Anda di halaman 1dari 9

JUDUL : FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN NANOEMUL GEL EKSTRAK

PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urb) YANG BERPOTENSI SEBAGAI PENYEMBUH


LUKA

INTISARI (Maksimal 150 kata)

Latar Belakang:
Tujuan:
Metode:
Analisis:
BAB I
PENDAHULUAN (Maksimal 2 halaman)

1.1 Latar Belakang

Luka merupakan diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka memiliki
prevalensi mencapai jutaan kasus per tahunnya. Hasil penyembuhan luka yang terganggu,
cenderung memasuki kondisi inflamasi patologis karena proses penyembuhan luka yang tak
terkoordinasi sehingga kebutuhan pengobatan dan perawatan luka menjadi salah satu hal
yang penting (Barbul et al, 2010). Kulit berperan penting dalam kehidupan manusia, antara
lain untuk mengatur keseimbangan air serta elektrolit, termoregulasi, dan berfungsi sebagai
barrier terhadap lingkungan luar termasuk mikroorganisme.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses fisiologis kompleks yang memerlukan
beberapa tahapan, seperti fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi. Metode perawatan
luka terbaru memerlukan pemilihan balutan luka yang ideal, yaitu tidak melekat pada luka,
impermeabel terhadap bakteri, mempertahankan lingkungan lembab, nyaman, tidak beracun
dan tidak menimbulkan alergi (Morison, 2003).
Terapi herbal menjadi salah satu terapi alternatif yang tengah berkembang dan
diminati oleh masyarakat. Permintaan akan terapi herbal berasal dari persepsi bahwa obat
herbal lebih aman dan tidak berisiko daripada obat sintetik. Selain aman karena telah
digunakan secara turun temurun, banyak penelitian yang telah membuktikan khasiat dari
penggunaan herbal. Salah satu tanaman yang telah diteliti dan berkhasiat menyembuhkan
luka diantaranya adalah Centella asiatica (L.) Urb.
Centella asiatica atau pegagan termasuk salah satu tanaman obat yang telah banyak
dikenal masyarakat. Pegagan mengandung asiatikosida, asam asiatat, dan asam madekasat
yang mampu memacu penyembuhan luka. Karena itu, selain sebagai penyembuh luka
tanaman ini dapat digunakan sebagai sumber bahan aktif pada perawatan kulit yang mulai
kusam, berkerut, atau menunjukkan tanda-tanda penuaan yang tidak diinginkan (Primastuti,
2013).
Salah satu komponen aktif daun pegagan yang penting dalam penyembuhan luka
adalah Asiaticoside yang berfungsi sebagai antioksidan dan juga mendukung angiogenesis
dalam proses penyembuhan luka (Vhora dkk, 2011: Medicine Herbs, 2011). Khasiat lain dari
asiatikosida yang terkandung dalam pegagan juga bisa mempercepat dan memicu
pertumbuhan kolagen pada bagian kulit, sehingga bisa memperbaiki dan membuat regenerasi
kulit ketika terjadi kerusakan kulit(Sikareepaisan dkk., 2008).
Nanoemulgel merupakan sediaan nanoemulsi berbasis gel. Sediaan ini mempunyai
ukuran partikel yang kecil, oleh karena itu dapat meningkatkan kemampuan partikel senyawa
untuk menembus membran kulit dan bentuk gel yang memiliki pelepasan terkontrol serta
bioavailabilitas yang baik (Jivani dkk., 2018). Bentuk sediaan gel merupakan sediaan topikal
yang mudah diaplikasikan pada kulit serta memiliki karakteristik organoleptis yang menarik
dibanding sediaan topikal lainnya. Hal ini karena sediaan gel terdapat kandungan air yang
dapat mendinginkan, menyejukkan melembabkan, mudah penggunaannya dan mudah
berpenetrasi pada kulit (Sukartiningsih dkk., 2019).
Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang Pengembangan Formula Gel Ekstrak
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb ) sebagai Antijerawat oleh Budi,S et al pada tahun 2019 ,
dan penelitian tentang formulasi dan evaluasi sediaan nanoemul gel dari minyak atsiri sereh
wangi yang dilakukan oleh Amna, 2020. Namun pembuatan nanoemul gel dari Ekstrak
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb ) belum pernah dilaporkan, sehingga keterbaruan
penelitian ini adalah formulasi dan evaluasi sediaan nanoemul gel ekstrak pegagan yang
berpotensi sebagai penyembuh luka. Sediaan nanoemulgel dipilih karena sediaan ini cocok
untuk penggunaan topikal, dan diharapkan dengan ukuran nano dapat berpenetrasi ke dalam
kulit menjadi lebih baik. Dengan pembuatan sediaan ini diharapkan sediaan nanoemul gel
minyak atsiri sereh wangi memiliki efektivitas antijerawat yang lebih baik dan dapat diterima
oleh masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana formulasi dan evaluasi sediaan nanoemul gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica
(L.) Urb )?

1.3 Tujuan Penelitian

Membuat formulasi dan evaluasi sediaan nanoemulgel Ekstrak Pegagan Centella asiatica (L.)
Urb

1.4 Luaran Penelitian

Luaran penelitian ini berupa skripsi mahasiswa serta publikasi ilmiah di jurnal nasional atau
internasional yang ditulis bersama oleh mahasiswa dan para pembimbing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA (Maksimal 6 halaman)
2.1 Studi Pustaka
2.1.1 Nanoemul gel
Nanoemulsi adalah emulsi yang dibuat dari minyak, air dan surfaktan dengan ukuran 10-200 nm,
yang dapat menjadi dua bentuk yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak
(A/M). Nanoemulsi merupakan sistem pengahantaran obat yang memiliki efikasi yang baik,
dengan memaksimalkan penetrasi obat ke dalam kulit dan meminimalkan efek samping.
Nanoemulsi dapat berpenetrasi dengan mudah menembus pori-pori kulit membawa zat aktif
menuju lokasi target, menghasilkan sistem penghantaran obat yang efektif (Mulia dkk., 2018).

Gel merupakan sediaan topikal yang mudah diaplikasikan pada kulit serta memiliki penampilan
fisik yang menarik dibdaning sediaan topikal lainnya. Hal ini disebabkan karena sediaan gel
memiliki kdanungan air yang bersifat mendinginkan, menyejukkan melembabkan, mudah
penggunaannya, mudah berpenetrasi pada kulit, sehingga memberikan efek penyembuhan yang
lebih cepat sesuai dengan basis yang digunakan (Sukartiningsih dkk., 2019).

Nanoemulgel merupakan suatu sediaan emulsi dengan ukuran droplet 1-10-200 nm yang
disuspensikan dalam basis gel. Kelebihan dari formulasi nanoemulgel yaitu memiliki basis
hidrofilik dan hidrofobik yang dapat berpenetrasi ke dalam kulit dengan baik. Nanoemul gel
memiliki viskositas yang lebih rendah dibdaning dengan sediaan hidrogel, sehingga dapat
menghasilkan daya sebar yang baik (Mao dkk., 2019). Selain itu nanoemulgel juga lebih melekat
pada permukaan kulit (Bhattacharya dan Prajapati, 2017). Karakteristik fisik nanoemul gel
berupa sediaan semisolid yang kental, bertekstur lembut, dan mudah diratakan pada kulit (Eid
dkk., 2014).

2.1.2 Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.)


Centella asiatica (L.) Urban., Sinonim: Hydrocotyle asiatica L. (Eng. Indian Pennywort, Fr.
Hydrocotyle asiatique, Ger. Asiatischer Wassernabel), juga dikenal dengan nama umum sebagai:
Gotu kola atau Tiger Grass, milik keluarga Apiaceae . Tumbuh di Asia, terutama di India,
Pakistan, Madagaskar, Afrika ekuator, Amerika tengah dan di wilayah tropis Oseania(Bylka et
al., 2013) Berdasarkan klasifikasi taksonomi, pegagan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta.
subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Umbillales, famili Umbilliferae (Apiaceae),
genus Centella, spesies Centella asiatica (L.) Urban atau Hidrocotyle asiatica Linn(Sutardi,
2016). Pegagan tumbuh baik pada tanah yang agak lembap, tetapi cukup sinar matahari atau agak
terlindung. Pegagan tumbuh optimun di dataran medium pada ketinggian sekitar 700 m dpl,
namun juga mampu tumbuh di daerah tinggi hingga 2.500 m dpl. Pegagan tumbuh baik pada
lingkungan dengan intensitas cahaya rendah, hampir sama dengan shade plant, dan memiliki laju
respirasi rendah(Sutardi,2016). Pegagan merupakan tumbuhan tropis dengan daerah penyebaran
cukup luas, dari dataran rendah sampai dataran tinggi, hingga 2.500 m di atas permukaan laut
(Januwati dan Muhammad 1992). Pegagan dapat ditemukan di daerah perkebunan, ladang, tepi
jalan, pematang sawah, ataupun di ladang yang agak basah (Besung 2009).
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tanaman liar yang mempunyai prospek cukup
baik sebagai tanaman obat. Winarto dan Surbakti (2003) melaporkan pegagan telah ditetapkan
sebagai tanaman obat tradisional sejak tahun 1884. Tanaman C. asiatica telah digunakan sebagai
“obat mujarab” tiga ribu tahun yang lalu di Cina, India, Afrika, Filipina, Sri Lanka dan
Madagaskar. Pada abad ke-19, ekstrak C. asiatica dan C. asiatica dimasukkan ke dalam Indian
Pharmacopoeia. Karena sifat obat-obatan dari tanaman itu secara bertahap dimasukkan ke dalam
Farmakope lainnya: Farmakope Herbal Inggris, Farmakope Cina, Farmakope Belanda,
Farmakope Jerman, Homöopathisches Arzneibuch, Farmakope Eropa Martindale, Pharmacopee
française, La Farmacopea Italiana X, Farmakope Eropa VI dan ke dalam Farmakope Polandia
edisi IX.
2.1.2.1 Kandungan kimia tanaman pegagan
Beberapa kandungan kimia dalam tanaman pegagan adalah asiatikosida, tankunisida,
isotankunisida, madekasosida, brahmosida, brahminosida, asam brahmik, asam madasiatik,
meso-inositol, sentelosida, karotenoid, hidrokotilin, vellarin, tanin serta garam mineral seperti
kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan besi (Wijayakusuma et al. 1994; Lasmadiwati et al.
2004), fosfor, minyak atsiri (1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin B (Santa dan
Bambang 1992), zat pahit vellarine, dan zat samak (Dalimartha 2006). Tanaman pegagan juga
mengandung asiatikosida berupa glikosida dan banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional
atau jamu. Asiatikosida, asam asiatik, madekasida, dan madekasosida termasuk golongan
triterpenoid, sementara sitosterol dan stigmasterol termasuk golongan steroid serta vallerin
brahmosida golongan saponin. Asiatikosida merupakan glikosida triterpen, derivat alfaamarin
dengan molekul gula yang terdiri atas dua glukosa dan satu rhamnosa. Aglikon triterpen pada
pegagan disebut asiatikosida yang mempunyai gugus alkohol primer, glikol, dan satu karboksilat
teresterifikasi dengan gugus gula.
Triterpenoid merupakan senyawa paling penting dalam tanaman pegagan. Triterpenoid berfungsi
meningkatkan fungsi mental dan memberi efek menenangkan. Senyawa ini juga dapat
merevitalisasi pembuluh darah sehingga memperlancar peredaran darah menuju otak.
Asiatikosida merupakan bagian dari triterpenoid yang berfungsi menguatkan sel-sel kulit dan
meningkatkan perbaikannya, menstimulasi sel darah dan sistem imun, dan sebagai antibiotik
alami. Brahmosida adalah senyawa yang berfungsi memperlancar aliran darah dan merupakan
protein penting bagi sel otak. Pegagan juga mengandung kalsium, magnesium, fosfor, seng,
tembaga, betakaroten, serta vitamin B1, B2, B3, dan C. Kandungan kimiawi lainnya ialah
tankunisida, isotankunisida, madekasosida, asam brahmik, asam madasiatik, meso-inositol,
sentelosa, karotenoid, garamgaram mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan
besi, vellarine dan zat samak yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh(Sutardi,2016).
Konstituen terpenting yang diisolasi dari C. asiatica adalah saponin triterpenoid yang dikenal
sebagai centelloid. Saponin dapat mencapai 1% sampai 8% dari semua kandungan kimia dalam
C. asiatica [6]. Centellosides terutama adalah saponin triterpenoid pentasiklik jenis ursane dan
oleanane. Senyawa terpenting yang ada dalam C. asiatica karena aktivitas farmakologisnya
adalah asiaticoside, madecassoside, asiatic acid dan madecassic acid. Centellosides lain yang
terdapat dalam C. asiatica termasuk asam triterpenic, misalnya: asam brahmic, asam madasiatic,
asam terminolic, asam centellic serta glikosida mereka: brahminoside, madasiaticoside dan
centelloside [6]. Centella juga mengandung komponen lain, termasuk minyak atsiri (0,1%),
flavonoid, tanin, fitosterol, asam amino dan gula [1, 8]. Jumlah kandungan kimia padal tanaman
dapat ditentukan dengan menggunakan metode HPLC-UV [7].(JURNAL CENTELLA
B.INGGRIS)
Kandungan zat aktif dalam tanaman pegagan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut
Bermawie et al. (2008), jenis tanah atau tempat tumbuh memengaruhi kandungan zat yang
terbentuk dalam tanaman. Arumugam et al. (2011) melaporkan, zat yang terkandung dalam
pegagan yang diambil dari Taman Obat Universitas VIT, India, adalah saponin, tanin, terpenoid,
dan zat lainnya, sedangkan flavonoid tidak ditemukan. Sementara itu, Ramadhan et al. (2015)
yang meneliti daun pegagan yang diambil dari daerah lain di India tidak menemukan kandungan
saponin. (JURNAL CENTELLA YG ADA DESKRIPSI CENTELLA BANYAK)
2.1.2.2 Aktivitas farmakologi ekstrak pegagan
Centella asiatica efektif dalam pengobatan luka, bahkan pada luka yang terinfeksi, serta luka
bakar dan bekas luka hipertrofik pasca operasi [10-13]. Senyawa triterpen: asam asiatik, asam
madekasik, asiatikosida, dan madekasis adalah komponen utama C. asiatica, yang bertanggung
jawab untuk penyembuhan luka. Tindakan tersebut telah dibuktikan baik untuk ekstrak maupun
senyawa triterpen dalam sejumlah besar laporan ilmiah yang melibatkan percobaan in vitro dan
in vivo [14, 15]. Terpenoid menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam persentase kolagen
dan fibronektin lapisan sel. Efek yang paling menguntungkan adalah stimulasi pematangan bekas
luka dengan produksi kolagen tipe I, penurunan reaksi inflamasi dan produksi myofibroblast
[16].
Saponin dari C. asiatica yang diberikan secara oral atau subkutan pada tikus, selama 3 minggu
menyebabkan pengurangan granuloma jaringan parut, sedangkan kandungan kolagen pada
jaringan parut meningkat [1]. Ekstrak etanol dari C. asiatica memfasilitasi penyembuhan luka
pada penyembuhan luka normal dan pemberian deksametason. Penelitian dilakukan pada tikus
Wistar albino menggunakan model insisi, eksisi dan dead space wounds. Ekstrak meningkatkan
kekuatan penyembuhan luka pada model luka sayatan serta mempercepat epitelisasi dan
kecepatan kontraksi luka. Jaringan granulasi dan kandungan hidroksiprolin pada luka juga
meningkat. Ekstrak Centella asiatica melemahkan efek penyembuhan deksametason di semua
model luka [18].
Madekassoside aktif dalam penyembuhan luka bakar, melalui peningkatan aktivitas antioksidan
dan sintesis kolagen, serta mempengaruhi angiogenesis. Senyawa tersebut menyebabkan
proliferasi dermal fibroblas dan meningkatkan kadar hidroksiprolin (digunakan sebagai indikator
sintesis kolagen pada kulit yang terbakar) yang mengakibatkan peningkatan epitelisasi. Hasil ini
mengkonfirmasi efek positif pada proliferasi fibroblast dan sintesis kolagen selama perbaikan
luka bakar [11]. Asiaticoside juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan
tegangan dan elastisitas pembuluh darah [19]. Mekanisme kerja asiaticoside adalah dengan
menginduksi sintesis kolagen tipe I pada sel fibroblast dermal manusia melalui fosforilasi Smad
2 dan Smad. 3, juga mengikat Smad 3 dan Smad 4. Studi menunjukkan bahwa asiaticoside dapat
menginduksi kolagen tipe I dengan aktivasi tumor growth factor β (TGF-β) receptor I kinase
pada jalur independent Smad [21].
Ekstrak air ramuan Centella asiatica juga menunjukkan aktivitas anti-psoriatis [23], memberikan
efek menguntungkan dalam pengobatan scleroderma sistemik dan skleroderma fokal [24]. Dalam
kosmetika C. asiatica telah digunakan sebagai agen anti-fotoaging yang efektif, terutama karena
peningkatan kolagen tipe I, yang jumlahnya di kulit menurun seiring bertambahnya usia.
Centella asiatica juga merupakan bahan kosmetik yang umum digunakan dalam mengatasi selulit
dan striae.
2.1.3 Proses Penyembuhan Luka
Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak dengan
sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi, dan listrik), hasil tindakan medis,
maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan gangguan pada fungsi dan struktur
anatomi tubuh. Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, luka dapat diklasifikasikan
menjadi luka akut dan kronik. Luka akut merupakan cedera jaringan yang dapat pulih kembali
seperti keadaan normal dengan bekas luka yang minimal dalam rentang waktu 8-12 minggu.
Penyebab utama dari luka akut adalah cedera mekanikal karena faktor eksternal, dimana terjadi
kontak antara kulit dengan permukaan yang keras atau tajam, luka tembak, dan luka pasca
operasi. Penyebab lain luka akut adalah luka bakar dan cedera kimiawi, seperti terpapar sinar
radiasi, tersengat listrik, terkena cairan kimia yang besifat korosif, serta terkena sumber panas.
Sementara luka kronik merupakan luka dengan proses pemulihan yang lambat, dengan waktu
penyembuhan lebih dari 12 minggu dan terkadang dapat menyebabkan kecacatan. Ketika terjadi
luka yang bersifat kronik, neutrofil dilepaskan dan secara signifikan meningkatkan ezim
kolagenase yang bertnggung jawab terhadap destruksi dari matriks penghubung jaringan.3 Salah
satu penyebab terjadinya luka kronik adalah kegagalan pemulihan karena kondisi fisiologis
(seperti diabetes melitus (DM) dan kanker), infeksi terus-menerus, dan rendahnya tindakan
pengobatan yang diberikan.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya kegiatan bioseluler
dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas
seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan
komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tubuh
memiliki mekanisme untuk mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak dengan
membentuk struktur baru dan fungsional.4 Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada
proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur,
nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan kondisi metabolik. Proses penyembuhan luka
dibagi ke dalam lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan
maturasi.5 Proses penyembuhan luka pada umumnya dibagi atas beberapa fase yang masing-
masing saling berkaitan yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Kolagen adalah
komponen kunci pada fase dari penyembuhan luka. Segera setelah terjadi trauma jaringan,
paparan kolagen fibriler ke darah akan menyebabkan agregasi dan aktivasi trombosit dan
melepaskan faktor- faktor kemotaksis yang memulai proses penyembuhan luka.
Fragmenfragmen kolagen melepaskan kolagenase leukositik untuk menarik fibroblas ke daerah
trauma jaringan. Selanjutnya kolagen menjadi pondasi untuk matriks ekstraseluler yang baru.2
2.2 Hipotesis
Ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urb ) dapat diformulasikan kedalam bentuk sediaan
nanoemul gel.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu simplisia herba pegagan (Centella asiatica (L.)
Urb) (Merapi Herbal). Tween 80 (PT. KAO Indonesia Chemicals), propilen glikol (Dow
Chemical Pacific Singapore Private Limited), etanol 96% (PT. Brataco Chemical, Indonesia),
natrium hidroksida (Merck, Jerman), dan aquadestilata.

3.2 Alat
Alat-alat gelas (Merck), homogenizer, pH meter, viskometer brookfield, lemari pendingin,
particle size analyzer (Horiba Scientific, Nanoparticle Analyzer SZ-100), sentifugartor,
timbangan analitik (metler toledo), pemanas listrik dan alumunium foil.

3.3 Cara Penelitian


3.3.1 Perolehan Tanaman
Simplisia tanaman herba pegagan diperoleh dari Merapi Herbal di Sleman, Yogyakarta Indonesia
yang telah dikeringkan dengan panas matahari selama 5 hari.

3.3.2 Pembuatan ekstrak pegagan


Simplisia herba pegagan 500 mg di maserasi menggunakan 10 liter etanol 96% selama 3 hari
sambil sesekali diaduk, dilanjutkan evaporasi, dan didapatkan ekstrak kental setelah diuapkan di
waterbath.

3.3.3 Formula nanoemul gel ekstrak pegagan


Formulasi sediaan nanoemul gel ekstrak pegagan terbagai menjadi tiga formulasi dengan
variasi pada konsentrasi ekstrak pegagan dan aquadestilata. Persentase komposisi bahan
masing-masing formula pada percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Formula sediaan nanoemul gel minyak atsiri sereh wangi
Konsentrasi %b/b
Bahan (gram) Formula Formulasi Formulasi
I II III
Ekstrak pegagan (500 5 7 9
mg)
Tween 80 (35 gram) 35 35 35
Propilenglikol (5 gram) 5 5 5
Alkohol 96% (15 gram) 15 15 15
Aquadestilata (10 gram) 10 8 6
Basis gel (30 gram) 30 30 30

Tabel 3.2 Formula Basis Gel


Bahan Konsentrasi %b/b
Karbopol (0.2 gram) 0.2
TEA (0.8 gram) 0.8
Aquadestilata (97.2 gram) 97.2

3.1 Bahan
3.2 Alat
3.3 Cara Penelitian
3.3.1 Skema Penelitian
3.3.2 Uraian Penelitian
3.4. Jadwal Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai