Anda di halaman 1dari 5

02.66.

00/FRM-03/AKD-SPMI

Bab II. Tinjauan Pustaka


II.1 Inflamasi
Inflamasi merupakan respon alami tubuh terhadap patogen dan rangsangan berbahaya
yang terjadi dalam dua tahap yaitu inflamasi akut dan kronis. Inflamasi akut
merupakan bagian dari imunitas bawaan yang diinisiasi oleh sel imun dalam jangka
waktu singkat. Namun, apabila inflamasi berlanjut maka akan masuk ke tahap kedua
yang disebut inflamasi kronik. Jika inflamsi berlanjut pada tahap kronik akan
memediasi berbagai macam penyakit kronis seperti radang sendi, kanker, penyakit
kardiovaskular, diabetes, dan penyakit saraf melalui disregulasi dari berbagai jalur
pensinyalan seperti faktor kappa-B (NF-κB), transduser sinyal dan aktivator dari
transkripsi 3 (STAT3) (Kunnumakkara dkk., 2018). Inflamasi biasnya ditandai
dengan munculnya rasa panas (color), bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan
(rubor) dan hilangnya fungsi organ (functio laesa). Terdapat beberapa tipe inflamasi
berdasarkan penyebabnya yaitu : mikroba, autoimun, alergi, metabolik dan fisik
(gambar II.1).

Gambar II.1 Tipe Inflamasi (Hawiger dan Zienkiewicz 2019)

Tipe inflamasi mikroba disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa dan jamur. Inflamasi tipe
ini akan menyebabkan atau memediasi terjadinya abses, pneumonia, ebola, sepsis,
demam berdarah, infeksi HIV dan penyakit infeksi lainnya. Penyebab inflamasi tipe
alergi terdapatnya allergen yang dapat memediasi terjadinya penyakit rhinithis alergi,
dermatitis atopik dan penyakit alergi lainnya. Inflamasi metabolik disebabkan oleh
makanan yang berlebihan dan akumulasi metabolisme ( asam urat, ester dan kolesterol).
Ini dapat memicu terjadinya pernyakit gout, arterosklerosis dan penyakit metabolik
1
02.66.00/FRM-03/AKD-SPMI

lainnya. Inflamasi fisik dapat disebabkan oleh adanya trauma, luka bakar dan radiasi. Inflamasi
autoimun disebabkan oleh kegagalan sistem imun sehingga terjadi serangan autoimun oleh sel B
dan sel T. Terjadinya inflamasi tipe ini dapat memicu terjadinya penyakit rheumathoid arthritis,
diabetes tipe 1, multi sclerosis, penyakit Crohn, psoriasis, lupus eritematosus sistemik dan
penyakit autoimun lainnya. Inflamasi konstitutif ditandai dengan kegagalan imunitas bawaan
sehingga menyebabkan terjadinya autoinflamasi. Pada kondisi seperti ini terdapat tanda terjadinya
inflamasi tanpa diketahui sumber infeksi atau terjadinya proses autoimun (Hawiger dan
Zienkiewicz 2019). Penatalaksanaan terapi inflamasi secara klinis dapat menggunakan obat
steroid dan nonsteroid (NSAID). NSAID adalah obat utama dalam mengurangi efek buruk
dari inflamasi. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) menghambat biosintesis awal
prostaglandin melalui penghambatan siklooksigenase (COX). NSAID adalah obat penting
yang digunakan untuk mengurangi konsekuensi peradangan yang tidak diinginkan.
Penggunaan NSAID secara kronis dapat menimbulkan efek buruk pada kardiovaskular,
gastrointestinal dan toksisitas pada ginjal. Demikian pula terapi dengan obat kortikosteroid
menimbulkan dampak buruk seperti hipertensi, hiperglikemia, osteoporosis dan gangguan
pertumbuhan. Toksisitas dan kekambuhan merupakan masalah utama dalam penggunaan
obat-obat sintetik yang telah tersedia. Untuk itu perlu dicari obat yang lebih aman (Patil dkk.,
2019). Alam telah menganugrahkan berbagai macam tanaman yang memiliki aktivitas
sebagai obat untuk berbagai macam penyakit termasuk inflamasi (Hawiger dan Zienkiewicz
2019). Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antiinflamasi adalah tanaman pegagan
(Centella asiatica). Tanaman ini dimanfaatkan sebagai tanaman obat dengan aktivitas
antiinflamasi, peningkat kecerdasan dan penyembuh luka bakar (Siahaan dan Chan 2018).

II.2 Pegagan
Pegagan adalah salah satu tanaman tropis yang tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi
mencapai 2500 m di atas permukaan laut. Pegagan dapat tumbuh di daerah perladangan yang
basah, pematang sawah, pinggir jalan, perkebunan dan ladang. Klasifikasi tanaman pegagan
seperti tercantum pada tabel II.1. Tanaman pegagan memiliki banyak sebutan sesuai dengan
daerah atau negara itu berada. Beberapa sebutan tanaman pegagan dibeberapa daerah anatara lain
bebile (Lombok.), kalotidi manora (Maluku), sandanan atau gogauke atau dogauke (Papua),
panigowang atau gagan-gagan (Jawa), pegago (Minangkabau), kori-kori (Halmahera), kaki kuda
(Sumatera), pegagan (Aceh dan Jakarta) dan antanan (Jawa Barat). Beberapa sebutan tanaman

2
02.66.00/FRM-03/AKD-SPMI

pegagan di luar negeri antara lain Perancis dikenal dengan nama bevilaque, hydrocote d’Asie, atau
cotyiole asiatique, Tiongkok dikenal dengan nama ji xue cao, gotu kola (Sri Lanka), India penny
wort (Inggris), Indian hydrocotyle (India), brahma butu (India) dan takip-kohot (Filipina)(Sutardi
2017).

Tabel II. 1 Klasifikasi Tanaman Pegagan

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbillales
Famili : Umbilliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica (L.)

Tanaman ini memiliki kandungan kimia seperti vellarine, tannin, carotenoids , hydrocotylin,
centelloside, meso-inositol, madasiatic acid, brahmic acid, brahminoside, madecassoside,
isothankuniside, thankuniside, asiatic acids dan asiaticoside. Kandungan lain berupa garam
mineral Fe, Mg, Na, dan K (Musyarofah dkk., 2007).

Pegagan juga mengandung senyawa asiatikosida, asiatikosida merupakan glikosida triterpen,


derivat alfaamarin dengan molekul gula yang terdiri atas dua glukosa dan satu rhamnosa, glikol
dan satu karboksilat teresterifikasi dengan gugus gula. Kandungan asiatikosida pada tanaman
pegagan berbentuk glikosida yang banyak dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional atau
jamu. Senyawa kimia asiatikosida, medekasosida, madekasida dan asam asiatik termasuk dalam
golongan triterpenoid. Untuk senyawa vallerin brahmosida termasuk golongan saponin sedangkan
senyawa sitosterol dan stigmasterol termasuk golongan steroid (Sutardi 2017). Kandungan zat
aktif dari tanaman pegagan dapat meningkatkan proses penyembuhan luka dan juga dapat
digunakan dalam penyembuhan penyakit kusta dan tuberkulosis. Pegagan juga dapat digunakan
sebagai pembersih darah, memperlancar peredaran darah, penghancur batu ginjal, antipiretik,
hemostatik, anti bakteri, anti inflamasi, hipotensi, insektisida dan anti alergi. Kandungan saponin
juga dapat menghambat produksi jaringan parut yang berlebihan (menghambat timbulnya keloid).
Asam asiatik dari Centella asiatica dapat mencegah defisit memori atau peningkatan memori
(Vinolina dkk., 2018).

3
02.66.00/FRM-03/AKD-SPMI

Gambar II.2 Tanaman Pegagan (Sutardi 2017)

Banyaknya manfaat dari tanaman pegegan telah mendorong untuk dibuat sediaan farmasi dari
tanaman pegagan. Pada tahun 2014 telah dilakukan penelitian oleh Moerfiah dkk. dengan
pembuatan sediaan salep dari ekstrak pegagn sebagai penyembuh luka. Berlanjut tahun 2018
Siahan dan Chan membuat sediaan gel sebagai penyembuh luka bakar. Pada tahun 2020 Budi dan
Rahmawati membuat sediaan gel dari ekstrak pegagan sebagai antijerawat.

II.3 Gel
Gel atau yang sering disebut jeli adalah sistem semipadat berupa suspensi yang terbuat dari
molekul anorganik kecil dan besar yang dipenetrasikan oleh cairan tertentu. Apabila massa gel
berupa jaringan partikel terpisah maka disebut sebagai gel dengan sistem dua fase(misalnya Gel
Aluminium Hidroksida). Sistem dua fase juga dikenal adanya magma yaitu apabila fase
terdispersinya terbentuk dari partikel yang ukurannya cukup besar. Pada gel satu fase tidak terlihat
adanya ikatan antar makromolekul yang terdispersi dan cairan pembawa, ini diakibatkan oleh
makromolekul yang tersebar secara homogen pada cairan. Gel satu fase dapat dibuat dari
makromolekul gom alam (contonya Tragakan) dan makromolekul sintetik (contohnya Karbomer).
Rute pemberian obat yang dibuat dalam sediaan gel bisa berupa topikal atau dimasukkan dalam
lubang tubuh (Depkes RI, 2020).

4
02.66.00/FRM-03/AKD-SPMI

Salah satu komponen penting ketika membuat formulasi gel adalah adanya gelling agent yang
sangat berpengaruh terhadap sifat fisik gel (Rowe dkk., 2009). Basis gel yang paling umum
digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik. Gel hidrofilik yang banyak digunakan
termasuk HPMC K4M dan Carbopol 934. Kombinasi Karbopol dan HPMC (2:1) secara empiris
terbukti menghasilkan viskositas tertinggi dan persentase difusi bentuk sediaan gel nistatin
tertinggi dibandingkan penggunaan masing-masing basis secara terpisah. Kombinasi HPMC K4M
dan karbopol 934 menunjukkan hasil terbaik karena mempromosikan pelepasan obat yang lebih
baik . Karbopol dan HPMC digabungkan untuk beberapa tujuan, yaitu untuk menutupi kekurangan
Karbopol,bila diterapkan di konsentrasi tinggi, membentuk gel baru dengan sifat asam , dan untuk
mendapatkan bentuk sediaan gel dengan fisik dan sifat kimia yang lebih baik (Taurina dkk., 2018).

Anda mungkin juga menyukai