Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL KEPERAWATAN JIWA

“Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien


Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Khusus Jiwa
Soeprapto Provinsi Bengkulu”

DISUSUN OLEH:

1. Agnes Sihsinarmiyati
2. Amalia Suryani
3. Anggun Kurnia Wahyuni
4. Ari Cahya Ramadhan
5. Asyifa Udzakira
6. Bella Arsita
7. Dea Amanda Aviliani Rahman
8. Dea Murti Ariyani

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN


KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Proposal Peran Keluarga Terhadap
Proses Penyembuhan Pasien Resiko Perilaku Kekerasan ini dengan baik.
Proposal Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Resiko
Perilaku Kekerasan yang disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa mata kuliah
Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dosen mata kuliah keperawatan jiwa yang telah memberikan bimbingan


dan pengarahan dalam penyelesaian proposal Peran Keluarga Terhadap
Proses Penyembuhan Pasien Resiko Perilaku Kekerasan ini.
2. Orang Tua Kami tercinta yang selalu memberikan do’a restu dan
dukungan baik moral maupun spiritual dalam proses pembelajaran kami
dijurusan keperawatan politeknik kesehatan kementrian kesehatan tanjung
karang.
3. Serta rekan – rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian dan
penyusunan proposal Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan
Pasien Resiko Perilaku Kekerasan ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan proposal Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan ini Kedepan.
Akhir kata, semoga proposal ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak
yang membaca, serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa, dan pembaca.

Bengkulu, Agustus 2019

Penyusun
HALAMAN PENGESAHAN

PRPOSAL KEGIATAN PENYULUHAN


PERAN KELUARGA TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN PASIEN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA
SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Jiwa


Telah diperiksa dan disetujui

Preseptor Akademik

( )

Preseptor Klinik Preseptor Klinik

(Ns. Nimas. S.Kep) (Ns. Meydi N. S.Kep)


TINJAUAN KEGIATAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama, baik di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan
jiwa tidak hanya dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian
secara langsung, namun juga menimbulkan ketidak mampuan individu
untuk berperilaku tidak produktif. Salah satu bentuk masalah gangguan
mental emosional yang dialami sebagian besar pasien adalah perilaku
kekerasan. Pasien dapat melakukan perilaku kekerasan kepada orang lain,
lingkungan maupun terhadap dirinya sendiri (Hawari, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan sering disebut gaduh gelisah
atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007). Melihat dari dampak
dan kerugiannya, perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap
stresor yang dihadapi seseorang. Jadi perilaku kekerasan dapat menimbulkan
kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat,
2007).
Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan
mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya.
Mereka bisa pulih dan kembali hidup di masyarakat secara produktif, baik
secara ekonomis maupun secara sosial. Sebagian besar dari mereka bisa
terbebas dari keharusan minum obat. Hanya saja, seperti juga kesehatan
badan, kesehatan jiwa tetap harus dipelihara dan ditingkatkan.Tanpa
pemeliharaan, baik kesehatan fisik maupun jiwa seseorang bisa kembali jatuh
sakit (Setiahadi, 2014).
Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan
jiwa, diantaranya: memberikan bantuan utama terhadap penderita gangguan
jiwa, pengertian dan pemahaman tentang berbagai manifestasi gejala-gejala
sakit jiwa yang terjadi pada penderita, membantu dalam aspek administrasi
dan finansial yang harus dikeluarkan dalam selama proses pengobatan
penderita, untuk itu yang harus dilakukan oleh keluarga adalah nilai dukungan
dan kesediaan menerima apa yang sedang dialami oleh penderita serta
bagaimana kondisi kesehatan penderita dapat dipertahankan setelah diklaim
sehat oleh tenaga psikolog, psikiater, neurolog, dokter, ahli gizi dan terapis
dan kembali menjalani hidup bersama keluarga dan masyarakat sekitar
(Salahuddin, 2009).
Menurut Friedman (1998) fungsi keluarga dalam merawat anggota
keluarga dengan perilaku kekerasan seperti affection, security and
acceptance, identity and satisfaction, affiliation and companionship,
socialization dan controls,hal tersebut merupakan medan kontrol yang
memberikan dan berkontribusi terhadap derajat sehat atau sakitnya anggota
keluarga yang lain terhadap persoalan fisik, psikis, sosial atau spiritual yang
dihadapi, terlebih ketika dia menghadapi persoalan gangguan kejiwaan yang
bersifat patologis (Padila, 2012).
Hasil penelitian Wuryaningsih, dkk (2013) yang meneliti tentang
“Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien
Pasca Hospitalisasi RSJ” menunjukkan bahwa terdapat 5 tema yang
menggambarkan pengalaman keluarga tersebut yaitu pengetahuan keluarga
terhadap riwayat perilaku kekerasan, kepekaan keluarga terhadap pencetus
kekambuhan, cara pengendalian pasien untuk mencegah kekambuhan,
kepedulian keluarga sebagai upaya pencegahan kekambuhan, dan kepasrahan
dalam menerima kondisi pasien.

I. Tujuan
Tujuan Umum
 Keluarga dapat merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa ketika dirumah dan dapat menjadi sistem pendukung yang efektif.
Tujuan Khusus
 Keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan perawatan
terhadap klien
 Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap klien ketika di rumah.
 Keluarga mampu mengidentifikasi support sistem yang ada di keluarga.
 Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
dimasyarakat.
 Melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah yang ada pada
klien.
 Memotivasi keluarga untuk melanjutkan pengobatan dan perawatan ketika
klien pulang dari rumah sakit.
 Keluarga mampu melakukan perawatan pasien di rumah dengan masalah
perilaku kekerasan

II. Jadwal Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan pendidikan kesehehatan pada pasien dan keluarga dengan
resiko perilaku kekerasan, yaitu :
a. Hari/tanggal : Senin, 12 Agustus 2019
b. Waktu : Pukul 09.00 WIB – 10.00 WIB
c. Tempat : Ruang Poli RSKJ Provinsi Bengkulu

III. Sasaran
Keluarga dan klien dengan resiko perlaku kekerasan di Poli RSKJ Provinsi
Bengkulu

IV. Metode dan Media


Metode
 Diskusi/Tanya jawab
 Ceramah
Media
 Whiteboard
 Mikrofon
 Proyektor
 Leafleat
 Laptop
V. Setting Tempat

Layar Proyektor

Moderator penyaji

Notulen

Peserta Peserta Peserta

Fasilitator Fasilitator

VI. Pengorganisasian
 Ketua : Ari Cahya Ramadhan
 Moderator : Asyifa Udzakirah
 Penyaji : Dea Amanda
Bella Arsita
 Notulen : Agnes Sihsinaramiyati
 Fasilitator : Anggun Kurnia Wahyuni
 Konsumsi : Dea Murti Ariyani
 Perlengkapan dan Dokumentasi : Amalia Suryani

VII. Isi Materi


(Terlampir)
MATERI PENYULUHAN
A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart
& Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
2. Faktor Penyebab
1) Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama
insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua
insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku
yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan
frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan
pada masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang
mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga
diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk
child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga,
sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh
Bandura (1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa
agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk
terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang
asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan
agrsif mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya
pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang
ternyata menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan
terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan
seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya,
mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus
temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku
agresif: serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam
amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

2) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap
3) Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria Nita, (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika.

Keliat, Dr. Budi Anna, S.Kp, M.App.Sc, & Akemat S.Kp, M.Kep. (2004).
Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Stuart, GW & Sunden, SJ. 2006. Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung : Revika Aditama

Anda mungkin juga menyukai