PENDAHULUAN
Masalah yang terjadi kemudian dianalisis dari faktor method, man, machine,
material, measurement, dan environment. Faktor man yakni operator yang
mengeluh saat proses setting pada seat plate sebelum dilakukan proses
pengelasan. Faktor machine yakni kondisi mesin Tru Arc Weld 1000 yang tidak
terdapat alat bantu untuk melakukan setting seat plate, sehingga membutuhkan
waktu yang lama. Dari faktor material masalah yang muncul yaitu komponen seat
plate yang terdiri dari beberapa part, sehingga operator perlu melakukan setting
manual satu per satu. Faktor method yang muncul yaitu cara operator melakukan
setting pada seat plate yang masih harus memastikan jarak antar komponen sesuai
dengan gambar dilakukan secara manual. Fackor measurement terdapat pada
pemasangan klem penahan, setting mesin, dan setting zero point pada mesin Tru
Arc Weld 1000. Untuk fackor environment, posisi mesin yang cukup tinggi dan
lebar membuat operator sedikit kurang nyaman saat melakukan setting
dikarenakan tidak adanya alat bantu.
Solusi pemecahan masalah yang diberikan adalah merancang welding fixture
dengan penambahan screw pin dan toggle clamp untuk memudahkan proses
setting sebelum pengelasan serta memberikan pencekaman yang baik pada seat
plate. Pengaruh lain dari perancangan welding fixture ini yaitu mengurangi
produk NG dan menurunkan waktu proses pembuatan produk seat plate.
Okpala dan Okechukwu, (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “The Design
And Need For Jigs And Fixtures In Manufacturing” menjelaskan bahwa desain jig
dan fixture tergantung pada jenis operasi serta alat mesin yang akan digunakan.
Terdapat 4 elemen dari jig dan fixture yaitu body, clamp, locator, dan tool guide.
Locator sendiri diklasifikasikan menjadi 3 yaitu locating pins, jack pins, dan
support loacating. Locating pins digunakan untuk lokasi benda kerja ketika
lubang yang telah diselesaikan atau dibuat ulang telah disediakan pada benda
kerja. Terdapat dua jenis locating pins yaitu locating pins silinder dan kerucut
Relevansi dengan penelitian ini adalah pembuatan locating pins digunakan untuk
memperkuat pencekaman pada welding fixture seat plate.
2.2 Kaizen
Kaizen adalah istilah dari bahasa Jepang pada konsep Continous Incremental
Improvement. Kai yang memiliki arti perubahan dan Zen memiliki arti baik.
Kaizen yaitu penyempurnaan dan berkesinambungan yang mana melibatkan
semua orang. Kaizen merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif
dan terintegrasi bertujuan untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus
(Dian & Dika, 2019). Inti dari Kaizen yaitu mengoptimalkan biaya dan waktu
untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. 5S (Seiri, Seiton, Seiso,
Seiketsu dan Shitsuke) merupakan “Intisari untuk Kaizen”. Rencana lima langkah
ini ini sering pula disebut gerakan lima-S (5-S) :
1. Seiri
Seiri adalah dengan menyisihkan barang yang dianggap tidak diperlukan dan
barang yang dianggap tidak diperlukan di tempat kerja dibuang. Merupakan
langkah awal dalam menjalankan budaya 5S, yaitu membuang/menyortir/
menyingkirkan barang-barang yang tidak digunakan lagi ke tempat
pembuangan.
2. Seiton
Seiton adalah dengan menata peralatan kerja yang digunakan dengan rapi dan
menghilangkan kegiatan mencari agar alat-alat tersebut bisa dengan mudah
ditemukan secara cepat. Setelah menyortir semua barang yang tidak
dipergunakan lagi, pastikan segala sesuatu harus diletakkan sesuai posisi yang
ditetapkan, sehingga selalu siap digunakan pada saat diperlukan.
3. Seiso
Seiso adalah dengan memelihara kebersihan pada tempat kerja. Setelah
menjadi rapi, langkah berikutnya adalah membersihkan tempat kerja, ruangan
kerja, peralatan dan lingkungan kerja.
4. Seiketsu
Seiketsu adalah dengan mempertahankan seiri, seiton, dan seiso agar proses
tersebut bisa berlangsung secara terus-menerus. Tahap ini adalah tahap yang
sukar. Untuk menjaga ketiga tahap yang sudah dijalankan sebelumnya secara
rutin. Tahap ini dapat juga disebut tahap perawatan, merupakan standarisasi
dan konsistensi dari masing-masing individu untuk melakukan tahapan-
tahapan sebelumnya.
5. Setsuke
Setsuke adalah suatu bentuk kedisiplinan yang mana hal tersebut menjadi
kebiasaan, sehingga para pekerja menjadi biasa mematuhi peraturan dan
dilaksanakan penyuluhan kepada para pekerja agar dapat bekerja dengan
profesional.
2.3 Perancangan
Tahapan awal sebelum melakukan proses pembuatan welding fixture adalah
melakukan perancangan. Perancangan bertujuan untuk menganalisis, menilai,
memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik sistem fisik maupun non fisik yang
optimum untuk waktu yang akan datang. Selain itu, perancangan dibutuhkan
untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan dan tindakan-tindakan apa saja yang
akan diambil. Jika rencana tersebut menghasilkan penciptaan sesuatu yang
memiliki realitas fisik, maka produk tersebut harus berfungsi, aman, andal,
kompetitif, dapat digunakan, dapat diproduksi, dan dapat dipasarkan (Budynas &
Nisbett, 2011). Adapun langkah-langkah proses perancangan ditunjukkan pada
gambar 2.1 sebagai berikut :
Hasil dari proses perancangan ini adalah
Gambar 2.1 Diagramsebuah rancangan
Proses produk berupa gambar
Perancangan
atau desain dan kebutuhan yang diperlukan lainnya. Hasil tersebut nantinya
berguna untuk menentukan berbagai hal agar tahap perancangan dapat
direalisasikan seperti, bagaimana bentuk produknya, cara pengerjaan, dan lain
sebagainya. Penjelasan menurut Budynas & Nisbett (2008) dari gambar adalah
sebagai berikut :
1. Identification of Need
Merupakan langkah awal untuk memulai proses desain. Langkah ini
merupakan tindakan kreatif untuk mengenali dan mengungkapkan suatu
kebutuhan. Proses identifikasi yang dilakukan bertujuan untuk mencari solusi
untuk masalah yang ditemukan yaitu pada tahapan setting pada seat plate.
Tidak adanya alat bantu berupa berupa welding fixture menyebabkan proses
setting memakan waktu terlalu lama. Selain itu, pencekaman yang kurang
baik membuat seat plate mengalami perubahan posisi saat pengelasan
dilakukan yang berakibat pada ketidapresisian ukuran seat plate. Data yang
didapat dari langkah identifikasi ini didapat dengan melakukan observasi
lapangan dan dijadikan pedoman dalam melakukan perancangan desain yang
digunakan untuk improvement.
2. Definition of Problem
Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah merumuskan masalah
tentang produk yang dibutuhkan. Langkah ini harus lebih spesifik dan harus
mencakup semua spesifikasi untuk objek yang akan dirancang. Spesifikasi
adalah besaran masukan dan keluaran, sifat dan dimensi ruang yang harus
ditempati benda, dan segala batasan besaran tersebut. Spesifikasi berupa
prestasi kerja, fungsi, dimensi, serta komponen-komponen yang akan
digunakan pada welding fixture juga harus ditentukan. Identifikasi lebih
mendalam dengan membuat perumusan masalah akan mendapatkan arahan
rancangan dan spesifikasi produk berupa welding fixture yang akan dibuat
untuk memberikan kebutuhan dari masalah yang ditemukan.
3. Synthesis
Synthesis merupakan skema yang menghubungkan elemen sistem yang
kadang-kadang disebut penemuan konsep atau desain konsep. Skema sistem
yang tidak bertahan akan dianalisis untuk direvisi, ditingkatkan, atau dibuang.
Skema yang memiliki potensi dioptimalkan untuk menentukan kinerja terbaik
dari skema. Skema yang dibuat dibandingkan, sehingga jalur menuju produk
yang paling kompetitif dapat dipilih. Dalam tahapan ini, dilakukan
perancangan welding fixture dengan membuat desain berdasarkan spesifikasi,
fungsi, dimensi, serta komponen-komponen yang akan digunakan dan
ditentukan desain yang terbaik.
4. Analysis dan Optimization
Beberapa alternatif konsep harus diusulkan, diselidiki, dan seiring
perkembangan skema, analisis harus dilakukan untuk menilai apakah kinerja
sistem memuaskan atau lebih baik, dan, jika memuaskan, seberapa baik
kinerjanya. Dari desain yang dipilih kemudian dilakukan analisis untuk
menentukan kekurangan dan kelebihan yang ada pada welding fixture yang
telah dibuat kemudian dilakukan optimasi desain agar memenuhi spesfikasi
yang telah ditentukan. Pembuatan desain tiga dimensi dengan beberapa
alternatif desain dibuat mengguanakan software Solidworks yang kemudian
akan dipilih desain terbaik.
5. Evaluation
Pada tahapan ini, hasil dari langkah analisis dan synthesis dievaluasi atau
diukur terhadap spesifikasi yang telah ditentukan, sehingga diperoleh desain
terbaik dan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan berdasarkan hasil
observasi, evaluasi, dan kebutuhan.
6. Presentation
Presentasi adalah langkah terakhir dari proses perancangan welding fixture.
Presentasi adalah pekerjaan mengkomunikasikan hasil untuk membuktikan
bahwa solusi yang diberikan lebih baik. Pada tahap ini, kegiatan yang
dilakukan yaitu menyusun dokumen hasil perancangan dalam bentuk gambar
lengkap atau gambar kerja, daftar komponen, spesifikasi bahan, dan informasi
lainnya untuk keperluan pembuatan.
2.4 Konsep dan Pemilihan Desain
Model rancang bangun welding fixture menggunakan beberapa alternatif desain
guna menemukan desain yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Proses
pembuatan konsep desain dimulai dengan seperangkat identifikasi kebutuhan
yang diperlukan konsumen dan spesifikasi target untuk menghasilkan sekumpulan
konsep produk (Ulrich et al, 2012). Proses pemilihan desain mengacu pada
metode binary dominance matrix, fokus pemilihan pada kriteria pembobotan
dengan nilai tertinggi untuk alternatif desain rancang bangun welding fixture.
Seleksi konsep dilakukan berdasarkan metode decision-matrix method atau binary
dominance matrix (Cross, 2000). Hal ini untuk mendapat desain terbaik dari
beberapa alternatif desain rancang bangun welding fixture.
Motode binary dominance matrix sebagai berikut :
1. Metode ini diawali dengan menyusun matriks untuk mengatur peringkat
kriteria dari urutan tingkat kepentingan relative (binary dominance
matrix) dan menentukan peringkat bobot relative setiap kriteria. Kriteria
bisa meliputi fungsi, pengoperasian, pengerjaan, kontruksi, biaya, dan
lain-lain.
2. Menyusun kembali urutan kriteria untuk menjamin bahwa kriteria memiliki
bobot lebih besar akan terlebih dahulu dipertimbangkan, hal ini penting dilakukan
jika kriteria yang terlibat dan banyak keputusan yang harus diambil.
Setiap konsep diberi nilai untuk mengetahui seberapa baik konsep-konsep tersebut
memenuhi kriteria. Nilai ini dikalikan dengan faktor bobot (weight factor) dan
dijumlahkan, sehingga menghasilkan nilai total untuk setiap konsep produk.
Konsep produk yang mendapatkan nilai tertinggi merupakan konsep terpilih yang
kemudian dijadikan sebagai acuan dalam proses pengerjaan rancang bangun
welding fixture.
Pemeringkatan kriteria dilakukan dengan cara membandingkan antar kriteria dan
memberinya nilai (Cross, 2000). Tabel 2.2 dibawah ini merupakan matriks
penilaian konsep, sedangkan tabel 2.3 merupakan tabel skala batasan.
Nilai 1 : Kriteria satu lebih prioritas dibandingkan kriteria lainnya
Nilai 0 : Kriteria satu kurang prioritas dibandingkan kriteria lainnya
Nilai 0,5 : Kriteria sama prioritasnya dengan kriteria lainnya
Angka pada score dipilih salah satu dari ketentuan : 11 point scale dan 5 point
scale
2.6 Deformasi
Deformasi merupakan perubahan pada material baik perubahan dimensi maupun
struktur karena mendapat beban dari luar. Beban bisa berupa beban mekanis
maupun proses fisika-kimia. Perubahan yang terjadi pada material dapat berupa
pemuaian maupun pengkerutan. Perubahan ini dimulai dari perubahan struktur
dalam material sebelum akhirnya berdampak pada perubahan dimensi material.
Jadi perubahan dimensi tergantung dari perubahan struktur material. Apabila
perubahan struktur dari material teratur maka perubahan dimensi secara umum
juga teratur. Namun tidak selalu perubahan struktur pada material terjadi dengan
teratur sehingga mengakibatkan perubahan dimensi yang tidak teratur pula
(Taufik & Budie. 2010).
Pada struktur logam deformasi terjadi mulai dari struktur kristal yang berubah
bentuk dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Untuk mengurangi dampak dari batas
butir dan untuk mengurangi kerumitan dalam pembahasan selanjutnya kita akan
mengkhususkan pada pembahasan pada deformasi kristal tunggal. Deformasi pada
logam fasa tunggal berdasarkan prosesnya meliputi deformasi elastis dan
deformasi plastis (Taufik & Budie. 2010).
Piliphenko A (2001) menjelaskan beberapa perubahan bentuk atau deformasi
dalam proses pengelasan sebagai berikut :
1. Longitudinal shrinkage, yaitu penyusutan material yang searah atau sejajar
dengan garis las.
2. Rotational distortion, merupakan distorsi sudut dalam bidang pelat yang
berkaitan dengan perluasan bidang panas.
3. Transverse shrinkage, yaitu penyusutan tegak lurus terhadap garis las.
4. Buckling distortion, merupakan fenomena yang berkaitan dengan kompresi
yang berkenaan dengan panas dan menyebabkan ketidakstabilan ketika
pelatnya tipis.
5. Angular change/Angular shrinkage, yaitu karena adanya distribusi panas
yang tidak merata pada kedalaman material sehingga menyebabkan
terjadinya distorsi (perubahan sudut).
6. Longitudinal bending distortion, yaitu distorsi dalam bidang yang melalui
garis las dan tegak lurus terhadap pelat.
Penelitian diatas nantinya dijadikan acuan bahwa adanya deformasi bisa
mengakibatkan suatu benda kerja mengalami cacat, sehingga tidak bisa memenuhi
fungsi dari benda kerja tersebut. Hal ini menjadi landasan dibuatnya welding
fixture untuk mencegah terjadinya deformasi.
2.10 Material
Pemilihan material welding fixture dilakukan untuk menentukan material yang
tepat agar mendapatkan keuatan welding fixture yang diharapkan. Beberapa
karakteristik penting dari bahan adalah strength, durability, flexibility, weight,
resistance to heat and corrosion, ability to cast, welded or hardened,
machinability, electrical conductivity, dll. Pemilihan bahan yang tepat, untuk
tujuan rekayasa, adalah salah satu masalah yang paling sulit bagi perancang alat.
Bahan terbaik adalah bahan yang memenuhi tujuan yang diinginkan dengan biaya
minimum (Khurmi, 2005).
Material utama yang dipilih pada pembuatan welding fixture seat plate adalah
ASTM A36 dan JIS S45C
2.11.1 Berat
Berat adalah jumlah gaya tarik yang diberikan bumi pada suatu benda. Gaya tarik
tersebut bervariasi berdasarkan jarak dari pusat bumi, sehingga dapat disimpulkan
bahwa berat memiliki variasi berdasarkan posisi benda tersebut dari permukaan
bumi. Dengan demikian jelas, bahwa berat adalah suatu gaya. Massa adalah
jumlah materi yang terkandung dalam suatu benda. Variasi massa tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi dari permukaan bumi. Massa benda diukur
dengan perbandingan langsung dengan massa standar dengan menggunakan.
Perhitungan berat dilakukan untuk mengetahui beban merata yang akan diterima
welding fixture saat proses pengelasan seat plate. Dalam hal ini, massa dari
material seat plate dapat mempengaruhi besarnya beban merata yang terjadi pada
welding fixture. Hubungan antara Massa (m) dan Berat (w) ditunjukkan pada
persamaan berikut (Khurmi & Gupta, 2005) :
Menghitung berat :
W =m x g (2.1)
Keterangan :
W = Berat, Newton
m = Massa, kg
g = Gravitasi, m/s2
Perhitungan tegangan geser pada front dan rear screw pin dapat ditentukan
menggunakan persamaan berikut :
Sf = Safety Factor
Las MIG (metal inert gas) merupakan las busur gas yang menggunakan kawat las
sekaligus sebagai elektroda. Elektroda tersebut berupa gulungan kawat (rol) yang
gerakannya diatur oleh motor listrik. Las ini menggunakan gas argon dan helium
sebagai pelindung busur dan logam yang mencair dari pengaruh atmosfir.
Menurut Hariyadi (2018) kekuatan sambungan pengelasan dipengaruhi tegangan
busur las, besar arus las, kecepatan las, besar penembusan dan polaritas listrik.
Penentuan besarnya arus dalam penyambungan logam menggunakan las
mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan bahan las. Jika parameter las kurang tepat
maka dapat terjadi cacat las dan sifat mekanik hasil las kurang dari syarat yang
telah ditentukan oleh standar.
Perhitungan kekuatan pengelasan dihitunga menggunakan persamaan sebagai
berikut (Khurmi & Gupta, 2005) :
Suatu batang material akan mengalami beban transversal baik itu beban terpusat
maupun merata akan mengalami defleksi. Setiap pengujian harus dilakukan
ketelitian perhitungan untuk meminimalisir terjadinya kerusakan, sehingga batang
material tidak melentur dan untuk memperkecil atau mencegah defleksi yang
berlebihan. Adapun hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi menurut
(Basori, et al., 2015) yaitu :
1. Kekakuan batang
2. Besar kecilnya gaya yang diberikan
3. Jenis tumpuan yang diberikan
4. Jenis beban yang terjadi pada batang
Untuk menghitung besarnya defleksi yang terjadi pada suatu komponen
digunakan persamaan sebagai berikut (Misumi, 2002) :
Persamaan defleksi :
P x L3
δ= (2.12)
48 x E x I
Keterangan :
δ = Defleksi, mm
P = Beban, N
L = Panjang batang, mm
E = Modulus Elastisitas, N/mm2
I = Momen Inersia, mm4
Keterangan :
t = Nilai hitung
D = Rata – rata selisih pengukuran 1 dan 2
SD = Standar deviasi selisih pengukuran 1 dan 2
n = Jumlah sampel