya
a. Instrumen ujian praktik menggunakan
rumusan kalimat yang komunikatif
b. Instrumen ujian praktik menggunakan
bahasa Indonesia yang baku
c. Instrumen ujian praktik Tidak menggunakan
kata/ungkapan yang menimbulkan
penafsiran ganda atau salah pengertian
79

d. Instrumen ujian praktik tidak menggunakan


bahasa yang berlaku setempat/tabu
e. Instrumen ujian praktik tidak menggunakan
kata/ungkapan yang dapat menyinggung
perasaan peserta didik

………………….. 2015
Responden (Penilai)

…………………..
Lampiran 2. Rubrik Penilaian Instrumen Ujian Praktik Kimia
KODE : A B C D E F G H I J
LAMPIRAN
Keterangan Rubrik Penilaian :
1. Materi
INDIKATOR RUBRIK PENILAIAN
a. Soal di dalam ujian praktik sesuai 0 : Soal ujian praktik seluruhnya tidak sesuai dengan indikator serta tidak menuntut praktik
dengan Indikator (Menuntut Praktik 1 : Soal ujian praktik seluruhnya tidak sesuai dengan indikator tetapi menuntut praktik
atau tidak) 2 : Soal ujian praktik ada yang tidak sesuai dengan indikator tetapi menuntut praktik
3 : Soal ujian praktik seluruhnya sesuai dengan indikator tetapi tidak menuntut praktik
4 : Soal ujian praktik seluruhnya sesuai dengan indikator serta menuntut praktik
b. Instruksi (pertanyaan atau perintah) 0 : Instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen seluruhnya tidak sesuai dengan
dalam instrumen ujian praktik sesuai jawaban yang diharapkan
dengan jawaban yang diharapkan 1 : Terdapat lebih dari 2 instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen yang tidak
sesuai dengan jawaban yang diharapkan
2 : Terdapat 2 instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen yang tidak sesuai dengan
jawaban yang diharapkan
3 : Terdapat 1 instruksi (pertanyaan atau perintah) dalam instrumen yang tidak sesuai dengan
jawaban yang diharapkan
4 : Instruksi (pertanyaaan atau perintah) dalam instrumen seluruhnya sesuai dengan jawaban
yang diharapkan
c. Materi ujian praktik sesuai dengan 0 : Materi ujian praktik tidak sesuai dengan seluruh kompetensi yang disyaratkan
kompetensi yang disyaratkan (urgensi, 1 : Materi ujian praktik memiliki 3 (tiga) kompetensi yang tidak sesuai
relevansi, kontinuitas dan keterpakaian 2 : Materi ujian praktik memiliki 2 (satu) kompetensi yang tidak sesuai
sehari-hari yang tinggi) 3 : Materi ujian praktik memiliki 1 (satu) kompetensi yang tidak sesuai
4 : Materi ujian praktik sesuai dengan seluruh kompetisi yang disyaratkan
d. Materi ujian praktik yang ditanyakan 0 : Materi ujian seluruhnya tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA
sesuai dengan materi kimia di Tingkat 1 : terdapat lebih dari 2 materi ujian yang tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA
Sekolah Menengah Atas (SMA), baik 2 : terdapat 2 materi ujian yang tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA
kelas X, XI atau XII 3 : Terdapat 1 materi ujian yang tidak sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA
4 : Materi ujian seluruhnya sesuai dengan materi kimia di tingkat SMA
80
2. Konstruksi
INDIKATOR RUBRIK PENILAIAN
a. Instrumen ujian praktik menggunakan 0 : Tidak memiliki kalimat instruksi yang menuntut praktik
kalimat instruksi (kata tanya atau 1 : Terdapat lebih dari 2 kalimat instruksi yang tidak menuntut jawaban praktik/perbuatan
perintah) yang menuntut jawaban 2 : Terdapat 2 kalimat instruksi yang tidak menuntut jawaban praktik
praktik 3 : Terdapat 1 kalimat instruksi yang tidak menuntut jawaban praktik
4 : Kalimat instruksi yang dituliskan seluruhnya menuntut jawaban praktik/perbuatan
b. Instrumen ujian praktik memiliki 0 : Tidak memiliki Instruksi/petunjuk
petunjuk (persiapan, pelaksanaan, dan 1 : Memiliki instruksi/petunjuk yang tidak berkaitan dengan cara mengerjakan tugas ujian
pelaporan) yang jelas tentang cara praktik
pengerjaan tugas ujian praktik 2 : hanya Memiliki kelengkapan 1 dari 3 (mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pelaporan)
instruksi/petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan tugas ujian praktik
3 : hanya Memiliki kelengkapan 2 dari 3 (mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pelaporan)
instruksi/petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan tugas ujian praktik
4 : Memiliki instruksi/petunjuk yang jelas dan lengkap 3 dari 3 (mulai dari persiapan,
pelaksanaan, hingga pelaporan) tentang cara mengerjakan tugas ujian praktik
c. Instrumen ujian praktik memiliki 0 : Tidak memiliki pedoman penskoran
pedoman penskoran 1 : Memiliki pedoman penskoran tetapi tidak disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau
daftar cek
2 : Memiliki pedoman penskoran yang disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau daftar
cek akan tetapi seluruhnya tidak jelas dalam penggunaannya
3 : Memiliki pedoman penskoran yang disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau daftar
cek akan tetapi masih terdapat bagian yang tidak jelas dalam penggunaannya
4 : Memiliki pedoman penskoran yang disertai dengan skala penilaian dengan rubrik atau daftar
cek yang seluruhnya jelas dalam penggunaannya
d. Instrumen praktik menyajikan tabel, 0 : Tidak menyajikan tabel, gambar, atau grafik
gambar atau grafik yang jelas dan 1 : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik tetapi seluruhnya tidak jelas terbaca
berfungsi 2 : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik yang jelas terbaca akan tetapi seluruhnya tidak
berfungsi
3 : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik yang jelas terbaca akan tetapi masih terdapat yang
81
INDIKATOR RUBRIK PENILAIAN

tidak berfungsi
4 : Menyajikan tabel, gambar, atau grafik yang jelas terbaca dan seluruhnya berfungsi

3. Bahasa/Budaya
INDIKATOR RUBRIK PENILAIAN
a. Instrumen ujian praktik menggunakan 0 : Rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya sulit dipahami
rumusan kalimat yang komunikatif 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen yang sulit
dipahami
2 : Terdapat 2 (dua) rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen yang sulit dipahami
3 : Terdapat 1 (satu) rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen yang sulit dipahami
4 : Rumusan kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya mudah dipahami
b. Instrumen ujian praktik menggunakan 0 : Bahasa yang digunakan dalam instrumen seluruhnya tidak baku
bahasa Indonesia yang baku 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen
yang tidak baku
2 : Terdapat 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang tidak
baku
3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang tidak
baku
4 : Bahasa yang digunakan dalam instrumen seluruhnya baku
c. Instrumen ujian praktik Tidak 0 : Kata/ungkapan yang digunakan dalam instrumen seluruhnya menimbulkan penafsiran
menggunakan kata/ungkapan yang ganda
menimbulkan penafsiran ganda atau 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen
salah pengertian yang menimbulkan penafsiran ganda
2 : Terdapat 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang
menimbulkan penafsiran ganda
3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang
menimbulkan penafsiran ganda
4 : Kata/ungkapan yang digunakan dalam instrumen seluruhnya tidak menimbulkan penafsiran
ganda
d. Instrumen ujian praktik tidak 0 : Bahasa yang digunakan dalam instrumen seluruhnya menggunakan kata/ungkapan yang
menggunakan bahasa yang berlaku berlaku setempat/tabu
82
INDIKATOR RUBRIK PENILAIAN
setempat/tabu 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang berlaku
setempat/tabu
2 : Terdapat 2 (dua) mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang berlaku setempat/tabu
3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang berlaku
setempat/tabu
4 : Kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya tidak menggunakan kata/ungkapan
yang berlaku setempat/tabu
e. Instrumen ujian praktik tidak 0 : Kalimat soal yang digunakan dalam instrumen seluruhnya mengandung kata/ungkapan
menggunakan kata/ungkapan yang dapat yang dapat menyinggung perasaan peserta didik
menyinggung perasaan peserta didik 1 : Terdapat lebih dari 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen
yang dapat menyinggung perasan peserta didik
2 : Terdapat 2 (dua) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang dapat
menyinggung perasan peserta didik
3 : Terdapat 1 (satu) kalimat yang mengandung kata/ungkapan dalam instrumen yang dapat
menyinggung perasan peserta didik
4 : Kalimat yang digunakan dalam instrumen seluruhnya sama sekali tidak menggunakan
kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik
83
116

Lampiran 24. Hasil Penilaian Instrumen Ujian Praktik Kimia


117
118
119
120
Lampiran 25. Lembar Validitas Instrumen Penilaian Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134

Lampiran 26. Dokumen Penilaian Ujian Praktik Kimia

SEKOLAH
A
168

Lampiran 27. Lembar Uji Referensi


169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181

Lampiran 28. Surat-surat


182
183
184
185

Anda mungkin juga menyukai