Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian di Indonesia merupakan sektor yang menyerap paling banyak


tenaga kerja, hal ini terlihat berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS)
tahun 2010. Tenaga kerja pada tahun tersebut mencapai 43 juta orang, atau
sekitar 40% dari keseluruhan angkatan kerja nasional yang mencapai 107,4
juta orang. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian
memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah dalam hal keselamatan dan
keamanan.1
Untuk meningkatkan hasil di sektor pertanian perlu didukung beberapa
sarana pertanian. Adapun sarana yang mendukung pertanian antara lain alat-
alat pertanian, pupuk buatan (Urea, TSP, NPK, ZA), dan bahan-bahan kimia
lain, termasuk pestisida. Pestisida atau Pest Killing Agent merupakan obat-
obatan, campuran bahan kimia, atau bahan lain yang bersifat bioaktif yang
umumnya bersifat racun. Pestisida diproduksi, dijual, dan digunakan untuk
meracuni organisme pengganggu tanaman (OPT). Penggunaan pestisida pada
suatu lahan merupakan aplikasi dari teknologi yang diharapkan dapat
membantu meningkatkan hasil pertanian dan membuat biaya pengelolaan
pertanian menjadi lebih efisien dan ekonomis. Pemakaian pestisida dilakukan
karena adanya kekhawatiran petani akan adanya serangan hama yang dapat
menurunkan hasil pertaniannya.1,2
Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dalam pertanian dapat
menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif pada kesehatan dari
penggunaan pestisida yaitu keracunan, yang apabila sudah kronik
mengakibatkan kematian. Selain membahayakan keselamatan pengguna,
konsumen, pestisida juga merugikan kelestarian lingkungan.3 Menurut WHO
yang dikutip oleh Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi (LESKOFI)

http://digilib.unimus.ac.id
2009, paling tidak ditemukan 20.000 orang meninggal karena keracunan
pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya
seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya.4
Keracunan pestisida mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim
kolinesterase. Menurut WHO penurunan aktivitas kolinesterase sebesar 30 %
dari normal sudah dinyatakan sebagai keracunan. Standar di negara bagian
California penurunan aktivitas kolinesterase dalam butir darah merah sebesar
30 % dan plasma 40 % dianggap sebagai keracunan.5 Penelitian yang
dilakukan di desa Sumberejo Kecamatan Ngablak, menunjukkan bahwa 76,47
% petani mengalami keracunan akibat pestisida dan 60,29% petani menderita
anemia.6
Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan keracunan pestisida
adalah gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan
organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala
penyakit biasa seperti pusing, mual, dan lemah.Gejala dan tanda keracunan
organofosfat juga tidak selamanya spesifik.7
Populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida dengan
dampak negatif jangka panjang adalah wanita usia subur yang tinggal di
daerah pertanian. Hasil penelitian Parera menunjukkan bahwa dampak pajanan
pestisida terhadap wanita usia subur (WUS) adalah terjadinya gangguan
kesehatan dan reproduksi seperti abortus spontan dan berat badan lahir rendah
(BBLR). Hal ini berkaitan dengan keterlibatan mereka dalam kegiatan
dibidang pertanian, seperti menyemprot, menyiapkan perlengkapan
untukmenyemprot, termasuk mencampur pestisida, mencuci peralatan/pakaian
yang dipakai saat menyemprot, membuang rumput dari tanaman, mencari
hama,menyiram tanaman dan memanen.8,9
Kecamatan Bandungan merupakan salah satu wilayah di Kabupaten
Semarang yang merupakan salah satu pemasok cabai untuk Kabupaten
Semarang dan sekitarnya. Kecamatan Bandungan terdiri dari 10 desa dengan
luas lahan pertanian sebesar 3.944,837 hektar yang terdiri dari lahan sawah,
tegalan dan pekarangan dengan produksi cabai mencapai 216.000 ton per

http://digilib.unimus.ac.id
tahun. Menurut studi yang dilakukan oleh Afriyanto di Kabupaten Bandungan
tahun 2008 di dapatkan sebanyak 13 (26%) petani penyemprot cabe
mengalami keracunan berat, dan 37 petani (74%) mengalami keracunan
ringan. Kebiasaan petani di daerah Bandungan hanya memakai Alat Pelindung
Diri (APD) berupa baju lengan panjang, celana panjang dan topi tanpa
menggunakan sarung tangan, sepatu bot dan masker.10
Hasil survai dengan 7 petani di desa Banyukuning di Kecamatan
Bandungan menunjukkan, tingkat penggunaan pestisida di daerah tersebut
sangat tinggi dan intensif. Mereka pada umumnya menggunakan campuran 3-5
jenis pestisida golongan organofosfat, dengan frekuensi menyemprot hampir
setiap hari, terutama pada musim penghujan. Bentuk keikutsertaan wanita usia
subur adalah mencari hama, menyiram tanaman di ladang, membuang rumput
dari tanaman, memanen, dan membantu menyiapkan pestisida. Hasil survai
awal mendapatkan 7 dari 10 petani wanita usia subur yang anemia dengan
gejala pusing, mual, dan lemah. Mereka menganggap hal tersebut tidak
berbahaya dan tidak memerlukan terapi khusus.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu diteliti hubungan pajanan
pestisida dengan kadar Kolinesterase dan kadar Hemoglobin pada WUS petani
di desa Banyukuning Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah


penelitian “ Adakah Hubungan antara pajanan pestisida (masa kerja, frekuensi
pajanan pestisida, dan dosis pestisida) dengan kadar Kolinesterase dan kadar
Hemoglobin pada WUS petani di Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang.

http://digilib.unimus.ac.id
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pajanan pestisida (masa kerja,
frekuensi pajanan pestisida, dan dosis pestisida) dengan kadar
kolinesterase dan kadar hemoglobin pada WUS petani di Daerah
Bandungan.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan masa kerja
b. Mendeskripsikan frekuensi pajanan pestisida
c. Mendeskripsikan dosis pestisida
d. Mengukur kadar Kolinesterase pada WUS petani
e. Mengukur kadar Hemoglobin darah WUS petani
f. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan kadar Kolinesterase
g. Menganalisis hubungan antara frekuensi pajanan pestisida dengan
kadar Kolinesterase
h. Menganalisis hubungan antara dosis pestisida dengan kadar
Kolinesterase
i. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan kadar Hemoglobin
j. Menganalisis hubungan antara frekuensi pajanan pestisida dengan
kadar Hemoglobin
k. Menganalisis hubungan antara dosis pestisida dengan kadar
Hemoglobin

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan penggunaan pestisida untuk Dinas Pertanian.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi alternatif tambahan informasi tentang
kesehatan dibidang pertanian yang terkait dengan pemakaian pestisida

http://digilib.unimus.ac.id
sehingga tidak mengganggu kesehatan petani khususnya pada wanita usia
subur yang bekerja sebagai petani.
3. Manfaat dalam Pelayanan Kesehatan
Untuk pencegahan keracunan pestisida di lingkungan kelompok tani.

E. Keaslian Penelitian (Originalitas)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada variabel


terikat yaitu variabel terikatnya kadar Hemoglobin dan kadar Kolinesterase,
dan Lokasi penelitian di Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang, serta sampel pada penelitian ini pada petani WUS

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian


Desain Variabel bebas
No Peneliti Judul Hasil
Studi dan terikat
1. Elanda Fikri, Hubungan Paparan Cross V. bebas Tidak ada hubungan
Onny Setiani, Pestisida Dengan sectional kandungan arsen yang bermakna
Nurjazuli Kandungan Arsen dalam urin. antara
(As) Dalam Urin V. terikat kandungan Arsen
dan Kejadian anemia (As) dalam urin
Anemia dengan kejadian
(Studi : Pada Petani anemia (p-value:
Penyemprot 0,152) pada petani
Pestisida di penyemprot
Kabupaten Brebes pestisida di Desa
Kemukten

2. Maria Goretti Studi ekonomi Cross Variabel Bebas : Hasil penelitian


Catur Yuantari lingkungan Dosis menunjukkan ada
Sectional
penggunaan pestisida,Pemaka hubungan bermakna
pestisida dan ian APD, antara pemakaian
dampaknya pada Metode dosis penggunaan
kesehatan petani di Penyemprotan, APD metode
area pertanian Metode penyemprotan,
Holtikultura Desa Pencampuran. metode
sumber Rejo Kec. Variabel Terikat pencampuran dan
Ngablak Kab. :Dampak lokasi pencampuran
Magelang Jawa terhadap dengan kejadian
Tengah kesehatan petani keracunan pestisida
dan biaya organofosfat serta
pengobatan ada hubungan antara
kesehatan keracunan pestisida
terhadap biaya
pengobatan dengan
hasil pengujian
statistik(p=0,001)

http://digilib.unimus.ac.id
Desain
No Variabel bebas
Peneliti Judul Hasil
studi dan terikat
pada petani sayuran
di Desa Sumber Rejo
Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang
3. Hendra Budi Hubungan riwayat Case Variabel bebas : Hasil menunjukkan
Sungkawa paparan pestisida paparan pestisida faktor risiko masa
kontrol
dengan kejadian Variabel Terikat kerja petani, lama
goiter pada petani : kejadian Goiter kerja per hari, jenis
Hortikultura di pestisida,
kecamatan Ngablak frekuensi
Kabupaten penyemprotan, posisi
Magelang terhadap arah angin,
dan penggunaan alat
pelindung
diri berpengaruh
terhadap kejadian
goiter dengan
probabilitas sebesar
33,78%

4. Agung Hubungan praktek Cross Variabel bebas : Ada hubungan yang


sasongko pencampuran pencampuran signifikan antara
sectional
golongan pestisida golongan praktek pencampuran
organofosfat dan pestisida golongan pestisida
karbamat dengan organofosfat dan organofosfat dan
kadar kolinesterase karbamat karbamat terhadap
pada petani bawang Variabel terikat : kadar kolinesterase
merah di desa kadar pada petani bawang
Kedunguter kolinesterase merah di Desa
Kecamatan brebes Kedunguter Kec.
Kabupaten Brebes Brebes Kab. Brebes

5. Yodenca Assti Faktor-faktor yang Cross Variabel bebas : Tidak ada hubungan
Runia berhubungan keracunan antara keracunan
sectional
dengan keracunan pestisida pestisida
organofosfat, organofosfat dan organofosfat,
karbamat dan karbamat karbamat dengan
kejadian anemia Variabel terikat : kejadian anemia
pada petani kejadian anemia
Holtikultura di Desa
Tejosari Kecamatan
Ngablak Kabupaten
Magelang

http://digilib.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai