Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Oleh:

Rizqi Maulana Hasan

NIM: 2214314901032

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI

TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Jiwa di Panti Rehabilitasi


dr. Onny Lawang, yang dilakukan oleh:

Nama : Rizqi Maulana Hasan

NIM : 2213314901032

Prodi : Program Studi Keperawatan Pendidikan Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas Departemen Keperawatan Jiwa
yang dilaksanakan pada tanggal 27 Februari -18 Maret 2023 yang telah disetujui
dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Lawang, Januari 2023

Mengetahui

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(……………………………………) (……………………………………)
A. KONSEP ISOLASI SOSIAL
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba et al., 2008). Isolasi sosial adalah gangguan
dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap
sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, 2009). Isolasi soaial adalah
pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau
mengancam (Wilkinson, 2007).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2006).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993;
dalam Keliat, 2006). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial (Keliat, 2006).

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa
diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba et al. (2008) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi
hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman
dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena
akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di
kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami
kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
b) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun
sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat
ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang
lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan
terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang
tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain.
Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).
e) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan
dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
f) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat,
namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.

2) Faktor komunikasi dalam keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
a) Sikap bermusuhan/hostilitas
b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
e) Ekspresi emosi yang tinggi
f) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)

3) Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.

4) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:
1) Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada
usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit
atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2) Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat
merubah stuktur sel-sel otak.
3) Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
4) Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan


karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun
realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan
adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien
sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian
nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering
digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
1) Tingkah laku curiga: proyeksi
2) Dependency: reaksi formasi
3) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi,
represi dan regrasi.

3. Pohon Masalah

4. Tanda dan Gejala


Menurut Purba et al. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang
dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

5. Akibat yang Ditimbulkan


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya
perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori
halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-
suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari
panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun
yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik. Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi
tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan
(pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan
tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

6. Penatalaksanaan
a. Terapi psikofarma
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh
atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra
pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung (Andrey, 2010).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
b. Terapi individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial
dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP
dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada
SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi
dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi
dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang
dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan
membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba et al.,
2008).
c. Terapi kelompok
Menurut Purba et al. (2008), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
1) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
a) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu
semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan
dengan BAB dan BAK.
c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti
dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak
merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku
pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan
gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
a) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
b) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur
sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada
kesulitan dan sebagainya.
c) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
d) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih
dari dua orang).
e) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah
sakit.
f) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas
maupun orang lain.
g) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien
yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori
lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL
1. Pengkajian
a. Data yang dikaji
1) Wawancara
 Merasa sepi
 Merasa tidak aman
 Hubungan tidak berarti
 Bosan dan waktu terasa lambat
 Tidak mampu konsentrasi
 Merasa tidak berguna
 Tidak yakin hidup
 Merasa ditolak.
2) Observasi
 Banyak diam
 Tidak mau bicara
 Menyendiri
 Tidak mau berinteraksi
 Tampak sedih
 Ekspresi datar dan dangkal
 Kontak mata kurang.

2. Diagnose Keperawatan
a. Isolasi sosial: Menarik diri

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Pasien

SP1  Identifikasi penyebab isolasi sosial: siapa yang


dserumah, siapa yang dekat, yang tidak dekat, dan apa
sebabnya
 Kuntungan punya teman dan becakap-cakap
 Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
 Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat
aatau tamu
 Masukan jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan
SP2  Evaluasi kegiatan berkenalan ( beberapa orang). Beri
pujian
 Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
(latih 2 kegiatan)
 Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
berkenalan 2-3 orang pasien, perawat dan tamu,
berbicara saat melakukan kegiatan harian
SP3  Evaluasi kegiatan latihan berkenalan ( beberapa
orang) dan bicara saat melakukan dua kegiatan harian.
Beri pujian
 Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
( 2 kegiatan baru)
 Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
berkenalan 4-5 orang, berbicara saat melakukan 4
kegiatan harian
SP4  Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat
melakukan empat kegiatan harian. Beri pujian
 Latih cara bicara sosial: meminta sesuatu, menjawab
pertanyaan
 Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
berkenalan >5 orang, orang barum berbicara saat
melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
SP5  Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian dan sosialisasi. Beri pujian
 Latih kegiatan harian
 Nilai kemampuan yang telah mandiri
 Nilai apakah isolasi sosial teratasi

b. Keluarga

SP1  Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat


pasien
 Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses
terjadinya isolasi sosial ( gunakan booklet)
 Jelaskan cara merawat isolasi sosial
 Latih dua cara merawat berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian
 Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian saat besuk.
SP2  Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih
pasien berkenalan dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian. Beri pujian
 Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat
melibatkan pasien berbicara (makan, sholat bersama)
di rumah
 Latih cara membimbing pasien berbicara dan memberi
pujian
 Anjurkan membantu pasien sesuai jaddwal saat besuk
SP3  Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih
pasien berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan
harian. Beri pujian
 Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan
sosial seperti berbelanja, meminta sesuatu dll
 Latih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
 Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian saat besuk
SP4  Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih
pasien berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan
harian/RT, berberlanja. Beri pujian
 Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan
 Anjurkan membanatu pasien sesuai jaddwal kegiatan
dan memberikan pujian
SP5  Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih
pasien berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan
harian/RT, berbelanja dan kegiatan lain dan follow up.
Beri pujian
 Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
 Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke
RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. D. (2009). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Jiwa. Trans Info


Media.

Keliat, B. A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. EGC.

Purba, J. ., Wahyuni, S. ., Nasution, M. ., & Daulay, W. (2008). Asuhan


Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa.
USU Press.

Wilkinson, J. M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC.

Anda mungkin juga menyukai