Anda di halaman 1dari 7

Perkembangan Etika

Etika kedokteran atau yang sekarang lebih banyak dikenal dengan istilah Bioetika sudah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Setiap waktu diulas, dibahas dan dikembangkan sampai
kepada pengertian yang kita anut sekarang ini. Semuanya ini dilakukan agar profesi kedokteran
selalu siap untuk menjawab tantangan jaman. Mengapa kita sekarang harus membahasnya lagi?.
Karena perkembangan ini akan terus berlanjut, sesuai dengan berkembangnya bio-teknologi,
khususnya teknologi biomedis, dan perkembangan masyarakat. Karena itu kita harus selalu
memberi makna dan pengertian yang “up-to-date” mengenai Bioetika ini. Untuk itu kita perlu
mengkaji ulang paradigma-paradigma yang berkaitan dengan Bioetika dan mempelajari isu-isu
yang berkembang, baik di masya-rakat umum, maupun di kalangan kedokteran sendiri.

Dasar-dasar bioetika adalah etika tradisional, dimana asas etika tradisional tersebut
berupa asas beneficence (memberikan manfaat) dan non-maleficence (mencegah mudharat).
Kalau kita perhatikan kedua asas ini sebenarnya bersumber dari perintah Allah Swt untuk ”Amar
ma’ruf Nahi munkar”. Etika terdiri dari dua jenis, yaitu etika umum dan etika khusus. Etika
umum membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak dalam mengambil keputusan etis.
Penilaiannya adalah prinsip moral, yaitu baik dan buruk. Sementara etika khusus merupakan
penerapan prinsip-prinsip dasar dalam bidang khusus atau disebut etika terapan, misalnya etika
kedokteran, etika kefarmasian, etika keperawatan dan lain-lain. (Afandi, 2017)

Seseorang dikatakan bahagia bila ia telah memiliki seluruh tatanan moral. Tatanan moral
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: yang pertama Logika, dimana dasarnya pikiran,
tujuannya kebenaran, nilainya benar-salah, hasilnya ilmu. Manusia terdiri dari jiwa dan raga.
Secara filsafati jiwa terdiri dari unsur akal (intellect), rasa (emotion), dan kehendak (will). Inilah
yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lain. Akal akan berusaha untuk mendapatkan
kebenaran yang paling dalam (the truth), dan dari sini akal manusia terus berkembang dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi.(Romadhon, 2013)

Yang kedua Etika, dimana dasarnya kehendak, tujuannya kebaikan, nilainya baikburuk,
hasilnya keserasian. Unsur ‘kehendak’ selalu mencapai kebaikan (goodness) didalam tata
kehidupan. Yang ketiga Etiket (Etiquette), dimana dasarnya kehormatan, nilainya sopantidak
sopan, hasilnya tata krama. Yang keempat Estetika, dimana dasarnya perasaan (feeling),
tujuannya keindahan, hasil ciptaannya seni (art). Unsur ‘rasa’ manusia selalu ingin mencari
keindahan yang paling dalam (the beauty), dari sini berkembang rasa estetika manusia. Dalam
kenyataannya unsur akal, rasa dan kehendak tersebut saling mendukung dan saling
mempengaruhi dalam setiap tindakan manusia. Meskipun sebagai objek material, etik
mempelajari manusia, tetapi objek formal yang dipelajari adalah tindakan atau perilaku manusia.
Sehingga etik tidak dapat dipisahkan dengan beberapa istilah lain yang mirip-mirip dengan etik
yaitu adab, akhlak, susila, etiket dan moral.

Bioetika Kedokteran

Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-


norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun
makro, masa kini dan masa mendatang.

Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika
selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi
reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang
berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional,
lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula
terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.

Prinsip-prinsip dasar etika adalah suatu aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-
prinsip itu harus dibersamakan dengan prinsip-prinsip lainnya atau yang disebut spesifik. Tetapi
pada beberapa kasus, kerana kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk
digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan Prima
Facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat,
menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral
yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, antara lain:

 Beneficence
 Non-malficence
 Justice
 Autonomy

1. Beneficience

Semua tindakan dokter yang dilakukan terhadap pasien harus bermanfaat bagi pasien
yaitu mengurangi penderitaan atau memperpanjang hidupnya. Untuk itu dokter diwajibkan
membuat rencana perawatan/tindakan yang berlandaskan pengetahuan yang sahih dan dapat
berlaku secara umum.

Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat
manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan
kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi
pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien
mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-
ciri prinsip ini, yaitu;

 Mengutamakan Alturisme
 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan
seorang dokter
 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya
 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
 MeenerapkanGolden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang
lain inginkan
 Memberi suatu resep
2. Non-malficence

Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya
bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-
malficence mempunyai ciri-ciri:

 Menolong pasien emergensi


 Mengobati pasien yang luka
 Tidak membunuh pasien
 Tidak memandang pasien sebagai objek
 Melindungi pasien dari serangan
 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
 Tidak melakukan White Collar Crime

Prinsip non-maleficence sering menjadi pembahasan dalam bidang kedokteran


terutama kasus kontroversial terkait dengan kasus penyakit terminal, penyakit serius dan luka
serius. Prinsip ini memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan untuk
mempertahankan atau mengakhiri kehidupan. Penerapannya dapat dilakukan pada pasien
yang kompeten maupun tidak kompeten. Pada dasarnya, prinsip non-maleficence
memberikan peluang kepada pasien, walinya dan para tenaga kesehatan untuk menerima atau
menolak suatu tindakan atau terapi setelah menimbang manfaat dan hambatannya dalam
situasi atau kondisi tertentu.

Banyak filosof yang menjadikan prinsip non-maleficence sebagai satu kesatuan


dengan prinsip beneficence (mengutamakan tindakan untuk kebaikan pasien). Namun,
banyak juga yang membedakannya. Pertimbangannya antara lain pemikiran bahwa
kewajiban untuk tidak membahayakan atau mencelakakan pasien, tentu berbeda dengan
kewajiban untuk membantu pasien, walaupun keduanya untuk kebaikan pasien.
3. Justice

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama
rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat
ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan,
dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Justice
mempunyai ciri-ciri :

 Memberlakukan segala sesuatu secara universal


 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
 Menghargai hak sehat pasien
 Menghargai hak hukum pasien

4. Autonomy

Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang berarti sendiri dan
”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan atau hukum. Awalnya otonomi
dikaitkan dengan suatu wilayah dengan peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri atau
hukum sendiri. Namun kemudian, otonomi juga digunakan pada suatu kondisi individu
yang maknanya bermacam-macam seperti memerintah sendiri, hak untuk bebas, pilihan
pribadi, kebebasan berkeinginan dan menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi individu
adalah aturan pribadi atau perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari
campur tangan orang lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang
benar, seperti karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya
adalah seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu
bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya.

Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi. Meskipun


demikian, secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip otonomi, khususnya
dalam praktek kedokteran. Cara-cara tersebut antara lain:
 Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)
 Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)
 Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential information)
 Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien (obtain consent for
interventions with patients)
 Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask, help others make
important decision)

Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi


pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi kompetensi pasien yang dapat
diterima semua pihak, sehingga begitu banyak defnisi tentang kompetensi pasien. Salah
satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan untuk
melaksanakan atau perform suatu tugas atau perintah”.
Afandi, D. (2017). Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis yang etis.
Majalah Kedokteran Andalas, 40(2), 111. https://doi.org/10.22338/mka.v40.i2.p111-
121.2017

Romadhon, Y. (2013). Pola Pikir Etika dalam Praktik Kedokteran. Kalbemed.Com, 40(7), 545-
551Romadhon, Y. (2013). Pola Pikir Etika dalam.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/25_206Opini-Pola Pikir Etika dalam Praktik
Kedokteran.pdf

Anda mungkin juga menyukai