Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya setiap individu adalah makhluk sosial yang senantiasa

hidup dalam lingkup masyarakat yang saling mengadakan hubungan timbal

balik antara individu satu dengan individu lainnya. Salah satu ciri bahwa

kehidupan sosial itu ada yaitu dengan adanya interaksi, interaksi sosial

menjadi faktor utama di dalam hubungan antar dua orang atau lebih yang

saling mempengaruhi. Pada anak dengan retardasi mental, mereka lebih

mengarah pada keterbatasan fungsi intelektual yang dibawah rata-rata dan

disertai gangguan adaptasi sosial.

Menurut catatan WHO, di Amerika 3% dari penduduknya terbelakang

mentalnya, di Belanda 2,6%; di Inggris 1-8%; di Asia ± 3%. Di Indonesia

sendiri retardasi mental merupakan masalah yang cukup besar karena 1-3%

dari jumlah penduduk Indonesia menderita retardasi mental, yang berarti dari

1000 penduduk di perkirakan 30 penduduk menderita retardasi mental dengan

kriteria retardasi mental ringan, retardasi mental sedang, retardasi mental

berat. Insiden tertinggi di dapatkan pada kelompok usia sekolah dengan

puncak umur 10-14 tahun (Risnawati, 2010). Prevelensi retardasi mental di

Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta

jiwa (Mustikawati, 2015)

Pada Riskesdas tahun 2010 dikumpulkan data mengenai penyandang

tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, down syndrome,

cerebral palsy dan lainnya. Prevalensi anak umur 24-59 tahun yang

1
2

menyandang tuna grahita pada Riskesdas tahun 2010 adalah sebesar 0,14%

(Kemenkes RI, 2104). Prevalensi ID / IDD adalah sekitar 1-3%, dan

gangguan kesehatan mental yang terjadi sekitar 40%, dengan kesehatan

mental yang persisten sekitar 30% (Munir & Society, 2016).

Retardasi mental merupakan suatu kelainan yang mempunyai ciri

kemampuan inteligensi yang rendah dan kemampuan adaptif yang rendah

pula. Inteligensi suatu karakteristik dalam diri seseorang, yang biasanya

didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengambil keuntungan dari suatu

pengalaman, memperoleh pengetahuan, berpikir secara abstrak, bertindak

berdasarkan tujuan, atau beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi paada

lingkungan (Wade, Tavris, Garry, 2016).

Permasalahan mendasar bagi anak retardasi mental, biasanya

ditunjukkan dengan perilakunya ketika melakukan aktivitas bersama dengan

anak-anak normal pada umumnya. Contohnya ketika bergaul mereka

menghadapi sejumlah kesulitan baik dalam kegiatan fisik, psikologis maupun

sosial (Risnawati, 2010). Disamping itu kurangnya kemampuan intelektual

yang rendah menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan

beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap

normal (Soetjiningsih, 2012).

Dari beberapa kajian yang telah dilakukan terhadap isolasi sosial anak

menunjukkan sering menjadi kaku, mudah marah dan bila dihubungkan

dengan perilakunya menunjukkan seakan bukan pemaaf dan tidak

mempunyai rasa sensitif terhadap orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa

anak-anak seperti itu mempunyai kesulitan mendasar dalam hal berinteraksi


3

sosial dan bahkan komunikasi. Sifat-sifat itu merupakan rintangan utama

dalam melakukan kepuasan hubungan interpersonal bagi anak-anak retardasi

mental. Ketersendirian sebagai akibat rasa rendah diri merupakan tantangan

dalam melakukan sosialisasi dan penerimaan diri akan kelainan yang dimiliki

(Risnawati, 2010).

Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan April

2019 di SLB Idayu Pakis Malang terdapat 35 siswa siswi dengan retardasi

mental mulai dari Kelas Terapi, Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah

Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas Luar

Biasa (SMALB). Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa

kemampuan anak retardasi mental yang satu dengan yang lain berbeda.

Terutama dalam hal kemampuan berinteraksi sosial. Banyak anak yang

mampu berinteraksi dengan teman sekolahnya serta orang asing, ada juga

beberapa anak yang tidak mampu berinteraksi dengan teman dan orang lain.

Sehubungan dengan kondisi dan permasalahan tersebut, penting

untuk dilakukan penelitian tentang “Hubungan Tingkat Inteligensi Dengan

Kemampuan Berinteraksi Sosial Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar

Biasa (SLB) Idayu Pakis Malang”


4

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu,

adakah hubungan tingkat intelegensi anak retardasi mental dengan

kemampuan berinteraksi sosial di Sekolah Luar Biasa (SLB) Idayu Pakis

Malang ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Berdasarkan rumusan masalah yang telah peneliti kemukakan

diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan antara tingkat intelegensi anak retardasi mental dengan

kemampuan berinteraksi sosial di Sekolah Luar Biasa (SLB) Idayu

Pakis Malang

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengidentifikasi tingkat inteligensi anak retardasi mental di

SLB Idayu Pakis Malang

b. Untuk Mengidentifikasi kemampuan anak retardasi mental dalam

kemampuan berinteraksi sosial di SLB Idayu Pakis Malang

c. Untuk Menganalisis hubungan tingkat inteligensi anak retardasi

mental dengan kemampuan berinteraksi sosial di SLB Idayu Pakis

Malang
5

1.4. MANFAAT

1.4.1. Manfaat Teoritis

Untuk mengetahui seberapa besar hubungan tingkat inteligensi

anak retardasi mental dengan kemampuan berinteraksi sosial di SLB

Idayu Pakis Malang

1.4.2. Manfaat Praktis

a) Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat menjadi masukan informasi dan data baru bagi

SLB Idayu Pakis Malang untuk meningkatkan lagi kemampuan

interaksi sosial anak di sekolah dan terapi yang digunakan.

b) Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan diharapkan penelitian ini bisa menjadi

reverensi proses pembelajaran mengenai kemampuan interaksi

sosial pada anak retardasi mental

c) Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam meningkatkan

pengetahuan metodologi penelitian dan sarana menerapkan

langsung teori yang didapat di bangku kuliah dalam kegiatan

pembelajaran yang nyata.


6

1.5. KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Tahun Nama Penulis Metode dan Variabel Hasil Perbedaan


dan Judul Dengan
Penelitian lain
1. 2010 Emmanuel Metode : Cross Hasil penelitian ini Variabel
Mareffcita Sectional menunjukkan bahwa dependen,
Hubungan korelasi antara lokasi
Inteligensi Populasi : Siswa/I hasil tes inteligensi penelitian,
Dengan SLB/C Surakarta. dengan kematangan teknik sampling,
Kematangan sosial mempunyai
Sosial Sampel : 30 kekuatan
Pada Anak Responden Yang hubungan sedang.
Retardasi Memiliki Hasil IQ
Mental di
SLB/C Teknik Sampling :
Surakarta Purposive
Sampling
Other Thesis,
Universitas Data Responden
Sebelas Maret, Diperoleh
30 Agustus Berdasarkan Data
2013 Dari SLB Yang
Bersangkutan
https://eprints.u Meliputi Data
ns.ac.id/10876/ Sekunder Yaitu
Alamat Responden
Dan Hasil Tes IQ.

2. 2010 Desiyani Metode : kuantitatif, Dukungan social yang Variabel, lokasi


Nani1/Pengaruh cross sectional diperoleh anak penelitian,
Dukungan berkebutuhan khusus teknik sampling
Sosial Terhadap Sampel : diperoleh gambaran
Kemampuan penelitiandi SLB bahwa semua anak
Sosialisasi Anak Yakut Purwokerto berkebutuhan khusus di
Berkebutuhan berjumlah 16 SLB Yakut
Khusus (tunadaksa) orang mendapatkan dukungan
anak dan emosional (50%),
Jurnal ilmiah 11 anak usia sekolah penilaian (25%),
kesehatan di SD Grendeng informasional (12,5%),
keperawatan, dan instrumental
Vol 9, No 3 (12,5%)
(2013) > Nani Kemampuan sosialisasi
anak berkebutuhan
https://ejournal.s khusus diperoleh
tikesmuhgombo gambaran bahwa
ng.ac.id/index.p kemampuan sosialisasi
hp/JIKK/article/ katagori baik (87,5%),
view/83 dan katagori cukup
(12,5%)
7

3. 2015 Wiwik Metode : kuantitatif, Mayoritas pola asuh Variabel, lokasi


Setyaningsih/Hu cross sectional orang tua adalah penelitian,
bungan Pola permisif teknik sampling,
Asuh Orang Tua Populasi : semua yaitu sebanyak 21 perolehan data
Dengan anak Autis yang ada orang (84,0%).
Perkembangan di SLB Harmoni
Sosial Anak Surakarta Mayoritas
Autisme Di sejumlah 25 orang perkembangan sosial
SLB Harmoni anak autisme
Surakarta sampel : 25 orang cukup baik yaitu
anak autis sebanyak 23 orang
ejurnal.poltekke (92,0%).
s-tjk Vol 6, No teknik sampling :
2 (2015) > total smapling Ada hubungan pola
Setyaningsih asuh orang tua dengan
perolehan data : perkembangan sosial
kuisioner (checklist) anak autisme di SLB
Harmoni Surakarta
(0,002<0,05).

4. 2018 Roli Metode : deskriptif Hasil penelitian Variabel


Sipayung/Duku kuantitatif diperoleh bahwa penelitian,
ngan Sosial mayoritas memberikan teknik sampling,
Guru Dalam Populasi : 33 guru dukungan baik lokasi
Kemampuan yang mengajar di sebanyak penelitian,
Sosialisasi Pada Sekolah Luar Biasa (66,7%). Dukungan perolehan data
Anak Negeri Binjai. emosional mayoritas
Retardasi baik sebanyak 72,7%,
Mental Di Sampel : 33 orang dukungan
Sekolah Luar (Total Sampling) penghargaan mayoritas
Biasa Negeri baik sebanyak 87,9%,
Binjai perolehan data : dukungan
kuisioner informasional
http://repositor mayoritas baik
i.usu.ac.id/hand sebanyak 54,5 dan
le/123456789/7 dukungan instrumental
606 tahun 2018 mayoritas baik
sebanyak 60,6%

Anda mungkin juga menyukai