Anda di halaman 1dari 5

Bahan Kemasan Indomie Saat Ini Sudah Ramah Lingkungan

Pada saat ini Indomie adalah salah satu makanan yang sangat terkenal dan sering
dikonsumsi khusunya oleh masyarakat Indonesia. Namun ternyata kemasan yang digunakan
belum ramah lingkungan karena bahan dasar kemasan primer yang digunakan oleh indomie
goreng adalah plastik PP (Polypropylene) sedangkan untuk kemasan bumbu yang di dalamnya
berbahan dasar Aluminium foil dan LDPE ( Low Density Polyethylene).

Gambar 1. Kemasan Indomie beserta bumbu


Sumber: https://inibaru.id/hits/ternyata-bumbu-indomie-goreng-di-jawa-dan-luar-jawa-
berbeda-lo-kok-bisa
Ketiga jenis kemasan tersebut baik untuk dijadikan kemasan makanan namun tidak baik
untuk lingkungan. Plastik PP (Polypropylene) memiliki daya tahan yang baik terhadap bahan
kimia, kuat, dan memiliki titik leleh yang tinggi sehingga cocok untuk produk yang berhubungan
dengan makanan dan minuman [2]. Namun kekurangan PP (Polypropylene) adalah Memiliki
koefisien ekspansi termal tinggi yang membatasi aplikasi suhu tinggi, rentan terhadap degradasi
UV, dan PP (Polypropylene) juga memiliki ketahanan yang buruk terhadap pelarut terklorinasi
dan aromatic, selain itu PP (Polypropylene) sulit dilukis karena memiliki sifat ikatan yang buruk
dan rentan terhadap oksidasi dan mudah terbakar dan PP (Polypropylene) membutuhkan waktu
yang lama untuk terurai di tanah [3].
Pada kemasan sebelumnya indomie menggunakan kemasan PP (PolyPropylene) dimana
kemasan tersebut sangat tidak baik kelestarian lingkungan, kelompok kami berfokus untuk
permasalahan menjaga kelestarian lingkungan, kemasan plastik PP (PolyPropylene) ini sangat
sulit sekali terurai oleh mikro organisme, sampah plastik dapat bertahan hingga bertahun-tahun
sehingga menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Sampah plastik tidak baik jika dibakar
karena akan menghasilkan gas yang akan mencemari udara dan membahayakan pernafasan
manusia, dan jika sampah plastik ditimbun di dalam tanah maka akan mencemari tanah, air tanah.
Plastik di konsumsi sekitar 100 juta ton/tahun di seluruh dunia. Oleh karena itu pemakaian plastik
yang jumlahnya sangat besar tentunya akan berdampak signifikan terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan karena plastik mempunyai sifat sulit terdegradasi, plastik diperkirakan
membutuhkan 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdekomposisi dengan sempurna [6].
Kemasan aluminium foil mempunyai sifat kedap air yang baik, permukaannya dapat
memantulkan cahaya sehingga penampilannya menarik, permukaannya licin, dapat dibentuk
sesuai dengan keinginan dan mudah dilipat, tidak terpengaruh oleh sinar, tahan terhadap
temperatur tinggi sampai diatas 290°C, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun dan hygenis [10].
Aluminium foil mengandung logam aluminium pada blister, maka limbahnya menjadi masalah
bagi lingkungan karena limbah logam aluminium membutuhkan waktu 80-200 tahun untuk
terdegradasi. [9]
LDPE ( Low Density Polyethylene) adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan
permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60°C sangat resisten terhadap senyawa kimia,
daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain
seperti oksigen.Namun LDPE ( Low Density Polyethylene) ini sulit dihancurkan, Dibutuhkan
waktu 1000 tahun agar dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan
sempurna.[7]
Solusi yang kami tawarkan agar kemasan Indomie bisa menjadi ramah lingkungan dengan
mengganti kemasan tersebut menjadi : untuk kemasan indomie kelompok kami menggantikan
menjadi plastik Biodegradable yang sebelumnya adalah plastik kemasan PP (PolyPropylene).
Plastik Biodegradable ini di buat dari bahan nabati yang dapat terdegradasi lebih cepat karena
bersifat ramah lingkungan dan bisa menjadi tanaman kembali jika tertimbun tanah. Polimer alami
seperti makromolekul yang secara alami terdapat beberapa tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahan baku plastik Biodegradable. Dan juga molekul seperti gula, disakarida, dan asam
lemak dari tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar plastik Biodegradable. Bahan
baku yang dapat digunakan untuk pembuatan plastik Biodegradable adalah pati, selulosa, dan
Poly Lactic Acid (LCA). Berikut karakteristik bentuk kemasan Biodegradeble [5].
Gambar 2. Karakteristik dan Kemasan Biodegradable Indomie
Sumber: https://www.greeners.co/wp-content/uploads/2021/02/Perbedaan-Biodegradable-
dan-Compostable-3.jpg
Untuk kemasan bumbu indomie kelompok kami menggantikan menjadi kemasan Edible
Film yang tadinya adalah Alumunium Foil dan LDPE ( Low Density Polyethylene) . Kemasan
Edible Film ini sangat membuat kita menjadi lebih praktis dalam membuat mie instan indomie
dan menjaga kelestarian lingkungan. Dimana Edible Film adalah lapisan tipis yang terbuat dari
bahan yang dapat dimakan, yang terdiri dari 3 komponen penyusun dasar Edible Film yaitu :
Hidrokoloid (protein, polisakarida, alginat), Lipid (asam lemak, asil gliserol, wax atau lilin), dan
Komposit (campuran hidrokoloid dan lipid). Pada Edible Film ini akan terlarut jika terkena air
panas. Berikut karakteristik kemasan Edible Film [4].

Gambar 3. Karakteristik Kemasan Edible Film Bumbu Indomie


Sumber:https://s.kaskus.id/r540x540/images/2021/05/29/10554366_202105291137490520.jpg
Kemasan Biodegradable dan Edible Film adalah pilihan terbaik untuk mengganti kemasan pada
indomie, untuk melestarikan lingkungan dan menjaga kesehatan yang sudah teruji kualitas dan
manfaatnya.
Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh
Produsen Pasal 4 yang berbunyi [8]. Pengurangan sampah dilakukan terhadap produk, kemasan
produk, atau wadah yang Sulit diurai oleh proses alam, tidak dapat didaur ulang; dan Tidak dapat
diguna ulang. Dengan adanya peraturan tersebut, maka seharusnya kemasan mi instran yang
sebelumnya menggunakan bahan kemasan pp memang seharusnya diganti dengan bahan
kemasan plastik biodegradable, dan untuk kemasan bumbu yang sebelumnya menggunakan
bahan aluminium foil memang harus diganti dengan bahan edible film. Karena dengan tetap
menggunakan bahan kemasan yang sulit terurai oleh proses alam seperti hal nya pp dan juga
aluminium foil berarti sama saja dengan tidak mengimplementasikan peraturan nasional. Selain
di darat, limbah kemasan mi instan juga banyak ditemukan di laut, sehingga menjadi timbunan
sampah dan merusak ekosistem laut. Hal ini tentunya sudah melanggar peraturan internasional,
salah satunya adalah United Nations Convention on the law of the sea 1982 sebagai instrument
dalam hukum internasional yang mengatur mengenai kewajiban-kewajiban negara dalam
menjaga dan melestarikan lingkungan laut dari pencemaran [1]. Sebagai negara yang menempati
posisi kedua penyumbang sampah plastic terbesar di laut, Indonesia seharusnya menaati dan juga
mengimplementasikan kewajiban internasional dalam menangani permasalahan plastik ini
Kemasan awal yang digunakan untuk mengemas indomie belum sejalan dengan semangat
sustainability (keberlanjutan) dan kelestarian lingkungan karena kemasan plastik PP
(PolyPropylene), Aluminium Foil, dan LDPE ini sangat sulit sekali terurai oleh mikro organisme,
sehingga sampah plastik dapat bertahan hingga bertahun-tahun yang menyebabkan pencemaran
lingkungan. Sehingga kami mengganti kemasan menjadi plastik Biodegradable dan Edible film
yang lebih ramah lingkungan dan bisa di daur ulang karena plastik Biodegradable ini di buat dari
bahan nabati yang dapat terdegradasi lebih cepat karena bersifat ramah lingkungan dan bisa
menjadi tanaman kembali jika tertimbun tanah. Pada proses sustainability lebih mudah terurai
oleh mikroorganisme dan juga baik untuk kelestarian lingkungan, sedangkan Edible film yang
digunakan pada bumbu indomie dapat dengan mudah larut di dalam air panas sehingga tidak
menimbulkan sampah plastik yang menumpuk. Jadi bahan kemasan tersebut sudah sejalan
dengan semangat sustainability (berkelanjutan) dan kelestarian lingkungan.
Kemasan Indomie ini belum mengutamakan konsep kelestarian lingkungan, karena
belum ada tempat untuk pengumpulan sampah kemasan Indomie sehingga untuk proses daur
ulang sampah plastik indomie tersebut belum pernah dilakukan oleh produsen. Dengan
menggantikan kemasan yang sudah dipilih yaitu biodegradable dan edible film, dapat membantu
produsen dalam hal mengurangi sampah plastik karena kemasan tersebut dapat larut dalam air
dan larut oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan.
REFERENSI
[1] Artantiningrum, Raihanah. (2020). Pengaturan Hukum Internasional Tentang Pencemaran
Lingkungan Laut Oleh Sampah Plastik Dan Implementasinya Di Indonesia.
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/3001. Universitas Padjadjaran :
Jawa Barat. Diakses pada tanggal 14 Januari 2022.
[2] Dharini, Mega. Yulinah Trihadiningrum. 2010. Studi Terhadap Timbulan Sampah Plast
Multilayer Serta Upaya Reduksi Yang Dapat Diterapkan Di Kecamatan Jambangan
Surabaya. Surabaya:Institusi Sepuluh November.
[3] Ginting, Ida Salina Juli Cristina Yustika. 2017. Pengolahan Sampah Plastik Jenis Pp
(Polypropylene) Sebagai Material Pada Tas Laundry. Bandung: Universitas Telkom.
[4] Jacoeb, Agoes M, dll, (2014). Pembuatan Edible Film Dari Pati Buah Lindur Dengan
Penambahan Gliserol Dan Karaginan.
https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jphpi/article/view/8132. Institut Pertanian Bogor :
Bogor. Di akses pada tanggal 15 Januari 2022.
[5] Kamsiati, Elmi, dll. (2017). Potensi Pengembangan Plastik Biodegradable Berbasi Pati Sagu
Dan Ubikayu di Indonesia. https://media.neliti.com/media/publications/229236-potensi-
pengembangan-plastik-biodegradab-b00d8e35.pdf. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian : Bogor. Di akses pada tanggal 15 Januari 2022.
[6] Karuniastuti, Nurhenu. (2013). Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan dan Lingkungan.
http://ejurnal.ppsdmmigas.esdm.go.id/sp/index.php/swarapatra/article/view/43. PPSDM
Migas : Jawa Tengah. Di akses pada tanggal 15 Januari 2022.
[7] Karuniastuti, Nurhenu. 2019. Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan. Forum
Teknologi.
[8] MENLHK. (2019). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik
Indonesia.
http://jdih.menlhk.co.id/uploads/files/P_75_2019_PETA_JALAN_SAMPAH_menlhk_12
162019142914.pdf. Indonesia. Diakses pada tanggal 14 Januari 2022.
[9] Nugroho Aji, Athiek Sri Redjeki . 2015. Pengaruh Waktu Pemanasan Pada Pembuatan
Senyawa Alum Dari Limbah Foil Blister Untuk Keperluan Industri Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Jakarta: Jakarta
[10] Rahmawati, F. 2013. Materi Pelatihan Pengemasan dan Pelabelan. Kelompok UPPKS
BPPM DIY. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai