Anda di halaman 1dari 26

Laporan kasus

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI

\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\

Oleh:
Zulfatta Dwi Putra
NIM. 1908436641

Pembimbing :
dr. Lorina Ulfa, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media akut (OMA) adalah inflamasi yang terjadi pada telinga tengah
yang dapat disertai dengan gejala lokal maupun sistemik dan terjadi dalam kurun
waktu kurang dari 3 minggu. Gangguan gungsi tuba eustachius adalah penyebab
utama OMA. Gangguan fungsi tuba dapat disebabkan karena kongenital, infeksi,
sumbatan akibat massa, atau trauma.1
Prevalensi OMA di Amerika Serikat (AS) sebesar 17-20% pada anak usia
dibawah 2 tahun. Prevalensi di berbagai negara bervariasi antara 2,3-20%.
Diperkirakan 70% anak akan mengalami satu episode atau lebih OMA menjelang
usia 3 tahun.2 Belum ada data mengenai angka kejadian OMA di Indonesia,
namun diperkirakan prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia secara
keseluruhan sebesar 2,6%.3
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium dan usia pasien. Pasien
biasanya mengeluhkan nyeri pada telinga, disertai demam gangguan pendengaran
dan rasa penuh di telinga. Pemeriksaan fisik dengan otoskop untuk menilai
membran timpani. Interpretasi terhadap membran timpani tergantung pada
stadium OMA.1 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni otoskopi
pneumatik, timpanometri dan timpanosintesis.4
Pengobatan OMA sesuai dengan stadium saat pasien datang
memeriksakan diri ke dokter. Pengobatan yang adekuat penting untuk mencegah
komplikasi akibat OMA. Komplikasi yang dapat terjadi seperti abses sub-
periosteal, meningitis, dan abses otak. Secara umum prognosis OMA baik jika
mendapatkan terapi yang adekuat. Jika terapi tidak adekuat OMA dapat berlanjut
menjadi otitis media supuratif kronik (OMSK).1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media dibagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (serosa). Tiap golongan
memiliki bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (OMA), dan
otitis media supuratif kronis (OMSK), otitis media serosa akut dan otitis media
serosa kronis.1

2.2 Anatomi Telinga


Telinga di bagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga
tengah atau kavum timpani merupakan ruangan yang berisi udara di dalam pars
petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa. Ruang ini berisi
tulang-tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes) yang berfungsi
meneruskan getaran membran timpani ke prilimfe telinga dalam. Pada anterior
kavum timpani berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditif dan di
posterior dengan antrum mastoideum.5

Gambar 1. Anatomi telinga6


Telinga tengah digambarkan seperti sebuah kubus yang memiliki atap,
lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral, dan dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani. Tegmen

2
timpani memisahkan kavum timpani dari meningen dan lobus temporal otak.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang sebagian diganti oleh jaringan
fibrosa. Lantai memisahkan kavum timpani dari bulbus superior vena jugularis
interna. Dinding anterior dibentuk oleh lempeng tulang tipis yang memisahkan
kavum timpani dari karotis interna. Dinding posterior terdapat sebuah lubang yang
bentuknya tidak beraturan disebut auditus ad atrum. Dinding medial dibentuk
oleh dinding lateral telinga dalam. Dinding lateral sebagian besar dibentuk oleh
membran timpani.6

Gambar 2. Batas ruang telinga tengah5

Telinga luar dan telinga tengah dibatasi oleh membran timpani. Jika
terdapat peradangan pada telinga tengah maka kita dapat menilai melalui
membran timpani. Permukaan membran timpani berbentuk konkaf ke lateral.
Terdapat lekukan kecil pada dasar cekungan membran timpani yang disebut umbo.
Umbo terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Ketika cahaya dari otoskop
mengenai membran timpani, bagian cekung ini akan menghasilkan refleks cahaya
berbentuk kerucut memancar ke anteroinferior. Membran timpani normal
berwarna putih mutiara dengan garis tengah ± 9mm dan luas ± 85mm2 serta
tersusun atas membran fibrosa tipis. Membran timpani memiliki dua permukaan

3
yakni pars tensa dan pars flaccida. Sulcus timpanicus suatu celah disekeliling
membran timpani yang menebal, terbentuk tidak sempurna dibagian superior
sehingga membentuk lekukan yang berfungsi memfiksir membran timpani.7,8

Gambar 3. Membran timpani telinga kanan

2.3 Epidemiologi
OMA diperkirakan terjadi sebanyak 70% pada anak-anak dibawah usia 3
tahun. Insidensi berkurang seiring dengan pertambahan usia sampai usia 7 tahun.
Prevalensi OMA di berbagai negara berkisar antara 2,3% - 20%. Studi
epidemiologi di AS melaporkan prevalensi OMA sekitar 17-20% pada anak usia
dibawah 2 tahun.2 Belum ada data pasti mengenai prevalensi OMA di Indonesia,
namun secara keseluruhan gangguan pendengaran di Indonesia prevalensinya
sebesar 2,6%.3 Satu penelitian oleh Wayan dkk di RSUP Sanglah Denpasar
mendapatkan prevalensi OMA pada usia <18 tahun sebesar 85,4% dan usia >18
tahun sebesar 14,6%, laki-laki 59,7% dan perempuan 40,2%.9

2.4 Etiologi
OMA dapat disebabkan oleh perubahan tekanan udara secara tiba-tiba,
infeksi, sumbatan seperti sekret, tampon, massa tumor yang menyebabkan
gangguan fungsi tuba eustachius.1 Infeksi bakteri yang paling sering ditemukan
adalah Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus,
Haemophilus influenza, Escherichia colli, Streptococcus anhemoliticus, Proteus

4
vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa.1 Infeksi juga dapat disebabkan oleh virus
yakni parainvluenza (tipe 1,2 dan 3), Influenza, Citomegalovirus, dan Herpes
simpleks.10,11
Saat terjadi gangguan fungsi tuba, maka fungsi proteksi mencegah invasi
kuman ke telinga tidak dapat berfungsi, sehingga kuman masuk ke telinga dan
terjadi peradangan. Infeksi saluran napas atas dapat mencetus terjadinya OMA
terutama pada anak-anak karena struktur tuba yang pendek dan lebih horizontal
jika dibandingkan dengan orang dewasa.1

2.5 Patogenesis
Penyebab utama OMA adalah disfungsi tuba eustachius. Tuba eustachius
memiliki tiga fungsi yakni ventilasi, drainase, dan proteksi. Ketika terjadi
gangguan fungsi tuba maka terjadi perubahan tekana di telinga tengah, masuknya
kuman ke telinga tengah, dan terjadi transudasi cairan hingga supurasi.1,12

Gambar 4. Patofisiologi OMA1

5
2.6 Stadium
Stadium OMA terdiri atas 5 stadium berdasarkan gambaran membran
timpani:
1. Stadium Oklusi
Stadium oklusi ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah dan akibat absorpsi
udara. Pada stadium ini membran timpani bisa tampak normal atau berwarna
keruh pucat dan efusi sulit untuk dideteksi.
2. Stadium Hiperemis
Stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi ditandai dengan gambaran
berupa pelebaran pembuluh darah disebagian atau seluruh membran timpani
serta tampak edema. Pada stadium ini sekret yang bersifat eksudat telah
terbentuk, namun masih sulit dilihat.
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai dengan tampilan membran timpani yang
menonjol (bulging), hal ini diakibatkan karena adanya edema yang hebat pada
telinga tengah disertai hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya
purulen di kavum timpani. Iskemia dapat terjadi akibat tekanan nanah di
kavum timpani yang menyebabkan penekanan pada kapiler-kapiler, timbulnya
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa serta submukosa
yang terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Pada
stadium ini, pasien akan mengeluhkan sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta nyeri di telinga bertambah hebat.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai dengan adanya nanah yang keluar dari telinga
tengah ke liang telinga akibat terjadi ruptur membran timpani. Hal ini bisa
diakibatkan karena terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman
yang tinggi. Gejala klinis yang tampak pada anak yakni tenang, suhu badan
turun, dan dapat tidur nyenyak.

6
5. Stadium Resolusi
Stadium resolusi ditandai dengan tampilan membran timpani yang
berangsur normal, perforasi membran timpani kembali menutup dan sekret
purulen tidak ada lagi. Daya tahan tubuh sangat mempengaruhi resolusi. OMA
dapat berubah menjadi OMSK jika perforasi menetap dengan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang timbul.1

a b c

Gambar 5. (a) Membran timpani normal (b) stadium oklusi (c) stadium hiperemis (d)
stadium supurasi (e) stadium perforasi12

2.7 Diagnosis
Diagnosis OMA ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Gejala yang dikeluhkan pasien sesuai dengan stadium
OMA yang dialami. Tiga kriteria yang harus terpenuhi untuk mendiagnosis OMA
yaitu; muncul secara akut, ditemukan tanda efusi di telinga tengah, dan adanya
tanda/gejala peradangan telinga tengah.4
Untuk membuktikan ada tidaknya efusi dapat dibuktikan dengan salah satu
dari tanda berikut; gendang telinga yang menggembung, terbatas/tidak adanya
gerakan gendang telinga, adanya bayangan cairan dibelakang gendang telinga dan
cairan yang keluar dari telinga. Gejala peradangan telinga tengah dibuktikan

7
dengan adanya salah satu dari tanda berikut; kemerahan pada gendang telinga,
nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal pasien.4
Pada anak yang sudah dapat bicara, keluhan utama biasanya rasa nyeri
pada telinga, demam dan ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada remaja atau
orang dewasa keluhan berupa nyeri pada telinga, sensasi penuh pada telinga atau
penurunan pendengaran. Pada bayi gejala yang khas adalah demam tinggi hingga
suhu 39,5°C (pada stadium supurasi), anak akan gelisah dan rewel, bahkan dapat
terjadi kejang.1
Pemeriksaan menggunakan otoskop untuk melihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna lebih hiperemis, dan keluar cairan dari
liang telinga. Temuan pada pemeriksaan menggunakan otoskop disesuaikan
tergantung dengan stadium saat pasien memeriksakan diri ke dokter.14
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis yakni otoskopi pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis. Otoskopi
pneumatik dapat menilai gerakan gendangan telinga. Timpanometri dapat
mengkonfirmasi temuan pada otoskop pneumatik. Timpanometri dapat memeriksa
secara objektif mobilitas membran timpani, rantai tulang pendengaran, adanya
cairan di telinga tengah, mengukur tekanan telinga tengah dan dapat menilai
patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga
luar. Timpanosintesis yang diikuti dengan aspirasi dan kultur cairan telinga tengah
merupakan standar emas untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan
untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.15

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA bertujuan mengurangi gejala dan rekurensi
penyakit. Pengobatan disesuaikan dengan stadium penyakit. Pada stadium oklusi
tujuan pengobatan adalah membuka kembali tuba eustachius sehingga fungsi tuba
kembali normal. Pemberian obat tetes hidung efedrin HCL 0,5% dalam larutan
NaCl 0,9% untuk adanak usia kurang dari 12 tahun, atau efedrin HCL 1% dalam
NaCl 0,9% untuk anak usia lebih dari 12 tahun dan orang dewasa. Terapi juga
harus dilakukan untuk mengatasi sumber infeksi seperti pemberian antibiotik jika
penebabnya adalah kuman.2

8
Pengobatan pada stadium hiperemis dengan pemberian antibiotik, obat
tetes hidung dan analgetik. Antibiotik dianjurkan golongan penisilin atau
ampisilin. Pada terapi awal diberikan penisilin intra muskular. Pemberian
antibiotik dianjurkan minimal 7 hari. Pasien yang alergi terhadap penisilin dapat
diberikan eritromisin. Pada anak, dosis ampisilin diberikan 50-100 mg/KgBB per
hari, dibagi dalam 4 dosis, Amoksisilin 40 mg/KgBB dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40 mg/KgBB/hari.1,2
Pengobatan stadium supurasi dengan antibiotik dan disertai tindakan
miringotmi, bila didapatkan membran timpani yang masih utuh. Miringotomi
akan mempercepat hilangnya gejala klinis dan penyembuhan yang lebih baik
dibandingkan kerusakan akibat perforasi.2 Miringotomi adalah tindakan insisi
pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah. Pada
miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran postero-inferior membran
timpani. Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan
oleh ahlinya. Insisi dapat sembuh dengan cepat (24-48 jam), prosedur ini sering
diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga
tengah. Indikasi dilakukan miringotomi adalah terdapat komplikasi supuratif,
otalgia berat, gatal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus
dan pasien yang dirawat di unit intensif.16
Pada stadium perforasi jika ditemukan banyak sekret yang keluar dari
liang telinga, pengobatan diberikan berupa obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-4
hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.2 Terapi antibiotik dapat dilihat pada
tabel 1.
Penatalaksanaan OMA selain untuk mengobati penyakit kita perlu
melakukan terapi simtomatis pada pasien. Jika terdapat nyeri harus diberikan anti
nyeri terutama dalam 24 jam pertama onset OMA. Penanganan nyeri dapat
menggunakan analgetik seperti : asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti
benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan
kodein. Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan
alergi hidung. Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung.
Pemberian kortikosteroid pada OMA sebagai anti inflamasi, menghambat

9
perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena, mengurangi
permeabilitas pembuluh darah tidak rutin dilakukan dan masih banyak
kontroversi.16

Tabel 1. Rekomendasi Antibiotik13


Secara klinis gagal terapi pada Secara klinis gagal terapi pada
48-72 jam setelah terapi 48-72 jam setelah terapi inisial
inisial dengan pilihan dengan antibiotik
observasi
Suhu Rekomendasi Alternatif Rekomendasi Alternatif untuk
≥39oC
untuk alergi alergi penisilin
dan/atau
otalgia penisilin
berat
Tidak Amoksisilin Cefdinir, Amoksisilin Cefdinir,
80- cefuroxime, 80- cefuroxime,
90mg/kg/hari atau 90mg/kg/hari atau
atau cefdinir cefpodoxime atau cefdinir cefpodoxime
dll dll
Ya Amoksisilin Ceftriakson 1 Ceftriakson 3 Cefrtriakson 3
klavunalat 80- atau 3 hari hari hari;
90mg/kg/hari; timpanosintesis;
amoksisilin klindamisin
atau cefdinir
dll,

Vaksin dapat digunakan untuk mencegah anak menderita OMA. Vaksin


pneumokokus konjugat telah disetujui oleh food and Drug Administration (FDA)
yang dapat menginduksi respon imun lama terhadap Pneumococcus serotipe 4, 6B,
9V, 14, 18C, 19F, dan 23F (PCV-7). Serotipe ini dipilih berdasarkan frekuensinya
yang sering ditemukan pada penyakit penumokokus invasif dan hubungannya
dengan organisme multidrug-resistant. Vaksin ini dapat diberikan bersamaan
dengan imunisasi rutin, namun pemberian vaksin pneumokokus konjugat belum
rutin dilakukan.16

1
Gambar 6. Penatalaksanaan OMA16

1
2.9 Diagnosis Banding
Adanya efusi pada telinga tengah tanpa peradangan dapat didiagnosis
banding dengan otitis media efusi yang diakibat adanya kumpulan cairan yang
tidak terinfeksi di telinga tengah. Otitis media efusi tersebut dapat disebabkan
oleh virus, paparan bahan iritan dan disfungsi tuba Eustachius. Adanya nyeri
traksi ringan ke telinga keluar dan tampilan membran timpani yang normal dapat
didiagnosis banding dengan otitis eksterna.13

2.10 Komplikasi
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi dapat berupa
komplikasi intrakanial dan komplikasi intratemporal. Komplikasi intratemporal
terdiri atas mastoiditis akut, petrositis, labirinits, perforasi pars tensa, atelektasis
telinga tengah, paresis fasialis dan gangguan pendengaran. Komplikasi
intrakranial yang dapat terjadi yakni meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus,
abses otak, abses epidural, empiema subdural dan thrombosis sinus lateralis.17

2.11 Pencegahan
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk dapat mencegah otitis
media akut yakni pemberian ASI, eliminasi asap rokok, mencegah anak terkena
ISPA dan dapat dilakukan vaksinasi. Vaksin dapat bermanfaat bagi anak-anak
untuk mencegah penyakit OMA.13

2.12 Prognosis
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, namun saat
ini, semua komplikasi pada OMA terjadi pada OMSK yang artinya bahwa
prognosis OMA yaitu baik (bonam) jika diberikan terapi secara adekuat.1

1
BAB III
LAPORAN
KASUS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU - PEKANBARU

Nama Dokter Muda : Zulfatta Dwi Putra


Pembimbing : dr. Lorina Ulfa, Sp.THT-KL
NIM 1908436641
Tanggal : 6 Mei 2021

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. YP
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Punak peputra raya, kel. Tanah merah, Siak Hulu
Suku Bangsa : Melayu

ANAMNESIS (alloanamnesis dan autoanamnesis)


Keluhan Utama :
Keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluhkan keluar cairan dari telinga kiri,
cairan berwarna putih dan kental. Cairan keluar terus menerus, tidak berbau, tidak
disertai nyeri, demam (-), batuk (-), Pilek (-). Ibu pasien kemudian membeli obat
tetes telinga di apotik (tidak ingat nama obat) namun keluhan tidak membaik
sehingga pasien di bawa ke RSUD AA. 4 minggu SMRS pasien merasakan
telinga penuh, disertai demam nyeri pada telinga dan suara berdenging. Keluhan
sulit menelan disangkal, pasien mengaku sering batuk pilek.

1
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
• Pasien tidak memiliki riwayat alergi

Riwayat Penyakit Keluarga :


• Keluhan hal yang sama dalam keluarga (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


• Pasien seorang pelajar.
• Pasien sering berenang di sungai dekat rumah pasien
• Sering mengonsumsi minuman dingin

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 103/53 mmHg
Frekuensi Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu Tubuh : 36,6oC

Pemeriksaan Sistemik
Kepala
Mata : Allergic shiner : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Toraks : Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler di seluruh lapang paru
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), bising usus (+), frekuensi 12
kali per menit
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik

1
STATUS LOKALIS THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel. Kongenital - -
Trauma - -
Daun Telinga Radang - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Lapang / sempit Lapang Lapang
Hiperemi - -
Liang Telinga
Edema - -
Massa - -
Bau Tidak ada Tidak berbau
Warna Sekret (-), serumen Sekret(+) purulen,
Sekret/Serumen kekuningan serumen
kekuningan
Jumlah Minimal Minimal
Membran Tympani
Warna - -
Refleks Cahaya - -
Utuh Bulging - -
Retraksi - -
Atrofi - -
Jumlah perforasi 1 1
Jenis Sentral Sentral
Kuadran Total Total
Perforasi
Pinggir Rata Rata
Warna mukosa telinga Tidak hiperemis Tidak hiperemis
tengah

Gambar

Tanda radang/abses - -
Fistel - -
Mastoid Sikatrik - -
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -
Tes Garpu Tala Rinne + -

1
Weber Lateralisasi (-) Lateralisasi (+)
Schwabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
Kesimpulan Dalam batas normal Tuli konduktif
Audiometri Tidak dilakukan

Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Deformitas - -
Kelainan Kongenital - -
Hidung Luar Trauma - -
Radang - -
Massa - -

Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -

Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vibrise + +
Vestibulum
Radang - -
Lapang/Cukup Cukup lapang Cukup lapang
Cavum Nasi
Lapang/Sempit
Lokasi - -
Jenis - -
Sekret
Jumlah - -
Bau - -
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Inferior
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Media
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Septum Cukup lurus / deviasi Cukup lurus Cukup lurus

1
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina - -
Krista - -
Abses - -
Perforasi - -
Lokasi - -
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor

Rinoskopi Posterior ( Nasofaring ): tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana Lapang / Sempit
Warna
Mukosa Edema
Jaringan Granulasi
Ukuran
Warna
Konkha Inferior Permukaan
Edema

Adenoid Ada/ Tidak


Ada / Tidak
Muara
Tertutup sekret
tuba Eustachius
Edema
Lokasi
Ukuran
Massa
Bentuk
Permukaan
Ada / Tidak
Post Nasal Drip
Jenis

1
Orofaring/Mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Simetris/ Tidak Simetris Simetris
Palatum Mole + Warna Merah muda Merah muda
Arkus Faring Edema - -
Bercak/ Eksudat - -
Warna Merah muda
Dinding Faring
Permukaan Licin
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar
Tonsil
Detritus - -
Eksudat - -
Perlengketan dengan - -
pilar
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema - -
Abses - -
Lokasi - -
Bentuk - -
Tumor Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Karies / Radiks - -
Gigi Kesan Dalam batas Dalam batas normal
normal
Deviasi - -
Lidah Bentuk Normal Normal
Tumor Tidak ada Tidak ada

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan
Bentuk
Warna
Epiglotis Edema
Pinggir rata / tidak
Massa
Warna
Aritenoid
Edema

1
Massa
Gerakan
Warna
Ventrikular Band Edema
Massa
Warna
Gerakan
Plica Vokalis
Pinggir Medial
Massa
Subglotis / Sekret ada / tidak
Trakhea Massa
Massa
Sinus Piriformis
Sekret
Sekret (jenisnya)
Valekule
Massa

Pemeriksaan kelenjar limfe leher:


Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar limfe leher.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe leher.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah:
Tidak dilakukan

Rontgen Thorax:
Tidak dilakukan

RESUME (DASAR DIAGNOSIS)


Anamnesis
Keluhan Utama :
Keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


 2 minggu SMRS: keluar cairan dari telinga kiri, berwarna bening, cair,
tidak berbau, keluar terus menerus, tidak nyeri

1
 4 minggu SMRS : telinga terasa penuh, disertai demam, nyeri, suara
berdenging
 Pasien sering mengalami demam pilek

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


• Keluhan yang sama dalam keluarga (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:


• Sering berenang
• Sering konsumsi minuman dingin

Pemeriksaan Fisik
Telinga Kanan Kiri
Daun Telinga Normal Normal
Liang Telinga Lapang Lapang, Sekret(+) purulen
Perforasi (+) total, reflek Perforasi (+) total, reflek
Membran Tympani
cahaya(-) cahaya (-)
Gambar

Hidung Kanan Kiri


Rinoskopi Anterior
Vestibulum Normal Normal
Cavum Nasi Normal Normal
Konkha Inferior Normal Normal
Sekret - -
Massa - -
Gambar
Rinoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Posterior
Laringoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Indirek

2
Faring
Palatum Normal Normal
Mole/arkus faring
Dinding Faring Merah muda
Tonsil Dalam batas normal

Diagnosis:
Otitis Media Akut Stadium Perforasi
Pemeriksaan usulan:
- Audiometri
- Kultur sekret telinga kiri

Terapi:
Irigasi kedua telinga dengan H2O2 selama 3-5 hari
Amoksisilin tablet 3x500 mg selama 7 hari

Prognosis:
Quo ad vitam : Dubia ad bonam.
Quo ad sanam : Dubia ad bonam.

Nasehat:
1. Menjelaskan penyakit dan komplikasi yang akan muncul
2. Menjaga kebersihan telinga
3. Mencegah telinga masuk air, tidak berenang dulu untuk beberapa waktu
4. Tidak mengonsumsi minuman dingin untuk sementara waktu
5. Antibiotik harus diminum sampai habis
6. Datang kembai untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat perkembangan
penyembuhan pada perforasi membran timpani

2
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, maka
dapat ditegakkan diagnosis kerja pada pasien yakni otitis media akut stadium
perforasi. Berdasarkan teori, diagnosis pada OMA harus memenuhi 3 hal berikut
yaitu penyakit muncul secara mendadak (akut), ditemukannya tanda efusi di
telinga tengah dan adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah.4 Keluhan
bersifat akut diketahui dari pernyataan pasien yang menyebutkan bahwa keluhan
sudah berlangsung dalam 3 minggu terakhir. Tanda adanya efusi di telinga
diketahui dari pernyataan bahwa pasien sempat merasakan telinga terasa penuh
sebelum keluhan keluar cairan dari telinga. Tanda adanya peradangan pada pasien
yakni keluhan telinga terasa nyeri yang muncul bersamaan dengan keluhan telinga
terasa penuh.
Stadium perforasi pada pasien didapatkan adanya cairan dari liang telinga
(otorea) kiri. Pada pemeriksaan otoskop telinga tengah tampak gambaran perforasi
total pada membran timmpani telinga kanan dan telinga kiri. Pasien dilakukan
pemeriksaan tes penala menggunakan tes rinne, weber dan swabach. Hasil
pemeriksaan tes rinne didapatkan hasil positif pada telinga kanan dan negatif pada
telinga kiri. Hasil pemeriksaan tes weber didapatkan adanya lateralisasi kearah
telinga kiri. Hasil pemeriksaan tes swabach sama dengan pemeriksa. Hasil
pemeriksaan tes penala ini menunjukkan bahwa pasien mengalami tuli konduktif
telinga kiri. Hal ini sesuai dengan teori bahwa peradangan yang melibatkan
telinga tengah akan memberikan dampak pada gangguan pendengaran konduktif.1
Untuk mengkonfirmasi dan menentukan derajat ketulian pada pasien maka
diajukan pemeriksaan penunjang yakni audiometri.
Berdasarkan literatur antibioitik lini pertama pada OMA yakni amoksisilin.
Disebutkan sampai saat ini belum ditemukan antibiotik yang lebih superior
daripada amoksisilin pada penelitian dengan timpanosisnteisis sebelum dan
sesudah terapi. Walaupun demikian, sefalosporin memiliki efektifitas sebesar 70-
80% dalam mengatasi OMA dan dapat direkomendasikan sebagai lini kedua
pengobatan OMA.4

2
BAB V
KESIMPULAN

Otitis media akut (OMA) merupakan inflamasi pada telinga tengah yang
terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. Otitis media akut dapat disebabkan
oleh karena adanya perubahan tekanan udara tiba-tiba, alergi, infeksi dan
sumbatan seperti sekret, tampon dan tumor yang menyebabkan terjadinya
gangguan fungsi tuba Eustachius. Otitis media akut terdiri atas 5 stadium yakni
stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan
stadium resolusi.
Keluhan pada OMA tergantung pada stadium penyakit. Pada neonatus
dapat ditemukan demam tinggi, pada anak dan orang dewasa keluhan
bervariasi seperti nyeri telinga, telinga terasa penuh, suara berdenging atau
keluar cairan dari liang telinga. Pemeriksaan dengan otoskop untuk menilai
membran timpani sebagai penentu stadium penyakit.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis yakni otoskopi pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis.
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakit. Selain untuk
menyembuhkan penyakit pengobatan OMA juga bertujuan mengurangi gejala
yang dirasakan pasien. Pengobatan simtomatis pada OMA disesuaikan dengan
keluhan yang dirasakan pasien. Terapi antibiotik pada OMA adalah golongan
penisilin, atau ampisilin. Pemberian antibiotik dianjurkan minimal 7 hari.
Pasien yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Nashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi 7. Jakarta: Balai penerbit
FKUI; 2017. p. 57-78.

2. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. p.249-59.

3. Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar. Kementrian Kesehatan RI. 2013;5.

4. Burrows HL, Blackwood RA, Cooke JM, Harrison RV, Harmes KM,
Passamani PP, etc. Otitis media gudiline team. UMHS Guidelines Oversight
Team. 2013;1-12.

5. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Sinambela A, Ong HO, Mandera LI,
Haniyarti S, editor. Anatomi klinis berdasarkan regio. Edisi 9. Jakarta: EGC;
2012. p. 570-6.

6. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem; alih bahasa, Brahm U.


Pendit; editor bahasa Indonesia, Herman OO, Alvert AM, Dian R. Edisi 8.
Jakarta:EGC.2014p.215-8.

7. Waschke J, Bockers TM, Paulsen F. Buku ajar anatomi sobotta. Edisi 1.


Singapura: Elsevier;2018. p. 186-7.

8. Drake RL, Vogi W, Mitchel AW. Gray’s Basic Anatomy. Elsevier: Churchill
Livingstone. Kanada; 2012:482-91.

9. Mahardika IW, Sudipta IM, Sutanegara SW. Karakteristik pasien otitis media
akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode Januari –
Desember 2014. E-jurnal medika. 2019;8(1): 51-5.

10. Pichichero ME. First line treatment of acute otitis media. In: Alper CM,
Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced
therapy of otitis media. Hamilton:BC Decker Inc;2004. p. 32-8.

11. Chonmaitree T. Viral otitis media. In: Alper CM, Bluestone CD, Caselbrant
ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced therapy of otitis media.
Ontario:BC Decker Inc;2004. P.63-8.

12. Onerci TM. Otitis Media. In: Diagnosis Otorhinolaryngology. Berlin: Spinger;
2009. p. 28-33.

13. Lieberthal AS. Acute otitis media guidelines: review and update. Curr
Allergy Asthma Rep. 2006;6:334-41.

2
14. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan ketrampilan klinis bagi
dokter di fasilitas kesehatan primer. Edisi 1. Jakarta; 2017. p. 127.

15. Thomas JP, Berner R, Zahnert T, Dazert S. Acute otitis media: a structured
approach. Dtsch Arztebl Int. 2014; 111(9): 151–60.

16. Munilson J, Edward Y, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media Akut.


Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas;2015.

17. Bhargava KB, Bhargava SK, Shah TM. A short textbook of ENT diseases.
Edisi ke 7. Mumbai: USHA publication;2005. p. 45-50.

Anda mungkin juga menyukai