Disusun Oleh :
Vega Luyuni Dwiyanti
2214314901030
PROFESI NERS
DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA
D. Evaluasi Praktikan
1. Melanjutkan semua rencana keperawatan
2. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan tindakan keperawatan
3. Belum mampu berkaloborasi dengan tenaga medis lain karena berbasis studi
4. Mampu memahami kasus pada pasien dengan waham
5. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas LAPORAN PENDAHULUAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN “PASIEN DENGAN WAHAM” tanpa halangan
apapun. Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Keperawatan Jiwa.
Dalam penyusunan tugas ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
sehingga saya mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Tidak
lupa saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Andi Surya Kurniawan, M.Kep. selaku Kaprodi Ilmu Keperawatan.
2. Ns. Andi Surya Kurniawan, M.Kep. selaku dosen penanggung jawab Profesi Ners
Departemen Keperawatan Jiwa
3. Ns. Achmad Dafir Firdaus, M.Kep. selaku dosen pembimbing kelompok 1 Profesi
Ners Departemen Keperawatan Jiwa yang telah berkenan meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan dalam menyusun makalah.
4. Pembimbing lahan (CI) di Panti Rehabilitasi Dr. Onny yang memberikan banyak
arahan dan bimbingan selama praktik di lahan.
5. Orang tua saya yang selalu mendoakan dan mendukung.
6. Dan teman-teman di STIKes Maharani Malang yang telah senantiasa mendukung
dalam penyusunan makalah.
Dalam penyusunan tugas ini saya menyadari sepenuhnya bahwa tugas inisangat jauh
dari sempurna, untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan laporan ini, dan dalam pembuatan laporan lainnya. Akhir
kata,semoga tugas ini dapat berguna bagi kita semua.
d. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
Reaksi Formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan
sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman
suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).
1.2. Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi dalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang lagi berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra.
Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa yang seseorang mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, perabaan dan penciuman. Seseorang merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017)
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1. Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2. Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban,
pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang
dari orang-orang disekitar atau overprotektif.
3. Sosiobudaya dan lingkungan Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat
penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernahmmengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan
dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar
masyarakat.
c. Jenis – Jenis
Anda telah mengetahui dan mempelajari mengenai pengertian, proses
terjadinya halusinasi, rentang respon neurobioogis dan tahap-tahap
halusinasi.penulis berharap Anda telah memahaminya. Materi yang akan kita
pelajari selanjutnya adalah jenis halusinasi. Penjelasan dibawah ini adalah
mengenai jenis halusinasi.
Jenis Halusinasi Data Obyektif Data Subyektif
Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
Menyedengkan telinga ke Mendengar suara yang
Halusinasi
arah tertentu mengajak bercakap-cakap
Pendengaran
Menutup telinga Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar,
Halusinasi tertentu bentuk geometris bentuk
Pengelihatan Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu atau
yang tidak jelas monster
Mengisap-isap seperti Membaui bau-bauan seperti
sedang membaui bau- bau darah, urin, feses, kadang-
Halusinasi Penghidup
bauan tertentu kadang bau itu menyenangkan
Menutup hidung
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
Pengecapan Muntah urin atau feses
Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga di
Halusinasi Perabaan permukaan kulit permukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik
d. Fase – fase
Tahap Karakteristik Perilaku yang teramati
Karakteristik tahap ini ditandai Menyeringai / tertawa
I
dengan adanya perasaan bersalah yang tidak sesuai
(Conforting)
dalam diri pasien dan timbul Menggerakkan
Halusinasi bersifat
perasaan takut. Pada tahap ini pasien bibirnya tanpa
menenangkan,
mencoba menenangkan 24 pikiran menimbulkan suara
tingkat ansietas
untuk mengurangi ansietas. Individu Respon verbal yang
pasien sedang. Pada
mengetahui bahwa pikiran dan lambat
tahap ini halusinasi
sensori yang dialaminya dapat Diam dan dipenuhi
secara umum
dikendalikan dan bisa diatasi (non oleh sesuatu yang
menyenangkan
psikotik). mengasyikan.
Peningkatan kerja
susunan sarapotonom
yang menunjukkan
Pengalaman sensori yang dialmi
II timbulnya ansietas
pasien bersifat menjijikkan dan
(Condeming) seperti peningkatan
menakutkan, pasien yang
Halusinasi bersifat nadi, TD dan
mengalami halusinasi mulai merasa
menyalahkan, pasien pernafasan.
kehilangan kendali, pasien berusaha
mengalami ansietas Kemampuan kosentrasi
untuk menjauhkan dirinya dari
tingkat berat dan menyempit.
sumber yang dipersepsikan, pasien
halusinasi bersifat Dipenuhi dengan
merasa malu karena pengalaman
menjijikkan untuk pengalaman sensori,
sensorinya dan menarik diri dari
pasien. mungkin kehilangan
orang lain (non psikotik).
kemampuan untuk
membedakan antara
halusinasi dan realita.
III Pasien yang berhalusinasi pada Lebih cenderung
(Controlling) tahap ini menyerah untuk melawan mengikuti petunjuk
Pada tahap ini pengalaman halusinasi dan yang diberikan oleh
halusinasi mulai membiarkan halusinasi menguasai halusinasinya dari pada
mengendalikan dirinya. Isi halusinasi dapat berupa menolak.
perilaku pasien, permohonan, individu mungkin
pasien berada pada mengalami kesepian jika pengalaman Kesulitan berhubungan
tingkat ansietas tersebut berakhir (Psikotik) dengan orang lain.
berat. Pengalaman Rentang perhatian
sensori menjadi hanya beberapa menit
menguasai pasien atau detik, gejala fisik
dari ansietas berat
seperti : berkeringat,
tremor,
ketidakmampuan
mengikuti petunjuk
Perilaku menyerang -
IV teror seperti panik.
(Conquering) Sangat potensial
Halusinasi pada saat Pengalaman sensori menakutkan melakukan bunuh diri
ini, sudah sangat jika individu tidak mengikuti atau membunuh orang
menaklukkan dan perintah halusinasinya. Halusinasi lain.
tingkat ansietas bisa berlangsung dalam beberapa Amuk, agitasi dan
berada pada tingkat jam atau hari apabila tidak menarik diri.
panik. Secara umum diintervensi (psikotik). Tidak mampu berespon
halusinasi menjadi terhadap petunjuk yang
lebih rumit dan komplek.
saling terkait dengan Tidak mampu berespon
delusi. terhadap lebih dari satu
orang.
e. Rentang respon
Stuart and Laraia menjelaskan rentang respon neurobiologis pada pasien
dengan gangguan senssori persepsi halusinasi sebagai berikut:
Respon Adaptif Respon Maladaptif
f. Mekanisme Kopng
Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep (2016),
diantaranya:
1. Regresi Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan
perilaku kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
2. Proyeksi Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan identitas).
3. Menarik diri Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan
1.3. Defisit Perawatan Diri
1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan dirinya (Mukhripah &
Iskandar, 2012:147).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian
merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky &
Hanik,2015:154)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan defisit perawatan diri adalah suatu
keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri. Tidak ada
keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau
badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
Kemampuan Realitas Turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri
Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
Faktor–faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli
dengan kebersihan dirinya.
Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.
c. Jenis – Jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut Nanda (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan secara mandiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
d. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart &
Sundeen, 2000), yaitu :
Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah : Klien bisa
memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
Mekanisme Koping Mal Adaptif
Mekanisme koping yang menghambat, fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategori nya adalah : Tidak mau merawat diri.
1.4. Isolasi Sosial
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu membuat kontak (Carpenito, 2010).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam hubungan
secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
2. Proses Terjadinya Masalah
Terjadinya isolasi sosial dipengaruhi oleh faktor predisposisi, diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya pada diri sendiri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis,
putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa
tertekan.
Keadaan ini merupakan tanda-tanda seseorang mengalami Harga Diri Rendah.
Keadaan pada seseorang yang mengalami harga diri rendah, dapat menimbulkan
perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam
diri, menghindar dari orang lain dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Kusumawati
& Hartono, 2011), sehingga individu mengalami isolasi sosial. Bila tidak dilakukan
intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan gangguan sensori persepsi:
halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang
tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktifitas yang
ahirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan
secara mandiri (Direja, 2011).
a) Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.
Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi
adalah otak. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat
kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
volume otak serta perubahan struktur limbik.
b) Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal
jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti,
2012: 79).
c) Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan
bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif.
Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Peningkatan diri beresiko destruktif Destruktif diri tidak langsung pencederaan diri bunuh diri
f) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman
yang menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi:
regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk
mengatasi ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan
persepsi, menarik diri, pada keluarga: mengingkari.
1.7. Harga Diri Rendah
1. Definisi
2. Proses Terjadinya Masalah
(a) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi harga diri rendah terdiri dari
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur
sosial. (Stuart & Sundeen, 2006)
(b) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan
atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri
harga diri rendah ini dapat terjadi secara emosional atau kronik. Secara
situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah
sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik
atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat
dirawat. ( Yosep, 2009)
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya
system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan
balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap
perkembangan awal. (Townsend, 2008)
(c) Jenis – Jenis
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal
yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seseorang yang penting
dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.
Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan
menolak diri sendiri. Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi
secara :
Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang
kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang
tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai. (Makhripah D & Iskandar, 2012)
Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu
sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini
dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien
gangguan jiwa. (Makhripah D & Iskandar, 2012).
(d) Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun
yang negatif dari dirinya.(Eko P. 2014)
Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya
yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga
tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan
dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak
dapat membina hubungan baik dengan orang lain.(Eko P,2014)
(e) Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang
pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego
untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang
menyakitkan. Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :
Jangka pendek:
- Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas
diri (misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara
obsesif)
- Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara (
misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok,
gerakan, atau geng)
- Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan
diri yang tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif,
prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas)
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
- Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh
orang terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi
diri individu
- Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai
dan harapan yang diterima masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi,
disosiasi,isolasi, proyeksi, pengalihan (displacement, berbalik marah
terhadap diri sendiri, dan amuk ) (Stuart.2006).
BAB II
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
Core Problem