Anda di halaman 1dari 6

Esai Student Lead Conference 2.

Pengembangan Teknologi Pengemasan untuk Sektor Makanan

EdiBag : Penggabungan kemasan Edible Film Anti Mikroba dan


Sugarcane Bagasse Sebagai Solusi Kemasan Ramah Lingkungan

Ghina Aufa
SMB 16 B
2020050889

Sekolah Tinggi Manajemen PPM


Pekanbaru
2021
Pendahuluan : Problematika Sampah Kemasan

Makanan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap makhluk.
Bertambahnya populasi manusia mengisyaratkan semakin tingginya kebutuhan terhadap
makanan. Indonesia memiliki tren pertumbuhan industri makanan yang positif. Hal ini
sejalan dengan semakin bertambahnya pelaku industri makanan, daya beli konsumen yang
meningkat dan perubahan perilaku konsumtif.

Sebagian besar makanan yang tersedia saat ini sudah dikemas menggunakan berbagai bahan
dengan model beragam. Kemasan sendiri berfungsi untuk menambah nilai jual,
meningkatkan daya saing dan memperpanjang masa simpan ( shelf life ). Namun,
kebanyakan kemasan yang digunakan dalam sektor makanan berbahan dasar dari plastik
dan styrofoam. Bahan – bahan tersebut mengandung senyawa kimia yang berbahaya bagi
lingkungan. Sampah kemasan yang tidak dapat terurai dengan baik bisa menimbulkan efek
gas rumah kaca dan memberi dampak negatif pada perubahan iklim. Menurut Our World In
Data tahun 2015, sampah plastik terbanyak bersumber dari plastik kemasan makanan dan
minuman yakni sekitar 146 juta ton per tahun. Diramalkan juga bahwa pada 2100,
kebutuhan pangan akan meningkat sebesar 80 persen. Hal ini menunjukkan bahwa akan
semakin banyak industri baru di sektor makanan dan berdampak pada bertambahnya
sampah kemasan makanan. Oleh karena itu, untuk meminimalisir limbah sampah kemasan
makanan dan memastikan bahwa sumber daya alam digunakan secara berkelanjutan dan
efisien maka diperlukan solusi cerdas agar kemasan makanan memiliki nilai tambah dari
segi gizi serta lingkungan. Masalah ini terkait erat dengan SDGS ( Suitanable Development
Goals) poin ke 12 yakni mengenai pengelolaan produksi dan konsumsi yang bertanggung
jawab.

Perkembangan Teknologi Pengemasan : Kemasan Biodegredable hingga Teknologi


Nano

Pada saat ini, teknologi pengemasan semakin berkembang. Hal ini umtuk memenuhi
kebutuhan konsumen akan sesuatu yang praktis. Kemasan tradisional seperti daun pisang,
rumput, kulita kerang, dan sebagianya sudah bergeser ke kemasan yang praktis yakni plastik
dan styrofoam. Kemasan plastik lebih dipilih karena memiliki sifat yang lebih ringan,
murah, tahan air, dan mudah disesuaikan dengan produk. Namun, karena plastik dan
styrofoam memiliki sifat yang sulit terurai maka beberapa peneliti mencari beragam solusi
untuk mengganti plastik kemasan.

Pertama, kemasan biofoam yang dapat terurai secara alamiah (biodegredable). Biofoam
terbuat dari campuran pati (singkong atau rumput laut), serat alami dan air yang diproses
menggunakan teknologi thermopressing. Biofoam memiliki kekuatan yang lebih baik
dibanding styrofoam tetapi tingkat hidrofobisitasnya rendah sehingga hanya cocok
digunakan untuk mengemas produk dengan kadar air rendah.

Kedua, kemasan plastik yang bisa dikonsumsi atau edible film. Edible Film merupakan
plastik lembaran yang terbuat dari karbohidrat dan protein dari tanaman. Penambahan nano
partikel seperti Zinc dilakukan untuk memperkuat elastisitas edible film.

Ketiga, teknologi nano sensor pada kemasan untuk menunjuakkan temperatur (Time
Temperatur Indicator), sensor pelepasan oksigen, sensor kesegaran buah, tinta
termokromik, dan teknologi RFID (Radio Frequency Identification) pada daging. Ketiga
teknologi diatas masih terus dikembangkan agar layak dipergunakan sebagai alternatif
kemasan yang ramah lingkungan.

Sugarcane Bagasse : Wadah Makanan Ramah Lingkungan Pengganti Styrofoam

Sugarcane Bagasse adalah wadah makanan yang terbuat dari abu ampas tebu (bagasse) dan
minyak nabati. Kemasan ini dapat terurai selama 60 hari sehingga lebih ramah lingkungan
dibanding styrofoam. Kemasan ini memiliki sifat tahan panas dan tahan air. Dibandingkan
dengan biofoam, kemasan ini lebih layak digunakan karena memiliki perlindungan yang
kokoh. Bahan dasarnya sangat mudah didapatkan di Indonesia. Berdasarkan data FAO,
Indonesia menempati urutan kesepuluh dunia sebagai penghasil tebu terbesar dengan jumlah
produksi sekitar 2,8 juta ton per tahun. Setiap 10 ton tebu akan menghasilkan 3 ton ampas
tebu (bagasse) yang dapat diolah untuk membuat jutaan kemasan bagasse.

Kemasan alternatif ini sangat potensial apabila bisa diproduksi secara massal di Indonesia.
Selain ramah lingkungan, kemasan ini juga tidak mengandung senyawa kimia yang
berbahaya bagi kesehatan. Kemasan ini aman digunakan untuk menyimpan buah, makanan
cepat saji hingga makanan panas.

Edible Film : Pengganti Plastik yang Bisa di Konsumsi

Edible film menurut Krochta (1997) adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang
dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen
makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang (barrier) terhadap perpindahan massa
(misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) dan sebagai pembawa bahan
tambahan makanan seperti zat antimikroba dan antioksidan.

Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
hidrokoloid, lipid dan komposit (campuran). Edible film memiliki beberapa keunggulan
yakni dapat dikonsumsi, mudah terurai, bisa menambah suplemen gizi, menghambat
pertumbuhan mikroba, dan memperpanjang masa simpan makanan.

Edible film yang sedang dikembangkan di Indonesia menggunakan bahan dasar singkong,
gelatin, biji alpukat, dan pati jagung. Meskipun harga bahannya terjangkau, teknologi yang
digunakan untuk produksi dalam skala besar memakan biaya yang lebih tinggi dibanding
kemasan plastik biasa. Selain itu, ketahanan edible film tergantung pada ketepatan
komponen campuran dan modifikasi pati (metode modifikasi hidrotermal). Semakin tepat
takaran setiap komponen dan kesesuaian bahan pendukungnya maka tingkat elastisitas
semakin tinggi.

EdiBag : Solusi Cerdas untuk Pengemasan Buah dan Makanan Siap Saji

Edible film adalah teknologi kemasan yang saat ini sedang dikembangkan karena dianggap
mampu menjadi alternatif plastik terbaik. Namun, karena sifatnya yang kurang kuat dan
kokoh maka penggunannya harus dibarengi dengan inovasi kemasan lain. Apabila selama
ini pengemasan buah di supermarket menggunakan styrofoam dan plastik maka sebaiknya
diganti menggunakan Edibag. Edibag merupakan kemasan gabungan antara edible film dan
bagasse. Bagasse berfungsi sebagai wadah tahan air yang kokoh dan edible film berfungsi
sebagai plastik pembungkus yang mampu menjaga kadar oksigen dan melindungi produk
dari bakteri. Dengan mengaplikasikan keduanya, kemasan ini akan saling melengkapi
kekurangan masing – masing. Edible film juga mampu menambah zat gizi pada produk dan
memperpanjang umur simpan. Hal ini tidak berfungsi apabila hanya menggunakan kemasan
bagasse saja. Hal ini dapat menjadi alternatif kemasan yang cocok digunakan di Indonesia.

Kesimpulan

Kemasan EdiBag memiliki kelebihan yakni tahan panas, tahan air, kokoh, anti mikroba dan
mudah terurai. Harganya relatif lebih mahal dibanding kemasan plastik namun apabila
Indonesia sudah memiliki teknologi dan mesin untuk produksi massal maka biayanya bisa
ditekan. Untuk itu, perlu kontribusi semua pihak baik produsen, konsumen, dan pemerintah.
Indonesia sudah memiliki sumber daya utamanya (pati, minyak, dll) dan tinggal menunggu
teknoologi/mesin yang dapat memproduksi secara massal serta beberapa penelitian terkait
untuk meningkatkan mutu kemasan ramah lingkungan. Kesadaran konsumen dan produsen
akan dampak lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kita untuk
berpindah ke kemasan makanan ramah lingkungan.

Daftar Pustaka

Setyvani, Gloria. 2019. 5 Jenis Sampah yang Paling Banyak Cemari Lautan.
https://intisari.grid.id/read/031647260/5-jenis-sampah-yang-paling-banyak-cemari-lautan
ada-jumlahnya-yang-capai-146-juta-ton-per-tahun ( diakses tanggal 18 Mei 2021 )

Pamungkas, Ajar. 2020. Bagasse Box : Kemasan Produk Ramah Lingkungan.


https://majoo.id/blog/detail/bagasse-box-kemasan ( diakses tanggal 17 Mei 2021 )

Retno, Dwi. 2016. BPOM : Kajian Kemasan Pangan Aktif dan Cerdas
https://diklatbpom.files.wordpress.com/2015/04/kajian-kemasan-pangan-aktif-dan
cerdas_dwi-retno-w.pdf ( diakses tanggal 16 Mei 2021 )

Evi, Juniawati, Miskiyah. 2015. Potensi Edible Film Anti Mikroba Sebagai Pengawet
Daging. Buletin Peternakan, 39 (2), 129-141.

Data Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman. 2020. Tren Data Pertumbuhan Industri
Penyedia Makanan Minuman dan Restoran 2011 – 2021 | Pusat Data Industri Indonesia ( diakses
tanggal 18 Mei 2021 )
LAMPIRAN
Grafik Tren Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman (dataindustri.com)

Prototype Bagasse ( greenpack.com ) Prototype Edible Film ( bebeja.com )

Prototype Edi-Bag

Anda mungkin juga menyukai