Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KASUS:

Kasus Klinik Eye Center Diadukan ke Polda


DISUSUN OLEH:


Venosha a/p Rajen
130600159

Dosen Pembina:
Simson Damanik, drg., M.Kes



Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
2014

Kasus Klinik Eye Center Diadukan ke Polda
VENOSHA RAJEN
130600159
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
Jl. Alumni No.3, Kampus USU, Medan 20155

PENDAHULUAN

Seni kedokteran adalah penerapan gabungan ilmu kedokteran, intuisi dan keputusan medis
untuk menghasilkan diagnosis yang tepat. Dokter perlu memberikan penjelasan tentang
penyakit pasien, rencana perawatan, dan proses pengobatannya.Dalam menjalankan tugas
profesinya, seorang dokter akan selalu terkait dengan bioetika maupun etika kedokteran, yang
kemudian akan diatur dalam kode etik kedokteran. Namun kini, tidak sedikit dokter yang
melanggar bioetika atau etikanya sebagai seorang dokter dalam menghadapi pasien, sehingga
menyebabkan hal tersebut menjadi sorotan masyarakat dan menimbulkan persepsi dikalangan
masyarakat bahwa semua dokter dapat melakukannya.Seorang tenaga medis seharusnya
memberikan pelayanan yang dinilai oleh masyarakat sebagai sesuatu yang sangat berguna,
mengabdi kepada kepentingan umum dan diharapkan memperoleh kepuasan dari pengamalan
ilmu kepada pasien, serta tidak menganggap uang sebagai pemuas utama pekerjaannya.
Malpraktek merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di dunia kesehatan.
Malpraktek dapat terjadi karena ketidaktahuan, kelalaian, kurangnya keterampilan,
kurangnya ketaatan dalam profesi maupun perbuatan salah yang disengaja. Makalah ini
dibuat dengan maksud untuk memberikan informasi tentang bioetika maupun etika yang baik
bagi seorang dokter.
5
Bertujuan untuk menciptakan dokter yang berperilaku baik dan selalu
memegang teguh prinsip-prinsip bioetika dan tidak melanggar etika kedokteran dalam
menghadapi pasien, sehingga bermanfaat agar keluhan dan penderitaan pasien dapat
terselesaikan dengan baik.

BIOETIKA

Bioetik berasal dari bahasa Yunani; bios yang berarti hidup atau kehidupan, dan ethike yang
berarti ilmu atau studi tentang isu-isu etik yang timbul dalam praktik ilmu biologi.Bioetika
adalah biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak
hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga
memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang
2
.Dalam bioetika
terdapat empat prinsip yang harus dipenuhi oleh seorang dokter, yaitu
3,5
:

A) Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy)
Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan
sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan
kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan
perlindungan.
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak,
memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik
bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan
pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-
legislation dari manusia.
Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni
kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan
kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.
Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien
demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).
Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi.
Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi
informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya,
bantulah membuat keputusan penting.
Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk
kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang
dimaksudkan(intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.

B) Berbuat baik (beneficence)

Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien
yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat
baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.
Tindakan berbuat baik (beneficence)
General beneficence :
melindungi & mempertahankan hak yang lain
mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,
Specific beneficence :
menolong orang cacat,
menyelamatkan orang dari bahaya.
Mengutamakan kepentingan pasien
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah
sakit/pihak lain
Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)
Menjamin nilai pokok : apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik
terhadapnya (apalagi ada yg hidup).




C) Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)

Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling
besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :
Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien
Minimalisasi akibat buruk
Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :
Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting
Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).
Norma tunggal, isinya larangan.


D) Keadilan (justice)

Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham
kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan
jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada
pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.
Treat similar cases in a similar way = justice within morality.
Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni :
a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka
(kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)
b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban
sesuai dengan kemampuan pasien).
Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi
(bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik
Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan
beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan
jasmani-rohani; secara material kepada :
Setiap orang andil yang sama
Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
Setiap orang sesuai upayanya.
Setiap orang sesuai kontribusinya
Setiap orang sesuai jasanya
Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
bersama:
Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan
efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social ekonomi (mementingkan
prosedur adil > hasil substantif/materiil).
Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu
Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai
oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan
kesamaan).
d. Hukum (umum) :
Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang
berhak.
pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama)
mencapai kesejahteraan umum.



MALPRAKTEK

Malpraktik adalah praktik yang buruk, dimana seseorang melakukan apa yang seharusnya
tidak dilakukan, atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Malpraktek
merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara
harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti pelaksanaan
atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
1,5

Di dalam setiap profesi berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul
dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang
kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan
dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
5
Hal ini perlu difahami mengingat
dalam profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada
kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum
ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi,
maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan
adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative
malpractice.
1. Criminal malpractice
1,3
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa
kesengajaan(intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
o Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan
euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat
surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis
pasal 299 KUHP).
o Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
o Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
1,3
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat
pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.


3. Administrative malpractice
1,3
Seorang dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga
dokter tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagaiketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi seorang dokter
untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek). Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
hukum administrasi.

ETIKA KEDOKTERAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia DEPDIKBUD/1998, etika adalah
3
:
1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral.
2. Kumpulan atau seperangkat azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai yang benar dan salah yang diamati suatu golongan atau masyarakat.
Sedangkan menurut Kamus Kedokteran (Ramli dan Pamuncak tahun 1997), etika adalah
pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi.
Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip
moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai
baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi
moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika
biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat
keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di
bidang medis.
5
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan
latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy
(menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat
keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan
tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian
profesi).
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik
profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain
itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan
di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi
dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih
berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang
kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK
setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi)
kedokteran.

PERMASALAHAN
4


Dewasa ini telah banyak kasus-kasus yang terjadi akibat kurangnya ketelitian dokter dalam
menjalankan tugas profesinya, sehingga memperburuk keadaan pasien. Salah satu contohnya
adalah kasus pencabutan gigi yang dilakukan tanpa persetujuan, seperti dibawah ini:

Jakarta, Pelita-Diduga akibat kelalaian dokter akhirnya mata kiri Aslinda Siregar (42) jadi
buta. Lebih sedih lagi, akibat kebutaan korban juga ditolak untuk mengikuti pendidikan S2.
Aslinda yang pegawai Departemen Kesehatan sudah pernah maminta pertanggungjawaban
pihak Klinik Eye Center tempat dia berobat. Malah pihak klinik di Jalan Cikditiro No 46
Jakarta Pusat menentang dan meminta korban untuk melaporkan kasusnya kepada Menteri
Kesehatan, mereka tidak gentar menghadapinya.
Aslinda menilai pihak klinik mau lepas tanggungjawab, karenanya, Selasa (3/4) korban
melaporkan pengelola Klinik Eye Center ke Polda Metro Jaya. \"Ini tindakan malpraktek
sehingga mata kiri saya jadi buta,\" kata Alinda yang didampingi kuasa hukumnya Iskandar
Sitorus dari LBH Kesehatan Jakarta.
Kasus ini berawal September 2006, korban berobat mata ke Klinik Eye Center yang ditangani
dr Waldensius Girsang. Hasil pemeriksaan katanya korban menderita rabun jauh lalu diberi
obat dan disarankan memakai kaca mata agar penyakitnya cepat sembuh.
Mata korban dikasih tetesan plumantation, tapi bukannya sembuh malah jadi gelap. Korban
sempat bolak balik ke klinik untuk penyembuhan matanya yang sudah tidak bisa melihat,
namun hasilnya tetap nihil.
Atas saran pihak klinik korban akhirnya konsultasi dengan dr Sudarman lalu dikasih obat dan
matanya mulai bisa melihat lagi. Setelah penyakit matanya mulai kelihatan sembuh, korban
disarankan temui kembali dr Waldensius Girsang di klinik tersebut. Atas suruhan dr
Sudarman pada 6 Maret 2007 korban datang kembali ke khinik tersebut.
Dokter spesialis mata itu memberi korban argon laser yang katanya untuk mencegah
kebutaan. Namun setelah dilaser malah mata kiri korban jadi buta permanen. \"Saya
menuntut agar mata saya bisa normal kembali,\" tegas korban.
Sementara dr Waldensius Girsang ketika dikonfirmasi menyayangkan tindakan korban yang
melaporkan kasusnya ke Polda Metro Jaya. \"Ini tindakan sepihak, mata korban dilaser untuk
menghindari kebutaan,\" tegas Girsang.
Korban minta kepada polisi untuk memproses kasus malpraktek di klinik itu sesuai hukum
yang berlaku. \"Mata saya sudah buta, saya datang ke klinik minta tanggungjawab, malah
disuruh lapor ke menteri,\" tegas korban.






PEMBAHASAN

Akhir-akhir ini tuntutan hukum yang diajukan oleh pasien atau keluarganya kepada pihak
rumah sakit dan atau dokternya semakin meningkat kekerapannya. Tuntutan hukum tersebut
dapat berupa tuntutan pidana maupun perdata, dengan hampir selalu mendasarkan kepada
teori hukum kelalaian.Seorangdokter/dokter gigi seharusnya meringankan beban pasien,
bukan malah memperburuk keadaan pasien. Sebelum melakukan suatu tindakan medik,
dokter harus meminta persetujuan pasien atau keluarga setelah menberikan pemahaman yang
benar tentang tindakan yang akan dilakukan, agar tidak terjadi kesalahpahaman.Dalam ilmu
kedokteran, persetujuan merupakan suatu bagian esensial, perbuatan dokter tersebut
merupakan alasan untuk tidak mengkualifisirnya sebagai suatu tindak pidana dan dapat
menumbuhkan alasan pembenar, asal melakukan suatu tindakan medik itu dengan
kecermatan. Informasi yang diberikan oleh seorang dokter/dokter gigi mencakup tentang:
Diagnosis dan tatacara tindakan medis
Tujuan tindakan medis
Alternatif tindakan lain dan resikonya
Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Prognosis

Pada dasarnya semua pasien berhak mendapatkanpenjelasan sejelas-
jelasnya dari dokter dan dokter gigi yangmerawat, langsung dari dokternya atau dari brosur y
ang dokter dandokter gigi berikan. Pertanyaan bisa diajukan untuk melengkapi hal-
hal yang belum jelas, atau bisa diberi penjelasan tambahan olehasisten atau perawat dokter da
n dokter gigi.
Seorang dokter dalam melaksanakan praktek kedokterannya juga harus membuat catatan
mengenai berbagai informasi mengenai pasien tersebut dalam suatu berkas yang dikenal
sebagaiStatus, Rekam Medis, Rekam Kesehatan atauMedical Record. Berkas ini merupakan
suatu berkas yang memiliki arti penting bagi pasien, dokter, tenaga kesebatan serta Rumah
Sakit.
2
. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan dapat dinilai apakah pelayanan
yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai standar atau
tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan merasa perlu
mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam suatu peraturan menteri keehatan
agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes
No.749a1Menkes/Per/XII/1989 menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik
sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5
tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi
pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses
pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut.Rekam medis juga
memiliki 5 manfaat, yaitu :
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Dalam UU RI No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran disebutkan juga bahwa :
Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedoktcran wajib membuat
rekam medis.
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.
3. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47
1. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien.
2. Rekarm medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
3. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Setiap tenaga medis harus memiliki kemampuan dan pengetahuan medis yang optimal.
Seorang tenaga medis tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus
tahumengapa hal itu dilakukan.Sumpah profesi dokter harus senantiasa dilakukan dalam
melakukan praktik kedokteran, apabila seorang dokter melanggar janji tersebut berarti
menodai kesucian profesi tersebut. Profesi harus dijalankan tanpa pamrih, dimana
kepentingan pasien harus diutamakan, bahkan harus didahulukan dari kepentingan pribadi
atau keluarga Menerapkan prinsip bioetika dan etika kedokteran dalam menjalankan tugas
profesi sangat penting bagi seorang dokter. Dengan selalu mempertahankan prinsip-prinsip
bioetika dan etika kedokteran, maka akan memperlancar tindakan perawatan terhadap pasien
sehingga menghasilkan apa yang diharapkan oleh pasien, tidak memperburuk keadaan pasien.
Seorang dokter tidak dapat sembarangan melakukan tindakan medis terhadap pasien tanpa
adanya persetujuan dari pasien yang bersangkutan atau dari keluarga pasien, karena jika
terdapat kesalahan atau terjadi hal yang buruk sebagai akibat dari kelalaian, maka dokter
tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan pasal-pasal yang terdapat pada Undang-undang
Praktik Kedokteran. Pasien memiliki hak-hak tertentu saat menjalani perawatan kesehatan,
seperti hak untuk mendapatkankan informasi, sehingga dokter harus memberikan informasi
secara lengkap dan jelas tentang kesehatan pasien, dan dokter hendaknya meminta
persetujuan pasien sebelum melakukan tindakan medis, karena pasien juga memiliki hak
untuk memberi persetujuan. Bila pasien masih dibawah umur, maka seorang dokter harus
meminta persetujuan orang tuanya atau keluarga, dan tidak memberikan perawatan apapun
sebelum adanya persetujuan, sehingga jika terjadi kecelakaan maka dokter tidak dapat
disalahkan. Seorang dokter hendaknya tidak lalai dalam menjalankan tugas profesinya,
sehingga tidak merugikan pasien. Kecelakaan memiliki arti yang berbeda dengan lalai. Jika
dokter telah melakukan Standard Operational Prosedure dengan benar, maka kecelakaan yang
terjadi tidak dapat dipermasalahkan.

DAFTAR PUSTAKA

1) Somantri I. Prinsip-prinsip etika penelitian ilmiah. 11 September 2007.
http://irmanthea.blogspot.com/2007/09/prinsip-prinsip-etika-penelitian-
ilmiah.html. (8 JANUARI 2014).
2) Ahira A. Mengatasi kasus malpraktek kedokteran.
http://www.anneahira.com/kasus-malpraktek-kedokteran.htm.(8 JANUARI
2014).
3) NOVERTASARI S B. MALPRAKTIK DAN ETIKA KEDOKTERAN.
23.Desember.2010.http://blisha.wordpress.com/2010/12/23/malpraktik-dan-etika-
kedokteran/html.(8 JANUARI 2014)
4) Pelita. Klinik Eye Center Diadukan ke Polda.7 Januari 2014.
http://www.pelita.or.id/baca/html. (8 JANUARI 2014)
5) Dewi V A.MAKALAH CONTOH KASUS MALAPRAKTER MEDIS. 15 Juli
2012. http://luvindzdentistry.blogspot.com/2012/07/makalah-contoh-kasus-
malaprakter-medis.html. (8 JANUARI 2014)

Anda mungkin juga menyukai