360 705 2 PB
360 705 2 PB
21 (1): 51-58
ISSN 1907-1760 E-ISSN 2460-6626 DOI: 10.25077/jpi.21.1.51-58.2019
Available online at http://jpi.faterna.unand.ac.id/
Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Sektor Peternakan Tahun 2016 di Provinsi
Sulawesi Tengah
The Contribution of Livestock Sector for Greenhouse Gas Emission (GHG) on 2016 at
Central Sulawesi Province
ABSTRAK
Peternakan adalah salah satu sektor yang berkontribusi dalam peningkatan pemanasan global yang
berasal dari kotoran dan ekstraksi hewan. Sektor peternakan menyumbang gas metana (CH4), dinitrogen
oksida (N2O), karbon dioksida (CO2), dan amonia yang dapat menimbulkan hujan asam. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui sumbangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor peternakan tahun 2016 di
provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian kajian ini mengunakan metodenya survei lapang dan study literatur
untuk memperoleh data sekunder serta data primer tentang populasi ternak di provinsi Sulawesi Tengah
yang selanjutnya data ditabulasi dengan mengunakan Sofware ALU Tool untuk menghitung emisi GRK dari
sektor peternakan. Data yang digunakan yaitu data populasi ternak dan nilai Faktor Emisi (FE) gas CH4 dan
N2O dari setiap jenis ternak. Hasil penelitian menujukkan bahwa provinsi Sulawesi Tengah memberikan
sumbangan emisi GRK sebesar 633,178 CO2-e Gg/tahun. Kesimpulan dari kajian ini yaitu diantara semua
jenis ternak, sapi potong merupakan kontributor utama dalam penyumbang emisi GRK dalam bentuk
Fermentasi Enterik CH4 483,9 (Gg CO2e) yaitu sebanyak 76,42%, diikuti oleh kambing dalam bentuk N2O
sebesar 108,428 (Gg CO2e) atau setara dengan 17,12 %.
Kata kunci: ALU tools, dinitrogen oksida (N2O), emisi, gas rumah kaca, metana (CH4)
ABSTRACT
Livestock is one of the sectors that contribute to increasing global warming originates manure
and animal eructation. Livestock sector accounted for carbon dioxide (CO2), methane (CH4), nitrous
oxide (N2O), and ammonia that caused the acid rain. The objective of this research was to determine
the contribution of the livestock sector for greenhouse gas emission (GHG) in 2016 at Central Sulawesi
Province. The research was used ALU Tool software to calculate the emission of GHG. Data source were
from the livestock population and emission factors (EF) of CH4 and N2O of any livestock. The results
showed that Central Sulawesi Province contributes to 633,178 (Gg CO2e) emission per year. Beef cattle
is the main contributor on GHG emission in form of enteric fermentation CH4 483,9 (Gg CO2e), as much
as 76,42%. The second is the production of N2O from goats as much as 108,428 (Gg CO2e) or equivalent
to 17,12%.
Key Word: ALU tool, dinitrogen oxide (N2O), emission, greenhouse gas, methane (CH4)
dari produk peternakan akan mendorong CH4 dan upaya mitigasi gas CH4 dari ternak
peningkatan luasan lahan pertanian maupun untuk mendapatkan gambaran yang lebih
populasi ternak (Dirjen Pengendalian Iklim akurat (Shibata dan Terada, 2010). Emisi gas
Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Hal rumah kaca dari sektor peternakan dihitung
ini sejalan dengan yang dilaporkan Surmaini dari emisi gas metana (CH4) dari fermentasi
(2011) untuk emisi GRK diprediksi akan enterik ternak, serta gas dinitrogen oksida
terus bertambah di masa mendatang dengan (N2O) hasil dari pengelolaan kotoran ternak
meningkatnya kebutuhan pangan yang (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012).
disebabkan oleh penggunaan lahan marginal Populasi dan komposisi ternak di
dan peningkatan konsumsi daging. provinsi Sulawesi Tengah, menghasilkan
Merujuk Samiaji (2009) dalam jumlah emisi GRK yang berbeda dari
Ratnia (2018) pertambahan gas rumah setiap jenis ternak. Untuk dapat mengetahui
kaca di atmosfer secara terus menerus akan sumbangan emisi GRK dari setiap ternak,
menimbulkan pemanasan global. Pemanasan maka dilakukan penghitungan dengan
global adalah kejadian meningkatnya suhu menggunakan Software ALU Tool dengan
rata-rata di atmosfer, laut dan daratan bumi standar IPCC (Intergovernmental Panel on
yang dapat menyebabkan perubahan iklim Climate Change (Guidance IPCC, 2006).
yang sangat ekrstim, sehingga membuat IPCC menyediakan metodologi untuk
pola musim semakin sulit diperkirakan. estimasi perhitungan emisi gas rumah kaca,
Dampak yang dapat dirasakan seperti longsor, terdiri dari lima jilid (IPCC, 2006). Jilid
kekeringan panjang, panas ekstrim pada saat pertama menggambarkan langkah dasar
turunnya kelembapan pada suatu kawasan dalam perkembangan inventaris dan petunjuk
tertentu, dan banjir akibat dari peningkatan umum mengenai emisi gas rumah kaca
intensitas curah hujan. berdasarkan pengalaman dari tahun 1980.
Kegiatan pertanian memberikan Jilid dua sampai lima merupakan petunjuk
kontribusi emisi GRK sekitar 5% dari emisi untuk pendugaan dari berbagai sektor
nasional GRK (Widiawati, 2013). Peternakan ekonomi. Terdapat 3 metode pendugaan emisi
adalah salah satu sektor yang berkontribusi gas rumah kaca yaitu metode Tier-1, Metode
dalam peningkatan pemanasan global, material Tier-2, Metode Tier-3. Aktivitas utama dari
penyumbang GRK yang berasal dari ternak IPCC ialah mempublikasikan laporan khusus
yaitu berupa kotoran dan eruktasi hewan. tentang topik-topik yang relevan dengan
Untuk aktivitas produksi ternak diperkirakan implementasi UN Framework Convention
kontribusinya sebesar 12% terhadap total on Climate Change (UNFCCC). Tujuan dari
emisi rumah kaca (Dourmad et al., 2008). IPCC adalah untuk menilai informasi ilmiah
Menurut Vlaming (2008) dalam Widiawati yang relevan dengan perubahan iklim yang
(2013) gas CH4 mempunyai pengaruh yang disebabkan oleh manusia, dampak perubahan
lebih besar dibandingkan gas CO2 terhadap iklim yang disebabkan oleh manusia, serta
pemanasan global, karena daya menangkap pilihan untuk adaptasi dan mitigasi.
panas gas CH4 adalah 25 × CO2. Begitu Menurut Buendia (2018) ALU Tool
juga Widiawati (2013) menyatakan bahwa adalah metode untuk menghitung emisi GRK
secara nasional, kontribusi GRK dari sektor berdasarkan data populasi ternak dan beberapa
peternakan masih relatif rendah yaitu <1,5% faktor, yang dapat digunakan oleh semua
dari total GRK nasional. Sektor peternakan negara. Kajian penelitian untuk menampilkan
menyumbang metana (CH4), gas karbon gambaran tentang sumbangan emisi GRK
dioksida (CO2), dinitrogen oksida (N2O) dan dari sektor peternakan di provinsi Sulawesi
amonia yang dapat menimbulkan hujan asam Tengah yang diestimasi dengan menggunakan
akibat campur tangan manusia. Sehubungan ALU Tool.
dengan hal tersebut, perlu dievaluasi emisi gas
Tabel 2. Faktor Emisi (FE) gas CH4 dari Fermentasi Enterik dan Pengeloaan Kotoran Ternak
Jenis Ternak Proses pencernaan (kg/ekor/tahun) Pengelolaan kotoran (kg/ekor/tahun)
Sapi potong 47 1,00
Sapi perah 61 31,00
Kerbau 55 2,00
Kambing 5 0,22
Domba 1 0,20
Babi 18 7,00
Kuda - 2,19
Ayam buras - 0,02
Ayam pedaging - 0,02
Sumber: IPCC (2006)
Tabel 3. Faktor Emisi (FE) Gas CH4 dari Fermentasi Enterik dan Pengeloaan Kotoran Ternak
jumlah populasi sangat tinggi dibandingkan Tinggi nilai gas emisi yang dihasilkan
dengan ternak ruminansia lainya. Sehingga kemungkinan besar dipengaruhi dengan
untuk ternak sapi potong menyumbang gas hijauan pakan ternak yang dimakan ternak
emisi dari pencernaan rumen paling tinggi sapi. Gambaran wilayah Sulawesi Tengah
daripada jenis ternak lainnya. Hasil penelitian yang didominasi dengan rumput lapang
Widiawati (2013) menunjukkan bahwa dari yang berserat tinggi karena sapi banyak
seluruh komoditas ternak ruminansia, sapi yang digembalakan serta legume yang
merupakan penghasil CH4 yang lebih banyak ada di wilayah padang gembala. Hal ini
dibanding dengan ternak ruminansia lainnya. sejalan yang dilaporkan oleh Prayitno et al.
Telah dilaporkan bahwa kontributor emisi gas (2014) menyatakan bahwa emisi CH4 dari
CH4 di Indonesia tertinggi pada subsektor pengelolaan kotoran salah satunya dipengaruhi
peternakan adalah ternak sapi potong sebesar oleh jenis pakan yang diberikan. Umumnya
65,12% dari emisi ternak ruminansia, atau kotoran ternak yang mengkonsumsi pakan
sebesar 58,84% dari total emisi gas CH4 yang berserat akan menghasilkan CH4 lebih tinggi
disumbang oleh seluruh komoditas ternak. dibandingkan dengan kotoran ternak yang
mengkonsumsi pakan asal biji-bijian. Jenis
Kategori Emisi CH4 (Gg CH4) CH4 (Gg CO2e) Total (Gg CO2e)
Fermentasi Entrik 18,3 483,9 483,9
Emisi Gas CH4 Kotoran 1,634 40,85 40,85
N2O Manure Sistem 0,364 108,428 108,428
Total 20,298 633,178 633,178
Sumber: Data diolah (2018)
pakan yang bernutrisi tinggi cenderung dihasilkan angka yang tertinggi adalah dari
menghasilkan produksi metana dalam jumlah kambing sebesar 0,32 (Gg N2O) yang setara
yang rendah (Bamualim et al., 2008) seperti dengan emisi CH4 sebesar 95,315 (Gg CO2e).
pakan konsentrat sedangkan pakan hijauan Hal ini disebabkan karena Faktor emisi (FE)
menyumbangkan emisi gas rumah kaca yang ternak kambing untuk N2O sebesar 1,37 lebih
lebih tinggi terutama pakan hijauan yang tinggi dibandingkan dengan ternak sapi yaitu
tinggi serat kasar. Selain itu faktor lingkungan 0,34 - 0,47. N2O dihasilkan dari transformasi
juga mendukung terjadinya potensi emisi mikroba pada tanah dan kotoran ternak,
yang dihasilkan dari proses fermentasi pakan sehingga meningkat apabila ketersediaan
dari rumen sapi yaitu masyarakat biasanya nitrogen melebihi kebutuhan tanaman,
mencombor pakannya seperti dedak dari padi. terutama pada kondisi basah (IPCC, 2006),
Data emisi dari kotoran dan urin (tabel sehingga emisi gas N2O yang dihasilkan
5) yang dihasilkan angka yang tertinggi adalah lebih tinggi daripada jenis ternak yang lain.
dari sapi potong sebesar 0,569 (Gg CH4) yang Hasil survai lapangan memperlihatkan
setara dengan Emisi CH4 sebesar 14,225 ( Gg bahwa manajemen pengelolaan kotoran
CO2e). Masyarakat mengelola kotoran ternak ternak yang belum dikelola dengan baik
masih secara tradisional dan di buang ke sebagai penyumbang GRK. Hal ini sejalan
pekarangan. Hasil dari emisi GRK gas N2O dengan kebiasaan umumnya masyarakat di
Dari Sistem pengelolaan kotoran dapat dilihat Sulawesi Tengah membuang kotoran dengan
di Tabel 5. menumpuk di tempat terbuka dan tersebar
di pekarangan. Hal ini sama dengan yang
Berdasarkan data Tabel 6 untuk manure
dilaporkan Lintangrino et al. (2016) bahwa
(pupuk kandang) emisi gas N2O yang
Rumah (CH4 dan N2O) dari Sektor mitigation in ruminants. Anim Sci J.
Peternakan Kabupaten Sleman Bagian 81:2-10.
Selatan D.I Yogyakarta. Skripsi.UII Vlaming, J. B. 2008. Quantifying Variation
Samiaji, T. 2009. “Upaya Mengurangi CO2 di in Estimated Methane Emission From
Atmosfer.” Berita Dirgantara (Peneliti Ruminants Using the SF6 Tracer
Pusat Iklim, LAPAN) 10 (3): 92-95. Technique [Thesis]. [Palmerston North
Samiaji, T. 2012. Karakteristik gas N2O (New Zealand)]: Massey University.
(nitrogen oksida) di atmaosfer Widiawati, Y. 2013. Current and future
Indonesia. Berita Dirgantara. 13:144- mitigaion activities on methane
154. emission from ruminant in Indonesia.
Surmaini, E., Runtunuwu, E., dan Las,I. In: Tiesnamurti B, Ginting SP, Las I,
2011.Upaya Sektor Pertanian Dalam Apriastuti D, editors. Data Inventory
Menghadapi Perubahan Iklim”.Jurnal and Mitigation on Carbon Emission and
Litbang Pertanian, 30(1). Nitrogen Recycling from Livestock in
Indonesia. Jakarta (Indonesia): IAARD
Shibata, M and Terada, F. 2010. Factors
Press. p. 33-44.
affecting methane production and