Anda di halaman 1dari 35

KARYA TULIS ILMIAH

DESAIN EMBUNG SITUAK LATOK


KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

TUGAS
MATA KULIAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Dosen Pengasuh:
Dr. Ir. Hanugerah Purwadi, MT

Disusun oleh:
Metrizal, ST / 21360003

UNIVERSITAS JANABADRA
FAKULTAS TEKNIK
MAGISTER TEKNIK SIPIL
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil‟alamiin.

Puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia-Nya kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah
ini.

Karya tulis ilmiah yang berjudul “Desain Embung Situak Latok, Kabupaten
Pasaman, Provinsi Sumatera Barat” ini adalah merupakan tugas kuliah untuk memenuhi
kewajiban mahasiswa yang mengikuti Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air di
Program Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih belum sempura, untuk itu
mohon arahan dan bimbingan dari Bapak Dosen Pengasuh Mata Kuliah Pengelolaan
Sumber Daya Air untuk dapat memberi masukan dan saran agar tulisan ini lebih baik dan
dapat dijadikan pedoman untuk penulisan selanjutnya.

Akhir kata Penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hanugerah
Purwadi, MT selaku Dosen Pengasuh Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air atas
kesempatan yang telah diberikan kepada Penulis untuk menyajikan karya tulis ilmiah ini.

Yogyakarta, 1 April 2022

Penulis,

Metrizal, ST.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................. i


Daftar Isi ....................................................................................................................... ii
Daftar Tabel .................................................................................................................. iv
Daftar Gambar .............................................................................................................. v

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3. Maksud dan Tujuan ................................................................................. 1
1.4. Pendekatan ............................................................................................... 2
1.5. Hipotesis .................................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3


2.1. Pengertian Embung .................................................................................. 3
2.2. Klasifikasi Embung ................................................................................. 4
2.3. Pemanfaatan dan Pengelolaan Embung ................................................... 6

BAB 3 METODOLOGI ........................................................................................... 9


3.1. Bagan Alir ................................................................................................ 9
3.2. Tahapan Kegiatan .................................................................................... 9

BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................................... 11


4.1. Kondisi Topografi .................................................................................... 11
4.2. Analisi Kualitas Air ................................................................................. 13
4.3. Analisis Hidrologi .................................................................................... 15
4.3.1. Analisis Frekuensi Hujan DPS Situak ........................................... 15
4.3.2. Pola Agihan Hujan ........................................................................ 16
4.3.3. Debit Rancangan ........................................................................... 18
4.4. Desain Embung ........................................................................................ 19
4.4.1. Kriteria Pemilihan Lokasi Embung ............................................... 19

ii
4.4.2. Pemilihan Lokasi Embung ............................................................ 20
4.4.3. Volume Tampungan ...................................................................... 20
4.4.4. Bangunan Utama ........................................................................... 22
4.4.5. Bangunan Pelengkap ..................................................................... 26
4.5. Rencana Anggaran Biaya ........................................................................ 27

BAB 5 KESIMPULAN ............................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 29

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Dua Puluh Lima Data Hujan Maksimum DPS Situak ................................ 15
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hujan Rancangan DPS Situak ............................................... 15
Tabel 4.3. Distribusi Hujan Rancangan Jam-jaman DPS Situak ................................. 17
Tabel 4.4. Hubungan Antara Durasi dan Kala Ulang Hujan ....................................... 17
Tabel 4.5. Rekapitulasi Debit Rancangan DPS Situak ................................................ 19
Tabel 4.6. Rencana Anggaran Biaya ........................................................................... 27

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Bagan Alir Desain Embung .................................................................. 9


Gambar 4.1. Pengukuran Topografi dan PemasanganBM (Bench Mark) ................. 11
Gambar 4.2. Peta Situasi Lokasi Rencana Embung .................................................. 12
Gambar 4.3. Pengambilan Sampel Air di Sungai Situak ........................................... 13
Gambar 4.4. Hasil Uji Kualitas Air Sungai ............................................................... 14
Gambar 4.5. Grafik Hubungan Antara Durasi dan Intensitas Hujan
untuk Kala Ulang Tertentu .................................................................. 18
Gambar 4.6. Sketsa Tampungan Embung ................................................................. 21
Gambar 4.7. Peta Situasi Lokasi Rencana Embung .................................................. 23
Gambar 4.8. Tampak Atas Rencana Bangunan Utama ............................................. 24
Gambar 4.9. Potongan Melintang Bangunan Utama ................................................. 25
Gambar 4.10. Potongan Memanjang Bangunan Utama .............................................. 25
Gambar 4.11. Rencana Bangunan Pelimpah (Mercu Bendung) .................................. 26

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka penyediaan dan
konservasi sumber daya air adalah dengan pembuatan embung yang sekaligus menjadi
sumber air yang potensial di daerah yang banyak mempunyai sumber-sumber air kecil
dan dapat dikumpulkan pada suatu tempat.

Salah satu rencana dari kepedulian Pemerintah untuk meningkatkan produksi


pangan khususnya di Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat adalah
meningkatkan layanan prasarana sumber daya air pada daerah ini melalui desain Embung
Situak Latok yang lokasinya terletak di Kecamatan Lembah Melintang, Kabupaten
Pasaman Barat. Diharapkan dengan adanya cadangan sumber air di daerah ini akan dapat
mensuplai areal pertanian di sekitar lokasi, cadangan air bersih, dan menjadi salah satu
alternatif daerah wisata.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari karya tulis ini adalah sebagai berikut:


1. Bangunan Embung Situak Latok dapat digunakan untuk apa saja?
2. Parameter debit Sungai Situak seberapa besar?
3. Berapa volume rencana embung yang akan dibangun?
4. Berapa perkiraan biaya pembangunan Embung Situak Latok?

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud kegiatan ini adalah melakukan pengumpulan data dalam rangka


membuat desain bangunan embung yang diperlukan untuk menyediakan sumber air
baku, air irigasi, dan untuk konservasi di daerah Situak Latok, Kecamatan Lembah
Melintang, Kabupaten Pasaman Barat.

1
Tujuan dari desain Embung Situak Latok ini adalah untuk menyediakan Pedoman
Teknis untuk melaksanakan pembangunan embung di daerah Situak Latok agar dapat
terlaksana dengan baik dan efektif.

1.4. PENDEKATAN

Perencanaan embung biasanya dilakukan di areal hulu guna menyediakan


tampungan sementara air hujan yang jatuh di DAS agar tidak langsung dibuang ke laut
dan dapat digunakan sebagai cadangan air di musim kemarau untuk mensuplai daerah
layanan dan juga untuk konservasi air.

Kebutuhan air bersih untuk air minum ditentukan oleh jumlah penduduk yang
akan dilayani, kebutuhan air irigasi sawah ditentukan oleh umur tanaman dan luas areal
sawah yang dilayani. Sementara kebutuhan untuk konservasi tidak ditentukan angka
pastinya, tetapi dengan prinsip menahan air di tampungan atau permukaan tanah selama
mungkin agar air tersebut dapat meresap ke dalam tanah dan menambah kandungan air
tanah dangkal maupun air tanah dalam.

Kebutuhan volume embung ditentukan oleh perkiraan kebutuhan air di musim


kemarau. Semakin lama periode hari tidak hujan maka tampungan yang dibutuhkan juga
semakin besar agar tidak terjadi kekurangan air.

1.5. HIPOTESIS

Dari karya tulis ini dapat disajikan beberapa hipotesis sebagai berikut:
1. Mengingat lokasi permukiman penduduk yang cukup jauh dari lokasi rencana
embung maka kemungkinan embung tidak dimanfaatkan sebagai sumber air bersih.
2. Dari pengamatan yang dilakukan di lokasi tidak terdapat areal pertanian berupa
sawah dan areal yang potensial untuk jadi areal sawah, yang ada di sekitar lokasi
tersebut adalah kebun kelapa sawit dengan areal berkontur, jadi embung tidak akan
digunakan sebagai sumber air pertanian sawah.
3. Fungsi dari embung hanya untuk konservasi air.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN EMBUNG

Secara umum pengertian embung mengarah kepada cekungan alam dengan


genangan air menyerupai danau kecil, yang mempunyai fungsi sebagai penampungan air
yang berlebih pada musim hujan, untuk digunakan pada musim kemarau. Pengertian
embung sebenarnya telah dikenal sejak beberapa ratus tahun yang lalu di Indonesia.
Istilah umum yang biasa dipakai di beberapa daerah untuk menyebut embung adalah kata
embung, embung lapangan, telaga, dan sebagainya. Embung banyak digunakan di Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat yang memang dikenal sebagian besar
daerahnya mempunyai curah hujan kecil, dan potensi sumber daya air relatif kecil.
Sehingga sampai sekarang banyak anggota masyarakat daerah tersebut yang membuat
tampungan air salah satunya dengan cara pembuatan kolam yang mereka sebut embung.

Dari beberapa literatur mengenai embung, seperti Pedoman Membuat Desain


Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia (1997) oleh Departemen
Pekerjaan Umum, diperoleh definisi bahwa embung adalah bangunan penyimpan air
yang dibangun di daerah depresi, biasanya di luar sungai. Embung akan menyimpan air
di musim hujan, kemudian airnya dapat dimanfaatkan oleh suatu desa hanya selama
musim kemarau atau saat kekurangan air. Menurut Pedoman Teknis Konservasi Air
Melalui Pengembangan Embung (2007) oleh Departemen Pertanian, dinyatakan bahwa
embung merupakan embung berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir)
yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan yang memenuhi
kriteria air bersih. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber
irigasi suplementer untuk budi daya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high
added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.

Berdasar peristilahan di atas maka embung dapat digolongkan sebagai salah satu
upaya atau teknik pemanenan air (water harvesting). Embung berfungsi sebagai tempat
penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air
irigasi pada musim kemarau. Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering
dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk
menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara

3
operasional embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas
ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan
penghujan. Sehingga nuansa pembangunan embung lebih kental untuk keperluan
konservasi air.

2.2. KLASIFIKASI EMBUNG

Embung-embung yang ada dapat dibagi ke dalam 2 pengelompokan besar,


pengelompokan fisik dan pengelompokan non-fisik. Pengelompokan fisik meliputi
pengelompokan berdasar lokasi, sumber air, kondisi fisik, serta luasan, sementara
pengelompokan non-fisik meliputi kelompok penguasaan, pengelolaan, fungsi, dan
pemanfaatan. Perbedaan karakter embung yang berbeda berdasar pengelompokan
tersebut akan menentukan kemana arah pengembangan masing-masing embung hingga
potensi embung yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Berdasar sumber airnya embung dapat berasal dari mata air, limpasan air hujan
(termasuk lewat saluran buangan dan sungai), tambahan dari sumber lain (saluran
suplesi, limbah permukiman), maupun kombinasi dari ketiga sumber tersebut.

Berdasar lokasinya embung dapat dibedakan antara embung yang berada dalam
lingkup daerah pedesaan dan embung yang berada dalam lingkup daerah permukiman
atau perkotaan. Yang membedakan antara keduanya adalah embung di daerah
permukiman lebih banyak bermasalah akibat limbah industri, limbah rumah tangga, dan
sampah. Embung di daerah pedesaan lebih tenang dan sunyi, alamiah, dan tradisional,
sedang di daerah permukiman lebih ramai, artifisial, dan modern.

Berdasar kondisi fisiknya semula embung dapat diklasifikasikan ke dalam 3


keadaan, kondisi embung yang relatif cukup baik bila luasan embung masih seperti
semula, embung terpelihara dengan baik serta masih berfungsi sebagai embung. Kondisi
embung yang dalam keadaan rusak, dimana kualitas embung serta lingkungannya sudah
sangat buruk tapi luasan embung masih nampak. Kondisi embung yang dalam keadaan
rusak berat, sebagian luasan embung sudah alih fungsi atau tinggal nama.
Mengembangkan embung ini hampir seperti membangun sebuah embung baru.

Berdasar fungsi utamanya embung dapat diklasifikasikan menjadi pengendali


banjir (detensi dan atau retensi). Fungsi detensi dari embung menahan volume air di atas

4
spillway pada saat banjir. Fungsi retensi dari embung menahan volume air di bawah
elevasi mercu spillway sebagai persediaan air. Fungsi retensi akan lebih maksimal bila
air disamping tertahan juga banyak meresap ke dalam tanah lewat dasar embung. Dalam
hal ini, embung dianggap mempunyai fungsi retensi bila dasar embung merupakan tanah
yang porous (tembus air) hingga banyak air yang meresap ke dalam tanah. Embung
dengan fungsi retensi ini tidak dapat menyimpan air, karena air akan meresap habis ke
dalam tanah.

Disamping itu embung juga dapat berfungsi sebagai penyediaan air (air bersih,
air irigasi, pembangkit tenaga listrik, penggelontoran), dan budidaya air (perikanan,
pangan, dan ikan hias). Hampir semua embung mempunyai fungsi tersebut sebagai
fungsi yang melekat pada embung dan sudah dimanfaatkan walau belum maksimal.

Berdasar pemanfaatannya (fungsi lain) embung mempunyai fungsi sosial,


ekonomi, dan lingkungan. Fungsi sosial embung misalnya sebagai tempat kumpul-
kumpul, jalan-jalan sehat, gardu jaga, dan lain-lain, fungsi ekonomi sebagai sarana
olahraga air, hotel, peristirahatan, industri rumah tangga, panggung pertunjukan, dan
lain-lain, serta fungsi lingkungan, seperti untuk pelestarian lingkungan, penghijauan, dan
keindahan. Fungsi-fungsi tersebut pada umumnya dimanfaatkan secara maksimal.
Pemanfaatan fungsi-fungsi diatas secara maksimal akan memberikan tambahan
keuntungan yang dapat digunakan untuk biaya pemeliharaan embung.

Berdasar status penguasaan, embung dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori,


perorangan atau kelompok usaha, masyarakat, dan pemerintah (pusat maupun lokal).
Penguasaan embung oleh masyarakat hampir tidak dapat dijumpai, penguasaan
perorangan ada beberapa namun sangat sedikit, hingga penguasaan embung sebagian
besar berada di tangan Pemerintah. Namun ada beberapa permasalahan yang
menyangkut penguasaan embung oleh Pemerintah ini yang terkait juga dengan
pengelolaan embung. Memperhatikan hal tersebut masalah penguasaan embung oleh
pemerintah dapat diklasifikasikan menjadi:
 Sudah disertifikat dan jelas siapa pengelolanya
 Belum disertifikat tapi jelas siapa pengelolanya
 Belum disertifikat dan siapa pengelolanya belum jelas

5
Yang dimaksud dengan lahan yang sudah disertifikatkan adalah luasan embung
termasuk daerah sempadan embung yang melindungi badan air embung dari penciutan
luasan dan pengambilalihan penguasaan badan air embung yang tidak semestinya.
Instansi yang berhak untuk mengeluarkan sertifikasi embung adalah Badan Pertanahan
Nasional. Sertifikasi disini tidak dalam arti kepemilikan melainkan penguasaan.

Embung juga dapat dikelompokkan berdasar pengelolaan fungsi embung, yang


dimaksud dengan pengelolaan di sini adalah pendayagunaan manfaat dari fungsi embung
baik secara keseluruhan embung maupun bagian-bagian dari embung. Berdasarkan
praktek pengelolaan embung, terdapat 3 (tiga) pihak yang pengelola embung, yaitu (1)
Pemerintah, (2) masyarakat, dan (3) kelompok usaha atau sektor swasta.

2.3. PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN EMBUNG

Di beberapa daerah, pembangunan embung dilakukan untuk tujuan konservasi air


tanah. Air hujan ditampung pada kolam embung dan dibiarkan sehingga meresap
kedalam lapisan tanah. Proses ini merupakan recharge dari aquifer sehingga bisa
menaikkan permukaan air sumur gali milik penduduk di hilir bangunan embung sehingga
masih ada air pada musim kering.

Dari uraian di atas dapat disusun perkembangan pemanfaatan embung sebagai


berikut:
1. Menyediakan air bagi kebutuhan air minum dan air kebutuhan rumah tangga lainnya.
2. Menyediakan air untuk mengairi tanaman, sayuran dan padi-padian.
3. Mengurangi kerugian akibat banjir pada musim hujan yang biasanya terjadi di daerah
kiri kanan sungai yang meluap. Pada umumnya, daerah pinggiran sungai besar yang
sering kena banjir biasanya subur.
4. Membantu recharging „isian ulang‟ air tanah yang dapat menjamin ketersediaan air
pada sumur, baik sumur dangkal maupun sumur dalam yang sudah lama dikenal
masyarakat sebagai sumber utama air minum karena kualitas airnya baik.
5. Digunakan untuk usaha perikanan darat/air tawar yang sudah membudaya sejak
jaman dahulu.
6. Telaga/embung buatan juga digunakan sebagai arena rekreasi.
7. Pembuatan kolam atau reservoir kecil ditujukan untuk konservasi dan penahan erosi
yang dinamai program pembuatan embung konservasi.

6
Embung sudah ada semenjak sebelum jaman penjajahan Belanda, dan saat ini
keberadaannya dengan berbagai “peran” makin dirasakan sangat membantu terutama
untuk industri manufaktur dan kebutuhan rumah tangga. Di daerah pedesaan, embung
sangat berperan dalam menunjang penyediaan air untuk berbagai keperluan seperti
irigasi, perikanan, dan air minum. Embung juga sangat berperan sebagai retarding basin,
recharging air tanah, dan juga wisata.

Di lain pihak kompetisi kebutuhan sangat tidak menguntungkan bagi pelestarian


embung. Banyak embung telah berubah fungsi menjadi pemukiman (di daerah perkotan),
menjadi sawah / lahan pertanian (di pedesaan) dan lain-lain. Beberapa kasus
menunjukkan bahwa ada embung “terpaksa” menampung limbah pabrik, limbah rumah
tangga, dan limbah pasar. Bukti kepemilikan yang tidak jelas dan kurangnya perhatian
terhadap pemeliharan embung telah menambah panjangnya deretan permasalahan yang
mengancam kelestarian embung.

Menyadari akan hal-hal tesebut, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan


Presiden (Keppres) Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Hutan
Lindung. Keppres inilah yang menjadi dasar hukum bagi operasional pengaturan dan
perlindungan sumber air dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian
embung. Disamping Keppres tersebut dikeluarkan lagi Peraturan Menteri (Permen)
Pekerjaan Umum Nomor 48/PRT/1990. Pada Permen ini dinyatakan bahwa wewenang
pengelolaan embung berada pada Menteri Pekerjaan Umum dengan pelaksanaannya
berada di bawah Direktur Jenderal Pengairan (sekarang Direktur Jenderal Sumber Daya
Air). Pasal 2 Permen tersebut di atas menyatakan bahwa wewenang pengelolaan atas air
dan/atau sumber air dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi dalam rangka tugas
perbantuan. Wewenang pengelolaan tersebut adalah:
1. Mengelola dan mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air.
2. Menyusun, mengesahkan dan atau memberi izin berdasarkan perencanaan dan
perencanaan teknis tata pengaturan dan tata pengairan.
3. Menyusun, mengesahkan dan atau memberi izin pembentukan, penggunaan,
pengendalian air dan atau sumber-sumber air.
4. Mengatur, mengesahkan, dan atau memberi izin pengusahaan air dan atau sumber-
sumber air.

7
5. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum antara orang lain atau badan
hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air.
6. Melaksanakan koordinasi tata pengaturan air.

8
BAB 3
METODOLOGI

3.1. BAGAN ALIR

Bagan alir desain Embung Situak Latok secara ringkas disajikan seperti gambar
di bawah ini:

Mulai

Persiapan

Kegiatan Survey & Penyelidikan


Lapangan

Survei topografi Survei hidrologi Survei Mekanika Tanah

- Analisa curah hujan Penentuan Parameter


Perhitungan & - Analisa Debit Bajir Mekanika Tanah di
Penggambaran - Analisa kualitas air Lapangan dan Lab

- Perhitungan desain
- Pembuatan gambar desain

Perhitungan RAB

Pelaporan

Selesai

Gambar 3.1. Bagan Alir Desain Embung

3.2. TAHAPAN KEGIATAN

Dari bagan alir pada sub bab 3.1 diatas berikut ini diuraikan secara ringkas
tahapan kegiatan yang dilakukan:

9
1. Persiapan
Sebelum memulai pekerjaan lapangan harus disiapkan terlebih dahulu peralatan dan
bahan serta surat menyurat yang diperlukan di lapangan.
2. Survey dan penyelidikan lapangan
a. Topografi
Survey topografi digunakan untuk menggambarkan areal rencana embung sesuai
dengan kondisi eksisting
b. Hidrologi
Data hidrologi (dan hidrolika) termasuk data utama yang dikumpulkan untuk
mengetahui karakteristik DAS, sungai, dan aliran sungai di lokasi rencana
embung
c. Mekanika tanah
Untuk mengetahui daya dukung tanah dasar di tengah dan pinggir sungai pada
lokasi rencana as embung
3. Penggambaran pengukuran dan analisis data
a. Penggambaran hasil pengukuran topografi
b. Analisis hidrologi dan hidrolika berupa parameter aliran termasuk debit banjir
c. Analisis kualitas air sungai
d. Uji laboratorium hasil sampel mekanika tanah
4. Perhitungan dan desain embung
Penentuan dimensi serta gambar desain embung secara lengkap
5. Perhitungan RAB
RAB dihitung berdasarkan rencana embung yang akan dibangun disesuaikan dengan
harga material setempat dan tahun rencana embung akan dibangun
6. Pelaporan
Pelaporan lengkap dan lampiran sesuai dengan kebutuhan pembangunan embung

10
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. KONDISI TOPOGRAFI

Dari hasil pengukuran topogafi dapat diketahui kondisi tinggi rendah permukaan
tanah di lokasi rencana embung. Hal ini diperlukan untuk menentukan rencana lokasi as
embung, rencana lokasi bangunan utama serta parameter-parameternya, serta lokasi
bangunan pelengkap embung di sisi hulu maupun hilir dari bangunan utama yang berupa
bendung.

Dari peta topografi juga dapat diperoleh peta potongan memanjang dan melintang
sungai sehingga memudahkan untuk menentukan lokasi bangunan utama, kemiringan
dasar sungai, serta luas dan volume rencana tampungan yang akan diperoleh setelah
ditetapkan ketinggian mercu embung dari dasar sungai.

Pengukuran topografi ini dilakukan sekaligus dengan pemasangan patok-patok


BM (Bench Mark) dan CP (Control Point) untuk mengikat koordinat rencana embung
yang akan dibangun nantinya.

Gambar 4.1. Pengukuran Topografi dan Pemasangan BM (Bench Mark)

11
Gambar 4.2. Peta Situasi Lokasi Rencana Embung

12
4.2. ANALISIS KUALITAS AIR

Untuk menentukan parameter kualitas air di lokasi sehingga dapat dipastikan


rencana penggunaan sumber air maka dilakukan pengambilan sampel di lapangan.
Pengambilan sampel dilakukan di alur sungai dengan standar sampling yang biasa
dilakukan di lapangan. Pengambilan sampel dilakukan karena ada indikasi bahwa di
lokasi ini terjadi pencemaran Sulfur (Belerang) yang cukup tinggi, hal ini tampak dari
kondisi batu yang ada di alur sungai yang berwarna keputih-putihan.

Gambar 4.3. Pengambilan Sampel Air di Sungai Situak

Pengujian kualitas air dilakukan di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan, Dinas


Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa
kondisi aliran sungai mengandung Sulfur dalam bentuk Sulfida (H2S) yang melebihi
ambang batas untuk air minum. Dengan demikian air dari Sungai Situak tidak dapat
digunakan sebagai sumber air minum kecuali dengan pengolahan terlebih dahulu. Hasil
pengujian laboratorium kualitas air disajikan pada halaman berikut ini.

13
Sumber: Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, 2011

Gambar 4.4. Hasil Uji Kualitas Air Sungai

14
4.3. ANALISIS HIDROLOGI
4.3.1. Analisis Frekuensi Hujan DPS Situak

Dari data hujan harian dari tahun 2001 s/d 2010 diperoleh data dua puluh lima
data hujan maksimum DPS seperti Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Dua Puluh Lima Data Hujan Maksimum DPS Situak

No. Data Hujan Harian (mm) No. Data Hujan Harian (mm)
1 161 14 112
2 148 15 112
3 147 16 108
4 143 17 106
5 143 18 105
6 141 19 105
7 138 20 104
8 137 21 103
9 137 22 102
10 130 23 102
11 129 24 98
12 120 25 98
13 120
Sumber: Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, 2011

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hujan Rancangan DPS Situak

T Hujan Rancangan (R24)


Kala-Ulang (mm)
1 99
2 120
5 137
10 147
20 157
50 168
100 177
1.000 204
Sumber: Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, 2011

Untuk debit rancangan pada perencanan Bangunan Pengendali Sedimen (BPS) ini
dihitung untuk kala ulang 10 tahunan, 20 tahunan, 50 tahunan, dan 100 tahunan.

15
4.3.2. Pola Agihan Hujan

Distribusi hujan jam-jaman menggunakan model alternating block method


(ABM). Dimana waktu hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi (tc), yang dihitung
dengan persamaan Kirpich seperti Persamaan 1 di bawah ini.

t c  3,97  L0,77  S0,385

dimana:
tc : waktu konsentrasi (menit),
L : panjang sungai (km),
S : kemiringan sungai.
Diketahui panjang sungai (L) 8 km dan kemiringan sungai (S) 0,01225

t c  3,97  80,77  0,01225 0,385  107,21 menit  2 jam

Intensitas hujan dihitung dengan rumus Mononobe (SK SNI DPU,1989) seperti
persamaan berikut ini.
2
R  24  3
I t  24  
24  t 
dimana:

It : Intensitas hujan (mm/jam)


R24 : Hujan Rancangan (mm/hari)
t : Waktu ke-

Hasil perhitungan distribusi hujan jam-jaman dengan metode ABM dapat dilihat
pada Tabel 4.3.

Hubungan antara durasi dengan kala ulang hujan disajikan pada Tabel 4.4, dan
grafik hubungan antara durasi dan intensitas hujan dengan kala ulang tertentu disajikan
pada Gambar 4.5.

16
Tabel 4.3. Distribusi Hujan Rancangan Jam-jaman DPS Situak

Hujan Jam-jaman (mm)


No. Jam ke- Ratio
1,01 2 5 10 20 25 50 100 1000
1 0,50 0,437 36,76 44,55 50,86 54,58 58,29 59,77 62,37 65,72 75,74
2 1,00 0,114 9,55 11,58 13,22 14,19 15,15 15,54 16,21 17,08 19,69
3 1,50 0,080 6,70 8,12 9,27 9,95 10,63 10,90 11,37 11,98 13,81
4 2,00 0,063 5,34 6,47 7,38 7,92 8,46 8,68 9,05 9,54 10,99
5 2,50 0,054 4,51 5,46 6,23 6,69 7,14 7,33 7,65 8,06 9,28
6 3,00 0,047 3,94 4,77 5,45 5,85 6,25 6,40 6,68 7,04 8,12
7 3,50 0,042 3,52 4,27 4,87 5,23 5,58 5,73 5,98 6,30 7,26
8 4,00 0,038 3,20 3,88 4,43 4,75 5,08 5,20 5,43 5,72 6,59
9 4,50 0,035 2,94 3,57 4,07 4,37 4,67 4,79 5,00 5,26 6,07
10 5,00 0,032 2,73 3,31 3,78 4,06 4,33 4,44 4,64 4,89 5,63
11 5,50 0,030 2,56 3,10 3,54 3,80 4,05 4,16 4,34 4,57 5,27
12 6,00 0,029 2,41 2,92 3,33 3,57 3,81 3,91 4,08 4,30 4,96
Hujan
Rancangan (mm) 99,00 120,00 137,00 147,00 157,00 161,00 168,00 177,00 204,00
Koefisien
Pengaliran 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85
Hujan
Efektif (mm) 84,15 102,00 116,45 124,95 133,45 136,85 142,80 150,45 173,40
Sumber: Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, 2011

Tabel 4.4. Hubungan Antara Durasi dan Kala Ulang Hujan

t Kala Ulang (tahun)


(menit) 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 20 Tahun 50 Tahun 100 Tahun
5,00 234,41 330,72 417,94 521,51 694,14 857,68
10,00 147,67 208,34 263,28 328,53 437,28 540,31
15,00 112,69 158,99 200,92 250,72 333,71 412,33
20,00 93,03 131,24 165,86 206,96 275,47 340,37
45,00 54,18 76,44 96,59 120,53 160,43 198,23
60,00 44,72 63,10 79,74 99,50 132,43 163,63
120,00 28,17 39,75 50,23 62,68 83,43 103,08
180,00 21,50 30,33 38,33 47,83 63,67 78,67
360,00 13,54 19,11 24,15 30,13 40,11 49,56
720,00 8,53 12,04 15,21 18,98 25,27 31,22
1.080,00 6,51 9,19 11,61 14,49 19,28 23,82

Sumber: Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, 2011

17
Sumber: Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, 2011

Gambar 4.5.
Grafik Hubungan Antara Durasi dan Intensitas Hujan untuk Kala Ulang Tertentu

4.3.3. Debit Rancangan

Debit rancangan ditentukan oleh tingginya curah hujan, luas DAS, serta kondisi tata
guna lahan. Sesuai dengan kondisi lapangan diperoleh data sebagai berikut:
Luas DAS = 36,50 Ha
Panjang sungai utama = 32 Km

Rekapitulasi debit banjir rancangan disajikan pada Tabel 4.5 berikut.

18
Tabel 4.5. Rekapitulasi Debit Rancangan DPS Situak

T Hujan Rancangan (R24)


Kala-Ulang (mm)
1 148,29
2 179,53
5 204,83
10 219,70
20 234,58
25 240,53
50 250,95
100 264,34
1.000 304,51
Sumber: Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, 2011

4.4. DESAIN EMBUNG


4.4.1. Kriteria Pemilihan Lokasi Embung

Dalam kenyataannya jarang sekali didapatkan keadaan yang secara lengkap


memenuhi persyaratan karakteristik tempat yang ideal untuk embung. Terdapat beberapa
kriteria dan pertimbangan yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi embung.
Antara lain adalah:
1. Kapasitas Tampung yang Besar: secara topografis terdapat lokasi cekungan yang
memungkinkan sebagai tempat penampungan air sehingga dapat diperoleh volume
tampungan air yang maksimal.
2. Terdapat lokasi yang cocok untuk bendung: yaitu lembah yang sempit pada
bagian hilir embung sehinga lebar bendung menjadi minimal.
3. Tempat Penampungan yang Kedap air: tempat penampungan air bukan
merupakan lapisan porous, tidak terdapat permasalahan geologi, patahan maupun
rekahan tanah,
4. Terdapat Sumber Air yang Cukup: sumber air yang cukup dari aliran sungai, mata
air dan curah huan diperlukan agar daerah tampungan dapat terisi secara optimal.
5. Daerah Tampungan Air yang Dalam: akan diperoleh volume tampungan air yang
maksimal dengan luas genangan yang minimal dan volume penguapan yang kecil.
6. Luas Daerah Genangan yang Minimal: akan mengurangi biaya pembebasan tanah
dan kerusakan lingkungan.

19
7. Aliran Sedimen yang Minimal: akan mengurangi laju proses pengendapan pada
embung.
8. Kualitas Air yang Memenuhi Syarat: air harus dapat digunakan untuk berbagai
keperluan.

4.4.2. Pemilihan Lokasi Embung

Konstruksi Embung Situak Latok direncanakan di sebelah hulu jembatan yang


ada di lokasi pekerjaan. Pemilihan lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai
berikut:
1. Terdapat kemiringan dasar saluran yang cukup untuk membentuk tampungan di hulu.
2. Terjadi penyempitan alur sungai sehingga lebar bendung menjadi minimal dan dari
segi konstruksi lebih stabil dan lebih hemat.
3. Tebing di kiri dan kanan sungai yang tinggi sehingga mercu embung dapat dibuat
lebih tinggi.
4. Kapasitas volume embung yang cukup, karena konstruksi embung dapat dibuat
cukup tinggi.

4.4.3. Volume Tampungan

Tampungan adalah lembah sungai di sebelah hulu embung yang berfungsi untuk
menampung semua material (air dan sedimen), yang tertahan di sebelah hulu embung .
Tampungan atau storage dibedakan menjadi (a) tampungan mati, (b) tampungan efektif,
dan tampungan banjir. Keseluruhan disebut reservoir.

20
INFLOW
Spillway
Elevasi muka air banjir

Elevasi muka air normal Tampungan Banjir

Tampungan Efektif

Elevasi muka air rendah

Dead Storage Intake

Gambar 4.6. Sketsa Tampungan Embung

Tampungan mati (dead storage) adalah bagian dari embung yang ditujukan untuk
menampung sedimen dalam jumlah/volume yang diperhitungkan mencukupi selama usia
pemanfaatan embung. Secara fisik terletak antara dasar embung sampai dengan dasar
bangunan pengambilan. Tampungan mati suatu embung diperkirakan berdasarkan umur
embung yang direncanakan.

Tampungan efektif (effective storage) adalah bagian dari embung yang ditujukan
untuk menampung sejumlah air yang diperhitungkan masih dapat menjamin
berfungsinya pemanfaatan air.

Embung yang direncanakan akan dibangun mempunyai tinggi 11,5 m (dari dasar
sungai sampai puncak mercu). Dengan ketinggian tersebut diperkirakan tampungan air di
embung sekitar 25.000 m3.

Karena kondisi daerah tangkapan sungai masih relatif baik, maka perkiraan
angkutan sedimen di lokasi ini sedikit sekali. Dengan demikian umur rencana embung
dapat diperkirakan sampai 50 tahun lebih.

21
4.4.4. Bangunan Utama

Rencana bangunan utama embung berupa bendung dengan pelimpah ganda. Pintu
intake direncanakan berada beberapa meter di bawah elevasi mercu bendung. Untuk
memudahkan operasional bendung maka direncanakan jembatan melewati atas mercu
bendung. Jembatan operasi embung mempunyai lebar 1,2 meter.

Berdasarkan kondisi lokasi pekerjaan, maka direncanakan kedalaman fondasi 2


meter di bawah permukaan dasar sungai asli, sementara untuk tebing kiri dan kanan
direncanakan akan digali sedalam 2 meter untuk pemasangan konstruksi bangunan
utama.

Bendung berupa konstruksi pasangan batu dilapisi dengan lapis aus beton
bertulang setebal 20 cm. Hal ini bertujuan untuk mengamankan bangunan utama dari
hantaman batu-batu yang terbawa aliran air sungai.

22
Gambar 4.7. Peta Situasi Lokasi Rencana Embung

23
Gambar 4.8. Tampak Atas Rencana Bangunan Utama

24
Gambar 4.9. Potongan Melintang Bangunan Utama

Gambar 4.10. Potongan Memanjang Bangunan Utama

25
Gambar 4.11. Rencana Bangunan Pelimpah (Mercu Bendung)

4.4.5. Bangunan Pelengkap

Bangunan pelengkap yang direncanakan adalah berupa:


1. Tanggul pengaman di sisi kiri hulu bendung. Karena kondisi sisi kiri sungai berupa
cekungan maka direncanakan tanggul yang dibangun untuk menghindari genangan
yang terjadi di lokasi tersebut, sekaligus tanggul dapat digunakan sebagai jalan
pengganti.
2. Konstruksi Dinding Penahan Tebing pada bagian kiri dan kanan sungai.
3. Bangunan pelengkap lain yang direncanakan adalah rumah penjaga bendung serta
alat penakar curah hujan. Pembangunan rumah penjaga bendung ini sangat penting
karena lokasi bangunan cukup jauh dari permukiman. Sedangkan alat penakar curah
hujan diperlukan untuk kebutuhan pencatatan curah hujan di Embung Situak Latok.
Diharapkan data pencatatan curah hujan yang diperoleh dapat digunakan sebagai
acuan untuk kegiatan selanjutnya di sekitar lokasi bangunan embung.

26
4.5. RENCANA ANGGARAN BIAYA

Dari perencaan yang dilakukan diperoleh perkiraan biaya pembangunan Embung


Situak Latok sebesar Rp. 4.811.230.000,- (Terbilang: Empat milyar delapan ratus sebelas
juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah). Adapun rincian Rencana anggaran Biaya (RAB)
disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya


No. Uraian Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan (Rp) Jumlah Harga (Rp)
I Pekerjaan Persiapan
1 Pekerjaan Pengukuran dan Pemasangan Bouwplank m' 1.100,00 49.271,00 54.198.100,00
2 Pembuatan Bak Adukan Bh 2,00 181.020,00 362.040,00
3 Pembuatan Papan Nama Proyek Bh 1,00 492.492,00 492.492,00

II Pekerjaan Tanah
1 Menggali Tanah Biasa 0 - 1 m m3 860,00 45.281,00 38.941.660,00
2 Menggali Tanah Berbatu m3 1.550,00 65.500,00 101.525.000,00
3 Urug Kembali Bekas Galian m3 600,00 12.584,00 7.550.400,00

III Pekerjaan Pondasi


1 Pasangan Batu Kali 1 : 4 m3 3.880,00 925.215,00 3.589.834.200,00
2 Cerucut Kayu/Mini Pile Dia. 10 cm m' 2.200,00 43.844,00 96.456.800,00

IV Pekerjaan Beton
2 Pembesian Kg 2.700,00 26.125,00 70.537.500,00
3
3 Membuat Beton K-250 m 27,00 961.596,00 25.963.092,00

V Pekerjaan Plesteran
1 Pelesteran Beton m2 105,00 21.491,00 2.256.555,00
2 Sponengan m' 1.340,00 8.669,00 11.616.460,00
3 Memasang Acian m2 1.445,00 12.534,00 18.111.630,00

VI Pekerjaan Lain-lain
1 Pemompaan Ls 1,00 50.000.000,00 50.000.000,00
2 Pembuangan sisa-sisa bahan di lapangan Ls 1,00 2.000.000,00 2.000.000,00
3 Pekerjaan Kisdam Ls 1,00 50.000.000,00 50.000.000,00
4 Pekerjaan Langsiran Ls 1,00 150.000.000,00 150.000.000,00
5 Pintu Outlet Unit 1,00 40.000.000,00 40.000.000,00
6 Rumah Jaga Bendung Unit 1,00 44.000.000,00 44.000.000,00
7 Alat Penakar Curah Hujan Unit 1,00 5.000.000,00 5.000.000,00
8 Pagar Pengaman Jembatan Operasional Ls 1,00 15.000.000,00 15.000.000,00

Jumlah 4.373.845.929,00
PPN 10% 437.384.592,90
Jumlah Total 4.811.230.521,90
Dibulatkan 4.811.230.000,00

Terbilang: Empat milyar delapan ratus sebelas juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah

27
BAB 5
KESIMPULAN

1. Dari hasil uji kualitas air diketahui bahwa kondisi aliran sungai mengandung Sulfur
dalam bentuk Sulfida (H2S) yang melebihi ambang batas untuk air minum. Dengan
demikian air dari Sungai Situak tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum
kecuali dengan pengolahan terlebih dahulu.
2. Secara topografis rencana lokasi embung memungkinkan sebagai tempat
penampungan air, terdapat kendala dalam pembuatan saluran transmisi karena
kondisi medan yang sulit. Dari hasil desain dengan tinggi bendung 11,5 m akan
diperoleh volume tampung sekitar 25.000 m3 dan perkiraan Biaya yang diperlukan
untuk pembangunan embung sekitar Rp. 4.811.230.000,00.
3. Dengan mempertimbangkan beberapa kendala tersebut diatas dan besarnya biaya
pembangunan untuk pembuatan embung sedangkan masyarakat masih bisa
memperoleh air dari sumber terdekat, maka pembangunan embung tersebut menjadi
tidak feasible. Atau jika tetap akan dibangun Embung Situak Latok ini akan
difungsikan menjadi embung konservasi dan dapat juga dikembangkan sebagai
tempat wisata dan untuk budidaya ikan air tawar.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat dan PT. Pilar Nawa
Seta, Laporan Akhir DED Embung Situak Latok, Tahun 2011

29

Anda mungkin juga menyukai